“kedudukan islamic state of iraq and syria (isis)digilib.unila.ac.id/22812/14/skripsi tanpa bab...

93
“KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS) DALAM HUKUM INTERNASIONAL” (Skripsi) Oleh: EL RENOVA ED SIREGAR FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016

Upload: ngonhu

Post on 21-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

“KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)

DALAM HUKUM INTERNASIONAL”

(Skripsi)

Oleh:

EL RENOVA ED SIREGAR

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Page 2: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

ABSTRAK

KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)

DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Oleh

EL RENOVA ED SIREGAR

Aktifitas sekelompok militad jihad yang menamakan dirinya Islamic State of Iraq

and Syria (ISIS), yang secara tidak langsung menyatakan dirinya sebagai sebuah

Negara Islam, pada tahun 2014 mulai meresahkan masyarakat internasional

karena dianggap telah mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Tujuan

mereka untuk berjihad pada akhirnya tidak mendapat simpati dari banyak

kalangan bahkan umat muslim di seluruh dunia, oleh karena aksinya yang

dianggap ekstrem bahkan berbagai kalangan berpendapat bahwa yang dilakukan

ISIS adalah aksi teror.

Penelitian ini membahas permasalahan tentang bagaimana perkembangan dan

eksistensi ISIS di dunia, serta bagaimana kedudukan ISIS dalam hukum

internasional, dengan tujuan untuk menjelaskan gambaran umum ISIS serta

aktifitasnya dan menganalisisnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum

internasional terkait kedudukannya dalam hukum internasional. Penelitian ini

merupakan penelitian hukum dengan tipe penilitian deskriptif analitis. Pendekatan

masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif

(penelitian hukum kepustakaan). Data yang digunakan adalah data sekunder yang

diperoleh dari peraturan-peraturan hukum internasional dan data-data kepustakaan

terkait materi yang mendukung pembahasan dari permasalahan. Analisis data

yang digunakan adalah analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan ISIS yang menyatakan dirinya

sebagai sebuah Negara Islam sudah ada sejak tahun 1990 dan telah mengalami

perubahan nama hingga saat ini yang dikenal dengan ISIS. Saat ini keberadaan

ISIS telah dikenal oleh seluruh masyarakat internasional dengan kegiatan-kegiatan

ekstrem yang mereka sebut sebagai ‘jihad’ untuk menjadikan negara Islam di

dunia yang tunduk pada syariat Islam. Berdasarkan hal tersebut ada tiga kategori

yang unsur-unsurnya secara umum sama dengan ISIS, yaitu negara, belligerent

(pemberontak), dan teroris. Penulis mengambil kesimpulan bahwa ISIS tidak

dapat dikategorikan sebagai negara karena tidak memenuhi unsur-unsur negara

dan juga sebagai kaum insurgency, rebellion, ataupun belligerent, walaupun

Page 3: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

syarat-syarat objektifnya telah terpenuhi akan tetapi belum ada subjek HI yang

memberikan pengakuan kepada ISIS. Berkenaan dengan hal tersebut penulis

berkesimpulan bahwa saat ini ISIS dapat dikategorikan sebagai kelompok teroris .

Hal ini didasarkan pada unsur-unsur yang terdapat dalam karakteristik teroris,

sesuai dengan fakta-fakta yang terdapat pada ISIS, yaitu dilakukan oleh individu

atau kelompok, adanya motif atau tujuan tertentu, serta melakukan segala bentuk

yang membuat rasa takut (teror) dengan menggunakan kekerasan baik fisik

maupun psikis kepada orang lain. Hal tersebut juga diperkuat dengan belum

adanya sampai saat ini pengakuan dari subjek hukum internasional lainnya

terhadap ISIS, sebagai salah satu subjek hukum internasional.

Kata Kunci: Kedudukan, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Hukum

Internasional, Terorisme.

Page 4: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

ABSTRACT

THE POSITION OF ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)

IN INTERNATIONAL LAW

By

EL RENOVA ED SIREGAR

Group activities militad jihad calling itself the Islamic State of Iraq and Syria

(ISIS), which indirectly reveals itself as an Islamic State, in 2014 began to bother

the international community as the group is threatening world peace and security.

Their goal to strive eventually does not get the sympathy of many people around

the world, even Muslims, because of their actions are considered extreme and

even various people find that ISIS is committed terrorist acts.

This study discusses the issue of how the development and existence of ISIS in

the world, as well as how to put ISIS in international law. The aims of this

research are to explain and analyze general picture of ISIS as well as its activities

in accordance with the provisions of relevant international law related to its

position in international law. This research is a law-referenced research and

descriptive analysis is used. Approach to the problem used in this study is the

normative law approach (literature research). The data used are secondary data

obtained from the rules of international law and literature data related to the

material which support the discussion of the problem. Analysis of the data used is

qualitative analysis.

The results showed that the presence of ISIS which claimed to be an Islamic State

has been done since 1990 and has undergone a name changing until today known

as ISIS. Nowadays, the existence of ISIS has been recognized by the entire

international community, and they are known with extreme activities that they call

a 'jihad' to make the Islamic countries in the world obey to the Islam Shari'a.

Based on this, there are three categories of whose elements are generally similar

to ISIS: the state, belligerent (rebels), and terrorists. The author concluded that

ISIS can not be categorized as a country because it does not meet the elements of

the state as well as the insurgency, rebellion, or belligerent, although the terms of

its objectives have been met but there is no subject of international law which

gives recognition to the ISIS. In accordance to it, the author concluded that the

current ISIS can be categorized as a terrorist group. It is based on the elements

considered in the characteristics of theorists, in accordance with the facts that have

been done by ISIS, which are: carried out by individuals or groups, there are

intentive motives or goals, and conduct all forms which create fear (terror) by

Page 5: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

using violence both physically and psychologically to others. It is also reinforced

by the absence of recognition of the other subject of international law against

ISIS, until today, as a member of international law.

Key Word: The Position, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), International

Law, Terrorism.

Page 6: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

“KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)

DALAM HUKUM INTERNASIONAL”

Oleh:

EL RENOVA ED SIREGAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Page 7: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan
Page 8: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan
Page 9: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 29 Desember 1993

sebagai anak kedua dari lima bersaudara, dari Bapak Naek Siregar,

S.H., M.Hum. dan Ibu Rita Minaria Sitompul.

Penulis menyelesaikan pendidikan pada Taman Kanak-Kanak (TK) Immanuel

Bandar Lampung pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2006 penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Immanuel Bandar

Lampung, selanjutnya pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung, dan selanjutnya pada

tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri

9 Bandar Lampung.

Pada tahun yang sama, yaitu tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis

pernah aktif di beberapa organisasi antara lain menjadi Anggota Muda aktif

UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) pada tahun 2012-2013, menjadi

Anggota Tetap aktif serta menjadi pengurus PSBH yang tergabung sebagai

Anggota Bidang Kesekretariatan pada tahun 2013-2014, selanjutnya menjadi

Koordinator Bidang Kesekretariatan PSBH pada tahun 2014-2015. Penulis juga

Page 10: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

aktif dalam Organisasi Kerohanian di Fakultas Hukum Universitas Lampung,

yaitu Formahkris sejak tahun 2012 hingga 2016 dan pernah menjabat sebagai

Sekretaris Umum Formahkris pada masa kepengurusan periode 2013-2014.

Penulis juga bergabung sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Hukum

Internasional (HIMA HI) pada tahun 2014 hingga 2016 dan pernah menjabat

sebagai Sekretaris Umum HIMA HI pada tahun 2015.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga pernah mengikuti pelatihan-pelatihan

yang diselenggarakan oleh organisasi kampus dan luar kampus diantaranya,

pelatihan jurnalistik, pelatihan kepemimpinan Youth baik yang diselenggarakan di

kampus maupun gereja, pelatihan pembuatan UU dan Perda, dsb. Penulis juga

pernah mengikuti dan meraih prestasi dalam beberapa kompetisi Peradilan Semu

secara internal di kampus maupun tingkat nasional, antara lain Juara 2 Internal

MCC PSBH tahun 2012, peserta National MCC Piala Mutiara Djokosoetono di

Universitas Indonesia pada tahun 2013, Juara 2 National MCC Piala Kejaksaan di

Universitas Pancasila pada tahun 2014 dan meraih Juara Nominasi sebagai Jaksa

Terbaik, serta Berkas Terbaik pada kompetisi tersebut. Penulis juga aktif dalam

mengikuti beberapa seminar yang diadakan oleh beberapa organisasi baik di

dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) pada tahun 2015 di Desa Wira Agung Sari, Kecamatan Penawar Tama,

Tulang Bawang, selama 40 hari.

Page 11: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

MOTTO

“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,

melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku

yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh

iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan

menyerahkan diriNya untuk aku.”

(Galatia 2:20)

“Hidup karena Tuhan dan hidup untuk Tuhan”

(Penulis)

Page 12: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

PERSEMBAHAN

Dengan penuh sukacita skripsi ini kupersembahkan

untuk kemuliaan Tuhan

Kedua orang tuaku yang hebat

Kakak dan Adik-adikku

Keluarga besar

Dan Almamaterku

Page 13: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah

dan berkatNya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS) DALAM

HUKUM INTERNASIONAL”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama atas kesediaannya

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya dalam memberikan bimbingan,

saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Internasional

sekaligus Pembahas dan Penguji Utama atas kesediaannya dalam

memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya dalam memberikan

bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini dan penuh

dengan kesabaran membimbing penulis;

4. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik;

Page 14: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum khususnya bagian Hukum

Internasional atas bimbingan dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Marjiono, Mbak Indah, dan semua Staf Administrasi Bagian Hukum

Internasional atas bantuannya, saran, serta masukannya dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

7. Rekan-rekan HIMA HI 2012 (Shinta Wahyu Purnama Sari, M. Farid Al-

Rianto, dan Belardo Prasetya M.J) serta anggota HIMA HI angkatan 2013-

2015 yang telah menjadi teman dan semangat bagi penulis selama berada di

bagian Hukum Internasional;

8. Sahabat-sahabat seperjuangan semasa kuliah (Innes, Christin, Helen, Meggy,

Rio, Johanes, Raymon, Anita, Rita, Mutia, Batinta, dan yang lainnya yang

gak bisa disebutin satu-satu) yang selalu ada sama-sama dalam beberapa

waktu dan menjadi semangat bagi penulis;

9. Rekan-rekan UKM-F PSBH angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 yang

selalu menjadi mood booster bagi penulis;

10. Rekan-rekan Formhakris angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 yang selalu

mendukung dan sama-sama bertumbuh di dalam Tuhan bersama penulis;

11. Anak-anak PA-ku (Edlyn Yoadan, Erisa Sihombing, Ester, Verayanti, Nadya

Agnes, Juli, Evi, Christin, Denni, Nita, Veivei) yang selalu mendukung dan

menyemangati penulis dalam setiap keadaan;

12. Rekan-rekan Youth dan se-pelayanan di GKKD Bandar Lampung (Pst.

Bernad, Florentina, Ester, Yosua, Galuh, Dear, Agnes, Ober, Yoopy, Sintong,

Mas Dani, Mba Dayu, Kak Uli, Pak Frengki, dll) yang selalu mendukung

dengan cara apapun dan kapanpun, dan menjadi keluarga bagi penulis;

Page 15: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

13. Keluarga ketiga penulis (Anggota Tetap C1/11), Ivandi Hartha Simarmata,

Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

bantuannya untuk mencetak skripsi berkali-kali karena banyak revisi dan

kebersamaannya selama ini yang menjadi sukacita bagi penulis;

14. Teman-teman dan sahabat semasa SD, SMP, SMA hingga sekarang dan yang

baru kenal di kampus (Lina, Indah Puspita, Radian, Riri, Titi, Lia, Bob,

Dwini, Antoni, Debora, Macipa, Jenifer, Dian, dll) atas dukungan, motivasi

dan keceriaan kalian selama ini;

15. Teman-teman KKN Wira Agung Sari dan Wira Tama (Mbak Tika, Julaily,

Ayu, Mutia, Bagus, Macipa, Kak Arif, Mbak Mayang) atas kebersamaannya

selama 40 hari KKN dan dukungannya sampai saat ini;

16. Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,

penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan bantuannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2016

Penulis

El Renova Ed. Siregar

Page 16: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 9

D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 10

E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13

A. Konsepsi Dasar Hukum Internasional ............................................. 13

1. Konsepsi Negara dan Kaum Pemberontak

(Belligerent) sebagai Subjek Hukum Internasional ................ 14

a. Negara ......................................................................... 16

b. Kelompok Pemberontak .............................................. 22

2. Kedudukan Subjek Hukum Internasional dalam

Hukum Internasional ............................................................... 28

3. Pengakuan (Recognition) Dalam Hukum Internasional ........... 29

a. Macam-macam Pengakuan ......................................... 30

b. Cara-cara Memberikan Pengakuan ............................. 31

c. Bentuk-bentuk Pengakuan ........................................... 32

4. Teori Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara ................................ 38

a. Teori-teori tentang Kedaulatan .................................... 38

b. Yurisdiksi Negara ........................................................ 41

5. Teori tentang Wilayah Negara ................................................ 48

B. Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ............................................. 53

C. Terorisme ....................................................................................... 59

Page 17: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

III. METODE PENELITIAN .................................................................. 64

A. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................. 64

B. Pendekatan Masalah ........................................................................ 65

C. Sumber Data .................................................................................... 65

D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 67

E. Metode Pengolahan Data ................................................................ 67

F. Analisa Data .................................................................................... 67

IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 69

A. Perkembangan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ................... 69

1. Sejarah Lahirnya ISIS ............................................................. 69

2. Aktifitas ISIS di Dunia ............................................................ 73

B. Kedudukan ISIS Dalam Hukum Internasional ............................... 79

1. Konsepsi Dasar Subjek Hukum Internasional ......................... 79

2. Konsepsi Negara terhadap Fakta Aktifitas ISIS dalam HI ...... 84

3. Konsepsi Belligerent terhadap Fakta Aktifitas ISIS

dalam HI .................................................................................. 95

4. Konsepsi Teroris terhadap Fakta Aktifitas ISIS

dalam HI .................................................................................. 109

V. PENUTUP ............................................................................................ 120

A. Simpulan ........................................................................................ 120

B. Saran ............................................................................................... 121

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 122

Page 18: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Strukutur Organisasi ISIS ............................................................ 56

Gambar 2. Struktur Penyokong dan Pendukung ISIS ................................... 57

Gambar 3. Penyiksaan ISIS terhadap perempuan ......................................... 75

Gambar 4. Bom bunuh diri dan penembakkan ISIS di Paris ........................ 77

Gambar 5. Penembakkan dan bom bunuh diri di Jakarta .............................. 78

Gambar 6. ISIS membawa lambang/simbol bendera .................................... 100

Gambar 7. ISIS membawa senjata secara terang-terangan ........................... 102

Page 19: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan unsur Insurgency dengan fakta ISIS ........................ 95

Tabel 2. Perbandingan unsur Rebellion dengan fakta ISIS ........................... 97

Tabel 3. Perbandingan unsur Belligerent dengan fakta ISIS ........................ 105

Tabel 4. Perbandingan unsur teroris dengan fakta ISIS ................................ 114

Page 20: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2014 dunia dihebohkan dengan sekelompok militan jihad yang mulai

aktif menampakkan dirinya di muka internasional. Kelompok ini menamakan diri

mereka “Islamic State of Iraq and Syria” atau yang biasa disingkat ISIS.

Kelompok ini menyatakan dirinya sebagai sebuah negara, yaitu negara Islam yang

wilayahnya adalah gabungan dari Irak dan Suriah. Namun, keberadaan kelompok

ini meresahkan negara-negara di seluruh dunia, karena dianggap ekstrem dalam

melakukan segala aktivitasnya yang mereka anggap „jihad‟1. Tujuan mereka untuk

berjihad pada akhirnya tidak mendapat simpati dari banyak kalangan bahkan umat

muslim di seluruh dunia. Jihad yang dilakukan oleh kelompok ini dianggap

bertolak belakang dengan arti jihad sebenarnya, bahkan ISIS juga menyerang

negara-negara dan warga-warga muslim lainnya.

ISIS merupakan sebuah kekhalifahan ekstrimis jihadis Sunni2 yang berbasis di

Iraq dan Syria, Timur Tengah, yang dibentuk pada tahun 1990. Pada saat itu

kelompok ini masih bernama Jama‟at al-Tawhid wal-Jihad dan pendahulu dari

Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn yang biasa dikenal sebagai Al-

1 Jihad dalam bahasa Arab berarti berjuang dengan sungguh-sungguh. Definisi jihad secara syariat

yang paling komperehensif diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Jihad adalah

mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan.” 2 Sunni atau dalam bahasa Arab Ahlus-Sunnah wal Jama‟ah adalah mereka yang senantiasa tegak

di atas Islam berdasarkan Al-Qur‟an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat,

tabi‟in, dan tabi‟ut tabi‟in. Dikutip dari www.wikipedia.org, yang diakses pada 15 April 2016, pk.

17.12 WIB.

Page 21: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

2

Qaeda.3 Sejarah lahirnya ISIS bermula dari Jama‟at al-Tawhid wal-Jihad, sebuah

pasukan milisi yang dipimpin dan didirikan oleh seorang berkebangsaan Jordania,

Abu Musab al-Zarqawi. Menyusul invasi Iraq pada tahun 2003, Jama‟at al-

Tawhid wal-Jihad berhasil menjadi terkenal pada era-era awal kekacauan di Iraq

bukan hanya dengan menyerang tentara koalisi, tapi juga dengan serangan bunuh

diri yang berkali-kali dilakukan yang tidak jarang menjadikan sipil sebagai target

mereka. Hal lain yang membuat nama mereka dikenal dunia adalah pemenggalan

tawanan, salah satunya Nick Berg.

ISIS menjalankan aksinya selama ini lewat struktur organisasi cukup rapi yang

terbagi dalam dua wilayah kekuasaan yakni Irak dan Suriah. Pimpinan ISIS

Ibrahim Awwad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarai alias Abu Bakr al-Baghdadi

menunjuk sejumlah perwakilan di bawah dirinya buat memimpin masing-masing

departemen, dari mulai penjualan minyak hingga komunikasi internal dan

keputusan tahanan mana yang akan dieksekusi dan bagaimana cara

menghabisinya.4

Pada sumber yang sama penulis mengatakan bahwa dalam struktur organisasi

ISIS tersebut, di bawah al-Baghdadi ada Abu Ali an Anbari yang memimpin

wilayah Suriah dan Abu Muslim al-Turkmani memimpin wilayah Irak. Kedua

orang itu membawahi masing-masing 12 gubernur. Di bawah kepemimpinan

Baghdadi juga ada Dewan Syura dan Penasihat Kabinet. Dewan Syura terdiri dari

tiga pimpinan di masing-masing bidang. Abu Suja memimpin departemen urusan

3 Dikutip dari http://www.portalsejarah.com/sejarah-lahirnya-isis.html, yang diakses pada 30

Agustus 2015, pk. 16.37 WIB. 4 http:// www.merdeka.com/struktur-organisasi-ISIS/, yang diakses pada 9 Maret 2016, pk. 09.35

WIB.

Page 22: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

3

anggota syahid, baik laki-laki maupun perempuan. Abu Kifah mengepalai urusan

perlengkapan dan gudang. Khairi Abed Mahmoud al-Taey memimpin urusan

pengoperasian bahan peledak.

Target serangan ISIS terutama Muslim Syiah dan Kristen. Pemberotak ISIS ini

telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menyebutkan

ada sekitar lebih dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil yang tewas

sepanjang Juni 2014. Aksi ISIS ini menyebabkan tidak kurang dari 30.000 warga

kota kecil di timur Suriah harus mengungsi.5 Kementerian Pertahanan Irak pun

menyatakan bahwa lebih dari 2.000 warga Irak yang berada di Provinsi Niniveh

dieksekusi oleh milisi ISIS yang juga telah mengendalikan wilayah tersebut

sepenuhnya.6

Aktivitas ISIS bergerak dari satu negara ke negara lain, salah satunya

Afghanistan. Sejumlah kelompok tidak dikenal di Afghanistan mengibarkan bendera

ISIS dan berusaha mengesankan bahwa kelompok Takfiri itu juga aktif di Afghanistan

dan memiliki sejumlah pangkalan di negara ini.7 Tujuan kelompok teroris ISIS

memulai aktivitasnya di Afghanistan adalah untuk menyusup ke wilayah Asia

Tengah dan Kaukasus. Lembah Ferghana di Tajikistan, merupakan tempat

strategis bagi ISIS.

Para perempuan pun tidak luput dari kejahatan yang dilakukan ISIS. Human

Rights membuat pernyataan setelah mewawancarai 11 perempuan Izadi dan

5 Dikutip dari http://arrahmahnews.com/2015/04/16/isis-lakukan-kejahatan-seksual-sistematis-

terhadap-izadi/ , yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.00 WIB. 6 Dikutip dari http://www.islam-institute.com/kejahatan-isis-di-irak-lebih-dari-2-000-warga-irak-

dibunuh-isis/, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.00 WIB. 7 Dikutip dari http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/102304-kemunculan-dan-aktivitas-isis-di-

afghanistan, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.40 WIB.

Page 23: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

4

sembilan anak perempuan, yang melarikan diri dari Takfiri ISIS, di kota utara

Dohuk, di wilayah Kurdistan Irak, pada bulan Januari dan Februari 2015. Pasukan

ISIS telah melakukan pemerkosaan terorganisir, kekerasan seksual, dan kejahatan

mengerikan lainnya terhadap perempuan dan anak-anak perempuan. Pada bulan

Agustus 2014, militan ISIS mengambil beberapa ribu warga sipil Izadi di provinsi

Irak utara Niniwe, kemudian mereka memisahkan anak perempuan dan

perempuan dari keluarga mereka.8

Di Indonesia sendiri pergerakan kegiatan kelompok ISIS ini mulai meresahkan

masyarakat Indonesia. Ada sekitar 56 warga negara Indonesia terlibat dalam

organisasi ISIS yang sampai saat ini tidak jelas statusnya dalam hukum

internasional sekalipun sebagian wilayah Irak berada dalam kekuasaannya.9 Pada

tanggal 7 Juli 2014, bendera ISIS berkibar dalam aksi demonstrasi ratusan orang

di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka mengecam serangan Israel ke Gaza,

Palestina. Beberapa waktu setelah itu, muncul video berdurasi delapan menit

dengan judul "Join The Ranks" muncul di YouTube. Dalam tayangan tersebut,

seorang pria yang menyebut dirinya Abu Muhammad Al-Indonesia mengajak

warga Indonesia mendukung perjuangan ISIS menjadi khilafah dunia.10

Berkenaan dengan keberadaan ISIS tersebut diketahui bahwa aktifitas ISIS masuk

ke dalam lingkup hukum internasional karena melintasi batas-batas negara.

Berdasarkan hal tersebut penulis beranggapan bahwa harus ada kewajiban-

8 Dikutip dari http://arrahmahnews.com/2015/04/16/isis-lakukan-kejahatan-seksual-sistematis-

terhadap-izadi/, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.30 WIB. 9 Dikutip dari http://nasional.sindonews.com/read/888991/18/isis-masalah-bagi-indonesia-

1407400079, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.30 WIB. 10

Dikutip dari, http://nasional.tempo.co/read/news/2014/12/28/078631345/jejak-aktivitas-isis-di-indonesia, pada 30

Agustus 2015, pk. 17.00 WIB.

Page 24: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

5

kewajiban dan hak-hak yang melekat pada ISIS sebagai pelaku dalam aktifitas

internasional, dimana ini berkaitan erat dengan penentuan kedudukannya sebagai

sebuah entitas dalam hukum internasional.

Ketentuan-ketentuan hukum internasional antara lain mencakup hal-hal mengenai

hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan negara-negara.

Ketentuan-ketentuan tersebut berbentuk piagam, traktat, deklarasi dan berbagai

perjanjian-perjanjian internasional yang ditandatangani oleh negara-negara yang

terlibat di dalamnya, dimana ketentuan mengenai hak-hak dan kewajiban-

kewajiban negaranya harus dilaksanakan oleh para peserta dalam perjanjian

tersebut.11

Hal tersebut memperlihatkan bahwa negara merupakan subjek hukum

internasional. Dalam perkembangannya, banyak bermunculan teori-teori

mengenai siapa dan apa sajakah yang termasuk sebagai subjek hukum

internasional.

Setelah perang dunia kedua, pelaku-pelaku dalam pergaulan dan hubungan hukum

internasional tidak lagi dimonopoli oleh negara. Munculnya pribadi-pribadi

hukum baru seperti organisasi internasional dan pribadi-pribadi hukum

internasional lainnya, membuat perlunya ditinjau kembali isi dan ruang lingkup

hukum internasional termasuk subjek-subjek hukum internasional.12

Menurut J.G Starke (1992) yang dapat diartikan sebagai subjek hukum

internasional adalah pemegang hak-hak dan kewajiban-kewajiban menurut hukum

internasional, pemegang hak istimewa (previlige) untuk mengajukan tuntutan di

11

Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Lampung: Fakultas

Hukum Universitas Lampung, 2012, hlm. 37. 12

I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: CV. Mandar Maju, 1990, hlm.

59.

Page 25: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

6

muka pengadilan internasional, dan pemilik kepentingan-kepentingan yang telah

ditetapkan oleh ketentuan hukum internasional.13

Menurut Ian Brownlie, subyek

hukum internasional merupakan entitas yang menyandang hak-hak dan

kewajiban-kewajiban internasional, dan mempunyai kemampuan untuk

mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim internasional.14

Sedangkan menurut I Wayan Parthiana, subjek hukum pada umumnya diartikan

sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan

sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut, menunjukkan adanya kemampuan

untuk mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban.15

Berdasarkan hal tersebut didapati bahwa subjek-subjek hukum internasional

antara lain, yaitu Negara, Tahta suci Vatikan, Palang Merah Internasional,

Organisasi Internasional, Individu, Pemberontak dan pihak dalam peperangan

(belligerent), Organisasi pembebasan atau bangsa-bangsa yang sedang

memperjuangkan hak-haknya, dan Perusahaan badan hukum internasional

Otorita.16

Ketentuan mengenai subjek hukum internasional tersebut sangatlah

penting bagi seluruh masyarakat internasional untuk mengetahui status atau

kedudukannya dalam hukum internasional, yang akan mempengaruhi hak-hak dan

kewajibannya dalam melakukan kegiatan internasional.

Berkaitan dengan keberadaan ISIS dengan segala kegiatannya yang saat ini mulai

meresahkan berbagai negara membuat banyak pihak mempertanyakan dan

13

Dikutip dari Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Lampung:

Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2012, hlm. 37. 14

Ian Brownlie, Principles of Public International Law, The English Language Book Society

and Oxford University Press, 1977, hal 60. 15

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 58. 16

Abdul Muthalib Tahar, Loc.cit.

Page 26: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

7

mencoba mengkaji bagaimanakah sebenarnya status atau kedudukan hukum

kelompok ISIS ini dalam hukum internasional. Oleh sebab itu, seperti pada

penjabaran di awal terkait subjek hukum internasional, status atau kedudukan ISIS

sangat berkaitan erat dengan hal tersebut.

ISIS secara tidak langsung menyatakan dirinya sebagai sebuah negara dengan

menambahkan kata „state‟ pada akhir namanya. Namun, hal tersebut tidak serta-

merta dapat membuktikan bahwa ISIS adalah sebuah negara. Beberapa kriteria

utama yang harus dipenuhi oleh sebuah kelompok atau entitas sehingga dapat

dikatakan sebagai sebuah negara, antara lain harus memiliki penduduk, wilayah

tertentu, pemerintahan, dan kemampuan melakukan hubungan dengan negara

lain.17

Jika melihat sekilas kriteria tersebut, beberapa dari kriteria tersebut ada

pada kelompok ini, namun hal tersebut belum dapat membuat ISIS diakui sebagai

sebuah negara di dunia.

Di sisi lain, keberadaan ISIS dianggap sebagai sebuah kelompok pemberontak

(belligeren). Lahirnya pemberontak merupakan akibat adanya suatu masalah atau

pertentangan dalam negeri suatu negara berdaulat. Bentuk perlawanan, pertikaian,

ketimpangan kesepahaman maupun hal-hal yang menjadi titik permasalahan yang

ditimbulkan oleh kaum pemberontak adalah selanjutnya menjadi tanggung jawab

sebuah negara. Pemberontakan dapat menimbulkan berbagai akibat maupun

dampak bagi keselamatan dari negara yang bersangkutan sehingga menjadi

17

Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara.

Page 27: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

8

kapasitas sebuah negara untuk menemukan titik tengah dan jalan keluar dari

permasalahan tersebut.18

Ada kalanya pemberontakan yang muncul menyebabkan kekacauan (chaos),

seperti memiliki perlengkapan persenjataan terlarang, jatuhnya korban jiwa dan

pemberontakan tersebut terus-menerus mengalami perkembangan, seperti yang

terjadi di beberapa belahan dunia yang berujung kepada perang saudara dengan

akibat-akibat di luar perikemanusiaan serta melanggar hak-hak asasi manusia.

Kekacauan akibat gerakan pemberontakan tidak menutup kemungkinan akan

meluas ke negara-negara lain dan menimbulkan kerugian baik secara materil

maupun korban jiwa. Masalah kemanusiaan merupakan masalah universal dalam

sistem internasional. Perlindungan di balik hukum domestik semata untuk

menghindari tekanan internasional tidak dapat dilakukan begitu saja mengingat

dalam sistem internasional, sorotan dari masyarakat internasional tidak dapat

dihindari, dan negara yang mengalami gerakan separatis di dalamnya tidak dapat

menyelesaikan chaos yang berkepanjangan tanpa adanya turut campur dan

bantuan dari dunia internasional.19

Kegiatan pemberontak tersebut sedikit banyak dapat kita temukan juga dalam

setiap kegiatan ISIS. Namun dengan adanya persamaan tersebut tidak serta merta

dapat membuat kita untuk menetapkan status atau kedudukan ISIS sebagai

kelompok pemberontak. Beberapa pendapat masyarakat juga menyebutkan ISIS

sebagai salah satu bentuk kelompok teroris karena kegiatannya banyak memakan

korban jiwa dan meresahkan banyak orang karena dianggap sebagai aksi teror.

18

Komar Kantaatmadja, Evolusi Hukum Kebiasaan Internasional, 1998, hlm. 50. 19

Ibid., hlm. 53.

Page 28: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

9

Berkenaan dengan pemaparan tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun

skripsi dan melakukan penelitian dengan judul “Kedudukan Islamic State of

Iraq and Syria (ISIS) dalam Hukum Internasional”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan dan aktifitas Islamic State Of Iraq And Suriah

(ISIS)?

2. Bagaimana kedudukan ISIS dalam hukum internasional?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam penulisan

skripsi ini, yaitu:

a. Untuk menjelaskan dan menganalisis perkembangan serta aktifitas Islamic

State of Iraq and Syria (ISIS) di dunia.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan ISIS dalam Hukum

Internasional.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Page 29: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

10

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran

dalam ilmu hukum, khususnya dalam masalah perdamaian keamanan dunia

dengan acuan yang disesuaikan pada disiplin ilmu yang telah dipelajari yaitu

hukum internasional pada khususnya.

b. Kegunaan Praktis

Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam

memperluas pengetahuan di bidang ilmu hukum dan mengembangkannya

khususnya hukum internasional, serta memberikan wawasan kepada

pembaca, baik mahasiswa, dosen, maupun masyarakat umum mengenai hal-

hal yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan

hukum internasional mengenai pemberian status hukum pengemban hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dalam hukum internasional. Dalam hal ini, penelitian akan

dibatasi dengan aturan-aturan hukum internasional yang akan dianalisis, antara

lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Konvensi Internasional tentang

Hak-Hak dan Kewajiban Negara, Konvensi Internasional tentang Terorisme,

Konvensi Internasional tentang Aturan Perang di Darat, serta Doktrin-doktrin dan

Prinsip-prinsip Hukum umum dalam Hukum Internasional.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini, maka diperlukan

kerangka penulisan yang sistematis, yang disusun sebagai berikut:

Page 30: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

11

I. PENDAHULUAN

Pada bagian ini berisi uraian mengenai latar belakang penulisan skripsi ini,

perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian mengenai tinjauan umum mengenai konsepsi dasar hukum

internasional, serta gambaran umum mengenai bentuk dari kelompok Islamic

State of Iraq and Syria (ISIS), dan terorisme.

III. METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian, yang

meliputi pendekatan masalah, jenis dan tipe penelitian, data dan sumber data,

metode pengumpulan data, serta analisis data untuk mengetahui cara-cara yang

digunakan penulis dalam penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengandung hasil penelitian beserta uraian mengenai pembahasannya.

Pada bab ini dibahas secara jelas dan lengkap mengenai latar belakang dan

pemaparan mengenai kegiatan-kegiatan kelompok Islamic State of Iraq and Syria

(ISIS) yang dikaitkan dengan teori-teori Hukum Internasional tentang

kedudukan/status hukum, sehingga didapati gambaran secara lebih spesifik terkait

jawaban dari rumusan masalah yang ada.

Page 31: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

12

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dalam penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan

dan saran-saran dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi

ini. Kesimpulan merupakan inti dari keseluruhan uraian yang dibuat setelah

permasalahan selesai dibahas secara menyeluruh sehingga diharapkan dapat lebih

mudah dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian

diajukan saran-saran.

Page 32: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsepsi Dasar Hukum Internasional

Ada beberapa istilah yang digunakan oleh beberapa tokoh dalam mempelajari

hukum internasional, antara lain:1 (a) The Law of Nations (Hukum Bangsa-

Bangsa), oleh Twiss dan Lorimer serta J.L. Brierly; (b) The Law among Nations

(Hukum antar Bangsa-Bangsa), oleh Gerhard von Glahn; (c) Public International

Law (Hukum Internasional Publik), oleh Hannis Taylor dan A.S. Hershey; (d)

Transnational Law, oleh Philip C. Jessuf; dan (e) International Law (Hukum

Internasional), oleh ahli hukum Inggris dan Amerika Serikat, antara lain:

Oppenheim, Hall, Westlake, Kent, Wheaton, Hyde, Fenwick, J.G. Starke, dan dari

Indonesia Mochtar Kusumaatmdja.

Menurut J.L. Brierly, hukum internasional dapat didefinisikan sebagai

sekumpulan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip mengenai perbuatan-

perbuatan yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka satu

sama lain.2 Sedangkan L. Oppenheim memberikan pendapat bahwa hukum

internasional adalah sebutan untuk sekumpulan aturan-aturan kebiasaan atau

konvensi yang dianggap mengikat secara hukum negara-negara yang beradab di

dalam hubungan mereka satu sama lain.3 Dari beberapa definisi mengenai hukum

1 Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Bandar Lampung: Fakultas

Hukum, Universitas Lampung, 2012, hlm. 1. 2 Ibid., hlm. 2.

3 Ibid.

Page 33: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

14

internasional yang dikemukakan oleh beberapa sarjana tersebut dapat dilihat

bahwa yang menjadi subjek penting dari keberlakuan hukum tersebut adalah

negara-negara di dunia atau masyarakat internasional (global). Mochtar

Kusumaatmadja memberikan definisi hukum internasional, yaitu keseluruhan

kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi

batas negara-negara, antara lain: (a) negara dengan negara; (b) negara dengan

subyek hukum bukan negara; dan (c) subyek hukum bukan negara satu sama lain.4

1. Konsepsi Negara dan Kaum Pemberontak (Belligerent) sebagai Subjek

Hukum Internasional

Subyek hukum internasional, menurut Ian Brownlie merupakan entitas yang

menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional, dan mempunyai

kemampuan untuk mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim

internasional.5 Kemampuan sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut,

menunjukkan adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan hukum yang

melahirkan hak-hak dan kewajiban.6 Syarat sesuatu dapat dikatakan sebagai

subjek hukum internasional adalah memiliki personalitas hukum internasional

dengan kemampuan dan kecakapan tertentu, diantaranya adalah:7

1. Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional (capable of

possessing international rights and duties);

4 Ibid, hlm. 3.

5 Ian Brownlie, Op.Cit., hal 60.

6 I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 58.

7 Subjek Hukum Internasional , “Pengertian Subjek Hukum Internasional”, Status Hukum,

Art in the Science of Law, 2013 sesuai artikel di website http://statushukum.com/subjek-

hukuminternasional.html, diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 18.00 WIB.

Page 34: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

15

2. Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional (endowed

with the capacity to take certain types of action on international plane);

3. Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional (they

have related to capacity to treaties and agreements under international

law);

4. Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang

melanggar kewajiban internasional (the capacity to make claims for

breaches of international law);

5. Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu

negara (the enjoyment of privileges and immunities from national

jurisdiction);

6. Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu

organisasi internasional (the question of international legal personality

may also arise in regard to membership or participation in international

bodies).

Berdasarkan hal tersebut didapati bahwa subjek-subjek hukum internasional

antara lain, yaitu Negara, Tahta suci Vatikan, Palang Merah Internasional,

Organisasi Internasional, Individu, Pemberontak dan pihak dalam peperangan

(belligerent), Organisasi pembebasan atau bangsa-bangsa yang sedang

memperjuangkan hak-haknya, dan Perusahaan badan hukum internasional

Otorita.8

8 Abdul Muthalib Tahar, Op.Cit., hlm. 37.

Page 35: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

16

Dalam hukum internasional negara dianggap sebagai subjek hukum utama.9

Artinya, negara dipandang sebagai aktor utama dalam hubungan internasional.

Namun, hal tersebut tidak relevan lagi dengan peradaban masa kini, dimana

persoalan tidak lagi hanya pada negara dengan negara. Akan tetapi juga pada

negara dengan subjek lain bukan negara ataupun subjek bukan negara satu sama

lain.10

Dalam arti yang sebenarnya subjek hukum internasional adalah pemegang

(segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional.11

Di samping itu, dalam

arti yang lebih luas pengertian subjek hukum internasional ini mencakup pula

keadaan bahwa yang dimiliki itu hanya hak dan kewajiban yang terbatas,

misalnya kewenangan mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum

internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi.12

Berdasarkan

penjelasan di atas mengenai subjek hukum internasional, dapat diketahui 8 subjek

hukum internasional yang diakui sampai saat ini, sebagaimana yang telah

disebutkan sebelumnya. Pada penulisan skripsi ini penulis hanya akan

menjelaskan dua subjek hukum internasional yang dianggap sangat berkaitan dan

dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Negara

Negara merupakan subjek hukum yang terpenting (parexcellence) dibanding

dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya.13

Fenwick mendefinisikan

negara sebagai suatu masyarakat politik yang diorganisasi secara tetap,

menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut,

9 J.G. Starke, Op.Cit., hlm. 12.

10 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op. Cit., hlm. 3.

11 Ibid., hlm 97.

12 Ibid., hlm. 98.

13 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Binacipta, 1981, hlm. 89.

Page 36: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

17

bebas dari pengawasan negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang

merdeka di muka bumi.14

Untuk mengetahui apakah suatu kesatuan (entity) dapat

dikatakan sebagai sebuah negara, maka perlu melihat apa saja karakteristik

negara. Menurut Oppenheim-Lauterpacht unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh

suatu kesatuan masyarakat politik agar dapat dikatakan sebagai negara yaitu:15

(a)

harus ada rakyat; (b) harus ada daerah (territorial) dimana rakyat itu menetap; (c)

harus ada pemerintah; dan (d) pemerintah itu harus berdaulat. Berdasarkan unsur-

unsur negara tersebut Charles G. Fenwick memberikan definisi tentang negara,

yaitu suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, yang menduduki

suatu daerah tertentu, dan yang menikmati dalam batas-batas daerah tersebut suatu

kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai

badan yang merdeka di muka dunia.16

Ketentuan mengenai karakteristik sebuah negara tersebut diperkuat dengan

diaturnya ketentuan mengenai syarat-syarat dapat dikatakan sebagai sebuah

negara dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-Hak dan

Kewajiban Negara, dirumuskan mengenai kualifikasi tentang suatu negara, yaitu:

“The State as a person of international law should posses the following

qualifications:

a) A permanent population

b) A defined territory

c) Government

d) Capasity to enter into relations with the other states.

Kualifikasi atau unsur-unsur negara seperti ditegaskan dalam konvensi tersebut,

secara umum sudah menjadi acuan bagi para ahli hukum internasional jika

14

S. Tasrif, Hukum Internasional Tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktek, Bandung:

Abardin, Cet. 2., 1987, hlm. 10. 15

Dikutip dari Abdul Muthalib Tahar, Op.Cit., hlm. 46-47. 16

Ibid., hlm. 47.

Page 37: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

18

membahas tentang negara sebagai subjek hukum internasional, walaupun

konvensi tersebut sebenarnya hanya sebuah konvensi regional yakni antara

negara-negara di benua Amerika yang tergabung dalam Organization of American

States (Organisasi Negara-Negara Amerika).17

i. Populasi atau penduduk yang tetap (a permanent population)

Penduduk atau rakyat suatu negara adalah sekelompok orang yang secara tetap

atau permanen mendiami atau bermukim dalam suatu wilayah yang juga sudah

pasti luasnya.18

Sedangkan menurut Boer Mauna penduduk adalah kumpulan

individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bangsa,

agama, dan kebudayaan, yang hidup dalam suatu masyarakat dan terikat dalam

suatu negara melalui hubungan yuridis dan politik yang diwujudkan dalam bentuk

kewarganegaraan.19

Penduduk sebagaimana dimaksudkan merupakan sebutan

untuk warga negara yang tidak hanya tinggal atau menetap dalam jangka waktu

tertentu tetapi memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada setiap individu

sebagai bentuk keterikatan terhadap negara.

Penduduk merupakan unsur pokok bagi pembentukan suatu negara, karena suatu

pulau atau wilayah yang tidak ada penduduknya tidak akan dapat dikatakan

sebagai negara. Dalam hukum internasional tidak ada pembatasan tentang jumlah

penduduk untuk dapat mendirikan suatu negara.20

Sebagai contoh ada beberapa

negara yang jumlah penduduknya tidak berimbang seperti Cina dengan jumlah

17

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 63. 18

David J. Harris, Cases and Material on International Law, London: Sweet and Maxwell, 1983,

hlm. 81. 19

Malcolm N. Shaw, International Law, London: Butterworth, 1989, hlm. 140. 20

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 1991, hlm. 68.

Page 38: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

19

penduduk 1.196.360.000 jiwa dan India dengan 901.459.000 jiwa, dibandingkan

dengan negara Brunei yang memiliki penduduk 274.000 jiwa dan Liechstenstein

dengan 30.000 jiwa.21

Dalam hukum internasional juga tidak mensyaratkan bahwa

penduduk haruslah homogeneous. Kriteria a stable population merujuk pada

kelompok individu yang hidup di wilayah negara tertentu.

ii. Wilayah tertentu (a defined territory)

Wilayah adalah hal yang mutlak harus dimiliki agar dapat dinyatakan sebuah

entitas sebagai negara, wilayah tersebut dimukimi oleh penduduk atau rakyat.22

Meskipun demikian, tidak ada persyaratan dalam hukum internasional bahwa

semua perbatasan sudah final dan tidak memiliki sengketa perbatasan lagi dengan

negara-negara tetangga, baik pada waktu memproklamirkan diri sebagai negara

baru ataupun setelahnya.23

Hukum internasional juga tidak mensyaratkan batas

minimum maupun maksimum wilayah suatu negara, sehingga ada negara dengan

wilayah yang sangat sempit yang terkenal dengan negara-negara mini, sebaliknya

ada negara-negara dengan wilayah yang sangat luas seperti, Rusia, Cina, Amerika

Serikat, dan juga Indonesia.24

iii. Memiliki pemerintahan yang berdaulat (government)

Rakyat yang menduduki suatu wilayah hidup dengan mengorganisasikan diri,

sehingga sudah pasti ada pemimpin dan ada yang dipimpin.25

Sebagai tempat

kekuasaan, negara hanya dapat melaksanakan kekuasaan melalui organ-organ

21

Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika

Global, Bandung: Alumni, 2000, hlm. 17. 22

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: Refika

Aditama, 2006, hlm. 107. 23

Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010,

hlm. 104. 24

Ibid., hlm. 105. 25

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit, hlm. 108.

Page 39: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

20

yang terdiri dari individu-individu. Individu-individu yang memimpin organisasi

dan kekuasaan inilah yang disebut sebagai pemerintah. Pemerintah yang

dimaksud adalah pemerintah yang berdaulat, mampu menguasai organ-organ

pemerintahan secara efektif dan memelihara ketertiban dan stabilitas dalam negara

yang bersangkutan.26

Pemerintah sebagai salah satu karakteristik yang dituntut oleh hukum

internasional merupakan salah satu syarat penting bagi eksistensi suatu negara.

Eksistensi pemerintahan yang efektif sangat penting mengingat hukum

internasional akan membebankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

internasionalnya pada pemerintahan suatu negara.27

Oleh sebab itu, memiliki

pemerintahan yang efektif merupakan salah satu syarat bagi sebuah entitas untuk

dikatakan sebagai negara. Bagi hukum internasional suatu wilayah yang tidak

mempunyai pemerintahan tidak dianggap sebagai suatu negara.28

iv. Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain

(capacity to enter into relations with other states)

Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain merupakan wujud

dari kedaulatan. Suatu negara yang merdeka, tidak berada di bawah kedaulatan

negara lain akan mampu melakukan hubungan dengan orang lain.29

Sehingga

negara yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan luar negeri

atau hubungan dengan negara lain, dapat dikatakan bahwa negara tersebut tidak

merdeka.

26

Sefriani, Op.Cit, hlm. 106. 27

Martin Dixon, Op.Cit, hlm. 101. 28

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit, hlm. 109. 29

Sefriani, Op.Cit., hlm. 106.

Page 40: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

21

Sesuai dengan konsepsi internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama,

yaitu:30

a) Aspek internal, terkait dengan kebebasan setiap negara untuk secara bebas

menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-

kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.

b) Aspek internal, dengan hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk

menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga tersebut dan

hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya disertai tindakan-

tindakan untuk menegakkannya.

c) Aspek teritorial, adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh

negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah

tersebut.

Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan

subjek hukum internasional yang lainnya adalah negara memiliki “kedaulatan”.

Kedaulatan merupakan suatu kebulatan dan keutuhan yang tidak dapat dipecah-

pecah dan dibagi-bagi serta tidak dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain, atau

dengan singkat dapat disebut sebagai kekuasaan tertinggi.31

Dengan demikian,

fungsi kedaulatan tersebut untuk sisi intern adalah negara berhak mengatur

masalah pribadi (negaranya sendiri yang ada di dalam) dan sisi ekstern adalah

kekuasaan tertinggi untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan negara lain

atau dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya. Wujud nyata dari sisi

intern kedaulatan tersebut dapat kita lihat dari bentuk negara dan bentuk

pemerintahannya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Hal ini

30

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit, hlm. 110-111. 31

Sefriani, Op.Cit., hlm. 106.

Page 41: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

22

menandakan setiap negara berhak menentukan sendiri bentuk negara dan

pemerintahannya (intern).

b. Kelompok Pemberontak (Belligerent)

Kelompok pemberontak (belligerency) adalah kelompok atau kaum pemberontak

yang yang sudah mencapai tingkatan yang lebih kuat dan mapan, baik secara

politik, organisasi dan militer, sehingga tampak sebagai satu kesatuan politik yang

mandiri. Kemandirian kelompok semacam ini tidak hanya ke dalam tetapi juga

keluar. Maksudnya adalah bahwa dalam batas-batas tertentu dia sudah mampu

menampakkan diri pada tingkat internasional atas keberadaannya sendiri.32

Kelompok pemberontak pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam

negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya

merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun, apabila pemberontakan

tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-

akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu

sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum

pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan

dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat

pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut

pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai

pribadi atau subyek hukum internasional. Terhadap kelompok ini yang perlu

diberlakukan adalah hukum nasional dari negara yang bersangkutan. Hukum

32

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT.

Refika Aditama, 2006, hlm. 125.

Page 42: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

23

internasional tidak mengaturnya kecuali hanya melarang negara lain untuk

melakukan intervensi tanpa persetujuan negara yang bersangkutan.

Dalam hukum internasional, mengenai syarat-syarat sehingga dapat dikatakan

sebagai kelompok pemberontak, secara tersirat tertuang dalam Konvensi Den

Haag IV 1907 Tentang Aturan Perang di Darat, yaitu:

The laws, rights, and duties of war apply not only to armies, but also to militia

and volunteer corps fulfilling the following conditions:

a) To be commanded by a person responsible for his subordinates;

b) To have a fixed distinctive emblem recognizable at a distance;

c) To carry arms openly; and

d) To conduct their operations in accordance with the laws and customs of

war.

In countries where militia or volunteer corps constitute the army, or form part of

it, they are included under the denomination "army."33

Pada ketentuan tersebut disebutkan bahwa, peraturan mengenai hak dan

kewajiban perang bukan hanya berlaku pada tentara perang tetapi juga pada wajib

militer dan sukarelawan (orang-orang yang melakukan aksi militer), yang

memiliki kriteria yaitu:

i. memiliki pemimpin yang bertanggungjawab terhadap bawahannya;

ii. memliki lambang khusus yang dapat dilihat dari jauh;

iii. membawa senjata secara terbuka (terang-terangan); dan

iv. melaksanakan operasi berdasarkan hukum dan kode etis perang. Mengenai

syarat-syarat sebagai kelompok pemberontak (belligerent) tersebut pun,

dirumuskan oleh Hurwitz dalam “The Diplomatic Year Book”, yaitu:34

33

Laws and Customs of War on Land (Den Hague Convention IV) 1907, Annex to the

Convention Regulations Respecting The Laws And Customs Of War On Land Section I, Chapter

I, Article 1.

Page 43: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

24

a) Harus diorganisir secara teratur di bawah pimpinan yang

bertanggung jawab

b) Harus memakai tanda-tanda yang jelas dapat dilihat

c) Harus membawa senjata secara terang-terangan

d) Harus mengindahkan cara-cara peperangan yang lazim

Apabila para pemberontak belum dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, maka

para pemberontak tersebut baru berada pada taraf ribeli (ribellion).35

Berkaitan

dengan aktifitas bersenjata tersebut, diatur pula ketentuan mengenai pihak-pihak

yang melakukan aktifitas bersenjata yang terdapat dalam Protokol Tambahan II

1977 mengenai sengketa bersenjata non-internasional. Dalam Protokol Tambahan

II tahun 1977 pasal 1 ayat 1 menetapkan unsur-unsur pengertian sengketa

bersenjata non-internasional. Sengketa bersenjata non-internasional adalah

sengketa yang memenuhi persyaratan unsur-unsur positif dan persyaratan unsure-

unsur negative. Persyaratan unsur-unsur positfnya ialah bahwa sengketa

bersenjata itu adalah sengketa yang:

1) Bertempat di wilayah pihak peserta agung.

2) Terjadi antara angkatan bersenjata pihak peserta agung dengan angkatan

bersenjata pembelot atau kelompok bersenjata terorganisir lain yang berada di

bawah komando yang bertanggungjawab.

3) Menguasai sebagian wilayah Negara hingga memungkinkan mereka

melakukan operasi militer berlanjut dan terorganisir.

4) Melaksanakan ketentuan protokol ini.

34

Dikutip dari Abdul Muthalib, Op.Cit., hlm. 45. 35

Ibid.

Page 44: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

25

Aturan Hukum Internasional menetapkan tahap pemberontakan yang dibedakan

dalam dua tahap, yaitu:

a) Insurgent (insurgency)

Pada prinsipnya insurgent merupakan kualifikasi pemberontakan dalam suatu

negara namun secara de facto belum mencapai tingkat keteraturan sebagai

organisasi yang terpadu dalam melakukan perlawanan. Dalam hal ini,

kedudukan pemberontak belum dapat diakui sebagai pribadi internasional

yang menyandang hak dan kewajiban menurut hukum internasional.36

Kualifikasinya sebagai insurgent, pemberontak atau gerakan separatis secara

de jure internasional dilihat sebagai gerakan yang bertujuan mencapai

keberhasilan melalui penggunaan senjata. Diartikan bahwa, kualifikasi

insurgent belum dapat disebut sebagai perang saudara (civil war) dalam

hukum internasional.37

Apabila pemberontakan insurgent semakin

memperlihatkan perkembangan yang signifikan, meliputi wilayah yang

semakin luas dan menunjukkan kecenderungan pengorganisasian semakin

teratur serta telah menduduki beberapa wilayah dalam satu negara secara

efektif, maka hal ini menunjukkan pemberontak telah berkuasa secara de

facto atas beberapa wilayah.38

36

Bima Ari Putri Wijata, Insurgency and Belligerency, Semarang, 2013, hlm. 25. 37

Ibid., hlm. 26. 38

Ibid., hlm. 27.

Page 45: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

26

Setiap pemberontak (insurgent) tidak dapat disebut sebagai belligerent karena

untuk dapat diakui sebagai belligerent sebagai subjek hukum internasional

harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:39

i. Pemberontakan telah terorganisasi dalam satu kekuasaan yang benar-

benar bertanggungjawab atas tindakan bawahannya dan memiliki

organisasi pemerintahan nya sendiri.

ii. Pemberontak mempunyai kontrol efektif secara de facto dalam

penguasaan atas beberapa wilayah.

iii. Pemberontak menaati hukum dan kebiasaan perang (seperti

melindungi penduduk sipil dan membedakan diri dari penduduk sipil)

serta memiliki seragam dengan tanda-tanda khusus sebagai peralatan

militer yang cukup.

Insurgent merupakan awal mula pembentukan belligerent, namun setiap

pemberontak (insurgent) tidak dapat disebut sebagai belligerent apabila

belum memenuhi ketentuan-ketentuan belligerent.40

Di wilayah di mana

terjadi tindakan pemberontakan, pemerintah negara yang berdaulat masih

memiliki semua hak dan kewajiban sebagai penguasa yang sah. Sesuai

dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2131 (XX) yang dikeluarkan

tahun 1965, dalam hubungannya maka setiap upaya negara asing atau negara

lain yang membantu kaum pemberontak, dianggap merupakan tindakan

intervensi, dan karenanya merupakan pelanggaran hukum internasional.

39

Ibid. 40

Ibid., hlm. 29.

Page 46: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

27

Apabila tahap pemberontakan yang terdapat di dalam suatu negara telah

mencapai tahap belligerent, memungkinkan adanya negara lain yang

mengakui kedudukan pemberontak. Pemberontakan yang telah dianggap

memiliki kapasitas untuk memunculkan konflik, menjadikan beberapa negara

mengakui keeksistensiannya, didasarkan pada munculnya pemberontak

sebagai dasar mereka untuk berdiri sendiri seiring dengan kehendak sendiri.41

Namun dalam pengertian lain, apabila suatu negara memberikan pengakuan

terhadap pemberontak sebagai belligerent, sementara pemberontak tersebut

sebenarnya tidak memenuhi persyaratan, maka pengakuan negara asing

tersebut dapat dianggap sebagai campur tangan terhadap suatu negara yang

sedang menangani pemberontakan di dalam wilayahnya, dan hal tersebut

merupakan bentuk pelanggaran hukum internasional.42

Gerakan taliban sebagai contoh insurgent, yaitu gerakan nasionalis Islam

Sunni pendukung Pashtun yang secara efektif menguasai hampir seluruh

wilayah Afganistan sejak tahun 1996 sampai tahun 2001. Kelompok taliban

dibentuk pada tahun 1994 mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan

Pakistan. Dewan Keamanan PBB mengecam tindakan kelompok Taliban

dikarenakan kejahatannya terhadap warga negara Iran dan Afganistan,

dimana Taliban melakukan berbagai aksi pelanggaran HAM di Afganistan.43

Kelompok tersebut mendapatkan pengakuan dari tiga negara yaitu Uni Emirat

41

Ibid., hlm. 30. 42

Ibid., hlm. 32. 43

Taufik Adi Susilo, Ensiklopedia Pengetahuan Dunia Abad 20, Yogyakarta: Javalitera, 2010,

hlm. 391.

Page 47: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

28

Arab, Pakistan, dan Arab Saudi, serta pemerintah Republik Chechnya

Ichkeria yang tidak diakui dunia.44

b) Belligerent

Golongan ini merupakan kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan

yang lebih kuat dan mapan, baik secara politik, organisasi dan militer

sehingga tampak sebagai satu kesatuan politik yang mandiri maka

persoalannya berbeda dengan pemberontak insurgensi. Kemandirian tersebut

tidak hanya ke dalam tetapi juga ke luar, maksudnya dalam batas-batas

tertentu ia sudah mampu menampakkan diri pada tingkat/level internasional

atas keberadaannya sendiri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar

suatu kaum pemberontak dapat disebut sebagai kaum belligerensi yang

dikemukakan oleh para ahli, yaitu:45

(a) kaum belligerensi harus sudah

terorganisasikan secara teratur; (b) menggunakan tanda-tanda pengenal yang

jelas untuk menunjukkan identitasnya; dan (c) menguasai suatu bagian

wilayah secara efektif.

2. Kedudukan Subjek Hukum Internasional dalam Hukum Internasional

Subjek hukum internasional memiliki peran yang penting dalam hukum

internasional. Dalam hukum internasional, subjek hukum pada umumnya,

merupakan beberapa entitas yang diberikan hak-hak dan kewajiban oleh hukum

itu sendiri. Dengan demikian subjek hukum internasional dapat dinyatakan

sebagai pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum

internasional. Konsekuensi dari pengertian tersebut adalah bahwa subjek hukum

44

Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Taliban, diakses pada 22 April 2016, pk. 10.33 WIB. 45

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 375.

Page 48: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

29

internasional tidak sekedar negara.46

Oleh sebab itu keberadaan subjek hukum

internasional sangatlah penting dalam hukum internasional, karena subjek hukum

internasionalah yang menjadi pelaku dalam segala aktifitas internasional. Untuk

itu, pentingnya personalitas hukum bagi setiap entitas yang muncul dan

beraktifitas dalam lingkup internasional (melintasi batas-batas negara), sebagai

dasar dalam segala tindakannya yang ditentukan melalui hak dan kewajiban yang

melekat padanya sebagai salah satu pelaku dalam hukum internasional.

3. Pengakuan (Recognation) Dalam Hukum Internasional47

Pengertian dan ruang lingkup dari pengakuan adalah pernyataan sikap, baik

berupa memberikan pengakuan maupun menolak memberikan pengakuan. Dari

segi penetapan, pengakuan merupakan perbuatan politik daripada perbuatan

hukum, karena pengakuan merupakan perbuatan pilihan yang didasarkan pada

pertimbangan kepentingan negara yang mengakui. Dari segi akibat, pengakuan

merupakan perbuatan hukum, karena pengakuan menimbulkan akibat yang diatur

dalam hukum internasional. Adanya pengakuan sangatlah penting bagi suatu

negara ataupun yang lainnya.

Adapun fungsi dari pengakuan, yaitu:

a) Teori Konstitutif

Yaitu, pengakuan menciptakan negara. Maksudnya dengan adanya pengakuan,

akan memberi status yang baru bagi sebuah negara.

46

Ibid., hlm. 103-104. 47

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 336-389.

Page 49: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

30

b) Teori Deklaratur

Yaitu, pengakuan tidak menciptakan negara. Maksudnya negara telah ada sebelum

adanya pengakuan, karena pengakuan merupakan pernyataan resmi mengenai

sesuatu yang telah ada.

a. Macam-macam Pengakuan

Pada umumnya pengakuan dapat diberikan dalam dua macam, yaitu:48

1) Pengakuan de facto

Secara umum pengakuan de facto diberikan kepada pihak yang diakui

berdasarkan pada fakta atau kenyataan, bahwa pihak yang diakui tersebut telah

ada. Jadi, tanpa mempersoalkan keabsahan secara yuridis dari pihak yang diakui

itu. Yang ditekankan adalah fakta bahwa yang diakui itu benar-benar ada,

sehingga dapat dikatakan bahwa pengakuan de facto masih bersifat sementara

saja.

2) Pengakuan de jure

Apabila ternyata pihak yang diberi pengakuan de facto semakin efektif

eksistensinya sehingga mampu menguasai wilayah dan rakyatnya secara penuh

mendukungnya serta menunjukkan kesediannya mentaati kewajiban-kewajiban

internasional, maka pihak yang semula memberikan pengakuan de facto tersebut

dapat melanjutkannya dengan memberikan pengakuan de jure. Dengan

diberikannya pengakuan secara de jure maka pihak yang bersangkutan telah

diterima eksistensinya di dalam hubungan dan pergaulan internasional. Dalam

prakteknya, untuk mendapatkan pengakuan de jure dari pihak lain, pihak yang

hendak memperoleh pengakuan tersebut biasanya aktif berusaha meyakinkan

48

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 337-338.

Page 50: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

31

pihak lainnya, misalnya dengan jalan diplomasi maupun memberikan penegasan

bahwa ia bersedia mentaati hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasionalnya

sebagaimana berlaku dalam hukum dan hubungan internasional.

b. Cara-cara Memberikan Pengakuan49

Pada dasarnya secara garis besar pemberian pengakuan itu dibedakan dalam dua

cara, yaitu:

a) Pemberian pengakuan yang dilakukan secara tegas dan nyata (expressed

recognition)

Pemberian pengakuan seperti ini biasanya dilakukan dengan pengiriman

suatu nota diplomatik resmi yang berisi maksud atau pernyataan resmi dari

pihak yang memberikan pengakuan kepada pihak yang diberikan pengakuan,

bahwa pihak terdahulu mengakui kehadiran dan eksistensi dari pihak yang

belakangan. Pada umumnya pemberian pengakuan ini diberikan tidak lama

setelah kelahiran dari pihak yang diberikan pengakuan.

b) Pengakuan secara diam-diam atau secara tersimpul (implied recognition)

Berbeda dengan pengakuan secara tegas dan nyata, pengakuan secara

tersimpul bukanlah tindakan yang secara langsung merupakan pemberian

pengakuan, melainkan berdasarkan tindakan atau tindakan-tindakan pihak

yang bersangkutan dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu adanya niat untuk

memberikan pengakuan. Tindakan atau perilakunya itu dapat disimpulkan

bahwa pihak tersebut memberikan pengakuannya. Tindakan atau perilaku-

perilaku tersebut, antara lain:

49

Ibid., hlm. 343-345.

Page 51: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

32

i. Pembukaan hubungan diplomatik antara kedua pihak

ii. Kunjungan kepala negara dari pihak yang satu kepada atau ke negara

pihak lainnya

iii. Diadakannya atau ditandatanganinya perjanjian-perjanjian yang

bersifat politik maupun perjanjian yang menunjukkan adanya

pengakuan atau eksistensi pihak-pihak, seperti misalnya perjanjian

kerjasama pertahanan dan keamanan, perjanjian persekutuan militer,

atau perjanjian penetapan garis batas wilayah antara kedua pihak.

c. Bentuk-bentuk Pengakuan50

Atas dasar pengakuan yang telah diberikan oleh pihak atau negara lain terhadap

bentuk/wujud peristiwa/fakta tersebut, maka bentuk pengakuan dibedakan

menjadi beberapa bentuk, antara lain:

1) Pengakuan terhadap negara baru51

Lahirnya sebuah negara baru dapat melalui berbagai cara, seperti melepaskan

diri dari penjajahnya bagi bekas wilayah-wilayah jajahan, pemisahan diri

sebagian wilayah suatu negara merdeka, atau pecahnya sebuah negara

menjadi beberapa negara yang lebih kecil daripada negara semula, maupun

penggabungan beberapa negara menjadi sebuah negara yang baru sama

sekali. Kelahiran negara baru tersebut akan menimbulkan respon yang

berbeda-beda dalam masyarakat internasional. Respon tersebut berupa

pernyataan sikap menerima atau mengakui kehadiran negara tersebut atau

mungkin pada pihak yang lainnya justru menolak atau tidak mau memberikan

50

Ibid., hlm. 345-386. 51

Ibid., hlm. 346-358.

Page 52: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

33

pengakuannya terhadap negara baru tersebut. Mengenai pentingnya

pengakuan, telah disampaikan sebelumnya melalui teori-teori dalam

pengakuan yaitu Teori Konstitutif dan Teori Deklaratif, yang didalamnya

sekaligus mengandung unsur dari fungsi pengakuan itu sendiri. Teori

deklaratif tampak lebih memuaskan jika dibandingkan dengan teori

konstitutif, karena penentuan suatu negara sebagai pribadi internasional

cukup ditentukan berdasarkan kualifikasi yang melekat pada diri negara yang

bersangkutan sehingga secara obyektif mudah diketahui.52

Pemberian pengakuan juga tidak selalu dengan mengakui akan suatu hal

tetapi dapat juga berupa penolakan untuk memberikan pengakuan. Pada

umumnya, sikap badan-badan peradilan nasional akan mengikuti sikap badan

eksekutif. Jika badan eksekutifnya telah memberikan pengakuan kepada suatu

negara baru yang secara implisit berarti pula pengakuan dan

penerimaan/penghormatan atas tindakan-tindakannya sebagai negara yang

berdaulat, maka pihak badan pengadilannya pun akan menghormatinya

pula.53

Dalam implikasinya, apabila suatu negara yang baru diakui itu

mengeluarkan undang-undang tentang suatu hal tertenu dan ternyata harus

dikaji di hadapan badan pengadilan dari negara yang telah memberikan

pengakuan, pengadilan tersebut akan menghormatinya sebagai undang-

undang nasional suatu negara berdaulat.

52

Ibid. 53

Ibid.

Page 53: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

34

2) Pengakuan terhadap pemerintah baru54

Sebagai sebuah negara berdaulat, yang melaksanakan kedaulatannya adalah

pemerintahannya. Peran pemerintah secara intern (ke dalam), yaitu

pemerintah bertindak menjalankan kekuasaan berdaulat demi tercapainya

tujuan negara itu sendiri. Dalam arti luas, pemerintah itu termasuk di

dalamnya badan/lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, dimana

pemerintah sebagai pembuat hukum, pelaksana hukum, dan pemutus

masalah-masalah hukum. Secara ekstern (ke luar) pemerintah bertindak

mewakili untuk dan atas nama negara dalam mengadakan hubungan-

hubungan dengan negara-negara ataupun subjek-subjek hukum internasional

lainnya.

Sebagaimana halnya dengan pengakuan terhadap negara baru, pengakuan

terhadap pemerintah barupun juga menimbulkan implikasi terhadap sikap

badan peradilan suatu negara terutama negara-negara yang mengakui dan

negara-negara yang menolak mengakui. Bagi negara-negara yang sudah

memberikan pengakuannya terhadap suatu pemerintah baru, badan

peradilannya tidaklah menghadapi masalah yang rumit jika pada suatu waktu

menghadapi suatu kasus yang bertalian dengan pemerintah baru ataupun

tindakan-tindakan dari pemerintah baru itu sendiri.

3) Pengakuan terhadap kaum pemberontak55

Peristiwa pemberontakan yang terjadi dalam suatu negara adalah merupakan

masalah dalam negeri dari negara yang bersangkutan. Tujuan dari

54

Ibid., 358-369. 55

Ibid., hlm. 369-382.

Page 54: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

35

pemberontakan itu bermacam-macam, seperti misalnya untuk menggulingkan

pemerintah yang sah untuk diganti dengan pemerintah baru sesuai dengan

keinginan kaum pemberontak, memisahkan diri dari negara induk dan bentuk

negara merdeka, ataupun untuk bergabung dengan negara lain, maupun untuk

menuntut otonomi yang lebih luas. Namun, apapun tujuan dari kaum

pemberontak tersebut, pemberontakan yang dilakukan itu tetap merupakan

perbuatan melanggar hukum nasional negara tempat terjadinya

pemberontakan.56

Menurut para ahli ada dua golongan pemberontak, yaitu:

i. Kaum insurgensi

Golongan ini merupakan kaum pemberontak yang masih berada pada tingkat

kecil-kecilan dan belum tersusun secara teratur. Peristiwa pemberontakan

yang dilakukan oleh kaum ini sepenuhnya tampak sebagai masalah dalam

negeri dari negara yang bersangkutan. Sehingga setiap campur tangan dari

pihak asing, lebih-lebih yang dianggap mendukung kaum pemberontak akan

dianggap sebagai tindakan intervensi. Namun, dalam beberapa hal negara

harus mengambil tindakan tegas apabila peristiwa pemberontakan terjadi di

negara lain, misalnya untuk melindungi dan menyelamatkan warga negaranya

dan harta kekayaannya. Sikap tegas tersebut dapat diwujudkan dengan

memberikan pengakuan insurgensi terhadap kaum pemberontak insurgensi

tersebut.

56

Ibid.

Page 55: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

36

ii. Kaum Belligerensi

Golongan ini merupakan kaum pemberontak yang sudah mencapai tingkatan

yang lebih kuat dan mapan, baik secara politik, organisasi dan militer

sehingga tampak sebagai satu kesatuan politik yang mandiri maka

persoalannya berbeda dengan pemberontak insurgensi. Kemandirian tersebut

tidak hanya ke dalam tetapi juga ke luar, maksudnya dalam batas-batas

tertentu ia sudah mampu menampakkan diri pada tingkat/level internasional

atas keberadaannya sendiri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar

suatu kaum pemberontak dapat disebut sebagai kaum belligerensi yang

dikemukakan oleh para ahli, yaitu:57

(a) kaum belligerensi harus sudah

terorganisasikan secara teratur; (b) menggunakan tanda-tanda pengenal yang

jelas untuk menunjukkan identitasnya; dan (c) menguasai suatu bagian

wilayah secara efektif.

Pengakuan terhadap kaum pemberontak ini perlu diberikan, karena dengan

pemberian pengakuan tersebut maka pihak/negara yang memberikan

pengakuan dapat mengadakan hubungan langsung dengan kaum belligerensi

tersebut.

4) Pengakuan terhadap suatu bangsa58

Berbeda dengan kaum belligerensi yang semula merupakan masalah dalam

negeri suatu negara, dalam hal kaum pembebasan atau bangsa yang sedang

berjuang tidak bisa dipandang semata-mata sebagai masalah dalam negeri.

Karena kelompok pembebasan atau bangsa yang sedang berjuang, justru

57

Ibid., hlm. 375. 58

Ibid., hlm. 382-384.

Page 56: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

37

memperjuangkan hak-haknya yang masih dikuasai oleh bangsa atau negara

lain. Bermula dari pertentangan antar dua bangsa, namun bangsa yang satu

sudah berbentuk negara sedangkan bangsa yang lain masih belum

merdeka/berbentuk negara, sehingga bangsa tersebut memperjuangkan hak-

haknya sebagaimana mengenai hak-hak asasi tersebut diakui dalam hukum

internasional.

5) Pengakuan atas hak-hak teritorial baru59

Pengakuan ini berkenaan dengan adanya suatu peristiwa atau fakta, dimana

suatu negara memperoleh tambahan wilayah, yang berarti hak negara yang

bersangkutan atas wilayah baru tersebut sebagai bagian dari wilayahnya.

Dengan adanya pengakuan terkait penambahan wilayah suatu negara tersebut,

lama-kelamaan hak negara itu atas wilayah tersebut dapat menjadi semakin

kuat dan sah menurut hukum internasional. Dalam hukum internasional

dikenal beberapa cara memperoleh tambahan wilayah, misalnya penyerahan,

pendudukan, kedaluwarsa, peristiwa alam, penentuan nasib sendiri dan

claim/perluasan wilayah secara sepihak.

Walaupun pengakuan yang diberikan tidak berarti bahwa hak negara yang

bersangkutan atas tambahan wilayah yang diperolehnya itu menjadi sah

menurut hukum internasional, tetapi dengan semakin banyaknya jumlah

negara yang mengakui/mendukung, akan dapat memperkokoh penguasaan

negara itu terhadap wilayah yang diperolehnya.

59

Ibid., hlm. 384-386.

Page 57: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

38

4. Teori Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara

a. Teori-teori tentang Kedaulatan

Dunia secara kewilayahan terbagi menjadi negara-negara maupun federasi negara-

negara. Masing-masing penguasa di wilayah negara-negara memiliki kewenangan

untuk menerapkan kekuasaannya.60

Kemampuan inilah yang disebut sebagai

kedaulatan.

Istilah kedaulatan pertama kali digunakan oleh Jean Bodin pada abad ke-16.

Sebagai pencetus kedaulatan, Jean Boedin mendefinisikan kedaulatan adalah

kekuasaan absolut dan abadi yang diletakkan di commonwelth (persemakmuran),

dimana kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi di atas warga negara dan tidak

dibatasi oleh hukum.61

Dalam Concise Routledge Enclopedia of Philosophy

kedaulatan adalah sebuah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang atau lembaga

terhadap orang lain yang berada dalam wilayahnya.62

Berdasarkan pengertia

tersebut kita dapat mengetahui bahwa sifat dari kedaulatan yaitu tidak dapat

dibagi, abadi, dan mutlak.

Istilah kedaulatan dalam berbagai bahasa, misalnya sovereignty dalam bahasa

Inggris, juga dalam bahasa Perancis souverainete, bahasa Belanda souvereyn, dan

dalam bahasa Italia sperenus, yang dalam semua istilah berbagai bahasa tersebut

menunjukkan pengertian bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam

60

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT.

Refika Aditama, 2006, hlm. 151. 61

Lihat Jean Jecques Rousseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-Prinsip Hukum Politik

(terjemahan: Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat), Jakarta: Dian Rakyat, 1989, hlm. 282. 62

Concise Routledge Enclopedia of Philosophy, New York: Routledge, 2003, hlm. 853.

Page 58: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

39

suatu negara.63

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kedaulatan bermakna

kekuasaan yang tertinggi atau hak dipertuan (atas pemerintahan negara).64

Kedaulatan sebagai sebuah konsep secara tradisional memiliki pengertian

eksternal dan internal.65

Yang dimaksud dengan kedaulatan internal adalah

anggapan suatu negara memeiliki kewenangan tertinggi di dalam wilayah

kekuasaannya.66

Menurut Machiavelli, penguasa tidak boleh dibatasi oleh nilai-

nilai moral dan tuntutan kebiasaan dalam upayanya untuk mengejar kepentingan

negara.67

Mengenai pengertian kedaulatan secara internal bisa dikatakan sebagai

kedaulatan yang ditujukan kedalam wilayah hukum dari negara yang

bersangkutan. Kedaulatan secara internal tersebut, diantaranya adalah kemampuan

untuk:68

a) Membentuk hukum;

b) Mendapatkan ketundukan;

c) Memutus persoalan-persoalan yang timbul didalam yurisdiksinya.

Dalam kaitannya dengan pembatasan kekuasaan tersebut, Thomas Hobbes hanya

menambahkan pembatasan terhadap tiga hak, yakni hak hidup, kebebasan, dan

hak tinggal.69

Pengertian kedaulatan eksternal memiliki arti sebagai kemampuan

63

Lihat Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy (New York : Routledge, 2003), hlm. 853.

Lihat juga M. Hasbi Amirudin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII

Press, 2000, hlm. 101. 64

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hlm.

269-270. 65

Kurt Mills, Human Rights in the Emerging Global Order: A New Sovereignty?, London:

McMilan, 1998, hlm. 11. 66

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit., hlm. 172. 67

Lihat Nicollo Machiavelli, II Principe (terjemahan: C. Woekirsari), Jakarta: Gramedia, 1999,

hlm. 1. 68

John O‟Brien, International Law, London: Cavendish, 2001, hlm. 227. 69

Lihat Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit, hlm. 173.

Page 59: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

40

bagi negara-negara untuk melakukan hubungan internasional. Tiap negara

dianggap sama atau sederajat dalam kaitannya untuk dan dalam melakukan

hubungan dengan negara lain.70

Implikasi dari pemahaman ini, yaitu:71

a) Negara-negara memiliki kedaulatan yang sama

b) Negara-negara tidak bisa campur tangan dalam persoalan negara-negara

lain

c) Negara-negara memiliki yurisdiksi atas wilayah secara eksklusif

d) Negara-negara masing-masing diasumsikan memiliki kompetensi

e) Negara-negara hanya dapat dibebani kewajiban dalam hal negara tersebut

memberikan persertujuannya

f) Negara-negara hampir memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan

pergi berperang

g) Hukum internasional positif hanya dapat mengikat suatu negara apabila

negara tersebut telah secara eksplisit dan sukarela untuk diikat oleh itu.

Negara sebagai subjek hukum internasional harus memiliki kedaulatan secara

penuh. Suatu Negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa

Negara tersebut mempunyai kedaulatan, kedaulatan ialah kekusaan tertinggi yang

dimiliki oleh suatu Negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan

sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan

70

Ibid. 71

Lihat Kurt Mills, Op.Cit, hlm. 13. Lihat juga Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Ibid.

Page 60: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

41

hukum internasional. Sesuai konsep hukum internasional kedaulatan memiliki tiga

aspek utama yaitu:72

a) Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap Negara untuk secara

bebasmenentukan hubungannya dengan berbagai Negara atau kelompok-

kelompok lain tampa tekanan atau pengawasan dari Negara lain.

b) Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu Negara

untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-

lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang

diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.

c) Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang

dimiliki oleh Negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat

di wilayah tersebut.

b. Yurisdiksi Negara

Negara memiliki kedaulatan yang kemudian melahirkan hak dan kewenangan

untuk mengatur hal-hal internal dan eksternal negara itu, termasuk menetapkan

ketentuan hukum nasional terhadap suatu peristiwa. Kewenangan inilah yang

disebut sebagai yurisdiksi dalam Hukum Internasional. Kata Yurisdiksi berasal

dari kata yurisdictio. Yurisberarti kepunyaan hukum atau kepunyaan dalam

hukum, sedangkan dictio berarti ucapan, sabda, atau sebutan.73

Maka dilihat dari

asal katanya, yurisdiksi berarti masalah hukum, kepunyaan menurut hukum, atau

kewenangan menurut hukum.

Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai yurisdiksi, adalah sebagai berikut :

72

Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika

Global, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 24. 73

Sefriani, Op.Cit. hlm. 232.

Page 61: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

42

a) Menurut Wayan Parthiana, apabila yurisdiksi dikaitkan dengan negara

maka berarti kekuasaan atau kewenangan negara untuk menetapkan dan

memaksakan hukum yang dibuat oleh negara itu sendiri.74

b) Menurut Imre Anthony Csabafi, yurisdiksi negara dalam hukum

internasional publik berarti hak dari suatu negara untuk mengatur dan

mepengaruhi dengan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan

yudikatif atas hak-hak individu, harta kekayaan, dan peristiwa yang tidak

hanya mencakup masalah dalam negeri.75

c) Menurut Shaw, yurisdiksi adalah kompetensi atau kekuasaan hukum

negara terhadap orang, benda, dan peristiwa hukum. Yurisdiksi merupakan

refleksi dari kedaulatan negara, persamaan derajat negara, dan prinsip non

intervensi.76

d) Menurut John O‟Brien, yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang

berdaulat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Kewenangan negara untuk membuat ketentuan hukum terhadap

orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya

(legislative jurisdiction or prescriptive jurisdiction).

2. Kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya

ketentuanketentuan hukum nasionalnya (executive jurisdiction or

enforcement jurisdiction).

74

I Wayan Parthiana, Op.Cit., hlm. 294. 75

Anthony Csabafi, The Concept of State Jurisdiction in International Space Law, The Hague,

1971, hlm. 45. 76

Sefriani, Op.Cit., hlm. 233.

Page 62: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

43

3. Kewenangan pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan

putusan hukum (yudicial jurisdiction).77

1) Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional

Setiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk

menunjukkan kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional.

Diakui secara universal baik setiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur

tindakan-tindakan dalam teritorinya sendiri dan tindakan lainnya yang dapat

merugikan kepentingan yang harus dilindunginya.

Dalam kaitannya dengan prinsip dasar kedaulatan negara, suatu negara yang

berdaulat menjalankan yurisdiksi/kewenangannnya dalam wilayah negara itu.78

Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan, atau

kewenangan negara untuk mengatur masalah intern dan ekstern. Dengan kata lain

dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir yurisdiksi negara. Dengan hak,

kekuasaan, atau dengan yurisdiksi tersebut suatu negara mengatur secara lebih

rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya sehingga terwujud apa yang

menjadi tujuan negara itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya

negara berdaulat yang dapat memiliki yurisdiksi menurut hukum internasional.79

77

Ibid., hlm. 234. 78

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 70. 79

Ibid., hlm. 71.

Page 63: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

44

2) Prinsip-prinsip Yurisdiksi

Yurisdiksi dapat digolongkan ke dalam prinsip-prinsip jurisdiksi berikut :

a) Prinsip Yurisdiksi Domestik (teritorial)

Konsep yurisdiksi domestik terkait erat dengan ketentuan yang terdapat

dalam Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB, yaitu:

“Nothing contained in the present Charter shall authorize the United

Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic

jurisdiction of any State or shall require the Members to submit such

matters to settlement under the present Charter; but this principle shall

not prejudice the application of enforcement measure under Chapter VII.”

Brownlie menulis cakupan dari yurisdiksi domestik sebagai „matters

within the competence of states under general international law are said to

be within the reserved domain, the domestic jurisdiction, of states‟.80

Berdasarkan pernyataan tersebut, yang dimaksud dengan yurisdiksi

domestik adalah wilayah kompetensi dari suatu negara untuk

melaksanakan kedaulatannya secara penuh tanpa campur tangan dari pihak

atau negara lain, bahkan hukum internasional sekalipun.81

Sedangkan

cakupan dari wilayah ini masih diperdebatkan dan merupakan hal yang

bersifat relatif, yakni berdasar pada fakta dan isu hukum yang terkait.82

Konsep yurisdiksi domestik atau yurisdiksi teritorial yang terdapat dalam

Piagam PBB, menurut Brownlie, ditujukan untuk bersifat fleksibel yang

80

Ian Brownlie, Principle of Public International Law, Oxford: Clarendon Press, 1990, hlm. 291. 81

Ibid. 82

Ibid.

Page 64: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

45

dicirikan dengan tidak adanya badan yang diberi kewenangan untuk

memutuskannya dan bersifat non-technical.83

Dalam prakteknya PBB

melalui organ-organnya telah menafsirkan secara liberal mengenai

ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia.84

Pemahaman yang

didapat dari asal-usul Pasal 2 ayat (7) tersebut, adalah:85

i. Ketentuan ini ditujukan untuk mencegah PBB mempersoalkan hal-

hal yang merupakan persoalan domestik yurisdiksi dari negara

anggota.

ii. Memberikan referensi pada Pasal 15 Kovenan LBB (Pasal 15 ayat

(8)) dan penggunaan istilah „exclusively‟ dan „essentially‟ yang

kemudian memperluas yurisdiksi domestik negara peserta yang

tentunya membatasi lapangan aktivitas bagi PBB.

b) Prinsip Yurisdiksi Personal

Menurut prinsip yurisdiksi personal, suatu negara dapat mengadili warga

negaranya karena kejahatan yang dilakukannya di mana pun juga.

Sebaliknya, adalah kewajiban negara untuk memberikan perlindungan

diplomatik kepada warga negaranya di luar negeri. Ketentuan ini telah

diterima secara universal.86

Menurut praktek internasional dewasa ini, yurisdiksi terhadap individu

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:87

83

Ibid., hlm. 293. 84

Rosalyn Higgins, The Development of International through The Political Organs of the United

Nations, Oxford: Oxford University Press, 1969, hlm. 77. 85

Antonio Cassese, International Criminal Law, New York: Oxford University Press, 2003, hlm.

27-28. 86

J.G. Starke, Op.Cit., hlm. 211. 87

Ibid., hlm. 303.

Page 65: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

46

i. Prinsip nasionalitas aktif

Menurut prinsip ini negara dapat melaksanakan yurisdiksi terhadap

warga negaranya. Semua prinsip lain yang berkaitan dengan hal ini

adalah negara tidak wajib menyerahkan warga negaranya yang telah

melakukan suatu tindak pidana ke luar negeri.

ii. Prinsip nasionalitas pasif

Prinsip ini membenarkan negara untuk menjalankan yurisdiksi

apabila seorang warga negaranya menderita kerugian. Dasar

pembenaran prinsip nasionalitas ini adalah bahwa setiap negara

berhak melindungi warga negaranya di luar negeri , dan apabila

negara teritorial di mana tindak pidana itu terjadi tidak menghukum

orang yang menyebabkan kerugian tersebut, maka negara asal

korban berwenang menghukum tindak pidana itu, apabila orang itu

berada di wilayahnya.

c) Yurisdiksi menurut Prinsip Perlindungan

Berdasarkan prinsip yurisdiksi perlindungan, suatu negara dapat

melaksanakan yurisdiksinya terhadap warga-warga asing yang melakukan

kejahatan di luar negeri yang diduga dapat mengancam kepentingan

keamanan, integritas, dan kemerdekaan negara.88

Penerapan prinsip ini

dibenarkan sebagai dasar untuk penerapan yurisdiksi suatu negara. Latar

belakang pembenaran ini adalah perundang-undangan nasional pada

umumnya tidak mengatur atau tidak menghukum perbuatan yang

88

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 212.

Page 66: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

47

dilakukan di dalam suatu negara yang dapat mengancam atau mengganggu

keamanan, integritas, dan kemerdekaan orang lain.89

d) Prinsip Yurisdiksi Universal

Menurut prinsip ini, setiap negara mempunyai yurisdiksi terhadap tindak

kejahatan yang mengancam masyarakat internasional. Yurisdiksi ini lahir

tanpa melihat dimana kejahatan dilakukan atau warga negara yang

melakukan kejahatan. Lahirnya prinsip yurisdiksi universal terhadap jenis

kejahatan yang merusak terhadap masyarakat internasional sebenarnya

juga disebabkan karena tidak adanya badan peradilan internasional yang

khusus mengadili kejahatan yang dilakukan orang-perorang (individu).90

Kejahatan-kejahatan yang telah diterima sebagai kejahatan yang tunduk

pada prinsip yurisdiksi universal adalah pembajakan di laut (perompakan)

dan kejahatan perang. Yurisdiksi universal terhadap perompak telah

diterima cukup lama oleh hukum internasional. Setiap negara dapat

menahan dan menghukum setiap tindakan pembajakan di laut.

“All states shall co-operate to the fullest possible extent in the repression

of piracy on the high seas or in any other place outside the jurisdiction of

any state”91

Kejahatan perang juga telah diterima universal sebagai kejahatan yang

tunduk kepada yurisdiksi setiap negara meskipun jenis kejahatan ini sangat

89

Ibid., hlm. 213. 90

Ibid., hlm. 218. 91

Pasal 100 UNCLOS 1982.

Page 67: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

48

sensitif dan lebih berat bobot politiknya.92

Komisi Kejahatan perang PBB

(the United Nations War Crimes Commision) menyatakan bahwa hak

untuk menghukum kejahatan tidak terbatas pada negara yang warga

negaranya menderita atau kepala negara yang wilayahnya dipakai sebagai

tempat dilaksanakannya kejahatan.93

Namun hak tersebut dimiliki oleh

setiap negara yang merdeka.94

Pembatasan tertentu yang diterapkan oleh

hukum internasional yaitu terhadap kepala negara, wakil diplomatik, kapal

perang, dan angkatan bersenjata asing yang ada di wilayah suatu negara.

4. Teori tentang Wilayah Negara

Pada ruang lingkup hukum internasional, pengakuan internasional terhadap suatu

negara didasarkan pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat berdirinya suatu

negara.95

Salah satu syarat negara yang juga tercantum dalam Konvensi

Montevideo 1933 adalah adanya wilayah yang tetap. Dalam wilayah itulah negara

biasanya menjalankan kekuasaan hukum (yurisdiksi) atas orang-orang dan

barang-barang dengan mengucilkan yurisdiksi negara lain, tetapi selalu tunduk ke

bawah pembatasan yang dipikulkan oleh hukum internasional.96

Dalam kaitannya dengan unsur wilayah yang terdapat dalam Konvensi tersebut,

menurut David Harris wilayah sebagaimana yang dimaksud tidak perlu memiliki

letak yang pasti atau dengan kata lain walau perbatasan antara wilayah tersebut

92

M.N. Shaw, International Law, Cambridge: Cambridge University Press, 1997, hlm. 360. 93

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 218. 94

Ibid., hlm. 219. 95

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit., hlm. 2. 96

J.L. Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa : Suatu Pengantar Hukum Internasional (terj. Moh.

Radjab), Jakarta: Bhratara, 1996, hlm. 123.

Page 68: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

49

masih dalam sengketa tidak menimbulkan masalah.97

Wilayah tersebut merupakan

wilayah yang dimukimi oleh penduduk atau rakyat dari negara tersebut.

a. Upaya-upaya untuk Penguasaan Wilayah

Upaya-upaya untuk menguasai suatu wilayah menurut Dixon dan McCorquodale

dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:

1) Okupasi

Okupasi adalah suatu cara untuk memperoleh wilayah melalui pendudukan.

Hal mana pendudukan di sini dilakukan terhadap suatu wilayah, yang

sebelum terjadinya pendudukan di wilayah tersebut tidak terdapat kekuasaan

atau disebut wilayah tak bertuan (terra nullius).98

Unsur-unsur yang harus

dipenuhi oleh tindakan okupasi adalah:99

a) Adanya penemuan (discovery) terhadap wilayah terra nullius.

b) Adanya niat atau kehendak dari negara yang menemukan wilayah baru

itu untuk menjadikannya sebagai miliknya atau menempatkannya di

bawah kedaulatannya.

c) Adanya niat tersebut harus diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang

efektif (prinsip efektivitas).

Selain itu, banyak tidaknya tindakan yang dilakukan suatu negara untuk

mengklaim dengan alas hak okupasi sangat ditentukan oleh hak-hak

berikut:100

a) Jauh tidaknya pulau yang diklaim dari negara yang bersangkutan

b) Besar kecilnya pulau yang diklaim

97

Lihat Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Ibid., hlm. 177-178. 98

Ibid., hlm. 179. 99

Sefriani, Op.Cit., hlm. 205-206. 100

Ibid., hlm. 207.

Page 69: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

50

c) Banyak tidaknya kekayaan alam yang terdapat di pulau tersebut

d) Sulit tidaknya medan yang harus ditempuh untuk mencapai pulau

tersebut

2) Preskripsi

Preskripsi adalah suatu tindakan yang mencerminkan kedaulatan atau penguasaan

terhadap suatu wilayah dengan cara-cara damai dalam waktu tertentu tanpa

adanya keberatan dari negara-negara lain.101

Perbedaan yang terdapat dalam

preskripsi apabila dibandingkan dengan okupasi adalah dalam hal preskripsi

merupakan wilayah yang sebelumnya milik negara lain sedangkan okupasi

ditujukan terhadap wilayah yang tidak bertuan atau terra nullius. Oleh karena itu

dalam hal preskripsi dituntut jangka waktu atau durasi untuk penguasaan dituntut

lebih lama dibandinng melalui cara okupasi.102

Beberapa syarat bagi preskripsi

menurut Fauchille dan Johnson, yaitu:103

a) Kepemilikan tersebut harus dilaksanakan secara a titre de souverain, yaitu

bahwa pemilikan tersebut harus memperlihatkan suatu

kewenangan/kekuasaan negara dan di wilayah tersebut tidak ada negara

lain yang mengklaimnya.

b) Kepemilikan tersebut harus berlangsung secara terus menerus dan damai,

tidak ada negara lain yang mengklaimnya.

c) Kepemilikan tersebut harus bersifat publik, yaitu harus diumumkan atau

diketahui oleh pihak lain.

101

Martin Dixon dan Robert McCorquodale, Cases and Material on International Law, New

York: Oxford University Press, 2003, hlm. 236. 102

Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law, London: George Allen and

Unwin, 1982, hlm. 144. 103

Lihat Sefriani, Op.Cit., hlm. 210.

Page 70: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

51

Di samping syarat-syarat tersebut, syarat pengawasan yang efektif juga tidak

kalah pentingnya seperti halnya dalam okupasi.

3) Cession

Cession merupakan suatu transfer kekuasaan dari suatu kedaulatan ke kedaulatan

lainnya, pada umumnya melalui sebuah perjanjian.104

Malcolm N. Shaw

menambahkan bahwa pada umumnya hal tersebut terjadi setelah peperangan.105

Menurutnya pengalihan kekuasaan dari penguasa kolonial terhadap koloninya bisa

dikatakan sebagai quasy-cession.106

Dikarenakan proses cession merupakan

pengalihan kedaulatan dari yang satu ke yang lainnya maka negara penerima akan

menerima hak dan kewajiban sebagaimana yang dimilikinya oleh yang

sebelumnya.107

4) Akresi

Akresi merupakan suatu proses untuk mendapatkan wilayah baru melalui proses

secara alamiah, yakni tanpa campur tangan manusia.108

Proses atau kejadian

secara alamiah ini terjadi perlahan-laha, bertahap seperti endapan-endapan lumpur

yang membentuk daratan, ataupun mendadak seperti pemindahan tanah.109

Contoh

proses alam yang dimaksud antara lain, tanah tumbuh, pembentukan pulau di

mulut sungai, juga perubahan arah suatu sungai yang menyebabkan terjadinya

104

Martin Dixon dan Robert McCorquodale, Op.Cit., hlm. 240. 105

Malcolm. N. Shaw, Op.Cit., hlm. 339. 106

Ibid. 107

Sefriani, Op.Cit., hlm. 181. 108

John O‟Brien, Op.Cit., hlm. 212. 109

Sefriani, Op.Cit., hlm. 209.

Page 71: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

52

daratan baru. Perolehan wilayah atas alas hak akresi tidak memerlukan tindakan

resmi atau formal seperti pernyataan resmi dari negara yang bersangkutan.110

5) Penaklukan

Istilah penaklukan atau conquest memiliki padanannya dengan aneksasi atau

annexationi.111

Aneksasi merupakan penggabungan suatu wilayah negara lain

dengan kekerasan atau paksaan ke dalam wilayah negara yang menganeksasi.

Syarat atau unsur telah terjadinya perolehan wilayah dengan aneksasi adalah

bahwa wilayah benar-benar ditaklukan serta adanya pernyataan kehendak secara

formal oleh negara penakluk untuk menganeksasinya.112

Namun, dewasa ini

perolehan wilayah dengan cara aneksasi merupakan tindakan yang bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional, sehingga penggunaan cara ini

sudah ditinggalkan dan tidak ada yang menggunakannya lagi.

6) Pengakuan, Acquisescence, dan Estopel

Pengakuan terkait dengan persetujuan dari negara lain atas kedaulatan dari suatu

negara terhadap wilayah yang diklaimnya.113

Sedangkan acquiescence merupakan

suatu keadaan dimana negara yang kehilangan atau mendapatkan kerugian atau

negara yang memiliki kepentingan dari pengklaiman suatu wilayah oleh suatu

negara tidak melakukan protes.114

Hal ini dapat menimbulkan asumsi apabila

keadaan atau pengambilan wilayah oleh negara lain tersebut disetujui oleh negara

penderita yang dibuktikan dengan sikap negara-negara penderita yang bersikap

110

Ibid. 111

John O‟Brien, Op.Cit., hlm. 212. 112

Sefriani, Op.Cit., hlm. 208. 113

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.Cit., hlm. 182. 114

Ibid.

Page 72: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

53

diam.115

Perbedaan mendasar antara pengakuan dengan acquiescence adalah

objeknya. Dalam hal pengakuan yang dituju adalah sikap dari negara ketiga yang

tidak terkena pengaruh secara langsung, sedangkan dalam hal acquiescence yang

dituju adalah sikap dari yang secara terpengaruh oleh tindakan pengklaiman.116

Sedangkan estoppel adalah suatu istilah hukum untuk menunjukkan apabila suatu

negara telah menentukan sebuah sikap maka negara tersebut, tidak boleh menarik

kembali sikap yang telah dikeluarkannya itu.117

B. Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)

Dalam bahasa Arab, ISIS atau Islamic State of Iraq and Syria (Islamic State in

Iraq and al-Syam) merupakan terjemahan dari organisasi Ad-Daulah al-Islamiyah

fi al-Iraq wa asy-Syam. Tapi, Associated Press118

dan Amerika Serikat

menyebutnya sebagai Islamic State in Iraq and The Levant (ISIL).119

Organisasi

ini ada kaitannya dengan arus gerakan Salafiyah Jihadiyah yang menghimpun

berbagai unsur berbeda untuk bertempur di Irak dan Suriah. Di medan tempur,

mereka terbagi-bagi di bawah sejumlah front. Karena kondisi tersebut,

dimunculkanlah nama organisasi yang menyebut istilah “Ad-Daulah Al-

Islamiyah” (Islamic State). Nama ini sekaligus menjadi magnet yang menarik

banyak pasukan dari berbagai daerah di medan perang untuk menyatakan

kesetiaannya di bawah organisasi payung yang besar.

115

Ibid. 116

Ibid. 117

Ibid. 118

Associated Press (AP) merupakan sebuah kantor berita Amerika Serikat yang mengklaim

sebagai yang tertua, dan terbesar di dunia. AP merupakan sebuah koperasi ("cooperative") yang

dimiliki oleh perusahaan surat kabar yang menyumbangnya, dan stasiun-stasiun penyiar di

Amerika Serikat, yang keduanya menyumbangkan berita, dan menggunakan material yang ditulis

oleh para stafnya. Banyak koran, dan perusahaan penyiaran di luar AS adalah pelanggan AP—

yaitu, mereka membayar AP untuk menggunakan bahan AP tetapi bukan anggota dari koperasi. 119

Dikutip dari http://www.dakwatuna.com/2014/06/30/53863/asal-muasal-isis-dan-

perkembangannya, yang diakses pada 10 Januari 2016, pk. 18.15 WIB.

Page 73: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

54

Perkembangan Islamic State of Iraq and Syria atau yang biasa dikenal dengan

sebutan ISIS, yang merupakan sebuah kekhalifahan ekstrimis jihadis Sunni yang

berbasis di Iraq dan Syria, Timur Tengah, dimulai pada tahun 1990. Pada saat itu

kelompok ini masih bernama Jama‟at al-Tawhid wal-Jihad dan pendahulu dari

Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn yang biasa dikenal sebagai Al-

Qaeda.120

Sejarah lahirnya ISIS bermula dari Jama‟at al-Tawhid wal-Jihad, sebuah pasukan

milisi yang dipimpin dan didirikan oleh seorang berkebangsaan Jordania, Abu

Musab al-Zarqawi. Menyusul invasi Iraq pada tahun 2003, Jama‟at al-Tawhid

wal-Jihad berhasil menjadi terkenal pada era-era awal kekacauan di Iraq bukan

hanya dengan menyerang tentara koalisi, tapi juga dengan serangan bunuh diri

yang berkali-kali dilakukan yang tidak jarang menjadikan sipil sebagai target

mereka. Hal lain yang membuat nama mereka dikenal dunia adalah pemenggalan

tawanan, salah satunya Nick Berg.121

Puncaknya adalah pada bulan Oktober tahun 2004, dimana kelompok ini secara

resmi memutuskan untuk bergabung dengan jaringan Al-Qaeda milik Osama bin

Laden dan mengganti namanya menjadi Tanzim Qaidat Al-Jihad fi Bilad Al-Rafidayn

yang juga dikenal sebagai Al-Qaeda in Iraq (AQI).122

Sejak saat itu, serangan

AQI terhadap masyarakat sipil dan pemerintahan Iraq, serta pasukan keamanan

mulai meningkat tajam. Dalam surat yang ditujukan untuk Al-Zarqawi pada Juli

2005, pemimpin deputi Al-Qaeda saat itu, Ayman Al-Zawahiri menuliskan sebuah

120

Dikutip dari http://www.portalsejarah.com/sejarah-lahirnya-isis.html, yang diakses pada 30

Agustus 2015, pk. 16.37 WIB. 121

Ibid. 122

Ibid.

Page 74: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

55

rencana empat tingkat yang akan dilakukan untuk memperluas perang Iraq yang

di dalamnya termasuk menendang keluar tentara Amerika dari Iraq, membangun

sebuah kekhalifahan, memperluas konflik ini kepada tetangga Iraq yang sekuler,

dan ikut serta dalam konflik Arab dan Israel. Pada 15 Mei 2010 diangkatlah

pemimpin baru yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi yang menggantikan Abu Umar Al

Baghdadi yang telah meninggal.123

ISIS menjalankan aksinya selama ini lewat struktur organisasi cukup rapi yang

terbagi dalam dua wilayah kekuasaan yakni Irak dan Suriah. Pimpinan ISIS

Ibrahim Awwad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarai alias Abu Bakr al-Baghdadi

menunjuk sejumlah perwakilan di bawah dirinya untuk memimpin masing-masing

departemen, dari mulai penjualan minyak hingga komunikasi internal dan

keputusan tahanan mana yang akan dieksekusi dan bagaimana cara

menghabisinya.124

Struktur organisasi ISIS tersebut, di bawah al-Baghdadi ada Abu Ali an Anbari

yang memimpin wilayah Suriah dan Abu Muslim al-Turkmani memimpin

wilayah Irak. Kedua orang itu membawahi masing-masing 12 gubernur. Di bawah

kepemimpinan Baghdadi juga ada Dewan Syura dan Penasihat Kabinet.125

Dewan

Syura terdiri dari tiga pimpinan di masing-masing bidang. Abu Suja memimpin

departemen urusan anggota syahid, baik laki-laki maupun perempuan. Abu Kifah

mengepalai urusan perlengkapan dan gudang. Khairi Abed Mahmoud al-Taey

memimpin urusan pengoperasian bahan peledak.

123

Dikutip dari http://ensiklopediasli.co.id/2015/06/sejarah-isis-di-dunia-dan-indonesia-serta-apa-

tujuannya.html, yang diakses pada 10 Januari 2016, pk. 18.10 WIB. 124

http:// www.merdeka.com/struktur-organisasi-ISIS/, yang diakses pada 9 Maret 2016, pk. 09.35

WIB. 125

Ibid.

Page 75: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

56

Menurut penelitian Konsorsium Penelitian dan Analisis Terorisme (TRAC)

Baghdadi menunjuk tujuh orang pemimpin kabinet yang masing-masing melapor

ke dia langsung dan memberikan saran serta kebijakan operasional di lapangan.

Tujuh penasihat itu masing-masing adalah Abu Abdul Kadr sebagai pejabat

manajemen umum, Bashar Ismail al-Hamdani sebagai pejabat urusan penukaran

tawanan dan tahanan, Abdul Wahid Khutnayer Ahmad sebagai pejabat keamanan

umum, Abu Salah sebagai kepala keuangan umum, Abu Hajar-al-Assafi

pemimpin urusan transportasi di wilayah Suriah dan Irak. Abu Kasem sebagai

penanggung jawab urusan kedatangan jihadis asing dan dari Arab. Abu Abdul

Rahman al-Bilawi sebagai kepala militer di wilayah Irak.126

Susunan organisasi ISIS juga memuat tujuh dewan penting yakni, dewan

keuangan (meliputi persenjataan dan penjualan minyak), kepemimpinan

(menyusun aturan dan kebijakan), dewan militer, dewan bantuan jihadis asing,

dewan keamanan internal, dewan intelijen, dan dewan media. Berikut tabel

struktur organisasi ISIS dan penyokong dana ISIS.

126

Ibid.

Page 76: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

57

Gambar 1. Struktur Organisasi ISIS

Abu Bakar al-Baghdadi

Commander in Chief

(Panglima Tertinggi)

Abu Muslim al-Turkmani

Deputy, Iraq

(Wakil Irak)

Abu Ali al-Anbari

Deputy, Syria

(Wakil Suriah)

12 Governors of Iraq

(Gubernur)

12 Governors of Syria

(Gubernur)

Financial

Council

Weapon, oil

sales

(Dewan

keuangan)

Leadership

Council

Drafting laws,

key policies

(Dewan

kepemimpinan)

Military

Council

Defense of the

“Islamic

State”

(Dewan

militer)

Legal

Council

Decisions on

executions,

recruitment

(Dewan

hukum)

Media

Council

Regulates

media &

social media

(Dewan

media)

Intelligence

Council

Information

on ISIS

enemies

(Dewan

intelijen)

Fighters

Assistance

Council

Foreign

fighter aid

(Dewan

pejuang

bantuan)

Security

Council

Internal

“policing”,

executions

(Dewan

Keamanan)

Cabinet Baghdadi‟s advisers

(Penasehat)

Shura Council Religious and military affairs

(Dewan Syura)

Page 77: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

58

Gambar 2. Struktur Penyokong dan Pendukung ISIS

Inisiator & Penyokong ISIS:

Mossad

CIA (Central Intelligence

Academy)

Mi6 (Millitary Intelligence

section 6)

Daulah Khawarij Wahabi Salafi

ISIS

Organisasi Pembentuk ISIS di Irak

(berisi sekte Wahabi Salafi dan

simpatisan Partai Komunis Ba’ath):

Al Qaeda

Jaish Al Muhajireen

Jabah Al Nusra

Jaish Al Anshar Al Sunnah

Partai Komunis Iraq

Brigade Revolusi 20

Jaish Al Mujahidin

Perwira Sadam

Jaish Al Islami

Anshar Baitul Maqdis

Biro Agitasi dan Propaganda ISIS

di Indonesia (berisi penganut

sekte Wahabi Salafi):

VOAISLAM (Voice of Al

Islam, voice of the truth)

KompasIslam.com

Detik Islam

Arrahman.com

Al-Mustaqbal

Waislama.net

Shoutussalam

Lasdipo

Anasir Daulah Khawarij Wahabi Salafi ISIS

yang akan meneror NKRI (digerakkan

organisasi pendukung DI/TII-NII):

DI/TII-NII

Jama‟ah

Anshorut

Tauhid

Majelis

Mujahi-

din

Indonesia

Mujahi-

din

Indonesia

Timur

Gerakan

Reforma-

si Islam

Page 78: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

59

C. Terorisme

Pemahaman yang tunggal mengenai pengertian terorisme sampai saat ini masih

terus diupayakan sehingga dapat diterima secara umum. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, terorisme diartikan sebagai penggunaan kekerasan untuk

menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik)

atau dengan kata lain terorisme berati praktik tindakan teror. Menurut Black‟s

Law Dictionary, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau

yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum

pidana (Amerika atau negara bagian Amerika), yang jelas dimaksudkan untuk:

a) mengintimidasi penduduk sipil;

b) memengaruhi kebijakan pemerintah;

c) memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau

pembunuhan.

Selain itu, menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI), terorisme adalah

penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk

mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya

untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik.127

Rumusan mengenai definisi

terorisme pun telah dirumuskan dalam konvensi PBB tahun 1989 yang

menyebutkan bahwa terorisme ialah segala bentuk tindak kejahatan yang

ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror

terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

127

Dikutip dari Jurnal Hukum Internasional, “Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional”,

yang ditulis oleh Arief Setiawan, S.H.

Page 79: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

60

Banyak sarjana telah mencoba memberikan arti dan pemahaman tentang terorisme

ini, dimana dari beberapa definisi itu dapat disimpulkan bahwa terorisme

berkaitan dengan muatan atau motif politik, menggunakan kekerasan (force)

secara tidak sah, yang tidak saja menimbulkan kerugian harta benda tetapi juga

membuat ketakutan yang luar biasa khususnya kepada warga masyarakat yang

terkait dengan motif tersebut.128

Namun dalam perkembangannya, kejahatan

terorisme tidak saja didasarkan pada motif politik atau kepentingan politik, tetapi

juga pada motif dan kepentingan non politik seperti sosial dan ekonomi.

Definisi mengenai terorisme juga dirumuskan dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme. Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (1), menyebutkan

bahwa Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-

unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana

Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal

6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme,

jika:

1. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan

menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau

menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas

kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau

mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang

128

Jurnal Hukum Internasional, “Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional”, yang ditulis

oleh Arief Setiawan, S.H.

Page 80: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

61

strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional

(Pasal 6).

2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud

untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara

meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara

merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang

lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek

vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas

internasional (Pasal 7).

Berdasarkan beberapa definisi dan pemahaman mengenai terorisme di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa terorisme merupakan tindak pidana yang didefinisikan

sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan teror atau rasa

takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat

massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta

benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek

vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas umum atau fasilitas

internasional.

Beberapa pengertian mengenai terorisme di atas menunjukkan ciri-ciri secara

umum terkait hal-hal apa saja yang termasuk tindakan teror dan bagaimanakah

ciri-ciri dari kelompok atau pelaku teroris tersebut. Menurut Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT), salah satu ciri utama pelaku terorisme yaitu

tertutup, dengan kata lain mereka hanya bergaul dengan kalangannya sendiri dan

Page 81: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

62

tidak terbuka dengan kalangan umum.129

Selanjutnya, pelaku terorime pasti

memiliki persenjataan yang dibawa, seperti senjata-senjata tajam, bom dan

senjata-senjata api lainnya.130

Dalam melakukan aksinya, pasti ada penyokong

dana yang diberikan oleh pihak-pihak yang sangat rahasia keberadaannya, dengan

alasan keagamaan atau apapun.131

Pada aspek normatif, hukum internasional telah memberikan pengaturan terhadap

tindakan terorisme dengan diaturnya hal tersebut dalam beberapa konvensi dan

resolusi Dewan Keamanan PBB. Konvensi Internasional yang mengatur

terorisme, antara lain:

a) International Convention for These prevention, and Panisment of Terrorism

1937 (Konvensi Internasional tentang Pencegahan dan Penghukuman

Terorisme)

b) International Convention for The Suppression of Terrorist Bombing 1997

(Konvensi Internasional tentang Penentangan Pemboman oleh Teroris)

c) International Cnvention for The Suppression of the Financing Terrorism

1999 (Konvensi Internasional tentang Menentang Pendanaan untuk Teroris)

d) Resolusi Dewan Keamanan PBB yang penting mengenai pemberantasan

terorisme, yaitu Resolusi nomor 1368 tahun 2001 tentang Pernyataan Simpati

PBB terhadap Korban Tragedi 11 September 2001, di gedung WTC.

129

Dikutip dari http://www.tribunnews.com/nasional/2015/12/16/ciri-ciri-teroris-versi-bnpt-

gemar-mengkafirkan-orang-lain-dan-hidupnya-eksklusif, yang diakses pada 9 Maret 2016, pk.

10.35 WIB. 130

Dikutip dari http://news.okezone.com/read/2013/03/16/337/776850/inilah-5-ciri-teroris-

modern-versi-mabes-polri, yang diakses pada 9 Maret 2016, pk. 10.20 WIB. 131

Ibid.

Page 82: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

63

e) Tragedi yang sama juga terjadi di daerah Kuta, Bali yang mendapat terror

bom melalui bom bunuh diri pada tahun 2002, melalui Resolusi nomor 1438

f) Dewan Keamanan PBB juga menegaskan perlunya kerja sama dalam

pemberantaran kejahatan terorisme, dan Resolusi nomor 73 tahun 2001

tentang Pembekuan Aset-aset Teroris Al Qaedah dibawah Pimpinan Osama

Bin Laden.

Di Indonesia, aturan-aturan mengenai terorisme dimulai dari Peraturan Pengganti

Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 15 ditahun

2003. Pada tanggal 7 Maret 2006, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI) sepakat untuk meratifikasi Internasional

Convention for Suppression of Terrorist Bombing (Konvensi Internasional tentang

Penentangan Pemboman oleh Teroris) tahun 1997, dan Convention for The

Suppression of the financing Terrorism (Konvensi Internasional tentang

Menentang Pendanaan untuk Teroris) tahun 1999, menjadi undang-undang.132

Masalah terorisme ini juga dianggap menjadi sesuatu yang sangat penting bagi

Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sehingga pada tanggal 13 Januari 2007,

Negara-negara anggota ASEAN membentuk sebuah perjanjian internasional

dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorrisme, yang dibuat di

Cebu, Filipina.

132

Ibid.

Page 83: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum

normatif (normative legal reasearch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

melakukan pengkajian perundang-undangan (peraturan-peraturan) yang berlaku

atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu1, yang dalam hal ini

secara khusus mengacu pada hukum internasional. Penelitian normatif juga sering

disebut sebagai penelitian doktrinal yaitu objek penelitiannya adalah dokumen

perundang-undangan dan bahan pustaka.2 Adapun fokus kajian dari penelitian ini

adalah hukum positif, yaitu hukum yang berlaku suatu waktu dan tempat tertentu,

suatu aturan atau norma tertulis yang secara resmi dibentuk dan diundangkan oleh

penguasa, di samping hukum yang tertulis tersebut terdapat norma di dalam

masyarakat yang tidak tertulis yang secara efektif mengatur perilaku anggota

masyarakat.3 Sedangkan tipe penelitian yang dilakukan adalah tipe penelitian

deskriptif analitis yaitu proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara

menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang

ditemukan dan kemudian melakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang

ditemukan tersebut.

1 Soejono dan H. Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 56.

2 Ibid.

3 Asri Wijayanti dan Lilik Sofyan Ahmad, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: CV. Lubuk

Agung, 2011, hlm. 43.

Page 84: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

65

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

hukum normatif (penelitian kepustakaan). Penelitian dengan menggunakan

pedekatan masalah ini dilakukan dengan cara menginventarisir bahan-bahan

hukum yang ada yaitu melihat persoalan-persoalan hukum yang muncul,

kemudian penelitian dilakukan dengan cara meneliti dan mengkaji melalui bahan

pustaka atau data sekunder, yaitu bahan-bahan hukum berupa konvensi, literatur-

literatur serta dokumen yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang

diangkat mengenai kedudukan ISIS dalam hukum internasional.

C. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah

data sekunder yang berasal dari sumber kepustakaan yang terdiri dari:4

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

hukum mengikat.5 Pada penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan,

yaitu:

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Charter).

Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara.

Konvensi Den Haag IV, Convention Respecting The Laws And Customs

Of War on Land 1907.

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan Diplomatik.

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukumi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004,

hlm. 50. 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press),

2007, hlm. 52.

Page 85: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

66

Statuta Mahkamah Internasional.

Convention Againts Terrorist Bombing (1997)

Convention for the Supression of the Financing of Terrorism (1999)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu terdiri dari bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum sekunder6, seperti buku-buku yang, skripsi-skripsi,

artikel-artikel yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, jurnal, surat kabar,

internet, hasil-hasil penelitian, pendapat para ahli atau sarjana hukum yang

dapat mendukung dalam pemecahan masalah yang diteliti dalam penelitian

ini.

3) Bahan hukum tersier, yaitu terdiri dari:7

Bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus-kamus

bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, ataupun ensiklopedia.

Bahan-bahan di luar bidang hukum, seperti buku-buku, majalah-majalah,

surat kabar di bidang komunikasi khususnya di bidang jurnalistik yang

digunakan oleh penulis untuk melengkapi maupun menunjang data

penelitian.

6 Ibid.

7 Ibid.

Page 86: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

67

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, yaitu dengan cara

mengumpulkan berbagai ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berkaitan

dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, mempelajari literatur-

literatur, artikel-artikel, serta bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini, yang dilakukan dengan penelusuran kepustakaan ke

Perpustakaan Universitas Lampung, ataupun Perpustakaan Universitas lainnya,

Perpustakaan Nasional (secara online), Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung,

dan situs-situs internet yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Metode Pengolahan Data

Setelah data-data yang diperlukan diperoleh, maka selanjutnya akan dilakukan

pengolahan data, yang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Seleksi data, yaitu pemeriksaan data untuk menyaring data-data tersebut

sesuai dengan keperluan penelitian.

2) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang atau pokok

bahasan agar mempermudah dalam menganalisanya.

3) Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang telah

ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam menganalisanya.

F. Analisa Data

Metode yang digunakan dalam analisis data adalah analisis kualitatif, yaitu

memberikan arti dari setiap data yang diperoleh dengan cara menggambarkan atau

menguraikan data hasil penelitian dalam bentuk uraian kalimat secara terperinci,

Page 87: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

68

kemudian dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban masalah

yang diangkat dalam penulisan ini.

Page 88: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan dan penguraian fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sebagai sebuah kelompok militan jihad,

saat ini keberadaannya dengan segala aktifitasnya telah berkembang dan

dikenal oleh seluruh masyarakat internasional, dan sampai saat ini tidak dapat

dikategorikan sebagai subjek hukum internasional. Kegiatan ISIS tersebut

didominasi oleh tindakan-tindakan kekerasan yang meresahkan masyarakat

internasional karena dianggap mengganggu keamanan dan perdamaian dunia.

2. Dilihat dari gambaran ISIS secara umum melalui aktifitas organisasinya

selama ini ada dua subjek hukum internasional dan satu kategori, yang unsur-

unsurnya sebagian besar juga terdapat dalam ISIS, yaitu Negara, Belligerent,

dan Teroris. Berdasarkan penjelasan sebelumnya pada bab pembahasan

dengan menguraikan dan menganalisis satu per satu karakteristik ketiga

kategori tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa ISIS saat ini dapat

dikategorikan sebagai kelompok teroris . Hal ini didasarkan pada unsur-unsur

yang terdapat dalam karakteristik teroris, sesuai dengan fakta-fakta yang

terdapat pada ISIS, yaitu dilakukan oleh individu atau kelompok, adanya

motif atau tujuan tertentu, serta melakukan segala bentuk yang membuat rasa

takut (teror) dengan menggunakan kekerasan baik fisik maupun psikis kepada

Page 89: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

121

orang lain. Hal tersebut juga diperkuat dengan belum adanya sampai saat ini

pengakuan dari subjek hukum internasional lainnya terhadap ISIS, sebagai

salah satu subjek hukum internasional.

B. Saran

Dari penjabaran di atas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian terhadap

Kedudukan ISIS dalam Hukum Internasional, maka penulis memberikan saran,

yaitu:

1. Diharapkan ISIS sebagai sebuah entitas yang awalnya dibentuk untuk maksud

dan tujuan yang baik, yaitu mendirikan sebuah Negara Islam dengan

menjunjung tinggi syariat Islam, dapat kembali kepada tujuan semula, serta

turut menjadi bagian dalam kehidupan internasional dalam menjaga

keamanan dan perdamaian dunia.

2. Mengingat semakin beraninya ISIS dalam melancarkan aktifitas-aktifitasnya

yang ekstrem tersebut diharapkan perlu adanya penegasan terkait status atau

kedudukan ISIS dalam hukum internasional oleh pihak yang memiliki

kewenangan tinggi dalam lingkup internasional sehingga dapat dilakukan

penuntutan lebih lanjut terhadap ISIS apabila aktifitasnya dianggap sudah

sangat mengancam perdamaian dan keamanan dunia. Penulis juga

beranggapan jika diperlukan pembentukan ketentuan internasional terkait hal

ini juga sangat baik untuk dilakukan sebagai langkah kongkret dari usaha

menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Page 90: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta.

Rajawali Pers. 1991.

Akehurst, Michael. A Modern Introduction to International Law. London: George

Allen and Unwin. 1982.

Brierly, J.L. Hukum Bangsa-Bangsa : Suatu Pengantar Hukum Internasional

(terj. Moh. Radjab). Jakarta: Bhratara. 1996.

Brownlie, Ian. Principle of Public International Law, The English Languange

Book Society. Oxford: Oxford University Press. 1977.

Cassese, Antonio. International Criminal Law. New York: Oxford University

Press. 2003.

Dixon, Martin. Textbook on International Law. London: Blackstone Press. 1996.

Djelantik, Sukawarsini. Terorisme (Tinjauan Psikolgis Politis, Peran Media,

Kemiskinan, dan Keamanan Nasional). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

2010.

Harris, David. J. Cases and Material on International Law. London: Sweet and

Maxwell. 1983.

Higgins, Rosalyn. The Development of International through the Political Organs

of The United Nations. Oxford: Oxford University Press. 1969.

Kantaatmadja, Komar. Evolusi Hukum Kebiasaan Internasional. 1998.

Kusumaatmadja, Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Bandung. Binacipta.

1981.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional.

Bandung. P.T. Alumni. 2003.

Mauna, Boer. Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Globa. Bandung: Alumni. 2000.

Page 91: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

Machiavelli, Nicollo. II Principe (terj. C. Woekirsari). Jakarta: Gramedia. 1999.

Mills, Kurt. Human Rights in the Emerging Global Order: A New Sovereignty.

London: McMillan. 1998.

O’Brien, John. International Law. London: Cavendish. 2001.

Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional. Bandung. CV. Mandar

Maju. 1990.

Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada. 2010.

Shaw, Malcolm. N. International Law. London: Butterworth. 1989.

Starke, J.G., Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi ke-10. Jakarta. Sinar

Grafika. 1989.

Suryokusumo, Sumaryo. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta.

PT. Tatanusa. 2003.

Susilo, Taufik Adi. Ensiklopedia Pengetahuan Dunia Abad 20. Yogyakarta:

Javalitera. 2010.

Suwardi, Sri Setianingsih. Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta:

Universitas Indonesia (UI-Press). 2004.

Tahar, Abdul Muthalib. Hukum Internasional dan Perkembangannya. Lampung.

Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2012.

Tasrif, S., Hukum Internasional Tentang Pengakuan dalam Teori dan Praktek.

Bandung. Abardin, Cet. 2. 1987.

Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. Hukum Internasional Kontemporer.

Bandung. PT. Refika Aditama. 2006.

Wallace, Rebecca M.M., International Law, diterjemahkan oleh: Bambang

Arumanadi. Semarang. IKIP Semarang Press. 1986.

Wijata, Bima Ari Putri. Insurgency and Belligerency. Semarang. 2013.

Jurnal dan Skripsi:

Anthony Csabafi, The Concept of State Jurisdiction in International Space Law,

The Hague, 1971.

Page 92: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal

Approach dalam G. Abi-Saab (ed). The Concept of International Organization,

1981.

Mulyana W. Kusumah, Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum, Jurnal

Kriminologi FISIP Universitas Indonesia, Vol. 2, No. 3, Desember 2002.

TB. Rony R. Nitibaskara, Terorisme sebagai Kejahatan Penuh Wajah, Jurnal

Kriminologi Indonesia, Vo. 2, No. 3, Desember 2002.

Jurnal Hukum Internasional, “Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional”,

yang ditulis oleh Arief Setiawan, S.H.

Skripsi Beni Prawira Candra Jaya, Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi

Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya dengan Prinsip Non

Intervensi, Fakultas Hukum, Universitas Lampung, 2015.

Konvensi Internasional:

Konvensi Den Haag IV, Convention Respecting The Laws And Customs Of

War on Land 1907.

Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara.

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan Diplomatik.

Statuta Mahkamah Internasional.

Convention Againts Terrorist Bombing (1997)

Convention for the Supression of the Financing of Terrorism (1999)

Artikel Internet

“ISIS Lakukan Kejahatan Seksual Sistematis Terhadap Wanita Izadi” dalam

http://arrahmahnews.com/2015/04/16/isis-lakukan-kejahatan-seksual-

sistematis-terhadap-izadi/ , yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk.

16.00 WIB.

“Kejahatan ISIS di Irak: Lebih dari 2.000 Warga Irak Dibunuh ISIS” dalam

http://www.islam-institute.com/kejahatan-isis-di-irak-lebih-dari-2-000-

warga-irak-dibunuh-isis/, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.00

WIB.

Page 93: “KEDUDUKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS)digilib.unila.ac.id/22812/14/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Yosua Permata Adi, dan Dear Mapala Simarmata atas dukungan dan

“Kemunculan dan Aktivitas ISIS di Afghanistan” dalam

http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/102304-kemunculan-dan-

aktivitas-isis-di-afghanistan, yang diakses pada 30 Agustus 2015, pk.

16.40 WIB.

“Jejak ISIS di Indonesia” dalam http: // nasional.tempo.co /read/news/ 2014/12/28/

078631345/ jejak-aktivitas-isis-di-indonesia

“Asal – Muasal ISIS dan Perkembangannya” dalam http: //www.dakwatuna.com/

2014/06/30/53863/ , diakses pada 10 Januari 2016, pk. 18.15 WIB.

“Sejarah Lahirnya ISIS” dalam http://www.portalsejarah.com/sejarah-lahirnya-

isis.html, diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.37 WIB.

“Sejarah ISIS di Dunia dan Indonesia” dalam http: //ensiklopediasli.co.id/

2015/06/sejarah-isis-di-dunia-dan-indonesia-serta-apa-tujuannya.html,

diakses pada 10 Januari 2016, pk. 18.10 WIB.

“Lahirnya ISIS” dalam http://www.kompasiana.com/makenyok/lahirnya-isis-

islamic-state-of-iraq-and-syria-atau-negara-islam-irak-dan-syriah, yang

diakses pada 30 Agustus 2015, pk. 16.40 WIB.

Subjek Hukum Internasional , “Pengertian Subjek Hukum Internasional”, Status

Hukum, Art in the Science of Law, 2013 dalam artikel di website

http://statushukum.com/subjek-hukuminternasional.html.