kebudayaaan aceh

32
1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan Aceh”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Budaya Nusantara yang diajarkan oleh Bapak F.X. Dasuki. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu kami baik langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan. Tiada balasan yang setimpal yang diberikan oleh penulis selain ucapan terima kasih dan harapan agar makalah ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa karya makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca dan pihak yang berkepentingan. Tangerang, 20 April 2011 Penyusun

Upload: iki-aneuk-guba

Post on 22-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebudayaaan Aceh

1

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan

rahmat dan hidayatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebudayaan

Aceh”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Budaya

Nusantara yang diajarkan oleh Bapak F.X. Dasuki.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu kami baik langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat diselesaikan

dalam waktu yang ditentukan. Tiada balasan yang setimpal yang diberikan oleh penulis selain ucapan

terima kasih dan harapan agar makalah ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa karya makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca

dan pihak yang berkepentingan.

Tangerang, 20 April 2011

Penyusun

Page 2: Kebudayaaan Aceh

2

DAFTAR ISI

A. LETAK GEOGRAFIS........................................................................................................................... 4

B. SISTEM BUDAYA.............................................................................................................................. 6

C. SISTEM SOSIAL.................................................................................................................................6

D. KEBUDAYAAN FISIK..........................................................................................................................9

1) SISTEM RELIGI..............................................................................................................................9

2) SISTEM ORGANISASI SOSIAL......................................................................................................10

3) SISTEM ILMU PENGETAHUAN....................................................................................................13

4) BAHASA......................................................................................................................................14

5) KESENIAN...................................................................................................................................15

SASTRA...................................................................................................................................15

SENJATA TRADISIONAL...........................................................................................................16

RUMAH TRADISIONAL............................................................................................................16

PAKAIAN ADAT.......................................................................................................................17

TARIAN................................................................................................................................... 18

MAKANAN KHAS.................................................................................................................... 20

KESENIAN LAIN.......................................................................................................................21

6) MATA PENCAHARIAN................................................................................................................22

7) TEKNOLOGI PEMBANGUNAN....................................................................................................23

E. RANGKUMAN............................................................................................................................23

Page 3: Kebudayaaan Aceh

3

A. LETAK GEOGRAFISAceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-

2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia.

Aceh terletak di ujung pulau Sumatra antara 2’ – 6’ Lintang Utara dan 95’ – 98’ Lintang

Selatan, dengan kawasan seluas 57.365,57 km persegi atau 12,26% pulau Sumatera.

Aceh memiliki 119 pulau, 73 sungai besar, dan 2 buah danau.. Provinsi ini berbatasan

dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di

sebelah timur, dan Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Ibukota Aceh adalah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Sabang,

Lhokseumawe dan Langsa.

Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang

mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:

Gambar 1 Kabupaten dan Kota di Aceh

1. Kabupaten Aceh Barat

2. Kabupaten Aceh Barat

3. Kabupaten Aceh Besar

4. Kabupaten Aceh Jaya

5. Kabupaten Aceh Selatan

6. Kabupaten Aceh Singkil

7. Kabupaten Aceh Tamiang

8. Kabupaten Aceh Tengah

9. Kabupaten Aceh Tenggara

10. Kabupaten Aceh Timur

11. Kabupaten Aceh Utara

12. Kabupaten Bener Meriah

13. Kabupaten Bireuen

14. Kabupaten Gayo Lues

15. Kabupaten Nagan Raya

16. Kabupaten Pidie

17. Kabupaten Pidie Jaya

18. Kabupaten Simeulue

19. Kota Banda Aceh

20. Kota Langsa

21. Kota Lhokseumawe

22. Kota Sabang

23. Kota Subulussalam

Page 4: Kebudayaaan Aceh

4

B. SISTEM BUDAYA

Awal Aceh dalam sumber antropologi disebutkan bahwa asal-usul Aceh berasal dari

suku Mantir (atau dalam bahasa Aceh: Mantee) yang mempunyai keterkaitan dengan

Mantera di Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk Khmer).

Menurut sumber sejarah narasi lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh

Besar tempat kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua

Blaih (desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse.

Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah Aceh

tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain.

Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam

hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam

hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga

atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini

karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang

sebagai ragam hias.

Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi

keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-

benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.

C. SISTEM SOSIAL

Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas,

Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

Page 5: Kebudayaaan Aceh

5

Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%),

Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%),

Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%)

Tamiang, Suku Kluet, Suku Devayan, Suku Sigulai, Suku Haloban dan Suku Julu.Suku

Aceh tersebar terutama di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh

Utara, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Aceh Barat,

Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Penduduk Aceh merupakan keturunan

berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia,

Cham, Cochin China, Kamboja.

Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu:

Suku Aceh

Suku Gayo

Suku Alas

Tamiang

Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh.

Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan

kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini

mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di

bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk

disana.

Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di

kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan

pemeluk agama Islam yang kuat.

Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian,

arian, musik dan adat istiadat.

Page 6: Kebudayaaan Aceh

6

Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan

India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab

yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan

dengan marga-marga mereka Al Aydrus, Al Habsyi, Al Attas, Al Kathiri Badjubier, Sungkar,

Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman.

Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin

campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.

Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan

penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan

Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa India, contoh: Indra Puri). Keturunan

India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan

maka keturunan India cukup dominan di Aceh.

Pedagang pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan

bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan

menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama

Lonceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara

Aceh dan Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai

pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropa.

Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka

pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih

prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka

kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai

namanama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh

pun adalah warisan bangsa Persia (Banda/Bandar arti: Pelabuhan).

Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No

(pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan

nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah

dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan

menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat

itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya.

Page 7: Kebudayaaan Aceh

7

Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa

yang masih kental.

Sejarah pun mencatat bahwa tokoh-tokoh besar kelas dunia seperti, Marco Polo, Ibnu

Battuta, serta Kubilai Khan, pernah singgah di tanah Aceh.

D. KEBUDAYAAN FISIK

1) SISTEM RELIGI

Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam.

Oleh sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya

"pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama

tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu saja,

sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan berbaur

dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi tersebut

melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam kebudayaan tersebut

masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme.

Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli

yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.

Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang

dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan

bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.

Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi

yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar

warganya yang menganut agama Islam. Syariat Islam :

berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat

manusia, baik Muslim maupun non Muslim

Page 8: Kebudayaaan Aceh

8

Sumber: Al-Qur'an (sumber hukum Islam yang pertama), Hadis (seluruh

perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian

dijadikan sumber hukum), Ijtihad (untuk menetapkan hukum Islam

berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis)

Oleh sebab itu segala cabang kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya tidak boleh

berlawanan dengan ajaran Islam.

2) SISTEM ORGANISASI SOSIAL

Pola kehidupan masyarakat Aceh diatur oleh hukum adat yang berdasarkan

kaidah-kaidah hukum agama Islam. Adapun susunan masyarakat adalah sebagai

berikut :

Golongan Rakyat Biasa; yang dalam istilah Aceh disebut Ureung Le (orang

banyak). Disebut demikian karena golongan ini merupakan golongan yang

paling banyak (mayoritas) dalam masyarakat adat Aceh.

Golongan Hartawan; yaitu golongan yang bekerja keras dalam

mengembangkan ekonomi pribadi. Dari pribadi-pribadi yang sudah berada

itulah terbentuknya suatu golongan masyarakat. Karena keberadaannya

sehingga mereka menjelma menjadi golongan hartawan. Golongan ini

cukup berperan dalam soal-soal kemasyarakatan khususnya sebagai

penyumbang-penyumbang dana.

Golongan ulama/cendikiawan; umumnya mereka berasal dari kalangan

rakyat biasa yang memiliki ilmu pengetahuan yang menonjol. Sehingga

mereka disebut orang alim dengan gelar Teungku. Mereka cukup

berperan dalam masalah-masalah agama dan kemasyarakatan.

Page 9: Kebudayaaan Aceh

9

Golongan kaum bangsawan; termasuk didalamnya keturunan Sultan Aceh

yang bergelar “Tuanku” keturunan “Uleebalang” yang bergelar “Teuku”

(bagi laki-laki) dan “Cut” (bagi perempuan).

Selain pembagian susunan masyarakat tersebut di atas, sistem kesatuan

masyarakat Aceh, merupakan perwujudan dari beberapa buah keluarga inti, yang

menjadi suatu kelompok masyarakat; yang disebut “Gampong” (Kampung). Sistem

sosial pada masyarakat Aceh berpedoman pada keluarga inti. Setiap perbuatan yang

dilakukan sebuah keluarga inti akan memberi pengaruh kepada keluarga lainnya.

Dengan demikian hubungan antara satu keluarga inti dengan keluarga inti lainnya

cukup erat.

Dalam kehidupan masyarakat Aceh ada yang namanya hukum adat, yaitu

hukum yang bersendi kepada syariat Islam. Penerapan hukum adat dalam kehidupan

masyarakat Aceh tidak terlepas dari sendi-sendi agama Islam. Oleh karena itu adat dan

hukum tidak bisa dipisahkan seperi hadih maja, “Hukôm ngoen adat lagee zat ngoen

sifeut.”

Harmonisasi antara adat dan Islam ini berkembang dalam berbagai aspek

kehidupan masyarakat. Sistem pemerintahan di Aceh mencerminkan kedua unsur ini.

Dwi tunggal keuchik dan teungku sebagai pemimpin masyarakat desa adalah cerminan

harmonisasi tersebut. Persoalan-persoalan hukum Islam dalam masyarakat

diselesaikan dengan sistem musyawarah dan tumbuh menjadi adat dalam

penyelesaian konflik di desa.

Keuchik dan Teungku adalah orang yang dituakan di sampang/desa. Mereka

melayani masyarakat dalam segala macam persoalan sengketa antar warga, bahkan

Page 10: Kebudayaaan Aceh

10

termasuk pidana sebelum diteruskan ke pengadilan, diselesaikan terlebih dahulu di

desa (kampung). Demikian pula permasalahan sengketa rumah tangga. Penyelesaian

sengketa biasanya dilakukan di meunasah atau balai desa, melalui musyawarah. Bila

upaya damai di desa gagal, barulah diteruskan ke pengadilan. Masyarakat Aceh

memiliki suatu budaya yang mengutamakan penyelesaian sengketa apa saja melalui

perdamaian.

Masyarakat Aceh sangat menghormati penegakan keadilan, baik dalam

lingkungan keluarga, maupun penegakkan keadilan dalam penyelesaian perkara di

pengadilan. Pelaksanaan syariah Islam di Aceh merupakan keinginan rakyat Aceh yang

dilakukan dengan langkah-langkah strategis yaitu: dilakukan secara bertahap; tidak

dengan kekerasan; melalui peningkatan kesadaran dan kecerdasan; dalam konteks

hukum nasional Indonesia; menghadirkan rahmat dan peningkatan peradaban;

meningkatkan kesejahteraan lahiriyah dan batiniyah; tanggung jawab bersama

pemerintah daerah dan masyarakat; hanya berlaku untuk pemeluk agama Islam

sementara non-muslim dapat menundukkan diri.

Sistem kekerabatan

Orang Aceh menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral. Prinsip ini

menyebabkan tidak ada perbedaan istilah kekerabatan antara pihak laki-laki dan pihak

perempuan

Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari

ayah,ibu dan anak- anak yang belum menikah. Namun bagi anak laki-laki sejak

berumur 6 tahun hubungannya dengan orang tua mulai dibatasi. Proses sosialisasi dan

enkulturasi lebih banyak berlangsung di luar lingkungan keluarga.

Proses sosialisasi yang demikian menyebabkan hubungan yang tidak terlalu

intim namun bukan berarti tidak saling menyayangi. Pola hubungan tersebut akhirnya

mendorong anak laki-laki untuk pergi merantau.

Struktur kemasyarakatan

Page 11: Kebudayaaan Aceh

11

• Gampông atau disebut kampung dalam bahasa Melayu,

• Mukim merupakan suatu system pemerintahan setingkat kecamatan yang dahulu

diberlakukan pada saat Kesultanan Aceh.

• Nanggroë merupakan suatu system pemerintahan setingkat kabupaten Sagoë

yang dalam bahasa Melayu disebut Sagi, setingkat dengan provinsi.

3)SISTEM ILMU PENGETAHUAN

Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa

selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan

kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh

dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang

berkepanjangan dan penganaktirian dari RI, dengan sekian ribu sekolah dan institusi

pendidikan lainnya menjadi korban. Pada UAN (Ujian Akhir Nasional) 2005 ada ribuan

siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.

Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti

Universitas Syiah Kuala

IAIN Ar-Raniry

Universitas Malikussaleh

Politeknik Negeri Lhokseumawe

4) BAHASABahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia, termasuk

dalam rumpun bahasa Austronesia.

Meskipun banyak yang menggunakan bahasa Aceh dalam pergaulan sehari-

hari, namun tidak berarti bahwa corak dan ragam bahasa Aceh yang digunakan sama.

Tidak saja dari segi dialek yang mungkin berlaku bagi bahasa di daerah lain; bahasa

Aceh bisa berbeda dalam pemakaiannya, bahkan untuk kata-kata yang bermakna

sama. Kemungkinan besar hal ini disebabkan banyaknya percampuran bahasa,

Page 12: Kebudayaaan Aceh

12

terutama di daerah pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga karena kelestarian

bahasa aslinya.

Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Aceh, yang termasuk

rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, di antaranya

dialek Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunagan, Matang, dan

Meulaboh, tetapi yang terpenting adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda

Aceh. Dalam tata bahasanya, Bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk

kata yang baru, sedangkan dalam system fonetiknya, tanda 'eu' kebanyakan dipakai

tanda pepet (bunyi e).

Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena

hilangnya satu vocal pada kata-kata yang bersuku dua, seperti "turun" menjadi "tron",

karena hilangnya suku pertama, seperti "daun" menjadi "beuec". Di samping itu

banyak pula kata-kata yang sama dengan bahasa-bahasa Indonesia Bagian Timur.

Masyarakat Aceh yang berdiam di kota umumnya menggunakan bahasa

Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial.

Namun demikian, masyarakat Aceh yang berada di kota tersebut mengerti

dengan pengucapan bahasa Aceh. Selain itu, ada pula masyarakat yang

memadukan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Pada

masyarakat Aceh di pedesaan, bahasa Aceh lebih dominan dipergunakan dalam

kehidupan sosial mereka. Dalam sistem bahasa tulisan tidak ditemui sistem huruf khas

bahasa Aceh asli.

Tradisi bahasa tulisan ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa

Jawi atau Jawoe, Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa

Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan

ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi.

Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh yang

masih bisa membaca huruf Jawi.

Bahasa lain yang digunakan di Acah adalah Bahasa Gayo yang dituturkan di

kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Serbajadi, Aceh Timur. Bahasa

Page 13: Kebudayaaan Aceh

13

Simeulue dan beberapa bahasa lainnya di kabupaten Simeulue, Melayu Tamiang, Alas,

Aneuk Jamee yang merupakan dialek Bahasa Minangkabau dan Bahasa Kluet.

5) KESENIANAceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya

wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-

tarian, dan budaya lainnya.

SASTRA* Bustanussalatin

* Hikayat Prang Sabi

* Hikayat Malem Diwa

* Legenda Amat Rhah manyang

* Legenda Putroe Nen

* Legenda Magasang dan Magaseueng

SENJATA TRADISIONALRencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan

bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan Bismillah. Rencong

termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).

Gambar 2 Rencong

Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya,

seperti Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee.

RUMAH TRADISIONALRumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe

rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama

dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi

Page 14: Kebudayaaan Aceh

14

tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya

yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

Gambar 3 Rumoh Aceh

PAKAIAN ADAT

Pakaian adat Aceh dilengkapi dengan beberapa macam pernik yang biasa

selalu dikenakan pada acara-acara tertentu. Pernik-pernik tersebut antara lain:

Gambar 4 Aceh Modern Gambar 5 Gayo

Page 15: Kebudayaaan Aceh

15

Keureusang (Kerosang /Bros) adalah perhiasan yang memiliki ukuran panjang 10

Cm dan lebar 7,5 Cm. Perhiasan dada yang disematkan di baju wanita (sejenis

bros) yang terbuat dari emas bertatahkan intan dan berlian. Bentuk

keseluruhannya seperti hati yang dihiasi dengan permata intan dan berlian

sejumlah 102 butir. Keureusang ini digunakan sebagai penyemat baju (seperti

peneti) dibagian dada. Perhiasan ini merupakan barang mewah dan yang

memakainya adalah orang-orang tertentu saja sebagai perhiasan pakaian harian.

Patam Dhoe adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh. Biasanya dibuat dari

emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya seperti mahkota. Patam

Dhoe terbuat dari perak sepuh emas. Terbagi atas tiga bagian yang satu sama

lainnya dihubungkan dengan engsel. Di bagian tengah terdapat ukuran kaligrafi

dengan tulisan-tulisan Allah dan di tengahnya terdapat tulisan Muhammad-motif

ini disebut Bungong Kalimah-yang dilingkari ukiran bermotif bulatan-bulatan

kecil dan bunga.

Peuniti, Seuntai Peuniti yang terbuat dari emas; terdiri dari tiga buah hiasan

motif Pinto Aceh.

Simplah merupakan suatu perhiasan dada untuk wanita. Terbuat dari perak

sepuh emas. Terdiri dari 24 buah lempengan segi enam dan dua buah

lempengan segi delapan. Setiap lempengan dihiasi dengan ukiran motif bunga

dan daun serta permata merah di bagian tengah. Lempengan-lempengan

tersebut dihubungkan dengan dua untai rantaiSimplah mempunayi ukuran

Panjang sebesar 51 Cm dan Lebar sebesar 51 Cm..

Subang Aceh, Subang Aceh memiliki Diameter dengan ukuran 6 Cm. Sepasang

Subang yang terbuat dari emas dan permata. Bentuknya seperti bunga matahari

dengan ujung kelopaknya yang runcing-runcing. Bagian atas berupa lempengan

yang berbentuk bunga Matahari disebut “Sigeudo Subang”. Subang ini disebut

juga subang bungong mata uro.

Taloe Jeuem, Seuntai tali jam yang terbuat dari perak sepuh emas. Terdiri dari

rangkaian cincin-cincin kecil berbentuk rantai dengan hiasan be4ntuk ikan (dua

buah) dan satu kunci. Pada ke dua ujung rantai terdapat kait berbentuk angka

Page 16: Kebudayaaan Aceh

16

delapan. Tali jam ini merupakan pelengkap pakaian adat laki-laki yang

disangkutkan di baju.

TARIANProvinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan

tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang

terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari

Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.

Tarian Suku Aceh

Tari Laweut Tari Likok Pulo Tari Pho Tari Ranup Lampuan Tari Rapai Geleng Tari Rateb Meuseukat Tari Ratoh Duek Tari Seudati

Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain , yang

berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa

kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak.

Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur

Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan

ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan

Aceh Timur. Tarian ini dibawakan dengan mengisahkan pelbagai macam

masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu

persoalan secara bersama. Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai

tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan,

diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan

untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama

Tari Tarek Pukat

Page 17: Kebudayaaan Aceh

17

Tarian Suku Gayo

Tari Saman

Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk

merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman

mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini

juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam

beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan

dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di

Aceh Tenggara.

Gambar 6 Tari Saman

Tari Bines Tari Didong Tari Guel Tari Munalu Tari Turun Ku Aih Aunen

Tarian Suku Lainnya

Page 18: Kebudayaaan Aceh

18

Tari Ula-ula Lembing Tari Mesekat

MAKANAN KHASAceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai

itik, kari kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu

emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat

dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal

Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh.

Gambar 7 Kue Timphan

Page 19: Kebudayaaan Aceh

19

Gambar 8 Mie Aceh

Gambar 10 Bebek Bakar.

Page 20: Kebudayaaan Aceh

20

Gambar 11 Kari Kambing

KESENIAN LAIN

Dabol, suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dengan menggunakan

gendrang atau rapat. Dalam kesenian ini terpadu unsure seni musik, seni suara

dan seni tari

Rantak kudo adalah suatu bentuk pertunjukan kesenian yang dimainkan oleh

beberapa orang. Dalam bentuk kesenian ini terbatu unsure seni suara dan seni

tari. Badam piang juga merupakan suatu bentuk kesenian yang dimainkan oleh

beberapa orang.

Pencak adalah bentuk seni beladiri yang dimainkan oleh 2 orang yang saling

bertarung.

Pelintau adalah juga bentuk seni beladiri yang dimainkan oleh 2 orang yang saling

bertarung dengan menggunakan kayu sebagai senjata.

Jampen adalah suatu bentuk seni musik tradisional yang perkakasnya dibuat dari

kayu dan kulit kambing serta suling dan tali dawai.

6) MATA PENCAHARIAN

Mata pencaharian pokok orang Aceh adalah bertani di sawah dan ladang, dengan

tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, pala, kelapa, dan lain-lain. Masyarakat

yang bermukim di sepanjang pantai pada umumnya menjadi nelayan.

Page 21: Kebudayaaan Aceh

21

Sebagian besar orang Alas hidup dari pertanian di sawah atau ladang, terutama

yang bermukim di kampung (kute). Tanam Alas merupakan lumbung padi di

Daerah Istimewa Aceh. Di samping itu penduduk beternak kuda, kerbau, sapi, dan

kambing, untuk dijual atau dipekerjakan di sawah.

Mata pencaharian utama orang Aneuk Jamee adalah bersawah, berkebun, dan

berladang, serta mencari ikan bagi penduduk yang tinggal di daerah pantai. Di

samping itu ada yang melakukan kegiatan berdagang secara tetap (baniago), salah

satunya dengan cara menjajakan barang dagangan dari kampung ke kampung

(penggaleh).

Mata pencaharian pada masyarakat Gayo yang dominan adalah berkebun,

terutama tanaman kopi.

Matapencaharian utama orang Tamiang adalah bercocok tanam padi di sawah

atau di ladang. Penduduk yang berdiam di daerah pantai menangkap ikan dan

membuat aran dari pohon bakau. Adapula yang menjadi buruh perkebunan atau

pedagang.

7) TEKNOLOGI PEMBANGUNAN

Pada tahun 1963 dengan terjadinya perubahan kondisi sosial politik dan

keamanan Aceh Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dengan keputusan Nomor 36

tanggal 23 Mei 1963 membatalkan Keputusan PDMD untuk Daerah Istimewa Aceh

sebagaimana tersebut diatas dan dengan Keputusan yang sama membentuk BKPD

yang selanjutnya disingkat dengan akronim BKPD Dista. Dua tahun setelah itu, dengan

berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1964 BKPD dilebur.

Bersamaan dengan peleburan tersebut Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh

mengeluarkan Keputusan Nomor 089/1967 tanggal 15 Oktober 1967 untuk

membentuk badan baru bernama BP3D sebagaimana telah disebut dimuka. BP3D

tidak berumur panjang karena setahun kemudian gubernur meleburnya menjadi

badan baru bernama Badan Perencana Pembangunan Aceh (BPPA) atau sering juga

disebut Aceh Development Board (ADB). Pembentukan ADB ditetapkan dalam

Page 22: Kebudayaaan Aceh

22

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh Nomor 53/II/1968 tanggal 26 Juni

1968.

Melalui surat keputusan Gubernur ini, Badan Perencanaan Pembangunan Aceh

lahir dengan struktur organisasi, tatakerja, kedudukan, dan fungsi untuk menyikapi

pelaksanaan pembangunan daerah secara menyeluruh. Badan ini tidak hanya sebagai

badan pembantu gubernur dalam memberi pertimbangan menyusun perencanaan

pembiayaan dan pembangunan daerah, bahkan menjadi satu-satunya badan yang

memiliki kewenagan megkoordinasikan seluruh kegiatan perencanaan pembangunan

dalam Provinsi Daerah Instimewa Aceh. Profesor A. Majid Ibrahim yang saat itu

menjabat Rektor Universitas Syiah Kuala ditunjuk menjadi pimpinan dengan jabatan

Ketua Pimpinan Harian Badan Perencanaan Pembangunan Aceh.

Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Aceh, pemerintah daerah kemudian

membebankan enam hal, yaitu :

1. Penyusunan Pola dasar pembangunan daerah yang didasarkan kepada sistem

prioritas;

2. Menyusun rencana pembangunan lima tahunan daerah;

3. Menyusun anggaran belanja tahunan untuk kepentingan pembangunan dan

anggaran untuk masing-masing proyek yang akan dilaksanakan;

4. Melaksanakan berbagai survei untuk kepentingan perumusan program

pembangunan yang lebih rasional atau realistis;

5. Melaksanakan berbagai studi kelayakan untuk proyek-proyek yang akan dibangun

oleh perusahaan-perusahaan swasta;

6. Menjadi penasihat pemerintah daerah dalam soal ekonomi keuangan.

Berkat peran Badan Perencanaan Pembangunan Aceh yang secara nyata dan signifikan

berhasil memacu pembangunan Daerah Istimewa Aceh melalui perumusan kebijakan

pembangunan daerah, maka pada perkembangannya Presiden Republik Indonesia

Page 23: Kebudayaaan Aceh

23

memandang perlu meningkatkan status menjadi salah satu komponen dalam

lingkungan organisasi pemerintah daerah. Peningkatan status ini dilakukan melalui

surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1973. Keputusan

Presiden ini ditindaklanjuti Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 142 Tahun 1974 yang mempertegas pedoman pembentukan, penyusunan

organisasi, tata kerja, kedudukan, wewenang dan tanggung jawab Badan Perencanaan

Pembangunan Aceh. Sebagai pelaksana Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 15 Tahun 1973 yo Keputusan Dalam Negeri Nomor 142/1974, Gubernur Kepala

Daerah Istimewa Aceh lalu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 393/1975. Dengan

surat keputusan ini gubernur secara resmi mengganti nama Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Seiring dengan peningkatan status, maka fungsi Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah juga bertambah tidak hanya terbatas pada tugas-tugas perencanaan daerah

tetapi juga mengcakup tugas-tugas pengendalian operasional. Kecuali bertugas secara

teknis, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah juga mengoordinir dan

mengintegrasikan usaha penyusunan rencana dan program kerja pembangunan

daerah serta melakukan pengendalian operasional kegiatan-kegiatan pembangunan

daerah.

Dalam jangka mendesak, strategi yang diperlukan dalam percepatan

pembangunan Aceh adalah diperlukan fokus peningkatan sumber daya manusia

sebagai modal dasar dalam mendukung peningkatan data saing wilayah secara

berkelanjutan; diperlukan fokus pada peningkatan kinerja pengelolaan perekonomian

dan keuangan daerah, melalui penguatan daya saing sekaligus dorongan dalam

penciptaan nilai tambah, pendapatan perkapita Provinsi NAD berada di peringkat 6 di

tingkat nasional, sementara PDRB dengan migas dan nonmigas berada di peringkat 10

dan 14 secara nasional; dan diperlukan fokus pada pengurangan kemiskinan dan

Page 24: Kebudayaaan Aceh

24

peningkatan kesempatan kerja, dengan jumlah penduduk miskin yang masih sekitar

26,65% dan jumlah pengangguran 9,84%.

Beberapa langkah strategis yang perlu diperhatikan bersama dalam

mendukung upaya percepatan pembangunan Aceh, dalam jangka pendek hingga

jangka menengah adalah 1) Penuntasan rekonstruksi pasca-tsunami dan penyelesaian

proses integrasi damai pasca-MoU Helsinski perlu dijadikan prioritas penanganan

dalam jangka pendek dan menengah oleh Pemerintah Aceh; 2) Pemantapan

pelaksanaan otonomi khusus diharapkan akan mendongkrak perekonomian rakyat

dan meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan daerah, melalui

optimalisasi sumber penerimaan daerah yang dimungkinkan melalui Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, termasuk memaksimalkan

pengelolaan kawasan khusus yang memiliki nilai strategis nasional, khususnya

Kawasan Sabang; dan 3) Pengelolaan kekayaan daerah dan pelaksanaan kewenangan

hendaknya memperhatikan prosedur, standar, mekanisme dan norma-norma yang

telah ada dalam sistem pemerintahan Aceh sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2006.

E. RANGKUMANHalooo apa kabarrr?