perempuan di ruang publik (kajian sayyidah ‘a

33
PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A<ishah Bint Abi Bakar yang Digambarkan dalam Kitab S}ah}i>h} Al-Bukha>ri> ) Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Hadis dan Tradisi Kenabian Oleh : Nur Ikhlas 21151200100052 Pembimbing : Prof. Dr. Zaitunah Subhan KONSENTRASI HADIS DAN TRADISI KENABIAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Upload: dangthuy

Post on 15-Aug-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK

(Kajian Sayyidah ‘A<ishah Bint Abi Bakar yang Digambarkan

dalam Kitab S}ah}i>h} Al-Bukha>ri>)

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Magister dalam Bidang Hadis dan Tradisi Kenabian

Oleh :

Nur Ikhlas

21151200100052

Pembimbing :

Prof. Dr. Zaitunah Subhan

KONSENTRASI HADIS DAN TRADISI KENABIAN

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Page 2: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Segala puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, sang

penguasa Jagad Raya yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan

inayahnya sehingga penulis dapat merampungkan tesis dengan judul

‚PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A<ishah Bint

Abi Bakar yang Digambarkan dalam Kitab S}ah}ih{ Al-Bukha>ri>). Shalawat

dan salam selalu tercurah pada murabbi terbaik kita Nabi Muhammad

saw beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikut setia beliau hingga

hari akhir. Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik berupa

moril maupun materiil. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis

ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik

materil maupun moril dalam penyelesaian penelitian ini. Pertama,

kepada bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA selaku

Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran pimpinan,

Prof. Dr. Didin Syaefuddin, M.A., dan Dr. JM. Muslimin, M.A., juga

kepada seluruh civitas akademika dan Perpustakaan SPs UIN Jakarta.

Kedua, Prof. Dr. Zaitunah Subhan, M.A selaku dosen

pembimbing, penulis haturkan banyak terima kasih atas kesabaran dan

keikhlasannya dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga

bisa menyelesaikan penelitian ini dan terima kasih atas ilmu-ilmu yang

beliau berikan dan bermanfaat. Tidak lupa para dosen Sekolah

Pascasarjana UIN Jakarta yang telah memberikan ilmunya, Prof. Dr.

Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Suwito, M.A, Alm. Prof. Dr. M.

Bambang Pronowo, M.A., Prof. Salman Harun, M.A., Prof. Dr. Iik Arifin

Mansurnoor, M.A., Prof. Dr. Amani Lubis, M.A, serta para dosen

lainnya yang turut memberikan sumbangsih pemikiran sehingga

penelitian ini dapat diperbaiki dengan sebaik-baiknya.

Ketiga, rasa ta’zhim dan terima kasih yang sangat mendalam

kepada ayahanda Taswin dan ibunda Mardiana tercinta yang telah

memberikan banyak waktu, pikiran, dan tenaganya sejak penulis lahir

sampai saat ini. Kesabaran, keikhlasan, perhatian serta kasih sayang

keduanya yang tak pernah habis bahkan bermunajat tak henti-henti

untuk mendoakan penulis agar mendapatkan kesuksesan dalam

menyelesaikan studi. Merekalah obat bagi penulis dan selalu ada di hati

penulis, serta jasa beliau tidak bisa digantikan dengan apapun dan

kupersembahkan tesis ini untuk kalian. Apa yang telah diberikan

Page 3: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

keduanya, akan selalu menjadi pijakan awal penulis untuk terus

berkarya. Keempat, rasa terimakasih yang tak terhingga juga penulis

ucapkan untuk adik Khairussalam, Akbar Siddiq, Khairul Ajma’in dan

Syahru Fitra. Dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan kasih

sayang, motivasi dan bimbingan serta do’anya.

Rasa terimakasih yang besar juga penulis ucapkan untuk

keluarga besar bapak Baharuddin, etek Olliwati Bahar, kak Ayu, dek

Liza. Mak ciak (Iyan Safri) dan tek Wid (Widya Marta Tanjung) yang

telah menjadi keluarga penulis selama dijakarta.

Kelima, tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak kepada

teman dan sahabat seperjuangan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, terutama kepada Diah, Oga, ni Tya, Zikra, Reni,

Khaidir, Kak Aam, Hifni dan serta teman-teman yang lain dengan

kebijaksanaan mereka yang enggan untuk dituliskan namanya. Di

berbagai kesempatan dapat berdiskusi bersama kalian, dan satu persatu

berguguran di pelaminan. Dari yang bersemangat juang bak tentara

kemerdekaan hingga yang berjuang dengan omongan, penulis haturkan

terima kasih. Teman Folindo Pak Mardian, Mas Yusuf, bung yes, Pak

Ari, pak Heru, pak Nef juga bapak, Ibu teman yang lainnya (tidak bisa

disebutkan satu-satu) Karena masing-masing telah memberi andil dalam

suasana hati penulis. Kak Syarif yang selalu memberi masukan dan

bantuan selama penulisan tesis. Keenam, teman-teman kostan yang

selalu menghibur dan sama-sama berjuang jauh dari keluarga kk ika,

Usnul, Lia dan mba Umi. Ketujuh, penulis juga ucapkan terimakasih

banyak kepada senior yang selalu mau membantu dan direpotkan bang

Marjan Fadil. Jazakallah Khairan wa Ahsanal Jaza.

Semoga Allah memberikan imbalan pahala yang banyak dan

kesuksesan terhadap apa yang telah dilakukan oleh semua pihak yang

telah berjasa baik secara langsung maupun tidak langsung kepada

penulis. Akhirnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini

masih jauh dari kata ‚sempurna‛ karena kekurangan dan keterbatasan

penulis. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran

sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini.

Jakarta, 18 Februari 2018

Penulis,

Nur Ikhlas

Page 4: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

iii

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa perempuan di ruang publik

sebenarnya sudah ada pada masa awal Islam. Hal ini dibuktikan dalam

kitab hadis Ja>mi’ S}ah}i>h} Al-Bukha>ri> yang digambarkan oleh sayyi>dah

‘A>ishah seorang perempuan yang hidup sebagai istri Rasulullah saw

pada abad 6-7 Masehi. ‘A>ishah sebagai seorang perempuan memainkan

peran penting terhadap masyarakat dan kaum hawa pada masa itu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengubah paradigma yang cenderung

memojokkan perempuan selama ini. Khususnya mengenai posisi

perempuan di ruang publik, di lihat dari sisi literature hadis dalam kitab

klasik.

Penelitian ini mendukung pendapat dari Mona Etienne

(1980),Handerson (1986) dan Catherine Scott (1995) yang menyatakan

bahwa pemahaman tentng subordinasi perempuan dalam sejarahnya telah

membalik pemahaman masyarakat tentang perempuan sebenarnya,

sehingga muncul pendapat yang cenderung memojokkan perempuan

selama ini, khususnya di ruang public. Pemahaman tentang ruang publik

yang didominasi oleh laki-laki memperkuat anggapan bahwa perempuan

hanya terlibat pada ruang privat keluarga saja. Penelitian ini menolak

teori dan pendapat dari Maria Mies (1986), Diane Rocheleau

(1996),Easter Wangari (1996), Friedrich Engeles (2012) dan Karl Marx

(2012) dengan teori Marxis nya mengatakan bahwa semua perempuan

mengalami penindasan dalam sejarahnya, laki-laki dan perempuan

melakukan pekerjaan yang berbeda-beda dimana perempuan cenderung

bertanggung jawab pada soal pengurusan dan perawatan anak saja.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan

memusatkan pengumpulan data melalui penelitan kepustakaan (library research) dengan membaca, mengamati, memahami, dan mempelajari

bahan-bahan yang dikumpulkan yang dianggap berhubungan dengan

pokok bahasan, kemudian dianalisa dan dipaparkan dalam tulisan. Data

primer dalam penelitian ini adalah kitab hadis Jami’ Shahih Al-Bukhari

dan sumber sekunder penelitian ini adalah semua referensi yang terkait

dengan pembahasan penelitian tesis berupa kitab-kitab hadis, buku,

jurnal, artikel, makalah, encyclopedia dan kamus.

Kata Kunci : Ruang publik, Perempuan, ‘Aishah, dan Al-Bukhari.

Page 5: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

v

امللخص

البحث في هزه الشسالة يثبت أن دوس املرشأ فري املمع رع وفرشو ور

عصش الصذس ألاول و العاسيخ إلاسالوي، رلك سأينرا ور دوس الدر ذ عا رة

فررررري املمع رررررع وررررر كرررررالل دساسررررر نا فررررري عرررررا ال ررررر ملسو هيلع هللا ىلص صوجرررررة سسررررر ل

صوانهررراق البخررراسفق كرررذ ااشرررت عا رررة مافرررا دوسا وا رررا فررري املمع رررع واملرررشأ فررري

ويهرررذ هرررزا البحررررث نظرررل ام رررري شترررش الفاورررة اليرررر ممررراه املررررشأ الرررزف سأينرررراه

ال رر ، كص ررا فرري وررر ة دوس املررشأ فرري املمع ررع، نالبحررث عرر دوسهرر ورر

عا التياثق

( 0891) (Mona Etienne)هرررررررررزا البحرررررررررث ي يرررررررررذ سأف و شرررررررررا أم ررررررررر

( 0881) (Catherine Scott)واررامشي سرر (0891) (Handerson)وهاشذسسر ن

الكررررا ا ن نرررر ن مرررراسيخ اة ش ررررة اللدرررر ية ورررررذ رررري ه رررر املمع ررررع رررر ارررررش

أورررررر ال مرررررررنكي دوس املرررررررشأ فررررررري ررررررا ه و اة صررررررر دوسهررررررر فررررررري املمع رررررررع،

رراملمع ع عنرررذها و ررذان كرررا لاشجرررال ولفيررك نررراملشأ ال رر ي ررر ن دوسهررر

(1844) (Karl Marx)في الب وألاسرش ق ولفراسا البحرث سأف اراسل وراس ك

(Diane Rocheleau)وديررراري سويررر ا او (6891) (Maria Mies) وواسيرررا وررر ك

الكرررا ا ن نررر ن املرررشأ ع ررري Easter Wangari (0881) وأيدرررتي واشمررراسف (0881)

العرراسيخ وررذ ة كرر نررالتاا، الشجررال واملررشأ يف ارر ن فرري و ررا وخعا ررة وررع

و ل املمع ع مخص ي دوس املشأ في الب وسعاية ألاط الق

ي رررر ن البحررررث فرررري هررررزه الشسررررالة نحثررررا ش ع ررررا يررررعا ج ررررع وجا كرررر عرررر

عررر طشيرررل ويرررعا محا ررر وجا كررر (Library Research) طشيرررل البحرررث امليع ررر

الكرررررشا والذساسرررررة جرررررا ن انهرررررا عررررر طشيرررررل العحا ررررر ال ررررر يق ي ررررر ن املصرررررذس

ألاساسررر لابحررررث عررررا اة رررراوع ال رررر لابخرررراسف ررررا أشرررر م رررر ن املصررررادس

Page 6: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

vi

إلاضررا ة لابحررث ورر اليعررا اة ذيت ررة واليعررا ألاكررشال واملمررال واملكرررا

وامل س عا واملع ا ق

أ ، عا ة، البخاسف ال ا ا امل عا ة: املمع ع، املش

Page 7: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

vii

ABSTRACT

This study proves that women in the public sphere actually

existed in the early days of Islam. It is evidenced by the book of Hadi>th Ja>mi' S}ah}i>h} Al-Bukha>ri> which is described by Sayyidah ‘A<ishah a

woman who lived as the wife of the Messenger of Allah in the 6-7

century AD. ‘A<ishah served as an important woman foster community

and women at that time. This study aims to change the paradigm that

tends to discredit women over the years, especially the position of

women in the public sphere. It is viewed from the side of the hadith

literature in the classic book.

This research stands on the views of Mona Etienne (1980),

Handerson (1986) and Catherine Scott (1995) who stated that the

understanding of women's subordination in history has reversed the

public understanding of women actually, so that opinions arise that tend

to discredit especially women in the public sphere all this time. An

understanding of the male-dominated in public sphere reinforces the

opinion that women are only involved in the private sphere. This

research different from the theories and views of Maria Mies (1986),

Diane Rocheleau (1996), Easter Wangari (1996), Friedrich Engeles

(2012) and Karl Marx (2012) with their Marxist theory saying that all

women are oppressed in history. Men and women do different jobs that

woman is only responsible for the keeping and caring for their child.

This study is a qualitative research with collecting data in the

library research by reading, observing, understanding, and studying the

collected materials that are considered related to the subject. Those data

analyzed and presented in this paper. The primary source in this study is

the Hadith books on the title Ja>mi' S}ah}i>h} Al-Bukha>ri> and the secondary

sources of this study are all references related with this topic consists of

Hadith books, journals, articles, papers, encyclopedias and dictionaries.

Keywords: Public spaces, Woman, ‘A<ishah, and Al-Bukha>ri>.

Page 8: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR_i

ABSTRAK_iii

PEDOMAN TRANSLITERASI_ix

DAFTAR ISI_xii

BAB I : PENDAHULUAN_1

A. Latar Belakang Masalah_1

B. Permasalahan_14

1. Identifikasi Masalah_14

2. Rumusan Masalah_15

3. Batasan Masalah_15

C. Tujuan Penelitian_15

D. Signifikansi Penelitian_16

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan_16

F. Metodologi Penelitian_21

1. Jenis dan Sumber Data Penelitian_22

2. Metode Pengumpulan Data_22

3. Teknik Analisa dan Model Pembacaan Data_22

4. Teknik Penyajian Analisa Data_23

G. Sistematika Penulisan_23

BAB II : DISKURSUS POSISI PEREMPUAN DALAM BUDAYA

DAN AGAMA_25

A. Genetika Gender_25

B. Kehidupan Perempuan_32

1. Perempuan pada Abad Awal Islam_33

2. Perempuan pada Abad Pertengahan Islam_35

3. Perempuan di Masa Abad Modern_38

C. Potensi ‘A<ishah sebagai Perempuan _42

D. Kodrat Perempuan_43

1. Persamaan dan Perbedaan laki-laki dan

Perempuan_47

2. Dinamika Perempuan: Feminisme dalam Budaya dan

Islam_52

E. Status ‘A<ishah Perempuan di Ruang Publik Ditinjau dari

Kajian Hadis_55

Page 9: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

xii

BAB III : REPRESENTASI KITAB HADIS AL-BUKHA<RI<_63

A. Konteks Sosio-Historis Kitab Hadis Ja>mi’ Al-S}ah}i>h} Al-Bukha>ri>_63

B. Metode dan Sistematika Penulisan Kitab Ja>mi’ al-S}ah}i>h} Al-Bukha>ri>_65

C. Status Kitab Hadis S}ah}i>h} Al-Bukha>ri> dalam Perdebatan

Otentisitas Kitab Hadis_71

D. Kritik terhadap Kitab Hadis Ja>mi’ Al-S}ah}i>h}_73

BAB IV : SAYYIDAH ‘A<ISHAH BINT ABI BAKAR PEREMPUAN

DI RUANG PUBLIK DALAM KITAB HADIS AL-

BUKHA<RI<_77

A. Sosok ‘A<ishah sebagai Peran Perempuan Sosialis_82

B. Peran ‘A<ishah Perempuan dalam Ruang Publik_84

1. ‘A<ishah seorang Pendidik_84

2. Penggiat Ekonomi_89

3. Keterlibatan ‘A<ishah dalam Politik_95

4. ‘A<ishah sebagai Pemimpinan dalam Islam_97

C. ‘A<ishah sebagai Perawi Hadis dan Penerus Tugas

Rasulullah_113

D. Eksistensi ‘A<ishah sebagai Gambaran Perempuan di

Ruang Publik dalam Kitab Hadis Al-Bukha>ri>_123

E. Gagasan Feminisme: Pergerakan dan Emansipasi

Perempuan Sosok ‘A<ishah sebagai Penokohan

Perempuan di Ruang Publik_128

BAB V : PENUTUP_141

A. Kesimpulan_141

B. Saran_142

DAFTAR KEPUSTAKAAN_145

GLOSSARY_159

INDEKS_163

TABEL HADIS_169

Page 10: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah Islam, perempuan yang bernama ‘A<<ishah istri

Rasulullah saw telah memainkan peran penting sebagai seorang

perempuan Islam. Kenyataan serupa bisa terlihat pada perempuan pada

saat ini. Perkembangan ruang gerak dan kesejateraan hidup perempuan

telah meningkat pesat dalam lima puluh tahun terakhir.1 Di zaman yang

serba digital ini perempuan tampil dengan cakapnya di sektor publik

sehingga tidak terlihat lagi perbedaan yang menonjol antara perempuan

dan laki-laki. Hal ini juga terlihat ketika dikembangkannya konsep

emansipasi (kesamaan) antara perempuan dan laki-laki2. Pesan ini

kemudian sampai pada kesimpulan bahwa dari sudut pandang sosial

tidak ada perbedaan menonjol antara laki-laki dan perempuan. Hampir di

semua sektor kehidupan, perempuan ikut berperan dalam struktur

tersebut. Hal ini disebabkan oleh regulasi yang akomodatif dan

pendidikan perempuan yang kian hari kian meningkat, Sehingga

memudahkan keterwakilan perempuan di ruang publik.

Perempuan di masa kini tidak sedikit kita temui mampu menjadi

perempuan karir yang aktif menjalankan perannya di sektor publik

seperti hal nya hakim, rektor, lurah, camat, anggota DPR/MPR, menteri,

wakil presiden atau bahkan presiden.3 Begitu juga dalam dunia non-

politik’ seperti organisasi Islam, NU, Muhammadiyah dan organisasi

lainnya.4 Perempuan dengan segala bentuk warna-warninya sukses

menjalani posisi sebagai perempuan yang aktif di ruang publik.5

1 Jane I. Smith, ‚Women in Islam: Equity, Equality, and the Search for

the Natural Order‛, Journal of The American Academy of Religion, vol. 47, No.

4 (Dec. 1997), 517-537. 2Khalilah, Mengurai Kepemimpinan Perempuan (Salemba: PB Kopri,

2008), 103. 3 John Naisbit & Patricia, The New Directions For The 1990’s

Megatrends 2000, Pent. FX Budijanto dengan judul ‚Sepuluh Langkah Baru

untuk Tahun 1990an Megatrends, 2000 (Jakarta: Binarupa Aksara, 1990), cet. 1,

209. 4 Susan, Blackburn, ‚Indonesia Women Political Islam,‛ Journal of

Southeast Asian Studies, Vol. 39, No. 1 (Feb. 2008) 83-105.

http://www.jstor.org/stable/20071871 (Accessed: January, 18, 2017 02:46) 5 Kata ‚publik‛ (public) dan kepublikan (publicity) bukan berasal dari

bahasa Indonesia. Istilah ‘ruang publik’ sekurangnya mengacu pada dua arti.

Page 11: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

2

Perempuan dalam hal ini juga tampil sebagai pengelola dalam rumah

tangga dengan melayani suami dan mendidik anak-anak.

Adanya ruang bagi perempuan di publik sudah selayaknya

sangat relevan jika dilihat di era modern sekarang. Hal ini dikarenakan

hal-hal yang menjadi kecemasan bagi perempuan seperti pelecehan,

merendahkan perempuan, diskriminasi dan sebagainya sudah sangat

minim terjadi. Perempuan sudah cukup aman untuk aktif di publik

karena mereka berhasil dilindungi oleh persamaan gender6 yang

diperjuangkan selama ini. Semua fasilitas di tempat umum telah

menyediakan tempat khusus untuk perempuan. Sebagai contoh seperti

yang terlihat di Indonesia misalnya kereta api, bus way dan sebagainya.

Ketersediaan transportasi dengan ruang khusus bagi kaum hawa itu telah

menunjang keamanan bagi perempuan dari berbagai kekhawatiran

terhadap pelecehan.

Pertama, istilah ini mengacu pada suatu ruang yang dapat diakses semua orang,

maka juga membatasi dirinya secara parsial dari adanya ruang lain, yaitu ruang

privat. Dalam arti pertama ini, ruang publik berbeda dari ruang privat yang

merupakan locus kewarganegaraan dan keadaban publik, karena ruang publik

dibentuk oleh para warga yang saling respek terhadap hak mereka masing-

masing. Arti pertama ini tidak bersifat normatif, melainkan deskriptif, yakni

sebagai sesuatu yang berkaitan dengan distingsi antara publik dan privat. Dalam

distingsi itu, hal-hal privat ingin dilindungi dari sorotan publik ataupun regulasi

kebijakan publik, sehingga kebebasan dan kemajemukan dimungkinkan. Kedua,

istilah ruang publik memiliki arti normatif, yakni mengacu pada peranan

masyarakat warga dalam demokrasi. Lihat, F.Budi Hardiman, Ruang Publik Melacak ‚Partisipasi Demokrasi‛ dari Polis sampai Cyberspace (Yogyakarta:

Kanisius, 2010), 8-11. 6 Pemakaian kata gender dalam feminisme pertama kalinya dicetuskan

oleh Anne Oakley. Dia memulai dengan mengajak warga dunia untuk

memahami bahwa sesungguhnya ada dua istilah yang serupa, tetapi sama, yaitu

sex dan gender. Selama ini masyarakat menganggap kedua istilah itu sama saja,

yaitu sebagai sesuatu yang harus diterima secara taken for granted (menganggap

sudah semestinya begitu). Padahal berbicara tentang perubahan sosial (proses-

proses konstruksi, dekonsruksi, dan rekonstruksi) membutuhkan pemahaman

yang baik tentang mana wilayah yang bisa diubah dan mana yang harus

diterima begitu saja. Dengan kata lain, kita perlu memahami bahwa di dalam

kehidupan ini ada wilayah nature dan ada wilayah culture. Kedua istlah tersebut

merupakan derivasi dari bahasa Inggris yang sekarang telah banyak dipakai oleh

masyarakat Indonesia. Lihat, Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam (Jakarta: Gema Insani, 2004), 19. Daniel

Miller, and others, Gender: How the World Changed Social Media (UCL Press:

The Authors, 2016) : 114-127, http://www.jstor.org/stable/j.ctt1g69z35.15

Page 12: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

3

Bangsa-bangsa di dunia telah berkomitmen dan terikat dengan

terlaksananya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), termasuk di

Indonesia. Upaya untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

(KKG) dituliskan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan

dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GUU No. 25 th. 2000 tentang

Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004 dan dipertegas

dalam instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan

Gender (PUG) dalam pembangunan nasional sebagai salah satu strategi

untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.7 Hal di atas

termasuk salah satu upaya pemerintah untuk mencanangkan kesetaraan

gender dan menghilangkan perbedaan yang memojokkan perempuan

yang dipahami selama ini.

Tampilnya perempuan di ruang publik memberikan arti bahwa

perempuan tak kalah mahir di banding laki-laki dan sekaligus

menunjukkan bahwa perempuan bisa mengemban pekerjaan serta

amanah yang biasanya hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki. Hal ini

semakin membuktikan persamaan gender yang diperjuangkan itu

berhasil mengubah paradigma yang salah selama ini, di tanah air

khususnya. Akan tetapi, terlepas dari kebebasan perempuan itu tidak

semua emansipasi dan eksistensi yang dimiliki perempuan tersebut

dipandang dengan nilai positif. Setidaknya pergeseran persepsi yang

salah tentang perempuan sedikit demi sedikit telah berubah. Anggapan

bahwa dulunya perempuan selalu ditonjolkan dengan nilai-nilai negatif,

sekarang mereka sudah dihargai dan dihormati.

Pemahaman yang agak problematis adalah menjadikan

perempuan sebagai pangkal keburukan dan sumber kerusakan. Pendapat

senada juga dijumpai dalam tradisi agama-agama seperti Hinduisme,

Budhisme, Yahudi, ataupun Kristen/Katolik. Dalam tradisi Hindu,

perempuan dilihat sebagai pembawa keberuntungan karena haid, menjadi

istri dan melahirkan anak. Namun, dalam tradisi Buddha, perempuan

dianggap sebagai makhluk kotor suka menggoda laki-laki yang ingin

menjadi suci. Anggapan yang sama juga dijumpai dalam aturan

Hammurabi, di mana perempuan dianggap seperti binatang dan dia tidak

mempunyai hak untuk memiliki dan menggunakan harta. Begitu juga

kedudukan perempuan di bangsa Yunani dan Romawi, perempuan tidak

berhak memerintah atau melarang, mewarisi, memiliki, dan

menggunakan harta. Kaum Yahudi menempatkan perempuan dalam

7 Harjoni, Perempuan Yang Bekerja Dalam Perspektif Islam, dalam

buku Women In Publik Sektor (Perempuan Di Sektor Publik), (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1991), 231.

Page 13: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

4

kedudukan sebagai pelayan, bahkan ayahnya berhak untuk menjualnya

tanpa adanya persutujuan dari si perempuan itu. Bagi kaum Yahudi dan

Nasrani, perempuan dianggap sebagai pangkal kejahatan sumber

kesalahan dan dosa.8

Pemahaman keagamaan seputar perempuan telah tegas

menggambarkan larangan keluar rumah, terkecuali bagi dia yang

didampingi suaminya jika ia sudah menikah. Para ulama beragumen

bahwa hal tersebut disinyalir akan menimbulkan fitnah. Pendapat ini pun

didukung dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu daud.

ن ابهلل واليوم األخ أن : ت ت أة عن أىب سعيد قال : قال رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلصثساف سف ا فوق ثالثة أايم فصاعدا إت و عها أبوىا، أو أخوىا، أو زوجها، أو إبنها،

9و حم م عنهاأو ذ

‘’ Dari Abu Said ia berkata: Rasul ملسو هيلع هللا ىلص telah bersabda: tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah هلالج لج dan hari kemudian, yang akan melakukan perjalanan di atas tiga hari atau lebih, kecuali ia harus disertai oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, atau suaminya, anak laki-lakinya atau kerabatnya yang lain’’.

Teks hadis diatas apabila disalah tafsirkan terkesan mengikat dan

memberikan ruang gerak yang sempit terhadap perempuan. Karena tidak

mungkin sebuah agama mengajarkan keburukan kepada satu sama lain,

baik laki-laki maupun perempuan. Padahal untuk memahami suatu hadis

harus meggunakan banyak cabang keilmuan hadis yang dikenal dengan

ilmu fiqh al-hadi>th seperti nasi>kh wa mansu>kh al-hadi>th, jarh wa ta’di>l, asba>b al-wuru>d, tekstual dan kontekstual hadis, dan masih banyak ilmu

lainnya guna memberikan pemahaman yang konkrit untuk menerapkan

maksud riil dari suatu hadis agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam

memaknai hadis tersebut. Sehingga tidak menimbulkan kesan yang

menyebabkan sempitnya hukum Islam dalam memutuskan suatu perkara.

Begitu juga dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33, Allah هلالج لج

berfirman:

8 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam

Timbangan Islam, 24 9 Abu> Daud, Sunan Abi> Daud (t.p: Dar al-fikr, 1990), cet. 1, Jilid 1,

389.

Page 14: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

5

‚ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya‛. (Q.S Al-Ahzab: 33).

Menurut tafsir Departemen Agama dalam ayat di atas

menggambarkan bahwa isteri-isteri Rasul ملسو هيلع هللا ىلص agar tetap di rumah, dan

keluar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara’, perintah

ini juga meliputi seluruh mukminat.10

Artinya, Departemen Agama

memberlakukan makna ayat di atas bagi semua perempuan. Dalam kitab

tafsirnya, Ibn Kathi<r menjelaskan bahwa perempuan mukmin lebih baik

banyak berdiam diri di rumah, dan boleh keluar jika itu karena urusan

penting dan diperlukan, misalnya ke masjid untuk shalat dan sesuai

dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Rasul ملسو هيلع هللا ىلص.11

Ruang gerak

perempuan yang diperbolehkan adalah pada lingkup ibadah dan

peristiwa-peristiwa yang sangat urgen. Penafsiran yang agaknya terkesan

memihak ini justru kurang diterima dalam konteks budaya saat ini.

Para peneliti pada umumnya menegasikan banyak masyarakat

muslim telah termanipulasi riwayat-riwayat yang tidak otentik atau

salah memahami teks-teks agama sedemikian rupa. Hal tersebut

menciptakan jenis mentalitas primitif yang juga dijumpai di Eropa pada

abad pertengahan. Literatur Eropa abad pertengahan secara umum

menggambarkan bagaimana perempuan dipandang sebagai warga Negara

kelas dua (second class citizen). Jiwa-jiwa yang salah telah

merepresentasikan citra yang terdistorsi sebagai deskriptifitas Islam

yang sebenarnya. Hal ini disebabkan citra perempuan dalam Islam telah

didistorsi oleh penafsiran yang subjektif sehingga terlihat tak adil

kepada perempuan. Hal lain yang mengkhawatirkan adalah adanya

10

Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah al-Munawarah: Mujamma’ Malik Fahd,

1418 H), 672. 11

Lihat Ibnu Kathi>r, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az }i>m (Beirut: Da>r al-Fikr,

1992), jilid 3, 583.

Page 15: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

6

kepentingan sehingga menciptakan sebuah pemahaman demi

kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Persepsi ulama fiqh dalam memandang persoalan perempuan

tidak terlepas dari aspek metodologi klasik yang telah mapan dan

cenderung menghasilkan fiqh yang bias gender. Sebab metode tersebut

digagas dan dirumuskan dalam horizon budaya patriarki yang bias

gender, sehingga menghasilkan metode yang maskulin. Namun

demikian, demaskulinisasi metode bukan mengarah kepada feminisme

metode. Demaskulinisasi metode lebih diarahkan kepada dekonstruksi

metode yang menempatkan perempuan sebagai obyek, tanpa pernah ada

perhatian yang serius untuk menjadikannya sebagai subyek yang setara

dengan laki-laki.12

Perempuan pada akhirnya berada pada posisi sebagai

bagian yang memodifikasi dominasi laki-laki. Relasi antara perempuan

dan laki-laki tampak sebagai sebuah relasi yang tidak adil, korup,

manipulatif, dan bersifat garis vertikal. Pengandaiannya seperti majikan

dan bawahan, tuan dan budak. Kondisi perempuan klasik yang tergambar

tersebut banyak terjadi dengan cara berkelanjutan.

Stigma manusia pada umumnya meyakini bahwa perempuan

merupakan manusia lemah, tak mampu menjaga dirinya secara

independen, dan tak dapat dipercaya dalam segala urusan. Ruang gerak

perempuan di dominasi oleh laki-laki, perempuan dianggap sebagai

korban yang tergantung pada laki-laki. Menggantungkan semua detail

urusan perempuan kepada makhluk laki-laki. Posisi perempuan yang

tidak akan pernah menjadi lebih baik dari laki-laki dalam struktur sosial

telah mengakar dalam ideologi Islam klasik.

Superioritas laki-laki semakin jelas tergambarkan dalam wacana

tafsir yang terkait dengan status ontologis dan peran perempuan.

Manusia pertama dalam kebanyakan tafsir dipahami sebagai Adam, yang

lebih sering dipahami sebagai laki-laki13

ayah dari seluruh umat manusia,

sementara Hawa adalah perempuan yang diciptakan dari tulang rusuk

Adam, bahkan tulang rusuk yang paling bengkok.14

Sebagai manusia

kedua perempuan juga memiliki kemampuan akal atau intelektualitas

dan pengetahuan yang lebih rendah dibanding laki-laki. Dalam tafsir al-

Qurt}ubi< misalnya, dikatakan bahwa laki-laki memiliki kelebihan akal,

12

Nasarudin Umar, Fiqh Perempuan Berwawasan Keadilan Gender (Malang: UIN Maliki Press, 2011), 65.

13 Nasr Hamid Abu Zayd, Dekonstruksi Gender: Kritik Wacana

Perempuan dalam Islam (Yogayakarta: Samha, 2003), 5. 14

Ibn Jari>r al-T}abari>, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l al-Qur’a >n (Beirut: Da>r

al-Fikr, 1978), Jilid VII, 81.

Page 16: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

7

managerial, kejiwaan dan naluri, yang tidak dimiliki oleh perempuan.15

Naluri laki-laki diyakini didominasi oleh unsur panas dan kering yang

merupakan sumber kekuatan sementara naluri perempuan didominasi

unsur basah dan dingin yang merupakan sumber kelembutan dan

kelemahan.

Senada dengan al-Qurtubi, Zamakhshari< yang berasal dari

kalangan Mu’tazillah dan dikenal dengan rasionalitasnya mengatakan

bahwa laki-laki memiliki berbagai kelebihan diantaranya dalam hal akal,

ketegasan, kekuatan tekad, kekuatan fisik, dan karena itulah menurut

beliau laki-laki menjadi para Nabi, Ulama, kepala negara, dan Imam.16

Dari semua pemaparan di atas bisa tergambar bahwa perempuan hanya

sebagai manusia yang yang minim arti dan fungsi, padahal jika kita lihat

dan telusuri lebih dalam perempuan adalah sosok yang sangat

mempengaruhi berbagai ruang dan gerak bahkan sama dengan laki-laki.

Banyak faktor yang telah mengaburkan keistimewaan serta

memerosotkan kedudukan perempuan tersebut. Faktor ini antara lain

adalah kedangkalan pengetahuan keagamaan. Apabila seseorang tersebut

matang dalam memahami agama, maka akan bebas dari penyakit cacat

jasmani dan juga ruhani dalam memahami teks agama. Di sisi lain juga

disebabkan oleh daya tubuh, daya hidup, daya akal dan daya kalbu.17

Apabila keempat daya tersebut digunakan dan dikembangkan secara

baik, maka kualitas pribadi akan mencapai puncaknya. Jika perempuan

punya kualitas diri yang bisa menutupi kekurangannya dengan empat hal

sebagaimana yang diuraikan di atas tidak diragukan lagi akan menjadi

pribadi yang beriman, berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan ilmu

pengetahuan, keterampilan, keuletan serta wawasan masa depan dan

dengan fisik yang sehat. Empat daya di atas agaknya tidak hanya berlaku

kepada perempuan, namun juga kepada laki-laki kiranya.

Perempuan pada hakikat penciptaannya memang berbeda dengan

laki-laki, baik biologis maupun non-fisik. Secara garis besar perbedaan

non-fisik perempuan identik dengan lemah lembut, pengasuh, subjektif

dan emosional sementara laki-laki identik dengan ketegasan, kompetitif,

objektif dan rasional. Perempuan lebih eksklusif dibanding laki-laki

15

Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakar al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ li Ahka>m Al-Qur’a>n (Riya>d}: Da>r ‘Alam Al-Kutub, 2003), Juz V, 169.

16 Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakar al-Qurt}ubi, al-

Ja>mi li-Ahka>m Al-Qur’a>n,195. 17

M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2014), 439.

Page 17: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

8

karena mengalami menstruasi, kehamilan, melahirkan dan menopause.18

Kondisi tersebut secara mendasar adalah perbedaan yang tidak bisa

dipungkiri antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan bawaan lahiriah

dari sang pencipta kepada sepasang makhluk manusia laki-laki dan

perempuan.

Ann D. Gordon dan kawan-kawan dalam artikelnya yang berjudul

‚The Problem of Women’s History‛19

dikatakan bahwa hal yang

signifikan dalam wanita adalah timelessness tak dibatasi oleh waktu,

perempuan lebih patut di rumah, mengandung dan memelihara anak. Hal

ini tentunya gambaran yang tidak adil tentang perempuan. Sehingga

secara mendasar posisi ini telah mendiskereditkan perempuan daripada

laki-laki.

Secara ideologis, pembatasan ruang gerak terhadap perempuan

juga dipicu oleh kekhawatiran kaum laki-laki. Mereka memiliki

kekhawatiran bahwa perempuan diduga akan menyaingi laki-laki jika

seandainya dia berkuasa di ruang publik. Hal tersebut dikarenakan

perempuan sangat berpengaruh pada pertumbuhan kehidupan

masyarakat.20

Kekhawatiran tersebut menciptakan ruang gerak yang

sempit untuk perempuan. Secara sadar ataupun tidak, pola-pola seperti

ini membentuk sebuah keyakinan bahwa laki-laki tidak selayaknya di

atur oleh perempuan. Sehingga menyebabkan adanya ketimpangan

antara perempuan dan laki-laki.

Perlu dipahami bahwa sebenarnya Islam memandang kaum laki-

laki dan perempuan secara utuh, dan masing-masing mempunyai peran

masing-masing. Boleh jadi dalam suatu peran bisa dilakukan oleh laki-

laki maupun perempuan seperti pekerjaan kantoran. Namun dalam peran-

peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh perempuan seperti hamil,

melahirkan, menyusui, yang hanya dapat diperankan oleh kaum

perempuan. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara

manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan

yang memerlukan tenaga lebih besar.21

Akan tetapi kebanyakan

penafsiran yang ada, justru membalik stigma positif tersebut. Padahal

18

Margareth W. M, The Psychology of Women, (Florida: Holt, 1987),

17. 19

Berenice A. Carroll, ‚Liberating Women’s History‛, Theoretical and Critical Essay, Urbana Champaign, Illinois (1995) : 75-76.

20 Kowani, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Perempuan Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 34 21

Nasarudin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: The Asia

Foundation, 1999), 22-23.

Page 18: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

9

masing-masing individu laki-laki dan perempuan mempunyai kelebihan

dan kekurangan. Kelebihan perorangan tersebutlah yang punya manfaat

untuk dikedepankan.

Perlu diperhatikan bahwa perempuan juga berpatisipasi dan turut

andil di ranah publik, terutama dalam bidang keilmuan agama. Sebagian

mereka ada yang menjadi muhadditha>t, faqih}a>t, dan muftiya>t.22 Sejarah

Islam menuliskan bahwa pada masa periode awal sebenarnya perempuan

di ruang publik sudah digambarkan oleh ‘A >ishah istri Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص.

Beliau perempuan pertama yang secara tidak langsung mempraktekkan

bahwa perempuan bisa berkiprah di ruang publik. Hal ini digambarkan

dalam hadis berikut:

حدثنا أبو عم حدثنا عبد الوارث حدثنا عبد العزيز عن أنس هنع هللا يضر قال : ملا كان يوم أحد اهنزم الناس عن النيب صلى هللا عليو و سلم قال ولقد رأيت عائشة، وأم

نقالن الق ب على سليم، وإهنما ملشم اتن أرى خدم سوقهما نقزان، وقال غريه: 23 توهنما، مث ف غانو ىف أفواه القوم

‘’Aku melihat Aisyah dan Ummu Sulaim sibuk melayani pasukan. Mereka menyingsingkan pakaian sehingga kelihatan gelang-gelang kaki mereka. Dengan langkah cepat mereka mengangkat girbah air untuk memberi minum pasukan Islam’’.

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami perempuan di ruang

publik sudah ada pada masa awal Islam, seperti yang dilakukan oleh

‘A>ishah dan Ummu Salamah ketika perang. Hal ini tentunya bertolak

belakang dengan anggapan yang keliru mengenai perempuan, bahwa

perempuan dulunya hanya berdiam diri di rumah. Hadis di atas adalah

salah satu sekian banyak hadis yang menggambarkan keadaan

perempuan pada masa awal Islam khusus nya tentang perempuan di

ruang publik.

Selain itu ‘A>ishah juga dikenal sebagai seorang transmitter terkemuka ajaran hadis Nabi ملسو هيلع هللا ىلص. Dengan modal pengalaman sebagai

aktivis lapangan semasa mendampingi Nabi ملسو هيلع هللا ىلص. ‘A>ishah kemudian

22

Omaima, Abou Bakr, ‚Gender: Muslim Women Intellectuals In The

Pre-Modern Period,‛ Pluto Journal of Arab Studies Quarterly, Vol. 32, No. 3

(2010), 127-144, http://www.jstor.org/stable/41858621 (accessed: January 18,

2017) 23

Abu> ‘Abdulla>h Muhammad bin Isma’il al-Bukha>ri>, Al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} (Beirut: D<ar ibn Kathi>r, 1987), Juz. 3, 1055.

Page 19: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

10

mampu membentuk kekuatan oposisi untuk menentang rezim yang

berkuasa pasca wafatnya Nabi ملسو هيلع هللا ىلص.24

‘A>ishah adalah satu-satunya istri

Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص yang memberikan kontribusi besar untuk dunia Islam pada

awal abad Islam.25

Peran ‘A>ishah diatas perlu dilakukan penelitian untuk

menggambarkan keterlibatan perempuan dalam kehidupan publik pada

masa awal Islam. Pada masa Al-Khulafa>’ al-Ra>shidu>n (632-661),

aktivitas publik ‘A>ishah terus berlanjut. ‘A>ishah sering menyampaikan

gagasan-gagasannya kepada para penguasa dalam urusan kenegaraan.

Salah seorang murid yang juga kemenakannya, ‘Urwah bin Zubayr,

menyebutkan bahwa ‘A >ishah juga aktif di bidang pendalaman keilmuan

yang meliputi kajian hukum, sejarah, sastra, dan geologi.26

Keterlibatan

perempuan di berbagai kegiatan publik tersebut berlanjut dan

berkembang hingga pada abad-abad berikutnya.

Dari uraian fakta di atas kita melihat bahwa adanya dua

pemahaman yang kotroversi. Salah satu sisi terdapat anggapan bahwa

dalam Islam terjadi ketimpangan hak antara perempuan dan laki-laki dan

pandangan lain yang mengatakan bahwa sebalikya tidak ada

ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan. Demi untuk

meluruskan hal tersebut, digambarkan sosok ‘A>ishah yang hidup pada

masa awal Islam dengan perspektif hadis. Hal ini juga dilatari oleh

sumber kedua yang dibutuhkan setelah al-Qur’an adalah hadits Nabi ملسو هيلع هللا ىلص.

24

Haleh Ashfar, ‚Islam and Feminism: An Analysis of Political

Strategies,‛ dalam Mai Yamani (ed), Feminism and Islam: Legal and Literary Perspectives (New York: New York University Press, 1996), 199.

25 Dalam beberapa hadis ‘A>ishah mengungkapkan beberapa peristiwa

yang di luar nalar tentang perbedaan seputar kehidupannya dan keunggulan

beliau sebagai seorang istri Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص. ‚Mereka yang dijadikan istri Nabi ملسو هيلع هللا ىلص

tidak seorangpun yang gadis kecuali aku; hanya kedua orang tuaku yang

melakukan hijrah, Allah telah mengungkapkan keadaanku yang tidak berdosa

setelah terjadinya peristiwa bohong. Malaikat Jibril telah membawa kepadanya

gambaranku dari surga, dan berkata, ‘Jadikan dia istrimu, dia adalah istrimu

kelak’; beliau dan aku berwud}u dalam bejana yang sama, yang tidak dilakukan

kepada istri-istri yang lain kecuali kepadaku, beliau biasa menerima wahyu

meskipun ketika bersamaku, yang tidak pernah di depan istri-istri yang lain

kecuali bersamaku, beliau wafat ketika berbaring di antara detak paru-paru dan

kerongkonganku, beliau wafat di waktu malam pada saat berada dalam

pelukanku, dan beliau dimakamkan di rumahku‛ (Ibn Sa’ad, Fi an-Nisa#’, 43-44). 26

Ali Munhanif, Mutiara Terpendam Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), xxviii.

Page 20: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

11

Hadis-hadis yang terkumpul merupakan perjalanan kehidupan

Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص yang sudah dilakukan oleh umat Islam periode awal.

Bahkan laporan-laporan tentang tindakan dan ucapan beliau dalam

bentuk anekdot atau peristiwa-peristiwa yang melibatkannya sudah

muncul semenjak ia masih hidup, meskipun hal itu dinyatakan terlarang

untuk menuliskannya. Larangan ini disebabkan oleh kekhawatiran Rasul

akan tercampur dengan al-Qur’an. Dia mengancam siapa pun dari

umatnya yang menulis tentang dirinya dengan ancaman api neraka.

Larangan menulis tentang dirinya itu begitu ketat dan ditaati hingga

sekitar seratus tahun setelah wafatnyanya, sehingga sampai awal abad

dua hijriah, tak satu pun laporan tertulis yang ditemukan mengenai

sunnahnya.27

Pada menjelang pertengahan abad ke dua hijriah mulai

tumbuh kesadaran kaum muslimin untuk menyusun suatu dokumen

mengenai ucapan, tindakan, dan ketetapannya. Hal ini terutama

disebabkan oleh kenyataan situasi dan kondisi pada masa itu, di mana

jumlah orang yang mengetahui dan menjadi saksi hidup utusan Allah

semakin lama semakin berkurang.

Usaha pengkodifikasian hadis tahap awal disebut juga periode

pertama, tepatnya pada abad 1 H.28

Memasuki abad II H

pengkodifikasian hadis-hadis sudah mengalami perkembangan dan

terhimpun dalam beberapa kitab Hadis hingga abad ke III H salah

satunya adalah metode ja>mi’ dalam kitab hadis Bukha>ri>.29

Pada abad-

abad berikutnya usaha-usaha yang berkaitan dengan hadis terus

dilakukan demi perkembangan pemahaman hadis di tengah masyarakat.

Sejumlah ulama pada masa itu memerintahkan murid-murid mereka

untuk menulis hadis, seperti yang dilakukan Sa’id ibn Musayyab (w.105

H) yang meminta muridnya, ‘Abd al-Rahma>n ibn Harmalah, menuliskan

hadis Nabi ملسو هيلع هللا ىلص. Pada masa itu pula khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (99-

102 H/717-720 M), seorang khalifah yang sangat terkenal dari Dinasti

Umayyah, secara resmi memerintahkan pembukuan hadis. Perintah itu

27

D.S. Margoliouth, The Early Development of Muhammadanism

(London: 1997), 65-94. 28

Para ulama mengklasifikasikan sejarah perkembangan hadis pada

tujuh periode, namun secara garis besarnya dibedakan kepada dua periode yaitu

periode sebelum abad ke-III H dan periode sesudah abad III H. Lihat Hasbi Ash-

Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki Putra,

1997), 27. 29

Yaitu hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab Ja>mi’ tersusun

berdasarkan metode topik-topik masalah yang dibahas dalam agama seperti

masalah akidah, hukum, adab, tafsir, dan permasalahan lainnya.

Page 21: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

12

tercantum dalam surat khalifah yang dikirim kepada Gubernur Madinah,

Abu Bakr ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm, dan gubernur lain di

wilayah kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke dua hijrah, ditulis oleh

Malik ibn Anas (93-178 H), Al-Muwat}t}a’ sebuah buku pertama yang

menyusun cerita-cerita mengenai Nabi ملسو هيلع هللا ىلص,30

hukum-hukum keseluruhan

hadis (Fiqih) dan kehidupan komunitas Muslim awal secara sistematis.31

Namun tidak mencakup keseluruhan ruang lingkup permasalahan

kehidupan.

Beberapa tahun setelah penulisan kitab al-Muwat}t}a’, kitab hadis

yang muncul yaitu kitab hadis Imam Bukha>ri> yang sampai kepada kita

hingga hari ini. Beliau menulis kitab hadis yang khusus menghimpun

hadis-hadis shahih. Kitab itu diberi nama Al-Ja>mi’ al-Musnad al-Shahih

al-Mukhtas{ar min ‘umu>ri rasu>lilla>hi S{allallahu ‘alaihi wa salam wa

Suna>nihi wa Ayyamihi (untuk selanjutnya akan ditulis kitab S}ahi>h al-

Bukha>ri). Selain karena ingin menulis kitab hadis yang khusus memuat

hadis-hadis shahih sekaligus memuat permasalahan yang mencakup

berbagai bidang masalah kehidupan sehari-hari manusia.

Kodifikasi hadis yang digunakan oleh Al-Bukha>ri> dalam

penyusunan kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> sama halnya dengan

Imam Malik yaitu dengan menggunakan format dan sistematika fiqh,

istinba>t} al-ahkam dan istidla>l bi al-aha>dith. Kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> ditulis salah satunya dilatar belakangi karena ketidakpuasan

Imam Bukha>ri> dalam metode penulisan kitab hadis pada masa sebelum

beliau. Terdapat kitab-kitab hadis yang menghimpun dan

mencampuradukkan kualitas keshahihan dan ked}a’i>fan hadis, metode

seperti ini kurang layak untuk dikonsumsi publik masyarakat awam

umumnya.32

Oleh karena itu Imam Al-Bukha>ri> berinisiatif untuk menulis

kitab hadis yang khusus menulis dan mengumpulkan hadis-hadis shahih

saja. Meskipun diketahui bahwasannya terdapat hadis d}a’i>f (lemah)

dalam kitab shahih hadis Bukha>ri>. Namun hadis d}a’i>f yang terdapat

30

Merlin Swartz, Review Work(s): Al-Muwatta of Imam Malik ibn Anas: The First Formulation of Islamic Law, (The Islamic Classical Library.) Middle East Studies Association of North America (MESA), by Malik ibn Anas

and Asha Abdurrahman Bewley , (July 1991) : 102-103. 31

Ali Munhanif, Mutiara Terpendam Perempuan dalam Literatur Islam Klasik, xv.

32 Ibnu Hajar al-Asqala>ni>, Fath al-Bari> Sharh S}ahih al-Bukha>ri> (Kairo:

Da>r al-Rayyan li al-Tura>th, tth), 311-312.

Page 22: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

13

dalam kitab Bukha>ri> dinilai ada penguatnya sehingga bisa dinilai

menjadi hasan dan dapat dijadikan sumber hukum.33

Kitab Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> adalah kitab hadis yang

ruanglingkup isi hadis nya sangat luas, Jonathan A.C Brown mengatakan

bahwa kitab Bukha>ri> adalah salah satu kitab hadis yang layak untuk

dibaca dalam kurun waktu untuk tahun yang akan datang, karena kitab

ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap studi hukum Islam

dan Studi Hadis. Kitab hadis ini juga meberikan wawasan penting bagi

pemahaman budaya ilmiah Muslim, serta pembahasan yang mencakup

ruanglingkup dalam masyarakat ekskursi yang sangat informatif.34

Terdapat perbedaan para ulama dalam penamaan kitab hadis

Bukha>ri>, adapun pendapat yang paling kuat adalah pendapat ulama

‘Abdul Fattah Abu Ghadah yaitu Al-Ja>mi’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah Sallallahu ‘alaihi wa sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi. Dalam metode syarah kitab hadisnya Hafidzh

Ibnu Hajar mengatakan bahwa kitab hadis Bukha>ri> menggunakan dua

metode yaitu secara eksplisit dan implisit (Z}ahi>r dan Khafi<). Z}ahi>r yaitu

bersesuaian dengan fakta, semua yang terjadi pada masa Rasulullah

tanpa ada unsur kebohongan dan mengada-ada. Dan yang dimaksud

dengan khafi< yaitu masih membutuhkan penalaran lagi, perlu peninjauan

ulang baik itu dari permasalahan munasabahnya, penafsiran yang rancu,

penjelasan yang masih umum dan hal lainnya. Sedangkan dalam syarat

periwayatannya menurut Imam Nawawi Bukha>ri> terkesan tidak

konsisten dalam penetapan syarat periwayat dalam kitab hadisnya

karena ditemukan pendapat kontradiktif dalam syaratnya terkadang

shahih dan terkadang d}a’i>f seperti ditemukannya hadis mu’allaq

(gugurnya perawi di awal sanad).

Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> merupakan kitab yang paling bagus

penulisannya dibandingkan dengan kitab hadis yang lainnya, sistematis

isinya, dan tarajum35 kriteria urutan hadis merupakan kitab hadis yang

33

Ibn Hajar al-‘Asqala >ni>, Al-Nukat ‘ala> Kita>b ibn al-S}alah (Kairo:

Maktabah Al-Furqan. Ttp), 325-326. 34

Jonathan E. Brockopp, ‚The Canonization of al-Bukhari and Muslim.

The Formation and Function of the Sunni Hadith Canon by Jonathan A.C.

Brown‛ Islamic Law and Society, Vol. 17, No. 2 (Brill, 2010): 279-282.

http://www.jstor.org/stable/25704011 Accessed: 28-04-2017 09:26 UTC 35

Tarajum merupakan lafaz jama’ dari kata tarjamah yang berarti

pengalihan bahasa, simbol, dan riwayat hidup. Akan tetapi yang dimaksud

dalam hal ini adalah simbol atau topik hadis dan kumpulan hadis yang

mencakup masalah tertentu seperti fiqh, tafsi>r, s}irah dan sebagainya. Lihat

Page 23: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

14

paling mumpuni untuk dijadikan pedoman dalil umat Islam. Kitab hadis

Bukha>ri> ditulis selama enam belas tahun, beliau menulis dengan bab

yang sangat rapi tertata dengan detail sesuai tema dan sub-sub bab

kemudian tiap-tiap bab tersebut, beliau memaparkan semua hadis-hadis

yang berkaitan dengan pembahasan.36

Selain itu kitab Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> juga mempunyai syarah kitab hadis nya, sarah kitab hadis ini

mempunyai banyak versi, salah satu syarah yang terkenal itu adalah

fathul ba>ri karya Imam Hajar al-asqalani. Dalam kitab ini terdapat

banyak komentar dan ulasan dan juga menjelaskan secara rinci pendapat

yang palih rajih sehingga memudahkan para pembaca dalam memahami

secara jelas.37

Terlepas dari pro kontra pendapat tentang penilaian ulama

tentang kitab Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> dan kualitas nilai hadis-hadis yang

terkandung di dalamnya. Ada anggapan bahwa hadis-hadis yang terdapat

di dalam kitab Al-Bukha>ri> merupakan hadis Hasan, di sisi lain

beranggapan bahwa hadis hasan tersebut merupakan hadis yang

mendekati kualitas shahih. Meskipun demikian, kitab hadis Al-Bukha>ri>

telah memberikan kontribusi yang besar bagi khazanah pembukuan hadis

Nabi. Pada tataran lain melalui karya beliau telah membantu

pembentukan hukum Islam, melalui kekuatan dalil yang dihimpunnya.

Tulisan ini mengeksplorasi kesalahpahaman sebagaimana yang

telah diuraikan di atas. Hal ini juga berdampak pada gambaran

perempuan khususnya di ruang publik. Oleh sebab itu melalui tulisan ini

tergambar hadis-hadis mengenai perempuan dengan fokus bahasan sosok

‘A<ishah di ruang publik. Keterlibatan perempuan di ruang publik ini

digambarkan oleh sosok ‘A <ishah dalam kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri>.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang uraian di atas, maka perlu di

ungkapkan identifikasi masalah dalam penelitian ini ditinjau dari

berbagai aspek. Antara lain:

Muhammad bin Isma>’i >l al-Ami>r al-Sana>’i dalam judul bukunya Tawd}ih} al-Afka>r li Ma’a>ni Tanqih al-Anzar, tahqiq Muhammad Mahy al-Di>n ‘Abd al-Hami>d, cet.

1 (ttp: Maktabah al-Khaniji, 1945), 40. 36

Ahmad al-Hakim, ‚Shahih al-Bukhari’’. Jami’ As-Sunnah wa Syuruhiha, (Madinah: 2017)

37 Razak Hussein Sarhad, ‚Ta’kibat Ibnu Hajar fi Fath al-Bari ‘Ala

Arai al-Bayhaqi al-Hadisiyati‛, Iraqi University (2015), vol. 2. 165-200

Page 24: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

15

a. Bagaimana penjelasan hadis tentang perempuan di ruang publik?

b. Terkait dengan pertanyaan di atas, bagaimana gambaran sosok

perempuan di ruang publik oleh ‘A>ishah dalam kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri>?

c. Ditinjau dari aspek keislaman dan feminisme, bagaimana

semangat keislaman dan feminisme serta eksistensi perempuan

di ruang publik yang dikemukakan pada masa awal Islam dalam

kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> ?

d. bagaimana konteks historis kitab hadis al-Bukha>ri>?

2. Rumusan Masalah

Identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah dipaparkan

di atas memperjelas persoalan utama yang ditelaah dalam penelitian ini

yakni:

a. Bagaimana kitab hadis Ja>mi’ S}ah}i>h} al-Bukha>ri> menggambarkan

‘Aishah sebagai perempuan di ruang publik pada masa awal

Islam?

b. Melalui sudut pandang Islam dan kritik feminisme eksistensialis

Simone de Beauvoir, bagaimana peran perempuan di ruang

publik yang digambarkan oleh sosok ‘A <ishah?

3. Batasan Masalah

Berdasarkan paparan luasnya permasalahan yang disebutkan di

atas, tentu gerakan perempuan secara luas tidak bisa dipaparkan

semuanya. Oleh sebab itu maka demi menghasilkan sebuah tesis yang

jelas, perlu diberikan batasan agar fokus ke pokok permasalahan dan

tidak melebar pada pembahasan yang terlalu jauh. Oleh sebab itu

kemudian tesis ini dibatasi pada semua hadis yang terdapat dalam kitab

Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> yang berhubungan dengan ‘A>ishah sebagai

perempuan di ruang publik. Tesis ini juga tidak banyak mengeksplorasi

perempuan-perempuan lain yang terdapat dalam hadis Bukha>ri>.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan tentu dengan berbagai tujuan. Tujuan

yang ingin diperoleh terangkum dalam berbagai aspek keilmuan yang

bersifat teoritis dan aspek praktis yang bersifat fungsional. Beberapa

tujuan itu adalah:

1. Mendeskripsikan hal-hal mengenai ‘A>ishah r.a di ruang publik

dalam konteks hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> dan mengungkap

Page 25: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

16

bahwasannya perempuan di ruang publik telah digambarkan

dalam hadis pada awal abad Islam.

2. Menjelaskan melalui sosok ‘A<ishah bahwasanya ketimpangan

perlakuan terhadap perempuan dari masa awal Islam hingga

sekarang merupakan efek distorsi penafsiran terhadap teks-teks

keagamaan.

D. Signifikansi Penelitian

Seperti yang diketahui bahwa kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> adalah kitab hadis yang menjadi acuan utama setelah al-Qur’an. Dengan

pernyataan demikian, hasil penelitian ini menjadi penting karena:

1. Dengan menganalisa hadis-hadis yang mengusung feminisme

dan kemerdekaan perempuan, kita dapat memahami; nilai sosial

yang terkandung dalam kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> khususnya. Selain itu, untuk melihat sosok ‘A >ishah sebagai

seorang perempuan diruang publik pada masa awal Islam.

2. Dari sisi praktisnya, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat

untuk membangun kesadaran bahwa perempuan sangat berperan

penting dalam kehidupan sosial.

3. Penelitian ini ingin memberikan bukti fakta ilmiah bahwa posisi

perempuan tidak selalu dimarginalkan dalam literature klasik.

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Secara khusus, penelitian dan kajian tentang perempuan di ruang

publik terutama sosok ‘A>ishah dalam kitab Al-Bukha>ri> tidak ditemukan.

Akan tetapi penulis menemukan banyak penelitian tentang perempuan di

ruang publik, ‘A>ishah, dan kajian seputar kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri>. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Jumiatil Huda dengan tesisnya Peran Wanita Dalam Ranah Domestik Dan Publik Dalam Pandangan Islam,38 merupakan kajian

pandangan para aktivis PSW terhadap peran wanita dalam ranah publik

bahwa sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang aktivisnya bahwa

berdasarkan drive education perempuan memiliki kualitas akses dan

kesempatan yang sama, maka batas-batas apapun yang itu bisa

dilakukan oleh laki-laki juga bisa dilakukan oleh perempuan. Sedangkan

38

Jumiatul Huda, ‚Peran Wanita Dalam Ranah Domestik Dan Publik

Dalam Pandangan Islam (Studi Pandangan Aktivis Pusat Studi Wanita-UIN

Yogyakarta Dan Aktivis Hibut Tahrir Indonesia)‛, Tesis Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2015.

Page 26: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

17

pandangan para aktivis HTI bahwa perempuan memiliki andil besar di

tengah-tengah masyarakat seperti berdakwah dan menuntut ilmu.

Sedangkan bekerja mereka menghukumi mubah atau boleh. Namun,

pada tingkat tertinggi seperti menduduki jabatan yang memiliki

kewenangan mengambil kebijakan umum. Adapun persamaan konsep

adalah bahwa dalam hal mendidik mereka memiliki pandangan yang

sama yaitu tugas mendidik adalah tugas bersama dan menentukan

pilihan apakah bekerja atau tidak, dalam artian apakah istri ingin tinggal

di rumah atau tidak. Namun, di PSW menekankan pilihan itu bukanlah

paksaan dari suami. Kedua dari sisi peran pada ranah publik. Di mana

keduanya sama-sama mengakui bahwa perempuan memiliki peran besar

dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan perbedaan konsepnya adalah

dalam domestik, aktivis PSW memandang bahwa yang menjadi kepala

rumah tangga tidak hanya laki-laki, perempuan pun berpeluang menjadi

kepala keluarga. Adapun pada ranah publik, menurut aktivis PSW

wanita memiliki peran dalam semua bidang tanpa terkecuali. Sedangkan

menurut aktivis HTI, wanita tidak diperbolehkan duduk ditampuk

penentuan kebijakan.

Tesis ‚Peran Publik Perempuan Dalam Islam Menurut Syaikh Muhammad Al-Ghazali‛39

ditulis oleh Umar Muchtar Al-Habsyi,

penelitian bersifat analisi-kritis, suatu penelitian yang mengkaji gagasan

primer Muhammad al-Ghazali tentang peran publik perempuan dengan

mendeskripsikan, membahas, dan mengkritik gagasan primer tersebut

dan dikonfrontasikan dengan gagasan primer lainnya. Dalam penulisan

tesisnya Umar Muchtar menggunakan tiga pendekatan yaitu normatif

Islamis, sosio-historis, dan filosofis Islami. Adapun metode

pengumpulan data yaitu libarary research. Temuan penelitian ini Umar

berkesimpulan bahwa konsepsi kesetaraan perempuan dan laki-laki yang

diajukan al-Ghazali merupakan konsepsi kesetaraan, perempuan dapat

berperan dalam wilayah publik ada peran yang bersifat wajib dan ada

peran yang bersifat mubah. Kritik Muhammad Al-Ghazali terhadap

marginalisasi perempuan di wilayah publik diarahkan pada konsepsi

tentang keseluruhan tubuh dan suara perempuan yang dipandang aurat,

konsep jilbab dalam artian menutup seluruh tubuh perempuan (termasuk

wajah), dan hijab yang membatasi ruang gerak perempuan di wilayah

publik, bahkan cenderung mendomestikasi perempuan secara eksrim.

39

Umar Muchtar Al-Habsyi, ‚Peran Publik Perempuan Dalam Islam

Menurut Syaikh Muhammad Al-Ghazali‛, Tesis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Page 27: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

18

Jurnal ditulis oleh Nafriandi dengan judul ‚Perempuan di Ruang Publik dalam Persfektif Hadis‛40

beliau mengatakan bahwa posisi antara

laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan, namun potensi takwa yang

ada pada diri masing-masing yang dapat membedakan. Terjadinya

diskriminasi terhadap perempuan disebabkan adanya beberapa riwayat

atau interpretasi yang dapat dinilai lahir dari sisa-sisa pandangan lama

terhadap perempuan. Dari analisa matan terhadap hadis Ummu Sulaim

yang ikut dalam peperangan terlihat jelas bagaimana Ummu Sulaim

berinteraksi dengan sahabat laki-laki untuk mengobati luka dan

menyediakan air.

Wisnawati Loeis dengan jurnalnya Imam Bukha>ri> dan Metode Tashhih dan Tadh’if,41 tulisan ini menelisir metode periwayatan hadis

yang digunakan oleh Bukha>ri>. Wisnawati mendapati beberapa kategori

periwayatan hadis yaitu: secara eksplisit Bukha>ri> tidak menyebutkan

syarat keshahihan dan kedla’ifan sebuah hadis, hanya saja setelah

dilakukan penelitian ternyata beliau menggunakan syarat yang sangat

ketat yaitu Rawi yang ‘adil, tsiqah, dhabit serta bersambung sanadnya.

Dalam penetapan syarat liqa’ Imam Bukha>ri> menetapkan juga syarat

mu’asharah yang mana perawi harus hidup sezaman dan bertemu dengan

sumber hadisnya. Adanya pengulangan hadis dan terkadang muncul

hadis d}a’i>f pada kitab Ja>mi’nya dikarenakan Imam Bukha>ri> terlalau

percaya pada periwayat hadisnya.

Tesis Zulihafni ‚Interpretasi Hadis dan Afiliasi Mazhab (Kajian Syarah-Syarah Hadis Sahih al-Bukha>ri>‛,

42 dalam tulisan ini Hafni

mengatakan bahwa bahasan tentang interpretasi hadis hukum yang

terdapat dalam shahih al-Bukha>ri> dikaji melalui kitab-kitab syarah yang

memiliki latar belakang mazhab yang berbeda. Dengan menggunakan

pendekatan sosio-historis dan metode deskriptif-analitis zulhafni

mengatakan bahwa hal tersebut mempengaruhi penafsiran dan istinbath

hukum. Namun adri pembahasan tersebut diketahui bahwa tidak semua

interpretasi pensyarah hadis sesuai dengan pendapat dan pemikiran

imam mazhab atau mazhab yang dipegang. Muncul dan tumbuhnya

berbagai aliran, paham, mazhab dan corak pemikiran tersebut telah

40

Nafriandi, ‚Perempuan di Ruang Publik dalam Perspektif Hadis‛,

Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Vol. VI, No. I, (2016): 57-72. 41

Wisnawati Loeis, ‚Imam Bukhari dan Metode Tashhih dan Tadh’if,‛

Turats, Vol. 4, No. 1, (Juni 2008). 42

Zulihafni, ‚Interpretasi Hadis dan Afiliasi Mazhab (Kajian Syarah-

syarah Hadis Sahih al-Bukhari), Tesis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, 2010.

Page 28: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

19

membawa umat Islam ke arah perbedaan pendapat, baik dalam bentuk

ide pemikiran maupun dalam bentuk gerakan. Ini menandai adanya

dinamika pemikiran dan erakan dalam Islam. Dari dinamika tersebut

telah melahirkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menjadi

tonggak perkembangan umat.

Tesis Evu Mahfudoh, ‚Kritik Terhadap Rijal Al-Bukha>ri> (Kajian Kritis atas Tanggapan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Hadyu al-Sari:Muqaddimah Fath al-Bari).43

Tesis ini mengungkapkan tanggapan

Ibnu Hajar al-Asqalani terhadap rijal al-Bukha>ri> yang dkritik ulama

hadis lain, dan bagaimana implikasi periwayatan hadis ari periwayat

yang tidak memenuhi kriteria ‘adl dan dabt dalam kitab al-Ja>mi’ al-

Sahih al-Bukha>ri>. Al-Bukha>ri> selalu memperhatikan sisi permasalahan

yang menjadikan periwayat tersebut ditolak hadisnya. Untuk periwayat

yang mengalami ikhtilat, Bukha>ri> tidak meriwayatkan hadis yang

diriwayatkan oleh periwayat tersebut sesudah terjadinya ikhtilat. Untuk

periwayat yang megalami kemunduran ingatan karena usia tua, atau

karena kebutaan, dan sebagainya, padahal sebelumnya mereka termasuk

dalam golongan periwayat siqat, Bukha>ri> hanya meriwayatkan hadis dari

mereka semasa mereka masih menjadi periwayat siqat atau memenuhi

kriteria dan dabith. Bukha>ri> juga tidak meriwayatkan hadis yang

periwayatnya melakukan tadlis dalam sanad hadis bersangkutan, untuk

periwayat yang diperdebatkan biasanya Bukha>ri> tidak meriwayatkan

hadisnya sebagai hadis pokok, melainkan sebagai ziyadah, mutaba’ah,

atau syawahid.

Disertasi mahasiswa Indonesia kajian Ushul Fiqih fakultas

Syari’ah Universitas al-Ahgaff Hadramaut, Yaman yang telah dibukukan

ditulis oleh Du’a Mazin, dengan judul ‚Al-Qawa>’id Al-Us}u>liyyah Al-Mustanbat}ah min Fiqhi Sayyidati> ‘A>ishah‛.

44 Du’a Mazin memulai

pembahasannya dengan mendeskripsikan kecenderungan ijtihad para

Sahabat pasca wafat Rasul ملسو هيلع هللا ىلص. Menurut pembacaannya, metodologi yang

ditempuh para sahabat dalam berijtihad menjawab problematika baru

yang muncul sangatlah varian, namun hal tersebut bisa disimpulkan

dalam dua karakter utama; pertama, kelompok yang lebih cenderung

menggunakan aspek nalar yang memfokuskan aktivitas ijtihadnya dalam

43

Evu Mahfudoh, ‚Kritik Terhadap Rijal Al-Bukhari (Kajian Kritis

atas Tanggapan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Hadyu al-Sari:

Muqaddimah Fath al-Bari)‛, Tesis Universitas Islam Neger Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.

44 Du’a Mazin, Al-Qawa’idul Ushu>liyy{ah al-Mustanbat}ah min Fiqhi

Sayyidati ‘A>ishah (Kairo: Darussalam, 2012).

Page 29: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

20

bentuk menggali spirit utama dari bunyi harfiah teks syariat demi

menghasilkan ‘illat al-hukmi> (ratio legis) sebagai patokan beranalogi

(qiyas). Di antara pengusungnya adalah Umar bin Khattab dan Ibn

Mas’ud ra. Kedua, kelompok yang lebih memperhatikan aspek riwayat

dan memfokuskan aktivitas ijtihadnya pada pendalaman makna nash

syari’at. Pendapuk metode ini diantaranya Ibnu Umar dan Zayd bin

Tsabit. Tipologi yang digunakan ‘A>ishah, dalam pandangan Du’a Mazin,

adalah semacam sintesa dari dua tren yang ditempuh para sahabat kala

itu. Secara brilian, Ummul Mu’minin dianggap berhasil

mengkompromikan keduanya serta berani mengartikulasikannya dengan

pemikirinnya secara mandiri, sehingga lahirlah satu konsep teoritis

berfiqih yang segar, baru serta hidup.

Kesimpulan kaidah Usul Fikih dari kompilasi Fatwa ‘A >ishah,

Du’a Mazin menggunakan metode induktif, yaitu metode yang bertumpu

pada penelusuran hukum-hukum partikular (furu>’iyyah) yang telah

beliau cetuskan, kemudian menyimpulkannya menjadi kaidah tertentu

yang bersifat universal (kulli>) sebagai pijakan yang dijadikan landasan

berijtihad. Hal ini sangatlah wajar, karena sebagaimana diketahui, bahwa

Sayyi>dah ‘A>ishah tidak pernah menyatakan secara gamblang (s}ari>h) kaidah Usul Fikih yang beliau jadikan acuan dalam memproduksi

hukum. Kendati demikian, bagi Du’a Mazin, hal tersebut bukanlah

berarti menegasikan keberadaan metodologi yang absah dalam aktivitas

ijtihad beliau. Melainkan harus ada upaya yang sungguh-sungguh dari

generasi setelahnya untuk merumuskan metodologi tersebut secara

intens dan komprehensif dengan menggunakan berbagai macam

pendekatan. Penulis ingin membuktikan bahwa Usul Fikih, sebagai

landasan berfikir dan berijtihad, bukanlah cabang ilmu yang asing dan

‛diada-adakan‛, melainkan fitrah dan sebuah keharusan yang telah

memiliki preseden sejak generasi awal umat Islam.

Arikel Hoda Elsadda45

menulis Biografi ‘A>ishah, Hoda Elsadda

menggambarkan perjalanan kehidupan ‘A>ishah lengkap dengan

keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki ‘A >ishah dari perempuan yang

lain di masa itu. Alasan Hoda memilih untuk menulis biografi ‘A >ishah di

dasari karena beliau adalah seorang figure pada masa Islam klasik,

sejarah Islam menyebutkan secara khusus dan menulis biografi

perempuan tentang ‘A>ishah. Hal ini menandakan bahwa ‘A >ishah

45

Hoda Elsadda, ‚Discourses on Women's Biographies and Cultural

Identity: Twentieth-Century Representations of the Life of 'A'isha Bint Abi

Bakr,‛ Journal Feminis Studies, Vol. 27, No. 1 (Spring, 2001) , 37-64,

http://www.jstor.org/stable/3178448 (Accessed January 18, 2017 02:48).

Page 30: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

21

perempuan yang mempunyai kelebihan pada masa sejarah Arab yang

sengaja ditulis lengkap dengan detail dan dikaitkan dengan kehidupan

Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص.

Selanjutnya tesis Mimi Rahma Sari mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul ‚Aishah dan Kontribusinya Dalam Ilmu Kritik Hadis‛,

46 dalam tesis ini mimi menuliskan bahwa ‘Aishah

adalah salah seorang sahabat yang paling banyak mengkritik hadis-hadis

yang diriwayatkan oleh sahabat. Hal tersebut di dukung oleh beberapa

faktor. Di antaranya adalah kebersamaan beliau dengan Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص.

Selain itu ia memiliki ingatan yang kuat, cerdas, analisa yang tajam dan

bersikap kritis terhadap setiap hadis yang ia terima. Sahabat datang

kepada ‘A>ishah untuk mengecek hafalannya atau sekedar untuk

menanyakan sebuah permasalahan. ‘A>ishah mempunyai peran dan

kontribusi yang cukup besar dalam merumuskan ilmu kritik hadis.

‘A>ishah telah memberikan inspirasi kepada ulama bahwa ada dua objek

yang perlu diperhatikan ketika hendak mengkritisi sebuah hadis, yaitu

kritik external dan internal (sanad dan matan).

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang pernah

ditulis sebelumnya, letak perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian yang ada diatas terletak pada kajian perempuan di ruang

publik yang digambarkan olek sosok ‘A>ishah dalam kitab hadis Al-

Bukha>ri>. Kajian tentang perempuan di ruang publik, ‘A >ishah dan kitab

Al-Bukha>ri> mungkin sudah banyak diteliti akan tetapi sejauh ini belum

ada kajian perempuan diruang publik yang dilihat dari sosok ‘Aishah

pada masa awal Islam ditinjau dalam kitab hadis Al-Bukha>ri>. Oleh

karena itu, kajian analisis isi kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> inilah

yang menurut penulis letak dari perbedaan signifikansi penelitian ini.

F. Metodologi Penelitian

Untuk memberikan rincian kegiatan penelitian ini, penulis

menguraikan beberapa hal penting seputar penelitian dan metodologi

penelitian yang dilakukan, yaitu:

1. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, untuk memberi

jawaban atas pertanyaan penelitian dibutuhkan sumber data primer dan

46

Mimi Rahma Sari ‚Aisyah Dan Kontribusinya Dalam Kitab Ilmu

Kritik Hadis‛, Tesis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Page 31: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

22

sekunder.47

Penelitian ini merupakan studi analisa sosok ‘A >ishah dalam

kitab hadis hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri>. Sumber primer dalam

penelitian ini adalah kitab hadis Ja>mi’ S}ahi>h al-Bukha>ri> dan dikung

dengan syarah beliau kitab Fathul Baari. Sedangkan sumber sekunder

terdiri dari pelbagai buku, jurnal, artikel, makalah, encyclopedia, kamus

serta kitab lainnya yang berkaitan dengan penelitian tesis ini.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah jenis

metode penelitian kepustakaan (library research),48 yaitu mengamati,

memahami, dan mempelajari bahan-bahan hadis yang telah

dikumpulkan dari kitab hadis Bukha>ri> dan dianggap berhubungan dengan

objek yang ditulis yaitu ‘A@isyah sebagai sosok perempuan, secara

tematis baik itu sanad dari ‘Aishah maupun matan berkenaan dengan

‘Aishah, kemudian dipaparkan dan dibahas dengan teori Simone

Debeauvoir berdasarkan penjelasan tertentu sesuai dengan tema bahasan.

Selanjutnya dilakukan inventarisasi dan klasifikasi menurut ragam yang

diteliti. Setelah itu data yang telah dikumpulkan kemudian dipilah,

ditentukan dan dianalisis sebagai bahan penulisan, kemudian disusun

kembali dan dituangkan kedalam tulisan sebagai hasil penelitian.

3. Teknis Analisa dan Model Pembacaan Data

Pendekatan yang dipilih dalam menganalisa data dalam

penelitian ini adalah sosio-historis yang mana mengkaji sosok ‘A>ishah

dari sejarah sosial pada awal abad dan pertengahan serta ditinjau dengan

kehidupan perempuan pada abad sekarang. Penelitian ini akan diperkuat

dengan teori bantu feminisme eksistensialisme menurut Simone de

Beauvoir. Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut: pertama,

dilakukan pembacaan secara utuh dan menyeluruh, sehingga penulis

memilah hadis-hadis yang berkaitan dengan penelitian. Teknik

pembacaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi

(content analysis)49

merupakan suatu langkah yang ditempuh untuk

memperoleh keterangan dari uraian yang sistematis dan dapat diuji

tentang isi manifes dan laten suatu wacana naratif, dan menghasilkan

kesimpulan yang valid tentang konteks naratif yang berdasarkan isi

47

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT

Remaja Rosda Karya, 2014), 256. 48

Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 63.

49 Sujono dan Abdurrahman, Metode Penelitian (Suatu Pemikiran Dan

Penerapan) (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005), 15

Page 32: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

23

deskriptifnya, yang disampaikan dalam bentuk hadis-hadis dalam kitab

Al-Bukha>ri>.50

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis penelitian yang bersifat melukiskan realitas sosial mengenai

perempuan di ruang publik yang ada dalam masyarakat pada masa abad

awal Islam.

4. Teknik Penyajian Analisa Data

Teknik penyajian analisis data yang dilakukan dalam penelitian

ini menggunakan metode deskriptif-analisis dan induktif, yaitu

mendeskripsikan data dan fakta-fakta yang ditemukan kemudian disusul

dengan analisis terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan yang

ingin dikemukakan oleh peneliti. Metode ini diharapkan mampu

menyajikan deskripsi analisis data secara cermat dan jelas, sehingga

penelitian ini jelas, lugas dan langsung pada pokok inti yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini akan dibuat dalam lima bab

dengan sub bab yang secara umum digambarkan sebagai berikut:

Pada bab pertama akan dijelaskan Pendahuluan yang akan

menguraikan sub-sub bahasan di bab-bab selanjutnya yang terdiri dari

latar belakang masalah, permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan,

tujuan penelitian, signifikansi penelitian, metodologi penelitian, dan

sistematika penelitian. Bab ini sangat penting karena memberikan

gambaran awal kepada pembaca terhadap keseluruhan isi di bab-bab

selanjutnya termasuk pendekatan, teori yang digunakan sebagai alat

untuk membantu memberikan solusi dalam permasalahan, serta tujuan

akan diperoleh dalam penelitian ini.

Pada bab dua diskursus Perempuan Dalam Budaya dan agama.

Gambaran tentang perempuan yang terdiri dari penciptaan perempuan,

kehidupan perempuan, potensi perempuan dalam contoh sosok ‘A<ishah,

kodrat perempuan, persamaan dan perbedaan laki-laki dan perempuan,

dinamika perempuan dalam budaya Islam dan polemik status ‘A<ishah

sebagai perempuan di ruang publik dalam kajian hadis.

Pada bab ketiga akan dijelaskan representasi kitab Shahih Al-Bukha>ri> terdiri dari, latar belakang Imam Bukha>ri> selaku pengarang

Kitab Ja>mi’ S}ah}i>h}, sejarah kepenulisan dan perkembangan kitab hadis

50

Bernard Berelson, Analysis Research (New York: Stratford, 1952),

114.

Page 33: PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK (Kajian Sayyidah ‘A

24

Al-Bukha>ri>, status Al-Bukha>ri> dalam perdebatan otentisitas hadis dan

kritik terhadap kitab hadis Al-Bukha>ri>.

Pada bab keempat tergambar ‘A>ishah dalam kitab hadis Al-

Bukha>ri> sebagai peran perempuan di ruang publik, dalam kehidupan

sosial, sebagai pemimpin, sosok penda’wah yang membantu Rasulullah

dan sosok istri. Dalam bab ini juga akan menggambarkan eksistensi ملسو هيلع هللا ىلص

‘A<ishah sebagai gambaran perempuan di ruang publik hasil dari analisis

hadis-hadis mengenai perempuan di ruang publik. Dan terakhir gagasan

feminisme dari sosok ‘A>ishah.

Bab terakhir atau Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan ini didapatkan dari rumusan masalah yang telah dijelaskan

pada bab pertama.