kecap ikan_agustina cloudia_13.70.0092_b3_unika soegijapranata

22
Acara IV KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Agustina Cloudia 13.70.0092 Kelompok B3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: praktikumhasillaut

Post on 08-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

praktikum kecap ikan ini dilakukan pada hari Senin,21 September 2015. Kecap Ikan merupakan produk samping dalam industri pengolahan ikan dengan menggunakan fermentasi baik secara enzimatis maupun dengan garam.

TRANSCRIPT

Page 1: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara IV

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Agustina Cloudia 13.70.0092

Kelompok B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,

panci, kain saring, dan pengaduk kayu.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim

papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam

toples

Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%

Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk

Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan

ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)

Page 3: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua

Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan aroma

Page 4: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan produk kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)B1 Enzim papain 0,2% ++ +++ +++ ++ 5,5B2 Enzim papain 0,4% +++++ +++++ +++ +++ 6,0B3 Enzim papain 0,6% +++++ +++++ ++ ++ 5,0B4 Enzim papain 0,8% ++++ ++++ ++ ++ 4,5B5 Enzim papain 1% ++++ ++++ ++ +++ 5,9

Keterangan :Warna :+ : tidak coklat gelap++ : kurang coklat gelap +++ : agak coklat gelap++++ : coklat gelap+++++ : sangat coklat gelapAroma :+ : sangat tidak tajam++ : kurang tajam+++ : agak tajam++++ : tajam+++++ : sangat tajam

Rasa :+ : sangat tidak asin++ : kurang asin+++ : agak asin++++ : asin+++++ : sangat asinPenampakan :+ : sangat cair++ : cair+++ : agak kental++++ : kental+++++ : sangat kental

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan konsentrasi papain

pada kecap ikan yang dibuat oleh kloter B. Kelompok B1 menggunakan konsentrasi

papain 0,2 %; kelompok B2 menggunakan konsentrasi papain 0,4%; kelompok B3

menggunakan konsentrasi papain 0,6%; kelompok B4 dengan konsentrasi 0,8% dan

kelompok B5 dengan konsentrasi 1%. Dalam segi warna, kecap ikan yang dihasilkan

kelompok B2 dan B3 menunjukkan warna sangat coklat gelap sedangkan kelompok B1

menghasilkan warna kurang coklat gelap. Dalam segi rasa, kelompok B2 dan B3

menunjukkan rasa yang sangat asin sedangkan kelompok B1 agak asin. Untuk

parameter aroma tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Aroma yang dihasilkan pada

kelompok B1 dan B2 adalah agak tajam, sedangkan kelompok B3-B5 menunjukkan

aroma yang kurang tajam. Kelompok B2 dan B5 menunjukkan penampakan yang agak

kental, sedangkan kelompok B1, B3 dan B4 menunjukkan penampakan kecap asin

yang cair. Salinitas tertinggi diperoleh oleh kelompok B2 (konsentrasi 0,4%) sedangkan

salinitas terendah pada kelompok B4 (konsentraso 0,8%). Dalam hal ini salinitas dan

rasa yang dihasilkan tidak sebanding.

Page 5: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Kecap ikan adalah produk pengolahan yang dibuat dengan fermentasi dimana proses

pembuatannya mudah dan harganya murah. Kecap ikan dapat menggunakan sari daging

ikan sebagai bahan bakunya. Pembuatan kecap ikan dinilai sangat ekonomis karena

bahan yang diperoleh tersedia, dimana dapat menggunakan semua jenis ikan

(Moeljanto,1992). Mutu kecap ikan dapat dilihat dari penggunaan garam dan waktu

yang digunakan untuk proses fermentasi. Kecap ikan dapat diidentifikasi dengan

keberadaan senyawa nitrogen, warna kecap yang kekuningan hingga coklat muda dan

rasa agak asin (Kasmidjo,1990).

Kualitas kecap ikan juga dapat dilihat dari material ikan yang digunakan, konsentrasi

garam yang digunakan, metode yang digunakan dan waktu. Rasio garam dan ikan yang

digunakan akan menghasilkan kecap ikan yang bagus (Mueda, 2015).

Kecap ikan memiliki variasi nama lain di berbagai negara, dan umumnya terkenal di

daerah Asia Tenggara, Asia Selatan dan Eropa (Astawan & Astawan, 1988). Kecap ikan

memiliki kandungan gizi yang tinggi, karena adanya protein ikan yang mudah dicerna

dan diserap tubuh serta banyak mengandung asam amino esensial (Hadiwiyoto,1993).

Aplikasi kecap ikan antara lain sebagai pengganti garam sehingga mampu menambah

cita rasa, dan dapat untuk merendam daging (Loha,1998). Aplikasi lainnya antara lain

sebagai sumber suplemen makanan yang bersifat tradisional, flavor, dan komponen

tambahan dan pembuatan soy sauce dan seasoning (Ibrahim,2010). Proses pembuatan

memiliki kelemahan dimana membutuhkan waktu lama (Moeljanto,1992).

Adanya aroma yang khas pada kecap ikan dipengaruhi oleh amida atau amina dari asam

glutamat dan asam lemak rantai pendek. Dalam fermentasi kecap ikan, aktivitas

enzimatis dari mikroba menyebabkan terjadinya proses biodegradasi jaringan ikat

sehingga memperoleh senyawa dengan berat molekul rendah (Leon,1979). Jenis

fermentasi yang dapat digunakan adalah secara enzimatis atau dengan garam. Jika

menggunakan cara enzimatis, maka membutuhkan enzim proteolitik, dimana enzim ini

akan mempercepat penguraian protein sehingga proses pembuatan kecap ikan lebih

Page 6: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

cepat. Enzim proteolitik termasuk enzim yang tidak tahan pada garam (salt intolerant).

Enzim proteolitik yang umumnya digunakan adalah enzim bromelin dan papain, dimana

akan memberikan rasa yang khas tetapi aromanya kurang disukai oleh masyarakat

(Astawan & Astawan,1988).

Adanya garam bertujuan untuk menarik air, protein dan mineral dalam bahan karena

garam memiliki tekanan osmotik yang tinggi serta dapat mencegah adanya

pembusukan. Waktu pembuatan kecap ikan dengan fermentasi dengan menggunakan

garam sekitar 7 bulan (Afrianto & Liviawaty, 1989). Proses fermentasi yang lama juga

dapat disebabkan mikroorganisme pembantu fermentasi tidak dapat hidup dikondisi

kandungan garam yang tinggi (Lee,2013). Aktivitas enzim dapat bekerja dengan

maksimal dikarenakan beberapa hal antara lain (1) jenis dan konsentrasi substrat ;(2)

konsentrasi enzim;(3) Suhu, suhu optimal untuk enzim bekerja maksimal adalah 18-

23oC dengan maksimal 40oC;(4) pH, pH optimum adalah 4,5-8. pH yang terlalu rendah

atau tinggi akan menyebabkan denaturasi; (5) Adanya aktivator dan inhibitor.

Produk fermentasi dari ikan hasilnya dapat dimaksimalkan dengan penambahan filamen

jamur seperti KOJI, dimana mampu meningkatkan kualitas fermentasi karena di

dalamnya terdapat amilase, lipase dan protease. KOJI juga mempu mempercepat proses

hidrolisis dari fermentasi (Fukuda,2014). Nama lain kecap ikan di Thailand adalah Nam

pla. Kandungan garam dalam Nam-pla sekitar 25-30% dan terdapat mikroorganisme

dari bakteri halofilik (Tanasupawat,2009).

Lay (1994) dan Lee (1992) menambahkan bahwa alasan penggunaan enzim dapat

mempercepat proses fermentasi dikarenakan berkurangnya angka pada rantai ikatan

peptida berkurang dan rusaknya struktur miofibril dalam bahan baku. Penggunaan

mikroba juga dapat membantu proses pembuatan kecap ikan dimana mikroba yang

dipilih adalah golongan mikroba tahan garam tinggi (salt tolerant) (Astawan &

Astawan,1991). Tujuan adanya pengolahan ikan sebagai produk samping adalah

mencegah peningkatan bahan sisa, dimana bahan sisa tersebut sebenarnya dapat diolah.

Pengolahan ikan akan memperpanjang umur simpan, memperbaiki rasa, tekstur, bau

Page 7: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

dan penampakan. Kecap ikan dapat diolah dengan menggunakan bahan sisa dari

pengolahan sebelumnya seperti insang, kepala, dan tulang (Iskandar,1995).

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bagian sisa ikan bawal yang

digunakan untuk praktikum pembuatan surimi antara lain tulang dan kepala ikan.

Langkah kerja yang dilakukan adalah tulang dan kepala ikan diambil sebanyak 50 gram

dan dihancurkan menggunakan blender kemudian ditambahkan enzim papain pada

asing masing kelompok. Untuk menghasilkan produk kecap ikan yang berkualitas, maka

dibutuhkan bahan ikan yang masih segar (Afrianto & Liviawaty,1989).

Tujuan penghalusan tulang dan kepala ikan agar proses ektraksi berjalan dengan efektif,

karena dengan rusaknya sel akan membuat senyawa flavor (protein, lemak) dalam

bahan menjadi cepat keluar, memperbesar luas permukaan bahan, meningkatkan

pencampuran bahan sehingga lebih homogen (Saleh et al,1996). Konsentrasi enzim

papain yang digunakan antara lain 0,2% (kel B1); 0,4% (kel B2); 0,6% (kel B3); 0,8%

(kel B4) dan 1% (kel B5) yang selanjutnya diinkubasi selama 4 hari. Enzim papain

adalah golongan endopeptidase, dimana akan bekerja untuk memecah protein dari

dalam (Winarno,1995). Penggunaan enzim dapat mempercepat proses fermentasi.

Enzim papain adalah jenis enzim protease yang dapat memcah protein menjadi pepton,

peptida dan asam amino. Papain juga mampu meningkatkan kandungan protein dalam

kecap dan memperkuat rasa sehingga menghasilkan kecap ikan dengan kualitas tinggi

(Muhidin, 1999).

Proses inkubasi yang dilakukan sesusai dengan teori Afrianto & Liviawaty (1989)

dimana fermentasi secara enzimatis pada pembuatan kecap ikan akan lebih cepat

dibandingkan fermentasi dengan garam. Astawan & Astawan (1991) kembali

menambahkan apabila waktu fermentasi yang dilakukan terlalu lama, akan

menghasilkan rasa yang tidak enak, hal ini disebabkan saat fermentasi komponen yang

mengalami pemecahan menjadi lebih banyak (amylase, maltase, fosfatase,

lipatase,lipase, proteinase). Pada inkubasi penutupan toples harus dilakukan dengan

sempurna, karena untuk mencegah kontaminasi dan menciptakan suasana anaerob di

dalam toples.

Page 8: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Daryono (1974) menambahkan bahwa terdapat karakteristik kestabilan enzim papain

antara lain, stabil pada pH 5, akan rusak pada pH kurang dari 3 dan diatas 11, tahan di

suhu tinggi, tahan pada pelarut organik serta reagen yang bisa merusak enzim. Dapat

disimpulkan enzim papain termasuk enzim protease yang memiliki tingkat kestabilan

paling tinggi. Hasil fermentasi kecap ikan kemudian ditambahkan air sebanyak 300 ml

air dan diaduk. Penambahan air bertujuan untuk menghomogenkan hasil fermentasi

yang didapatkan. Dilakukan penyaringan setelah itufiltrat direbus selama 30 menit

hingga mendidih. Penyaringan dilakukan agar didapatkan filtrat murni yang telah

terpisah dari padatan atau kotoran (Moeljanto,1992). Pemasakan hasil fitrat bertujuan

agar viskositas larutan meningkat (Fellows,1990).

Pada saat perebusan ditambahkan bahan tambahan seperti 50 g bawang putih, 50 gram

garam dan 50 gram gula kelapa. Bumbu dapat berfungsi sebagai pengawet. Bawang

putih berperan sebagai antimikrob, meningkatkan umur simpan. Di dalam bawang putih

terkandung senyawa allicin (Fachruddin,1997). Garam yang ditambahkan pada kecap

ikan berfungsi untuk menghasilkan rasa asin, penguat rasa dan dapat memberi efek

pengawetan (Astawan & Astawan,1991). Cara kerja garam sebagai pengawet adalah

menurunkan aw, kelarutan oksigen dan mengganggu keseimbangan ionik dari sel.

Energi dalam sel akan berkurang karena keseimbangan ionik terganggu sehingga sel

akan mati (Desrosier,1977).

Gula kelapa atau gula jawa akan memberikan warna pada kecap ikan, yaitu coklat

karamel serta menghasilkan flavor yang khas. Selain itu, gula jawa dapat mengurangi

rasa asin akibat penambahan garam yang berlebihan, menambah viskositas kecap,

memberikan rasa lembut, dan menambah aroma dari kecap ikan (Kasmidjo,1990).

Selama pemasakan perlu dilakukan pengadukan agar campuran bahan menjadi

homogen. Setelah mendidih, kecap didiamkan terlebih dahulu sampai dingin dan

kemudian dilakukan penyaringan kedua. Dilakukan pengujian sensori (warna, aroma

dan rasa) dan salinitas pada kecap ikan. Penyaringan kedua ini bertujuan untuk

memisahkan ampas dan filtrat sehingga didapatkan kecap ikan yang murni tanpa ampas

(Moeljanto,1992).

Page 9: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Pengujian salinitas (kadar garam) dilakukan dengan mengukur padatan terlarut.

Penghitungan dilakukan dengan hand refractometer dengan satuan brix. Brix adalah zat

padatan yan terlarut pada setiap 100 gram larutan. Berdasarkan hasil pengamatan,

dengan penambahan konsentrasi yang berbeda menghasilkan hasil yang berbeda pula

pada segi warna, aroma, rasa, penampakan dan salinitas.

Dalam segi warna, kecap ikan dengan konsentrasi 0,4% (kel B2) dan 0,6% (kel B3)

menghasilkan warna yang sangat coklat gelap, warna pada kel B1 (konsentrasi kurang

coklat gelap) sedangkan untuk kelompok lainnya menghasilkan warna yang hampir rata

yaitu coklat gelap. Faktor yang mempengaruhi perbedaan warna antara lain (1) Adanya

reaksi Maillard, dimana reaksi ini akan menghasilkan warna coklat; (2) Aktivitas enzim

proteolitik, dimana warna kecap ikan yang semakin gelap disebabkan konsentrasi enzim

yang ditambahkan juga banyak; (3) Suhu, suhu tinggi dapat menyebabkan karamelisasi

gula pada kecap ikan sehingga warna menjadi lebih pekat (Petrucci,1992). Sehingga

seharusnya kecap ikan pada kelompok B5 dengan konsentrasi papain 1% menghasilkan

warna yang lebih pekat.

Dalam segi rasa, kelompok B2-B5 menghasilkan rasa yang tidak terlalu jauh (asin dan

sangat asin) sedangkan untuk kelompok B1 menghasilkan rasa yang agak asin. Dalam

hal ini, dapat dilihat bahwa warna dan rasa menghasilkan hasil yang sebanding. Hal ini

berbeda dengan teori Astawan & Astawan (1988), seharusnya kecap ikan dengan

konsentrasi enzim yang tinggi akan menghasilkan rasa paling kuat (paling asin).

Penyebabnya adalah saat fermentasi terjadi pembentukan cita rasa, yang berasal dari

pemecahan senyawa kompleks. Semakin besar konsentrasi enzim yang ditambahkan

maka proses fermentasi dan pemecahan protein semakin berjalan sempurna sehingga

menghasilkan rasa yang semakin kuat. Adanya rasa asin pada kecap ikan dapat

disebabkan karena keberadaan senyawa amilase, maltase, lipase, proteinase, dll.

Afrianto & Liviawaty (1989) menambahkan bahwa adanya hasil yang berbeda dapat

dipengaruhi beberapa hal antara lain proses pemasakan yang kurang sempurna,

penambahan bumbu, dan senyawa peptida.

Page 10: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Dalam segi aroma, hasil yang diperoleh kelompok B1 hingga B5 menghasilkan hasil

yang tidak berbeda dimana hasilnya adalah kurang tajam dan agak tajam. Aroma yang

muncul dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu (1) Jumlah bumbu yang ditambahkan, (2)

Keberadaan komponen nitrogen (amonia, histidin dan arginin), (3) Adanya enzim

protease, dimana semakin kuat daya proteolitik dari enzim maka aroma ikan yang amis

akan semakin kuat, (4) Keberadaan asam glutamat juga mempengaruhi flavor kecap

yang kuat (Armstrong,1995). Sehingga seharusnya konsentrasi papain 1% akan

menghasilkan aroma yang paling kuat.

Dalam segi penampakan, konsentrasi papain 0,4% (kel B2) dan 1% (kel B5)

menghasilkan penampakan yang agak kental sedangkan kelompok B1,B3 dan B4

menghasilkna penampakan kecap yang cair. Hal ini sesuai dengan pendapat Sayed

(2010), dimana umumnya penampakan kecap ikan yaitu cair atau agak kental. Adanya

perbedaan antara hasil dan teori pada kualitas sensori dapat disebabkan beberapa hal

antara lain kesalahan penimbangan enzim, penilaian panelis yang subjektif sehingga

kurang akurat, dan kurang akuratnya proses yang dilakukan pada masing-masing

kelompok (cara pengadukan dan pemanasan), serta jumlah bumbu yang ditambahkan.

Dalam uji salinitas dengan menggunakan hand refractometer, urutan salinitas tertinggi

ke terendah adalah 6,0 % (kel B2, konsentrasi 0,4%); 5,9% ( kel B5, konsentrasi 1%);

5,5% (kel B1, konsentrasi 0,2%); 5,0% (kel B3, konsentrasi 0,6) dan 4,5% (kel B4,

konsentrasi 0,8%). Hal ini berbeda dengan teori Astawan & Astawan (1988) dimana

seharusnya konsentrasi enzim yang tinggi akan menghasilkan salinitas yang tinggi pula,

dikarenakan dalam proses fermentasi berjalan sempurna dan menghasilkan rasa yang

kuat (paling asin) sehingga kadar garam nya juga tinggi. Rasa asin yang kuat dapat

disebabkan jumlah asam glutamat yang tersedia pada hasil produk tersebut. Kesalahan

ini disebabkan kurang akuratnya membaca skala pada alat dan pemakaian api kompor

yang berbeda sehingga hasil reaksi yang terjadi juga berbeda.

Page 11: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Kecap ikan dapat menggunakan sari daging ikan sebagai bahan bakunya

Mutu kecap ikan dapat dilihat dari penggunaan garam dan waktu yang digunakan

untuk proses fermentasi

Aroma yang khas pada kecap ikan dipengaruhi asam glutamat dan asam lemak

rantai pendek

Jenis fermentasi yang dapat digunakan adalah secara enzimatis atau dengan garam

Fermentasi enzimatik menggunakan enzim proteolitik

Waktu pembuatan kecap ikan dengan fermentasi garam membutuhkan waktu

lebih lama dibandingkan dengan cara enzimatis

Enzim proteolitik dapat mempercepat penguraian protein pada bahan

Jenis mikroba yang digunakan untuk pembuatan kecap ikan adalah mikroba yang

tahan pada kandungan garam tinggi

Penghalusan bahan akan membuat senyawa flavor mudah keluar

Enzim papain adalah jenis enzim protease yang dapat memcah protein menjadi

pepton, peptida dan asam amino

Enzim papain dapat memperkuat rasa dan meningkatkan protein dalam kecap ikan

Enzim papain stabil pada pH 5

Enzim papain termasuk enzim protease yang memiliki tingkat kestabilan paling

tinggi

Bawang putih berperan sebagai antimikrob dan dapat meningkatkan umur simpan

Garam berfungsi untuk penguat rasa dan efek pengawetan

Gula kelapa menghasilkan flavor yang khas

Pengujian salinitas (kadar garam) dilakukan dengan mengukur padatan terlarut

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka warna kecap ikan akan semakin pekat,

rasa paling asin dan aroma paling kuat

Parameter rasa sebanding dengan salinitas

Semakin banyak konsentrasi yang ditambahkan maka proses fermentasi semakin

berjalan sempurna

Semarang, 1 Oktober 2015Praktikan, Asisten Dosen

Page 12: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Michelle Darmawan

Agustina Cloudia13.70.0092

Page 13: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, W. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M.W. & M.Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo. Jakarta.

Daryono, M dan Muhidin. 1974. Penentuan Aktivitas dan Produksi Papain Kasar Tiap Buah dari Beberapa Varietas Pepaya. Buletin Penelitian Hortikultura 2.

Desrosier, N. W. and Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.

Fukuda, T., Furushita, M., Shiba, T., K, Harada. (2014) Fish Fermented Technology by Filamentous Fungi. Journal of National Fisheries University. 62(4). 163-168.

Hadiwiyoto, S. (1993). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1. Liberty. Yogyakarta.

Ibrahim, Sayed Mekawi. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) For Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172.

Iskandar, H.M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Page 14: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall, Inc. New York.

Lee, J. M., Lee, D.M., Kim, S.M. (2013). The Effects of Koji and Histidine on the Formation of Histamine in Anchovy Sauce and the Growth Inhibition of Histamine Degrading Bacteria with Preservatives. American Journal of Advanced Food Science and Technology. Vol (1). 25-36.

Leon, S. Y. 1979. Tropical food in the far east, Di dalam G. E. Tuglett dan G. Chara Lambaous. Chemistry and Nutrition. Vol 2. Academic Press, New York.

Loha,K.(1998). Adventures in Thai Cookiing & Travel.How Fish Sauce is Made. www.thaifooandtravel.com

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mueda, R. T. (2015). Physico-chemical and color characteristics of saltfermented fish sauce from anchovy Stolephorus commersonii. International Journal of the Bioflux Society. Vol 8.

Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Sayed M.I. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) for Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172 (2010).

Tanasupawat, S., Namwong, S., Kudo, T., T., Itoh. (2009). Identification of Halophilic bacteria From Fish Sauce (Nam-pla) in Thailand. Journal of Culture Collections. Vol (6). 69-75.

Page 15: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.

Page 16: Kecap Ikan_Agustina Cloudia_13.70.0092_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus : Salinitas (% )=hasil pengukuran1000

x 100 %

Kelompok B 1

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 551000

x100 %=5,5 %

Kelompok B 2

Hasil pengukuran = 60

Salinitas (% )= 601000

x100 %=6,0 %

Kelompok B 3

Hasil pengukuran = 50

Salinitas (% )= 501000

x100 %=5,0 %

Kelompok B 4

Hasil pengukuran = 45

Salinitas (% )= 451000

x100 %=4,5 %

Kelompok B 5

Hasil pengukuran = 59

Salinitas (% )= 591000

x100 %=5,9 %

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal