kebijakan pengembangan profesi gurufkip.unsri.ac.id/userfiles/file/plpg 2016/13_ bhs indonesia...

496
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Tahun 2012 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012

Upload: hadang

Post on 07-Mar-2019

310 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru

Tahun 2012

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012

Page 2: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP i

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

3 Jam Pelajaran

Pengarah

Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd

Penanggung Jawab

Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd

Tim Penyusun

Dra. Dian Mahsunah, M.Pd

Dian Wahyuni, SH, M.Ed

Drs. Arif Antono

Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed

Editor

Prof. Dr. Sudarwan Danim

BAHAN AJAR PLPG

Page 3: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP ii

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulisan bahan untuk mata ajar Kebijakan

Pengembangan Profesi Guru dapat diselesaikan. Bahan ajar ini dikembangkan dari rambu-

rambu struktur kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2012.

Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi penguat bagi peserta PLPG untuk memenuhi

standar kompetensi lulusan yang telah dirumuskan.

Substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan

profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya tentang

peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan

penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat menginspirasi

peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik hal-

hal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud.

Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi

peserta PLPG merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang

mampu mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini menjadi bagian integral dari

upaya mentransformasi visi Badan Pengembangan SDMPK daミ PMP, yaitu さterseleミggaraミya layanan prima untuk membentuk SDM pendidikan dan kebudayaan yang profesional dan

berマartabat serta peミjaマiミaミ マutu peミdidikaミ yaミg terstaミdarざ マeミjadi realitas.

Kami yakin dan percaya bahwa substansi bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta

PLPG untuk memahami dan kemudian mengaplikasi-kan aneka kebijakan dalam

pengembangan profesi guru. Kami mengucap-kan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berpartisipasi dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini

dapat mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran

pada satuan pendidikan tempatnya menjalankan tugas-tugas profesional.

Page 4: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP iii

PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN

PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru

profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan

bersertifikat pendidik. Salah satu pola sertifikasi guru dalam jabatan adalah Pendidikan dan

Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Salah satu mata ajar dalam PLPG tahun 2012 adalah Kebijakan Pengembangan Profesi

Guru. Bahan ajar ini ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi

Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim dari rambu-rambu struktur kurikulum PLPG

tahun 2012. Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi sumber belajar dan penguat bagi

peserta PLPG untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah disepakati oleh

pengembang sesuai dengan regulasi yang ada.

Secara keseluruhan, substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan

pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

khususnya tentang peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir,

perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat

menginspirasi peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan

secara baik hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana

dimaksud.

Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi

peserta PLPG merupakan prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang mampu

mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Kami yakin dan percaya bahwa substansi

bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta PLPG untuk memahami dan kemudian

mengaplikasikan aneka kebijakan dalam pengembangan profesi guru.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi

dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini dapat

mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di

sekolahnya.

Page 5: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP iv

DAFTAR ISI

Hal.

SAMBUTAN ii

PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Standar Kompetensi 2

C. Deskripsi Bahan Ajar 2

D. Langkah-langkah Pembelajaran 3

BAB I KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU 4

A. Latar Belakang 4

B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional 6

C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir 8

D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan 10

E. Kebijakan Pemerataan Guru 12

BAB II PENINGKATAN KOMPETENSI 16

A. Esensi Peningkatan Kompetensi 16

B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir 17

C. Jenis Program 19

D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan 20

E. Uji Kompetensi 27

Latihan dan Renungan 31

BAB III PENILAIAN KINERJA 32

A. Latar Belakang 32

B. Pengertian 32

C. Persyaratan 34

D. Prinsip-prinsip Pelaksanaan 34

E. Aspek yang Dinilai 35

F. Prosedur Pelaksanaan 36

G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit 40

H. Penilai PK Guru 42

I. Sanksi 43

J. Tugas dan Tanggung Jawab 43

Latihan dan Renungan 45

BAB IV PENGEMBANGAN KARIR 46

A. Ranah Pengembangan Guru 46

B. Ranah Pengembangan Karir 48

C. Kenaikan Pangkat 52

Latihan dan Renungan 55

Page 6: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP v

BAB V PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN 56

A. Pengantar 56

B. Definisi 57

C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru 58

D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru 61

E. Asas Pelaksanaan 64

F. Penghargaan dan Kesejahteraan 64

G. Tunjangan Guru 71

Latihan dan Renungan 75

BAB VI ETIKA PROFESI 76

A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa 76

B. Definisi 78

C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi 78

D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi 79

E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia 80

F. Pelanggaran dan Sanksi 85

Latihan dan Renungan 86

REFLEKSI AKHIR 87

ACUAN 91

Page 7: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada peradaban bangsa mana pun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena

penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan,

pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan

pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam

UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk

mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh

program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.

Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan

banyak gagasan. Pertama, diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional

sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak

terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk.

Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar

tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar

wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah

yang penuh konflik.

Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang

berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan.

Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya

melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.

Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan

pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurangmampuan,

orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat

istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya

komunitas.

Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan

sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota

organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat

madani.

Beranjak dari pemikiran teoritis di atas, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan

pengembangan profesi guru. Itu sebabnya, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji

ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen,

pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi,

penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir,

pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di

Page 8: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 2

daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu,

Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di

bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru.

B. Standar Kompetensi

Substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu

struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, kompetensi lulusan PLPG yang diharapkan disajikan berikut

ini.

1. Memahami kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Memahami esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara

berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya.

3. Memahami makna, persyaratan, prinsip-prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai

penilaian kinerja guru.

4. Memahami esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan

keprofesian dan karir.

5. Memahami konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada

guru, termasuk kesejahteraannya.

6. Memahami dan mampu mengaplikasikan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses

pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di

masyarakat.

C. Deskripsi Bahan Ajar

Seperti dijelaskan di muka, bahwa substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)

dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi

lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, deskripsi umum bahan

ajarnya disajikan berikut ini.

1. Pengantar ringkas. Mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan

pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis

program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan

dampak ikutanya.

3. Penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip,

tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru.

4. Pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah

pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.

5. Perlindungan dan penghargaan guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip

atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk

kesejahteraannya.

Page 9: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 3

6. Etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam

pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas,

maupun di masyarakat.

D. Langkah-langkah Pembelajaran

Bahan ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru ini dirancang untuk dipelajari oleh peserta PLPG,

sekali guru menjdi acuan dalam proses pembelajaran bagi pihak-pihak yang tergamit di dalamnya.

Selama proses pembelajaran akan sangat dominan aktivitas pelatih dan peserta PLPG. Aktivitas

peserta terdiri dari aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual peserta mengawali akivitas

kelompok. Masing-masing aktivitas dimaksud disajikan dalam gambar.

Langkah-langkah aktivitas pembelajaran di atas tidaklah rijid. Namun demikian, melalui

aktivitas itu diharapkan peserta PLPG mampu memahami secara relatif luas dan mendalam tentang

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.

Page 10: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 4

BAB I

KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN

PENGEMBANGAN GURU

Materi sajian pada Bab I ini berupa pengantar umum yang mengulas serba

sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi

guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi

ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada bab-

bab berikutnya, yaitu peningkatan kompetensi, penilaian kinerja,

pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi.

A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar

biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan

hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja

guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa

depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang

hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi model-

model dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional

bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara

yang berhasil mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya

akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi

pecundang.

Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten.

Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan.

Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi

tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.

Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban

tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun

karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah

pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004,

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian,

lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal

pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.

Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh

perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono

menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa

guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Page 11: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 5

Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa

produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru

Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru,

sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan

seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara simultan, yaitu

mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan,

redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi,

dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang

sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang

terkait.

Page 12: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 6

B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional

Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya

utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di

Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan

guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi

guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4)

profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.

Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru

menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai

penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan

tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk

menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan

mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.

Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan

bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara

sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang

Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang

kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah

menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa

peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota

kebutuhan formasi.

Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua

produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat

pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik

yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga,

sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh

Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji

kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar

kompetensi.

Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1)

wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan

kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran

secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran,

dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni

yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program

yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik

Page 13: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 7

pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan

sosial pada satuan pendidikan yang relevan.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan

hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki

sertifikat peミdidiklah yaミg さlegalざ direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,

harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di

Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk

menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon

pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan

kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang

disebut dengan induksi.

Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh

mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas

profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang

nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan

bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki

kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah

memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi

guru yang benar-benar profesional.

Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui

ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan

masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan

kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas

pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.

Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim

dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika

menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan

dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua

subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus

ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang

tidak dibahas secara detail di dalam buku ini.

Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian

menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan

profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru.

Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop,

magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara

umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan

sebagainya.

Page 14: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 8

C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir

Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas

kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai

agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi

penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan

idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan

akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang

tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung

jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai

dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai

kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1)

guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling

atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan

pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam

pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan.

Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal.

Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang

profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya

tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan,

jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan,

kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.

Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau

proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar

Page 15: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 9

guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta

kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat

dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi

banding, dan lain-lain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki

keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan

pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV.

Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1

atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi

yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan

nonkependidikan yang terakreditasi.

Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik

dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan

dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan

keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.

Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier

meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir

guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan

pengembangan profesi dan karir guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan

dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.

Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru

dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif

meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan

penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.

Page 16: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 10

Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa

terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan

pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan

profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan

fungsional.

Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan

profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru

akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud

dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran,

penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan

pengalaman tentang teori-teori terkini.

Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,

lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di

tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator

guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis

kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta

evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau

memodifikasi/mengadopsi program sejenis.

Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan

pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak

guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah

peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat

dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau

dedikasi yang luar biasa.

D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan

Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan

dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu.

Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi

dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi

secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru

yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi

secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.

Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji

kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji

kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi

nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil

penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan

kompetensi guru.

Page 17: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 11

Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk

merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan

amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja

dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan

pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan

kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi,

maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis

untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya

Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat

kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi

tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji

kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan

kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru

sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian,

kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat.

Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus

dimiliki oleh guru.

Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu

disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru.

Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang

sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan,

sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan

dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan,

pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.

Page 18: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 12

E. Kebijakan Pemerataan Guru

Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan

antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa

rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini.

Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan

dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu

Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan

Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif

tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin

pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan,

antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan

pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional,

guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan

provinsi lain.

1. Kebijakan dan Pemerataan Guru

Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang

Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif

tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:

a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan

pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri

Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan

memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang

berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam

memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri

Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.

b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS

antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung

jawabnya.

c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal

penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis

pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan

Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian

penilaian kinerja pemerintah daerah.

d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS

antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari

kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan

sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung

penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis

pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.

Page 19: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 13

f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan

penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis

pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.

2. Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota

a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab

dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,

antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh

pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.

b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru

PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan

yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru

PNS.

c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan

pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di

wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.

d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk

penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis

pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.

e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan

pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan

kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah

provinsi.

f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis

pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan

standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri

Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan

diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.

Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan

evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan

guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional,

Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib

memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan

kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan

pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota

dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya.

Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma

umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini.

Page 20: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 14

1. Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan

guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh

Menteri Dalam Negeri.

2. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru

PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi

dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

3. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan

pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama.

4. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan

pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di

pemerintah kabupaten/kota.

Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan

pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS

antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu

provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada

APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,

antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan

pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD

kabupaten/kota.

Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.

1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS

antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan

menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian

Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan

dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan

di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling

lambat bulan Maret tahun berjalan.

2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS

antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan

menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian

Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan

Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei

tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.

3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan

dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan

di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri

Page 21: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 15

Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

paling lambat bulan Mei tahun berjalan.

4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari

Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan

menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat

bulan Juli tahun berjalan.

5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan,

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri

Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial

fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan

kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang

tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru

PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.

2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah,

pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan

penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian

kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 22: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 16

BAB II

PENINGKATAN KOMPETENSI

Topik ini berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Materi sajian

terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan

keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan

dampak ikutanya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran

secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,

membaca regulasi yang terkait, mengerjakan latihan, dan melakukan

refleksi.

A. Esensi Peningkatan Kompetensi

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti

penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan

dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran

yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metoda, dan teknologi pembelajaran

terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil

mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan

pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan

kompetensi dengan tuntutan perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu

faktor penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.

Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan

kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung

terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung

oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar

kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang

tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap

sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup

mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi

oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa

masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya.

Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut

reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik,

kepribadian, profesional, maupun sosial.

Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang dipersyaratkan

ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa dampak pada siswa

paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan kompetensi yang sudah usang.

Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang

terus berubah.

Page 23: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 17

Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya

tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan

teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi

materi pelajaran yang harus dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun

kompleksitasnya.

Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated learning),

kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari semakin bertambah

jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan teknologi pembelajaran

yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval

waktu yang sama.

Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh.

Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi

ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di

antara karakter utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal

yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.

B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir

1. Prinsip-prinsip Umum

Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan

prinsip-prinsip seperti berikut ini.

a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.

d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam

proses pembelajaran.

e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan

dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

2. Prinsip-pinsip Khusus

Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan

prinsip-prinsip seperti berikut ini.

a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan

indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik

profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara

fungsional dalam mencapai kompetensi.

Page 24: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 18

d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.

e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti

perkembangan Ipteks.

f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan jaman.

g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui

proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun

institusional.

h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada

hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi

profesinya.

i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai

kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam

rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi,

mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.

j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan

kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam

melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.

k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan

mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.

l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan

berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.

m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara

berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada

standar kompetensi.

n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan

dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan

penyegaran kompetensi guru;

o. Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dapat

dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;

p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu

memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat

oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan

kompetensi dan kinerja guru.

q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari

atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil

yang optimal.

Page 25: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 19

C. Jenis Program

Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan

dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.

1. Pendidikan dan Pelatihan

a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara

internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan

pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian

kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara

eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang

belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu

dan biaya.

b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri

yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini

terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,

misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai

alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru

sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.

c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama

dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat

dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah

diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat

dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi

profesionalnya.

d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa

menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan

dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak

jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil

dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota

kabupaten atau di propinsi.

e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau

LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara

berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun

berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi)

disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru

dalam keilmuan tertentu.

f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga

pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam

beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah,

merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.

g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah

dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas

Page 26: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 20

mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan

sejenisnya.

h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan

alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam

pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam

maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan

menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya

pengembangan profesi.

2. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan

a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai

dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat

memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah

ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.

b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah

juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan

kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi

secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya

peningkatan kualitas pendidikan.

c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi

pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat

dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan

silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.

d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,

penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu

pembelajaran.

e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku

pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.

f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk

alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi

pembelajaran).

g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa

karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang

memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.

D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses

pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang terkandung dalam Permenneg PAN

dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal

penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih berorientasi

Page 27: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 21

praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk

meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional

terdiri dari empat jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.

Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)

dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus

dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri,

dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif.

Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar

2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB, PK Guru, dan pengembangan karir guru.

PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru dan

didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar

kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program

PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan.

Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang

disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi

tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah

dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.

Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur

utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan

fungsional guru, selain kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan

dengan fungsi sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang

profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki

kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK yang kuat, guru

diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan

bidangnya.

Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di

sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB

disajikan berikut ini.

Page 28: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 22

1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.

2. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses

belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di

masa mendatang.

3. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

sebagai tenaga profesional.

4. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.

5. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.

Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan

dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga

mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam

pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki

kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi

perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi

kehidupan di masa datang.

Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah

organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk

peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang

berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki

jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas

sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan

dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan

kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan;

sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan

berkepribadian luhur.

PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan standar

kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi guru.

Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas

pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu.

Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

pemahaman peserta didik.

PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan,

pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu siklus yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2 menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi

guru. Melalui siklus kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru

akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan

karirnya.

Page 29: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 23

Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik oleh guru secara

mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah. Kegiatan PKB melalui

jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota

tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta

kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan

PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya;

kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari

sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain

yang relevan.

Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi kebutuhan pengembangan

keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat

dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat

disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui oleh

pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan

memanfaatkan jejaring virtual atau TIK.

Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi dapat dilakukan

oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa program dimaksud disajikan berikut ini.

1. Dilakukan oleh guru sendiri:

a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya;

b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);

c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran;

d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan

e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh.

2. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain:

a. mengobservasi guru lain;

b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;

c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);

d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan

yang dihadapi di sekolah;

Page 30: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 24

e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan

f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain.

3. Dilakukan oleh sekolah :

a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan hanya guru);

b. kunjungan ke sekolah lain; dan

c. mengundang nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain.

Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan

harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini.

1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak tersebut

perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan.

2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata,

proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan

kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau

40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu,

termasuk penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB.

3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara

berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga guru harus

tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk

mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam

kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya.

4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa

けdikembangkaミげ oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang

mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut

(tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya, pemahamannya tentang

proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan masukan/saran.

5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara aktif

sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi,

pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah

yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif -- perlu

dihindari.

Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-praktik

pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan ketentuan tersebut mencakup

antara lain:

1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang berpengalaman

dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru pendamping).

2. Guru pendamping tersebut berasal dari sekolah yang sama dengan guru binaannya atau dipilih

dari sekolah lain yang berdekatan, apabila di sekolahnya tidak ada guru pendamping yang

memenuhi kompetensi.

Page 31: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 25

3. Setiap sekolah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat sekolah, yaitu seorang guru yang

berpengalaman. Sekolah yang mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk

membantu Koordinator PKB, sedangkan sekolah kecil dengan jumlah guru yang terbatas,

terutama sekolah dasar, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan sekolah lain di sekitarnya.

Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan PKB di beberapa

sekolah.

4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB

tingkat kabupaten/kota (misalnya pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus sekolah

tertentu).

5. Sekolah, KKG/MGMP serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB

dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan visi

dan misi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

6. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya sebagai Guru

Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat sekolah maupun dalam mengikuti kegiatan PKB

tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa.

PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi

dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan secara

profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada peningkatan

keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru.

Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB

yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.

1. Pengembangan Diri

Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif guru

yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan

mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas

utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas

tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, seperti tugas

sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan.

Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk

mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional

masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional

adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk

meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.

Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau

mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan

bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Beberapa contoh bentuk

kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun

dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media

pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan

Page 32: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 26

teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya

yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.

Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri,

baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP,

program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3)

pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik;

(5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam

pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam

menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya

inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan

kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang

relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.

Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas, dikoordinasikan

dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara sistematik dan terarah sesuai

kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan

surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah.

Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan

dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah. Jika guru

mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut

harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.

Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada guru-

guru yang lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud

kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat

proses peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa

memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai

pemrasaran/nara sumber.

2. Publikasi Ilmiah

Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai

bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan

pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok,

yaitu:

a. Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau

nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang

diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi, nasional,

maupun internasional.

b. Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal.

Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang

pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam

bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau

minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya

ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru yang

Page 33: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 27

mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh

kepala dinas pendidikan setempat.

c. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang

dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap,

modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya

terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan

sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan

keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan

tugas tambahan sebagai kepala sekolah.

3. Karya Inovatif

Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru

sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah

dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa

penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni,

pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman,

soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.

Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara

berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak

sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru

diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional

tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB.

E. Uji Kompetensi

Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi

dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level

tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji

kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari

standar kompetensi yang diujikan.

Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat,

sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan

demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain

program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan

karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural,

emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu

menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik

memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum,

Page 34: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 28

seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masing-

masing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan

aspek-aspek yang diamati, yaitu:

a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,

emosional dan intelektual.

b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang

diampu.

d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan

kegiatan pengembangan yang mendidik.

f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki.

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan

evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Kompetensi Kepribadian

Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang

dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa.

Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus

tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang

direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik

harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan

berlaku dalam masyarakat.

Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku

etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik

dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik

yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri,

belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar,

mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil

apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai

kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.

Aspek-aspek yang diamati adalah:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik

dan masyarakat.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa

percaya diri.

Page 35: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 29

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3. Kompetensi Sosial

Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan

merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial

dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan

kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan

lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan

mendapat kesulitan.

Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama,

bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam

kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini.

a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,

kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki

keragaman sosial budaya.

d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau

bentuk lain.

4. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan

pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar

peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu

menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi

pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari

informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari

internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.

Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai

sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan

mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses

pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak

pernah putus.

Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan

metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong

pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan

konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan

multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan

belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya.

Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.

Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsip-

prinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan

Page 36: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 30

sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil

belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar,

agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar.

Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik

dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini.

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata

pelajaran yang diampu.

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang

pengembangan yang diampu.

c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.

d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri.

Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui

uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi

dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama

desain program peningkatan kompetensi guru.

Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi

pembelajaran setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru

menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji

kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari

standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan

prinsip-prinsip seperti berikut ini.

a. Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan

harus mencukupi serta terkini dan asli.

b. Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif

sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.

c. Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta

uji serta kondisi tempat uji kompetensi.

d. Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus

diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana

dia berasal.

e. Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang

berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji

kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu

dan biaya yang sedikit.

Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti

berikut ini.

1. Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun

bersamaan dengan penilaian kinerja.

2. Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya.

Page 37: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 31

3. Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru

TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test.

4. Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus

untuk ranah pengetahuan.

5. Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi

Latihan dan Renungan

1. Apa esensi peningkatan kompetensi guru?

2. Sebutkan jenis-jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru?

3. Buatlah penjelasan ringkas mengenai keterkaitan masing-masing jenis kompetensi guru!

4. Sebutkan beberapa prinsip peningkatan kompetensi guru1

5. Apa yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan?

6. Sebutkan jenis-jenis program peningkatan kompetensi guru!

7. Apa esensi uji kompetensi guru?

8. Apa dampak ikutan hasil uji kompetensi bagi guru?

Page 38: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 32

BAB III

PENILAIAN KINERJA

Topik ini berkaitan dengan penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama

berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan,

dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Peserta PLPG diminta mengikuti

materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok,

menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan,

dan melakukan refleksi.

A. Latar Belakang

Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi dalam pembangunan

nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam

IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.

Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Karena

itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan

fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan

sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru (PK Guru) yang

menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan.

Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat

dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi pengakuan

bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi

kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang

diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak

terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di

lingkungan Kementerian Agama.

Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan

dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan angka

kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Permenneg

PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika

semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka cita‐Iita pemerintah untuk

マeミghasilkaミ ざiミsaミ yaミg Ierdas komprehensif dan berdaya saiミg tiミggiざ lebih Iepat direalisasikan.

B. Pengertian

Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir

kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.

Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya dalam penguasaan

pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan

sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru.

Page 39: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 33

Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat

menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan

pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan

tugas tambahan. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi

kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang

ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.

Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi. Berdasarkan hasil

uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) guru yang sudah

mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang belum memiliki standar

kompetensi minimmal yang ditetapkan.

Guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan

untuk mengikuti PK Guru. Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan,

diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian

mengikuti uji kompetensi.

Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi peluang

mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2)

efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru

(berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.

Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya

pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan

setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan

pangkat dan jabatan fungsionalnya.

Page 40: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 34

SM : Standar Minimal

PKB : Pembinaan Keprofesian Berkelanjutan

PK : Penilaian Kinerja

UJI

KOMPETENSI N ˂ SM N ≥ SM

PKB

DIKLAT PENGEMBANGAN

N ˂ SM N ≥ SM

GURU

PROFESIONAL

1. KENAIKAN PANGKAT/ JABATAN

2. PROMOSI

3. TUNJANGAN PROFESI

PKINTERNALLY & EKSTERNALLY

DRIVEN

DIKLAT DASAR

DIKLAT LANJUTAN

INDIKATOR UTAMA

No. INDIKATOR

1. Disiplin Guru (waktu, nilai,

kehadiran, ethos kerja)

2. Efisiensi dan Efektivitas pembelajaran (Kapasitas transformasi ilmu ke siswa)

3. Keteladanan Guru (berbicara, bersikap dan berperilaku)

4. Motivasi Belajar Siswa

DAMPAK

No INDIKATOR

1. Hasil Belajar Siswa (Nilai Rapor, UN dan Hasil Tes Standar Lainnya)

2. Karya Prestatif Siswa dalam berbagai kompetisi Lokal, Nasional dan Internasional

3. Kesinambungan Prestasi Siswa di PT atau bekerja melalui Penelusuran Alumni.

4. Rekognisi Pihak Eksternal terhadap kualitas Siswa

Pembinaan karier dan kepangkatan

Memastikan guru melaksanakan tugas profesional

Menjamin bahwa guru memberi layanan pendidikanyang berkualitas

(KEPASTIAN, KEMANFAATAN dan KEADILAN)

PKPKB

UK

Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait

dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan

dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK Guru merupakan

acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi

guru, PK Guru merupakan pedoマaミ uミtuk マeミgetahui uミsur‐uミsur kiミerja yaミg diミilai daミ merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki

kualitas kinerjanya, khususnya pada empat fokus utama, seperti disebutkan di atas.

C. Persyaratan

Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis.

1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponen-

komponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain

yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.

2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang

dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun

dan kapan pun.

3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah,

dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan

persyaratan tambahan.

D. Prinsip Pelaksanaan

Priミsip‐priミsip utaマa dalaマ pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut.

1. Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.

2. Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan

tugasミya sehari‐hari, yaitu dalaマ マelaksaミakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan,

Page 41: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 35

dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah meliputi:

a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja),

b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa),

c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan

d. motivasi belajar siswa.

3. Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami semua

dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami pernyataan

kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek

yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.

4. Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan

マeマperhatikaミ hal‐hal berikut. a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari‐hari. b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai.

c. Dapat dipertanggungjawabkan.

d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan

dan sekaligus pengembangan karir profesinya.

e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk

memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut.

f. Mudah tanpa mengabaikaミ priミsip‐priミsip laiミミya. g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.

h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana

guru dapat mencapai hasil tersebut.

i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru.

j. Boleh diketahui oleh pihak‐pihak terkait yaミg berkepentingan.

E. Aspek yang Dinilai

Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga diマuミgkiミkaミ マeマiliki tugas‐tugas laiミ yang

relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa

subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut.

1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata

pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran, ethos

kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3)

keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.

2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling

(BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan,

mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan

melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Seperti halnya guru mata pelajaran, fokus

utama PK bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor juga mencakup (1) disiplin guru

(kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu

ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar

Page 42: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 36

siswa.

3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas

tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar

tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi

kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3)

menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala

perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang

sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan

menjadi dua, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru

pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun

(misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan

sejenisnya).

Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam

mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang

berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut.

Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai

perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.

F. Prosedur Pelaksanaan

PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian formatif) dan akhir

tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK Guru formatif digunakan

untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di

awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru

secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB. Bagi guru‐guru deミgaミ PK Guru di bawah standar, maka program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut.

Sementara itu, bagi guru‐guru deミgaミ PK Guru yaミg telah マencapai atau di atas standar,

program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan,

dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan

angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga digunakan untuk menganalisis

kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah

standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru

sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam) minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru.

Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran atau

pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang relevan dengan

fungsi sekolah/madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan penilaian PK Guru di tingkat

sekolah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana berikut.

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan, hal‐hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru yang akan

dinilai, yaitu:

a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK Guru

Page 43: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 37

dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru;

b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indikator

kinerja;

c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan dilakukan,

termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan

dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan

d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai sekaligus

menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya.

2. Tahap Pelaksanaan

Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai untuk

setiap kompetensi, yaitu:

a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum

dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada

pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang

berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi,

wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian

kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah

dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk

proses pencatatan ini.

b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib

mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran

atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan

fungsi sekolah/madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan

menggunakan instrumen yang sesuai uミtuk マasiミg‐マasiミg peミilaiaミ kiミerja. Uミtuk マeミilai guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai menggunakan

instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan.

Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap

muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan

dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di

luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat

semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau

lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat

dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten

tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau

pembimbingan.

Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua

bukti yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada マasiミg‐マasiミg kriteria peミilaiaミ. Bukti‐bukti iミi dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku

kepentingan pendidikan (guru, komite sekolah, peserta didik, dunia usaha dan dunia industri

mitra).

c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses

pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

Page 44: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 38

sekolah/madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih

diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi

per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan

dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk

penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja

sebagai deskripsi penilaian kinerja.

3. Tahap Penilaian

a. Pelaksanaan penilaian

Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1, 2,

3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0,

1, atau 2 pada マasiミg‐マasiミg indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini

harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti‐bukti berupa dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk

setiap kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

1) Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk マasiミg‐マasiミg iミdikator setiap koマpeteミsi. Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil

pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per

kompetensi dengan indikator kiミerja マasiミg‐マasiミg kompetensi

2) Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja

guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan

tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, nilai untuk setiap

kompetensi direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi penilaian kinerja untuk

mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala

nilai sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009.

3) Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan

Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka

kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit

Nilai Hasil PK Guru Sebutan Persentase

Angka kredit

91 – 100 Amat baik 125%

76 – 90 Baik 100%

61 – 75 Cukup 75%

51 – 60 Sedang 50%

≤ 50 Kurang 25%

4) Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang

dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap

kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru,

Page 45: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 39

sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya.

5) Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka

keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut.

Format ini juga ditandatangani oleh kepala sekolah.

6) Khusus bagi guru yang mengajar di dua sekolah atau lebih (guru multi

sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di sekolah/madrasah induk. Meskipun

demikian, penilai dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data

dan informasi dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing.

b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian

Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan

keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala

Sekolah dan/atau Dinas Pendidikan, yang selanjutnya akan menunjuk seseorang yang

tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam hal ini moderator dapat mengulang

pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang tidak disepakati atau mengulang

penilaian kinerja secara menyeluruh. Pengajuan usul penilaian ulang harus dicatat

dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari moderator digunakan sebagai

hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu kali dan moderator hanya

bekerja untuk kasus penilaian tersebut.

4. Tahap Pelaporan

Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK Guru

kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut. Hasil PK

Guru formatif dilaporkan kepada kepala sekolah/koordinator PKB sebagai masukan untuk

merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim penilai

tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan kewenangannya.

Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi,

atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang

selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Laporan

mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format; (ii) rekap hasil PK Guru

sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya.

Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dan

mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen,

yaitu: (i) instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru

pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK Guru

pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan dengan hasil PK Guru

pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam

aturan yang berlaku.

Page 46: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 40

G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit

Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg PAN dan RB

Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini

selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan persentase perolehan angka

kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PK Guru

ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini

dilaksanakan dengan menggunakan berbagai dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam

Format Rekap Hasil PK Guru, catatan hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan

sebagainya yang ditulis dalam Format Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen

pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika

diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke

sekolah/madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat.

Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit kenaikan

jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan angka kredit

dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan estimasi perolehan angka kredit

guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK Guru yang dilaksanakan di sekolah,

selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang ditanda‐taミgaミi oleh penilai, guru

yang diミilai daミ diketahui oleh kepala sekolah. Bersaマa‐sama dengan angka angka kredit dari unsur

utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil

perhitungan PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat

akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka

kredit kenaikan jabatan fungsional guru.

1. Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah.

Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Berdasarkan Permenneg

PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk pembelajaran atau

pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan menggunakan rumus tertentu.

Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan jabatan fungsionalnya setingkat

lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut.

Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru

Jabatan Guru Pangkat

dan Golongan Ruang

Persyaratan Angka Kredit kenaikan

pangkat dan jabatan

Kumulatif

minimal

Kebutuhan

Per jenjang

Guru Pertama Penata Muda, III/a

Penata Muda Tingkat I, III/b

100

150

50

50

Guru Muda Penata, III/c

Penata Tingkat I, III/d

200

300

100

100

Guru Madya

Pembina, IV/a

Pembina Tingkat I, IV/b

Pembinaan Utama Muda, IV/c

400

550

700

150

150

150

Guru Utama Pembina Utama Madya, IV/d

Pembina Utama, IV/e

850

1.050

200

Page 47: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 41

Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka

kredit minimal yang dimiliki untuk masing‐masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2)

Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang

dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi.

2. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah

yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru.

Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, Kepala

Perpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar tatap muka diperhitungkan

berdasarkan prosentase nilai PK Guru pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK

Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut.

a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru Bimbingan dan

Konseling/Konselor, atau PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke skala 0 ‐ 100.

b. Masiミg‐マasiミg hasil koミ┗ersi ミilai kiミerja guru untuk unsur pembelajaran/ pembimbingan

dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, kemudian

dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%), Sedang (50%), atau

Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009.

c. Angka kredit per tahun マasiミg‐マasiミg unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas

tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung

menggunakan rumus tertentu.

d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang

relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk

memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut:

1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah total angka kreditnya = 25% angka

kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan sebagai kepala

sekolah.

2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah total angka kreditnya =

50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan

sebagai Wakil Kepala Sekolah.

3) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan/

laboratorium/bengkel, atau ketua program keahlian; total angka kredit = 50% angka

kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai

Pustakawan/Laboran.

3. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi

sekolah/madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru

Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam

mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru pada

periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua tugas

per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut.

Page 48: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 42

a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum,

pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka

Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x

banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun.

b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas‐tugas sementara (misalnya

menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan

ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan

sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama

setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang

diberikan selama setahun.

H. Penilai PK Guru

1. Kriteria Penilai

Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah tidak dapat

melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai terlalu banyak), maka Kepala

Sekolah dapat menunjuk Guru Pembina atau Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian

kinerja Kepala Sekolah dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Penilai harus memiliki kriteria

sebagai berikut.

a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala

sekolah yang dinilai.

b. Memiliki Sertifikat Pendidik.

c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala

Sekolah yang akan dinilai.

d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran.

e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka.

f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja

Guru/Kepala Sekolah.

Dalam hal Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru Pembina, dan Koordinator PKB

memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang akan dinilai maka

penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina/Koordinator PKB dari

Sekolah lain atau oleh Pengawas Sekolah dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki

sertifikat pendidik dan memahami PK Guru.

2. Masa Kerja

Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan

paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh Kepala Sekolah atau

Dinas Pendidikan dengaミ マeマperhatikaミ priミsip‐priミsip peミilaiaミ yaミg berlaku. Uミtuk sekolah yang berada di daerah khusus, penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah

dan/atau Guru Pembina setempat. Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai

adalah 5 sampai dengan 10 guru per tahun.

Page 49: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 43

I. Sanksi

Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti マelaミggar priミsip‐priミsip pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara

melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Diberhentikan sebagai guru atau kepala sekolah dan/atau pengawas sekolah.

2. Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua

penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK Guru.

3. Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua

penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan

PAK yang dihasilkan dari PK Guru.

J. Tugas dan Tanggung Jawab

Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru.

Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi daerah serta

mengutamakan priミsip‐priミsip efisieミsi, keterbukaaミ, daミ akuミtabilitas. Keterkaitaミ tugas dan

tanggung jawab pihak‐pihak yaミg terlibat dalam pelaksanaan PK Guru, mulai dari tingkat pusat

sampai dengan sekolah. Konsekuensi dari adanya keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak‐ pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab

マasiミg‐マasiミg pihak dirinci berikut ini.

1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

a. Menyusun dan mengembangkan raマbu‐rambu pengembangan kegiatan PK Guru.

b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru.

c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru.

d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat.

e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru.

f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional.

g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas Pendidikan

dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti.

h. Meミgkoordiミasi daミ マeミsosialisasikaミ kebijakaミ‐kebijakan terkait PK Guru.

2. Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP

a. Menghimpun data profil guru dan sekolah yang ada di daerahnya berdasarkan hasil PK Guru

di sekolah.

b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat

Kabupaten/Kota.

c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan

provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi.

d. Melaksanakan pendampingan kegiataミ PK Guru di sekolah‐sekolah yaミg ada di bawah kewenangannya.

e. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah

kewenangannya.

Page 50: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 44

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah yaミg ada di bawah kewenangannya.

g. Dinas Pendidikan Provinsi bersama‐saマa deミgan LPMP membuat laporan hasil pemantauan

dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada sekolah, Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota, dan/atau Kemdiknas, cq. unit yang menangani Pendidik.

3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di wilayahnya

berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.

b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP

melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota.

c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah yaミg ada di wilayahnya.

d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di sekolah‐sekolah yang ada

di wilayahnya.

e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah

kewenangannya dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas.

f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan sekolah.

g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK

Guru di sekolah‐sekolah yaミg ada di daerahミya. h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan

yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya.

i. Meマbuat laporaミ hasil peマaミtauaミ daミ e┗aluasi kegiataミ PK Guru di sekolah‐ sekolah yaミg ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan

ke Dinas Pendidikan Provinsi masing‐マasiミg.

4. UPTD Dinas Pendidikan

a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di kecamatan

wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.

b. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di wilayah kecamatannya.

c. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di wilayah kecamatannya.

d. Menetapkan dan mengesahkan penilai PK Guru dalam bentuk Keputusan penetapan sebagai

penilai.

e. Menyediakan pelayanan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di

daerahnya.

f. Memantau dan mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PK Guru di tingkat

kecamatan untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

5. Satuan Pendidikan

a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru

b. Meミyusuミ prograマ kegiataミ sesuai deミgaミ ‘aマbu‐‘ambu Penyelenggaraan PK Guru dan

prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru.

c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota.

d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien,

obyektif, adil, akuntabel, dsb.

e. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas.

Page 51: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 45

f. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan

dalam pelaksanaan PK Guru.

g. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan

pelaksanaan program.

h. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya.

i. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota, UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten di Kecamatan, dan Pengawas Sekolah.

j. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat

kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan

angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional

guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit, terlebih dahulu

melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada kegiatan verifikasi jika

diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi sekolah. Sekolah juga

menyampaikan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke

UPTD Pendidikan Kecamatan.

k. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh hasil

PK Guru di bawah standar yang ditetapkan.

Latihan dan Renungan

1. Mengapa penilaian kinerja guru perlu dilakukan secara kontinyu?

2. Apa tujuan utama penilaian kinerja guru?

3. Sebutkan dan jelaskan secara ringkat tiga persyaratan penilaian kinerja guru!

4. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas prinsip-prinsip penilaian kinerja guru!

5. Sebutkan tahap-tahap penilaian kinerja guru!

6. Apa yang Anda ketahui tentang konversi nilai kredit dalam kerangka penilaian kinerja guru?

Page 52: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 46

BAB IV

PENGEMBANGAN KARIR

Topik ini berkaitan dengan pengembangan karir guru. Materi sajian

terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan

pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.

Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual,

melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang

terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi.

A. Ranah Pengembangan Guru

Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas

utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari

kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik

tertentu.

Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV dan

bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi

kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien

untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional,

yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis

dan bertanggungjawab.

Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan dan

pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV, seperti

disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang

belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau

program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga

kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.

Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik

dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun

2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan

dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit

jabatan fungsional.

Page 53: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 47

Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat

pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau

keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau

gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran yang

lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi

pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau

penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah.

Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa

terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan

pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada Gambar

4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,

kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana

dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.

Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan (3)

promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan

PEMBINAAN DAN

PENGEMBANGAN PROFESI GURU

PROFESI

KARIR

GURU PROFESIONAL DENGAN

AKSESIBILITAS PENGEMBANGAN

KARIR

Gambar 4.2. Jenis Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru

Page 54: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 48

fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan

dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya.

Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan

kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar

kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya

memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan ini

menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.

B. Ranah Pengembangan Karir

Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah

daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara pribadi. Secara

umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan meningkatkan kompetensi

guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran, yang berdampak pada

peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan

pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

1. Penugasan

Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan

konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru melakukan kegiatan pokok

yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan

yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.

Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu sekolah

sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas sekolah. Baik bertugas

pada satu sekolah atau lebih, guru dituntut melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur

dengan beban kerja tertentu, yaitu:

a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling

banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan

pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling

banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan

ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan

pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.

c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang setara,

yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta

didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.

d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika

paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja

dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus,

berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.

Page 55: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 49

Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif,

maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru

tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai

berikut.

a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran

1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja

paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi

pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala sekolah/madrasah

melaporkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor

Kementerian Agama Kabupaten/Kota.

2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang

belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke

satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya.

3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota

mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam

tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan

kewenangannya.

4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian

Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit

24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan

kewenangannya.

5) Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi

terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur

penugasan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.

6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai

kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban

mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan

menugaskan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat

memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu.

7) Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang

bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar

pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap

muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi

tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri

Pendidikan Nasional.

b. Penugasan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling

1) Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru bimbingan dan konseling

dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Apabila

pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban membimbing

tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada dinas Pendidikan Provinsi/

Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.

Page 56: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 50

2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru

bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing bimbingan dan

konseling paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada

dalam lingkungan kewenangannya.

3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota

mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban

membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada

dalam lingkungan kewenangannya.

4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian

Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi

beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan

yang ada dalam lingkungan kewenangannya.

5) Apabila pengaturan penugasan guru bimbingan dan konseling pada butir 2), 3), dan 4)

belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing

berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling pada

sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.

6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai

kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru bimbingan dan konseling

wajib memenuhi beban membimbing paling sedikit 40 peserta didik pada satuan

administrasi pangkal guru dan menugaskan guru bimbingan dan konseling pada

sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban

membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun.

Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang

bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar

pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap

muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari

150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi

tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian

pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib

mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala

sekolah/madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk

mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.

c. Guru dengan Tugas Tambahan

1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling

sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat

puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan

dan konseling atau konselor.

2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar

paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing

80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari

guru bimbingan dan konseling atau konselor.

Page 57: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 51

3) Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling

sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

4) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib

mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

5) Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit

produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka

dalam 1 (satu) minggu.

6) Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,

atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan

pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24

(dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

7) Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan

tugas sebagai pendidik, dengan ketentuan berpengalaman sebagai guru

sekurangkurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat)

tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas pembimbingan

dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan.

Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis. Di

dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh pemerintah atau

pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud dapat

dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama delapan

tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali sebagai

guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh

tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak

guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan

profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan

ditempatkan pada jabatan struktural.

2. Promosi

Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi dimaksud dapat

berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala sekolah, kepala sekolah,

pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari atas pertimbangan prestasi

dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru.

Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan

tugas keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.

Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.

Page 58: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 52

C. Kenaikan Pangkat

Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 telah

menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai dengan yang

tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Penjelasan tentang jenjang

jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi beserta jenjang

kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan tersebut telah

dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir merupakan

gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN

dan BR Nomor 16 Tahun 2009. Tugas-tugas guru yang dapat dinilai dengan angka kredit untuk

keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru mencakup unsur utama dan unsur

penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat

guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau

tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian

berkelanjutan (PKB).

1. Pendidikan

Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru

terdiri atas:

a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah.

Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan sesuai

dengan bidang tugas guru, yaitu:

1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV;

2) 150 untuk Ijazah S-2; atau

3) 200 untuk Ijazah S-3.

Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan sertifikat

pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah sebesar

selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama dengan

angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian

adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua

sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan.

b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi.

Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti fisik

keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat tanda

tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala

sekolah/madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang

dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala

sekolah/madrasah yang bersangkutan.

2. Pengembangan Profesi

Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah

Page 59: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 53

pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap,

berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata

Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan

ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu

pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif.

Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan diri

(diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau gagasan

inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman

guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya

seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan

standar, pedoman, soal, dan sejenisnya).

Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat dari

subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing pangkat/golongan

adalah sebagai berikut:

a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka

kredit.

b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka

kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat) angka kredit.

c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka

kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam) angka kredit.

d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka

kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan) angka kredit.

Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian

dari subunsur publikasi ilmiah.

e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka

kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka

kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil

penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.

f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka

kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka

kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil

penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.

g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka

kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat belas) angka

kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah

mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber

ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.

h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka

kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka

kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah

Page 60: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 54

mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber

ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.

i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan IV/d,

selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan presentasi

ilmiah.

3. Unsur Penunjang

Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang tugas

guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini.

a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.

Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya

diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut.

1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5;

2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan

3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15.

Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat

yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada

perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas

belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat yang menangani

kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan Kementerian Agama,

surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut berasal dari pejabat

yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II.

b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru

Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai dengan

kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya:

1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang

sejenisnya

2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat

nasional.

3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi

4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya

5) Menjadi tim penilai angka kredit

6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya.

c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa

Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah atau

negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai seorang

guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan. Tanda jasa

dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan kepada guru

berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan lain yang

diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa, bangsa, dan

Page 61: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 55

negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut dicapai

karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang relatif

lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat nasional,

diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat.

Latihan dan Renungan

1. Apa perbedaan utama antara pengembangan keprofesian dan pengembangan karir guru?

2. Mengapa pengembangan keprofesian guru dikaitkan dengan jabatan fungsionalnya?

3. Apa perbedaan utama pengembangan guru yang belum S1/D-IV dan belum bersertifikat

pendidik dengan yang sudah memilikinya?

4. Sebutkan jenis-jenis pengembangan karir guru!

5. Apa perbedaan utama pengembangan keprofesian berbasis lembaga dengan yang berbasis

individu?

Page 62: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 56

BAB V

PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN

Topik ini berkaitan dengan perlindungan dan penghargaan guru. Materi

sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau asas, dan jenis-

jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk

kesejahteraannya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran

secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,

membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan

refleksi.

A. Pengantar

Jumlah guru yang banyak dengan sebaran yang sangat luas merupakan potensi bagi mereka untuk

mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia secara nyaris tanpa batas akses geografis, sosial,

ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, kondisi ini yang menyebakan sebagian guru

terbelenggu dengan fenomena sosial, kultural, psikologis, ekonomis, kepegawaian, dan lain-lain.

Fenomena ini bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap guru belum

begitu baik, serta perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesejahteraan, dan

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi mereka belum optimum. Sejarah pendidikan di

Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah

berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan kesadaran untuk

terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau harkat dan martabat yang jelas dan

mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya Undang-Undang (UU) Nomomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen.

Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan langkah maju

untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka.

Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu

pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di

dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan

terhadap pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru

mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas

kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan diundangkannya UU No. 14

tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum,

perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di

dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI.

Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas beberapa dimensi perlindungan sebagaimana

dimaksudkan di atas, sampai sekarang belum ada rumusan komprehensif mengenai standar operasi

dan prosedurnya. Atas dasar itu, perlu dirumuskan standar yang memungkinkan terwujudnya

Page 63: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 57

perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta

perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI bagi guru.

B. Definisi

1. Perlindungan bagi guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan

profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI yang

diberikan kepada guru, baik berstatus sebagai PNS maupun bukan PNS.

2. Perlindungan hukum adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak

kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau

perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi

atau pihak lain.

3. Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan yang mencakup perlindungan

terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian

imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan

terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam

melaksanakan tugas.

4. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada guru mencakup perlindungan

terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,

bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

5. Perlindungan HaKI adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi

yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

6. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara

penyelenggara dan/atau satuan pendidikan dengan guru.

7. Kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama

secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas

Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat guru bertugas.

8. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk

konsultasi hukum oleh LKHB mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain

kepada guru.

9. Advokasi adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemberian perlindungan

hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta

perlindungan HaKI bagi guru. Advokasi umumnya dilakukan melalui kolaborasi beberapa

lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat kebersamaan

untuk mencapai suatu tujuan.

10. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa guru berdasarkan perundingan yang

melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain sebagai

mediator dan diterima oleh para pihak yang bersengketa untuk membantu mencari

penyelesaian yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mediator tidak

mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan.

Page 64: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 58

C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru

Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),

bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil

serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sesuai dengan politik

hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung

jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk

menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan.

Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara koderati

melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia,

termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,

dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan

melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang ditetapkan oleh PBB serta berbagai

instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah diterima oleh Indonesia. Di samping hak

asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap

perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak

asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi

manusia dimasukkan dalam UUD 1945.

Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak

atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian

7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada

guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini.

1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan

wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan

diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang

tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.

4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian

pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat

menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko

gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,

kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.

Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seperti

disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan

Page 65: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 59

hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan

kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas

profesionalnya.

1. Perlindungan hukum

Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari

yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta

didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa:

a. tindak kekerasan,

b. ancaman, baik fisik maupun psikologis

c. perlakuan diskriminatif,

d. intimidasi, dan

e. perlakuan tidak adil

2. Perlindungan profesi

Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,

pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan

pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara

rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.

a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan

bakatnya.

b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional

dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja

bersama.

d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau

kesepakatan kerja bersama.

e. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik

pembayaran imbalan yang tidak wajar.

f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.

g. Setiap guru memiliki kebebasan untuk:

mengungkapkan ekspresi,

mengembangkan kreatifitas, dan

melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan

pembelajaran.

h. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,

orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan,

dan rasa tidak aman.

j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:

substansi,

prosedur,

Page 66: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 60

instrumen penilaian, dan

keputusan akhir dalam penilaian.

k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:

penetapan taraf penguasaan kompetensi,

standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan

menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.

l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:

mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik,

memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan

bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.

m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi:

akses terhadap sumber informasi kebijakan,

partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan

formal, dan

memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas

dasar pengalaman terpetik dari lapangan.

3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko

gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,

kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas,

yaitu:

a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus

mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah

daerah.

b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari

peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat

luas.

c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap:

resiko gangguan keamanan kerja,

resiko kecelakaan kerja,

resiko kebakaran pada waktu kerja,

resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau

resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai

ketenagakerjaan.

d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta

didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat:

kecelakaan kerja,

kebakaran pada waktu kerja,

bencana alam,

kesehatan lingkungan kerja, dan/atau

Page 67: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 61

resiko lain.

f. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:

bahaya yang potensial,

kecelakaan akibat bahan kerja,

keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,

frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,

resiko atas alat kerja yang dipakai, dan

resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.

4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual

Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain

Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari

dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten,

Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas

Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:

a. hak cipta atas penulisan buku,

b. hak cipta atas makalah,

c. hak cipta atas karangan ilmiah,

d. hak cipta atas hasil penelitian,

e. hak cipta atas hasil penciptaan,

f. hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi

dan seni, serta sejenisnya, dan;

g. hak paten atas hasil karya teknologi

Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu seakan-akan menjadi

seakan-akan makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat potensi untuk itu. Oleh karena itu,

dimasa depan pemahaman guru terhadap HaKI ini harus dipertajam.

D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru

1. Konsultasi

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-pihak yang

kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihak-

pihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut.

Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang

disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan

pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan

hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan

mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun

adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.

Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak

hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah

Page 68: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 62

pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja

secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru ketika berkonsultasi

tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi

pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau

perselisihan.

2. Mediasi

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti

munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak lain

yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya.

Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan

tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan

penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui baミtuaミ さseoraミg atau lebih peミasehat ahliざ マaupuミ マelalui seoraミg マediator. Kesepakataミ peミyelesaiaミ seミgketa atau perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk

dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan

penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam

waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan mediator yang ditujuk

oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para

pihak.

3. Negosiasi dan Perdamaian

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti

munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,

penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau

kelompok guru.

Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarya para pihak,

dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak untuk menyelesaikan sendiri

sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya

dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian

yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu

adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan

atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah

timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.

Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi dan

perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan

penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di

antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah

satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan

Page 69: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 63

perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun setelah sidang peradilan

dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar pengadilan.

4. Konsiliasi dan perdamaian

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti

munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,

penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian.

Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas, konsiliasi pun

tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Konsiliasi atau

perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau

suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah

dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam

maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan

pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

5. Advokasi Litigasi

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika

terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang

dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi litigasi.

Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan pekerjaan pembelaan

hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan

dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang

sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi merupakan

urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum

semata.

Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin

pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata

advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau

pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris,

maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan,

memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa

diartikaミ マelakukaミ けperubahaミげ seIara terorganisir dan sistematis.

6. Advokasi Nonlitigasi

Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan

ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika

terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang

dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi nonlitigasi.

Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa di

luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah

suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan

Page 70: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 64

penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui

peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran

dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban

dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap

(unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan

terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan

penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

E. Asas Pelaksanaan

Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan perlindungan HaKI

bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai berikut:

1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat

pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.

2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau

lembaga mitra, atau keduanya.

3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi

peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta

sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.

4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan

menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli.

5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi

oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah

untuk mufakat.

6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang

dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan.

7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan

pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.

F. Penghargaan dan Kesejahteraan

Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan dan

kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa,

berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus.

Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan,

kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam

jenisnya, seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,

piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk

penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 71: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 65

Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten

wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur

di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah

khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari

Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji maupun

penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji adalah hak yang

diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam

bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok,

guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji.

Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan

pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan

penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat

oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian

kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam

bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip

penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional.

Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14

Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya, memiliki hak

atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup

tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan

maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan kesejahteraan guru

disajikan berikut ini.

1. Penghargaan Guru Berprestasi

Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat

secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota,

provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk

mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan

berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat

dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan

kompetitif.

Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru,

terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas, Undang-Undang No. 14

Tahun 2005 mengamanatkan bahwa ざGuru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau

bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaanざ.

Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari pemberian

predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun

1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan

hanya sampai tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukan-

masukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun pengelola pendidikan tingkat

kabupaten/kota/provinsi, maka pemilihan guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya

menjadi pemilihan guru berprestasi.

Page 72: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 66

Frasa さguru berprestasiざ bermakna さprestasi dan keteladaミaミざ guru. Sebutan guru

berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang

menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam

pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan;

penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra

daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga

merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi

di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.

Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002.

Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat

satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum

pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang

telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang

Taman-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, atau

yang sederajat.

Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan secara ketat,

yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan

penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis teknik

penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat nasional.

2. Penghargaan bagi Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil

Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh

karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada mereka

dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun pada

peringatan lainnya.

Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan martabat guru atas

dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan

dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua,

memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan

dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya

secara profesional sesuai kualifikasi masing-masing.

Ketiga, meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan

pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil

atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan

dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang

berada dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin.

Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil

bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara

selektif dan kompetitif diberikan kepada d ua orang guru sekolah dasar (SD) Daerah Khusus

dari seluruh provinsi di Indonesia.

Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi diminta dan diharuskan menyeleksi dan

mengirimkan dua orang guru daerah khusus, terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang

Page 73: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 67

berdedikasi tinggi untuk diberi penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri

sipil (Guru PNS) maupun guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru SD

berdedikasi yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan

khusus. Kriteria umum dimaksud antara lain beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki

moralitas,kepribadian dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman

sejawat dan masyarakat sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya.

Kriteria khusus bagi guru SD Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan

antara lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi

luar biasa, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai

komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala

keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin

tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya

selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus.

Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang

sejenis di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam

masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah

sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalah-

masala tersebut.

Ketujuh, menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas

kepribadiannya dalam mengamalkan keahliannya dalam masyarakat. Kedelapan,

menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan

menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat.

3. Penghargaan bagi Guru PLB/PK Berdedikasi

Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus (PLB/PK) berdedikasi

dilakukan sejak tahun 2004. Penghargaan ini diberikan kepada guru dengan maksud untuk

mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK, yang diharapkan akan

berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru

yang memiliki dedikasi dan kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan Pendidikan

Khusus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan/atau

menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional

dan/atau internasional; dan/atau secara langsung membimbing peserta didik yang

berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau

ekstrakurikuler.

Seleksi pemilihan guru berdedikasi tingkat nasional di laksanakan di Jakarta. Mereka

berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Pemilihan guru PLB/PK berdedikasi ini

dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Pemberian penghargaan ini

diharapkan dapat mendorong guru PLB/PK dalam meningkatkan kemampuan profesional yang

diperlukan untuk membantu mempersiapkan SDM yang マeマiliki さkelaiミaミざ tertentu untuk siap

menghadapi tantangan kehidupan masa depannya.

Dalam penetapan calon guru PLB/PK yang berdedikasi untuk diberi penghargaan, kriteria

Page 74: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 68

dedikasi dan prestasi yang menonjol bersifat kualitatif. Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan

atau pertimbangan dasar, sehingga guru PLB/PK berdedikasi yang terpilih untuk menerima

penghargaan benar-benar layak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Kriteria dedikasi dan prestasi dimaksud meliputi pelaksanaan tugas, hasil

pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji. Dimensi pelaksanaan tugas mencakup, pertama,

konsisten dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus.

Kedua, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Ketiga,

keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta suasana tertib. Keempat, kemampuan

melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas. Kelima, konsisten dalam melaksanakan

evaluasi dan analisis hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Keenam, objektivitas

dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus.

Dimensi kemampuan menunjukkan hasil pelaksanaan tugas secara baik mencakup,

pertama, penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi

dan/atau alat peraga baru dalam khusus. Kedua, dampak sosial/ budaya/ ekonomi/

lingkungan terhadap proses belajar mengajar yang dirasakan atas penemuan

metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru

dalam pembelajaranb agi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan memprakarsai suatu

kegiatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Keempat, memiliki sifat inovatif dan

kreatif dalam memanfaatkan sumber/alat peraga yang ada di lingkungan setempat untuk

kelancaran kegiatan belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus. Kelima, mampu

menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis

kebutuhan peserta didik.

Dimensi memiliki sifat terpuji antara lain mencakup kemampuan menyampaikan

pendapat, secara lisan atau tertulis; kesediaan untuk mendengar/menghargai pendapat

orang lain; sopan santun dan susila; disiplin kerja; tanggung jawab dan komitmen terhadap

tugas; kerjasama; dan stabilitas emosi. Dimensi memiliki jiwa pendidik mencakup beberapa

hal. Pertama, menyayangi dan mengayomi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua,

memberikan bimbingan secara optimal kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Ketiga,

mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik berkebutuhan khusus.

Pemilihan guru berprestasi serta pemberian penghargaan kepada guru SD di Daerah

Khusus dan guru PLB/PK berdedikasi seperti disebutkan di atas merupakan agenda tahunan.

Namun demikian, meski sifatnya kegiatan tahunan, program ini bukanlah sebuah kegiatan yang

bersifat seremonial belaka. Pelembagaan program ini merupakan salah satu bukti kuatnya

perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Tentu saja, di masa datang,

kualitas dan kuantitas pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi senantiasa

perlu ditingkatkan.

4. Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan

Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan prestasi dan

dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas

dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya

yang luar biasa.

Page 75: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 69

Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan,

meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum antara lain warga

negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta mempunyai nilai dalam DP3

amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya.

Persyaratan khusus meliputi, pertama, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di

tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau

selama delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di

daerah perbatasan, konflik, dan bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus

atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga, diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus

sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah sekurang-

kurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam

melaksanakan tugas sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima,

berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan

pembangunan di berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau

menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan perundang-undangan.

5. Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran

Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat memotivasi

guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan

perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan

kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil

kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. Lomba keberhasilan guru dalam

pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pertama, sosialisasi

melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet. Kedua,

penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun seleksi

terhadap materi yang ditulis.

Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki

keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai

berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya

tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau

sejenisnya tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan

guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba

keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian

penghargaan pemenang lomba tingkat nasional.

Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru

dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang

secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat

dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi

model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi.

6. Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade

Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran

nasional, regional, maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi yang

termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan utama

peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (ONS Guru)

Page 76: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 70

merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata

pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN.

Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi guru

menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan meningkatkan kompetensi profesional atau

akademik untuk memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses

dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di

kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi,

profesionalisme, dan kerja keras untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan

mengembangkan kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi

masa kini dan yang akan datang; (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang

terhormat, mulia, bermartabat, dan terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan

peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata.

Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat kabupaten/kota,

tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan diberikan kepada

peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran dan kegiatan

pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi

pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan

masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional diberi hadiah dan penghargaan dari

kementerian pendidikan.

7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi

Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik

ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan

sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya

memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat

diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat.

Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber

daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin

bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam

menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus

ditingkatkan.

Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan

dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut

dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan dan

pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai dengan

kemajuan ipteks.

Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia, dalam hal ini dengan

The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program yang telah dilaksanakan

sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan penghargaan kepada

guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang penyelenggaraan

pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan pembanding dan

diimplementasikan di tempat tugas mereka.Kontinuitas pelaksanaan program kerjasama ini

sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru untuk meningkatkan

Page 77: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 71

pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

8. Penghargaan Lainnya

Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan antarnegara,

khususnya bagi mereka yang berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan, baik di kawasan

Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan

pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya.

Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk

mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan,

studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara

Asean, Jepang, Australia, dan lain-lain.

Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat

nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan jenjang. Penerima

penghargaan ini adalah guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai dari tingkat

sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional.

G. Tunjangan Guru

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam

melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup

minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum

tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa

tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait

dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi dan

pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan hak yang

diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang

ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai

pendidik profesional.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak

sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul lahirnya UU ini,

pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji pokok, yaitu tunjangan

yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan

tunjangan khusus.

1. Tunjangan Profesi

Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik tertentu dan

empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau akademik.

Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada mereka.

Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru.

Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi

kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen yang menamanatkan bahwa さPemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru

Page 78: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 72

yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakatざ.

Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru

untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan tugas

di sekolah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai peserta

didiknya.

Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada

tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima

tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya yaitu

dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan lainnya.

Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60 tahun.

Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap berhak

mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk sekolah

swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak berhak lagi atas

tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi pendidik, mereka hanya

berhak atas さsatuざ tunjangan profesi.

Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan

syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan PNS pun

akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik, masa kerja,

serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi akan

dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan kepangkatannya melalui

impassing.Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja

negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen.

3. Tunjangan Fungsional

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17 ayat (1)

mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan fungsional

kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah

dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan fungsional

diberikan kepada guru yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional ini

dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan

dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3).

Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya sesuai

dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. Namun saat ini baru diberikan tunjangan

tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya. Khusus

mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan tersendiri,

berikut persyaratannya.

Page 79: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 73

4. Tunjangan Khusus

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru

dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor

merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan

guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya. Sesuai dengan amanat

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 18, disebutkan bahwa

guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan ditugaskan di di daerah

khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara dengan satu kali gaji pokok

Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah

Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan

Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi

masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang

mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat

lain.

a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit

dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,

pesisir, dan pulau-pulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang

sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak

memiliki sumberdaya alam.

b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai

tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak

dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan

yang mengakibatkan daerah belum berkembang.

c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak pada

sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah

negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan pulau kecil

terluar dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)

yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut

kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional.

d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena

bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap

layanan pendidikan dalam waktu tertentu.

e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan

terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan

guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu.

f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang

sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang

memerlukan penanggulangan dengan segera.

Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh

Page 80: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 74

satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada

tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

Peミetapaミ Daerah Khusus iミi ruマit daミ teミtatif adaミya. “ebagai さkatup peミgaマaミざ sejak tahun 2007, pemerintah memberikan bantuan kesejateraan untuk guru

yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai

tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp 1.350.000 per bulan.

Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini adalah selain

meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati sangat sulit, juga

memotivasi guru untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Pada sisi lain, pemberian tunjangan

ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar di Daerah Khusus ini. Belum

terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga semakin mudah dilakukan

dengan insentif tunjangan khusus ini.

5. Maslahat Tambahan

Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka implementasi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pemberian maslahat

tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip

penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan merupakan tambahan

kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,

beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi

putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.

Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari

pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2),

dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi

guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk: (1) memberikan

penghargaan terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2)

memberikan penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam

dunia pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih

baik dan bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian,

pemberian maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (i) mengangkat citra, harkat, dan

martabat profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang

profesi guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap

profesi guru hingga akhir masa bhakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.

Page 81: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 75

Latihan dan Renungan

1. Apa yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi guru, dan berikan contohnya?

2. Apa yang dimaksud dengan perlindungan profesi bagi guru, dan berikan contohnya?

3. Apa yang dimaksud dengan perlindungan K3 bagi guru, dan berikan contohnya?

4. Apa yang dimaksud dengan perlindungan HaKI bagi guru, dan berikan contohnya?

5. Sebutkan beberapa jenis penghargaan yang diberikan kepada guru!

6. Sebutkan beberara jenis tunjangan yang diterima oleh guru!

7. Apa yang dimaksud dengan pemberian kesejahteraan dan penghargaan kepada guru atas dasar

prestasi kerja?

8. Sebutkan beberapa alasan, mengapa guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil perlu

diberi tunjangan khusus?

Page 82: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 76

BAB VI

ETIKA PROFESI

Topik ini berkaitan dengan etika profesi guru. Materi sajian terutama

berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses

pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar

kelas, maupun di masyarakat. Peserta PLPG diminta mengikuti materi

pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah

kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan

melakukan refleksi.

A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa

Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai

さprofesi kelas duaざ. Idealnya, pilihaミ seseoraミg uミtuk マeミjadi guru adalah さpaミggilaミ jiwaざ uミtuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan

melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan

pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi

guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat

keterampilan dan kemampuan khusus.

Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966)

mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus,

yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan

atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah

atau gaji dalam jumlah tertentu.

Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai

profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional

memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri,

mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri,

berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan

menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional

bercirikan seperti berikut ini.

1. Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu.

2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru daミ keloマpok laiミ yaミg さseprofesiざ deミgaミ mereka melalui kontrak dan aliansi sosial.

3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan

tata santun berhubunngan dengan atasannya.

4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan

diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri.

5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu

pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan.

6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya.

7. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya.

Page 83: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 77

8. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri.

9. Memiliki empati yang kuat.

10. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat.

11. Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja.

12. Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung.

13. Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui

keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan

berbagai ragam perspektif.

Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen

inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut

profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya.

Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik-

karakteristik profesi seperti berikut ini.

a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah

jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang

berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.

b. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan

peミguasaaミ bidaミg keilマuaミ terteミtu. “iapa saja bisa マeミjadi さguruざ, akaミ tetapi guru yaミg sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi

pembelajaran.

c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.

Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas

dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan

makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan

teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya

berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik

biasa.

d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus

mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami

oleh peserta didik.

e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah

mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia

lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan

atau mereduksi semangat kolegialitas.

f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan

kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah,

bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan,

baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat

sekalipun.

g. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja.

Page 84: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 78

h. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Maミakala terjadi さマalpraktikざ, seoraミg guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika

bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika

tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan

segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.

i. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia

kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus

dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.

j. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda

dengan simbol-simbol untuk profesi lain.

B. Definisi

Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya tidak terlepas

dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode Etik Gutu itu sendiri,

Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, beberapa

frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan.

1. Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan

dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan profesionalitas

anggotanya.

2. Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya dalam

menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan pengembangan

profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional.

3. Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia

sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,

anggota masyarakat, dan warga negara.

4. Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guru

yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan,

penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru.

5. Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik

dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas

profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.

6. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk

menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan

menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah,

serta menjalani kehidupan di masyarakat.

C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi

Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib

menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi

Page 85: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 79

dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logis dari amanat

UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru wajib:

1. Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

2. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau Janji

Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.

3. Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan disiplin

yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.

4. Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif.

5. Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana dia

terdaftar sebagai anggota.

6. Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota.

7. Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai

anggota.

8. Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar

sebagai anggota.

9. Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih organisasi

atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi

Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,

terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus menjunjung tinggi etika

profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta

menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,

makmur, dan beradab.

Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka memiliki

kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,

yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi

warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka harus

berpegaミg teguh pada priミsip さing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri

handayani”. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan

guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di

negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu

ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang

mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik

Page 86: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 80

putera-puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika profesi

atau menjalankan profesi secara beretika.

Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode

Etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban

mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat,

dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak.

Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode Etik

profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode Etik

dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun

2005 teミtaミg Guru daミ Doseミ disebutkaミ bahwa さGuru マeマbeミtuk orgaミisasi atau asosiasi profesi yaミg bersifat iミdepeミdeミ.ざ Orgaミisasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi,

meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan

pengabdian kepada masyarakat.

Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa

guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi

profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan

kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi

profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat

perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.

E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia

Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya, bahwa Kode

Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh

organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan berperilaku yang

mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru. Dengan demikian, guru harus

menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi,

bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus mampu memahami, menghayati,

mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan

menjalani kehidupan di masyarakat.

Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan norma-

norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang

ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan

kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru

dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan

beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses pendidikan dan pembelajaran yang

memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efisien di sekolah.

Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru Republik

Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru

Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006

tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008

tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang

Page 87: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 81

menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi

guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.

KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional

(sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru

Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak

keマeミteriaミ disebutkaミ bahwa さseマua guru di Iミdoミesia dapat memahami, menginternalisasi, dan

マeミuミjukkaミ perilaku kesehariaミ sesuai deミgaミ ミorマa daミ etika yaミg tertuaミg dalaマ KEGI iミi.ざ Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud.

Sangat mungkin beberapa organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan

Kode Etik Guru yang sudah disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan

guru dalam menjalankan tugas keprofesian.

1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik

a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil

pembelajaran.

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak

dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.

c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan

masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk

kepentingan proses kependidikan.

e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha

menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan

sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.

f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan

menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.

g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat

mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta

didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya

untuk berkarya.

i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat

peserta didiknya.

j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.

k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak

peserta didiknya.

l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi

pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.

Page 88: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 82

m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-

kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan

keamanan.

n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak

ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.

o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta

didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.

p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta

didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

2. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa

a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali

siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.

b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai

perkembangan peserta didik.

c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan

orangtua/walinya.

d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam

memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan

peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.

f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan

dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.

g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa

untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

3. Hubungan Guru dengan Masyarakat

a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan

masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan

kualitas pendidikan dan pembelajaran.

c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat

profesinya.

e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan

aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.

f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,

moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.

g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.

Page 89: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 83

h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat

a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.

b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses

pendidikan.

c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.

d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.

e. Guru menghormati rekan sejawat.

f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.

g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan

standar dan kearifan profesional.

h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara

profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.

i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat

profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.

j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap

tindakan profesional dengan sejawat.

k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan

pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan

pembelajaran.

l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,

moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.

m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi

dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.

n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan

marabat pribadi dan profesional sejawatnya.

o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat

siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-

pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.

q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan

memunculkan konflik dengan sejawat.

5. Hubungan Guru dengan Profesi

a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.

b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi

yang diajarkan.

Page 90: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 84

c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.

d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas

profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan

integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan

martabat profesionalnya.

g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi

keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.

h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan

tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi

a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam

melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.

b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi

kepentingan kependidikan.

c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan

komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.

d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas

organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif

individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan

martabat dan eksistensi organisasi profesinya.

g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan

pribadi dari organisasi profesinya.

h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa

alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Hubungan Guru dengan Pemerintah

a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang

pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan

lainnya.

b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.

c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan

pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.

Page 91: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 85

e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian

negara.

F. Pelanggaran dan Sanksi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan perilaku yang

bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi

undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral

yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta

didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan

pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk

tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu:

(1) agama dan Pancasila; (2) kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3)

nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah.

emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.

Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk

menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian,

organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan

etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.

Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan

ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI

dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau

menurut aturan negara.

Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik

profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi

sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan

Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak

diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan

perundang-undangan.

Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini

normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan

pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang

mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi profesi guru, atau

pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau

tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang

dilakukan dihadapan DKGI.

Page 92: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 86

Latihan dan Renungan

1. Apa esensi etika profesi guru?

2. Sebutkan karakteristik utama profesi guru!

3. Mengapa guru harus memiliki komitmen terhadap Kode Etik?

4. Mengapa UU No. 14 Tahun 2005 mewajibkan guru menjadi anggota organisasi profesi?

5. Apa implikasi kewajiban menjadi anggota organisasi profesi bagi guru?

6. Apa peran DKGI dalam kerangka penegakan Kode Etik Guru?

Page 93: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 87

REFLEKSI AKHIR

Materi sajian pada bagian ini berupa refleksi akhir Sajian materi ini

dimaksudkan sebagai penutup dan refleksi atas materi utama yang

disajikan pada bab-bab sebelumnya. Oleh karena kebijakan pembinaan

dan pengembangan guru senantiasa bermetamorfosis, peserta PLPG yang

sudah dinyatakan lulus sekalipun diharapkan tetap mengikuti

perkembangan kebijakan lanjutan.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aktualitas

fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan

mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik sekarang

merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil,

berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais.

Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang

multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru

masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru yang

sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah mencatatkan bahwa

profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui peran strategisnya bagi

pembangunan masa depan bangsa.

Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi tenaga

kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi kependidikan itu sendiri.

Frasa さteミaga kepeミdidikaミざ iミi saミgat dikeミal baik seIara akadeマik マaupuミ regulasi.

Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan tenaga

kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jeミis さprofesiざ atau pekerjaaミ yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali

pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga

kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau

guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium

sekolah.

Kareミaミya, ketika berbiIara マeミgeミai さprofesi kepeミdidikaミざ, seマua oraミg akan melirik pada

esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Tenaga

kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang

penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga

kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam

Page 94: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 88

menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

guru yang tadinya masuk ke dalam さruマpuミ peミdidikざ, kiミi telah マeマiliki defiミisi terseミdiri.

Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana

termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga kependidikan terdiri atas

tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang

pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas

pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah,

direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Termasuk dalam jenis tenaga

kependidikan adalah pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat

provinsi atau kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk

tenaga administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan

fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan.

Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi empat

kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2)

tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang

kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi

sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua,

rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalah-

masalah manajerial atau administratif kependidikan.

Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul beberapa

harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru sangat diperlukan

untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan proyeksi

pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana pemenuhan guru per

kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku yang dipublikasikan minimal

setiap tiga tahun.

Kedua, memperhitungkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan (supply and

demand) atau keseimbangan antara kebutuhan guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar

tidak terjadi kelebihan guru dan rasio guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal.

Pada kondisi riil di sekolah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di

sekolah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus.

Ketiga, merealisasikan pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan

di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri

tentang Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka

berangsur-angsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota

dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat dan

cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu pemberian

tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain.

Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB

Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru, yaitu:

penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan, dan pengembangan karier guru.

Page 95: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 89

Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem

pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan

penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi,

penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian

berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan

masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun masterplan

pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini

memerlukan perhatian dan priotitas utama.

1. Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

2. Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif

berkaitan dengan:

a. Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan

satuan pendidikan.

b. Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah

ditetapkan.

c. Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang

keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.

d. Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan

sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan

bidang pendidikan.

e. Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan

akuntabel.

f. Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas

obyektifitas, transparan dan akuntabel

g. Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar

yang ditetapkan.

h. Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan

memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan

intektual.

i. Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah.

j. Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru.

3. Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan gubernur/

peraturan bupati/peraturan walikota

Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan yang

sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan dengan

penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan

kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan,

pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah

khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan.

Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di muka,

beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru. Standar

dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan sebagainya.

Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau difilter melalui seleksi

Page 96: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 90

calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke depan hanya seseorang dengan

karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru.

Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan

karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran sekolah. Dalam kaitannya dengan

rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang tersentralisasi. Demikian

juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas dasar itu, kiranya diperlukan

regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu mensinergikan lembaga penyedia,

pengguna, dan pemberdayaannya.

Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia bertanggungjawab

mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada

semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu, guru Indonesia mestinya

menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku

yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik

putera-puteri bangsa.

Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan yang

keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan

Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan

memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi

dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan

anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

Page 97: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP 91

ACUAN

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009

tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Pendidikan Nasional.

Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang

Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011

Peoduk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian Guru

Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru

Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010

Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media

Perhalindo, Jakarta, 2011.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982

Page 98: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa
Page 99: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa
Page 100: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

DESAIN INDUK GERAKAN LITERASI SEKOLAH

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAHKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Page 101: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

Cetakan 1: Maret 2016

Diterbitkan oleh:

Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Penyunting:

Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.

Prof. Dr. Kisyani-Laksono

Penanggung Jawab:

Yudistira W. Widiasana, M.Si.

Sekretariat:

Satriyo Wibowo, M.A.

Katman, M.A.

Desain Sampul:

Wien Muldian, S.S.

Layout:

Kambali

Penyusun:

Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D. (081328175350)

Prof. Dr. Kisyani-Laksono (08123167348)

Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D. (082140591164)

Soie Dewayani, Ph.D. (082117522572)

Wien Muldian, S.S. (0811889829)

Dr. Susanti Sufyadi (082119172202)

Dwi Renya Roosaria, S.H. (0818801304)

Dr. Dewi Utama Faizah (082298521251)

Sulastri, M.Si. (081310101524)

Nilam Rahmawan, S.Psi. (085777925527)

Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. (085776147844)

R. Achmad Yusuf SA, M.Ed. (08129732414)

Billy Antoro, S.Pd. (081284096776)

Pelindung:

Hamid Muhammad, Ph.D

Pengarah:

Dr. Thamrin Kasman

Drs. Wowon Widaryat, M.Si.

Dr. Supriano, M.Ed.

Drs. Purwadi Sutanto, M.Si.

Drs. M. Mustaghirin Amin, M.B.A.Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.P.A.

DESAIN INDUK

GERAKAN LITERASI SEKOLAH

Alamat:

Bagian Perencanaan dan Penganggaran

Sekretariat Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah

Gedung E lantai 5 Kompleks Kemendikbud

Jl. Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta 10270

Telp./Faks : (021) 5725613

E-mail: [email protected]

ISBN: 978-602-1389-15-7

Page 102: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

iDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

KATA SAMBUTAN

Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena

pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, keterampilan ini harus

dikuasai peserta didik dengan baik sejak dini.

Dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas

IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the

International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam

Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap

lima tahun (sejak tahun 2001). Selain itu, PIRLS berkolaborasi dengan Trends

in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) menguji kemampuan

matematika dan sains peserta didik sejak tahun 2011. Pada tingkat sekolah

menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik (selain matematika

dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi

(OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam

Programme for International Student Assessment (PISA).

Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan mereleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in

Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor

428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam

PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57

dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan

peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-

rata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA

2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami

bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong

rendah.

Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum

mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan.

Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan

bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan

semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Page 103: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

iiDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS

adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta

didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem

pendidikan.

GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan

dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah

satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca

buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan

untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan

membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi

nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan

sesuai tahap perkembangan peserta didik.

Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di

bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga

satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi

komponen penting dalam GLS.

Desain Induk ini disusun guna memberi arahan strategis bagi kegiatan literasi

di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan

melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang

peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di

bidang pendidikan sangat diperlukan untuk melaksanakan gerakan bersama yang

terintegrasi dan efektif.

Jakarta, Januari 2016

Page 104: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

iiiDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

KATA SAMBUTAN i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR BAGAN v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum 4C. Tujuan 5

D. Sasaran 5

BAB II KONSEP DASAR 7

A. Literasi 7

B. Komponen Literasi 7

C. Literasi di Sekolah 8

D. Ihwal Literasi di Sekolah 10

BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH 17

A. Rancangan Program Literasi di Sekolah 17

B. Peran Pemangku Kepentingan 18

C. Tahapan Pengembangan Literasi di Sekolah 26

D. Strategi 30

E. Peningkatan Kapasitas 32

F. Target Pencapaian 33

BAB IV MONITORING DAN EVALUASI 39

A. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 39

B. Dinas Pendidikan Provinsi 40

C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 40

D. Satuan Pendidikan 41

BAB V PENUTUP 43

GLOSARIUM 44

REFERENSI 45

LAMPIRAN 47

DAFTAR ISI

Page 105: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

ivDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pihak yang berperan aktif dalam 10

pelaksanaan komponen literasi

Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat 14

Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan 29

Literasi Sekolah

Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan 34

pada Setiap Jenjang Pendidikan

Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah 35

(Warsnop, 2000)

Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis 36

Bacaaan, dan Sarana Prasarana

Pendukungnya

Page 106: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

vDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di 17

Lingkungan Internal dan Eksternal

Kemendikbud

Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas 19

Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen 23

Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS 27

Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan 31

Literasi Sekolah

DAFTAR BAGAN

Page 107: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

viDesain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Page 108: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi

angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan

masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8%

untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia

telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun

demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca.

Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga

menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini

memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk

memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,

kritis, dan relektif.Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi

dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan

pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk

mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi

pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan

sosialnya.

Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria

pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa

literasi informasi adalah:

“kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan

kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan

kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi

diperlukan, mengidentiikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan

dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada,

memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.”

Page 109: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan

dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945,

Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-

undang. ” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya

mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual,

emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap

perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah

yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan

semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah,

dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan

mendorong perkembangan anak.

Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta

didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya

di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di

rumah maupun di lingkungan sekitarnya.

Sayangnya, hasil tes Progress International Reading Literacy Study (PIRLS)

tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV

menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan

skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang

mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dilakukan oleh

Programme for International Student Assessment (PISA) yang mencakup membaca,

matematika, dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan

2012 yang keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan

membaca, Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57

dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya

menurun, yaitu berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496)

(OECD, 2013). Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan

membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat

Indonesia yang membaca. Kondisi demikian ini jelas memprihatinkan karena

kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan

pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik.

Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi

khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan

mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam

keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi

kegiatan literasi sekolah sebagai sebuah gerakan literasi sekolah (GLS) agar

Page 110: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

dampaknya dapat dirasakan di masyarakat.

GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang

terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8,

dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup

manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan

daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit

bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; (9)

memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi

sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif

dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk dapat mengembangkan

Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan literasi di sekolah

yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a)

sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya

sebagai individu pembelajar; b) perlu memiliki struktur kepemimpinan

yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang

meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan

c) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas

dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan

pendidikan.

Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan

mempermudah pelaksana program untuk mengidentiikasi sasaran agar perlakuan dapat diberikan secara menyeluruh (whole school approach).

Page 111: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum

1. Landasan Filosoi

Sumpah Pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan

bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan

bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing

sesuai dengan keperluannya.”

a. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan

nasional.

b. Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya

penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa,

khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa

ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III).

c. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan

kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat

yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima

komponen yang esensial dari literasi informasi itu adalah basic literacy,

library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy.

2. Landasan Hukum

a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Perpustakaan.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang

Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19

tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Page 112: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman

bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara

dan Bahasa Daerah.

h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang

Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

j. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan

ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar

mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

2. Tujuan Khusus

a. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.

b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.

c. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah

anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.

d. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku

bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

D. Sasaran

Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang

pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Page 113: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Page 114: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

BAB IIKONSEP DASAR

A. Literasi

Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis.

Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga

mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga

bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,

dan budaya (UNESCO, 2003).

Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait

pula dengan kemampuan untuk mengidentiikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan

mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-

kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi

dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut

pembelajaran sepanjang hayat.

B. Gerakan Literasi Sekolah

GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat

partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,

tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid

peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat

yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku

kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.

Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca

peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru

membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan

dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk,

selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai

tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan

Page 115: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan

asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus

dikembangkan.

GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku

kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan

menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.

C. Komponen Literasi

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup

keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk

cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai

literasi informasi.

Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan

bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi

perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks

Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap

selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak,

memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang

dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di

rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu

menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.

2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan,

berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan

kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan

informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi

(drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.

3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan

pemahaman cara membedakan bacaan iksi dan noniksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System

sebagai klasiikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan,

Page 116: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang

menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi

masalah.

4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui

berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik

(media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami

tujuan penggunaannya.

5. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami

kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),

peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan

teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk

mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,

juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di

dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan

dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak.

Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi

saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang

dibutuhkan masyarakat.

6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara

literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan

dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-

visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang

tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital

(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.

Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-

benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.

Page 117: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan

pada Tabel 2.1 berikut.

NO KOMPONEN LITERASI

PIHAK YANG BERPERAN AKTIF

1. Literasi usia dini Orang tua dan keluarga, guru/PAUD, pamong/pengasuh

2. Literasi dasar Pendidikan formal

3. Literasi perpustakaan Pendidikan formal

4. Literasi teknologi Pendidikan formal dan keluarga

5. Literasi media Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial (tetangga/masyarakat sekitar)

6. Literasi visual Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial (tetangga/masyarakat sekitar)

Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang

untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan

perannya sebagai warga negara global (global citizen).

Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu

kepala sekolah, guru sebagai pendidik, tenaga kependidikan, dan pustakawan

sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta

didik. Agar lingkungan literasi tercipta, diperlukan perubahan paradigma semua

pemangku kepentingan

Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang

mengembangkan komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik

terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta

didik berinteraksi dengan literasi visual.

D. Ihwal Literasi di Sekolah

Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan

peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan

literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator,

juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik

di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu

daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya

tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator

yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan igur teladan

Page 118: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

literasi di sekolah.

Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah peserta didik,

pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah.

Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS)

di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS

bertugas untuk membuat perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS

dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu

membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.

1. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah

Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi

sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan

yang dapat diprediksi.

Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling

beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan

literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi

pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan

perkembangan mereka.

b. Program literasi yang baik bersifat berimbang

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa

tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu,

strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan

disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna

dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks,

seperti karya sastra untuk anak dan remaja.

c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab

semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran

apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan

demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan

kepada guru semua mata pelajaran.

Page 119: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun

Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’

merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.

e. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan

Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan

lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan

diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat

agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar

untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan,

dan menghormati perbedaan pandangan.

f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap

keberagaman

Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di

sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu mereleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman

multikultural.

2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah

Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya

literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction,

menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif

di sekolah.

a. Mengkondisikan lingkungan isik ramah literasi Lingkungan isik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga

sekolah. Oleh karena itu, lingkungan isik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya

literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area

sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karya-

karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan

kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses

buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas, kantor, dan

area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta

didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap

Page 120: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

pengembangan budaya literasi.

b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model

komunikasi dan interaksi yang literat

Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan

interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan

pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian

penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk

menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai

bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan

demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh

penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua

perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan

dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh

buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif

dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya

kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap

orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orang tua

sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen

sekolah dalam pengembangan budaya literasi.

c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik

yang literat

Lingkungan isik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan

literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup

banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan

kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring

selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang

kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk

mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan

pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.

Page 121: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Tabel 2.2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat

digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik.

Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat

a. Lingkungan Fisik

1) Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).

2) Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua peserta didik.

3) Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.

4) Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.

5) Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk anak.

6) Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.

b. Lingkungan Sosial dan Afektif

1) Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik) diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.

2) Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.

3) Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.

4) Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran masing-masing.

5) Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.

6) Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam menjalankan program literasi.

c. Lingkungan Akademik

1) Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.

2) Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell presentation).

3) Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.

4) Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi sekolah.

5) Buku iksi dan noniksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku cerita iksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.

Page 122: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

6 Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.

7) (Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).

8) Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan membangun organisasi sekolah yang suka belajar.

(cf. Beers dkk., 2009).

Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan

budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya

sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja

sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

Page 123: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Page 124: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

BAB IIIPELAKSANAAN LITERASI

DI SEKOLAH

A. Rancangan Program Literasi Sekolah

Kesuksesan program literasi sekolah membutuhkan partisipasi aktif semua

unit kerja di lingkungan internal Kemendikbud (Permendikbud Nomor 11 Tahun

2015) dan juga kolaborasi dengan lembaga di luar Kemendikbud. Pelaksanaan

program literasi di semua satuan pendidikan melibatkan semua pemangku

kepentingan, meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada

lingkup internal Kemendikbud, kolaborasi literasi melibatkan, antara lain Badan

Bahasa, LPMP, Balitbang (Puskurbuk dan Puspendik), dan Pustekkom, sedangkan

pada lingkup eksternal Kemendikbud melibatkan, antara lain kementerian lain,

perguruan tinggi, Perpusnas, Perpusda, Ikapi, lembaga donor, dunia usaha dan

industri, dan lain-lain. Struktur organisasi kerja sama tersebut digambarkan pada

bagan berikut ini.

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di Lingkungan Internal dan Eksternal Kemendikbud

Page 125: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Di samping itu, kegiatan literasi sekolah membutuhkan partisipasi semua

pemangku kepentingan di tingkat pemerintahan, dari tingkat pemerintah pusat,

LPMP, dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan di tingkat

sekolah. Di tingkat satuan pendidikan, yang menerima perlakuan (intervensi) adalah

kepala sekolah, pengawas, guru, TLS, dan masyarakat (termasuk dunia usaha dan

industri). Perlakuan yang akan diberikan kepada setiap unsur akan berbeda sesuai

dengan peran dan kapasitasnya dalam pendidikan terkait dengan kebijakan yang

berlaku. Dari unsur masyarakat dapat dilibatkan, antara lain, lembaga masyarakat

di bidang pendidikan, kebudayaan, perpustakaan masyarakat, taman bacaan

masyarakat, dan para tokoh masyarakat. Pelibatan dari dunia industri dapat berupa

program pendidikan yang merupakan implementasi dari Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Kesuksesan program literasi sekolah

dapat dicapai apabila masing-masing pemangku kepentingan memiliki kapasitas

yang memadai untuk melaksanakan program literasi sesuai dengan perannya.

B. Peran Pemangku Kepentingan

1. Pemangku Kepentingan GLS Dikdas

Peran pemangku kepentingan GLS Dikdas dipaparkan pada Bagan 3.2

sebagai berikut.

Page 126: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas

Page 127: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Kegiatan literasi dapat berjalan dengan optimal dengan kolaborasi antara

semua elemen pemerintah dan masyarakat. Lembaga pemerintah dan masya-

rakat memiliki peran sebagai berikut.

a. Kemendikbud

• Membuat kebijakan literasi. • Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.• Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen

pendukung pelaksanaan GLS.

• Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.

• Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan masyarakat.

• Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.

• Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

b. LPMP

• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota

untuk pelaksanaan GLS.

• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam

memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS. • Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di

satuanpendidikantingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan

kabupaten/kota.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

Page 128: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

c. Dinas Pendidikan Provinsi

• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah

masing-masing.

• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS kepada Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi masing-masing.

• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

• Melakukan analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masing-

masing.

• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan

pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.

• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam

memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.

• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

e. Satuan Pendidikan

• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi pemenuhan indikator Standar Pelayanan Minimal.

• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran.

• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

Page 129: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran.

• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya

buku).

• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi

seluruh warga sekolah.

• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.

• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua

dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi

agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa

ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.

• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang melaksanakan berbagai kegiatan GLS.

• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan GLS yang dilaksanakan.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

f. Masyarakat

• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah.

• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke

taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman

bacaan di ruang publik yang ramah anak.

2. Pemangku Kepentingan GLS Dikmen

Peran pemangku kepentingan GLS Dikmen dipaparkan pada Bagan 3.3

sebagai berikut.

Page 130: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen

Page 131: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

a. Kemendikbud

• Membuat kebijakan literasi. • Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.• Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen

pendukung pelaksanaan GLS.

• Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.

• Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan masyarakat.

• Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.

• Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

b. LPMP

• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota

untuk pelaksanaan GLS.

• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam

memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS. • Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuan

pendidikan tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/

kota.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

c. Dinas Pendidikan Provinsi

• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah

masing-masing.

• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan

pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.

Page 132: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam

memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.

• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat provinsi dan satuan pendidikan menengah.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi untuk mendukung pelaksanaan GLS di tingkat satuan pendidikan menengah.

e. Satuan Pendidikan

• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi pemenuhan standar nasional pendidikan.

• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran.

• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran.

• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya

buku).

• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi

seluruh warga sekolah.

• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.

• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS. • Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua

dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi

agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa

ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.

Page 133: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

26Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang melaksanakan berbagai kegiatan GLS.

• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan GLS yang dilaksanakan.

• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS.

f. Masyarakat

• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah.

• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke

taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman

bacaan di ruang publik yang ramah anak.

C. Tahapan Pelaksanaan GLS

Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan

kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas

sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan

warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik,

dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan).

Untuk memastikan keberlangsungannya dalam jangka panjang, GLS dilaksana-

kan dengan peta seperti yang digambarkan pada Bagan 3.4 berikut.

Page 134: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

27Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS

TAHAPAN PELAKSANAAN GLS

1. Penumbuhan minat bacamelalui kegiatan 15 menit membaca(Permendikbud No. 23 Tahun 2015).

2. Meningkatkan kemampuan literasimelalui kegiatan menanggapi

buku pengayaan.

3. Meningkatkan kemampuan literasi disemua mata pelajaran: menggunakanbuku pengayaan dan strategimembaca di semua mata pelajaran.

PEMBIASAAN

PENGEMBANGAN

PEMBELAJARAN

1

2

3

Page 135: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

28Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang

menyenangkan di ekosistem sekolah

Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan

terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat

baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi

peserta didik.

2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk

meningkatkan kemampuan literasi

Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan

memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi,

berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui

kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001).

3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi

Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan

kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman

pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara

kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan

buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada

tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan

membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013

yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang

dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus,

atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran

tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18

buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap

pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas.

Pada Tabel 3.1 berikut dipaparkan tahap dan kegiatan literasi sekolah.

Page 136: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

29Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan Literasi Sekolah

TAHAPAN KEGIATAN

PEMBIASAAN(belum ada tagihan)

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati (sustained silent reading).

2. Membangun lingkungan isik sekolah yang kaya literasi, antara lain: (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut baca, dan area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials)

PENGEMBANGAN(ada tagihan sederhana untuk penilaian non-akademik)

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik, contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan graphic organizers, bincang buku.

2. Mengembangkan lingkungan isik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik; penghargaan ini dapat dilakukan pada setiap upacara bendera Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah (belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan masyarakat, dll.)

3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di perpustakaan sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman bacaan masyarakat atau sudut baca kelas dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a) membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), menonton ilm pendek, dan/atau membaca teks visual/digital (materi dari internet); (b) peserta didik merespon teks (cetak/visual/digital), iksi dan noniksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan berbincang tentang buku.

Page 137: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

30Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

TAHAPAN KEGIATAN

PEMBELAJARAN(ada tagihan akademik)

1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik dan akademik.

2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan tagihan akademik di kurikulum 2013.

3. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan graphic organizers).

4. Menggunakan lingkungan isik, sosial afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran.

Dalam tahap pembelajaran, semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan

ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam buku-buku pengayaan atau

informasi lain di luar buku pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif

mencari referensi pembelajaran yang relevan.

D. Strategi

1. Strategi Umum

Peningkatan kapasitas di semua lini, mulai dari tingkat pusat, provinsi,

kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan, dapat dilakukan melalui pelaksanaan

GLS di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah mulai dari SD, SMP,

SMA, SMK, dan SLB (SDLB, SMPLB, SMALB) dengan strategi, antara lain:

a. menggulirkan dan menggelorakan gerakan literasi di sekolah;

b. menyiapkan kebijakan pimpinan dari pusat sampai daerah dengan program

GLS yang jelas, terukur, dan dapat dilaksanakan hingga ke tingkat satuan

pendidikan;

c. meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengembangkan kemampuan

literasi warga sekolah, melalui:

1) sarana prasarana/lingkungan sekolah, perpustakaan, dan buku

Page 138: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

31Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

2) sumber daya manusia (pengawas, kepala sekolah, guru, pustakawan,

komite sekolah)

d. menyemai gerakan literasi akar rumput;

e. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya GLS;

f. memberikan apresiasi atas capaian literasi berupa pemberian penghar-

gaan literasi (Adiliterasi); dan

g. melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk peningkatan berkelanjutan

bagi GLS.

2. Strategi Pelaksanaan

Strategi pelaksanaan dapat dipaparkan pada Bagan 3.5 berikut.

Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah

Kapasitas Warga Sekolah

Perencanaan dan Penganggaranyang Baik Berdasarkan

Analisis Kebutuhan

Idealnya Mencapai StandarNasional Pendidikan,Minimal Memenuhi Pelayanan Standar

Minimal

Pelatihan dan Pendampingan

1. Pelaksanaan Pembelajaran2. Pembiasaan3. Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Pelatihan Kepsek

Pelatihan Guru

Sosialisasi Komite Sekolah

Pustakawan

Pelatihan TenagaKependidikan

Sosialisasi

Pel

aks

anaan G

LS

Kemendikbud, Dinas Pendidikan Provinsi,Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Kapasitas PemangkuKepentingan

Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Tanggung JawabPemda dan Sekolah

Page 139: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

32Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Di tingkat sekolah, kesuksesan GLS ditentukan oleh adanya dukungan

pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi, meningkatnya peran dan

kapasitas warga sekolah (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pustakawan,

dan Komite Sekolah). Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan

dan pendampingan. Selain itu, keberlangsungan program GLS juga ditentukan

oleh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang menunjang kegiatan GLS.

E. Peningkatan Kapasitas

Peningkatan kapasitas di semua lini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan:

1. Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan dengan tujuan agar program dan kebijakan GLS

tersampaikan ke publik secara masif dan efektif. Semua lapisan masyarakat

dapat dengan mudah mengakses informasi penting seputar kegiatan literasi.

Masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu,

kegiatan sosialisasi sebaiknya dikemas semenarik mungkin untuk memikat minat

masyarakat.

2. Lokakarya

Lokakarya diperlukan untuk menyamakan persepsi dan menentukan langkah

bersama dalam gerakan literasi. Forum ini mengundang sejumlah pihak terkait

dan berkompeten untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang ilmiah

mengenai problematika literasi dan cara terbaik penanganannya. Lokakarya dapat

menghasilkan rekomendasi dan kesepakatan di bidang literasi yang mengikat

semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten.

3. Pendampingan

Pendampingan adalah upaya untuk memastikan keberlangsungan program

literasi sekolah terus-menerus dilaksanakan. Pendampingan dilakukan melalui dua

cara, yaitu pendampingan teknis dan pendampingan operasional.

a) Pendampingan teknis berupa penguatan kapasitas guru dan tenaga

kependidikan melalui pelatihan-pelatihan dan semiloka, serta peningkatan

minat baca dan kemampuan literasi guru.

Page 140: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

33Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

b) Pendampingan operasional diberikan dalam bentuk saran-saran kegiatan,

perbaikan program, pemecahan masalah, dan/atau petunjuk langsung

yang diberikan sebagai bagian dari kegiatan harian GLS. Pendampingan

operasional biasanya berupa kunjungan ke sekolah untuk melihat langsung

pelaksanaan GLS dan berdiskusi dengan kepala sekolah, pendidik, dan

tenaga kependidikan termasuk pustakawan.

Idealnya, pendampingan teknis dan pendampingan operasional diberikan

oleh orang yang sama. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar materi-materi

yang diberikan dalam kegiatan pendampingan teknis dapat diimplementasikan

dalam kegiatan harian sekolah. Akan tetapi, seandainya hal ini tidak mungkin

dilakukan, pendampingan operasional dapat diberikan oleh pengawas, anggota

tim LPMP, atau anggota Satgas GLS.

4. Penyediaan Sarana dan Prasarana serta Pendanaan

Agar berjalan efektif dan komprehensif, gerakan literasi membutuhkan

dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dukungan ini dapat berupa

dokumen, infrastruktur, program, dan produk pendukung lainnya. Alokasi anggaran

yang memadai sangat penting untuk mendukung GLS.

Penyediaan sarana dan prasarana dapat berasal dari pemerintah pusat,

provinsi, kabupaten/kota, CSR, dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun dana

pelaksanaan GLS dapat disediakan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).

F. Target Pencapaian

Program literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah

yang literat, yang akhirnya, menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Ekosistem

sekolah yang literat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a) menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat

warganya dalam belajar;

b) semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;

c) menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;

d) memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat berkon-

tribusi kepada lingkungan sosialnya; dan

e) mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal

sekolah.

Page 141: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

34Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang dipaparkan pada Tabel

3.2 berikut.

Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan pada Setiap Jenjang Pendidikan

SD Ekosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada pengetahuan.

SMP Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.

SMA Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.

SMK Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, perilaku empati sosial, cinta kepada pengetahuan, dan siap kerja.

SLB Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial, terampil, dan mandiri.

Kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan

pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media

menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada

aspek kreativitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu

hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman

(media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel 3.3 berikut.

Page 142: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

35Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah (Warsnop, 2000)

Jenjang Komunikasi Berpikir Kritis Keamanan Media (Media Safety)

SD/SDLB kelas

rendah

Mengartikulasikan empati terhadap tokoh cerita

Memisahkan fakta dan iksi

Mampu menggunakan teknologi dengan bantuan/pendampingan orang dewasa

SD/SDLB kelas tinggi

Mempresentasikan cerita dengan efektif

Mengetahui jenis tulisan dalam media dan tujuannya

Mengetahui batasan unsur dan aturan kegiatan sesuai konten

SMP/ SMPLB

Bekerja dalam tim, mendiskusikan informasi dalam media

Menganalisis dan mengelola informasi dan memahami relevansinya

Memahami etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial

SMA/ SMK/ SMALB

Mempresentasikan analisis dan mendiskusikannya

Menganalisis stereotip/ideologi dalam media

Memahami landasan etika dan hukum/aturan teknologi

Kompetensi berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di

satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di

tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca,

dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai

dengan kegiatan di setiap jenjang.

Keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) disajikan pada Tabel 3.4

berikut ini. Adapun keterampilan produktif (berbicara dan menulis) tidak disajikan

karena bergantung pada target tiap sekolah.

Page 143: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

36Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis Bacaaan, dan Sarana Prasarana Pendukungnya

Jenjang Menyimak Membaca Kegiatan Jenis Bacaan

Sarana & Prasarana

SD kelas rendah

Menyimak cerita untuk menumbuh-kan empati

Mengenali dan membuat inferensi, prediksi, terhadap gambar

Membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati

Buku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana, baik iksi maupun noniksi

Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca

SD kelas tinggi

Menyimak (lebih lama) untuk memahami isi bacaan

Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/ teks lain, dll)

Memba-cakan buku dengan nyaring, membaca dalam hati

Buku cerita bergambar, buku bergambar kaya teks, buku novel pemula, baik dalam bentuk cetak/digital/visual

Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca

SMP Menyimak untuk memahami makna implisit dari cerita/pen-dapat penulis

Memahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/teks lain, dll.

Membacakan buku dengan nyaring, membaca senyap

Semua jenis teks cetak/visual/digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMP

Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca

Page 144: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

37Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Jenjang Menyimak Membaca Kegiatan Jenis Bacaan

Sarana & Prasarana

SMA/SMK Menyimak cerita dan melakukan analisis kritis terhadap tujuan/ pendapat penulis

Mengembang- kan pemahaman terhadap bacaan menurut tujuan penulisan, konteks, dan ideologi dalam penulisannya

Memba-cakan buku dengan nyaring, membaca senyap

Semua jenis teks cetak/ visual/digital yang sesuai dengan peruntukan usia SMA/SMK

Sudut Buku Kelas, Perpustakaan, Area Baca

Page 145: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

38Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Page 146: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

39Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

BAB IVMONITORING DAN EVALUASI

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang

oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan perannya dalam strategi

pelaksanaan literasi pada tiap jenjang pendidikan. Selain itu, monitoring dan

evaluasi juga dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Pasal 2 dan Pasal 3).

Masing-masing pemangku kepentingan melaksanakan monitoring dan

evaluasi dengan jangkauan yang berbeda sebagai berikut:

A. Kementerian Pendidikan danKebudayaan

Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program di tingkat

provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dalam struktur Kemendikbud,

unit yang melaksanakan monitoring dan evaluasi terkait GLS adalah Direktorat

Teknis dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.

Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:

1. keefektifan sosialisasi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan

dan masyarakat;

2. pemahaman dan dukungan pemangku kepentingan tingkat provinsi,

kabupaten/kota, satuan pendidikan dan masyarakat terhadap konsep GLS;

3. keefektifan kegiatan pelatihan guru terutama dampak pelatihan terhadap

kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.

Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk

memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan

desain induk pelaksanaan GLS pada tiap jenjang pendidikan, rencana, model, dan

Page 147: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

40Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

pelaksanaan sosialisasi pada semua pemangku kepentingan dan pelatihan guru.

B. Dinas Pendidikan Provinsi

Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan

kegiatan literasi di tingkat provinsi dan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/

kota.

Hal yang dimonitor dan dievaluasi, meliputi:

1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring

dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program

dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);

2. dampak pelaksanaan sosialiasi kepada pemangku kepentingan tingkat

provinsi dan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota di wilayahnya

masing-masing; dan

3. dampak pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait GLS di tingkat provinsi

terhadap kemampuan literasi warga sekolah.

Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk

memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan

pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat

dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat

provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.

C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan

kegiatan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.

Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:

1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring

dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program

dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);

2. dampak pelaksanaan sosialisasi terhadap pemahaman dan dukungan

pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan

Page 148: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

41Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

masyarakat;

3. efektivitas kegiatan pendampingan pelatihan guru terutama dampak

pelatihan terhadap kemampuan guru dalam merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan

literasi peserta didik; dan

4. dilaksanakannya kegiatan 15 menit membaca setiap hari (dapat disesuaikan

dengan kondisi sekolah); terbentuknya TLS; dan dilaksanakannya kegiatan

untuk meningkatkan kesadaran orang tua peserta didik terhadap GLS.

Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk

memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan

pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat

dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat

kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.

D. Satuan Pendidikan

Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan

kegiatan literasi di sekolah masing-masing.

Hal yang dimonitoring dan dievaluasi meliputi:

1. pemenuhan indikator SPM Dikdas dan efektivitas upaya pemenuhan-

nya terutama ketersediaan 10 judul buku referensi dan 100 judul buku

pengayaan dan prasarana lain, serta pengelolaan dan pemanfaatannya;

2. keefektifan pelaksanaan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan

guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemampuan literasi peserta didik;

3. keefektifan dan dampak pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah dengan

maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran;

4. keefektifan dan dampak pengelolaan perpustakaan sekolah dengan baik

terhadap pembelajaran dan kemampuan literasi warga sekolah;

5. keefektifan dan dampak pelaksanaan inventarisasi semua prasarana yang

dimiliki sekolah (salah satunya buku) terhadap pelayanan sekolah;

6. keefektifan dan dampak adanya ruang-ruang baca terhadap kemampuan

literasi warga sekolah dan budaya sekolah;

7. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan 15 menit membaca sebelum

Page 149: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

42Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

pembelajaran terhadap minat dan budaya baca warga sekolah;

8. keefektifan dan dampak pembentukan TLS dalam pelaksanaan berbagai

kegiatan GLS yang dilaksanakan sekolah;

9. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang melibatkan orang tua

dan masyarakat dengan melihat tindakan yang diberikan kepada peserta

didik oleh orang tua dan masyarakat untuk menindaklanjuti perlakuan yang

diterima peserta didik di sekolah; dan

10. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pihak

lain terhadap kemampuan literasi warga sekolah.

Page 150: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

43Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

BAB VPENUTUP

Desain Induk GLS ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan

konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari

tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan.

Desain induk ini diharapkan berkembang secara kreatif dan inovatif dari

tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hingga masyarakat pegiat literasi.

Untuk mendukung desain induk ini dilengkapi dengan panduan praktis dalam

bentuk media: cetak, elektronik, dan digital (infograis, poster, dan videograis) untuk memandu guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, warga sekolah dan

pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan GLS.

Akhir kata, terbitnya Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pendidikan Dasar

dan Menengah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada

semua pihak untuk berperan aktif dalam menyukseskan GLS.

Pertanyaan terkait pelaksanaan GLS dapat dikirimkan melalui e-mail:

[email protected]

Untuk keperluan diskusi melalui e-mail, dipersilakan bergabung dengan milis

GLS-Kemendikbud:

http://groups.yahoo.com/group/GLS-Kemendikbud

Page 151: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

44Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

GLOSARIUM

Graphic Organizer: Peta konsep pemahaman dari bacaan yang disajikan dalam

bentuk diagram atau bagan.

Membaca bersama (shared reading): Pendidik membaca buku nyaring bersama-

sama dengan peserta didik dan meneruskannya dengan diskusi untuk

meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.

Membaca dalam hati (sustained silent reading): Membaca buku secara mandiri

tanpa bersuara.

Membacakan nyaring (read aloud): Pendidik membacakan buku kepada anak

dengan volume suara yang dapat didengar oleh peserta didik.

Membaca terpandu (guided reading): Pendidik membimbing peserta didik

membaca, baik secara individual ataupun dalam kelompok kecil, untuk

meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.

Peta cerita: Peta pemahaman terhadap struktur dan elemen-elemen cerita yang

disajikan dalam bentuk diagram atau bagan.

Page 152: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

45Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

REFERENSI

Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy

Instruction. New York: Guilford Press.

Clay, M. M. (2001). Change Over Time in Children’s Literacy Development.

Portsmouth: Heinemann.

Ferguson, B. Information Literacy. A Primer for Teachers, Librarians, and other

Informed People. www.bibliotech.us/ pdfs/InfoLit.pdf

Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.23 Tahun 2013 tentang Standar

Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.

Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Drucker, K. T. (2012). PIRLS 2011

International Results in Reading.

http://doi.org/10.1097/01.tp.0000399132.51747.71

OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. Programme for International Student

Assessment, 1–44.

http://doi.org/10.1787/9789264208070-en

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang

Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43

Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi

Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara

dan Bahasa Daerah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar

Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/

MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Page 153: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

46Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan 2015-2019.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning

Organization. New York: Currency Doubleday.

Warsnop, C. M. (2000). Media Literacy through Critical Thinking. Washington

State Center for Excellence in Media Literacy.

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Perpustakaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Unesco. 2003. The Prague Declaration. “Towards an Information Literate

Society.”

Unesco. 2005. Beacons of The Information Society. “The Alexandria Proclamation

On Information Literacy and Lifelong Learning”.

Unesco. 2006. Literacy for Life. Education for All Global Monitoring Report.

Page 154: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

47Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

PERATURAN

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2015

TENTANG

PENUMBUHAN BUDI PEKERTI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang

nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau

tenaga kependidikan;

b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah

adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya

menjadi bagian proses belajar dan budaya

setiap sekolah;

c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan

bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah

daerah, masyarakat, dan/atau orang tua;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang

Penumbuhan Budi Pekerti;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Siste

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003

Page 155: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

48Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);

3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi

Kementerian Negara;

4. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan;

5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pem-

bentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019;

Pasal 2

PBP bertujuan untuk:

1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa,

guru, dan tenaga kependidikan;

2. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karak-

ter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat;

3. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, peme-

rintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau

4. menumbuh kembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pasal 3

Pelaksana PBP adalah sebagai berikut:

a. siswa;

b. guru;

c. tenaga kependidikan;

d. orang tua/wali;

e. komite sekolah;

f. alumni; dan/atau

g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.

Page 156: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

49Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Pasal 4

(1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah

dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang

sekolah menengah pertama, sekolahmenengah atas, sekolah menengah

kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus.

(2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan

komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) PBP dilaksanakan:

a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan,

dan/atau tahunan;

b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masya-

rakat.

(4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan

dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini.

Pasal 5

(1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun

pelajaran baru olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi

di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh

pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir

tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya.

Pasal 6

Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau

c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Page 157: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

50Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Pasal 7

Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan

masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.

Pasal 8

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 21Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di

Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 158: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

51Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 Juli 2015

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

ANIES BASWEDAN

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 Juli 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA;

TTD

YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072

Salinan sesuai dengan aslinya,

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD

Ani Nurdiani Azizah

NIP. 195812011986032001

Page 159: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

52Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

SALINAN

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIKI NDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2015

TENTANG

PENUMBUHAN BUDI PEKERTI

A. Pengantar

Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan

pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai

sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan

khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan

kelulusan.

Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih

terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari

Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual,

belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di

lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan

kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan:

a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan

spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk

menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar;

b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekat-

kan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa,

suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk

mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan

berbahasa bersama bahasa Indonesia;

c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan igur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru,

kepala sekolah, tenaga kependidikan,warga masyarakat di lingkungan sekolah,

dan orang tua;

d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi isik

Page 160: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

53Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;

e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga

keamanan,ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;

f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan,

yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat

yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan

di dalam mengembangkan dirinya sendiri;

g. penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan

peran aktif orang tua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab

mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.

B. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan

disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang

dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur

pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai

dengan kelulusan.

1) Sekolah Dasar

Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar

masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia

dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode

pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan

kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan

dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong

peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas

kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan

simulasi, bermain peran di dalam kelompok.

2) Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus

Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah

pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik

membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa

orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstra kurikuler, intra kurikuler,

sampai dengan lulus.

Page 161: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

54Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

C. Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh

nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan

yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan

menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan

bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk

menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;

interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta

didik dengan igur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; dan penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat

yang terkait.

D. Cara Pelaksanaan

Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan

dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk

memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang

melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian

sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.

E. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas

harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan

waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masing-

masing.

Page 162: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

55Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

F. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan:

I. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual

Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan

pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi

kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya.

Kegiatan wajib:

Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masing-

masing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta

didik secara bergantian dibawah bimbingan guru.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan

kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat;

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang

sederhanadan hikmat.

II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan

Kebhinnekaan

Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai

anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri

sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan wajib:

1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam

atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah.

2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP,

Page 163: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

56Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

SMA/SMK,dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/

SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara

serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara.

3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik

menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib

nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme

dan cinta tanah air.

4. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik

menyanyikan.

5. Satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai

mediadan kegiatan.

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau

mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai

media dan kegiatan.

III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan

Guru dan Orang tua

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan

orang tua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun

persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan

yang efektif.

Kegiatan wajib:

Sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa pada setiap tahun

ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d)

rencana capaian belajar siswa agar orang tua turut mendukung keempat poin

tersebut.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

Page 164: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

57Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

• Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah.• Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan

peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku.

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

• Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orang tua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/

adat yang dibangun masing-masing keluarga.

• Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru se-belum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara

bergantian.

IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik

Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi

juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan

pembelajaran dari rekan(peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar

bersosialisasi.

Kegiatan wajib:

Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar

kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga

sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya.

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami

musibah atau kesusahan.

Page 165: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

58Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

V. Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek

isik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan

lingkungan sekolah serta diri.

Kegiatan wajib:

Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk

kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

• Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara eisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa.

• Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan.• Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangku

nya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersih-

an kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama.

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

• Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah.

• Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian regu.

• Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas.• Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan

setempat.

VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh

Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya

memfasilitasi secara optimal agar siswa bisa menemukenali dan mengembangkan

potensinya.

Page 166: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

59Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Kegiatan wajib:

1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain

buku mata pelajaran (setiap hari).

2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan wak-

tu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan

olah isik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

• Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya).

• Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan perta-nyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan

mengajukan pertanyaan;

• Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk

memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok;

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi

dirinya.

VII. Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat di Sekolah

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya

melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini

diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orang tua dan

masyarakat.

Kegiatan wajib:

Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan

mengundang orang tua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa.

Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung

oleh sekolah:

Page 167: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

60Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

1. Contoh-contoh pembiasaan umum:

Orang tua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap

malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah.

2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:

• Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan ke-relawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada

di lingkungan sekitar sekolah.

• Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswadi dalam sekolah.

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

ANIES BASWEDAN

Salinan sesuai dengan aslinya.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD.

Ani Nurdiani Azizah

NIP.195812011986032001

Page 168: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

61Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

LAMPIRAN 2

Hasil PISA (Programme International Student Assesment) 2012

http://www.theguardian.com/news/datablog/2013/dec/03/pisa-results-country-

best-reading-maths-science

PISA Result 2012

Ranking Country name Maths, mean score PISA

2012

Reading, mean score PISA 2012

Science, mean score

in PISA 2012

0 OECD average 494 496 501

1 Shanghai-China 613 570 580

2 Singapore 573 542 551

3 Hong Kong-China 561 545 555

4 Taiwan 560 523 523

5 S.Korea 554 536 538

6 Macau-China 538 509 521

7 Japan 536 538 547

8 Liechtenstein 535 516 525

9 Switzerland 531 509 515

10 Netherlands 523 511 522

11 Estonia 521 516 541

12 Finland 519 524 545

13 Canada 518 523 525

14 Poland 518 518 526

15 Belgium 515 509 505

16 Germany 514 508 524

17 Vietnam 511 508 528

18 Austria 506 490 506

19 Australia 504 512 521

20 Ireland 501 523 522

21 Slovenia 501 481 514

22 Denmark 500 496 498

23 New Zealand 500 512 516

24 Czech Republic 499 493 508

Page 169: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

62Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

PISA Result 2012

Ranking Country name Maths, mean score PISA

2012

Reading, mean score PISA 2012

Science, mean score

in PISA 2012

25 France 495 505 499

26 UK 494 499 514

27 Iceland 493 483 478

28 Latvia 491 489 502

29 Luxembourg 490 488 491

30 Norway 489 504 495

31 Portugal 487 488 489

32 Italy 485 490 494

33 Spain 484 488 496

34 Russian Federation 482 475 486

35 Slovak Republic 482 463 471

36 USA 481 498 497

37 Lithuania 479 477 496

38 Sweden 478 483 485

39 Hungary 477 488 494

40 Croatia 471 485 491

41 Israel 466 486 470

42 Greece 453 477 467

43 Serbia 449 446 445

44 Turkey 448 475 463

45 Romania 445 438 439

46 Cyprus 440 449 438

47 Bulgaria 439 436 446

48 UAE 434 442 448

49 Kazakhstan 432 393 425

50 Thailand 427 441 444

51 Chile 423 441 445

52 Malaysia 421 398 420

53 Mexico 413 424 415

54 Montenegro 410 422 410

55 Uruguay 409 411 416

56 Costa Rica 407 441 429

57 Albania 394 394 397

Page 170: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

63Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

PISA Result 2012

Ranking Country name Maths, mean score PISA

2012

Reading, mean score PISA 2012

Science, mean score

in PISA 2012

58 Brazil 391 410 405

59 Argentina 388 396 406

60 Tunisia 388 404 398

61 Jordan 386 399 409

62 Colombia 376 403 399

63 Qatar 376 388 384

64 Indonesia 375 396 382

65 Peru 368 384 373

Cetak italic adalah negara-negara Asia yang menduduki peringkat atas,

sementara Indonesia berada di peringkat bawah.

Page 171: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

64Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

LAMPIRAN 3

SATGAS GERAKAN LITERASI SEKOLAH KEMENDIKBUD

No Nama Institusi

1 Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D. (Ketua)

Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta

2 Wien Muldian, S.S. (Wakil Ketua) Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud

3 Dr. Susanti Sufyadi(Sekretaris)

Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar

Anggota

4 Dr. Dewi Utama Faizah Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar

5 Dwi Renya Roosaria, S.H. Reading Bugs-Komunitas Read Aloud Indonesia

6 Prof. Dr. Kisyani-Laksono Prodi Sastra Indonesia, Fakutas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

7 Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D. Prodi Sastra Inggris, Fakultas Bhasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

8 Soie Dewayani, Ph.D. Yayasan Litara Bandung

9 Lanny Anggraini, S.Pd., M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar

10 Waluyo, S.S, M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar

11 Dra. Mujiyem, M.M. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

12 Dra. Ninik Purwaning Setyorini, M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

13 Sulastri, S.Pd., M.Si. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

14 Umi Syarifah Hidayati, S.Pd. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

Page 172: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

65Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

No Nama Institusi

15 Drs. Sutrianto, M.Pd. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

16 Samsul Hadi, S.Si., M.A.Ed. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

17 Nilam Rahmawan, S.Psi. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

18 Drs. Heri Fitriono, M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

19 Ir. Nur Widyani, M.M. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

20 Mochamad Widiyanto, S.Pd., M.T. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

21 Dra.Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

22 Hendro Kusumo, S.T., M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

23 Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

24 R. Achmad Yusuf SA, S.E., M.Ed. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

25 Rika Rismayati, S.Sos. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

26 Dr. Yasep Setiakarnawijaya, M.Kes. Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

27 Yudistira Wahyu Widiasana, M.Si. Sekretariat Ditjen Dikdasmen

28 Satriyo Wibowo, M.A. Sekretariat Ditjen Dikdasmen

29 Katman, M.A. Sekretariat Ditjen Dikdasmen

30 Billy Antoro, S.Pd. Sekretariat Ditjen Dikdasmen

Page 173: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

66Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah

Page 174: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-1

BAB IV PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Tujuan

Setelah selesai mempelajari materi ini, peserta dapat a. menjelaskan dasar hukum pelaksanaan PTK oleh guru. b. mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas c. membedakan penelitian tindakan kelas dengan penelitian kelas d. menjelaskan manfaat penelitian tindakan kelas. e. menjelaskan keterbatasan dan persyaratan penelitian tindakan kelas f. menjelaskan cara-cara mengidentifikasi masalah g. merinci langkah-langkah untuk merencanakan perbaikan h. menjelaskan langkah-langkah melaksanakan PTK i. mendeskripsikan teknik untuk merekam dan menganalisis data j. menjelaskan langkah-langkah merencanakan tindak lanjut k. membuat proposal penelitian tindakan kelas l. menjelaskan sistematika sebuah laporan PTK. m. membedakan karya ilmiah penelitian dan nonpenelitian. n. merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.

2. Uraian Materi

KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Salah satu ciri guru yang berhasil (efektif) adalah bersifat reflektif. Guru yang demikian selalu belajar dari pengalaman, sehingga dari hari ke hari kinerjanya menjadi semakin baik (Arends, 2002). Di dalam melakukan refleksi, guru harus memiliki kemandirian dan kemampuan menafsirkan serta memanfaatkan hasil-hasil pengalaman membelajarkan, kemajuan belajar mengajar, dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara berkesinambungan.. Di sinilah letak arti penting penelitian tindakan kelas bagi guru. Kemajuan dan perkembangan IPTEKS yang demikian pesat harus diantisipasi melalui penyiapan guru-guru yang memiliki kemampuan meneliti, sekaligus mampu memperbaiki proses pembelajarannya.

Beberapa alasan lain yang mendukung pentingnya penelitian tindakan kelas sebagai langkah yang tepat untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: (1) guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan mutu pendidikan; (2) guru terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitiannya, dan (3) melalui PTK guru menyelesaikan masalah, menemukan jawab atas masalahnya, dan dapat segera diterapkan untuk melakukan perbaikan.

1. Pengertian PTK

Page 175: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-2

Berdasarkan berbagai sumber seperti Mettetal (2003); Kardi (2000), dan Nur (2001) Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR) didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Dalam model penelitian ini, si peneliti (guru) bertindak sebagai pengamat (observer) sekaligus sebagai partisipan.

Dengan demikian PTK tidaklah sekedar penyelesaian masalah, melainkan juga terdapat misi perubahan dan peningkatan. PTK bukanlah penelitian yang dilakukan terhadap seseorang, melainkan penelitian yang dilakukan oleh praktisi terhadap kinerjanya untuk melakukan peningkatan dan perubahan terhadap apa yang sudah mereka lakukan. PTK bukanlah semata-mata menerapkan metode ilmiah di dalam pembelajaran atau sekedar menguji hipotesis, melainkan lebih memusatkan perhatian pada perubahan baik pada peneliti (guru) maupun pada situasi di mana mereka bekerja.

Dengan mengikuti alur berpikir itu, PTK menjadi penting bagi guru karena membantu mereka dalam hal: memahami lebih baik tentang pembelajarannya, mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, sekaligus dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan belajar siswanya. Saat seorang guru melaksanakan PTK berarti guru telah menjalankan misinya sebagai guru professional, yaitu (1) membelajarkan, (2) melakukan pengembangan profesi berupa penulisan karya ilmiah dari hasil PTK, sekaligus (3) melakukan ikhtiar untuk peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran sebagai bagian tanggungjawabnya. 2. Prinsip-Prinsip PTK

Prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan PTK adalah sebagai berikut. a. PTK merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan di dalam situasi rutin. Oleh

karena itu peneliti PTK (guru) tidak perlu mengubah situasi rutin/alami yang terjadi. Jika PTK dilakukan di dalam situasi rutin hasil yang diperoleh dapat digunakan secara langsung oleh guru tersebut.

b. PTK dilakukan sebagai kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja peneliti (guru) yang bersangkutan. Guru melakukan PTK karena menyadari adanya kekurangan di dalam kinerja dan karena itu ingin melakukan perbaikan.

c. Pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Oleh karena itu, guru hendaknya memperhatikan tiga hal. Pertama, guru perlu menyadari bahwa dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kedua, siklus tindakan dilakukan dengan selaras dengan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan kompetensi yang dicantumkan di dalam Standar Isi, yang sudah dioperasionalkan ke dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu pada penguasaan kompetensi yang ditargetkan

Page 176: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-3

pada tahap perencanaan. Jadi pedoman siklus PTK bukan ditentukan oleh ketercukupan data yang diperoleh peneliti, melainkan mengacu kepada seberapa jauh tindakan yang dilakukan itu sudah dapat memperbaiki kinerja yang menjadi alasan dilaksanakan PTK tadi.

d. PTK dapat dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang dilakukan dengan menganalisis kekuatan (S=Strength) dan kelemahan (W=Weaknesses) yang dimiliki, dan factor eksternal (dari luar) yaitu peluang atau kesempatan yang dapat diraih ( O=Opprtunity), maupun ancaman (T=Treath). Empat hal tersebut bisa dipandang dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan.

e. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. PTK sejauh mungkin menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru dan ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup berarti dan dapat dipercaya.

f. Metode yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya memperbolehkan kelonggaran, namun penerapan asas-asas dasar tetap harus dipertahankan.

g. Masalah penelitian yang dipilih guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya. Pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa.

h. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten, memiliki kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya harus mengindahkan tata-krama kehidupan berorganisasi.

i. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

3. Karakteristik PTK

Karakteristik PTK dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut. a. Self-reflective inquiry, PTK merupakan penelitian reflektif, karena dimulai dari refleksi diri yang dilakukan oleh guru. Untuk melakukan refleksi, guru berusaha bertanya kepada diri sendiri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut. (1) Apakah penjelasan saya terlampau cepat?

Page 177: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-4

(2) Apakah saya sudah memberi contoh yang memadai? (3) Apakah saya sudah memberi kesempatan bertanya kepada siswa? (4) Apakah saya sudah memberi latihan yang memadai? (5) Apakah hasil latihan siswa sudah saya beri balikan? (6) Apakah bahasa yang saya gunakan dapat dipahami siswa? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru akan dapat memperkirakan penyebab dari masalah yang dihadapi dan akan mencoba mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa. b. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran secara beretahap dan bersiklus. Pola siklusnya adalah: perencanaan-

pelaksanaan-observasi-refleksi-revisi, yang dilanjutkan dengan perencanaan-pelaksanaan-observasi-refleksi (yang sudah direvisi) dan seterusnya secara berulang. 4. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Kelas

Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas (classroom research). PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas karena penelitian tersebut dilakukan di dalam kelas. Penelitian kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian yang dilakukan di dalam kelas, misalnya penelitian tentang bentuk interaksi siswa atau penelitian yang meneliti proporsi berbicara antara guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Jelas dalam penelitian kelas seperti ini, kelas dijadikan sebagai obyek penelitian. Penelitian dilakukan oleh orang luar, yang mengumpulkan data. Sementara itu PTK dilakukan oleh guru sendiri untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kelas yang menjadi tugasnya. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan penelitian kelas ditunjukkan pada Tabel 1. Pada Tabel 2 ditunjukkan pula perbedaan PTK dengan penelitian formal atau penelitian pada umumnya yang biasa dilakukan oleh peneliti.

Tabel 1. Perbandingan PTK dan Penelitian Kelas

No. Aspek Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Kelas

1 Peneliti Guru Orang luar

2 Rencana penelitian

Oleh guru (mungkin dibantu orang luar)

Oleh peneliti

3 Munculnya masalah

Dirasakan oleh guru Dirasakan oleh orang luar/peneliti

4 Ciri utama Ada tindakan untuk perbaikan yang berulang

Belum tentu ada tindakan perbaikan

5 Peran guru Sebagai guru dan peneliti Sebagai guru (subyek penelitian)

6 Tempat penelitian Kelas Kelas

7 Proses Oleh guru sendiri atau Oleh peneliti

Page 178: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-5

pengumpulan data

bantuan orang lain

8 Hasil penelitian Langsung dimanfaatkan oleh guru, dan dampaknya dapat dirasakan oleh siswa

Menjadi milik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh guru

Tabel 2. Perbedaan Karakteristik PTK dan Penelitian Formal

No.

Dimensi Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Formal

1 Motivasi Perbaikan Tindakan Kebenaran

2 Sumber masalah

Diagnosis status Induktif-deduktif

3 Tujuan Memperbaiki atau menyelesaikan masalah lokal

Mengembangkan, menguji teori, menghasilkan pengetahuan

4 Peneliti yang terlibat

Pelaku dari dalam (guru) memerlukan sedikit pelatihan untuk dapat melakukan

Orang luar yang berminat, memerlukan pelatihan yang intensif untuk dapat melakukan

5 Sampel Kasus khusus Sampel yang representatif

6 Metode Longgar tetapi berusaha obyektif-jujur-tidak memihak (impartiality)

Baku dengan obyektivitas dan ketidakberpihakan yang terintegrasi (build in objectivity and impartiality))

7 Penafsiran hasil Penelitian

Untuk memahami praktek melalui refleksi oleh praktisi

pendeskripsian, mengabstraksi, penyimpulan dan pembentukan teori oleh ilmuwan.

8 Hasil Akhir

Siswa belajar lebih baik (proses dan produk)

Pengetahuan, prosedur atau materi yang teruji

9. Generalisasi

Terbatas atau tidak dilakukan

Dilakukan secara luas pada populasi

Sumber : Fraenkel, 2011,p.595

5. Manfaat dan Keterbatasan PTK

Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru, pembelajaran, maupun bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru antara lain sebagai berikut. a) PTK dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya; b) Guru dapat berkembang secara profesional, karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya melalui PTK; c) PTK meningkatkan rasa percaya diri guru; d) PTK memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.

Page 179: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-6

Manfaat bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat menjadi model bagi para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya. Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri guru dan proses pendidikan di sekolah tersebut.

Keterbatasan PTK terutama terletak pada validitasnya yang tidak mungkin melakukan generalisasi karena sasarannya hanya kelas dari guru yang berperan sebagai pengajar dan peneliti. PTK memerlukan berbagai kondisi agar dapat berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain, dukungan semua personalia sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan kebebasan kepada para guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan saling mempercayai di antara personalia sekolah, dan juga saling persaya antara guru dengan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat merupakan hambatan bagi PTK.

Latihan

Setelah mempelajari uraian dan contoh di atas, cobalah Anda kerjakan latihan berikut bersama teman-teman Anda! 1. Rumuskan pengertian penelitian tindakan kelas dengan kata-kata Anda

sendiri! 2. Coba identifikasi masalah yang sering Anda hadapi dalam mengelola

pembelajaran. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana cara terbaik untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian lakukan analisis apakah cara yang Anda temukan tersebut dapat disebut sebagai penelitian tindakan kelas? Berikan argumentasi, mengapa kelompok Anda berpendapat seperti itu?

3. Melakukan refleksi berarti memantulkan kembali pengalaman yang sudah Anda jalani, sehingga Anda dapat melihat kembali apa yang sudah terjadi. Menurut Anda, apa gunanya seorang guru melakukan refleksi?

4. Di antara karakteristik PTK yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar ini, yang mana menurut Anda yang paling penting, yang benar-benar membedakannya dengan penelitian formal? Berikan alasan atas Jawaban Anda.

Page 180: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-7

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PTK

1. Perencanaan dan pelaksanaan PTK PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri atas 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi (Gambar 1). Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana, jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum berhasil menyelesaikan masalah yang menjadi kerisauan guru.

Gambar 1. Tahap-tahap dalam Pelaksanaan PTK

Setelah menetapkan focus penelitian, selanjutnya dilakukan perencanaan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan untuk perbaikan. Rencana akan menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan adalah merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Tanpa tindakan, rencana hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan. Selanjutnya, agar tindakan yang dilakukan dapat diketahui kualitas dan keberhasilannya perlu dilakukan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini akan dapat ditentukan hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Pengamatan dilakukan selama proses tindakan berlangsung. Langkah berikutnya adalah refleksi, yang dilakukan setelah tindakan berakhir. Pada tahap refleksi, peneliti: (1) merenungkan kembali apa yang telah dilakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa, (2) merenungkan alasan melakukan suatu tindakan dikaitkan dengan dampaknya,dan (3) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang dilakukan.

2. Mengidentifikasi Masalah Suatu rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau

disadari oleh guru. Guru merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kelasnya, yang jika tidak segera diatasi akan berdampak bagi proses dan hasil belajar siswa. Masalah yang dirasakan guru pada tahap awal mungkin masih kabur, sehingga guru perlu merenungkan atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Setelah permasalahan-permasalahan diperoleh melalui proses identifikasi, selanjutnya guru melakukan analisis terhadap

Page 181: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-8

masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi penyelesaiannya. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi, atau yang dapat ditunda penyelesaiannya tanpa mendatangkan kerugian yang besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permasalahan PTK adalah sebagai berikut: (1) permasalahan harus betul-betul dirasakan penting oleh guru sendiri dan siswanya, (2) masalah harus sesuai dengan kemampuan dan/atau kekuatan guru untuk mengatasinya, (3) permasalahan memiliki skala yang cukup kecil dan terbatas, (4) permasalahan PTK yang dipilih terkait dengan prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.

Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari pekerjaannya. Berbekal kejujuran dan kesadaran guru dapat mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri. 1) Apa yang sedang terjadi di kelas saya? 2) Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu? 3) Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya? 4) Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut tidak segera diatasi? 5) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau

memperbaiki situasi yang ada? Jika setelah menjawab pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan

bahwa ia memang menghadapi masalah dalam bidang tertentu, berarti ia sudah berhasil mengidentifikasi masalah. Langkah berikutnya adalah menganalisis dan merumuskan masalah.

3. Menganalisis dan Merumuskan Masalah Setelah masalah teridentifikasi, guru perlu melakukan analisis sehingga dapat

merumuskan masalah dengan jelas. Analisis dapat dilakukan dengan refleksi yaitu mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, mengkaji ulang berbagai dokumen seperti pekerjaan siswa, daftar hadir, atau daftar nilai, atau bahkan mungkin bahan pelajaran yang telah disiapkan. Semua ini tergantung pada jenis masalah yang teridentifikasi. Sebuah masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, yang menggambarkan sesuatu yang ingin diselesaikan atau dicari jawabannya melalui penelitian tindakan kelas. Contoh rumusan masalah: Apakah pendekatan konseptual dapat meminimalisasi miskonsepsi siswa pada mata pelajaran IPA SD Klampis? Selanjutnya, masalah perlu dijabarkan atau dirinci secara operasional agar rencana perbaikannya dapat lebih terarah. Sebagai misal untuk masalah: Tugas dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa? dapat dijabarkan menjadi sejumlah pertanyaan sebagai berikut. a. Bagaimana frekuensi pemberian tugas yang dapat meningkatkan motivasi

siswa?; b. Bagaimana bentuk dan materi tugas yang memotivasi?; c. Bagaimana syarat bahan belajar yang menarik?;

Page 182: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-9

d. Bagaimana kaitan materi bahan belajar dengan tugas yang diberikan?; Dengan terumuskannya masalah secara operasional, Anda sudah mulai

dapat membuat rencana perbaikan atau rencana PTK.

4. Merencanakan Perbaikan Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, guru perlu membuat

rencana tindakan atau yang sering disebut dengan rencana perbaikan. Langkah-langkah dalam menyusun rencana perbaikan adalah sebagai berikut. a. Rumuskan cara perbaikan yang akan ditempuh dalam bentuk hipotesis

tindakan. Hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara yang terbaik untuk

mengatasi masalah. Dugaan atau hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian dari berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah yang serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru. Berdasarkan hasil kajian tersebut, guru menyusun berbagai alternatif tindakan. Contoh hipotesis tindakan: Penggunaan concept mapping dan penekanan operasi dasar dapat meningkatkan pemahaman konsep Matematika Siswa Kelas VI SDN Ketintang.

b. Analisis kelayakan hipotesis tindakan Setelah menetapkan alternatif hipotesis yang terbaik, hipotesis ini masih perlu

dikaji kelayakannya dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaannya. Kelayakan hipotesis tindakan didasarkan pada hal-hal berikut. 1) Kemampuan dan komitmen guru sebagai pelaksana. Guru harus bertanya

pada diri sendiri apakah ia cukup mampu melaksanakan rencana perbaikan tersebut dan apakah ia cukup tangguh untuk menyelesaikannya?

2) Kemampuan dan kondisi fisik siswa dalam mengikuti tindakan tersebut; Misalnya jika diputuskan untuk memberi tugas setiap minggu, apakah siswa cukup mampu menyelesaikannya.

3) Ketersediaan prasarana atau fasilitas yang diperlukan. Apakah sarana atau fasilitas yang diperlukan dalam perbaikan dapat diadakan oleh siswa, sekolah, ataukah oleh guru sendiri.

4) Iklim belajar dan iklim kerja di sekolah. Dalam hal ini, guru perlu mempertimbangkan apakah alternatif yang dipilihnya akan mendapat dukungan dari kepala sekolah dan personil lain di sekolah.

5. Melaksanakan PTK

Setelah meyakini bahwa hipotesis tindakan atau rencana perbaikan sudah layak, kini guru perlu mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perbaikan. a. Menyiapkan Pelaksanaan

Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan sebelum merealisasikan rencana tindakan kelas.

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk skenario tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah

Page 183: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-10

yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan. Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru tentu perlu menyiapkan berbagai bahan seperti tugas belajar yang dibuat sesuai dengan hipotesis yang dipilih, media pembelajaran, alat peraga, dan buku-buku yang relevan.

Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya gambar-gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang terkait.

Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini guru harus menetapkan apa yang harus direkam, bagaimana cara merekamnya dan kemudian bagaimana cara menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru harus menetapkan indikator keberhasilan. Jika indikator ini sudah ditetapkan, guru dapat menentukan cara merekam dan menganalisis data.

Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat bekerjasama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen LPTK.

b. Melaksanakan Tindakan Setelah persiapan selesai, kini tiba saatnya guru melaksanakan tindakan dalam kelas yang sebenarnya.

Pekerjaan utama guru adalah mengajar. Oleh karena itu, metode penelitian yang sedang dilaksanakan tidak boleh mengganggu komitmen guru dalam mengajar. Ini berarti, guru tidak boleh mengorbankan siswa demi penelitian yang sedang dilaksanakannya. Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus disikapi sebagai tugas profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan pembelajaran yang dikelolanya.

Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita waktu pembelajaran di kelas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus disertai dengan observasi, pengumpulan data, dan interpretasi yang dilakukan oleh guru.

Metode yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi kelasnya.

Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru.

Sebagai peneliti, guru haruslah memperhatikan berbagai aturan dan etika yang terkait dengan tugas-tugasnya, seperti menyampaikan kepada kepala sekolah tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau

Page 184: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-11

menginformasikan kepada orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK, siswa diwajibkan melakukan sesuatu di luar kebiasaan rutin.

PTK harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat sekolah. c. Observasi dan Interpretasi

Pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data yang diamati saat pelaksaanaan tindakan tersebut langsung diinterpretasikan, tidak sekedar direkam. Jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Apa yang harus direkam dan bagaimana cara merekamnya harus ditentukan secara cermat terlebih dahulu.

Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah dengan observasi atau pengamatan. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yaitu:

Perencanaan Bersama Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara

pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, aturan yang akan diterapkan, berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.

Fokus Fokus pengamatan sebaiknya sempit/spesifik. Fokus yang sempit atau

spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaat begi perkembangan profesional guru.

Membangun Kriteria Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau

sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya.

Keterampilan Observasi Seorang pengamat yang baik memiliki minimal 3 keterampilan, yaitu: (1) dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam menginterpretasikan satu peristiwa; (2) dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya suasana yang menakutkan guru dan siswa; dan (3) menguasai berbagai teknik untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu. Di dalam suatu observasi, hasil pengamatan berupa fakta atau deskripsi, bukan pendapat atau opini. Dilihat cara melakukan kegiatannya, ada empat jenis observasi yang dapat dipilih, yaitu: observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam proses pembelajaran yang diamati. Observasi terfokus secara khusus

Page 185: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-12

ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur dengan baik dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang disediakan. Observasi

sistematik dilakukan lebih rinci dalam hal kategori data yang diamati.

Balikan (Feedback) Hasil observasi yang direkam secara cermat dan sistematis dapat dijadikan dasar untuk memberi balikan yang tepat. Syarat balikan yang baik: (i) diberikan segera setelah pengamatan, dalam berbagai bentuk misalnya diskusi; (ii) menunjukkan secara spesifik bagian mana yang perlu diperbaiki, bagian mana yang sudah baik untuk dipertahankan; (iii) balikan harus dapat memberi jalan keluar kepada orang yang diberi balikan tersebut.

d. Analisis Data Agar data yang telah dikumpulkan bermakna sebagai dasar untuk mengambil keputusan, data tersebut harus dianalisis atau diberi makna. Analisis data pada tahap ini agak berbeda dengan interpretasi yang dilakukan pada tahap observasi. Analisis data dilakukan setelah satu paket perbaikan selesai diimplementasikan secara keseluruhan. Jika perbaikan ini direncanakan untuk enam kali pembelajaran, maka analisis data dilakukan setelah pembelajaran tuntas dilaksanakan. Dengan demikian, pada setiap pembelajaran akan diadakan interpretasi yang dimanfaatkan untuk melakukan penyesuaian, dan pada akhir paket perbaikan diadakan analisis data secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab hipotesis perbaikan yang dirancang guru. Analisis data dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, data diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering disebut sebagai reduksi data. Kemudian data diorganisaskan sesuai dengan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap kedua, data yang sudah terorganisasi ini dideskripsikan sehingga bermakna, baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel. Akhirnya, berdasarkan paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan atau formula singkat.

e. Refleksi Saat refleksi, guru mencoba merenungkan mengapa satu kejadian berlangsung dan mengapa hal seperti itu terjadi. Ia juga mencoba merenungkan mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa yang lain gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran berikutnya.

f. Perencanaan Tindak Lanjut Sebagaimana yang telah tersirat dalam tahap analisis data dan refleksi, hasil atau kesimpulan yang didapat pada analisis data, setelah melakukan refleksi digunakan untuk membuat rencana tindak lanjut. Jika ternyata tindakan

Page 186: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-13

perbaikan belum berhasil menjawab masalah yang menjadi kerisauan guru, maka hasil analisis data dan refleksi digunakan untuk merencanakan kembali tindakan perbaikan, bahkan bila perlu dibuat rencana baru. Siklus PTK

berakhir, jika perbaikan sudah berhasil dilakukan. Jadi, suatu siklus dalam PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu berapa banyaknya.

(Kemmis dan Mc. Taggart dikutip Wardani dkk, 2004, p.4.9) 6. Cara Membuat Proposal

Proposal adalah suatu perencanaan yang sistematis untuk melaksanakan penelitian termasuk PTK. Di dalam proposal terdapat komponen dan langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan PTK. Selain itu, proposal juga memiliki kegunaan sebagai usulan untuk pengajuan dana kepada instansi atau sumber yang dapat mendanai penelitian. Proposal terdiri dari dua bagian, bagian pertama merupakan identitas proposal, sedangkan bagian kedua merupakan perencanaan penelitian yang berisi tentang desain penelitian, dan langkah-langkah pelaksanaan. Pembahasan proposal akan dibagi menjadi 3 langkah, yaitu mengenai format proposal, cara membuat proposal, dan cara menilai proposal (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999). a. Format Proposal

Pada umumnya format proposal penelitian, baik penelitian formal maupun PTK sudah baku. Salah satu format proposal yang ada saat ini adalah yang dikembangkan oleh Tim Pelatih Proyek PGSM sebagai berikut. Halaman Judul (kulit luar) Berisi judul PTK, nama peneliti dan lembaga, serta tahun proposal itu dibuat.

Page 187: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-14

Halaman Pengesahan Berisi identitas peneliti dan penelitian yang akan dilakukan, yang ditandatangani oleh ketua peneliti dan ketua/kepala lembaga yang mengesahkan. Di perguruan tinggi yang mengesahkan proposal penelitian adalah Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan. Kerangka Proposal 1. Judul Penelitian 2. Bidang Ilmu 3. Kategori Penelitian 4. Data Peneliti:

Nama lengkap dan gelar

Golongan/pangkat/NIP

Jabatan fungsional

Jurusan

Institusi 5. Susunan Tim Peneliti

Jumlah

Anggota 6. Lokasi Penelitian 7. Biaya Penelitian 8. Sumber Dana

b. Perencanaan PTK

Berdasarkan format proposal tersebut di atas, tugas peneliti selanjutnya adalah mengembangkan rancangan (desain) PTK. Rancangan tersebut adalah: 1) Judul

Judul PTK dinyatakan dengan jelas dan mencerminkan tujuan, yaitu mengandung maksud, kegiatan atau tindakan, dan penyelesaian masalah.

2) Latar Belakang Berisi informasi tentang pentingnya penelitian dilakukan, mengapa Anda tertarik dengan masalah ini? Apakah masalah tersebut merupakan masalah riil yang Anda hadapi sehari-hari? Apakah ada manfaatnya apabila diteliti dengan PTK? Untuk ini perlu didukung oleh kajian literatur atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan baik oleh Anda sendiri maupun orang lain.

3) Permasalahan Masalah dalam PTK harus diangkat dari pengalaman sehari-hari. Anda perlu mengkaji masalah tersebut, melakukan analisis, dan jika perlu menanyakan kepada para siswa Anda tentang masalah tersebut. Setelah Anda yakin dengan masalah tersebut, rumuskan ke dalam bentuk kalimat yang jelas. Biasanya rumusan masalah dibuat dalam bentuk kalimat Tanya.

Page 188: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-15

4) Cara Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah dilakukan setelah Anda melakukan analisis dan pengkajian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga ditemukan cara pemecahannya. Untuk menemukan cara pemecahan terhadap suatu masalah, Anda dapat melakukannya dengan mengacu pada pengalaman Anda selama ini, pengalaman teman Anda, mencari dalam buku literatur dan hasil penelitian, atau dengan berkonsultasi dan berdiskusi dengan teman sejawat atau para pakar. Cara penyelesaian masalah yang Anda tentukan atau pilih harus benar-benar “applicable”, yaitu benar-benar dapat dan mungkin Anda laksanakan dalam proses pembelajaran.

5) Tujuan dan manfaat PTK Berdasarkan masalah serta cara penyelesaiannya, Anda dapat merumuskan tujuan PTK. Rumuskan tujuan ini secara jelas dan terarah, sesuai dengan latar belakang masalah dan mengacu pada masalah dan cara penyelesaian masalah. Sebutkan pula manfaat dari PTK ini, yaitu nilai tambah atau dampak langsung atau pengiring terhadap kemampuan siswa Anda.

6) Kerangka Teoritis dan Hipotesis Dalam bagian ini, Anda diminta untuk memperdalam atau memperluas pengetahuan teoritis Anda berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah tersebut. Kajian teoritis ini sangat berguna untuk memperkaya Anda dengan variabel yang berkaitan dengan masalah tersebut. Selain itu, Anda juga akan memperoleh masukan yang dapat membantu Anda dalam melaksanakan PTK, terutama dalam merumuskan hipotesis.

7) Rencana Penelitian Mencakup penataan penelitian, faktor-faktor yang diselidiki, rencana kegiatan (persiapan, implementasi, observasi dan interpretasi, analisis, dan refleksi), data dan cara pengumpulan data, dan teknik analisis data penelitian.

8) Jadwal Penelitian Jadwal penelitian berisi bentuk aktivitas terkait dengan penelitian dan rancangan waktu kapan dilaksanakan dan dalam jangka berapa lama. Untuk membuat jadwal penelitian Anda harus menginventarisasi jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan dimulai dari awal perencanaan, penyusunan proposal sampai dengan selesainya penulisan laporan. Jadwal PTK umumnya ndisusun dalam bentuk bar chart.

9) Rencana Anggaran Cantumkan anggaran yang akan digunakan dalam PTK Anda, terutama jika PTK ini dibiayai oleh sumber dana tertentu. Rencana biaya meliputi kegiatan sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Pada tiap-tiap tahapan diuraikan jenis-jenis pengeluaran yang

Page 189: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-16

dilakukan serta berapa banyak alokasi dana yang disediakan untuk tiap-tiap kegiatan.

Latihan Setelah mengkaji dengan cermat semua uraian untuk memantapkan pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut.

1. Langkah-langkah PTK merupakan satu siklus yang berulang sampai tujuan perbaikan yang dirancang dapat terwujud. Coba gambarkan siklus tersebut dengan cara Anda sendiri dan jelaskan kapan siklus tersebut dapat berakhir.

2. Tahap observasi dan interpretasi merupakan satu tahap yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Coba diskusikan dengan teman Anda mengapa kedua tahap tersebut harus dilakukan bersamaan dan mengapa observasi harus disertai dengan interpretasi.

3. Agar observasi dapat dimanfaat secara efektif, berbagai prinsip dan aturan harus diikuti. Pilih tiga aturan yang menurut Anda paling penting dan jelaskan mengapa aturan tersebut harus diikuti.

4. Analisis data akan membantu guru melakukan refleksi. Beri alasan yang mendukung pendapat tersebut disertai sebuah contoh.

5. Apa yang dikerjakan guru berdasarkan hasil analisis data dan refleksi? Jelaskan jawaban Anda dengan contoh.

Tugas: Susunlah sebuah proposal PTK untuk menyelesaikan masalah yang Anda hadapi di sekolah Anda masing-masing. Gunakan format proposal PTK seperti yang sudah dijelaskan di dalam modul ini.

PENULISAN KARYA ILMIAH

Di dalam modul ini, karya tulis ilmiah yang akan dibahas terdiri dari dua macam, yaitu laporan hasil penelitian khususnya laporan penelitian tindakan kelas dan artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dan nonpenelitian. 1. Laporan Penelitian Tindakan Kelas.

Laporan PTK merupakan pernyataan formal tentang hasil penelitian, atau hal apa saja yang memerlukan informasi yang pasti, yang dibuat oleh seseorang atau badan yang diperintahkan atau diharuskan untuk melakukan hal itu. Ada beberapa jenis laporan misalnya rapor sekolah, laporan hasil praktikum, dan hasil tes laboratorium. Sedangkan laporan PTK termasuk jenis laporan lebih tinggi penyajiannya. Tujuan menulis laporan secara sederhana adalah untuk mencatat, memberitahukan, dan merekomendasikan hasil penelitian. Dalam penelitian, laporan merupakan laporan hasil penelitian yang berupa temuan baru dalam bentuk teori, konsep, metode, dan prosedur, atau permasalahan yang perlu dicarikan cara pemecahannya. Namun untuk mengimplementasikannya memerlukan waktu yang

Page 190: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-17

cukup panjang. Hasil penelitian formal dipublikasikan melalui seminar, pengkajian ulang, analisis kebijakan, pendiseminasian dan sebagainya, yang memerlukan waktu cukup lama, sehingga pada saat dilakukan implementasi, temuan tersebut sudah kedaluwarsa dan tidak sesuai lagi.

Laporan PTK perlu dibuat oleh para peneliti untuk beberapa kepentingan antara lain sebagai berikut.

a) Sebagai dokumen penelitian, dan dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen untuk diajukan sebagai bahan kenaikan pangkat/pengembangan karir.

b) Sebagai sumber bagi peneliti lain atau peneliti yang sama dalam memperoleh inspirasi untuk melakukan penelitian lainnya.

c) Sebagai bahan agar orang atau peneliti lain dapat memberikan kritik dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.

d) Sebagai acuan dan perbandingan bagi peneliti untuk mengambil tindakan dalam menangani masalah yang serupa atau sama.

Sistematika laporan merupakan bagian yang sangat mendasar dalam sebuah laporan, karena akan merupakan kerangka berpikir yang dapat memberikan arah penulisan, sehingga memudahkan anda dalam menulis laporan. Sistematika atau struktur ini harus sudah anda persiapkan sebelum penelitian dilakukan, yaitu pada saat anda menulis proposal. Setelah PTK selesai dilakukan, anda mulai melihat kembali struktur tersebut untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan pengalaman anda dalam melakukan PTK, serta data informasi yang sudah dikumpulkan dan dianalisis. Pada dasarnya, laporan PTK hampir sama dengan laporan jenis penelitian lainnya. Meskipun begitu, setiap institusi bisa saja menetapkan format tersendiri yang bisa berbeda dengan format dari institusi lain. Format yang ditetapkan oleh Lembaga Penelitian Unesa, misalnya, bisa berbeda dari format yang digunakan oleh Ditjendikti atau Universitas Terbuka. Apabila PTK yang anda lakukan memperoleh pendanaan dari institusi tertentu, maka sistematika laporan juga perlu disesuaikan dengan format yang telah ditentukan oleh pihak pemberi dana penelitian. Namun bila dibandingkan satu sama lain, sebenarnya setiap format menyepakati beberapa komponen yang dianggap perlu dicantumkan dan dijelaskan. Sistematika laporan PTK di bawah ini merupakan modifikasi dari berbagai sumber: Halaman Judul

Judul laporan PTK yang baik mencerminkan ketaatan pada rambu-rambu seperti: gambaran upaya yang dilakukan untuk perbaikan pembelajaran, tindakan yang diambil untuk merealisasikan upaya perbaikan pembelajaran, dan setting penelitian. Judul sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.

Lembar Pengesahan Gunakan model lembar pengesahan yang ditetapkan oleh institusi terkait. Kata Pengantar Abstrak

Abstrak sebaiknya ditulis tidak lebih dari satu halaman. Komponen ini merupakan intisari penelitian, yang memuat permasalahan, tujuan, prosedur

Page 191: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-18

pelaksanaan penelitian/tindakan, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan saran.

Daftar Isi Bab I Pendahuluan

Bab ini memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang permasalahan pentingnya masalah diselesaikan, identifikasi masalah, analisis dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta definisi istilah bila dianggap perlu. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut: A. Latar Belakang Masalah (data awal dalam mengidentifikasi masalah,

analisis masalah, dan pentingnya masalah untuk diselesaikan) B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Definisi Operasional (bila perlu)

Bab II Kajian Pustaka

Kajian Pustaka menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan yang memberi arah ke pelaksanaan PTK dan usaha peneliti membangun argumen teoritik bahwa dengan tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Bab ini diakhiri dengan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis. Urutan penyajian yang bisa digunakan adalah sebagai berikut A. Kajian Teoritis B. Penelitian-penelitian yang relevan (bila ada) C. Kajian Hasil Diskusi (dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti) D. Hasil Refleksi Pengalaman Sendiri sebagai Guru E. Perumusan Hipotesis Tindakan

Bab III Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

Bab ini berisi unsur-unsur seperti deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran, karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Selain itu, bab ini juga menyajikan gambaran tiap siklus: rancangan, pelaksanaan, cara pemantauan beserta jenis instrumen, usaha validasi hipotesis dan cara refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan feasible serta collaborative. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut: A. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik

siswa) B. Deskripsi per Siklus (rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan

data/instrument, refleksi) Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV menyajikan uraian tiap-tiap siklus dengan data lengkap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan

Page 192: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-19

hal yang mendasar yaitu hasil perubahan (kemajuan) pada diri siswa, lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas, hasil belajar. Kemukakan grafik dan tabel secara optimal, hasil analisis data yang menunjukkan perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara sistematik dan jelas. A. Deskripsi per siklus (data tentang rencana, pengamatan, refleksi),

keberhasilan dan kegagalan, lengkap dengan data) B. Pembahasan dari tiap siklus

Bab V Simpulan dan Saran A. Simpulan B. Saran

Daftar Pustaka Lampiran 2. Artikel Ilmiah Kegiatan menyusun karya ilmiah, baik berupa laporan hasil penelitian maupun makalah nonpenelitian, merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan aktivitas ilmiah.

Beberapa kualifikasi yang diperlukan untuk dapat menulis karya ilmiah dengan baik antara lain adalah: a. Pengetahuan dasar tentang penulisan karya ilmiah, baik yang berkenaan dengan

teknik penulisan maupun yang berkenaan dengan notasi ilmiah. Di samping itu, keterampilan menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku

b. Memiliki wawasan yang luas mengenai bidang kajian keilmuan c. Pengetahuan dasar mengenai metode penelitian.

Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dengan mengikuti pedoman atau konvensi yang telah disepakati atau ditetapkan. Artikel ilmiah bisa diangkat dari hasil penelitian lapang, hasil pemikiran dan kajian pustaka, atau hasil pengembangan proyek. Dari segi sistematika penulisan dan isi suatu artikel dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel nonpenelitian. Secara umum, isi artikel hasil penelitian meliputi: judul artikel, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar rujukan. Sedangkan artikel nonpenelitian berisi judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar rujukan. Isi artikel penelitian diuraikan sebagai berikut: 1. Judul

Judul artikel berfungsi sebagai label yang menginformasikan inti isi yang terkandung dalam artikel secara ringkas. Pemilihan kata sebaiknya dilakukan dengan cermat agar selain aspek ketepatan, daya tarik judul bagi pembaca juga dipertimbangkan. Judul artikel sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.

2. Nama Penulis

Page 193: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-20

Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar, baik gelar akademik maupun gelar lainnya. Nama lembaga tempat penulis bekerja biasanya ditulis di bawah nama penulis, namun boleh juga dituliskan sebagai catatan kaki di halaman pertama. Apabila penulis lebih dari dua orang, maka nama penulis utama saja yang dicantumkan di bawah judul, sedangkan nama penulis lainnya dituliskan dalam catatan kaki.

3. Abstrak dan Kata Kunci Abstrak dan kata kunci (key words) berisi pernyataan yang mencerminkan ide-ide atau isu-isu penting di dalam artikel. Untuk artikel hasil penelitian, prosedur penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek yang diteliti), dan ringkasan hasil penelitian, tekanan diberikan pada hasil penelitian. Sedangkan untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan isi artikel yang dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari penyunting. Panjang abstrak 50-75 kata, dan ditulis dalam satu paragraf. Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang dibahas dalam artikel atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran gagasan dalam karangan asli berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah kata kunci antara 3-5 kata. Perlu diingat bahwa kata kunci tidak diambil dari kata-kata yang sudah ada di dalam judul artikel. Kata kunci sangat bermanfaat bagi pihak lain yang menggunakan mesin penelusuran pustaka melalui jaringan internet untuk menemukan karya seseorang yang sudah dipublikasikan secara online.

4. Pendahuluan Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci. Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga gagasan: (1) latar belakang masalah atau rasional penelitian, (2) masalah dan wawasan rencana pemecahan masalah, (3) rumusan tujuan penelitian (dan harapan tentang manfaat hasil penelitian). Sebagai kajian pustaka, bagian ini harus disertai rujukan yang dapat dijamin otoritas keilmuan penulisnya. Kajian pustaka disajikan secara ringkas, padat dan mengarah tepat pada masalah yang diteliti. Aspek yang dibahas dapat mencakup landasan teoretis, segi historis, atau segi lainnya yang dianggap penting. Latar belakang atau rasional hendaknya dirumuskan sedemikian rupa, sehingga mengarahkan pembaca ke rumusan penelitian yang dilengkapi dengan rencana pemecahan masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan. Apabila anda menulis artikel nonpenelitian, maka bagian pendahuluan berisi uraian yang mengantarkan pembaca pada topik utama yang akan dibahas. Bagian ini menguraikan hal-hal yang mampu menarik pembaca sehingga mereka tertarik untuk mengikuti bagian selanjutnya. Selain itu, bagian ini juga diakhiri dengan rumusan singkat tentang hal-hal yang akan dibahas.

5. Bagian Inti Bagian ini berisi 3 (tiga) hal pokok, yaitu metode, hasil, dan pembahasan. Pada bagian metode disajikan bagaimana penelitian dilaksanakan. Uraian disajikan dalam beberapa paragraf tanpa atau dengan subbagian. Yang disajikan pada

Page 194: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-21

bagian ini hanyalah hal yang pokok saja. Isi yang disajikan berupa siapa sumber datanya (subjek atau populasi dan sampel), bagaimana data dikumpulkan (instrumen dan rancangan penelitian), dan bagaimana data dianalisis (teknik analisis data). Apabila di dalam pelaksanaan penelitian ada alat dan bahan yang digunakan, maka spesifikasinya perlu disebutkan. Untuk penelitian kualitatif, uraian mengenai kehadiran peneliti, subjek penelitian dan informan, beserta cara memperoleh data penelitian, lokasi dan lama penelitian, serta uraian tentang pengecekan keabsahan hasil penelitian (triangulasi) juga perlu dicantumkan. Bagian hasil adalah bagian utama artikel ilmiah. Bagian ini menyajikan hasil analisis data. Yang dilaporkan dalam bagian ini adalah hasil analisis saja, sedangkan proses analisis data misalnya perhitungan statistik, tidak perlu disajikan. Proses pengujian hipotesis, ternasuk pembandingan antara koefisien hasil perhitungan statistik dengan koefisien tabel, tidak perlu disajikan. Yang dilaporkan hanyalah hasil analisis dan hasil pengujian data. Hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk grafik atau tabel untuk memperjelas penyajian hasil secara verbal, yang kemudian dibahas. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Dalam pembahasan disajikan: (1) jawaban masalah penelitian atau bagaimana tujuan penelitian dicapai, (2) penafsiran temuan penelitian, (3) pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan penelitian yang telah mapan, dan (4) menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang telah ada sebelumnya. Jawaban atas masalah penelitian hendaknya disajikan secara eksplisit. Penafsiran terhadap hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada. Pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan yang ada dilakukan dengan membandingkan temuan itu dengan temuan penelitian yang telah ada atau dengan teori yang ada, atau dengan kenyataan yang ada di lapangan. Pembandingan harus disertai rujukan. Jika penelitian ini menelaah teori (penelitian dasar), teori yang lama dapat dikonfirmasi atau ditolak sebagian atau seluruhnya. Penolakan sebagian dari teori harus disertai dengan modifikasi teori, dan penolakan terhadap seluruh teori harus disertai rumusan teori yang baru. Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide peneliti, keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta posisi temuan atau penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya. Untuk artikel nonpenelitian, bagian inti ini dapat sangat bervariasi bergantung pada topik yang dibahas. Yang perlu diperhatikan dalam bagian ini adalah pengorganisasian isi yang dapat berupa fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Isi yang berbeda memerlukan penataan dengan urutan yang berbeda pula.

6. Penutup Istilah penutup digunakan sebagai judul bagian akhir dari sebuah artikel nonpenelitian jika isinya berupa catatan akhir atau yang sejenisnya. Namun apabila bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan sebelumnya, maka istilah yang dipakai adalah kesimpulan. Pada bagian akhir ini dapat juga ditambahkan saran atau rekomendasi.

Page 195: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4-22

Untuk artikel hasil penelitian, bagian penutup berisi kesimpulan dan saran yang memaparkan ringkasan dari uraian yang disajikan pada bagian hasil dan pembahasan. Kesimpulan diberikan dalam bentuk uraian verbal, bukan numerikal. Saran disusun berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat. Saran dapat mengacu pada tindakan praktis, atau pengembangan teoretis, atau penelitian lanjutan.

7. Daftar Rujukan/Pustaka Daftar rujukan berisi daftar dokumen yang dirujuk dalam penyusunan artikel. Semua bahan pustaka yang dirujuk yang disebutkan dalam batang tubuh artikel harus disajikan dalam daftar rujukan dengan urutan alfabetis. Gaya selingkung dalam menyusun daftar pustaka bisa bervariasi, bergantung pada disiplin ilmu yang menjadi payung artikel ilmiah anda atau jurnal yang akan memuat artikel anda. Bidang Pendidikan atau Psikologi sering menggunakan format APA (American Psychological Association), sedangkan disiplin ilmu Sejarah menggunakan Turabian Style atau Chicago Manual, dan bidang Bahasa dan Sastra menggunakan MLA (Modern Language Association). Apapun gaya yang anda gunakan, pastikan bahwa gaya penulisan anda konsisten dan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh jurnal/media yang akan menampung tulisan anda. Untuk itu, anda perlu mencermati lebih dahulu format seperti apa yang harus anda ikuti sebelum mulai menulis/menyunting artikel ilmiah anda. Secara umum, yang dicantumkan dalam rujukan (berupa buku) adalah: nama pengarang, tahun penerbitan, judul, kota tempat penerbitan, dan nama penerbitnya.

Latihan

1. Bedakan artikel hasil penelitian dengan artikel nonpenelitian dari dimensi isi artikel.

2. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Apa saja yang seharusnya disajikan dalam pembahasan?

3. Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, ada dua jenis makalah ilmiah, apa sajakah? Buatlah perbedaan antara keduanya.

4. Bagaimana aturan yang harus diikuti dalam menyusun Daftar Pustaka? 5. Jelaskan sistematika sebuah laporan PTK. 6. Diberikan informasi tentang hasil penelitian/kasus pembelajaran, peserta

dapat merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.

Page 196: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB I

PENDAHULUAN

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 197: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan

bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Gurulah yang menjadi ujung tombak pendidikan, sebab guru secara

langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan

siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi. Guru

dituntut untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar.

Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan

terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru akan tercermin dalam

proses mengajar belajar.

Dalam proses mengajar belajar, penguasaan materi pelajaran dan cara

menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Oleh karena itu proses

mengajar belajar harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian

yang serius. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas

sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran

yang optimal. Komponen lain dalam pembelajaran yang sangat penting dikusai oleh

guru adalah tentang pemahaman mereka tentang karakteristik siswa yang diajarnya,

penguasaan terhadap teori-teori belajar agar dapat mengarahkan peserta didik

berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna

bagi siswa. Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media

pembelajaran yang tepat, melaksanakan proses dan melakukan penilaian. Guru juga

perlu mengerti bagaimana seharusnya melakukan refleksi pembelajaran sehingga

guru dapat melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah

dilakukan.

Page 198: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

B. Tujuan

Tujuan penyusunan bahan ajar kompetensi pedagogik ini adalah membantu guru

calon peserta PLPG mendapatkan sumber belajar untuk menambah wawasan para

guru tentang: (1) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, (2)

karakteristik siswa dan teori-teori belajar (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran agar

lebih profesional di bidangnya sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan (4)

bagaimana melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan agar dapat

memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan.

C. Peta Kompetensi

Peta kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru sesuai dengan permendikbud

No16 tahun 2007 adalah sebagai berikut.

Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran di

SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK

No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN

1. Menguasai karakteristik

peserta didik dari aspek

fisik, moral, spiritual, sosial,

kultural, emosional, dan

intelektual.

1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan

dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional,

moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.

1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata

pelajaran yang diampu.

1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam

mata pelajaran yang diampu.

1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik

dalam mata pelajaran yang diampu.

Page 199: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

2. Menguasai teori belajar

dan prinsip-prinsip

pembelajaran

yang mendidik.

2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata

pelajaran yang diampu.

2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode,

dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif

dalam mata pelajaran yang diampu.

3. Mengembangkan

kurikulum yang terkait

dengan mata

pelajaran yang diampu.

3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan

kurikulum.

3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.

3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.

3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang

terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan

pembelajaran.

3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai

dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik

peserta didik.

3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.

4. Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik.

4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan

pembelajaran yang mendidik.

4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan

pembelajaran.

4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap,

baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium,

maupun lapangan.

Page 200: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas,

di laboratorium, dan di lapangan dengan

memperhatikan standar keamanan yang

dipersyaratkan.

4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber

belajar yang relevan dengan karakteristik peserta

didik dan mata pelajaran yang diampu untuk

mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.

4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam

pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi

yang berkembang.

5

.

Memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi

Untuk kepentingan

pembelajaran.

5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.

6

.

Memfasilitasi

pengembangan potensi

peserta didik untuk

mengaktualisasikan

berbagai potensi yang

dimiliki.

6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran

untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi

secara optimal.

6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran

untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik,

termasuk kreativitasnya.

7

.

Berkomunikasi secara

efektif, empatik, dan

santun dengan peserta

didik.

7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang

efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan,

dan/atau bentuk lain.

7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun

dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam

interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang

terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi

psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam

permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan

kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons

peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi

Page 201: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

8

.

Menyelenggarakan

penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar.

8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik

mata pelajaran yang diampu.

8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar

yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai

dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar.

8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan

evaluasi proses dan hasil belajar.

8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil

belajar secara berkesinambungan dengan

mengunakan berbagai instrumen.

8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar

untuk berbagai tujuan.

8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.

9

.

Memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi untuk

kepentingan pembelajaran.

9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan

evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar

9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan

evaluasi untuk merancang program remedial dan

pengayaan.

9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi

kepada pemangku kepentingan.

9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan

evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran.

Page 202: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

(Sumber: Permendikbud No. 16 Tahun 2007)

D. Ruang Lingkup

Penyusunan sumber belajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas

bagi guru tentang kompetensi pedagogik yang harus dikuasai Guru. Dalam sumber

belajar ini akan dibahas secara singkat 8 kegiatan pembelajaran dimana pada

masing-masing kegiatan pembelajaran akan diberikan Tujuan, Indikator Pencapaian

Kompetensi, Uraian Materi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak Lanjut, serta Daftar

Pustaka yang bisa dirujuk untuk mempelajari lebih jauh uraian materi yang telah

diberikan.

Materi yang dibahas dalam sumber belajar ini tertuang dalam 8 kegiatan belajar

sebagai berikut ini.

Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Siswa

Kegiatan Belajar 2 : Teori Belajar

Kegiatan Belajar 3 : Kurikulum 2013

Kegiatan Belajar 4 : Desain Pembelajaran

Kegiatan Belajar 5 : Media Pembelajaran

Kegiatan Belajar 6 : Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran

Kegiatan Belajar 7 : Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Kegiatan Belajar 8 : Refleksi Pembelajaran dan PTK

10. Melakukan tindakan

reflektif untuk peningkatan

kualitas

pembelajaran.

10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan

pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran

yang diampu.

10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata

pelajaran yang diampu.

Page 203: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

E. Saran Cara Penggunaan Sumber Belajar

Sumber belajar ini secara khusus diperuntukkan bagi guru yang akan mengikuti

pendidikan dan pelatihan kompetensi guru (PLPG) setelah menempuh Ujian

Kompetensi Guru (UKG) atau sedang belajar mandiri secara individu atau dengan

teman sejawat.

Berikut ini beberapa saran dalam cara penggunaan dan pemanfaatan sumber belajar

ini.

1. Bacalah sumber belajar ini secara runtut, dimulai dari Pendahuluan, agar dapat

lebih mudah dan lancar dalam mempelajari kompetensi dan materi dalam sumber

belajar ini.

2. Materi di dalam sumber belajar ini lebih bersifat ringkas dan padat, sehingga

dimungkinkan untuk menelusuri literatur lain yang dapat menunjang penguasaan

kompetensi.

3. Setelah melakukan aktivitas membaca sumber belajar, barulah berusaha sekuat

pikiran, untuk menyelesaikan latihan dan/atau tugas yang ada. Jangan tergoda

untuk melihat kunci dan petunjuk jawaban. Kemandirian dalam mempelajari

sumber belajar ini akan menentukan seberapa jauh penguasaan kompetensi.

4. Setelah memperoleh jawaban atau menyelesaikan tugas, bandingkan dengan

kunci atau petunjuk jawaban.

5. Lakukan refleksi berdasarkan proses belajar yang telah dilakukan dan

penyelesaian latihan/tugas.. Hasil refleksi yang dapat terjadi antara lain

ditemukan beberapa bagian yang harus direviu dan dipelajari kembali, ada bagian

yang perlu dipertajam atau dikoreksi, dan lain lain.

6. Setelah mendapatkan hasil refleksi, rencanakan dan lakukan tindak lanjut yang

relevan.

Page 204: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB II

KARAKTERISTIK SISWA

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 205: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 1: KARAKTERISTIK SISWA

A. Tujuan

Modul ini disusun untuk menjadi bahan belajar bagi guru terkait materi

karakteristik siswa dalam program Guru Pembelajar. Tujuan belajar yang akan

dicapai adalah memahami tahap-tahap perkembangan siswa sehingga dapat

menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang sesuai dengan

karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangannya

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Kompetensi Inti

Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan

intelektual

2. Kompetensi Guru Mata Pelajaran

a. Memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik,

intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial

budaya sesuai dengan tahap perkembangannya

b. Menyiapkan dan materi pelajaran sesuai dengan tingkat

perkembangannya.

c. Marancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa

berdasarkan pada tahap perkembangannya.

C. Uraian Materi

Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai

karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh terjadi interaksi timbal

balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh

karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah

memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi

yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar

sesuai dengan karakteristik siswanya.

Perbedaan karakteristik anak salah satunya dapat dipengaruhi oleh

perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu

Page 206: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur

sampai dengan dewasa.

1. Metode dalam psikologi perkembangan

Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu

longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati

dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu

yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti

perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa

dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan.

Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap

perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan,

yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan

karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiapo

perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan.

Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang

sempurna.

Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak

dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah

dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang

mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan

mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka.

Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan

perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak

memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti

menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga

diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu

semata-mata karena perkembangan.

2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan

Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisah-

pisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek,

termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan

Page 207: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan

pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata,

2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh

/ global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti

perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi,

dsb.

Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat

dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan

kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral

saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus

(spesifik).

3. Teori perkembangan

Ada berbagai teori perkembangan. Dalam buku ini akan dibahas beberapa teori

yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk

teori menyeluruh / global ( Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang

termasuk khusus / spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan

dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009).

a. Jean Jacques Rousseau

Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang

menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan

kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau, perkembangan anak terbagi

menjadi empat tahap, yaitu

1) Masa bayi infancy (0-2 tahun).

Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik.

Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan

aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat.

2) Masa anak / childhood (2-12 tahun)

Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai manusia

primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain

sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara,

berfikir, intelektual, moral, dll.

Page 208: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun)

Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan

perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut

masa bertualang.

4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun)

Usia 15-25 tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini

tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga

disebut masa hidup sebagai manusia beradab.

b. Stanley Hall

Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu

perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa

perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal

bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun

demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya

perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di

lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat

di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua

lingkungan tersebut dapat berbeda. Stanley Hall membagi masa

perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:

1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun)

Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu

melata atau berjalan.

2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)

Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman

lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari

lingkungan sekitarnya.

3) Masa puber / youth 8-12 tahun)

Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang

belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi

Page 209: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan

social, emosi, moral, intelektual.

4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)

Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.

Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk. Dapat

dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada

masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi

dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar,

masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda.

Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai

pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut.

c. Robert J. Havigurst

Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep

developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang

menggabungkan antara dorongan tumbuh / berkembang sesuai dengan

kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan

oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi

lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase.,

yaitu:

1) Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)

2) Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)

3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)

4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas_)

5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)

Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap

perkembangan (developmental stages) Aada sepuluh tugas perkembangan

yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu:

1) Ketergantungan – kemandirian

2) Memberi – menerima kasih saying

3) Hubungan social

Page 210: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

4) Perkembangan kata hati

5) Peran biososio dan psikologis

6) Penyesuaian dengan perubahan badan

7) Penguasaan perubahan badan dan motorik

8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik

9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem symbol

10) Kemampuan meolihat hubungan denganh alam semesta

Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan

mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnaya.

d. Jean Piaget

Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada

tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988). Teri-teorinya

dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya

sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan

anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam

aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat

tahap, yaitu:

1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini

kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan

ruang waktu sekarang saja.

2) Tahap praoperasional (2-4 ahun)

Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan

masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus

secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih

statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan

ruang masih terbatas.

Page 211: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)

Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak

sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan,

menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.

4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun)

Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak

sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif,

induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan

secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.

e. Lawrence Kohlberg

Mengacu kepada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada

perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau

moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan

menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan

kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.

Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga

tahapan, yaitu:

1) Preconventional moral reasoning

a) Obidience and paunisment orientation

Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari

perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka

hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan /

undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman.

b) Naively egoistic orientation

Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan

benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan

keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga orang lain.

Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu

apakah mendatangkan keuntungan atau tidak.

Page 212: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

2) Conventional moral reasoning

a) Good boy orientation

Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang

menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi

ini juga disebut good / nice boy orientation. Anak patuh pada karakter

tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik,

menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang

lain.

b) Authority and social order maintenance orientation

Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak

menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan

tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system. Hukum dan

perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban

dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan

public.

3) Post conventional moral reasoning

a) Contranctual legalistic orientation

Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai

peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati

oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah,

baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahea

hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan

masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal

mengetur masyarakat.

b) Conscience or principle orientation

Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat

universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsip-

prinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum

legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (kukum legal

dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai

Page 213: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika /

moral.

f. Erick Homburger Erickson

Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund

Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak.

Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak

melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus

kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu.

Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan

perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui

adanya interaksi antara individu dengan kontek social. Kedelapan tahap

tersebut digambarkan pada table 1.1.

Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson

TAHAP USIA KRISIS PSIKOSOSIAL KEMAMPUAN

I 0-1 Basic trust vs mistrust Menerima, dan

sebaliknya, memberi

II 2-3 Autonomy vs shame and

doubt

Menahan atau

membiarkan

III 3-6 Initiative vs guilt Menjadikan (seperti)

permainan

IV 7-12 Industry vs inferiority Membuat atau

merangkai sesuatu

V 12-18 Identity vs role confusion Menjadi diri sendiri,

berbagi konsep diri

VI 20an Intimacy vs isolation Melepas dan

mencari jati diri

VII 20-50 Generativity vs stagnation Membuat,

memelihara

VII >50 Ego integrity vs despair

Page 214: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal

dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan

sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya

oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya.

Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan,

minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat

dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang

dianggap asing akan ditolaknya.

Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak

tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai

keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan

kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte,

pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.

Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai

tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang

dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri.

Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan.

Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan,

kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak

akan timbul rasa kecewa dan bersalah.

Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak

cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan

mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan

menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan

merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi

agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya.

Pada tahap Identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak dihadapkan

pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar

pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang

baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya

lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang

Page 215: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang

baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi

anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah

disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri.

Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai

menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi

dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang

memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan

orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan

orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis.

Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di

kehidupan masyarakat.

Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan)

menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang.

Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua,

tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan

generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya

(keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi

kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali.

Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah

tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi,

mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari,

dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang pali ng diharapkan

adalah jika tidak ada penyesalan.

D. Daftar Pustaka

1. Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA: . Prentice Hall.

2. Harre, R. & Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology.

Cambridge, MA: MIT Press.

Page 216: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

3. Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar : Modul

Matematika SMP – Karakteristik Siswa . Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga

Kependidikan.

4. Sukmadinata, N.S.(2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 217: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB III

TEORI BELAJAR

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 218: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR

A. Tujuan

Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan

contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik

2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky

3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele

4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel

5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner

6. Mampu menerapkan teori belajar dalam pembelajaran matematika

C. Uraian Materi

Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang guru dan cara

menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru

terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun

demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain

menguasai materi matematika guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori

belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual

dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai

dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)

Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik

yang harus dimiliki guru.

Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses

belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar

tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk proses

belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut dengan

Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental)

Page 219: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: (1) uraian tentang apa yang terjadi

dan diharapkan terjadi padaintelektual anak, (2) uraian tentang kegiatan

intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.

Terdapat dua aliran dalam psikologi belajar, yakni aliran psikologi tingkah laku

(behavioristic)dan aliran psikologi kognitif.

1. Teori belajar behavioristik

Psikologi belajar atau disebut juga dengan teori belajar adalah teori

yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk:

2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi

dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian tentang kegiatan

intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Dikenal

dua teori belajar, yaitu teori belajar tingkah laku (behaviorism) dan teori belajar

kognitif. Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai

suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus

(rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar

tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.

a. Teori Belajar dari Thorndike

Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum

belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih

berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan

rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul

sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini

termasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya

dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai

akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada

gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut

juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses

pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil

atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan

Page 220: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

(law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of

effect).

1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak

dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai

kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu

kemudian melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan

melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia

lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.

2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan

stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat,

sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka

makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya

menggunakan dasar bahwa stimulus dan respon akan memiliki

hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering

terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang

terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada

suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan

tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu

sebelumnya.

3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang

terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka

asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang

terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi

anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan

apa yang telah dicapainya itu.

Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:

1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)

Individu diawali dengan proses trial and error yang menunjukkan

bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam

memecahkan masalah yang dihadapi.

Page 221: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

2) Hukum sikap (law of attitude)

Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus

dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri

individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.

3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)

Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu

saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).

4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)

Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami

karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang

belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami

sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah

dikenal ke situasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer

akan semakin mudah.

5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)

Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum

dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit

demi sedikit unsur lama.

Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian

teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:

1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak

cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa

pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.

2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih

lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika

diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulus-

respons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apa-

apa.

Page 222: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan,

tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.

4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada

individu lain.

Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-

hari adalah bahwa:

1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh

yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat

peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.

2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih

cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut

siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang

diberikan pun akan lebih banyak.

3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal

yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar

sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang

lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih

sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar

dapat memahami topik berikutnya.

b. Teori Belajar Pavlov

Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan

konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan kegiatan belajar

mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya,

agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah

dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil

pekerjaannya.

Page 223: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

c. Teori Belajar Skinner

Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan

mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat

perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon

yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya

subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan

meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal

yang dapat diamati dan diukur.

Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan

penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika

penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam

melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang

diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin

sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian

yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak

menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah

tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui

psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan

mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas

untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat

tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi

ataupun larangan pada anak didiknya.

Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian

setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya

akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.

Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk

rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti

ini sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda. Karena

penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan

positif, maka penguatan yang diberikan tentu harus diarahkan pada

Page 224: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

respon anak yang benar. Janganlah memberikan penguatan atas respon anak

jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.

Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas

pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon

tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan.

Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak

menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar

respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang

sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau

sangsi (hukuman edukatif).

d. Teori belajar Bandura

Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian

meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang

dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru

berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,

tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka

siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun

menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang

profesional.

Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks

otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai

hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.

Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori

belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan

prinsip modifikasi perilaku.Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari

Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu:

1) Reciprocal determinism

Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk

interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku,

dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya

Page 225: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh

kekuatan lingkungan itu.

2) Beyond reinforcement

Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada

reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-

pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar

apapun. Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan apakah

suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-

satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu

hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya.

Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti

tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.

3) Self-regulation/cognition

Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau

ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep

bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri

sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara

mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan

konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.

Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah:

1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan

(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).

2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian

cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus

tertentu.

3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan

terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya.

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan

moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning)

dan peniruan (imitation).

Page 226: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam

kelas, yaitu:

1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru.

2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan

perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat

melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari

berbagai perilaku.

3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk

mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus

memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi,

motor reproduksi, dan motivasi

4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhati-

hati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas,

5) Siswa harus percaya bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas-

tugas sekolah. Sehingga sangat penting untuk mengembangkan rasa

efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri

siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan

pengalaman orang lain menjadi sukses, danmenceritakan pengalaman

sukses guru atau siswa itu sendiri.

6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi

akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih

rendah dari potensi siswa yang bersangkutan.

7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan

perilaku siswa.

2. Teori belajar Vygotsky

Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan

menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadiyang telah dimilikinya

untuk membantu memahami masalah atau materi baru. King (1994)

menyatakan bahwa individu dapat membuat inferensi tentang informasi baru

itu, menarik perspektif dari beberapa aspek pada pengetahuan yang

Page 227: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan menguraikannya secara rinci, dan

menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada

dalam memori siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa

mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah

dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga

mencapai pemahaman mendalam.

Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme

sosial. Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu

konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam

teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.

Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat

perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan

masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan

sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa

atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang

dimaksud dengan orang dewasa adalah guru atau orang tua.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama

tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan

memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin

besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,

dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah

pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan

siswa itu belajar mandiri.

Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan

Page 228: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian

pengetahuan seorang individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses

pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak

dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2. Tahap

perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri

menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat

mencapai tahap maksimum apabila kepada mereka dihadapkan masalah

menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu

dan memacu mereka untuk menggunakan segenap pengetahuan dan

pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan

pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti

teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan

potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara

kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat

orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal

ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu

kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik

probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.

Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu

berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru

yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan

aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika

dikaitkan dengan teori perkembanga mental yang dikemukakan Piaget,

internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan

masukan-masukan eksternal. Proses kognitif seperti ini, pada tingkat

perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap

masalah atau informasi sedemikian sehingga terjadi keseimbangan

(keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau

konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh

Page 229: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung

dan mengakibatkan terjadinya keseimbangan (equilibrium).

Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan

pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang

baru dalam mengkreasipengetahuan.Mengkonstruksi pengetahuan merupakan

fokus yang krusial dari pembelajaran Matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa

belajar untuk menggunakan bahasa baru dengan internalisasi pengetahuan dari

kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata

dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat sosial dan kedua, pada tingkat

individual dimana pengetahuan kata digeneralisasikan sebagai pemahaman.

Siswa menggunakandan menginternalisasikan kata-kata baru yang saat itu

diperoleh dari orang lain. Mereka selalu menemukan diri mereka

sendiri dalam Zona Pengembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD

merupakan tempat pengetahuan seseorang di antara pengetahuan saat itu

dengan pengetahuan potensialnya.

3. Teori Belajar Van Hiele

Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van

Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam

geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan

penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan van Hiele

melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan

kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat

5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi,

dan akurasi.

a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)

Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu

keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-

komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat

ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-

ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun

Page 230: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun

persegipanjang tersebut.

b) Tahap Analisis (Deskriptif)

Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-

ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah

terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan

mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh,

pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu bangun

マerupakaミ persegipaミjaミg kareミa baミguミ itu さマeマpuミyai empat sisi, sisi-sisi

yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.ざ

c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)

Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu

dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa

sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang

berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping

itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap

bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara

bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa

sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang,

karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

d) Tahap Deduksi

Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif,

yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu

memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan

terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun

bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah

memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu

menggunakan proses berpikir tersebut.

Page 231: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam

jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan

prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong

sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua

sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan

belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya

mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin

saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu

pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada

matematika.

Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak

didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau

problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari

suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat

マeミjawab pertaミyaaミ: さマeミgapa sesuatu itu perlu disajikaミ dalaマ beミtuk teoreマa atau dalil?ざ

e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)

Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-

prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa

sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa

betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap

tertinggi dalam memahami geometri.

Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit, siswa

mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika

(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang

konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan

adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa

menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah,

maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini

Page 232: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping

geometri Euclides.

Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam

memahami geometri, van Hiele juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur

yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan

metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan

meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi

dari tahap yang sebelumnya.

Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-

tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya

tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki

suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan

siswa yang lain. Proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya

terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih

bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila

dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian

saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti.

Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah

tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada

tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk

memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan

melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan

belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan

itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase

orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.

Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele berguna

untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai

Perguruan Tinggi.

Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana

dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle

aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah:

Page 233: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

a. Aktivitas tahap 0 (visualisasi)

Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:

1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan untuk

memanipulasi.

2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan

berbeda sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan.

3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan

berbagai bangun, dan

4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar,

menyusun atau menggunting bangun.

b. Aktivitas tahap 1 (analisis)

Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:

1) Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama model-model yang

dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai sifat bangun.

2) Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi

3) Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama

bangun tersebut.

4) Menggunakan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun.

c. Aktivitas tahap 2 (deduksi informal)

Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:

1) Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus pada pendefinisian

sifat, membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan

cukup untuk kondisi suatu bangun atau konsep.

2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya

semua, suatu, dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi suatu

relasi.

3) Menggunakan model dan gambar sebagai sarana untuk berpikir dan

mulai mencari generalisasi atau kontra.

Page 234: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

4. Teori Belajar Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel

memberi penekanan pada proses belajar yang bermakna. Teori belajar

Ausubel terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan

sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke

dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau

materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau

penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan

informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep,

dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada

siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu

dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang

mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi

yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan

informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi

belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba

menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep

yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Menurut Ausubel & Robinson (dalam Dahar: 1989) kaitan antar kedua dimensi

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 235: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

Gambar 3. Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969)

Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru

pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

seseorang. Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada

subsume-subsume yang telah ada. Ausubel membedakan antara belajar

menerima dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima siswa hanya

menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan pada belajar menemukan

konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima pelajaran begitu

saja. Selain itu terdapat perbedaan antara belajar menghafal dengan

belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang

sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar bermakna materi yang telah

diperoleh itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih

dimengerti.

Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar

bermakna ada dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus

bermakna secara potensial; kebermaknaan materi tergantung dua faktor,

yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang

relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan

Page 236: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan

demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.

Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel

Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah

apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep

baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah

ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam

mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.

Prinsip-prinsip tersebut adalah:

a.Pengaturan Awal (advance organizer). Pengaturan Awal mengarahkan para

siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi

sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam membantu menanamkan

pengetahuan baru.

b.Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika

unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan

terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan

lebih khusus dari konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif

adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara

heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu

kesatuan yang besar.

c. Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan

konsep dalam struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami

diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi apabila konsep-konsep yang

telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang

lebih luas, lebih inklusif.

d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan

menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus

diperlihatkan bagaimana konsep-konsepbaru dihubungkan pada konsep-

konsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana

arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya

Page 237: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi

sekarang mengambil arti baru.

Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran

Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman

(1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan

fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan

pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat

struktur materi dan memformulasikan pengaturan awal. Sedangkan fase

pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi

progresif, dan rekonsiliasi integratif.

5. Teori Belajar Bruner

Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari

Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi

belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan

perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan

pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia

belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan

mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap

manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner dalam

teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses

pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat

dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait

antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan

struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan

memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi

yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami

dan diingat anak.

Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990:48) belajar matematika adalah

belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat

Page 238: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep

dan struktur- struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan

keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan

keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam

belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan

struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang

mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh

anak.

Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni:

(1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan

struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para

siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner

(1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih

sederhana yang memungkinkan seorang untuk mncapai keterampilan-

keterampilan yang lebih tinggi. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi

adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif

tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-

formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4)

motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru

untuk merangsang motivasi itu.

Belajar sebagai Proses Kognitif

Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir

bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)

transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan

pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari

informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan

seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas

baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan,

apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain.

Page 239: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan minilai apakah cara

kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.

Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif

sebagai konseptualisme instrumental . Pandangan ini berpusat pada dua prinsip,

yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model

tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mula-

mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi

pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.

Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang

menurut Bruner adalah sebagai berikut.

a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidak-

tergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang

anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang

berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus

yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan

dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah

stimulus sebelum respons.

b. Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang

menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage

system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan

peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang

diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat

ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang

disimpannya.

c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang

untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan

pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa

yang dilakukan.

Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk

menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Ketiga sistem

Page 240: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents),

yaitu:

a. Cara penyajian enaktif

Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung

dalam memanipulasi (mengotak-atik )objek, sehingga bersifat manipulatif.

Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan benda-

benda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek

dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas

penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Dalam

cara penyajian ini anak secara langsung terlihat.

b. Cara penyajian ikonik

Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan

disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak

berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang

dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan

siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media

berpikir.

c. Cara penyajian simbolik

Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan

lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau

lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek

pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan

notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain.

Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan

konsep-kosep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan

(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil

variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem).

Page 241: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24

Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran

Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah

model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan

arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa,

sebagai berikut.

a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para

siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu

yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang

berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya

timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah

itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep

atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut.

b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik,

kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan

mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.

c. Pada saat siswa memcahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai

pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkap terlebih dahulu

prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saran-

saran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik

pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa.

d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes

esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail.

Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi

dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.

D. Daftar Pustaka

Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press.

Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric

Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar,

Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Page 242: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25

Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D.

Van Nostrand Company.

Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry

among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education.

Number 3. Volume XII.

Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru

Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud.

Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition.

Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA.

Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK.

Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy

between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture.

Instructional Science, 32(1-2), 9-31.

Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular

Page 243: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB IV

KURIKULUM 2013

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 244: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 3 : KURIKULUM 2013

A. Tujuan

Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang

rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013

dengan tepat dan jelas, memahami tentang SKL, KI, dan KD pada tingkat satuan

pendidikan, serta mampu menganalisis keterkaitan SKL, KI, KD, dan indikator

pencapaian kompetensi

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Diharapkan setelah membaca modul ini guru dapat:

1. Menjelaskan rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya

kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas

2. Menjelaskan pengertian SK, KI, dan KD.

3. Menganalisis keterkaitan SKL dengan KI dan KD.

4. Menganalisis kesesuaian indikator pembelajaran dengan KD.

C. Uraian Materi

Kurikulum sebagai satu kesatuan dari beberapa komponen pastilah ada memiliki

peran dan fungsi. Peran kurikulum yaitu:

a. Peran konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai

budaya sebagai warisan masa lalu.

b. Peran kreatif. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru

sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi

yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat

yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.

c. Peran kritis dan evaluatif. Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya

mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus dimiliki oleh siswa.

Sedangkan fungsi kurikulum yaitu:

a. Fungsi umum pendidikan. Maksudnya untuk mempersiapkan peserta didik agar

menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan baik.

Page 245: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

b. Suplementasi. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan

pelayanan kepada setiap siswa.

c. Eksplorasi. Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan

bakat masing-masing siswa.

d. Keahlian. Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai

dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa.

Adapun prinsip pengembangan kurikulum, yaitu.

a. Relevansi. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus memiliki kesesuaian

(relevansi) sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat. Ada dua relevansi:

relevansi internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi)

kurikulum; kedua relevansi eksternal, yaitu program kurikulum harus sesuai dan

mampu menjawab terhadap tuntutan dan perkembangan kehidupan

masyarakat.

b. Fleksibilitas. Kurikulum harus bisa diterapkan secara lentur disesuaikan dengan

karakteristik dan potensi setiap siswa, juga dinamika kehidupan masyarakat.

c. Kontinuitas. Isi program dan penerapan kurikulum di setiap sekolah harus

memberi bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan dan

potensi yang dimilikinya secara berkesinambungan dan berkelanjutan

(kontinuitas). Setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum dengan

membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di satuan pendidikan

yang lainnya.

d. Efisiensi dan Efektivitas. Kurikulum harus memungkinkan setiap personil untuk

menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara proporsional

dan itulah efisien. Penggunaan seluruh sumber daya baik piranti kurikulum,

sumber daya manusia maupun sumber finansial harus menjamin bagi

tercapainya tujuan atau membawa hasil secara optimal dan itulah makna dari

prinsip efektivitas

Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia sejak Indonesia merdeka telah mengalami

beberapa kali perubahan. Kurikulum tersebut secara berturut turut diberlakukan di

Page 246: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

Indonesia disesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Kurikulum tyang telah

diberlakukan sampai saat ini adalah Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964,

Kurikulum 1968. Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004

(Kurikulum berbasis kompetensi/KBK), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan/KTSP), dan saat ini diterapkan Kurikulum 2013 secara berjenjang.

Komponen terpenting implementasi kurikulum adalah pelaksanaan proses

pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu

peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses

menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di

antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut

adalah pendekatan saintifik, inkuiri, pembelajaran berbasis masalah dan

pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode

lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan

pembelajaran kooperatif.

Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut,

pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum

biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang

memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja

yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan

hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci

memberikan petunjuk operasional bagaimana metode-metode tersebut

diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti,

dan penutup.

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan

Kurikulum 2006. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, hanya 4 standar

yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi,

dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai

kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

Page 247: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat

Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada

satu satuan pendidikan untuk mencapai SKL. Standar Penilaian Pendidikan adalah

kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar

peserta didik.

Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL

berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah

kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka

dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan

kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih

diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani

dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan

memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru.

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi

pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8

Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar

pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan

lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah

penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035

pada saat angkanya mencapai 70%.

2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus

globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga

terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas

teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.

Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International

Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student

Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-

anak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak

Page 248: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.

1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan

dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan

masyarakat;

2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan

pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari

di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber

belajar;

3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,

pengetahuan, dan keterampilan;

4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti

kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;

5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing

elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan

untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;

6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling

memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan

jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,

yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.

Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard

skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya

keIapakaミ berpikir saiミs, terkeマbaミgkaミミya さsense of inquiryざ daミ keマaマpuaミ berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan

untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan

sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa.

Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang

tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik.

Page 249: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan

internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan

materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,

geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan

statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana.

Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain,

dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan

menyelaraskan KI-KD, silabus, pedoman mata pelajaran, pembelajaran, penilaian,

dan buku teks.

Perbaikan tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan kurikulum sebagai

berikut.

1. Keselarasan

Dokumen KI-KD, Silabus, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil

Belajar harus selaras dari aspek kompetensi dan lingkup materi.

2. Mudah Dipelajari

Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari

oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek

pedagogis.

3. Mudah Diajarkan

Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh

guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran,

karakteristik kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan.

4. Terukur

Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah

dirumuskan dan layak dilaksanakan.

5. Bermakna untuk Dipelajari

Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta

didik sebagai bekal kehidupan.

Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, terdapat 4 standar yang

berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan

Page 250: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

Standar Penilaian.

1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Berdasarkan analisis kebutuhan, potensi, dan karakteristik sosial, ekonomi, dan

budaya daerah, maka ditetapkan SKL sebagai kriteria kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL sebagai

acuan utama pengembangan ketujuh standar pendidikan lainnya. SKL terdiri 3

ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup 4

elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3

elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3

elemen yaitu proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata

operasional yang berbeda. Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi

Inti yang berada dibawahnya.

Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas:

a. Dimensi Sikap. Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak

mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif

dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya, yang

dicapai melalui: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan

mengamalkan.

b. Dimensi Pengetahuan. Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, yang dicapai melalui: mengetahui,

memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.

c. Dimensi Keterampilan. Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan

pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret,

yang dicapai melalui: mengamati; menanya; mencoba dan mengolah;

menalar; mencipta; menyajikan dan mengomunikasikan

Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan

gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai

berikut: perkembangan psikologis anak, lingkup dan kedalaman materi,

kesinambungan, dan fungsi satuan pendidikan.

Page 251: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

Tabel. 1. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan

SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap

SD/MI/SDLB/

Paket A

SMP/MTs/SMPLB/

Paket B

SMA/MA/SMALB/

Paket C

RUMUSAN

Memiliki perilaku yang

mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa

kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan

peduli,

3. bertanggungjawab,

4. pembelajar sejati

sepanjang hayat, dan

5. sehat jasmani dan

rohani

sesuai dengan

perkembangan anak di

lingkungan keluarga,

sekolah, masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, dan negara.

Memiliki perilaku yang

mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa

kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan

peduli,

3. bertanggungjawab

4. pembelajar sejati

sepanjang hayat, dan

5. sehat jasmani dan

rohani

sesuai dengan

perkembangan anak di

lingkungan keluarga,

sekolah, masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, negara, dan

kawasan regional.

Memiliki perilaku yang

mencerminkan sikap:

1. beriman dan bertakwa

kepada Tuhan YME,

2. berkarakter, jujur, dan

peduli,

3. bertanggungjawab,

4. pembelajar sejati

sepanjang hayat, dan

5. sehat jasmani dan

rohani

sesuai dengan

perkembangan anak di

lingkungan keluarga,

sekolah, masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, negara, kawasan

regional, dan

internasional.

Tabel 2. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/

SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan.

SD/MI/SDLB/

Paket A

SMP/MTs/SMPLB/

Paket B

SMA/MA/SMALB/

Paket C

RUMUSAN

Page 252: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Memiliki pengetahuan

faktual, konseptual,

prosedural, dan

metakognitif pada tingkat

dasar berkenaan dengan:

1. ilmu pengetahuan,

2. teknologi,

3. seni, dan

4. budaya.

Mampu mengaitkan

pengetahuan di atas

dalam konteks diri sendiri,

keluarga, sekolah,

masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, dan negara.

Memiliki pengetahuan

faktual, konseptual,

prosedural, dan

metakognitif pada tingkat

teknis dan spesifik

sederhana berkenaan

dengan:

1. ilmu pengetahuan,

2. teknologi,

3. seni, dan

4. budaya.

Mampu mengaitkan

pengetahuan di atas

dalam konteks diri sendiri,

keluarga, sekolah,

masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, negara, dan

kawasan regional.

Memiliki pengetahuan

faktual, konseptual,

prosedural, dan

metakognitif pada tingkat

teknis, spesifik, detil, dan

kompleks berkenaan

dengan:

1. ilmu pengetahuan,

2. teknologi,

3. seni,

4. budaya, dan

5. humaniora.

Mampu mengaitkan

pengetahuan di atas

dalam konteks diri sendiri,

keluarga, sekolah,

masyarakat dan

lingkungan alam sekitar,

bangsa, negara, serta

kawasan regional

dan internasional.

Tabel 3. Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif .

PENJELASAN SD/MI/SDLB/

Paket A

SMP/MTs/SMPLB/

Paket B

SMA/MA/SMALB/

Paket C

Faktual Pengetahuan dasar

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

Pengetahuan teknis

dan spesifik tingkat

sederhana berkenaan

dengan ilmu

pengetahuan,

Pengetahuan teknis

dan spesifik, detail

dan kompleks

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

Page 253: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

diri sendiri, keluarga,

sekolah, masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa, dan

negara.

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, dan kawasan

regional.

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, kawasan

regional, dan

internasional.

Konseptual Terminologi/

istilah yang

digunakan, klasifikasi,

kategori, prinsip, dan

generalisasi

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan

budaya terkait dengan

diri sendiri, keluarga,

sekolah, masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa, dan

negara.

Terminologi/

istilah dan klasifikasi,

kategori, prinsip,

generalisasi dan teori,

yang digunakan

terkait dengan

pengetahuan teknis

dan spesifik tingkat

sederhana berkenaan

dengan ilmu

pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, dan kawasan

regional. masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, dan kawasan

regional.

Terminologi/

istilah dan klasifikasi,

kategori, prinsip,

generalisasi,

teori,model, dan

struktur yang

digunakan terkait

dengan pengetahuan

teknis dan spesifik,

detail dan kompleks

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, kawasan

regional, dan

internasional.

Page 254: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

Prosedural Pengetahuan tentang

cara melakukan

sesuatu atau kegiatan

yang berkenaan

dengan ilmu

pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

diri sendiri, keluarga,

sekolah, masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa dan

negara.

Pengetahuan tentang

cara melakukan

sesuatu atau kegiatan

yang terkait dengan

pengetahuan teknis,

spesifik, algoritma,

metode tingkat

sederhana berkenaan

dengan ilmu

pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, dan kawasan

regional. kawasan

regional.

Pengetahuan tentang

cara melakukan

sesuatu atau kegiatan

yang terkait dengan

pengetahuan teknis,

spesifik, algoritma,

metode, dan kriteria

untuk menentukan

prosedur yang sesuai

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya, terkait

dengan masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, kawasan

regional, dan

internasional. sekitar,

bangsa, negara,

kawasan regional, dan

internasional.

Metakognitif Pengetahuan tentang

kekuatan dan

kelemahan diri sendiri

dan menggunakannya

dalam mempelajari

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan

budaya terkait dengan

diri sendiri, keluarga,

Pengetahuan tentang

kekuatan dan

kelemahan diri sendiri

dan menggunakannya

dalam mempelajari

pengetahuan teknis

dan spesifik tingkat

sederhana berkenaan

dengan ilmu

Pengetahuan tentang

kekuatan dan

kelemahan diri sendiri

dan menggunakannya

dalam mempelajari

pengetahuan teknis,

detail, spesifik,

kompleks, kontekstual

dan kondisional

Page 255: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

sekolah, masyarakat

dan lingkungan alam

sekitar, bangsa dan

negara.

pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, dan kawasan

regional.

berkenaan dengan

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, dan

budaya terkait dengan

masyarakat dan

lingkungan alam

sekitar, bangsa,

negara, kawasan

regional, dan

internasional.

Tabel 4. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/

SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan.

SD/MI/SDLB/

Paket A

SMP/MTs/SMPLB/

Paket B

SMA/MA/SMALB/

Paket C

RUMUSAN

Memiliki keterampilan

berpikir dan bertindak:

1. kreatif,

2. produktif,

3. kritis,

4. mandiri,

5. kolaboratif, dan

6. komunikatif

melalui pendekatan ilmiah

sesuai dengan tahap

perkembangan anak yang

relevan dengan tugas yang

diberikan

Memiliki keterampilan

berpikir dan bertindak:

1. kreatif,

2. produktif,

3. kritis,

4. mandiri,

5. kolaboratif, dan

6. komunikatif

melalui pendekatan

ilmiah sesuai dengan

yang dipelajari di satuan

pendidikan dan sumber

lain secara mandiri

Memiliki keterampilan

berpikir dan bertindak:

1. kreatif,

2. produktif,

3. kritis,

4. mandiri,

5. kolaboratif, dan

6. komunikatif

melalui pendekatan ilmiah

sebagai pengembangan

dari yang dipelajari di

satuan pendidikan dan

sumber lain secara

mandiri

Page 256: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

2. Kompetensi Inti (KI)

Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara

berbeda pada setiap tingkatan dan kelas. KI merupakan komponen penilaian

yang akan dapat mengejawantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus

mencerminkan harapan dari SKL Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai

dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Untuk

mencapai kemampuan yang terdapat di dalam KI perlu diterjemahkan kedalam

KD yang sesuai dengan aspek pada setiap KI.

KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki

seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi

landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Rumusan KI meliputi:

a. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;

b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;

c. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan;

d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.

KI berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) KD. Sebagai

unsur pengorganisasi, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan

organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan KD satu kelas

dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu

akumulasi yang berkesinambungan antarkompetensi yang dipelajari peserta

didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara KD satu mata pelajaran

dengan KD dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama

sehingga saling memperkuat.

Uraian tentang KI untuk jenjang SMP/MTs dapat dilihat pada tabel berikut.

KOMPETENSI INTI

KELAS VII

KOMPETENSI INTI

KELAS VIII

KOMPETENSI INTI

KELAS IX

1. Menghargai dan

menghayati ajaran

1. Menghargai dan

menghayati ajaran

1. Menghargai dan

menghayati ajaran

Page 257: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

KOMPETENSI INTI

KELAS VII

KOMPETENSI INTI

KELAS VIII

KOMPETENSI INTI

KELAS IX

agama yang dianutnya agama yang dianutnya agama yang

dianutnya

2. Menghargai dan

menghayati perilaku

jujur, disiplin, tanggung

jawab, peduli (toleransi,

gotong royong), santun,

percaya diri, dalam

berinteraksi secara

efektif dengan

lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan

pergaulan dan

keberadaannya

2. Menghargai dan

menghayati perilaku

jujur, disiplin, tanggung

jawab, peduli (toleransi,

gotong royong), santun,

percaya diri, dalam

berinteraksi secara

efektif dengan

lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan

pergaulan dan

keberadaannya

2. Menghargai dan

menghayati perilaku

jujur, disiplin,

tanggungjawab,

peduli (toleransi,

gotong royong),

santun, percaya diri,

dalam berinteraksi

secara efektif dengan

lingkungan sosial dan

alam dalam

jangkauan pergaulan

dan keberadaannya

3. Memahami pengetahuan

(faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya

tentang ilmu

pengetahuan, teknologi,

seni, budaya terkait

fenomena dan kejadian

tampak mata

3. Memahami dan

menerapkan

pengetahuan (faktual,

konseptual, dan

prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya

tentang ilmu

pengetahuan, teknologi,

seni, budaya terkait

fenomena dan kejadian

tampak mata

3. Memahami dan

menerapkan

pengetahuan (faktual,

konseptual, dan

prosedural)

berdasarkan rasa

ingin tahunya tentang

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni,

budaya terkait

fenomena dan

kejadian tampak

mata

4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji,

Page 258: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

KOMPETENSI INTI

KELAS VII

KOMPETENSI INTI

KELAS VIII

KOMPETENSI INTI

KELAS IX

dan menyaji dalam ranah

konkret (menggunakan,

mengurai, merangkai,

memodifikasi, dan

membuat) dan ranah

abstrak (menulis,

membaca, menghitung,

menggambar, dan

mengarang) sesuai

dengan yang dipelajari di

sekolah dan sumber lain

yang sama dalam sudut

pandang/teori

menalar dalam ranah

konkret (menggunakan,

mengurai, merangkai,

memodifikasi, dan

membuat) dan ranah

abstrak (menulis,

membaca, menghitung,

menggambar, dan

mengarang) sesuai

dengan yang dipelajari di

sekolah dan sumber lain

yang sama dalam sudut

pandang/teori

dan menalar dalam

ranah konkret

(menggunakan,

mengurai, merangkai,

memodifikasi, dan

membuat) dan ranah

abstrak (menulis,

membaca,

menghitung,

menggambar, dan

mengarang) sesuai

dengan yang

dipelajari di sekolah

dan sumber lain yang

sama dalam sudut

pandang/teori

Kompetensi inti sikap spiritual (KI-1) dan kompetensi inti sikap sosial (KI-2)

dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu:

keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan

karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik.

Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses

pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru

dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.

3. Kompetensi Dasar (KD)

Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMP/MTs berisi kemampuan dan

muatan pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMP/MTs yang mengacu pada

kompetensi inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti.

Page 259: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik

dan kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran.

Kompetensi dasar untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan

Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi empat

kelompok sesuai dengan pengelompokan kompetensi inti sebagai berikut.

a. Kelompok 1: kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;

b. Kelompok 2: kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;

c. Kelompok 3: kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;

d. Kelompok 4: kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.

Kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan

sikap sosial (mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung

(indirect teaching) yaitu pada saat peserta didik belajar tentang pengetahuan

(mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Pembelajaran langsung

berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari

KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses

pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-

2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi dengan pembelajaran KI-3 dan KI-4.

4. Indikator

Indikator pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang

ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. IPK dikembangkan sesuai dengan karakteristik

siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam

kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Dalam

mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan: (a) tuntutan kompetensi yang

dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) karakteristik mata

pelajaran, siswa, dan sekolah; (c) potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan

lingkungan/daerah.

Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan

indikator, yaitu: indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam RPP, dan

Page 260: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal

yang dikenal sebagai indikator soal.

Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis

dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dasar. IPK berfungsi sebagai

berikut:

a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.

Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang

dikembangkan. IPK yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah

pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik

mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan.

b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran.

Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai IPK yang dikembangkan,

karena IPK dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif

untuk mencapai kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada

aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak

dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-

inquiry.

c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar.

Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian

kompetensi siswa. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK

sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.

d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar.

Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta

mengevaluasi hasil belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam

menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator

penilaian.

Pengembangan IPK harus mengakomodasi kompetensi yang tercantum dalam

KD. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan kata kerja operasional.

Rumusan IPK sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi

Page 261: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. Kata kerja operasional

pada IPK pencapaian kompetensi aspek pengetahuan dapat mengacu pada

ranah kognitif taksonomi Bloom, aspek sikap dapat mengacu pada ranah afektif

taksonomi Bloom, aspek keterampilan dapat mengacu pada ranah psikomotor

taksonomi Bloom.

IPK pada Kurikulum 2013 untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2

dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang

gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4.

IPK untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk

perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur.

5. Silabus Mata Pelajaran

Silabus mata pelajaran merupakan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan

pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang mencakup kompetensi dasar,

materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Hubungan logis antar-

berbagai komponen dalam silabus dari setiap mata pelajaran merupakan langkah

yang harus dipersiapkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus

mata pelajaran juga dapat dijadikan pedoman dalam menyusun buku siswa yang

memuat materi pelajaran, aktivitas peserta didik, dan evaluasi.

Kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh

peserta didik setelah kegiatan pembelajaran baik kompetensi pengetahuan

maupun keterampilan. Materi pembelajaran yang diturunkan dari kompetensi

dasar berisi materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Kegiatan

pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

pembelajaran, dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, pembelajaran

berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan, atau

pembelajaran penyelidikan, termasuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan

karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam

pembelajaran tersebut.

Page 262: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

Silabus disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana

sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format

dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman

namun lingkup dan substansinya tidak berkurang, serta tetap

mempertimbangkan tata urutan materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus

ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan

kurikulum, kemudahan bagi guru dalam mengajar, kemudahan bagi peserta didik

dalam belajar, keterukuran pencapaian kompetensi, kebermaknaan, dan

kebermanfaatan untuk dipelajari sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan

pendidikan peserta didik.

Komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan

kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus

merupakan alternatif kegiatan belajar berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut

merupakan alternatif dan inspirasi bagi guru dalam mengembangkan berbagai

model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata

pelajaran.

Kompetensi sikap spiritual dan sompetensi sikap sosial dicapai melalui

pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) pada pembelajaran kompetensi

pengetahuan dan kompetensi keterampilan melalui keteladanan, pembiasaan,

dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta

kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan

kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan

dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter

peserta didik lebih lanjut.

6. Keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus

Standar kompetensi kulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Page 263: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar

kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap

tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi

dasar. Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan,

dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran,

mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan.

Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang

harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Dalam setiap rumusan

kompetensi dasar terdapat unsur kemampuan berpikir dan materi.

Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua

mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan

pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi

tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam

rumusan kompetensi dasar.

Alur pencapaian kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar

melalui proses pembelajaran dan penilaian adalah sebagai berikut.

(1) Kompetensi inti (KI-3 dan KI-4) memberikan arah tingkat kompetensi

pengetahuan dan keterampilan minimal yang harus dicapai peserta didik.

(2) Kompetensi dasar dari KI-3 adalah dasar pengembangan materi

pembelajaran, sedangkan kompetensi dasar dari KI-4 mengarahkan

keterampilan dan pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik.

Dari sinilah pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan cara

penilaian yang diperlukan melalui pembelajaran langsung.

(3) Dari proses belajar dan pengalaman belajar, peserta didik akan memperoleh

pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap sosial dan

spiritual yang relevan dengan berpedoman pada kompetensi dasar dari KI-2

dan KI-1.

(4) Rangkaian dari KI-KD sampai dengan penilaian tertuang dalam silabus,

kecuali untuk tujuan pembelajaran, tidak diwajibkan dicantumkan baik

dalam RPP maupun dalam Silabus.

Page 264: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

Gambar 2. Keterkaitan SKL, KI dan KD dalam Pembelajaran dan Penilaian

Pada bagian ini akan diberikan contoh analisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator

pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran pada topik kekongruenan dan

kesebangunan.

KI1-

KD1*)

KI2-

KD2*)

KI3-KD-

3

KI4-KD-

4

S

K

L

Materi

Pem-

bela-

jaran

Kegiatan

Pembela-

jaran

S

K

L

KETERKAITAN SKL, KI, DAN KD DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN

S I L A B U S

IPK*)

IPK*)

IPK

IPK

*) UNTUK MAPEL:

PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI

PEKERTI PENDIDIKAN

PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN.

Penilaian

Sikap*) Pengeta

huan Keteram-

pilan

Page 265: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

Kompetensi Inti

Kompetensi

Dasar

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Materi

Pembelajaran

1. Memahami dan

menerapkan

pengetahuan

(faktual,

konseptual, dan

prosedural)

berdasarkan rasa

ingin tahunya

tentang ilmu

pengetahuan,

teknologi, seni,

budaya terkait

fenomena dan

kejadian tampak

mata

3.6 Memaham

i konsep

kesebanguna

n dan

kekongruena

n geometri

melalui

pengamatan

3.6.1. Menjelaskan

syarat kongruen

dua bangun

segibanyak

(polygon).

3.6.2. Menentukan sisi-

sisi dan sudut-sudut

yang bersesuaian

pada dua bangun

datar yang kongruen

3.6.3. Menentukan

panjang sisi dan besar

sudut yang belum

diketahui pada dua

bangun yang

kongruen

3.6.4. Menjelaskan

syarat-syarat dua

segitiga yang

kongruen.

3.6.5. Membuktikan dua

segitiga kongruen

3.6.6. Menyelesaikan

masalah yang

berkaitan dengan

Topik:

Kekongruenan

dan

Kesebangunan

Sub Topik:

Kekongruenan

Bangun Datar

Kekongruenan

Dua Segitiga

Kesebangunan

Bangun Datar

Kesebangunan

Dua Segitiga

3.6.8. Menentukan sisi- sisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua bangun yang sebangun 3.6.9. Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua bangun sebangun 3.6.10. Menjelaskan syarat-syarat dua segitiga yang sebangun 3.6.11. Menentukan sisi- sisi dan sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga yang sebangun 3.6.12 Menentukan panjang sisi yang belum diketahui dari dua segitiga sebangun

Page 266: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

4 Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

4.5. Menyelesa ikan permasalahan nyata hasil pengamatan yang terkait penerapan kesebangunan dan kekongruenan

4.5.1. Memilih srategi yang tepat dalam menyelesaikan masalah nyata yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan. 4.5.2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan.

Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Materi Pembelajaran

Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan merupakan 2

kemampuan yang harus dikuasai seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan

melaksanakan pembelajaran. Melalui pemahaman keterkaitan kompetensi (SKL-KI-

KD), maka pendidik yang mengampu mata pelajaran Matematika dapat merumuskan

indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan

dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya

keterampilan bertindak tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai

keterampilan abstrak dan konkret.

Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL

berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah

kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka

dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan

kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih

diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani

dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan

memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013

dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi

pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8

Page 267: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24

Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar

pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan

lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah

penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035

pada saat angkanya mencapai 70%.

2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus

globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga

terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas

teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.

Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International

Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student

Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-

anak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak

materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.

1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan

dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan

masyarakat;

2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan

pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang

dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai

sumber belajar;

3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,

pengetahuan, dan keterampilan;

4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti

kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;

5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing

elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran

dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;

Page 268: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25

6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling

memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan

jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,

yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/ menalar, dan

mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft

skills serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan,

dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan

terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya さsense of inquiryざ dan

kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan

kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan,

keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu

diperoleh siswa.

Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi

yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta

didik. Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan

internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan

materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,

geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan

statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana).

D. Daftar Pustaka

Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:

Springer-Verlag.

Boyer, Carl B. 1968. A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Cooke, R. 1997. The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John

Wiley & Sons, Inc.

Page 269: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

26

Sumardyono. 2003. Sejarah Topik Matematika Sekolah. Seri Paket Pembinaan

Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika

(PPPG Matematika)

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta:

Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)

Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.

Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)

Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun

2016. Jakarta: Direktorat PSMP.

Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Bahan ajar diklat.

Jakarta: Kemdikbud PPPPTK

Page 270: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB V

DESAIN PEMBELAJARAN

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 271: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 4: DESAIN PEMBELAJARAN

A. Tujuan

Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang

desain pembelajaran. Diantaranya mengetahui pengertian dan langkah-langkah

pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pembelajaran Problem-based Learning,

pembelajaran Project-based Learning, Inquiry, Discovery Learning, serta menerapkan

pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru dapat:

1. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan

saintifik

2. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Problem-based

Learning

3. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Project-based

Learning

4. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Inquiry

5. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Discovery Learning

6. Menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD

C. Uraian Materi

1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik

Pada Permendikbud No.ヱヰン tahuミ ヲヰヱヴ diミyatakaミ bahwa さPeマbelajaraミ pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis

proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi

seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk

pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya, misalnya

Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry

learningざ.

Pada kalimat di atas tersua tiga istilah yang disusun secara hirarkis, yakni

pendekatan, strategi, dan model. Dalam beberapa buku teks pembelajaran,

Page 272: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

istilah pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang (perspektif)

terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2007: 127). Dalam ranah pendidikan

bahasa, Douglas Brown (2001: 14) yang merujuk pendapat Edward Anthony

(1963), juga menyatakan tiga komponen hirarkis yang kurang lebih sama yakni

pendekatan, metode, dan teknik. Di sini pendekatan dipandang sebagai

seperangkat asumsi atau prinsip tentang bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua

istilah di bawahnya yakni metode dan teknik, kurang lebih mempunyai

kedudukan yang sejajar dengan istilah strategi dan model dalam Permendikbud.

Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya,

proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam

konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar

pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu

pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik

sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang

perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada

persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali

(Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali

maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah

sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris.

Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan

Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.

Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &

Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya

apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif

dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan

intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya

cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan

penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan.

Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan

Page 273: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan

dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan

perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental

atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi

dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah

berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata

orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan semata disebut

dengan adaptasi.

Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya

seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep,

hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam

pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri

skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema

yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi.

Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri

rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok

dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya

penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada

seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki

skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila

asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki

skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi.

Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk

perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi.

Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna

tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam

bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di

Page 274: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat

dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung

mudah terlupakan.

Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum,

atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan

masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,

menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan

pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh

karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik.

Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi

apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum

dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan,

atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang

terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai

kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman

sebaya yang lebih mampu.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky

menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan

mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang

lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak

selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin

dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil

tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya

sendiri. (Nur, 1998:32).

2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir

tingkat tinggi peserta didik,

Page 275: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah

secara sistematik,

c. Memperoleh hasil belajar yang tinggi,

d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam

menulis karya ilmiah, serta

e. Mengembangkan karakter peserta didik.

3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.

a. Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan

mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep,

hukum/prinsip

b. Membentuk students’ self concept yaitu membangun konsep berdasarkan

pemahamannya sendiri.

c. Menghindari verbalisme,

d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan

mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip,

e. Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik,

f. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,

g. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan

dalam komunikasi, serta

h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip

yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.

i. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum,

atau prinsip,

j. Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan

intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui

sejumlah langkah sebagai berikut.

Page 276: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

a. Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk

mengidentifikasi masalah

b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan

menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,

c. Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik,

d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan,

e. Mengkomunikasikan kesimpulan,

f. Mencipta.

Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa

konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan

guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan

tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang

data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat

memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik.

5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran

yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses

pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru

menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para

peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran

yang akan dilakukan.

Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena

terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam

pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip

oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang

diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau

prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan.

Page 277: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan

materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan

memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau

sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah

dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta

peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi

maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal

ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi

pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan

meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan

materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru

dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum

mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan

memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari.

Beberapa buku teks menyatakan terdapat empat atau lima langkah dalam metode

ilmiah. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian

(2012: 6) yang mengemukakan 5 langkah metode ilmiah yakni :

a. Mengidentifikasi masalah. Pada tahap ini boleh dikata muncul sebuah situasi

yakni situasi masalah yang dapat muncul sebagai hasil dari pengamatan

terhadap feミoマeミa atau gejala yaミg さマeミarikざ atau yaミg さaミehざ. Ada bagiaミ dari perstiwa atau fenomena itu yang belum dapat dijelaskan secara masuk

akal. Maka perlu menetapkan atau merumuskan apa masalah yang ingin

dipecahkan.

b. Merumuskan hipotesis. Hipotesis atau jawaban sementara ini bersifat tentatif,

yang diduga dapat menjawab permasalahan di atas. Hipotesis berfungsi untuk

memprediksi atau menjelaskan sebab-sebab dari masalah yang telah

dirumuskan. Dikatakan sementara karena hipotesis ini dapat dibentuk

berdasarkan akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi, maupun asumsi

tertentu. Dalam kesempatan tertentu kegiatan ini mencakup pula studi

kepustakaan.

Page 278: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

c. Mengumpulkan data. Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta

atau data sebanyak mungkin dari lapangan dengan teknik-teknik tertentu

misalnya wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Data merupakan

fakta yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk dan cara yang sistematis.

Bentuknya dapat berupa statistik, gambar, tabel, grafik, dan dokumen-

dokumen. Sedangkan fakta biasanya sering disebut data mentah. Fakta atau

data inilah yang harus diolah pada langkah berikutnya.

d. Menganalisis data. Langkah ini dimaksudkan pertama-tama untuk menjawab

masalah yang telah ditetapkan pada langkah awal. Dengan kata lain untuk

membuktikan apakah hipotesis yang dirumuskan sebelumnya benar atau

tidak.

e. Menarik simpulan.

Lima langkah inilah yang dijadikan sudut pandang atau asumsi dasar

(=pendekatan) pembelajaran seperti yang dimaksudkan dalam Permendikbud No.

103 Tahun 2014. Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik

terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya

(questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau

mengasosiasi (associating), mengomunikasikan (communicating).

Mengamati. Siswa menggunakan panca indranya untuk mengamati fenomena

yang relevan dengan apa yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata

pelajaran satu dan lainnya berbeda. Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa

mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, mendengarkan

percakapan. Contoh untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah membaca

teks, untuk prakarya adalah mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS

adalah mengamati banjir, dan lain-lainnya. Fenomena dapat diamati secara

langsung maupun melalui media audio visual. Hasil yang diharapkan adalah siswa

mendapatkan pengetahuan faktual, pengalaman, dan serangkaian informasi yang

belum diketahui (gap of knowledge). Membantu siswa menginventarisasi segala

sesuatu yang belum diketahui (gap of knowledge). Agar kegiatan mengamati

dapat berlangsung baik, sebelumnya guru perlu menemukan fenomena yang

Page 279: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

diamati, merancang, mempersiapkan, menunjukkan, atau menyediakan sumber

belajar yang relevan dengan KD atau materi pembelajaran yang akan diamati

oleh siswa.

Menanya. Siswa merumuskan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mencakup yang menghendaki

jawaban tentang pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural, sampai

ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian

pertanyaan siswa terutama yang mengarah ke atau relevan dengan indikator-

indikator KD yang sudah dirumuskan. Guru Membantu siswa merumuskan

pertanyaan berdasarkan daftar hal-hal yang perlu/ingin diketahui agar dapat

melakukan/menciptakan sesuatu. Misalnya, guru membantu siswa dengan

merumuskan pertanyaan pancingan terkait dengan apa yang sedang diamati.

Mengumpulkan informasi/mencoba. Siswa mengumpulkan data melalui berbagai

teknik, misalnya: melakukan eksperimen; mengamati objek/kejadian/aktivitas;

wawancara dengan nara sumber; membaca buku pelajaran, dan sumber lain di

antaranya kamus, ensiklopedia, media masa, buku pintar, atau serangkaian data

statistik. Guru menyediakan sumber-sumber belajar, lembar kerja (worksheet),

media, alat peraga/peralatan eksperimen, dan sebagainya. Guru juga

membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengesi lembar kerja, menggali

informasi tambahan yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa

memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan. Hasil kegiatan ini adalah

serangkaian data atau informasi yang relevan dengan serangkaian KD.

Menalar/mengasosiasi. Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan.

Dalam langkah ini siswa memecah, memilah dan memilih informasi,

mengklasifikasikan, atau menghitung dengan cara tertentu untuk menjawab

pertanyaan. Pada langkah ini guru mengarahkan agar siswa dapat

mengidentifikasi, mengklasifikasi, atau menghubung-hubungkan data/informasi

yang diperoleh. Hasil akhir dari tahap ini adalah simpulan-simpulan yang

merupakan jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan.

Page 280: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

Mengomunikasikan. Siswa menyampaikan simpulan hasil analisis secara lisan,

tertulis, atau menyampaikan melalui media lain. Pada kegiatan ini, siswa dapat

juga memajang/memamerkan hasilnya di ruang kelas, atau mengunggah (upload)

di blog yang dimiliki. Guru memberikan umpan balik, memberikan penguatan,

serta memberikan penjelasan/informasi lebih luas. membantu peserta didik untuk

menentukan butir-butir penting dan simpulan yang akan dipresentasikan, baik

dengan atau tanpa memanfaatkan teknologi informasi.

Karena sudut pandang atau asumsi dasar (pendekatan)-nya berupa langkah-

langkah operasional yang berurutan, maka yang disebut pendekatan (saintifik)

dalam pembelajaran dengan mudah dipahami sebagai sebuah sintak yang dapat

digunakan sebagai praksis pembelajaran. Dengan kata lain istilah さpeミdekataミざ

menjadi identik dengan さマodelざ, seperti model Discovery Learning, Project-based

Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning seperti yang termaktub dalam

Permendikbud No. 103 tahun 2014. Paparan berikut akan menitikberatkan pada

apa dan bagaimana model-model tersebut.

6. Model-model Pembelajaran

f. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya

disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster

University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996).

PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik

mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah

Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata

kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi

mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang

baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat

kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan

pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar

merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual.

Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat

Page 281: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan.

Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai

mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah pembelajaran yang

menggunakan masalah nyata sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka

(open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik dalam rangka

mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan

masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan

membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pemilihan masalah nyata

tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian

kompetensi dasar.

Contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis

Masalah dalam pembelajaran matematika: Dalam keadaan darurat seseorang

harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4m dengan

menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut

harus ditempatkan minimum 1m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga

yang mungkin?

Tujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan

masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk

belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru.

Prinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut.

a. Penggunaan masalah nyata (otentik)

b. Berpusat pada peserta didik (student-centered)

c. Guru berperan sebagai fasilitator

d. Kolaborasi antarpeserta didik

e. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik

untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri.

Secara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari

pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997).

Page 282: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan

penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar,

penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian

hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap

analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup.

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Deskripsi

Tahap 1

Orientasi terhadap

masalah

Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik.

Tahap 2

Organisasi belajar

Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami

masalah nyata yang telah disajikan, yaitu

mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, apa yang

perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan

untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi

peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tahap 3

Penyelidikan

individual maupun

kelompok

Guru membimbing peserta didik melakukan

pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep,

teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan

berbagai alternatif penyelesaian masalah.

Tahap 4

Pengembangan dan

penyajian hasil

penyelesaian

masalah

Guru membimbing peserta didik untuk menentukan

penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai

alternatif pemecahan masalah yang peserta didik

temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil

penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk

gagasan, model, bagan, atau Power Point slides.

Tahap 5

Analisis dan

evaluasi proses

Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian

masalah yang dilakukan.

Page 283: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

Tahap Deskripsi

penyelesaian

masalah

g. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning)

Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang

menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai

kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran

terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk

dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai

dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman

nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema,

karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini

memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun

berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang

menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan

pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP

dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam

pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui investigasi

dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang

inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang

kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan

peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya

melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa

barang atau jasa.

Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah

dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya

dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat

mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih

Page 284: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga

dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya

melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam

produk nyata.

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang

berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait

dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat

memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang

diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta

didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaran

b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah

projek.

c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek

yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.

d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam

mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek.

e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat

kelompok.

Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas

projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.

b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu

tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.

c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu

kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar

dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar

antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester

dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran.

Page 285: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan

produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan

tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya).

Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan

dan umpan balik untuk perbaikan produk.

e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri

dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat

dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir

pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi

hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek.

Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik

dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di

samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong

tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta

berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah

Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut.

Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek

Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010)

Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah

PBP.

3. Penyusunan

Jadwal Pelaksanaan

Projek

2. Perancangan

langkah-langkah

penyelesaian

projek

1. Penentuan

Projek

5. Penyusunan

laporan dan

presentasi/publikas

i hasil projek

4. Penyelesaian

projek dengan

fasilitasi dan

monitoring guru

Page 286: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

a. Penentuan projek

Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru.

Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan

dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak

menyimpang dari tema.

Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk

(laporan observasi/penyelidikan, rancangan karya seni, atau karya

keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan

keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas,

dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik dan

sumber/bahan/alat yang tersedia.

b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek

Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari

awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini

berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk

penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung

penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok.

Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang

akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan

bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir.

c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projek

Peserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua

kegiatan yang telah dirancangnya.Berapa lama projek itu harus diselesaikan

tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek

dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik

penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru.

d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru

Langkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat.

Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian

Page 287: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai

dihasilkan produk akhir.

Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a)

membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f)

berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru

bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam

melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada

kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam

aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek.

e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek

Hasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain,

karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau

dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam

bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau

internet), dan pameran produk pembelajaran.

f. Evaluasi proses dan hasil projek

Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi

terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek

dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi,

peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama

menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk

memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga

dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan.

Proses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan,

kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada

dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi

kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah

penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek

dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan

Page 288: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan

projek.

Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek

Langkah-langkah Deskripsi

Langkah -1

Penentuan projek

Guru bersama dengan peserta didik

menentukan tema/topik projek

Langkah -2

Perancangan langkah-

langkah penyelesaian

projek

Guru memfasilitasi Peserta didik untuk

merancang langkah-langkah kegiatan

penyelesaian projek beserta pengelolaannya

Langkah -3

Penyusunan jadwal

pelaksanaan projek

Guru memberikan pendampingan kepada

peserta didik melakukan penjadwalan semua

kegiatan yang telah dirancangnya

Langkah -4

Penyelesaian projek

dengan fasilitasi dan

monitoring guru

Guru memfasilitasi dan memonitor peserta

didik dalam melaksanakan rancangan projek

yang telah dibuat

Langkah -5

Penyusunan laporan dan

presentasi/publikasi hasil

projek

Guru memfasilitasi Peserta didik untuk

mempresentasikan dan mempublikasikan hasil

karya

Langkah -6

Evaluasi proses dan hasil

projek

Guru dan peserta didik pada akhir proses

pembelajaran melakukan refleksi terhadap

aktivitas dan hasil tugas projek

h. Pembelajaran Inkuiri

Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan

penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah

sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan

Page 289: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak

terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik

berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya.

Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah

mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri

materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi

kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan

dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat

sejumlah fakta).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah

pembelajaranyang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan yang

meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan peserta didik untuk mencari

dan menyelidiki sesuatu (benda, manusiaatau peristiwa), secara sistematis,

kritis, logis, dan analitis.

Karakteristik dari Pembelajaran Inkuiri:

1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan.

2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian.

3) Peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik dalam

belajar.

4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk merumuskan

kesimpulan.

Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri

Tahap Deskripsi

Tahap 1

Orientasi

Guru mengondisikan agar peserta didik siap

melaksanakan proses pembelajaran, menjelaskan

topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat

tercapai oleh peserta didik, menjelaskan pokok-pokok

kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik

Page 290: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

Tahap Deskripsi

untuk mencapai tujuan, menjelaskan pentingnya topik

dan kegiatan belajar, hal ini dapat dilakukan dalam

rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.

Tahap 2

Merumuskan

masalah

Guru membimbing dan memfasilitasi peserta didik

untuk merumuskan dan memahami masalah nyata

yang telah disajikan.

Tahap 3

Merumuskan

hipotesis

Guru membimbing peserta didik untuk

mengembangkan kemampuan berhipotesis dengan

cara menyampaikan berbagai pertanyaan yang dapat

mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan

jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai

perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu

permasalahan yang dikaji.

Tahap 4

Mengumpulkan

data

Guru membimbing peserta didik dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

mendorong peserta didik untuk berpikir mencari

informasi yang dibutuhkan.

Tahap 5

Menguji hipotesis

Guru membimbing peserta didik dalam proses

menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai

dengan data dan informasi yang diperoleh

berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting

dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat

keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan.

Tahap 6

Merumuskan

kesimpulan

Guru membimbing peserta didik dalam proses

mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan

hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebiknya guru mempu menunjukkan pada

peserta didik data mana yang relevan.

Page 291: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

i. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)

Pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah Pembelajaran untuk

menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian

pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan

memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan

menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan

untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Karakteristik dari pembelajaran menemukan (Discovery Learning):

5) Peran guru sebagai pembimbing.

6) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan.

7) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan

kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,

serta membuat kesimpulan.

Tabel 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)

Tahap Deskripsi

Tahap 1

Persiapan

Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi

karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat,

gaya belajar, dan sebagainya)

Tahap 2

Stimulasi/pemberian

rangsangan

Guru dapat memulai kegiatan PBM dengan

mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan

aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap

ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi

belajar yang dapat mengembangkan dan membantu

peserta didik dalam mengeksplorasi bahan

Tahap 3

Identifikasi masalah

Guru Mengidentifikasi sumber belajardan memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda

Page 292: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

Tahap Deskripsi

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam

bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah)

Tahap 4

Mengumpulkan data

Guru Membantu peserta didik mengumpulan dan

mengeksplorasi data.

Tahap 5

Pengolahan data

Guru membimbing peserta didik dalam kegiatan

mengolah data dan informasi yang telah diperoleh

para peserta didik baik melalui wawancara, observasi,

dan sebagainya

Tahap 6

Pembuktian

Guru membimbing peserta didik melakukan

pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan

benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil

Tahap 7

Menarik kesimpulan

Guru membimbing peserta didik merumuskan prinsip

dan generalisasi hasil penemuannya.

D. Daftar Pustaka

Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:

Springer-Verlag.

Courant, Richart & Robbins, Herbert. 1981. What is Mathematics, An Elementary

Approach To Ideas and Methods. New York: Oxford University Press.

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat

Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)

Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.

Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)

Page 293: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Guru Pembelajar

Modul Matematika SMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)

Page 294: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB VI

MEDIA PEMBELAJARAN

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 295: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 5 : MEDIA PEMBELAJARAN

A. Tujuan

Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:

1. Menyebutkan perbedaan media pembelajaran dengan media pada umumnya,

2. menyebutkan macam-macam media pembelajaran beserta contohnya baik

menurut bentuk maupun fungsinya,

3. menyebutkan perbedaan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif

dengan yang bukan.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:

1. Membedakan media dan media pembelajaran

2. Membedakan macam-macam media pembelajaran

3. Membedakan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif

dengan yang bukan.

C. Uraian Materi

Proses pembelajaran tentunya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila telah

dirancang dengan baik pula. Selain itu, guru perlu memerluas wawasan tentang berbagai

pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pembelajaran perlu dibuat

agar siswa dapat membangun pengetahuannya sehingga pembelajaran dapat berpusat

pada siswa. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cara lain dalam mengajar agar lebih

efektif. Menurut Forsyth, Jolliffe, & Stevens (2004:

69), さlearning is an active process. In order to learn a person has to take part in various

learning activities. Interaction is an essential element of learningざ. Peミdapat tersebut memberi pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses aktif. Untuk belajar,

seseorang perlu mengambil bagian dalam berbagai aktivitas belajar. Interaksi merupakan

unsur penting dalam belajar. Akibatnya, seseorang perlu berinteraksi secara langsung

dengan apa yang sedang dipelajarinya. Keterlibatan pebelajar dalam aktivitas secara aktif

dapat membantunya untuk belajar. Kegiatan belajar seharusnya dirancang agar bervariasi

agar memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan pengalaman yang bervariasi pula.

Page 296: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

Pernyataan-pernyataan tersebut sejalan dengan Piaget yang berpendapat bahwa belajar

merupakan suatu proses pengonstruksian dimana seseorang membangun pengetahuan

melalui interaksi dengan lingkungan (Arends, 2012: 330; Kryiacou, 2009: 24).

Menurut Piaget, siswa usia SMP sudah dapat melakukan operasi formal dimana anak

sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak sehingga

penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, Brunner

mengungkapkan dalam teorinya bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi

kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dalil ini menyatakan bahwa

manipulasi benda-benda diperlukan dalam pengonstruksian pemahaman siswa

(Suherman, et al., 2001: 43 - 45). Hal ini didukung oleh pernyataan Boggan, Harper,

dan Whitmire (2010: 5) bahwa siswa pada segala tingkat pendidikan dan kemampuan

akan mendapat keuntungan dari penggunaan alat peraga manipulatif. Dengan kata lain,

penggunaan alat peraga manipulatif dapat berpengaruh positif terhadap kualitas

pembelajaran.

Selain media pembelajaran berupa media fisik alat peraga, terdapat pula media

pembelajaran ICT. Media tersebut memanfaatkan potensi perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Terdapat hubungan yang positif antara penggunaan teknologi

dengan prestasi belajar seperti yang terjadi di Singapura jika teknologi digunakan secara

tepat. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat di mana tidak

terdapat hubungan di antara keduanya (Alsafran & Brown, 2012: 1). Artinya, belum tentu

siswa yang mendapat pembelajaran yang menggunakan teknologi, dalam hal ini

komputer, selalu mendapat prestasi yang baik jika tidak digunakan secara tepat.

Penggunaan alat tersebut baik media fisik alat peraga maupun media ICT dapat

dilakukan pada semua tingkat pendidikan, bukan hanya di Sekolah Dasar saja. Bahkan,

siswa baik yang berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah akan mendapat

keuntungan jika mendapat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maupun

media ICT. Keuntungan ini mungkin saja dalam aspek kognitif, afektif, maupun

psikomotor. Media pembelajaran dapat digunakan sebagai jembatan siswa dalam

memahami konsep abstrak dari obyek matematika melalui pemanipulasian benda-

Page 297: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

benda nyata baik secara individu, kelompok, maupun klasikal. Oleh sebab itu penggunaan

media pembelajaran baik media fisik berupa alat peraga maupun media ICT dalam

pembelajaran matematika perlu dipelajari oleh para guru.

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media merupakan kata jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti

さaミtaraざ yaitu segala sesuatu yaミg マeマbawa iミforマasi aミtara suマber iミforマasi daミ penerima (Smaldino, et al., 2005: 9). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa segala

sesuatu yang dapat menjembatani informasi antara sumber informasi dan penerima

dapat dikatakan sebagai media. Pendapat lain mengatakan bahwa media diartikan

sebagai alat fisik dari komunikasi antara lain buku, modul cetak, teks terprogram,

komputer, slide/pita presentasi, film, pita video, dan sebagainya (Gagne & Briggs,

1979: 175). Dengan kata lain, media merupakan benda fisik yang dapat menjadi

penghubung komunikasi dari sumber informasi kepada orang lain yang melihat,

membaca, atau menggunakannya. Benda tersebut dapat berbentuk cetak maupun

noncetak.

Newby, et al. (2006: 308) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan pemilihan dan

pengaturan informasi, kegiatan, metode, dan media untuk membantu siswa mencapai

tujuan belajar yang telah direncanakan. Dalam pembelajaran terjadi pengaturan siswa

untuk dapat belajar melalui kegiatan yang akan dilaksanakan, pemilihan metode dan

media yang akan digunakan, serta adanya target pengetahuan atau kemampuan yang

akan diperoleh setelah mengikuti serangkaian kegiatan. Semua hal tersebut dilakukan

atau digunakan agar dapat membantu siswa untuk mencapai target berupa tujuan belajar

yang telah direncanakan sebelum pembelajaran dilaksanakan.

Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan

pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9).

Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu

tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006:

308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang

membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa

cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa.

Page 298: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara

atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai

penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata

lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi

atau pengetahuan.

Dari beberapa pendapat tersebut, media dapat diartikan sebagai alat fisik komunikasi

yang berfungsi menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima

informasi. Adapun media pembelajaran merupakan alat atau perantara untuk

memfasilitasi komunikasi dari sumber belajar ke siswa dan mendukung proses belajar

guna mencapai tujuan belajar.

2. Macam Media Pembelajaran

Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara

umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan

nonaudio. Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media

bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia.

Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa

karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan

sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21).

Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang,

musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya.

Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam

poster, papan tulis, buku, dan sebagainya.

Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film

dan animasi.

Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan

dengan tangan oleh siswa.

Page 299: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru,

siswa yang lain, atau orang lain.

Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media

menjadi dua bagian yaitu:

pembawa informasi (ilmu pengetahuan)

alat untuk menanamkan konsep

Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka,

mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai

sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep

misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan

pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat

atau model bangun ruang tabung.

3. Pengertian Alat Peraga

Gerakan fisik merupakan salah satu dasar dalam belajar. Untuk belajar secara efektif,

siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan, bukan hanya sebagai penonton.

Manipulasi peralatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengabstraksikan

suatu ide atau model. Kontak dengan benda nyata dapat membantu pemahaman

terhadap ide-ide abstrak. Van Engen menegaskan peran sensory learning dalam

pembentukan konsep. Reaksi terhadap dunia benda konkret merupakan dasar darimana

struktur ide-ide abstrak muncul (Jackson & Phillips, 1973: 302). Lebih lanjut, guru perlu

merancang aktivitas belajar yang memanfaatkan benda fisik, memfasilitasi terjadinya

interaksi sosial, dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir, memberi alasan, dan

membentuk kesadaran akan pentingnya matematika, bukan hanya diceritakan oleh guru

(Burns, 2007: 32). Benda fisik dalam pernyataan ini dapat diartikan sebagai benda

yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan.

Alat peraga merupakan istilah dari Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu さalatざ daミ さperagaざ sehiミgga seIara harfiah alat peraga adalah alat yaミg diguミakaミ uミtuk memperagakan. Dalam konteks pembelajaran matematika, alat peraga matematika

adalah alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika. Maksud dari

Page 300: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

さマeマperagakaミざ dalaマ koミteks iミi adalah マeミjadikaミ koミsep daミ priミsp マateマatika jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks.

Dalaマ マedia peマbelajaraミ, terdapat pula istilah さhands-onmaterialsざ yaミg dapat

diartikan sebagai material atu benda yang dapat dipegang. Istilah ini dapat pula diartikan

sebagai alat (peraga) manipulative karena dapat dioperasikan (dimanipulasi)

menggunakan tangan untuk memperagakan suatu hal. Menurut Posamentier, Smith, dan

Stepelman (2010: 6), hand-on materials atau alat peraga manipulatif adalah benda nyata

yang memungkinkan siswa dapat menyelidiki, menyusun, memindah, mengelompokkan,

mengurutkan, dan menggunakannya ketika mereka menemui konsep model dan soal-

soal matematika. Alat peraga manipulatif di sini dapat dimaknai sebagai alat yang

digunakan untuk membantu siswa memahami matematika melalui benda nyata yang

tidak hanya dapat digunakan oleh guru saja, tetapi juga siswa. Siswa dapat menyentuh,

mengontrol, dan mengoperasikan alat peraga manipulatif tersebut dalam rangka

mempelajari benda itu sendiri atau membantu mempelajari hal lain yang terkait

dengannya. Alat peraga manipulatif membantu penyelidikan dalam pembelajaran.

Alat peraga berupa model dalam kaitannya dengan media mengacu pada representasi

konkret konstruksi mental atau ide-ide (Johnson, Berger, & Rising, 1973: 235).

Representasi konkret dari konstruksi mental atau ide dapat diartikan sebagai gambar atau

benda nyata yang dapat menggambarkan obyek atau konsep abstrak, di mana kedua hal

ini ada dalam matematika.

Salah satu tipe media yang memfasilitasi untuk melakukan gerakan fisik untuk belajar

adalah alat peraga manipulatif. Media ini berupa benda tiga dimensi yang dapat disentuh

maupun dikontrol oleh pebelajar ketika belajar (Smaldino, et al., 2005: 9, 214). Lebih

lanjut, alat peraga manipulatif mengacu pada benda-benda konkret yang, ketika

digunakan siswa dan guru, dapat memberikan kesempatan siswa untuk mencapai tujuan

tertentu (Jackson & Phillips, 1973: 301). Dengan belajar menggunakan media tersebut

diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mengonstruksi pemahamannya.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga manipulatif

adalah media berupa benda nyata tiga dimensi yang dapat menggambarkan secara

konkret suatu obyek, ide, model, atau konsep abstrak dan memungkinkan untuk

Page 301: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

digerakkan atau dimanipulasi secara fisik dalam kaitannya dengan pembentukan

konsep bagi penggunanya, dalam hal ini siswa.

4. Fungsi Alat Peraga

Menurut Pujiati dan Hidayat (2015: 32), secara umum fungsi alat peraga adalah:

a. memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak

b. menjadi sumber konkrit untuk mempelajari satu atau lebih konsep matematika

c. memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika

Secara lebih khusus, alat peraga dapat dikelompokkan menurut fungsinya sebagai

berikut.

a. Alat peraga sebagai model

Dalam hal ini, alat peraga berfungsi untuk membantu dalam memvisualkan atau

mengkonkretkan (physical) konsep matematika. Menurut Smaldino, et al. (2005: 214 –

215), model merupakan benda tiga dimensi yang berupa representasi dari benda nyata.

Dengan demikian, model merupakan suatu benda yang mirip atau dapat menggambarkan

benda lainnya.

Contoh alat peraga jenis ini antara lain adalah model bangun ruang padat dan model

bangun ruang rangka. Kegunaan alat peraga jenis ini adalah untuk memodelkan ataupun

menunjukkan bentuk bangun yang sesungguhnya.

b. Alat peraga sebagai jembatan

Alat peraga ini bukan merupakan wujud konkrit dari konsep matematika, tetapi

merupakan sebuah cara yang dapat ditempuh untuk memperjelas pengertian suatu

konsep matematika. Beberapa contoh penggunaan alat peraga jenis ini adalah

adalah kuadrat lengkap Al-Khwarizmi, model

Page 302: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

Pythagoras, jumlah sudut bangun datar.

Gambar 1. Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras

c. Alat peraga untuk mendemonstrasi konsep/prinsip

Dalam hal ini, alat peraga digunakan untuk memperagakan konsep matematika sehingga

dapat dilihat secara jelas (terdemonstrasi) karena suatu mekanisme teknis yang dapat

dilihat (visible) atau dapat disentuh (touchable).

Gambar 2. Penemuan Rumus Volum Limassama dengan Sepertiga Volum Balok Selain

media pembelajaran matematika berupa alat peraga matematika, juga terdapat alat yang

juga digunakan dalam pembelajaran matematika tetapi bukan merupakan alat peraga

karena bukan merupakan model, jembatan, dan tidak memperagakan konsep/prinsip

matematika tertentu. Alat tersebut yaitu:

a. Alat bantu untuk menerampilkan konsep-konsep matematika

Page 303: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Media pembelajaran ini secara jelas dimaksudkan agar siswa lebih terampil dalam

mengingat, memahami atau menggunakan konsep- konsep matematika. Jenis alat ini

biasanya berbentuk permainan ringan dan memiliki penyelesaian yang rutin (tetap).

Gambar 3. Kartu Permainan Bilangan

b. Alat yang merupakan aplikasi konsep/prinsip matematika

Jenis media pembelajaran ini tidak secara langsung tampak berkaitan dengan suatu

konsep, tetapi ia dibentuk dari konsep matematika tersebut. Contoh alat ini yaitu alat

bantu pengukuran misalnya klinometer untuk mengukur sudut elevasi dan depresi antara

pengamat dan suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi obyek

tersebut .

Gambar 4. Seorang Siswa sedang Menggunakan Klinometer

Page 304: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

c. Alat sebagai sumber masalah untuk belajar

Media pembelajaran yang digolongkan ke dalam jenis ini adalah alat yang menyajikan

suatu masalah yang tidak bersifat rutin atau teknis tetapi membutuhkan kemampuan

problem-solving yang heuristik dan bersifat investigatif. Contoh alat ini adalah permainan

menara hanoi yaitu permainan menemukan langkah yang paling sedikit dalam

memindahkan semua cakram dari tiang A (awal) ke tiang C (akhir) dengan bantuan

tiang B (tengah). Selain menemukan cara yang efektif untuk memindah cakram

(menyelesaikan masalah), pola bilangan akan terbentuk jika permainan ini dilakukan

beberapa kali dengan banyak cakram yang berbeda dan berurutan yang diperoleh

dari banyak langkah minimal yang diperlukan.

Gambar 5. Alat Permainan Menara Hanoi

D. Daftar Pustaka

Bell, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Dubuque,

Iowa: Wim. C. Brown Company Publisher.

Cooney, Davis Anderson. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School

Mathematics. Boston:Hougton Mifflin Company.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Memilih dan Menyusun bahan

Ajar.Jakarta: Direktorat Sekolah menengah Pertama,

Novak. J.D. (1986). Learning How to Learn. Melbourne: The Press Syndicate of

University of Cambridge.

Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi

Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK

Page 305: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB VII

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN

PEMBELAJARAN

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 306: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 6: PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan

Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:

1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP

2. Menjelaskan Pengertian RPP

3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP

4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP

5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP

6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP

7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:

1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP

2. Menjelaskan Pengertian RPP

3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP

4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP

5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP

6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP

7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013

C. Uraian Materi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1

angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan

pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses

dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi lulusan dan Standar Isi yang

Page 307: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip

pembelajaran yang digunakan:

1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;

2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka

sumber belajar;

3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan

pendekatan ilmiah;

4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;

5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;

6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran

dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;

7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan

keterampilan mental (softskills);

9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing

ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan

Page 308: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut

wuri handayani);

11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;

12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;

13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas pembelajaran; dan

14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup

perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian

hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN

Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar

Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan

kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi

memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang

diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup

pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk

setiap satuan pendidikan.

Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)

yang berbeda. Sikap diperoleh マelalui aktivitas さマeミeriマa, マeミjalaミkaミ, マeミghargai, マeミghayati, daミ マeミgaマalkaミざ. Peミgetahuaミ diperoleh マelalui aktivitas さマeミgiミgat, マeマahaマi, マeミerapkaミ, マeミgaミalisis, マeミgevaluasi, マeミIiptaざ. Keteraマpilaミ diperoleh マelalui aktivitas さmengamati, menanya,

マeミIoba, マeミalar, マeミyaji, daミ マeミIiptaざ. Karaktersitik koマpeteミsi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar

proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik

antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan

Page 309: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

pembelajaran berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk

mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik

individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan

pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based

learning).

Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut

Sikap Pengetahuan Keterampilan

Menerima Mengingat Mengamati

Menjalankan Memahami Menanya

Menghargai Menerapkan Mencoba

Menghayati Menganalisis Menalar

Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji

- - Mencipta

Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.

Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat

perkembangan peserta didik.

Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.

Pembelajaran tematik terpadu di SMP/ MTs/ SMPLB/ Paket B disesuaikan dengan

tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket

B disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata

pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.

Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA/ SMALB/ SMK/ MAK/ Paket C/ Paket C

Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik

masih dipertahankan.

Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna

rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal.

Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi

tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah

Page 310: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat

dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor.

Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan

secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi

dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah

tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa

dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh

melahirkan kualitas pribadi yang sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

Desain Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan

pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan

penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan

skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan

pembelajaran yang digunakan.

a. Silabus

Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan

kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:

1) Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan);

2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;

3) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai

kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus

dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata

pelajaran;

4) kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;

Page 311: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

5) tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);

6) materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan

ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian

kompetensi;

7) pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik

untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;

8) penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk

menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;

9) alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum

untuk satu semester atau satu tahun; dan

10) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar

atau sumber belajar lain yang relevan.

11) Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi lulusan dan Standar

Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola

pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai

acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran

tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus

untuk mengarahkan kegiatan embelajaran peserta didik dalam upaya mencapai

Kompetensi Dasar (KD). setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban

menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD

atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih.

Komponen RPP terdiri atas:

1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;

2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;

Page 312: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

3) kelas/semester;

4) materi pokok;

5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan

beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang

tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan

kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan;

7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang

relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator

ketercapaian kompetensi;

9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang

disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk

menyampaikan materi pelajaran;

11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,

atau sumber belajar lain yang relevan;

12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,

dan penutup; dan

13) penilaian hasil pembelajaran.

c. Prinsip Penyusunan RPP

Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat

intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi,

gaya belajar, kebutuhan khusus,kecepatan belajar, latar belakang budaya,

norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2) Partisipasi aktif peserta didik.

Page 313: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar,

motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.

4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk

mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan

berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program

pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,

penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata

pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis,

dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

d. Komponen dan Sistematika RPP

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 Tentang

Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menentukan

komponen dan sistematika RPP adalah sebagai berikut :

Komponen RPP

1) Identitas, yang meliputi sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi

waktu yang ditetapkan.

2) Kompetensi Inti (KI).

3) Kompetensi Dasar (KD).

4) Indikator Pencapaian Kompetensi.

5) Materi Pembelajaran.

6) Kegiatan Pembelajaran.

7) Penilaian, Pembelajaran Remedial, dan Pengayaan.

8) Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar.

Sistematika RPP

Page 314: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Komponen-komponen yang sudah disebutkan di atas secara operasional

diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Sekolah : _________________________________________

Mata pelajaran : _________________________________________

Kelas/Semester : _________________________________________

Alokasi Waktu : _________________________________________

A. Kompetensi Inti (KI)

B. Kompetensi Dasar

1. KD pada KI-1

2. KD pada KI-2

3. KD pada KI-3

4. KD pada KI-4

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Indikator KD pada KI - 1

2. Indikator KD pada KI - 2

3. Indikator KD pada KI - 3

4. Indikator KD pada KI - 4

D. Materi Pembelajaran

(Dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber

belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari

lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran

reguler, pengayaan, dan remedial).

E. Kegiatan Pembelajaran

1. Pertemuan Pertama: (...JP)

a. Kegiatan Pendahuluan

b. Kegiatan Inti

Mengamati

Menanya

Mengumpulkan informasi/mencoba

Menalar/mengasosiasi

Mengomunikasikan

c. Kegiatan Penutup

2. Pertemuan Kedua: (...JP)

Page 315: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

a. Kegiatan Pendahuluan

b. Kegiatan Inti

Mengamati

Menanya

Mengumpulkan informasi/mencoba

Menalar/mengasosiasi

Mengomunikasikan

c. Kegiatan Penutup

3. Pertemuan seterusnya.

F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan

1. Teknik penilaian

2. Instrumen penilaian

a. Pertemuan Pertama

b. Pertemuan Kedua

c. Pertemuan seterusnya

3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan

Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian.

G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Media/alat

2. Bahan

3. Sumber Belajar

d. Langkah-Langkah Penyusunan RPP

1) Mengkaji Silabus, dengan cara memperhatikan isi silabus di antaranya

memperhatikan KI serta pasangan KD3 dan KD4, mencermati materi

pembelajaran untuk mengidentifikasi materi prasarat materi regular dan

materi pengayaan yang mendukung tercapainya kompetensi, megidentifikasi

kegiatan pembelajaran yang akan tertuang dalam RPP, serta mencermati

alokasi waktu yang akan digunakan untuk menyusun RPP.

2) Mencantumkan identitas sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi

waktu.

3) Mencantumkan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 seperti yang tercantum dalam

Permendikbud tentang KI KD Tahun 2016.

4) Mengidentifikasi dan menuliskan serangkaian kompetensi dasar (KD) yang

dapat diambil dari silabus.

5) Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi.

Page 316: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan memperhatikan beberapa

ketentuan berikut:

1) Indikator pencapaian kompetensi meliputi indikator pengetahuan, dan

keterampilan.

2) Setiap KD dari KI- 3 dan KI-4 dikembangkan sekurang-kurangnya dalam dua

indikator pencapaian kompetensi.

3) Rumusan indikator pencapaian kompetensi untuk KD yang diturunkan dari KI-

3 dan KI-4, sekurang-kurangnya mencakup kata kerja operasional (dapat

diamati dan diukur) dan materi pembelajaran.

4) Indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dijabarkan dari Kompetensi

Dasar (KD-3) yang merupakan jabaran dari Kompetensi Inti (KI-3) di setiap

mata pelajaran. Penyusunan instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja

operasional yang ada di dalam KD dan indikator pencapaian kompetensi yang

dirumuskan. Kata kerja operasional pada indikator pencapaian kompetensi

juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/soal), seperti

dicontohkan pada tabel berikut (Morrison, et.al., 2011):

Tabel Kata Kerja Operasional

Tujuan yang Diukur Kata Kerja yang Biasa Digunakan

Kemampuan mengingat

menyebutkan

memberi label

mencocokkan

memberi nama

membuat urutan

memberi contoh

menirukan

memasangkan

Kemampuan memahami membuat penggolongan

menggambarkan

membuat ulasan

menjelaskan

mengekspresikan

mengenali ciri

menunjukkan

menemukan

membuat laporan

Page 317: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

Tujuan yang Diukur Kata Kerja yang Biasa Digunakan

mengemukakan

membuat tinjauan

memilih

menceritakan

Kemampuan menerapkan

pengetahuan (aplikasi)

menerapkan

memilih

mendemonstrasikan

memperagakan

menuliskan penjelasan

membuat penafsiran

menuliskan operasi

mempraktikkan

menuliskan rancangan persiapan

membuat jadwal

membuat sketsa

membuat pemecahan masalah

menggunakan

Kemampuan menganalisis menuliskan penilaian

membuat suatu perhitungan

membuat suatu pengelompokan

menentukan kategori yang dipakai

membandingkan

membedakan

membuat suatu diagram

membuat inventarisasi

memeriksa

melakukan pengujian

Kemampuan mengevaluasi membuat suatu penilaian

menuliskan argumentasi atau alasan

menjelaskan apa alasan memilih

membuat suatu perbandingan

menjelaskan alasan pembelaan

menuliskan prakiraan

meramalkan apa yang akan terjadi

Kemampuan merancang mengumpulkan

menyusun

membuat disain (rancangan)

merumuskan

membuat usulan bagaimana mengelola

mengatur

merencanakan

membuat suatu persiapan

Page 318: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

Tujuan yang Diukur Kata Kerja yang Biasa Digunakan

membuat suatu usulan

menulis ulasan

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1) Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran

a) SD/MI : 35 menit

b) SMP/MTs : 40 menit

c) SMA/MA : 45 menit

d) SMK/MAK : 45 menit

2) Rombongan belajar

Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan jumlah maksimum

peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan

No Satuan

Pendidikan

Jumlah Rombongan

Belajar

Jumlah Maksimum Peserta

Didik Per Rombongan Belajar

1 SD/MI 6-24 28

2 SMP/MTs 3-33 32

3 SMA/MA 3-36 36

4 SMK 3-72 36

5 SDLB 6 5

6 SMPLB 3 8

7 SMALB 3 8

3) Buku Teks Pelajaran

Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta

didik.

Page 319: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

4) Pengelolaan Kelas dan Laboratorium

a) Guru wajib menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dalam

menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya serta

mewujudkan kerukunan dalam kehidupan bersama.

b) Guru wajib menjadi teladan bagi peserta didik dalam menghayati dan

mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong

royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan

menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan

sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan

bangsa dalam pergaulan dunia.

c) Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik dan

sumber daya lain sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses

pembelajaran.

d) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus

dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.

e) Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah

dimengerti oleh peserta didik.

f) Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan

kemampuan belajar peserta didik.

g) Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, dan

keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

h) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan

hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.

i) Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya dan

mengemukakan pendapat.

j) Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi.

k) Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik

silabus mata pelajaran; dan

l) Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan

waktu yang dijadwalkan.

Page 320: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan

pendahuluan, inti dan penutup.

1) Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib:

a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses

pembelajaran;

b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat

dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan

memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan

internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta

didik;

c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan

dicapai; dan

e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai

silabus.

2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,

media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik

dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan

penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya

berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan

karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.

a) Sikap

Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih

adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,

Page 321: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran

berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik

untuk melakuan aktivitas tersebut.

b) Pengetahuan

Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,

menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik

aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan

kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk

memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat

disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian

(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan

karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok,

disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project

based learning).

c) Keterampilan

Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba,

menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik)

mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong

peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.

Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan

pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis

penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran

yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based

learning).

3) Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual

maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:

a) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh

untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun

tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;

Page 322: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

b) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

c) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik

tugas individual maupun kelompok; dan

d) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan

berikutnya.

PENILAIAN PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN

1. Teknik penilaian

Teknik penilaian dipilih sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Penilaian

sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, dan

penilaian antar teman. Teknik observasi merupakan teknik utama, penilaian

diri dan penilaian antar teman diperlukan sebagai teknik penunjang untuk

konfirmasi hasil penilaian observasi oleh guru. Penilaian pengetahuan

menggunakan teknik penilaian tes tertulis, penugasan dan portofolio (sebagai

bahan guru mendeskripsikan capaian pengetahuan di akhir semester).

Penilaian keterampilan menggunakan teknik penilaian kinerja, projek, dan

portofolio.

2. Instrumen penilaian

Instrumen penilaian adalah alat yang dipakai untuk melakukan penilaian

peserta didik. Instrumen penilaian dirancang untuk aspek sikap, pengetahuan

dan keterampilan pada setiap pertemuan, sehingga akan tertulis instrumen

untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua, pertemuan ketiga, dan

seterusnya. Instrumen penilaian sikap yang utama adalah jurnal yang

digunakan untuk mencatat perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik

yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial.

Instrumen penilaian untuk pengetahuan dan keterampilan disesuaikan

dengan teknik penilaian yang dipilih. Rancangan instrumen penilaian dapat

disajikan dalam lampiran-lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari

RPP.

Page 323: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan

Pada bagian ini direncanakan pelaksanaan pembelajaran remedial dan

pengayaan. Pembelajaran remedial pada dasarnya mengubah strategi atau

metode pembelajaran untuk KD yang sama. Bentuknya dapat berupa

pembelajaran ulang, bimbingan perorangan, pemanfaatan tutor sebaya, dan

lain-lain. Pembelajaran pengayaan berupa perluasan dan/atau pendalaman

materi dan/atau kompetensi. Strategi pembelajaran pengayaan dapat dalam

bentuk tugas mengerjakan soal-soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi,

meringkas buku-buku referensi dan mewawancarai nara sumber. Peserta

didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan belajar, diberi kesempatan

mengikuti pembelajaran remedial yang dilakukan setelah suatu kegiatan

penilaian (bukan di akhir semester) baik secara individual, kelompok, maupun

kelas. Bagi peserta didik yang berhasil mencapai atau melampaui ketuntasan

belajar dapat diberi program pengayaan sesuai dengan waktu yang tersedia

baik secara individual maupun kelomok.

PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN

Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan pemantauan,

supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan

berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan

pendidikan dan pengawas.

1. Prinsip Pengawasan

Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna

peningkatan mutu secara berkelanjutan.

2. Sistem dan Entitas Pengawasan

Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan

dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.

a. Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu.

b. Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk

supervisi akademik dan supervise manajerial.

Page 324: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

3. Proses Pengawasan

a. Pemantauan

Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan

melalui antara lain, diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan,

perekaman, wawancara, dan dokumentasi.

b. Supervisi

Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui

antara lain, pemberian contoh pembelajaran di kelas, diskusi, konsultasi,

atau pelatihan.

c. Pelaporan

Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran

disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut

pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan.

4. Tindak Lanjut

Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk:

a. Penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang

memenuhi atau melampaui standar; dan

b. pemberian kesempatan kepada guru untuk mengikuti program

pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.

D. Daftar Pustaka

Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar

dan Pendidikan Menengah.

Permendikbud No. 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik

dan Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan menengah.

Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun

2016. Jakarta: Direktorat PSMP.

Page 325: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB VIII

PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 326: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 7: PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

A. Tujuan

Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:

1. menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam

pembelajaran

2. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses

pembelajaran

3. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar

pada kompetensi sikap spiritual dan sosial

4. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar

pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:

1. Menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam pembelajaran

2. menjelaskan jenis dan bentuk penilaian

3. menjelaskan pengertian tes dan nontes

4. membedakan penilaian, pengukuran, evaluasi, dan tes

5. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses

pembelajaran

6. menjelaskan ketuntasan belajar dalam pembelajaran

7. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar

pada kompetensi sikap spiritual dan sosial

8. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar

pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.

C. Uraian Materi

Mutu pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sistem

penilaian (assesment) yang dilakukan oleh guru. Setiap penilaian didasarkan pada tiga

elemen mendasar yang saling berhubungan, yaitu: aspek prestasi yang akan dinilai

(kognisi), tugas-tugas yang digunakan untuk mengumpulkan bukti tentang prestasi

Page 327: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

siswa (observasi), dan metode yang digunakan untuk menganalisis bukti yang

dihasilkan dari tugas-tugas (interpretasi) (NRC: 2001).

Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri

dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut

memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran

adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau

ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/ bukti melalui pengukuran,

menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran.

Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian.

Berdasarkan Permendikbud No. 53 tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik

adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta

didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan,

dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis,

selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi,

penilaian diri, penilaian antar peserta didik, ulangan, penugasan, tes praktek,

proyek, dan portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.

Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah

kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan

instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam

penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan

menengah. Penilaian adalah merupakan pengumpulan dan pengolahan informasi

untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran adalah proses

interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk

mengukur pencapaian Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses

Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.

Page 328: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

1. Penilaian Pembelajaran

Aspek yang dinilai dalam penilaian matematika meliputi pemahaman konsep

(comprehension), melakukan prosedur, representasi dan penafsiran, penalaran

(reasoning), pemecahan masalah dan sikap. Penilaian dalam aspek representasi

melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau

obyek matematika melalui hal-hal berikut: memilih, menafsirkan,

menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus,

persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga

menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan

menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model

matematika dari suatu situasi.

Penilaian aspek penalaran dan bukti meliputi identifikasi contoh dan bukan

contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan

hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh kontra, membuat

kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis,

menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.

Penilaian pemecahan masalah dalam matematika merupakan proses untuk

menilai kemampuan menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh

sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, baik dalam konteks

matematika maupun di luar matematika.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian

autentik dan non-autentik. Penilaian autentik merupakan pendekatan utama

dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik. Penilaian Autentik adalah bentuk

penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam

melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Bentuk penilaian autentik

mencakup: (1) penilaian berdasarkan pengamatan, (2) tugas ke lapangan, (3)

portofolio, (4) projek, (5) produk, (6) jurnal, (7) kerja laboratorium, dan (8) unjuk

kerja, serta (9) penilaian diri. Penilaian diri merupakan teknik penilaian sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara

Page 329: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

reflektif. Bentuk penilaian non-autentik mencakup: (1) tes, (2) ulangan, dan (3)

ujian.

2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

Secara umum, penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan untuk

memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Secara lebih khusus

penilaian hasil belajar oleh pendidik berfungsi untuk:

a. memantau kemajuan belajar;

b. memantau hasil belajar; dan

c. mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara

berkesinambungan.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,

pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian hasil

belajar oleh pendidik digunakan untuk:

a. mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi Peserta Didik;

b. memperbaiki proses pembelajaran; dan

c. menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah semester, akhir

semester, akhir tahun. dan/atau kenaikan kelas.

3. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

Prinsip umum penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi: sahih, objektif, adil,

terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel,

dan edukatif.

a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan

kemampuan yang diukur.

b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang

jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

b. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta

didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama,

suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

Page 330: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

c. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen

yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

d. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar

pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

e. Holistik/menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh

pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan

berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan

kemampuan peserta didik.

f. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap

dengan mengikuti langkah-langkah baku.

g. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian

kompetensi yang ditetapkan.

h. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi

teknik, prosedur, maupun hasilnya.

Prinsip khusus untuk penilaian autentik meliputi:

a. materi penilaian dikembangkan dari kurikulum;

b. bersifat lintas muatan atau mata pelajaran;

b. berkaitan dengan kemampuan peserta didik;

c. berbasis kinerja peserta didik;

d. memotivasi belajar peserta didik;

e. menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik;

f. memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya;

g. menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

h. mengembangkan kemampuan berpikir divergen;

i. menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran;

j. menghendaki balikan yang segera dan terus menerus;

k. menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata;

l. terkait dengan dunia kerja;

m. menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan

n. menggunakan berbagai cara dan instrument.

Page 331: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

4. Lingkup dan Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

Lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap

spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi

keterampilan. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi

sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima,

menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai

sosial. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi

pengetahuan meliputi tingkatan kemampuan mengetahui, memahami,

menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual,

pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan

metakognitif.

Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi keterampilan

mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit. Keterampilan abstrak

merupakan kemampuan belajar yang meliputi: mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi/ mencoba, menalar/mengasosiasi, dan

mengomunikasikan. Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang

meliputi: meniru, melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan

mencipta.

5. Skala Penilaian dan Ketuntasan

Penilaian hasil belajar oleh pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi

pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian.

Predikat untuk sikap spiritual dan sikap sosial dinyatakan dengan A = sangat baik,

B = baik, C = cukup, dan D = kurang. Skala penilaian untuk kompetensi

pengetahuan dan kompetensi keterampilan diperoleh dengan cara merata-

ratakan hasil pencapaian kompetensi setiap KD selama satu semester. Nilai akhir

selama satu semester pada rapor ditulis dalam bentuk angka 0 – 100 dan

predikat serta dilengkapi dengan deskripsi singkat kompetensi yang menonjol

bedasarkan pencapaian KD selama satu semester.

Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap,

kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi: (1) ketuntasan

Page 332: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

penguasaan substansi; dan (2) ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu

belajar. Kriteria ketuntasan minimal kompetensi sikap ditetapkan dengan

predikat B = baik. Skor rerata untuk ketuntasan kompetensi pengetahuan dan

keterampilan disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) masing-

masing kelas/ satuan pendidikan.

6. Instrumen Penilaian

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dengan menggunakan

instrumen penilaian. Dalam Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 dinyatakan

bahwa instrument penilaian harus memenuhi persyaratan: (1) substansi yang

merepresentasikan kompetensi yang dinilai; (2) konstruksi yang memenuhi

persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan (3)

penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dalam

pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan teknik penilaian tes dan

nontes. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik

penilaian tes terdiri dari tes tulis, tes lisan, tes praktek. Penilaian dengan teknik

tes tulis dapat menggunakan: (1) soal obyektif, (2) soal isian, dan (3) soal

uraian/terbuka. Penilaian dengan teknik tes lisan menggunakan daftar

pertanyaan lisan. Teknik nontes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang

sikap atau keterampilan.

Penilaian Kompetensi Ranah Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs

Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,

peミilaiaミ さteマaミ sejawatざ (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.

Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian

antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang

disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

Penilaian Kompetensi Ranah Pengetahuan dalam Pembelajaran Matematika

SMP/MTs

Page 333: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,

dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban

singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi

pedoman penskoran. Kompetensi ranah pengetahuan dalam pembelajaran

matematika dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari peserta didik ketika

mereka berhadapan dengan konten matematika, dan dapat terdiri atas domain:

(1) pemahaman, (2) penyajian dan penafsiran, (3) penalaran dan pembuktian.

Penilaian Kompetensi Ranah Keterampilan dalam Pembelajaran Matematika

SMP/MTs

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu

penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi

tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.

Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale)

yang dilengkapi rubrik.

a. Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan

melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.

b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan

perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan

dalam waktu tertentu.

c. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai

kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat

reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,

dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya

tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian

peserta didik terhadap lingkungannya.

7. Prosedur Penilaian

Prosedur penilaian dimaksudkan sebagai langkah-langkah terurut yang harus

ditempuh dalam melaksanakan penilaian. Langkah-langkah tersebut merupakan

Page 334: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

tahapan dari kegiatan permulaan sampai kegiatan akhir dalam rangka

pelaksanaan penilaian.

Pelaksanaan penilaian diawali dengan pendidik merumuskan indikator

pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dijabarkan dari

Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran matematika. Indikator pencapaian

kompetensi untuk KD pada KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku

spesifik yang dapat terukur dan/atau diobservasi. Indikator pencapaian

kompetensi dikembangkan menjadi indikator soal yang diperlukan untuk

penyusunan instrumen penilaian. Indikator tersebut digunakan sebagai rambu-

rambu dalam penyusunan butir soal atau tugas. Instrumen penilaian memenuhi

persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa.

Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai, persyaratan

konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang

digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan bahasa yang baik dan

benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

Indikator pencapaian pengetahuan dan keterampilan merupakan ukuran,

karakteristik, atau ciri-ciri yang menunjukkan ketercapaian suatu KD tertentu dan

menjadi acuan dalam penilaian KD mata pelajaran. Setiap Indikator pencapaian

kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indicator soal

pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur pencapaian sikap

digunakan indikator penilaian sikap yang dapat diamati.

Menurut Suharsimi (2006) langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah:

a. Menentukan tujuan mengadakan tes

b. Membuat pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan

c. Menderetkan semua Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) yang

memuat aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan

d. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi dan aspek-aspek

yang akan diukur

e. Menuliskan butir-butir soal sesuai Indikator Pencapaian Kompetensi

Page 335: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

D. Daftar Pustaka

Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi

Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK

Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun

2016. Jakarta: Direktorat PSMP.

Page 336: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATERI PEDAGOGIK

BAB XIX

REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK

Prof. Dr. Sunardi, M.Sc

Dr. Imam Sujadi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 337: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KEGIATAN BELAJAR 8 : REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK

A. Tujuan

Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta memiliki pemahaman dan

keterampilan dasar mengenai:

1. Konsep kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Pengertian, karakteristik, dan prinsip-prinsip PTK.

4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Menjelaskan konsep dan definisi kegiatan reflektif terhadap pembelajaran yang

telah dilaksanakan

2. Menjelaskan teknik-teknik refleksi dalam pembelajaran

3. Melakukan reflektsi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

4. Menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas

5. Menjelaskan karakteristik penelitian tindakan kelas

6. Menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas

C. Uraian Materi

Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan evaluasi diri bagi seorang guru dalam

melihat kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi diri guru dalam

melaksanakan pembelajaran dapat berupa (1) penilaian tertulis maupun lisan oleh

peserta didik (siswa) terhadap gurunya, (2) penilaian atau observasi pelaksanaan

pembelajaran oleh teman sejawat, dan (3) evaluasi diri guru dengan melakukan

analisis hasil tes tertulis, lisan maupun penugasan terhadap siswa yang diampunya.

Refleksi pembelajaran perlu dilakukan guru dalam upaya untuk mengetahui

kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan

mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam melaksanakan pembelajaran, guru

dapat memperbaiki pembelajaran berikutnya.

Kegiatan refleksi pembelajaran menjadi sangat perlu dilakukan, karena selama ini

sebagian besar guru kurang mengetahui seberapa jauh keberhasilan pembelajaran

yang telah dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi pada seorang guru antara lain

Page 338: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

bahwa guru merasa kurang berhasil dalam melaksanakan pembelajaran apabila

sebagian besar siswanya mendapat nilai kurang dalam suatu tes atau ujian,

sebaliknya merasa bangga atau berhasil apabila sebagian besar siswa mendapat nilai

tinggi dari tes atau ujian. Permasalahan lain yang sering dihadapi guru adalah kurang

memahami bahwa sering terjadi miskonsepsi, penurunan motivasi, dan minat

belajar rendah saat proses pembelajaran berlangsung.

Dari uraian permasalahan di atas maka diperlukan bahan referensi berupa modul

yang diharapkan dapat digunakan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran,

dengan melakukan refleksi pembelajaran serta melakukan penelitian tindakan kelas

(PTK).

1. Kegiatan Refleksi dalam Pembelajaran

Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru seharusnya memulai dari (1) kegiatan

menyusun perencanaan, kemudian (2) melaksanakan pembelajaran, (3)

melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (4)

tindak lanjut.

Keempat kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus sehingga pada akhirnya

guru mendapatkan kepuasan dalam mengajar dan siswa mendapatkan kepuasan

dalam belajar. Yang terjadi pada umumnya dalam pembelajaran adalah guru

kurang memahami adanya miskomunikasi atau miskonsepsi antara guru dan

siswa.

Guru merasa apa yang disampaikan telah jelas dan dapat diterima dengan baik

oleh siswa, sementara siswa belum dan bahkan tidak mengetahui dan memahami

apa yang dijelaskan oleh guru. Hal ini terjadi pada guru yang

melaksanakan pembelajaran konvensional dengan tahapan pembelajaran, (1)

menjelaskan konsep, (2) menjelaskan latihan soal, (3) memberikan soal latihan,

dan (4) ulangan harian. Pada tahap selesai menjelaskan konsep matematika

biasaミya guru bertaミya kepada para siswa さsudah jelas aミak-anak?, sebagian kecil

siswa マeミjawab さsudah pak/bu guruざ, tetapi sebagian besar siswa tidak

menjawab. Dengan jawaban siswa tersebut tanpa ekspresi guru melanjutkan ke

tahapan berikutnya yaitu memberikan dan menjelaskan contoh-contoh soal, dan

dilanjutkan memberikan soal-soal latihan. Apa yang terjadi setelah guru berkeliling

Page 339: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

mengamati siswa mengerjakan soal tersebut hanya sebagian kecil yang dengan

lancar dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dan pada akhirnya nilai

ulangan harian hanya sebagian kecil yang mendapat nilai di atas KKM. Dari uraian

di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa perlu adanya kegiatan

introspeksi diri dalam pelaksanaan pembelajaran, apakah pembelajaran yang kita

laksanakan sudah efektif sehingga terjadi proses belajar pada siswa atau belum.

Kegiatan tersebut berupa refleksi terhadap pembelajaran yang kita laksanakan.

Ada beberapa pengertian kegiatan reflektif dalam pembelajaran, (1) Kegiatan

refleksi pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar

mengajar berupa penilaian tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak

didik kepada guru, berisi ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun

atas pembelajaran yang diterimanya, (2) Kegiatan refleksi pembelajaran sebagai

suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar pada prinsipnya

merupakan kegiatan menilai pendidik oleh peserta didik, (3) Kegiatan refleksi

pembelajaran merupakan kegiatan penilaian (evaluasi) proses dan hasil belajar

siswa dalam rangka untuk memperoleh balikan terhadap proses belajar

mengajar, dan (4) Kegiatan refleksi pembelajaran merupakan kegiatan

mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran.

Penilaian tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan oleh

peserta didik kepada pendidiknya. Penilaian dari peserta didik dapat berisi

ungkapan curahan hatinya yang berupa kesan, pesan, harapan serta kritikan

yang bersifat membangun atas proses belajar mengajar yang diterimanya sejak

awal hingga akhir proses tersebut. Oleh karena itu, apa pun hasil kegiatan reflektif

ini seharusnya diterima dengan bijaksana dan berani memperbaiki diri ke depan

jika hasilnya kurang disukai peserta didik. Manusia adalah tempatnya salah,

sehingga peserta didik dan pendidik yang sama-sama manusia juga dapat berbuat

salah. Oleh sebab itu, maka kegiatan reflektif menjadi sangat penting, apalagi

dalam perkembangan jaman saat ini yang penuh dengan tantangan menghadapi

pengaruh globalisasi yang membawa pada perubahan sikap peserta didik maupun

pendidik dalam memaknai proses belajar mengajar yang ideal.

Page 340: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

Dalam kegiatan reflektif, guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap

peserta didik di kelasnya dan guru dapat memastikan bahwa semua peserta didik

mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan

pembelajaran, dengan demikian tidak dapat disanggah, bahwa refleksi dalam

pendidikan itu sangat penting, tetapi memang lebih penting lagi adalah untuk

melakukannya.

Mengapa refleksi itu penting dan seharusnya dilakukan oleh guru? Karena melalui

refleksi dapat diperoleh informasi positif tentang bagaimana cara guru

meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk

mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu, melalui

kegiatan ini dapat tercapai kepuasan dalam diri peserta didik yaitu memperoleh

wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan guru.

Dari dua pengertian kegiatan refleksi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan

bahwa refleksi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh guru

untuk memperoleh umpan balik (balikan) dari suatu pembelajaran yang telah

dilaksanakan, dengan tujuan memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan.

Teknik Kegiatan Refleksi Pembelajaran

Adapun teknik kegiatan refleksi pembelajaran antara lain (1) penilaian guru oleh

peserta didik, (2) evaluasi proses dan hasil belajar, (3) diagnosis kesulitan belajar,

dan (4) penilaian guru oleh teman sejawat. Tiga yang pertama akan dibahas di

bawah ini.

a. Penilaian guru oleh peserta didik

Kegiatan ini dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis

maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi

ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran

yang dilakukan oleh guru. Alat penilaian (instrumen) disusun oleh guru dan

diberikan kepada semua peserta didik atau sebagian (sampel). Ada 3 aspek

penilaian guru oleh peserta didik yaitu (1) ungkapan kesan peserta didik

terhadap pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh guru, (2)

pesan dan harapan peserta didik terhadap guru pada pelaksanaan

Page 341: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

pembelajaran yang akan datang, dan (3) kritik membangun peserta didik

terhadap guru dan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran terdiri dari kesan positif

dan kesan negative. Kesan positif misalnya: guru menjelaskan konsep dengan

bahasa yang jelas dan menarik, berpenampilan menarik, menggunakan media

pembelajaran yang menarik, dan sebagainya. Sedang kesan negatif antara

lain: penjelasan dan suara guru tidak jelas, guru berpakaian kurang rapi,

tulisan kurang jelas sulit dibaca dan sebagainya. Berikut contoh instrumen

penilaian guru oleh peserta didik.

Berikaミ taミda √ pada koloマ さYAざ atau さTIDAKざ pada tabel berikut, sesuai dengan kesan

Anda, setelah Anda mengikuti pembelajaran.

Tabel 1. Instrumen penilaian guru oleh peserta didik.

NO

ASPEK PENILAIAN

PENILAIAN KETERANGAN

YA TIDAK

Kesan Anda setelah mengikuti

pembelajaran

1

Guru menjelaskan materi menggunakan bahasa yang mudah diterima

2

Guru menjelaskan materi mudah diterima

3

Guru mengatur tempat duduk sesuai keinginan siswa

4 Guru memberikan motivasi belajar

5

Guru kurang memperhatikan siswa yang kurang pandai

6

Guru kurang memberikan kesempatan siswa untuk bertanya

7

Guru kurang memberikan kesempatan menjawab bagi siswa yang kurang pandai

8 Penampilan guru kurang menarik

9 Guru sering marah kepada siswa

10

Guru kurang dalam memberikan latihan soal

Page 342: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

Selanjutnya tuliskan pesan-pesan dan kritik membangun Anda terhadap

guru, supaya pembelajaran yang akan datang lebih baik.

Pesan:

………………………………………………………………………………………………..………………………………………………………………………………………………................................................... Kritik Membangun:

………………………………………………………………………………………………..……………………………………………………………………………………………………..............................................

b. Evaluasi Pembelajaran

Ditinjau dari bahasa, evaluasi terjemahan dari kata evaluation yang

diterjeマahkaミ deミgaミ さpeミilaiaミざ, sehiミgga aミtara peミilaiaミ daミ evaluasi dapat dipandang sebagai dua istilah yang semakna. Istilah lain evaluasi dapat

diartikan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu

obyek. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses berkelanjutan tentang

pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan

yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian

tersebut di atas mempunyai implikasi- implikasi sebagai berikut:

1) Evaluasi adalah suatu proses yang dilaksanakan terus menerus sebelum,

pada saat, dan sesudah pembelajaran

2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu yakni untuk

mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki

pembelajaran.

3) Evaluasi menuntut penggunaan alat ukur yang akurat dan bermakna untuk

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.

Evaluasi pembelajaran mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

1) Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa

2) Penempatan siswa ke dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi

dengan tingkat kemampuan, minat serta karakteristik yang dimiliki.

Page 343: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

3) Mengenal latar belakang siswa (psikis, fisik dan lingkungan) yang berguna

bagi penempatan maupun penentuan penyebab kesulitan belajar siswa

dan juga berfungsi sebagai masukan guru bimbingan konseling.

4) Sebagai umpan balik bagi guru yang pada saatnya dapat digunakan dalam

menyusun program remedial dan pengayaan.

Evaluasi pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Alat pengukur pencapaian tujuan pembelajaran

2) Alat mendiagnostik kesulitan belajar siswa.

3) Alat penempatan siswa sesuai minat dan bakat siswa.

Dilihat dari jenisnya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian

formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan

penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan

pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan

proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada

proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau

proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Penilaian sumatif adalah

penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya penilaian yang

dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun. Tujuan

penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa,

yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam

kurikulum. Penilaian ini berorientasi pada produk/hasil. Penilaian diagnostik

adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan

siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini

biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial,

menemukan kasus-kasus, dan lain-lain. Penilaian selektif adalah penilaian

yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa

untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis penilaian

selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi

penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen

tenaga kerja. Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk

Page 344: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program

belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai

kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini berorientasi

pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan

program belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa

Seperti telah diuraikan di atas bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang

dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat

keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif

berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru

apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Jenis

penilaian ini yang dapat digunakan guru sebagai suatu kegiatan reflektif

pembelajaran, sesuai dengan fungsinya bahwa penilaian formatif dapat

digunakan untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran dan bisa

memberikan informasi apakah pembelajaran perlu perbaikan atau tidak.

Dengan kata lain penilaian formatif dapat digunakan sebagai bahan reflektif

pembelajaran untuk mendeteksi kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor

pedagogis.

Kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis adalah kesulitan

belajar siswa, yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru

mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih

kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, guru langsung

masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman,

guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan

lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini berlangsung dan

bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul

kesulitan umum yaitu kebingun gan karena tidak terstrukturnya bahan ajar

yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagian-

bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja

sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu

struktur pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar dalam

penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil.

Page 345: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan

memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian

yang dialami siswa daミ seriミg マuミIul マeミurut guru adalah: さKetika dijelaskaミ マeミgerti, ketika マeミgerjakaミ seミdiri tidak bisaざ. Jika guru マeミaミggapiミya hanya dengan menyatakan: memang hal itu yang sering dikemukakan siswa

kepada saya, berarti guru tersebut tidak merasa tertantang

profesionalismenya untuk mencari penyebab utama, menemukan, dan

mengatasi masalahnya. Kesulitan itu dapat terjadi karena guru kurang

memberikan latihan yang cukup di kelas dan memberikan bantuan kepada

yang memerlukan, meskipun ia sudah berusaha keras menjelaskan materinya.

Hal ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat belajar matematika,

yaitu bahwa belajar matematika hakekatnya berpikir dan mengerjakan

matematika. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan guru, mempunyai

implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting dalam

belajar matematika. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali.

Ini berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil

mengatasi kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan.

Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam

pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa

dalam belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel

berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi

adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka

guru perlu introspeksi pada system pembelajaran yang dijalankannya,

bentuk instrospeksi sebaiknya berupa kegiatan reflektif dengan menganalisis

hasil tes formatif yang telah dilaksanakan.

c. Diagnosis Kesulitan Belajar

Kegiatan lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis

kesulitan belajar siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat

memperbaiki strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil

analisis kesulitan tersebut. Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi

Page 346: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

seorang guru dan profesi seorang dokter, seorang dokter dalam menetapkan

jenis penyakit dan jenis obat yang akan diberikan, melalui kegiatan diagnosa

terhadap pasiennya. Kegiatan dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya

melalui wawancara dan dokumen kemajuan pemeriksaan sebelumnya.

Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan belajar peserta

didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1)

penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya.

(2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru.

Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru

perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau

mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Beberapa referensi maupun

pengalaman mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar

belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor.

Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan

Bond, dalam Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu

menjadi lima faktor, yaitu:

1) Faktor Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat

ditimbulkan oleh faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan

karena gangguan fisik seperti gangguan penglihatan, pendengaran,

gangguan sistem syaraf dan lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktor-

faktor di atas, umumnya guru matematika tidak memiliki kemampuan

atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat

dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang

memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk

duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut

hendaknya diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki

kompetensi dalam mengatasi kesulitan siswa seperti tersebut di atas,

misalnya dengan guru SLB. Sementara pemerintah sudah membuka

program sekolah insklusi dengan pengawasan dan pembimbingan dari

guru-guru SLB.

Page 347: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

2) Faktor Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah

sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika siswa,

suatu keluarga yang tercipta suasana kondusif dalam belajar akan

menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar dan nyaris tidak

ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di masyarakat

dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif

maka siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula.

3) Faktor Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung,

mudah marah, dapat menghambat belajarnya, keadaan siswa

seperti tersebut diatas disebabkan oleh masalah-masalah sebagai

berikut: siswa mengkonsumsi minuman keras, ekstasi dan

sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga

siswa sulit untuk melupakannya, dan sebagainya.

4) Faktor Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar

disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam

menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah

berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan

mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat

konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan selalu

merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya

juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan

atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan

belajar matematika karena faktor intelektual dengan memberikan

waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru. Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama

dalam berfikir, dan menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang

lain.

5) Faktor Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan

belajar adalah faktor pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru

mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya

guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki

Page 348: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan

bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu

kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan

tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka

kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya

tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru

memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran

akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam

belajar. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel

berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu

indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan.

Jika demikian maka guru perlu introspeksi pada sistem

pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

a. Empat jenis penelitian tindakan kelas, yaitu:

1) Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik. PTK diagnostik ialah penelitian

yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam

hal ini peneliti mendiagnosa dan mendalami situasi yang terdapat di

dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya

menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa

yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.

2) Penelitian Tindakan Kelas Partisipan. PTK partisipan ialah apabila orang

yang akan melaksanakan penelitian terlibat langsung dalam proses

penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan

laporan. Dengan demikian, sejak perencanan panelitian peneliti

senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan

mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan

melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di

sekolah seperti halnya contoh pada butir di atas. Hanya saja, di sini

peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus

Page 349: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

sejak awal sampai berakhir penelitian. Jenis ini yang biasanya dilakukan

guru saat ini.

3) Penelitian Tindakan Kelas Empiris. Penelitian dilakukan dengan cara

merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan

dari luar arena kelas, jadi dalam penelitian jenis ini peneliti harus

berkolaborasi dengan guru yang melaksanakan tindakan di kelas.

4) Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990). PTK eksperimental

diselenggarakan dengan peneliti (guru) berupaya menerapkan berbagai

macam pendekatan, model, metode atau strategi pembelajaran secara

efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam

kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat

lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai

suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan

peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka

untuk mencapai tujuan pengajaran.

b. Model Penelitian Tindakan Kelas

Pada modul ini dikenalkan tiga model penelitian tindakan kelas yaitu,

1) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin

Kurt Lewin menyatakan bahwa dalam satu siklus pada penelitian tindakan

kelas terdiri dari empat langkah, yakni: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi

atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting)

Berikut skematis model penelitian tindakan kelas manurut Kurt Lewin

Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin

2) Model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis & McTaggart

Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan

lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan

Page 350: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana

dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup

sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan

(plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi

(reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang- ulang, sampai

tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan

Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:

Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart

3) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut John Elliot

Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu

Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini

tampak lebih detail dan rinci.

Page 351: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

Gambar 3. Model PTK menurut John Elliot

Dari ketiga model di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) penelitian tindakan

kelas terdiri dari beberapa siklus (minimum tiga siklus), dan (2) setiap siklus

terdiri dari beberapa langkah yaitu (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c)

pengamatan/ observasi, dan (d) refleksi, namun sebetulnya kegiatan

pelaksanaan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Sehingga alur

model penelitian tindakan kelas dapat disederhanakan sebagai berikut:

Page 352: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

c. Tahap Penelitian Tindakan Kelas (Siklus Penelitian)

1) Tahap Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,di mana,

kapan, dan bagaimana penelitian dilakukan. Penelitian sebaiknya

dilakukan secara kolaboratif, sehingga dapat mengurangi unsur

subyektivitas. Karena dalam penelitian ini ada kegiatan pengamatan

terhadap diri sendiri, yakni pada saat menerapkan pendekatan, model

atau metode pembelajaran sebagai upaya menyelesaikan masalah

pada saat praktik penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti perlu juga

menjelaskan persiapan-persiapan pelaksanaan penelitian seperti: rencana

pelaksanaan pembelajaran, instrumen pengamatan (observasi) terhadap

proses belajar siswa maupun instrumen pengamatan proses pembelajaran.

Page 353: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

2) Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini berupa kegiatan implementasi atau penerapan perencanaan

tindakan di kelas yang menjadi subyek penelitian. Pada kegiatan

implementasi ini guru (peneliti) harus taat atas perencanaan yang telah

disusun. Yang perlu diingat dalam implementasi atau praktik penelitian ini

berjalan seperti biasa pada saat melaksanakan pembelajaran sebelum

penelitian, tidak boleh dibuat-buat yang menyebabkan pembelajaran

menjadi kaku. Dan kolaborator disarankan melakukan pengamatan secara

obyektif sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.

Hal ini penting mengingat penelitian tindakan mempunyai tujuan

memperbaiki proses pembelajaran.

3) Tahap Pengamatan (observasi)

Pada tahap pengamatan ini ada dua kegiatan yang diamati yaitu, kegiatan

belajar siswa, dan kegiatan pembelajaran. Pengamatan terhadap proses

belajar siswa dapat dilakukan sendiri oleh guru pelaksana (peneliti)

sambil melaksanakan pembelajaran, sedang pengamatan terhadap proses

pembelajaran tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh guru pelaksana. Untuk

itu guru pelaksana (peneliti) minta bantuan teman sejawat (kolaborator)

melakukan pengamatan, dalam hal ini kolaborator melakukan pengamatan

berdasar pada instrumen yang telah disusun oleh peneliti. Hasil

pengamatan kolaborator nantinya akan bermanfaat atau akan digunakan

oleh peneliti sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran

berikutnya.

4) Tahap Refleksi

Kegiatan refleksi ini dilaksanakan ketika kolaborator sudah selesai

melakukan pengamatan terhadap peneliti pada saat melaksanakan

pembelajaran, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan

hasil pengamatan dalam peneliti melakukan implementasi rancangan

tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika kolaborator

mengatakan kepada peneliti tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan

baik dan bagian mana yang belum. Dari hasil refleksi dapat digunakan

Page 354: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

sebagai bahan pertimbangan dalam merancang kegiatan (siklus)

berikutnya. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi,

analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut

dalam perencanaan siklus selanjutnya.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk

membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari

tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain

adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana

disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk

tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak

pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian

kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.

d. Tahapan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan kelas

Ada beberapa langkah penyusunan proposal penelitian tindakan kelas, antara

lain : (1) menentukan judul penelitian, (2) menyusun latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, (3) menentukan teori

pendukung, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan, (4) menentukan metode

penelitian, dan (5) menyusun instrumen penelitian. Adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut:

1) Menentukan/menyusun judul penelitian,

Guru dalam menyusun penelitian tindakan kelas harus bertolak dari

permasalahan yang terjadi di kelas, yang terdiri dari permasalahan guru

maupun permasalahan siswa. Permasalahan terjadi karena adanya

kesenjangan antara idealisme dari harapan yang diinginkan dengan

kenyataan yang ada dan terjadi dalam pembelajaran di kelas. Adapun

ketentuan dalam menentukan masalah sebagai berikut: (1) instrospeksi

diri bahwa ada masalah dalam pembelajaran di kelas, (2) menuliskan

masalah, (3) mengidentifikasi masalah yang esensial (4) menentukan

alternatif solusi dari masalah yang teridentifikasi, (5) merumuskan

masalah, dan (6) menuliskan judul penelitian tindakan kelas.

a) Contoh masalah belajar dan mengajar matematika di kelas

Page 355: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

Sebagian besar siswa kurang menyukai mata pelajaran matematika.

Minat belajar matematika rendah

Siswa mengantuk saat pelajaran matematika pada jam terakhir

Sebagian besar siswa belum memahami luas permukaan bangun

ruang

Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu kurang dari KKM

Sebagian besar siswa tidak mengerjakan PR

Guru belum menguasai strategi pembelajaran yang inovatif.

Alat peraga matematika di sekolah kurang tersedia.

b) Menentukan masalah yang esensial untuk diteliti

Dari masalah-masalah di atas dapat dipilih masalah yang esensial

(mudah dilaksanakan, murah biaya pelaksanaan, mudah mencari

kajian teori, mendesak untuk diselesaikan). Dari beberapa masalah di

atas yang kurang esensial antara lain: siswa mengantuk saat pelajaran

matematika pada jam terakhir. Masalah ini dikatakan kurang esensial

untuk diteliti karena dapat dipecahkan masalahnya dengan memindah

jam pelajaran tidak jam terakhir. Adapun masalah yang esensial

マisalミya dipilih さNilai rata-rata ulangan harian matematika selalu

kuraミg dari KKMざ. Hal iミi terjadi diduga guru マasih マeミgguミakaミ pendekatan pembelajaran konvensional, karena keterbatasan

pengetahuannya dalam penggunaan strategi pembelajaran yang

inovatif. Masalah tersebut dapat dituliskan dengan kalimat yang

koマuミikatif sebagai berikut さprestasi belajar マateマatika reミdahざ

c) Menentukan alternatif solusi

Mencermati masalah teridentifikasi di atas, solusi yang dipilih antara

lain : penggunaan pendekatan atau model pembelajaran seperti telah

diuraikan pada bagian pertama. Misalnya memilih model kooperatif

tipe STAD.

Page 356: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

d) Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari masalah dan solusi terpilih di atas adalah:

i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika?

ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika?

e) Penulisan judul penelitian tindakan kelas

Dari perumusan masalah di atas dapat diturunkan judul penelitian

yaitu さPENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BAGI

SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUNざ, atau さUPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR OPERASI HITUNG BENTUK

ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF STAD BAGI

SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN.

2) Menyusun Bab Pendahuluan

Bab pendahuluan (Bab I) terdiri dari (1) latar belakang masalah, (2)

perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian,

dengan uraian sebagai berikut:

a) Latar Belakang Masalah

Pada bagian ini terdiri dari 3 komonen, pertama mendeskripsikan

bagaimana ideal/seharusnya siswa belajar matematika dan bagaimana

idealnya/seharusnya guru melaksnakan pembelajaran matematika,

kedua mendeskripsikan permasalahan nyata di kelas terkait

dengan prestasi belajar matematika rendah, dan ketiga

mendeskripsikan bagaimana solusi dari permasalahan pada bagian

kedua.

b) Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan kalimat pertanyaan yang terdiri

dari (1) pertanyaan bagaimana menerapkan solusi dalam

Page 357: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

pembelajaran yang dapat menyelesaikan masalah, dan (2)

pertanyaan apakah dapat diselesaikan masalah tersebut dangan solusi

terpilih. Contoh perumusan masalah dari judul di atas:

i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika?

ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat

meningkatkan prestasi belajar matematika?

Hal yang prinsip yang perlu dicamkan dalam perumusan masalah PTK

adalah bahwa masalah PTK tidak terfokus pada pertanyaa apakah

namun lebih pada pertanyaan bagaimana, karena PTK berorientasi

pada tindakan bukan hasil. Dengan memahami dan mendapatkan

bagaimana menerapkannya itu, maka masalah serupa dapat teratasi

dan bersifat spesifik sesuai karakteristik kelas atau siswa yang

dihadapi.

c) Tujuan Penelitian

Tujuan utama dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah

peningkatan mutu pembelajaran yang akan berujung pada

peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini

harus sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Untuk itu tujuan

penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah :

i. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif STAD

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.

ii. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika

melalui penerapan model kooperatif STAD.

d) Manfaat penelitian,

Hasil penelitian tindakan kelas tidak bisa digeneralisasi, maka manfaat

penelitian ini hanya ada manfaat praktis, tidak ada manfaat

teoritisyang pada umumnya hanya ditulis sebagai manfaat manfaat

penelitian. Diharapkan penelitian bermanfaat bagi siswa sebagai

Page 358: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

subyek penelitian, bagi guru/teman sejawat sebagai acuan guru lain

dalam menulis penelitian, dan bagi lembaga dalam hal ini sekolah.

3) Menyusun Bab Pendahuluan

Bab Kajian Teori (Bab II) umumnya memuat: (1) kajian teori, (2) kerangka

berfikir dan (3) hipotesis tindakan dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Kajian Teori.

Teori yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari (1) teori

dari variabel masalah dan (2) teori dari variabel solusi. Dari judul

peミelitiaミ tiミdakaミ kelas さPENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF

TIPE STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUNざ, teori yang dikaji antara lain: (1) belajar, (2) operasi hitung bentuk aljabar, (3)

prestasi belajar, dan (4) model kooperatif STAD.

b) Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang disusun secara singkat

untuk menjelaskan bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas

dilakukan dari awal , proses pelaksanaan, hingga akhir. Kerangka

berpikir dapat disusun dalam bentuk kalimat-kalimat atau

digambarkan sebagai sebuah diagram. Cara Menulis Kerangka Berpikir

dalam bentuk Rumusan Kalimat-Kalimat.

Rumuskan kondisi saat ini (sebelum PTK dilaksanakan), secara

singkat.

Rumuskan tindakan yang akan dilakukan, secara singkat.

Rumuskan hasil akhir yang anda harapkan, juga secara singkat.

Susun ketiga komponen di atas dalam sebuah paragraf yang padu.

Contoh alur kerangka berfikir pada penelitian tindakan kelas:

Page 359: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

c) Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan mencerminkan dugaan sementara atau prediksi

perubahan yang akan terjadi pada subyek penelitian apabila dikenai

suatu tindakan. Hipotesis tindakan pada PTK umumnya dalam bentuk

kecenderungan atau keyakinan pada proses dan hasil belajar yang

akan muncul setelah suatu tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan

berupa kalimat pernyataan yang seolah-olah menjawab rumusan

masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Coミtoh hipotesis tiミdakaミ: さMelalui peミerapaミ マodel kooperatif learning tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar operasi hitung

beミtuk aljabarざ.

4) Menyusun Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dibentuk dari beberapa komponen berikut: (1)

seting penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4)

teknik analisis data, (5) indicator kinerja, dan (6) jadwal penelitian.

Penjelasan secara dari enam komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a) Seting penelitian

Page 360: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24

Seting penelitian terdiri dari tiga komponen yaitu : (1) tempat

penelitian, (2) waktu penelitian, dan (3) subyek penelitian. Tempat

penelitian menyebutkan/ mendeskripsikan kelas dan satuan

pendidikan dimana penelitian dilakukan, waktu penelitian

menyebutkan mulai dan sampai bulan apa penelitian dilakukan, dan

subyek penelitian menyebutkan jumlah siswa yang menjadi

sasaran/subyek penelitian.

b) Prosedur Penelitian

Yang perlu dideskripsikan dalam prosedur penelitian adalah (1) jenis

dan model PTK, dan (2) siklus penelitian. Adapun penjelasannya adalah

sebagai berikut:

i. Jenis dan Model Penelitian

Jenis penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian tindakan kelas

partisipan yaitu peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian

sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan

laporan. Misal model penelitian yang diambil adalah model Kurt

Lewin.

ii. Siklus Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa siklus setiap siklus

terdiri dari empat tahapan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2)

Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) refleksi

(reflecting). Adapun rincian keempat tahapan tersebut sebagai

berikut:

(1). Perencanaan (planning)

Perencanaan pada penelitian ini terdiri dari (1) rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) tiga kompetensi dasar (KD),

yaitu KD ヱ teミtaミg ……, KD ヲ teミtaミg …. Daミ KD ン teミtaミg, (ヲ) lembar kerja siswa (LKS), dan (3) instrumen tes, observasi

kegiatan belajar siswa dan instrumen observasi kegiatan

pembelajaran.

Page 361: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25

(2). Pelaksanaan (acting)

Penelitian dilaksanakan minimum tiga siklus dengan satu siklus

minimum tiga kali pertemuan, siklus pertama KD 1, siklus

kedua KD 2, siklus ketiga KD 3 dan seterusnya. Adapun

pelaksanaan proses pembelajaran menerapkan model

kooperatif learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai

berikut: …………….

(3). Pengamatan (Observing)

Pengamatan dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :

(1) instrumen observasi kegiatan belajar siswa, yang

dilaksanakan oleh peneliti selama proses belajar berlangsung

dengan sasaran siswa, (2) instrumen observasi kegiatan

pembelajaran, dilaksanakan oleh kolaborator (teman sejawat)

selama proses pembelajaran berlangsung dengan sasaran guru

(peneliti), dan (3) instrumen tes, dilaksanakan setiap akhir

siklus.

(4). Refleksi (reflecting)

Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah pelaksanaan

pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk menemukan

kekurangan dan permasalahan dalam pelaksanaan

pembelajaran. Hasil refleksi akan digunakan untuk perbaikan

pembelajaran pada siklus berikutnya. Kegiatan refleksi berupa

diskusi antara peneliti dengan kolaborator dengan

memperhatikan hasil analisis data hasil pengamatan

kolaboratot saat pembelajaran, dan juga hasil pengamatan

peneliti terhadap proses belajar siswa serta hasil tes.

c) Teknik Pengumpulan Data

Page 362: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

26

Pada bagian ini perlu dideskripsikan (1) instrument penelitian yang akan

dipakai untuk memperoleh data, dan (2) jenis data yang akan diperoleh,

berikut contoh instrument dan data penelitian.

i. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terdiri dari (1) instrumen pengamatan proses

belajar siswa dengan skala penilaian (1-4), (2) instrumen pengamatan

kegiatan pembelajaran dengan skala penilaian (1-4), dan (3) intrumen

tes berupa tes pilihan ganda dan uraian dengan skala penilaian (1-100).

ii. Data Penelitian

Mengacu instrument penelitian di atas, maka data penelitian terdiri

dari (1) data kualitatif hasil pengamatan menggunakan instrumen (1)

dan (2) di atas, dengan ketentuan bahwa : 4 : sangat baik, 3 : baik, 2 :

cukup dan 1 : kurang dan (2) data kuantitatif hasil tes hasil belajar

siswa dengan skala penilaian (1-100).

d) Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

kualitatif terhadap data penelitian tindakan kelas dengan

tahapan sebagai berikut: menyeleksi, menyederhanakan,

mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala

secara sistematis dan logis), membuat abstraksi atas kesimpulan

makna hasil analisis. Model analisis kualitatif yang terkenal adalah

model Miles & Hubberman (1992: 20) yang meliputi : reduksi data

(memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak

berguna), sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur

sajian yang sistematis dan logis, penyimpulan dari hasil yg disajikan

(dampak PTK dan efektivitasnya). Model analisis ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Page 363: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

27

Gambar 5. Teknik Analisis Data

e) Indikator Kinerja

Seperti telah diuraikan di depan bahwa penelitian tindakan kelas

merupakan penelitian yang pelaksanaannya terdiri dari beberapa

tahapan (siklus) disarankan minimum tiga siklus. Untuk menandai

berakhirnya siklus penelitian diperlukan adanya indikator kinerja.

Indikator kinerja ditetapkan peneliti sesuai dengan permasalahan yang

ingin diselesaikan/ditingkatkan, misalnya masalah yang ingin

diselesaikan dan ditingkatkan dalam penelitian adalah motivasi belajar,

maka indikator kinerja yang ditetapkan menunjukkan persentase

minimal yang yang ditunjukkan siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Misalnya: indikator kinerja dalam penelitian ini adalah (1) keaktifan

siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal 70 %, dan (2) jumlah

siswa yang mencapai KKM minimal 75 %.

f) Jadwal Penelitian

Berbeda dengan waktu penelitian yang hanya disebutkan rentang

waktu awal sampai akhir penelitian, maka jadwal penelitian

disebutkan secara rinci mulai minggu keberapa bulan apa mulai

menyusun proposal sampai akhir penyusunan laporan penelitian.

Contoh:

NO.

KEGIATAN

BULAN

Januari Februari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Penyusunan

Proposal

Penelitian

Page 364: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

28

2

Praktik Penelitian 3

Penyusunan

Laporan

Penelitian

g) Daftar Pustaka

Memuat semua sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian

dengan menggunakan sistem penulisan yang telah dibakukan secara

konsisten.

h) Lampiran

Berisi rencana pelaksanaan pembelajaran, materi/bahan ajar,

penilaian, dan semua instrumen penelitian, sampel jawaban siswa,

dokumen/foto kegiatan, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang

perlu.

D. Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hermawan, H. (2006). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra

Praya.

LPMP NTB. (2012). Bahan Ajar Kompetensi Pedagogik. Mataram: Lembaga

Penjaminan Mutu Pendidikan NTB.

Sumardi, dkk. 2016. Refleksi, PTK, dan Pengembangan Keprofesian Guru. Bahan

ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK

Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2011). Model-Model Pembelajaran

Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Page 365: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

BAHASA INDONESIA

BAB I

BERBAGAI ALIRAN LINGUISTIK

Drs. Azhar Umar, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 366: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

BAB I

BERBAGAI ALIRAN LINGUISTIK

A. Tujuan

Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami

dan mengembangkan materi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan aliran-

aliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Mata

Pelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

1. Mengidentifikasi teori linguistik struktural

yang terkait dengan pembelajaran materi

fonologi bahasa Indonesia dengan tepat.

2. Mengidentifikasi teori linguistik strutural

yang terkait dengan pengembangan

materi kelas-kata bahasa Indonesia

dengan tepat.

3. Mengidentifikasi teori linguistik deskriptif

yang terkait dengan pengembangan

materi kelas kata bahasa Indonesia

dengan tepat

4. Mengidentifikasi teori linguistik

fungsional yang terkait dengan materi

pembelajaran sintaksis bahasa Indonesia

dengan tepat.

5. Mengidentifikasi teori linguistik struktural

yang terkait dengan materi pembelajaran

morfologi bahasa Indonesia dengan

tepat.

Page 367: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

6. Mengidentifikasi teori linguistik struktural

yang terkait dengan materi pembelajaran

sintaksis bahasa Indonesia dengan tepat.

7. Mengidentifikasi teori linguistik

fungsional yang terkait dengan materi

pembelajaran morfologi bahasa

Indonesia dengan tepat.

8. Mengidentifikasi teori linguistic deskriptif

yang terkait dengan materi pembelajaran

morfologi bahasa Indonesia dengan

tepat.

9. Mengidentifikasi materi pembelajaran

morfologi bahasa Indonesia berdasarkan

aliran deskriptif dengan tepat.

10. Mengidentifikasi materi pembelajaran

fonologi bahasa Indonesia berdasarkan

aliran deskriptif dengan tepat.

11. Mengidentifikasi materi pembelajaran

kelas kata bahasa Indonesia berdasarkan

aliran fungsional dengan tepat.

C. Uraian Materi

1. Aliran Linguistik Struktural

1.1 Konsep dan Objek Telaah

Linguistik struktural adalah pendekatan dalam penyelidikan bahasa yang

menganggap bahasa sebagai sistem yang bebas (Kridalaksana, 2008: 146). Aliran

linguistik struktural lahir di Perancis pada awal abad XX bersamaan dengan

diluncurkannya buku ”Course de linguistiケue Generale” karya Ferdinand de

Saussure pada tahun 1916. Saussure memandang bahasa sebagai suatu struktur

Page 368: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

sehingga pendiriannya dipandang sebagai linguistik struktural atau structural

linguistics. Melalui bukunya itu, Saussure memaparkan pandangan-pandangannya

mengenai: (1) telaah sinkronik dan diakronik bahasa, (2) pembedaan langue dan

parole, (3) pembedaan signifiant dan signifie, serta (4) hubungan sintagmatik dan

paradigmatik (Endang, 2016: 4).

Telaah sinkronik bahasa tidak lain adalah telaah bahasa dalam kurun waktu

tertentu. Kata sinkronik sendiri berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti

けdeミgaミげ atau けbersaマaげ daミ khronos yaミg berarti けwaktuげ. Di dalaマ telaah

sinkronik, setiap bahasa dianalisis tanpa memperhatikan perkembangnnya pada

masa lampau. Bahasa Indonesia, misalnya, dapat dianalisis tanpa mempedulikan

perkembangannya dari bahasa Melayu Klasik. Yang tampak dalam analisis

sinkronik adalah apa yang lazim disebut struktur, misalnya hubungan antara

imbuhan dan kata dasar, hubungan antar-bunyi, hubungan antar-bagian kalimat

dan sebagainya.

Telaah diakronik adalah telaah bahasa sepanjang waktu atau penyelidikan

teミtaミg perkeマbaミgaミ suatu bahasa. Kata けdiakroミikげ berasal dari bahasa Yuミaミi

dia yaミg berマakミa けマelaluiげ daミ khronos yaミg berマakミa けwaktuげ. “eIara

sederhana, kata diakronik dapat diartikan sebagai studi antarwaktu. Apabila telah

diakronik dilakukan terhadap bahasa Indonesia, maka akan tampak bahwa bahasa

Indonesia sekarang berbeda dari bahasa Melayu Klasik atau Melayu Kuno yang

merupakan cikal bakalnya. Bahasa Melayu Kuno memiliki awalan mar- yang

kemudian berubah menjadi me- dan ber- di dalam bahasa Melayu Klasik dan

bahasa Indonesia sekarang.

Untuk membandingkan telaah sinkronik dan diakronik terhadap bahasa,

Saussure memberikan ilustrasi berikut. Kalau kita membelah batang tumbuh-

tumbuhan dari atas ke bawah, maka akan tampak struktur tertentu. Kalau batang

yang sama kita potong secara horisontal, maka akan tampak juga suatu struktur,

tetapi berlainan sekali dari struktur hasil belahan vertikal di atas. Penampang

lintang hasil memotong batang dapat kita bandingkan dengan struktur sinkronik,

Page 369: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

sedangkan penampang bujur hasil membelah batang dapat kita sejajarkan dengan

struktur diakronik (Verhaar, 1981: 6-7).

Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang bersifat abstrak yang berfungsi

sebagai alat komunikasi verbal antar-anggota suatu masyarakat bahasa. Karena

berbasis masyarakat bahasa, dengan demikian, langue mengacu kepada bahasa

tertentu, seperti bahasa Indonesia, bahasa Aceh, bahasa Sunda, dan lain-lain.

Langue bersifat sosial karena kehadirannya merupakan konvensi atau kesepakatan

di antara sekelompok pemakai bahasa. Karena bersifat sosial, individu pemakai

bahasa tidak dapat mengubah atau memengaruhi perkembangn langue sesuka

hati.

Parole merupakan realitas fisik bahasa yang berbeda wujudnya pada satu

individu dengan individu lain dalam masyarakat bahasa yang sama. Parole

berwujud lebih konkret dan berciri individual. Sebagaimana dikemukakan Oka dan

Suparno (1994: 60), parole terjadi dari pilihan perorangan yang jumlahnya tidak

terbatas; banyak sekali pengucapan dan kombinasi-kombinasi baru. Jika kajian

ilmiah diarahkan kepada parole, pemerian terhadapnya akan menjadi dan bersifat

takterbatas.

Signifiant adalah citra dari bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul

dalam alam pikiran , sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang

ada dalam pikiran kita. Dengan kata lain, signifiant adalah pelambang, sedangkan

signifie adalah sesuatu atau hal yang dilambangkan. Tidak terdapat hubungan

yang logis atau rasional antara signifiant dengan signifie. Tidak dapat dijelaskan

secara rasional mengapa himpunan bunyi /k/, /u/, /d/, /u/Hubungan keduanya

bersifat arbitrer atau mana suka.

Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat

dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, dan bersifat linear. Dengan

demikian, hubungan sintagmatik merupakan relasi antar-unsur bahasa yang hadir

di dalam satu tuturan. Di dalam tuturan itu, unsur-unsur yang berelasi diucapkan.

Di dalam bahasa tulis, unsur-unsur itu juga dituliskan. Karena semua unsur yang

berelasi atau berhubungan itu hadir, maka disebutlah hubungannya dengan

Page 370: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

hubungan sintagmatik. Sintagma adalah satuan yang terdapat dalam tuturan yang

terbentuk dari dua unsur secara horizontal. Apabila sebuah tuturan dapat

disimbolkan dengan XY, tuturan tersebut mengandung sintagma yang terdiri atas X

dan Y. Di dalam bahasa Indonesia, pada tataran fonologi, misalnya, terdapat bunyi-

bunyi /b/, /a/, /t/, dan /u/. Hubungan sintagmatik antara bunyi-bunyi tersebut

dapat melahirkan macam-macam bentuk, seperti batu, buta, atau buat.

Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat

dalam tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang

bersangkutan. Unsur-unsur yang tidak hadir itu merupakan unsur yang

diasosiasikan. Kata-kata kekerabatan, misalnya, memiliki hubungan-hubungan

asosiatif. Pilihlah kata kekerabatan saudara sebagai contoh. Ketika digunakan, kata

ini memiliki asosiasi atau berparadigma dengan kata-kata adik, kakak, paman, dan

sebagainya (Oka dan Suparno, 1994: 77). Padahal, kata-kata yang disebutkan

terakhir ini tidak hadir di dalam tuturan atau tulisan.

Aliran linguistik struktural sangat berkembang di Amerika pada 1930-an yang

kemudian melahirkan Tata Bahasa Struktural Amerika (TSA). TSA dipelopori oleh

Charles F. Hockett, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield. Di antara tokoh-tokoh

ini, Bloomfield-lah yang paling berpengaruh dan menentukan arah TSA. Bloomfield

sudah mencetuskan pikiran-pikirannya mengenai TSA melalui bukunya An

Introduction to Linguistic Science. Ia pun pernah menuangkan pikiran-pikirannya

melalui majalah Langue tentang ilmu bahasa umum dan bahasa-bahasa tertentu

yang sangat berpengaruh pada zamannya. Namun demikian, puncak ide

Bloomfield yang sesungguhnya tertuang di dalam bukunya Language yang terbit

pada tahun 1933.

TSA yang dipelopori Bloomfield beranjak dari psikologi behaviorisme dan

logika positivisme yang tumbuh dominan di Amerika sejak 1920. Menurut

penganut behaviorisme, tingkah laku manusia bisa diterangkan berdasarkan

situasi-situasi eksternal – bebas dari faktor-faktor internal. Pengaruh behaviorisme

tampak sekali ketika Bloomfield memberikan uraian tentang pemakaian bahasa

Page 371: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

yang dipandangnya sebagai bentuk tingkah laku inter-relatif antara stimulus-

respons.

Sementara itu, menurut logika positivisme, sebuah teori hanya dapat

dianggap benar atau salah semata-mata setelah diujikan pada data kajian secara

konkret. Dengan kata lain, sebuah teori hanya dapat dibenarkan setelah ia teruji

secara empirik. Itulah sebabnya, dalam kajian bahasa, Bloomfield sangat

memerhatikan ujaran atau korpus bahasa karena hal itulah yang empirik, paling

objektif, dan mudah diamati secara langsung. Bagi Bloomfield, yang tidak dapat

dijelaskan secara objektif harus ditangguhkan pengkajiannya. Pandangan inilah

yang mendasari mengapa pengkajian TSA lebih banyak dilakukan terhadap

fonologi, sedikit terhadap morfologi, dan amat sedikit mengenai sintaksis. TSA

tidak memberi perhatian sama sekali terhadap semantik (Alwasilah,1985:47). Bagi

penganut TSA, semantik merupakan studi yang paling tidak objektif dan tidak

mudah diamati secara langsung.

TSA berpendirian, penelitian bahasa harus mampu menggambarkan bahasa

sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya (Oka dan Suparno,

1994:297). Pikiran ini sejalan dengan logika positivisme yang dianut TSA yang

sangat mengutamakan keterujian empirik sebuah kajian. Yang dimasudkan dengan

bahasa sebagaimana adanya tidak lain adalah bahasa sebagaiman ia dipakai secara

objektif-empirik oleh pemakai bahasa. Karena itulah, Bloomfield pernah

mengatakan bahwa bukti-bukti material dalam ujaran langsung sangatlah penting.

Itu pula sebabnya, Bloomfiled selalu mengumpulkan data kebahasaan dari

informan.

Dalam pengumpulan data kebahasaan itu, menurut Bloomfield (dalam

Wasilah, 1985:79), keilmuan linguistik bergerak mengikuti tahapan-tahapan

berikut:

(1) observasi

(2) laporan observasi

(3) pernyataan hipotesis

(4) penghitungan

Page 372: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

(5) prediksi, dan

(6) uji coba prediksi melalui observasi lanjut

Dari tahapan pengumpulan data bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa TSA

memusatkan perhatiannya pada pendeskripsian dan pengklasifikasian data

performansi (performance) atau parole bahasa. Performance adalah tampilan

bahasa dalam wujudnya yang ril, atau bahasa sebagaimana ia digunakan untuk

berkomunikasi (Simanjuntak, 1987:113). Ini sejalan dengan ide dasar TSA yang

menegaskan bahwa totalitas ujaran yang mungkin dihasilkan oleh satu masyarakat

ujaran merupakan bahasa masyarakat ujaran itu (Bloomfield, 1939:13).

Dalam pendeskripsian data performansi bahasa itu, TSA melakukan analisis

formal (analisis bentuk bahasa) dengan struktur bahasa sebagai sasaran kajiannya.

Pengkajian struktur bahasa ini dilakukan melalui penggunaan prinsip analisis unsur

bawahan langsung (immediate constituent), yakni unsur yang secara langsung

merupakan bagian dari suatu bentuk yang lebih besar. Dalam penerapan unsur

bawahan langsung ini digunakan teknik segmentasi. Satu unsur bahasa

disegmentasikan secara bertahap atau hirarkis sehingga diperoleh satuan-satuan

pembentuknya. Lebih jelas mengenai analisis unsur bawahan langsung dapat

dilihat dari analisis kalimat berikut ini.

Anisah sudah belajar mengaji.

Kalimat di atas terdiri atas dua unsur langsung, yakni Anisah dan sudah belajar

mengaji. Satuan sudah belajar mengaji terdiri atas dua unsur langsung yang lebih

kecil, yakni sudah belajar dan mengaji. Satuan sudah belajar terdiri atas dua unsur

bawahan langsung juga, yakni sudah dan belajar.

1.2 Tata Bahasa Struktural

Tata bahasa struktural mengkaji dua aspek penting struktur bahasa, masing-

masing morfologi dan sintaksis (Ramlan, dalam Rusyana dan Samsuri (ed.), 1983:

Page 373: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

33). Kedua struktur bahasa tersebut akan dibicarakan lebih lanjut pada bahagian

berikut.

1.2.1 Morfologi

Morfologi adalah cabang tata bahasa yang membicarakan seluk-beluk

pembentukan kata. Berdasarkan bentuknya, menurut tata bahasa struktural, kata

dapat dibedakan atas dua golongan, masing-masing kata asal dan kata kompleks.

Kata asal adalah kata yang belum mengalami proses morfologis (afiksasi,

reduplikasi, dan pemajemukan), seperti datang, lari, duduk. Kata kompleks adalah

kata yang telah mengalami proses morfologis. Karena telah mengalami proses

morfologis, kata kompleks dapat dikelompokkan atas tiga golongan, masing-

masing kata (1) kata berimbuhan, (2) kata ulang, dan (3) kata majemuk.

Kata berimbuhan adalah kata yang dibentuk melalui proses afiksasi. Afiksasi

dapat berupa prefiksasi atau peマberiaミ awalaミ, seperti kata けdibuaミgげ ふdi +

buaミgぶ, iミfiksasi atau peマberiaミ sisipaミ, seperti kata けgelembuミgげ ふgeマbuミg + el),

sufiksasi atau peマberiaミ akhiraミ, seperti kata けマakaミanげ ふマakaミ + an), dan

konfiksasi atau gabuミgaミ iマbuhaミ, kata けpertalianげ ふper + tali + an).

Kata ulang adalah kata yang dibentuk melalui proses reduplikasi atau

perulangan. Reduplikasi dapat berupa reduplikasi seluruh, seperti tampak pada

kata minum-minum; reduplikasi sebagian, seperti kata tetangga (dari bentuk asal

tangga-tangga); reduplikasi yang berkombinasi dengan afiks, seperti terlihat pada

kata kemerah-merahan (dari bentuk asal merah-merah + ke-an), dan reduplikasi

dengan variasi fonem, seperti pada kata bolak-balik.

Kata majemuk atau komposisi adalah kata yang dibentuk melalui proses

pemajemukan atau penggabungan dua kata yang membentuk makna baru, seperti

jaksa agung, rumah makan, rumah sakit, daya tahan, kambing hitam, dan

sebagainya. Konstruksi ini harus dibedakan dari frasa yang kebetulan merupakan

gabungan beberapa kata juga. Perbedaan keduanya terdapat pada keketatan

hubungan antar-kata yang membangunnya. Hubungan antar-kata di dalam frasa

lebih longgar daripada komposisi atau kata majemuk sehingga dapat disisipkan

kata-kata laiミ di aミtaraミya. Misalミya, frasa けruマah putihげ マasih マuミgkiミ disisipkaミ

Page 374: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

kata けyaミgげ di aミtaraミya sehiミgga マeミjadi けruマah yaミg putihげ Tidak deマikiaミ

halミya deミgaミ koミstruksi koマposisi けruマah sakitげ. Di aミtara kedua kata yaミg

membangun konstruksi itu tidak dapat disisipkan kata-kata lain lagi.

Kata kompleks dapat terbentuk melalui berbagai tahapan atau tingkatan. Ada

kalanya, kata kompleks terbentuk melalui satu tahapan atau tingkatan saja, seperti

kata kompleks pakaian. Kata ini berasal dari bentuk asal pakai yang mendapat afiks

–an. Jadi, kata kompleks pakaian terbentuk melalui satu tahapan saja. Berbeda

halnya dengan kata berpakaian yang terbentuk melalui dua tahapan, yakni pakai +

-an (pakaian) + ber- (berpakaian). Pada bentuk berpakaian, kata pakaian menjadi

bentuk dasarnya, sedangkan kata pakai menjadi bentuk asalnya. Tahapan atau

tingkatan pembentukan kata berpakaian dapat digambarkan sebagai berikut:

ber- pakai -an

Ada juga di antara kata kompleks yang terbentuk melalui tiga tahapan atau

tingkatan, seperti kata berkepemimpinan dan berkepribadian.

1.2.2 Sintaksis

Bagian tata bahasa struktural lainnya adalah sintaksis yang membicarakan

seluk-beluk frasa dan kalimat. Karena itu, pembicaraan pada bidang ini terdiri atas

dua bagian besar, yakni frasa dan kalimat.

1.2.2.1 Frasa

Yang dimaksud dengan frasa adalah bentuk linguistik yang terdiri atas dua

kata atau lebih yang tidak memlebihi satu batas fungsi dalam kalimat, seperti

subjek, predikat, objek, maupun keterangan. Contoh-contoh frasa, misalnya, pintu

baru, sedang makan, rumah paman, dan lain-lain. Bentuk bahasa yang sudah

membentuk fungsi subjek dan predikat sekaligus tidak bisa lagi disebut sebagai

frasa, melainkan kalimat.

Page 375: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

Menurut tata bahasa struktural, pernentuan frasa dapat dilakukan dengan

menggunakan prinsip unsur langsung (UL). Penerapannya dapat diamati pada

contoh kalimat berikut.

Ia lulusan Akbid di kota Medan.

Dari diagram di atas diketahui bahwa kalimat Ia lulusan Akbid di kota Medan terdiri

atas UL ia dan UL lulusan Akbid di kota Medan. Selanjutnya, frasa lulusan Akbid di

kota Medan terdiri atas UL lulusan Akbid dan UL di kota Medan. Satuan di kota

Medan terdiri atas UL di dan UL kota Medan. Dengan demikian, berdasarkan

prinsip unsur langsung, dari kalimat di atas diperoleh frasa-frasa berikut:

(a) lulusan Akbid di kota Medan

(b) Akbid di kota Medan

(c) di kota Medan

(d) kota Medan

Frasa kota Medan merupakan satuan frasa yang paling kecil karena terdiri atas dua

kata saja, yakni kota dan Medan.

Konstruksi frasa, menurut tata bahasa struktural, memiliki tipe yang khas.

Ada konstruksi frasa yang unsur langsung pembentuknya tidak memiliki posisi yang

setara; atau salah satu unsur langsung pembentuknya memiliki posisi yang lebih

dominan daripada unsur langsung lainnya dalam frasa tersebut sehingga salah satu

unsur langsung pembentuknya dapat mewakili atau memiliki fungsi yang sama

dengan semua unsur langsungnya. Tetapi ada juga konstruksi frasa yang semua

Page 376: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

unsur langsung pembentuknya memiliki posisi yang setara; atau salah satu unsur

langsung pembentuknya tidak memiliki posisi yang lebih dominan daripada unsur

langsung lainnya dalam frasa tersebut sehingga salah satu unsur langsung

pembentuknya tidak dapat mewakili atau tidak memiliki fungsi yang sama dengan

semua unsur langsungnya. Tipe frasa yang pertama, yang salah satu unsur

langsungnya dapat mewakili unsur-unsur langsung yang lain di dalam frasa itu,

lazim disebut frasa endosentris. Tipe frasa yang kedua, yang salah satu unsur

langsungnya tidak dapat mewakili unsur-unsur langsung yang lain di dalam frasa

itu, lazim disebut frasa eksosentris. Lebih lanjut mengenai kedua tipe frasa di atas

dapat diamati pada contoh-contoh frasa berikut:

(1) petani muda

(2) sawah dan lading

(3) di rumah.

Frasa (1) memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya, yakni

petani. Dengan kata lain, unsur langsung petani memiliki posisi yang lebih dominan

daripada unsur langsung muda sehingga kata petani dapat mewakili frasa tersebut.

Tidak sama halnya dengan frasa (2) dan (3). Frasa-frasa yang disebut terakhir ini

tidak memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya. Dengan

kata lain, tidak ada unsur langsung frasa yang memiliki posisi yang lebih dominan

daripada unsur langsung lainnya di dalam frasa tersebut. Masing-masing unsur

langsung pembentuk frasa tersebut memiliki posisi yang setara. Untuk

mendapatkan gambaran yang jelas, perhatikanlah penggunaan frasa-frasa di atas

di dalam kalimat-kalimat berikut.

(4) Ia seorang petani muda.

Ia petani.

Jadi, kata petani bisa mewakili petani muda.

(5) Putri memiliki sawah dan ladang.

Putri memiliki sawah.

Putri memiliki ladang.

Page 377: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

Jadi, masing-masing kata sawah dan ladang tidak bisa mewakili frasa

sawah dan ladang.

(6) Nona sedang di rumah.

Nona sedang di. (x)

Nona sedang rumah. (x)

Jadi, unsur-unsur langsung di maupun rumah tidak bisa mewakili

frasa di rumah.

Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa (1) tergolong tipe frasa

endosentrik karena salah satu unsur langsung frasa dapat berfungsi mewakili frasa

tersebut. Frasa (2) dan (3) tergolong tipe frasa eksosentrik karena salah satu unsur

langsung frasa tidak dapat berfungsi mewakili frasa tersebut.

Konstruksi frasa endosentrik dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan

yang lebih kecil, masing-masing (1) konstruksi endosentrik-atributif, (2) konstruksi

endosentrik-koordinatif, dan (3) konstruksi endosentrik-apositif. Satu frasa

termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-atributif apabila frasa itu

memiliki fungsi yang sama dengan salah satu unsur langsungnya. Unsur langsung

yang fungsinya sama dengan frasa itu disebut unsur pusat dan yang tidak sama

disebut atribut. Frasa petani muda pada contoh di atas tergolong ke dalam

konstruksi endosentrik-atributif. Unsur pusatnya adalah petani dan atributnya

adalah muda.

Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-koordinatif

apabila frasa itu memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya.

Frasa sawah dan ladang pada contoh di atas tergolong ke dalam konstruksi

endosentrik-koordinatif. Tidak terdapat unsur langsung frasa yang menjadi unsur

pusat frasa.

Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi endosentrik-apositiff

apabila frasa itu memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya,

tetapi sekaligus kata kedua memberi keterangan kepada kata pertama. Frasa di

Page 378: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

rumah pada contoh di atas tergolong ke dalam konstruksi endosentrik-apositif.

Unsur langsung rumah memiliki fungsi yang setara dengan unsur langsung di,

tetapi sekaligus memberi keterangan kepada unsur langsung di.

Konstruksi frasa eksosentrik dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan

yang lebih kecil, masing-masing (1) konstruksi eksosentrik-objektif dan (2)

konstruksi eksosentrik-direktif. Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi

eksosentrik-objektif apabila frasa itu terdiri atas kata kerja yang diikuti oleh kata

lain sebagai objeknya. Contoh-contoh berikut ini, menurut tata bahasa struktural,

tergolong frasa yang memiliki konstruksi eksosentrik-objektif.

(7) mengecap kehidupan kota

(8) memenuhi jiwa

(9) memiliki cita-cita.

Kata-kata pertama pada setiap frasa di atas merupakan kelas kata kerja, dan kata-

kata berikutnya merupakan objek dari kata kerja tersebut.

Satu frasa termasuk ke dalam golongan konstruksi eksosentrik-direkktif

apabila frasa itu terdiri atas direktor atau penanda diikuti kata atau frasa lain

sebagai aksisnya. Contoh-contoh berikut ini, menurut tata bahasa struktural,

tergolong frasa yang memiliki konstruksi eksosentrik-direktif.

(10) di sawah

(11) di atas pematang

(12) karena keterbelakangan mental.

Semua unsur langsung awal pada frasa-frasa di atas merupakan direktor atau

penanda.

1.2.2.2 Kalimat

Sebagaimana telah dikemukakan, aspek kedua dari pembahasan sisntaksis

adalah kalimat. Kalimat, sebagaimana luas disepakati di kalangan penganut tata

Page 379: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

bahasa struktural, adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang

tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar

dan lebih luas (Pateda, 1988: 87).

Untuk pemahaman lebih luas mengenai dimensi-dimensi kalimat, baiklah

menyimak ilustrasi berikut. Bila dua orang atau lebih sedang terlibat dalam satu

percakapan, maka akan terlihat bahwa setiap kalimat yang mereka ucapkan

merupakan rangsangan bagi pihak lain untuk memberikan jawaban. Jawaban

dimaksud mungkin hadir dalam bentuk yang beragam, seperti lisan, tindakan, atau

cara-cara lain yang menunjukkan adanya perhatian.

Jika A, マisalミya, マeミguIapkaミ さMau ke マaミa, Aミda?ざ, マaka si B akaミ

マeマberikaミ jawabaミ lisaミ さKe sekolahざ. Jika A マeミguIapkaミ さJaミgaミ pergi!ざ

sebagai rangsangan, maka B mungkin tidak akan memberikan jawaban lisan,

melainkan melakukan tindakan tidak pergi sebagai jawaban. Jika A mengucapkan

さAyahku pergi keマariミざ, マaka B tidak harus マeマberikaミ jawabaミ berupa lisaミ

maupun tindakan. Cukuplah bagi B berdiam diri atau sekedar menganggukan

kepala yang menandakan dirinya memiliki perhatian atas pernyataan A.

Berdasarkan iliustrasi mengenai rangsangan dan jawaban (stimulus dan

respons) dalam percakapan antara A dan B di atas, penganut tata bahasa struktural

membagi kalimat atas tiga golongan, yakni (1) kalimat yang memerlukan jawaban

lisan, (2) kalimat yang memerlukan jawaban tindakan, dan (3) kalimat yang

memerlukan jawaban berupa perhatian. Yang termasuk golongan (1) adalah

kalimat-kalimat tanya dan kalimat-kaliマat seperti さ“elaマat pagiざ, さ“elaマat siaミgざ,

dan sebagainya. Yang termasuk golongan (2) adalah kalimat-kalimat perintah,

permintaan, dan ajakan. Yang termasuk golongan (3) adalah kalimat berita.

Selain berdasarkan rangsangan dan jawaban, kalimat dapat pula dibedakan

berdasarkan banyaknya klausa yang menjadi unsurnya sehingga didapatkanlah

kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri

atas satu klausa atau konstruksi yang hanya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P)

saja, seperti:

Page 380: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

(1) Ia cekatan sekali.

(2) Mobil itu mahal harganya.

Kalimat (1) hanya berisi satu klausa, yang dibangun oleh kata ia sebagai S dan

cekatan sekali sebagai P. Begitu juga halnya dengan kalimat (2), hanya terdiri atas S

(mobil itu) dan P (mahal harganya).

Kalimat majemuk adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua

klausa atau kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya dua konstruksi subjek

(S) dan predikat (P), seperti:

(3) Waktu dia datang ke mari, saya sedang berlibur di Bali.

(4) Anton dan Mirna tidak kuliah hari ini.

Kalimat (3) berisi dua klausa, masing-masing:

(a) dia datang ke mari

(b) saya sedang berlibur di Bali.

Klausa (a) dibangun oleh S (dia) dan P (datang), sedangkan klausa (b) dibangun

oleh S (saya) dan P (sedang berlibur).

Begitu juga halnya dengan kalimat (4), terdiri atas dua klausa, masing-masing:

(c) Anton tidak kuliah

(d) Mirna tidak kuliah.

Klausa (c) dibangun oleh S (Anton) dan P (tidak kuliah), sedangkan klausa (d)

dibangun oleh S (Mirna) dan P (tidak kuliah).

1.3 Penggolongan Kata

Persoalan penggolongan atau pengkelasan kata perlu dibicarakan di dalam

tata bahasa struktural karena hal ini berhubungan dengan struktur frasa dan

kalimat sebagaimana telah dibicarakan pada bagian terdahulu. Golongan atau

kelas kata dalam tata bahasa struktural tidsk ditentukan berdasarkan makna,

melainkan ditentukan secara gramatis, berdasarkan sifat atau perilaku kata di

Page 381: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

dalam frasa atau kalimat. Jadi, kata yang memiliki sifat atau perilaku yang sama

membentuk satu golongan atau kelas kata. Berdasarkan pemikiran ini, kata bahasa

Indonesia dapat digolongkan atau dikelaskan menjadi (1) kata nomina, (2) ajektiva,

dan (3) partikel (Ramlan, dalam Rusyana dan Samsuri (ed), 1983: 33).

Kata nomina (N) adalah semua kata yang dapat menduduki tempat objek,

dan apabila kata itu dinegatifkan, maka dinegatifkan dengan kata bukan. Jenis kata

ini dapat dibedakan atas tiga golongan atau kelas, masing-masing kata benda (Bd),

kata ganti (Gt), dan kata bilangan (Bil). Termasuk golongan kata benda, di

antaranya, adalah petani, guru, harimau, meja, dan rumah. Termasuk kata ganti

adalah saya, kita, Putri, Medan, itu, ini, dan sebagainya. Contoh kata bilangan, di

antaranya, adalah satu, lima belas, dan kesatu.

Kata ajektiva (A) adalah semua kata yang tidak dapat menduduki tempat

objek, dan bila dinegatifkan harus menggunakan kata tidak. Kelas kata ini dapat

juga dinegatifkan dengan kata bukan apabila dipertentangkan dengan keadaan

lain, misalnya: Ia bukan menulis, melainkan menggambar.

Jenis kata ini dapat dibedakan atas dua golongan atau kelas, masing-masing

kata sifat (Sf) dan kata kerja (Kj). Kata sifat adalah kata ajektiva yang dapat

didahului oleh kata agak, sangat, dan lebih, seperti sakit, tinggi, dan rajin. Kata

kerja adalah kata ajektiva yang dapat didahului oleh kata boleh, seperti bekerja,

lari, dan tidur.

Kata partikel (P) adalah semua kata yang tidak termasuk golongan nomina

dan ajektiva. Kata ini dibedakan menjadi kata penjelas (Ps), kata keterangan (Kt),

kata penanda (Pn), kata perangkai (Pr), kata Tanya (Ta), dan kata seru (Sr). Kata

penjelas (Ps) adalah kata yang di dalam frasa selalu berfungsi sebagai atribut dalam

konstruksi endosentrik yang atributif, seperti suatu, semua, paling, lebih, boleh,

harus, sedang, dan sebagainya. Kata keterangan (Kt) adalah kata yang selalu

berfungsi sebagai keterangan bagi klausa, seperti kemarin, tadi, dahulu, dan

sebagainya. Kata penanda (Pn) adalah kata yang menjadi direktor dalam konstruksi

eksosentrik yang direktif, seperti di, dari, ke, karena, bahwa, dan sebagainya. Kata

perangkai (Pr) adalah kata yang berfungsi sebagai koordinator dalam konstruksi

endosentrik yang koordinatif, seperti dan, atau, tetapi. Kata tanya (Tn) adalah kata

yang berfungsi membentuk kalimat tanya, seperti mengapa, bagaimana, berapa.

Page 382: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

Kata seru (Sr) adalah kata yang tidak memiliki sifat sebagai partikel yang lain,

seperti heh, nih.

Golongan atau kelas kata di atas masih dapat dirinci menjadi golongan atau

kelas kata yang lebih kecil lagi. Kata benda (Bd), misalnya, berdasarkan kata

petunjuk satuan yang dipakai, dapat digolongkan menjadi (1) kata benda

manusiawi, yakni kata benda yang menggunakan kata orang sebagai penunjuk

satuan, seperti petani, guru, mahasiswa, (2) kata benda wewani, yakni kata benda

yang menggunakan kata ekor sebagai penunjuk satuan, seperti merpati, harimau,

(3) kata benda lainnya, yakni kata benda yang tidak menggunakan kata orang dan

ekor sebagai penunjuk satuan, seperti rumah, meja, bunga.

Kata kerja, berdasarkan kemungkin memiliki objek dan kemungkinan

dipasifkan, dapat digolongkan menjadi (1) kata kerja yang tidak dapat diikuti objek,

seperti menggeliat, berangkat, pergi, (2) kata kerja yang diikuti objek dan dapat

dipasifkan, seperti membangunkan, menjemput, (3) kata kerja yang dapat diikuti

dua objek, seperti memberikan, membelikan, (4) kata kerja yang dapat diikuti

onjek, tetapi tidak dapat dipasifkan, seperti berdagang, berjudi.

Di samping penggolongan kata, dijumpai pula penggolongan frasa yang

sejalan dengan penggolongan kata, seperti frasa benda, frasa bilangan, frasa sifat,

frasa kerja, frasa keterangan, dan frasa penanda. Frasa benda adalah frasa yang

pusatnya berupa kata benda atau kata ganti, seperti rumah itu, mereka itu, rumah

bagus. Frasa bilangan adalah frasa yang pusatnya berupa kata bilangan, seperti

dua buah, lima ekor. Frasa sifat adalah frasa yang pusatnya berupa kata sifat,

seperti sangat lelah, kaya sekali, tidak sakit. Frasa kerja adalah frasa yang

pusatnya berupa kata kerja, seperti akan lari, tidak pergi. Frasa keterangan adalah

frasa yang pusatnya berupa kata keterangan, seperti tadi malam, kemarin siang.

Frasa penanda adalah frasa yang pusatnya berupa kata penanda, seperti:

- di pada di rumah,

- karena pada karena harta,

- kalau pada kalau tidak hujan.

1.4 Keunggulan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:

Page 383: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.

b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa

berdasarkan kebiasaan.

c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima

masyrakat awam.

d. Level kegramatikalan sistematis: mulai dari morfem, kata, frase, klausa,

dan kalimat.

e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.

1.5 Kelemahan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa kelemahan berikut:

a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.

b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dan

sangat menjemukan.

c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap yang berlangsung

secara fisis dan mekanis. Padahal, manusia bukan mesin.

d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumumam sehingga kaidah yang

salah pun bisa benar jika dianggap umum.

e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.

f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek

komunikatif.

g. Terlalu mendalkan struktu permukaan bahasa, mengabaikan struktur

dalam.

2. Aliran Linguistik Deskriptif

2.1 Konsep Linguistik Deskriptif

Tidak dapat disangkal bahwa bahasa sebagai sarana komunikasi manusia

bersifat dinamis, selaras dengan dinamika yang dialami oleh penuturnya. Dapatlah

dipastikan bahwa bahasa yang hidup dalam satu kurun waktu tertentu

berkemungkinan memiliki ciri-ciri struktural, bahkan kosa kata, yang tidak lagi

persis sama dengan keadaan bahasa itu pada kurun waktu yang lain, meskipun

Page 384: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

perbedaan tersebut selalu tidak tajam. Bahasa-bahasa mengalami evolusi

mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya.

Kemungkinan berevolusinya bahasa ini membawa pengaruh terhadap kajian

atau studi linguistik. Sekurang-kurangnya, ada dua macam studi linguistik yang

muncul untuk merespons keadaan ini. Pertama, studi linguistik yang hanya

memusatkan perhatian kepada objek bahasa yang ril, yang hidup dan digunakan

penuturnya pada kurun waktu tertentu. Kedua, studi linguistik yang memusatkan

perhatian kepada objek fase evolusi bahasa. Studi linguistik yang pertama

mendorong munculnya aliran linguistik deskriptif dalam pengkajian bahasa,

sedangkan studi linguistik yang kedua mendorong munculnya aliran linguistik

komparatif.

Linguistik deskriptif lahir pada pengujung abad XIX di Amerika dengan tokoh

utamanya Franz Boas. Ide aliran linguistik ini muncul karena Boas dan rekan-

rekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan

bentuk atau struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang diucapkan penuturnya.

Aliran linguistik deskriptif bertujuan merumuskan teori linguistik yang abstrak

sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis

dan sukses. Karena itulah, linguistik deskriptif berhubungan dengan pemerian dan

analisis tentang cara-cara bahasa beroperasi dan digunakan oleh kelompok

penutur tertentu pada waktu tertentu (Robins dalam Alwasilah, 1985: 110).

Studi deskriptif ini tidak memuat acuan banding kepada pemerian bahasa

pada periode sebelumnya. Tidak pula memuat studi acuan kepada bahasa lain

pada periode yang sama. Menurut Sudaryanto (1988: 62), istilah deskriptif

menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada

fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-

penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang

biasa dikatakan. Bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar

salahnya penggunaan bahasa oleh penutur, hal itu memang merupakan cirinya

yang pertama dan terutama. Berikut adalah ide-ide Boas tentang ciri

struktural suatu bahasa : (1) kategori gramatikal, setiap bahasa memiliki sistem

Page 385: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai

dengan kebutuhan makna oleh karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat, (2)

pronomina kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak

tetap, dan (3) verba memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada

berbagai bahasa.

2.2 Keunggulan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran linguistik deskriptif memiliki beberapa keunggulan berikut:

(a) memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara sinkronis.

(b) menolak aliran linguistik mentalistik karena tidak sejalan dengan iklim filsafat

yang berkembang pada masa itu, yaitu behaviorisme.

(c) sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal, dan pronomina kata

ganti.

(d) terjalinnya hubungan yang baik antar sesama linguis.

(e) mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pada pentingnya data yang

objektif untuk memerikan suatu bahasa.

2.3 Kelemahan Aliran Linguistik Deskriptif

Aliran deskriptif memiliki kekurangan karena sama sekali tidak

memperhatikan aspek makna atau semantik. Karena sangat dipengaruhi oleh

psikologi behaviorisme, aliran ini lebih cenderung menganalisis fakta-fakta bahasa

secara objektif dan nyata, terutama fonologi dan morfologi. Makna diabaikan

karena dianggap sangat subjektif, tidak konkret.

3. Aliran Linguistik Fungsional

3.1 Konsep Aliran Linguistik Fungsional

Secara umum, aliran linguistik fungsional dipahami sebagai gerakan linguistik

yang beranggapan bahwa struktur fonologis, gramatikal, dan semantik ditentukan

oleh fungsi yang dijalankannya di dalam masyarakat (Kridalaksana, 2008: 68).

Aliran yang dipelopori oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet ini memiliki

peranan penting dalam sejarah perkembangan linguistik, terutama dalam upaya

Page 386: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

menjembatani kesenjangan yang terbentang antara linguistik struktural Amerika

dan linguistik struktural Eropa. Linguistik struktural Eropa banyak dipengaruhi oleh

gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha.

Jejak aliran fungsional sebenarnya sudah terlihat pada masa berkembangnya

aliran Praha. Trubeckoj, seorang tokoh aliran Praha, telah berupaya mewujudkan

gagasaミ fuミgsioミal iミi. Melalui tulisaミミya, ia perミah マeミgatakaミ さ…the phonemes

is first of all a functional concept, which must be defined according to its functionざ

ふ… fonem-fonem merupakan hal utama dari seluruh konsep fungsional yang harus

mengacu kepada fungsinya) (dalam Samsuri, 1988: 28). Trubeckoj sudah berupaya

membatasi fonem menurut fungsinya. Fungsi inilah yang mendasari gagasan

fungsional Jakobson dan Martinet.

Gagasan fungsi bahasa menempati kedudukan penting karya-karya Jakobson.

Jakobson tidak hanya memasukkan unsur-unsur yang istimewa, tetapi juga

memasukkan fungsi aktivitas bahasa – hal yang juga pernah dikemukakan oleh Karl

Buhler dengan konsepsi yang berbeda. Menurut Jakobson, ada enam fungsi bahasa

manusia, yakni fungsi-fungsi ekspresif, konatif, denotatif, fatik, metalinguistik, dan

puitik. Keenam fungsi bahasa manusia ia gambarkan sebagai berikut:

Enam Fungsi Bahasa

denotative (inferensial)

ekspresif fatik konatif

metalinguistik

puitik

Fungsi ekspresif berpusat pada pembicara yang ditunjukkan oleh penggunaan

interjeksi-interjeksi. Fungsi konatif berpusat pada pendengar yang ditunjukkan

oleh unsure-unsur vokatif dan imperative. Fungsi denotatif berpusat pada konteks,

yang ditunjukkan oleh penggunaan pernyataan-pernyataan faktual dalam pelaku

ketiga dan dalam suasana hati indikatif. Fungsi fatik berpusat pada kontak yang

ditunjukkan oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan

Page 387: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telefon, kata-kata けhello,

ya..ya…, heehげ diguミakaミ uミtuk マeマbuat jelas bahwa seseoraミg マasih

mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan tidak terputus. Fungsi

metalinguistik berpusat pada kode yang berupa bahasa pengantar ilmu

pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang tertentu. Fungsi puitik

berpusat pada pesan.

Enam fungsi bahasa ini dihubungkan atau disejajarkan Jakobson dengan

enam faktor bahasa di sisi lainnya. Keenam faktor bahasa tersebut adalah:

Enam Faktor Bahasa

Konteks (context)

Pembicara pesan (message) pendengar

Hubungan (contact)

Kode (code)

3.2 Pentingnya Kajian Diakronik

Jakobson adalah orang pertama yang mengatakan pentingnya studi fonologi

diakronik. Ia mendeskripsikan evolusi fonologis bahasa Rusia. Uraiannya ini

dikaitkan dengan masalah-masalah fonologi historis. Metode kerja Jakobson ini

bertentangan dengan dikotomi sinkronik – diakronik yang dikemukakan Saussure.

Menurut Saussure, kedua studi itu seharusnya dipisahkan. Tetapi Jakobson

mendapat dukungan dari hasil diskusi sejumlah ahli di Hague yang menyatakan

bahwa dikotomi Saussure itu harus dibatasi, dan sejarah bahasa jangan dikerdilkan

ke dalam kajian perubahan yang terisolasi, melainkan harus dikaji dalam sistem

bahasa itu sendiri (Samsuri, 1988: 30).

Jakobson menyatakan dengan tegas bahwa tidak akan ada kajian sinkronik

tanpa adanya kajian diakronik. Sekali lagi, pendapatnya berbeda atau

bertentangan dengan rezim Saussure yang mengatakan bahwa kajian diakronik

mempraanggapkan kajian sinkronik. Menurut Jakobson, perubahan bahasa

merupakan bagian dari sistem bahasa, dalam bentuk kecenderungan stilistik (ciri

khas orang muda dan tua atau ciri khas kaum tradisional dan modern) dan

Page 388: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

kecenderungan modifikasi dari tuturan individu. Gagasan ini terus muncul dalam

pikiran Jakobson, diperbaiki dan disesuaikan selaras dengan perkembangan

teorinya. Sinkroni tidak harus dipahami secara statis, melainkan harus dipahami

secara dinamis. Aspek sinkromik filem, misalnya, bukanlah ragangan atau

seperangkat ragangan yang masing-masing dinilai secara terpisah, melainkan harus

dinilai secara serentak. Sebaliknya, gambar yang mengiklankan filem, yang berupa

sebuah poster, bersifat statis. Jika gambar tersebut dibiarkan berlama-lama di

sebuah bioskop, dan tentu saja mengalami banyak perubahan (misalnya

gambarnya menjadi buram, cahaya pudar, dan sebagainya), maka tidak ada yang

dapat mencegah siapa pun untuk mengkajinya sebagai sebuah karya diakronik

yang statis.

Penafsiran perubahan, kata Jakobson, harus bersifat teleologis (segala

sesuatu dirancang untuk memenuhi tujuan tertentu) dalam pengertian tujuan,

bukan dalam pengertian sebab. Sebab-sebab akhir perubahan bahasa harus terus-

menerus dicari. Sebuah simpulan sistematis dari teori ini ditemukan di dalam esai

Jakobsoミ yaミg berjudul さPrinzipien der Historichen Phonologie” yang terbit pada

tahun 1931.

Selain hal di atas, Jakobson juga memberi sumbangan yang penting bagi

penderita afasia (gejala kehilangan kemampuan menggunakan maupun

memahami kata-kata karena suatu penyakit otak) dan bagi bahasa anak. Gangguan

afasia dibagi Jakobson ke dalam dua kelompok, yakni:

(1) similarity disorders yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item dengan

stabilitas kombinasi dan konstektur yang bersifat relatif dan

(2) contiguity disorders yang seleksi dan subtitusinya secara relatif normal,

sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya

infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya.

Jakobson melihat semua ini sebagai sebuah dikotomi yang merupakan ciri khas

proses simbolik apapun.

Kesungguhan pada kajian dikotomi, untuk menafsirkan fakta bahasa dalam

hubungan dwimatra (binary), sangat menonjol pada setiap aspek gagasan

Jakobson. Siapa pun dapat melihat ketidaksepakatannya dengan ciri linear

significant Saussure. Menurut Jakobson, unsur bahasa itu dapat birsifat simultan.

Page 389: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24

Ciri pembeda, yang terjadi simultan dengan cirri yang lain, berkaitan dengan

batasan Sauusure tentang opositif dan diferensial. Yang merupakan ciri khas

Jakobson bukanlah analisis fonem ke dalam ciri distingtif, melainkan ciri dwimatra.

Fonem bagi Sauussure bukan unsur opositif. Fonem itu tidak dikaitkan dengan

opositnya, tetapi dikaitkan dengan ciri distingtifnya. Fonem ditandai oleh ada atau

tidaknya kualitas yang diberikan.

Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis sebagai

untaian perbedaan-perbedaan arti yang terpisah. Menurut buku Jakobson dan

Halle Fundamentals of Language, 1956, fonologi memiliki ciri-ciri expressive,

configurative, dan distinctive. Eexpressive meletakkan tekanan pada bagian ujaran

yang berbeda atau pada ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi

pembicara . Configurative, menandai bagian ujaran ke dalam satuan-satuan

gramatikal dengan memisahkan ciri kulminatifnya satu persatu, atau dengan

memisahkan batasannya (ciri-ciri demarkatif). Distinctive bertindak untuk

memperinci satuan-satuan linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam

untaian yang berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan. Pola

dasar urutan serupa itu berujud suku kata. Dalam setiap suku kata terdapat bagian

yang lebih nyaring yang berupa puncak. Puncak itu berisi dua fonem atau lebih,

maka salah satu darinya adalah puncak fonem atau puncak suku kata. Andre

Maertinet, tokoh penting linguistic fungsional lainnya, mengembangkan teori-teori

mengenai fonologi deskriptif, fonologi diakronis, dan sintaksis. Pandangan

linguistik umumnya merupakan sumbangan pemikiran penting bagi linguistik

modern. Fonologi sebagai fonetik fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar

atau mengetahui fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya.

Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis dengan mencoba

membuat deskripsi murni. Fonologisasi dan defonologisasi direkam, disertai

keterangan tentang perubahan-perubahan menurut prinsip-prinsip umum. Kriteria

interpretasi dasar diberikan oleh dua unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam

komunikasi, dan (2) tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan,

analisis fonem ke dalam ciri-ciri distingtif, yang mengungkapkan adanya korelasi-

korelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif, akan menjadi

Page 390: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25

stabil. Selain itu, dikembangkan pula artikulasi rangkap yang menarik dan

menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral.

Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah disarankan

oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai

suatu sistem unsur-unsur atau struktur unsur-unsur dipelajari untuk menjelaskan

perbedaan bahasa dengan sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam

suatu cara yang sama, tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti

bahasa. Pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan pandangan

fungsional, tetapi hal itu bagi Martinet adalah pelengkap logisnya. Pilihan nama

fungsional sebagai pengganti struktural, menunjukkan bahwa aspek fungsional

paling membuka pikiran, dan hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang

lain.

Kemunculan aliran fungsional dalam bidang linguistik merupakan kontribusi

dari berbagai bidang ilmu di antaranya adalah antropologi, sosiologi, dan psikologi

yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh besar Saussure

hingga Chomsky. Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan

sebutan Struktural Fungsional. Fungsionalisme adalah gerakan dalam linguistik

yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan

beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan konseuensi-

konsekuensi yang muncul kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud bahasa

sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari tujuan berbahasa,

sadar atau tidak sadar. Konsep utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa

dan fungsi dalam bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai

berikut.

a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.

b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.

c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara fungsi dan

bentuk.

d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis bahasa.

e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya sosiolinguistik dan

penerapan linguistik pada masalah praktis, misalnya pembinaan bahasa.

Page 391: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

26

3.3 Keunggulan Aliran Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut.

a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional sangat mempengaruhi tata

bahasa dalam perkembangan linguistik sebelumnya, sekaligus membuka

cakrawala baru agar aspek fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa.

Dengan menelurkan istilah fungsional, praktis landasan yang digunakan dalam

melihat bahasa (tataran fonologi, morfem, dan sintaksis) adalah fungsi.

Keunggulan lain aliran ini adalah: kita dapat mengetahui bahwa setiap fonem

(bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat membedakan arti. Setiap monem

(istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan ekspresi. Dengan begitu

dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada tataran yang lebih besar, yaitu

sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi preposisi dan struktur kalimat.

Maksudnya, unsur linguistik dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan

merujuk pada fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi,

aliran ini telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi

dan menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi bahasa.

b. Dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam fungsi bahasa menjadi

pijakan dalam menelaah karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model

komunikasi sastra, yang memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya

sastra. Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana

baik wacana ilmiah maupun nonilmiah, sastra maupun nonsastra.

3.4 Kelemahan Aliran Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki kelemahan-kelenahab sebagai berikut.

a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen makna dalam

pengkajian bahasa. Pada tataran sintaksis, hanya disebutkan adanya fungsi

dalam setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan terminologi apa saja

yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun kalimat yang

benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran fonologi

dan morfologi. Jadi, kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan

Page 392: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

27

fungsi unsur linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam

struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang

tercakup dalam aspek fungsional. Sebagaimana kita ketahui, ada fungsi lain

dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.

b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson,

ketika diterapkan dalam menganalisis karya sastra memiliki kekurangan. Model

komunikasi sastra Jakobson tidak memperhatikan potensi kebahasaan yang lain

seperti mengabaikan relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan

peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam karya sastra

karena di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural yang sangat kental.

Mengacu pada model komunikasi sastra, karya sastra hanya bertumpu pada

pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra sangat bergantung

pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan

intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan karena setiap

karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.

D. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui

tahapan berikut:

(1) Pengantar Instruktur

Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan

dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-

kelompok diskusi peserta bila diperlukan.

(2) Curah Pendapat

a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat

tentang aliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional dalam

kelompok peserta 3 – 4 orang.

b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno dan

menuliskannya pada slide power point.

(3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi

Page 393: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

28

a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi ,dan

indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran Aliran-

aliran Linguistik.

b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang

tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta

untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power

point)

c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK

hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktu

(4) Mengisi Lembar Kerja (LK)

a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang

telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur

dapat menayangkan informasi yang telah disiapkan).

b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada

tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh

instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam

pelatihan).

(5) Menyajikan hasil LK

a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh

instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur

disepakati sebelumnya bersama peserta).

b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi.

(6) Refleksi

Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang

atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi

hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar.

Page 394: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

BAHASA INDONESIA

BAB II

HAKIKAT BAHASA DAN

PEMEROLEHAN BAHASA

Drs. Azhar Umar, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 395: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

BAB II

HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHAN BAHASA

A. Tujuan

Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan memiliki

pemahaman terhadap konsep hakikat bahasa, hakikat pemerolehan bahasa, dan

jenis-jenis pemerolehan bahasa dengan baik

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator Pencapaian Kompetensi

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

2.1 Mengidentifikasi konsep hakikat bahasa.

2.2 Mengidentifikasi konsep pemerolehan

bahasa (fonologi)

2.3 Mengidentifikasi konsep pemerolehan

bahasa (morfologi).

2.4 Mengidentifikasi konsep pemerolehan

bahasa (sintaksis).

2.5 Mengidentifikasi konsep pemerolehan

bahasa (semantic)

2.6 Mengidentifikasi konsep pemerolehan

bahasa (pragmatik).

2.7 Membedakan pemerolehan dan

pembelajaran bahasa

2.8 Menentukan tahapan pemerolehan

bahasa anak

2.9 Mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pemerolehan bahasa

Page 396: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

C. Uraian Materi

1. Hakikat Bahasa

Menurut Keraf (1984: 16), bahasa adalah alat komunikasi antar-anggota

masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Meskipun batasan bahasa yang dikemukakan Keraf ini terlihat sangat sederhana,

apa yang menjadi hakikat bahasa dan lambang bunyi suara itu tidaklah serta merta

dapat dipahami dan disepakati dengan mudah oleh semua pihak. Untuk

mempermudah pemahaman kita mengenai hal tersebut, baiklah kita simak

ilustrasi berikut ini.

Bila seorang asing berbicara dalam bahasa yang tidak kita pahami, yang

terdengar kepada kita hanyalah bunyi yang berselang-seling yang rumit sekali.

Dalam waktu yang relatif lama, barulah bunyi-bunyi tersebut dapat kita beda-

bedakan. Bunyi-bunyi dan urutannya akan semakin jelas kepada kita karena ia

berulang. Apabila kita akhirnya memahami bahasa tersebut, maka tampaklah

kepada kita bahwa ada aturan-aturan yang menguasai pemakaian bunyi dan

urutan-urutannya itu.

Di dalam bahasa Inggeris, misalnya, tidak terdapat bunyi (ny) seperti yang

terdapat di dalam bahasa Indonesia nyinyir atau nyonya. Bunyi (ng) di dalam

bahasa asing itu tidak pernah terdapat di awal kata, seperti yang terdapat di dalam

kata bahasa Indonesia ngeri, misalnya. Sebaliknya, ada juga urutan-urutan bunyi di

dalam bahasa Inggeris, seperti (spl) atau (spr), yang terdapat di dalam kata-kata

splash dan spring, yang tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia.

Di dalam bahasa Inggeris terdapat kata-kata majemuk, seperti flower garden

atau bus station, yang kata keduanya merupakan pokok dan kata pertama

menjelaskan kata kedua. Di dalam bahasa Indonesia terjadi hal yang sebaliknya.

Kata-kata majemuk seperti stasiun bus atau kebun bunga, justru kata-kata

pertamanyalah yang menjadi pokok, sedangkan kata kedua menjadi penjelas kata

pertama.

Dari contoh-contoh di atas, dan banyak lagi contoh lainnya yang dapat

dikemukakan di sini, jelaslah bahwa tiap bahasa memiliki aturan-aturannya sendiri

yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutanny, hal-hal kata dan susunannya,

Page 397: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

dan sebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa bahasa itu sesungguhnya adalah

kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah yang kemudian disebut sistem. Jadi,

bahasa adalah sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah.

Bila pertama kali kita melihat sebuah benda, dan orang yang memahami

beミda itu マeミyebutミya deミgaミ けjaマげ, maka urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ kita

asosiasikan dengan benda tersebut. Kemudian, meskipun benda tersebut tidak

lagi berada di hadapan kita, bila kita mendengar seseorang mengucapkan urutan

bunyi itu, maka kita akan serta-merta mengasosiasikannya dengan benda tersebut.

Demikianlah, terjadinya proses asosiasi antara bunyi-bunyi (baik berupa kata

maupun kalimat) dengan sesuatu (benda maupun konsep) menunjukkan

ketinggiasn akal budi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Urutan bunyi

/j/, /a/, dan /m/ itu, dalam pikiran manusia, ternyata adalah lambang-lambang

yaミg berdiri uミtuk sesuatu yaミg laiミ yaミg dapat diteraミgkaミ sebagai さ“esuatu yaミg

terdiri atas berbagai roda kecil yang digerakkan oleh beberapa per, yang

ditempatkan di dalam sebuh kotak besar atau kecil, dan yang fungsinya untuk

マeミuミjukkaミ waktu.ざ “eperti diketahui, sesuatu yaミg berdiri uミtuk sesuatu yaミg

lain disebut tanda. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa itu sesungguhnya

adalah sistem tanda.

Tidak terdapat hubungan logis atau rasional antara bunyi-bunyi bahasa

dengan sesuatu yang dilambangkannya. Untuk menjelaskan hal ini, ambillah

konsep K sebagai kasus. K adalah binatang berkaki empat, berkuku satu dan

banyak dijinakkan untuk keperluan manusia, baik untuk membantunya sebagai

binatang poenarik maupun untuk hiburan di dalam pacuan. Orang Indonesia

menyebut konsep K ini dengan urutan bunyi [k-u-d-a]; orang Inggeris menyebutnya

[h-o-r-s-e], dan orang Jawa menyebutnya dengan [j-a-r-a-n]. Sekiranya ada

hubungan yang rasional atau logis antara bunyi-bunyi dengan bendanya, tentulah

tidak akan ada perbedaan urutan bunyi di dalam bahasa-bahasa di dunia ini untuk

konsep yang sama, seperti contoh-contoh yang telah diberikan di atas. Jadi

jelaslah, tidak ada hubungan yang rasional dan logis antara bunyi-bunyi sebagai

lambang dengan sesuatu yang dilambangkannya. Dengan kata-kata lain, urutan

bunyi dalam satu bahasa bersifat mana suka atau arbitrer.

Page 398: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

Kecil pula kemungkinan bagi seseorang untuk mengganti urutan bunyi dalam

bahasanya untuk sebuah konsep yang sudah ada. Betapa pun diktatornya

kekuasaan seseorang di suatu tempat, tidak mungkin baginya mengganti urutan

bunyi [k-u-d-a], untuk konsep yang telah dikemukakan di atas, dengan urutan

bunyi lain, misalnya menjadi [k-r-a-u]. Jika pun dimungkinkan, maka penggantian

urutan bunyi bahasa itu haruslah mendapat persetujuan atau kesepakatan

sejumlah besar masyarakat pemakai bahasa. Dari deskripsi di atas dapatlah

disimpulkan bahwa urutan-urutan bunyi itu mestilah mencapai sifat konvensional

untuk dapat dianggap sebagai kata-kata di dalam bahasa itu. Sifat inilah yang

menentukan, baik perubahan arti maupun hidup dan matinya kata-kata dalam satu

bahasa.dapatlah disimpu;lkan bahwa

Dari seluruh paparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa hakikat bahasa itu

dicirikan oleh empat hal, yakni (1) bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh

alat ucap manusia, (2) bahasa adalah sistem tanda, (3) bahasa itu arbitrer/mana

suka, dan (4) bahasa bersifat konvensional (lihat Samsuri, 1981: 9-12)

2. Pemerolehan Bahasa

2.1 Konsep Pemerolehan Bahasa

Simanjuntak (1987: 157) mengatakan, proses pemerolehan bahasa adalah

proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang kanak-kanak (bayi) sewaktu

memperoleh bahasa ibundanya. Ditambahkan Simanjuntak bahwa proses itu

berlangsung tanpa disadari oleh kanak-kanak itu sendiri. Kiparsky mengajukan

batasan yang lebih kompleks lagi. Menurut Kiparsky (dalam Tarigan, 1985: 243).

pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang

digunakan anak-anak untuk menyesuaikan seperangkan hipotesis yang makin

bertambah rumit, atau pun teori-teori yang masih terpendam, dengan ucapan-

ucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasrkan suatu ukuran atau takaran

penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa

tersebut. Kanak-kanak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataan-

kenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang

tuanya, serta pembaharuan-pembaharuan yang telah mereka perbuat, sebagai

tata bahasa tunggal. Kemudian, dia menyusun atau membangun suatu tata bahasa

Page 399: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

yang baru serta yang disederhanakan dengan pembaharuan-pembaharuan yang

dibuatnya sendiri.

Berbicara mengenai pemerolehan bahasa, kita tidak dapat melepaskan diri

dari berbicara mengenai alat pemerolehan bahasa (language acquisition device

atau LAD). LAD merupakan alat hipotetis yang – berdasarkan input data linguistik

primer suatu bahasa – menghasilkan output yang terdiri atas tata bahasa yang

adekuat secara deskriptif bagi bahasa tersebut. Skema ini dapat digambarkan

sebagai berikut:

Peralatan pemerolehan bahasa haruslah merupakan keberdikarian bahasa

(language independent), yaitu mampu memelajari setiap bahasa manusia yang

mana saja dan harus menyediakan serta menetapkan suatu batasan pengertian

atau gagasaミ けbahasa マaミusiaげ ふChoマsky dalaマ Tarigaミ, ヱΓΒ5: 2ヴヴぶ. Ada yaミg

mengatakan bahwa LAD adalah sejenis kotak hitam atau black box di dalam otak

manusia.

Dari wacana di atas dapat ditarik simpulan adanya suatu model pemerolehan

(acquisition model) bahasa. Yang dimaksud dengan model pemerolehan adalah

suatu siasat yang digunakan anak-anak untuk menyusun tata bahasa yang tepat

bagi bahasanya – untuk memelajari bahasanya – berdasarkan suatu sampel data

linguistik utama yang terbatas.

2.2 Pemerolehan Bahasa Anak

Para ahli umumnya setuju bahwa penelitian mengenaai pemerolehan bahasa

kanak-kanak sangat perlu dilakukan dan dikembangkan. Setidaknya, ada tiga

alasan penelitian tersebut penting dilakukan, yakni:

(1) bahwa hal itu sendiri memang menarik,

Data linguistik

primer

Sistem LAD Tata bahasa

Page 400: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

(2) hasil-hasil dari telaah pemerolehan bahasa dapat memancarkan cahaya terang

pada aneka rona masalah pendidikan dan pengobatan, seperti pengobatan

afasia, hambatan ujaran, dan perkembangan kognitif,

(3) bahwa selama telaah pemerolehan bahasa dapat memperkuat atau

memperlemah kategori-kategori kesemestaan yang telah dipatokkan oleh

teori-teori linguistik dengan suatu dasar mentalis secara eksplisit, maka jelas

bahwa fenomemna pemerolehan bahasa itu relevan dengan perkembangan

toeri linguistik.

Memang banyak linguis dan nonlinguis yang telah mengadakan telaah

mengenai pemerolehan bahasa tanpa membuat suatu upaya nyata untuk

membatasi serta menetapkan bagimana hasil-hasil telaah mereka dapat

diterapkan, dan tanpa keinginan untuk membuktikan sesuatu mengenai hakikat

bahasa. Hasil pendekatan yang agak kausal ini merupakan hasil observasi yang

sudah pasti cenderung menjadi bersifat anekdot dan karena itu merupakan sifat

yang tidak sistematis. Tambahan lagi, kurangnya teori pemerolehan bahasa yang

logis yang berarti bahwa mata rantai antara data dengan apa kita sebut sebagai

さfakta-faktaざ peマerolehaミ bahasa itu suミgguh-sungguh sangat lemah dan kurang

mempersatukan. Misalnya adalah: sukar melukiskan -- apalagi menjelaskan fakta-

fakta perkembangan ujaran yang lamban – dengan tepat apa yang wajar.

Sayangnya , kita sulit sekali mengetahui hal-hal yang membangun serta menunjang

perkembangan ujaran yang normal. Hal ini sebagian ada sangkut-pautnya dengan

kesukaran-kesukaran praktis yang banyak sekali terlibat dalam penelaahan ujaran

kanak-kanak, tetapi juga ada kaitannya dengan kenyataan bahwa belum ada teori

linguistic yang tersedia yang menyajikan peralatan-peralatan yang cukup terperinci

untuk memudahkan atau memungkinkan kita melukiskan fakta-fakta atau

mendaftarkannya secara luas mencakup banyak hal.

Walaupun di atas telah dikemukakan pentingnya penelitian terhadap

pemerolehan bahasa anak, namun kita tidak dapat menutup mata akan adanya

kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi dalam penelitian tersebut. Berikut ini

dikemukakan beberapa indikasi atau petunjuk kesulitan-kesulitan praktis dan

teoritis yang terlibat dalam penelitian pemerolehan bahasa. Pertama, sukar

Page 401: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

meneliti data input, yaitu jumlah dan hakikat ujaran (data linguistic primer) yang

harus diungkap oleh anak-anak selama masa dua atau tiga tahun.

Kedua, sulit menelaah data output (ucapan-ucapan yang dihasilkan anak).

Biasanya, kita memerlukan sejumlah informasi yang situasional untuk menentukan

マakミa uIapaミ seoraミg aミak. Misalミya saja, uIpaミ seoraミg aミak さIbu airざ yaミg

マuミgkiミ berarti けibu マeミgaマbil airげ atau けibu マiミuマ airげ, daミ sebagaiミya.

Haruskah kita hanya dengan mengatakan bahwa ucapan itu terdiri atas nomina +

nomina saja?

Ketiga, sulit menelaah hubungan input – output. Hal ini teutama disebabkan

oleh kenyataan bahwa mungkin ada kesenjangan waktu antara apa yang didengar

oleh anak-anak dengan apa yang diucapkannya.

Keempat, sungguh sulit menguji kompetensi anak-anak serta memisahkan

variabel-variabel performansinya. Bagaimana kita mengetahui bahwa anak-anak

sudah membuat suatu kesalahan dari kompetensi yang seharusnya ? Anak-anak

merupakan komponen yang sangat sulit diuji.

Pada bagian terdahulu sudah disinggung mengenai model pemerolehan atau

acquisition model. Sekarang, kita menelaah apa sajakah yang terlibat dalam

konstruksi atau penyusunan model pemerolehan bahasa. Seorang anak yang

mampu belajar bahasa haruslah memiliki:

(1) teknik untuk menggambarkan tanda-tanda inpu,

(2) cara menggambarkan informasi structural mengenai tanda-tanda ini,

(3) metode untuk menentukan apa yang dinyatakan secara tidak langsung atau

diimplikasikan oleh setiap hipotesis serupa itu menghenai setiap kalimat,

(4) metode untuk memilih salah satu dari hipotesis-hipotesis yang sesuai dengan

data linguistic utama tertentu (Tarigan, 1985: 243-247).

2.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak

Teori pemerolehan bahasa pada anak meliputi teori behaviorisme,

nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme.

Page 402: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

2.3.1 Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati

langsung dalam hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response).

Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi (R) yang tepat terhadap

rangsangan/stimulus (S). Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika mendapat

penguatan (reinforcement). Pada saat ini, anak belajar bahasa pertamanya.

Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah

pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata

tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia

tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi

seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan

dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.

Berikut ini adalah beberapa prinsip behaviorisme:

(1) Teori belajar behaviorisme ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang

dapat diamati.

(2) Kaum behavioaris menganggap bahwa (a) proses belajar pada manusia

sama dengan proses belajar pada binatang, (b) manusia tidak mempunyai

potensi bawaan untuk belajar bahasa, (c) pikiran anak merupakan tabula

rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R, (d) semua prilaku

merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam

rangkaian asosiatif.

(3) Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara

stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan.

Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian.

(4) Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R.

(5) Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks di antara perilaku-perilaku

lain.

(6) Anak menguasai bahasa melalui peniruan.

(7) Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas

latihan yang disodorkan.

Page 403: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal

Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut

aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu

organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain,

dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu

akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan

ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement (penguatan) yang cocok,

perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.

Banyak kritikan diarahkan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa

toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan

kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita

kerjakan setiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan

mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.

Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan

menjadi hubungan stimulus-respons. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak

semua perilaku merupakan respons dari satu stimulus. Beberapa hasil penelitian

membuktikan bahwa sejumlah orang yang mendapatkan stimulus yang sama tidak

serta merta melahirkan respons yang sama. Terdapat variabel-variabel lain yang

memengaruhi reaksi atau respons seseorang terhadap satu stimulus.

2.3.2 Teori Nativisme

Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat

dikuasai oleh manusia, Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia.

Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku

berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik). Setiap bahasa memiliki pola

perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal) dan lingkungan

memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat

dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak

dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari

orang dewasa.

Page 404: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga

mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui peniruan. Nativisme

juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat

untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai

bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan

oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di

lingkungan Melayu, sudah dapat dipastikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi

bahasa pertamanya.

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh

masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh

bahasa. Deミgaミ kata laiミ, LAD tidak マeミdapat さマakaミaミざ sebagaiマaミa biasaミya

(Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai

bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD

juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan

bunyi bahasa.

2.3.3 Teori Kognitivisme

Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang

berbuミyi さLogical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic

developマents.” (Pikiran logis membawahi perkembangan linguistik dan

nonlinguistik). Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif menerangkan

pertumbuhan kemampuan berbahasa. Mereka menilai penjelasan Chomsky

tentang hal itu belum memuaskan.

Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah

yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal

dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa

harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di

dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan

perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).Hal ini tentu saja berbeda dengan

pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari

perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks,

Page 405: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus

diperoleh secara alamiah.

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah

perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk

keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai usia anak 18 bulan, bahasa dianggap

belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal

benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat

mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai

menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir

dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang

diucapkan anak.

2.3.4 Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan

hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajar dengan lingkungan bahasa.

Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan interaksi antara masukan (input)

dengan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki

LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat

menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak sangat dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan

berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan

oleh berbagai penemuan, seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia

mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu

kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-

3). Akan tetapi, yang tidak boleh dilupakan adalah lingkungan yang juga

merupakan faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak

penemuan yang telah membuktikan hal ini.

Page 406: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

2.4 Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa

Darjowidjojo (2003: 244) membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam

empat tataran, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping itu,

ada bahasan pula mengenai pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak

memeroleh kelayakan dalam berujar. Berikut ini penjelasan tentang berbagai jenis

pemerolehan bahasa di atas.

2.4.1 Pemerolehan Fonologi

Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20 % dari otak

dewasanya. Ini berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena

perbedaan inilah, maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera

setelah lahir, sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan

badannya. Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi

yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat

dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses

mengeluarkan bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan

menjadi けdekutanげ (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacam-

macam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai

mencampur konsonan dengan vocal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa

Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi けcelotehanげ.

Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial

hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/, dengan demikian strukturnya

adalah KV.

2.4.2 Pemerolehan Morfologi

Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek morfologi yang

kompleks. Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah maknanya karena proses

afiksasi (prefiks, sufiks, simulfiks). Misalnya, kata satu dapat berubah menjadi:

bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan, kesatuan,

kebersatuan, mempersatukan, dan seterusnya. Zuhdi dan Budiasih (1997)

menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan.

Page 407: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk

dan makna morfem. Akhirnya, anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini

dimulai pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa

adolesen.

2.4.3 Pemerolehan Semantik

Menurut beberapa ahli psikologi perkembangan, kanak-kanak memperoleh

makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi

satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang

dewasa (Mc.Neil, 1970, Clark, 1997). Clark secara umum menyimpulkan

perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam empat tahap. Pertama, tahap

penyempitan makna kata. Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu

setengah tahun (1,0 – 1,6). Pada tahap ini, kanak-kanak menganggap satu benda

tertentu yang disebut けgukgukげ hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja, tidak

termasuk yang berada di luar rumah. Kedua, tahap generalisasi berlebihan. Tahap

ini berlangsung antara usia satu setengah tahun hingga dua tahun setengah (1,6 –

2,6). Pada tahap ini, anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata

secara berlebihan. Jadi, yang dimaksud dengan anjing atau けgukgukげ adalah semua

binatang berkaki empat. Ketiga, tahap medan semantik. Tahap ini berlangsung

antara usia dua setengah tahun sampai usia lima tahun (2,6 – 5,0). Pada tahap ini,

kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu

medan semantik. Pada mulanya, proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang

digeneralisasi secara berlebihan semakin sedikit -- setelah kata-kata baru untuk

benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak.

Umpamanya, kalau pada utamanya, kata anjing berlaku untuk semua binatang

berkaki empat, namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau

maka kata anjing berlaku untuk anjing saja. Kelima, tahap generalisasi. Tahap ini

berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada tahap ini, kanak-kanak

telah mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi, bahwa

benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama. Pengenalan seperti ini

semakin sempurna ketika usia kanak-kanak itu semakin bertambah. Jadi, ketika

Page 408: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

berusia antara lima tahun sampai tujuh tahun, misalnya, mereka telah mengenal

apa yang dimaksud dengan hewan.

2.4.4 Pemerolehan Sintaksis

Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu

kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi

dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang

menjadi pertanyaan adalah: kata mana yang dipilih? Seandainya anak itu bernama

Fajri dan yang ingin dia sampaikan adalah Fajri mau makan, apakah dia akan

memilih kata jri (untuk Fajri), mau (untuk mau), ataukah kan (untuk makan)? Dari

tiga kata pada kalimat Fajri mau makan, yang baru adalah kan. Karena itulah anak

memilih kan, dan bukan jri, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa

dalam ujaran yang dinamakan ujaran satu kata atau USK (one word utterance),

anak tidak sembarangan saja memilih kata itu; dia akan memilih kata yang

memberikan informasi baru.

Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri

dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian

saja dari kata itu. Di samping ciri ini, USK juga mempunyai ciri-ciri yang lain. Pada

awalnya, USK hanya terdiri dari KV saja. Bila kata itu KVK, maka K yang kedua

dilesapkan. Kata mobil, misalnya, akan disingkat menjadi /bi/. Pada

perkembangannya kemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada umur 2,0

tahun, misalnya, Echa menamakan ikan sebagai /tan/, persis sama dengan kata

bukan.

Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal

atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Kata putri (untuk

Eyang putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai Eyang /ti/. Ciri lain dari USK

adalah bahwa kata-kata dari kategori sintaktik utama (content words), umumnya

nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi,

seperti dari, atau ke. Di samping itu, kata-katanya selalu dari kategori sini dan kini.

Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di sekitar atau pun ke masa lalu dan

masa depan. Anak pun juga dapat menyatakan negasi nggak, pengulangan lagi,

dan habisnya sesuatu.

Page 409: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

Sekitar umur 2,0 tahun, anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata atau UDK

(Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga

seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah

マeミyala. EIha マisalミya, bukaミ マeミgatakaミ /laマpuミala/ さlaマpu ミyalaざ tapi

/lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK, secara sintaksis, lebih kompleks

tetapi semantiknya makin lebih jelas (Dardjowidjojo, 2003: 265)

2.4.5 Pemerolehan Pragmatik

Jakobson menyatakan bahwa pemerolehan pragmatik anak dipengaruhi oleh

lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa,

melainkan juga memperoleh tindak berbahasa. Dardjowidjojo (2003: 266)

membagi pemerolehan pragmatik dalam dua teori, masing-masing (1)

Pemerolehan niat komunikatif dan (2) Pemerolehan kemampuan percakapan. Pada

minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat

komunikatifnya dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila diberi

sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain.

Pemerolehan kemampuan percakapan di tandai dengan struktur percakapan yang

terdiri atas tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2) giliran, dan (3) penutup. Bila

orang tua menyapanya, atau anak-anak yang menyapa terlebih dahulu, itulah

tanda bahwa percakapan akan dimulai. Pada tahap giliran, akan terjadi pemberian

respons, dan pada bagian penutup, tidak mustahil pula bahwa pertanyaan tadi

tidak terjawab karena anak lalu pergi saja meninggalkan orang tuanya atau beralih

ke kegiatan lain.

D. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahap-

tahap pembelajaran berikut:

(1) Pengantar Instruktur

Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas

atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-kelompok diskusi

peserta bila diperlukan.

Page 410: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

(2) Curah Pendapat

a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat tentang

hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa dalam kelompok peserta

3 – 4 orang.

b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno

dan menuliskannya pada slide power point.

(3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi

a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi ,dan

indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran

hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa.

b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang

tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk

menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point)

c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK

hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur.

(4) Mengisi Lembar Kerja (LK)

a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah

dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur dapat

menayangkan informasi yang telah disiapkan).

b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi kepada

tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur

(catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan).

(5) Menyajikan hasil LK

a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh

instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya

bersama peserta).

b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi.

(6) Refleksi

Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang

atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi

Page 411: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar.

Page 412: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

BAHASA INDONESIA

BAB III

KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM

BAHASA INDONESI

Drs. Azhar Umar, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 413: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

BAB III

KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA INDONESIA

A. Tujuan

Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami

kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator Pencapaian Kompetensi

3. Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia

3.1 Mengidentifikasi kedudukan bahasa

Indonesia dengan tepat.

3.2 Mengidentifikasi fungsi bahasa

Indonesia sebagai alat pemersatu.

3.3 Mengidentifikasi jenis ragam

tingkat keformalan (beku/ frozen

style)

3.4 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat

keformalan (formal)

3.5 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat

keformalan (informal)

3.6 Mengidentifikasi jenis ragam tingkat

keformalan (akrab)

C. Uraian Materi

1. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

1.1 Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang dipakai sekarang berasal dari bahasa Melayu. Bahasa

tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau

bahasa pergaulan, tidak hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir

Page 414: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

seluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti

kuno yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu.

Secara resmi, bahasa Indonesia dikumandangkan pada peristiwa Sumpah

Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut

bermakna politis sebab bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh

kaum nasionalis yang sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk

mencapai negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Peresmian nama itu juga

menunjukan bahwa sebelum peristiwa Sumpah Pemuda itu nama bahasa

Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum tahun 1928 telah

ada gerakaミ kebaミgsaaミ yaミg マeミgguミakaミ ミaマa さIミdoミesiaざ daミ deミgaミ

sendirinya pada mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu, sebagai salah satu bahasa di kepulauan nusantara, sudah

sejak lama digunakan sebagai bahasa perhubungan. Sejak abad ke-7 Masehi,

bahasa Melayu, atau lebih tepatnya disebut bahasa Melayu kuno yang menjadi

cikal bakalnya, telah digunakan sebagai bahasa perhubungan pada zaman kerajaan

Sriwijaya. Selain sebagai bahasa perhubungan, pada zaman itu bahasa Melayu

berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, bahasa perdagangan, dan sebagai bahasa

resmi kerajaan. Bukti-bukti sejarah, seperti prasasti Kedukan Bukit di Palembang

bertahun 684, prasasti Kota Kapur di Bangka Barat bertahun 686 , prasasti Karang

Brahi antara Jambi dan Sungai Musi bertahun 688 yang bertuliskan Prae-Nagari

dan berbahasa Melayu kuno, memperkuat dugaan di atas. Selain itu, prasasti

Gandasuli di Jawa Tengah bertahun 632 dan prasasti Bogor bertahun 942 yang

berbahasa Melayu Kuno menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di

Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa. Beberapa alasan lain yang mendorong

dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan adalah (1) bahasa

Indonesia sudah merupakan lingua franca, yakni bahasa perhubungan antaretnis di

Indonesia, (2) walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa

Jawa, Sunda, atau bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran

yang sangat luas dan yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain, (3) bahasa

Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak

dianggap sebagai bahasa asing lagi, (4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang

sederhana sehingga relatif mudah dipelajari, (5) faktor psikologis, yaitu adanya

Page 415: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

kerelaan dan keinsafan dari penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur

bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, (6)

bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa

kebudayaan dalam arti yang luas.

1.2 Kedudukan Bahasa Indoensia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu

sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nsional, bahasa

Indonesia di antaranya berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia.

Fungsi ini, sebelumnya, sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah

Pemuda 1928 yang berbunyi さKaマi putra dan putri Indonesia マenjunjung bahasa

persatuan, bahasa Indonesia”.

Kata けマeミjuミjuミgげ dalaマ KBBI aミtara laiミ berarti けmemuliakanげ, けmenghargaiげ,

dan けmenaatiげ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah

Pemuda tersebut menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan

bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pernyataan itu tidak saja merupakan

peミgakuaミ さberbahasa satuざ, tetapi マerupakaミ perミyatakaミ tekad kebahasaan

yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa

persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 5). Ini

berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang

kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan

sehari setelah kemerdekaan RI dikumandangkan atau seiring dengan

diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945

menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara,

bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa dalam penyelenggaraan administrasi

negara, seperti bahasa dalam penyeelenggaraan pendidikan dan sebagainya.

1.3 Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai: (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, 2) Lambang identitas nasional, 3)

Page 416: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

Alat penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, 4) Alat

pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan

nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar

kebanggaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa

kebanggaan memakainya senantiasa kita bina. Pada fungsi ini, bahasa Indonesia

kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita.

Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki

identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang

lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat

pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak

bergantung padai unsur-unsur bahasa lain.

Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang

lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar

belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian

dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di tanah air dengan hanya

memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.

Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai

alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang

sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan

yang bulat. Di dalam fungsi ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai

suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan

tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial

budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu,

dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di

atas kepentingan daerah atau golongan.

Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam

kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1)

bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat

perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu

pengetahuan dan teknologi

Page 417: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala

upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun

tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-

dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya,

serta pidato-pidato kenegaraan.

Pada fungsi kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di

lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

Meskipun lembaga-lembaga pendidikan tersebut tersebar di daerah-daerah,

mereka harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang

ada pengecualian untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas rendah sekolah

dasar di daerah-daerah. Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah sebagai

pengantar.

Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan

pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi

timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat

perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat

perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan

bahasanya.

Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi,

bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan

mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-

ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada

waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk

menyatakan nilai-nilai social budaya nasional kita (Halim dalam Arifin dan Tasai,

1995: 11-12).

2. Ragam Bahasa

2.1 Pengertian Ragam Bahasa

Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-

faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain

Page 418: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas

mendorong timbulnya perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan

tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah

tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa, yang masing-masing

menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam bahasa.

Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis

disebut dialek. Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda dengan bahasa

Melayu dialek Batubara, walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula halnya

dengan bahasa Aceh dialek Aceh Besar berbeda dengan bahasa Aceh dialek Pasai

yang digunakan sebagaian besar masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau

berbeda juga dengan bahasa Aceh dialek Pidie di Kabupaten Pidie. Di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), saat ini, sekurang-kurangnya hidup 6 dialek,

masing-masing dialek Aceh Besar, Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh Timur, dan Aceh

Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983:5).

Selain ragam di atas, ada lagi ragam bahasa yang berkaitan dengan

perkembangan waktu yang lazim disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa

Kerajaan Sriwijaya berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir

Munsji, dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.

Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya

disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa,

antara lain, adalah tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa

golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang berada), dan

bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan

perbedaan dalam berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/

dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang

berpendidikan, seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks. Bagi

orang yang tidak dapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut

sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula,

uミgkapaミ さapaミya, doミg?ざ daミ さtriマsざ yaミg disebut bahasa prokeマ seriミg

diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.

Demikianlah ragam-ragam bahasa itu tumbuh dan berkembang di dalam

masyarakat penutur bahasa. Satu hal yang perlu mendapat catatan bahwa semua

Page 419: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

ragam bahasa tersebut tetaplah merupakan bahasa yang sama. Dikatakan

demikian karena masing-masing penutur ragam bahasa sesungguhnya dapat

memahami ragam bahasa lainnya (mutual intelligibility). Bila pada suatu ketika

saling pengertian di antara masing-masing penutur ragam tidak terjadi lagi, maka

ketika itu pula masing-masing bahasa yang mereka pakai gugur statusnya sebagai

ragam bahasa. Dengan pernyataan lain, ragam-ragam bahasa itu sudah berubah

menjadi bahasa baru atau bahasa mandiri.

2.2 Keberagaman Bahasa Indonesia

Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada

timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka

macam itu masih tetap disebut さbahasa Iミdoミesiaざ kareミa マasiミg-masing berbagi

intisari bersama yang umum.

2.2.1 Ragam Bahasa Menurut Daerah

Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa

yang luas wilayah pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat

dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh

penutur logat yang daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya,

individu atau sekelompok orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena

tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat

laun tiap logat dapat mengalami perkembangan sendiri-sendiri yang selanjutnya

semakin sulit dimengerti oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-ragam

bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda.

2.2.2 Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal

Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan

perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata

bunyi bahasa Indonesia golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan

fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya,

Page 420: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya

berpendidikan rendah.

2.2.3 Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa

Indonesia yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa.

Ragam ini, yang dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada

sikap penutur atau penulis terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya.

Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain, oleh usia dan kedudukan orang yang disapa,

tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan

tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan seseorang yang

berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya

berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan seseorang

yang berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara dengan

seseorang yang usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan menggunakan

langgam atau gaya bertutur yang berbeda.

2.2.4 Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya

Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga

macam, masing-masing (1) berdasarkan pokok persoalannya, (2) berdasarkan

media pembicaraan yang digunakan, dan (3) berdasarkan hubungan

antarpembicara. Berdasarkan pokok persoalannya, ragam bahasa dibedakan

menjadi ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa

ilmiah, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa sehari-hari.

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam

lisan (ragam bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah, dan

ragam bahasa panggung), ragam tulis (ragam bahasa teknis, ragam bahasa

undang-undang, ragam bahasa catatan, dan ragam bahasa surat).

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menjadi ragam

bahasa resmi, ragam bahasa santai, ragam bahasa akrab, ragam baku dan ragam

takbaku. Situasi resmi, yang menuntut pemakaian ragam baku, tercermin dalam

Page 421: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

situasi berikut ini: (1) komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-

menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-

instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan

sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah; (3)

pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan

sebagainya; dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati.

Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Kaidah-

kaidah ragam baku paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam

bahasa yang lain. Ragam ini tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan

di sekolah. Ragam inilah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa

yang benar. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa

kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak dapat berubah setiap saat.

Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat

kecendekiaan ini terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang

lebih besar lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,

logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa baku ini amat penting bila

masyarakat penutur memang mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan

menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hingga saat ini, untuk

hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih sangat bergantung

kepada bahasa asing.

Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya adalah (a) fungsi

pemersatu dan (b) fungsi pemberi kekhasan Bahasa baku memperhubungkan

semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku

mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan

proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu. Fungsi

pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan bahasa itu dari

bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan

kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada

penutur bahasa Indonesia.

Untuk mendukung pemantapan fungsi bahasa baku diperlukan sikap tertentu

dari para penutur terhadap bahasa baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa

baku mengandung tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2) sikap

Page 422: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

kebanggaan bahasa, dan (3) sikap kesadaran akan norma atau kaidah bahasa. Setia

terhadap bahasa baku bermakna selalu atau senantiasa kukuh untuk menjaga atau

memelihara bahasa tersebut dari pengaruh-pengaruh bahasa lain secara

berlebihan, terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tercermin di

dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa baku di dalam

situasi-situasi yang mengharuskan penggunaan ragam bahasa tersebut. Kesadaran

akan norma bahasa baku terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan

menggunakan kaidah-kaidah bahasa tersebut dengan setepat-tepanya dalam

rangka pengungkapan nalar yang logis.

Dalam konteks bahasa baku di atas, perlu pula disinggung sekilas mengenai

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengaitan ini penting agar

tidak timbul kerancuan pemahaman mengenai keduanya. Pada peringatan ke-87

hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1995, di Jakarta, Kepala Negara menekankan

pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini, dampak

seruaミ tersebut seマakiミ terasa. “logaミ さGunakan bahasa Indonesia dengan baik

dan benar” pada kain rentang dapat kita temukan di mana-mana. Namun,

gencarnya pemasyarakatan ungkapan tersebut belum tentu diikuti pemahaman

yang benar tentang maknanya. Karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan makna

serta kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut. Kriteria yang

dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa.

Kaidah-kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi, (2)

tata kata dan tata kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar

tidaknya bahasa Indonesia yang kita gunakan bergantung pada benar tidaknya

pemakaian kaidah bahasa. .

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa

dengan konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi. Orang yang mahir memilih

ragam bahasa dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek

atau hasil karena sesuai dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok

merupakan tuntutan komunikasi yang tak bisa diabakan begitu saja. Pemanfaatan

ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis

pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat.

Page 423: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

Dari deskripsi di atas dapatlah dipastikan bahwa istilah bahasa baku tidak

sepenuhnya sepengertian dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa baku hanya

terkait dengan bahasa yang benar.

D. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu melalui tahap-

tahap pembelajaran berikut:

(1) Pengantar Instruktur

Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan dibahas

atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-kelompok diskusi

peserta bila diperlukan.

(2) Curah Pendapat

a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat

tentang kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia dalam

kelompok peserta 3 – 4 orang.

b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno

dan menuliskannya pada slide power point.

(3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi

a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi, dan

indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi pembelajaran

kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia.

b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat tentang

tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang peserta untuk

menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan power point)

c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan IPK

hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh instruktur.

(4) Mengisi Lembar Kerja (LK)

a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK yang telah

dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi LK (instruktur

dapat menayangkan informasi melalui perangkat power point yang

telah disiapkan).

b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi

Page 424: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh instruktur

(catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja diluar jam pelatihan).

(5) Menyajikan hasil LK

a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh

instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati sebelumnya

bersama peserta).

b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi

(6) Refleksi

Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang

atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan; mengapresiasi

hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai; mengevaluasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar.

Page 425: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

BAHASA INDONESIA

BAB IV

KAIDAH BAHASA INDONESIA

Drs. Azhar Umar, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 426: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

BAB IV

KAIDAH BAHASA INDONESIA

A. Tujuan

Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat memahami

dan mengaplikasikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan

bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Mata

Pelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi

1.4 Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar.

1. Mengaplikasikan kaidah ejaan

sebagai rujukan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.

2. Mengaplikasikan kaidah morfologi

sebagai rujukan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar

(menulis)

3. Mengaplikasikan kaidah sintaksis

sebagai rujukan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar

(berbicara).

4. Mengaplikasikan kaidah semantik

sebagai rujukan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar

(berbicara)...

5. Mengaplikasikan kaidah pragmatik

sebagai rujukan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar

(berbicara).

Page 427: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

C. Uraian Materi

1. Kaidah Ejaan

Kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana

menggunakan lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara

lambang-lambang tersebut (pemisahan dan penggabungannya). Secara teknis,

kaidah ejaan dan tanda baca adalah aturan-aturan mengenai penulisan huruf,

penulisan kata, dan penulisan tanda baca.

Seperti diketahui bahwa kaidah ejaan mengatur penggunaan beragam

lambang kebahasaan yang berdimensi luas. Pembahasan menyeluruh mengenai

kaidah ejaan tersebut tidak mungkin dilakukan pada bagian ini. Pembahasan

dibatasi pada kaidah-kaidah ejaan yang sangat produktif penggunaannya di dalam

masyarakat.

1.1 Penulisan Huruf

Pada bagian ini akan dideskripsikan kaidah-kaidah yang berlaku mengenai

pemakaian huruf dalam bahasa Indonesia, yakni pemakaian huruf kapital dan

huruf miring.

1.1.1 Huruf Kapital

Istilah huruf kapital sering juga diganti dengan huruf besar. Huruf ini dipakai

sebagai huruf pertama:

(a) kata pada awal kalimat

(b) petikan langsung (yang utuh)

(c) dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan suci, termasuk

kata ganti untuk Tuhan,

(d) nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang

(Mahaputera Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Amir)

(e) nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang (Wakil Presiden Yusuf

Kalla, Jenderal Tito Karnavian)

(f) nama orang

Page 428: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

(g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa

(h) nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah

(i) nama khas dalam geografi

(j) nama badan resmi, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama

dokumen resmi

(k) nama semua kata dalam judul buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel,

seperti di, ke, dari, untuk, yang, dan yang tidak terletak pada posisi awal

(l) singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan

(m) kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, adik, paman yang

dpakai sebagai kata ganti sapaan

1.1.2 Huruf Miring

Huruf miring adalah huruf yang posisinya dimiringkan dalam cetakan.

Huruf miring dipakai untuk:

(a) menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam

karangan;

Contoh: Dia mendengar berita itu dari Kompas.

(b) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata atau kelompok kata;

Contoh: Seluruh karyawan diwajibkan menghadiri acara tersebut.

(c) menuliskan kata atau ungkapan asing, kata nama ilmiah, kecuali yang

telah disesuaikan ejaannya.

Contoh: Hari-harinya padat dengan facebook.

1.2 Penulisan Kata

Kaidah penulisan kata meliputi kaidah penggabungan kata, penulisan

kata ganti kau, ku, mu, dan nya, kata depan di, ke dan dari, kata turunan,

serta singkatan dan akronim.

1.2.1 Gabungan Kata

Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang dapat menimbulkan

kesalahan pengertian bisa diberi tanda hubung untuk menegaskan

pertaliannya.

Page 429: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

Contoh: alat pandang-dengar

Buku sejarah-lama (sebagai imbangan buku sejarah moderen).

1.2.2 Kata ganti ku, kau, mu, dan nya

Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang

mengikutinya.

(1) a. Ketidakjujuran tidak kusukai.

b. Ketidakjujuran tidak aku sukai.

(2) a. Lawan harus kaukalahkan dengan cara yang sportif.

b. Lawan harus engkau kalahkan dengan cara yang sportif.

(3) a. Aku tahu, buku itu milikmu.

b. Aku tahu, buku itu milik kamu.

1.2.3 Kata Turunan

Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat

awalan dan akhiran, kata-kata itu ditulis serangkai.

Contoh: (1) tidak adil + ke-an ....................... ketidakadilan

Partikel per yaミg berarti けマulaiげ, けtiapげ, daミ けdeマiげ ditulis terpisah

Contoh: (1) a. Mereka masuk satu per satu.

b. Mereka masuk satu persatu (x)

(2) a. Harganya Rp 3.000,00 per helai.

b. Harganya Rp 3.000,00 perhelai (x).

(3) Gaji naik per 1 April.

1.2.4 Singkatan dan Akronim

Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti

dengan tanda titik (.).

Contoh: M. Amin, Drs., Prof., Kol.

Singkatan yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf

kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik (.).

Contoh: MPR

Page 430: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

Singkatan umum terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti tanda titik.

Contoh: dst., dsb., dkk., dto.

Akronim adalah singkatan yang terdiri atas gabungan huruf awal,

gabungan suku kata, atau gabungan huruf dan suku kata yang diperlakukan

sebagai kata, seperti:

Contoh: ABRI, PASI, SIM

Akabri, Bappenas

Akronim yang bukan nama diri/lembaga ditulis sebagai berikut:

pemilu, rapim, tilang

2. Kaidah Morfologi (Pembentukan Kata)

2.1 Kaidah Kata Imbuhan

Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses

pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks adalah satuan bahasa yang

digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil dari

proses pengimbuhan itulah yang kemudian membentuk kata baru yang

disebut kata berimbuhan.

Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-macam.

Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yakni

prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Prefiks atau awalan adalah imbuhan yang

diikatkan di depan bentuk dasar.

Contoh:

me(N)- → マeマbaIa, マeミulis, マeミyapa

ber- → berjalaミ, berbiIara, berマalaマ

di- → dibaIa, ditulis, disapa

ter- → terbawa, terマakaミ, teriミdak

pe(N)- → peミjual, pembeli, penulis

per- → peraミak, peristri

se- → sekelas, setara, seIaミgkir

ke- → kepada, kekasih, kedua

maha- → マahakuasa, マahaaguミg, マahakuasa

Page 431: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

Infiks atau sisipan adalah imbuhan yang diikatkan di tengah bentuk

dasar.

Contoh:

-el-, → geletar, telunjuk

-em- → geマetar

-er- → geマertak, seruliミg, gerigi

Sufiks atau akhiran adalah imbuhan yang diikatkan di belakang bentuk

dasar.

Contoh:

-kaミ → taミaマkaミ, baIakaミ, leマbarkaミ

-aミ → tulisaミ, baIaミ, leマparaミ

-i → akhiri, jajaki, tulisi

-ミya → agakミya, rupaミya

-waミ → rupawaミ, hartawaミ, ilマuwaミ

Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-belakang bentuk

dasar secara bersamaan.

Contoh:

ke-aミ → keaマaミaミ, kesatuaミ, kebetulaミ

pe(N)-aミ → peミaミaマaミ, peマahaマaミ, peミyesuaiaミ

per-aミ → perusahaan, persawahan, pertokoan

ber-aミ → berhaマburaミ, bersaマaaミ, bersalaマaミ

se-ミya → selaマa-lamanya, sejauh-jauhnya

2.2 Kaidah Kata Ulang

Kata ulang (reduplikasi) adalah kata yang mengalami proses

perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan disertai perubahan

bunyi atau pun tidak. Kata ulang memiliki beberapa makna, di antaranya,

adalah makna けHaミyak takteミtuげ, seperti contoh berikut.

batu-batu negara-negara

buku-buku orang-orang

kuda-kuda pohon-pohon

Page 432: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

makanan-makanan peraturan-peraturan

menteri-menteri rumah-rumah

Ada juga kata ulang yang bermakna けHaミyak daミ HerマaIaマ-マaIaマげ,

seperti contoh berikut:

bau-bauan, dedaunan

bibit-bibitan, lauk-pauk

buah-buahan, pepohonan

bumbu-bumbuan, sayur-mayur

bunyi-bunyian, tanam-tanaman

Makna kata ulang lainnya adalah けマeミyerupai daミ HerマaIaマ-

マaIaマげ, seperti contoh berikut ini:

kuda-kuda mobil-mobilan

kuda-kudaan orang-orangan

kucing-kucingan robot-robotan

langit-langit rumah-rumahan

mata-mata siku-siku.

Makna kata ulang berikutnya adalah けagak atau マeleマahkaミ

sesuatuげ yang disebut pada kata dasar

Contoh:

kebarat-baratan , malu-malu

kehijau-hijauan, pening-pening

keinggris-inggrisan, sakit-sakitan

kekanak-kanakan, tidur-tiduran

kekuning-kuningan

Kata ulang bisa pula bermakna ‘Iミteミsitas kualitatifげ, seperti

terlihat pada contoh berikut ini:

keras-keras, segiat-giatnya

kuat-kuat, setinggi-tingginya

Di samping itu, kata ulang dapat bermakna けiミteミsitas kuaミtitatifげ,

seperti contoh berikut:

Page 433: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

bercakap-cakap, manggut-manggut

berlari-lari, mengangguk-angguk

berputar-putar, mondar-mandir

bolak-balik, tersenyum-senyum

menggeleng-gelengkan, tertawa-tawa

Kata-kata ulang di dalam contoh berikut ini memperlihatkan

makna けkolektifげ

dua-dua, kedua-duanya

empat-empat, ketiga-tiganya

Terakhir, kata ulang dapat bermakna けsaliミgげ, seperti yang tampak

pada contoh-contoh di bawah ini.

berpandang-pandangan, pukul-pukulan

bersalam-salaman tendang-menendang

lempar-lemparan, tolong-menolong

2.3 Kaidah Kata Majemuk

Kata majemuk sering didefinisikan sebagai gabungan dua kata atau

lebih yang membentuk makna baru. Dalam definisi seperti ini, konstruksi kata

majemuk tidak dapat dibedekan dari konstruksi idiom. Padahal, konstruksi

yang benar-benar menimbulkan makna baru adalah idiom. Perhatikanlah

dengan cermat beberapa konstruksi di bawah ini.

(1) rumah makan, matahari,

(2) kambing hitam.

Makna semua konstruksi yang terdapat pada (1) masih berhubungan dengan

salah satu makna unsur yang membangunnya. Makna konstruksi rumah

makan, misalnya, masih berhubungan dengan makna rumah. Begitu juga

dengan makna konstruksi matahari masih berhubungan dengan hari. Artinya,

gabungan kata itu tidak menimbulkan makna baru sama sekali. Konstruksi

seperti inilah yang lazim dan dapat disebut sebagai kata majemnuk.

Tidak demikian halnya dengan makna konstruksi kambing hitam.

Makna konstruksi itu tidak berhubungan sama sekali dengan kambing

Page 434: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

maupun hitam. Dengan kata lain, gabungan kata kambing dan hitam

sungguh-sungguh menimbulkan makna baru. Konstruksi seperti ini lazim

disebut sebagai idiom.

Kata majemuk dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis

berdasarkan jenis kata utama yang membentuk konstruksinya. Dengan

begitu, dikenallah kata-kata mejemuk jenis kata kerja, kata sifat, dan kata

benda.. Kata majemuk jenis kata kerja dapat dilihat pada contoh-contoh

berikut:

adu domba, membanting stir

adu argument, memikat hati

berbadan dua, memberi hati

maju mundur, mengambil hati

Kata majemuk jenis kata benda dapat dilihat di dalam contoh-

contoh berikut ini:

air terjun, darah daging

anak emas, harga diri

anak didik, jalan damai

Contoh-contoh di bawah ini termasuk kata majemuk jenis kata sifat.

besar kepala, lanjut usia

darah tinggi, lemah lembut

keras kepala, ringan tangan

lurus hati, tua bangka.

3. Kaidah Sintaksis

3.1 Pengertian Sintaksis

Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis adalah ilmu yang

mengatur hubungan kata dengan kata, atau satuan-satuan yang lebih besar,

atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Verhaar (1981:

70) mengatakan, sintaksis adalah bidang ilmu yang menyelidiki semua

hubungan antarkata (atau antarfrasa) dalam satuan kalimat. Lebih rinci, Keraf

Page 435: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

(1984: 137) menjelaskan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang

mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam satu

bahasa.

Dari berbagai pengertian sintaksis di atas dapat disimpulkan bahwa

sintaksis adalah cabang ilmu tata bahasa yang mengkaji hubungan kata/frasa

dengan kata/frasa di dalam kalimat.

3.2 Hakikat Kalimat

Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang

mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahsaan. Dalam wujud

lisan, kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri

oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan

adanya perpaduan atayu asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat

dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda

tanya, atau tanda seru.

Jika diamati lebih teliti, kalimat terdiri atas bagian inti dan bukan inti.

Bagian kalimat yang tidak dapat dihilangkan adalah bagian inti, sedangkan

yang dapat dihilangkan adalah bagian bukan inti. Perhatikanlah contoh kalimat

berikut ini.

(a) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu.

Kalimat di atas terdiri atas empat bagian, masing-masing kami, kemarin

sore, mendatangi, dan pertemuan itu. Dari keempat bagian kalimat ini,

hanya bagian kemarin sore yang dapat dihilangkan tanpa mengganggu

esensi makna kalimat itu. Bagian kalimat lainnya tidak dapat

dihilangkan. Dengan demikian, kita hanya dapat menerima kalimat (b) di

bawah ini, tetapi harus menolak kalimat (c), (d), dan (e).

(b) Kami mendatangi pertemuan itu.

(c) Kami kemarin sore pertemuan itu. (X)

(d) Kami kemarin sore mendatangi. (X)

(e) Kemarin sore mendatangi pertemuan itu. (X)

Page 436: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

Dari paparan di atas dapatlah diketahui bahwa bagian kemarin

sore bukanlah bagian inti kalimat, sedangkan bagian lainnya dalam

kalimat tersebut merupakan bagian inti.

3.3 Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

Pada kalimat (a) di atas, bagian-bagian inti kalimat merupakan

satu kesatuan. Penghilangan salah satu bagian saja dari ketiga bagian inti

itu akan meruntuhkan identitas sisanya sebagai kalimat, sebagaimana terbukti

pada kalimat-kalimat (b), (c), dan (d) di atas. Kalimat yang terdiri atas satu

kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti, disebut

kalimat tunggal. Kalimat-kalimat (a) dan (b) di atas adalah contoh kalimat

tunggal.

Kalimat dapat pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan bagian inti,

baik dengan maupun tanpa bagian bukan inti. Kalimat seperti ini disebut

kalimat majemuk. Dengan kata lain, jika dilihat dari sudut pembentukannya,

kalimat majemuk dapat dikatakan berasal dari dua atau lebih kalimat

tunggal. Dalam hal ini, kalimat-kalimat tunggal yang bersangkutan dapat

dipandang sebagai unsure yang disebut klausa. Lebih jauh mengenai klausa

dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(f) Nona sedang belajar dan adiknya membersihkan tempat

tidur.

Kalimat (f) dibentuk dari dua kesatuan bagian inti, masing-masing (f1)

Nona sedang belajar dan (f2) Adiknya membersihkan tempat tidur.

Kedua kesatuan bagian itu tersebut digabung dengan menggunakan

konjungsi dan. Dengan demikian, kalimat (f) adalah kalimat majemuk

yang mengandung dua buah klausa, masing-masing (f1) dan (f2).

3.4 Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan

Kalimat tunggal, yang terdiri atas dua konstituen atau bagian, jika

dilihat dari aspek fungsi sintaksisnya, selalu berupa subjek dan predikat.

Dengan demikian, subjek dan predikat merupakan unsur minimal yang harus ada

Page 437: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

pada sebuah kalimat. Subjek adalah bagian kalimat yang tentangnya

さdibiIarakaミざ oleh predikat. “ubjek lazimnya berada di depan predikat.

Di dalam bahasa Indonesia, subjek mudah dikenali karena

tidak mungkin berupa kategori pronomina introgatif (kata ganti tanya).

Kalimat berikut ini terdiri atas dua konstituen: kawannya dan pulang.

(g) Kawannya pulang.

Konstituen pulang merupakan pusat dan verba itu sekaligus menjadi

predikat kalimat. Kata pulang menjadi predikat karena kata tersebut

さマeマbiIarakaミざ tiミdak kawannya. Konstituen pendamping kawannya

merupakan subjek kalimat.

Di samping subjek dan predikat, ada lagi fungsi-fungsi kalimat

lainnya yang disebut objek, pelengkap, dan keterangan. Objek adalah

bagian kalimat yang langsung dikenai tindakan predikat. Objek dapat

dikenali dengan dua cara: (1) melihat jenis predikat kalimat dan (2)

memperhatikan ciri khas objek. Jika predikat kalimat bersifat aktif transitif,

maka dapat dipastikan bahwa kalimat tersebut memiliki objek yang

posisinya langsung berada di depan unsur predikat tersebut. Selain itu,

objek memiliki ciri khas tertentu yang dapat menjadi subjek dalam

kalimat pasif. Lebih jelas, perhatikanlah kalimat berikut.

(h) Morten menundukkan Icuk.

Konstituen Icuk sebagai objek muncul karena dituntut oleh predikat

transitif menundukkan. Bahwa Icuk berfungsi sebagai objek semakin

jelas dengan memperhatikan kalimat pasif (i) di bawah ini.

(i) Icuk ditundukkan Morten.

Kata Icuk, yang sebelumnya berfungsi sebagai objek kalimat aktif (h), kini

berfungsi sebagai subjek pada kalimat pasif (i).

Pelengkap adalah bagian kalimat berupa nomina, verba, atau ajektiva

yang berada di belakang verba semitransitif, dan dapat didahului oleh

preposisi. Orang sering mencampuradukkan konsep objek dengan pelengkap

karena memang keduanya memiliki kemiripan. Baik objek maupun pelengkap

sering berwujud nomina atau kata benda, dan keduanya sering menempati

Page 438: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

posisi yang sama di dalam kalimat, yakni di belakang verba. Perhatikanlah

kedua kalimat berikut ini.

(j) Putri mendagangkan pakaian muslimah di Petisah.

(k) Putri berdagang pakaian muslimah di Petisah.

Pada kedua contoh kalimat di atas tampak bahwa pakaian muslimah adalah

nomina dan berdiri di belakang verba mendagangkan dan berdagang. Namun

demikian, fungsi nomina dimaksud berbeda pada kedua kalimat tersebut.

Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah berfungsi sebagai objek,

sedangkan pada kalimat (k) befungsi sebagai pelengkap. Perbedaan fungsi

nomina ini ditetapkan setelah melihat jenis predikat masing-masing kalimat.

Pada kalimat (j), nomina pakaian muslimah terletak di belakang predikat

transitif, sedangkan pada kalimat (k), nomina itu terletak di belakang predikat

semitransitif.

Kalimat (j), karena berpredikat transitif, dapat dipasifkan menjadi (l)

berikut ini:

(l) Pakaian muslimah didagangkan Putri di Petisah

Pada kalimat pasif (l), nomina pakaian muslimah -- yang sebelumnya

berfungsi sebagai objek kalimat aktif (j) – berfungsi sebagai subjek.

Sementara itu, kalimat (k), karena berpredikat semitransitif, tidak dapat

dipasifkan.

Fungsi kalimat selanjutnya adalah keterangan. Keterangan merupakan

satu-satunya fungsi dalam kalimat yang tidak termasuk unsur inti. Dengan

pernyataan lain, fungsi keterangan dalam kalimat berkategori bukan unsur

inti. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, unsur bukan inti dalam kalimat

dapat dihilangkan, tanpa mengubah esensi makna kalimat. Unsur bukjan inti

adalah unsur yang memberikan keterangan tambahan kepada unsur inti.

Perhatikanlah kalimat (m) dan (n) berikut ini.

(m) Soraya memotong rambutnya.

(n) Soraya memotong rambutnya di kamar.

Kalimat (m) terdiri atas tiga unsur inti, masing-masing Soraya, memotong,

dan rambutnya. Tanpa tambahan unsur lain pun, kalimat (m) sudah

menyampaikan makna atau pesan yang utuh.

Page 439: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

Unsur di kamar pada (n) adalah keterangan yang sifatnya mana suka,

tetapi memberikan makna tambahan pada kalimat (n). Wujud keterangan

dapat berupa nomina tunggal seperti kamar, atau nomina yang berpreposisi,

seperti di kamar.

Makna keterangan di dalam kalimat ditentukan oleh perpaduan

unsur-unsur yang terdapat di dalam kalimat. Dengan demikian ditemukanlah,

マisalミya, けマakミa teマpatげ uミtuk kata di kamar pada kalimat (n). Berikut ini

adalah aneka ragam makna unsur keterangan di dalam kalimat.

A. keterangan tempat : di jembatan

ke Medan

dari Aceh

B. keterangan waktu : kemarin

tadi pagi

bulan yang lalu

tahun 1945

C. keterangan alat : dengan gunting

dengan cangkul

D. keterangan tujuan : agar sehat

supaya sembuh

E. keterangan penyerta : dengan adik saya

bersama ibu

F. keterangan cara : secara hukum

dengan hati-hati

G. keterangan similatif : bagaikan dewi

seperti angin

H. keterangan sebab : karena perempuan itu

sebab kecerobohannya

I. keterangan saling : satu sama lain.

(lihat: Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo (ed), 1988: 254-266)

4. Kaidah Semantik

4.1 Konsep Semantik

Page 440: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

Menurut Keraf (1984: 129), semantik adalah bagian tata bahasa yang

meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan

perkembangan dari suatu kata. Ditambahkan Keraf, di dalam semantik hanya

dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata.

Kridalaksana (2008: 216) mengatakan, semantik adalah sistem dan

penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada

umumnya.

Dua batasan mengenai semantik di atas menyebutkan bahwa fokus

kajian semantik tidak lain adalah makna kata dalam satu bahasa. Simpulan ini

ditegaskan juga oleh Oka dan Suparno (1994: 229) bahwa semantik, yang

diadaptasi dari istilah bahasa Inggeris semantics, merupakan salah satu

disiplin kajian bahasa yang mengkaji makna. Para ahli bahasa memberikan

pengertian semantic sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari

hubungan antara tanda-tanda linguiostik atau tanda-tanda lingual dengan

hal-hal yang ditandainya (makna).

Semantic sebagai teori berlaku untuk semua bahasa, tetapi sebagai

terapan untuk suatu bahasa, semantic hanya berlaku untuk bahasa yang

bersangkutan. Dengan pernyataan terakhir ini berarti bahwa analisis

semantik untuk sebuah bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja. Hal ini

dapat dipahami karena setiap bahasa memiliki caranya sendiri dalam

pembentukan makna sejalan dengan kekhasan masyarakatnya. Pada sistem

makna bahasa Inggeris, misalnya, terdapat satu kata rice yang di dalam

bahasa Iミdoミesia dapat berarti けpadiげ, けberasげ, atau けミasiげ.

Di dalam bahasa Jawa terdapat pemilahan yang lebih rumit lagi. Padi

yang masih bertangkai disebut pari; padi yang sudah lepas dari tangkainya

disebut gabah; isi padi yang utuh disebut beras; isi padi yang pecah-pecah

dan berbentuk kecil disebut menir; dan beras yang sudah dimasak disebut

sega.

Demikianlah, makna itu unik pada tiap masyarakat bahasa. Keunikan

tersebut dimungkinkan terjadi karena makna tidak dapat dilepaskan begitu

saja dari sistem budaya dan lingkungan masyarakat bersangkutan.

Page 441: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

4.2 Jenis-jenis Makna

Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi suatu

pembicaraan. Makna suatu kata dapat kita ketahui dari kamus. Namun

demikian, makna kata bisa mengalami perubahan yang disebabkan oleh

penggunaannya dalam kalimat serta situasi penggunaannya. Perhatikan,

misalnya, kata pintar. Dalaマ kaマus, kata itu berマakミa けpaミdaiげ, けIakapげ,

けIerdikげ, けbaミyak akalげ, atau けマahir マelakukaミ sesuatuげ. Kata itu akaミ

berubah-ubah makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut

contohnya.

(a) El-Islami termasuk anak pintar (pandai). di sekolahnya.

(b) Cobalah bertanya kepada orang pintar (dukun) untuk penyakitmu

itu..

(c) Pintar (bodoh) sekali kamu ini, ya. Makanya, jangan menonton

terlalu malam (bodoh).

Kata pintar dalam kalimat (a) masih sesuai dengan makna dalam kamus. Kata

itu berarti けpaミdaiげ. Akaミ tetapi, kata itu sudah マeミgalaマi perubahaミ マakミa

ketika digunakan dalam kalimat berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut

disebabkan oleh konteks kalimat (b) dan situasi penggunaannya (c). Karena

digunakan pada anak yang nilainya jelek serta penuturnya yang bernada

marah, maka pandai dalam kalimat itu bukaミミya berマakミa けpiミtarげ. Akaミ

tetapi, sebalikミya, kata itu justru berマakミa けbodohげ.

Berdasarkan contoh di atas, untuk mengetahui makna suatu kata

tidak cukup dengan hanya menggunakan kamus. Kita harus pula

memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata itu. Dengan cara

demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata akan lebih tepat atau

mendekati maksud yang diinginkan oleh pembicara atau penulisnya.

Makna kata dapat dikelompokkan atas beberapa jenis. Syarif dkk.

(2016: 71) mengelompokkan makna kata atas 14 jenis, yakni (1) makna

denotasi-konotasi, (2) makna kana umum-kata khusus, (3) sinonim, (4)

antonym, (5) homonim, (6) homograf, (7) homofon, (8) polisemi, (9)

perluasan makna, (10), (11), (12), (13, dan (14).

Page 442: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

4.2.1. Makna Denotasi dan Makna Konotasi

Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing makna denotasi

dan makna konotasi. Makna denotasi adalah makna yang tidak mengalami

perubahan apapun dari makna asalnya; sedangkan makna konotasi adalah

makna yang telah mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya.

Contoh:

ibu guru -- ibu jari

tangan panjang -- panjang tangan

kepala besar -- besar kepala

Kelompok kata pada lajur kiri memiliki makna yang sesuai dengan

kamus. Sebaliknya, makna kelompok kata pada lajur kanan sudah

menyimpang dari makna kamus. Makna kelompok kata pada lajur kiri disebut

makna denotatif, sedangkan makna kelompok kata pada lajur kanan disebut

makna konotatif

4.2.2 Makna Kata Umum-Makna Kata Khusus

Kata umum adalah kata yang ruang lingkupnya meliputi bagian

bagian dari kata lainnya. Sementara itu, kata khusus adalah kata yang

cakupannya lebih sempit dan merupakan bagian atau anggota dari kata

lainnya. Lebih lanjut, perhatikanlah deskripsi di bawah ini.

Kata Umum Kata Khusus

1. buah mangga

pepaya

apel

duku

2. bunga mawar

melati

tulip

anggerek

Page 443: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

4.2.3 Sinonim

Sinonim adalah kata-kata yang sama atau hampir sama

maknanya, tetapi bentuk katanya berbeda.

Contoh:

hewan - binatang

pintar - pandai

berita - kabar

hutan – rimba

4.2.4 Antonim

Antonim adalah kata-kata yang berbeda atau berlawanan

maknanya.

Contoh

siang - malam

tinggi - pendek

awal - akhir

4.2.5 Hominim

Homonim adalah kata-kata yang bentuk dan cara

pelafalannya sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.

Contoh:

genting : 1. gawat, 2. atap

bisa : 1. racun, 2. dapat

4.2.6 Homograf

Homograf adalah kata yang tulisannya sama tetapi

pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh:

a. seri I = berseri-seri, gembira

Page 444: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

seri II = bermain seri, seimbang

b. teras I = pejabat teras, inti

teras II = teras rumah, bagian halaman

4.2.7 Homofon

Homofon adalah kata yang cara pelafalannya sama, tetapi

penulisan dan maknanya berbeda.

Contoh:

a. kol I = sayur kol, tanaman

kol II = naik colt, kendaraan

b. bang I = Bang Ahmad, kakak

bang II = bunga bank, lembaga penyimanan uang

4.2.8 Polisemi

Polisemi adalah kata yang memiliki banyak makna.

Contoh: jatuh, sakit.

1) Ari jatuh dari bangku.

Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.

2) Nenek dibawa ke dokter karena sakit.

Bangsa ini sedang sakit.

4.2.9 Perluasan Makna

Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan

makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.

Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

berlayar Mengarungi lautan

dengan kapal layar

Mengarungi lautan

berbagai jenis kapal

Ibu Emak nyonya

4.2.10 Penyempitan Makna

Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila makna

Page 445: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna asalnya.

Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

ulama Orang-orang yang

berilmu

Pemuka agama Islam

sarjana cendekiawan Gelar universitas

4.2.11 Ameliorasi

Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya

lebih tinggi daripada kata lain yang sudah ada sebelumnya.

Kata Baru Kata Lama

isteri Bini

pembantu Babu

4.2.12 Peyorasi

Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya menjadi

lebih rendah daripada makna sebelumnya.

Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

fundamentalisme Orang yang

berpegang teguh

pada prinsip

Orang yang hidup

eksklusif;

mengutamakan

kekerasan

gerombolan Orang-orang yang

berkumpul

Pengacau

4.2.13 Sinestesia

Sinestesia adalah perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan

antara dua indra yang berlainan.

Page 446: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

suaranya indah indera penglihatan indera pendengaran

sikapnya kasar indera peraba Indera penglihatan

4.2.14 Asosiasi

Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan

sifat.

Contoh Kata Makna Asal Makna Baru

amplop wadah untuk surat Suap

buaya Jenis binatang buas orang jahat

D. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu

melalui tahap-tahap pembelajaran berikut:

(1) Pengantar Instruktur

Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan

dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-

kelompok diskusi peserta bila diperlukan.

(2) Curah Pendapat

a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat

tentang kaidah bahasa Indonesia dalam kelompok peserta 3 – 4

orang.

b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno

dan menuliskannya pada slide power point.

(3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi

Page 447: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi,

dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi

pembelajaran kaidah bahasa Indonesia.

b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat

tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang

peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan

power point)

c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan

IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh

instruktur.

(4) Mengisi Lembar Kerja (LK)

a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK

yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi

LK (instruktur dapat menayangkan informasi melalui perangkat

power point yang telah disiapkan).

b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi

kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh

instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja

diluar jam pelatihan).

(5) Menyajikan hasil LK

a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh

instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati

sebelumnya bersama peserta).

b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi

(6) Refleksi

Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang

atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan;

mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai;

mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar.

Page 448: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

BAHASA INDONESIA

BAB V

TEORI DAN GENRE SASTRA INDONESIA

Drs. Azhar Umar, M.Pd

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2016

Page 449: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

BAB V

TEORI DAN GENRE SASTRA INDONESIA

A. Tujuan

Setelah mempelajari sumber belajar ini, guru diharapkan dapat

memahami teori dan genre sastra Indonesia, baik dalam wujud puisi, prosa,

maupun drama dengan baik.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Mata

Pelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Memahami teori dan

genre sastra Indonesia.

1. Mengidentifikasi teori struktural

berdasarkan cuplikan naskah cerpen

yang disajikan.

2. Mengidentifikasi pantun dengan tepat

berdasarkan ciri-cirinya

3. 3. Mengidentifikasi gurindam dengan

tepat berdasarkan ciri-cirinya

4. Mengidentifikasi syair dengan tepat

berdasarkan ciri-cirinya

5. Mengidentifikasi genre puisi dengan

tepat.

6. Mengidentifikasi genre (prosa) dengan

tepat.

7. Mengidentifikasi genre drama dengan

tepat.

2. Mengapresiasi karya

sastra secara reseptif

dan produktif.

1. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi

lama: pantun)

2. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi

lama: gurindam)

3. Mengapresiasi puisi Indonesia (puisi

baru: soneta)

4. Mengapresiasi prosa Indonesia (Prosa

lirik: Kaba Minangkabau).

5. Mengapresiasi prosa Indonesia

Page 450: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

(prosa lama: hikayat)

6. Mengapresiasi prosa Indonesia

(prosa lama: dongeng)

7. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa

baru: novel)

8. Mengapresiasi prosa Indonesia (prosa

baru: cerpen)

9. Mengapresiasi teks drama Indonesia

C. Uraian Materi

1. Teori dan Genre Puisi Indonesia.

Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang

berarti けマeマbuatげ atau poeisis けpeマbuataミげ, daミ dalaマ bahasa Iミggris

disebut poem dan poetry. Puisi diartikaミ けマeマbuatげ daミ けpeマbuataミげ kareミa

lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri

yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik

fisik maupun batiniah.

Dengan mengutip pendapat Mc. Caulay dan Hudson, Aminuddin

(1987: 134) mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu produk sastra

yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk

membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan

garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Rumusan

pengertian puisi di atas, sementara ini, dapatlah diterima karena kita

seringkali diajuk oleh suatu ilusi tentang keindahan, terbawa dalam suatu

angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan

gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca puisi.

Puisi adalah karya sastra yang imajinatif. Bahasa sastra bersifat

konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang

(majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih

bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki kemungkinan banyak makna. Hal

ini disebabkan adanya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan

Page 451: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga padat.

Keduanya bersenyawa secara padu.

Deskripsi di atas seluruhnya berkenaan dengan bentuk fisik dan

bentuk batin puisi. Bentuk fisik puisi adalah bahasa atau struktur, sedangkan

bentuk batin puisi adalah isi atau tema. Marjorie Boulton (1979: 17 dan 129)

menyebut kedua unsur pembentuk puisi itu dengan bentuk fisik (physical

form) dan bentuk mental (mental form).

Struktur puisi pada dasarnya mempunyai dua unsur yang sama

dengan unsur puisi menurut Marjorie di atas, yaitu unsur fisik dan unsur

batin. Unsur fisik puisi berkaitan dengan bentuk, sedangkan unsur batinnya

berkaitan dengan isi dan makna. Menurut Herman J. Waluyo (2008: 76),

struktur fisik yang disebut juga dengan metode puisi terdiri dari (1) diksi, (2)

pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figurasi atau majas, (5) versifikasi,

dan (6) tata wajah atau tipografi. Struktur fisik atau metode puisi tersebut

juga dipengaruhi oleh penyimpangan penggunaan bahasa atau sintaksis.

Adapun struktur batin adalah struktur yang berhubungan dengan tema,

perasaan, nada dan suasana, amanat atau pesan.

1.1 Ragam Puisi Berdasarkan Bentuk dan Isi

Ditinjau dari bentuk maupun isinya, puisi dapat dikelompokkan ke

dalam berbagai ragam berikut: (1) puisi naratif, (2) puisi lirik, (3) Puisi

deskriptif, (4) puisi fisikal, (5) puisi platonic, (6) puisi metafisikal, (7) puisi

subjektif, (8) puisi objektif, (9) puisi konkret, (10) puisi diafan, (11) puisi

prismptis, (12) puisi parnasian, (13) puisi inspiratif, (14) puisi pamphlet, (15)

puisi demonstrasi, dan (16) puisi alegori.

Puisi naratif adalah puisi yang di dalamnya terkandung suatu cerita,

dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu

yang menjalin cerita tersebut. Termasuk ke dalam jenis puisi ini adalah apa

yang biasa disebut dengan balada yang dibedakan antara folk ballad, dengan

literary ballad. Balada merupakan ragam puisi yang berkisah tentang

kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan,

kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang

Page 452: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale sebagai puisi yang berisi

dongeng-dongeng rakyat.

Puisi lirik adalah puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya

dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin

yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat di

dalam khazanah sastra moderen Indonesia, seperti tampak dalam puisi-puisi

Chairil Anwar, Sapardi Djokodamono, Goenawan Mohammad, dan lain-

lainnya (Aminuddin, 1987: 135).

Puisi deskriptif adalah puisi yang mencoba memberi kesan terhadap

keadaan/peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatian

oleh penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan ke dalam puisi deskriptif,

misalnya, puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik. Satire juga

merupakan puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap

suatu keadaan, namun dengan cara menyindir atau meyatakan keadaan

sebaliknya.

Puisi fisikal bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa

adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang

dilihat, didengar, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi

naratif, ballada, puisi yang bersifat impresionistis, dan juga puisi dramatis

biasanya merupakan puisi fisikal.

Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang

bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi-puisi ide atau cita-cita dapat

dimasukkan ke dalam klasifikasi puisi platonik. Puisi-puisi religius dan didaktik

juga dapat dikategorikan sebagai puisi platonik yang mengungkap nilai

spiritual dan pendidikan secara eksplisit.

Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak

pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan.

Puisi subyektif juga disebut puisi personal, yakni puisi yang

mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair

sendiri.

Puisi obyektif berarti puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri

penyair itu sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif

Page 453: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

dan deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa

yang subyektif.

Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak

tahun 1970. X.J. Kennedy dalam Herman J. Waluyo (2008:159) menyebut

puisi jenis ini sebagai bersifat visual yang dapat dihayati keindahan bentuknya

dari sudut penglihatan (poems for the eye).

Puisi diafan, atau puisi polos, adalah puisi yang kurang sekali

menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figuratif, sehingga

puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan sangat

mudah dihayati maknanya.

Puisi prismptis adalah puisi yang berupaya menyelaraskan

kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian

sedemikian rupa sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna

puisinya, namun tidak juga terlalu gelap.

Puisi parnasian adalah puisi dari sekelompok penyair Perancis pada

pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan sifat atau nilai keilmuan. Puisi

parnasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan, bukan

didasari oleh inspirasi atau adanya mood dalam jiwa penyair.

Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair

benar-benar masuk ke dalam suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin

penyair benar-benar terlibat ke dalam puisi itu.

Puisi demonstrasi mengacu kepada puisi-puisi Taufiq Ismpil dan

mereka yang oleh Jassin disebut Angkatan 66. Puisi ini merupakan hasil

refleksi demonstrasi para mahasiswa dan pelajar – KAMI-KAPPI- sekitar tahun

1966. Menurut Subagio Sastrowardojo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat

kekitaan, artinya melukiskan perasaan kelompok bukan perasaan individu.

Puisi pamfet juga berbasis protes sosial. Disebut puisi pamfet karena

bahasanya adalah bahasa pamfet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak

puas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi protes secara

spontan tanpa protes pemikiran atau perenungan yang mendalam.

Puisi alegori adalah puisi yang sering mengungkapkan cerita yang

isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan

Page 454: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

agama. Jenis alegori yang terkenal ialah parable yang juga disebut dongeng

perumpamaan. Di dalam kitab suci banyak dijumpai dongeng-dongeng

perumpamaan yang maknanya dapat dicari di balik kata-kata yang tersurat.

1.2 Jenis-jenis Puisi

1.2.1 Puisi Lama

Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Karena itu,

puisi lama biasanya bersifat anonim (merupakan puisi rakyat yang tidak

dikenal nama pengarangnya); disampaikan secara lisan dari individu ke

individu lain; merupakan sastra lisan; terikat aturan jumlah baris tiap bait,

jumlah suku kata maupun rima. Termasuk ke dalam puisi lama adalah

pantun, gurindam, dan syair.

1.2.1.1 Pantun

Pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang

dinyanyikan. Dalam kesusastraan, pantun pertama kali muncul dalam Sejarah

Melayu dan hikayat-hikayat populer yang sezaman. Kata pantun sendiri

mempunyai asal-usul yang cukup panjang dengan persamaan dari bahasa

Jawa yaitu kata parik yang berarti pari, artinya paribasa atau peribahasa

dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama dan seloka

yang berasal dari India.

Menurut H. Overbeck, yang terpengaruh oleh pendapat Abdullah

Munsyi, pasangan atau dua baris pertama pada pantun memang tidak

mempunyai arti; tidak memiliki hubungan pikiran sama sekali, atau hanya

untuk menjadi penentu sanjak {rima} pada pasangan atau dua baris kedua

pantun. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan

membudaya dalam masyarakat.

Pantun memiliki ciri-ciri bentuk sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri

atas empat baris, (2) Baris pertama dan kedua berfungsi sebagai sampiran,

(3) Baris ketiga dan keempat merupakan isi, (4) Bersajak a – b – a – b, (5)

Setiap baris terdiri atas 8 – 12 suku kata, dan (5) Berasal dari daerah atau

masyarakat Melayu (Indonesia).

Page 455: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

Contoh Pantun:

(1) Ada pepaya ada mentimun (a)

Ada mangga ada salak (b)

Daripada duduk melamun (a)

Mari kita membaca sajak (b)

1.2.1.2 Gurindam

Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India) . Gurindam

memiliki cirri-ciri sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri dari dua baris, (2)

Sajak akhir berirama a – a, b – b, c – c, dan seterusnya; (3) Berasal dari Tamil

(India); (4) Isinya merupakan nasihat, yakni menjelaskan atau menampilkan

situasi sebab akibat; dan (5) Bersifat mendidik.

Contoh Gurindam

Kurang pikir kurang siasat (a)

Tentu dirimu akan tersesat (a)

Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)

Bagai rumah tiada bertiang ( b )

Jika suami tiada berhati lurus (c)

Istri pun kelak menjadi kurus ( c )

1.2.1.3 Syair

Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab. Ciri – ciri syair adalah

sebagai berikut: (1) Setiap bait terdiri dari empat baris; (2) Setiap baris terdiri

dari 8 – 12 suku kata; (3) Bersajak a – a – a – a; dan (4) Semua baris

merupakan isi, tidak memiliki sampiran.

Contoh Syair :

Pada zaman dahulu kala (a)

Tersebutlah sebuah cerita (a)

Sebuah negeri yang aman sentosa (a)

Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

Negeri bernama Pasir Luhur (a)

Page 456: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

Tanahnya luas lagi subur (a)

Rakyat teratur hidupnya makmur (a)

Rukun raharja tiada terukur (a)

Raja bernama Darmalaksana (a)

Tampan rupawan elok parasnya (a)

Adil dan jujur penuh wibawa (a)

Gagah perkasa tiada tandingnya (a)

1.2.2 Puisi Baru

Puisi baru adalah puisi yang lebih bebas daripada puisi lama, baik

dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Di antara jenis puisi baru

adalah soneta. Soneta adalah puisi yang terdiri atas: (1) empat belas baris; (2)

empat bait yang dibangun oleh dua quatrain dan dua terzina; (3) dua

quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut

oktaf; (4) dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang

disebut sextet; (5) bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam; (6)

sextet yang berisi curahan atau jawaban atau simpulan dari apa yang

dilukiskan dalam octav; (7) voltayang merupakan peralihan dari octav ke

sextet; (8) koda yang merupakan penambahan baris pada soneta; (9)

sembilan hingga empat belas suku kata dalam tiap baris; dan (10) rima akhir

a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, dan d-c-d.

Contoh soneta

Gembala

Perasaan siapa takkan nyala (a)

Melihat anak berelagu dendang(b)

Seorang saja ditengah padang(b)

Tiada berbaju buka kepala (a)

Beginilah nasib anak gembala (a)

Berteduh dibawah kayu nan rindang (b)

Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)

Pulang kerumah di senja kala (a)

Jauh sedikit sesayup sampai (a)

Page 457: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

Terdengar olehku bunyi serunai (a)

Melagukan alam nan molek permai (a)

Wahai gembala di segara hijau (c)

Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)

Maulah aku menurutkan dikau (c)

1.2.3 Puisi Kontemporer

Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini, sesuai dengan

perkembangan zaman, atau selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan

zaman. Puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam

kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan

konvensional puisi pada umumnya. Puisi kontemporer seringkali memakai

kata-kata yang kurang memerhatikan kesantunan bahasa; memakai kata-kata

kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang

intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggap tidak begitu penting

lagi.

Puisi kontemporer pernah sangat popular di Indonesia pada

dasawarsa 1980-an. Penyair-penyair tanah air yang pernah malang melintang

dan menjadi pelopor puisi kontemporer di Indonesia, di antaranya, adalah

Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Sattah, dan Hamid Jabbar. Sutardji terkenal

dengan tiga kumpulan puisinya, yakni O, Amuk, dan O Amuk Kapak. Ibrahim

Sattah popular dengan kumpulan puisinya Hai Ti. Sedangkan Hamid Jabbar

masyhur dengan kumpulan puisinya Wajah Kita.

Puisi kontemporer tidak tampil dalam bentuk yang benar-benar

seragam di antara para penyairnya. Ada beberapa bentuk puisi kontemporer.

Yang paling menonjol di antaranya adalah puisi mantra. Puisi mantra adalah

puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah

orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.

Puisi mantra memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tidak dihadirkan

untuk dipahami pembaca, melainkan disajikan untuk menimbulkan efek atau

akibat tertentu; (2) berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia

misteri; (3) mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan

Page 458: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

kemanjuran itu terletak pada perintah. Contoh puisi (kontemporer) mantra

adalah sebagai berikut:

Shang Hai

ping di atas pong

pong di atas ping

ping ping bilang pong

pong pong bilang ping

mau pong? bilang ping

mau mau bilang pong

mau ping? bilang pong

mau mau bilang ping

ya pong ya ping

ya ping ya pong

tak ya pong tak ya ping

ya tak ping ya tak pong

sembilu jarakMu menancap nyaring

(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)

2. Teori dan Genre Prosa Indonesia

Slamet Mulyana mengemukakan, istilah prosa berasal dari bahasa

latin oratio provorsa yang berarti けucapan langsung bahasa percakapanげ

sehingga prosa berarti bahasa bebas, bercerita, dan ucapan langsung. Kata

prosa diambil dari bahasa Inggris, prose, yang berarti けbahasa tertulis atau

tulisanげ. H.B. Jasin mengemukakan, prosa itu pengucapan dan

pemikiran bahasa dalam karangan ilmu pengetahuan. Prosa ditulis

berdasarkan pikiran dan menjauhi segala yang mungkin menggerakkan

perasaan. Prosa semacam ini sering disebut sebagai prosa ilmiah. Namun

demikian, ada juga prosa yang bersifat sastra. Prosa jenis ini haruslah

memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi,

kesatuan yang serasi antara pikiran dan perasaan.

Prosa sastra disebut juga dengan istilah prosa fiksi. Kata fiksi berasal

dari fiction (bahasa Inggeris) yang berarti けrekaanげ. Dengan demikian,

Page 459: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

dapatlah disimpulkan bahwa prosa fiksi adalah cerita rekaan dimana tokoh,

peristiwa dan latar di dalamnya bersifat imajiner.

Sudjiman, (1984:17) menyebut prosa fiksi ini dengan istilah ceritera

rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang

dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa. Prosa, sebagai

salah satu bentuk cipta sastra, mendukung fungsi sastra pada umumnya.

Fungsi prosa adalah untuk memperoleh keindahan, pengalaman, nilai-nilai

moral yang terkandung dalam cerita, dan nilai-nilai budaya yang luhur. Selain

itu, prosa dapat pula mengembangkan cipta, rasa, serta membantu

pengebangan pembelajaran (secara tidak langsung).

Prosa sebagai salah satu bentuk karya sastra, sering menbimbulkan

masalah dalam mengajarkannya. Hal ini muncul karena cerita yang ditulis

dalam bentuk prosa pada umumnya panjang. Masalah ini tentu saja dapat

memengaruhi proses pembelajaran prosa karena bimbingan apresiasi yang

menyangkut teks enggan diberikan. Seperti halnya puisi, prosa pun sebaiknya

dinikmati oleh siswa secara utuh agar fungsi prosa benar-benar terwujud.

Secara umum, prosa dikelompokkan atas prosa lama dan prosa baru.

Paparan mengenai kedua kelompok prosa tersebut dapat dilihat pada bagian

berikut.

2.1 Prosa Lama

Prosa lama adalah karya sastra yang berbentuk cerita atau narasi;

berbeda dengan pantun, gurindam, dan sebagainya. Disebut prosa lama

karena produk sastra ini selalu bersifat anonim (tanpa nama penulis), sangat

statis, dan selalu dianggap milik bersama. Karena dianggap milik bersama,

hampir semua produk prosa lama disebut cerita rakyat

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat,

terutama pada masa lalu. Cerita rakyat adalah cerita yang pada dasarnya

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni

penciptaan, penyebaran, dan pewarisannya dilakukan secara lisan melalui

tutur kata satu orang ke orang lainnya di kalangan masyarakat

Page 460: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

pendukungnya secara turun–temurun dari satu generasi ke generasi. Cerita

rakyat terdiri dari berbagai versi, biasanya tidak diketahui pengarangnya

(anonim).

William R. Bascom dalam James Danandjaja (2007 : 50) membagi

cerita rakyat ke dalam tiga kelompok, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Di

sisi lain, ada juga ahli sastra yang memasukkan hikayat ke dalam kelompok

cerita rakyat. Di dalam buku sumber belajar ini, hanya akan dibahas lebih

lanjut mengenai dongeng dan hikayat.

2.1.1 Dongeng

Menurut Sudjiman (1986: 15), dongeng adalah cerita tentang makhluk

khayali. Makhluk khayali yang menjadi tokoh-tokoh cerita semacam itu

biasanya ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki kebijaksanaan untuk

mengatur masalah manusia dengan segala macam cara. Bascom dalam James

Danandjaja ( 2007: 50) menyatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa

rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang mempunyai cerita,

dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng merupakan

cerita yang tidak benar-benar terjadi terutama pada zaman dahulu.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa dongeng adalah cerita

mengenai makhluk peri. Kenyataannya, banyak dongeng yang tidak

menceritakan kehidupan para peri. Sejumlah dongeng bercerita tentang isi

dan plot cerita yang wajar.

Beberapa ahli sastra lama membagi dongeng atas empat golongan

besar, yakni: (1) dongeng binatang, (2) dongeng biasa, (3) lelucon dan

anekdot, dan (4) dongeng berumus.

Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang. Binatang-

binatang ini digambarkan sebagai sosok yang pintar berbicara dan berakal

budi seperti manusia. Jenis binatang yang selalu dilibatkan di dalam cerita

dongeng, antara lain, anjing, rubah, kelinci, buaya, harimau, gajah, dan kancil.

Di Indonesia, cerita dongeng yang melibatkan kancil sebagai tokoh cerita

sangat banyak jumlahnya. Di dalam cerita-cerita itu, kancil selalu

digambarkan sebagai sosok binatang yang cerdas dan baik budi. Sementara

Page 461: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

itu, sebagai tokoh lawan dari binatang yang cerdas dan baik budi, dihadirkan

sosok binatang yang pandir yang selalu menjadi bulan-bulanan binatang yang

cerdik dan cerdas tadi. Dalam berbagai cerita dongeng, sosok hewan seperti

ini, misalnya, beruang, buaya, harimau, dan sebagainya.

Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia, dan

biasanya berupa kisah suka-duka seseorang. Di Indonesia, dongeng biasa

yaミg saミgat popular bertipe さCiミderellaざ. Doミgeミg bertipe iミi relati┗e baミyak

juマlahミya, seperti さBawaミg Putih daミ Bawaミg Merahざ ふJakartaぶ, さ“i Melati

daミ KeIubuミgざ ふJawa Tiマurぶ, daミ sebagaiミya.

Lelucon dan anekdot merupakan dongeng-dongeng yang dapat

menggelikan hati sehingga menimbulkan tawa bagi yang mendengar maupun

yang menceritakan. Anekdot menyangkut kisah fiktif lucu seorang atau

beberapa orang tokoh yang benar-benar ada. Sedangkan lelucon menyangkut

kisah fiktif lucu kolektif, seperti suku bangsa dan ras. Misalnya kisah lucu

Albert Enstein di sebut anekdot, sedangkan kisah lucu orang Israel disebut

lelucon.

Dongeng-dongeng berumus merupakan dongeng yang, oleh Antti

Aarne dan Stith Thompson (dalam KSG Unimed, 2013: 316), disebut formula

tales. Struktur dongeng ini terdiri atas pengulangan-pengulangan. Subbentuk

dongeng berumus adalah dongeng yang bertimbun dongeng untuk

mempermainkan orang, dan tidak memiliki akhir.

Dongeng, yang juga disebut dongeng berantai, ini adalah cerita yang

dibentukdengan menambah keterangan lebih rinci pada setiap pengulangan

inti cerita. Simaklah dongeng berumus beikut ini:

Alkisah, di suatu lorong pada suatu hari, seorang nyonya lari

terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor tikus kecil. Tikus kecil

lari terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor kucing. Kucing lari

terbirit-birit ketakutan karena diburu seekor anjing. Anjing lari

terbirit-birit ketakutan karena diburu seorang pemabuk Israel.

Pemabuk Israel lari terbirit-birit ketakutan karena diburu polisi.

Polisi lari terbirit-birit ketakutan karena diburu MOZAD.

Page 462: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

2.1.2 Hikayat

Hikayat adalah jenis prosa lama yang berkisah tentang riwayat hidup

seorang tokoh. Riwayat hidup tokoh yang diceritakan adakalanya realistis,

dengan sumber informasi dan data terpercaya. Tetapi, ada juga hikayat yang

sumber penceritaannya bercampur baur antara fakta dan fiksi atau opini

penulisnya.

Hikayat berisi cerita kebaikan dan kemuliaan sang tokoh pada masa

hidupミya. さHikayat Nabi Idrisざ, マisalミya, berisi Ierita マeミgeミai kejujuraミミya,

kesalehannya, kepatuhannya beribadah kepada Allah, menjauhi semua

larangan Allah, dan sama sekali tidak mau merampas hak orang lain (lihat

Djamaris dkk., 1985: 7). Karena berbicara mengenai kebaikan dan kemuliaan

seorang tokoh, maka hikayat ditulis untuk berfungsi sebagai pemberi

wawasan, nasihat, pedoman hidup, dan inspirasi kepada pembaca. Dengan

membaca hikayat, seseorang diharapkan dapat mengubah dan memperbaiki

kualitas hidupnya pada masa depan.

2.2 Prosa Baru

Prosa baru adalah karya sastra yang berbentuk cerita atau narasi juga,

sama dengan prosa lama. Disebut prosa baru karena produk sastra ini tidak

lagi bersifat anonim (tanpa nama penulis). Penulis prosa baru sudah sangat

sadar akan hak-hak individualnya dan karena itu merasa memiliki wewenang

untuk mencantumkan namanya pada karya prosa yang mereka tulis. Dengan

demikian, karya-karya prosa yang mereka tulis tidak dapat lagi dianggap

sebagai milik bersama masyarakat, melainkan milik individu penulis.

Selain itu, prosa baru sudah memperlihatkan semangat yang dinamis,

baik dalam hal isi atau tema maupun bentuknya. Para penulis prosa baru

sudah memiliki keberanian menuliskan sesuatu yang berbeda dan bahkan

menentang hal-hal yang menjadi kebiasan umum. Isi atau tema prosa baru

sudah bersifat masyarakat sentris. Semua perubahan ini dimungkinkan

karena para penulis prosa baru mulai mendapat pengaruh yang kuat dari

Page 463: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

perkembangan sastra Barat. Kenyataan ini jauh berbeda dari karakteristik

prosa lama yang isi atau temanya selalu disebut bersifat istana sentris, yakni

berorientasi kepada kepentingan penguasa.

Sebagai karya sastra, prosa baru hadir dalam berbagai bentuk, seperti

cerpen, novel, dan drama. Paparan mengenai bentuk-bentuk prosa baru

tersebut dapat dilihat pada bagian berikut.

2.2.1 Cerita Pendek

Cerita pendek, atau sering disingkat dengan cerpen, adalah suatu

bentuk prosa naratif fiktif. Berapa ukuran panjang atau pendek yang

dimaksud memang tidak ada aturan baku yang dianut maupun kesepakatan

di antara pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe, dalam Burhan

Nurgiantoro (1995: 11), menyatakan bahwa cerita pendek adalah sebuah

cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah jam

sampai dua jam.

Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan

dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini dikemukakan beberapa

pendapat. Menurut Staton cerpen biasanya menggunakan 15.000 kata atau

setara dengan lebih kurang 50 halaman. Sedangkan Notosusanto menyatakan

bahwa jumlah kata yang digunakan di dalam cerpen sekitar 5.000 kata atau

kira-kira 17 halaman kuarto dengan spasi rangkap (lihat KSG Unimed, 2013:

292).

Cerita pendek, selain kependekannya ditunjukkan oleh jumlah

penggunaan kata yang relative terbatas, peristiwa dan isi cerita yang disajikan

juga sangat pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat, tetapi

mengandung kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena

mengutamakan kepadatan ide. Karena itu, peristiwa dan isi cerita dalam

cerpen relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan roman atau novel.

Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya

dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Karena

singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik

sastra, seperti tokoh, plot, tema, bahasa, dan insight, secara lebih luas

Page 464: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

16

dibandingkan dengan fiksi lain yang lebih panjang. Disyaratkan oleh H.B.

Jassin bahwa cerita pendek haruslah memiliki bagian perkenalan, pertikaian,

dan penyelesaian (Korrie Layun Rampan, 1995: 10).

Ciri-ciri cerita pendek, menurut Stanton (2007: 76), adalah: (1)

haruslah berbentuk padat, (2) realistik, (3) alur yang mengalir dalam cerita

bersifat fragmentaris dan cenderung inklusif. Sedangkan menurut Guntur

Tarigan, cirri-ciri cerpen adalah: (1) singkat, padu, dan intensif (brevity, unity,

dan intensity), (2) memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak

(scene, character, dan action), (3) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik

perhatian (incisive, suggestive, dan alert), (4) mengandung impresi pengarang

tentang konsepsi kehidupan, (5) menimbulkan efek tunggal dalam pikiran

pembaca, (6) mengandung detil dan insiden yang benar-benar terpilih, (7)

memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita, dan (8) menyajikan kebulatan

efek dan kesatuan emosi.

Berdasarkan berbagai batasan dan ciri cerita pendek di atas, dapat

disimpulkan bahwa cerita pendek adalah bentuk prosa fiktif naratif yang

habis dibaca sekali duduk, serta mengandung konflik dramatik. Cerita pendek

adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat yang unsur ceritanya berpusat

pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku

terbatas, dan keseluruhan cerita memberi kesan tunggal.

2.2.1.1 Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra.

Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya

sastra; unsur-unsur yang yang secara faktual akan dijumpai jika orang

membaca karya sastra.

Unsur intrinsik cerpen dapat dikelompokkan ke dalam enam bagian, masing-

masing: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan atau perwatakan, (4) latar, (5) sudut

pandang atau point of view, dan (6) amanat. Pembahasan terhadap unsur-

unsur intrinsik pembangun cerita pendek yang telah disampaikan di atas

diuraikan sebagai berikut.

Page 465: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

17

Tema. Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita atau

gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi dasar

pengembangan seluruh cerita sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita.

Tema suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh

pembaca. Pengarang karya sastra tidak akan secara gamblang mengatakan

apa yang menjadi inti permasalahan hasil karyanya, walaupun kadang-

kadang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian karya

sastra. Melalui kalimat kunci itu pengarang seolah-olah merumuskan apa

yang sebenarnya menjadi pokok permasalahan.

Ada beberapa cara untuk menafsirkan tema menurut Stanton (2007:

44), yakni: (1) harus memperhatikan detil yang menonjol dalam cerita rekaan,

(2) tidak terpengaruh oleh detil cerita yang kontradiktif, (3) tidak sepenuhnya

bergantung pada bukti-bukti implisit, kadang-kadang harus yang eksplisit

juga, (4) tema itu dianjurkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan. Perlu

ditambahkan di sini bahwa faktor pengarang dengan pandangan-

pandangannya turut menentukan tema karyanya. Penokohan. Penokohan

merupakan salah satu unsur dalam cerita yang menggambarkan keadaan

lahir maupun batin seseorang atau pelaku. Setiap manusia mempunyai

karakter yang berbeda-beda. Karena cerpen pada dasarnya menceritakan

manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya, maka setiap tokoh

dalam cerita akan memiliki watak yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya. Melalui karakter tokoh cerita, pembaca mengikuti jalan cerita

sehingga maksud cerita akan menjadi lebih jelas.

Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Watak,

perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh.

Penokohan dan karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan

perwatakan. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu

dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiantoro, 1995: 165).

Jadi yang dimaksud dengan penokohan atau karakteristik adalah ciri-

ciri jiwa seseorang tokoh dalam suatu cerita. Seluruh pengalaman yang

dituturkan dalam cerita kita ikuti berdasarkan tingkah laku dan pengalaman

Page 466: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

18

yang dipelajari melalui pelakunya. Melalui perilaku ilmiah pembaca mengikuti

jalannya seluruh cerita dan berdasarkan karakter, situasi cerita dapat

dikembangkan.

Plot atau Alur. Plot atau alur adalah urutan peristiwa yang merupakan

dasar terciptanya sebuah cerita. Alur bisa tampak apabila pengarang mampu

membangun saling hubung antara tema, pesan, dan amanat dalam cerita.

Cerita bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Masing-masing

peristiwa itu disusun secara runtut, utuh dan saling berhubungan sehingga

membangun plot. Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan banyak

orang menganggap sebagai unsur yang terpenting. Plot dapat mempermudah

pemahaman seseorang tentang suatu cerita. Tanpa plot, pembaca akan

kesulitan memahami suatu cerita.

Plot karya fiksi yang kompleks sulit dipahami hubungan kaosalitas

antarperistiwanya. Akibatnya, cerita sulit dipahami. Dalam suatu cerita biasanya

dituliskan berbagai peristiwa dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itulah

yang disebut alur atau plot.

Plot biasanya dikelompokkan atas tiga tahap, yakni awal-tengah-akhir.

Tahap awal sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap ini berisi

informasi-informasi penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang

akan dikisahkan berikutnya. Tahap tengah, atau tahap pertikaian,

menampilkan konflik atau pertentangan yang sudah mulai dimunculkan pada

tahap sebelumnya. Tahap akhir, atau tahap peleraian, menampilkan adegan

tertentu akibat klimaks. Pada bagian ini, dimunculkan akhir dari cerita.

Latar (setting). Latar, atau biasa disebut dengan setting, merujuk

kepada pengertian tempat¸ hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar memberikan kesan realistis kepada

pembaca. Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan

sosial. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu

berhubungan dengan masalah kapan peristiwa terjadi, dan latar sosial

mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

masyarakat dalam cerita.

Page 467: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

19

Sudut Pandang (point of view). Sudut pandang, atau point of view,

adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dalam

Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Dengan demikian, sudut pandang pada

hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih

pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang

dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik pengarang. Namun, semuanya

itu, dalam karya fiksi, disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kaca mata

tokoh cerita (Burhan Nurgiantoro, 1995: 248). Sudut pandang atau point

of view penceritaan dapat dibedakan atas tiga macam, masing-masing: (1)

sudut pandang orang pertama; pengarang sebagai aku (gaya akuan) Dalam

hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omnicient (serba tahu) dan dapat

juga sebagai limited (terbatas), (2) pengarang sebagai orang ketiga (gaya

diaan). Dalam hal ini, pengarang dapat bertindak sebagai omniscient (serba

tahu) dan dapat juga bertindak limited (terbatas), (3) point of view gabungan,

artinya pengarang menggunakan gabungan dari gaya bercerita pertama dan

kedua.

Gaya. Gaya dapat diartikan sebagai gaya pengarang dalam bercerita

atau gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam karyanya. Keduanya

saling berhubungan, yaitu gaya seorang pengarang dalam bercerita akan

terlihat juga dalam bahasa yang digunakannya.

Gaya bahasa adalah ekspresi personal, keseluruhan respons,

pengarang terhadap persitiwa-peristiwa melalui media bahasa, seperti: jenis

bahasa yang digunakan, kata-kata, sifat atau ciri khas imajinasi, struktur, dan

irama kalimat-kalimatnya. Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni (2008:

41), gaya pengarang satu dengan yang lainnya berbeda. Karena itu, bahasa

karya sastra bersifat ideocyncratic, artinya sangat individual. Perbedaan gaya

itu disebabkan oleh perbedaan pemikiran dan kepribadian.

Amanat. Amanat adalah suatu ajaran moral yang ingin disampaikan

pengarang. Panuti Sujiman (1988: 51) menyatakan bahwa amanat adalah

gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan

Page 468: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

20

pengarang kepada pembaca. Menurut Suharianto (1982: 71), amanat dapat

disampaikan secara tersurat dan tersirat. Tersurat artinya pengarang

menyampaikan langsung kepada pembaca melalui kalimat, baik berupa

keterangan pengarang atau pun berbentuk dialog pelaku. Seorang

pengarang, dalam karyanya, tidak hanya sekedar ingin memgungkapkan

gagasannya, tetapi juga mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu

yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu itulah yang disebut

amanat.

Amanat dalam sebuah karya sastra biasanya mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-

nilai kebenaran dan berbagai hal yang ingin disampaikan pengarang kepada

pembaca. Amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang

berhubungan dengan hal tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan

ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

2.2.2 Novel

Novel merupakan salah satu jenis fiksi. Novel dan cerita pendek

merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan

dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan

fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel (Burhan

Nurgiantoro, 1995: 9).

Herman J. Waluyo (2002: 37) mengemukakan bahwa novel

mempunyai ciri: (1) ada perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa

episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak

sampai meninggal. Di dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi,

emosi dan setting seperti dalam cerita pendek.

Secara etimilogis, kata novel berasal dari kata novellus yang berarti

けbaruげ. Jadi, novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru.

Novel adalah satu genre sastra yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun

yang secara fungsional memiliki keterjalinan. Untuk membangun totalitas

makna dengan media bahasa sebagai penyampai gagasan pengarang tentang

hidup dan seluk-beluk kehidupan manusia.

Page 469: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

21

Telaah struktur novel dalam konteks ini akan dilakukan dengan

pendekatan intertekstualitas. Dalam pendekatan intertekstualitas, penulis

menekankan bahwa struktur novel terdiri dari unsur instrinsik dan unsur

ekstrinsik.

2.2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur-unsur instrinsik novel terdiri atasi (1) tema, (2) plot atau alur,

(3) penokohan, (4) perwatakan atau karakterisasi, (5) setting atau latar, dan

(6) sudut pandang atau point of view. Unsur-unsur ekstrinsik novel terdiri atas:

(1) biografi pengarang, (2) karya-karya pengarang, (3) proses kreatif

pengarang, dan (4) unsur sosial budaya.

Tema adalah gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar

umum inilah yang tentunya telah ditemukan sebelumnya oleh pengarang dan

dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita

teミtuミya akaミ さsetiaざ マeミgikuti gagasaミ dasar uマuマ yaミg telah ditetapkaミ

sebelumnya sehingga berbagai peristiwa konflik dan pemilihan berbagai

unsur instrinsik yang lain, seperti penokohan, pelataran, dan

penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum

tersebut.

Alur Cerita atau Plot, menurut Lukman Ali (1978: 120), adalah

sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak

hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah

mengapa hal itu terjadi. Alur cerita terdiri dari tiga bagian, yaitu: (1) alur

awal, terdiri atas paparan (eksposisi), rangsangan (inciting moment), dan

penggawatan (rising action); (2) alur tengah, terdiri atas pertikaiaan (conflict),

perumitan (complication), dan klimaks atau puncak penggawatan (climax); (3)

alur akhir, terdiri dari peleraian (falling action) dan penyelesaian

(denouement). konflik cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang

terjadi sebelumnya. Falling action adalah peredaan konflik cerita. Konflik

yang telah mencapai puncak, akhirnya menurun karena sudah ada tanda-

tanda adanya penyelesaian pertikaian. Denouement adalah penyelesaian

Page 470: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

22

yang dipaparkan oleh pengarang dalam mengakhiri penyelesaian konflik yang

terjadi.

Penokohan dan Perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat.

Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih

tokohnya serta memberi nama tokoh dalam cerita. Perwatakan berhubungan

dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Keduanya

berkaitan dengan tokoh-tokoh dalam cerita novel. Membicarakan

perwatakan, Mochtar Lubis (1981: 18) memasukkannya dalam teknik cerita

dengan menyebut sebagai gambaran rupa atau pribadi atau watak pelakon

(character delineation).

Setting atau Latar berfungsi memperkuat pematutan dan faktor

penentu bagi kekuatan plot, begitu kata Marjeric Henshaw (dalam Herman J.

Waluyo, 2002: 198). Abrams membatasi setting sebagai tempat terjadinya

peristiwa dalam cerita (1977: 157). Dalam setting, menurut Harvy (1966:

304), faktor waktu lebih fungsional daripada faktor alam. Wellek mengatakan

bahwa setting berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemauan

yang berhubungan dengan alam dan manusia (Wellek, 1962: 220). Herman J.

Waluyo mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita (2009: 34).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa

setting cerita berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Waktu dapat

berarti siang dan malam, tanggal, bulan, dan tahun; dapat pula berarti di

dalam atau di luar rumah, di desa atau di kota, dapat juga di kota mana, di

negeri mana dan sebagainya. Unsur setting lain yang tidak dapat dipisahkan

adalah hasil budaya masa lalu, alat transportasi, alat komunikasi, warna lokal

dan daerah, dan lain-lain.

Setting berfungsi: (1) mempertegas watak pelaku; (2) memberikan

tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan; (4)

metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai atmosfir (kesan); (6)

memperkuat posisi plot Point of View atau Sudut Pandang mengacu

kepara cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan

yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,

Page 471: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

23

tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah

karya fiksi kepada pembaca.

Nurgiyantoro (2009: 256-266) menyebutkan, ada tiga jenis sudut

paミdaミg, yaitu: ふヱぶ sudut paミdaミg persoミa ketiga: さdiaざ yaミg terdiri dari: ふaぶ

さdiaざ Mahatahu; ふbぶ さdiaざ terbatas, さdiaざ sebagai peミgaマat; ふ2ぶ sudut

paミdaミg persoミa pertaマa さakuざ yaミg terdiri dari ふaぶ さakuざ tokoh utaマa, daミ

ふbぶ さakuざ tokoh taマbahaミ; ふンぶ sudut paミdaミg Iaマpuran. Sudut pandang

campuran ini dapat terjadi antara sudut pandang persona ketiga dengan

tekミik さdiaざ マahatahu daミ さdiaざ sebagai peミgaマat, persoミa pertaマa deミgaミ

tekミik さakuざ sebagai tokoh utaマa, daミ さakuざ taマbahaミ, bahkaミ dapat

berupa Iaマpuraミ aミtara persoミa pertaマa daミ persoミa ketiga, aミtara さaku

daミ さdiaざ sekaligus.

2.2.2.2 Unsur Ekstrinsik Novel dan Cerpen

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks novel, tetapi

memberi pengaruh yang tidak kalah kuatnya terhadap isi novel dan cerpen

daripada unsur intrinsik. Beberapa ahli sastra mengatakan bahwa unsur

ekstrinsik bahkan lebih menentukan dimensi isi karya novel dan cerpen.

Unsur ekstrinsik mencakup: (1) latar belakang masyarakat, (2) latar

belakang seorang pengarang, dan (3) nilai-nilai yang terkandung di dalam

novel. Latar belakang masyarakat sangat berpengaruh pada penulisan novel

dan cerpen. Latar belakang masyarakat tersebut bisa berupa, antara lain,

kondisi politik, idiologi negara, kondisi sosial, dan juga kondisi perekonomian

masyarakat.

Latar belakang seorang pengarang terdiri atas biografi pengarang, kondisi

psikologis pengarang , aliran sastra yang dimiliki penulis, dan minatnya terhadap

sesuatu sangatlah mempengaruhi terbentuknya sebuah cerpen atau novel. Riwayat

hidup sang penulis mempengaruhi jalan pikir penulis atau sudut pandang mereka

tentang suatu. Faktor riwayat hidup ini mempengaruhi gaya bahasa dan genre

khusus seorang penulis novel/cerpen. Kondisi psikologis merupakan mood atau

motivasi seorang penulis ketika menulis cerita. Mood atau psikologis seorang penulis

ikut mempengaruhi apa yang ada di dalam cerita mereka, misalnya jika mereka

Page 472: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

24

sedang sedih atau gembira mereka akan membuat suatu cerita sedih atau gembira

pula. Aliran sastra merupakan さagamaざ bagi seorang penulis dan setiap penulis

memiliki aliran sastra yng berbeda-beda. Hal ini sangat memengaruhi gaya

penulisan dan genre cerita yang biasa diusung oleh sang penulis di dalam karya-

karyanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerpen/novel, seperti nilai agama,

nilai social, nilai moral, dan nilai budaya, turut menentukan arah karya penulis.

2.2.3 Prosa Lirik

Prosa Lirik adalah salah satu bentuk karya sastra dalam ragam prosa

yang ditulis dan diungkapkan dengan menggunakan unsur-unsur puisi.

Meskipun bahasanya berirama, dan pencitraannya seperti puisi, tetapi ikatan

antarkata dalam sebuah kalimat, atau hubungan antarkalimat dalam sebuah

paragraf (secara sintaksis) lebih mendekati bentuk prosa.

Suroso (dalam Mudini dkk, 2016;77) menuliskan bahwa prosa lirik adalah

karangan berbentuk prosa yang berisi curahan perasaan seperti puisi. Ciri-ciri prosa

lirik: (1) Ikatan kalimatnya berbentuk prosa, (2) terdapat irama yang selaras dengan

perasaan yang terkandung di dalamnya. (3) bersifat liris; curahan perasaan. (4) tidak

terdapat sajak di dalamnya. Kalaupun ada sajak, hanya kebetulan saja, (5) tidak

untuk membawakan berita, tetapi berisikan lukisan perasaan tertentu yang

dikandung pengarang. (6) karangan disusun paragraf demi paragraf seperti prosa

biasa, dan (7) prosa lirik terdapat dalam kesusastraan baru.

Contoh Prosa Lirik:

Berselisih

(Karya Amir Hamzah)

Berselisih kami, ia dua berjalan, aku seperti selamanya

seorang diri. Adiknya yang dipimpinnya itu menoleh-noleh ke

belakang, matanya berkilat-kilat melihat segala berwarna warni,

putar-rimutar, kelap- kumilap di tepi jalan itu.

Ya, panjang-jinjing, lembut-lemah, kudungnya, tertudung-

singkap, diusap- usap angin, ditolak-tolakkan anak rambutnya.

Berhenti ia, payung bertulis, dihujam agak tipis, dipanas agak kecil,

dilihat, dipulung- pulungnya, ditawarnya, kemahalan ...

Page 473: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

25

Terhenti aku, kakiku enggan terus, di hadapanku berdiri

perempuan tua, sanggulnya merangkum kuntum, layu belum,

kembang tak jadi. Bertanya beliau. Menoleh ia ke belakang, kulihat

matanya seketika, rasaku bercermin pada air yang jernih, dangkal

entahkan dalam, kelopak matanya yang segan terbuka, enggan

bertemu itu, melayap-hinggap semangatku serasa bermimpi,

mendaduhkan hatiku yang rusuh-resah ini...

Di manakah aku telah melihatnya? Kutandai muka dan rupa,

bangun dan anggunnya, kukenal seluk-bentuk tubir bibirnya ...

Aduh hatiku, terasa ada, terkatakan tidak.

3 . Teori dan Genre Drama Indonesia

3.1 Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti

けberbuatげ, けberlakuげ, atau けbertiミdakげ. Jadi, secara literal, drama berarti

けperbuatanげ atau けtiミdakaミげ. Naマuミ deマikiaミ, sebagai istilah di dalaマ duミia

sastra, drama pada awalnya diartikan sebagai kualitas komunikasi, situasi,

action (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian,

kehebatan (acting), dan ketegangan pada para pendengar/penonton. Dalam

perkembangan selanjutnya, kata drama mengacu kepada bentuk karya

sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui

gerak percakapan di atas panggung, atau suatu karangan yang disusun dalam

bentuk percakapan dan yang dapat dipentaskan. Oleh karena itu, dalam

naskah drama selain percakapan pelaku, berisi pula petunjuk gerak atau

penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku, peralatan yang

dibutuhkan, penataan pentas atau panggung, musik pengiring, dan

sebagainya.

Ciri khas drama adalah naskahnya berbentuk percakapan atau dialog.

Dialog bahkan disebut-sebut sebagai hal yang paling membedakan drama

dari karya fiksi lainnya, seperti cerpen dan novel (KSG Unimed, 2013: 265).

Dialog menjadi bagian awal yang langsung terlihat berbeda dari teks fiksi

Page 474: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

26

lainnya. Artinya, teks drama lebih dominan bagian dialognya dibandingkan

dengan teks fiksi lainnya.

Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan

pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari dan pantas untuk

diucapkan di atas panggung. Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama

adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Pilihan

kata (diksi) pun dipilih sesuai dengan dramatic action dari plat out. Diksi

berhubungan dengan irama lakon, artinya panjang pendeknya kata-kata

dalam dialog berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon.

Dialog dalam sebuah drama pun harus estetis atau memiliki

keindahan bahasa. Namun, nilai estetis tersebut tidak boleh mengganggu

makna yang terkandung dalam naskah. Selain itu, dialog harus hidup. Artinya,

dialog harus dapat mewakili tokoh yang dibawakan. Untuk itu, observasi di

lapangan perlu dilakukan oleh penulis untuk membantu menulis dialog

drama agar realistis.

Pementasan drama haruslah mengandung unsur keindahan atau

estetika. Kualitas kedua unsur drama di atas terutama bergantung pada: (1)

naskah lakon; (2) aktor dan aktris pendukungnya; (3) pola pengagendaan

atau mis en scene; (4) tata artistik; (5) tata rias ; (6) tata busana; (7) tata

cahaya; (8) tata suara; (9) tata musik; dan (10) tata gerak.

Drama dibangun oleh unsur-unsur tema, plot, tokoh, karakter, latar,

dan amanat serta unsur bahasa yang berbentuk dialog. Unsur-unsur ini akan

dibahas lebih lanjut pada bagian berikut ini.

3.1.1 Tema

Tema merupakan dasar atau inti cerita. Suatu cerita harus mempunyai

tema atau dasar, dan dasar inilah yang paling penting dari seluruh cerita.

Cerita yang tidak memiliki dasar tidak ada artinya sama sekali atau tidak

berguna (Lubis, 1981: 15). Tema sebagai central idea and sentral purpose

merupakan ide dan tujuan sentral (Stanton, 1965: 16). Tema dapat timbul

dari keseluruhan cerita, sehingga pemahaman antara seorang penikmat

dengan penikmat lain tidak sama (Jones, 12968: 31). Ada pula yang

Page 475: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

27

berpendapat bahwa tema merupakan arti dan tujuan cerita (Kenny, 1966:

88).

Menurut Nurgiyantoro (1995: 70), tema dapat dipandang sebagai

gagasan dasar umum sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang

tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang dan dipergunakan

untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain cerita harus mengikuti

gagasan utama dari suatu karya sastra.

Pendapat di atas dapat menggambarkan simpulan bahwa: (1) tema

merupakan dasar suatu cerita rekaan; (2) tema harus ada sebelum pengarang

mulai dengan ceritanya; (3) tema dalam cerita atau novel tidak ditampilkan

secara eksplisit, tetapi tersirat di dalam seluruh cerita; dan (4) dalam satu

cerita atau novel terdapat tema dominan atau tema sentral dan tema-tema

kecil lainnya. 3.1.2 Plot atau Plot

Plot atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk dalam tahapan-

tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang utuh. Plot disusun

tidak lepas dari tema. Jalan cerita yang disusun atau dijalin tidak boleh

meloncat ke lain tema. Tiap-tiap kejadian akan berhubungan sehingga

seluruh cerita merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Lubis (1981: 18) menyampaikan cara memulai dan menyusun cerita

yang disampaikan oleh Tasrif yang dibagi menjadi lima tahapan, yakni

penggambaran situasi awal (exposition), peristiwa mulai bergerak menuju

krisis diwarnai dengan konflik-konflik (complication), keadaan mulai

memuncak (rising action), keadaan mencapai puncak penggawatan (klimaks),

kemudian pengarang memberikan pemecahan atau jalan keluar

permasalahan sehingga cerita berakhir (denouement). Cara memulai dan

menyusun cerita seperti di atas dinamakan plot atau dramatic conflict.

3.1.2 Penokohan dan Perwatakan

Esten (dalam Kelan, 2005: 14) menyatakan bahwa penokohan adalah

permasalahan bagaimana cara menampilkan tokoh: bagaimana membangun

dan mengembangkan watak tokoh-tokoh tersebut dalam sebuah karya fiksi?

Page 476: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

28

Jadi antara pengertian tokoh dan penokohan memiliki makna yang berbeda.

Tokoh berbentuk suatu individu, sedangkan penokohan adalah proses

menampilkan individu tersebut dalam cerita.

Dalam proses penciptaan pemeranan, sang aktor atau aktris harus

memunyai daya cipta yang tinggi untuk mencoba semaksimal mungkin

menjadi tokoh yang diperankan. Ia harus sanggup menjiwai peran yang

dipegangnya, sehingga ia (seperti) benar-benar merupakan sang tokoh

dengan apa adanya dalam pementasan lakon tersebut. Pada penampilan

imajinasinya, tokoh juga dibantu oleh laku, pakaian yang dikenakan, dan rias.

Semua unsur tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan harus saling mendukung,

sehingga mampu mewujudkan karakter dari tokoh seperti yang dikehendaki

dalam lakon yang bersangkutan.

Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat

menggunakan teknik sebagai berikut. (1) Teknik analitik: karakter tokoh

diceritakan secara langsung oleh pengarang; (2) Teknik dramatik, yaitu teknik

karakter tokoh dikemukakan melalui: (a) penggambaran fisik dan perilaku

tokoh; (b) penggambaran lingkungan kehidupan tokoh; (c) penggambatran

ketatabahasaan tokoh; (d) pengungkapan jalan pikiran tokoh; dan (e)

penggambaran oleh tokoh lain. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Waluyo

(2009: 30) yang menuliskan bahwa penggambaran watak tokoh

mempertimbangkan tiga dimensi watak, yaitu dimensi psikis (kejiwaan),

dimensi fisik (jasmpniah), dimensi sosiologis (latar belakang kekayaan,

pangkat, dan jabatan)

Tokoh dan penokohan adalah unsur yang vital dan pembangun dari

dalam yang tidak dapat dikesampingkan kedudukannya. Nurgiyantoro (2000:

164) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai tokoh dan perwatakannya

dengan berbagai citra dalam jati dirinya. Dalam berbagai hal, penokohan bisa

lebih menarik perhatian orang daripada berurusan dengan plot.

Page 477: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

29

3.1.3 Amanat

Amanat merupakan unsur cerita yang berhubungan erat dengan

tema. Amanat akan berarti apabila ada dalam tema, sedangkan tema akan

sempurna apabila di dalamnya ada amanat sebagai pemecah jalan keluar

bagi tema tersebut. Sudjiman (dalam Alwi, 1998: 08) manyatakan bahwa

amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat

terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit atau eksplisit. Amanat

dinyatakan secara implisit jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan

dalam tingkah laku menjelang cerita berakhir. Sementara itu, amanat

dilukiskan secara eksplisit apabila pengarang pada tengah atau akhir cerita

menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan

sebagainya.

Pengertian amanat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang, baik secara

implisit atau eksplisit kepada pembaca. Di dalam drama, ada amanat yang

langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara

tersirat dalam naskah drama yang bersangkutan. Hanya penonton yang

profesional yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.

Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh

karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal,

terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater

dikatakan dengan drama. Kedua hal ini tetap berbeda. Perbedaan tersebut

dapat dilihat dari tabel berikut.

3.2 Jenis Drama atau Teater

3.2.1 Tragedi

Boulton (1958:147) menjelaskan, drama tragedi adalah sebuah

permainan dengan akhir yang menyedihkan, biasanya setidaknya terdapat

satu kematian, tindakan dan pikiran dibuat secara serius dan dengan

Page 478: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

30

menghormati hak pribadi manusia. Sementara itu, Massofa (2009)

menuliskan bahwa drama tragedi adalah perbuatan yang menampilkan sang

tokoh dalam kesedihan, kemuraman, keputusasaan, kehancuran, dan

kematian.

Senada dengan pendapat di atas, Wiyanto (2002:08) menjelaskan

bahwa drama tragedi adalah drama yang penuh kesedihan. Pelaku utama

dari awal hingga akhir pertunjukan selalu sia-sia (gagal) dalam

memperjuangkan nasibnya yang jelek. Beberapa pendapat di atas dapat

menjelaskan pengertian bahwa drama tragedi adalah drama yang bersifat

ringan yang menggambarkan kedukaan atau kesedihan yang dialami oleh

tokoh.

3.2.2 Melodrama

Boulton (1958: 148) memaparkan bahwa melodrama adalah

hubungan yang rendah dari sebuah tragedi. Ini mungkin tentang kesedihan

atau akhir yang menyenangkan, meskipun berakhir menyedihkan seperti

tumpukan mayat atau teriakan orang gila akan menjadi pelengkap sensasi

pertunjukan yang mungkin lebih mengharukan. Hal ini dikenal sebagai tragedi

yang sebenarnya dengan penggambaran karakter seseorang yang kasar dan

mungkin baik atau jahat secara realistis.

Sementara itu, Massofa (2009) menjelaskan bahwa melodrama

adalah perbuatan tragedi yang berlebihan. Melodrama juga dapat masuk ke

dalam cerita yang mengharukan ketika ditampilkan untuk menggambarkan

simpati. Ditambahkan oleh Wiyanto (2002:09) bahwa melodrama adalah

drama yang dialognya diucapkan dengan iringan melodi atau musik.

Beberapa pendapat para ahli di atas dapat menyimpulkan bahwa

melodrama adalah drama musikal yang sarat dengan kesedihan yang

terkadang sangat berlebihan dan menguras empati penonton.

Page 479: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

31

3.2.3 The Heroic Play (Drama Heroik)

Boulton (1958: 148) menjabarkan bahwa drama heroik adalah jenis

tragedi berlebihan dalam model Inggris pada zaman Dryden. Drama ini

berkaitan dengan tema cinta dan keberanian yang tinggi. Ada bagian adegan

yang mengejutkan dari plot cerita yang aneh dan upaya itu dilakukan untuk

menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari tragedi tradisional. Keinginan

untuk menciptakan sensasi yang kuat sehingga menjadi risiko dari sebuah

reaksi penolakan, tetapi bentuk itu sekarang telah punah.

Farce menurut Massofa (2009) disebutkan sebagai istilah yakni

komedi yang dilebih-lebihkan. Drama farce/heroik ini bisa dikatakan drama

yang berlebihan dalam mengekspresikan perilaku tokoh maupun keberanian

mengeksplor tema, sehingga menimbulkan dampak yang terkadang di luar

dugaan penonton, karena dikemas secara unik dan luar biasa.

3.2.4 Drama Masalah/Problem Play

Boulton (1958: 149) menjelaskan bahwa kegunaan istilah ini untuk

diterapkan pada jenis permainan yang menyenangkan dari masalah sosial atau

moral tertentu sehingga membuat orang berpikir cerdas. Secara alami hal ini

biasanya berkaitan dengan dilema hidup manusia yang menyakitkan. Jenis

permainan ini bermaksud mengajukan pertanyaan yang baik dan menyediakan

jawaban atau meninggalkan peradaban untuk menemukan sesuatu.

3.2.5 Komedi (Comedy)

Boulton (1958: 150) menyatakan bahwa fungsi penting dari komedi adalah

untuk menghibur. Hiburan dapat dimulai dari senyum tenang lalu kemudian tertawa

terbahak-bahak. Komedi dapat menjadi sangat hebat atau sangat sederhana, tetapi

juga dapat menenangkan hati manusia, seperti Yello┘ Sands and The Farマer’s Wife

karya Eden Philpott; atau kecerdasan yang bijaksana seperti The Provok’d Wife atau

The Way of The World. Penggunaan komedi dapat disesuaikan dengan jenis-jenis

drama yang mengikutinya. Sementara itu, Massofa (2009), mendeskripsikan drama

Page 480: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

32

komedi adalah lakon ringan yang menghibur, menyindir, penuh seloroh, dan

berakhir dengan kebahagiaan.

Koestler berpendapat bahwa humor adalah motivator agresif. Sebenarnya

humor adalah bentuk kekhawatiran, pertahanan diri atau menyerang mendadak

(tiba-tiba) dan tertawa lebar. Evolusi biologis manusia, katanya, telah jatuh di

belakang mental yang berbahaya. Emosi agresif-defensif turun dari neurobiologis

lapisan dalam dan memiliki ketekunan yang lebih besar dan dari dalam diri disebut

evolusioner kemudian berkembang penalaran yang lebih fleksibel. Oleh karena itu

peristiwa mental secara tiba-tiba dengan dua matriks biasa tidak kompatibel, akan

tetapi emosi bisa tidak mengikuti dengan cepat seperti itu dan begitu ketegangan

psikologis menemukan solusi dalam tawa, yaitu di sepanjang channel paling

perlawanan.

D. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan mekanisme tertentu

melalui tahap-tahap pembelajaran berikut:

(1) Pengantar Instruktur

Instruktur membuka pertemuan dan menyampaikan materi yang akan

dibahas atau didiskusikan. Instruktur dapat membentuk kelompok-

kelompok diskusi peserta bila diperlukan.

(2) Curah Pendapat

a. Instruktur meminta peserta pelatihan melakukan curah pendapat

tentang teori dan genre sastra Indonesia dalam kelompok peserta

3 – 4 orang.

b. Instruktur kemudian merangkum hasil curah pendapat secara pleno

dan menuliskannya pada slide power point.

(3) Diskusi Mengelaborasi Kompetensi

a. Peserta diminta mendiskusikan/mengelaborasi tujuan, kompetensi,

dan indikator pencapaian kompetensi (IPK) terkait materi

pembelajaran teori dan genre sastra Indonesia.

b. Instruktur mengimbau peserta pelatihan untuk berbagi pendapat

tentang tujuan, kompetensi, dan IPK (instruktur meminta seorang

Page 481: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

33

peserta untuk menulis hasil diskusi mereka dengan menggunakan

power point)

c. Instruktur bersama peserta menyelaraskan tujuan, kompetensi, dan

IPK hasil diskusi dengan tujuan yang telah dipersiapkan oleh

instruktur.

(4) Mengisi Lembar Kerja (LK)

a. Peserta (dalam kelompok peserta 3-4 orang) diminta mengisi LK

yang telah dipersiapkan. Instruktur membimbing peserta mengisi

LK (instruktur dapat menayangkan informasi melalui perangkat

power point yang telah disiapkan).

b. LK dapat berupa pertanyaan atau penugasan yang berorientasi

kepada tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

c. Peserta kembali merampungkan LK sampai tuntas dibimbing oleh

instruktur (catatan : peserta dapat menuntaskan lembar kerja di

luar jam pelatihan).

(5) Menyajikan hasil LK

a. Presentasi hasil pengisisan LK oleh 5 orang guru yang ditunjuk oleh

instruktur (penunjukan secara acak oleh instruktur disepakati

sebelumnya bersama peserta).

b. Setiap peserta lainnya mengisi pedoman observasi

(6) Refleksi

Instruktur bersama-sama dengan peserta melakukan refleksi/kaji ulang

atas seluruh rangkai pembelajaran yang telah dilakukan;

mengapresiasi hasil-hasil yang telah dicapai atau yang belum tercapai;

mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar.

Page 482: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

1

KISI-KISI MATERI PLPG

MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

No

Kompe-

tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek

fisik, moral, spiritual,

sosial, kultural, emosional, dan

intelektual

1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan

dengan aspek fisik, intelektual,

sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang

sosial- budaya

Mengidentifikasi karakteristik perkembangan

sosial-emosional peserta

didik.

2 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek

fisik, moral, spiritual,

sosial, kultural,

emosional, dan intelektual

1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata

pelajaran yang diampu

Menemukenali potensi peserta didik dalam

pembelajaran Bahasa

Indonesia

3 Pedagogik Menguasai karakteristik

peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

sosial, kultural,

emosional, dan

intelektual

1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar

awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

Menemukenali skema

kognitif awal peserta didik dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia

4 Pedagogik Menguasai karakteristik

peserta didik dari aspek

fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

emosional, dan

intelektual

1.4 Mengidentifikasi kesulitan

belajar peserta didik dalam

mata pelajaran yang diampu

Menganalisis kesulitan

belajar yang dialami oleh

peserta didik berdasarkan gaya belajar

5 Pedagogik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran

yang mendidik

2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik

terkait dengan mata pelajaran

yang diampu

Menganalisis berbagai pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran yang

mendidik dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia

6 Pedagogik 2. Menguasai teori

belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran

yang mendidik

2.2 Menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang

mendidik secara kreatif dalam

mata pelajaran yang diampu.

Menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan teknik

pembelajaran yag mendidik

dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia

7 Pedagogik 3.Mengembangkan

kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu

3.1 Memahami prinsip-prinsip

pengembangan kurikulum.

Mengidentifikasi prinsip-

prinsip pengembangan

kurikulum

8 Pedagogik 3.Mengembangkan

kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu

3.2 Menentukan tujuan

pembelajaran yang diampu

Merumuskan tujuan

pembelajaran Bahasa

Indonesia

9 Pedagogik 3.Mengembangkan 3.3 Menentukan pengalaman Mengidentifikasi

Page 483: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

2

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu

belajar yang sesuai untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diampu

pengalaman belajar peserta

didik dengan materi yang yang sesuai untuk mencapai

tujuan pembelajaran

Bahasa Indonesia

9 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran

yang diampu

3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk

mencapai tujuan pembelajaran

yang diampu

Mengidentifikasi pengalaman belajar peserta

didik dengan materi yang

yang sesuai untuk mencapai

tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia

9 Pedagogik 3.Mengembangkan

kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran

yang diampu

3.3 Menentukan pengalaman

belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran

yang diampu

Mengidentifikasi

pengalaman belajar peserta didik dengan materi yang

yang sesuai untuk mencapai

tujuan pembelajaran

Bahasa Indonesia

10 Pedagogik 3.Mengembangkan

kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu

3.4 Memilih materi

pembelajaran yang diampu

yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan

pembelajaran

Menerapkan materi

pembelajaran Bahasa

Indonesia yang terkait dengan pengalaman belajar

dan tujuan pembelajaran

11 Pedagogik 3.Mengembangkan

kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran

yang diampu

3.5 Menata materi

pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan

yang dipilih dan karakteristik

peserta didik

Mengorganisasi materi

pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan

pendekatan yang dipilih dan

karakteristik peserta didik

12 Pedagogik 3.Mengembangkan kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran

yang diampu

3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.

Merumuskan indikator dan instrumen penilaian

13 Pedagogik 4.Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik

4.1 Memahami prinsip-prinsip

perancangan pembelajaran

yang mendidik

Menjelaskan Memahami

prinsip-prinsip perancangan

pembelajaran bahasa

Indonesia yang mendidik

14 Pedagogik 4.Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik

4.2 Mengembangkan

komponen-komponen

rancangan pembelajaran

Mengembangkan

komponen-komponen

rancangan pembelajaran

15 Pedagogik 4.Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik

4.3 Menyusun rancangan

pembelajaran yang lengkap,

baik untuk kegiatan di dalam

kelas, laboratorium, maupun lapangan

Menyusun rancangan

pembelajaran Bahasa

Indonesia yang lengkap,

baik untuk kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas

16 Pedagogik 4.Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik

4.4 Melaksanakan

pembelajaran yang mendidik di

kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan

memperhatikan standar

keamanan yang dipersyaratkan

Menerapkan pembelajaran

Bahasa Indonesia di dalam

kelas dan di luar kelas

17 Pedagogik 4.Menyelenggarakan 4.5 Menggunakan media Memanfaatkan media

Page 484: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

3

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pembelajaran yang

mendidik

pembelajaran dan sumber

belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan

mata pelajaran yang diampu

untuk mencapai tujuan

pembelajaran secara utuh

pembelajaran dan sumber

belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik

dan mata pelajaran Bahasa

Indonesia untuk mencapai

tujuan pembelajaran secara utuh

18 Pedagogik 4.Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik

4.6 Mengambil keputusan

transaksional dalam

pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang

berkembang

Mengelola situasi dan

kondisi yang berkembang di

dalam kelas

19 Pedagogik 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk

kepentingan

pembelajaran

5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

dalam pembelajaran yang

diampu

Memanfaatkan TIK dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia

20 Pedagogik 6. Memfasilitasi

pengembangan potensi

peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang

dimiliki

6.1 Menyediakan berbagai

kegiatan pembelajaran untuk

mendorong peserta didik mencapai prestasi secara

optimal.

Menerapkan berbagai

kegiatan pembelajaran

Bahasa Indonesia untuk mendorong peserta didik

mencapai prestasi secara

optimal

21 Pedagogik 6. Memfasilitasi pengembangan potensi

peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimiliki

6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk

mengaktualisasikan potensi

peserta didik, termasuk kreativitasnya

Menerapkan berbagai kegiatan pembelajaran

untuk mengaktualisasikan

potensi peserta didik

22 Pedagogik 7. Berkomunikasi secara

efektif, empatik, dan santun dengan peserta

didik

7.1 Memahami berbagai

strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun,

secara lisan, tulisan, dan/atau

bentuk lain

Menerapkan berbagai

strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun,

secara lisan, tulisan,

dan/atau bentuk lain

23 Pedagogik 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan

santun dengan peserta

didik

7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun

dengan peserta didik dengan

bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan

yang mendidik yang terbangun

secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis

peserta didik untuk ambil

bagian dalam permainan

melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta

didik untuk ambil bagian, (c)

respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi

guru terhadap respons peserta

didik, dan seterusnya

Menerapkan komunikasi secara efektif, empatik, dan

santun dengan peserta didik

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

Page 485: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

4

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

24 Pedagogik 8.Menyelenggarakan

penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8.1 Memahami prinsip-prinsip

penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai

dengan karakteristik mata

pelajaran yang diampu.

Menjelaskan prinsip-prinsip

penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

sesuai dengan karakteristik

mata pelajaran Bahasa

Indonesia

25 Pedagogik 8.Menyelenggarakan

penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.2 Menentukan aspek-aspek

proses dan hasil belajar yang

penting untuk dinilai dan

dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran

yang diampu

Menganalisis aspek-aspek

proses dan hasil belajar

yang penting untuk dinilai

dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata

pelajaran Bahasa Indonesia

26 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses

dan hasil belajar

Menerapkan prosedur penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

Bahasa Indonesia

27 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan

evaluasi proses dan hasil

belajar

Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

Bahasa Indonesia

28 Pedagogik 8.Menyelenggarakan

penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.5 Mengadministrasikan

penilaian proses dan hasil

belajar secara

berkesinambungan dengan mengunakan berbagai

instrumen

Membuat laporan/rapor

hasil penilaian proses dan

hasil belajar Bahasa

Indonesia secara berkesinambungan dengan

mengunakan berbagai

instrumen

29 Pedagogik 8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil

belajar untuk berbagai tujuan

Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar

Bahasa Indonesia untuk

berbagai tujuan

30 Pedagogik 8.Menyelenggarakan

penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar

8.7 Melakukan evaluasi proses

dan hasil belajar

Mengevaluasi proses dan

hasil belajar Bahasa

Indonesia

31 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi

untuk kepentingan

pembelajaran

9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi

untuk menentukan ketuntasan

belajar

Menerapkan data hasil belajar peserta didik untuk

menentukan KKM Bahasa

Indonesia

32 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi

untuk kepentingan

pembelajaran

9.2 Menggunakan informasi

hasil penilaian dan evaluasi

untuk merancang program

remedial dan pengayaan

Memanfaatkan data hasil

belajar peserta didik untuk

merancang program

remedial dan pengayaan

33 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi

untuk kepentingan

pembelajaran

9.3 Mengomunikasikan hasil

penilaian dan evaluasi kepada

pemangku kepentingan

Menyampaikan hasil

penilaian dan evaluasi

kepada orang tua/wali

peserta didik

34 Pedagogik 9. Memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi

untuk kepentingan pembelajaran

9.4 Memanfaatkan informasi

hasil penilaian dan evaluasi

pembelajaran untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran

Memanfaatkan informasi

hasil penilaian dan evaluasi

pembelajaran untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran Bahasa

Page 486: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

5

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

Indonesia

35 Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk

peningkatan kualitas

pembelajaran

10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang

telah dilaksanakan

Melakukan refleksi terhadap pembelajaran Bahasa

Indonesia yang telah

dilaksanakan

36 Pedagogik 10. Melakukan tindakan reflektif untuk

peningkatan kualitas

pembelajaran

10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan

pengembangan pembelajaran

dalam mata pelajaran yang

diampu

Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan

pengembangan

pembelajaran Bahasa

Indonesia

37 Pedagogik 10. Melakukan tindakan

reflektif untuk

peningkatan kualitas pembelajaran

10.3 Melakukan penelitian

tindakan kelas untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata

pelajaran yang diampu

Menerapkan PTK untuk

meningkatkan kualitas

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

1 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran

linguistik yang terkait

dengan pengembangan materi pembelajaran

bahasa.

Mengidentifikasi teori linguistik strutural yang

terkait dengan

pengembangan materi kelas kata bahasa

Indonesia dengan tepat.

2 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi teori

linguistik deskriptif yang

terkait dengan

pengembangan materi

kelas kata bahasa

Indonesia dengan tepat.

3 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran fonologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

struktural dengan tepat.

4 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan

pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran sintaksis

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

fungsional dengan tepat.

5 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi

Mengidentifikasi materi

pembelajaran sintaksis

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

Page 487: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

6

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pelajaran yang diampu.

pembelajaran bahasa.

struktural dengan tepat.

6 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran morfologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

struktural dengan tepat.

7 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran morfologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

fungsional dengan tepat.

8 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran morfologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran deskriptif

dengan tepat.

9 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran morfologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran deskriptif

dengan tepat.

10 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan

materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan pengembangan materi

pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran fonologi

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran deskriptif

dengan tepat.

11 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik

yang terkait dengan

pengembangan materi pembelajaran bahasa.

Mengidentifikasi materi

pembelajaran kelas kata

bahasa Indonesia

berdasarkan aliran

fungsional dengan tepat.

12 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

Memahami hakikat bahasa

dan pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

hakikat bahasa.

Page 488: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

7

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

13 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa

dan pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

pemerolehan fonologi.

14 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

pemerolehan bahasa

morfologi.

15

Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

pemerolehan bahasa

sintaksis

16 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa

dan pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

pemerolehan bahasa

semantik.

17 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa

dan pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi konsep

pemerolehan bahasa

pragmatik.

18 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

Membedakan pemerolehan

dan pembelajaran bahasa

Page 489: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

8

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

19 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

Membedakan pemerolehan

dan pembelajaran bahasa

20 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa.

Menentukan tahapan

pemerolehan bahasa anak

21 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan

pemerolehan bahasa.

Menentukan tahapan

pemerolehan bahasa anak

22 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa.

Mengidentifikasi faktor-

faktor yang mempengaruhi

pemerolehan bahasa

23 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Menngidentifikasi

kedudukan bahasa

Indonesia dengan tepat.

24 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi kedudukan

bahasa Indonesia dengan

tepat.

25 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi fungsi

bahasa Indonesia sebagai

alat pemersatu.

Page 490: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

9

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

26 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi fungsi

bahasa Indonesia sebagai

alat pemersatu.

27 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi entukan

jenis ragam tingkat

keformalan (beku/ frozen

style)

28 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(beku/ frozen style)

29 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(formal)

30 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(formal)

31 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(informal)

32 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(informal)

Page 491: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

10

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pelajaran yang diampu.

33 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi,

dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(akrab)

34 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia.

Mengidentifikasi jenis

ragam tingkat keformalan

(akrab)

35 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

ejaan dan tanda baca

sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar.

36 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

morfologi sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (menulis).

37 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

morfologi sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara).

38 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

sintaksis sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara)..

39 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia

Mengaplikasikan kaidah

sintaksis sebagai rujukan

Page 492: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

11

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

yang baik dan benar.

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (menulis).

40 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

semantik sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara)...

41 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

semantik sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (menulis).

42 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

pragmatik sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara).

43 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

pragmatik sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (menulis).

44 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

ejaan dan tanda baca

sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar.

45 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

morfologi sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (menulis).

Page 493: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

12

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

46 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa

Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

morfologi sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara).

47 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan

penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Mengaplikasikan kaidah

sintaksis sebagai rujukan

penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar (berbicara)..

48 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi teori

struktural berdasarkan

cuplikan naskah cerpen

yang disajikan.

49 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre sastra Indonesia.

Mengidentifikasi pantun

yang tepat berdasarkan ciri-

cirinya

50 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi syair yang

tepat berdasarkan ciri-

cirinya

51 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi syair yang

tepat berdasarkan ciri-

cirinya

52 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre

(prosa) yang tepat.

Page 494: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

13

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

53 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre (prosa) yang tepat.

54 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre

(puisi) yang tepat.

55 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre

(puisi) yang tepat.

56 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre

(drama) yang tepat.

57 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Memahami teori dan genre

sastra Indonesia.

Mengidentifikasi genre

(drama) yang tepat.

58 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi puisi

Indonesia (puisi lama:

pantun)

59 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi puisi

Indonesia (puisi lama:

pantun)

Page 495: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

14

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pelajaran yang diampu.

60 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi puisi

Indonesia (puisi lama:

gurindam)

61 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi puisi

Indonesia (puisi

baru:Soneta)

62 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi prosa

Indonesia (Prosa lirik: Kaba

Minangkabau).

63 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi prosa

Indonesia (prosa

lama: hikayat)

64 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi prosa

Indonesia (prosa

lama: dongeng)

65 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi prosa

Indonesia (prosa baru:

novel)

66 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi prosa

Indonesia (prosa baru:

Page 496: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURUfkip.unsri.ac.id/userfiles/file/PLPG 2016/13_ BHS INDONESIA reduce.pdf · Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa

15

No

Kompe-tensi

Utama

Standar Kompetensi Guru (SKG)

Kompetensi Inti Guru (KI) Kompetensi Guru Mata

Pelajaran (KD)

Indikator Pencapaian

Kompetensi (IPK)

a b C D E

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

cerpen)

67 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Menulis prosa Indonesia

(prosa baru: cerpen)

68 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Menulis prosa Indonesia

(prosa baru: cerpen)

69 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi teks drama

Indonesia

70 Profesional Menguasai materi,

struktur, konsep, dan

pola pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

Mengapresiasi karya sastra

secara reseptif dan produktif.

Mengapresiasi teks drama

Indonesia