plagiat merupakan tindakan tidak terpuji uji toksisitas subkronis infusa daun sirsak (annona...
TRANSCRIPT
i
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS INFUSA DAUN SIRSAK
(Annona muricata L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS
TESTIS DAN OVARIUM TIKUS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Niken Ambar Sayekti
NIM : 098114117
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat,
Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
(Mat 11:28)
HIDUP adalah bagaimana kita BERJUANG,
mewujudkan MIMPI-MIMPI yang telah tertanam dalam angan …
Dengan penuh syukur dan sukacita,
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus, sahabat sejati yang selalu ada untukku,
Bapak, Ibu, Mbak Galuh, Dhek Puput,
dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakanku,
Sahabat-sahabatku yang telah menjadi “guru” dan memberi “warna”
dalam hari-hari ku selama perkuliahan,
Serta Almamaterku…
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat, kasih, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Toksisitas Subkronis Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.)
terhadap Gambaran Histologis Testis dan Ovarium Tikus”, sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini penulis telah
banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji skripsi, atas kesabaran, bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi
yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah
memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegiharjo M. Si., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi
yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah membantu penulis dalam
determinasi tanaman sirsak (Annona muricata L.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi
yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium
untuk kepentingan penelitian skripsi ini.
6. Dokter Ari, Bapak Ratijo, Bapak Parjiman, Bapak Heru, Bapak Kayat, Bapak
Wagiran, Mas Andri selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi yang
telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Bambang, Ibu Sitarina, Ibu Asih, Bapak Yon yang telah banyak
membantu dalam pemeriksaan dan menentukan diagnosis histologis organ.
Serta Bapak Lilik dan Bapak Dwi selaku laboran Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang telah banyak membantu dalam
pembuatan preparat histologis.
8. Bapak Antonius Slamet, Ibu Sulistiyani, Mbak Galuh Ambar Sasi, dan Adik
Catarina Kartikawati yang tak henti mendoakan, memberi semangat, dan
memberikan kasih sayang selama hidupku.
9. Partner dan sahabatku “Tim Annona”, Apriliawati Galuh Ajeng, Christiana
Lambang Kristanti, E. Raras Pramudita, Meita Eryanti, Suster Imelda
Korbafo, Veronika Dita Ayuningtyas atas kerjasama, bantuan, dukungan, dan
kesabaran selama penelitian dan pengerjaan skripsi.
10. Sahabat-sahabatku, A.M. Inggrid Silli, Luluk Rahendra Martha, Nanda Chris
Nurcahyanti, Novia Sarwoning Tyas, Theresia Garri Windrawati, atas doa,
semangat, kesabaran, motivasi, tawa, kebersamaan, dan bantuan selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
11. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan bantuan
kepada penulis.
12. Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
atas bantuan dan kebersamaan dalam suka maupun duka selama melewati
tahun-tahun penuh perjuangan.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
banyak berperan selama penyusunan skripsi ini.
14. Tuhan Yesus Kristus yang kusebut terakhir, karena Dia-lah tujuan akhir dari
hidup ini. Bersyukur atas berkat, kasih karunia, kekuatan, kesehatan, dan
pendampingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena
itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan
penelitian-penelitian dimasa mendatang.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat, serta memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kefarmasian.
Yogyakarta,
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... vi
PRAKATA .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xix
INTISARI ................................................................................................ xx
ABSTRACT .............................................................................................. xxi
BAB I. PENGANTAR ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
1. Perumusan masalah ...................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ....................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ........................................................................ 5
B. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1. Tujuan umum ............................................................................... 5
2. Tujuan khusus .............................................................................. 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...................................................... 6
A. Tanaman Sirsak (Annona muricata L.) .............................................. 6
1. Sinonim ........................................................................................ 6
2. Nama umum ................................................................................. 6
3. Penyebaran ................................................................................... 6
4. Klasifikasi ……............................................................................ 7
5. Morfologi ..................................................................................... 7
6. Kandungan ................................................................................... 8
7. Khasiat dan kegunaan .................................................................. 9
B. Infusa ................................................................................................ 10
C. Toksikologi ...................................................................................... 10
1. Definisi toksikologi ...................................................................... 10
2. Asas toksikologi ........................................................................... 11
3. Jenis uji toksikologi ...................................................................... 14
D. Uji Toksisitas Subkronis. .................................................................. 16
E. Testis ............................................................................................... 19
1. Anatomi dan fisiologi testis .......................................................... 19
2. Spermatogenesis ........................................................................... 21
3. Pengaturan hormonal .................................................................... 23
4. Gangguan fungsi testis .................................................................. 24
F. Ovarium ............................................................................................ 26
1. Anatomi dan fisiologi ovarium ..................................................... 26
2. Siklus ovarium ............................................................................. 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
3. Pengaturan hormonal siklus ovarium ............................................ 30
4. Gangguan fungsi ovarium ............................................................. 33
G. Keterangan Empiris........................................................................... 34
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 35
B. Variabel Penelitian ............................................................................ 35
1. Variabel bebas .............................................................................. 35
2. Variabel tergantung ...................................................................... 35
3. Variabel pengacau ........................................................................ 35
C. Definisi Operasional ......................................................................... 36
1. Infusa daun sirsak ......................................................................... 36
2. Daun sirsak yang digunakan ......................................................... 36
3. Pengaruh efek toksik .................................................................... 36
4. Sifat efek toksik ............................................................................ 36
D. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 36
1. Alat penelitian .............................................................................. 36
2. Bahan penelitian ........................................................................... 37
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................... 38
1. Determinasi daun sirsak ............................................................... 38
2. Pengumpulan bahan ..................................................................... 38
3. Pembuatan serbuk ........................................................................ 38
4. Penetapan kadar air ...................................................................... 38
5. Pembuatan infusa ......................................................................... 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
6. Penentuan peringkat dosis ............................................................ 39
7. Penyiapan hewan uji ..................................................................... 41
8. Pengelompokan hewan uji ............................................................ 41
9. Prosedur pelaksanaan .................................................................. 42
10. Pengamatan ................................................................................. 42
11. pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis .......................... 43
F. Analisis dan Evaluasi Hasil ............................................................... 44
1. Pemeriksaan histologis organ ...................................................... 44
2. Uji reversibilitas .......................................................................... 45
3. Penimbangan berat badan hewan uji ............................................ 45
4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji ......................... 45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 46
A. Determinasi Tanaman Sirsak ............................................................ 47
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air .................................... 47
C. Gambaran Histologis Testis Akibat Pemberian Infusa
Daun Sirsak ...................................................................................... 49
D. Gambaran Histologis Ovarium Akibat Pemberian Infusa
Daun Sirsak ...................................................................................... 51
E. Reversibilitas .................................................................................... 55
F. Pengaruh Pemberian Infusa Daun Sirsak Terhadap Perubahan
Berat Badan Tikus Jantan dan Betina ................................................ 60
G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian
Infusa Daun Sirsak ............................................................................ 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
H. Asupan Minuman Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian
Infusa Daun Sirsak ............................................................................ 65
I. Rangkuman Pembahasan ................................................................... 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 69
A. Kesimpulan ....................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 70
LAMPIRAN ............................................................................................ 73
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................. 99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Hasil pemeriksaan histologis testis tikus kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari ....... 49
Tabel II. Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama
30 hari ...................................................................................... 53
Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis testis dan ovarium tikus
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan uji reversibilitas ..... 57
Tabel IV. Purata berat badan ± SEM tikus jantan pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak ................. 60
Tabel V. Purata berat badan ± SEM tikus betina pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak .................. 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi daun sirsak (Annona muricata L.) ........................... 7
Gambar 2. Struktur testis ............................................................................ 20
Gambar 3. Skema umum spermatogenesis ................................................. 23
Gambar 4. Kerusakan sel penyusun testis .................................................. 26
Gambar 5. Diagram ovarium ...................................................................... 29
Gambar 6. Kadar hormon dalam darah ...................................................... 31
Gambar 7. Fibrosis pada stroma ovarium ................................................... 34
Gambar 8. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest
8333 mg/kg dengan pewarnaan hematoksilin eosin,
perbesaran 100X ...................................................................... 50
Gambar 9. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest
8333 mg/kg dengan pewarnaan hematoksilin eosin,
perbesaran 400X ....................................................................... 51
Gambar 10. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa
daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan
pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X ...................... 54
Gambar 11. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa
daun sirsak 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan
hematoksilin eosin, perbesaran 400X ........................................ 54
Gambar 12. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin
eosin, perbesaran 100X ............................................................. 56
Gambar 13. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin
eosin, perbesaran 400X ............................................................. 56
Gambar 14. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin
eosin, perbesaran 100X ............................................................. 58
Gambar 15. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin
eosin, perbesaran 400X ............................................................. 59
Gambar 16. Grafik perubahan berat badan tikus jantan akibat pemberian
infusa daun sirsak ..................................................................... 62
Gambar 17. Grafik perubahan berat badan tikus betina akibat pemberian
infusa daun sirsak ..................................................................... 62
Gambar 18. Grafik asupan pakan tikus jantan akibat pemberian infusa
daun sirsak ............................................................................... 64
Gambar 19. Grafik asupan pakan tikus betina akibat pemberian infusa
daun sirsak ............................................................................... 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
Gambar 20. Grafik asupan minuman tikus jantan akibat pemberian
infusa daun sirsak ..................................................................... 65
Gambar 21. Grafik asupan minuman tikus betina akibat pemberian
infusa daun sirsak ..................................................................... 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto Daun Sirsak. .................................................................... . 74
Lampiran 2. Foto Infusa Daun Sirsak .......................................................... 74
Lampiran 3. Penetapan Peringkat Dosis Infusa Daun Sirsak dan Dosis
Kontrol Aquadest. ..................................................................... . 75
Lampiran 4. Perhitungan Konversi Dosis untuk Manusia ............................ . 76
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Air. ........................................... . 77
Lampiran 6. Foto Penetapan kadar air ......................................................... 78
Lampiran 7. Surat Pengesahan Determinasi................................................. . 79
Lampiran 8. Surat Ethics Committee Approval ............................................ . 80
Lampiran 9. Hasil Diagnosis Histologis. ..................................................... . 81
Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Histologis Testis Tikus. ........................... . 83
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Histologis Ovarium Tikus. ....................... . 84
Lampiran 12. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Jantan .......... 86
Lampiran 13. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina ......... . 88
Lampiran 14. Langkah-langkah Analisis Data dengan General Linier
Model (metode Multivariate) ............................................... 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik
infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium berdasarkan gambaran
histologisnya. Selain itu juga untuk menganalisis kekerabatan antara dosis infusa
daun sirsak dengan spektrum efek toksik, serta mengevaluasi sifat efek toksik
yang terjadi.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak
lengkap pola searah. Hewan uji yang digunakan sebanyak 50 tikus: 25 jantan dan
25 betina, galur Sprague-Dalwey, umur 2-3 bulan. Kemudian dibagi secara acak
menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberi aquadest 8333 mg/kg
dan 4 kelompok perlakuan yang diberi infusa daun sirsak dengan dosis berturut-
turut 108, 180, 301, dan 503 mg/kg BB. Pada hari ke-31, sebanyak lima tikus dari
tiap dosis dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histologis. Selanjutnya
dilakukan uji reversibilitas selama 14 hari tanpa pemberian perlakuan. Pada hari
ke-15, hewan uji yang tersisa dikorbankan dan dilakukan pemeriksaan histologis.
Hasil pemeriksaan histologis menunjukkan testis dan ovarium dalam
keadaan normal. Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa daun sirsak
selama 30 hari tidak menimbulkan efek toksik terhadap testis dan ovarium.
Selanjutnya, tidak ada hubungan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang
terjadi. Sifat efek toksik tidak dapat ditentukan karena gambaran histologis pada
perlakuan maupun uji reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam
keadaan normal.
Kata kunci: Annona muricata L., infusa, toksisitas, subkronis, testis, ovarium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
ABSTRACT
This research aims to examine the aqueous extract Annona muricata L.’s
spectrum toxic on testes and ovaries based on histologic. Also to analizes
correlation between doses examine and toxic effects’s spectrum, and to evaluate
the toxic effect’s reversibility.
This research is purely experimental with one way pattern of completely
randomized design. Animals testing are used by 50 rats: 25 males and 25 females,
strain Sprague-Dalwey, age 2-3 month. Then devide randomly into 5 groups,
control group were given distilled water 8333 mg/kg and 4 treatment groups were
given a dose of extract aqueous Annona muricata L. 108, 180, 301, and 503
mg/kg, respectively. On 31st days, 5 rats from each dose were sacrificed and
examined histologically. Furthermore, the reversibility test performed for 14 days
without giving treatment. On 15th days, the remaining test animals were sacrificed
and examined histologically.
The result of histologic examination indicate that the testes and ovaries in
normal state. So, can be concluded that the administration of aqueous extract of
Annona muricata L. for 30 days didn’t cause toxic effects on the testes and
ovaries. Futhermore, there are no relations between the amount of doses with
toxic’s effect determines. The characteristic of toxic’s effect can’t determined
because the treatment and reversibility histological test showed testes and ovaries
in normal state.
Key words : Annona muricata L., aqueous extract, toxicity, subchronic,
testes, ovaries
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Salah satu tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional
adalah tanaman sirsak (Annona muricata L.). Daun sirsak mempunyai banyak
khasiat untuk mengatasi berbagai penyakit sehingga banyak digunakan dalam
masyarakat diberbagai negara, diantaranya digunakan dalam sistem pengobatan
herbal di Afrika sebagai sedatif dan antispasmodik, di Nigeria biasanya digunakan
sebagai antiparasit, antispasmodik, adstringen, antikanker, sedatif, insektisida,
analgetik, dan mengobati penyakit kulit (Adewole and Ojewole, 2009).
Penggunaan daun sirsak di Indonesia antara lain untuk mengobati penyakit
hipertensi, demam, kecacingan, diare, luka bisul, jerawat, antikolesterol dan
sebagai antikanker (Trubus, 2011). Berdasarkan penelitian Adewole dan Ojewole
(2009) dilaporkan bahwa ekstrak air daun sirsak mempunyai efek sebagai
antidiabetes, sedangkan ekstrak etanolnya mempunyai efek antioksidan (Baskar,
Rajeswari, and Kumar, 2007).
Dalam penggunaan di masyarakat, daun sirsak banyak dikonsumsi dalam
bentuk rebusan dengan frekuensi lebih dari satu kali (subkronis). Penelitian
mengenai efek dari konsumsi daun sirsak dalam jangka panjang masih terbatas.
Oleh karena itu penulis ingin meneliti ketoksikan dan sifat efek toksik dari daun
infusa sirsak jika dikonsumsi secara subkronis, khususnya terhadap organ
reproduksi. Uji ketoksikan subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari
tiga bulan (Donatus, 2001).
Pada penelitian ini, daun sirsak yang diberikan dalam perlakuan dibuat
dalam bentuk sediaan infusa. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan
cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit
(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Bentuk sediaan infusa lebih mudah dibuat
oleh masyarakat daripada dalam bentuk ekstrak karena infusa lebih mendekati
rebusan. Selain itu bentuk sediaan infusa sudah termasuk dalam kategori bentuk
sediaan herbal Badan POM Republik Indonesia (Direktorat Obat Asli Indonesia,
2010).
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan dan pemeriksaan
terhadap asupan pakan dan minum untuk masing-masing hewan, perubahan berat
badan, dan pemeriksaan histologis organ testis dan ovarium. Pengamatan patologi
dilakukan terhadap gambaran histologis testis dan ovarium (Lu, 1995). Organ
testis dan ovarium termasuk organ yang penting yaitu sebagai organ reproduksi
yang berfungsi menghasilkan individu baru dan menghasilkan hormon-hormon
tertentu. Fungsi reproduksi ini sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu
spesies sehingga muncul gagasan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek
toksik infusa daun sirsak jika dikonsumsi secara subkronis.
Penelitian toksisitas akut dan subkronis dari ekstrak air daun sirsak
(Arthur, Woode, Terlabi, and Larbie, 2011) terhadap testis telah dilakukan
sebelumnya. Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa ekstrak air daun sirsak
yang diberikan terhadap hewan uji dengan dosis 100 mg/kg, 1000 mg/kg, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
2500 mg/kg tidak menimbulkan efek toksik terhadap testis. Namun penelitian
tersebut hanya dilakukan selama 14 hari dan tidak dilakukan uji keterbalikkan.
Arthur et al. (2011) juga tidak meneliti tentang efek toksik daun sirsak terhadap
organ reproduksi pada hewan betina (ovarium). Hal ini mendorong penulis untuk
melakukan penelitian mengenai ketoksikan dan sifat efek toksik daun sirsak
terhadap ovarium dan testis dengan jangka waktu yang lebih lama. Dalam
penelitian ini dilakukan uji toksisitas subkronis infusa daun sirsak selama 30 hari
dengan uji keterbalikkan selama 14 hari terhadap tikus putih galur Sprague-
Dalwey untuk mengetahui apakah infusa daun sirsak yang diberikan selama
perlakuan memberikan pengaruh atau efek toksik terhadap testis dan ovarium dan
apakah efek toksik yang ditimbulkan dapat kembali normal jika pemejanan
dihentikan, dilihat dari gambaran histologisnya. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat diaplikasikan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik daun sirsak
pada organ reproduksi manusia.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Apakah pemberian infusa daun sirsak secara subkronis mempunyai efek
toksik terhadap testis dan ovarium tikus?
b. Apakah ada hubungan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang
terjadi?
c. Apakah spektrum efek toksis yang terjadi bersifat reversibel?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Evaluasi toksisitas akut dan subkronis ekstrak air Annona muricata L.
pada hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. muricata pada dosis
rendah bersifat hipoglikemik dan hipolipidemia. Namun pada dosis tinggi
menyebabkan kerusakan ginjal dan menimbulkan efek negatif pada fungsi
rahim (Arthur, et al., 2011).
b. Efek perlindungan ekstrak daun Annona muricata L. (Annonaceae)
terhadap profil serum lipid dan kerja oksidatif hepatosit pada tikus diabetes
terinduksi Streptozotocin menunjukkan hasil bahwa pemberian
streptozotocin berkaitan dengan stress oksidatif pada jaringan hati dan
ekstrak air daun A. muricata menunjukkan aktivitas antioksidan yang
dapat menghambat/mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh
pemberian streptozocin (Adewole and Ojewole, 2009).
c. Aktivitas antimikroba secara in vitro dan analisis fitokimia daun Annona
muricata. Hasil menunjukkan bahwa A. muricata dapat digunakan pada
penyakit yang disebabkan oleh organisme uji yang digunakan pada
penelitian ini yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Bacillus subtilis, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Proteus vulgaris, dan Salmonella typhimurium (Pathak,
Saraswathy, Vora, and Savai, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang uji toksisitas subkronis infusa
daun sirsak terhadap gambaran histologis organ testis dan ovarium tikus belum
pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
kefarmasian dan pengobatan tradisional khususnya tentang daun sirsak
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi
mengenai toksisitas infusa daun sirsak terhadap organ testis dan ovarium pada
pemakaian berturut-turut
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya potensi efek
toksik dari infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus
2. Tujuan khusus
a. Dari penelitian ini dapat diketahui spektrum efek toksik dari infusa daun
sirsak terhadap testis dan ovarium tikus
b. Mengungkapkan hubungan antara dosis yang diberikan dengan spektrum
efek toksik yang terjadi
c. Mengevaluasi reversibilitas (keterbalikkan) spektrum efek toksik yang
terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Sirsak (Annona muricata L.)
1. Sinonim
Annona bonplandiana Kunth, Annona cearensis Bard. Rodr., Annona
macrocarpa Werckle, Annona muricata var borinquensis Morales, guanabanus
muricatus Gomez (Pinto et al., 2005).
2. Nama umum
Annona muricata L. merupakan tanaman buah tropis yang banyak
dikenal dengan nama guanabana (Spanish), Graviola (Brazil), pawpaw,
corossolier (Perancis), guanavana, toge-banreisi, nangka blanda, dan nangka
londa, zuurzak (Jerman), munolla (India), mullu ramaphala (Kanada), durian
belanda (Malaysia) (Romero, Beristain, Gabas, and Tellis, 2007; Pinto et al.,
2005). Indonesia: Sirsak, nangka sabrang, nangka walanda. Inggris: Soursop.
Melayu: Durian Belanda, Durian Benggala. Vietnam: Mang Cau Xiem. Thailand:
Thurian Thet, Thurian Khaek. Pilipina: Guyabano, Atti, Illabanos (Plantamor,
2008).
3. Penyebaran
Tanaman ini banyak tersebar di Amerika, Afrika, dan Asia tenggara.
Sirsak popular di Cuba, Bahama, Colombia, dan timur laut Brazil (Lorenzi,
Bacher, Lacerda, and Sartori, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
4. Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L.
(Plantamor, 2008).
5. Morfologi
Daun sirsak berbentuk elips memanjang atau bulat menyempit dengan
bagian ujung yang meruncing. Daun ini memiliki panjang ±6-20 cm dan lebar ±2-
6 cm. Permukaan daun halus dan mengkilat, dengan warna hijau yang lebih tua
dari bagian permukaan atas dibandingkan dengan permukaan bawah, seperti
ditunjukkan pada gambar 1 (Orwa, Mutua, Kindt, Jamnadass, and Simons, 2009).
Gambar 1. Morfologi daun sirsak (Annona muricata L.)
(Zuhud, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Buahnya berbentuk oval, kadang-kadang bentuknya bulat tidak
beraturan, panjangnya 10-30 cm dan lebarnya 15 cm dengan berat 4,5-6,8 kg.
Buah ini dilapisi dengan kulit berduri yang tampak tajam namun halus jika
disentuh. Buah yang belum matang berwarna hijau tua dan lama-kelamaan
semakin menguning (Enweani, Obroku, Enahoro, and Omoifo, 2004). Daging
buah berwarna putih, sangat lembut, agak masam, dan beraroma segar, cocok
untuk dibuat minuman seperti jus atau dimakan langsung. Daging buah soursop
banyak digunakan untuk membuat jus, sirup, nastar, jelly, es krim dan selai
(Romero et al., 2007).
6. Kandungan
Beberapa komponen kimia telah diisolasi dari bagian-bagian tanaman
(akar, batang, daun, buah, dan biji). Sirsak mengandung karbohidrat, protein,
asam folat, kalsium, fosfor, besi, vitamin C, dan banyak mengandung vitamin B1
dan B2 (Enweani et al., 2004). Pathak et al. pada tahun 2010 melaporkan bahwa
ekstrak air dan ekstrak methanol dari daun sirsak mengandung steroid, glikosida
jantung, tannin, dan gula.
Dari skrining fitokimia yang dilakukan oleh Arthur et al. (2011),
diketahui bahwa ekstrak air daun sirsak mengandung saponin, tannin, glikosida,
dan flavonoid. Kandungan lain dalam daun sirsak adalah acetogenin yang
memiliki kemampuan untuk membunuh sel kanker. Acetogenin sejatinya
merupakan kumpulan senyawa aktif dalam daun sirsak. Beberapa senyawa
diantaranya adalah muricatocins A, muricatocins B, annonacin A, trans-
iisoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin (Trubus, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
7. Khasiat dan kegunaan
Dalam pengobatan tradisional, tanaman ini digunakan pada pengobatan
disentri, kardiovaskuler, konstipasi, hemoragi, infeksi bakteri, antivirus, demam,
antiinflamasi, dan gangguan lambung. Juga digunakan untuk antitumor,
antifertilitas, sedatif, antispasmodik, dan hipotensi (Rajeswari, Gajalakshmi, and
Vijayalakshmi, 2012; Yuan et al., 2003).
Bioaktivitas fraksinasi dari daun sirsak yang telah diisolasi menunjukkan
adanya kandungan acetogenin, yaitu muricoreacin, dan murihexocin yang
menunjukkan efek sitotoksik yang signifikan terhadap sel tumor manusia (Watson
and Preedy, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Baskar et al. (2007), ekstrak
etanol daun Annona muricata menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling
poten secara in vitro dengan persen penghambatan yang paling besar
dibandingkan dengan daun Annona squamosa dan Annona reticulata. Hal ini
mungkin dikarenakan adanya kandungan acetogenin yang memegang peran
sebagai penghalau radikal bebas yang efektif dan juga sebagai agen antitumor.
Hasil penelitian mengungkapkan sirsak memiliki kemampuan sebagai
pembunuh alami sel kanker, yaitu 10.000 kali lebih kuat dari kemoterapi. Sirsak
juga dikenal sebagai antibakteri dan antijamur. Bahkan, daun sirsak dapat
mengobati tekanan darah tinggi, diabetes, dan asam urat (Annasahmad, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
B. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infuas
merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan
lunak seperti daun dan bunga (Direktorat Obat asli Indonesia, 2010).
Pembuatan sediaan infusa adalah dengan mencampur simplisia yang
telah diayak dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya,
panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C
sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Diserkai selagi masih panas dengan kain flanel,
jika volume belum memenuhi dapat ditambahkan air panas pada ampas sampai
didapat volume yang dikehendaki (Direktorat Obat asli Indonesia, 2010).
C. Toksikologi
1. Definisi toksikologi
Toksikologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
tentang racun. Sedangkan racun dapat didefinisikan sebagai substansi yang dapat
menimbulkan efek berbahaya terhadap kehidupan organisme (Hodgson, 2004).
Donatus (2001) mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari aksi
berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Definisi ini menunjukkan bahwa obyek
yang dipelajari dalam toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa asing
dengan sistem biologi atau makhluk hidup, yang pusat perhatiannya terletak pada
aksi berbahaya zat kimia tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2. Asas toksikologi
Peristiwa timbulnya efek toksik racun atas makhluk hidup terjadi melalui
beberapa proses, diawali dengan terjadinya pemejanan racun atas makhluk hidup.
Setelah mengalami absorpsi dari tempat pemejanannya, racun atau metabolitnya
didistribusikan ketempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di
dalam makhluk hidup. Ditempat aksi ini terjadi antaraksi antara racun atau
metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor, yang
menyebabkan terjadinya serangkaian peristiwa biokimia dan biofisika yang
menimbulkan efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu (Donatus, 2001).
Berdasarkan alur peristiwa timbulnya efek toksik suatu racun, maka ada
empat asas utama yang perlu dipahami dalam toksikologi yaitu kondisi efek
toksik, mekanisme aksi, wujud, dan sifat efek toksik.
a. Kondisi efek toksik
Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi
keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun didalam tubuh
sehingga menentukan keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau
metabolitnya ditempat aksi dan keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi).
Keadaan ini bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup
(Donatus, 2001).
b. Mekanisme efek toksik
Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yakni
mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antaraksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
antara racun dan tempat aksinya, dan berdasarkan risiko penumpukan racun
dalam gudang penyimpanan tubuh (Donatus, 2001).
Mekanisme aksi berdasarkan sifat dan tempat kejadian dibedakan
menjadi mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Mekanisme luka intrasel
disebut juga mekanisme langsung atau primer, yaitu luka sel yang diawali oleh
aksi racun pada tempat aksinya didalam sel. Sedangkan mekanisme aksi
ekstrasel terjadi secara tidak langsung atau mekanisme sekunder, dimana
tempat kejadian awalnya di lingkungan ekstrasel (Donatus, 2001).
Mekanisme aksi berdasarkan sifat antaraksi digolongkan menjadi dua,
yaitu aksi toksik yang didasarkan atas antaraksi yang terbalikkan dan yang tak
terbalikkan antara racun dan tempat aksinya. Antaraksi yang terbalikkan
artinya bila kadar racun yang ada di reseptor habis, maka reseptor akan
kembali kekedudukan semula, sehingga efek toksik yang ditimbulkan oleh
racun akan hilang bila pemejanan racun dihentikan. Antaraksi tak terbalikkan
memungkinkan penumpukan efek. Artinya, kerusakan yang terjadi sifatnya
sama, sehingga akan terjadi penumpukan efek toksik. Maka pemejanan
dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan
efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun
takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 2001).
Mekanisme aksi berdasarkan penumpukan. Senyawa-senyawa yang
sangat lipofil dan sulit dimetabolisme, di dalam tubuh cenderung akan
disimpan dalam gudang penyimpanan kompartemen lemak dalam keadaan
tidak aktif sehingga relatif tidak membahayakan. Namun perlahan-lahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
senyawa tersebut akhirnya terlepas ke sirkulasi darah dan meningkatkan kadar
senyawa yang ada dicairan tubuh. Bila kadar tersebut melebihi harga kadar
toksik minimum (KTM) senyawa tersebut, maka akan menimbulkan efek
toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001).
c. Wujud efek toksik
Wujud efek toksik adalah hasil akhir dari aksi dan respon toksik. Respon
toksik merupakan suatu proses di mana sel, jaringan, atau organ menanggapi
adanya luka dalam komponen-komponen tubuhnya. Respon yang terjadi
merupakan hasil dari (1) perubahan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi
racun dan tempat aksinya. Termasuk efek toksik jenis ini diantaranya
penghambatan respirasi selular, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit,
dan gangguan pasok energi. Perubahan biokimia pada umumnya bersifat
terbalikkan. (2) perubahan fisiologi (fungsional) yang berkaitan dengan
antaraksi racun dengan reseptor atau tempat aktif enzim sehingga
mempengaruhi fungsi homeostasis tertentu. Perubahan ini bersifat terbalikkan.
Termasuk efek toksik jenis ini diantaranya anoksia, gangguan pernapasan,
perubahan kontraksi dan relaksasi otot, dan gangguan sistem saraf pusat. (3)
perubahan structural, yang biasanya diawali oleh perubahan biokimia atau
fungsional. Termasuk dalam jenis ini diantaranya perlemakan, nekrosis,
karsinogenesis, dan teratogenesis (Donatus, 2001).
d. Sifat efek toksik
Sifat efek toksik meliputi reversibilitas (terbalikkan) dan irreversibilitas
(tak terbalikkan). Dikatakan terbalikkan jika efek toksik yang terjadi dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kembali seperti keadaan normal atau seperti sebelum terjadi efek toksik.
Keterbalikkan ini tergantung dari sejumlah faktor, termasuk tingkat paparan
(waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena untuk
memperbaiki diri atau beregenerasi. Sifat tak terbalikkan adalah jika efek
toksik yang terjadi menetap atau tidak dapat kembali seperti keadaan normal
(Williams, James, and Roberts, 2000).
3. Jenis uji toksikologi
Jenis uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu uji
ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas.
a. Uji ketoksikan tak khas
Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk
mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada
aneka ragam jenis hewan uji. Termasuk dalam uji ketoksikan tak khas adalah:
1) Uji ketoksikan akut, yaitu uji yang dirancang untuk menentukan efek
toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu yang singkat setelah
pemejanan atau pemberian dalam jumlah tertentu. Biasanya pengamatan
dilakukan selama 24 jam. Data kuantitatif yang diperoleh adalah nilai LD50
sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologis efek
toksik senyawa uji (Klaassen, 2001).
2) Uji ketoksikan subkronis disebut juga uji ketoksikan sub akut, ialah uji
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada
hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk
mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji dan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan dengan
takaran dosis. Hasil uji memberikan informasi tentang efek toksik utama
senyawa uji dan organ-organ yang dipengaruhi, efek toksik lambat yang
tidak diamati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antara dosis dan efek
toksik, dan reversibilitas (Donatus, 2001).
3) Uji ketoksikan kronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang
diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji selama lebih dari tiga
bulan (selama sebagian besar masa hidup hewan uji) (Klaassen, 2001).
b. Uji ketoksikan khas
Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk
mengevaluasi secara rinci efek khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis
hewan uji. Termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah:
1) Uji potensiasi adalah uji untuk menentukan efek suatu senyawa
dengan adanya senyawa lain yang kemungkinan meningkatkan
ketoksikan salah satu senyawa tersebut. Uji potensiasi dilakukan
mengikuti tata cara uji ketoksikan akut dengan melibatkan dua atau
lebih senyawa uji.
2) Uji kekarsinogenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan
kemampuan senyawa dalam menimbulkan efek pertumbuhan sel
yang lebih cepat dari keadaan normal, yang biasa disebut dengan
kanker.
3) Uji kemutagenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan
pengaruh suatu senyawa terhadap sistem kode genetik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
4) Uji keteratogenikan adalah uji yang ditujukan untuk menentukan
pengaruh suatu senyawa terhadap janin dalam hewan bunting.
5) Uji reproduksi adalah uji yang ditujukan untuk menentukan
pengaruh senyawa atas kapasitas reproduksi hewan uji.
6) Uji kulit dan mata adalah uji yang ditujukan untuk menentukan
berbagai efek lokal senyawa bila bersentuhan langsung pada kulit
dan mata.
7) Uji perilaku adalah uji yang ditujukan untuk mengevaluasi aktivitas
lokomotor hewan uji atas pengaruh suatu senyawa
(Donatus, 2001; Hodgson, 2004).
D. Uji Toksisitas Subkronis
Uji ketoksikan subkronis biasanya disebut juga subakut merupakan uji
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji
tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan
spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum
efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001).
Uji toksisitas subkronis dilakukan dengan pemberian dosis berulang pada
periode tertentu, misalnya 28-90 hari pada pemberian senyawa uji secara oral
pada tikus atau anjing. Toksisitas subkronis memberikan informasi tentang
regimen dosis yang dapat digunakan untuk merancang uji toksisitas kronis atau
karsinogenik. Juga memberikan informasi tentang organ target dan potensi dari
bahan kimia yang akan diakumulasi oleh organisme (Hodgson, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat,
baik jantan maupun betina yang peka, memiliki profil farmakokinetika dan pola
metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia. Dalam
prakteknya, kebanyakan roden yang digunakan adalah tikus dan untuk nonroden
adalah anjing (Hodgson, 2004). Menurut Derelanko anda Hollinger (2002),
jumlah hewan uji yang digunakan untuk uji ketoksikan subkronis adalah lima ekor
untuk masing-masing jenis kelamin dalam tiap kelompok perlakuan. Hewan uji
harus diadaptasikan dahulu selama beberapa hari sebelum dilakukan percobaan
agar kondisi hasil percobaan yang diperoleh benar-benar merupakan pengaruh
pemberian perlakuan, bukan karena lingkungan yang baru bagi hewan uji.
Takaran dosis yang diberikan untuk hewan uji paling tidak merupakan
peringkat dosis. Penelitian subkronis biasanya menggunakan sedikitnya tiga (lebih
sering empat) peringkat dosis. Dosis tertinggi harus memperlihatkan gejala-gejala
toksik yang nyata, dosis terendah sama sekali tidak menimbulkan efek atau gejala
toksik, dan dosis tengah harus memberikan efek diantara kedua efek tersebut
(Hodgson, 2004). Takaran dosis senyawa uji diberikan sekali sehari selama kurun
waktu uji ketoksikan subkronis, melalui jalur pemberian sesuai dengan yang akan
digunakan oleh manusia (Donatus, 2001).
Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dalam uji ketoksikan
subkronis meliputi:
a. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak 7 hari sekali
b. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang
diukur paling tidak 7 hari sekali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
c. Gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari
d. Pemeriksaan hematologi yang paling tidak diperiksa dua kali, pada awal dan
akhir uji coba
e. Pemeriksaan kimia darah yang diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba
f. Analisi urin paling tidak sekali
g. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba
(Loomis, 1978 cit Donatus, 2001).
Hasil uji ketoksikan subkronis memberikan informasi tentang efek toksik
utama senyawa uji dan organ-organ sasaran yang dipengaruhinya, informasi
tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran dosis
yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antara kadar senyawa
dalam darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik, dan keterbalikan
(reversibilitas) efek toksik. Hasil ini digunakan untuk merancang uji ketoksikan
kronis di mana hewan uji akan dipejani dengan senyawa uji dalam jangka waktu
yang lebih lama (Donatus, 2001).
Efek toksik yang terjadi akibat pemberian senyawa uji, dapat dilihat dari
besarnya kerusakan organ yang terjadi akibat pemberian senyawa uji. Kerusakan
organ dapat dilihat dari gambaran histologis dari organ tersebut. Organ-organ
yang dapat dijadikan sebagai obyek pemeriksaan histologis diantaranya adalah
testis, ovarium, hati, ginjal, lambung, dan usus (Hodgson, 2004).
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi status kesehatan hewan uji.
Suhu dan kelembapan lingkungan yang kurang sesuai dapat menyebabkan stress.
Stress juga dapat disebabkan karena beberapa hewan uji berada dalam satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
kandang. Sehingga kandang didesain secara khusus agar mudah dibersihkan,
aman bagi hewan uji, dan dalam satu kandang hanya diisi satu hewan uji
(Hodgson, 2004).
E. Testis
1. Anatomi dan fisiologi testis
Saluran reproduksi pria terdiri atas dua testis, duktus genital, kelenjar
aksesorius, dan penis. Saluran reproduksi memiliki dua fungsi utama, yang
pertama membentuk hormon androgenik, perkembangan karekteristik seks
sekunder saat pubertas, serta pemeliharaan libido dan potensi selama masa
dewasa. Fungsi kedua adalah membentuk sekitar 30 juta spermatozoa perhari
selama masa subur pria. Kedua fungsi ini saling berkaitan, dan keduanya
membutuhkan keutuhan aksis hipotalamus-hipofisis-testis. Oleh karena itu,
penyakit hipotalamus, hipofisis, testis, atau kelenjar aksesorius dapat
menyebabkan gangguan produksi androgen (menyebabkan hipogonadisme) atau
produksi sperma (menyebabkan infertilitas) (McPhee and Ganong, 2006).
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dengan panjang
sekitar 4,5 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada di
dalam skrotum yang merupakan sebuah kantong ekstraabdomen tepat dibawah
penis (Heffner and Schust, 2006). Skrotum berfungsi membungkus dan
melindungi testis serta mempertahankan suhu testis sekitar 1,5-20
C di bawah suhu
abdomen. Gambar 2 menunjukkan struktur testis yang terdiri dari lengkung-
lengkung tubulus yang berkelok-kelok yang dinamakan tubulus seminiferus.
Tubulus seminiferus mengandung deretan sel-sel yang menghasilkan gamet dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
sel sertoli, yaitu sel yang menyokong sel-sel penghasil gamet. Sel-sel ini
dihubungkan oleh sejumlah barier seluler, termasuk beberapa lapisan sel mioid.
Sel mioid mempunyai banyak sifat-sifat otot polos (McPhee and Ganong, 2006).
Diantara tubulus-tubulus, terdapat sarang-sarang sel intersisial yang
mengandung fibroblast jaringan ikat dan fibrol kolagen yang memegang jaringan
apermatogenik bersama-sama. Jaringan intersisial ini juga mengandung makrofag,
limfosit, sel mast, dan sel Leydig. Sel Leydig berada dalam kelompokan sel-sel
kecil. Sel-sel ini berdiameter 15-20 µm dan inti bulat di tengah dengan
heterokromatin perifer dan satu anak inti atau lebih. Sel-sel sertoli mempunyai inti
besar di basal, banyak eukromatin dan dua anak inti atau lebih (Johnson, 1993).
Gambar 2. Struktur testis
(Ganong, 2005).
Testis dilindungi oleh sawar darah testis (Blood-testis barier = BTB).
BTB merupakan suatu kompleks sistem multisel yang terdiri atas sel mioid dan
membran yang mengelilingi tubulus seminiferus dan sel sertoli yang terjalin rapat
dalam tubulus. Tetapi sawar ini tidak seefektif sawar darah otak. Laju penetrasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
zat kimia kedalam testis ditentukan oleh bobot molekul, koefisien partisi, dan ciri–
ciri ionnya (Lu, 1995).
Testis mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan
produksi androgen. Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus testis.
(Heffner and Schust, 2006). Dalam tubulus ini terdapat sel sertoli yang menjulur
dari membran dasar sampai ke lumen tubulus dan berisi protein pengikat-
androgen (androgen-binding protein=ABP). Androgen-binding protein (ABP)
memudahkan pergerakan androgen kespermatosid untuk pengembangannya. Sel
sertoli membantu menghancurkan sel-sel selama spermatogenesis dan badan sisa
yang dilepaskan spermatid selama spermiogenesis. Sel sertoli mensekresi cairan
yang menimbulkan suasana lingkungan yang cocok untuk spermatozoa dalam
tubulus seminiferus. Selain itu, sel sertoli juga mensekresi protein inhibin yang
memberikan umpan balik membantu menghambat produksi FSH oleh gonadotrop
andenohipofiis maupun secara langsung mempengaruhi sekresi gonadotropin
releasing hormone (GnRH) (Johnson, 1993).
Selain itu ada sel Leydig, yang terletak dalam jaringan intersisial
disekeliling tubulus seminiferus (Lu, 1995). Sel-sel ini yang menghasilkan
testosteron dan dihidrotestosteron serta menyekresikan hormon-hormon tersebut
ke dalam darah (McPhee and Ganong, 2006).
2. Spermatogenesis
Spermatogenesis dimulai dengan gonosit selama periode janin, sel ini
diubah menjadi spermatogonium setelah kelahiran. Spermatogonium tetap dorman
hingga pubertas, saat aktivitas proliferatif dimulai lagi. Beberapa spermatogonium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
berkembangbiak membentuk spermatogonium lain sementara lainnya mengalami
pematangan menjadi spermatozoa. Ada tiga tahap antara, spermatogonium
membelah dengan mitosis untuk membentuk spermatosid primer, yang kemudian
membelah dengan meiosis untuk membentuk spermatosid sekunder. Kemudian
spermatosid sekunder membelah diri membentuk spermatid. Melalui
metamorfosis, spermatid berubah menjadi spermatozoa. Seluruh proses terjadi
secara berkesinambungan. Waktu yang dibutuhkan spermatogonium untuk
menjadi spermatozoa adalah sekitar 60 hari (Lu, 1995).
Skema umum spermatogenesis mamalia (gambar 3) menunjukkan tahap
premeiotic dan meiosis dari spermatositogenesis (dari sel batang cadangan melalui
spermatosit diploid utama untuk haploid yang sekunder spermatosit) dan
spermiogenesis postmeiotic dengan perkembangan dan pematangan spermatozoa.
Setiap siklus selesai dalam 35 sampai 64 hari dengan siklus baru yang dimulai
dari spermatogonium setiap 12 sampai 13 hari (Derelanko and Hollinger, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Gambar 3. Skema umum spermatogenesis
(Derelanko and Hollinger, 2002).
3. Pengaturan hormonal
a. Testosteron
Testosteron merupakan suatu steroid C19, disintesis dari kolesterol oleh
sel interstitium testis dan dari androstenedion yang dikeluarkan oleh korteks
adrenal. Pada pria dewasa normal, laju testosteron adalah 4-9 mg/hari
(McPhee and Ganong, 2006). Kadar testosteron yang tinggi diperlukan untuk
mempertahankan spermatogenesis dan aktifitas fungsional epididimis, duktus
deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulnouretralis.
Selain itu, testosteron juga penting untuk perkembangan dan mempertahankan
sifat seks sekunder (Johnson, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b. Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron berasal baik dari sekresi langsung oleh testis (sekitar
20%) maupun dari perubahan perifer testosteron dan prekursor androgen
lainnya yang berasal dari testis dan adrenal (sekitar 80%). DHT beredar dalam
darah, dengan kadar DHT plasma normal untuk pria dewasa adalah 27-75
ng/dL (McPhee and Ganong, 2006).
c. Luteinizing hormone (LH)
Luteinizing hormone dihasilkan oleh gonadotrop basofilik di
adenohipofisis. GnRH hipotalamus merangsang gonadotrop untuk mensekresi
LH (Johnson, 1993). LH merangsang sel intersisial Leydig untuk
menghasilkan testosteron (McPhee and Ganong, 2006).
d. Follicle-stimulating hormone (FSH)
Follicle-stimulating hormone dihasilkan oleh gonadotrop adenohipofisis
basofilik. Hormon ini bekerja pada sel sertoli untuk mempermudah
spermatogenesis (McPhee and Ganong, 2006).
e. Hormon lain
Sel sertoli melepaskan protein pengikat androgen, yang menimbunnya
dalam tubulus seminiferus dan membantu menciptakan kadar testosteron
setempat yang tinggi yang diperlukan untuk spermatogenesis (Johnson,
1993).
4. Gangguan fungsi testis
Testis berkembang di dalam cavitas abdominalis dan normalnya
bermigrasi ke skrotum selama perkembangan fetus. Testis yang tidak turun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
(kriptorkismus) merupakan kelainan genitelia yang paling sering dijumpai pada
2% anak laki-laki usia 1 tahun dan 0,3% setelah pubertas (Ganong, 2005).
Kriptorkismus dapat disebabkan oleh salah satu dari hal berikut: (i) kegagalan
hipotalamus janin untuk merangsang sekresi gonadotropin pada trimester ketiga;
(ii) kegagalan testis mensekresi androgen; (iii) kegagalan konversi testosteron
menjadi dihidrotestosteron pada jaringan target; (iv) tidak adanya reseptor
androgen yang berfungsi (Heffner and Schust, 2006).
Kelainan lain adalah hernia inguinalis yang merupakan keadaan yang
menyerupai kriptorkripmus. Pada keadaan ini terjadi penurunan testis, namun
cincin inguinal tidak menutup dengan sempurna setelah penurunan. Anak laki-laki
yang didiagnosis mengalami hernia inguinalis sebelum usia 15 tahun memiliki
resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker testis dibandingkan anak laki-laki
pada populasi umum (Heffner and Schust, 2006).
Kerusakan testis dapat dilihat dari gambaran histologis, seperti misalnya
intertubular edema, perubahan degeneratif pada epitelium gonad dengan
akumulasi sel giant pada lumen tubulus seminiferus, hipermetropi sel leydig, dan
ketiadaan spermatogenesis yang ditunjukkan pada gambar 4 (Kumar, Kanniappan,
and Mathuram, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Gambar 4. Kerusakan sel penyusun testis
A. Akumulasi sel giant pada lumen tubulus seminiferus (gambar kiri);
A. Ketiadaan spermatogenesis, B. Hipermetropi sel leydig (gambar kanan)
(Kumar et al, 2011).
F. Ovarium
1. Anatomi dan fisiologi ovarium
Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ interna dan organ eksterna.
Organ interna mencakup ovarium, tuba uterine (fallopii), uterus, dan vagina.
Organ eksterna terdiri dari labia mayora dan mons pubis, labia minora, klitoris,
dan bulbus vestibule. Terdapat juga organ aksesoris, yaitu kelenjar vestibularis
mayor (kelenjar bartholini) (Johnson, 1993).
Ovarium merupakan dua struktur kecil berbentuk oval, masing-masing
berukuran sekitar 2x4x1,5 cm, berada jauh didalam pelvis (Heffner and Schust,
2006). Zona luar ovarium (korteks), sangat seluler dan mempunyai komposisi sel
seperti fibroblast pada jaringan jala serat kolagen tipis. Zona dalam ovarium yang
lebih kecil (medulla), berwarna lebih pucat dan terdiri dari jaringan penghubung
renggang yang mengandung serat-serat yang lebih elastic, kadang-kadang sel otot
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
polos, dan sejumlah arteri dan vena yang berkelok-kelok dari cabang kecil
beradiasi ke korteks. Korteks dan medulla tersusun tanpa garis pemisah yang jelas
(Bloom and Fawcett, 1994). Kedua ovarium mengandung ribuan folikel, masing-
masing dengan satu oosit yang dikelilingi oleh sel granulosa, yang terbenam
dalam suatu matriks sel-sel teka. Sel-sel penunjang ini menghasilkan steroid dan
produk-produk parakrin yang penting dalam pematangan folikel dan koordinasi
proses-proses reproduksi (McPhee and Ganong, 2006).
Ovarium berfungsi untuk produksi sel germinal (memproduksi telur yang
matang untuk fertilisasi) dan biosintesis hormon steroid dalam jumlah besar.
Hormon steroid yang diproduksi oleh ovarium bekerja didalam folikel untuk
menunjang oosit yang sedang berkembang dan diluar ovarium pada jaringan
target (Heffner and Schust, 2006). Ovarium mengeluarkan tiga jenis steroid, yaitu
progesteron yang mengandung 21 karbon, androgen yang mengandung 19 karbon,
dan estrogen yang mengandung 18 karbon. Sintesis steroid terjadi melalui
konversi kolesterol dalam suatu rangkaian reaksi biokimiawi yang dikatalisis oleh
enzim di mitokondria dan retikulum endoplasma. Mekanisme utama kerja hormon
steroid adalah difusi melalui membran plasma, pengikatan steroid pada protein
reseptor di sitoplasma atau nukleus, dan setelah perpindahan ke nukleus, jika
perlu, pengaktifan trankripsi gen-gen tertentu melalui pengikatan kompleks
steroid-reseptor pada region spesifik DNA. Dengan cara ini, pola ekspresi gen di
berbagai jaringan yang memiliki reseptor steroid berubah. Reseptor steroid yang
terikat pada membran terbukti mengaktifkan kaskade fosforilasi yang biasanya
diatur oleh faktor pertumbuhan (McPhee and Ganong, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2. Siklus ovarium
Setiap bulan sistem reproduksi wanita mengalami perubahan siklus
teratur yang dapat dikatakan sebagai persiapan untuk kehamilan. Pada mamalia,
siklus ini merupakan siklus menstruasi dengan gambaran yang paling menyolok
adalah adanya pendarahan vagina priodik yang timbul dengan pelepasan mukosa
uterus. Lama siklus ini bervariasi pada tiap wanita, tetapi gambaran rata-rata 28
hari dari mulai satu masa menstruasi ke masa berikutnya (Ganong, 2005). Siklus
menstruasi memiliki tiga fase yaitu:
a. Fase folikular
Fase folikular biasanya berlangsung 14 hari dan memuncak dengan
terbentuknya oosit matang. Pada awalnya, sekelompok folikel berkembang,
tetapi akhirnya hanya satu folikel dominan yang terpilih dan sisanya
mengalami proses degenerasi dan kematian apoptitik yang dinamai atresia
(McPhee and Ganong, 2006). Perkembangan folikel menjadi matang dan
ovulasi atau atresia bergantung pada perubahan dalam jumlah sel-sel folikel,
susunannya sekitar antrum dan hubungannya satu dengan yang lain dan
dengan oosit. Gambar 5 menunjukkan diagram ovarium mamalia yang
memperlihatkan rangkaian perkembangan sebuah folikel dan perkembangan
korpus luteum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Gambar 5. Diagram ovarium (Ganong, 2005).
1) Folikel primordial dan folikel primer
Sel epitel folikel di folikel primordial membentuk lapisan gepeng
disekeliling oosit. Folikel primordial menjadi folikel primer yang
mempunyai banyak lapisan karena sel epitel berproliferasi membentuk
beberapa lapisan. Sel-sel stroma yang berdekatan pada tiap folikel yang
sedang bertumbuh membentuk lapisan konsentris disebut teka interna
2) Folikel sekunder (antral)
Folikel primer yang mempunyai banyak lapisan menjadi folikel
sekunder ketika terbentuk antrum (ruangan berisi cairan) yang sempurna.
Antrum akan terus tumbuh karena mengumpulkan cairan likuor folikuli.
Pada folikel yang lebih besar, antrum secara khas berada dekat tengah
folikel. Ovum terletak eksentris pada kelompok kecil disebut cumulus
ooforus dan dikelilingi oleh sel-sel granulosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3) Pematangan folikel
Sel-sel granulosa mengalami proliferasi akhir, produksi likuor
folikuli meningkat dan sel-sel granulosa sekeliling oosit saling lepas dari
sel-sel granulosa didekatnya. Folikel menonjol ke permukaan ovarium.
Karena ada rangsangan LH sebelum ovulasi, folikel yang menonjol
memecah epitel germinal dan oosit sekunder masuk ke rongga peritoneum
(Johnson, 1993).
b. Fase Ovulasi
Ovulasi merupakan proses dimana folikel dominan mengeluarkan
oosit matangnya untuk diangkut melalui tuba uterine dan dibuahi serta
tertanam di uterus yang sudah siap. Konseptus tertanam dalam rongga uterus
dan terbentuk hubungan yang erat dengan jaringan maternal
c. Fase luteal
Fase luteal biasanya berlangsung rata-rata 14 hari dan ditandai oleh
luteinisasi folikel yang pecah untuk menghasilkan corpus luteum (McPhee
and Ganong, 2006). Jika timbul kehamilan, maka corpus luteum menetap dan
biasanya tak ada haid lagi sampai persalinan. Jika tak ada kehamilan, maka
corpus luteum mulai berdegenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan
kemudian digantikan oleh jaringan parut yang membentuk corpus albicans
(Ganong, 2005).
3. Pengaturan hormonal siklus ovarium
Hormon-hormon yang penting dalam pengaturan siklus ini adalah follicle
stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), estrogen, dan progesteron.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
FSH dan LH disekresi oleh gonadotrop adenohipofisialis. Estrogen dan
progesteron disintesa di ovarium terutama di dalam dan di sekitar folikel
(Johnson, 1993). Hormon-hormon ini berubah kadarnya sesuai fase yang terjadi
(Gambar 6). Menurut Johnson (1993), siklus reproduksi wanita dibagi menjadi
beberapa fase, yaitu fase folikular (fase preovulasi) dan fase luteal (ovulasi dan
fase post ovulasi ).
Gambar 6. Kadar hormon dalam darah
(McPhee and Ganong, 2006).
a. Fase folikular mencakup perubahan-perubahan yang terjadi sebelum
ovulasi, berupa rangsangan FSH pada folikel yang sedang tumbuh untuk
menghasilkan estrogen dan progesteron. Estrogen kemudian merangsang
pertumbuhan kelenjar endometrium.
b. Fase luteal mencakup pelepasan LH, ovulasi, perubahan sisa-sisa folikel
menjadi korpus luteum dan sekresi progesteron dari korpus luteum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
1) Luteinisasi
a) Selama luteinisasi folikel, membran basalis epitel pecah-pecah, sel-
sel garnulosa kolaps dan sejumlah pembuluh darah dan sel-sel teka
interna pindah ke dalam korpus luteum yang sedang tumbuh
b) Korpus luteum terdiri dari sel-sel lutein teka dan sel-sel lutein
granulosa, dan banyak pembuluh darah (Johnson, 1993). Korpus
luteum mensekresi sejumlah besar steroid, hormon utama adalah
progesteron, tetapi androgen dan estrogen juga dihasilkan.
Kelanjutan sekresi korpus luteum membutuhkan stimulasi LH,
tanpa rangsangan LH, corpus luteum mengalami degenerasi
(McPhee and Ganong, 2006).
2) Progesteron merangsang kelenjar endometrium untuk mensekresi bahan
pertumbuhan yang mendukung perkembangan awal suatu embrio, yang
terdapat setelah fertilisasi.
3) Trofoblas embrional yang sedang berkembang menghasilkan hormon-
hormon, terutama human Chronic Gonadotropin (hCG). Hormon ini
hanya ada jika terjadi fertilisasi. Jika fertilisasi tidak terjadi, korpus
luteum dari siklus itu mundur, kehilangan dukungan progesteron untuk
endometrium dan sebagian besar endometrium dilepaskan sebagai
menstruasi. Pada menstruasi, folikel baru mulai berkembang karena
siklus ovarium mulai lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
4) Perkembangan folikel adalah proses yang terus menerus pada wanita yang
dapat bereproduksi dan fase awalnya tidak bergantung pada rangsangan
gonadotropin (Johnson, 1993).
4. Gangguan fungsi ovarium
Dalam sistem reproduksi wanita, telur dan ovarium dapat dipengaruhi
oleh toksikan. Namun biasanya telur yang telah dibuahilah yang dipengaruhi
secara langsung atau tidak langsung melalui perusakan terhadap rahim (Lu, 1995).
Kanker sel epitel ovarium biasanya terdeteksi setelah terjadi penyebaran
intraperitonial luas dan pada saat itu penyembuhan hampir tidak dapat terjadi
(Heffner and Schust, 2006). Agar ovarium berfungsi dengan benar, diperlukan
responsivitas terhadap gonadotropin, viabilitas instrinsik folikel, dan sejumlah
interaksi parakrin di dalam dan di antara folikel. Sindrom ovarium polikistik
(SOPK) adalah salah satu contoh disfungsi ovarium akibat gangguan mekanisme
umpan-balik yang terus-menerus (McPhee and Ganong, 2006). Merupakan
keadaan yang ditandai oleh penebalan capsula ovarium dan pembentukan
beberapa kista folikular, biasanya dalam kedua ovarium (Ganong, 2005). Sindrom
ovarium polikistik bermanifestasi sebagai anovulasi, infertilitas, dislipidemia, dan
pendarahan uterus abnormal (McPhee and Ganong, 2006).
Kerusakan ovarium dapat dilihat berdasarkan gambaran histologisnya,
diantaranya inflamasi dan nekrosis yang pada umumnya jarang ditemukan sebagai
kerusakan ovarium pada hewan uji. Dekstruksi oosit biasanya merupakan proses
atresia (program kematian sel atau apoptosis), jarang yang disebabkan karena
inflamasi dan nekrosis. Degenerasi oosit atau folikel ovarium pada manusia atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
hewan roden dapat disebabkan karena pemberian terapi antikanker seperti agen
alkilasi, antimetabolit, antibiotik, dan alkaloid vinca dengan atau tanpa radiasi
ionik. Ovarium yang mengalami atropi biasanya ditandai dengan ukuran organ
yang kecil dan tidak adanya perkembangan folikel atau corpus luteum. sel
ovarium dan corpora albicans mungkin masih berbentuk tetapi stroma ovarium
mengalami fibrosis (gambar 7). Akumulasi pigmen seroid (lipofuscin) umumnya
terkait dengan usia yang menyebabkan perubahan sel stroma pada ovarium roden
seperti pada strain Sprague-Dalwey (SD). Agen penghambat sintesis steroid
seperti imidazol (antijamur) juga berpotensi menyebabkan pigmentasi pada
ovarium roden (Greaves, 2000).
Gambar 7. Fibrosis pada stroma ovarium
(Greaves, 2000).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti
adanya efek toksisitas subkronis dari infusa daun sirsak (Annona muricata L.)
pada testis dan ovarium tikus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak terhadap gambaran
histologis testis dan ovarium tikus termasuk penelitian eksperimental murni
dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : dosis infusa daun sirsak.
2. Variabel tergantung : histologis testis dan ovarium tikus.
3. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
1) Subjek uji berupa tikus putih galur Sprague Dawley (SD), jenis
kelamin jantan dan betina, umur 2 – 3 bulan, berat badan 160 – 280 g,
keadaan fisik berstatus sehat, diperoleh dari Laboratorium Hayati
Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2) Bahan uji berupa daun sirsak, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik,
Sleman, Yogyakarta.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Keadaan patologi tikus: meskipun keadaan fisik sehat, belum menjamin
bahwa tidak adanya kelainan atau gangguan pada testis dan ovarium.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
C. Definisi Operasional
1. Infusa daun sirsak adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menginfundasi
6 g serbuk daun sirsak dengan 100 ml aquadest pada suhu 900C selama 15
menit.
2. Daun sirsak yang digunakan adalah daun dewasa segar yang berada antara
ujung dan pangkal dari ranting, berwarna hijau, bersih, tidak berlubang/sobek,
dan bentuk daunnya masih utuh.
3. Pengaruh efek toksik terhadap testis dan ovarium ditunjukkan dengan adanya
perbedaan pada organ tersebut antara perlakuan dan kontrol berdasarkan
gambaran histologis organ.
4. Sifat efek toksik adalah terbalikkan dan tak terbalikkan. Sifat terbalikkan,
berarti kerusakan pada suatu organ bisa pulih kembali pada kondisi normal
karena adanya proses perbaikan sel-sel dan jaringan-jaringan pada organ
tersebut sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya. Sifat tak
terbalikkan, yaitu jika kerusakan struktural hewan uji tidak kembali menjadi
kondisi normal. Sifat efek toksik dilihat dengan membandingkan hasil
pemeriksaan histologis uji reversibilitas dengan masa perlakuan.
D. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
a. Alat-alat untuk pembuatan simplisia, yaitu timbangan digital, oven,
blender, ayakan no. 40, wadah untuk menyimpan serbuk daun sirsak
b. Alat-alat untuk penetapan kadar air, yaitu timbangan, sendok, labu alas
bulat, gelas ukur, bekker glass, stopwatch
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
c. Alat-alat untuk pembuatan infusa daun sirsak, yaitu timbangan, sendok,
panci infusa, thermometer, heater, stopwatch, alat-alat gelas seperti bekker
glass, pengaduk, gelas ukur
d. Alat-alat untuk perlakuan dan pemeriksaan histologis, yaitu kandang tikus
(metabolic cage), jarum suntik per oral, spuit injeksi, timbangan,
seperangkat alat bedah, alat-alat gelas dan pot-pot untuk menyimpan organ
2. Bahan penelitian
a. Subjek uji yang digunakan yaitu tikus putih galur Sprague Dawley (SD)
jantan dan betina; umur 2-3 bulan; berat badan 160-280 g yang diperoleh
dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
b. Bahan uji yang hendak diujikan adalah daun sirsak dalam kondisi segar,
utuh, dan tidak bercacat, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik, Sleman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012.
c. Bahan untuk penetapan kadar air, yaitu toluena yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
d. Bahan untuk kontrol negatif adalah aquadest yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
e. Bahan untuk makanan hewan uji, yaitu pellet AD2 dan bahan minuman
untuk hewan uji yaitu air reverse osmosis yang diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
f. Bahan untuk pemeriksaan histologis adalah formalin 10% yang dibuat
dengan mengencerkan formalin 37% dengan aquadest sesuai volume yang
dikehendaki.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi daun sirsak
Determinasi daun sirsak dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri daun
dengan buku acuan (van Steenis, 1975).
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak kondisi segar, utuh, dan
tidak bercacat, diperoleh dari wilayah Jetis, Ngaglik, Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012.
3. Pembuatan serbuk
Daun sirsak segar ditimbang, dibersihkan, dicuci dengan air mengalir,
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu ±500C selama ±72 jam. Daun
sirsak yang telah kering dimasukkan ke dalam blender untuk dijadikan serbuk
kemudian diayak dengan ayakan No.40. Selanjutnya dihitung persen (%)
rendemen yang diperoleh.
4. Penetapan kadar air
Ke dalam labu kering masukkan 50 g serbuk kering daun sirsak.
Kemudian masukkan lebih kurang 200 ml toluena ke dalam labu, hubungkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
alat. Tuang toluena kedalam tabung penerima melalui alat pendingin.
Panaskan labu hati-hati selama 15 menit.
Setelah toluena mulai mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2
tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan
kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling,
cuci bagian dalam pendingin dengan toluena. Lanjutkan penyulingan selama 5
menit. Biarkan tabung penerima dan pendingin hingga suhu kamar. Setelah air
dan toluena memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam %.
5. Pembuatan infusa
Serbuk dibuat sediaan infusa dengan cara menginfundasi 6 g serbuk daun
sirsak dengan 100 ml aquadest pada suhu 900C selama 15 menit. Hasilnya
diserkai selagi masih panas dengan kain flanel, jika volume belum memenuhi
dapat ditambahkan air panas pada ampas sampai didapat volume yang
dikehendaki.
6. Penentuan peringkat dosis
Penentuan peringkat dosis infusa daun sirsak dilakukan dengan
mengambil dosis terapi yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari, yaitu
2 g/70 kg BB manusia.
Konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 g adalah 0,018 (Laurence
and Bacharach, 1964). Konsentrasi infusa yang digunakan berdasarkan hasil
orientasi yaitu 6 g dalam 100 ml aquadest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Dosis IV : 𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉
𝐷 =𝐶 𝑋 𝑉
𝐵𝐵
𝐷 =6 𝑔
100 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙
0,3 𝑘𝑔
= 0,5 g/kg BB
= 500 mg/kg BB
Dosis II : 2 g/ 70 kg BB
Dosis untuk tikus 200 g = 2 g x 0,018
= 0,036 g/200 g BB
= 180 mg/kg BB
Faktor pengali dosis = 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ
𝑛−1
= 500
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
180𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
2
= 1,67
Peringkat dosis ditetapkan dengan mengalikan dosis terapi dengan faktor
pengali yaitu 1,67. Sehingga didapatkan peringkat dosis untuk tiap g tikus
sebagai berikut:
Dosis I: 108 mg/kg BB tikus
Dosis II: 180 mg/kg BB tikus
Dosis III: 301 mg/kg BB tikus
Dosis IV: 503 mg/kg BB tikus
Kontrol aquades: 8333 mg/kg BB tikus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
7. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan terdiri dari satu jenis hewan uji tikus putih
jantan dan betina, galur Sprague-Dawley (SD), sehat, dewasa, umur 2-3 bulan,
berat badan 160-280 g, berjumlah 50 ekor (25 jantan dan 25 betina),
ditempatkan dalam kandang (metabolic cage) dimana dalam satu kandang
hanya berisi satu tikus. Hewan uji diadaptasikan dahulu selama tiga hari
sebelum dilakukan percobaan.
8. Pengelompokan hewan uji
Pada penelitian ini, digunakan lima kelompok perlakuan. Lima puluh
ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok secara acak, masing-masing
kelompok uji terdiri dari sepuluh ekor tikus (lima jantan dan lima betina).
Pembagian peringkat dosis dengan faktor pengalian tetap dengan rincian
pengelompokan sebagai berikut:
Kelompok I : diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 108
mg/kg BB tikus
Kelompok II : diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 180
mg/kg BB tikus
Kelompok III : diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 301
mg/kg BB tikus
Kelompok IV : diberi sediaan uji infusa daun sirsak dengan dosis 503
mg/kg BB tikus
Kelompok V : diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB tikus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
9. Prosedur pelaksanaan
Sediaan uji berupa infusa daun sirsak diberikan pada hewan uji sesuai
dengan dosis pemberian dengan kekerapan pemberian sekali sehari selama 30
hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi makan dan minum. Pada
hari ke-31, lima ekor tikus dari masing-masing kelompok diambil secara acak
untuk dikorbankan. Organ testis dan ovarium diambil dan dimasukkan dalam
larutan formalin 10% untuk dibuat preparat histologis. Sementara hewan uji
dari masing-masing kelompok yang masih tersisa tetap dipelihara dengan
diberi makan dan minum tanpa perlakuan infusa daun sirsak maupun kontrol
selama 14 hari. Masa ini disebut dengan masa keterbalikan, untuk melihat
apakah pengaruh pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari terhadap testis
dan ovarium bersifat terbalikkan atau tak terbalikkan. Uji keterbalikkan
dilakukan pada hari ke-15, semua hewan yang tersisa dikorbankan, diambil
organ testis dan ovariumnya untuk dibuat preparat histologis. Pengamatan
histologis dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
UGM dibawah bimbingan drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph. D., untuk melihat
apakah ada gangguan atau kelainan pada testis dan ovarium. Hasil
pemeriksaan dibuat fotomikroskopi sebagai data kualitatif.
10. Pengamatan
a. Pengamatan berat badan hewan uji
Pengamatan berat badan hewan uji dilakukan dengan menimbang
berat badan masing-masing hewan uji setiap hari selama 30 hari.
Perhitungan purata kenaikan berat badan hewan uji dilakukan dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
melihat purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari
ke-0, 7, 14, 21, dan 28.
b. Pengukuran asupan pakan hewan uji
Hewan uji diberikan asupan pakan berupa pellet AD2 setiap hari
sebanyak 20 g dan dilakukan penggantian pakan setiap harinya selama 30
hari masa pemejanan dan 14 hari masa reversibilitas. Cara mengukur
besarnya asupan makan tikus yaitu dengan menimbang pakan yang
diberikan pada hari pertama dan pakan yang masih tertinggal di wadah
pada hari kedua. Selisih penimbangan antara berat pakan hari pertama
dengan berat pakan hari kedua, dihitung sebagai asupan makanan yang
dihabiskan pada hari pertama.
c. Pengukuran asupan minum hewan uji
Hewan uji diberikan minum berupa air reverse osmosis (RO) setiap
hari sebanyak 120 ml selama 30 hari masa pemejanan dan 14 hari masa
reversibilitas. Minuman diberikan dalam wadah botol berskala dengan
pipa yang diberi lubang pada ujungnya. Air minum yang dihabiskan tikus
pada hari pertama dihitung dengan cara mengurangkan jumlah air minum
yang diberikan pada hari pertama dengan jumlah air minum sisa pada hari
kedua.
11. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis
Testis dan ovarium yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% di
celupkan ke dalam aquadest. Kemudian dipotong-potong dengan mikrotom
setebal 3-5 mm. Potongan organ dimasukkan dalam wadah (cassete) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
direndam dengan larutan formalin 10%. Preparat dimasukkan ke dalam larutan
etanol secara bertingkat berturut-turut etanol 70% selama 20 menit, etanol
80% selama 20 menit, etanol 95% selama 20 menit, etanol absolute 20 menit
sebanyak 2 kali perlakuan. Selanjutnya, dimasukkan kedalam larutan propanol
selama 20 menit sebanyak 3 kali perlakuan.
Preparat kemudian dimasukkan ke dalam xilol paraffin, dipanaskan selama
satu jam. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 2 kali. Pindahkan preparat ke
dalam paraffin cair selama 30 menit dalam blok preparat, kemudian
didinginkan. Setelah dicetak, preparat dipotong dengan mikrotom setebal 5
mikron, masukkan inkubator untuk memanaskan preparat. Preparat diletakkan
diatas kaca preparat yang telah diolesi albumin agar preparat dapat menempel
dengan baik di kaca. Cuci preparat dengan air, kemudian masukkan kedalam
hematoksilin-eosin. Selanjutnya, preparat dikeringkan pada suhu kamar dan
ditutup dengan obyek glass.
Diagnosis gambaran histologis testis dan ovarium dilakukan oleh pihak
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
F. Analisis dan Evaluasi Hasil
1. Pemeriksaan histologis organ
Data pemeriksaan histologis organ dianalisis secara kualitatif berdasarkan
perubahan morfologi yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
negatif. Data ini digunakan untuk melihat hubungan antara dosis dan
spektrum efek toksik.
2. Uji reversibilitas
Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan
morfologi yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari
pemberian infusa daun sirsak dibandingkan dengan kelompok tanpa berhenti.
3. Penimbangan berat badan hewan uji
Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat
badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Data
perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan
dianalisis secara statistik dengan analisis General Linier Model (dengan
metode Multivariate).
4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji
Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara menghitung purata
makanan dan minuman yang dihabiskan tiap kelompok hewan uji setiap
harinya, kemudian dibuat grafik perubahan pola makan dan minum hewan
uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik
infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus dilihat dari gambaran
histologis testis dan ovarium. Selain itu juga untuk mengungkapkan hubungan
kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak yang diberikan dengan spektrum efek
toksik yang terjadi, apakah dengan dosis yang semakin meningkat, efek toksik
yang ditimbulkan juga akan semakin meningkat, atau semakin meningkatnya
dosis tidak mempengaruhi derajat efek toksik yang timbul. Serta untuk
mengevaluasi reversibilitas spektrum efek toksik yang terjadi. Tolok ukur yang
dipakai adalah tolok ukur kualitatif berdasarkan analisis histologis testis dan
ovarium tikus.
Diagnosis gambaran histologis organ dilakukan berdasarkan derajat
kerusakan sel testis dan ovarium pada masing-masing kelompok. Data uji
reversibilitas di analisis secara kualitatif berdasarkan perubahan morfologi yang
terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak
dibandingkan dengan kelompok tanpa berhenti.
Data pendukung penelitian ini adalah data berat badan, data asupan
pakan, dan data asupan minuman. Data berat badan di analisa dengan analisa
General Linier Model (metode Multivariat). Data asupan pakan dan minuman
dibuat grafik untuk melihat apakah pemberian infusa daun sirsak mempengaruhi
pola makan dan minum hewan uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
A. Hasil Determinasi Tanaman Sirsak
Determinasi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian memegang
peranan penting untuk identifikasi tanaman. Tanaman sirsak (Annona muricata
L.) yang digunakan dalam penelitian ini diperiksa melalui determinasi dengan
cara mencocokkan ciri-cirinya dengan buku acuan Flora untuk Sekolah di
Indonesia (Steenis, 1975). Hasil determinasi tanaman sirsak sampai spesies adalah
sebagai berikut:
1b-2b-3b-4b-6b-7b-9b-10b-11b-12b-13b-14a-15a-109b-119b-120b-128b-129b-
135b-136b-139b-140b-142b-143b-146b-154b-155b-156b-162b-163a-164b-165b-
166a…………………………………………………………..….…50.Annonaceae
1b…………………………………..……………………………….…….2.Annona
1a………………………………………..……………………..Annona muricata L.
Hasil determinasi menunjukkan bahwa daun sirsak yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benar daun sirsak yang berasal dari tanaman sirsak
dengan nama ilmiah (Annona muricata L.).
B. Pembuatan Serbuk dan Penetapan Kadar Air
Pembuatan serbuk dilakukan dengan mengolah 184,0 g daun sirsak segar
yang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C selama 72 jam. Daun
sirsak yang telah kering kemudian dibuat serbuk dan diayak. Pengayakan
bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk. Serbuk kering yang telah diayak
kemudian ditimbang dan dilakukan perhitungan rendemen. Perhitungan rendemen
bertujuan untuk mengetahui banyaknya serbuk kering yang dihasilkan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
sejumlah daun sirsak basah yang telah mengalami pengolahan. Dari proses
pembuatan serbuk, sejumlah 184,0 g daun sirsak segar yang mengalami proses
pengeringan dan pengayakan menghasilkan 41,4 g serbuk kering. Rendemen yang
diperoleh adalah 22,5%.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang
terkandung dalam serbuk yang digunakan dalam pembuatan infusa. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994), kadar air yang
diperbolehkan dalam suatu serbuk adalah tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar
air ini penting untuk dilakukan karena air merupakan habitat yang disukai
mikroorganisme untuk dapat berkembangbiak dan melangsungkan hidupnya. Jadi
jika kadar air dalam serbuk lebih dari 10%, hal ini memungkinkan
mikroorganisme untuk tinggal di dalamnya dan mencemari serbuk tersebut
sehingga tidak layak digunakan sebagai bahan uji percobaan.
Penetapan kadar air dilakukan dengan memasukkan 50 g serbuk daun
sirsak kedalam labu kering ditambah dengan 200 ml toluena. Labu dipanaskan
dan ditunggu sampai air tidak menetes lagi, kemudian dibaca volume air pada
buret berskala. Dari hasil percobaan, didapatkan kadar air tiga kali replikasi
berturut-turut adalah 4,9 ml, 4,8 ml, dan 4,85 ml. Rata-rata dari ketiga replikasi
tersebut adalah 4,85 ml. Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dan diperoleh
persen (%) kadar air yang terkandung dalam 50 g serbuk daun sirsak kering
adalah sebesar 9,7%, maka dapat dikatakan bahwa simplisia yang digunakan
dalam penelitian ini memenuhi persyaratan kadar air yang diperbolehkan karena
mengandung kadar air kurang dari 10%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
C. Gambaran Histologis Testis Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak
Pemeriksaan histologis digunakan untuk mengevaluasi adanya perubahan
struktural dari testis sebagai wujud efek toksik bahan uji. Semua data histologis
organ testis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk
mengetahui spektrum efek toksik yang terjadi. Jika terdapat perbedaan gambaran
histologis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dapat diduga testis
mengalami kerusakan.
Dari data yang diperoleh mengenai gambaran histologis pada tabel I,
semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan
menunjukkan tidak ada perubahan spesifik, bahwa ukuran, bentuk, dan struktur
sel serta jaringan penyusun organ yaitu tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal.
Tabel I. Hasil pemeriksaan histologis testis tikus kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari
Kelompok
Jumlah
hewan uji
(ekor)
Gambaran histologis
I 3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal
II 3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal
III 3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal
IV 3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal
V 3 Tubulus seminiferus dan spermatogenesis
dalam batas normal
Keterangan: I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak
II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak
III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak
IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak
V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Testis terdiri dari tubulus-tubulus seminiferus yang masing-masing berisi
sel-sel sperma dalam berbagai tahap perkembangan spermatogenesis. Setiap
tubulus seminiferus dipisahkan oleh suatu jaringan intersisial yang mengandung
sel leydig. Pada gambar 8, dapat dilihat tubulus-tubulus seminiferus (A) dan
spermatogenesis dari kelompok kontrol dalam keadaan normal. Tahap-tahap
perkembangan spermatogenesis dapat terlihat jelas. semakin ketengah lumen
tubulus seminiferus, maka perkembangan sel sperma semakin matang sehingga
siap dilepaskan dan memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur.
Gambar 9 menunjukkan keadaan testis normal dengan perbesaran yang
lebih besar sehingga dapat dilihat dengan lebih jelas suatu keadaan normal dari
tubulus seminiferus. Dari gambar dapat dilihat bahwa proses spermatogenesis
telah mencapai tahap akhir dimana spermatozoa yang ditunjukkan dalam keadaan
matur.
Gambar 8. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest
8333mg/kgBB dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran
100X. A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan intertisial, C.
Spermatozoa matur, D. Spermatozoa yang belum matur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Gambar 9. Gambaran histologis testis tikus akibat pemberian aquadest
8333mg/kgBB dengan pewarnaan hematoksilin eosin,
perbesaran 400 X. A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan
intertisial, C. Spermatozoa matur
Gambaran histologis testis tikus dari semua kelompok perlakuan
menunjukkan tidak adanya perubahan yang terjadi terhadap testis, sehingga testis
dikatakan dalam keadaan normal. Tahap-tahap spermatogenesis terjadi secara
normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan histologis testis yang dilakukan, tidak ada
efek toksik dan kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang
terjadi. Ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun organ testis
teramati masih dalam keadaan normal baik pada kelompok kontrol maupun pada
kelompok perlakuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun
sirsak selama 30 hari tidak memberikan efek toksik terhadap organ testis tikus.
D. Gambaran Histologis Ovarium Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak
Ovarium merupakan organ reproduksi hewan betina yang menghasilkan
ovum (oosit). Didalam ovarium terdapat folikel-folikel yang merupakan salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
komponen penting ovarium yaitu sebagai tempat perkembangan ovum menjadi
matang dan siap untuk dibuahi. Namun hanya ada satu sel telur yang menjadi
folikel dominan yang akan mengalami proses perkembangan selanjutnya,
sedangkan folikel-folikel lainnya akan mengalami atresia (program kematian sel
atau apoptosis) (McPhee and Ganong, 2006). Folikel yang matang, bentuknya
akan menjadi semakin besar dan letaknya akan semakin menepi ke permukaan
ovarium. Ovulasi terjadi ketika dinding folikel yang telah matang menipis dan
akan meluruh karena pengaruh enzimatik. Setelah folikel matang melepaskan
ovum, sisanya di ovarium akan meluruh dan mengalami transformasi. Sel
granulosa akan melebar (disebut dengan korpus luteum) yang mensekresi
estrogen, progesterone dan inhibin. Jika tidak terjadi pembuahan, korpus luteum
akan mencapai perkembangan maksimumnya selama 10 hari dan kemudian akan
mengalami apoptosis. Seperti yang kita tahu, hilangnya fungsi korpus luteum
mengawali terjadinya siklus menstruasi dan memulai siklus perkembangan folikel
baru.
Pemeriksaan histologis digunakan untuk mengevaluasi adanya perubahan
struktural dari ovarium sebagai wujud efek toksik dari pemberian infusa daun
sirsak selama 30 hari. Hasil pemeriksaan histologis ovarium kelompok perlakuan
dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk melihat perubahan yang terjadi.
Hasil diagnosis histologis ovarium ditunjukkan pada tabel II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Tabel II. Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari
Kelompok
Jumlah
hewan uji
(ekor)
Gambaran histologis
I 2 Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan
corpus luteum terjadi secara normal
II 2 Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan
corpus luteum terjadi secara normal
III 2 Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan
corpus luteum terjadi secara normal
IV 2 Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan
corpus luteum terjadi secara normal
V 2 Tahapan perkembangan folikel dan pembentukan
corpus luteum terjadi secara normal
Keterangan : I= kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak
II= kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak
III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak
IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak
V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
Dari data gambaran histologis pada tabel II, baik kelompok kontrol
maupun kelompok perlakuan memberikan gambaran histologis ovarium dalam
keadaan normal. Tidak ada perubahan spesifik yang terjadi, ukuran, bentuk dan
struktur sel serta jaringan pembentuk organ ovarium dalam keadaan normal.
Gambaran histologis ovarium dari kelompok perlakuan dosis 180 mg/kg
BB, menunjukkan bahwa saat dilakukan nekropsi, tahapan oogenesis hewan uji
sudah mencapai fase luteal, yaitu terjadi perkembangan corpus luteum yang
ditunjukkan pada gambar 10 dan 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Gambar 10. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa
daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan
hematoksilin eosin, perbesaran 100X. A. folikel atresia, B.
corpus luteum matur
Gambar 11. Gambaran histologis ovarium tikus akibat pemberian infusa
daun sirsak dosis 180 mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan
hematoksilin eosin, perbesaran 400X. A. folikel atresia
Berdasarkan hasil pemeriksaan histologis ovarium yang telah dilakukan,
didapatkan hasil bahwa ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan penyusun
ovarium teramati dalam keadaan normal baik pada kelompok kontrol maupun
pada kelompok perlakuan. Dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
selama 30 hari tidak memberikan efek toksik terhadap organ ovarium tikus dan
tidak ada kekerabatan antara dosis dengan spektrum efek toksik yang terjadi.
E. Reversibilitas
Uji reversibilitas atau keterbalikkan bertujuan untuk melihat apakah
pengaruh pemberian infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium bersifat
terbalikkan atau tak terbalikkan. Sifat terbalikkan berarti bahwa efek toksik yang
terjadi dapat kembali seperti keadaan normal sebelum terjadinya efek toksik jika
pemberian perlakuan infusa daun sirsak dihentikan. Sifat tak terbalikkan berarti
bahwa efek toksik yang terjadi merupakan kerusakan struktural, walaupun
pemberian infusa daun sirsak dihentikan struktur dan fungsi organ testis dan
ovarium tidak dapat kembali seperti keadaan normal.
Hasil pemeriksaan histologis testis yang selama 14 hari diberhentikan
dari pemberian infusa daun sirsak, menunjukkan sel-sel dan jaringan penyusun
organ testis dalam keadaaan normal baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan, yang ditunjukkan pada tabel III. Gambaran histologis testis
yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak ditunjukkan pada gambar
12 dan 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Gambar 12. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan
dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg selama 30
hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 100X.
A. Tubulus seminiferus, B. jaringan intertisial, C. Spermatozoa
matur, D. Spermatozoa yang belum matur
Gambar 13. Gambaran histologis testis tikus 14 hari setelah diberhentikan
dari pemberian infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg selama 30
hari dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400X.
A. Tubulus seminiferus, B. Jaringan intertisial, C. Spermatozoa
matur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis testis dan ovarium tikus kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan uji reversibilitas
Kelompok
Gambaran histologis
Testis (n=2) Ovarium (n=3)
I
Tubulus seminiferus dan
spermatogenesis dalam batas
normal
Tahapan perkembangan folikel
dan pembentukan corpus luteum
terjadi secara normal
II
Tubulus seminiferus dan
spermatogenesis dalam batas
normal
Tahapan perkembangan folikel
dan pembentukan corpus luteum
terjadi secara normal
III
Tubulus seminiferus dan
spermatogenesis dalam batas
normal
Tahapan perkembangan folikel
dan pembentukan corpus luteum
terjadi secara normal
IV
Tubulus seminiferus dan
spermatogenesis dalam batas
normal
Tahapan perkembangan folikel
dan pembentukan corpus luteum
terjadi secara normal
V
Tubulus seminiferus dan
spermatogenesis dalam batas
normal
Tahapan perkembangan folikel
dan pembentukan corpus luteum
terjadi secara normal
Keterangan: I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak
II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak
III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak
IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak
V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
n = jumlah hewan uji
Hasil pemeriksaan histologis ovarium tikus yang selama 14 hari
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari menunjukkan
tidak adanya perubahan yang terjadi baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan (tabel III). Ukuran, bentuk, dan struktur sel serta jaringan
penyusun ovarium dalam batas normal. Gambaran histologis organ ovarium
ditunjukkan pada gambar 14 dan 15. Dari gambar 14, dapat diketahui bahwa
siklus menstruasi hewan uji ketika dilakukan nekropsi mencapai fase luteal
ditunjukkan dengan terjadinya proses perkembangan korpus luteum. Pada gambar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
terlihat adanya darah yang terdapat dalam ovarium, tapi kondisi ini dikatakan
normal karena dalam organ ovarium memang terdapat banyak pembuluh darah
untuk memberikan suplai oksigen, terlebih dalam proses perkembangan sel telur.
Selain itu, terkait dengan metode nekropsi yang dilakukan yaitu dengan cara
menarik leher hewan uji, sehingga tidak ada darah yang keluar. Hal ini
menyebabkan darah terakumulasi seperti terlihat pada gambar. Gambar 15 dengan
perbesaran yang lebih besar (400 X) dengan lebih jelas menunjukkan korpus
luteum matur.
Gambar 14. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin-eosin,
perbesaran 100X. menunjukkan perkembangan corpus
luteum. A. Corpus luteum muda, B. Corpus luteum matur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Gambar 15. Gambaran histologis ovarium tikus 14 hari setelah
diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak dosis 180
mg/kg selama 30 hari dengan pewarnaan hematoksilin-eosin,
perbesaran 400X. A. menunjukkan corpus luteum matur
Tikus jantan dan betina yang diberi perlakuan infusa daun sirsak selama
30 hari memberikan gambaran histologis organ testis dan ovarium yang tidak
mengalami perubahan baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
Setelah dilakukan penghentian pemberian infusa daun sirsak selama 14 hari, tikus
dibunuh kemudian diambil organ testis dan ovarium untuk dibuat dan dilakukan
pemeriksaan histologis. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang
terjadi terhadap testis dan ovarium tikus kelompok kontrol dan perlakuan. Dalam
penelitian ini sifat efek toksik tidak dapat ditentukan apakah sifatnya terbalikkan
atau tak terbalikkan karena baik pada perlakuan maupun reversibilitas
menunjukkan testis dan ovarium dalam kondisi normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
F. Pengaruh Pemberian Infusa Daun Sirsak Terhadap Perubahan Berat
Badan Tikus Jantan dan Betina
Penimbangan berat badan hewan uji bertujuan untuk mengetahui
kesehatan hewan uji, menyesuaikan volume pemberian infusa daun sirsak, dan
mengetahui kemungkinan perubahan berat badan selama perlakuan. Penimbangan
berat badan tikus dilakukan setiap hari untuk mengetahui apakah terjadi
perubahan berat badan yang signifikan antara kelompok perlakuan dibandingkan
dengan kelompok kontrol pada tiap minggunya. Data berat badan dianalisis
dengan analisis General Linier Model (metode Multivariate) dan diperoleh hasil
yang tidak signifikan baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina dengan
harga P>0,05. Hasil analisis dapat diketahui dari tabel IV dan V yang
menunjukkan perbedaan berat badan tikus jantan dan betina yang tidak bermakna
antara kelompok perlakuan infusa daun sirsak dengan kelompok kontrol aquadest.
Tabel IV. Purata berat badan ± SEM tikus jantan pada kelompok kontrol dan
perlakuan infusa daun sirsak
Kel. Dosis
Purata berat badan hari ke-
(g ± SEM)
0 7 14 21 28
I IDS 108
mg/kg BB 234,9±13,1 246,5±8,3 267,1±9,3 279,1±11,0 295,1±8,9
II IDS 180
mg/kg BB 237,1±11,7 252,7±10,5 274,4±11,8 289,1±12,0 303,2±9,9
III IDS 301
mg/kg BB 227,3±15,0 256,6±13,7 272,4±9,7 281,6±9,1 294,9±9,3
IV IDS 503
mg/kg BB 235,8±11,9 256,0±10,8 270,0±8,1 283,9±6,7 298,2±6,6
V
Aquadest
8333
mg/kg BB
239,0±12,7 255,9±11,5 276,1±11,1 289,4±8,4 298,6±7,6
Keterangan : Kelompok I = diberi infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg BB
Kelompok II = diberi infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg BB
Kelompok III = diberi infusa daun sirsak dosis 301 mg/kg BB
Kelompok IV = diberi infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB
Kelompok V = diberi aquadest dosis 8333 mg/kg BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel V. Purata berat badan ± SEM tikus betina pada kelompok kontrol dan
perlakuan infusa daun sirsak
Kel. Dosis
Purata berat badan hari ke-
(g ± SEM)
0 7 14 21 28
I IDS 108
mg/kg BB 194,4±8,1 191,7±4,8 196,2±2,8 201,5±3,4 206,3±4,7
II IDS 180
mg/kg BB 198,1±9,5 202,0± 6,6 201,3±7,5 206,0±8,0 213,8±7,4
III IDS 301
mg/kg BB 192,5±5,1 186,8±5,4 188,2±5,8 192,5±4,5 197,0±6,1
IV IDS 503
mg/kg BB 195,4±4,2 194,7±6,0 194,0±8,6 194,1±9,0 202,0±8,4
V
Aquadest
8333
mg/kg BB
194,8±5,1 191,4±6,6 193,0±6,2 195,8±8,4 199,5±7,8
Keterangan : Kelompok I = diberi infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg BB
Kelompok II = diberi infusa daun sirsak dosis 180 mg/kg BB
Kelompok III = diberi infusa daun sirsak dosis 301 mg/kg BB
Kelompok IV = diberi infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB
Kelompok V = diberi aquadest dosis 8333 mg/kg BB
Gambar 16 dan 17 yang merupakan grafik purata perubahan berat badan
tikus jantan dan betina juga menunjukkan pola perubahan berat badan yang mirip
antara kelompok perlakuan infusa daun sirsak dengan kelompok kontrol aquadest.
Berat badan tikus jantan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia,
sedangkan pada tikus betina, berat badan cenderung menurun pada minggu
pertama setelah pemberian perlakuan infusa daun sirsak dan mengalami
peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya, baik pada kelompok perlakuan
maupun kelompok kontrol. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa infusa daun
sirsak yang diujikan tidak mempengaruhi berat badan hewan uji. Kenaikan berat
badan yang terjadi mungkin dikarenakan pola makan hewan uji dan proses
pertumbuhan hewan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 16. Grafik perubahan berat badan tikus jantan akibat
pemberian infusa daun sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
Gambar 17. Grafik perubahan berat badan tikus betina akibat
pemberian infusa daun sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
0 7 14 21 28
Be
rat
bad
an (g
ram
)
Hari
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol Aquadest
0,0
30,0
60,0
90,0
120,0
150,0
180,0
210,0
240,0
0 7 14 21 28
Ber
at
bad
an (g
ram
)
Hari
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Kontrol Aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa
Daun Sirsak
Pada penelitian ini, data asupan pakan juga dijadikan sebagai data
pendukung untuk menegaskan apakah perubahan berat badan yang terjadi
merupakan akibat dari pemberian infusa daun sirsak atau merupakan proses
alami hewan uji yang mengalami pertumbuhan seiring bertambahnya usia dan
meningkatnya pola makan hewan uji. Hewan uji diberi pakan berupa pellet AD2
sejumlah 20 g setiap hari. Jumlah pakan yang dimakan tikus pada hari pertama
dihitung dengan mengurangkan jumlah pakan yang diberikan pada hari pertama
dengan pakan yang tersisa pada hari kedua. Grafik asupan pakan tikus jantan dan
betina pada gambar 18 dan 19 menunjukkan bahwa hewan uji kelompok
perlakuan peringkat dosis infusa daun sirsak memiliki pola makan yang mirip
dengan kelompok kontrol baik pada tikus jantan maupun tikus betina. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mempengaruhi pola
makan hewan uji dan perubahan berat badan yang terjadi disebabkan oleh proses
pertumbuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Gambar 18. Grafik asupan pakan tikus jantan akibat pemberian infusa daun
sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
Gambar 19. Grafik asupan pakan tikus betina akibat pemberian infusa daun
sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
0,0
4,0
8,0
12,0
16,0
20,0
24,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Be
rat
pak
an (g
)
Hari
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Kontrol aquadest
0,0
3,0
6,0
9,0
12,0
15,0
18,0
21,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Ber
at
pak
an (g
)
hari
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Kontrol aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
H. Asupan Minuman Tikus Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa
Daun Sirsak
Selain data perubahan berat badan dan data asupan pakan, data asupan
minuman juga dijadikan data pendukung penelitian ini. Semua hewan uji
diberikan minuman yang sama yaitu air reverse osmosis (RO) sebanyak 120 ml
setiap harinya. Volume minuman yang tersisa pada hari kedua diukur,
dikurangkan dengan volume minuman yang diberikan pada hari pertama.
Selanjutnya dihitung sebagai volume minuman yang diminum pada hari pertama.
Asupan minuman yang dikonsumsi oleh tikus jantan dan betina dihitung setiap
hari dan dibuat grafik asupan minuman untuk mengetahui pola konsumsi
minuman hewan uji.
Gambar 20. Grafik asupan minuman tikus jantan akibat pemberian infusa
daun sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
0,05,0
10,015,020,025,030,035,040,045,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
Vo
lum
e m
inu
man
(ml)
Hari
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Kontrol Aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 21. Grafik asupan minuman tikus betina akibat pemberian infusa
daun sirsak
Keterangan : Dosis I = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 108 mg/kg BB
Dosis II = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 180 mg/kg BB
Dosis III = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 301 mg/kg BB
Dosis IV = diberi infusa daun sirsak dengan dosis 503 mg/kg BB
Kontrol Aquadest = diberi aquadest dengan dosis 8333 mg/kg BB
Gambar 20 dan 21 merupakan data asupan minuman tikus jantan dan
tikus betina yang menunjukkan pola minum normal dari keduanya karena tidak
ada peningkatan atau penurunan pola minum yang berarti jika dibandingkan
dengan kontrol aquadest melainkan cenderung mempunyai pola minum yang
sama antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Maka dapat dikatakan
bahwa pemberian infusa daun sirsak tidak mempengaruhi pola minum hewan uji.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari obat-
obat tradisional atau obat herbal jika digunakan dalam jangka panjang. Hasil
penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak yang diberikan selama 30 hari
dengan dosis 108; 180; 301; dan 503 mg/kg terhadap tikus jantan dan betina galur
Sprague Dalwey (SD) menunjukkan tidak adanya efek toksik yang ditimbulkan
terhadap testis dan ovarium tikus serta tidak mempengaruhi pola makan dan
0,05,0
10,015,020,025,030,035,040,045,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
Vo
lum
e m
inu
man
(ml)
Hari
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Kontrol Aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
minum tikus. Pada penggunaan di masyarakat, umumnya daun sirsak dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
toksisitas subkronis selama 90 hari tentang pengaruh infusa daun sirsak terhadap
testis dan ovarium tikus untuk lebih memberikan gambaran keamanannya.
I. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan spektrum dan sifat efek
toksik infusa daun sirsak terhadap testis dan ovarium tikus dilihat dari gambaran
histologis testis dan ovarium, juga untuk melihat hubungan kekerabatan antara
dosis dan efek toksik yang terjadi. Hewan uji dibagi kedalam lima kelompok
perlakuan, yaitu empat kelompok peringkat dosis dan satu kelompok kontrol yang
diberi aquadest 8333 mg/kg BB tikus. Peringkat dosis yang digunakan adalah 108
mg/kg BB, 180 mg/kg BB, 301 mg/kg BB, dan 503 mg/kg BB.
Pemberian infusa daun sirsak dengan empat peringkat dosis dan kontrol
aquadest dilakukan selama 30 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologis
terhadap organ testis dan ovarium tikus. Hasil pemeriksaan histologis
menunjukkan keadaaan testis dan ovarium yang diberi perlakuan infusa daun
sirsak dari empat peringkat dosis dalam keadaan normal, dibandingkan dengan
kontrol aquadest. Gambaran histologis organ testis menunjukkan tubulus
seminiferus dan spermatogenesis dalam batas normal. Pada hewan betina, dapat
dilihat tahapan perkembangan folikel dan pembentukan corpus luteum pada
ovarium juga terjadi secara normal. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
pemberian infusa daun sirsak selama 30 hari tidak menimbulkan efek toksik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
terhadap testis dan ovarium tikus, dan tidak ada kekerabatan antara dosis dan
spektrum efek toksik yang ditimbulkan karena semua peringkat dosis
menunjukkan keadaan normal.
Uji reversibilitas dilakukan selama 14 hari, yaitu dengan menghentikan
pemberian perlakuan aquadest dan infusa daun sirsak pada hewan uji kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Tujuan dari uji reversibilitas adalah untuk
mengetahui sifat efek toksik dari kandungan daun sirsak apakah kerusakan yang
ditimbulkan sifatnya reversibel atau irreversibel. Hasil pemeriksaan histologis
perlakuan infusa daun sirsak selama 30 hari dan uji reversibilitas menunjukkan
testis dan ovarium dalam kondisi normal. Sehingga tidak dapat ditentukan sifat
efek toksik dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun sirsak.
Data pendukung dalam penelitian ini berupa perubahan berat badan,
asupan pakan, dan minum hewan uji. Data berat badan dianalisis dengan analisis
General Linier Model (metode Multivariate) dan diperoleh hasil yang tidak
signifikan baik pada tikus jantan maupun pada tikus betina dengan harga P>0,05.
Data asupan pakan dan minum hewan uji menunjukkan adanya kemiripan pola
makan dan minum antara hewan uji kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol aquadest. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian infusa daun sirsak
tidak mempengaruhi pola makan dan pola minum hewan uji dan perubahan berat
badan yang terjadi disebabkan oleh proses pertumbuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Infusa daun sirsak yang diberikan selama 30 hari dengan dosis 108; 180; 301;
dan 503 mg/kg BB tidak menyebabkan efek toksik terhadap testis dan
ovarium tikus galur Sprague Dalwey (SD).
2. Tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek
toksik pada testis dan ovarium tikus.
3. Sifat efek toksik tidak dapat ditentukan apakah bersifat reversibel atau
irreversibel karena gambaran histologis baik pada perlakuan maupun pada uji
reversibilitas menunjukkan testis dan ovarium dalam keadaan normal.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian daun sirsak secara
subkronis dalam bentuk sediaan selain infusa, misalnya dibuat dalam bentuk
sediaan ekstrak.
2. Perlu dilakukan penelitian toksisitas subkronis infusa daun sirsak pada tikus
dengan waktu penelitian yang lebih panjang, yaitu 90 hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA
Adewole, S.O., and Ojewole, J.A.O., 2009, Protective Effects of Annona muricata
L. (Annonaceae) Leaf Aqueous extract on Serum Lipid Profiles and
Oxidative Stress in hepatocytes of Streptozotocin-Treated Diabetic Rats,
Afr. J. Tradit. Complement Altern Med.,6 (1), 30-41.
Adeyemi, D.O., Komolafe, O.A., Adewole, S.O., and Obuotor, E.M., 2009, Anti
Hyperlipidemic Activities Of Annona muricata (Linn), Int. J. Altern.
Med., 7 (1).
Annasahmad, 2011, Daun Sirsak Makin Populer,
http://daunsirsakobatkanker.com/daun-sirsak-makin-populer.html,
diakses tanggal 13 Februari 2012.
Arthur, F.K.N., Woode, E., Terlabi, E.O., and Larbie, C., 2011, Evaluation of
Acute and Subchronic Toxicity of Annona muricata (L.) Aqueous
Extract in Animal, Euro. J. Exp. Bio., 1 (4), 115-124.
Baskar, R., Rajeswari, V., and Kumar, T.S., 2007, In vitro antioksidant studies in
leave of Annona Species, Indian. J. Exp. Bio., 45 (1), 480-485.
Bloom and Fawcett, 1994, A Textbook of Histology, 12th
ed., diterjemahkan oleh
Tambayong, J., penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, pp. 731-732.
Derelanko, M. J., and Hollinger, M. A., 2002, Handbook of Toxicology, 2th
ed.,
Taylor and Francis, USA, pp. 74, 464.
Direktorat Obat asli Indonesia, 2010, Acuan Sediaan Herbal, volume V, ed. I,
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, Jakarta, pp. 3.
Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
pp. 200-202.
Enweani, I. B., Obroku, J., Enahoro, T., and Omoifo, C., 2004, The biochemical
analysis of Soursop (Annona muricata L.) and sweetsop (A. squamosa
L.) and their potential use as oral rehydration therapy, Food. Agri. Envi.,
2 (1), 39−43.
Ganong, W. F., 2005, Review of Medical Physiology, 22nd
ed., The McGraw-Hill
Companies, USA, pp. 433-435, 447.
Greaves, P., 2000, Histopathology of Preclinical Toxicity Studies, 2nd
ed.,
Elsevier, The Netherlands, pp. 709-714.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Heffner, L.J., and Schust, D.J., 2006, At a Glance Sistem Reproduksi, Erlangga,
Jakarta, pp. 24-30, 60, 86, 90.
Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, 3rd
ed, A John Willey &
Sons, Canada, pp. 364-369.
Johnson, K. E., 1993, Histology and Cell Biology, alih bahasa oleh F. Arifin
Gunawijaya, Binarupa Aksara, Jakarta, pp. 361-367.
Klaassen, C. D., 2001, Casarett and Doull’s Toxicology: The Basic Science of
Poisons, 6th
ed, Mc Graw-Hill, United State of America,pp.
Kumar, P.R, Kanniappan, M., and Mathuram, L.N., 2011, Hexaconazole Induced
changes in the Histologiscal Architecture of Male and Female
reproductive system in Rats, Res. J. Pharmacol., 5 (2), 9-13.
Laurence, J., and Bacharach, M., 1964, Analytical Toxicology, CRC Press,
Philadelphia.
Lorenzi, H., Bacher, L., Lacerda, M., and Sartori, S., 2006, Brazilian fruits &
cultivated exotics, Instituto Plantarum , Brazil, pp. 672.
Lu, F. C., 1995, Basic toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk
assessment, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, ed.II, Universitas
Indonesia Press, Jakarta, pp. 103, 289-291, 294-295.
McPhee, S. J., and Ganong, W. F., 2006, Pathophysiology of Disease: an
Introduction to Clinical Medicine, 5th
ed., alih bahasa oleh Brahm U.
Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 680, 683, 686-688,
695.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Persyaratan Obat Tradisional,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Orwa, C., Mutua, A., Kindt, R., Jamnadass, R., and Simons, A., 2009,
Agroforestree Database:a tree reference and selection guide version 4.0,
http://www.worldagroforestry.org/af/treedb/, diakses tanggal 29 Maret
2012.
Pathak, P., Saraswathy, Vora, A., and Savai, J., 2010, In Vitro Antimicrobial
Activity and Phytochemical Analysis of the Leaves of Annona muricata,
IJPRD, 2 (003), 1-6.
Pinto, A. C. Q., Cordeiro, M. C. R., Andrade, S. R. M., Ferreira, F. R., Filgueiras,
H. A. C., Alves, R. E., et al., 2005, Annona species, International Centre
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
for Underutilized Crops, University of Southampton, Southampton, pp.
263.
Plantamor, 2008, Annona muricata L.,
http://www.plantamor.com/index.php?plant=106, diakses tanggal 14
Februari 2012.
Romero, J., Beristain, C.I., Gabas, A.L., Telis, V.R.N., 2007, Effect of apparent
viscosity on the pressure drop during fluidized bed drying of soursop
pulp, Chem. E. Process, 46, 684–694.
Rajeswari, D., Gajalakshmi, S., and Vijayalakshmi, S.,2012, Phytochemical and
Pharmacological Properties of Annona muricata: A Review, Int. J.
Pharm. Sci., 5(2), 3-6.
Trubus, 2011, Sentosa Karena Graviola, Trubus, XLII, 22-25.
Van Steenis, C.G.G.J van, 1975, Flora untuk Sekolah di Indonesia, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Watson, R. R., and Preedy, V. R., (Eds.), 2009, Bioactive Foods in Promoting
Health, Elsevier Inc., Inggris, pp. 635.
Williams, P. L., James, R. C., and Roberts, S. M., 2000, Principles of Toxicology:
Environmental and Industrial Applications, 2nd
ed., John Wiley & Sons,
Inc., America, pp. 4.
Yuan, S.S., Chang, H.L., Chen, H.W., Yeh, Y.T., Kao, Y.H., Lin, K.H., et al.,
2003, Annonacin, a mono-tetrahydrofuran acetogenin, arrests cancer
cells at the G1 phase and causes cytotoxicity in a Bax- and caspase-3-
related pathway, Life Sci, 72(25), 2853-2861.
Zuhud, 2011, Kanker lenyap Berkat Sirsak, PT Argo Media Pustaka, Jakarta, pp.
2,4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Daun Sirsak
Lampiran 2. Foto Infusa Daun Sirsak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Peringkat Dosis Infusa Daun Sirsak dan
Dosis Kontrol Aquadest
Dosis terapi yang digunakan oleh masyarakat = 2 g/70 kg BB manusia.
Konversi dosis dari manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018.
Konsentrasi infusa yang digunakan berdasarkan hasil orientasi yaitu 6 g
dalam 100 ml aquadest.
Berat badan tikus menggunakan berat badan tertinggi, yaitu 300 g
Volume pemberian menggunakan ½ volume pemberian maksimal secara
peroral, yaitu 2,5 ml
Dosis IV : 𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉
𝐷 =𝐶 𝑋 𝑉
𝐵𝐵
𝐷 =6 𝑔
100 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙
0,3 𝑘𝑔
= 0,5 g/kg BB
= 500 mg/kg BB
Dosis II : 2 g/ 70 kg BB
Dosis untuk tikus 200 g = 2 g x 0,018
= 0,036 g/200 g BB
= 180 mg/kg BB
Faktor pengali dosis = 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ
𝑛−1
= 500
𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
180𝑚𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
2
= 1,67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Peringkat dosis ditetapkan dengan mengalikan dosis terapi dengan faktor
pengali yaitu 1,67. Sehingga didapatkan peringkat dosis untuk tiap g tikus
sebagai berikut:
Dosis I: 108 mg/kg BB tikus
Dosis II: 180 mg/kg BB tikus
Dosis III: 301 mg/kg BB tikus
Dosis IV: 503 mg/kg BB tikus
Dosis kontrol aquadest:
Konsentrasi aquadest = 1 g/ml = 1000mg/ml
𝐷 𝑥 𝐵𝐵 = 𝐶 𝑥 𝑉
𝐷 =1000 𝑚𝑔 𝑚𝑙 𝑥 2,5 𝑚𝑙
0,3 𝑘𝑔=
2,500 𝑚𝑔
0,3 𝑘𝑔
= 8333 mg/kg BB
Lampiran 4. Perhitungan konversi Dosis untuk Manusia
Faktor konversi dosis dari tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56,0
Dosis I
108 mg/kg BB = 0,108 mg/g BB
Untuk tikus 200 g 0,108 mg/g BB x 200 g = 21,6 mg/200 g BB
Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 21,6 mg x 56,0 = 1209,6 mg
Jadi dosis untuk manusia adalah 1209,6 mg : 70 kg = 17,28 mg/kg BB
Dosis II
180 mg/kg BB = 0, 180 mg/g BB
Untuk tikus 200 g 0, 180 mg/g BB x 200 g = 36 mg/200 g BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 36 mg x 56,0 = 2016 mg
Jadi dosis untuk manusia adalah 2016 mg : 70 kg = 28,8 mg/kg BB
Dosis III
301 mg/kg BB = 0,301 mg/g BB
Untuk tikus 200 g 0, 301 mg/g BB x 200 g = 60,2 mg/200 g BB
Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 60,2 mg x 56,0 = 3371,2 mg
Jadi dosis untuk manusia adalah 3371,2 mg : 70 kg = 48,16 mg/kg BB
Dosis IV
503 mg/kg BB = 0,503 mg/g BB
Untuk tikus 200 g 0,503 mg/g BB x 200 g = 100,6 mg/200 g BB
Konversi dari tikus 200 g ke manusia 70 kg 100,6 mg x 56,0 = 5633,6 mg
Jadi dosis untuk manusia adalah 5633,6 mg : 70 kg = 80,48 mg/kg BB
Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan memasukkan 50 g serbuk daun sirsak
kedalam 200 ml toluenae kemudian dipanaskan dan ditunggu hingga air tidak
menetes, kemudian diukur volume airnya. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (1994), kadar air yang diperbolehkan dalam suatu serbuk
tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali replikasi,
didapatkan volume air sebanyak:
Replikasi I: 4,9 ml
Replikasi II: 4,8 ml
Replikasi III: 4,85 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Dari ketiga replikasi didapatkan rata-rata volume air sebesar 4,85 ml. Kemudian
dilakukan perhitungan kadar air yang terdapat dalam serbuk daun sirsak dalam
persen (%), yaitu: 4,85
50𝑚𝑙 𝑥 100% = 9,7% . Maka hasil penetapan kadar air
dalam daun sirsak yang digunakan dalam penelitian memenuhi persyarakatan
kadar air yang telah ditetapkan.
Lampiran 6. Foto Penetapan Kadar Air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 7. Surat Pengesahan Determinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 8. Surat Ethics Committee Approval
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Lampiran 9. Hasil Diagnosis Histologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 10. Hasil Pemeriksaan Histologis Testis Tikus
Kel.
Tikus
1 2 3 4 5
I Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
II Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
II Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
IV Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
V Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal
Tubulus
seminiferus
dan spermatoge-
nesis dalam
batas normal*
Keterangan: I = kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak
II = kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak
III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak
IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak
V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
* = tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun
sirsak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Histologis Ovarium Tikus
Kel.
Tikus
1 2 3 4 5
I Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
II Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
III Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
IV Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
V Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal
Tahapan
perkembang-
an folikel
dan
pembentukan
corpus
luteum
terjadi secara
normal*
Keterangan : I= kelompok dosis 108 mg/kg BB infusa daun sirsak
II= kelompok dosis 180 mg/kg BB infusa daun sirsak
III= kelompok dosis 301 mg/kg BB infusa daun sirsak
IV= kelompok dosis 503 mg/kg BB infusa daun sirsak
V= kelompok kontrol aquadest 8333 mg/kg
* = tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa daun sirsak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 12. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Jantan
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Berat badan hari ke-0 *
Kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-7 *
Kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-14 *
Kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-21 *
Kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-28 *
Kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Report
Kelompok perlakuan Berat badan
hari ke-0
Berat badan
hari ke-7
Berat badan
hari ke-14
Berat badan
hari ke-21
Berat badan
hari ke-28
Infusa daun sirsak
108 mg/kg BB
Mean 234.9400 246.5000 267.1200 279.1400 295.0600
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 29.30654 18.65449 20.85970 24.63966 19.98695
Std. Error of Mean 13.10628 8.34254 9.32874 11.01919 8.93843
Infusa daun sirsak
180 mg/kg BB
Mean 237.1200 252.7200 274.3800 289.0800 303.1800
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 26.22312 23.58341 26.35663 26.78371 22.22346
Std. Error of Mean 11.72734 10.54682 11.78704 11.97804 9.93863
Infusa daun sirsak
301 mg/kg BB
Mean 227.2800 256.6400 272.4400 281.6400 294.9200
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 33.60658 30.57569 21.75495 20.24483 20.78911
Std. Error of Mean 15.02932 13.67387 9.72911 9.05376 9.29717
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Infusa daun sirsak
503 mg/kg BB
Mean 235.8000 256.0200 270.0400 283.8600 298.2200
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 26.71835 24.09672 18.03741 14.87105 14.66959
Std. Error of Mean 11.94881 10.77638 8.06657 6.65053 6.56044
kontrol aquadest
8333 mg/kg BB
Mean 239.0400 255.9400 276.0800 289.4400 298.5800
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 28.46556 25.72058 24.78310 18.87917 16.88659
Std. Error of Mean 12.73018 11.50259 11.08334 8.44302 7.55191
Total Mean 234.8360 253.5640 272.0120 284.6320 297.9920
N 25 25 25 25 25
Std. Deviation 26.77449 22.98887 20.83797 20.06310 17.71339
Std. Error of Mean 5.35490 4.59777 4.16759 4.01262 3.54268
General Linear Model
Between-Subjects Factors
Value Label N
Kelompok perlakuan 1 Infusa daun
sirsak 108
mg/kg BB
5
2 Infusa daun
sirsak 180
mg/kg BB
5
3 Infusa daun
sirsak 301
mg/kg BB
5
4 Infusa daun
sirsak 503
mg/kg BB
5
5 kontrol
aquadest 8333
mg/kg BB
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Multivariate Testsc
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Intercept Pillai's Trace .997 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Wilks' Lambda .003 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Hotelling's Trace 375.298 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Roy's Largest Root 375.298 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Kelompok_perlakuan Pillai's Trace .385 .405 20.000 76.000 .987
Wilks' Lambda .662 .357 20.000 54.016 .993
Hotelling's Trace .442 .321 20.000 58.000 .997
Roy's Largest Root .204 .777b 5.000 19.000 .579
a. Exact statistic
b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level.
c. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan
Lampiran 13. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Berat badan hari ke-0 *
kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-7 *
kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-14 *
kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-21 *
kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Berat badan hari ke-28 *
kelompok perlakuan 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Report
kelompok perlakuan Berat badan
hari ke-0
Berat badan
hari ke-7
Berat badan
hari ke-14
Berat badan
hari ke-21
Berat badan
hari ke-28
Infusa daun sirsak
108 mg/kg BB
Mean 194.4000 191.6600 196.1800 201.4800 206.2600
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 18.13574 10.71812 6.27989 7.67835 10.47869
Std. Error of Mean 8.11055 4.79329 2.80845 3.43386 4.68621
Infusa daun sirsak
180 mg/kg BB
Mean 198.0600 202.0200 201.3200 205.9800 213.7800
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 21.13748 14.69956 16.86022 18.05580 16.45257
Std. Error of Mean 9.45297 6.57384 7.54012 8.07480 7.35781
Infusa daun sirsak
301 mg/kg BB
Mean 192.5000 186.7800 188.1800 192.5400 196.9800
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 11.49848 12.17280 13.03215 10.02487 13.57892
Std. Error of Mean 5.14228 5.44384 5.82816 4.48326 6.07268
Infusa daun sirsak
503 mg/kg BB
Mean 195.4400 194.7400 194.0400 194.1200 202.0200
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 9.41371 13.42378 19.23962 20.05261 18.69176
Std. Error of Mean 4.20994 6.00330 8.60422 8.96780 8.35921
Kontrol aquadest
8333 mg/kg BB
Mean 194.8000 191.4000 193.0200 195.8400 199.5200
N 5 5 5 5 5
Std. Deviation 11.51564 14.69303 13.97183 18.76774 17.51134
Std. Error of Mean 5.14995 6.57092 6.24839 8.39319 7.83131
Total Mean 195.0400 193.3200 194.5480 197.9920 203.7120
N 25 25 25 25 25
Std. Deviation 13.84070 13.12672 13.98511 15.25590 15.48075
Std. Error of Mean 2.76814 2.62534 2.79702 3.05118 3.09615
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
General Linear Model
Between-Subjects Factors
Value Label N
kelompok perlakuan 1 Infusa daun sirsak
108 mg/kg BB 5
2 Infusa daun sirsak
180 mg/kg BB 5
3 Infusa daun sirsak
301 mg/kg BB 5
4 Infusa daun sirsak
503 mg/kg BB 5
5 Kontrol aquadest
503 mg/kg BB 5
Multivariate Testsc
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Intercept Pillai's Trace .996 9.008E2a 5.000 16.000 .000
Wilks' Lambda .004 9.008E2a 5.000 16.000 .000
Hotelling's Trace 281.510 9.008E2a 5.000 16.000 .000
Roy's Largest Root 281.510 9.008E2a 5.000 16.000 .000
kelompok_perlakuan Pillai's Trace .583 .648 20.000 76.000 .863
Wilks' Lambda .507 .613 20.000 54.016 .886
Hotelling's Trace .801 .580 20.000 58.000 .911
Roy's Largest Root .500 1.901b 5.000 19.000 .142
a. Exact statistic
b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level.
c. Design: Intercept + kelompok_perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 14. Langkah-langkah Analisis Data dengan General Linier Model
(metode Multivariat):
Contoh kasus adalah analisis perubahan berat badan tikus jantan dengan data
sebagai berikut:
Kelompok Tikus BB0 BB7 BB14 BB21 BB28
Infusa
daun
sirsak 108
mg/kg BB
1 197.8 226.1 256.9 277.8 301.0
2 211.3 237.2 261.2 277.1 284.6
3 250.1 242.2 258.5 269.7 282.0
4 247.1 251.4 254.8 252.0 280.1
5 268.4 275.6 304.2 319.1 327.6
Infusa
daun
sirsak 180
mg/kg BB
1 204.4 235.7 268.6 285.9 309.6
2 226.2 258.6 283.4 293.0 303.2
3 242.8 225.1 234.2 248.2 269.2
4 236.0 258.2 279.3 295.6 302.8
5 276.2 286.0 306.4 322.7 331.1
Infusa
daun
sirsak 301
mg/kg BB
1 189.2 219.8 241.9 257.2 267.7
2 225.3 247.2 270.3 285.1 300.0
3 238.3 246.1 267.3 281.0 293.3
4 206.3 268.2 281.0 272.5 288.4
5 277.3 301.9 301.7 312.4 325.2
Infusa
daun
sirsak 503
mg/kg BB
1 197.3 249.8 276.3 293.4 302.4
2 224.2 224.6 264.0 279.2 300.7
3 241.5 245.2 262.1 279.5 299.5
4 247.5 278.6 250.1 264.2 274.2
5 268.5 281.9 297.7 303.0 314.3
kontrol
aquadest
8333
mg/kg BB
1 193.8 223.9 247.7 268.6 282.3
2 236.4 256.8 269.2 281.1 279.9
3 246.6 238.6 259.9 278.7 302.2
4 246.6 271.8 298.7 311.6 317.6
5 271.8 288.6 304.9 307.2 310.9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Input data
1. Buka lembar kerja baru dari prog SPSS. Kemudian klik Variable View, akan
muncul seperti ini:
2. Definisikan variabel yang diperlukan. Tempatkan pointer pada baris 1,
kemudian isi kolom
Name : Kelompok_perlakuan
Type : gunakan default numeric
Width : untuk keseragaman, ketik 8
Decimals : ketik 2
Label : Kelompok perlakuan
Values : tempatkan pointer dalam kotak kecil titik-titik di sebelah
kanan tulisan none, akan muncul Value labels. Pada kolom Value
masukkan angka 1. Pada kolom label masukkan keterangan Infusa daun
sirsak 108 mg/kg BB kemudian klik Add. Masukkan variabel bebas
lainnya. Maka akan tampak seperti gambar di bawah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kemudian klik OK. Untuk kolom Missing, Columns, Align, Measure biarkan
seperti default
3. Tempatkan pointer ke baris 2. Ganti Name dengan BB0 dan Label dengan
Berat badan hari ke-0
4. Tempatkan pointer ke baris 3. Ganti Name dengan BB7 dan Label dengan
Berat badan hari ke-7
5. Tempatkan pointer ke baris 4. Ganti Name dengan BB14 dan Label dengan
Berat badan hari ke-14
6. Tempatkan pointer ke baris 5. Ganti Name dengan BB21 dan Label dengan
Berat badan hari ke-21
7. Tempatkan pointer ke baris 6. Ganti Name dengan BB28 dan Label dengan
Berat badan hari ke-28
Akan muncul seperti ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
8. Klik Data view. Arahkan pointer ke menu utama SPSS, pilih menu View,
aktifkan Value label.
9. Arahkan pointer ke baris 1 kelompok perlakuan, ketik angka 1 (menurun
sebanyak 5 kali) maka SPSS secara otomatis akan mengubahnya menjadi
sesuai label yang dimasukkan pada variabel view. Lakukan hal yang sama
dengan value 2, 3, 4, dan 5.
10. Untuk mengisi variabel BB0, BB7, BB14, BB21, dan BB28 masukkan data
berat badan tikus jantan. Jika sudah muncul seperti dibawah, maka data telah
selesai di input. Kemudian klik File lalu Save As.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Analisis data
1. Pilih menu Analyze
2. Pilih General Linier Model
3. Pilih Multivariate
4. Maka akan muncul :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
a. Dependent Variables: Pindahkan variabel-variabel tersebut ke kolom
Dependent Variables dengan cara mengklik berat badan hari ke-0,
kemudian klik simbol . Lakukan hal yang sama untuk memasukkan
berat badan hari ke-7, 14, 21, dan 28 ke kolom Dependent Variables.
b. Fixed factors: klik variabel kelompok perlakuan dari kolom kirin
kemudian pindahkan ke fixed factor dengan mengklik simbol
c. Covariate(s). abaikan saja bagian ini.
d. WLS Weight. Abaikan saja bagian ini.
e. Pilih option maka akan muncul
Klik kelompok perlakuan, kemudian pindahkan ke bagian Display
Means for. Beri tanda checklist (√) pada pilihan Homogeneity tests. Klik
Continue. Maka akan kembali menu Multivariate seperti dibawah,
kemudian klik OK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Maka akan muncul tampilan output SPSS.
Interpretasi hasil analisis
1. Uji homogenitas varian yang dilihat dari hasil uji Levene, yaitu:
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
F df1 df2 Sig.
Berat badan hari ke-0 .168 4 20 .952
Berat badan hari ke-7 .328 4 20 .856
Berat badan hari ke-14 .261 4 20 .899
Berat badan hari ke-21 .162 4 20 .955
Berat badan hari ke-28 .177 4 20 .948
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan
Jika signifikansi (sig.) p>0.05, maka varian homogen. Namun jika
signifikansi p<0.05, maka varian tidak homogen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
2. Uji multivariate
Keputusan diambil dengan analisis Pillai's Trace, Wilks' Lambda,
Hotelling's Trace, Roy's Largest Root, menghasilkan:
Multivariate Testsc
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Intercept Pillai's Trace .997 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Wilks' Lambda .003 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Hotelling's Trace 375.298 1.201E3a 5.000 16.000 .000
Roy's Largest
Root 375.298 1.201E3
a 5.000
16.000 .000
Kelompok_perlakuan Pillai's Trace .385 .405 20.000 76.000 .987
Wilks' Lambda .662 .357 20.000 54.016 .993
Hotelling's Trace .442 .321 20.000 58.000 .997
Roy's Largest
Root .204 .777
b 5.000 19.000 .579
a. Exact statistic
b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance
level.
c. Design: Intercept + Kelompok_perlakuan
Jika signifikansi (Sig.) p<0.05, maka terdapat perbedaan yang bermakna
(signifikan). Namun jika signifikansi (Sig.) p>0.05, maka tidak terdapat perbedaan
yang bermakna (berbeda tidak signifikan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Subkronis
Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap
Gambaran Histologis Testis Dan Ovarium Tikus”
mempunyai nama lengkap Niken Ambar Sayekti,
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan
Antonius Slamet dan Sulistiyani. Penulis dilahirkan di
Purworejo, Jawa Tengah pada 12 Mei 1991. Pendidikan formal yang telah
ditempuh, yaitu pendidikan prasekolah dasar di TK Setyowuri (1996-1997),
Pendidikan dasar di SD Negeri Wonosari (1997-2003), Pendidikan menengah di
SMP Negeri 11 Purworejo (2003-2006), dan Pendidikan lanjutan di SMF
“INDONESIA” Yogyakarta (2006-2009). Penulis menempuh pendidikan sarjana
di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009.
Selama menjalani masa perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan
diantaranya sebagai anggota divisi Dana dan Usaha acara Pharmacy Performance
and Event Cup 2010, anggota divisi Perlengkapan acara Paingan Festival.
Beberapa seminar telah diikuti oleh penulis diantaranya Seminar Hari AIDS
Sedunia, Seminar Kanker Serviks dan Kanker Paru-paru. Penulis juga pernah
menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi (2010, 2011), Bentuk Sediaan Farmasi
(2011), Farmakologi-Toksikologi (2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI