kebijakan poros maritim dunia di tengah dinamika asia pasifik saat ini

Upload: riza-nv

Post on 01-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

share

TRANSCRIPT

KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA DI TENGAH DINAMIKA ASIA PASIFIK SAAT INIOleh: Tide Aji Pratama

PENDAHULUAN

Tulisan ini disusun dalam rangka mempersiapkan materi kajian sebagai pengantar dalam peluncuran lembaga kajian PASKAS (Pengkajian Strategis Kebangsaan).

LATAR BELAKANG

Dinamika politik dan ekonomi internasional mengalami pergeseran yang signifikan paling tidak dalam kurun waktu kurang lebih sejak sepuluh tahun ke belakang. Pergeseran pusat perkembangan ekonomi dunia dari kawasan Amerika dan Eropa ke timur yaitu di kawasan Asia Pasifik ditandai dengan menguatnya peran China sebagai negara adidaya baru, melalui doktrin maritim string of pearl yang memiliki tujuan untuk menguasai negara-negara strategis di sepanjang wilayah jalur laut China selatan, yang dulunya adalah jalur perdagangan sutra.[footnoteRef:2] dan normalisasi posisi Jepang sebagai kekuatan dunia yang ditandai dengan menguatnya peran militer Jepang di kancah internasional.[footnoteRef:3] [2: Dikutip dari http://www.aktual.co/aktualreview/jokowi-di-antara-dua-karang, diakses pada tanggal 24 November 2014.] [3: Jepang dalam beberapa tahun terakhir menunjukan respon yang cukup signifikan dalam hal penguatan kembali militernya (JSDF), khususnya menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan strategisnya, misalnya perkembangan kekuatan militer China yang cukup signifikan dan perilakunya yanng agresif terhadap setiap tantangan terhadap kedaulatannya. Lihat; Bantarto Bandoro dalam ASEAN dan Tantangan Satu Asia Tenggara, terbitan CSIS, hlm.88.]

Pergeseran pusat perkembangan perekonomian dunia ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor; yang pertama adalah dinamika yang terjadi di benua lain dimana Eropa sedang sibuk dengan pemulihan perekonomian mereka paska resesi, Amerika Latin yang tetap bersikukuh untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat, Timur Tengah yang masih berkutat dengan fenomena Arab Spring, dan Afrika yang fokus berjuang melawan endemi virus Ebola. Faktor yang kedua adalah potensi sumber daya alam yang cukup berlimpah di kawasan Asia Pasifik.

Menguatnya peran China ini tentunya bukan tanpa reaksi dari negara-negara lain yang memiliki kepentingan di kawasan. Reaksi terutama datang dari Amerika Serikat sebagai negara yang ingin mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya kekuatan adidaya di kawasan, dan Russia yang ingin tampil sebagai kekuatan penyeimbang dan tidak ingin posisinya dilupakan di kawasan Asia Pasifik. Pada 1941, Joseph Stalin pernah mengatakan Kami (Rusia) adalah negara eropa di Asia. Pernyataan ini menegaskan bahwa Rusia tidak ingin dinafikan dari masa depan Asia Pasifik. Apalagi ketika saat ini terjadi tren pergeseran geopolitik dari Atlantik ke Pasifik.[footnoteRef:4] [4: Dikutip dari http://www.theglobalreview.com / content_detail.php? lang=id&id=16621&type=99#. VHHb5P mUenc, diakses pada tanggal 24 November 2014.]

Dengan kata lain dapat disebut bahwa pergeseran pusat perekonomian dunia ke kawasan Asia Pasifik yang mayoritas negara-negara di dalamnya adalah negara kepulauan, telah memancing terjadinya emerging rivalry. Dalam perspektif realisme hal ini muncul secara alami diakibatkan oleh perimbangan kekuatan dan kekuasaan negara-negara besar pemilik kepentingan di kawasan Asia Pasifik.[footnoteRef:5] Rivalitas antar negara-negara besar bukan lagi terjadi di daratan (continent), tetapi berpindah ke mandala laut atau samudera. Contoh terkini adalah, pertikaian di laut China selatan yang cukup kaya akan sumber daya alam, dimana claimant states adalah China dan negara-negara sekitar yang tergabung dalam ASEAN. [5: Dr. Rizal Sukma, Implementasi Identitas Kemaritiman Dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan Nasional, Kepemimpinan Nasional dan Pembangunan Beorientasi Maritim, Maritime Review terbitan PPAL, hlm.51.]

Perspektif lain dalam membaca hadirnya kepentingan-kepentingan negara besar di kawasan Asia Pasifik dalam rangka perebutan posisi strategis menyambut pergeseran pusat perkembangan ekonomi dunia adalah, melalui kacamata pertarungan ideologis untuk memperebutkan sumber daya alam di negara-negara sekitar kawasan Asia Pasifik termasuk negara-negara ASEAN. Secara eksplisit berarti pertarungan ideologis antara kekuatan neo-liberal AS, dengan Kapitalisme China dan Russia dalam berebut pengaruh untuk menguasai sumber daya alam. Serupa dengan masa perang dingin tetapi lebih kompleks. Dengan demikian konflik laut China selatan hendaknya tidak hanya dilihat sebagai konflik perbatasan semata, tetapi juga sebagai trend baru pertarungan kepentingan antara China dan AS yang berpeluang melebar ke kawasan dan negara-negara sekitarnya.

Di tengah dinamika politik dan ekonomi internasional yang terjadi saat ini di kawasan Asia Pasifik, pemerintah dalam forum diplomasi tingkat tinggi seperti KTT APEC di Beijing, dan KTT G20 di Sydney, mengumumkan perlunya investasi besar-besaran untuk mendukung program Poros Maritim Dunia. Dinamika politik dan ekonomi internasional di kawasan Asia Pasifik ini merupakan momentum yang jika dimanfaatkan dengan cermat dan tepat dapat memberikan peluang yang baik bagi Indonesia.

Untuk mendukung pertanyaan diatas, terdapat sekurang-kurangnya dua pendapat yang dapat digunakan sebagai dasar pemikiran. Yang pertama adalah, bahwa Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara. Perairan di kawasan Asia Tenggara diketahui memiliki posisi yang penting bagi negara-negara di dunia terutama negara-negara di Asia Pasifik dan negara-negara besar pemilik kepentingan di kawasan tersebut, sebagai kawasan perairan kompetensi bagi jalur komunikasi laut (Sea Lanes Of Communication/SLOC) dan jalur perdagangan laut (Sea Lanes of Trade/ SLOT) yang vital bagi perdagangan internasional.

Selat Malaka dan beberapa alur pelayaran yang terdapat di perairan Indonesia merupakan SLOC dan SLOT. SLOC dan SLOT ini memiliki arti yang sangat penting bagi banyak bangsa sebagai urat nadi demikian halnya bagi bangsa Indonesia sendiri. Bagi sebagian besar negara di Asia Pasifik, dimana kebanyakan struktur ekonominya berorientasi ekspor dan impor, ketergantungan pada keberadaan SLOC semakin mencolok. Hal tersebut bersamaan dengan tumbulnya kekuatan industri baru dunia seperti Jepang, China dan Korea, ini dapat dilihat dari kebutuhan minyak baik dari Timur Tengah maupun Afrika yang meningkat tahun ke tahun dibawa melalui SLOC dan SLOT tersebut.

Pendapat yang kedua yaitu, sebagai negara kepulauan (archipelagic state)[footnoteRef:6] yang terletak dalam posisi silang diantara dua samudera yaitu samudera Pasifik dan samudera India, serta diantara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis terutama jika dilihat melalui sudut pandang kemaritiman. [6: Definisi negara kepulauan (archipelagic state) jika merujuk pada penjelasan presiden pertama, Ir. Soekarno adalah hamparan laut yang ditaburi pulau-pulau. Sehingga membentuk suatu kesatuan laut dan daratan yang tidak terpisahkan yang dinamakan tanah air Indonesia.]

Gambar 1. Posisi Strategis Indonesia dengan ALKI, SLOC dan SLOT.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat dilihat bahwa pergeseran perkembangan ekonomi dunia ke arah timur ini menciptakan peluang yang baik dan momentum yang tepat, yang dapat membawa manfaat bagi bangsa Indonesia, hanya jika Indonesia (dalam hal ini diwakili oleh pemerintah) dapat memposisikan dirinya secara strategis dan tepat sebagai pemain utama dan stabilisator kawasan. Hal tersebut dapat dicapai tentunya tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan didukung dengan kebijakan yang tepat baik di dalam maupun di luar negeri.

IDENTIFIKASI MASALAH

Presiden RI Joko Widodo tampaknya telah membaca momentum dan peluang tersebut dengan cermat. Hal ini dapat dilihat dari konsep pembangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yang pertama kali dikemukakan dalam debat kandidat calon presiden wakil presiden pada pemilihan presiden yang lalu. Dalam pemaparannya dilain kesempatan ditekankan bahwa pembangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, diarahkan agar Indonesia dapat berkembang sebagai negara yang kuat, maju dan memiliki posisi tawar di kawasan melalui pembangunan ekonomi menyeluruh berbasis kemaritiman dengan melihat potensi laut yang selama ini terbengkalai. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa proyeksi kepentingan nasional Indonesia lima tahun kedepan adalah mewujudkan Poros Maritim Dunia.

Dalam koridor kebijakan praksis, pemerintah memahami bahwa anggaran adalah persoalan fundamental bagi terealisasinya gagasan dan konsep tersebut. Dengan demikian investasi adalah suatu opsi yang niscaya bagi pemerintahan presiden Joko Widodo. Untuk itulah dalam debut perdananya mewakili Indonesia di forum internasional sepanjang bulan November, baik itu di KTT APEC di Beijing, dan KTT G20 di Australia, Presiden menyampaikan (bahkan mengundang) sejumlah negara termasuk China, untuk melakukan investasi dalam jumlah besar yang akan diarahkan untuk mendukung realisasi Poros Maritim Dunia.

Tidak ada yang salah dengan investasi. Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah mega proyek yang realisasinya membutuhkan lebih dari yang dapat dialokasikan oleh anggaran negara. Oleh karena itu investasi dibutuhkan dalam rangka membangun infrastruktur pendukung seperti pelabuhan-pelabuhan baru yang modern dan dikelola dengan baik. Namun demikian perlu diamati dengan hati-hati bahwa investasi dari negara besar biasanya masuk satu paket dengan kepentingan-kepentingan negara tersebut, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Inilah potensi ancaman yang harus benar-benar diantisipasi oleh pemerintah Indonesia.

Jika menggunakan perspektif ideologis, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya Indonesia saat ini berada dalam kepungan neo-liberalisme AS dan Kapitalisme gaya China dan Rusia yang bertujuan menguasai sumber daya alam Indonesia. Penguasaan tersebut tentunya dilancarkan melalui berbagai cara, baik secara politik, ekonomi, maupun budaya.

Disatu sisi konsep Poros Maritim Dunia di tengah dinamika kawasan Asia Pasifik saat ini menjanjikan peluang-peluang bagi Indonesia untuk dapat bangkit sebagai bangsa yang maju, kuat dan memiliki posisi tawar di kawasan sebagai bangsa maritim. Di sisi lain jika pemerintah tidak hati-hati, maka momentum ini akan menjadi ancaman dimana hanya akan menjadi ajang perebutan penguasaan sumber daya alam kita oleh negara-negara besar dan cita-cita mengenai menjadi bangsa maritim yang kuat pada akhirnya akan kandas. Lebih jauh lagi dalam ranah identitas dan ideologis reduksi besar-besaran akan terjadi. Secara identitas kita tidak hanya akan kehilangan kepercayaan diri sebagai bangsa maritim yang kuat tetapi juga secara ideologis Pancasila akan terkikis karena dianggap sebagai penghambat.

Oleh sebab itu Konsep Poros Maritim Dunia adalah konsep yang membutuhkan kesiapan yang matang di dalam negeri sebelum bisa di proyeksikan sebagai sebuah kepentingan nasional baik di kawasan ASEAN dalam lingkup terkecil maupun Asia Pasifik dalam lingkup yang lebih besar.

ANALISA

Di bagian ini, penulis akan mencoba untuk mengelaborasi lebih dalam secara sistematis mengenai peluang dan ancaman yang mungkin timbul di masa yang akan datang terkait kebijakan Poros Maritim Dunia dan posisinya di tengah dinamika Asia Pasifik saat ini. Untuk mempermudah penulisan, penulis akan menyajikan potensi-potensi peluang maupun ancaman yang mungkin timbul ditinjau dari beberapa aspek yang terdapat dalam kebijakan Poros Maritim Dunia.

1. Sejarah dan Kepemimpinan Nasional

Bagaimana bangsa Indonesia melalui pemahaman sejarah kejayaan masa lalu (Majapahit dan Sriwijaya), bisa memahami fitrah dan jati diri bangsa sesungguhnya sebagai bangsa maritim, untuk kemudian mampu bangkit dan memiliki orientasi outward looking, bukan lagi inward looking. Orientasi inward looking yang telah begitu mengakar sejak jaman Mataram hingga Orde Baru perlu diluruskan melalui pemahaman akan sejarah bangsa Indonesia.

Yang dimaksud dengan Outward looking yaitu melihat keluar melampaui garis batas wilayahnya dan berorientasi maritim dengan pemanfaatan maksimal potensi kelautan. Inilah jati diri bangsa Indonesia sesungguhnya yang sesuai dengan kenyataan sejarah dan fitrah geografisnya sebagai negara kepulauan. Bangsa-bangsa yang saat ini mendominasi dunia (misalnya Inggris, Amerika Serikat dan baru-baru ini China), adalah bangsa-bangsa dengan visi maritim dan orientasi outward looking. Melihat laut tidak sebagai suatu halangan, melainkan sebagai media untuk mensejahterakan bangsanya.

Sejarah menjadi penting dalam rangka upaya-upaya merubah mindset dan menyadarkan bangsa Indonesia akan jati dirinya bukan sebagai bangsa agraris, melainkan bangsa maritim. Karena pembangunan dengan visi kemaritiman adalah pembangunan yang sesuai dengan jati diri bangsa. Selanjutnya mindset yang sesuai dengan visi kemaritiman ini, harus mampu dikukuhkan menjadi sebuah doktrin maritim yang tidak terlepas dari ideologi dan dasar negara kita yaitu Pancasila.

Ketika ingin merumuskan dimana posisi kita didalam perubahan geo-politik dan geo-ekonomi sekarang, doktrin kemaritiman yang tidak terlepas dari ideologi Pancasila menjadi sangat penting. Doktrin tersebut adalah bagaimana kita melihat diri kita sebagai sebuah bangsa. Semua langkah-langkah diplomasi Indonesia diharapkan bisa didasarkan pada cara pandang kita kepada diri kita sebagai sebuah bangsa dan cara pandang kita terhadap dunia yang lebih luas yaitu outward looking tanpa melupakan jati diri kita sesunguhnya.

Penerapan doktrin diatas hanya akan efektif jika kepemimpinan nasional sebagai kekuatan imperatif mampu menjadi teladan yang berkarakter dan berideologi Pancasila serta memiliki visi kemaritiman yang kuat. Jika kepemimpinan nasional lemah, tidak berkarakter, hanya mengikuti kepentingan asing dan tidak memperjuangkan kepentingan nasional, maka Indonesia hanya akan menjadi sasaran pertarungan kepentingan-kepentingan asing dalam level ideologis dan praksis. Sehingga bangsa Indonesia di masa yang akan datang akan menjadi bangsa yang tidak memiliki karakter dan jati diri yang jelas, utamanya ketika menentukan kebijakan-kebijakan strategis terkait rakyat, bangsa dan negara.

2. Politik Luar Negeri

Dengan posisi yang strategis sebagai sebuah negara kepulauan terbesar, Alur kepulauan yang dimiliki Indonesia beserta SLOT dan SLOC sebagai aset bangsa yang jika dikelola dengan baik dan tepat dapat memberikan manfaat yang besar, dan dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka penerapan Politik Luar Negeri bebas aktif yang tidak memihak pada kepentingan manapun selain kepentingan nasional kita adalah suatu keharusan. Politik luar negeri adalah cerminan dari kepentingan nasional suatu negara, bukan cerminan kepentingan seorang pemimpin semata ataupun golongan tertentu.

Jika Indonesia mampu menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dalam mengawal pelaksanaan kebijakan Poros Maritim Dunia di kawasan, dan tidak terjebak dalam keberpihakan kepada satu kepentingan negara besar, maka Indonesia dapat menjadi kekuatan maritim baru, stabilisator di kawasan, diperhitungkan dan mendapatkan pengakuan dari negara-negara di kawasan.

Keikutsertaan Indonesia dalam ketiga forum internasional yaitu APEC, G20 serta ASEAN harus didasarkan kepada oleh Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif sesuai dengan konstelasi global saat ini, sehingga tidak terjebak untuk beralih dari satelit Amerika Serikat dan Uni Eropa, lantas kemudian berpindah masuk orbit pengaruh Cina.

Sekalipun membutuhkan investasi yang besar untuk mendukung realisasi Poros Maritim Dunia, Pemerintah juga harus kritis dalam menyikapi tawaran bantuan China untuk pembangunan infrastruktur maritim melalui skema Silk Road Economic Belt (SREB) dan Maritime Silk Road Point (MSRP) yang didasari oleh doktrin string of pearl-nya.[footnoteRef:7] Tentunya kita tidak ingin bernasib sama dengan negara-negara Afrika yang sumber daya alamnya di keruk habis sebagai kompensasi atas bantuan pembangunan infrastruktur. Kita juga tidak ingin akses terhadap pelabuhan-pelabuhan dan galangan kapal kita pada akhirnya nanti dikuasai seluruhnya oleh China. Disinilah penerapan politik luar negeri bebas aktif menjadi krusial. Sebab melalui penerapan politik luar negeri bebas aktif inilah, kita berharap kepentingan nasional kita tidak menjadi terbengkalai semata-mata karena investasi yang kita butuhkan. [7: Cina mempunyai sasaran strategis melalui skema Silk Road Economic Belt (SREB) dan Maritime Silk Road Point (MSRP), untuk menguasai wilayah-wilayah yang berada di jalur Laut Cina Selatan, yang merupakan Jalur Sutra Maritim. Untuk menguasai Jalur Sutra Maritim, Cina punya doktrin kemaritiman yang dikenal dengan String of Pearl.]

Gambar 2. Peta skema SREB dan MSRP China sesuai doktrin String of Pearl

Jika Indonesia tidak mampu konsisten dalam menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, dan terjebak untuk berpihak hanya pada kepentingan salah satu negara besar, maka dampak yang akan segera dirasakan adalah gagalnya kebijakan Poros Maritim Dunia sebagai jalan baru bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang memberi manfaat semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat.

Lebih jauh lagi, kemungkinan terburuk yang dapat terjadi jika Indonesia tidak mampu secara konsisten menjalankan politik luar negeri bebas aktif di kawasan ASEAN maupun Asia Pasifik, adalah Indonesia terjebak dalam proxy war[footnoteRef:8] yang sangat mungkin terjadi di kawasan. Dimana kita hanya bertindak sebagai perpanjangan tangan kepentingan negara-negara besar seperti AS, China atau Rusia di kawasan. [8: Pengertian Proxy War menurut Wikipedia adalah perang kepentingan antara negara-negara superpower, dimana negara-negara superpower tersebut tidak terlibat secara langsung, melainkan melalui perpanjangan tangan negara-negara lain yang berpihak mendukung kepentingan negara-negara superpower tersebut. ]

3. Hukum Internasional dan Kedaulatan Negara

Mengutip tulisan Prof. Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional UI, ada tiga tonggak pembangunan kemaritiman Indonesia. Yang pertama adalah deklarasi unilateral oleh Perdana Menteri Juanda pada 13 Desember 1957. Dalam konteks hukum internasional, deklarasi tersebut tidak akan berdampak apa-apa jika negara lain tidak mengakui. Yang kedua, perjuangan untuk diakui sebagai negara kepulauan oleh masyarakat internasional melalui UNCLOS (United Nation Convention on Law Of The Sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Hukum Laut) pada tahun 1982. Dan yang ketiga adalah delimitasi wilayah laut, dan penegakan wilayah laut Indonesia.[footnoteRef:9] UNCLOS kemudian disahkan melalui UU No.17 tahun 1985 mengenai Pedoman Penyusunan Instrumen Hukum Nasional dan Penerapannya. [9: Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D, Tantangan Pembangunan Maritim: Aspek Hukum Dan Hubungan Internasional, Kepemimpinan Nasional dan Pembangunan Beorientasi Maritim, Maritime Review terbitan PPAL, hlm. 33.]

Berlakunya UNCLOS tidak dengan sendirinya membuat Indonesia berhak atas perairan kepulauan dan delimitasi atas wilayah laut. Sumber masalah adalah tidak semua negara merupakan negara yang ikut meratifikasi UNCLOS, dan adanya klaim tumpang tindih dengan negara tetangga. Dampak nyata dari masalah ini adalah, sejumlah pesawat udara dari negara asing melintas diatas perairan kepulauan Indonesia tanpa meminta izin karena mereka bukan negara anggota UNCLOS dan merasa bahwa perairan kepulauan yang dilalui adalah wilayah internasional. Dengan demikian konsep negara kepulauan harus diperjuangkan, agar dapat menjadi hukum kebiasaan internasional bagi negara yang tidak menjadi pesera UNCLOS.

Fokus masalah Indonesia berkaitan dengan hukum internasional dan kedaulatan negara adalah, bagaimana pemerintah dapat memperjuangkan UNCLOS agar menjadi hukum kebiasaan internasional dan dapat diterima oleh semua negara. Sehingga pelanggaran batas wilayah tidak terjadi berulang-ulang dengan dalih bahwa negara-negara yang melanggar tidak meratifikasi UNCLOS.

Sebagai contoh Amerika Serikat dan Australia adalah negara-negara yang tidak mengakui UNCLOS. Negara-negara ini menganggap perairan Indonesia adalah bagian dari perairan internasional. Hal ini terbukti dengan seringnya pesawat-pesawat tempur AS berlatih diatas perairan Indonesia. Disini AS ingin menunjukan bahwa ia adalah persistent objector yang dengan sengaja secara terus-menerus melakukan pelanggaran sehingga konsep negara kepulauan tidak menjadi hukum kebiasaan internasional. Masih bannyak pelanggaran-pelanggaran lain atas kedaulatan wilayah perairan kepulauan kita oleh negara-negara yang tidak mengakui UNCLOS.

Harus diakui bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo menyadari dan memberikan reaksi keras mengenai hal ini. Penangkapan kapal-kapal asing oleh TNI AL, dan pemaksaan turun pesawat-pesawat asing yang terbang diatas perairan kepulauan Indonesia tanpa izin oleh TNI AU yang terjadi baru-baru ini, dapat dikatakan sebagai pernyataan keras dari pemerintah Indonesia khususnya dalam menyikapi masalah UNCLOS.

Namun demikian dibutuhkan strategi lain dalam memperjuangkan UNCLOS. Indonesia tidak bisa terus menerus mengandalkan kebijakan reaksioner dalam menghadapi masalah UNCLOS ini. Disinilah posisi diplomasi sebagai bagian dari pelaksanaan politik luar negeri memegang peranan penting.

Pemerintah khususnya Kementrian Luar Negeri, harus memiliki para diplomat yang piawai dan handal dalam melihat ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS ketika melakukan perundingan. Mengikuti ketentuan dalam UNCLOS harus cermat dan tepat diterjemahkan dalam peta ketika bernegosiasi. Oleh karena itu pemerintah harus memiliki unti pendukung bagi proses border diplomacy sehingga amunisi saat berunding tidak kalah dengan lawan. Border diplomacy harus di dukung dengan serangkaian kebijakan dalam negeri terkait pengelolaan perbatasan sebagai amunisi bagi pemerintah ketika berunding.[footnoteRef:10] [10: Dalam hal dukungan amunisi terkait border diplomacy, Pengkajian Strategis Kebangsaan (PASKAS) dapat memainkan peranan penting dalam hal pengelolaan perbatasan (border management) pada level domestik. Sehingga masalah-masalah perbatasan dapat dipetakan untuk kemudian diatasi melalui program-program berkesinambungan yang diajukan melalui sebuah proposal perencanaan. ]

4. Ekonomi Realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia haruslah membawa manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Dengan mempertimbangkan bahwa 90% transaksi perekonomian dunia terjadi diatas laut, yang mana 40% dari angka tersebut melalui Indonesia. Ditambah dengan tersedianya sumber daya alam yang kaya, disinilah letak peluang sesungguhnya yang harus mampu dimanfaatkan dan diperjuangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tujuan utama dari realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah kesejahteraan rakyat melalui pembangunan infrastruktur maritim seperti pelabuhan, menghidupkan lalu lintas laut sehingga distribusi barang dapat sampai ke pelosok dengan harga yang seimbang, memperoleh sebesar-besarnya manfaat dari laut tidak hanya bagi nelayan tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga diharapkan Indonesia tidak hanya sejahtera tetapi juga dapat maju dan memiliki posisi tawar yang kuat sebagai negara maritim di kawasan dan juga dunia.

Sedikit gambaran mengenai kondisi maritim kita saat ini adalah hanya 40% transport laut domestik dilakukan oleh orang Indonesia. 5% dari ekspor dilakukan oleh kapal domestik, sedangkan sisanya yaitu 95% oleh kapal asing. Inilah salah satu dari sekian banyak hal yang harus jadi perhatian pemerintah jika menginginkan Indonesia ke depan bisa bangkit sebagai kekuatan maritim. Penyusunan cetak biru Poros Maritim Dunia harus dibarengi oleh adanya political will yang kuat dan semata-mata didasarkan pada tujuan untuk memajukan ekonomi untuk kesejahteraan bangsa. Tanpa adanya political will yang kuat, maka Indonesia tidak akan optimal dalam memetik manfaat dari kebijakan Poros Maritim Dunia, dan justru hanya akan jadi sasaran kepentingan ekonomi asing melalui penguasaan terhadap sumber daya yang berkedok investasi asing.

Untuk memastikan bahwa kebijakan Poros Maritim Dunia dapat benar-benar bermanfaat bagi rakyat Indonesia, ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan. Yang pertama adalah, pemerintah harus memberikan komitmen dan keberpihakan yang konsisten pada pembangunan ekonomi berbasis maritim karena Indonesia memiliki potensi maritim yang besar, terbatasnya sumber daya daratan serta manfaat kesejahteraan yang dihasilkan dapat dirasakan masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok nusantara.

Yang kedua adalah penataan aspek hukum dan peraturan yang menjamin kepentingan pelaksanaan UUD 1945 khususnya pasal 33 sehingga diperlukan penataan undang-undang dan peraturan yang harmonis dalam memajukan maritim dan kelautan Indonesia. Unsur penting yang mendesak adalah segera diundang-undangkannya RUU Kelautan sebagai acuan bagi UU lainnya yang memayungi aktifitas maritim serta berpihak pada kepentingan nasional.[footnoteRef:11] [11: Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, Penguatan Struktur Ekonomi Maritim Sebagai Mainstream Pembangunan Nasional, Kepemimpinan Nasional dan Pembangunan Beorientasi Maritim, Maritime Review terbitan PPAL, hlm. 49.]

5. Pertahanan dan Keamanan

Sebagai konsekuensi logis dari rencana realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, perlu dibangun postur pertahanan yang didasarkan kepada pemahaman terkini dan menyeluruh terhadap potensi gangguan keamanan maritim dan dinamika perkembangan kondisi politik, keamanan dan ekonomi di kawasan.

Disamping itu perlu juga disadari bahwa isu-isu terkait keamanan maritim tidak melulu terkait dengan politik antar negara dalam artian state security, tetapi juga human security khususnya terkait dengan ancaman asimetris yaitu; terorisme, imigran ilegal, penyelundupan narkotika, penangkapan ikan ilegal dan perdagangan manusia. Sehingga tugas untuk menjaga keamanan laut kita membutuhkan kerjasama antar instansi di dalam negeri yang solid berdasarkan pemahaman akan perkembangan isu-isu keamanan maritim tersebut.

Perlu dibangun sebuah kesadaran maritime domain awareness[footnoteRef:12] sebagai antisipasi strategis pengaruh globalisasi terhadap perkembangan politik, keamanan dan ekonomi nasional. Terutama yang menyangkut potensi kerawanan sebagai negara maritim. Untuk itu peningkatan naval capability harus didasarkan pada posisi silang strategis Indonesia di kawasan samudera Pasifik, laut China selatan dan samudera Hindia. [12: Pemahaman Maritime Domain Awareness menurut International Maritime Organization adalah segala hal yang berhubungan dengan maritim yang dapat mempengaruhi keamanan, keselamatan, ekonomi, atau lingkungan .]

Kondisi maritim regional saat ini menunjukan perkembangan yang sangat dinamis. Isu perbatasan di laut China selatan, keamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan jalur-jalur penghubung strategis terutama Selat Malaka, harus menjadi dasar strategis pengembangan kekuatan Tentara Nasional Indonesia terutama matra laut dan udara. TNI AL harus mampu membangun kepemimpinan maritim yang menunjukan eksistensi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan untuk kemudian pada gilirannya berupaya untuk menjadi World Class Navy.

Untuk mendukung hal diatas, maka pemerintah Indonesia harus memiliki rencana strategis pengadaan ALUTSISTA (Alat Utama Sistem Senjata) dalam rangka pemenuhan Minimum Essential Force. Sehingga Indonesia memiliki deterrence, hard power sebagai penyeimbang bagi pelaksanaan soft power diplomasi, dan confidence building di kawasan. Dengan demikian postur ideal Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, maju dan berdaulat serta tidak mudah dikendalikan oleh kepentingan negara lain dapat terwujud.

KESIMPULAN

Dengan latar belakang dinamika asia pasifik yang saat ini sarat dengan kepentingan ekonomi dan politik negara-negara besar sepeti China, Russia, Amerika Serikat dan Jepang, ditambah dengan dinamika ASEAN yang terletak di pusat Asia Pasifik, posisi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah kebijakan yang jika dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati akan membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim yang maju, besar, kuat dan berdaulat baik secara ekonomi maupun politik.

Namun demikian jika pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak berhasil dalam mengawal realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dengan baik, maka momentum dan peluang baik ini hanya akan menjadi pintu masuk bagi kepentingan ekonomi dan politik negara-negara besar. Dalam perspektif jangka panjang masuknya kepentingan ekonomi dan politik negara-negara besar ini, berarti Indonesia hanya akan menjadi arena pertarungan kepentingan negara-negara tersebut dalam menguasai sektor-sektor perekonomian maritim dari hulu ke hilir. Jika ini dibiarkan terjadi, maka tidak akan ada ruang untuk bangsa Indonesia bisa bangkit sebagai kekuatan maritim yang diperhitungkan sebagaimana yang telah dibuktikan oleh fakta sejarah.

Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya hal tersebut, penyusunan cetak biru kebijakan Poros Maritim Dunia bisa didasarkan kepada beberapa pertimbangan strategis sebagai berikut:1. Merancang suatu cetak biru National Maritime Policy/Kebijakan Maritim Nasional yang komprehensif dan mancakup semua aspek kemaritiman. Kebijakan Maritim Nasional ini nantinya dapat digunakan sebagai panduan bersama bagi semua pelaksana kebijakan si setiap level. National Maritime Policy tersebut memperhatikan hal-hal antara lain:

a. Doktrin Maritim Nasional yaitu suatu pemahaman bersama mengenai cara pandang kita kepada diri kita sebagai sebuah bangsa, dan cara pandang kita terhadap dunia yang lebih luas yaitu outward looking tanpa melupakan jati diri kita sesunguhnya sebagai bangsa yang berideologikan Pancasila. Sehingga arah dan tujuan pengembangan maritim nasional hanya dilaksanakan berdasarkan pemahaman ini, bukan pemahaman ideologis asing.

b. National Maritime Foreign Policy yaitu strategi politik luar negeri yang bebas aktif tidak memihak pada satu kepentingan negara besar manapun, dan pelaksanaannya tidak mengesampingkan kepentingan nasional Indonesia. National Maritime Foreign Policy ini nantinya juga akan berisi strategi-strategi perjuangan diplomasi agar UNCLOS dapat diterima sebagai suatu hukum kebiasaan internasional, dan pada saat yang bersamaan melaksanakan Border Management di dalam negeri untuk mempersiapkan amunisi yang kuat dalam rangka Border Diplomacy yang efektif.

c. National Maritime Economic Policy yaitu rangkaian rencana pembangunan ekonomi Indonesia yang berlandaskan ekonomi maritim. Dengan tujuan utama adalah pelaksanaan pasal 33 UUD 1945, dan memastikan bahwa manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya dari pembangunan ekonomi ini adalah untuk rakyat Indonesia.

d. National Maritime Defence and Security Policy yaitu rangkaian kebijakan penguatan dimensi pertahanan dan keamanan Indonesia sebagai negara maritim, dengan mengutamakan pemenuhan minimum essential forces untuk efek deterrence dan confidence building di kawasan. Pada saat yang bersamaan penguatan dimensi pertahanan dan keamanan ini haruslah awas terhadap potensi ancaman yang bersifat maritim, baik ancaman tradisional maupun non-tradisional (ancaman asimetris) dengan terus memperkuat kerjasama antar instansi.

Sebagai penutup, pertimbangan-pertimbangan strategis diatas tidak akan bisa efektif dan konsisten dilaksanakan apabila kepemimpinan nasional sebagai kekuatan imperatif tidak memiliki karakter ideologi pancasila dan visi maritim yang kuat. Sebab realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia ini membutuhkan political will yang kuat sebagai pendorong utama.

1 | Pengkajian Strategis KebangsaanPASKAS