kebijakan pengembangan peternakan sapi potong di...

8
34 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA Hamdi Mayulu 1 , Sunarso 2 , C. Imam Sutrisno 2 , dan Sumarsono 2 1 Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Jalan Pasir Belengkong Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123 Telp. (0541) 749313, Faks. (0541) 749313, E-mail: [email protected] 2 Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemardoyo Tembalang Semarang 50275 Diajukan: 08 Oktober 2009; Diterima: 25 Januari 2010 S trategi pembangunan pertanian belum menempatkan sumber pangan hewani sebagai komoditas strategis. Sasaran pembangunan pertanian masih difokuskan pada pemenuhan kebutuhan karbohidrat (beras dan jagung). Padahal jika dilihat dari pangsa konsumsi, 48,30% masyarakat mengonsumsi daging unggas, 26,10% daging sapi, dan 25,60% daging ternak lain. Ini berarti permintaan masya- rakat akan produk peternakan sangat besar. Jika dikaitkan dengan pola pangan harapan, tingkat konsumsi daging masya- rakat Indonesia seharusnya mencapai 10,10 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, pengembangan peternakan memiliki potensi untuk ditingkatkan (Wahyono dan Hardianto 2004). Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan pertanian akan terkait dengan reorientasi kebijakan pembangunan pertanian. Pembangunan peternakan mempunyai paradigma baru, yakni secara makro berpihak kepada rakyat, adanya pendelegasian tanggung jawab, perubahan struktur dan pember- dayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ABSTRAK Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, produksi maupun populasi sapi potong dalam rangka mendukung program kecukupan daging (PKD) 2010, yang direvisi menjadi 2014. Produksi daging dalam negeri diharapkan mampu memenuhi 9095% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangan sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu diupayakan model pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara ekonomi menguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan peternakan ke depan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar bebas. Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untuk memecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga dapat mengaktifkan mekanisme pasar. Usaha peternakan hendaknya dapat memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatan kerja dan usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakan nasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah pengembangan ternak. Kata kunci: Sapi potong, kebijakan, pengembangan, Indonesia ABSTRACT Beef cattle development policy in Indonesia Efforts have been made to increase productivity, production and population of beef cattle in Indonesia to support meat sufficiency program in 2010 that has been revised to be acheived by 2014. It is expected that the domestic meat production could contribute 9095% to the national meat demand. Development of beef cattle needs to be done through a sustainable approach, supported by feed industry through optimizing the utilization of local raw materials and integrated pattern. In fact the development of beef cattle had not yet met the domestic needs for meat, including vulnerable to disease. This may be caused by various weaknesses in beef cattle development system. Therefore, efforts are necessary to find out the models of beef cattle development that are suitable to and benefited the community. The government should submit to the public how the farms future through a free market mechanism. Government role is stressed on service and building the regions for crucial problems solving so that the market mechanism can be activated. Animal husbandry and agroindustries development would open employment opportunities and wide-open business. The policy implications of this idea are the roadmap necessary to create a national livestock development and described in detail in every area of livestock development. Keywords: Beef cattle, development, policy, Indonesia

Upload: phamtruc

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

34 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKANSAPI POTONG DI INDONESIA

Hamdi Mayulu1, Sunarso2, C. Imam Sutrisno2, dan Sumarsono2

1Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Jalan Pasir Belengkong Kampus Gunung Kelua Samarinda 75123Telp. (0541) 749313, Faks. (0541) 749313, E-mail: [email protected]

2Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemardoyo Tembalang Semarang 50275

Diajukan: 08 Oktober 2009; Diterima: 25 Januari 2010

Strategi pembangunan pertanian belum menempatkan sumber panganhewani sebagai komoditas strategis.Sasaran pembangunan pertanian masihdifokuskan pada pemenuhan kebutuhankarbohidrat (beras dan jagung). Padahaljika dilihat dari pangsa konsumsi, 48,30%masyarakat mengonsumsi daging unggas,26,10% daging sapi, dan 25,60% daging

ternak lain. Ini berarti permintaan masya-rakat akan produk peternakan sangatbesar. Jika dikaitkan dengan pola panganharapan, tingkat konsumsi daging masya-rakat Indonesia seharusnya mencapai10,10 kg/kapita/tahun. Dengan demikian,pengembangan peternakan memilikipotensi untuk ditingkatkan (Wahyono danHardianto 2004).

Pembangunan peternakan sebagaibagian dari pembangunan pertanian akanterkait dengan reorientasi kebijakanpembangunan pertanian. Pembangunanpeternakan mempunyai paradigma baru,yakni secara makro berpihak kepadarakyat, adanya pendelegasian tanggungjawab, perubahan struktur dan pember-dayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu

ABSTRAK

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, produksi maupun populasi sapi potong dalamrangka mendukung program kecukupan daging (PKD) 2010, yang direvisi menjadi 2014. Produksi daging dalamnegeri diharapkan mampu memenuhi 90−95% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi potongperlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkanpemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangansapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit.Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perludiupayakan model pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara ekonomimenguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan peternakan ke depan kepada masyarakatmelalui mekanisme pasar bebas. Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untukmemecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga dapat mengaktifkan mekanismepasar. Usaha peternakan hendaknya dapat memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatankerja dan usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakannasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah pengembangan ternak.

Kata kunci: Sapi potong, kebijakan, pengembangan, Indonesia

ABSTRACT

Beef cattle development policy in Indonesia

Efforts have been made to increase productivity, production and population of beef cattle in Indonesia to supportmeat sufficiency program in 2010 that has been revised to be acheived by 2014. It is expected that the domesticmeat production could contribute 90−95% to the national meat demand. Development of beef cattle needs to bedone through a sustainable approach, supported by feed industry through optimizing the utilization of local rawmaterials and integrated pattern. In fact the development of beef cattle had not yet met the domestic needs formeat, including vulnerable to disease. This may be caused by various weaknesses in beef cattle development system.Therefore, efforts are necessary to find out the models of beef cattle development that are suitable to andbenefited the community. The government should submit to the public how the farms future through a free marketmechanism. Government role is stressed on service and building the regions for crucial problems solving so that themarket mechanism can be activated. Animal husbandry and agroindustries development would open employmentopportunities and wide-open business. The policy implications of this idea are the roadmap necessary to create anational livestock development and described in detail in every area of livestock development.

Keywords: Beef cattle, development, policy, Indonesia

Page 2: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 35

diformulasikan suatu strategi dan kebi-jakan yang komprehensif, sistematis,terintegrasi baik vertikal maupun hori-zontal, berdaya saing, berkelanjutan, danterdesentralisasi (Nugroho 2006).

Pembangunan peternakan terutamapengembangan sapi potong perlu di-lakukan melalui pendekatan usaha yangberkelanjutan, modern, dan profesionaldengan memanfaatkan inovasi teknologiuntuk meningkatkan efisiensi usaha.Selain itu, pengembangan usaha sapipotong hendaknya didukung oleh industripakan dengan mengoptimalkan peman-faatan bahan pakan spesifik lokasi melaluipola yang terintegrasi. Untuk memenuhikecukupan pangan, terutama proteinhewani, pengembangan peternakanyang terintegrasi merupakan salah satupilar pembangunan sosial ekonomi.Pemanfaatan dan pelestarian sumber dayapeternakan yang seimbang merupakancetak biru (blue print) pengembanganpeternakan di masa mendatang (Riady2004).

Artikel ini menelaah berbagai kebi-jakan yang berkaitan dengan pengem-bangan peternakan sapi potong diIndonesia. Informasi yang disajikandiharapkan dapat menjadi masukan dalammerumuskan model pengembangan dankelembagaan usaha peternakan sapipotong yang efisien dan efektif.

POTENSI PASAR SAPIPOTONG

Kebutuhan daging sapi terus meningkatseiring makin baiknya kesadaran masya-rakat akan pentingnya gizi yang seimbang,pertambahan penduduk, dan meningkat-

nya daya beli masyarakat. Salah satuupaya untuk memenuhi kebutuhan dagingdalam negeri yaitu dengan meningkatkanpopulasi, produksi, dan produktivitassapi potong. Indonesia dengan jumlahpenduduk hampir 223 juta orang denganlaju pertumbuhan 1,01%/tahun merupakanpasar potensial bagi produk peternakan.Volume impor sapi potong dan produkolahannya cukup besar, setara dengan600−700 ekor/tahun (Bamualim et al.2008). Neraca kebutuhan daging sapiyang dihitung berdasarkan asumsi per-tumbuhan penduduk disajikan padaTabel 1.

Ditinjau dari sisi potensi yang ada,Indonesia selayaknya mampu memenuhikebutuhan pangan asal ternak danberpotensi menjadi pengekspor produkpeternakan. Hal tersebut dimungkinkankarena didukung oleh ketersediaansumber daya ternak dan peternak, lahandengan berbagai jenis tanaman pakan,produk sampingan industri pertaniansebagai sumber pakan, serta ketersediaaninovasi teknologi. Jika potensi lahan yangada dapat dimanfaatkan 50% saja makajumlah ternak yang dapat ditampung men-capai 29 juta satuan ternak (ST). Belumlagi kalau padang rumput alam yang adadiperbaiki dan ditingkatkan kualitasnyadengan menggunakan rumput unggulsehingga daya tampungnya meningkatsecara nyata (Bamualim et al. 2008).

Pengembangan industri sapi potongmempunyai prospek yang sangat baikdengan memanfaatkan sumber daya lahanmaupun sumber daya pakan (limbahpertanian dan perkebunan) yang tersediaterutama di luar Jawa. Potensi lahanpertanian yang belum dimanfaatkanmencapai 32 juta ha, lahan terlantar 11,50juta ha, dan lahan pekarangan 5,40 juta

ha, belum termasuk lahan gambut danlebak (Rustijarno dan Sudaryanto 2006).Namun, kenyataan menunjukkan pe-ngembangan sapi potong belum mampumemenuhi kebutuhan daging dalamnegeri, selain rentan terhadap seranganpenyakit. Hal ini kemungkinan disebabkanadanya berbagai kelemahan dalam sistempengembangan peternakan. Oleh karenaitu, perlu dirumuskan model pengembang-an dan kelembagaan usaha ternak sapipotong yang tepat, berbasis masyarakat,dan secara ekonomi menguntungkan.Semua sumber daya yang ada dapat di-manfaatkan untuk menghasilkan produkpeternakan yang berkualitas, terjangkau,dan bersaing dengan produk sejenis dariluar negeri sekaligus meningkatkankesejahteraan peternak (Bamualim et al.2008). Perkiraan produksi, kebutuhan,neraca dan populasi ideal sapi potongIndonesia tahun 2005−2010, disajikanpada Tabel 2.

KEBIJAKANPENGEMBANGAN SAPIPOTONG

Pengembangan peternakan sapi potongdilakukan bersama oleh pemerintah,masyarakat (peternak skala kecil), danswasta. Pemerintah menetapkan aturanmain, memfasilitasi serta mengawasi alirandan ketersediaan produk, baik jumlahmaupun mutunya agar memenuhi per-syaratan halal, aman, bergizi, dan sehat.Swasta dan masyarakat berperan dalammewujudkan kecukupan produk peternak-an melalui kegiatan produksi, impor, peng-olahan, pemasaran, dan distribusi produksapi potong (Bamualim et al. 2008).

Tabel 1. Kebutuhan daging sapi Indonesia, 2005−−−−−2010.

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Penduduk (juta orang) 219,70 229,90 226,30 229,70 233,20 236,70Pertumbuhan penduduk (%) 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49Konsumsi daging sapi (kg/kapita/tahun) 1,72 1,79 1,86 1,94 2,01 2,09Konsumsi daging (000 t) 378,93 399,66 421,52 444,58 468,90 495,55Senjang produksi (000 t) 107,09 111,22 107,22 11,597 45,17 10,92Senjang produksi (%) 28,26 27,83 25,44 26,09 9,63 2,21Setara sapi hidup (000 ekor) 864,22 897,62 865,33 953,94 364,55 88,09Betina produktif (000 ekor) 1.389,90 1.443,60 1.391,60 1.505,20 586,30 141,70Populasi ideal (000 ekor) 11.910,10 13.468,80 14.645,20 14.938,30 15.593,90 16.709,40Senjang populasi (%) 12,58 11,48 10,10 10,75 3,85 0,85

Sumber: Tawaf dan Kuswaryan (2006).

Page 3: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

36 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010

Secara umum pengembangan suatujenis usaha dipengaruhi oleh berbagaifaktor, salah satunya adalah dukunganaturan dan kebijakan (rules and policies)pemerintah. Dalam hal ini, kemauanpemerintah (govermental will) danlegislatif berperan penting, selain lembagapenelitian dan perguruan tinggi (Amar2008).

Tawaf dan Kuswaryan (2006) menya-takan, kebijakan pemerintah dalampembangunan peternakan masih bersifattop down. Kebijakan seperti ini padaakhirnya menyulitkan berbagai pihak,terutama stakeholder. Pertanyaannyabagaimana membuat kebijakan publikyang didasarkan hasil riset denganmelibatkan stakeholder dan pembuatkebijakan melalui forum dialog, kemudianhasilnya diagendakan sehingga dapatdigunakan dalam merumuskan kebijakannasional, regional, dan internasional.

Langkah-langkah merumuskan kebi-jakan publik dalam pengembanganpeternakan diilustrasikan pada Gambar 1

(Tawaf dan Kuswaryan 2006). Dalamkonsep tersebut, ada tiga langkah utamayang harus ditempuh untuk menghasilkankebijakan publik yang andal, yaitu:

1) Melakukan riset empiris mengenaikerangka konsep yang akan diajukansebagai suatu kebijakan. Dalam kaitan-nya dengan program kecukupan

Tabel 2. Perkiraan produksi, kebutuhan, neraca, dan populasi ideal sapi potong Indonesia, 2005−−−−−2010.

Daging sapi 2005 2006 2007 2008 2009 2010

ProduksiPopulasi sapi (000 ekor) 11.045,90 11.746,17 12.467,38 13.210,16 13.975,14 14.763,00Pertumbuhan (%) 2,98 6,34 6,14 5,96 5,79 5,64Kelahiran (000 ekor) 2.396,83 2.548,78 2.705,21 2.866,45 3.032,44 3.203,40Kematian (000 ekor) 174,76 185,83 197,24 209,00 221,10 233,56Replacement (000 ekor) 700,27 721,21 742,77 764,98 417,86 441,41Total pemotongan (000 ekor) 1.891,45 1.837,82 Perkiraan 1.892,47 2.393,49 2.528,42 (a) Pemotongan IB (000 ekor) 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00 (b) Pemotongan kawin alam (000 ekor) 1.391,45 1.337,82 1.262,26 1.392,47 1.893,49 2.028,42Produksi daging (a+b) (000 ekor) 271,84 265,19 256,20 271,97 334,05 350,77Impor sapi betina muda (000 ekor) − 500,00 500,00 − − −Tambahan replacement dari impor (000 ekor) − 321,00 812,50 792,19 1.254,30 1.858,34Tambahan populasi (000 ekor) − 825,00 1.725,00 1.448,44 1.650,39 2.485,49Tambahan produksi daging (000 ekor) − 23,24 58,09 56,64 89,68 132,87Total produksi daging (000 ekor) 271,84 288,43 314,30 328,61 423,73 483,64

KebutuhanPenduduk (juta orang) 219,67 222,97 226,31 229,71 233,15 236,65Pertumbuhan penduduk (%) 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49 1,49Konsumsi daging (kg/kapita/tahun) 1,72 1,79 1,86 1,94 2,01 2,09Total konsumsi (000 t) 37.893,00 399,66 421,52 444,58 468,90 494,55

NeracaProduksi kebutuhan (000 t) (107,09) (111,22) (107,22) (11,60) (45,17) (10,91)Persentase kekurangan (28,26) (27,83) (25,44) (26,09) (9,63) (2,21)Setara dengan sapi hidup (000 ekor) (8.864,22) (897,62) (865,33) (935,94) (364,55) (88,09)Betina produktif (000 ekor) (1.389,87) (1.443,58) (1.391,65) (1.505,21) (586,29) (141,67)Persentase kekurangan populasi 12,58 11,48 10,10 10,75 3,85 0,85

Populasi ideal (000 ekor) 11.910,12 13.468,79 14.645,21 14.938,28 15.593,90 16.709,43

Asumsi: Prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional 6,10%, elastisitas permintaan daging sapi terhadap pendapatan 1,20, berat daging sapi lokal130 kg/ekor, berat daging sapi impor 198,85 kg/ekor, tingkat kelahiran betina produktif 65%/tahun, tingkat kematian 1,30%/tahun.Sumber: Rustijarno dan Sudaryanto (2006).

Gambar 1. Langkah perumusan kebijakan publik yang berkaitan denganpengembangan sapi potong di Indonesia.

Riset empiris (1)Inovasi dan studi kasus aplikasi (2)

Pembelajaran interaktif dandukungan kebijakan (3)

REGIONAL, NASIONAL DANINTERNASIONAL

Kerangka konseptual

Pembinaan SDMTeori dan fakta/data Informasi

Page 4: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 37

daging 2010, yang direvisi menjadi2014, telah dilakukan pengkajianterhadap kegagalan program swa-sembada daging on trend. Penelitiandifokuskan pada sumber daya ternakunggul, pemanfaatan sumber dayalahan dan air untuk pengembanganhijauan pakan dan pemeliharaan ter-nak, serta pengendalian penyakit.

2) Melakukan inovasi dan studi kasusaplikasinya, misalnya pemanfaatanlimbah pertanian dan perkebunansebagai sumber pakan murah untuksapi potong. Dengan memanfaatkaninovasi teknologi, nilai nutrisi limbahyang umumnya rendah dapat diting-katkan, misalnya dengan membuatnyamenjadi pakan lengkap.

3) Melakukan pembelajaran interaktif dandukungan kebijakan. Pembelajaraninteraktif dapat melibatkan perguruantinggi maupun lembaga penelitiandengan menyebarluaskan informasihasil penelitian yang bermanfaat bagipengembangan peternakan. Perlu pulamengaktifkan kembali lembaga penyu-luhan sebagai mata rantai pembela-jaran bagi petani peternak.

Walaupun secara teknis berbagaiupaya telah dilakukan untuk mengem-bangkan usaha peternakan sapi potong,tanpa dukungan politis maupun sosialbudaya (kultural), hasilnya kurang op-timal. Oleh karena itu, kebijakan pengem-bangan sapi potong perlu disosialisasikansehingga mampu mendukung upayapemenuhan kecukupan daging.

Pengembangan di SentraPakan

Kebijakan perlu dirumuskan untuk men-cari kawasan pertumbuhan baru pengem-bangan peternakan sapi potong di sentra-sentra pakan (industri pertanian yangberpotensi menghasilkan produk ikutanuntuk pakan), dengan memperhatikan im-bangan ketersediaan lahan dan populasiternak untuk menjaga kesinambunganusaha. Beberapa hasil kajian perlu di-sosialisasikan ke kawasan-kawasan yangpotensial agar dapat diimplementasikan.

Perlindungan Pasar Domestik

Potensi pasar domestik perlu mendapatperlindungan terhadap kemungkinan

serbuan produk impor sebagai konse-kuensi dari pemberlakuan pasar bebas. Jikapemerintah mampu melindungi pasardalam negeri, produksi peternakan sapipotong rakyat akan menjadi tuan rumahdi negeri sendiri. Namun, kebijakan yangada justru membuka peluang impor untukmemenuhi kebutuhan dalam negeri. Arti-nya, kebijakan yang ada belum memberiperlakuan yang sama (equal treatment)kepada usaha peternakan dalam negeridan industri peternakan (pesaing) di luarnegeri. Sebagai contoh kasus adalah SKMentan No. 745 tentang pemisahandaging dan jeroan, kebijakan zona bebasPMK, serta larangan penggunaan hormondalam usaha sapi potong, padahal dagingyang diimpor menggunakan hormon per-tumbuhan. Untuk itu berbagai kebijakanyang ada perlu diinventarisasi, mulai dariUU No. 6/1967 tentang Peternakan danKesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah,SK Mentan, SK Dirjen Peternakan, hinggaPeraturan Daerah yang berkaitan denganpengembangan peternakan sapi potong(Tawaf dan Kuswaryan 2006).

Kebijakan Otonomi Daerah

Keberhasilan program pengembanganusaha sapi potong bergantung padadukungan dan kerja sama berbagai pihaksecara lintas sektoral. Selain itu, dukunganSDM yang memadai merupakan prasyaratuntuk memacu penerapan teknologiadaptif mulai dari tingkat aparat pelaksanasampai di lapangan (peternakan rakyat).Usaha ternak sapi potong rakyat hendak-nya mulai diarahkan ke usaha komersial,bukan lagi sebagai hobi atau tabungan,karena peternakan rakyat akan menjaditulang punggung keberhasilan programkecukupan daging (Tawaf dan Kus-waryan 2006).

Aspek Ekonomi

Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan,dukungan kebijakan ekonomi (finansialdan perbankan) diperlukan untuk men-dukung Program Kecukupan Daging 2010,karena biaya yang diperlukan mencapaitriliunan rupiah. Dukungan dapat berupakemudahan prosedur perbankan kepadapeternak dengan bunga yang kondusif(maksimal 5%), dan kemudahan memper-oleh fasilitas bagi usaha pembibitan,misalnya kebijakan subsidi langsung atautidak langsung.

Menurut Rustijarno dan Sudaryanto(2006), kebijakan pengembangan ternaksapi potong ditempuh melalui dua jalur.Pertama, ekstensifikasi usaha ternak sapipotong dengan menitikberatkan padapeningkatan populasi ternak yangdidukung oleh pengadaan dan pening-katan mutu bibit, penanggulanganpenyakit dan parasit ternak, peningkatanpenyuluhan, bantuan perkreditan, penga-daan dan peningkatan mutu pakan atauhijauan, dan pemasaran. Kedua, intensifi-kasi atau peningkatan produksi per satuanternak melalui penggunaan bibit unggul,pakan ternak, dan penerapan manajemenyang baik.

Empat langkah strategis pelayananyang harus dilakukan pemerintah yaitu:(Ilham 2001; Simatupang dan Hadi 2004;Yusdja dan Ilham 2007; Winarso 2009)

1) Memperlakukan ternak sebagai sum-ber daya, dalam pengertian ternakdapat punah dan tidak bisa dipulihkanjika habis terpakai. Karena itu, peme-rintah perlu terus berupaya memper-tahankan dan mengembangkan sum-ber daya ternak sebagai sumber per-tumbuhan produksi daging, susu, dantelur. Ternak merupakan sumber dayagenetik yang dapat diturunkan dandikembangkan untuk kepentinganmanusia. Dalam hal ini, ternak sumberdaya berfungsi menghasilkan ternakkomoditas dan ternak produk.

2) Menyediakan infrastruktur industripeternakan melalui penyediaan lahandan pengairan untuk memproduksihijauan makanan ternak (HMT).Penyediaan infrastruktur hendaknyadalam bentuk investasi publik sebagai-mana pembangunan irigasi untuktanaman pangan. Infrastruktur untukpemanfaatan lahan dan air merupakankendala utama dalam pengembanganpeternakan. Tanpa pelayanan ini,investasi peternakan sulit berkembangdan usaha peternakan tetap bersifattradisional.

3) Melakukan pengendalian penyakitantara lain dengan menjaga kesehatanternak dan mencegah penularanpenyakit di antara ternak maupun kemanusia, termasuk di dalamnya pro-duksi pangan asal ternak yang sehatdan aman (ASUH). Pengendalianpenyakit ternak pada masa mendatangmerupakan isu yang sangat pentingdalam perdagangan hasil peternakandi pasar internasional.

Page 5: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

38 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010

4) Mencegah pemotongan sapi betinaproduktif dan sapi jantan denganbobot badan suboptimal untuk men-cegah pengurasan populasi sapi lokal.Pencegahan dapat dilakukan dengancara membeli ternak di maksud padapasar hewan dan rumah potong hewan(RPH) untuk selanjutnya dikembang-kan pada pusat-pusat pembibitan.Beberapa opsi kebijakan yang dapat

dipertimbangkan untuk memacu produksipeternakan di Indonesia adalah sebagaiberikut (Talib 2001; Simatupang dan Hadi2004; Soedjana 2005):1) Memperbaiki mutu genetik ternak

melalui kawin silang antara induk lokaldengan pejantan unggul. Secaranasional, cara ini dapat direkomen-dasikan untuk membantu peternakdalam meningkatkan produksi danproduktivitas ternak. Pengembangandan penyempurnaan stok bibit nasi-onal juga dilanjutkan, antara laindengan membangun institusi penang-kar bibit ternak yang dihasilkan olehlembaga penelitian.

2) Mengembangkan sapi tipe dwigunauntuk mengeksplorasi kapasitasproduksi ternak sapi di daerah tropisdalam memproduksi pedet jantansebagai sapi potong dan induk sapiperah yang menggunakan inputsedang.

3) Menerapkan pendekatan sistem usahatani terintegrasi antara tanaman danternak terutama di Jawa, seperti sistemproduksi sapi potong berbasis padiuntuk memanfaatkan jerami padisebagai sumber serat kasar melaluifermentasi di samping menyediakanpupuk organik bagi tanaman.

4) Menegakkan aturan dan peraturantentang pelarangan pemotongan sapibetina produktif, baik pada sapi potongmaupun sapi perah, untuk menjagastok populasi nasional.

5) Melanjutkan pengawasan dan pen-cegahan penyakit ternak di dalamnegeri maupun ternak yang didatang-kan dari luar negeri untuk bibit denganmemperkuat peran karantina hewan.

6) Mengembangkan informasi pasarsecara nasional, baik untuk pasarinput maupun produk peternakan,serta menjamin harga produk secarareguler.

7) Mempromosikan keseimbangan pro-duksi biji-bijian seperti jagung untukkeperluan pakan ternak maupunbahan pangan.

8) Mempromosikan konsumsi produk-produk peternakan dalam negeri, ter-utama susu, melalui penganekaragam-an produk dan introduksi programminum susu di sekolah dan pemberiansusu kepada generasi muda.

ANALISIS KEBIJAKANPAKAN SAPI POTONG

Sejarah perkembangan peternakan me-nunjukkan bahwa pusat produksi usahapeternakan sapi potong berada dikantong-kantong produksi usaha tani.Hal ini membuktikan bahwa ternakmerupakan sumber tenaga kerja danpupuk bagi usaha tani. Konsekuensinya,ternak akan diberi pakan hasil ikutanproduksi pertanian yang umumnyaberkualitas rendah. Oleh karena itu, petaniperlu dibekali pengetahuan tentang carameningkatkan kualitas pakan yang adadi sekitar mereka sehingga produktivitasusaha meningkat (Tawaf dan Kuswaryan2006).

Dalam banyak hal, kegagalan repro-duksi ternak dan pemeliharaan pedetberkaitan erat dengan kecukupan pakan.Sumber pakan di Indonesia cukup banyaktetapi tersebar sehingga pengangkutanpakan ke tempat ternak perlu memper-hitungkan nilai ekonomisnya. Padakawasan padat ternak, peternak meng-hadapi kesulitan dalam memperoleh pakanserat sehingga dibutuhkan campurtangan pihak lain untuk membanguninfrastruktur pakan yang cukup danekonomis. Pada musim hujan, produksipakan serat melimpah, tetapi pada musimkemarau peternak sulit memperolehhijauan. Oleh karena itu, perlu teknologipenanganan pakan yang berlebihan padamusim hujan agar dapat dimanfaatkanpada musim kemarau (Bamualim et al.2008).

Sentra-sentra pengembangan industripertanian hendaknya bersinergi dengankawasan peternakan (Tawaf dan Kus-waryan 2006). Program peningkatanpopulasi dan produktivitas sapi potongperlu diikuti dengan penyediaan pakanyang berkualitas sepanjang tahun. Upayapenyediaan pakan dilakukan secarakomprehensif dengan menerapkan konsepfeed forage budgeting, perawatan danpemanfaatan hijauan yang ada, pengem-bangan hijauan unggul, pengembanganusaha integrasi antara ternak dan tanam-an pangan atau perkebunan dan peng-

galian potensi pakan lokal (Marsetyo2008).

Keberhasilan pengembangan usahasapi potong antara lain ditentukan olehkecukupan pakan (jumlah dan mutunya).Hijauan sebagai komponen utama pakanternak berasal dari lahan penggembalaandan sumber lain. Ketersediaan lahan danhijauan perlu pula ditunjang denganaturan dan kebijakan yang tercantum padaUndang-Undang No.18, 2009 tentangpeternakan dan kesehatan hewan sertapada Amar 2008:1) Pemetaan potensi pengembangan

padang penggembalaan dan tanamanhijauan pakan di setiap daerah atauwilayah yang memungkinkan.

2) Penetapan lokasi atau kawasan pe-ngembangan.

3) Perencanaan dan pelaksanaan prog-ram-program yang terintegrasi antar-sektor (instansi teknis), lebih darisekedar saling mendukung.

4) Pemenuhan jumlah dan kompetensitenaga penyuluh.

5) Dukungan dan fasilitasi bagi terben-tuknya sekolah lapang bagi petaniatau peternak, dan pengadaan sumberinformasi atau unit pelayanan yangmudah dan dapat diakses dengancepat oleh masyarakat untuk menyam-paikan masalah dan memperolehbimbingan atau informasi.

6) Perbaikan intensitas dan frekuensipelatihan, khususnya penyediaanhijauan sesuai dengan peningkatanpopulasi ternak sapi. Swasembadadaging sapi akan dicapai dan dapatdipertahankan bila populasi dan mututernak sapi potong berkembang lebihcepat atau minimal sama denganpeningkatan kebutuhan.

7) Pengawasan dan pengendalian pemo-tongan ternak betina produktif danpengembangan rumah potong hewan.

8) Dukungan penelitian dan pengem-bangan.

Penelitian pakan perlu difokuskanpada sumber pakan alternatif denganmemanfaatkan produk ikutan hasil per-tanian, perkebunan, dan industri pangan.Produk ikutan hasil pertanian mempunyainilai gizi yang bervariasi dari sangatrendah hingga tinggi. Demikian pulaproduk ikutan industri pangan umumnyaberkualitas sedang sampai baik. Saat initelah tersedia perangkat lunak untukmemformulasi pakan berdasarkan bahan-bahan yang ada (Mathius dan Sinurat2001; Bamualim et al. 2008).

Page 6: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 39

Penelitian pakan juga diarahkan untukmemperbaiki bahan pakan berkualitasrendah-sedang melalui proses fermentasidengan mikroorganisme. Penelitian mik-roba yang dapat menekan produksi gasmetana dari ternak (rumen modifiercomplete) juga penting untuk mengurangiemisi gas rumah kaca dari ternak (Wina2005; Bamualim et al. 2008).

Sentra-sentra baru pengembanganternak sapi potong tampaknya bisa beralihke wilayah pertanian/perkebunan. SistemIntegrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA)perlu terus dikembangkan sehingga bisaditerapkan di seluruh kawasan perke-bunan kelapa sawit. Demikian pula CropLivestock System (CLS) untuk padi,Livestock Sugarcane Integration System(LISIS) untuk usaha tebu/gula, danSustainable Livestock Techno Park(SLTP) untuk kawasan pertanian lahankering. Model pengembangan peternakanini memerlukan pendekatan teknis dansosio ekonomis sehingga akan tumbuhdan berkembang sumber-sumber pertum-buhan baru sapi potong (Tawaf danKuswaryan 2006; Diwyanto 2008; Mathius2008).

PEMANFAATAN LIMBAHPERTANIAN DANPERKEBUNAN

Peternakan sapi potong di Indonesiaumumnya berupa peternakan rakyat yangberintegrasi dengan tanaman pangan(smallholder crop-livestock system).Umumnya peternak sapi adalah petaniyang juga menanam berbagai komoditastanaman pangan. Kondisi tersebut men-cerminkan pentingnya integrasi antaratanaman pangan dan sapi. Limbah hasiltanaman pangan dan perkebunan dapatmenjadi pakan ternak dengan memperbaikikandungan nutrisinya. Beberapa limbahtanaman pangan dan perkebunan yangberpotensi sebagai pakan penguat atausuplemen dan kandungan nutrisinyadisajikan pada Tabel 3.

Limbah industri tanaman pangan atauperkebunan juga berpotensi sebagaipakan suplemen, seperti onggok, dedakpadi, dan bungkil kelapa sawit (Tabel 4).Onggok adalah pakan sumber energi yangsangat murah. Onggok dapat diberikanpada sapi potong dalam bentuk segar ataukering dalam bentuk irisan, potongan,ataupun tepung. Onggok kering dapatdiberikan sampai 65% dari total ransum.

Tabel 3. Kandungan nutrisi hasil ikutan tanaman pangan untuk pakan sapipotong.

BahanBahan % dari bahan keringkering Protein Serat

Abu Lemak(%) kasar kasar

Jerami padi 39,80 5,50 28,10 23,80 0,90Jerami jagung 38,90 7,60 24,40 10,60 1,70Jerami kedelai 84,80 7,70 42,20 8,60 1,80Jerami kacang tanah 19,20 10,10 3.025,20 12,30 1,00Daun ubi kayu 20,40 9,00 30,90 10,70 1,50

Sumber: Marsetyo (2008).

Tabel 4. Jenis dan komposisi kimia limbah agroindustri sebagai pakanternak.

Jenis pakan BK Abu P K NDF Energi Ca P(%) (%) (%) (%) (MJ/kg BK) (%) (%)

Onggok kering1 82,40 − 2,20 17,30 15,62 0,29 −Kulit inti kakao1 68,40 6,64 16,60 − 19,33 0,36 0,52Kulit buah kakao1 17,00 12,20 7,16 66,26 14,97 2,00 0,23Dedak padi1 86,40 11,20 20,00 52,90 19,18 0,34 1,00Limbah sagu1 80,36 4,53 1,18 − − 0,83 0,11Ampas tahu1 15,80 − 18,60 46,80 19,45 0,40 0,24Ampas tempe1 36,50 2,90 17,20 − 18,00 − 0,20Bungkil kelapa2 85,64 6,21 24,25 54,90 − − −Bungkil kelapa sawit2 87,92 4,20 17,12 67,40 − − −Biji kapas utuh2 90,23 9,90 22,40 51,10 − − −

BK = bahan kering, PK = protein kasar, NDF = neutral detergent fiber, Ca = kalsium, P = fosfor.Sumber: Marsetyo (2008).

Palatabilitas onggok dapat ditingkatkandengan menambahkan molasses (tetes).Nilai nutrisi onggok dapat diperbaikimelalui fermentasi dengan mikroba yangdikenal dengan istilah solid statefermentation (Marsetyo 2008).

Bungkil kelapa merupakan produksamping pembuatan minyak kelapa,sedangkan bungkil kelapa sawit danbungkil inti sawit merupakan sisa hasilpembuatan minyak kelapa sawit. Tepungbiji kapas merupakan produk sampingpenggilingan biji kapas utuh. Peng-gilingan akan menurunkan kandungangosipol pada biji kapas, sedangkan nilainutrisinya meningkat. Bahan-bahantersebut mengandung lemak kasar cukuptinggi sehingga pemberiannya kepadaternak perlu dibatasi. Sebaiknya pem-berian pada sapi tidak melebihi 1% daribobot badan. Namun karena kandunganlipidnya tinggi, bahan pakan tersebutsebaiknya diberikan maksimal 0,50% daribobot badan/hari (Mathius dan Sinurat2001; Marsetyo 2008).

Pengembangan sapi potong perlumendapat perhatian serius mengingatpermintaan daging belum dapat dipenuhidari produksi dalam negeri. Salah satukendala dalam usaha ternak sapi potongadalah produktivitas ternak rendah karenapakan yang diberikan berkualitas rendah.Di sisi lain, potensi bahan baku pakan lokalseperti limbah pertanian dan perkebunanbelum dimanfaatkan secara optimal, dansebagian besar digunakan sebagai bahanbakar, pupuk organik atau bahan bakuindustri. Upaya untuk mengoptimalkanpemanfaatan limbah pertanian danperkebunan sebagai pakan ternak dapatdilakukan dengan meningkatkan kualitasnutrisinya melalui fermentasi, suplemen-tasi, dan pembuatan pakan lengkap(Wahyono dan Hardianto 2004). Diversifi-kasi pemanfaatan produk samping ataulimbah agroindustri serta limbah pertaniandan perkebunan menjadi pakan telah men-dorong berkembangnya agribisnis sapipotong secara integratif dalam suatusistem produksi yang terpadu dengan pola

Page 7: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

40 Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010

DAFTAR PUSTAKA

Amar, A.L. 2008. Strategi penyediaan pakanhijauan untuk pengembangan sapi potong diSulawesi Selatan. hlm. 172−179. Dalam A.L.Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo,Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry,dan B. Sundu (Ed). Pengembangan SapiPotong untuk Mendukung Percepatan Pen-capaian Swasembada Daging Sapi 2008−2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu 24November 2008. Kerja Sama antaraUniversitas Tadulako, Sub Dinas Peternakandan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter-nakan Sulawesi Tengah.

Bamualim, A.M., B. Trisnamurti, dan C. Thalib.2008. Arah penelitian pengembangan sapipotong di Indonesia. hlm. 4−12. Dalam A.L.Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo,Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry,dan B. Sundu (Ed). Pengembangan SapiPotong untuk Mendukung PercepatanPencapaian Swasembada Daging Sapi 2008−2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu, 24November 2008. Kerja Sama antaraUniversitas Tadulako, Sub Dinas Peternakandan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter-nakan Sulawesi Tengah.

Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan sumber dayalokal dan inovasi teknologi dalam men-dukung pengembangan sapi potong diIndonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian1(3): 173−188.

Ilham, N. 2001. Prospek pasar dan sistem tataniaga ternak dan daging sapi di NusaTenggara Barat. Wartazoa 11(2): 32−43.

Marsetyo. 2008. Strategi pemenuhan pakanuntuk peningkatan produktivitas dan popu-

lasi sapi potong. hlm. 94−103. Dalam A.L.Amar, M.H. Husain, K. Kasim, Marsetyo,Y. Duma, Y. Rusyantono, Rusdin, Damry,dan B. Sundu (Ed). Pengembangan SapiPotong untuk Mendukung PercepatanPencapaian Swasembada Daging Sapi 2008−2010. Prosiding Seminar Nasional, Palu, 24November 2008. Kerja Sama antaraUniversitas Tadulako, Sub Dinas Peternakandan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peter-nakan Sulawesi Tengah

Mathius, IW. 2008. Pengembangan sapi potongberbasis industri kelapa sawit. PengembanganInovasi Pertanian 1(3): 206−224.

Mathius, IW. dan A.P. Sinurat. 2001. Peman-faatan bahan pakan inkonvensional untukternak. Wartazoa 11(2): 20−31.

Nugroho, B.A. 2006. Pengembangan agribisnispeternakan pola bantuan usaha ekonomiproduktif (Studi di Provinsi SulawesiUtara). hlm. 162−172. Dalam B. Suryanto,Isbandi, B.S. Mulayatno, B. Sukamto, E.Rianto, dan A.M. Legowo. PemberdayaanMasyarakat Peternakan di Bidang Agribisnisuntuk Mendukung Ketahanan Pangan.Prosiding Seminar Nasional 2006, Semarang.Universitas Diponegoro.

Riady, M. 2004. Tantangan dan peluang pe-ningkatan produksi sapi potong menuju2020. hlm. 3−6. Dalam B. Setiadi H.Sembiring, T. Panjaitan, Mashur, D.Praptono, A. Muzan, A. Sauki, dan Wildan(Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional SapiPotong. Yogyakarta 8–9 Oktober 2004.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peter-nakan, Bogor.

Rustijarno, S. dan B. Sudaryanto. 2006. Pening-katan ketahanan pangan melalui kecukupandaging sapi 2010. hlm. 366−374. Dalam B.Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno, B.Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo (Ed.).Pemberdayaan Masyarakat Peternakan diBidang Agribisnis untuk Mendukung Keta-hanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional2006, Semarang. Universitas Diponegoro.

Salem and Smith. 2008. Feeding strategies toincrease small ruminant production in dryenvironments. Small Ruminant Res. 77:174–194.

Simatupang, P. dan P.U. Hadi. 2004. Daya saingusaha peternakan menuju 2020. Wartazoa14(2): 45−57.

Soedjana, T.D. 2005. Prevalensi usaha ternaktradisional dalam perspektif peningkatanproduksi ternak nasional. Jurnal Penelitiandan Pengembangan Pertanian 24(1): 10−18.

Talib, C. 2001. Pengembangan sistem perbibitansapi potong nasional. Wartazoa 11(1): 10−19.

Tawaf, R. dan S. Kuswaryan. 2006. Kendalakecukupan daging 2010. hlm. 173−185.Dalam B. Suryanto, Isbandi, B.S. Mulayatno,B. Sukamto, E. Rianto, dan A.M. Legowo(Ed.). Pemberdayaan Masyarakat Peter-nakan di Bidang Agribisnis untuk MendukungKetahanan Pangan. Prosiding SeminarNasional 2006, Semarang. UniversitasDiponegoro.

Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pe-manfaatan sumber daya pakan lokal untukpengembangan usaha sapi potong. Makalahdisampaikan pada Lokakarya Nasional Sapi

pertanian dan perkebunan melalui daurulang biomassa yang ramah lingkunganatau dikenal zero waste production system(Wahyono dan Hardianto 2004).

Teknologi pengolahan limbah per-tanian dan limbah agroindustri menjadipakan lengkap merupakan salah satuupaya untuk meningkatkan nilai nutrisilimbah. Pengolahan limbah agroindustrisebagai pakan dapat dilakukan denganmemberikan beberapa perlakuan, antaralain: 1) pencacahan untuk mengubahukuran partikel dan melunakkan teksturbahan agar konsumsi ternak lebih efisien,2) pengeringan dengan panas matahariatau dengan alat pengering untukmenurunkan kadar air bahan, 3) pencam-puran dengan menggunakan alat pen-campur (mixer) dan penggilingan denganalat hammer mill dan terakhir pengemasan(Wahyono dan Hardianto 2004; Salem danSmith 2008).

KESIMPULAN

Isu penting dalam pengembangan usahaternak sapi potong adalah penurunanpopulasi ternak yang terus berlanjut daritahun ke tahun. Rendahnya produktivitasternak serta kompleksnya masalah dalamsistem usaha ternak sapi potong meru-pakan tantangan sekaligus peluang dalampengembangan usaha ternak sumberdaging tersebut. Solusi yang dapatdijangkau adalah mengintegrasikan usahasapi potong dengan sumber pakan.Sumber pakan dapat memanfaatkan limbahpertanian dan perkebunan yang selama inibelum digunakan secara optimal.

Pengembangan rumah potong hewandan pengendalian pemotongan sapibetina produktif perlu mendapat per-hatian. Pencegahan pemotongan induk

betina produktif berpotensi menambahpopulasi ternak melalui anak yangdilahirkan.

Keberhasilan pengembangan usahaternak sapi potong ditentukan olehdukungan kebijakan yang strategis yangmencakup tiga dimensi utama agribisnis,yaitu kebijakan pasar input, budi daya,serta pemasaran dan perdagangan denganmelibatkan pemerintah, swasta, danmasyarakat peternak. Dari ketiga dimensitersebut, kebijakan pemasaran (per-dagangan) memegang peranan kunci.Keberhasilan kebijakan pasar outputakan berdampak langsung terhadapbagian harga dan pendapatan yangditerima pelaku agribisnis. Kondisi iniakan memantapkan proses adopsi tek-nologi, peningkatan produktivitas, danpada akhirnya menjamin keberlanjutaninvestasi.

Page 8: KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIApustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3291105.pdf · dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan industri

Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 41

Potong 2004. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Peternakan, Bogor. hlm. 66−76.

Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikro-organisme dalam pakan untuk meningkatkanproduktivitas ternak ruminansia di Indonesia:Sebuah review. Wartazoa l5(4): 173−186.

Winarso, B. 2009. Pengembangan ternak sapipotong dalam mendukung program pengem-bangan swasembada daging di Nusa TenggaraBarat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi danKebijakan Pertanian. ICASEPS WorkingPaper 98: 1−16.

Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2007. Suatu gagasantentang peternakan masa depan dan strategimewujudkannya. Forum Penelitian AgroEkonomi 25(1): 19−28.