kehamilan intra abdominal
TRANSCRIPT
Kehamilan intra-abdominal merupakan kejadian yang jarang terjadi, hanya sekitar 1,4% dari
kasus kehamilan ektopik(54,56). Kehamilan abdominal merupakan kehamilan yang terjadi
ekstrauterin, dimana terjadinya implantasi pada omentum, organ-organ vital atau, pembuluh
darah besar. Kehamilan ini tersebut dapat tidak terdeteksi sampai umur kehamilan lanjut dan
terkadang menimbulkan suatu perdarahan (56).
Angka mortalitas maternal dilaporkan cukup tinggi sekitar 20% (57,58). Umur kehamilan lanjut
memiliki resiko terjadinya perdarahan, DIC (Disiminent Intravaskular Coagulation), Obstruksi
dan fistula pada intestinal (59). Terkadang ditemukan kondisi janin yang viabel namun, kondisi
ini membuat tatalaksana pada kasus ini semakin sulit.
Dilaporkan juga terjadinya implantasi pada cul-de-sac pelvis, ligamentum, usus dan dinding
pelvis (55,57,60). Tempat implantasi dan dan ketersediannya suplai dari pembuluh darah
diyakini menjadi faktor yang mempengaruhi kesejahteraan janin (57). Faktor resiko dari
kehamilan intra-abdominal meliputi, kerusakan pada tuba, PID (Pelvic Inflamatory disease),
endomertriosis, tindakan medis , dan multiparitas (60,61). Kehamilan abdominal diyakini
merupakan hasil dari implantasi kedua dari aborsi kehamilan pada tuba atau hasil fertilisasi dari
ovum dan sperma intra-abdominal (55,57).
Pasien dengan kehamilan intra-abdominal sering mengalami nyeri perut, mual, muntah, muntah,
nyeri gerak janin dan perdarahan pervaginam (59). Menurut Studdiford , kriteria kehamilan intra-
abdominal: (1) Normal tuba falopi dan ovarium bilateral. (2) tidak adanya uteroperitoneal fistulla
(3) Adanya kehamilan yang berhubungan dengan permukaan peritoneal (58). Untuk diagnosis
kehamilan intra-abdominal menggunakan ultrasonografi dan x-ray. Pada pemeriksaan
ultrasonografi menunjukan tidak ditemukannya jaringan myometrial antara kandung kemih dan
hasil konsepsi (57). Peningkatan serum alpha-fetoprotein berhubungan dengan kehamilan intra-
abdominal (62). Diagnosis menggunakan laparoskopi juga dapat menilai dimana lokasi
kehamilan apabila pemeriksaan yang ada meragukan (63). Pada beberapa diagnosis tidak
ditegakan sampai dilakukannya laparotomi (58), Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) dapat menjadi pilihan sebagai alat diagnostik yang menjanjikan (64,65).
Terapi yang optimal pada kasus kehamilan intra-abdominal masih belum diketahui.Pada
kehamilan intra-abdominal sering terjadi implantasi pada struktur pembuluh darah seperti organ
abdomen, omentum, atau pembuluh darah pelvis. Pada penatalaksanaan pada plasenta memiliki
hubungan dengan morbiditas martenal. Apabila memungkinkan, ligasi suplai darah plasenta dan
pengeluarannya seharusnya dilakukan untuk mengurangi komplikasi maternal (57,64,70). Selain
itu, tali pusat dapat di ligasi dan dilakukan penatalaksanaan ekspetatif, embolisasi arteri atau
pemberian methotrexate yang digunakan untuk menimbulkan involusi. Bagaimana pun juga,
meningggalkan plasenta tetap menetap pada intra-abdominal dapat menimbulkan komplikasi
dikemudian hari seperti: infeksi, perdarahan sekunder atau suatu obstruksi pada saluran
intestinal. Laparoskopi digunakan sebagai penatalaksanaan pada umur kehamilan awal intra-
abdominal. Penatalaksanaan konservatif ini hanya diberikan ketika kehamilan tersebut ber
implantasi pada permukaan yang memiliki sedikit pembuluh darah. Perdarahan merupakan
masalah utama pada penatalaksanaan kehamilan intra-abdominal, menurut Rahaman et all,
dilakukannya tindakan preoperatif selektif embolisasi arteri untuk mencegah terjadinya
perdarahan pada kehamilan intra-abdominal lanjut yang dilakukan menggunakan laparoskopi.
Berdasarkan luas tempat implantasi plasenta terhadap pembuluh darah, plasenta di tinggal dan
diterpi menggunakan methotrexate (70).
54. Atrash H K, Friede A, Houuge C. Abdominal pregnancy in United States:
frequency and maternal mortality. Obstet Gynecol 1987; 69: 333-337
55. Dover R W, Powell M C. Management of a primary abdominal pregnancy .
Am J Obstet Gynecol 1995; 172: 1063-1064
56. Fisch B, Peled Y, Kaplan B, Zehavi S, Neri A. Abdominal pregnancy
following in vitro fertilization in a patient with previous bilateral
salpingectomy. Obstet Gynecol 1996; 88(4): 642-643
58. Onan M A, Turp A B, Saltik A, Akyurek N, Taskiran C, Himmetoglu O.
Primary omental pregnancy: case report. Hum rerod. 2005; 20(3):
807-809
59. Rahman M S, Al-Suleiman S, Rahman J, Al-Sibai M H. Advanced
abdominal pregnancy-observation in 10 cases. Obstet Gynecol 1982;
59: 366-372
60. Ludwig M, Kaisi M, Bauer O, Diedrich K. The forgoten child—a case pf
heterotopic, intraabdominal and intrauterine pregnancy carried to
term. Hum Reprod 1999; 14(5): 1373-1374
61. Tsudo T, Harada T, Yoshioka H, Terakawa N. Laparoscopic management
of early unruptured abdominal pregnancy. Obstet Gynecol 1997;
90(4): 687-688.
62. Tromas PM, Caoulson R, Loopend K. Abdominal pregnancy associated
with extremly elevated serum alpha: a case report. Br J Obstet
gynaecol 1984; 91: 296-298.
63. Morita Y, Tutsumi O, Kuramochi K, Momoeda M. Yoshikawa H, The
forgoten child—a case pf heterotopic, intraabdominal and intrauterine
pregnancy carried to term. Hum Reprod 1999; 14(5): 1373-1374
64. Jazayeri A. Davis T A , ontreras D N. Diagnosis and management of
abdominal pregnency. A case report. J Repod Med 2002; 47(12):
1047-1049
65. Rahaman J, Berkowitz R, Mitty H, Gaddipati S, Brown B, Nezhat F.
Minimally invasive management of an advanced abdominal
pregnancy. Obstet Gynecol 2004; 103: 1064-1068
70. Cardosi R J, Nackley A C, Londono J, Hoffman M. Embolization for
advanced abdominal pregnancy. J Reprod Med 2002; 47(10): 861-863