kekuatan eksekutorial dalam pelaksanaan eksekusi putusan...

95
KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-BANI/2016) SKRIPSI Oleh: DARA FITRYALITA NIM : 11140480000029 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

Upload: dangnhan

Post on 02-Aug-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN

EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL

INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta

No. 801/II/ARB-BANI/2016)

SKRIPSI

Oleh:

DARA FITRYALITA

NIM : 11140480000029

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440H/2019M

Page 2: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

i

KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN

EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL

INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta

No. 801/II/ARB-BANI/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

(S.H.)

Oleh:

DARA FITRYALITA

NIM : 11140480000029

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440H/2019M

Page 3: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

ii

KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN

EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL

INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta

No. 801/II/ARB-BANI/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

DARA FITRYALITA

NIM. 11140480000029

Pembimbing I,

Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H.

NIP. 19691121 199403 1 001

Pembimbing II,

Mufidah, SH.I, M.H.

NIDN. 2101018604

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440H/2019M

Page 4: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN

EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN

HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus Putusan Arbitrase Badan Arbitrase

Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-BANI/2016)” telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Januari 2019, Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu

Hukum.

Jakarta, Januari 2019

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.

NIP. 19691216 199603 1 001

(……………….)

2. Sekretaris : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.

(……………….)

3. Pembimbing I : Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H.

NIP. 19691121 199403 1 001

(……………….)

4. Pembimbing II : Mufidah, S.H.I., M.H.

NIDN. 2101018604

(……………….)

5. Penguji I : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.

NIP. 19670203 201411 1 001

(……………….)

6. Penguji II : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. (……………….)

Page 5: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

a. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

c. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Januari 2019

Peneliti

Dara Fitryalita

Page 6: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

v

SURAT PERNYATAAN

TELAH MELAKUKAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dara Fitryalita

NIM : 11140480000029

Program Studi : Ilmu Hukum

Benar-benar telah melaksanakan penelitian di Badan Arbitrase Nasional Indonesia

dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul :

“KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA

(Studi Kasus Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No.

801/II/ARB-BANI/2016)”

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Jakarta, 29 Januari 2019

Dara Fitryalita

Page 7: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

vi

ABSTRAK

DARA FITRYALITA, NIM 11140480000029 “KEKUATAN EKSEKUTORIAL

DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE

NASIONAL INDONESIA DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-

BANI/2016)” Konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H / 2018 M. 1x +

76 Halaman.

Lahirnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah

memberikan semangat dan harapan baru dalam upaya penyelesaian sengketa yang lebih

efektif serta efisien. Dalam tataran konseptual, Badan Arbitrase Nasional Indonesia

menawarkan penyelesaian sengketa yang lebih cepat dengan putusannya yang final serta

mengikat. Walaupun memiliki kelebihan, Badan Arbitrase Nasional Indonesia ternyata

memiliki kendala saat melakukan eksekusi putusan. Kelemahan tersebut seakan

menimbulkan keragu-raguan terhadap kekuatan memaksa atau eksekutorial dari putusan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia itu sendiri.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan studi kepustakaan dengan

melakukan pengkajian terhadap putusan, perundang-undangan, maupun literatur yang

berkaitan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 telah memiliki kekuatan eksekutorial karena Sekretaris

Majelis Arbitrase telah menyerahkan dan mendaftarkan lembar asli atau salinan otentik

putusan arbitrase Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 kepada Panitera Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan, sehingga pelaksanaan eksekusi putusan Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

dapat dilaksanakan dengan bantuan pengadilan atau dengan cara sukarela oleh pihak

termohon. Akan tetapi, walaupun putusan arbitrase Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah terdaftar di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pelaksanaan eksekusinya mengalami hambatan berupa

hapusnya objek prestasi karena kebijakan publik. Tidak hanya karena kebijakan publik,

kendala-kendala lain yang memiliki potensi untuk menghambat pelaksanaan eksekusi

putusan Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 adalah tereksekusi menolak karena tidak sesuai

dengan amar, pemohon eksekusi menolak karena tidak sesuai dengan amar dan amar

putusan yang tidak jelas. Selain itu, hambatan lainnya seperti eksekusi barang bergerak,

perlawanan dari pihak yang akan dieksekusi dan aset pembayaran yang sulit ditemukan.

Kata Kunci : Kekuatan Eksekutorial, Arbitrase, Putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia

Pembimbing : 1. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH.

2. Mufidah, S.HI, MH.

Daftar Pustaka : Tahun 1997 sampai 2018

Page 8: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

vii

KATA PENGANTAR

Peneliti mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nyalah sehingga Peneliti mampu

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kekuatan Eksekutorial Dalam

Pelaksanaan Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan Hambatan-

Hambatannya (Studi Kasus Putusan Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Jakarta No. 801/II/ARB-BANI 2016)”.

Penulisan skripsi ini tidak lain merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam jenjang Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti sangat menyadari,

karena arahan maupun bantuan dari semua pihak, sehingga penyusunan skripsi ini

mampu diselesaikan dengan baik oleh Peneliti. Dengan selesainya skripsi ini,

perkenankanlah Peneliti menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang-

orang yang selama ini memberikan semangat dan kekuatan kepada Peneliti, yaitu

yang terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

sekaligus menjadi Dosen Pembimbing I Skripsi dan Bapak Drs. Abu Tamrin,

S.H., M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah mengarahkan dalam penulisan

skripsi ini;

3. Ibu Mufidah, S.HI, M.H. Pembimbing II Skripsi, yang telah meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran utamanya saat membimbing, mengarahkan dan memotivasi

Page 9: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

viii

Peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan

limpahan rezeki kepada beliau;

4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada Peneliti selama

menempuh pendidikan Strata Satu (S1);

5. Pihak Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang telah memfasilitasi

Peneliti selama melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini;

6. Kedua orang tua Peneliti, Ayahanda H. Tarmizi Amin, SH., MH. dan Ibunda Hj.

Syarifah Lili Abdurahman Al Habsyi yang selama ini telah membesarkan dan

mendidik Peneliti dengan penuh kesabaran, cinta dan kasih sayang serta doa

yang senantiasa beliau panjatkan demi keberhasilan Peneliti untuk menggapai

cita-cita.

7. Terima kasih juga kepada kakanda Muhammad Insan Anshari Al Aspary, SH.,

MH. yang selama ini telah banyak menyediakan literatur-literatur maupun bahan-

bahan ilmiah lainnya yang memadai bagi Peneliti;

8. Serta semua pihak-pihak yang telah memberikan semangat, dukungan hingga

motivasi kepada Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Diakhir kata, Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih jauh dari

kata sempurna. Oleh sebab itu, pada akhirnya hanya kepada Allah SWT, Peneliti

mengembalikan semua usaha. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak, tidak hanya untuk Peneliti, melainkan juga kepada para pembaca pada

umumnya serta bagi pemerhati arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa pada

khususnya.

Jakarta, Januari 2019

Peneliti

Dara Fitryalita

Page 10: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN ................................................................................................ v

ABSTRAK ...................................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 6

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 7

E. Sistematika Penulisan 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12

A. Kerangka Konseptual 12

B. Teori 15

1. Arbitrase 15

a. Pengertian Arbitrase 15

b. Asas dan Prinsip Arbitrase 19

c. Badan Arbitrase Nasional Indonesia 20

2. Kontrak dan Wanprestasi 27

3. Keterkaitan Arbitrase dan Pengadilan 33

4. Kekuatan Eksekutorial 34

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu 36

Page 11: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

x

BAB III PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

NO.801/II/ARB-BANI/2016 38

A. Duduk Masalah Sengketa dan Hasil Putusan Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (No. 801/II/ARB-BANI/2016) Terkait Dasar

Hukum Terjadinya Sengketa Kontrak (No.PKS.034/LG.05/PD.00/1/2012) 38

B. Pertimbangan dan Amar Putusan Putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia Nomor : 801/II/ARB-BANI/201 41

C. Mekanisme Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Terkait Upaya

Penolakan dan Pembatalan Melalui Pengadilan 49

BAB IV KEKUATAN EKSEKUTORIAL PENYELESAIAN EKSEKUSI PUTUSAN

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (ANALISIS PUTUSAN

BANI NO.801/II/ARB-BANI/2016) DAN HAMBATAN-HAMBATANYA 51

A. Eksekusi Putusan BANI No.801/II/ARB-BANI/2016 51

B. Analisis 52

1. Analisis Peran Pengadilan Dalam Melaksanakan Eksekusi Putusan BANI

No.801/II/ARB-BANI/2016 52

2. Analisis Kekuatan Putusan BANI No.801/II/ARB-BANI/2016 dalam

Proses Eksekusi 55

3. Pelaksanaan dan Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Putusan

BANI No.801/II/ARB-BANI/2016 57

BAB V PENUTUP 73

A. Kesimpulan 73

B. Rekomendasi 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN

Page 12: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman menegaskan “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa,

mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa

hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan

mengadilinya”. Kemudian, dari bunyi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman jelaslah bahwa Pengadilan dilarang

menolak suatu perkara apakah karena tidak ada hukumnya ataupun karena

hukumnya yang kurang jelas, karena oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “Hakim dan hakim

konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat”.1 Hal demikian tercermin dari putusan

hukum yang memuat nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Pada hakikatnya sebuah putusan yang dijatuhkan harus benar-benar

melalui proses yang jujur „fair trial” dengan pertimbangan yang didasarkan pada

keadilan berdasarkan moral dan bukan hanya semata-mata berdasarkan keadilan

undang-undang. Apabila putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

diantaranya : siapapun tidak ada yang berhak dan berkuasa untuk mengubahnya,

yang dapat mengubahnya, hanya terbatas pemberian pengampunan dalam perkara

pidana, dan melalui peninjauan kembali dalam perkara perdata serta setiap

putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib dan mesti dilaksanakan baik

secara sukarela atau dengan paksa melalui eksekusi, dan pelaksanaan atas

1 Lihat pula dalam Edi Rosadi, “Putusan Hakim Yang Berkeadilan”, Badamai Law Journal,

Vol.1, Issues 1, April 2016, h. 382.

Page 13: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

2

pemenuhan putusan itu tanpa menghiraukan apakah putusan itu kejam atau tidak

menyenangkan. 2

Putusan pengadilan yang benar-benar mencerminkan keadilan juga

merupakan amanah dari perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 menyangkut keberadaan dan kewenangan lembaga peradilan

yakni Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi (Pasal 24, 24A, 24B dan

24C).3 Putusan pengadilan merupakan akhir dari adanya keinginan untuk

mempertahankan pendapat maupun kebenaran masing-masing pihak. Hal yang

sama juga sangat diharapkan saat munculnya sengketa antara pihak yang terikat

perjanjian bisnis atau kontrak. Walaupun putusan pengadilan menjadi

pengharapan bagi para pihak, akan tetapi penyelesaian sengketa melalui

peradilan konvensional masih menemui kendala atau hambatan.

Penyelesaian sengketa melalui peradilan konvensional (perdata, dsb)

cenderung lambat dan rumit, maka akan merugikan para pencari keadilan.

Berikut dibawah ini terlampir sejumlah perkara yang diselesaikan melalui

peradilan konvensional :

Tabel. 14

Tempo Penanganan Perkara Perdata di Pengadilan Umum

No. Para

Pihak

Objek

Sengketa

Tahapan Penanganan Perkara

(Berdasarkan Penanggalan Putusan)

Ket.

(Tempo

Pen.

Perkara)

PN PT MA PK

1. PT.

Anugrah

lawan

Robianto,

dkk

Perbuatan

Melawan

Hukum

14 Juni

2016

06

September

2016

05 Maret

2018

- ± 2 tahun

2 Lihat dalam M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2016), h.

871 3 Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis, (Jakarta : Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 1

4 Disarikan dari beberapa putusan Mahkamah Agung RI. http://www.mahkamahagung.go.id

didownload pada tanggal 17 September 2018.

Page 14: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

3

2. CV.

Netral

Abadi

lawan PT.

Astra

Wanprestasi 18

Januari

2016

15

Desember

2016

20

November

2017

- ± 2 tahun

3. Ibramsyah

lawan

Suwanto

Tanah 19

April

2017

16 Juni

2017

26 April

2018

- ± 2 tahun

4. PT. Delta

Artha

lawan PT.

Petrobas

Wansprestasi 07

April

2011

19 Januari

2012

22 Mei

2013

22

Desember

2017

± 3 tahun

5. Hj.

Najmiah

Muin

lawan PT.

Gowa

Makassar

Tanah 16

Oktober

2014

02 Maret

2015

16

Februari

2016

19

Oktober

2017

± 3 tahun

Sehubungan dengan tempo waktu penanganan perkara diatas, maka

semakin lama jangka waktu penyelesaian perkara akan mengakibatkan biaya

yang tidak murah, menggerus potensi yang dimiliki serta berpengaruh pada

jalinan hubungan yang tidak lagi harmonis.5 Peradilan konvensional atau proses

litigasi juga belum tentu mampu merangkul kepentingan bersama. Oleh sebab itu,

perlu untuk menempuh proses atau jalur yang lebih menghasilkan kesepakatan

yang bersifat “win-win solution”, menghindari kelambatan yang diakibatkan

karena hal prosedural dan administratif, serta tetap menjaga hubungan atau relasi

yang baik.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 merupakan

semangat dan harapan baru bagi masyarakat melalui peranan pemerintah

Indonesia yang dapat menemukan cara yang lebih cepat dan menarik minat para

pelaku bisnis dalam penyelesaian sengketa. Terdapat beberapa pilihan tentang

5 Rochani Urip Salami dan Rahadi Wasi Bintoro, “Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam

Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce)”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 13, No. 1 Januari

2013, h. 126.

Page 15: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

4

tata cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan secara umum dapat berupa

perjanjian-perjanjian dengan cara negosisasi, mediasi, konsultasi maupun

arbitrase dan bentuk-bentuk lainya. Sementara itu ternyata salah satu bentuk

perjanjian yang sangat diminati oleh para pelaku bisnis di dunia perdagangan

nasional maupun internasional pada akhir-akhir ini adalah cara penyelesaian

sengketa melalui perwasitan atau dikenal dengan sebutan arbitrase.

Pilihan arbitrase menjadi prioritas mengingat pada peradilan

konvensional yang cenderung memakan waktu penyelesaian yang lama.

Keunggulan arbitrase diantaranya adalah kerahasiaan sengketa para pihak

terjamin dan keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif dapat dihindari. Keunggulan lainnya termasuk pula, para pihak

dapat memilih arbiter yang berpengalaman, jujur, adil dan memiliki latar

belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan serta para pihak

dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya dan sekaligus

dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase. Terakhir, putusan arbitrase

merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana

ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Meskipun penyelesaian sengketa melalui arbitrase memiliki keunggulan-

keunggulan sebagaimana dijelaskan diatas tadi, arbitrase nyatanya memiliki

kelemahan. Kelemahan dimaksud terletak saat pelaksanaan atau eksekusi putusan

arbitrase. Hal demikian berbanding terbalik dengan keutamaan putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia yang final serta mengikat bagi para pihak. Idealnya

jika final dan mengikat, maka tidak ada pilihan lain bagi para pihak untuk harus

mentaati dan melaksanakan putusan arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku.

Kelemahan saat pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase seakan

mencerminkan kurangnya kepatuhan maupun niat para pihak terhadap hasil-hasil

penyelesaian yang telah dicapai dalam arbitrase dan sekaligus memunculkan

tanda tanya atas kekuatan eksekutorial putusan arbitrase itu sendiri. Hal demikian

cukup beralasan, karena lembaga arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional

Page 16: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

5

Indonesia belum atau tidak memiliki lembaga eksekutorial sendiri dan masih

menggantungkan pelaksanaan putusan-putusannya pada lembaga yudikatif

(Pengadilan Negeri).

Atas dasar uraian di atas, Peneliti mengangkat skripsi berjudul “Kekuatan

Eksekutorial Dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia dan Hambatan-Hambatannya (Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase

Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-BANI/2016)”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Penyelesaian sengketa melalui peradilan konvensional cenderung

memakan waktu yang lama dan rumit, memerlukan biaya yang tidak murah

dan berpengaruh buruk pada hubungan atau relasi para pihak yang

bersengketa. Hal yang berbeda saat menempuh penyelesaian sengketa dalam

wadah arbitrase. Arbitrase berpotensi besar menghasilkan kesepakatan yang

bersifat menguntungkan para pihak, menghemat biaya maupun waktu,

menghindari kelambatan yang diakibatkan hal prosedural dan administratif,

serta tetap menjaga hubungan atau relasi yang baik.

Pemilihan jalur arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa

memang lebih berpeluang untuk menghadirkan proses penyelesaian sengketa

yang cepat dan sederhana. Akan tetapi, arbitrase juga memiliki kekurangan

atau kelemahan saat eksekusi putusan. Kelemahan disebabkan oleh lembaga

Badan Arbitrase Nasional Indonesia tidak memiliki lembaga eksekutorial

sendiri dan menggantungkan pelaksanaan putusan-putusannya pada lembaga

yudikatif. Selain itu, pelaksanaan putusan arbitrase yang menekankan ada

atau tidaknya itikad baik dari para pihak yang bersengketa.

Page 17: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

6

2. Pembatasan Masalah

Bahwa mengingat luasnya cakupan pembahasan mengenai pelaksanaan

putusan arbitrase nasional maupun arbitrase internasional, penelitian ini

berkonsentrasi dan membatasi hanya pada pelaksanaan Putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) oleh para pihak yang bersengketa

secara sukarela (yang tanpa melalui campur tangan pihak Pengadilan Negeri)

dan ataupun pelaksanaan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia harus

dilaksanakan dengan upaya paksa melalui prosedur pengadilan negeri sesuai

hukum acara perdata dan terhadap hambatan atau kelemahan pelaksanaan

eksekusi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang tidak mempunyai

lembaga eksekutorial sehingga pelaksanaan eksekusi harus dilaksanakan oleh

Pengadilan Negeri.

3. Perumusan Masalah

Masalah utama dari rumusan ini adalah kekuatan eksekutorial dalam

pelaksanaan eksekusi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, kemudian

dipertegas dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimana peranan pengadilan dalam melaksanakan eksekusi Putusan

Arbitrase ?

2) Bagaimana proses / kekuatan hukum eksekutorial hasil putusan Badan

Arbitrase ?

3) Bagaimana pelaksanaan eksekutorial Badan Arbitrase Nasional Indonesia

dan hambatan-hambatannya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peranan pengadilan dalam melaksanakan eksekusi Putusan

Arbitrase.

Page 18: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

7

2. Untuk mengetahui proses / kekuatan hukum eksekutorial hasil putusan Badan

Arbitrase.

3. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan eksekutorial Badan Arbitrase

Nasional Indonesia dan hambatan-hambatannya.

Dari penelitian ini, diharapkan adanya manfaat baik secara teoritis maupun

praktis, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat dari segi teoritis yaitu untuk memperdalam konsep-konsep hukum

perdata dari aspek litigasi maupun non litigasi serta dapat memperkaya

khasanah literatur khususnya literatur dalam bidang hukum eksekusi

berdasarkan putusan arbitrase hasil dari pemilihan pilihan hukum (choice of

law) menggunakan arbitrase.

2. Manfaat secara praktis yakni dapat dijadikan sebagai referensi bagi para

praktisi di dalam mengembangkan keilmuan dibidang hukum eksekusi dan

hukum arbitrase berdasarkan perjanjian arbitrase.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

lebih menyangkut kualitas-kualitas yang berupa deskripsi dalam bentuk

narasi.6 Penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi

ini adalah yuridis-normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian

6 Zaenal Abidin, “Pendekatan Kualitatif Pada Skripsi Mahasiswa Psikologi Undip Tahun

2006”, Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol. 3, No. 02, h. 31.

Page 19: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

8

hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan

atau putusan pengadilan maupun sumber hukum lainnya yang dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas.7 Dalam hal ini yang menjadi objek normatif-yuridis adalah

kekuatan eksekutorial dari putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan

peran pengadilan dalam melaksanakan putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia dan hambatan-hambatan pelaksanaannya dengan Studi Kasus

Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-

BANI/2016.

3. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan peneliti adalah data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang peneliti dapatkan secara langsung sumber

datanya yaitu Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No.

801/II/ARB-BANI/2016 dan daftar pertanyaan atau kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder memiliki pengertian sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data atau peneliti,

melainkan melalui perantara dan studi kepustakaan serta menelaah

Perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Peneliti menggunakan 3 (tiga) bahan hukum, antara lain:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan peraturan perundang-undangan, yaitu :

7 Amiruddin dan Zainal Arifin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 13.

Page 20: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

9

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

b. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang dekat

hubungannya dengan bahan hukum primer, meliputi hasil karya ilmiah

dan hasil penelitian.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan acuan di dalam maupun

diluar bidang hukum yang memberikan informasi penunjang lainnya

yang dapat digunakan dalam Penelitian ini yang berfungsi untuk

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

seperti artikel-artikel majalah, koran, jurnal, kliping dan artikel-artikel

web-based.

4. Metode & Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada studi ini yakni dengan

studi kepustakaan dan wawancara atau isian daftar pertanyaan. Wawancara

dilakukan terhadap narasumber yang dianggap relevan. Sementara itu, studi

kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi untuk mendukung penelitian

ini melalui berbagai literatur seperti buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis dan

Undang-Undang.

5. Metode Analisa

Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian

diuraikan untuk mendapatkan penjelasan yang sistematis. Pengelolaan data

primer dan data sekunder bersifat deduktif yaitu menarik kesimpulan yang

Page 21: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

10

menggambarkan permasalahan secara umum ke permasalahan yang khusus

atau lebih konkret. Setelah bahan hukum diolah dan diuraikan kemudian

dianalisis untuk menjawab permasalahan yang ada.

6. Metode Penulisan

Acuan metode penulisan yang peneliti rujuk mengacu pada “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017” berdasarkan

kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang sudah ditentukan oleh fakultas.

E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah peneliti dalam mengkaji dan menelaah skripsi yang

berjudul “Kekuatan Eksekutorial Dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia dan Hambatan-Hambatannya (Studi Kasus Putusan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No. 801/II/ARB-BANI/2016)”,

Maka dirasa perlu untuk menguraikan kedalam sistematika Penelitian sebagai

gambaran singkat skripsi, yakni sebagai berikut :

BAB I : merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang,

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, rancangan sistem

penelitian. Dengan demikian pada bab I ini merupakan gambaran

kecil pada proses menelaah penelitian hukum.

BAB II : Merupakan bab yang menguraikan kerangka konseptual dan

beragam teori yang meliputi arbitrase, pengertian, asas maupun

prinsip serta uraian tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

Bab II mendeskripsikan perihal kontrak dan wanprestasi. Bab II

menjelaskan pula tentang keterkaitan arbitrase dan pengadilan

serta teori kekuatan eksekutorial. Terakhir, Bab II

Page 22: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

11

mendeskripsikan sedikit terkait tinjauan (review) terhadap kajian

terdahulu.

BAB III : merupakan bab penyajian data penelitian secara deskripsif, dimana

data-data yang dimaksud bukanlah dari opini peneliti melainkan

data yang sesungguhnya sesuai dengan fakta yang ada, terkait

dengan kontrak atau perjanjian bisnis, membahas mengenai

prosedur penyelesaian sengketa dan hasil putusan Badan Arbitrase

Nasional Indonesia (No. 801/II/ARB-BANI/2016) terkait dasar

hukum terjadinya sengketa kontrak (No.PKS.034 / LG.05 / PD.00

/ 1/2012) dan mekanisme eksekusi putusan arbitrase terkait

dampak dari adanya upaya penolakan dan pembatalan melalui

Pengadilan.

BAB IV : merupakan bab yang mendeskripsikan analisa peneliti tentang

peran pengadilan dalam melaksanaan eksekusi putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia dan kekuatan putusan arbitrase

dalam sebuah eksekusi. Selain itu, Bab IV menguraikan pula

bagaimana pelaksanaan dan hambatan-hambatan pelaksanaan

putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

BAB V : merupakan bab penutup yang berisikan tentang simpulan dan

rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari sistematika

penelitian skripsi yang pada akhirnya penelitian ini menarik

beberapa kesimpulan dari penelitian, kajian dan pembahasan

untuk menjawab rumusan masalah serta memberikan rekomendasi

yang dianggap perlu.

Page 23: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab II menguraikan tentang kerangka konseptual dan beragam teori yang

meliputi arbitrase, pengertian, asas maupun prinsip serta uraian tentang Badan

Arbitrase Nasional Indonesia. Bab II mendeskripsikan perihal kontrak dan

wanprestasi. Bab II menjelaskan pula tentang keterkaitan arbitrase dan pengadilan

serta teori kekuatan eksekutorial. Terakhir, Bab II mendeskripsikan sedikit terkait

tinjauan (review) terhadap kajian terdahulu.

A. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Dalam

kerangka konseptual ini dituangkan beberapa konsepsi atau pengertian yang

digunakan sebagai dasar dari penelitian hukum. Berikut kerangka konsepsi yang

digunakan dalam penelitian skripsi ini :

1. Arbitrase

Frank Elkouri dan Edna Elkouri memberikan definisi tentang arbitrase

dalam bukunya yang berjudul How Arbitration Works yang ditulis pada tahun

1974. Kedua beliau menguraikan bahwa :

“Arbitration is a simple proceeding voluntarily chosen by parties who

want a dispute determined by an impartial judge of their own mutual

selection, whose decision, based on merits of the case, they agreed in

advance to accept as final and binding”8.

Oleh beliau menjelaskan bahwa arbitrase adalah proses penyelesaian

atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang

berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau mentaati keputusan

yang diberikan oleh para hakim yang mereka pilih atau tunjuk. Richard

8 Frank Elkouri dan Edna Elkouri sebagaimana dikutip oleh Richard Burton Simatupang,

Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), h. 43.

Page 24: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

13

Burton Simatupang menambahkan jika dasar hukum arbitrase adalah menutut

secara hukum adalah sangat biasa kalau apabila ada dua orang atau pihak yang

terlibat perselisihan atau sengketa mengadakan kesepakatan dan keduanya

menunjuk pihak lain yang oleh mereka berikan wewenang untuk memutus

sengketa. Keduanya-pun bersepakat untuk patuh atau tunduk kepada putusan

yang akan diberikan pihak yang ditunjuk tersebut.

Selain teori atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas,

definisi arbitrase terangkum pula dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU/30/1999) :

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

Bahwa berdasarkan uraian diatas, pandangan ahli dan definisi yang

diberikan oleh undang-undang tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Kedua-duanya menekankan bahwa arbitrase merupakan forum atau wadah

pemutus perselisihan di luar pengadilan berdasarkan atas kesepakatan para

pihak yang terlibat.

2. Perjanjian Arbitrase

Muhibuthabary mengemukakan bahwa syarat utama dari

berlangsungnya suatu arbitrase adalah perjanjian dari para pihak untuk

menyelesaikan sengketa melalui mekanisme arbitrase. Oleh beliau, perjanjian

tersebut dapat lahir sebelum adanya sengketa atau sesudah adanya sengketa.

Dengan adanya perjanjian arbitrase, Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk

mengadili sengketa para pihak tersebut.9

9 Muhibuthabary, “Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999”, Asy-Syari’ah, Vol. 16, No. 2, Agustus 2014, h.

103.

Page 25: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

14

Perjanjian arbitrase harus memenuhi syarat yaitu persetujuan

mengenai perjanjian arbitrase tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian

tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian arbitrase sering juga

disebut sebagai klausul arbitrase yang berada dalam badan perjanjian pokok.

Hal demikian dapat diartikan suatu perjanjian pokok diikuti atau dilengkapi

dengan persetujuan mengenai pelaksanaan arbitrase.

Klausul arbitrase ini diletakkan di dalam perjanjian pokok sehingga

disebut sebagai perjanjian aksesori. Keberadaannya hanya sebagai tambahan

dari perjanjian pokok, sehingga tidak berpengaruh terhadap pemenuhan

perjanjian pokok. Tanpa adanya perjanjian pokok, perjanjian arbitrase ini

tidak bisa berdiri sendiri, karena sengketa atau perselisihan timbul akibat

adanya perjanjian pokok.

3. Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) merupakan lembaga

arbitrase yang diakui eksestensi dan kewenangannya untuk memeriksa dan

memutus sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa di

Indonesia. BANI merupakan lembaga peradilan yang mempunyai status

bebas, otonom, dan juga independen. Pasal 5 (1) UU/30/1999 menentukan

bahwa tujuan dibentuknya BANI maupun institusi arbitrase lainnya adalah

untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa

perdata yang timbul mengenai soal perdagangan, industri, dan keuangan.

Untuk BANI sendiri berkedudukan di Jakarta dan memiliki kantor perwakilan

di beberapa kota besar di Indonesia antara lain: Surabaya, Denpasar, Bandung,

Medan, Pontianak, Palembang, dan Batam.10

10

Anik Entriani, “Arbitrase Dalam Sistem Hukum Indonesia”, An-Nisbah, Vol. 03, No. 02,

April 2017, h. 285.

Page 26: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

15

4. Eksekutorial

Definisi eksekutorial atau eksekusi belum eksplisit diatur dalam

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Akan tetapi, definisi

eksekusi tersirat dalam Pasal 195 HIR/ Pasal 207 RBG yang mana dikatakan :

“Hal menjalankan Putusan Pengadilan Negeri dalam perkara yang

pada tingkat pertama diperiksa oleh Pengadilan Negeri adalah atas

perintah dan tugas pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang pada

tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang diatur dalam

Pasal-Pasal HIR”.

Kemudian Pasal 196 HIR/Pasal 208 dirumuskan ketentuan :

“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi

amar Putusan Pengadilan dengan damai maka pihak yang menang

dalam perkara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan

Negeri untuk menjalankan Putusan Pengadilan itu”.

Berpedoman pada ketentuan HIR dan RBG diatas, maka dapat

diartikan bahwa eksekusi tidak lain merupakan pelaksanaan putusan

pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dimana pelaksanaannya

dapat dilakukan sesegera mungkin oleh pihak termohon eksekusi/kalah

ataupun dilakukan secara paksa oleh pihak pemohon melalui Ketua

Pengadilan Negeri.

B. Teori

1. Arbitrase

a. Pengertian Arbitrase

Arbitrase berasal dari kata arbitrase (latin), arbitrage (Belanda),

arbitration (Inggris), dan arbitrage (Perancis) yang berarti kekuasaan untuk

menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau perdamaian oleh Arbiter

atau Wasit. Sedangkan, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS menyatakan bahwa

arbitrase atau perwasitan adalah metode penyelesaian sengketa diluar

Page 27: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

16

pengadilan dengan memakai jasa wasit atas persetujuan para pihak yang

bersengketa dan keputusan wasit mempunyai kekuatan hukum mengikat.11

Kemunculan arbitrase sebagai istilah maupun konsep, juga berlatar

belakang dari beberapa teori yang berkembang. Oleh Priyatna Abdurrasjid

sebagaimana dikemukakan oleh Huala Adolf bahwa terdapat dua teori atau

filsafat dari alternatif penyelesaian sengketa yaitu : pemberdayaan individu

dan pemecahan masalah dengan bekerja sama.12

Beliau menganggap penting

kedua teori tersebut karena Beliau memandang putusan arbitrase bukan

sebagai hal utama, tetapi bagaimana masalah atau sengketa itu diselesaikan.

Setiap sengketa bagaimanapun juga bersifat sederhana atau sesulit apapun,

dapat diselesaikan dengan diterima oleh semua pihak dengan lapang dada,

apabila ada kerjasama atau ada sikap kooperatif yang ditunjukkan oleh kedua

pihak yang bersengketa. Tanpa adanya sikap kooperatif ini, sengketa yang

sederhana atau sesimpel apa pun akan terasa sulit.

Begitupun dalam agama Islam yang secara tidak langsung memiliki

konsep dasar perihal arbitrase. Fiqh Islam, tahkim (arbitrase) tidak dibahas

secara khusus, walaupun tahkim merupakan bagian dari peradilan (al-qadha).

Tahkim dalam fiqh Islam hanya dibahas secara umum dalam syiqaq

(perselisihan) antara suami istri, seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nisa

ayat 3513

:

11

Iswi Hariyani dkk, Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

2018), h. 140.

12

Priyatna Abdurrasjid sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf dalam, Dasar-Dasar, Prinsip

& Filosofi Arbitrase, (Bandung : Keni Media, 2013), h. 44.

13

Lihat dalam Zainal Ariifin, “Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam”, Himmah, Volume

VII No.8, 2006, h. 67.

Page 28: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

17

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka

kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari

keluarga perempuan.

Kamus al-Munjid, tahkim berarti mengangkat seseorang sebagai wasit

atau juru damai.14

Sedangkan Salam Madkur, dalam al-Qadha Fil al-Islam,

menyatakan bahwa makna tahkim secara terminologis berarti mengangkat

seseorang atau lebih sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih

yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan,

secara damai.15

Dalam istilah sekarang, istilah tahkim itu diterjemahkan

sebagai arbitrase dan orang yang bertindak sebagai wasitnya disebut arbiter

atau hakam.

Meskipun tahkim ini hanya dikhususkan untuk persoalan suami istri,

dalam perkembangan selanjutnya, terutama dipenghujung masa

kepemimpinan al-khulafa al Rasyidin, perwasitan (tahkim) tidak hanya

diterapkan dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum

keluarga dan hukum bisnis, tetapi juga dibidang politik. Ini berarti bahwa

dalam konsep Islam, tahkim tidak hanya terbatas pada masalah keluarga,

tetapi juga menyentuh seluruh bidang perdata, termasuk bidang politik. Hal ini

merupakan penjabaran dari surah An-Nisa ayat 35. Praktik tahkim sudah

berkembang dan menjadi tradisi masyarakat Mekah dan Madinah pra Islam.16

Selanjutnya, Huala Adolf memperkenalkan teori Perdamaian yang

mana arbitrase adalah mekanisme atau cara penyelesaian sengketa yang

diputus oleh pihak ketiga yang disebut arbitrator. Di dalam memutus sengketa,

14

Sebagaimana dikutip oleh Zainal Arifin dari Kamus al-Munjid, h. 67.

15

Sebagaimana dikutip oleh Zainal Arifin dari Salam Madkur, dalam al-Qadha Fil al-Islam,

h. 76

16

Sebagaimana dikutip oleh Zainal Arifin dari Warkum Sumitro, h.78.

Page 29: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

18

arbitrator berperan penting di dalam upayanya mencari penyelesaian yang

win-win solution. Sebelum mencari upaya itu, biasanya arbitrator berupaya

mencari celah atau kemungkinan bagaimana agar para pihak dapat mencapai

perdamaian atau bahkan apabila dimungkinkan out-of-arbitration solution of

disputes. Maksudnya, arbitrator sangat mengharapkan agar ia beserta anggota

majelis arbitrase lain tidak sampai membuat putusan yang sifatnya definitive

atas sengketa yang diserahkan kepadanya. Artinya putusan yang ia keluarkan

berupa putusan siapa yang menang dan siapa yang kalah adalah upaya akhir

apabila memang tidak ada cara lain.17

Huala Adolf menegaskan teori perdamaian ini tercermin dari seluruh

isi Pancasila :

a) Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, sama-sama tercermin dari ajaran

hukum alam, yaitu terciptanya perdamaian.

b) Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mencerminkan

penghargaan terhadap para pihak yang bersengketa, termasuk memberi hak

yang sama kepada para pihak untuk didengar posisinya masing-masing.

c) Sila ketiga, Persatuan, mencerminkan bahwa tugas arbitrase adalah untuk

menciptakan persatuan di antara para pihak. Arbitrase tidak membuat para

pihak terus-menerus bersengketa (berkepanjangan) setelah adanya putusan

arbitrase.

d) Sila keempat, musyawarah untuk mufakat, merupakan sila yang juga

penting dalam arbitrase, yaitu sila yang mensyaratkan para pihak untuk

bermusyawarah dalam berarbitrase. Sila ini juga meletakkan kewajiban

bagi arbitrator untuk menjalankan musyawarah dalam melaksanakan proses

arbitrase.

17

Huala Adolf, Dasar-Dasar Prinsip & Filosofi Arbitrase, (Bandung : Keni Media, 2013),

h.70-71.

Page 30: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

19

e) Sila kelima, Keadilan, adalah sila yang mensyaratkan arbitrase dalam

memutus perkara, yaitu bahwa aspek perdamaian ini juga harus

memperhatikan keadilan.

b. Asas dan Prinsip Arbitrase

Berdasarkan konsep teoritik yang melandasi keberadaan dan eksistensi

arbitrase, bahwa terdapat 5 (lima) asas atau prinsip arbitrase. Kelima asas atau

prinsip dimaksud yaitu18

:

a) Konsensualisme

Arbitrase harus didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam

bentuk Perjanjian Arbitrase. Perjanjian arbitrase dapat dibuat setelah

terjadi sengketa maupun sebelum terjadi sengketa. Tanpa perjanjian

arbitrase, lembaga alternatif penyelesaian sengketa atau lembaga arbitrase

tidak akan bersedia memberikan jasa arbitrase kepada para pihak yang

bersengketa.

b) Otonomi para pihak

Dalam arbitrase, para pihak memiliki otonomi penuh untuk

memilih arbiter, memilih lembaga alternatif penyelesaian sengketa,

memilih prosedur arbitrase dan menentukan jangka waktu penyelesaian

sengketa. Prinsip otonomi para pihak juga diakui dalam perjanjian atau

konvensi internasional.

c) Kepastian hukum

Sebagaimana perjanjian pada umumnya, klausul arbitrase juga

didasarkan pada prinsip kepastian hukum (pacta sun servanda) yang

diakomodasi dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi : “semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Prinsip ini mengikat para pihak yang

membuat kontrak dan pihak ketiga hakim pengadilan maupun arbiter.

18

Iswi Hariyani dkk, h. 140

Page 31: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

20

d) Itikad baik

Asas itikad baik atau good faith dalam arbitrase diakomodasi dari

bunyi Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan “suatu perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik adalah faktor utama

dalam pelaksanaan kontrak bisnis atau lainnya. Jika para pihak memiliki

itikad baik, kontrak atau perjanjian akan berjalan dengan baik sehingga

tidak sampai ada sengketa yang perlu diselesaikan via arbitrase.

e) Sederhana dan cepat

Prinsip sederhana dan cepat berkaitan dengan proses pemeriksaan

perkara via arbitrase yang diharapkan bisa lebih sederhana dan lebih cepat

dibandingkan via pengadilan. Putusan arbitrase bersifat final dan

mengikat, tidak ada upaya hukum banding dan kasasi sehingga bisa

menyederhanakan dan mempercepat penyelesaian perkara.

c. Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) didirikan pada tahun

1977 atas prakarsa Kamar Dagang Indonesia yang dimotori oleh tiga pakar

hukum terkemuka yaitu : Prof. Soebekti, SH., Haryono Tjitrosoebono, SH,

dan Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid. Badan Arbitrase ini dikelola dan diawasi

oleh dewan pengurus dan dewan penasehat yang terdiri atas tokoh-tokoh

masyarakat dan sektor bisnis. Perkembangan ini sejalan dengan arah

globalisasi, dimana penyelesaian sengketa cenderung pada nonlitigasi atau

diluar pengadilan karena bersifat lebih cepat, efisien dan tuntas, sehingga

arbitrase menjadi pilihan para pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa

guna mencapai prinsip-prinsip win-win solution.

a) Peran Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) adalah lembaga

independen yang memberikan jasa beragam yang berhubungan dengan

arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari penyelesaian sengketa di luar

Page 32: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

21

pengadilan. BANI berkedudukan di Jakarta dengan perwakilan di beberapa

kota besar di Indonesia. BANI memiliki peran sebagai lembaga yang

bersifat independen yang menyediakan fasilitas untuk menyelenggarakan

proses penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase. Secara umum BANI

didirikan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Ikut serta dalam upaya proses penegakan hukum di Indonesia dengan

menyelenggarakan proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan

yang dalam hal ini fokus pada sektor perdagangan, industri dan

keuangan.

2) Menyelenggarakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian

sengketa melalui arbitrase atau bentuk alternatif lainnya seperti

negoisasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat yang mengikat

sesuai dengan peraturan prosedur BANI atau peraturan prosedur yang

telah disepakati para pihak yang bersengketa;

3) Bertindak secara otonom dan independen di dalam menegakkan

hukum dan keadilan, khususnya pada bidang-bidang bisnis.

4) Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program

pelatihan atau pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa.

Sengketa yang dapat diperkarakan melalui BANI adalah bidang

perdagangan, sengketa hak menurut hukum dan peraturan perundang-

undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan menurut

peraturan perundang-undangan tersebut dapat diadakan perdamaian. Dalam

hal ini ada beberapa bidang sengketa yang dapat diperkarakan pada BANI

yaitu , korporasi, asuransi, lembaga keuangan, perbankan, telekomunikasi,

fabrikasi, pertambangan, angkutan laut dan udara. Selain itu, termasuk pula

bidang lingkungan hidup, perdagangan, lisensi, franchise, distribusi dan

keagenan, hak kekayaan intelektual, maritim dan perkapalan serta

konstruksi.

Page 33: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

22

b) Prosedur Penyelesaian Sengketa pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Prosedur penyelesaian sengketa pada BANI terdiri atas beberapa

tahapan yang harus dilakukan oleh para pihak diantaranya :

1) Pengajuan Permohonan dan Pendaftaran Arbitrase

Prosedur ini merupakan prosedur pertama yang harus dilalui

oleh para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa pada BANI.

Prosedur arbitrase dimulai dengan permohonan arbitrase oleh pihak

yang memulai proses arbitrase pada sekretariat BANI. Adapun surat

permohonan arbitrase yang diajukan pemohon harus memuat

sekurang-kurangnya :

1) Nama dan alamat para pihak

2) Keterangan tentang fakta-fakta yang mendukung arbitrase

3) Butir-butir permasalahannya

4) Besarnya tuntutan kompensasi yang dituntut

Dalam surat permohonan arbitrase, pemohon harus

melampirkan Salinan naskah akta perjanjian atau nyatakan apabila

terjadi suatu masalah akan menyelesaikannya pada lembaga arbitrase.

Dalam surat permohonan tersebut pemohon dapat menunjuk seorang

arbiter.

Setelah menerima permohonan arbitrase dan dokumen-

dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, sekretariat BANI

selanjutnya mendaftarkan permohonan dalam register BANI.

Selanjutnya pengurus BANI akan memeriksa apakah permohonan

arbitrase sengketa yang diajukan tersebut merupakan kewenangan

BANI. Apabila pengurus BANI menentukan berwenang terhadap

penyelesaian sengketa tersebut maka selanjutnya akan ditunjuk

seorang atau lebih sekretaris majelis arbitrase yang pada fungsinya

untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut.

Page 34: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

23

2) Tanggapan Termohon

Selanjutnya apabila permohonan telah diterima oleh BANI,

maka sekretariat harus menyampaikan satu Salinan permohonan

arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada termohon dan

meminta untuk termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis.

Adapun batas waktu yang diberikan kepada termohon untuk

menyampaikan tanggapan tertulis tersebut adalah maksimal 30 hari.

Dalam pernyataan tanggapan yang berasal dari termohon, ia

dapat menunjuk seorang arbiter, dan apabila ia tidak menunjuk seorang

arbiter maka termohon dianggap penunjukan arbiter menjadi

wewenang mutlak dari BANI.

3) Pembentukan Majelis Arbitrase

Seorang arbiter harus mempunyai sertifikat arbitrase yang

diakui oleh BANI dan atau persyaratan lain yang disyaratkan oleh

BANI. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Berwenang atau cakap melakukan tindakan-tindakan

hukum.

2) Sekurang-kurangnya berusia 35 tahun.

3) Tidak memiliki hubungan keluarga berdasarkan

perkawinan atau keturunan sampai dengan keturunan ketiga

dengan para pihak bersengketa.

4) Tidak memiliki kepentingan keuangan ataupun terhadap

hasil penyelesaian arbitrase.

5) Berpengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dan

menguasai secara aktif bidang yang dihadapi.

6) Tidak sedang menjalani atau bertindak sebagai hakim,

jaksa, panitera pengadilan, atau pejabat pemerintah lainnya.

Page 35: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

24

Karena pemohon dan termohon dapat mengajukan seorang

arbiter maka apabila pemohon mengajukan permohonan untuk hanya

penyelesaian sengketa menggunakan arbiter tunggal dan mendapat

persetujuan dari termohon maka ketua BANI dapat menunjuk orang

tersebut sebagai arbiter tunggal dalam menyelesaikan sengketa

tersebut.

Apabila pemohon dan termohon sepakat bahwa majelis

arbitrase terdiri dari 3 orang dan para pihak (pemohon dan termohon)

telah menunjuk arbiternya masing-masing, maka ketua BANI

menunjuk seorang arbiter yang akan mengetuai majelis arbitrase

tersebut. Penunjukan arbiter tersebut dengan memperhatikan usul-usul

yang diberikan oleh pemohon ataupun termohon dan kapasitas serta

kapabilitas dalam menangani sengketa tersebut.

4) Pemeriksaan Arbitrase

Setelah majelis arbitrase terbentuk, maka majelis tersebut akan

memeriksa dan menyelesaikan sengketa tersebut antara para pihak atas

nama BANI sehingga dapat melaksanakan segala kewenangan yang

dimiliki oleh BANI atas yang ada hubungannya dengan proses

pemeriksaan dan pengambilan putusan-putusan terhadap sengketa

tersebut.

Setelah menerima berkas perkara, maka majelis arbitrase dapat

membuat keputusan apakah akan memeriksa sengketa ini hanya

dengan memeriksa berkas-berkas saja atau dengan memanggil para

pihak. Majelis berhak membuat suatu ketetapan yang dianggap perlu

dan bersifat mengikat para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa.

Majelis pertama-tama harus dapat mengupayakan mencari jalan

lain yaitu perdamaian para pihak. Baik atas upaya para pihak sendiri

atau melalui pihak ketiga atau bantuan mediator yang independen

Page 36: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

25

dengan bantuan majelis arbitrase apabila disetujui oleh para pihak.

Apabila perdamaian dapat tercapai maka majelis arbitrase akan

menyiapkan suatu memorandum persetujuan damai secara tertulis dan

mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan dari majelis

arbitrase pada para pihak, sehingga para pihak wajib menjalankan

putusan majelis tersebut dengan cara yang baik.

Apabila tidak mencapai suatu perdamaian maka akan

dilanjutkan dengan pemeriksaan yang tidak boleh lebih dari 180

(seratus delapan puluh) hari. Proses selanjutnya yaitu pembuktian

BANI ini dilihat dari fakta-fakta yang dimana fakta ini merupakan

dasar dari tuntutan dan jawaban dari sengketa yang ada. Majelis

arbitrase juga melihat bukti-bukti tersebut apakah relevan dengan hal-

hal yang disengketakan begitu juga terhadap saksi-saksi yang

dihadirkan oleh para pihak dan saksi-saksi sebelum menyampaikan

keterangan harus disumpah terlebih dahulu.

Sistem pembuktian yang digunakan BANI sama seperti yang

digunaan dalam lingkungan pengadilan dengan asas dan konsekuensi

sebagai berikut :

1) Pihak pemohon wajib membuktikan dalil dari surat tuntutan

yang diajukan tersebut.

2) Pihak termohon juga wajib membuktikan dalil dari jawaban

atas tuntutan yang diajukan oleh pemohon.

3) Dalam hal ini dalil berada dalam keadaan seimbang, wajib

dibagi dua dengan cara menitikberatkan pembebanan wajib

bukti kepada pihak yang paling mudah membuktikan dalil.

Persidangan diselenggarakan di tempat yang ditetapkan oleh

BANI dan atas kesepakatan para pihak, adapun rapat-rapat internal

majelis arbitrase dan sidang arbitrase dapat juga dilakukan dengan

menggunakan sarana teknologi yaitu internet apabila dianggap perlu.

Page 37: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

26

Selama proses persidangan arbitrase berlangsung, maka

dilakukan dengan sifat tertutup untuk umum dan segala hal yang

berkaitan dengan penunjukan arbiter termasuk dokumen-dokumen,

laporan/catatan-catatan sidang, keterangan saksi, dan putusan-putusan

harus dijaga kerahasiaannya diantara para pihak, para arbiter dan

BANI kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

5) Penetapan Putusan Arbitrase

Setelah pengajuan bukti, kesaksian dan persidangan telah

dianggap cukup oleh majelis arbitrase, maka persidangan mengenai

sengketa tersebut haruslah ditutup oleh ketua majelis yang kemudian

menetapkan suatu sidang untuk penyampaian putusan akhir. Putusan

diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah

pemeriksaan ditutup.

Majelis arbitrase dalam memutuskan sengketa harus taat pada

ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aequo et

bono), namun apabila para pihak memberikan wewenang yang bebas

kepada majelis untuk memutus sengketa berdasarkan keadilan dan

kepatutan tersebut maka majelis dapat mengingkari peraturan

perundang-undangan.

Dalam hal majelis terdiri dari 3 (tiga) arbiter atau lebih, maka

pengambilan putusan arbitrase dengan suara mayoritas, namun apabila

tidak tercapai suara mayoritas maka ketua majelislah yang memiliki

wewenang untuk memutus sendiri tanpa memperhatikan anggota

arbiter lain.

Adapun putusan arbitrase harus memuat beberapa hal

diantaranya adalah :

1. Kepala putusan berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”.

Page 38: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

27

2. Nama lengkap dan alamat para pihak.

3. Uraian singkat sengketa.

4. Pendirian para pihak.

5. Nama lengkap dan alamat arbiter.

6. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase

mengenai keseluruhan sengketa.

7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat

dalam mejelis arbitrase.

8. Amar putusan.

9. Tempat dan tanggal putusan.

10. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

6) Penyampaian dan Pendaftaran Putusan Arbitrase

Dalam putusan tersebut majelis arbitrase menetapkan suatu batas

waktu bagi pihak yang kalah untuk menjalankan putusan tersebut.

Majelis arbitrase juga harus menyampaikan putusan kepada para pihak

dan selanjutnya 2 lembar Salinan untuk BANI, yang mana salah satu

salinan pada BANI tersebut akan diserahkan pada Pengadilan Negeri

guna didaftarkan.

Dengan telah didaftarkannya putusan arbitrase tersebut maka

putusan tersebut bersifat mengikat dan final pada para pihak. Para pihak

yang menang dapat meminta Pengadilan Negeri untuk melaksanakan

eksekusi terhadap putusan sengketa arbitrase tersebut.

2. Kontrak dan Wanprestasi

Terminologi kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract.19

Oleh H.

Purwosusilo mengedepankan terminologi berbahasa Belanda yaitu

19

Abu Sopian, “Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah”, h. 2.

Page 39: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

28

“overeentkomst” yang diterjemahkan dengan istilah “perjanjian”.20

H.

Purwosusilo menjabarkan definisi kontrak sebagai komitmen diantara dua pihak

atau lebih pihak yang dapat menimbulkan atau menghilangkan hubungan hukum.

Abu Sopian memberikan definisi kontrak sebagai21

:

“kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory

agreement) diantara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan,

memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum”.

Beliau lebih lanjut menguraikan kontrak berdasarkan Pasal 1319

KUHPerdata adalah :

“perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Meskipun kontrak atau perjanjian memiliki persamaan karena keduanya

dapat menimbulkan atau menghilangkan hubungan hukum, tetapi kontrak dan

perjanjian memiliki perbedaan dari segi teknis pelaksanannya. H. Purwosusilo

lebih terperinci mengemukakan bahwa tidak semua perjanjian dapat berupa lisan

maupun tulisan, sehingga perjanjian yang dibuat secara tertulis disebut kontrak.

Kontrak dalam pelaksanaan selalu dibuat tertulis dan harus memenuhi syarat-

syarat sahnya suatu perjanjian.22

Kontrak terdiri atas dua bentuk yaitu kontrak tersebut adalah kontrak

nominaat (mempunyai nama khusus) dan kontrak innominaat (tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu). Perincian kontrak nominaat telah tercantum dalam

buku III KUHPerdata yaitu sewa-menyewa, tukar-menukar, jual-beli, hibah,

20

H. Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa, (Jakarta : Kencana, 2017, h. 67.

21 Abu Sopian, h. 2

22

H. Purwosusilo.

Page 40: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

29

penitipan barang, pemberian kuasa serta perdamaian.23

Berbeda halnya dengan

kontrak nominaat, kontrak innominaat belum tercantum dalam KUHPerdata

melainkan timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Perincian kontrak

adalah leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture,

kontrak karya, dan production sharing.

Prinsip atau asas kontrak adalah prinsip yang harus dipegang oleh kedua

pihak yang telah mengikatkan diri ke dalam hubungan kontrak.24

Dalam hukum

perdata termuat prinsip kontrak yang utama dan terdiri atas lima prinisip sebagai

berikut 25

:

a. Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak. Kebebasan

berkontrak termasuk juga kebebasan untuk mengatur sendiri isi

kontrak tersebut. Meskipun demikian, bukan berarti dapat kontrak

dapat dilakukan sebebas-bebasnya, terdapat juga pembatasan yang

dterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Parameter

kebebasan berkontrak antara lain tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kepatutan dan kesusilaan.

b. Mengikat Sebagai Undang-Undang

Semua perjanjian atau kontrak yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kontrak tidak

dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak atau

karena alasan-alasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

23

Kamil, Azahery Insan, dkk, “Hukum Kontrak Dalam Perspektif Komparatif (Menyorot

Perjanjian Bernama Dengan Perjanjian Tidak Bernama”, Jurnal Serambi Hukum, Volume 08 No. 02

(2014-2015) , h.. 138 – 139.

24

Abu Sopian, h. 2-3

25

H. Purwosusilo, h. 66-80.

Page 41: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

30

c. Konsensualitas

Pasal 1320 KUHPerdata menentukan bahwa sebuah kontrak

sudah terjadi dan kerenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak

terjadi kata sepakat atau konsensus mengenai unsur pokok dari kontrak

yang diadakan. Kontrak menjadi sah jika sudah tercapai kesepakatan

mengenai unsur pokok kontrak.

d. Itikad Baik

Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan bahwa persetujuan-

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun fungsi

itikad baik dalam kontrak yaitu semua kontrak harus ditafsirkan sesuai

dengan itikad baik. Kedua, fungsi menambah yang maksudnya hakim

dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu. Ketiga, fungsi

membatasi dan meniadakan yang mana hakim dapat

mengesampingkan isi perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.

Salim H.S. menggolongkan empat syarat sahnya perjanjian atau kontrak

berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut26

:

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara

satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Terdapat lima cara

terjadinya persesuaian pernyataan kehendak , yaitu dengan :

1) Bahasa yang sempurna dan tertulis.

2) Bahasa yang sempurna secara lisan

3) Bahasa yang tidak sempurna adalah dapat diterima oleh pihak

lawan karena dalam kenyataannya seringkali seseorang

26

Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika,

2004), h. 33-34

Page 42: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

31

menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi

dimengerti oleh pihak lawannya

4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

5) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak

lawan.

Umumnya, para pihak mengacu ke penggunaan bahasa yang

sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan

kontrak secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum

bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala

timbul sengketa di kemudian hari.

b. Kecakapan bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang

akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan

mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan

mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum.

c. Adanya objek

Suatu kontrak mengharuskan adanya objek atau prestasi. Objek

atau prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang

menjadi hak kreditur. Prestasi sendiri terdiri atas :

1) Memberikan sesuatu.

2) Berbuat sesuatu.

3) Tidak berbuat sesuatu.

d. Adanya kausa halal

Kausa halal dalam arti suatu kontrak tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Apabila

kontrak yang diadakan melanggar ketentuan kausa halal, maka kontrak

atau perjanjian tersebut batal demi hukum. Batal demi hukum bahwa

dari semula kontrak tersebut dianggap tidak ada.

Page 43: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

32

Sebagaimana telah diketahui bahwa prestasi atau objek adalah wajib

harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan karena prestasi merupakan isi

daripada perikatan. Sementara itu, apabila debitur tidak memenuhi prestasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, ia dikatakan wanprestasi

(kelalaian). Wanprestasi sendiri terdiri atas empat macam, yaitu 27

:

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.

2. Tidak tunai memenuhi prestasi.

3. Terlambat memenuhi prestasi.

4. Keliru memenuhi prestasi.

Apabila debitur tidak memenuhi perikatannya (wanprestasi) ataupun pada

perikatan-perikatan di mana pernyataan lalai tidak disampaikan kepada debitur,

tetapi tidak diindahkannya, maka debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan.

Hak-hak kreditur adalah sebagai berikut 28

:

1. Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);

2. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal

balik, menuntut pembatalan perikatan (ontbinding);

3. Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding);

4. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;

5. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.

Atas timbulnya wanprestasi oleh debitur, maka kreditur berhak menuntut

dan memperoleh ganti kerugian dari debitur. Kreditur terlebih dahulu

memberikan teguran atau somasi terhadap debitur. Apabila telah dilakukan

somasi, maka kreditur berhak untuk meminta ganti rugi terhadap debitur. Ganti

rugi yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah 29

:

27

H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni,

2006), h., 220.

28

Sedyo Prayogo, “Penerapan Batas-Batas Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum

Dalam Perjanjian”. Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume III No. 2. 2016, h. 284.

29

Salim H.S., h. 100-101.

Page 44: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

33

1. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan

kerugian.

2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh.

Akan tetapi, dalam keadaan tertentu debitur tidak melakukan penggantian

biaya, kerugian maupun bunga. Keadaan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau

2. Terjadinya secara kebetulan, dan atau

3. Keadaan memaksa.

Keadaan memaksa terbagi atas dua macam yaitu keadaan memaksa

absolut dan keadaan memaksa yang relatif. Keadaan memaksa absolut adalah

suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya

kepada kreditur yang diakibatkan oleh bencana alam. Keadaan memaksa relatif

adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk

melaksanakan prestasinya. Namun, pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan

dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau menggunakan

kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa

bahaya yang sangat besar.

3. Keterkaitan Arbitrase dan Pengadilan

Arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan.30

Arbitrase membutuhkan bantuan pengadilan dalam rangka menegakkan klausula

arbitrase agar institusi ini diakui baik oleh hukum nasional maupun internasional.

Berdasarkan Undang-Undang Arbitrase, terdapat beberapa aturan atau

pasal yang melibatkan peran pengadilan negeri dalam sengketa yang berklausula

arbitrase. Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64

Undang-Undang Arbitrase. Agar putusan arbitrase dapat dilaksanakan, putusan

30

Prijatni Sawadi, “Peranan Pengadilan dan Manfaat Penyelesaian Sengketa Melalui

Arbitrase”, (Tesis S-2 Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2003), h. 96.

Page 45: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

34

tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri

dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan

arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan.

Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan

yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan negeri tidak

diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase

tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki ketua pengadilan negeri sebatas

pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan arbitrase nasional yang

dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

4. Teori Kekuatan Eksekutorial

Suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau

sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya, hal tersebut tidak berarti semata-

mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan juga pelaksanaannya

atau eksekusinya secara paksa.31

Novreddy Sihombing mengemukakan bahwa

putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap memiliki 3 (tiga) macam

kekuatan, sehingga putusan tersebut dapat dilaksanakan yaitu :

a) Kekuatan mengikat, yaitu pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan

patuh pada putusan yang dijatuhkan.

b) Kekuatan pembuktian, yaitu putusan yang dalam bentuk tertulis, yang

merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai

alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan

banding, kasasi atau pelaksanaannya.

c) Kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang

ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.

31

Soedikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Novreddy Sihombing, Kekuatan Hukum

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, JOM Fakultas Hukum, Volume 2 No. 1 Februari

2015, h. 4.

Page 46: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

35

Eksekusi merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh

pengadilan kepada pihak yang kalah pada suatu perkara yang diajukan dimuka

pengadilan. Dapat dikatakan eksekusi tiada lain yaitu suatu tindakan yang

berkesinambungan dari keseluruhan hukum acara perdata.32

Putusan untuk dapat

dilaksanakan secara paksa harus memuat kepala putusan yang berbunyi “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, pencantuman tersebut

memberikan kekuatan eksekutorial pada putusan tersebut sehingga penghapusan

kalimat demikian mengakibatkan putusan menjadi batal demi hukum.

Purwoto S. Gandasubrata mengemukakan asas-asas hukum eksekusi yang

harus diperhatikan dalam pelaksanaan eksekusi adalah:

a) Eksekusi dijalankan atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum

tetap, apabila tereksekusi tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela,

kecuali undang-undang menentukan lain.

b) Yang dapat dieksekusi adalah amar putusan yang bersifat penghukuman

(condemnatoir), sedangkan putusan yang bersifat konstitutif atau declaratoir

tidak memerlukan eksekusi.

c) Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan ketua pengadilan

Negeri yang bersangkutan, dilaksanakan oleh panitera dan juru sita dengan

bantuan alat kekuasaan Negara di mana diperlukan.

d) Eksekusi dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, secara terbuka dan diusahakan supaya perikemanusiaan dan

perikeadilan tetap terpelihara.

Pada asasnya, putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum yang tetap, karena dalam putusan yang telah

berkekuatan hukum yang tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang

tetap dan pasti antara pihak yang berperkara. Hal ini disebabkan hubungan hukum

antara pihak yang berperkara sudah tetap dan pasti yaitu, hubungan hukum itu

32

M. Yahya Harahap sebagaimana dikutip oleh Novreddy Sihombing, h.5.

Page 47: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

36

mesti ditaati dan mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (pihak tergugat) baik

secara sukarela atau secara paksa dengan bantuan kekuatan hukum.

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian ini, peneliti melakukan

pelusuran kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, berikut kajian

terdahulu yang Peneliti temukan:

1. Fitriana, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Tahun 2015,

berbentuk skripsi dengan judul “UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN

ARBITRASE NASIONAL (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 15/PUU-XII/2014)” Skripsi ini tidak menekankan

pada pelaksanaan putusan arbitrase dan terbatas pada pembatalan putusan

arbitrase nasional dengan melakukan pengujian materill perundang-undangan

melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014. Berbeda

halnya dengan peneliti yang memfokuskan pada peranan pengadilan dalam

melaksanakan eksekusi putusan arbitrase dan kekuatan hukum eksekutorial

hasil putusan badan arbitrase. Selain itu, peneliti memusatkan perhatian pada

pelaksanaan eksekutorial Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan hambatan-

hambatan yang dihadapi pasca putusan arbitrase dijatuhkan.

2. Helmi Abdullah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Tahun 2016, berbentuk Skripsi dengan judul “PENERAPAN PRINSIP

ARBITRASE DI INDONESIA DALAM STUDI SENGKETA

KEPEMILIKAN TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA (MNC TV)”. Karya

ilmiah ini menguraikan implementasi teori-teori arbitrase dalam suatu proses

penanganan sengketa, akan tetapi karya ini tidak mengaitkan analisanya terkait

kekuatan hukum eksekutorial hasil putusan badan arbitrase dan fungsi

pengadilan dalam melaksanakan eksekusi putusan arbitrase serta kelemahan

atau kendala yang dihadapi pasca putusan arbitrase dijatuhkan. Berbanding

dengan peneliti yang tidak hanya menguraikan teori-teori arbitrase dalam

Page 48: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

37

penelitian, tetapi juga mengaitkannya dengan peranan pengadilan dalam

melaksanakan eksekusi putusan arbitrase dan kekuatan hukum eksekutorial

hasil putusan badan arbitrase. Peneliti juga memusatkan pada pelaksanaan

eksekutorial Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan hambatan-hambatan yang

dihadapi pasca putusan arbitrase dijatuhkan.

3. Joejoen Tjahjani, berbentuk jurnal dengan judul “PERANAN PENGADILAN

DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE”. Jurnal ini menerapkan

metode penelitian normatif tanpa melampirkan studi kasus untuk lebih

menguatkan pembahasan maupun data penelitian. Peneliti selain membahas

tentang peranan pengadilan dalam pelaksanaan putusan, peneliti juga

menambahkan atau melampirkan dalam pembahasan berupa putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia No. 801/II/ARB-BANI/2016.

4. Andi Musfira Asnur, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar,

Tahun 2017, berbentuk Skripsi dengan judul “PERANAN MEDIATOR

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KEWARISAN PADA

PENGADILAN AGAMA SENGKANG KELAS IB”. Skripsi ini menguraikan

salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yakni mediasi. Analisis

dalam penelitian ini sebatas mendeskripsikan dan menganalisis fungsi dan

manfaat mediasi dalam penyelesaian sengketa dalam ruanglingkup peradilan

agama dengan penekanan pada proses yang dilakukan oleh mediator dalam

menyelesaikan sengketa kewarisan, efektivitas mediator dan peranannya dalam

menyelesaikan sengketa kewarisan Pengadilan Agama Sengkang Kelas I B.

Sedangkan peneliti memfokuskan pada peranan pengadilan dalam

melaksanakan eksekusi putusan arbitrase dan kekuatan hukum eksekutorial

hasil putusan badan arbitrase. Selain itu, peneliti lebih memusatkan perhatian

pada pelaksanaan eksekutorial Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan

hambatan-hambatan yang dihadapi pasca putusan arbitrase dijatuhkan.

Page 49: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

38

BAB III

PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA NO. 801/II/ARB-

BANI/2016)

Bab III menyajikan duduk masalah sengketa dan hasil putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (No. 801/II/ARB-BANI/2016) terkait dasar hukum

terjadinya sengketa kontrak (No.PKS.034 / LG.05 / PD.00 / 1/2012). Tambahan pula,

Bab III menguraikan apa yang menjadi pertimbangan dan amar putusan BANI.selain

itu, Bab III juga mendeskripsikan mekanisme eksekusi putusan arbitrase terkait

dampak dari adanya upaya penolakan dan pembatalan melalui Pengadilan.

A. Duduk Masalah Sengketa dan Hasil Putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (No. 801/II/ARB-BANI/2016) Terkait Dasar Hukum Terjadinya

Sengketa Kontrak (No.PKS.034/LG.05/PD.00/1/2012).

1. Posisi Kasus

Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan bagian yang sangat

penting dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bagi pemerintah,

ketersediaan barang dan jasa pada setiap instansi pemerintah maupun lembaga

negara lainnya akan menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan tugas

dan fungsi masing-masing unit kerja. Tanpa sarana dan prasarana yang

memadai tentu saja jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu

dan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.33

Hal yang sama juga berlaku

bagi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan

Informatika (BP3TI) Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan

Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik

33

Abu Sopian sebagaimana dikutip oleh Taufik Hasudungan Sihotang dkk, “Perlindungan

Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong

(Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang”,

USU Law Journal, Vol. 5. No. 1 (Januari 2017), h. 41.

Page 50: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

39

Indonesia yang menginginkan setiap desa memiliki akses internet untuk

mempermudah masyarakat mengakses informasi atau semacamnya.

Pada tanggal 05 Januari 2012, PT. Telekomunikasi Selular

(selanjutnya disebut Termohon I) dan Balai Penyedia dan Pengelola

Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia (selanjutnya disebut Termohon II) telah

menandatangani perjanjian dengan PT. Indo Pratama Teleglobal untuk 3 Paket

Pekerjaan Proyek Desa Pinter.34

Untuk melaksanakan proyek Desa Pinter, Termohon I telah

mengadakan kerjasama dengan Pemohon yang ketika itu dilaksanakan atas

nama Konsorsium Teleglobal Aprotech dibawah Perjanjian Kerjasama

Penyediaan Layanan Jasa Akses Internet Pedesaan (Desa Pinter) No.

PKS.034/LG.05/PD-00/I/2012 tanggal 20 Februari 2012 dan Perjanjian

Novasi No. 031/LO.01/IP-01/II/2013 tanggal 11 Maret 2013 dan Amandemen

I terhadap Perjanjian Kerjasama No. Telkomsel : Amd.705/LG.05/PD-

00/XII/2014 dan No. Mitra : 221/IPT/TSEL/DPN-AMD1/XII/2014 tanggal 18

Desember 2014 dan Amandemen II terhadap Perjanjian Kerjasama No.

Telkomsel AMD. 516/LG.05/PD-00/IX/2015 dan Mitra :

096/AMD2/PKS.034/TSEL/IX/15 tanggal 01 September 2015. Pada saat

perjanjian tersebut diadakan, Termohon II ikut menandatangani dan

menyatakan “mengetahui dan menyetujui” nya.

Proyek Desa Pinter pun telah beroperasi dan telah dilaksanakan

bahkan telah dinikmati oleh masyarakat sejak bulan April 2013. Akan tetapi,

Termohon II kemudian menghentikan Proyek Desa Pinter berdasarkan surat

Termohon II No : B-191/KOMINFO/BPPPTI.31.4/KS.01.08/3/2015 tanggal

03 Maret 2015. Oleh karena proyek tersebut dihentikan secara sepihak oleh

34

Arni WInarsih, “Wanprestasi Dalam Kontrak Pengadaan Barang Pemerintah”, Fakultas

Hukum, Universitas Narotama Surabaya, h. 2.

Page 51: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

40

Termohon II, maka Pemohon menuntut Termohon II untuk membayar

pendapatan jasa pelayanan atau bagi hasil periode April 2013 sampai dengan

Juni 2014 kepada Termohon I.35

Termohon II mendalilkan tidak dapat melakukan pembayaran dengan

alasan :

a. Adanya perubahan struktur organisasi Termohon II sehingga sulit

melakukan rekonsiliasi data;

b. Adanya temuan-temuan BPK-RI yang mesti Termohon II tindak lanjuti

c. Adanya pemblokiran anggaran oleh Kementerian Keuangan adanya

penghentian izin perpanjangan kontrak tahun jamak (multi years) oleh

Kementerian Keuangan

Pemohon kesulitan melakukan penagihan atas pendapatan bagi hasil /

revenue sharing serta pengembalian biaya investasi kepada Termohon I dan

Termohon II. Pemohon kemudian menagih kepada Badan Arbitrase Nasional

Indonesia untuk memeriksa dan memutus permohonan Pemohon.

Penyelesaian sengketa pengadaan barang dan jasa pemerintah khususnya

antara PT. Telekomunikasi Selular (Termohon I) dan Balai Penyedia dan

Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi

dan Informatika Republik Indonesia (Termohon II) dan PT. Indo Pratama

Teleglobal untuk 3 (Penggugat) telah diatur dalam Pasal 85 Perpres No. 16

Tahun 2018, dinyatakan dalam ayat (1) :

“Penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam

pelaksanaan kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian

sengketa kontrak, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan”.36

35

Robin A. Suryo dan Agita M. Ulfa dari Dixit., hlm. 17.

36

Robin A. Suryo dan Agita M. Ulfa , “Teori Kontrak Dan Implikasinya Terhadap Regulasi

Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah”, Jurnal Pengadaan. Volume 3. No.3, 2013, h. 17.

Page 52: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

41

Berdasarkan Pasal 85 Perpres No. 16 Tahun 2018 bahwa penyelesaian

perselisihan antara pemerintah dan penyedia barang dan jasa dapat melalui

jalur litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi berarti penyelesaian perselisihan

melalui pengadilan dan jalur non litigasi dapat dilakukan dengan cara

arbitrase.

B. Pertimbangan dan Amar Putusan Putusan Badan Arbitrase Nasional

Indonesia Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

Atas permohonan yang diajukan oleh Pemohon dan setelah Majelis

Arbitrase memeriksa dengan seksama permohonan Pemohon, Jawaban

Termohon I dan Termohon II, bukti-bukti, maka Majelis Arbitrase memiliki

sejumlah pertimbangan yaitu :

a. Bahwa untuk melaksanakan proyek Penyediaan Jasa Akses

Telekomunikasi Dan Informatika Pedesaan KPU/USO, Termohon I

telah mengadakan kerja sama dengan Pemohon dibawah Perjanjian

Kerjasama Penyediaan Layanan Jasa Akses Internet Pedesaan (Desa

Pinter) No. PKS.034/LG.05/PD-00/I/2012 tanggal 20 Februari 2012 dan

Perjanjian Novasi No. 031/LO.01/IP-01/II/2013 tanggal 11 Maret 2013

dan Amandemen I terhadap Perjanjian Kerjasama No. Telkomsel :

Amd.705/LG.05/PD-00/XII/2014 dan No. Mitra : 221/IPT/TSEL/DPN-

AMD1/XII tanggal 18 Desember 2014 dan Amandemen II terhadap

Perjanjian Kerjasama No. Telkomsel AMD. 516/LG.05/PD-00/IX/2015

dan Mitra : 096/AMD2/PKS.034/TSEL/IX/15 tanggal 1 September

2015 yaang secara keseluruhan disebut “Perjanjian Kerjasama”.

Termohon II ikut menandatangani Perjanjian Kerjasama antara

Pemohon I dan Termohon I dan menyatakan “Mengetahui dan

Menyetujui” diatas tandatangan Termohon II.

b. Bahwa untuk menilai apakah perjanjian antara Pemohon dan Termohon

I sah menurut hukum, majelis arbitrase perlu mempertimbangkan Pasal

Page 53: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

42

1320 KUHPerdata yang menyatakan untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat yaitu :

1) Perjanjian-perjanjian tersebut jelas mengatur tentang hak-hak dan

kewajiban para pihak dengan syarat-syarat yang jelas dan objek

yang jelas dan ditandatangani oleh masing-masing pihak yang

berwenang atau kompeten

2) Karena perjanjian ditandatangani oleh masing-masing pihak yang

berkompeten atau cakap untuk itu sehingga syarat kecakapan untuk

membuat perikatan telah terpenuhi

3) Terdapat objek yang jelas yaitu hal tentang Penyediaan Layanan

Jasa Akses Internet Pedesaan (Desa Pinter) di Provinsi Sumatera

Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Kalimantan Timur

sehingga syarat hal tertentu telah terpenuhi

4) Kausa yang halal, Program Penyediaan Layanan Jasa Akses

Pedesaan (Desa Pinter) di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi

Sumatera Barat dan Provinsi Kalimantan Timur dinilai juga telah

melalui proses yang benar melalui tahapan-tahapan pengadaan

barang dan jasa sesuai dengan ketentuan hukum tentang pengadaan

barang dan jasa dan diakhiri dengan dibuatnya perjanjian yang sah

dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang berwenang untuk itu.

Sehingga menurut majelis arbitrase, perjanjian antara Pemohon dan

Termohon I adalah sah memenuhi syarat-syarat sebagaimana PAsal

1320 KUHPerdata. Bahwa selain itu, majelis arbitrase juga menilai

bahwa ikut ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara Pemohon

dan Termohon I oleh Termohon II serta dibubuhkannya kata-kata

mengetahui dan menyetujui diatas tandatangan oleh Termohon II

maka hak tersebut membuktikan Termohon II ikut serta dan setuju

serta terikat dengan perjanjian antara Pemohon dan Termohon I.

Page 54: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

43

c. Bahwa kedudukan Termohon II sebagai badan hukum publik, tetapi

ketika Termohon II melakukan perikatan dengan pihak lain dalam

sebuah perikatan untuk kerjasama bisnis maka tindakan Termohon II

tersebut murni merupakan perbuatan melawan hukum dalam lingkup

hukum perdata / hukum privat dan tunduk pada ketentuan-ketentuan

hukum privat termasuk juga ketika Termohon II turut menandatangani

perjanjian antara Pemohon dan Termohon I dan dibubuhkan pernyataan

mengetahui dan menyetujui maka berarti Termohon II sebagai subjek

hukum turut mengikatkan diri dan tunduk pada perjanjian tersebut serta

ketentuan-ketentuan hukum privat yang mengaturnya.

d. Bahwa ketika pihak ketiga turut serta menandatangani dan yang

bersangkutan menyatakan mengetahui dan menyetujui pada suatu

perjanjian artinya pihak tersebut turut serta sebagai pihak dalam

perjanjian dan yang bersangkutan memiliki hak dan kewajiban

mengikuti apa yang tertuang dalam perjanjian sepanjang terdapat

keterkaitan dengan pihak ketiga tersebut dan dianggap sebagai pihak

yang turut serta membuat perjanjian tersebut.

e. Majelis Arbitrase menyimpulkan bahwa tidak tersedianya anggaran atau

tidak cukupnya anggaran atau dihentikannya anggaran oleh pemerintah

atas Proyek Desa Pinter tidak dapat dijadikan alasan oleh Termohon II

dalam kedudukan sebagai subjek hukum perdata untuk tidak melakukan

pembayaran atas prestasi yang telah diselesaikan oleh Termohon I dan

Pemohon berdasarkan Perjanjian Kerjasama atau menghindarkan diri

dari tanggungjawab atas penandatanganan Perjanjian yang telah

dilakukan Termohon II atau untuk menghentikan pelaksanaan Proyek

Desa Pinter secara sepihak.

f. Bahwa adanya temuan atau rekomendasi dari BPK-RI tidaklah serta

merta atau setidaknya tidak boleh menghambat kesepakatan yang telah

sah dibuat sebelumnya oleh Termohon I dan Termohon II juga

Page 55: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

44

kesepakatan antara Termohon I, Termohon II dan Pemohon. Majelis

arbitrase berpendapat adanya restrukturisasi di organisasi Termohon II

tidak membatalkan atau paling tidak Pemohon dan Termohon I yang

terikat dalam perjanjian dengan Termohon II tidak boleh dirugikan dan

restrukturisasi semata-mata persoalan Termohon II.

g. Untuk izin perpanjangan kontrak tahun jamak (multi years) yang tidak

disetujui oleh Kementerian Keuangan, Majelis Arbitrase berpendapat

karena prestasi kerja yang menjadi permasalahan dalam perkara a quo

adalah prestasi atau layanan sebelum tahun 2015 maka perpanjangan

kontrak tahun jamak yang tidak disetujui tidak dapat dijadikan alasan

untuk tidak membayar prestasi atau layanan Pemohon sebelum proyek

dihentikan.

h. Paket pekerjaan I Proyek Desa Pinter Provinsi Sumatera Utara dan

Paket Pekerjaan II Proyek Desa Pinter Provinsi Sumatera Barat dan

Paket Pekerjaan III Provinsi Kalimantan Timur masing-masing untuk

kurun waktu April 2013 sampai dengan Desember 2013 serta Paket

Layanan sejak bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2014 telah

diselesaikan oleh Pemohon dan telah pula diserahterimakan. Selain itu,

untuk melaksanakan paket-pkaet pekerjaan tersebut Pemohon telah

mengeluarkan biaya-biaya investasi, biaya yang mana diharapkan jika

Proyek Desa Pinter dilaksanakan oleh Pemohon dapat diselesaikan

sesuai dengan perjanjian maka biaya-biaya investasi yang dikeluarkan

diawal proyek dapat kembali.

i. Bahwa belum dibayarkannya prestasi kerja Pemohon dan Termohon I

oleh Termohon II untuk Paket Pekerjaan I, Paket Pekerjaan II dan Paket

Pekerjaan Proyek Desa Pinter, padahal pembayaran tersebut adalah

kewajiban Termohon II. Untuk itu, Majelis Arbitrase menilai perbuatan

Termohon II tersebut adalah merupakan perbuatan wanprestasi.

Page 56: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

45

j. Bahwa perbuatan Termohon I belum dapat melakukan pembayaran

kepada Pemohon karena Termohon II belum melakukan pembayaran

kepada Termohon I. dengan demikian, Termohon I tidak dapat

dikatakan melakukan perbuatan wanprestasi. Namun, harus tetap

melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemohon.

k. Majelis Arbitrase berpendapat untuk memperoleh pembuktian

perhitungan atas prestasi kerja yang didalilkan oleh Pemohon perlu

dilakukan verifikasi atas prestasi kerja Pemohon oleh verifikator

independen yang terdaftar di BPK-RI sehingga Majelis Arbitrase

meminta kesepakatan para pihak untuk menunjuk verifikator

independen yang memenuhi kriteria tersebut.

l. Bahwa hanya pemohon dan Termohon I saja yang bersepakat tentang

penunjukan verifikator independen tersebut sementara Termohon II

tidak bersedia sebab tetap berpendapat bahwa Termohon II bukan pihak

dalam perkara a quo sehingga Majelis Arbitrase lalu memerintahkan

kepada Pemohon untuk menunjuk verifikator independen yang

dimaksud.

m. Bahwa verfikator independen yang ditunjuk oleh Pemohon telah

melakukan perhitungan atas prestasi kerja Pemohon dan telah pula

melakukan penilaian terhadap jumlah biaya investasi pemohon.

n. Bahwa dari hasil pekerjaan yang dibuat oleh verifikator independen

dalam Laporan yang disebut Laporan Auditor Independen Penerapan

Prosedur Yang Disepakati Atas Fakta dan Data Terkait Tuntutan Ganti

Rugi Dalam Perkara BANI Nomor 801/II/ARB-BANI/2016, Majelis

Arbitrase mempertimbangkan laporan tersebut sebagai salah satu

rujukan menilai hak dan kewajiban para pihak.

o. Bahwa menurut laporan verifikator jumlah tuntutan yang dapat

diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Page 57: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

46

Revenue Sharing

1) Bahwa menurut perhitungan, jumlah biaya layanan untuk periode

sejak April 2013 sampai degan Juni 2014 adalah sebesar Rp.

73.798.618.408 sementara jumlah tuntutan dari Pemohon adalah

sebesar Rp. 73.701.261.778.

2) Menimbang bahwa jumlah perhitungan dari verifikator lebih besar

dari yang dimohonkan maka jumlah yang dapat dipertimbangkan

oleh Majelis Arbitrase adalah sebesar jumlah tuntutan

3) Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 dan 2 Amandemen Pertama

Perjanjian Kerjasama pembagian atas Revenue Sharing antara

Pemohon dan Termohon I adalah masing-masing sebesar 79,87%

untuk Pemohon dan 20.13% untuk Termohon I sehingga jumlah

Revenue Sharing yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis

Arbitrase adalah Rp. 58.865.197.782,- untuk bagian Pemohon dan

Rp. 14.836.063.996 untuk bagian Termohon I

Biaya Investasi

1) Menimbang bahwa Pemohon mengajukan tuntutan ganti rugi biaya

investasi sebesar Rp. 47.208.004.296,- (termasuk biaya bunga

sebesar Rp. 29.827.518.383) dan USD 1.642.485,01

2) Menimbang bahwa menurut perhitungan jumlah biaya investasi

yang telah dilakukan pemohon, setelah mengecualikan biaya bunga

bank, adalah sebesar Rp. 14.131.539.051,- dan USD 1.642.485,-

3) Menimbang bahwa selama jangka 15 bulan terdapat akumulasi

penyusutan sebesar Rp. 4.416.105.953 dan USD 513.277 sehingga

jumlah biaya investasi yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis

Arbitrase adalah sebesar Rp. 9.715.433.098,- dan USD 1.129.208,-

Biaya Bunga

Menimbang bahwa menurut perhitungan, biaya bunga yang dapat

diperhitungkan berdasarkan prosedur yang disepakati adalah sebesar Rp.

Page 58: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

47

929.010.723,- dan menimbang bahwa terdapat akumulasi penyusutan

sebesar Rp. 290.315.851,- yang diterapkan sesuai prosedur yang

disepakati sehingga jumlah biaya bunga yang dapat dipertimbangkan

oleh Majelis Arbitrase adalah sebesar Rp. 638.694.872,-.

p. Bahwa selain Revenue Sharing dan Biaya Investasi, Pemohon juga

mengajukan tuntutan atas uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.

50.000.000. (lima puluh juta rupiah) per hari keterlambatan. Terhadap

tuntutan ini, sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. Nomor

791 K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973 bahwa uang paksa

(dwangsom) tidak berlaku terhadap tindakan untuk membayar uang

sehingga Majelis Arbitrase tidak dapat mempertimbangkan tuntutan

uang paksa (dwangsom) yang diajukan pemohon.

Selanjutnya atas dasar uraian pertimbangan hukum sebagaimana

diuraikan diatas, maka BANI memberikan putusan yang tertuang dalam amar

putusan yang menyatakan :

a. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian

b. Menyatakan Termohon II telah melakukan perbuatan cidera janji

(wanprestasi) terhadap pemohon

c. Menyatakan berakhir Perjanjian Kerjasama antara Pemohon dan

Termohon I karena dihentikannya pelaksanaan kontrak tahun jamak

multiyear terhadap Proyek Pekerjaan Desa Pinter

d. Menghukum Termohon II untuk membayar seketika dan sekaligus

pendapatan jasa layanan Desa Pinter untuk periode April 2013 sampai

dengan Juni 2014 kepada Termohon I sebesar Rp. 73.701.261.778, -

(tujuh puluh tiga miliar tujuh ratus satu juta dua ratus enam puluh satu

ribu tujuh ratus tujuh puluh delapan rupiah) dikurangi uang muka yang

telah dibayarkan oleh Termohon II sebesar 39.155.826.347,- (tiga puluh

Sembilan milliard seratus lima puluh lima juta delapan ratus dua puluh

enam ribu tiga ratus empat puluh tujuh rupiah)

Page 59: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

48

e. Menghukum Termohon I untuk membayarkan seketika dan sekaligus

porsi pendapatan (revenue sharing) kepada Pemohon sebesar Rp.

28.865.197.782,- (dua puluh delapan milliar delapan ratus enam puluh

lima juta seratus sembilan puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh dua

rupiah)

f. Menghukum Termohon II untuk membayar sekestika dan sekaligus

kepada Pemohon seluruh biaya investasi sebagai ganti rugi atas modal

kerja yang telah dikeluarkan oleh Pemohon sebesar Rp. 9.715.433.098,-

(Sembilan milliar tujuh ratus lima belas juta empat ratus tiga puluh tiga

ribu Sembilan puluh delapan rupiah) dan dalam mata uang Dollar

Amerika Serikat sebesar USD 1.129.208,- (satu juta seratus dua puluh

sembilan ribu dua ratus delapan dolar Amerika Serikat) serta bunga

sebesar Rp. 638.694.872, - (enam ratus tiga puluh delapan juta enam

ratus sembilan puluh empat ribu delapan ratus tujuh dua rupiah) sebagai

akibat dari penghentian Proyek Desa Pinter.

g. Menolak Permohonan Pemohon untuk uang paksa (dwangsom)

h. Menghukum dan memerintahkan Termohon II untuk membayar /

mengembalikan biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter

yang terlebih dahulu dibayarkan oleh Termohon I sebesar Rp.

442.101.000,- (empat ratus empat puluh dua juta seratus satu ribu rupiah)

kepada Termohon I

i. Menyatakan Putusan Arbitrase ini adalah putusan dalam tingkat pertama

dan terakhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat kedua

belah pihak

j. Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk melaksanakan putusan

ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak

Putusan Arbitrase ini diucapkan.

k. Memerintahkan kepada Sekretaris Majelis Arbitrase sidang BANI untuk

mendaftarkan turunan resmi putusan Arbitrase ini di Kepaniteraan

Page 60: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

49

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas biaya Pemohon dan Termohon I

serta Termohon II dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

C. Mekanisme Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Terkait Upaya

Penolakan Dan Pembatalan Melalui Pengadilan.

Mekanisme pelaksanaan eksekusi putusan BANI dapat dilakukan setelah

dilakukan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir

putusan oleh panitera pengadilan negeri dan arbiter atau kuasanya yang

menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran. Dengan telah

didaftarkannya putusan arbitrase tersebut maka putusan tersebut bersifat mengikat

dan final pada para pihak. Para pihak yang menang dapat meminta Pengadilan

Negeri untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan sengketa arbitrase

tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa Putusan BANI No. 801/II/ARB-

BANI/2016 dalam dictum putusannya menghukum Termohon I dan Termohon II

untuk melaksanakan putusan ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak putusan diucapkan. Selain itu, pihak BANI sendiri telah

mendaftarkan Putusan BANI No. 801/II/ARB-BANI/2016 telah didaftarkan di

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 16 Maret 2017. Kedua hal

tersebut telah memenuhi syarat untuk segera melaksanakan eksekusi Putusan

BANI No. 801/II/ARB-BANI/2016.

Akan tetapi, Untuk putusan BANI No. 801/II/ARB-BANI/2016 dapat

dimohonkan pembatalan oleh salah satu pihak dalam perkara melalui mekanisme

mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase di pengadilan negeri.

Pengajuan pembatalan berdasarkan alasan-alasan sebagaimana telah ditentukan

dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase, yaitu:

Page 61: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

50

1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;

2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat

menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau

3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu

pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Ketentuan penjelasan Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase menguraikan bahwa permohonan pembatalan hanya dapat

diajukan terhadap putusan yang sudah didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan

permohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan

putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan

tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan

sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak

permohonan. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara

tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari

penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.

Sejauh ini putusan BANI No. 801/II/ARB-BANI/2016 belum masuk

kriteria sebagai putusan yang dapat dimohonkan pembatalan sebagaimana diatur

dalam Pasal 70. Kalaupun ingin dimohonkan pembatalan, maka harus terlebih

dahulu dilampirkan putusan pengadilan yang berisikan kalau putusan arbitrase

dimaksud mengandung kepalsuan, tipu muslihat serta adanya penyembunyian

dokumen oleh pihak Termohon I maupun II. Terlebih pula, Putusan BANI No.

801/II/ARB-BANI/2016 telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

oleh pihak BANI.

Page 62: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

51

BAB IV

KEKUATAN EKSEKUTORIAL PENYELESAIAN EKSEKUSI PUTUSAN

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (ANALISIS PUTUSAN BANI

NO. 801/II/ARB-BANI/2016) DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA

Bab IV mendeskripsikan peran pengadilan dalam melaksanaan eksekusi

putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan analisa penulis tentang kekuatan

putusan arbitrase dalam sebuah eksekusi. Selain itu, Bab IV menguraikan pula

bagaimana pelaksanaan dan hambatan-hambatan pelaksanaan putusan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

A. Eksekusi Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

Putusan arbitrase BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 yang tegas

menyatakan Termohon I telah melakukan cidera janji (wanprestasi) dan

menyatakan Termohon II telah melakukan penghentian operasional Proyek Desa

Pinter secara sepihak tanpa dasar hukum dan melanggar perjanjian serta

menghukum Termohon II untuk membayar lunas, sekaligus dan seketika seluruh

biaya jasa layanan Proyek Desa Pinter, yaitu sebesar Rp. 73.701.261.778,- (tujuh

puluh tiga milyar tujuh ratus satu juta dua ratus enam puluh satu ribu tujuh ratus

puluh delapan rupiah) kepada Termohon I, haruslah ditaati dan dilaksanakan

oleh pihak Termohon I dan Termohon II dengan melakukan pembayaran

terhadap Pemohon.

Tuntutan berupa pernyataan cidera janji maupun pembayaran atas jumlah

tertentu adalah lazim dan itulah yang selalu diminta dan kemudian dikabulkan,

sehingga amar putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 yang dikabulkan

itulah yang dimintakan untuk dilaksanakan oleh pihak Termohon I dan II.

Terlebih pula, salinan resmi dari Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Page 63: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

52

B. Analisis

1. Analisis Peran Pengadilan dalam Melaksanakan Eksekusi Putusan BANI

Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

Pelaksanaan putusan arbitrase BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 sebelum mendapatkan bantuan peran dari pengadilan harus

melakukan pendaftaran dan pencatatan putusan arbitrase kepada Panitera

Pengadilan Negeri. Pendaftaran dan pencatatan putusan arbitrase kepada

Panitera Pengadilan Negeri merupakan tindakan yang wajib dilakukan bagi

pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan putusan arbitrase, apabila ingin

melakukan pelaksanaan putusan secara paksa karena putusan tersebut tidak

dilaksanakan secara sukarela. Pendaftaran tersebut merupakan dasar bagi

pelaksanaan putusan arbitrase oleh pengadilan atas permintaan pihak yang

berkepentingan.

Apabila setelah melakukan pendaftaran dan salah satu pihak tidak ada

yang ingin melakukan pembatalan, kemudian pihak yang kalah tidak

melakukan kewajibannya secara sukarela, maka pihak yang berkepentingan

dapat melakukan permohonan eksekusi putusan arbitrase itu sendiri, dengan

pengadilan selaku pihak pelaksananya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh

pihak BANI yakni37

:

Putusan BANI dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Namun,

apabila para pihak tidak dapat melaksanakan putusan secara sukarela,

maka putusan tersebut dapat dilaksanakan atas perintah ketua

pengadilan negeri melalui permohonan eksekusi yang diajukan oleh

salah satu pihak.

Adapun peranan pengadilan dalam pelaksanaan eksekusi tersebut

dirumuskan sebagai berikut38

:

37

Hasil kuesioner penelitian di BANI.

38

Joejoen Tjahjani, “Peranan Pengadilan Dalam Pelaksanaan Putusan Arbitrase”, Jurnal

Independent, Volume 2 No. 1, h. 36-37.

Page 64: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

53

a. Pemberian exequatur

Pemberian exequatur terhadap putusan arbitrase dilakukan

dengan cara membuat surat permohonan exequatur kepada Ketua

Pengadilan Negeri, sebagai permintaan untuk melakukan eksekusi

terhadap putusan arbitrase, sebagaimana diutarakan oleh pihak BANI39

:

Hasil putusan BANI yang tidak dijalankan oleh salah satu pihak,

maka pihak lainnya dalam perkara arbitrase tersebut dapat

meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri dimana

putusan arbitrase tersebut didaftarkan.

Pada prinsipnya putusan arbitrase bersifat universal, artinya dapat

dilaksanakan di negara manapun, sepanjang negara tersebut telah

meratifikasi Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Pelaksanaannya di

seluruh negara melalui pengadilan negeri (court) negara setempat.

Permintaan untuk permohonan exequatur dilakukan sendiri oleh

para pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Negeri, karena

arbiter tidak terlibat lagi setelah pendaftaran. Pada hakikatnya untuk bisa

dilakukan exequatur dari pengadilan diperlukan pendaftaran terlebih

dahulu, apabila pendaftaran melebihi batas waktu yang telah ditentukan,

akan menjadi pertimbangan ketua pengadilan negeri untuk menerima

atau menolak permohonan exequatur tersebut. Apabila putusan tidak

dapat dieksekusi maka pemberian exequatur ditolak dengan keluarnya

surat penetapan dilengkapi dengan alasan pertimbangannya. Namun jika

putusan tersebut dapat dieksekusi maka Ketua Pengadilan dapat

memberikan exequatur dan selanjutnya akan mengeluarkan penetapan

perintah eksekusi.

39

Hasil kuesioner penelitian di BANI.

Page 65: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

54

b. Penetapan perintah eksekusi

Penetapan perintah eksekusi dikeluarkan oleh ketua pengadilan

negeri setelah memberikan exequatur terhadap putusan. Jadi sebelum

menolak atau menerima exequatur yang kemudian mengeluarkan

penetapan perintah eksekusi ketua pengadilan negeri harus mempelajari

dan meneliti terlebih dahulu putusan arbitrase apakah bisa dilakukan

eksekusi atau tidak.

c. Melakukan teguran atau annmaning

Penerapan perintah eksekusi telah dikeluarkan oleh ketua

pengadilan negeri, maka peran pengadilan berikutnya adalah melakukan

prosedur yang sama dengan perkara perdata biasa lainnya. Dalam hal ini

pengadilan akan melakukan aanmaning atau teguran, dengan memanggil

kedua belah pihak secara bersama-sama ke persidangan. Pada prakteknya

aanmaning dilakukan 3 tahapan, namun biasanya para pihak tidak

sampai melewati 3 tahap aanmaning tersebut, hal ini dikarenakan adanya

perdamaian dari para pihak selama proses aanmaning tersebut.

d. Pelaksanaan eksekusi putusan baik melalui sita, lelang maupun

pengosongan

Apabila proses aanmaning telah dilaksanakan sebanyak 3

tahapan, namun pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan secara

sukarela, maka untuk itu pengadilan akan melakukan pelaksanaan

eksekusi putusan arbitrase secara paksa. Juru sita diberikan tugas untuk

melakukan eksekusi dengan melakukan penyitaan, pelelangan maupun

pengosongan. Juru sita melakukan pelelangan, penyitaan dan

pengosongan setelah mendapat persetujuan dari ketua pengadilan negeri

terhadap pihak yang akan dieksekusi. Objek pelelangan dan penyitaan

harus bebas dari sengketa dengan pihak ketiga. Pelelangan dan penyitaan

Page 66: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

55

ini dimaksudkan sebagai pembayaran uang guna pelunasan utang

terhadap kewajiban pihak yang dieksekusi.

2. Analisis Kekuatan Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

dalam Proses Eksekusi

Putusan arbitrase yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan hukum terlebih bagi para

pencari keadilan dan sekaligus merupakan penjabaran dari asas pemeriksaan

cepat, sederhana dan biaya ringan. Sepatutnya, apabila suatu putusan telah

final, pihak pemohon eksekusi sepantasnya memperoleh guarantee bahwa

putusan arbitrase yang telah dimenangkannya sesegera mungkin bisa

terlaksana sesuai tahapan yang telah ditentukan. Apabila eksekusi yang

dimaksud berjalan sebagaimana mestinya, maka hakikat mendasar dari

putusan arbitrase dapat benar-benar dirasakan oleh pihak atau pemohon

eksekusi sebagai hasil perjuangannya untuk memperoleh keadilan.

Pada prinsipnya suatu putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan

suatu sengketa sekaligus menetapkan finalisasi hukumnya. Hal demikian

tidak berarti melulu hanya meneguhkan hukumnya saja, melainkan juga

pelaksanaan eksekusinya. Oleh sebab itu, putusan BANI Nomor :

801/II/ARB-BANI/2016 dalam tataran teoritik telah memenuhi 3 (tiga)

macam kekuatan sehingga perihal yang termaktub dalam putusan tersebut

dapat terlaksanakan, yaitu :

a. Kekuatan mengikat, yaitu pihak-pihak yang bersangkutan akan

tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan.

b. Kekuatan pembuktian, yaitu putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 berbentuk tertulis, yang merupakan akta otentik dan

tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi

para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan

banding, kasasi atau pelaksanaannya.

Page 67: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

56

c. Kekuatan eksekutorial, yaitu apa yang ditetapkan dalam putusan

BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 dalam dilaksanakan

secara paksa oleh alat-alat negara.

Dengan terpenuhinya 3 (tiga) macam kekuatan oleh putusan BANI

Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016, maka seharusnya putusan dimaksud dapat

segera dilaksanakan utamanya bagi pihak termohon eksekusi. Dan apabila

kondisi menghendaki, pihak pemohon eksekusi dapat meminta permohonan

eksekusi melalui Ketua Pengadilan Negeri. Akan tetapi, jika mempedomani

kembali arti sesungguhnya dari arbitrase itu sendiri yang mengedepankan

konsesualisme, otonomi para pihak, sederhana dan itikad baik, maka

pelaksanaan eksekusi secara paksa oleh alat-alat negara hendaknya menjadi

upaya terakhir. Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 masih dapat

dilaksanakan oleh pihak termohon atas dasar itikad baik atau secara sukarela.

Pelaksanaan putusan secara sukarela adalah pelaksanaan putusan

condemnatoir40

yang telah berkekuatan hukum tetap oleh pihak yang kalah

dalam suatu gugatan perdata, tanpa adanya campur tangan pengadilan.

Pelaksanaan putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 bisa

dilaksanakan secara sukarela oleh Termohon I dan Termohon II tanpa harus

melibatkan kekuatan paksa dari pengadilan.

Pelaksanaan putusan secara sukarela memiliki beberapa keuntungan

yaitu sebagai berikut :

1. Pihak yang kalah dalam perkara akan terhindar dari biaya eksekusi

sebagaimana diatur dalam Pasal 192 RBg / Pasal 121 HIR.

2. Pihak yang kalah dalam perkara akan terhindar dari kerugian

moral berupa tuduhan bahwa ia membangkang terhadap putusan

pengadilan.

3. Ada kepastian hukum terhadap penyelesaian putusan pengadilan.

40

Putusan Condemnatoir adalah putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur

penghukuman.

Page 68: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

57

Apabila diperhatikan dengan seksama hakikatnya tidak ada aturan

atau tata cara pelaksanaan putusan secara sukarela. Undang-undang hanya

mengatur tata cara pelaksanaan secara eksekusi. Sehingga dalam hal

pelaksanaan putusan secara sukarela biasanya para pihak melakukan sendiri

tanpa campur tangan dari pihak pengadilan.

Termohon I dan terutama Termohon II dapat melaksanakan putusan

BANI secara sukarela. Termohon I dan Termohon II dapat menghindari

dampak kerugian moral berupa tuduhan mengesampingkan atau bahkan

membangkang terhadap putusan BANI. Selain itu, paling utama adalah

adanya kepastian hukum terhadap penyelesaian putusan BANI Nomor :

801/II/ARB-BANI/2016.

3. Pelaksanaan dan Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Putusan

Konsekuensi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau gezag

van gewijsde adalah tidak dapat dijadikan obyek perakara baru diantara

pihak-pihak yang sama.41

Kekuatan hukum atas putusan arbitrase sebagai

salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum adalah final

dan binding. Dengan kata lain putusan demikian adalah langsung menjadi

putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir, mengikat para pihak. Peraturan

prosedur arbitrase BANI memuat ketentuan yang berkaitan dengan tahap

pelaksanaan putusan sebagaimana dimuat dalam Pasal 17, 18 dan 19 sebagai

berikut :

1. Dalam putusan dapat diterapkan suatu jangka waktu dalam mana

putusan harus dipenuhi;

41

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, (Bandung : Alumni, 1992),

h. 30.

Page 69: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

58

2. Jika dalam jangka waktu tersebut belum dipenuhi, Ketua BANI

akan menyerahkan putusan kepada Ketua Pengadilan yang

berwenang untuk dijalankan;

3. Putusan dijalankan menurut ketentuan-ketentuan yang dimuat

dalam HIR maupun RBG.

Hakekatnya, putusan arbitrase dilaksanakan secara sukarela oleh

pihak yang ditetapkan kalah, pihak yang dibebani kewajiban.42

Pelaksanaan

putusan arbitrase secara sukarela merupakan salah satu asas peradilan

arbitrase. Peradilan arbitrase dibentuk oleh para pihak sendiri dan sudah

seharusnya menghormati putusannya.

Seperti yang telah diutarakan dalam uraian posisi kasus dan

pertimbangan majelis arbitrase tentang duduk perkaranya, oleh Pemohon dan

Termohon I serta Termohon II pada tanggal 05 Januari 2012 telah

menandatangani Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Jasa Akses

Internet Pedesaan (Desa Pinter). Dari uraian yang disampikan Pemohon

dalam permohonan arbitrasenya jelas bahwa yang dipersengketakan adalah

mengenai tuntutan pemohonan atas hal-hal sebagai berikut :

1. Menyatakan Termohon I telah melakukan cidera janji (wanprestasi)

2. Menyatakan Termohon II telah melakukan penghentian operasional

Proyek Desa Pinter secara sepihak tanpa dasar hukum dan

melanggar Dokumen Perjanjian

3. Menghukum Termohon II untuk membayar lunas, sekaligus dan

seketika seluruh biaya jasa layanan Proyek Desa Pinter, yaitu

sebesar Rp. 73.701.261.778,- (tujuh puluh tiga milyar tujuh ratus

satu juta dua ratus enam puluh satu ribu tujuh ratus puluh delapan

rupiah) kepada Termohon I

42

Ramlan Ginting, Hukum Arbitrase, (Jakarta : Universitas Trisakti, 2016), h. 5.

Page 70: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

59

Atas Permohonan pemohon diatas, majelis arbitrase telah melakukan

pemeriksaan perkara, yaitu dengan memeriksa dan memutus berdasarkan

dokumen-dokumen dan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon. Selain itu,

majelis arbitrase juga memeriksa seberapa jauh tuntutan yang diajukan oleh

pemohon tersebut mempunyai alasan dan dasar hukum yang kuat dengan

tetap mempertimbangkan kepentingan termohon.

Dalam putusan BANI yang berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.

2. Menyatakan Termohon II telah melakukan perbuatan cidera janji

(wanprestasi) terhadap pemohon.

3. Menyatakan berakhir Perjanjian Kerjasama antara Pemohon dan

Termohon I karena dihentikannya pelaksanaan kontrak tahun jamak

multiyear terhadap Proyek Pekerjaan Desa Pinter.

4. Menghukum Termohon II untuk membayar seketika dan sekaligus

pendapatan jasa layanan Desa Pinter untuk periode April 2013 sampai

dengan Juni 2014 kepada Termohon I sebesar Rp. 73.701.261.778, -

(tujuh puluh tiga miliar tujuh ratus satu juta dua ratus enam puluh satu

ribu tujuh ratus tujuh puluh delapan rupiah) dikurangi uang muka yang

telah dibayarkan oleh Termohon II sebesar 39.155.826.347,- (tiga puluh

sembilan milliar seratus lima puluh lima juta delapan ratus dua puluh

enam ribu tiga ratus empat puluh tujuh rupiah).

5. Menghukum Termohon I untuk membayarkan seketika dan sekaligus

porsi pendapatan (revenue sharing) kepada Pemohon sebesar Rp.

28.865.197.782,- (dua puluh delapan milliar delapan ratus enam puluh

lima juta seratus sembilan puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh dua

rupiah).

6. Menghukum Termohon II untuk membayar seketika dan sekaligus

kepada Pemohon seluruh biaya investasi sebagai ganti rugi atas modal

kerja yang telah dikeluarkan oleh Pemohon sebesar Rp. 9.715.433.098,-

Page 71: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

60

(Sembilan milliar tujuh ratus lima belas juta empat ratus tiga puluh tiga

ribu Sembilan puluh delapan rupiah) dan dalam mata uang Dollar

Amerika Serikat sebesar USD 1.129.208,- (satu juta seratus dua puluh

sembilan ribu dua ratus delapan dolar Amerika Serikat) serta bunga

sebesar Rp. 638.694.872, - (enam ratus tiga puluh delapan juta enam

ratus sembilan puluh empat ribu delapan ratus tujuh dua rupiah) sebagai

akibat dari penghentian Proyek Desa Pinter.

7. Menolak Permohonan Pemohon untuk uang paksa (dwangsom).

8. Menghukum dan memerintahkan Termohon II untuk membayar /

mengembalikan biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter

yang terlebih dahulu dibayarkan oleh Termohon I sebesar Rp.

442.101.000,- (empat ratus empat puluh dua juta seratus satu ribu rupiah)

kepada Termohon I.

9. Menyatakan Putusan Arbitrase ini adalah putusan dalam tingkat pertama

dan terakhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat kedua

belah pihak.

10. Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk melaksanakan putusan

ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak

Putusan Arbitrase ini diucapkan.

11. Memerintahkan kepada Sekretaris Majelis Arbitrase sidang BANI untuk

mendaftarkan turunan resmi putusan Arbitrase ini di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas biaya Pemohon dan Termohon I

serta Termohon II dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 tersebut dapat

dilaksanakan karena putusan tersebut telah dideponir dalam akta pendaftaran

di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tindakan deponir

dilakukan dengan cara menyerahkan dan mendaftarkan lembar asli atau

Page 72: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

61

salinan otentik putusan arbitrase Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 yang telah

dibacakan pada tanggal 20 Februari 2017 oleh Sekretaris Majelis Arbitrase

kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penyerahan dan

pendaftaran tersebut dilakukan dengan pencatatan dan penandatangan

bersama-sama pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh Panitera

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Sekretaris Majelis Arbitrase yang

menyerahkan di bawah register Nomor : 07/ARB/HKM/2017. PN. JAK SEL

pada tanggal 16 Maret 2017.

Penyerahan dan pendaftaran putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 telah sesuai berdasarkan ketentuan dalam Pasal 59 UU Arbitrase.

Penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase dilakukan pada tanggal 16

Maret 2017 atau kurang dari batas maksimal 30 hari sejak tanggal putusan

arbitrase diucapkan oleh majelis arbitrase yaitu tanggal 20 Februari 2017.

Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 dapat dilaksanakan atau

dieksekusi.

Tindakan deponir putusan putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 bukan hanya tindakan pendaftaran yang bersifat administratif

belaka, melainkan juga telah bersifat konstitutif. Dalam artian merupakan satu

rangkaian dalam mata rantai proses arbitrase, dengan menghindari resiko

tidak dapat dieksekusi.

Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 yang telah dicatat

dalam akta pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

harus sudah dilaksanakan secara sukarela paling lambat 30 hari setelah

permohonan eksekusi didaftarkan. Jika dalam waktu tersebut putusan BANI

Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 belum dieksekusi, dilakukanlah

pelaksanaan putusan secara paksa. Perintah pelaksanaan secara paksa ini

diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas permohonan

pihak yang bersengketa. Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

setelah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri tadi, dapat dilaksanakan

Page 73: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

62

secara paksa, yang dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam

perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Akan tetapi, pelaksanaan atas putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-

BANI/2016 berpotensi pula mengalami kendala atau hambatan. Adapun

kendala atau hambatan yang dimaksud antara lain :

a. Hapusnya Objek Prestasi Karena Kebijakan Publik (Pemerintah)

Berdasarkan kontrak yang disepakati antara Pemohon dan

Termohon I serta Termohon II, diketahui bahwa Termohon I dan

Termohon II memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada

Pemohon sebagai prestasi atas selesainya pembangunan 3 (tiga) paket

pekerjaan proyek desa pinter tahun 2013-2015. Akan tetapi, Termohon I

tidak mampu melakukan pembayaran karena Termohon I juga belum

memperoleh hak yang sama dari Termohon II (BP3TI).

Termohon II telah mengajukan permohonan perpanjangan izin

kontrak tahun jamak (multiyears) kepada Kementerian Keuangan R.I.

sebagai dasar sumber pembiayaan atau pembayaran atas prestasi yang

telah dilaksanakan oleh Termohon I dan Pemohon. Akan tetapi,

Kementerian Keuangan menolak permohonan izin kontrak tahun jamak

(multiyears) dari Termohon II dengan alasan 43

:

a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat perpanjangan kontrak tahun jamak

yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

157/PMK.02/2013, khususnya Pasal 3 dan Pasal 6, yaitu kondisi

tertentu (keadaan non kahar) yang menyebabkan tertundanya

penyelesaian pekerjaan kontrak tahun jamak dan penyampaian usulan

perpanjangan kontrak tahun jamak tidak bersamaan dengan

penyampaian RKA-K/L TH 2015.

b. Mengakomodasi rekomendasi audit BPKP.

43

Legal Opinion Pengacara Negara Tentang Pembayaran Prestasi Kerja setelah Periode 31

Desember 2014 dan Ganti Rugi Perangkat Serta Aset Yang telah Diinvestasikan oleh penyedia jasa.

Page 74: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

63

c. Perlu terlebih dahulu dilakukan perbaikan-perbaikan, sebagaimana

direkomendasikan dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu BPK RI,

tindak lanjut pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal Kementerian

Komunikasi dan Informatika, dan hasil audit BPKP, berupa desain

ulang, alat ukur pekerjaan, mekanisme pembayaran, penataan sumber

daya manusia dan standar operasional prosedur.

Meskipun putusan BANI mewajibkan Termohon II untuk

melakukan pembayaran atas prestasi pekerjaan kepada Termohon I dan

Pemohon, Pemohon maupun Termohon I terlebih Termohon II tidak

dapat melaksanakan isi putusan BANI tersebut sebagaimana mestinya.

Hal tersebut dikarenakan objek prestasi atau sumber pembiayaannya

sudah tidak ada atau hapus karena adanya kebijakan pemerintah

(Kementerian Keuangan).

Dalam hal ini, dapat dikatakan atau secara nyata eksekusi tidak

mungkin dijalankan, sebab objek yang akan dieksekusi tidak ada atau

hapus. Oleh sebab itu, sengketa ini berpotensi atau bisa dikatakan

noneksekutabel (tidak dapat dijalankan) atas alasan objek atau harta

tereksekusi tidak ada.44

Umumnya sifat noneksekutabel dalam keadaan

harta tereksekusi tidak ada :

a. Mungkin bersifat permanen ; atau

b. Mungkin pula bersifat temporer.

Sehubungan dengan tidak adanya sumber pembiayaan sebagai objek

tereksekusi pada saat eksekusi putusan BANI dijalankan, faktor keadaan tidak

adanya sumber pembiayaan atau mata anggaran dalam DIPA BP3TI “tidak”

menghapuskan atau menggugurkan hak PT. Indo Pratama Teleglobal selaku

Pemohon eksekusi (kreditor) untuk menuntut pembayaran prestasi paket

44

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi Kedua,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2006), h. 336.

Page 75: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

64

pekerjaan. Sekalipun pada saat akan dilakukan eksekusi baik itu melalui

penetapan pengadilan atau secara sukarela tetapi objek tidak ada, hal

demikian tidak menghilangkan hak Pemohon terhadap tagihan. Tagihan

secara yuridis tetap ada, hanya eksekusinya yang tidak dapat dijalankan. Oleh

karena itu, apabila sewaktu-waktu sumber pembiayaan atau anggaran atas

objek prestasi paket pekerjaan telah ada, Pemohon tetap memiliki hak untuk

meminta eksekusi.

Noneksekutabel baru dapat dikatakan bersifat permanen, apabila

sampai kapanpun sumber pembiayaan atau anggaran tereksekusi tidak pernah

ada lagi. Akan tetapi, hal tersebut lebih tepat dikatakan noneksekutabel yang

bersifat temporer. Besar kemungkinan akan adanya sumber pembiayaan oleh

Termohon II di belakang hari. Saat sumber pembiayaan telah ada,

noneksekutabel yang melekat pada eksekusi dapat “dicairkan kembali”.

b. Verzet (Perlawanan) Pihak Tereksekusi

Pada prinsipnya verzet adalah upaya menangguhkan eksekusi.45

Verzet atau perlawanan dilakukan sendiri oleh pihak tereksekusi tanpa

ada pihak lain yang terlibat dengan tujuan untuk menunda jalannya

eksekusi atau untuk membatalkan eksekusi dengan menyatakan bahwa

putusan yang hendak di eksekusi tidak mengikat atau untuk mengurangi

nilai jumlah yang hendak di eksekusi.

Menurut Soepomo ada beberapa macam bentuk verzet, antara lain

sebagai berikut 46

:

45

Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam teori

dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2002) , h. 142.

46

Soepomo sebagaimana dikutip oleh Indah Hartatik N, “Kajian Yuridis Tentang Perlawanan

Eksekusi Lelang PUPN Oleh Debitur Yang Wanprestasi Di BPD Bali Cabang Negara (Studi Putusan

MA RI No. 2911 K/Pdt/2000)”, Skripsi S1 Universitas Jember , 2005, h. 29-30

Page 76: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

65

a. Verzet terhadap putusan verstek47

b. Verzet atas sita conservatoir (Conservatoir Beslaag) yaitu, perlawanan

atas sita barang tidak tetap dan barang tetap milik debitur atau

dikuasai oleh debitur

c. Verzet atas sita Revindikatoir (Revindikatoir Beslaag) yaitu,

perlawanan atas sita barang tidak tetap milik kreditur ditangan debitur

d. Verzet oleh pihak ketiga (Darden Verzet) yaitu, pihak ketiga yang

merasa kepentingannya dan hak-haknya dirugikan karena adanya sita

e. Verzet atas sita eksekusi yaitu, verzet dari pihak ketiga yang merasa

dirugikan kepentingannya dan hak-haknya karena ada sita eksekusi,

dan mengatakan bahwa barang yang disita itu adalah miliknya48

f. Verzet atas eksekusi riil yaitu, terjadi karena kepentingan dan hak-

haknya (debitur) dirugikan oleh tindakan kreditur dalam hal eksekusi

riil, seperti : penyerahan barang, pengosongan, penjualan lelang dan

pembayaran uang.

Akan tetapi, perlawanan yang dilakukan oleh pihak tereksekusi

tidak mutlak menunda jalannya eksekusi. Perlawanan tereksekusi untuk

menunda jalannya eksekusi hanya dapat diterapkan secara kasuistis.

Ketua Pengadilan Negeri dapat mengabulkan penundaan eksekusi apabila

alasan perlawanan yang digunakan oleh tereksekusi sangat mendasar.

Sebaliknya, apabila alasan perlawanan yang digunakan oleh pihak

tereksekusi sama sekali tidak mendasar maka Ketua Pengadilan Negeri

dilarang untuk mengabulkan penundaan eksekusi.

Apabila pihak tereksekusi mengajukan perlawanan, maka

eksekusi akan di tunda untuk sementara dan terhadap gugatan

perlawanan yang diajukan oleh pihak tereksekusi akan diperiksa terlebih

47

Pasal 125 Jo. Pasal 129 HIR.

48

Pasal 195, 208 HIR /206,228 RBG.

Page 77: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

66

dahulu. Jika gugat perlawanan dikabulkan, Ketua pengadilan negeri

dapat mengeluarkan penetapan yang isinya memerintahkan penundaan

eksekusi dengan alasan perlawanan pihak tereksekusi. Sebaliknya jika

gugatan perlawanan di tolak, maka eksekusi harus dilaksanakan.

Adapun alasan yang dianggap relevan untuk menunda eksekusi

dalam kasus perlawanan tereksekusi terhadap eksekusi yaitu bahwa

putusan telah dipenuhi seluruhnya atau hutang yang dicantumkan dalam

grose akta sudah dibayar seluruhnya atau sebagian.

c. Penundaan Eksekusi

Dalam setiap eksekusi selalu ada permintaan penundaan eksekusi

yang diajukan oleh pihak tereksekusi sendiri maupun oleh pihak ketiga

dengan berbagai macam alasan. Tidak jarang alasan permohonan

penundaan eksekusi yang diajukan tidak relevan dengan tujuan untuk

mengulur waktu pelaksanaan eksekusi. Alasan permohonan penundaan

yang cukup relevan antara lain yaitu penundaan Eksekusi Bersifat

Kasuistis dan Eksepsional.49

Tidak ada patokan umum untuk menunda eksekusi sehingga

bukan tidak mungkin suatu alasan penundaan yang dibenarkan untuk

menunda jalannya eksekusi pada suatu kasus tidak dapat digunakan

sebagai alasan untuk menunda jalannya eksekusi pada kasus yang lain.

Selain tidak ada patokan umum untuk mengabulkan permohonan

penundaan eksekusi, penundaan eksekusi juga bersifat “eksepsional”.

Artinya, pengabulan penundaan eksekusi merupakan tindakan

“pengecualian” dari asas umum hukum. Itu sebabnya penundaan

eksekusi disebut tindakan “eksepsional”.

49

A.A. Istri Ratih W, “Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional”, Skripsi S1 Universitas

Airlangga , 2006, h. 40-41.

Page 78: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

67

Asas umum eksekusi yang dapat ditarik dari ketentuan Pasal 195

ayat 1 dan Pasal 224 HIR yaitu bahwa pada setiap putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap telah melekat kekuatan

eksekutorial dan eksekusi atas putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap tidak boleh ditunda pelaksanaannya.

Penundaan eksekusi hanyalah perdamaian sebagaimana diatur dalam

Pasal 1851 BW, yaitu berbentuk perjanjian yang dibuat oleh kedua belah

pihak yang berisi kesepakatan untuk memilih cara penyelesaian yang

lain. Bentuk perdamaian yang lain yang juga dapat menunda jalannya

eksekusi yaitu berbentuk kesukarelaan pihak tereksekusi untuk

melaksanakan isi putusan sebagaimana tercantum dalam putusan.

d. Amar Putusan

1) Tereksekusi Menolak Karena Tidak Sesuai Dengan Amar

Salah satu asas yang paling penting yang harus dijadikan

patokan dalam pelaksanaan eksekusi yaitu bahwa eksekusi harus

dilaksanakan sesuai dengan amar putusan. Eksekusi yang hendak

dijalankan oleh pengadilan tidak boleh menyimpang dari amar

putusan agar eksekusi yang dijalankan tidak melampaui batas

kewenangan.

Apabila pelaksanaan eksekusi tidak sesuai dengan amar

putusan maka akan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan

terhadap pihak tereksekusi namun terhadap pihak pemohon eksekusi.

Selain itu, bukan tidak mungkin semua harta tergugat yang tidak

masuk dalam sengketa di eksekusi atau sebaliknya eksekusi dapat

merugikan kepentingan penggugat dengan memberi kurang daripada

yang dimenangkan.

Hampir setiap pihak tereksekusi sebagai pihak yang kalah

dalam perkara menolak jalannya eksekusi meskipun eksekusi yang

Page 79: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

68

dilaksanakan telah sesuai dengan amar putusan. Hal tersebut

dilakukan oleh pihak tereksekusi untuk menghambat jalannya

eksekusi.

Dalam menghadapi kasus seperti itu, pengadilan sebagai pihak

yang melaksanakan eksekusi tidak boleh menghentikan jalannya

eksekusi. Penolakan jalannya eksekusi oleh pihak tereksekusi dengan

alasan bahwa eksekusi yang hendak atau sedang dijalankan tidak

sesuai dengan amar putusan tidak dapat dijadikan alasan untuk

menunda atau menghentikan eksekusi sehingga eksekusi tetap harus

dilaksanakan. Apabila pihak tereksekusi tetap keberatan, maka pihak

tereksekusi dapat mengajukan perlawanan.

Terhadap alasan yang diajukan oleh pihak tereksekusi tersebut,

pengadilan harus meneliti dan memastikan apakah eksekusi yang

hendak dijalankan sudah tepat atau telah sesuai dengan amar putusan.

2) Pemohon Eksekusi Menolak Karena Tidak Sesuai Dengan Amar

Apabila yang hendak menolak jalannya eksekusi adalah pihak

pemohon eksekusi dengan alasan eksekusi tidak sesuai dengan amar

putusan, maka tindakan pengadilan dapat disesuaikan dengan tahap

penolakan diajukan, yaitu :

a. Eksekusi ditunda apabila penolakan diajukan sebelum

eksekusi dijalankan

Apabila pihak pemohon eksekusi mengajukan penolakan

sebelum eksekusi dijalankan, maka pemohon eksekusi dianggap

mengugurkan haknya sendiri untuk meminta eksekusi dan

pengadilan akan menunda jalannya eksekusi hingga pihak

pemohon eksekusi mencabut penolakannya. Hak pemohon

eksekusi gugur pada suatu penolakan eksekusi apabila penolakan

belum dicabut.

Page 80: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

69

b. Eksekusi dilanjutkan terus apabila penolakan diajukan pada

saat eksekusi sedang dijalankan

Apabila pelaksanaan eksekusi telah sesuai dengan amar

putusan, namun pada saat pelaksanaan eksekusi berlangsung pihak

pemohon eksekusi menolak dengan alasan eksekusi tidak sesuai

dengan amar putusan, maka penolakan tersebut tidak dapat

dijadikan alasan untuk menunda atau menghentikan eksekusi

sehingga tetap harus dijalankan. Apabila pihak pemohon eksekusi

tidak mau menerima pelaksanan eksekusi, maka penolakan tersebut

tidak membatalkan eksekusi.

3) Kedua Belah Pihak Menolak Eksekusi

Apabila kedua belah pihak menolak jalannya eksekusi dengan

alasan eksekusi yang akan atau sedang dilaksanakan tidak sesuai

dengan amar putusan, maka eksekusi tidak dapat dijalankan atau harus

dihentikan. Dalam hal ini, maka eksekusi harus ditunda dan eksekusi

berada dalam keadaan status quo. Penundaan dan keadaan status quo

dalam kasus yang seperti ini dapat dicairkan apabila pihak pemohon

eksekusi mencabut pernyataan penolakan. Akan tetapi, pencairan

eksekusi belum dapat dijalankan apabila yang mencabut penolakan

datang dari pihak tereksekusi.

4) Amar Putusan Kurang Jelas

Pelaksanaan eksekusi harus sesuai dengan amar putusan

sehingga eksekusi harus benar-benar sesuai dengan amar putusan.

Namun, tidak jarang amar putusan kurang jelas. Ketidakjelasan amar

putusan tersebut tentu saja dapat dimanfaatkan oleh pihak tereksekusi

untuk menolak eksekusi atas alasan amar putusan kurang jelas.

Page 81: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

70

Terhadap amar putusan yang tidak jelas, maka cara menyelesaikan

eksekusi dapat ditempuh dengan berbagai jalan, antara lain yaitu :

a. Eksekusi Dikaitkan Dengan Pertimbangan Putusan

Apabila amar putusan tidak jelas, maka ketua pengadilan

negeri harus merujuk amar tersebut kedalam pertimbangan putusan

dengan cara mengaitkan amar dengan pertimbangan putusan.

Sedapat mungkin ketua pengadilan negeri harus berusaha

menemukan kejelasan dalam pertimbangan dari putusan karena

dalam pertimbangan pasti akan diketahui penjelasan tentang apa

saja yang dikabulkan dan apa saja yang ditolak. Terhadap amar

putusan yang kurang jelas, ketua pengadilan negeri tidak boleh

mengeluarkan penetapan noneksekutabel.

b. Menyatakan Putusan Noneksekutabel Atas Alasan Amar

Putusan Tidak Jelas

Apabila ketua pengadilan negeri telah berusaha mencari

dan menemukan kejelasan dengan cara mengaitkan amar putusan

dengan pertimbangan putusan dan juga telah mengajukan

permintaan penjelasan dari majelis yang memutus perkara tetapi

tetap tidak dapat diperoleh kejelasan atas amar putusan, maka

ketua pengadilan negeri diperbolehkan untuk mengeluarkan

penetapan yang menyatakan bahwa putusan noneksekusi (tidak

dapat dieksekusi) dengan alasan amar putusan tidak jelas.

e. Hambatan Lainnya

1) Eksekusi Barang Bergerak

Juru sita dalam melakukan eksekusi terhadap benda-benda

bergerak yang dijadikan sebagai objek penyitaan sering mendapatkan

Page 82: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

71

kesulitan, karena lokasi dari benda tersebut kadang berpindah-pindah

tidak tetap pada satu lokasi.

2) Perlawanan Dari Pihak Yang Akan Dieksekusi

Juru sita dalam pelaksanaan eksekusi putusan, selain mendapat

kendala dari benda bergerak karena sering berpindah-pindah juga

mendapatkan kesulitan apabila pihak yang dieksekusi tidak puas

dengan hasil putusan arbitrase yang telah dikeluarkan maupun yang

sudah dibuat penetapan perintah eksekusi, sehingga tidak mau

melakukan eksekusinya secara sukarela dengan membuat perlawanan

atau keonaran. Pihak yang akan dieksekusi secara sengaja tidak mau

memberikan objek yang akan dieksekusi secara sukarela, sehingga

juru sita dalam hal ini membutuhkan aparat keamanan untuk

membantu jalannya proses eksekusi.

3) Aset Pembayaran Sulit Ditemukan

Adakalanya juru sita dalam pelaksanaan eksekusi putusan

arbitrase sulit untuk menentukan barang yang akan disita untuk

pelunasan pembayaran. Hal ini disebabkan karena pihak yang

dieksekusi telah bangkrut atau dinyatakan pailit, sehingga juru sita

tidak dapat melakukan penyitaan. Dalam kasus ini apabila objek

pelelangan dan penyitaan terdapat sengketa dengan pihak ketiga, juru

sita juga akan mendapatkan kesulitan dalam melakukan eksekusinya

karena harus menunggu proses penyelesaian sengketa antara pihak

yang dieksekusi dengan pihak ketiga.

Meskipun terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan putusan

arbitrase, sebisanya putusan arbitrase yang telah bersifat final dan binding

harus tetap bisa terlaksana. Terlaksana dalam arti secara sukarela maupun

Page 83: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

72

melalui paksaan alat negara. Selain itu, kenyataan yang tidak terbantahkan

bahwa terdapat kekurangan dalam undang-undang arbitrase itu sendiri

sehingga memunculkan permasalahan saat pelaksanaan eksekusi sebagaimana

diuraikan sebelumnya. Oleh sebab itu, merupakan kebutuhan untuk segera

mengadakan perubahan-perubahan maupun penambahan-penambahan

ketentuan di dalam undang-undang arbitrase khususnya mengenai

pelaksanaan eksekusi.

Page 84: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas permasalahan di atas, dapat ditarik inti sari

sebagai berikut :

1. Peranan pengadilan dalam pelaksanaan putusan arbitrase BANI Nomor :

801/II/ARB-BANI/2016 adalah pemberian exequatur, penetapan perintah

eksekusi, melakukan aanmaning atau teguran serta eksekusi secara paksa

berupa sita, lelang dan pengosongan. Pelaksanaan eksekusi putusan BANI

Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 harus didaftarkan atau dideponir terlebih

dahulu di kepaniteraan pengadilan setempat. Tindakan deponir dilakukan

dengan cara menyerahkan dan mendaftarkan lembar asli atau salinan otentik

putusan arbitrase Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 yang telah dibacakan pada

tanggal 20 Februari 2017 oleh Sekretaris Majelis Arbitrase kepada Panitera

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penyerahan dan pendaftaran putusan

BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 telah sesuai berdasarkan ketentuan

dalam Pasal 59 Undang-Undang Arbitrase. Penyerahan dan pendaftaran

putusan arbitrase dilakukan pada tanggal 16 Maret 2017 atau kurang dari

batas maksimal 30 hari sejak tanggal putusan arbitrase diucapkan oleh majelis

arbitrase yaitu tanggal 20 Februari 2017.

2. Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 memiliki kekuatan

eksekutorial karena putusan tersebut telah dideponir dalam akta pendaftaran di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun hambatan yang ada

dalam pelaksanaan eksekusi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia

adalah hapusnya objek prestasi karena kebijakan publik (pemerintah).

Hambatan termasuk pula verzet atau perlawanan dari pihak tereksekusi dan

penundaan eksekusi. Kendala lainnya yaitu tereksekusi menolak karena tidak

Page 85: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

74

sesuai dengan amar, pemohon eksekusi menolak karena tidak sesuai dengan

amar dan amar putusan yang tidak jelas. Selain itu, terdapat hambatan lainnya

seperti eksekusi barang bergerak, perlawanan dari pihak yang akan dieksekusi

dan aset pembayaran yang sulit ditemukan.

3. Pelaksanaan putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 dapat

dilaksanakan meskipun tidak dikuatkan dengan putusan pengadilan. Putusan

BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 dapat dilaksanakan secara sukarela

oleh para pihak. Putusan BANI Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016 menurut

ketentuan Undang-Undang Arbitrase hanya perlu didaftarkan salinan

otentiknya kepada panitera pengadilan negeri setempat, yaitu Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Agar pengadilan dalam menetapkan permohonan eksekusi terhadap putusan

BANI tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan

menjunjung tinggi sikap profesionalisme.

2. Agar seyogyanya pihak tereksekusi mengedepankan itikad baik dan sukarela

melaksanakan putusan BANI karena sejak awal teknis persidangan, baik itu

pemilihan hukum, arbiter dan lain-lainnya semuanya telah melibatkan para

pihak.

3. Agar memperbanyak kajian dan diskusi ilmiah tentang arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk merevisi

kembali ketentuan UU/30/1999 Tentang Arbitrase, khususnya mengenai

pelaksanaan putusan arbitrase dimana BANI memiliki kewenangan untuk

melaksanakan putusannya sendiri tanpa harus bergantung pada penetapan

Ketua Pengadilan Negeri dsb.

Page 86: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

75

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu

Pengantar. Edisi Ke-2 (Revisi). Jakarta: Fikahati Aneska, 2011.

Adi Nugroho, Susanti. Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya.

Edisi 1. Jakarta : Prenadamedia. 2015.

Adolf, Huala, Dasar-Dasar Prinsip & Filosofi Arbitrase. Bandung : Keni Media,

2014.

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cita,

2010.

Basarah, Moch. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitrase Tradisional

dan Modern (Online). Bandung : Genta Publishing. 2011.

Emizon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama. 2001.

Ginting, Ramlan. Hukum Arbitrase. Jakarta: Universitas Trisakti, 2016.

Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatimah. Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang

Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia, dalam Seri Dasar-Dasar

Hukum Ekonomi 2: Arbitrase di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1995.

H.S., Salim. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta : Sinar

Grafika, 2003.

Hadimulyo. Mempertimbangkan ADR Kajian Alternative Penyelesaian Sengketa di

Luar Pengadilan. Jakarta : Elsan. 1997.

Harahap, M. Yahya. Alternative Dispute Resolution (ARD) Merupakan Jawaban

Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Masa Depan. Semarang :

FH.UKSW Press. 1996.

Harahap, M. Yahya. Arbitrase. Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika, 2016.

Page 87: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

76

Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta

: Gramedia Pustaka Utama. 1999.

Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi

Kedua. Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Hariyani, Iswi Hariyani. Penyelesaian Sengketa Bisnis, Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama, 2018.

Ibrahim, Jhon. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya :

Bayumedia. 2006.

Khoidin M. Hukum Arbitrase Bidang Perdata. Jakarta : CV. Aswiga Pressindo, 2013.

Maman Suherman, Ade. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Aspek

Hukum dalam Ekonomi Global. Jakarta : Ghalia Indonesia. 2004.

Margono, Suyud. ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum.

Jakarta : Ghalia Indonesia. 2000.

Memi, Cut. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Sinar Grafika, 2017.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta :

Cahaya Atma Pustaka, 2013.

Nasir, Muhammad. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Djambatan, 2005.

Nugroho, Susanti Adi. Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerepan Hukumnya.

Jakarta : Kencana, 2015.

Panggabean, HP. Negosiasi Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

(APS) dan Alternative Dispute Resolution (ADR). Jakarta : Jala Permata

Aksara, 2017.

Purwosusilo, H. Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa. Jakarta : Kencana,

2017.

Rachmadi Usman. Hukum Arbitrase Indonesia. Jakarta : Gramedia, 2002.

Rajagukguk, Erman. Butir-Butir Hukum Ekonomi. Jakarta : Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2011.

Page 88: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

77

Setiawan. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata. Bandung : Alumni,

1992.

Soemartono, Gatot. Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia. Jakarta : Gramedia, 2006.

Sukanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press, 2008.

Sutantio, Retnowulan & Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata Dalam

Teori Dan Praktek. Bandung : Mandar Maju, 2002.

Sutrisno, Cicut. Pelaksanaan Putusan Arbitrsase Dalam Sengketa Bisnis. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Syahrani, H. Riduan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung : Alumni,

2006.

Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2013.

Winarta, Frans Hendra Winarta. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional

Indonesia dan Internasional. Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

Jurnal

Arifin, Zainal. “Arbitrase Dalam Perspektif Hukum Islam”. Himmah. Volume VII

No. 18, 2006.

Faisal, M dan AD. BAsniwati. “Peranan Badan Arbitrasi Nasional Indonesia Dalam

Menyelesaikan Sengketa Bisnis Di Indonesia”. Jurnal Hukum Jatiswara.

Hendra, dkk. “Kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Kaitannya

Dengan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Ditinjau Dari Kasus

Antara Karaha Bodas Company, Pertamina dan PLN”. Law Review Fakultas

Hukum Universitas Pelita Harapan. Volume III, No. 3 (2003).

Prayogo, Sedyo. “Penerapan Batas-Batas Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan

Hukum Dalam Perjanjian”. Jurnal Pembaharuan Hukum., Volume III No. 2.

2016.

Rosadi, Edi, “Putusan Hakim Yang Berkeadilan”, Badamai Law Journal, Vol.1,

Issues 1, April 2016.

Salami, Rochani Urip dan Rahadi Wasi Bintoro, “Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dalam Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce)”, Jurnal Dinamika

Hukum, Vol. 13, No. 1 Januari 2013.

Page 89: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

78

Sihombing, Novreddy. “Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen”. JOM Fakultas Hukum. Volume 2, No. 1 (2015).

Situmorang, Mosgan. “Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional Di Indonesia

(Enforcement of National Arbitration Award in Indonesia)”. Jurnal Penelitian

Hukum De Jure. Volume 17, No. 4 (2017).

Subiakto, Henri. “Internet Untuk Pedesaan dan Pemanfaatannya Bagi Masyarakat”.

Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik., Volume 26 No. 24. 2013.

Sudini, Luh Putu dan Desak Gde Dwi Arini. “Eksistensi Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI) Dalam Penyelesaian Sengketa Perusahaan”. Jurnal Notariil.

Volume 2, No. 2 (2017).

Suryo, Robin A. dan Agita M. Ulfa , “Teori Kontrak Dan Implikasinya Terhadap

Regulasi Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah”, Jurnal Pengadaan. Volume 3.

No. 3. 2013.

Tjahjani, Joejoen. “Peranan Pengadilan Dalam Pelaksanaan Putusan Arbitrase”.

Jurnal Independent. Volume 2, No. 1.

Putusan

Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Nomor : 801/II/ARB-BANI/2016

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 745 K/Pdt/2018

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 728 PK/Pdt/2017

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2310 K/Pdt/2017

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2254 K /Pdt/2017

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 518 PK/Pdt/2017

Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah dan Data/Sumber Yang Tidak

Diterbitkan

N, Indah Hartatik. “Kajian Yuridis Tentang Perlawanan Eksekusi Lelang PUPN Oleh

Debitur Yang Wanprestasi Di BPD Bali Cabang Negara (Studi Putusan MA RI

No. 2911 K/Pdt/2000).” Skripsi S1 Universitas Jember. 2005.

Page 90: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

79

Sawadi, Prijatni. “Peranan Pengadilan dan Manfaat Penyelesaian Sengketa Melalui

Arbitrase”. Tesis S-2 Universitas Diponegoro. 2003

Sijabat, Heryanto. “Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Melalui Alternative Dispute Resolution”.

Utomo, Moh Akbar. “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Putusan Badan

Arbitrase Studi Kasus Sengketa Jembatan Ponulele Palu”.

W, A.A. Istri Ratih. “Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional.” Skripsi S1 Universitas

Airlangga. 2006.

Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3872.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076.

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang / Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33.

Republik Indonesia, Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /

Jasa Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Layanan Penyelesaian

Sengketa Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, Berita Negara Republik

Indonesia Nomor 864.

Sumber Lain http:// www.bppk.kemenkeu.go.id / id / publikasi / artikel / 147 - artikel - anggaran - dan -

Perbendaharaan / 20551 – urgensi – kebijakan – dalam – pengadaan – barang – dan –

jasa -pemerintah. Didownload pada tanggal 06 Mei 2018.

http://www.mahkamahagung.go.id. Didownload pada tanggal 17 September 2018.

Page 91: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

U n i v e r s i t a s I s l a m N e g e r i S y a r i f H i d a y a t u l l a h | 1

KUESIONER

KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI

PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN HAMBATAN-

HAMBATANNYA

(Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No.

801/II/ARB-BANI/2016)

PENELITIAN SKRIPSI

DARA FITRYALITA

NIM : 11140480000029

DATA RESPONDEN

NAMA :

INSTANSI : BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

JABATAN :

TELEPON :

TANGGAL PENGISIAN :

Pertanyaan Kuesioner telah dijawab oleh pihak BANI

melalui surat No.: 18.2579/X/BANI/ED Tanggal 16

Oktober 2018.

Page 92: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

U n i v e r s i t a s I s l a m N e g e r i S y a r i f H i d a y a t u l l a h | 2

PENELITIAN SKRIPSI

KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI

PUTUSAN BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA DAN HAMBATAN

HAMBATANNYA

(Studi Kasus Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Jakarta No.

801/II/ARB-BANI/2016)

Pengisian kuesioner ini diarahkan untuk menjelaskan dan menguraikan peranan

pengadilan dalam melaksanakan eksekusi putusan arbitrase. Penelitian ini juga

bermaksud untuk mengetahui dan memahami proses atau kekuatan hukum eksekutorial

hasil putusan badan arbitrase. Selain itu, untuk mengetahui pelaksanaan eksekutorial

BANI dan hambatan-hambatan yang dihadapi pasca putusan arbitrase dijatuhkan.

Berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki, Bapak/Ibu dimohon untuk

menjawab 14 (empat belas) pertanyaan ataupun dimungkinkan untuk memberikan

pernyataan yang merupakan hasil pemikiran atau analisis atas jawaban yang telah

diberikan.

Sumbangan pemikiran dari bapak/ibu akan sangat bermanfaat dan membantu bagi

penelitian skripsi ini. Selain itu, sekaligus menambah khazanah pengetahuan atau

kajian-kajian ilmiah terkini tentang arbitrase yang saat ini menjadi tren sebagai salah

satu alternatif penyelesaian sengketa.

Page 93: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

U n i v e r s i t a s I s l a m N e g e r i S y a r i f H i d a y a t u l l a h | 3

PERTANYAAN

1. Bagaimana menurut bapak penyelesaian sengketa melalui lembaga BANI ?

Jawaban

a. Kelebihan Arbitrase

1) Kerahasiaan.

2) Fleksibilitas dalam prosedur dan persyaratan administrasi.

3) Hak memilih arbiter oleh Para Pihak.

4) Pilihan hukum oleh Para Pihak.

5) Putusan final & binding.

6) Penyelesaian relatif lebih cepat.

b. Kekurangan Arbitrase

1) Adanya perjanjian (klausula) arbitrase merupakan keharusan.

2) Tidak terikat pada putusan arbitrase sebelumnya.

3) Itikad baik Para Pihak menentukan efektifitas pelaksanaan putusan arbitrase.

2. Apakah putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) mempunyai kekuatan hukum dan

bagaimana eksekusinya ?

Jawaban

Silakan saudara pelajari Bab IV Pasal 59 – 69 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

3. Bagaimanakah mekanisme eksekusi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ?

Jawaban

Putusan BANI dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak. Namun, apabila para pihak tidak

dapat melaksanakan putusan secara sukarela, maka putusan tersebut dapat dilaksanakan atas

perintah ketua pengadilan negeri melalui permohonan eksekusi yang diajukan oleh salah satu

pihak.

4. Bagaimana keterkaitan antara pengadilan dengan lembaga Badan Arbitrase Nasional Indonesia

(BANI) ?

Jawaban

Keterkaitan BANI dengan Pengadilan Negeri adalah pada saat proses pendaftaran Putusan

Arbitrase BANI di Pengadilan Negeri.

5. Bagaimanakah peran pengadilan dalam melaksanakan eksekusi hasil putusan lembaga Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ?

Page 94: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

U n i v e r s i t a s I s l a m N e g e r i S y a r i f H i d a y a t u l l a h | 4

Jawaban

Hasil Putusan BANI yang tidak dijalankan oleh salah satu pihak, maka pihak lainnya dalam

perkara arbitrase tersebut dapat meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri

dimana putusan arbitrase tersebut didaftarkan.

6. Pada prakteknya putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tidak mudah untuk

dilaksanakan, mengapa demikian ?

Jawaban

Pertanyaan bukan untuk BANI, silahkan Saudara tanyakan langsung ke pengadilan negeri.

7. Apakah hal-hal seperti : Permohonan pembatalan putusan arbitrase ke Pengadilan,

Perlawanan, Penundaan eksekusi, Terksekusi menolak karena tidak sesuai amar putusan,

Pemohon Eksekusi menolak karena tidak sesuai dengan amar putusan, Kedua belah pihak

menolak eksekusi, Amar putusan kurang jelas, Eksekusi barang bergerak dan Aset

pembayaran sulit ditemukan, menjadi hambatan atau kendala saat pelaksanaan eksekusi

putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ?

Jawaban

Silahkan lihat jawaban No. 6;

8. Bagaimanakah bentuk hambatan atau kendala dihadapi saat pelaksanaan eksekusi putusan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait sengketa pengadaan barang/jasa

pemerintah ?

Jawaban

Silahkan lihat jawaban No. 6;

9. Apakah rekomendasi atau audit dari institusi seperti BPK atau BPKP turut mempengaruhi

pelaksanaan eksekusi dari putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait

sengketa pengadaan barang/jasa pemerintah ?

Jawaban

Silahkan lihat jawaban No. 6;

10. Menurut Anda, apakah masih diperlukan aturan teknis / operasional lainnya dalam

menindaklanjuti UU/30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terkait

pelaksanaan eksekusi putusan lembaga arbitrase ?

Jawaban

Tidak perlu (lanjut ke pertanyaan nomor 11)

11. Jika jawaban No. 10 PERLU, mohon sebutkan pengaturan dalam bentuk apa yang masih Anda

Page 95: KEKUATAN EKSEKUTORIAL DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44597/1/DARA FITRYALITA-FSH.pdf · HAMBATAN-HAMBATANNYA (Studi Kasus

U n i v e r s i t a s I s l a m N e g e r i S y a r i f H i d a y a t u l l a h | 5

anggap perlu dalam melengkapi UU/30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa terkait pelaksanaan eksekusi putusan lembaga arbitrase ?

Jawaban

-

12. Menurut Anda, apakah lembaga arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

memerlukan struktur lembaga eksekusi tersendiri, terpisah dari pengadilan ?

Jawaban

Tidak

13. (Untuk pertanyaan nomor ) agar dapat disebutkan alasannya :

Jawaban

Putusan arbitrase bersifat universal, artinya dapat dilaksanakan di negara manapun, sepanjang

negara tersebut telah meratifikasi Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Pelaksanaannya di seluruh negara melalui

pengadilan negeri (court) negara setempat.

14. Saran perbaikan apa yang Anda usulkan untuk perbaikan dalam UU/30/2009 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa terutama berkaitan proses pelaksanaan eksekusi putusan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ?

Jawaban

Tidak ada