sap kejang demam kel 6

37
SATUAN ACARA PENYULUHAN KEJANG DEMAM PADA ANAK POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS) POLI ANAK Dr. SAIFUL ANWAR MALANG 2014 1

Upload: doni-darco

Post on 27-Sep-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dokumen tentang kejang demam

TRANSCRIPT

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

POLI ANAK

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)

POLI ANAK Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

2014

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

POLI ANAK

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

DONI WARIATMAN(201410461011023)

INDRAWATI ISMAIL(201410461011009)

NUR DEWI MASYITHOH(201410461011010)

EVIY AFRITA(201410461011011)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2014

LEMBARAN PENGESAHAN

SAP KEJANG DEMAM PADA ANAK

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari:

Tanggal: Oktober 2014

Mengetahui,

Kepala IRJKepala SMF Anak

Dr. I Wayan Agung, SpoG (K) dr. Masdar Muid, Sp. A (K)NIP. 19710323.2006041.01 9 NIP. 19510306.1982101.001

LEMBARAN PENGESAHAN

SAP KEJANG DEMAM PADA ANAK

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari:

Tanggal: Oktober 2014

Pembimbing InstitusiPembimbing Lahan

Juwita S.Kep.Ns Emi Puji Astuti, Amk

NIP. NIP. 19510306.1982101.001

Mengetahui ;

Ka. Ur. Poliklinik Anak

Christie Iriyani, SST

NIP. 19620522.1985112.001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga Satuan Acara Penyuluhan dengan judul Kejang Demam Pada Anak dapat diselesaikan. Dalam penyusun Satuan Acara Penyuluhan ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari beberapa pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Budi Rahaju, MPH, selalu direkrut utama RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

2. Drg. Asti Kusuma Djadi, MMR selaku kepala bidang pendidikan dan penelitian di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

3. Dr. I Wayan, SpoG, selaku kepala instansi Rawat JAlan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

4. Dr. Prasetyo I.P,.SpA.M.Biomed, selaku coordinator Medis Poli Anak RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

5. Nunuk W, AMK, selaku KPP Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

6. Christi Iriyani, S.ST, Selaku kepala Urusan Ruangan (KAUR) di Poli Anak RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

7. Emi Puji Hastuti, Amk selaku pembimbing klinik di Poli Anak RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

8. Yoyok Bekti Prasetyo M.Kep,.Sp. Kom selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadyah Malang

9. Sunardi. M. Kep selaku Ka. Prodi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

10. Reni Ilmiyasih., M.Kep.Sp., Kep. An selaku pe,bombing Institusi Departemen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

11. Orang tua selaku pemberi semangat dalam menempuh pendidikan

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyuluhan Tubercolusis (TBC) pada Anak

Penulis menyadari bahwa satuan acara penyuluhan ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan/ Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikdan saran yang membangun gunamenyempurnakan satuan acara penyuluhan.

PAKET PENYULUHAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Pokok Bahasan : Kejang demam pada anak

Sasaran: Pasien, keluarga pasien, dan pengunjung

Tempat: Poli Anak

Hari/ tanggal: Kamis, 23 Oktober 2014

Waktu: 30 menit

Penyuluh: Ners UMM Kelompok 6

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium ( = di luar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi ( demam ). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam. (Price S.A 2000).

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000)

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985).

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999).

B. Tujuan instruksional

2.1 Tujuan umum

Setelah mengikuti penyuluhan tentang kejang selama + 30 menit, masyarakat bisa memahami dan mengerti tentang kejang.

2.2 Tujuan khusus

Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan mampu :

2.2.1 Menjelaskan pengertian tentang kejang

2.2.2 Menjelaskan macam-macam kejang

2.2.3 Penyebab kejang

2.2.4 Tanda dan gejala kejang

2.2.5 Menjelaskan tindakan pertolongan kejang

C. Sasaran

Sasaran penyuluhan adalah pasien, keluarga pasien, dan pengunjung poli anak.

D. Metode

Metode penyuluhan yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab.

E. Media

Media yang digunakan saat penyuluhan adalah leaflet, LCD dan laptop.

F. Organisasi

Keterangan :

= pendamping

= pemateri

= moderator

= operator

= observer

= peserta

Nama Anggota :

1. Moderator:

2. Pemateri :

3. Operator:

4. Observer:

G. Kegiatan Penyuluhan

Tahap

Waktu

Kegiatan penyuluhan

Kegiatan peserta

Metode

Media

Pembukaan

5 Menit

1. Membuka dengan salam

2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan.

4. Kontrak waktu

5. Menggali pengetahuan peserta sebelum dilakukan penyuluhan.

Mendengarkan

Memperhatikan

Menjawab apa yang diketahui

Ceramah

-

Penyajian

15 Menit

Menjelaskan tentang :

Mendengarkan menyimak

Ceramah, tanya jawab demonstrasikan

Leaflet, LCD dan laptop

Penutupan

10 Menit

1. Menggali pengetahuan peserta setelah dilakukan penyuluhan.

2. Tanggapan balik dari Ka.Ur Poliklinik anak

3. Menyimpulkan hasil kegiatan penyuluhan.

4. Menutup dengan salam.

Menjawab pertanyaan

Mendengarkan

Menjawab salam

Ceramah, tanya jawab

Leaflet

H. Evaluasi

a. Proses :

Jumlah peserta penyuluhan minimal 8 orang.

Media yang digunakan adalah leaflet, LCD, dan laptop

Waktu penyuluhan adalah 30 menit.

Persiapan penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum kegiatan penyuluhan.

Pembicara diharapkan menguasai materi dengan baik.

Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan penyuluhan berlangsung.

Peserta aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan.

b. Hasil :

Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan peserta penyuluhan dapat mengerti tentang TBC paru pada anak.

Diharapkan setelah dilakukan penyuluhan terdapat peningkatan pengetahuan dan perubahan pandangan mengenai TBC paru pada anak.

Diharapakan peserta mampu mengetahui tanda gejala dan cara pencegahan yang dapat dilakukan.

I. Materi (lampiran 1)

J. Daftar Pustaka (lampiran 2)

Lampiran 1

MATERI PENYULUHAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

A. DEFINISI

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial.

Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium ( = di luar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi ( demam ). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya kejang demam. (Price S.A 2000).

B. EPIDEMIOLOGI

Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan-5 tahun. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berisar 2-5% dibawah lima tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak terjadi dibawah lima tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan- 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.

Di berbagai negara insiden dan prevalensi kejang demam berbeda. Di Amerika serikat dan ropa pravelensi kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia prevalensi kejang demm meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan an di America. Di jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan di kepulauan Mariana (Guam), telah dilaporkan insien kejang demam yang lebih besar, mencapai 14%. Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat Benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Empat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.

C. KLASIFIKASI

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

Perbedaan antara kejang demam sederhana dan kompleks:

Sebagian besar (63%) kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks.

D.ETIOLOGI

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:

1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas

6. Gabungan semua faktor diatas

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.2 Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut. (lihat tabel ).

Penyebab demam pada 297 penderita KD.

Penyebab demam

Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitis

Otitis media akut (radang liang telinga tengah)

Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)

Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

Bronkitis (radang saiuran nafas)

Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)

Morbili (campak)

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

100

91

22

44

17

38

12

1

1

66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi lainnya.

Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya sekitar 1%, Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan.

E. PATOFISIOLOGIS

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi maupun anatomi.

Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel an ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potesial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+ dan Ca++. Bila sel syaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion natrium akan meningkat, sehingga Na+ akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial membran terhadap Na+ akan meningkat secara besr-besaran pula, sehingga timbul spike potensial dan potensial aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan kesel saraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimi yang dikenal dengan neurotransmitter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na+ akan kembali keluar sel dan K+ masuk kedalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:

a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada Hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedagkn pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi Hipoksemia.

b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia

c. Perubahan relatif neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menibulkan kejang

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada kejang emam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidan terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel menibgkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat

Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak semakin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:

a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang atau imatur

b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel

c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron

d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak akan meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosi laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas menyebabkan gangguan peredaran darah diotak sehingga terjadi hipoksemia dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.

F. KOMPLIKASI

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit) yaitu:

1.Kerusakan otak

2.Retardasi mental

3.Biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat.

G. MANIFESTASI KLINIS

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit.

Gejalanya berupa:

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit)

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengompol)

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

Mengantuk

Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

H. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada kasus kejang demam lebih ditujukan untuk mencari penyebab terjadinya demam, antara lain:(14)

1.Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dpat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

2.Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.Bayi kurang dari 12, diharuskan

b.Bayi antara 12-18 bulan, dianjurkan

c.Bayi > 18 bulan, tidak rutin kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

3.Elektroensefalografi

Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikasi pada usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).

4.Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan sepertiComputed tomography scan(CT-Scan) ataumagnetic resonance imaging(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi, seperti:

a.Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis)

b.Paresis nervus VI

c.Papiledema

J. PENATALAKSANAAN

Penanganan Umum Saat Kejang

Jangan panik berlebihan.

Jangan masukkan sendok atau jari ke mulut.

Jangan memberi obat melalui mulut saat anak masih kejang atau masih belum sadar.

Letakkan anak dalam posisi miring, buka celananya kemudian berikan diazepam melalui anus dengan dosis yang Sama.

Bila masih kejang, diazepam dapat diulang lagi setelah 5 menit, sambil membawa anak ke rumah sakit.

Bila anak demam tinggi, usahakan untuk menurunkan suhu tubuh anak anda dengan mengkompres tubuh anak dengan air hangat atau air biasa, lalu berikan penurun demam bila ia sudah sadar.

Jangan mencoba untuk menahan gerakan-gerakan anak pada saat kejang, berusahalah untuk tetap tenang.

Kejang akan berhenti dengan sendirinya. Amati berapa lama anak anda kejang.

Ukurlah suhu tubuh anak anda pada saat itu, hal ini bisa menjadi pegangan anda untuk mengetahui pada suhu tubuh berapa anak anda akan mengalami kejang.

Hubungi petugas kesehatan jika kejang berlangsung lebih lama dari 10 menit.

Jika kejang telah berhenti, segeralah ke dokter untuk mencari penyebab dan mengobati demam.

Penanganan Kejang Demam Saat Di Rumah Sakit

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam

Usia

Dosis IV (infus) (0.2mg/kg)

Dosis per rektal (0.5mg/kg)

< 1 tahun

12 mg

2.55 mg

15 tahun

3 mg

7.5 mg

510 tahun

5 mg

10 mg

> 10 years

510 mg

1015 mg

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.

Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis

Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut:

Antipiretik Antipiretik tidak mencegah kejang demam . Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.

Diazepam . Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat . Edukasi orang tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan . Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.

Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan. Efektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh . Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia

Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang .

L PENCEGAHAN

Beberapa tips untuk mencegah terjadinya kejang/ memperkecil resiko terjadi kejang adalah:

a.Tidur yang cukup setiap malam - mengatur jadwal tidur yang teratur.

b.Hindari stress.

c.Hindari narkoba dan alkohol.

d.Hindari terang, lampu berkedip dan rangsangan visual lainnya.

e.Makan makanan yang sehat.

f.Jika sudah pernah kejang sebelumnya dan sudah berkonsultasi, makan obat yang diresepkan dokter sesuai aturan.

g.Ketika terjadi kenaikan suhu bayi maka ibu hendaklah segera mengompres bayi/ anak.

h.Janganlah menyelimuti bayi, ibu sebaiknya melonggarkan pakaian bayi agar panas tubuh bisa keluar.

i.Periksalah suhu tubuh bayi sesering mungkin. Apabilasuhu tubuh bayiberada di atas 38 derajat Celcius, maka segeralah bawa bayi ke dokter .

Saat anak demam sebaiknya diusahakan menurunkan suhu badannya dengan cara:

Bila suhu udara panas, kenakan pakaian seminimal/setipis mungkin, atau tanggalkan pakaiannya.

Jangan selimuti anak dengan selimut tebal, karena justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan.

Kompres dengan lap basah (suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan anak). Jangan gunakan alkohol atau air dingin (penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan keracunan/intoksikasi).

Anak diusap dengan menggunakan lap atau busa yang dibasahi dengan air hangat pada permukaan tubuh sampai suhu normal. Biasanya suhu akan turun setelah pengompresan 30-45 menit.

Letakkan kompres di tempat yang tepat, yaitu di leher, ketiak, dan selangkangan. Tujuan utama mengkompres adalah memberi kemungkinan agar panas yang ada dalam tubuh dapat mengalir keluar.

Seka seluruh permukaan tubuh anak untuk menurunkan suhu di permukaan tubuh. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan.

Beri obat penurun panas.

Beri banyak minum.

Edukasi pada orang tua:

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkanbagi orang tua. Kecemasan dikurangi dengan cara:

1.Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

2.Memberitahukan cara penanganan kejang

3.Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4.Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat

Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Paediatr 2002; 7:143-151

Lampiran 2

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta; Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia 1997, hal 573 761.

Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al : Nelson, Ilmu

Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2000, hal 1028 1042.

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5, Tuberkulosis, hal 753 762

Tan, Hoan Tjay Drs.; Rahardja, Kirana Drs. : Obat obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek

efek Sampingnya, edisi ke 5, cetakan ke 2, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kelompok

Gramedia Jakarta, Bab 9 Tuberkulostatika,hal 145 154.

Waspadji,Soparman; Waspadji, Sarwono : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Hal 573 761.

16