iii. metode penelitian - repository.ipb.ac.id · gambar 3 lokasi hutan gambut terbakar berulang...
TRANSCRIPT
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya,
Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project) CKPP,
Kalampangan, Propinsi Kalimantan Tengah (Gambar 2). Penelitian telah
dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Plot
penelitian ditempatkan pada lokasi hutan gambut primer, hutan gambut terbakar
berulang tiap tahun dengan luasan ± 51,5 ha, hutan gambut terbakar setelah 3
tahun dengan luasan ± 150,9 ha dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun dengan
luasan ± 37,4 ha. Hutan gambut bekas terbakar didefinisikan sebagai hutan
gambut yang telah mengalami kebakaran karena gangguan alami (natural
disturbance) disertai pemicu kebakarannya.
Gambar 2 Lokasi Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya (Sumber: Ciptadi et al. 2010).
17
Gambaran lokasi penelitian disajikan dalam bentuk tampilan citra (gambar
pixel dimana pixel warna merah terang menunjukkan bekas terjadinya kebakaran)
untuk menunjukkan umur hutan gambut bekas terbakar (Gambar 3, Gambar 4 dan
Gambar 5) dan hutan gambut primer (Gambar 6) sebagai berikut:
Gambar 3 Lokasi hutan gambut terbakar berulang tiap tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kejadian kebakaran bulan September 2009 (B) dan kejadian kebakaran bulan Januari 2010 (C).
A B
C
18
Gambar 4 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 3 tahun: kejadian kebakaran bulan September 2008 (A), kondisi lokasi plot. pada bulan September. 2009 (B)
Gambar 5 Lokasi hutan gambut terbakar setelah 8 tahun: kejadian kebakaran
bulan Oktober 2003 (A), kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (B).
A B
A B
19
Gambar 6 Lokasi hutan gambut primer: kondisi lokasi plot pada bulan September 2009 (A), kondisi lokasi plot pada bulan Januari 2011 (B).
Selanjutnya ditampilkan titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian
tempat (Tabel 7).
Tabel 7 Titik koordinat lokasi penelitian dan ketinggian tempat
Klaster
Plot
Posisi koordinat Ketinggian (m dpl) S E
Hutan gambut primer
1 01O 113 52,077' O 54 31,632' 2 01O 113 52,061' O 57 31,633' 3 01O 113 52,087' O 60 31,649' 4 01O 113 52,088' O 58 31,608'
Hutan gambut bekas terbakar berulang tiap
tahun
1 02O 114 19,219' O 14 03,484' 2 02O 114 19,202' O 15 03,484' 3 02O 114 19,228' O 13 03,502' 4 02O 114 19,234' O 12 03,470'
Hutan gambut bekas terbakar setelah 3
tahun
1 01O 113 52,775' O 45 28,456' 2 01O 113 52,755' O 46 28,460' 3 01O 113 52,786' O 43 28,472' 4 01O 113 52,792' O 51 28,439'
Hutan gambut bekas terbakar setelah 8
tahun
1 01O 113 53,279' O 47 30,961' 2 01O 113 53,265' O 45 30,962' 3 01O 113 53,295' O 49 30,981' 4 01O 113 53,298' O 47 30,948'
A B
20
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: plastik
sampel, tally sheet, spidol permanen, tali rafia dan label. Alat-alat yang
digunakan antara lain: DBH meter, meteran 50 m, golok, bor gambut, densiometer,
kaliper, gunting stek, gergaji mesin, termometer udara, Global Positioning System
(GPS), timbangan dan oven.
3.3.
Metode Untuk Menganalisis Cadangan Karbon Tetap Vegetasi pada Hutan Gambut Primer dan Bekas Terbakar
Kegiatan penelitian untuk mengetahui tingkat cadangan karbon vegetasi
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
3.3.1. Pengukuran Variabel Lingkungan
Variabel lingkungan yang diukur antara lain: suhu lingkungan, tinggi muka
air gambut, persentase penutupan tajuk dan karakteristik kimia tanah gambut.
Suhu lingkungan diukur dengan menggunakan termometer yang dipasang pada
ketinggian 1 m di atas permukaan tanah. Tinggi muka air gambut diukur dengan
menggunakan pipa paralon PVC dengan panjang 1,5 meter dan dibenamkan
kedalam gambut.
3.3.2. Sampling
Penempatan klaster plot contoh menggunakan purposive sampling sebanyak
empat plot berbentuk lingkaran dengan luasan masing-masing lingkaran adalah
0,1 ha. Penempatan plot secara purposive diletakkan pada lokasi bekas terbakar
berulang tiap tahun, bekas terbakar setelah 3 tahun dan bekas terbakar setelah 8
tahun. Penggunaan klaster plot contoh ini menggunakan dasar/turunan dari
bentuk heksagon dimana permukaan bumi akan habis dibagi oleh bentuk
heksagon. Didalam setiap heksagon diletakkan satu klaster plot secara acak yang
terdiri dari empat plot lingkaran. Dalam satu heksagon memiliki luasan sebesar
2.400 hektar yang akan diturunkan kedalam klaster plot seluas 0,4 hektar
(intensitas sampling sebesar 0,016%). Bentuk heksagon dipilih karena memiliki
tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyimpangan/perubahan spasial
permukaan bumi serta bentuk plot ini juga telah diuji oleh EPA (Environmental
21
Protection Agency) (Bechtold et al. 2007). Di Amerika Serikat, penggunaan
heksagon ini telah digunakan sebagai sistem plot inventori hutan nasional dan
memiliki nomor heksagon tertentu. Penomoran heksagon baru dilakukan di
wilayah negara Amerika Serikat oleh USDA FS (United States Department of
Agriculture Forest Service) dan penomoran heksagon di negara lainnya termasuk
negara Indonesia belum dilakukan (Personal Komunikasi dengan Tim USDA FS,
Lampiran 22). Ilustrasi diturunkannya bentuk heksagon menjadi klaster plot
(terdiri 4 plot lingkaran) (Gambar 7).
3.3.3. Pembuatan Plot
Pembuatan plot dilakukan menurut prosedur United States Department of
Agriculture Forest Service (2005), dimana dalam satu plot terdiri dari empat
subplot berbentuk lingkaran terdiri dari: subplot pada pusat plot, subplot pada arah
00, subplot pada arah 1200 dan subplot pada arah 2400 (Gambar 7).
Plot penelitian diletakkan pada 4 lokasi penelitian (hutan gambut primer,
hutan gambut terbakar berulang tiap tahun, hutan gambut terbakar setelah 3 tahun
dan hutan gambut terbakar setelah 8 tahun). Dengan demikian, jumlah plot yang
harus dibuat sebanyak 4 plot. Dalam setiap plot terdiri dari 4 subplot, sehingga
total subplot sebanyak 16 subplot. Dalam metodologi Forest Health Monitoring
(FHM), penelitian ini termasuk kedalam kelompok Intensive Site Ecosystem
Monitoring (ISEM) (Bechtold et al. 2007).
22
Gambar 7 Turunan klaster plot dari heksagon plot (Bechtold et al. 2007) dan plot pengukuran serta titik sampling tanah (diadaptasi dari USDA FS 2005).
23
3.3.4.
Pengukuran Biomassa Tegakan pada Hutan Gambut Primer, Hutan Gambut Bekas Terbakar Berulang Tiap Tahun, Hutan Gambut Bekas Terbakar setelah 3 Tahun dan 8 Tahun
Kegiatan pengukuran biomassa tanaman dilakukan dengan metode
destructive sampling. Destructive sampling merupakan metode pengukuran
biomassa tegakan dengan cara menebang dan membongkar seluruh bagian pohon.
Pengukuran biomassa dilakukan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang,
cabang, ranting dan daun, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pengukuran biomassa tegakan meliputi tingkat pancang (DBH 2,5 cm – 9,9
cm) dan tingkat tiang (DBH 10 cm – 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH
pada subplot dengan radius 7,32 m, sedangkan pengukuran biomassa tegakan
tingkat pohon (DBH > 19,9 cm) dilakukan dengan mengukur DBH pada annular
plot dengan radius 17,95 m. Setelah mendapatkan data DBH semua tegakan,
kemudian dilakukan pemilihan pohon-pohon yang akan dilakukan destructive
sampling.
•
• Sebelum ditebang, ukur diameter setinggi dada batang (DBH) dan tinggi total
pohonnya.
Destructive sampling dilakukan sebanyak 33 pohon contoh di hutan gambut
primer, 16 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar berulang tiap tahun,
35 pohon contoh di hutan gambut bekas terbakar setelah 3 tahun dan 35 pohon
contoh di hutan gambut bekas terbakar setelah 8 tahun yang mewakili kelas
diameter rendah (DBH < 2,5 cm), sedang (DBH 2,5 cm – 19,9 cm) dan besar
(DBH > 19,9 cm).
• Setiap bagian pohon yang telah ditebang yakni batang, cabang, ranting, dan
daun dipisahkan dan ditimbang untuk mengetahui berat biomassa segarnya
(kg).
• Ambil sampel sebesar 200 gram pada setiap bagian pohon (batang, cabang,
ranting dan daun) untuk diukur berat keringnya di laboratorium.
• Kering oven sampel batang dan cabang besar pada suhu 85º C selama 4 x 24
jam; sampel ranting, daun dan cabang kecil pada suhu 85º
• Timbang berat kering sampel batang, cabang, ranting dan daun.
C selama 2 x 24 jam.
24
• Penghitungan berat kering total (JIFPRO 2000; SNI 7725 2011):
Bs = Bbs
Bbt x Bks
Keterangan: Bs adalah berat kering total (kg) Bks adalah berat kering sampel (g) Bbt adalah berat basah total (kg) Bbs adalah berat basah sampel (g)
• Analisa cadangan karbon tanaman dengan menggunakan metode Walkley &
Black (analisis jaringan tanaman di laboratorium).
3.3.5. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dilakukan sebagai berikut:
Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah
a) Buat 4 sub-plot (2 m x 2m) untuk destructive sampling. Empat sub-plot
tersebut terletak di dalam tiap plot lingkaran untuk sensus pohon.
b) Potong semua tumbuhan bawah (herbs dan semai kecil), tidak termasuk akar.
c) Timbang seluruh berat basah total tumbuhan bawah.
d) Setelah pengukuran berat basah total, ambil sampel tumbuhan bawah
sebanyak 250 gram untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon.
e) Kering oven sampel tumbuhan bawah pada suhu 85º
f) Timbang berat kering sampel tumbuhan bawah.
C selama 2 x 24 jam.
Untuk menghitung kadar karbon, maka dilakukan konversi dari biomassa ke
dalam bentuk karbon. Biomassa tersebut dikalikan dengan faktor konversi
hasil analisis karbon organik dari laboratorium.
C = B x hasil analisis karbon organik dari laboratorium
di mana C : Jumlah stok karbon (ton/ha)
B : Biomassa total tegakan (ton/ha)
Untuk mengetahui kandungan karbondioksida, maka hasil perhitungan karbon
(C) di atas dikonversikan ke dalam bentuk CO2
CO
dengan menggunakan
persamaan:
2 = (Mr. CO2
CO
/Ar. C) x kandungan C, atau
2
di mana Mr. CO
= 3,67 x kandungan C
2: Berat molekul relatif senyawa CO2 (44)
25
Ar. C : Berat molekul relatif atom C (12)
3.3.6. Pengukuran Biomassa Nekromas
Pengukuran biomassa nekromas dilakukan dalam subplot dengan ukuran 2
m x 2 m. Tahapan pengukuran biomassa nekromas dilakukan sebagai berikut:
a) Identifikasi tunggak-tunggak kayu yang masih berdiri (dbh ≤ 10 cm).
b) Tunggak-tunggak kayu ataupun kayu yang sudah roboh dengan ukuran
diameter pangkal ≤ 10 cm.
c) Ranting-ranting ataupun cabang di lantai hutan dengan ukuran diameter
pangkal ≤ 10 cm.
d) Ukur DBH dan panjang kayu berdiri.
e) Timbang kayu yang sudah roboh, ranting dan cabang untuk mengetahui
biomassanya. Ambil contoh nekromas sebanyak 250 gram untuk
penimbangan berat kering nekromas.
f) Kering oven sampel nekromas pada suhu 85º
g) Timbang berat kering sampel nekromas.
C selama 4 x 24 jam.
Pengukuran biomassa nekromas dilakukan dalam subplot dengan ukuran
radius 7,32 m. Tahapan pengukuran biomassa nekromas dilakukan sebagai
berikut:
a) Identifikasi tunggak-tunggak kayu yang masih berdiri (dbh > 10 cm).
b) Tunggak-tunggak kayu ataupun kayu yang sudah roboh dengan ukuran
diameter pangkal dbh > 10 cm.
c) Ranting-ranting ataupun cabang di lantai hutan dengan ukuran diameter
pangkal dbh > 10 cm.
d) Ukur DBH dan panjang kayu berdiri.
e) Timbang kayu yang sudah roboh, ranting dan cabang untuk mengetahui
biomassanya. Ambil contoh nekromas sebanyak 250 gram untuk
penimbangan berat kering nekromas.
f) Kering oven sampel nekromas pada suhu 85º
g) Timbang berat kering sampel nekromas.
C selama 4 x 24 jam.
Jika tidak ditemukan nekromas dalam plot pengamatan dengan batasan
diameter yang telah ditentukan, maka tidak dilakukan pengukuran nekromas.
26
3.3.7. Pengukuran Biomassa Serasah
Tahapan pengukuran biomassa serasah dilakukan sebagai berikut:
a) Buat 4 sub-plot (2 m x 2m) untuk pengukuran serasah. Empat sub-plot
tersebut terletak didalam tiap plot lingkaran untuk sensus.
b) Ambil semua serasah dalam plot 2 m x 2 m.
c) Timbang seluruh berat basah serasah.
d) Setelah pengukuran berat basah total, ambil sampel serasah sebanyak 250
gram untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon.
e) Kering oven sampel serasah pada suhu 85º
f) Timbang berat kering sampel serasah.
C selama 2 x 24 jam.
3.4. Metode untuk
Menganalisis Tingkat Pendaman Karbon Organik Tanah Gambut
Titik sampling pengambilan tanah gambut (Gambar 7). Pengambilan sampel
tanah pada lahan gambut dilakukan dengan menggunakan alat Eidjel Kemp
dengan diameter 5 cm, panjang 50 cm dan volume 490,625 cm3. Sampel tanah
diambil setiap kedalaman 1 meter untuk menghitung kerapatan lindak tanah
gambut dan cadangan karbon organik tanah. Sampel yang diperoleh kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 700
C selama
48 jam, selanjutnya setelah kering ditimbang dan dihitung nilai bulk density
(Weishampel et al. 2009). Setelah itu, dianalisis kandungan lengkap kimia gambut
dan sifat fisiknya. Analisis karbon tetap (fixed carbon) merupakan analisis C
organik secara langsung di laboratorium dan tidak berdasarkan pada nilai default
value fraksi C organik.
3.5. Metode Untuk
Membuat Prediksi Pemulihan Cadangan Biomassa Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran Berulang 1 Tahun, Setelah 3 Tahun dan Setelah 8 Tahun dengan Menggunakan Perhitungan Ekstrapolasi
Pemulihan cadangan biomassa karbon vegetasi dibatasi sebagai pemulihan
vegetasi hutan gambut bekas terbakar jika dibiarkan secara alami dalam kurun
waktu tertentu dan diasumsikan tidak ada gangguan. Prediksi pemulihan
berdasarkan deret waktu umur bekas terjadinya kebakaran didasarkan pada
pendekatan pseudo chrono sequences yaitu unit lokasi hutan gambut bekas
27
kebakaran berbeda tempat tetapi dianggap sebagai urutan umur/waktu bekas
terjadinya kebakaran. Kondisi lokasi penelitian memiliki persyaratan edafis dan
persyaratan klimatis yang sama meskipun prediksi pemulihannya menggunakan
pendekatan pseudo chrono sequences. Pembuatan prediksi pemulihan cadangan
biomassa karbon vegetasi dilakukan sebagai berikut:
a) Penghitungan biomassa karbon pada hutan gambut bekas kebakaran berulang
1 tahun, setelah 3 tahun dan setelah 8 tahun
b) Pembuatan persamaan untuk menghitung hubungan antara waktu bekas
terjadinya kebakaran hutan gambut dengan biomassa vegetasi. Model
persamaan yang terpilih didasarkan pada rerata simpangan paling kecil, nilai
koefisien determinasi (R2
) paling besar dan nilai residual standard error
paling kecil.
3.6. Analisis Data
3.6.1.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan software statistik (SAS
Institute 1995). Analisis data yang dilakukan antara lain:
• Pembuatan persamaan allometrik lokal untuk pendugaan biomassa tegakan
(JIFPRO 2000) : y = a (DBH)
Untuk Mengetahui Tingkat Cadangan Karbon Vegetasi
b ; y = a (DBH x Tinggi Total) b ; y = a
(DBH x Kerapatan Jenis Kayu) b ; y = a (DBH x Tinggi Total x Kerapatan
Jenis Kayu)
• Keterangan : y = biomassa, DBH = diameter setinggi dada, a dan b = nilai
koefisien persamaan
b
• Uji persamaan allometrik lain yang sudah ada
• Uji validitas persamaan allometrik yang diperoleh dari hasil penelitian
dengan menggunakan kriteria nilai koefisien determinasi (R2
• Analisis uji nilai simpangan (mean error) (Chave et al. 2005):
), nilai
simpangan (mean error), AIC (Akaike Information Criterion) dan RSE
(Residual of Standard Error) (Chave et al. 2005)
(%) =
28
dimana: = nilai hasil dugaan yi = nilai sebenarnya
• Analisis uji nilai AIC (Akaike Information Criterion) (Chave et al. 2005):
-2 ln (nilai likelihood fitted model) + 2 (jumlah parameter model)
3.6.2. Analisis Uji Beda Nyata
• Analisis uji beda nyata nilai tengah diantara klaster plot yang diukur
dengan ulangan sebanyak empat ulangan (empat subplot pada masing-
masing klaster) dengan menggunakan Uji Tukey. Uji beda nyata nilai
tengah tersebut diuji dengan hipotesis sebagai berikut: H0: τ1 = .... = τ4 = 0
(perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati), H1: paling
sedikit ada satu i dimana τi ≠ 0. Jika nilai Fhitung lebih besar dari Fα, db1, db2
maka hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1
• Analisis uji beda nyata antar persamaan allometrik dengan menggunakan
rumus (Mattjik dan Sumertajaya 2002) F
diterima (Mattjik dan
Sumertajaya 2002).
hitung
sebagai berikut:
dimana: SSE a = Sum of Square Error persamaan allometrik pertama SSE b = Sum of Square Error persamaan allometrik kedua Jumlah parameter a sebagai derajat bebas 1
Jumlah pengamatan – Jumlah parameter a – Jumlah parameter b sebagai derajat bebas 2
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan membandingkan antara F
hitung dengan F tabel sebagai berikut:
Jika Fhitung < Fα, db1, db2 maka dua persamaan allometrik yang
dibandingkan tidak berbeda nyata
Jika Fhitung > Fα, db1, db2
maka dua persamaan allometrik yang
dibandingkan berbeda nyata
29
3.6.3.
• Analisis laboratorium terhadap sifat kimia gambut (pH, N, P, K, C organik,
C/N rasio, basa-basa dapat ditukar, total basa, kapasitas tukar kation tanah,
kejenuhan basa, Al dan H) dan sifat fisik tanah (berat jenis gambut, tingkat
kematangan gambut, kadar air dan kadar abu).
Untuk Mengetahui Tingkat Pendaman Karbon Organik Tanah
• Jumlah cadangan karbon organik tanah :
Ct
Keterangan:
= V x ρ x % C organik (Murdiyarso et al. 2004)
CtV adalah volume (volume = luas x kedalaman gambut) (cm
adalah cadangan karbon tanah (gr) 3
ρ adalah kerapatan lindak tanah (soil bulk density) (gr/cm)
3
%C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, menggunakan nilai persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium
)
3.6.4.
Untuk Mengetahui Prediksi Pemulihan Cadangan Karbon Vegetasi Pada Hutan Gambut Bekas Kebakaran
Pembuatan persamaan untuk menghitung hubungan antara waktu bekas
terjadinya kebakaran hutan gambut dengan biomassa vegetasi. Model persamaan
yang terpilih didasarkan pada rerata simpangan paling kecil, nilai koefisien
determinasi (R2
) paling besar dan nilai residual standard error paling kecil.