kejadian 3

11
Kejadian 3:1-7. Perjumpaan yang Membalikkan Banyak Hal Posted on 1 March 2013 by ntprasetyo 3 Votes Nats: Kejadian 3:1-7 Oleh: Ev. NT. Prasetyo, M.Div. Umumnya di kalangan Kristen, malapetaka di dalam Kejadian 3 disebut “kejatuhan” (fallness). Di dalam Alkitab Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, Kejadian 3 juga diberi judul perikop berbunyi “Manusia Jatuh ke dalam Dosa”. Tapi ada tiga penulis bernama Steve Jeffery, Mike Ovey, dan Andrew Sach, ketiganya menulis buku berjudul “Tertikam oleh karena Pemberontakan Kita” (ini judul edisi Indonesia, diterbitkan oleh Momentum), menyatakan bahwa peristiwa dalam Kejadian 3 ini lebih tepat disebut sebagai “dekreasi”. Allah telah ber-“kreasi”; tapi iblis menggoda manusia dan mengakibatkan terjadinya “dekreasi”, dan dengan kuasaNya Allah akan sepenuhnya melakukan “re-kreasi” (penciptaan kembali). Mengapa Kejadian 3 lebih tepat disebut sebagai “dekreasi”, karena pasal ini mencatat “pembalikan dari banyak rencana Allah” bagi ciptaanNya yang semula. Semula, setelah Allah menciptakan segala sesuatunya, Ia mengatakan dalam Kejadian 1:31, “sungguh amat baik”, namun melalui peristiwa dalam Kejadian 3, apa yang telah Tuhan ciptakan “sungguh amat baik” itu diobrak-abrik. Pembalikan

Upload: pipin-poerba-pakpak

Post on 05-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Kejadian 3

Kejadian 3:1-7. Perjumpaan yang Membalikkan Banyak HalPosted on 1 March 2013 by ntprasetyo

     

 

3 Votes

Nats: Kejadian 3:1-7

Oleh: Ev. NT. Prasetyo, M.Div.

Umumnya di kalangan Kristen, malapetaka di dalam Kejadian 3 disebut “kejatuhan”

(fallness). Di dalam Alkitab Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, Kejadian 3

juga diberi judul perikop berbunyi “Manusia Jatuh ke dalam Dosa”. Tapi ada tiga penulis

bernama Steve Jeffery, Mike Ovey, dan Andrew Sach, ketiganya menulis buku berjudul

“Tertikam oleh karena Pemberontakan Kita” (ini judul edisi Indonesia, diterbitkan oleh

Momentum), menyatakan bahwa peristiwa dalam Kejadian 3 ini lebih tepat disebut

sebagai “dekreasi”. Allah telah ber-“kreasi”; tapi iblis menggoda manusia dan

mengakibatkan terjadinya “dekreasi”, dan dengan kuasaNya Allah akan sepenuhnya

melakukan “re-kreasi” (penciptaan kembali).

Mengapa Kejadian 3 lebih tepat disebut sebagai “dekreasi”, karena pasal ini mencatat

“pembalikan dari banyak rencana Allah” bagi ciptaanNya yang semula. Semula, setelah

Allah menciptakan segala sesuatunya, Ia mengatakan dalam Kejadian 1:31, “sungguh

amat baik”, namun melalui peristiwa dalam Kejadian 3, apa yang telah Tuhan ciptakan

“sungguh amat baik” itu diobrak-abrik. Pembalikan ini terlihat sangat jelas di dalam

pertemuan antara si ular dan perempuan di dalam Kejadian 3:1-7 (Perempuan itu saya

sebut sebagai “perempuan” dan belum sebagai Hawa, karena sebutan Hawa baru

diberikan “setelah” dekreasi terjadi). Karena itu, kotbah kita sore ini sangatlah tepat

kalau diberi judul: Perjumpaan yang Membalikkan Banyak Hal.

Ada dua hal yang ular lakukan terhadap Perempuan:

Page 2: Kejadian 3

A. Ular mengajukan Pertanyaan yang Menjebak.

Di ayat 1 dari pembacaan kita, si ular diperkenalkan sebagai mahluk yang “cerdik”.

Kecerdikannya ditunjukkan pertamakali dalam ayat 1 bagian b ketika ia mencobai

pengetahuan manusia akan Firman Allah, “Tentulah Allah berfirman, ‘Semua pohon

dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’”.

Apakah ular tidak tahu bahwa manusia boleh makan buah dari semua pohon dalam

taman itu? Saya pribadi tidak yakin bahwa ular tidak tahu. Alkitab tidak jelas

menunjukkan hal itu. Melalui satu pertanyaan ini, saya melihat ular melancarkan

setidaknya dua jebakan! Dua jebakan, dari satu pertanyaan:

1. Ular hendak mengetes pengetahuan Perempuan.

Anda akan melihat bahwa ular sedang mencobai pengetahuan manusia akan Firman

Allah. Apakah sungguh perempuan mengetahui isi Firman Allah. Ini adalah sebuah

serangan tahap pertama atau jebakan pertama. Kalau ternyata melalui pertanyaan ini,

perempuan sudah menunjukkan ketidaktahuannya atau keragu-raguannya akan Firman

Allah, untuk apa ular repot-repot melancarkan serangan lebih lanjut?!

Dan ada sarjana Alkitab yang menunjukkan mengapa harus perempuan yang

pertamakali menerima cobaan iblis. Karena sebelumnya perintah tentang boleh dan

tidak boleh makan buah ditujukan kepada Adam. Jadi Adam adalah orang pertama yang

mendengar langsung perintah itu dari Allah. Kekuatan perintah itu di dalam diri Adam

tentu lebih besar, ketimbang dalam diri Hawa yang hanya menerimanya sebagai orang

kedua.

Jadi, ular betul-betul menunjukkan kecerdikannya disini! Ia tahu siapa sasaran yang

lebih berpotensi jatuh. Ia tahu bagaimana melakukan pendekatan pertama. Ia mencobai

pengetahuan perempuan, apakah betul perempuan tahu apa yang Allah firmankan?

Bukankah pola ini yang juga iblis gunakan terhadap Yesus ketika ia mencobai Yesus di

padang gurun? Iblis mencobai pengetahuan Yesus tentang identitas diriNya sendiri;

tentang siapa diriNya sebenarnya, lalu menuntut bukti dari pengetahuan itu dengan

“mengubah batu menjadi roti”! (Matius 4:3). Yesus yang telah memiliki pengetahuan

jelas tentang “siapa Saya”, tidak mau meladeni tuntutan ular itu. Yesus tidak berusaha

membuktikan pengetahuan diriNya tentang “siapa Saya”. Yesus sudah jelas mengenal,

siapakah diriNya sebetulnya.

Sampai tahap ini, kita melihat bahwa pengetahuan adalah penting! Para teolog biasa

menjelaskan bahwa apa yang disebut “iman” terdiri dari tiga unsur ini:

Page 3: Kejadian 3

1. Notitia (pengetahuan) tentang apa yang diimaninya.

2. Assensus (persetujuan) atau setuju dengan apa yang diimaninya.

3. Fiducia (ketaatan) atau mau mentaati atau mempercayakan hidupnya ke dalam apa

yang dipercayai.

Jadi salah satu isi iman yang penting adalah “pengetahuan”. Bagaimana kita mau setuju

atau menyerahkan diri untuk taat kepada sesuatu, kalau kita tidak tahu apa yang harus

kita setujui dan taati?! Pengetahuan itu perlu.

Ironisnya, zaman sekarang banyak orang Kristen menganggap pengetahuan itu tidak

penting, dan yang penting adalah pengalaman atau mujizat. Bahkan banyak para

pendeta tidak memberikan teladan yang baik, dengan tidak bersedia untuk menempuh

studi teologi yang bertanggungjawab dan berharap pada hikmat Tuhan semata.

Untunglah kalau di dalam kerendahan hati orang itu, Tuhan masih berkenan pakai

(seperti seorang hamba Tuhan besar yang kotbahnya rutin saya dengarkan lewat radio

meskipun dia tidak berpendidikan teologi formal). Tapi banyak hamba Tuhan yang tidak

belajar teologi, tapi sombong pula dengan “ketidaktahuannya”. Padahal Tuhan Yesus

pernah berfirman, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan

segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat. 22:37). Jadi akal budi tidak

boleh dicampakkan dalam melayani Tuhan.

Dalam 1 Timotius 1:13, Paulus menulis bahwa kehidupannya yang garang dan melawan

Allah di masa lalunya, adalah sebuah kehidupan yang telah ia jalani “tanpa pengetahuan

yaitu di luar iman.” Paulus juga mengajarkan bahwa ketika kita percaya Tuhan Yesus,

kita beroleh pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus,

dan pengetahuan itu memberikan kepada kita terang Allah, karena Allah membuat

terangNya itu bercahaya di hati kita (2 Korintus 4:6). Dan Ibrani 10:26 memperingatkan

orang yang telah “memperoleh pengetahuan kebenaran” tetapi dengan sengaja berbuat

dosa, “maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu” (Ibrani 10:26). Dari ketiga

ayat ini, kita membaca bahwa di dalam iman ada unsur pengetahuan, yaitu

pengetahuan akan kebenaran; pengetahuan akan kemuliaan Allah.

Setiap kali Anda mendengarkan pengajaran atau kotbah yang memaparkan kebenaran

Alkitab, maka Anda sedang mengisi diri Anda pengetahuan akan kebenaran;

pengetahuan akan kemuliaan Allah. Pengetahuan ini penting bagi Anda. Iblis akan

menuntut hal itu dari Saudara! Selama ini Saudara rajin ke gereja, rutin setiap minggu,

namun tahukah Saudara dengan sesungguh-sesungguhnya, akan apa yang Anda

lakukan? Tentang siapa diri Anda dan siapa Tuhan bagi diri Anda? Tentang perintah-

perintah Tuhan yang telah Tuhan sampaikan kepada Anda? Jangan-jangan Anda tidak

Page 4: Kejadian 3

tahu, dan kalau sudah begitu, iblis tidak perlu repot-repot lagi melangkah ke tahap

serangan berikutnya!

Anda harus memiliki pengetahuan akan kebenaran dan kemuliaan Allah di dalam

Kristus! Itu dapat Anda peroleh dengan rajin membaca Alkitab dan belajar Firman Tuhan

melalui berbagai sarana. Dalam 2 Petrus 1:5, rasul Petrus mengingatkan, “Justru karena

itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada

imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan….” Pengetahuan sedikit yang

Engkau miliki ketika Engkau beriman kepada Tuhan Yesus, sewajarnya akan membawa

Engkau semakin menggali pengetahuan akan kebenaran dan kemuliaan Allah yang

lebih mendalam lagi. Istilah kerennya, “Faith seeking Understanding” (Iman mencari

pengertian). Iman berisi pengetahuan, dan akan mengejar pengetahuan! Terutama

pengetahuan akan kebenaran dan kemuliaan Allah di dalam Kristus.

Di ayat 2, Perempuan menjawab, “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami

makan.” Melalui jawaban ini, perempuan itu seolah-olah meralat pernyataan ular. Bukan,

bukan semua pohon “jangan” kamu makan, melainkan semua pohon “boleh” kamu

makan. Disini perempuan menunjukkan pengetahuannya akan Firman Allah, meski dia

hanya orang kedua yang menerima Firman itu, dan tidak mendengar langsung dari

mulut Allah.

2. Ular mencoba membuat Perempuan mencurigai Kebaikan Allah.

Tapi jebakan ular melalui pertanyaan pertamanya bukan terletak pada masalah

pengetahuan saja. Steve Jeffery, Mike Ovey, dan Andrew Sach menunjukkan jebakan

lain yang muncul dari pertanyaan pertama ular. Berikut ini saya kutipkan pernyataan

Jeffery, Ovey, dan Sach:

Ia (ular) juga mempertanyakan kebaikan Allah. Ini terbukti dari pertanyaan pertamanya,

di mana ia menyindir secara tidak langsung bahwa perintah Allah lebih mengekang

daripada yang sebenarnya: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini

jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Kej.2:16; cetak miring ditambahkan). Bahkan,

Allah tidak pernah mengatakan hal semacam itu; Ia telah memberikan Adam dan Hawa

kebebasan yang besar – “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya

dengan bebas” (Kej.2:16; cetak miring ditambahkan). Dari sekian banyak kelimpahan

Taman Eden, hanya buah dari satu pohon yang dilarang (ay.17). Hawa nampaknya

menyoroti taktik ini, dan mengoreksi fitnah si ular: “Buah pohon-pohonan dalam taman

ini boleh kami makan” (Kej.3:2). Tetapi kemudian, tragisnya ia mengalah pada

kesalahan yang sama, pertama ia secara halus merendahkan ketetapan Allah yang

Page 5: Kejadian 3

murah hati (ia tidak mengulangi rujukan Allah penuh anugerah tentang “semua pohon”)

dan kemudian secara halus melebih-lebihkan ketatnya larangan Allah dengan

mengklaim bahwa Allah telah melarang mereka bahkan untuk “[me]raba” (ay.3) pohon

pengetahuan yang baik dan yang jahat itu. (halaman 106 edisi Indonesia).

Jadi, pertanyaan pertama ular adalah semacam sindiran untuk mempertanyakan

kebaikan Allah. Dan jebakan kedua ular ini membuat perempuan jatuh dalam

perangkapnya. Ini adalah sebuah pembalikan. Harusnya manusia menaklukkan bumi,

termasuk hewan, dan bukan hewan menaklukkan manusia. Tapi karena termakan tipu

daya ular, perempuan mulai memperberat Firman Allah; atau membuat Firman itu

tampak lebih berat dari seharusnya. Di ayat 3, Perempuan menjawab ular, ” tetapi

tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu

makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Pertanyaannya, apakah Allah pernah

berfirman dalam Kejadian 2:16-17 bahwa “jangan meraba”? Perempuan sendirilah yang

menambah-nambahi Firman Allah. Dia sendiri mulai terjebak untuk meragukan kebaikan

Allah.

Apakah Allah betul-betul baik, karena FirmanNya nampaknya sedikit berat. Pikiran inilah

yang dimunculkan ular ke dalam pikiran Perempuan. Inilah cara kerja Iblis di dalam

pikiran kita; mendorong kita untuk berpikir bahwa Firman Tuhan itu berat bahkan tidak

mungkin untuk anak-anak Tuhan lakukan. Memang bagi mereka yang tidak percaya

Yesus dan tidak memiliki Roh Kudus dalam hidupnya, tidak mungkin untuk melakukan

perintah Tuhan, namun bagi anak-anak Allah seperti kita, ada Roh Kudus yang

memberikan kepada kita kekuatan untuk melakukan perintah Tuhan.

B. Ular Menumbuhkan Kesan di Hati Perempuan bahwa Larangan Allah Tidak

Serius.

Ayat 4 lalu mencatat, “Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu

tidak akan mati.” Melalui ayat ini, ular hendak menimbulkan kesan dalam diri perempuan

bahwa ketika Allah memberikan perintah itu, Allah tidak benar-benar serius. Allah hanya

sedikit membesar-besarkan (dalam canda), seperti halnya perempuan pun telah

membesar-besarkan tuntutan Tuhan di ayat 3. Jeffery, Ovey, dan Sach menulis:

Si ular menekankan poin itu lebih lanjut, mengimplikasikan bahwa hukum Allah egois,

bahkan bersifat menindas: “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu

memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang

yang baik dan yang jahat” (ay.5). Implikasi dari hal ini adalah bahwa ada sesuatu yang

baik yang Allah tidak berikan kepada umat manusia. Ini adalah sebuah penyangkalan

terhadap kebaikan Allah. (halaman 106 edisi Indonesia).

Page 6: Kejadian 3

Jadi, ular hendak memberikan kesan dalam diri perempuan bahwa Allah itu egois dan

tidak baik, dan bahwa Allah itu membesar-besarkan masalah. Ular menumbuhkan kesan

dalam diri perempuan bahwa perintah Allah itu tidak perlu terlalu dianggap serius.

Artinya, ular mengajak perempuan untuk melanggar unsur kedua dan ketiga dari iman,

yaitu assensus dan fiducia. Perempuan tidak perlu menyetujui dan mentaati perintah

Allah. Allah sedang bercanda dengan agak kelewatan.

Tapi apa dampaknya jika perempuan mempercayai tipu muslihat iblis ini? Ilustrasi ini

dapat memperjelasnya bagi kita. Dahulu saya pernah punya cinta pertama; seseorang

yang saya cintai sebelum saya pernah mengenal wanita yang menjadi isteri saya

sekarang. Lima tahun saya mengejarnya, dan cinta saya tidak perlu diragukan lagi. Pagi

hari sebelum ia berangkat kerja, saya sudah menunggunya dari pukul empat atau lima

pagi di depan gang rumahnya. Saya menunggunya muncul di depan gang rumahnya,

dan biasanya dia muncul pukul setengah enam pagi. Lalu saya antar dia dari rumahnya

ke Jakarta dan di bus kota, di sepanjang perjalanan, saya merayu dia. Pokoknya, soal

cinta, saya tidak diragukan lagi (pada waktu itu!).

Tetapi saya tidak sungguh-sungguh belajar menganggap serius apa yang pernah ia

nyatakan tentang dirinya. Ia pernah menyatakan bahwa ia phobia dan sangat takut

kepada segala hal yang membentuk pola seperti pada sayap kupu-kupu. Jadi, bulu

ayam pada kemoceng yang memiliki pola tertentu, membuatnya sangat takut. Ia pernah

membahayakan anggota keluarganya karena phobia-nya tersebut.

Tapi pada waktu itu, saya tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang serius. Sampai

pada suatu kali, ketika dia berulangtahun, saya menghadiahi dia sebuah kado yang

saya bungkus dengan bungkus kado yang penuh bergambar kupu-kupu. Tentu saja dia

sangat takut! Saya tidak betul-betul menghargai apa yang ia pernah nyatakan tentang

dirinya. Saya anggap itu ringan saja.

Dalam suatu kesempatan lain, ketika retreat aktivis, saya melihat dia meringkuk

ketakutan karena di atas tasnya ada kupu-kupu. Saya menyingkirkan kupu-kupu itu dari

atas tasnya. Saya tidak sadar, seandainya dia tahu bahwa saya telah melakukan itu,

mungkin itu sebuah bentuk tindakan kepahlawanan yang sangat berarti. Tapi pada

waktu itu dia tidak melihat tindakan itu. Yang terjadi justru sebaliknya, saya malah

menghadiahi dia sebuah kado dengan bungkus bergambar kupu-kupu. Apa akibatnya

bagi relasi? Merusak bukan? Seperti ini pula yang terjadi antara Perempuan dengan

Tuhan di Taman Eden! Ular berusaha menanamkan dalam pikiran Perempuan bahwa

perintah Tuhan itu “lebay” dan tidak serius. Ini adalah sebuah pembalikan, karena

Page 7: Kejadian 3

harusnya manusia lebih serius mendengarkan perkataan PenciptaNya, dan bukan pada

perkataan ular, ciptaan yang lebih rendah dari manusia.

Sekarang kita melihat, dalam perjumpaan antara Perempuan dan Ular ini, ada dua

perkara yang dilakukan Perempuan:

A. Perempuan Menyikapi Situasi Berdasarkan Penilaiannya Sendiri.

Dengan tepat, Steve Jeffery, Mike Ovey, dan Andrew Sach menyatakan,

“Pemberontakan Hawa pada dasarnya adalah tindakan mengutamakan otonomi, di

mana ia menempatkan imannya bukan pada apa yang telah Allah nyatakan melainkan

pada penilaiannya sendiri terhadap situasi tersebut.” Baca ayat 6, “Perempuan itu

melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula

pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan

dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia,

dan suaminyapun memakannya.” Frasa “perempuan itu melihat” menunjukkan

bagaimana perempuan menilai situasi berdasar penilaiannya sendiri, dan tidak

berdasarkan pada kebenaran Firman Allah.

Disini kita melihat ada sebuah “dekreasi”. Harusnya urutannya adalah Tuhan baru

manusia. Tapi disini, perempuan itu menempatkan manusia di atas Tuhan. Penilaian

manusia di atas penilaian Tuhan. Manusia mengandalkan kepintarannya sendiri, dan

bukan petunjuk dari Tuhan. Manusia hidup diatur oleh dirinya sendiri, dan bukan oleh

Tuhan serta FirmanNya. Ada sebuah pembalikan kedudukan. Dan ketika Perempuan itu

memberikan buah terlarang itu pada laki-laki, Adam pun tanpa penilaian menerima saja.

Ini wujud lain dari dekreasi, harusnya laki-laki menaklukkan dunia, tapi malah laki-laki

takluk pada perempuan. Ini sebuah wujud pembalikan yang lain lagi.

Dan akibatnya adalah bencana! Ayat 7 mencatat, “Maka terbukalah mata mereka

berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon

ara dan membuat cawat.” Mata mereka terbuka tentang tipu muslihat iblis. Iblis memang

senang promosi di awal, padahal isi barang yang ditawarkan tidak seperti yang

dipromosikan. Ada ilustrasi, seorang laki-laki suatu hari bermimpi dan diperlihatkan oleh

iblis kenikmatan neraka. Ada pantai disana, penuh dengan wanita berbikini; ada pasir

yang indah; dan udara yang segar. Ia terbangun dari mimpinya, dan ia menceritakan

kemana-mana tentang indahnya neraka. Namun suatu hari ia mati. Dari hasil

penghakiman Allah, ia ditetapkan masuk Neraka. Namun betapa terkejutnya ketika

mengetahui bahwa keadaan neraka sangat mengerikan, panas, dan penuh penderitaan.

Laki-laki itu protes kepada iblis, karena pemandangan neraka yang dilihatnya tidak

seperti yang ia lihat dalam mimpin. Dan iblis pun menjawab, “Man, khan, dulu itu cuma

Page 8: Kejadian 3

promosi, Man! Nah, inilah kenyataannya!” Jadi seperti orang mempromosikan suatu

produk untuk menarik pembeli, demikian setan “mempromosikan” neraka untuk

menyeret orang dihukum disana bersama-sama dengannya. Disini kita melihat ada

pembalikan. Harusnya manusia menilai situasi dari sudut pandang Tuhan yang

empunya segalanya, dan bukan menilai situasi berdasarkan otonominya sendiri yang

sudah dipengaruhi iblis.

B. Manusia Berupaya Menutupi Keadaan Dirinya yang Sudah mengalami Dekreasi.

Dan apa reaksi “wajar” dari manusia yang telah mengalami dekreasi? Mereka

mengupayakan kebenaran diri mereka sendiri. Mereka “menyemat daun pohon ara dan

membuat cawat” untuk menutupi ketelanjangan mereka dengan membuat pakaian yang

berwujud bikini itu. Dan upaya itu masih tergambar dalam kehidupan manusia bahkan

sampai abad ini. Saat ini orang berupaya membuat bikini-bikini bernama “agama”.

Manusia membuat banyak sistem agama untuk mencoba menutupi apa yang salah

dalam dirinya; dalam kehidupannya.

Ada something wrong dengan kehidupan ini. Tapi kebanyakan mereka tidak tahu,

karena itu perlu pengetahuan akan kebenaran. Itulah mengapa kita memberitakan Injil,

untuk memberitakan pengetahuan tentang kebenaran dan kemuliaan Allah di dalam

Kristus. Tetapi ada pula orang yang tahu tentang kebenaran, tapi tidak setuju

dengannya. Atau mereka tahu dan setuju, seperti Gus Dur, tapi tidak mempercayakan

diri dengan apa yang diketahui dan disetujui. Mereka memiliki mengenakan bikini-bikini

buatan mereka sendiri yang bernama “agama”. Disini kita melihat adanya pembalikan.

Harusnya manusia mengandalkan pertolongan yang dari atas ke bawah, dan bukan

mengandalkan diri dengan kekuatannya dari bawah ke atas.

Agama itu buatan manusia, berupaya membawa yang di bawah ke atas. Tapi Tuhan

mengaruniakan kepada kita lebih dari sekadar bikini, yaitu mengaruniakan Anak Allah

dari atas ke bawah. Bikini tidak cukup untuk melindungi kita dari panas dan dingin,

demikian juga agama tidak cukup menutupi kita dari pandangan Allah yang Mahasuci.

Tapi Ada Anak Allah yang turun ke bumi, menjadi manusia sama seperti kita, bernama

Yesus Kristus, menjalani kehidupan yang benar dan suci sesuai kehendak Allah, lalu

menderita dan mati di kayu salib untuk menggantikan kita menanggung murka Allah,

padahal harusnya kita yang berdosalah yang dihukum Allah. DarahNya tercurah dari

atas kayu salib dan kita terima dengan iman, untuk membasuh kita dari dosa-dosa kita.

Ketika kita telah disucikan dengan darahNya, Ia mengenakan kepada kita pakaian baru;

jubah yang putih bersih; Ia mengenakan kebenaranNya atas kita, dan bukan sekadar

bikini yang bernama agama.

Page 9: Kejadian 3

Demikian kita, orang-orang yang atasnya kebenaran Kristus telah diperhitungkan, dapat

belajar tiga poin untuk kita praktekkan:

1. Persembahkan akal budimu kepada Tuhan dan kejarlah pengetahuan akan

kebenaran dan kemuliaan Allah di dalam Kristus.Anda perlu rajin membaca Alkitab;

tekun mempelajari Firman Tuhan melalui berbagai sarana yang mungkin.

2. Waspada dengan upaya iblis untuk membuat kita mencurigai kebaikan

Allah. Pengetahuan saja tidak cukup. Setan punya pengetahuan. Ini kita bisa baca

dalam Matius 4. Yakobus 2:19, “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu

baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Juga

dalam Injil pernah dinyatakan betapa iblis pun memiliki pengetahuan tentang siapa

Yesus. Tapi ini tidak cukup. Tidak sebatas tahu, kita harus setuju dan mempercayakan

diri pada kebaikan Allah.

3. Belajar menilai segala situasi dari Terang Firman Allah, bukan berdasarkan

otonomi manusia. Ketika kita sedang menghadapi pencobaan, disitulah kita

diperhadapkan pada pilihan: Otonomi Allah atau otonomi kita sendiri; Terang Firman

Allah atau hikmat manusiawi.

(Dikotbahkan dalam Persekutuan Komisi Pemuda GK Kalam Kudus Jayapura,

Kamis/28 Februari 2013).