kejahatan dan ruang publik peper.docx

15
A. Latar Belakang Masalah Realitas kehidupan manusia selalu berada dalam kondisi yang dinamis. Antara kepentingan dan tujuan hidup selalu berada dalam tataran perubahan tersebut. Karena keberadaan manusia ada dalam ruang dan waktu mengandaikan manusia terdorong untuk mengalami perubahan? Kita perlu mencermati kajian filsafat manusia secara singkat dan mendasar. Bahwasannya diskusi klasik yang hingga kini masih diperbincangkan seputar manusia adalah pertanyaan siapakah sebenarnya manusia itu. Dengan pertanyaan tersebut sejauh ini telah menghasilkan bermunculannya berbagai teori, konsep, konstruksi pemikiran bahkan telah berkembang menjadi banyak aliran terkait pemikiran tentang hakikat manusia. Secara sederhana aliran tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa aliran utama, yaitu materilalisme, idealisme, realisme, dan aliran teologi. Namun, hingga kini nampaknya pertanyaan tentang manusia itu tampaknya belum juga terpuaskan atau belum final. Untuk aliran meterialisme misalnya memiliki pandangan bahwa materi atau zat merupakan satu-satunya kenyataan. Karena semua pristiwa itu dapat terjadi melalui proses material. Demikian pula analogi yang terjadi pada manusia, yakni kejadian “ada-nya” adalah juga bagian dari proses-proses material itu sendiri. Hal ini akan bertolak belakang dari aliran idealisme. Menurut aliran idealisme, bukan materi yang menjadi kenyataan, kenyataan sebenarnya adalah “ide” bersifat rohani dan berinteligensi. Karena itu oleh aliran ini manusia 1

Upload: ady-habun

Post on 09-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

A. Latar Belakang Masalah

Realitas kehidupan manusia selalu berada dalam kondisi yang dinamis. Antara

kepentingan dan tujuan hidup selalu berada dalam tataran perubahan tersebut. Karena

keberadaan manusia ada dalam ruang dan waktu mengandaikan manusia terdorong untuk

mengalami perubahan?

Kita perlu mencermati kajian filsafat manusia secara singkat dan mendasar. Bahwasannya

diskusi klasik yang hingga kini masih diperbincangkan seputar manusia adalah pertanyaan

siapakah sebenarnya manusia itu. Dengan pertanyaan tersebut sejauh ini telah menghasilkan

bermunculannya berbagai teori, konsep, konstruksi pemikiran bahkan telah berkembang

menjadi banyak aliran terkait pemikiran tentang hakikat manusia.

Secara sederhana aliran tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa aliran utama, yaitu

materilalisme, idealisme, realisme, dan aliran teologi. Namun, hingga kini nampaknya

pertanyaan tentang manusia itu tampaknya belum juga terpuaskan atau belum final. Untuk

aliran meterialisme misalnya memiliki pandangan bahwa materi atau zat merupakan satu-

satunya kenyataan. Karena semua pristiwa itu dapat terjadi melalui proses material.

Demikian pula analogi yang terjadi pada manusia, yakni kejadian “ada-nya” adalah juga

bagian dari proses-proses material itu sendiri. Hal ini akan bertolak belakang dari aliran

idealisme. Menurut aliran idealisme, bukan materi yang menjadi kenyataan, kenyataan

sebenarnya adalah “ide” bersifat rohani dan berinteligensi. Karena itu oleh aliran ini manusia

dipandang bukan sebagai meteri tetapi sebagi mahkluk berjiwa spiritual.

Jika kita tarik benang merah dari beberapa pemikiran aliran di atas, umumnya berusaha

mendudukan hakikat manusia sebagai mahkluk diantara mahkluk lainnya di muka bumi ini,

sekaligus berusaha membandingkan diantara keduanya. Kesamaan manusia sebagai mahkluk

dengan mahkluk lainnya adalah pada dorongan naluriah (animal instinct) yang termuat pada

setiap persona. Namun, adapun perbedaan manusia dengan mahkluk lainnya adalah dalam

pengetahuan dan perasaan. Melalui pengetahuan yang dimiliki manusia, ia dapat hidup jauh

lebih berkembang (survival) dari pada pengetahuan mahkluk lainnya. Demikian juga melalui

perasaan manusia, ia dapat mengembangkan eksistensi kemanusiaannya menjadi lebih

beradab dibandingkan mahkluk lainnya.

Lantas, kita bisa menyimpulkan bahwa manusia memiliki eksistensi yang lebih tinggi dari

pada mahkluk lainnya: ia memiliki interligensi dan jiwa spiritual. Namun, apakah ini sudah

1

Page 2: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

cukup untuk menggambarkan keberadaan manusia? Kompleksitas keseluruhan dimensi

manusia bukan dilihat dari hal yang lahiria semata, akan tetapi perlu pendekatan transendensi.

Diluar yang fisik ada sesuatu yang melekat, yang memproyeksikan identitas person.

Ketika kita meletakan manusia pada posisi yang paling unggul dari semua realitas

mahkluk hidup di bumi ini, maka apakah manusia memiliki stuktur survival-nya selalu baik?

Pertanyaan lebih lanjut: mengapa ada kejahatan di bumi ini? Apakah sumber kejahatan dari

manusia atau hewan dan tumbuh-tumbuhan?

Asumsi atas pertanyaan tersebut memberi pengertian dasar atas hakikat manusia. Jika

manusia memiliki inteligensi dan mahkluk spritual, mengapa ada kejahatan? Bukankah

kejahatan ciptaan manusia? Jika kejahatan terjadi dalam ruang publik siapakah yang akan

dirugikan?

B. Rumusan Masalah

Secara pendekatan keilmuan perbincangan tentang kejahatan tidak terlepas dari manusia.

Yang manjadi tolok ukur (menciptakan) kejahatan adalah manusia. Melalui ilmu antropologi

atau filsafat manusia kita bisa mendekatkan konsepsi kejahatan. Kata manusia berasal dari

bahasa Yunani anthropos berarti manusia. Dalam perkembangan sejarah filsafat manusia

lebih dekat dengan kajian psikologi, tetapi tampaknya pendekatan psikologi dianggap kurang

mampu mendiskusikan manusia secara holistik. Karena sesungguhnya diskusi tentang filsafat

manusia tidak saja membahas aspek jiwa dan raganya , tetapi roh dalam badannya.

Dalam pandangan Albert Snijers, filsafat manusia dirumuskan sebagai refleksi atas

pengalaman yang dilaksanakan secara rasional, kritis, serta ilmiah, dan dengan maksud diri

manusia dari segi yang paling esensial.1 Inilah menjadi konsepsi penulis atas penguraian

argumentasi kejahatan. Tolok ukur kejahatan adalah manusia. Manusia yang menciptakan

kejahatan; “sumber kejahatan”2 adalah manusia.

Sehingga, hal ini menjadi orientasi mendasar pembentukan asumsi tentang kejahatan.

Dengan adanya penganadain bahwa: jika ada kejahatan, maka ada hukuman. Jika ada

hukuman pasti ada problem tingkah laku manusia yang bertolak belakang dengan asas

kemanusiaannya. Oleh karena itu, hukuman diberikan kepada seseorang yang melanggar

1 Lih. Snijders, Adelbert, Manusia dan Kebenaran, Kanisius, Yogyakarta, 2006.2 Secara tegas penulis tidak mengklaim bahwa manusia menciptakan segala kejahatan. Namun, konsepsi atas kejahatan adalah manusia. Tentu, pernyataan tersebut sesungguhnya tidak menyikapi secara langsung pengreduksian terhadap kemanusiaan manusia. Disini penulis hanya menekankan soal asal mula adanya kejahatan adalah manusia yang menciptakannya.

2

Page 3: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

aturan kemanusiaan manusia. Ia melanggar harkat dan martabat bersama orang lain. Sistem

nilai yang dikejar dalam kebersamaan memiliki koneksi atas segala tindakan manusia. Nilai

merupakan sesuatu yang diperjuangkan oleh manusia. Disini kita meletakan common good

sebagai nilai yang diperjuangkan oleh setiap individu sebagai anggota masyarakat.

Maka, kebaikan selalu menempatkan posisi yang tak terpisahkan dari sebuah tindakan etis

manusia terhadap tindakan pelanggaran hak dan kewajiban manusia. Jika manusia berbuat

kriminal, maka ia akan mendapatkan suatu tuntutan legal. Hukuman selalu diberlakukan bagi

mereka yang telah melakukan tindakan kejahatan, seperti kriminalitas: pembunuhan

berencana, perampokan, jambret, dll.3

C. Tujuan Penulisan

Secara mendasar penulisan tersebut membahas Kejahatan dan Ruang Publik. Dengan

asumsi dasar bahwa manusia merupakan pencipta kejahatan. Ketika manusia melakukan

kejahatan, maka perlu ada hukuman yang menfungsikan prinsip keadilan dan common good

dalam sebuah masyarakat.

Indikasinya adalah kejahatan selalu mengkaitkan dengan hukum. Karena hukum

merupakan tata aturan yang mengfungsikan dirinya sebagai hukum yang mengatur dan

melarang tindakan manusia. Sifatnya mewajibkan semua orang untuk mentaati. Jika

seseorang melanggar hukum, maka konsekuensinya adalah ia akan mendapat hukuman.

Hukuman bisanya dikenakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, hukum dalam tahap ini perlu mendominasi soal katatanan hukum yang

rasional- mendapat ruang kemasukakalan publik. Artinya produk sebuah hukum memiliki

unsur rasional. Selain itu, hukum harus memiliki sikap konsisten atas produk hukum yang

ada. Konsistensi hukum menempatkan suatu nilai ketahanan hukum yang bersifat legal-di

promulgasikan kepada publik secara merata.

Artinya, produk hukum tidak dibuat semena-mena demi kepentingan tertentu. Sehingga,

apa pun produk hukum yang telah dilegalisasi perlu diapresiasi secara positif. Nah, ketika

pelaku kriminal melakukan tindakan bejatnya, tentu secara hukum ia akan mendapat

hukuman. Karena, tindakannya telah melanggar tata aturan bersama. Namun, hukuman yang

3 Jambret Di-Ko Korban, Jawa Pos, Sabtu, 6 September 2014, hlm. 31. Upah Tak Cukup, Kuli Bangunan Menjambret, Jawa Pos, Selasa, 16 September, 2014, hlm. 27. Tangkap Terduga Teroris Bagian Logistik, Jawa Pos, Selasa 16 September, 2014, hlm. 12. Tangkap Pemilik Ladang Ganjah Bogor, Jawa Pos, Rabu, 17 September 2014, hlm. 10. Kuli Bangunan Curi Satu Truk Semen, Jawa Pos, ibid, hlm. 30. Pasutri Tipu Pencari Kerja, Jawa Pos, Jumat, 7 November 2014, hlm. 35.

3

Page 4: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

diberikan harus bersifat rasional, bukan kompromitisasi atau manipulasi pasal-pasal agar

pelaku kriminal diberikan penitensi seberat-beratnya, atau sebaliknya.

Untuk itu, hukum perlu mendapat kritik secara mendasar bagaimana mekanisme

pelayanan keberlakuan hukum bagi pelanggar hukum secara adil dan merata di negeri ini.

Hukum bukanlah rekayasa imajiner manusia. Akan tetapi, hukum merupakan produk dari

argumentasi ontologis akal budi manusia. Maka, produk sebuah hukum bernilai karena ada

unsur kerja akal budi manusia. Manusia yang menghasilkan aturan hukum yang memiliki

fungsi untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama dalam suatu kelompok masyarakat.

Dengan demikian, selain bertujuan untuk membahas Kejahatan dan Ruang Publik, dalam

penulisan peper tersebut bertujuan pula untuk melihat secara mendasar soal keberlakuan

hukum yang otentik. Sebab, keabsahan sebuah hukum perlu ada penempatan pelayanan yang

manusiawi. Bukan sebuah bentuk pelayanan diskriminatif.

4

Page 5: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

BAB IPEMBAHASAN

A. Kejahatan dan Ruang Publik

Kata napi dalam sebuah acara televisi: “berjaga-jagalah dan waspadalah sebab kejahatan

akan selalu ada di sekitar kita”. Lalu, kita pasti akan bertanya: apa itu kejahatan? Siapa yang

membuat kejahatan? Siapa pelaku suatu tindakan kejahatan?

Kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang merugikan”. Secara lebih luas kita

bisa mengartikan kejahatan merupakan suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah

laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan

hukuman denda dan seterusnya.

Menurut hemat saya, kejahatan merupakan sebuah konsep yang universal. Karena ia

melekat dengan tendensi transendental manusia. Kejahatan terjadi karena adanya pemenuhan

kepentingan manusia. Dalam diri manusia terdapat dua macam kepentingan, yaitu

kepentingan individu dan kepentingan bersama.4 Kepentingan individu didasarkan manusia

sebagai mahkluk individu, karena pribadi manusia yang ingin memenuhi kebutuhan pribadi.

Misalnya, seseorang melakukan penjambretan karena ada usaha untuk memenuhi

kepentingan pribadinya.

Kepentingan bersama didasarkan sebagai mahkluk sosial (kelompok) yang ingin

memenuhi kebutuhan bersama. Dalam perjalananya, kepentingan-kepentungan tersebut

kadang saling berhadapan dan kadang saling berkait. Terkadang muncul suatu penolakan dan

penerimaan yang pada akhirnya bermuara pada etika, yaitu suatu ajaran tentang norma dan

tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan manusia. Artinya, titik kompromi antara

kepentingan individu dan bersama ditimbang menurut kadar etis tidaknya kedua kepentingan

tersebut.

Sehingga dalam pencapain “kepentingan” entah individu atau bersama selalu terkait

dengan manusia yang melanggengkan jasanya. Manusia sebagai mahkluk individu diartikan

sebagai person atau perseorangan atau sebagai diri pribadi. Manusia sebagai diri pribadi

merupakan mahkluk yang menciptakan secara sempurnah oleh Tuhan yang Maha Esa. Jelas

kedudukan manusia sebagai mahkluk mulia, karena itu tidak dibenarkan manusia melakukan

perbuatan tercela seperti jambret, mengkonsumsi narkoba, pemerkosaan, berjudi, korupsi, dll.

4 Kata kepentingan bersama, dalam hal ini dipersempit dengan pengertian yang mewakili kelompok keluarga atau semisalnya kelompok-kelompk kecil, seperti geng motor, dll. Kepentingan di sini dilekatkan pada presepsi seseorang akan kebangunan nilai yang diperjuangkan dalam hidupnya.

5

Page 6: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

Manusia sebagai mahkluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam

kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan

sendiri. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi

dengan sesamanya.

Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam sisi semacam inilah manusia meletakan tindakan

kriminalitasnya. Pandangan lain tentang manusia disampaikan Hobbes bahwa manusia pada

dasarnya memiliki sifat agresif atau jahat. Tetapi, Rousseau justru melihat sebaliknya, yaitu

manusia pada kodratnya adalah baik. Antara asumsi kedua filsuf tersebut justru meletakan

perbedaan pandangan yang signifikan. Sehingga kita dapat melihat bahwa pemikir-pemikir

lain justru meletakan manusia sebagai yang tak berarti atau “keinginan” yang sia-sia. Inilah

menjadi perdebatan hakikat manusia (leben-philosophie).

Dari perdebatan semacam ini membuat kita lebih mendasar melihat realitas kejahatan

yang terjadi pada manusia dalam ruang lingkup yang lebih luas. Menurut hemat saya,

kejahatan selalu terjadi dalam ruang dan waktu. Dalam ruang dan waktu inilah ada proses

dinamisasi kehidupan manusia. Tidak heran konsep kejahatan perlu kita letakan pada ruang

publik.

Ruang publik merupakan suatu keadaan kompleks di mana terdapat kumpulan individu-

individu, yang memiliki kepentingan-kepentingan sebagai mediasi revitalisasi kehidupan

manusia menjadi survival. Namun, kita pun kembali pada kebangunan konsep awal bahwa

kejahatan yang terjadi dalam ruang publik karena adanya usaha pemenuhan kepentingan yang

bersifat dinamis, atau sebaliknya.

Dengan demikian, kejahatan yang dilakukan oleh manusia dalam ruang publik tidak bisa

dipisahkan dari ketentuan norna hukum yang berlaku dalam masyarakat. Antara pelanggar

hukum dan hukum memiliki konjungsional yang esensial. Tidak lain hukum selalu

menegakan keadilan sebagai usaha menciptakan common good. Maka, kepada siapa pun yang

melanggar norma hukum, selalu dikenakan sanksi.

B. Kebangunan Hukum Kriminal: Asas melawan Kejahatan

Perlu kita ketahui, apa yang menyebabkan adanya hukum kriminal? Secara logis ini

secara langsung mempertanyakan soal hakikat hukum. Hukum diartikan sebagai usaha untuk

mengikat tangkah laku seseorang dengan tujuan menciptakan common good. Maka, hukum

dalam tataran tersebut semakin obyektif keberlakuannya. Sifat dasar sebuah hukum adalah

mengikat tindakan seseorang, bahkan mendesak agar seseorang menjalankan aturan tersebut.

6

Page 7: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

Lalu, apa tujuan keberlakukan produk hukum kriminal? Dalam proses pengajaran Filsafat

Hukum, secara langsung Romo Emanuel menandaskan bahwa tujuan keberlakuan produk

hukum kriminal adalah untuk mencegah perilaku yang secara serius mengancam atau

membahayakan baik hak individu maupun kepentingan publik.5

Selain itu bertujuan untuk melindungi hak individu. Sebagai tuntutan dasar bahwa setiap

individu perlu diberlakukan sama (sesuai dengan norma hukum, pasal yang terkait) di

hadapan hukum. Janganlah menjadikan hukum sebagai suatu bentuk manipulasi diskriminatif

“kapital”.

Dalam Declaration Of Human Rights menyatakan bahwa all are equal before law and

are entitled without discrimination to equal protection of law. All are entitled to equal

protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any

ecitement to such discrimination.6

Dihadapan hukum ditegaskan bahwa dalam pasal 27 ayat 1 dan pasal 28 ayat 1 UUD

1945, menyatakan jaminan persmaaan di hadapan hukum. Sedangkan jaminan perlindungan

dari diskriminasi diatur dalam pasal 281 ayat 2 UUD 1945.7 Pernyataan persamaan dihadapan

hukum tidak hanya mengandung konsekuensi setiap orang memiliki hak dan perlindungan

yang sama dihadapan hukum, atau pelanggar hukum yang sama dikenakan hukum yang

sama.

Tujuannya adalah mencapai “keadilan”. Keadilan bukan diletakan pada soal keberlakuan

pasal yang ada. Namun, bagaimana kebijakan seorang hakim memberikan hukuman kepada

pelanggar hukum secara adil. Pada tatanan tersebut sikap hakim harus netral (proposional).

C. Hukum dan Bentuk-bentuk Perlindungan Hak (Asai Manusia)

Hukum sebagai rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku manusia. Salah satu

tugas hukum adalah melindungi hak (asasi manusia). Bentuk konkret aktivitas hukum adalah

mencegah, mengatasi dan merekonsilsiasi pelanggaran terhadap hak (sasi manusia) individu

atau publik.

Dari pelbagai pengalaman pelanggaran terhadap hak-hak (asasi manusia), produk hukum

dibuat sebagai antisipasi terhadap kejahatan (pelanggaran). Berdasarkan rangkaian

pengalaman atas tindakan kejahatan menjadi sumber aspirasi terbuatnya sebauh produk

hukum. Produk hukum yang dibuat untuk melindungi hak-hak (asasi manusia). Adanya

5 Prasetyono, Emanuel, Power Point Filsafat Hukum, Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, 2014. 6 Gaffer,M, Janedjri, Demokrasi Konstitusional, Praktek Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hlm. 140. 7 Ibid, 140.

7

Page 8: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

hukum mengantisipatif terjadinya tindakan kriminal yang heroik di dalam masyarakat (ruang

publik).

Ada tiga macam bentuk hukum sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak (asasi manusia): pertama, Property Rule. Peraturan yang menyangkut kepemilikan harta benda. Kedua, Liability Rule. Peraturan yang menyangkut tanggung jawab dan kompensasi atas perbuatan pelanggaran terhadap hak seseorang. Ketiga, Inalieability Rule. Peraturan yg melindungi hak subyek yg sifatnya hakiki, yang tidak terlepaskan secara esensial dari hakekatnya sebagai subyek, juga jika subyek tesebut tidak menghendakinya.8

D. Fungsi dan Kaitan Negara dalam Konteks Perumusan Kejahatan Kriminal dan Hukum Kriminal

Antara tatanan ideal dan realitas merupakan satu realitas konseptual. Suatu tatanan nilai

hanya dapat dikatakan ideal apabila dipercaya sebagai sesuatu yang baik dan benar oleh

masyarakat. Hanya tatanan nilai semacam ini memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum

dibentuk dengan menggabungkan antara kedua tatanan nilai tersebut sehingga mencapai

tujuan hukum, tidak hanya kepastian hukum, melainkan juga kemanfaatan hukum.

Hukum yang merefleksikan tindakan kejahatan manusia tidak dimaksudkan sebagai

hukum yang hanya menjadi pembenar bagi realitas sosial. Namun, sebaliknya, hukum yang

dibentuk untuk menyelesaikan masalah-masalah kejahatan yang ada di masyarakat itu sendiri

dalam mewujudkan tatanan nilai ideal.

Hanya dengan demikian hukum dapat diberlakukan secara efektif. Karena, masyarakat

percaya bahwa nilai tersebut diyakini sebagai instrumen untuk menyelesaikan persoalan

kejahatan dalam masyarakat yang dihadapi bersama.

Dengan demikian tugas dan kewajiban negara adalah menjamin ketahanan tatanan hukum

yang adil. Maka, tugas hakiki negara adalah melindungi kepentingan publik. Pada prinsipnya,

hukum kriminal tidak berbicara tentang penyesuaian hak & kewajiban antara individu-

individu, tetapi antara individu dan negara.

Oleh karena itu, pembicaraan tentang pelaku kejahatan sungguh-sungguh relevan sejauh

menyangkut kepentingan negara, bukan kepentingan individu. Oleh karena itu, hukum

kriminal sangat penting bagi negara. Ia merupakan alat bagi negara untuk menjamin dan

membela kepentingan publik. Peran hukum kriminal bagi negara adalah menjamin

pembelaan kepentingan publik bukan sebagai proteksi total, melainkan sebagai PROTEKSI

OPTIMAL.9

8 Ketiga bentuk bentuk hukum sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak (asasi manusia) di kutip oleh penulis secara langsung dari : Prasetyono, Emanuel, Power point Mata Kuliah Filsafat Hukum, UNIKA Widya Mandala Surabaya, 2014. 9 Presetoyono, Emanuel, Power Point Filsafat Hukum, Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala Surabaya, 2014.

8

Page 9: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

BAB IIIPENUTUP

A. Kritik

Menanggapi tentang keberlakuan hukum kejahatan perlu diberi ruang praktik yang

manusiwi. Artinya, keberlakuan produk hukum kriminal perlu diakui secara etis, memiliki

prinsip keadilan serta rasional. Bila tidak akan menimbulkan negara lemah dalam

mengentaskan kejahatan. Sebab negara menjamin ketahanan keamanan masyarakatnya secara

adil dan merata.

Tugas negara benar-benar aktif melegitimasikan produk hukum yang ada, agar tetap

membentuk suatu konstitusional negara yang common good. Proses tersebut sangat penting

mendorong tumbuh dan berkembangnya masyarakat ke arah yang lebih produktif, terjamin

keamanan masayarakat.

B. Kesimpulan

Negara menjamin ketertiban, menjaga keamanan masyarakat dari tindakan kejahatan

yang semakin marak terjadi dewasa ini. Kejahatan bermula dari kepentingan sepihak.

Pemanfaatan peluang sangat terdeteksi oleh perilaku kejahatan masyarakat saat ini.

Kebutuhan sandang, pangan, dan papan, belum tercukupi bisa jadi akan semakin marak

terjadinya tindakan kejahatan masyarakat. Pemicu kejahatan disebabkan oleh peluang kerja

masyarakat minim, sehingga tidak ada pendapatan yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi sehari-hari (bdk. foot note kasus).

Sehingga, ketika manusia melakukan kejahatan sesungguhnya ia mereduksi

kemanusiaannya. Sebab, sifat dasar manusia berbeda dengan mahkluk lainnya. Ia memiliki

tendensi transendental, bukan sekedar pengertian lahiria. Oleh karena, itu eksitensi manusia

menjadi mata rantai kebangunan common good yang semakin otentik (beradab).

9

Page 10: Kejahatan Dan Ruang Publik peper.docx

Daftar Pustaka

Gaffer,M, Janedjri, Demokrasi Konstitusional, Praktek Ketatanegaraan Indonesia Setelah

Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, 2012.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.

Hardiman, Budi, Ruang Publik, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

Magnis, Franz, Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta,

1987.

Snijders, Adelbert, Manusia dan Kebenaran, Kanisius, Yogyakarta, 2006.

Untung, Budi, Hukum dan Etika Bisnis, ANDI, Yogyakarta, 2012.

Ujan, Ata, Andre, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 2009.

10