kejang 6

3
2.9. Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan laboratorium · Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. · Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah perifer, elektrolit dan gula darah. · Lumbal pungsi : Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan satu-satunya tanda meningitis. Factor resiko meningitis pada pasien yang datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini: Kunjungan ke dokter dalam 48 jam Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah- merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi Pemeriksaan saraf yang abnormal § Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : - Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan - Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan - Bayi > 18 bulan tidak rutin § Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. B. Pencitraan · Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography

Upload: gita-rahmatika

Post on 06-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemeriksaan penunjang

TRANSCRIPT

Page 1: kejang 6

2.9. Pemeriksaan PenunjangA. Pemeriksaan laboratorium· Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.· Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah perifer, elektrolit dan gula darah.· Lumbal pungsi :Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan satu-satunya tanda meningitis.Factor resiko meningitis pada pasien yang datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini:Kunjungan ke dokter dalam 48 jamAktivitas kejang saat tiba di rumah sakitKejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah-merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensiPemeriksaan saraf yang abnormal§ Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :- Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan- Bayi > 18 bulan tidak rutin§ Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

B. Pencitraan· Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :- Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)- Paresis Nervus VI- Papiledema· CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang demam kompleks.

C. Tes lain (EEG)· Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

Page 2: kejang 6

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.· Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.· EEG tidak diperlukan pascakejang demam sederhana karena rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.