kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi

126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN KLATEN BERKAITAN DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Kebijakan Publik Oleh : YULI BUDI SUSILOWATI NIM. S 310409029 PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: ngothuy

Post on 29-Jan-2017

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN KLATEN BERKAITAN

DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43

TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER

MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Kebijakan Publik

Oleh :

YULI BUDI SUSILOWATI NIM. S 310409029

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN KLATEN BERKAITAN

DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43

TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER

MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

DISUSUN OLEH :

YULI BUDI SUSILOWATI NIM. S 310409029

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing :

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr.H. Jamal Wiwoho,SH.,MH ........................... ………….

NIP. 196111081987021001

Pembimbing II Suranto, SH., M.Hum. .......................... …………

NIP. 195608121986011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, SH.,MS NIP 194405051969021001

Page 3: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN KLATEN BERKAITAN

DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43

TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER

MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

DISUSUN OLEH :

YULI BUDI SUSILOWATI NIM. S 310409029

Telah Disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. H. Setiono, SH.,MS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Sekretaris Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Anggota 1. Prof. Dr.H. Jamal Wiwoho,SH.,MH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

2. Suranto, SH., M.Hum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Mengetahui,

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, SH.,MS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .Magister Ilmu Hukum NIP 194405051969021001

Direktur Program Prof.Drs.Suranto,M.Sc.,Ph.D . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .Pascasarjana NIP 195708201985031004

Page 4: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang menyatakan di bawah ini :

Nama : YULI BUDI SUSILOWATI

NIM : S. 310409029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul

”KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN KLATEN

BERKAITAN DENGAN BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA

HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL” adalah benar-

benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi

tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan

tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Juli 2010

Yang Membuat Pernyataan

YULI BUDI SUSILOWATI

Page 5: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

Motto

Inna ma’al ‘usri yusran (sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, Al- Insyirah : 6)

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan dengan tulus hati dan rasa terimakasih

kepada :

Orang tuaku tercinta

SLAMET YOSO SUHARJO DAN HJ. SOEKARTI yang senantiasa mendoakanku dengan tulus

Anakku tercinta

ALIF DAFFA FAUZAN HIDAYATULLAH yang selalu mendampingi, mendoakan dan memberikan semangat

kepada “Mama”-nya untuk selesainya penulisan tesis ini

Kakak-kakakku :

Endang/Munawir, Bambang/Indah, Titik/Didik (alm),

Joko/Nining, Ning/Ucok dan Etik

yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Dan Keponkan-keponakanku tersayang

Page 6: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan taufik, hidayah serta petunjuk – Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini yang diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan minat utama Hukum Kebijakan Publik.

Salah satu permasalahan yang harus ditangani pemerintah saat ini adalah

mengurangi angka pengangguran, kebijakan yang ditempuh pemerintah

diantaranya adalah dengan membuka kesempatan kerja melalui pengadaan

CPNS. Kebijakan pengadaan CPNS melalui pegangkatan tenaga honorer

menjadi CPNS sebagaimana yang diatur dalam PP 43 Tahun 2007 merupakan

hal menarik untuk dikaji, diteliti dan dianalisa. Berangkat dari hal tersebut tesis

ini mengambil judul : ” KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA

HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI

KABUPATEN KLATEN BERKAITAN DENGAN BERLAKUNYA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG

PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON

PEGAWAI NEGERI SIPIL”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tak lepas dari

bantuan, partisipasi, bimbingan dan dorongan moril serta informasi baik dari

pembimbing maupun dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis

dengan tulus menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar -

besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syamsulhadi, S.P.Kj Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bapak Prof. Drs.Suranto,M.Sc.,Ph.D. selaku Direktur Program Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 7: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

3. Bapak Muh. Yamin, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, SH.,MS. selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan sabar

memberikan waktu, arahan dan motivasi sehingga memberi kemudahan

kepada peneliti dalam penulisan tesis.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,

yang telah membantu dalam penyelesaian studi penulis.

6. Bapak Prof. Dr.H. Jamal Wiwoho,SH.,MH, Selaku Pembimbing I yang

dengan sabar memberikan waktu, arahan dan motivasi sehingga memberi

kemudahan kepada peneliti dalam penulisan tesis.

7. Bapak Suranto, SH., M.Hum Selaku Pembimbing II yang dengan sabar

memberikan waktu, arahan dan motivasi sehingga memberi kemudahan

kepada peneliti dalam penulisan tesis.

8. Bapak Drs. Purwanto Anggono Cipto, M.Si Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Klaten yang telah berkenan memberikan ijin dan data-

data dalam penelitian yang dilakukan penulis, serta keluarga besar Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten yang telah memberikan waktu dan

motivasi dalam penulisan tesis ini.

9. Dosen Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang senantiasa memberikan

dukungan dan bantuan dalam penulisan tesis ini.

10. Rekan – rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta terutama teman senasib dalam

suka dan duka lapar dan dahaga di kelas kebijakan publik angatan 2009

(April) yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan dalam

penulisan tesis ini (wabil khusuzon Dyan, mbak Yuli, mbak Eny, Pak

Djatmiko, Frangko dan Ahmad yang selalu memberikan dukungan

semangat kepada penulis).

Page 8: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

11. Teman-teman di Badan Kepegawaian Daerah yang selalu memberikan

semangat, bantuan, dukungan dan perhatian untuk selesainya penulisan

tesis ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dan berperan aktif yang tidak dapat

penulis sebut satu persatu dalam penulisan tesis ini.

Dengan hati yang tulus, penulis hanya bisa berdoa semoga semua pihak

yang telah berkenan membantu selesainya penulisan tesis ini senantiasa

mendapatkan ridho dan pahala yang lebih dari Allah SWT. penulis juga

menyadari tesis ini masih ada kekurangannya, dan masih jauh dari sempurna

oleh karena itu segala saran, koreksi, pendapat dan kritik yang membangun dari

semua pihak sangat diharapkan. Dan semoga tesis ini dapat memberikan

manfaat. Amin.

Surakarta, Juli 2010.

Penulis

YULI BUDI SUSILOWATI NIM. S. 310409029

Page 9: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ………………………………..

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ………………………………..

PERNYATAAN ………………………………………………………………..

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………….

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….

ii

iii

iv

v

vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………...

ABSTRAK ……………………………………………………………………...

ABSTRACT …………………………………………………………………….

viii

x

xi

xii

xiii

xiv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1

A Latar Belakang ………………………………………………. 1

B Rumusan Masalah ………………………………………….... 9

C Tujuan Penelitian ……………………………………………. 9

D Manfaat Penelitian …………………………………………... 10

BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………... 11

A Deskripsi Teoritik …………………………………………… 11

1. Kajian tentang Kebijakan Publik (Public Policy)................ 11

a. Definisi kebijakan publik ................................................ 11

b. Teori pengambilan kebijakan .......................................... 16

c. Proses Pembuatan kebijakan ........................................... 17

d. Analisis kebijakan ........................................................... 19

2. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation) .............. 20

3. Efektifitas Bekerjanya Hukum ........................................... 30

4. Tinjauan Tentang Pegawai Negeri ....................................... 41

5. Tinjauan Tentang Tenaga Honorer ...................................... 45

Page 10: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

B Penelitian Yang Relevan ......................................................... 48

C Kerangka Berpikir ................................................................... 48

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 50

A Jenis Penelitian ........................................................................ 50

B Lokasi Penelitian ..................................................................... 53

C

D

Data dan Sumber Data .............................................................

Tehnik Pengumpulan Data ......................................................

53

54

E Tehnik Analisis Data ............................................................... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 59

A

Hasil Penelitian ........................................................................

1. Gambaran Umum Badan Kepegawaian Daerah ..................

2. Dasar Hukum Badan Kepegawaian Daerah Kab. Klaten ....

3. Struktur Organisasi BKD Kab. Klaten ................................

4. Kondisi Tenaga Honorer di Kabupaten Klaten ...................

59

59

59

60

68

B

Pembahasan ............................................................................

1. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten Klaten .............

2. Faktor-Faktor Penghambat...................................................

71

71

96

BAB V P E N U T U P .................................................................................. 103

A Kesimpulan .............................................................................. 103

B Implikasi .................................................................................. 109

C Saran-saran .............................................................................. 110

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 112

Page 11: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 4.1 .............…………………………………………………………… 76

TABEL 4.2 .......................................................………………………………..

TABEL 4.3 .......................................................………………………………..

TABEL 4.4 …...………………………………………………………………..

78

80

81

Page 12: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian

Page 13: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 2.1 .............………………………………………………………… 49

GAMBAR 3.1 .......................................................……………………………..

GAMBAR 4.1 .......................................................……………………………..

.

59

62

Page 14: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan di Pemerintah Kabupaten Klaten dipandang dari aspek efektifitas hukum dan untuk mengevaluasi efektifitas implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 dalam menyelesaikan masalah pengadaan pegawai di Kabupaten Klaten.

Dalam kenyataannya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagian dilakukan oleh tenaga honorer. Diantara tenaga honorer tersebut ada yang telah lama bekerja kepada pemerintah dan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah. Untuk menjawab permasalahan tenaga honorer tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dengan filosofi ingin merekrut Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari tenaga honorer sebagai apresiasi terhadap pengabdian mereka terhadap pemerintah, dikeluarkanlah kebijakan Pemerintah berupa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum sosiologis, karena bertitik tolak dari data primer, yakni diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan (observasi) dan wawancara. Penelitian hukum sebagai penelitian sosilogis (empiris) dapat direalisasikan terhadap efektifitas hukum yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini mengambil lokasi di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten untuk lebih memudahkan akses mendapatkan sumber atau informasi mengenai data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan mendasarkan tempat tinggal peneliti yang berada di wilayah lokasi penelitian sehingga tingkat pengamatan, pengkajian dan analisa terhadap objek penelitian diharapkan lebih cermat.

Hasil pembahasan melalui analisa, menunjukkan bahwa pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Klaten sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil masih ditemui hambatan/permasalahan yang menyebabkan proses implementasi tidak efektif.

Page 15: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

ABSTRACT

The objectives of research is to analyze the Government Regulation No. 43

of 2007 abaout the Honorary Officer Hiring into the Potencial Civil Servants implemented in the Government of Regency Klaten viewed from the law effectiveness aspect and to evaluate the effectiveness of Government Regulation No. 43 of 2007 implementation in coping with the problems of officer hiring in Regency Klaten.

In fact, in order to support the smoothness of government and development assignment implementation, in both central and local government, the honorary officers are hired. Among those honorary officers some of them had been working for a long time for the government and their existences are really necessary to the government. In order to cope with the problems of honorary officer, the government issues a policy goverming the honorary officers hiring into the Potential Civil Servant (CPNS). With the philosophy of desiring to recruit the Potential Civil Servant (CPNS) from honorary officer as appreciation for their dedication to the government, the Government Policy is issued in the form of Government Regulation No. 43 of 2007 about the Honorary Officer Hiring into the Potencial Civil Servants.

The research method used in this study was sociological law research, because it started from the primary data, the one deriving directly from the society as the first source using field study that was conducted using observation and interview. The law research as sociological (empirical) research can be realized in the law effectiveness prevailing or the research on law identification. This research was taken place in Badan Kepegawaian Daerah of Regency Klaten to facilitate the access to the source and information on the data needed in this research and because the writer resides in the research location area so that observation, study and analysis level on the research object is expected to be more precisely.

The result of discussion using analysis shows that the implementation of honorary officer hiring into the potential civil servants in Regency of Klaten has not effective because some obstacles and problems are found during implementation of honorary officer hiring into the potential civil servants in Regency of Klaten.

Page 16: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era reformasi di Indonesia yang dimulai sejak jatuhnya rezim orde

baru membawa harapan baru bagi bangsa Indonesia menuju kehidupan

yang lebih demokratis. Salah satu transisi kebijakan ekonomi dan politik

di Indonesia pada tahun 1999 adalah pengenalan desentralisasi, otonomi

yang memungkinkan pemerintah daerah berperan langsung terhadap

perkembangan wilayahnya dan alokasi sumber daya yang ada di

wilayahnya masing-msing.

Decentralisation policy in Indonesia, as it has been implemented in recent years has impacted strongly on regional levels of government. An examination of how decentralisation policy has affected good governance implementation at regional of government levels is timely.1

Dari batasan di atas, dapat dijelaskan bahwa kebijakan desentralisasi di

Indonesia, seperti yang telah diimplementasikan dalam beberapa tahun

terakhir telah berdampak kuat pada tingkat pemerintah daerah. karena

daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

yang ada di wilayahnya, sehingga mendukung pemerintah daerah untuk

merespons kebutuhan penduduk setempat baik pada masa kini dan

mendatang.

However they also admitted that the current decentralization process is still far from perfect and many parts of process still need a lot of improvement. Generally, it has to be admitted that despite the (mild)

1 Mardiasmo, Diaswati and Barnes, Paul H. and Sakurai, Yuka (2008) Implementation of Good

Governance By Regional Governments in Indonesia: The Challenges. In Brown, Kerry A. and Mandell, Myrna and Furneaux, Craig W. andBeach, Sandra, Eds. Proceedings Contemporary Issues in Public Management:The Twelfth Annual Conference of the International Research Society for PublicManagement (IRSPM XII), pages pp. 1-36, Brisbane, Australia.

Page 17: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

success of decentralization process, there were some big holes in the laws that sometimes led to the confusion or even conflicts between local and central government or among local government.2 Dari pengertian di atas diperoleh gambaran bahwa ternyata proses

desentralisasi saat ini masih jauh dari sempurna dan banyak bagian dari

proses tersebut masih perlu banyak perbaikan, ketidaksempurnaan arus

proses desentralisasi itu karena ketidakmampuan aparat pelaksana melalui

produksi masing-masing peraturan pemerintah. Dalam proses pelaksanaan

desentralisasi, ada beberapa lubang besar dalam peraturan pemerintah yang

kadang-kadang menyebabkan kebingungan atau bahkan konflik antara

pemerintah daerah dan pusat atau di antara lokal pemerintah.

Desentralisasi di Indonesia merupakan salah satu perwujudan dari

tuntutan reformasi dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya reformasi

dibidang politik yang ditandai dengan penyelenggaraan pemilu yang

berbeda dari pemilu sebelumnya yaitu dengan sistem pemilihan legislatif

maupun eksekutif secara langsung oleh rakyat dari tingkat pusat sampai

daerah. Reformasi politik ternyata belum mampu menciptakan suatu sistem

pemerintahan yang bersih dan berwibawa karena masih banyaknya korupsi,

kolusi dan nepotisme (KKN) di lembaga-lembaga negara dari tingkat pusat

sampai daerah. Sulitnya memberantas KKN dalam pemerintahan dan

birokrasi terjadi karena rendahnya komitmen pemerintah untuk membenahi

sistem birokrasi publik. Reformasi politik tanpa diikuti oleh reformasi

birokrasi ternyata tidak menghasilkan perbaikan kinerja pelayanan publik.3

Selain hal-hal di atas masih banyak permasalahan yang harus

ditangani oleh pemerintah. Permasalahan yang harus ditangani secara

serius dan sungguh-sungguh oleh pemerintah dan bangsa Indonesia pada

saat ini, antara lain : memberantas kemiskinan, mengurangi pengangguran

2 Bambang Brodjonegoro, The Indonesian Decentralization after Law Revision : Toward Better

Future, Departement of Economics University of Indonesia, [email protected], Indonesian Paper.pdf

3 Agus Dwiyanto, dkk, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta, PSKK UGM, 2002

Page 18: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

serta menegakkan ketertiban dan keamanan. Ketiga hal tersebut berkaitan

satu sama lain. Pengangguran menyebabkan kemiskinan. Pengangguran

seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya

pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang

sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah

sosial lainnya. Pengangguran yang berkepanjangan dapat menimbulkan

efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.

Pengangguran dan kemiskinan itu secara langsung menyebabkan

terganggunya keamanan dan ketertiban. Tingkat pengangguran yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga

mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pengangguran di

Indonesia untuk saat ini sudah mencapai 99,9 juta orang (BPS 2010).

Kemiskinan dan pengangguran adalah masalah substansional, masalah

utama yang mendasar, yang sejak awal perencanaan pembangunan harus

ditetapkan sebagai target nasional utama. Pasal 27 (Ayat 2) UUD 1945

menyebutkan : "...Tiap-tiap warganegara berhak akan pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan...". Salah satu cara yang

ditempuh pemerintah dalam mengurangi pengangguran adalah dengan

membuka kesempatan kerja melalui pengadaan Calon Pegawai Negeri

Sipil.

Menjadi Pegawai Negeri Sipil merupakan alternatif pilihan bagi

sebagian besar pencari kerja di tengah-tengah keadaan sulitnya mencari

pekerjaan. Berkarier di lingkungan birokrasi pemerintah sampai saat ini

masih menjadi pilihan banyak orang. Kepastian adanya gaji tetap,

minimnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan adanya pensiun di hari

tua menjadi alasan untuk memilih Pegawai Negeri Sipil sebagai pilihan

profesi.

PNS (Pegawai Negeri Sipil) mempunyai kedudukan yang sangat

penting dan menentukan bagi negara, dimana PNS merupakan unsur

Page 19: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

aparatur negara yang menyelenggarakan tugas pemerintahan dan tugas

pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Kedudukan yang

sangat penting dalam kinerja birokrasi tentunya membutuhkan

profesionalitas dan kompetensi dari para PNS karena kelancaran

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional terutama

tergantung dari kesempurnaan kinerja PNS. Dengan demikian perlu adanya

manajemen kepegawaian yang teratur dan terencana bagi PNS baik

ditingkat pusat maupun daerah.

Dalam Pasal 129 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa :

(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil

daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai

negeri sipil secara nasional.

(2) Manajemen Pegawai Negeri Sipil daerah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan,

pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan,

kesejahteraan, hak dan kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan

kompetensi dan pengendalian jumlah.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut,

menurut HAW. Widjaja, dalam sistem kepegawaian secara nasional,

pegawai negeri memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan

pemerintahan dan difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan

dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,

maka ada sebagian kewenangan di bidang kepegawaian diserahkan kepada

daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah.4

Harus diakui bahwa manajemen kepegawaian di Indonesia masih

belum tertata rapi. Mulai dari sistem administrasi, renumerasi, rekruitmen, 4 HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005.

Page 20: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

pengangkatan, hingga pembinaan dan pengawasan masih nampak

kelemahan yang melingkupinya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap

kinerja aparat birokrasi dan berujung pada penggambaran (image) bahwa

birokrasi tidak profesional, berbelit-belit, kurang efisien dan efektif,

bahkan kadang-kadang sampai terjadi pungutan liar (pungli) dalam

pengurusan-pengurusan kepentingan publik tertentu, misalnya KTP, akta

kelahiran dan berbagai urusan perizinan.

Ada beberapa otokritik terhadap sistem penataan aparatur birokrasi

di Indonesia yang secara sistemik masih menjangkiti aparatur pemerintah

di negeri ini. Pertama, lemahnya sistem rekruitmen pegawai, dengan tanpa

perencanaan yang matang yang mendasarkan pada job analisis yang jelas.

Model rekruitmen ini tidak akan memenuhi permintaan pegawai yang

benar-benar proposional dengan kebutuhan birokrasi yang sesungguhnya

dan berimplikasi panjang, yakni tidak terpenuhinya tuntutan the right man

in the right place. Kedua, pola rekruitmen yang buruk juga memberikan

kontribusi pada sistem alokasi atau penempatan pegawai yang menjadi

tidak standar. Ketiga, pola pengembangan aparatur yang belum

diorientasikan pada sistem karier secara benar. Keempat, sistem penilaian

kinerja melalui DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dipandang

kurang objektif dan bersifat kontraproduktif. Kelima, sistem kenaikan

pangkat yang berjalan secara otomatis, menjadikan pegawai bersikap

apatis, pasif dan menerima apa adanya tanpa ada suatu tantangan untuk

senantiasa meningkatkan produktivitas kerja. Keenam, sistem imbalan yang

sama pada tingkat kepangkatan, golongan dan ruang yang sama kurang

mengakomodasi perbedaan prestasi kerja, tingkat kompetensi dan kinerja

pegawai yang lebih baik. Ketujuh, peraturan disiplin pegawai tidak mampu

Page 21: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

mengikat secara tegas, karena unsur pimpinan sendiri seringkali melakukan

pelanggaran disiplin.5

Persoalan lain muncul berkaitan dengan manajemen pegawai negeri

sipil, yaitu masalah keberadaan tenaga honorer. Dalam kenyataannya untuk

menunjang kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan

pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagian

dilakukan oleh tenaga honorer. Diantara tenaga honorer tersebut ada yang

telah lama bekerja kepada pemerintah dan keberadaannya sangat

dibutuhkan oleh pemerintah. Untuk menjawab permasalahan tenaga

honorer tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Dan tenaga honorer yang telah lama bekerja kepada pemerintah dan

keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah serta memenuhi syarat

yang ditentukan dalam peraturan pemerintah dapat diangkat menjadi

CPNS.

Dengan filosofi ingin merekrut Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

dari tenaga honorer sebagai apresiasi terhadap pengabdian mereka terhadap

pemerintah, dikeluarkanlah kebijakan Pemerintah berupa Peraturan

Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tanggal 11 Nopember 2005 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil yang

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tanggal 11

Nopember 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilakukan

bertahap mulai Tahun Anggaran 2005 dan paling lambat selesai Tahun

Anggaran 2009.

5 Ambar Teguh Sulistyani, Memahami Good Governance Dalam Prespektif Sumber Daya

Manusia, Yogyakarta, Gava Media, 2004.

Page 22: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Implementasi Peraturan Pemerintah tersebut ternyata mengalami

banyak permasalahan dan kendala. Apa yang diharapkan pemerintah sesuai

dengan filosofi yaitu adanya wujud reward (penghargaan) terhadap tenaga

honorer yang telah mengabdi pada pemerintah melalui perekrutan tenaga

honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, pada kenyataannya belum

bisa menuntaskan ataupun mengakomodir semua honorer yang ada.

Kegiatan perekrutan dimaksud diawali dengan Pendataan Tenaga

Honorer yang ada. Dari kegiatan pendataan ini sudah timbul masalah,

karena lemahnya sosialisasi, sehingga menyebabkan perbedaaan persepsi

di antara petugas pendataan di kabupaten/kota juga para tenaga honorer.

Tentang definisi tenaga honorer telah menimbulkan bias penafsiran,

sehingga masyarakat mempunyai persepsi sendiri, belum lagi para tenaga

honorer yang mempunyai kepentingan agar bisa diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil.

Definisi tenaga honorer menjadi isu yang sangat pelik, karena

sangat menentukan klasifikasi / kriteria tenaga honorer yang akan didata.

Data tersebut menjadi pedoman pengangkatan tenaga honorer menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil. Tenaga honorer yang akan diangkat menjadi

CPNS harus tercantum dalam database, oleh karena itu para tenaga honorer

berusaha untuk didata dengan membawa penafsiran masing-masing,

dengan harapan bisa diangkat menjadi CPNS.

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 juga

menjadi beban, karena kondisi tenaga honorer daerah sangat bervariatif,

diantaranya :

1. Legalitas pejabat yang mengangkat tenaga honorer bervariasi.

2. Pendanaan penggajian tidak hanya dari APBN/APBD, tapi juga dari

pendapatan lainnya.

Page 23: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

3. Tempat kerja tidak di Instansi Pemerintah tetapi diangkat oleh pejabat

yang berwenang, gaji dari APBN/APBD.

4. Banyak tenaga honorer yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 mengenai usia dan masa kerja.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah menetapkan formasi

Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2009 untuk Kabupaten Klaten sebanyak

505 orang yang akan ditempatkan di seluruh wilayah Kabupaten Klaten,

yang dituangkan dalam Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor : 102.PM/M.PAN/9/2009 tanggal 7 September 2009 perihal

Persetujuan Rincian Formasi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Tahun

2009 untuk Pelamar Umum, Tenaga Honorer dan Sekretaris Desa. Formasi

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan PNS dan diutamakan untuk bidang

pelayanan seperti pendidikan, kesehatan dan teknis strategis lainnya. Untuk

tahun 2009 Kabupaten Klaten mendapat alokasi CPNS sebesar 505 orang

yang terdiri dari 70 untuk tenaga honorer, 418 dari pelamar umum dan 17

sekretaris desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 sebagai produk

kebijakan publik diharapkan dapat mengakomodir tuntutan semua tenaga

honorer untuk dapat diproses menjadi calon pegawai negeri sipil. Akan

tetapi fakta di Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tersebut justru menimbulkan

berbagi permasalahan dan ketidakpuasan dari para tenaga honorer yang

belum bisa diproses menjadi calon pegawai negeri sipil.

Page 24: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat

dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Apakah pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri

sipil (CPNS) di Kabupaten Klaten berdasar PP Nomor 43 Tahun 2007

sudah efektif ?

2. Faktor-faktor penghambat apakah yang dihadapi Pemerintah Kabupaten

Klaten dalam penerapan/implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007

tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil ?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka

tujuan penelitian adalah :

1. Untuk menganalisa implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 Tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten di pandang dari aspek

efektifitas hukum.

2. Untuk mengevaluasi efektifitas dan mengetahui faktor-faktor

penghambat implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Klaten dalam menyelesaikan masalah pengadaan pegawai.

Page 25: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

antara lain :

1. Sebagai sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum, khususnya

Hukum Tata Negara / Hukum Administrasi Negara yang sekarang

berkembang dengan cepat.

2. Diharapkan dalam penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan

pemikirian pada pihak – pihak yang terkait dengan kegiatan Pengadaan

Calon Pegawai Negeri Sipil dalam pengambilan kebijakan.

Page 26: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritik

1. Kajian Tentang Kebijakan Publik (Public Policy)

a. Definisi kebijakan publik

Seiring dengan berkembangnya masalah-masalah di dunia,

berkembang pulalah usaha yang yang dilakukan untuk memecahkan

masalah-masalah tersebut. Dalam usaha untuk memecahkan

masalah-masalah yang terdapat di tengah-tengah kehidupan

masyakarat, pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan.

Recently the terms "governance" and "good governance" are being increasingly used in development literature. The concept of "governance" is not new. It is as old as human civilization. Simply put "governance" means: the process of decision-making and the process by which decisions are implemented (or not implemented).7

Batasan diatas menjelaskan bahwa baru-baru ini istilah

pemerintahan (goverment) dan tata pemerintahan (good governance)

yang baik sering digunakan dalam literatur pembangunan. Konsep

pemerintahan bukan merupakan hal yang baru karena sudah ada

sejak adanya peradaban manusia. Secara sederhana tata (good)

berarti : proses pengambilan keputusan atau kebijakan dan proses

dengan mana keputusan / kebijakan itu diimplementasikan (atau

tidak diimplementasikan). Dari pengertian tersebut diperoleh

gambaran bahwa good governance adalah cara bagaimana kekuasaan

pemerintah baik pusat maupun daerah digunakan untuk mengelola 7 United Nations, ESCAP, PBB Web Site/Website PBB Locator, Proverty and Development

Division, Good Governance, http://www.unescap.org/pdd/prs/Project Activities/Ongoing/gg/governance.asp, 28/05/2010

Page 27: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

sumber daya-sumber daya ekonomi dan sosial untuk tercapainya

kesejahteraan masyarakat.

Thomas R Dye8 menjelaskan bahwa kebijakan negara atau

public policy is whatever goverments choose to do or not to do

(pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan

oleh pemerintah). Menurut Anderson dan Dye,9 ada 3 (tiga) alasan

mempelajari kebijakan negara yaitu, pertama dilihat dari sudut

alasan ilmiah (scientific reason), kebijakan negara dipelajari dengan

maksud untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

mengenai hakekat dan asal mula kebijakan negara, berikut proses-

proses yang mengantarkan perkembangannya serta akibat-akibatnya

pada masyarakat; kedua dilihat dari sudut alasan profesional

(profesional reason), maka studi kebijakan negara dimaksudkan

untuk menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara

guna memecahkan masalah-masalah sosial sehari-hari. Sehubungan

dengan ini, terkandung suatu pemikiran tentang faktor-faktor yang

membentuk kebijakan negara, atau akibat-akibat yang ditimbulkan

oleh kebijakan tertentu, maka perlu dipertimbangkan bagaimana

individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak guna mencapai

tujuan mereka; ketiga, dilihat dari sudut alasan politis (political

reason), maka mempelajari kebijakan negara pada dasarnya

dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang

tepat, guna mencapai tujuan yang tepat pula. Dengan kata lain, studi

kebijakan negara dalam hal ini dimaksudkan untuk

menyempurnakan kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah.

8 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, PT. Suryandaru Utama,

2005 9 Solichin Abdul Wahab, Public Policy : Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisis

Kebijakan Pemerintah, Surabaya : Airlangga University Press, 1997.

Page 28: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti

kebijakan sebagai suatu pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-

praktek yang terarah, sedang Carl J. Friedrich mendefinisikan

kebijakan sebagai ”...serangkaian tindakan yang diusulkan

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-

kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam

rangka mencapai tujuan tertentu.”10

Ragam kebijakan yang dibuat ada beberapa jenis, pertama

kebijakan yang dibuat oleh legislatif secara tunggal (Undang-undang

Dasar, Ketetapan MPR), kedua kebijakan yang dibuat dalam bentuk

kerja sama antara legislatif dan eksekutif (undang-undang). Ketiga

adalah kebijakan yang dibuat oleh eksekutif saja, karena di dalam

perkembangan kebijakannya peran eksekutif tidak cukup hanya

melaksanakan kebijakan yang dibuat legislatif. Semakin

meningkatnya kompleksitas kehidupan bersama diperlukan

kebijakan-kebijakan untuk melaksanakan kebijakan yang bersifat

umum yang dibuat legislatif (UUD, TAP MPR, UU, dll). Di

Indonesia ragam kebijakan yang dibuat/ditangani eksekutif

bertingkat, contoh :11

Di tingkat pusat yaitu :

1). Peraturan Pemerintah (PP),

2). Keputusan Presiden (Kepres),

3). Keputusan Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non

Departemen, dll.

10 Joko Purwono, Analisis Kebijakan Publik : Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan

Negara, Yakarta, Bumi Aksara, 1989 . 11 Riant Nugroho, Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta, Edisi Kedua,

Gramedia, 2004 .

Page 29: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Di tingkat daerah yaitu :

1). Keputusan Gubernur,

2.) Keputusan Bupati dan bertingkat-tingkat keputusan di

bawahnya,

3). Keputusan Walikota dan bertingkat-tingkat keputusan di

bawahnya.

Dalam studi kebijakan publik, maka kebijakan-kebijakan

tertulis formal inilah yang menjadi pusat perhatian.

Proses implementasi sangat erat dengan kebijakan. Kebijakan-

kebijakan yang diputuskan dan ditetapkan bermuara untuk mengatasi

masalah yang terjadi dalam masyarakat (publik), menurut Friedrich

mendefinisikan kebijakan sebagai :12

”serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan

peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut

ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi

hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”

Sedangkan James E Anderson menyatakan bahwa kebijakan

adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang

diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau kelompok pelaku

guna memecahkan masalah tertentu13

WI. Jenkins merumuskan kebijakan sebagai :14serangkaian

keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor

politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang

telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi 12 Ibid, hal 4 13 Irfan Islami, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta, Bumi Aksara, 2004. 14 Abdul. Wahab Solichin, op.cit, hal 4

Page 30: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada

dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Sedangkan kebijakan menurut Heins Eulau dan Keneth

Prewith adalah keputusan yang teguh yang disifati oleh adanya

perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian dari keduanya

yakni bagi orang-orang yang membuatnya dan bagi orang-orang

yang melaksanakannya.

Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang

dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu.

Dalam pandangan David Easton ketika pemerintah membuat

kebijakan publik, maka ketika itu pula pemerintah mengalokasikan

nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung

seperangkat nilai di dalamnya. Sedangkan Harold Laswell dan

Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya

berisi tujuan, nilai-nilai dan praktika-praktika sosial yang ada dalam

masyakarat. Ketika kebijakan publik berisi/mengandung nilai-nilai

yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyakarat,

maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika

diimplementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan publik harus mampu

mengakomodasikan nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.

Kebijakan menurut Graycar15 dapat dilihat sebagai konsep

filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan sebagai

suatu kerangka kerja. Dalam konsep filosofis, kebijakan merupakan

serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu

produk, kebijakan dipandang sebagai suatu serangkaian kesimpulan

dan rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai

15 Yeremias T Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu, Gava

Media, Yogyakarta, 2004, hlm. 55

Page 31: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

suatu sistem organisasi, sehingga dapat mengetahui apa yang

diharapkan dari program dan mekanisme kerja dalam mencapai

produknya serta sebagai suatu kerangka kerja. Kebijakan merupakan

suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-

isu dan metode implementasinya.

Thomas R. Dye 16menjelaskan, bahwa kebijakan publik adalah

apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak

dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan, apabila pemerintah

memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya dan

kebijakan tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan

semata-mata keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu,

sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk

kebijakan negara. Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan “

oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya

dengan “sesuatu yang dilakukan” pemerintah.

b Teori pengambilan kebijakan

Menurut Solichin Abdul Wahab17 ada tiga teori pengambilan

kebijakan yang sering dipakai, yaitu:

Pertama, Teori Rasional Komprehensif. Teori ini paling banyak

dikenal dan diterima oleh kalangan luas. Unsur-unsur utama dari

teori ini meliputi: (1) Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu

masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain; (2)

Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang sebagai pedoman

pembuat keputusan amat jelas dan dapat diperbandingkan

rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya; (3) Berbagai

alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama; 16 Hanif Nurcholish, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005, hlm 159 17 Solichin Addul Wahab, 2004,op.cit hlm. 19

Page 32: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

(4) Akibat-akibat berupa biaya dan manfaat yang ditimbulkan oleh

setiap alternatif dipilih dan diteliti; (5) Setiap alternatif dan masing-

masing akibat yang menyertainya dapat diperbandingkan dengan

alternatif lainnya; (6) Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan

akibat-akibatnya untuk mencapai tujuan, nilai atau sasaran yang telah

digariskan. Hasil dari proses tersebut adalah keputusan yang rasional

yakni suatu keputusan dapat mencapai tujuan paling efektif.

Kedua, Teori Inkremental. Pengambilan keputusan dalam teori

ini menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan

pada saat yang sama merupakan teori lebih banyak menggambarkan

cara untuk ditempuh oleh pejabat pemerintah dalam mengambil

keputusan sehari-hari.

Ketiga, Teori Pengamatan Terpadu. Suatu pendekatan untuk

pengambilan sebuah keputusan dengan memperhitungkan baik

keputusan-keputusan yang bersifat fundamental maupun keputusan-

keputusan bersifat inkremental dan memberikan urutan teratas bagi

proses pembuatan kebijakan fundamental guna memberikan arahan

dasar dan proses pembuatan kebijakan inkremental sesudah

keputusan tercapai.

c Proses Pembuatan kebijakan

Membuat atau merumuskan suatu kebijakan Negara, bukanlah

suatu proses sederhana dan mudah, hal ini disebabkan karena

terdapat banyak faktor atau kekuatan-kakuatan yang berpengaruh

terhadap proses pembuatan kebijakan Negara tersebut. Menurut Irfan

Islamy18 ada enam langkah yang harus diperhatikan dalam

perumusan kebijakan Negara yaitu; Pertama Perumusan masalah;

Kedua, Penyusunan agenda pemerintahan; Ketiga, Perumusan usulan

18 Irfan Islamy, 2004, 0p.cit, hlm. 78

Page 33: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

kebijakan; Keempat, Pengesahan kebijakan Negara; Kelima,

Pelaksanaan kebijakan dan Keenam,Penilaian kebijakan Negara.

William Dunn19 mengemukakan proses pembuatan kebijakan

divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung

menurut urutan-urutan waktu; Pertama, Penyusunan agenda, para

pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada

agenda publik; Kedua, Formulasi kebijakan, para pejabat

merumuskan alternatif kebijakan untuk mengantisipasi masalah;

ketiga, Adopsi kebijakan, alternatif kebijakan yang diadopsi dengan

dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur

lembaga atau keputusan peradilan; keempat, Implementasi

kebijakan, kebijakan dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia; Kelima,

Penilaian kebijakan, untuk pemeriksaan dan akuntasi dalam

pemerintahan menentukan apabila badan-badan eksekutif, legislatif

dan badan peradilan memenuhi persyaratan seperti yang ditentukan

oleh undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian

tujuan.

Proses kebijakan dapat dilukiskan sebagai deretan keadaan

yang berbeda-beda sehubungan dengan keseluruhan dari tindakan

yang dinamis dalam hal persiapan, penentuan, pelaksanaan,

penilaian dan pengendalian suatu kebijakan. David Easton

menjelaskan,20 “Melalui proses pembuatan keputusanlah komitmen-

komitmen masyarakat yang acap kali masih kabur dan abstrak

sebagaimana tampak dalam nilai-nilai dan tujuan-tujuan

masyarakat, diterjemahkan oleh para aktor (politik) ke dalam

19 William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gajahmada University Press, Yogyakarta,

1998, hlm. 24 20 Bambang Sunggono, 1997, Hukum dan Kebijakan Publik, Jakarta, Insan Cendikia

Page 34: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

komitmen-komitmen yang lebih spesifik menjadi tindakan-tindakan

dan tujuan-tujuan yang konkrit.”

Thomas R. Dye merumuskan secara terperinci pembuatan

kebijakan sebagai :21 “ Keseluruhan proses yang menyangkut

pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan

kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk

tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan tersebut ke

dalam sistem politik, pengupayaan pengenaan sanksi-sanksi atau

legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan

pelaksanaan/implementasi, monitoring dan peninjauan kembali

(umpan balik).”

Dalam pembuatan kebijakan ada beberapa model yang salah

satunya adalah model group theory : Policy as Group Equilibrium.

Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan

kebijakan yang dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha

untuk mempengaruhi isi & bentuk kebijakan secara interaktif.

Dengan demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk

menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan

cara bargaining, negoisasi dan kompromi.22

d Analisis kebijakan

William Dunn23 menyatakan Analisis kebijakan dilakukan

untuk menilai secara kritis dan mengkonsumsikan pengetahuan

yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses

pembuatan kebijakan. Dalam melakukan analisis kebijakan Dunn

membagi lima tahap analisis yaitu, (1) Perumusan masalah (2)

Peramalan (3) Rekomendasi (4) Pemantauan (5) Penilaian. Setiap

21 Ibid, hal 47 22 R. Slamet Santoso, Model dalam Kebijakan Publik, 23 Ibid; hlm. 23

Page 35: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir

(penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan

agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkup aktivitas yang tidak

linier.

Berdasarkan pendapat tadi, dapat dipastikan bahwa kebijakan

adalah rangkaian tindakan dengan tujuan untuk memecahkan

masalah, tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat yang dilakukan setelah adanya keputusan terhadap

alternatif yang dipilih.

2. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Jika suatu kebijakan telah diputuskan atau direkomendasikan

untuk dipilih, maka kebijakan tersebut tidak akan berhasil terwujud

apabila kebijakan tadi tidak diimplementasikan. Kebijakan yang telah

dipilih oleh pembuat kebijakan (policy makers) tidak menjamin bahwa

kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya.

Istilah implementasi sering digunakan oleh para ahli untuk

menggambarkan tahapan pelaksanaan. Namun di kalangan para ahli

sendiri hingga saat ini belum ada kesatuan pendapat mengenai

implementasi, hal ini disebabkan karena memang apa yang disebut

sebagai implementasi merupakan tahapan yang kompleks dan rumit.

Kendati sulit untuk merumuskan batasan implementasi secara definitif,

namun batasan mengenai apa yang disebut implementasi untuk

keperluan analisis, mutlak diperlukan.

Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa To Implement

(mengimplementasikan) berarti to provide, the mean for carrying out,

Page 36: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical

effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)24

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier adalah :25

Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian

implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian atau kegiatan-

kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman

kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk

mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak

nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Mazmanian dan Sabatier juga memberikan definisi lain tentang

implementasi yaitu :

Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk

Undang-Undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalahnya

yang ingin dicapai, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin

dicapai, dan berbagai cara untuk untuk menstrukturkan/mengatur

proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui tahapan

tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan Undang-undang,

kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan-

keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata baik yang

dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan

sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan

dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting atau upaya untuk melakukan

perbaikan-perbaikan terhadap Undang-undang/peraturan yang

bersangkutan.

24 Abdul. Wahab Solichin, 2004, op.cit 64. 25 Ibid, hal 65-68

Page 37: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Implementasi tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan

administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program

dan menumbuhkan ketaatan pada diri kelompok sasaran. Implementasi

juga menyangkut jaringan-jaringan kekuatan politik, ekonomi dan

sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku

dari semua pihak yang terikat dan yang pada akhirnya berpengaruh

terhadap dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Sedangkan Van Meter dan Van Horn merumuskan proses

implementasi sebagai berikut :

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-

individu/pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijaksanaan.

Proses implementasi terkait erat dengan kebijakan, implementasi

melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi “street level

bureaucats” untuk memberikan pelayananan atau mengatur perilaku

kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana,

implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai

implementator. Sebaliknya untuk kebijakan yang bersifat makro, maka

usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi.

Mengenai keterlibatan berbagai pelaku (actors) dalam

implementasi, Ripley dan Franklin menyatakan :26

Impelementation processinvolve many important actors holding diffuse and competing goals and expectations who work within a contexts of an increasingly large and complex mix of government programs that require participation form numerous layers and unit of government and who are affected by powerfull factors beyond their control.

26 AG. Subarsono, op.cit, hal 88-89

Page 38: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Pengertian di atas menjelaskan bahwa Kompleksitas implementasi

bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang

terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh

berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual

maupun variabel organisasional dan masing-masing variabel pengaruh

tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.

Setelah ditetapkannya suatu kebijakan tidak berarti bahwa

masalah yang dihadapi sudah terselesaikan, masalah yang masih harus

dihadapi adalah apakah kebijakan itu langsung dapat diterima oleh

masyarakat dan mempunyai kesediaan diri untuk

mengimplementasikannya.

Jika suatu kebijakan telah dirumuskan dan diputuskan maka

dibutuhkan suatu sistem untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Kebijakan yang telah dirumuskan, diterima dan disahkan oleh pihak

yang berwenang maka siap untuk diimplementasikan. Masalah

implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada perwujudan secara

riil dari kebijakan tersebut. Pembuat kebijakan tidak hanya ingin

melihat kebijakannya dilihat oleh masyarakat akan tetapi juga ingin

mengetahui seberapa jauh kebijakan tersebut memberikan konsekwensi

positif dan negatif bagi masyarakat. Sebab pada dasarnya kebijakan itu

dibuat untuk kepentingan rakyat banyak.

Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar

bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan

politik ke dalam prosedur-prosedur rutin, melainkan lebih dari itu, ia

menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh

apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidak terlalu salah apabila

dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari

keseluruhan proses kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk

Page 39: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

mengimplementasikan kebijakan publik, maka dua pilihan langkah

yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk

program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan

dari kebijakan publik tersebut.

Pada umumnya tugas implementasi adalah mengkaitkan realisasi

tujuan kebijakan dengan hasil kegiatan/program pemerintah. Beberapa

kebijakan bersifat ”self executing” artinya dapat dirumuskannya

kebijakan itu sekaligus (dengan sendirinya) kebijakan itu

terimplementasikan. Akan tetapi jumlah kebijakan yang self executing

ini tidak banyak. Kebanyakan kebijakan negara itu berbentuk peraturan

perundang-undangan baik berupa undang-undang, peraturan

pemerintah, ataupun berbagai macam ketentuan dan ketetapan yang

sejenis dengan itu yang lebih bersifat non self executing, artinya bahwa

kebijakan negara perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai

pihak sehingga nampak efeknya.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,

merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi,

prosedur dan teknik yang bekerjasama untuk menjalankan kebijakan

guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.27

Meter dan Horn mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara

individu atau kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan

sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan.28

Ada dua macam strategi dalam proses implementasi kebijakan

negara yaitu top down dan bottom up, yang masing-masing memiliki

karakteristik sendiri-sendiri. Sabatier mengemukakan, kenyataannya

pelaksanaan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh bekerjanya tarik

27 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta, Media Pressindo, 2002 28 Samodra Wibawa dkk, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

Page 40: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

menarik kepentingan antara pemerintah dengan perubahan sikap

masyarakat. Dinamika tarik menarik inilah yang disebutnya sebagai

Implementasi top-down dan bottom up.29

Menurut teori yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn

maupun Sabatier dan Mazmanian, suatu implementasi akan efektif

apabila pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh

peraturan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis atau dengan

menggunakan model top down. Kebijakan yang bersifat top down

hampir tidak memberikan ruang kepada aparat pelaksana untuk

melakukan inovasi dalam bekerja. Segala tindakan sudah diatur dengan

detail dan bersifat mengikat. Kecenderungan aparat untuk

melaksanakan kebijakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan

petunjuk teknis sangat kuat.

Accountability is a top-down notion. It assumes – rightly – that the government structure is a hierarchical one. In a hierarchical bureaucracy, accountability usually implies answerability to higher echelons of government.30

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Santosh

Mehrotra, implementasi top down berkaitan dengan kemampuan

meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Struktur pemerintah adalah

suatu hirarki tatanan birokrasi, dan akuntabilitas dalam hal ini biasanya

berarti answerability ke tingkat yang lebih tinggi dalam pemerintahan.

Yang pada akhirnya pertanggungjawaban ini harus disampaikan kepada

warga negara.

Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak

variabel, faktor dan dimensi dan masing-masing saling berhubungan

29 Mas Roro Lilik Ekowati, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program,

Pustaka Citra, Surakarta, 2005. 30 Santosh Mehrotra, Penasihat Ekonomi Daerah Kemiskinan dan Pemerintahan, Pusat Regional

untuk Asia, Elaborasi pada kemampuan pendekatan Sen, Demokrasi, Desentralisasi dan akses ke Layanan Dasar, Bangkok, E-mail: [email protected].

Page 41: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

satu sama lain. Para ahli banyak mengemukakan pendapatnya tentang

teori metode implementasi kebijakan. Menurut Grindle keberhasilan

implementasi dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel besar, yaitu isi

kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (contex of

implementation).

Variabel isi kebijakan menyangkut:31

1). Kepentingan kelompok sasaran

2). Jenis manfaat

3). Derajad perubahan yang diinginkan

4). Letak pengambilan keputusan

5). Pelaksanaan program

6). Sumber daya yang dilibatkan

Sedang variabel lingkungan implementasi menyangkut :

1). Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2). Karakteristik lembaga dan penguasa

3). Kepatuhan dan daya tanggap

Sedang Edward memandang bahwa : implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh empat variabel yakni : (1) komunikasi, (2) sumber

daya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut

juga saling berhubungan satu sama lain.

Sementara Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa

Implementasi kebijakan berjalan lancar secara linier dari kebijakan

publik, implementator dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel

yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi implementasi

kebijakan publik adalah variabel : 32

1). Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi.

2). Karakteristik dari agen pelaksana/implementator.

31 AG. Subarsono, op.cit, hal 90-94 32 Riant Nugroho, op.cit, hal 167

Page 42: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

3). Kondisi ekonomi, sosial dan politik.

4). Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/impelementator.

Mazmanian dan Sabatier mengembangkan model yang disebut

sebagai A Frame work for Implementation Analysis (Kerangka Analisis

Implementasi)

Peran penting dari implementasi kebijaksanaan negara ialah

mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya

tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-

variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) katagori

besar yaitu :

1). Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.

2). Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara

cepat proses implementasi dan

3). Pengaruh langsung pelbagai variabel politik terhadap keseimbangan

dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan

tersebut.33

Berdasar pengertian di atas dapat diketahui bahwa implementasi

bukan hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang

bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan

ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut

jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang

berlangsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak

yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik

yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan ádalah suatu proses tindakan yang dilakukan

oleh individu atau kelompok setelah peraturan atau keputusan

33 Abdul. Wahab Solichin, op.cit, hal 81

Page 43: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

ditetapkan untuk mencapai tujuan dengan didukung oleh peralatan,

aparat pelaksana, dan biaya.

Suatu kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan

dan mempunyai dampak positif bagi masyarakat. Dengan kata lain,

tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat itu

bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara.

Dengan demikian jika mereka bertindak/berbuat tidak sesuai dengan

keinginan pemerintah/negara itu, maka kebijakan negara akan menjadi

tidak efektif.

Dari berbagai pendapat tersebut, maka implementasi kebijakan

dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan

kebijakan. Usaha untuk melakukan melaksanakan kebijakan tetentu,

tentunya membutuhkan suatu keahlian dan keterampilan dalam

menguasai persoalan yang hendak dikerjakan. Dalam hal ini birokrasi

menempati kedudukan yang strategis, karena birokrasilah yang

berkewajiban melaksanakan kebijakan tersebut, sehingga birokrasi

senantiasa dituntut untuk mempunyai keterampilan dan keahlian yang

tinggi.

Keberhasilan implementasi kebijakan negara sebagai suatu proses

secara garis besar disamping dipengaruhi oleh faktor tujuan yang telah

ditetapkan, dengan cara apa tujuan tersebut dilaksanakan juga

dipengaruhi oleh beberapa variabel dalam implementasi kebijakan

publik, yaitu : communications (komunikasi), resources (sumber daya),

dispotitions atau attitudes (sikap) dan bereaucratic structure (struktur

birokrasi).34

34 Mas Roro Lilik Ekowati, op.cit, hal 37

Page 44: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

a). Komunikasi

Agar implementasi kebijakan berjalan efektif diperlukan

komunikasi yang jelas, akurat dan konsisten bagi implementator.

Tidak cukupnya komunikasi bagi implementator mengakibatkan

implementasi yang dikirim akan mengalami kesalahan atau

kerusakan, samar-samar atau tidak konsisten yang akhirnya secara

serius akan mempengaruhi implementsai kebijakan.

b). Sumber Daya

Diperlukan sumber daya yang memadai agar implementasi bisa

efektif. Pentingnya sumber daya ini meliputi ukuran staf dan

keahlian yang dimiliki, sumber daya yang lemah akan berakibat

bahwa pelayanan tidak akan bisa diberikan atau peraturan-peraturan

tidak akan bisa untuk diterapkan.

c). Sikap

Seorang implementator disamping harus mengetahui apa yang harus

dilaksanakan juga harus bisa membawa kebijakan sebagaimana

yang diinginkan (diharapkan).

d). Struktur birokrasi

Struktur birokrasi merupakan faktor penting di dalam pelaksanaan

kebijakan. Dimana di dalam birokrasi tersebut akan terjadi

koordinasi dan kerjasama agar implementasi kebijakan bisa efektif

dan efisien.

Langkah terakhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi

kebijakan yang meliputi penilaian terhadap hasil-hasil kebijakan,

tujuan-tujuan, sarana-sarana, aktivitas-aktivitas, urutan waktu dengan

berpegang pada ukuran-ukuran lain dari tujuan-tujuan kebijakan seperti

asas-asas maupun pandangan-pandangan lain yang dianut oleh para

penilai.

Page 45: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

3. Efektifitas Bekerjanya Hukum

Sesungguhnya hubungan hukum dan kebijakan publik sangat erat

bagaikan dua sisi mata uang. Maksudnya adalah produk hukum yang

baik harus melalui proses komunikasi yang baik antara stakeholders

dan antar komponen masyarakat yang biasa dilakukan dalam proses

penyusunan kebijakan publik. Produk hukum dibicarakan dalam dua

sisi, yakni sisi keadilan dan sisi legalitas sebagai upaya adanya

kepastian hukum yang kemudian menjelma hukum positif, yakni

produk hukum yang berlaku dalam suatu negara tertentu dan dibuat

lembaga yang berwenang seperti pembuatan undang-undang dilakukan

oleh pemerintah dan DPR RI, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dan

Gubernur atau Bupati.

Dalam melakukan penerapan hukum membutuhkan kebijakan

publik sebagai sarana yang mampu mengaktualisasikan hukum tersebut

dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat, sebab jika

responsifitas aturan masyarakat hanya sepenuhnya diserahkan pada

hukum semata, maka bukan tidak mungkin pada saatnya akan terjadi

pemaksaan-pemaksaan hukum yang tidak sejalan dengan cita-cita

hukum itu sendiri yang ingin mensejahterakan masyarakat.

Kebijakan publik sebagai sebuah konsep pengaturan masyarakat

yang lebih menekankan pada proses, dewasa ini tampaknya menjadi

lebih populer daripada hukum. Namun keberadaan hukum secara sadar

atau tidak sadar masih tetap dibutuhkan oleh masyarakat modern.

Penerapan hukum menjadi sangat tergantung pada kebijakan

publik sebagai sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan

hukum itu sendiri. Sebab dengan adanya kebijakan publik, maka

pemerintah pada level yang terdekat dengan masyarakat setempat akan

mampu merumuskan apa-apa saja yang harus dilakukan agar penerapan

hukum yang ada pada suatu saat dapat berjalan dengan baik.

Page 46: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Menurut Lawrence Meir Friedman seorang ahli sosiologi hukum

dari Stamford University dalam bukunya The Legal System,

mengemukakan mengenai Tiga Unsur Sistem Hukum (Three Element

of Legal System). Untuk itu sangat tepat Teori Friedman yang

menyatakan bahwa hukum merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri

dari tiga unsur yang saling terkait. Ketiga unsur sistem hukum yang

mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut adalah sebagai berikut :35

a. Struktur Hukum (legal structure);

Struktur menurut Friedman adalah kerangka bagian yang

memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Di

Indonesia berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia maka

termasuk didalamnya struktur Institusi-institusi penegakan hukum,

seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan

Dalam hal ini merupakan unsur yang berasal dari para

pemegang aturan hukum. Bisa jadi pemerintah (eksekutif), pembuat

peraturan (legislatif) ataupun lembaga kehakiman (yudikatif). Para

aparat penegak hukum, seyogyanya harus bersikap konsisten

terhadap apa yang telah dikeluarkannya. Ia tidak boleh mangkir dari

kebijakan-kebijakan hukum yang telah dibuatnya. Atau dengan kata

lain, dalam melakukan segala perbuatan, pemerintah harus selalu

berpegang teguh terhadap peraturan umum yang telah dibuatnya.

Jadi pada dasarnya struktur hukum secara sederhana bisa

diartikan dari kerangka hukum maupun wadah dan organisasi dari

lembaga-lembaganya.

35 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, PT. Yarsif Watampone,

2001.

Page 47: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

b. Substansi Hukum ( legal substance);

Substansi adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata

manusia yang berada dalam sistem hukum itu. Substansi juga

berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada didalam

sistem hukum itu mencakup peraturan baru yang mereka susun.

Komponen substantif sebagai output dari sistem hukum yang

berupa peraturan-peraturan keputusan-keputusan yang digunakan

baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.36

Substansi hukum meliputi norma dan aturan itu sendiri. Tidak

terbatas pada norma formal saja tetapi juga meliputi pola perilaku

sosial termasuk etika sosial, terlepas apakah nantinya akan perilaku

sosial tersebut akan membentuk norma formal tersendiri. Idealnya,

isi/materi hukum tidak boleh diinterpretasikan secara

baku/sebagaimana adanya seperti yang tercantum dalam peraturan

perundang-undangan.

c. Kultur hukum (legal culture).

Pernyataan Friedman menyatakan bahwa kultur hukum ádalah

apa yang masyarakat rasakan terhadap hukum dan sistem

hukumnya, kemudian Friedman memperluas lagi bahwa budaya

hukum bukan sekedar pikiran saja, tetapi juga cara pandang dan

cara masyarakat menentukan bagaimana sebuah hukum itu

digunakan

Pada akhirnya, pemahaman kultur hukum menurut Friedman

adalah setiap manusia terhadap hukum dan sistem hukum

kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum

adalah susunan pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan

bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan.

36 Ibid, hal 5

Page 48: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tanpa Kultur Hukum maka sistem hukum itu sendiri tidak

berdaya. Pendapat Friedman, jika unsur ini dihilangkan akan

menimbulkan kepincangan hukum & tidak bisa berjalan

sebagaimana mestinya, serta cita-cita mewujudkan keadilan pun

akan sirna. Pemerintah, dalam menyusun peraturan dan menentukan

langkah-langkah hukum perlu memperhatikan pula nilai-nilai dalam

masyarakat. Tidak boleh mengambil keputusan/kebijakan hanya

berdasarkan asumsinya belaka. Sesuai/tidaknya kebijakan hukum

dengan tuntutan masyarakat umum, akan sangat menentukan

keberhasilan hukum itu sendiri.

Berdasarkan teori sistem dari Friedman diatas kalau ingin

memperbaiki sistem hukum yang ada ketiga komponen tersebut harus

diperhatikan dan dibenahi. Kondisi ini memerlukan suatu proses yang

panjang untuk mampu merubahnya karena menyangkut masalah sosial

budaya, sehingga bukan hanya perundang-undangan yang harus

dibenahi namun juga budaya hukum masyarakat.

Menurut Setiono, pada dasarnya di dalam penerapan hokum

tergantung pada empat unsur yaitu unsure hukum, unsur struktural,

unsur masyarakat dan budaya.37

1) Unsur Hukum

Unsur hokum merupaka produk atau teks aturan-aturan hokum.

Ketika pada kasus tertentu ternyata unsur hokum ini tidak dapat

diterapkan sama persis dengan harapan yang ada, maka kebijakan

publik diharapkan mampu memberikan tindakan-tindakan yang

lebih kontekstual dengan kondisi riil di lapangan. Ketika kebijakan

publik melakukan hal itu maka sesungguhnya ia pun berangkat dari

unsur hokum yang dimaksud. Perencanaan dan langkah-langkah

37 Setiono, PemahamanTterhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum,

Surakarta, Pasca Sarjana UNS, 2005.

Page 49: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

yang diambil oleh kebijakan publik bisa jadi tidak sepenuhnya sama

dengan teks-teks aturan hokum, dengan demikian pada dasarnya

kebijakan publik itu lebih sebagai upaya untuk membantu atau

memperlancar penerapan hokum yang telah ditetapkan.

2) Struktural

Struktural merupakan lembaga-lembaga atau organisasi yang

diperlukan dalam penerapan hokum itu. Kebijakan publik dalam

konteks unsur struktural ini lebih dominan berposisi sebagai sebuah

seni, yaitu bagaimana ia mampu melakukan kreasi sedemikian rupa

sehingga performance organisasi yang dialaminya itu dapat tampil

lebih baik, sekaligus distorsi-distorsi pemaknaan dari unsur hokum

yang ada tidak diselewengkan atau ditafsir berbeda oleh para

pelaksananya di lapangan. Atau mungkin terjadi para pelaksana

dalam organisasi sudah mengerti maksud dari aturan hokum yang

ada tetapi mereka tidak mampu menjalankannya.

3) Masyarakat

Yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah bagaimana kondisi

social politik dan social ekonomi dari masyarakat yang akan terkena

dampak atas diterapkannya sebuah aturan hokum atau Undang-

undang. Sebaik apapun unsur-unsur kinerja organisasi atau institusi

pelaksana, bila kondisi masyarakatnya sedang kacau balau tentu

semua itu tidak akan dapat berjalan seperti yang diharapkan. Posisi

dari kebijakan publik lagi-lagi akan sangat berpengaruh dalam hal

unsur masyarakat dalam penerapan hokum. Kondisi masyarakat

yang ada itu harus diselesaiakan terlebih dahulu demi

terselenggaranya sebuah penerapan hokum

Page 50: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

4) Budaya

Yang dimaksud dengan budaya adalah berkaitan dengan bagaimana

isi kontekstual sebuah Undang-undang yang hendak diterapkan

dengan pola piker, pola perilaku, norma-norma nilai-nilai dan

kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Unsur budaya

dalam penerapan hokum sangat penting sebab ini berkaitan dengan

bagaimana pamahaman masyarakat atas sebuah introduksi nilai

yang hendak ditransformasikan oleh sebuah produk hokum atau

Undang-undang.

Earl Letham beranggapan,38 bahwa kebijakan publik pada

dasarnya mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam perjuangan

antar kelompok. Kebijakan publik merupakan keadaan seimbang yang

tercapai dalam perjuanagan antar kelompok pada suatu waktu tertentu

dan merupakan cerminan keseimbangan setelah pihak-pihak atau

kelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan publik itu ke arah

yang menguntungkan. Dalam hubungan mencapai keseimbangan itu

dibutuhkan berlakunya suatu system hukum yang merupakan cerminan

dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai

kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok

mereka. Kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada

masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.

Menurut Soerjono Soekanto, bahwa masalah pokok penegakan

hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak

positif atau negatifnya penegakan hukum itu terletak pada isi faktor-

faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut : 39

38 Bambang Sunggono, op.cit, hal. 60 39 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada,1983

Page 51: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

1). Faktor hukumnya sendiri

Yang dimaksud dengan hukum dalam hal ini adalah peraturan

tertulis yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah,

yang mencakup :

a. Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau

suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di

sebagian wilayah negara.

b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau

daerah saja.

2). Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum

Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

(role). Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga-

warga masyarakat lainnya mempunyai beberapa kedudukan dan

peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil bahwa

antara berbagai kedudukan dan peranan tersebut timbul konflik

(status conflict dan conflict of roles). Kalau di dalam kenyataannya

terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan

peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka akan

terjadi kesenjangan peranan (role distance). Penegak hukum

merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya

mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu. Mereka harus dapat

berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran,

disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang

dapat diterima oleh mereka.

3). Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak mungkin

penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau

fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan

Page 52: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan

yang cukup dan lain-lain. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka

mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

4). Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hokum berlaku atau

diterapkan

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu

dipandang dari sudut tertentu masyarakat dapat mempengaruhi

penegakan hukum tersebut. Tidak setiap usaha yang bertujuan

supaya warga masyarakat menaati hukum menghasilkan kepatuhan

tersebut. Ada kemungkinan bahwa kegiatan atau usaha tersebut

malahan menghasilkan sikap tindak yang bertentangan dengan

tujuannya.

5). Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan karena dalam pembahasannya

diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari

kebudayaan spiritual atau non materiil. Kebudayaan hukum pada

dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku,

nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa

yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk

(sehingga dihindari),

Masih menurut Soerjono Soekanto, kelima faktor tersebut saling

berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan

merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum.

Hukum agar bisa berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi

masyarakat biasa dan masyarakat pejabat sebagai pemegang law

enforcement, maka dapat dipakai pendekatan dengan mengambil teori

Page 53: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Robert Seidman,40 yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam

masyarakat itu melibatkan tiga kemampuan dasar, yaitu pembuat

hukum (Undang-undang), birokrat pelaksana dan masyarakat obyek

hukum. Pelaksana hukum, perilakunya ditentukan pula oleh peranan

yang diharapkan darinya, namun bekerjanya harapan itu tidak hanya

ditentukan oleh peraturan-peraturan saja, melainkan juga ditentukan

oleh faktor-faktor lainnya tetapi juga oleh :

a). Sanksi-sanksi yang terdapat didalamnya.

b). Aktifitas dari lembaga-lembaga atau badan-badan pelaksana hukum

c). Seluruh kekuatan sosial, politik dan lainnya yang bekerja atas diri

pemegang peran itu.

Efektifitas hukum merupakan indikator untuk menilai berhasil

atau tidaknya penerapan suatu produk hukum atau penegakkan hukum

di dalam masyarakat. Hukum akan ditaati dan dilaksanakan sebagai

perilaku oleh warga masyarakat apabila hukum tersebut berhasil

mengatur pola perilaku orang/warga masyarakat sesuai tujuannya.

Suatu kaedah hukum akan berhasil atau gagal dalam mencapai

tujuannya dapat diukur dengan terwujudnya hukum sebagai perilaku.

Dalam hal ini Soerjono Soekanto mengatakan, bahwa apabila

seseorang mengatakan suatu kaedah hukum berhasil atau gagal

mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diukur apakah pengaruhnya

berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai

dengan tujuannya atau tidak. Pernyataan ini pada dasarnya

memperlihatkan bahwa hal berlakunya hukum adalah terwujudnya

hukum sebagai perilaku.

40 Robert Seidman, Law and Development, A General Model, Law and Society Review, Madison,

University of Wisconsin, USA, dalam Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, PT. Suryandaru Utama, 1972.

Page 54: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Paul dan Dias mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi

untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :41

1) Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap

dan dipahami

2) Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi

aturan-aturan hukum yang bersangkutan

3) Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum

4) Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah

dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan

juga harus cukup efektif dalam menyelesaiakan sengketa

5) Adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga

masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu

memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.

Menurut Satjipto Rahardjo, secara sosiologis dapat dilihat adanya

2 (dua) fungsi utama hukum, yaitu :42

a). Social control (kontrol sosial)

Yaitu mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku

sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai urutan hukum,

termasuk nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

b). Social Engineering (rekayasa sosial)

Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum

atau keadaan masyarakat sebagaimana yang diinginkan oleh

pembuat hukum. Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih

praktis, yaitu untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi

rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap

dan perilaku masyarakat di masa mendatang sesuai dengan

keinginan pembuat undang-undang. 41 Esmi Warrasih, 2005, op. cit, hal. 105-106. 42 Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Bandung, Angkasa.

Page 55: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada

akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru

dalam masyarakat.

Menurut Radbuch,43 hukum harus mempunyai 3 (tiga) nilai idealis

atau nilai dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik, yaitu :

a). Keadilan

b). Kemanfaatan/kegunaan

c). Kepastian Hukum

Suatu Undang-undang/kaedah hukum dibuat dengan tujuan untuk

mengatur kepentingan-kepentingan anggota masyarakat agar tidak

terjadi perselisihan sehingga tercipta kedamaian, ketertiban dan yang

lebih penting lagi bahwa hukum itu harus bisa mewujudkan keadilan di

dalam masyarakat.

Pembuatan undang-undang/kaedah hukum merupakan proses awal

bergulirnya pengaturan. Namun kita tidak berhenti hanya membahas

masalah wujudnya yang formal berupa peraturan-peraturan tertulis

yang telah dibakukan dalam peraturan perundangan saja, akan tetapi

perlu dikaji lebih jauh konsekwensi dari peraturan perundangan

tersebut dalam kehidupan di masyarakat. Hukum yang baik adalah

hukum yang bisa bekerja untuk menciptakan kepastian, kedamaian,

ketertiban, keadilan dan kesejahteraan di dalam kehidupan masyarakat.

Agar supaya berfungsi, maka kaedah hukum harus memenuhi tiga

unsur berlakunya hukum yaitu, yuridis, sosiologis dan filosofis.44

Apabila suatu kaedah hukum hanya mempunyai unsur yuridis belaka,

maka kaedah hukum tersebut merupakan suatu kaedah hukum yang

mati (dodel regel). Kalau suatu kaedah hukum hanya mempunyai

kelakuan sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaedah hukum 43 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2000. 44 Purnadi Purbacaraka dalam Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum,

Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1983.

Page 56: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

yang bersangkutan menjadi aturan pemaksa (dwangmaat-regel).

Akhirnya apabila suatu kaedah hukum hanya mempunyai kelakuan

filosofis, maka kaedah hukum hukum tersebut hanya boleh disebut

sebagai kaedah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan (ius

constituendum atau ideal norm).

Menurut Dias45, suatu sistem hukum itu dapat dikatakan efektif

kalau perilaku-perilaku manusia di masyarakat dapat cocok sepenuhnya

dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-aturan hukum yang

berlaku, dengan perkataan lain adanya suatu sistem hukum yang efektif

itu akan ditandai oleh adanya suatu kelainan yang sangat minimal

antara sistem hukum yang formal dengan sistem hukum yang operatif.

4. Tinjauan Tentang Pegawai Negeri Sipil

Kamus Umum Bahasa Indonesia memberi penjelasan mengenai

arti pegawai adalah orang yang bekerja pada pemerintah, perusahaan,

dst. Sedangkan pengertian negeri adalah arti Negara, pemerintahan atau

kota, tempat tinggal. Arti Sipil adalah berkenaan dengan orang biasa

bukan militer, hal-hal yang mengenai pemerintahan bukan militer.46

Berdasar pengertian menurut kamus umum Bahasa Indonesia itu,

pengertian pegawai negeri sipil adalah orang yang bekerja pada

pemerintah dan bukan pegawai militer. Karena pemerintahan

dilaksanakan berdasar Undang-Undang, maka orang yang menjadi

pegawai negeri sipil diangkat berdasar peraturan perundang-undangan

mengenai kepegawaian.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil sesuai Pasal 1 angka 1 Undang-

undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang

45 Bambang Sunggono dalam Aries Hartanto, Bantuan Hukum Dan Hak asasi Manusia. Mandar

Maju. Bandung. 2001. 46 Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1976.

Page 57: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan

perumusan sebagai berikut :

“ Pegawai Negeri adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang

telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, diangkat oleh pejabat

yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku” 47

Dari definisi tersebut di atas maka pengertian Pegawai Negeri

mencakup 4 ( empat ) hal yaitu :

1). Setiap WNI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan.

2). Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

3). Diserahi tugas negeri atau diserahi tugas negara lainnya.

4). Digaji berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang

berlaku.

Mereka yang memenuhi keempat syarat-syarat tersebut termasuk

Pegawai Negeri.

Menurut pasal 2 ayat ( 1 ) Undang - undang Nomor 43 Tahun

1999, Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota

Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik

Indonesia .

Tahun 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia secara

drastis meningkat sekitar 3,6 juta. Pegawai Negeri Sipil di Indonesia

dibedakan dalam tiga sistem penggajian : 48

47 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun

1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian 48 Eko Prasojo, Teguh Kurniawan, Defny Holidin, An Analysis of The Government Systems in

Indonesia, Draft of The Final Report, June 2007, Administrative Sciences Department University of Indonesia and Korea-Australia Research Centre University of New South Wales.

Page 58: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

1). Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Pusat, yaitu Pegawai Negeri

Sipil yang pembayaran gajinya dengan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Nasional (APBN);

2). Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah Otonom, yaitu Pegawai

Negeri Sipil yang pembayaran gajinya dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan

3). Pegawai Negeri Sipil Usaha Negara, yaitu Pegawai Negeri yang

pembayaran gajinya dengan menggunakan aktiva pajak

tangguhan.

Sedangkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud

dalam pasal 2 ayat ( 1 ) huruf a terdiri dari Pegawai Negeri Sipil

Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah .

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat .

Menurut penjelasan dari Undang - undang Nomor 43

Tahun 1999 maka yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil

Pusat adalah:

1). Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada

Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,

Kesekretariat Lembaga Tertinggi / Tinggi Negara, Instansi

Vertikal di Daerah - daerah dan Kepaniteraan Pengadilan.

2). Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan

Jawatan.

3). Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau

dipekerjakan pada Daerah Otonom.

Page 59: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

4). Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan sesuatu peraturan

perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada

badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan lain-lain.

5). Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas

negara lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi dan lain-lain.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pengertian Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut penjelasan

Undang - Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah Pegawai Negeri

Sipil Daerah Otonom . Sedangkan Derah Otonom menurut

menurut Undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak , berwenang dan

berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom pada pokoknya berlaku

ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan-peraturan yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam

pasal 129 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah :

(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai

negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan

manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.

(2) Manajemen Pegawai Negeri Sipil daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi,

pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,

penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan

kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan kompetensi dan

pengendalian jumlah.

Page 60: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Sistem manajemen pegawai sesuai dengan kondisi pemerintahan

saat ini tidak murni menggunakan unified system namun sebagai

konsekuensi kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan

gabungan unified system dan separated system, artinya ada bagian-

bagian kewenangan yang diserahkan kepada daerah untuk selanjutnya

dilaksanakan oleh pembina kepegawaian daerah. Prinsip lain yang

dianut adalah memberikan suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada

pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karier baik tata cara

mengenai rekruitmennya maupun kedudukan, tugas, wewenang, fungsi

dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud, maka pembina

kepegawaian daerah adalah pejabat karier tertinggi pada pemerintah

daerah.49

5. Tinjauan Tentang Tenaga Honorer

Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk

melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau

penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, Pasal 1).

Pejabat Pembina Kepegawaian berwenang untuk mengangkat

tenaga honorer dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan

sebagian tugas – tugas pemerintahan dan pembangunan yang selama ini

pelaksanaanya kurang maksimal dikarenakan terbatasnya jumlah

pegawai yang ada. Tenaga honorer yang telah lama bekerja dan atau

tenaganya sangat dibutuhkan oleh Pemerintah dan memenuhi syarat

yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah dapat diangkat menjadi

49 HAW Widjaja, op. cit, hal. 145-146

Page 61: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Calon Pegawai Negeri Sipil, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan

tenaga tertentu pada instansi pemerintah.

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai :

1). Tenaga guru;

2). Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan;

3). Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan peternakan; dan

4). Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui seleksi administrasi,

disiplin, integritas, kesehatan dan kompetensi dan diprioritaskan pada

tenaga honorer yang usianya paling tinggi dan/atau mempunyai masa

kerja lebih banyak. Mereka juga diwajibkan mengisi/menjawab daftar

pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan.

Tenaga honorer yang akan diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil harus memenuhi kriteria antara lain :

a. Disiplin dan integritas yang tinggi.

Disiplin dan integritas adalah bahwa selama menjadi tenaga honorer

melakukan tugasnya dengan baik dan disiplin serta mempunyai

integritas tinggi yang dibuktikan dengan surat pernyataan oleh

atasan langsungnya serta disahkan kebenarannya oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk sekurang-

kurangnya pejabat struktural eselon II.

b. Sehat jasmani dan rohani.

Tenaga honorer harus sehat jasmani dan rohani yang ditunjukan

dengan surat keterangan dari Dokter Pemerintah.

Page 62: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

c. Memiliki kompetensi.

Kompetensi adalah bahwa tenaga honorer tersebut mempunyai

pendidikan, kecakapan, keahlian, atau ketrampilan yang sesuai

dengan jabatan yang akan diduduki.

Pengertian diatas memberikan penjelasan bahwa kompetensi

merupakan bagian integral dari reportoar perilaku individu

sebagai mediator yang membantu atau menghalangi kinerja

mereka, mencakup aspek kinerja seperti pengetahuan teknis,

kemampuan dan ketrampilan yang mempunyai pengaruh yang

sangat signifikan terhadap kinerja. 50

d. Tidak terlibat tindak pidana.

e. Bebas dari Zat aditif, narkoba dan zat – zat terlarang lainnya

(NAPZA).

Tenaga honorer yang telah diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan Pegawai

Negeri Sipil lainnya yang tidak diperoleh selama menjadi tenaga

honorer, sesuai dengan Undang – undang Kepegawaian Nomor 43

tahun 1999. Setiap Pegawai negeri wajib dan setia dan taat kepada

Pancasila, Undang – undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah, serta

wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia. (Undang Undang Kepegawaian Nomor 43 tahun

1999, Pasal 4).

Sedangkan haknya tercantum dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) s/d (3) :

1). Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak

sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya

50 Ann Davis and Judy Scully,The Aston Centre for Human Resources, A free sample chapter

from Strategic Human Resource Management, Published by the CIPD. Copyright © CIPD 2008

Page 63: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

2). Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu

produktivitas dan menjamin kesejahteraannya

3). Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerinyah.

Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan

bagi yang bersangkutan, yang tidak diperoleh selama menjadi tenaga

honorer. Walaupun belum menerima gaji penuh, karena sebelum PNS

penuh CPNS baru menerima gaji 80 % dari gaji penuhnya, namun

secara ekonomi kesejahteraannya mereka meningkat cukup signifikan.

B. Penelitian Yang Relevan

Muhammad Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 48

Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Surakarta, ( Skripsi ), Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini memaparkan tentang proses pelaksanaan pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kota Surakarta.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan, dapatlah

kemudian dibuat kerangka dasar pemikiran penelitian Implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Klaten,

dengan menggunakan teori dari Soerjono Soekanto mengenai lima faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu : faktor hukumnya sendiri,

Page 64: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, dan

faktor kebudayaan yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

Apresiasi terhadap pengabdian tenaga honorer

Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil - Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

Faktor Hukumnya

Sendiri

Faktor Masyarakat

Faktor Kebudayaan

Faktor-faktor Penghambat

Efektif Tidak Efektif

Faktor Penegak Hukum

Faktor Sarana atau

Fasilitas

Page 65: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum sosiologis (non doktrinal), karena penelitian ini bertitik tolak dari

data primer atau dasar, yakni diperoleh langsung dari masyarakat sebagai

sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik

melalui pengamatan (observasi) ataupun wawancara. Penelitian hukum

sebagai penelitian sosilogis (empiris) dapat direalisasikan terhadap

efektifitas hukum yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap

identifikasi hukum.

Penelitian sosiologis pada dasarnya diharapkan dapat

mengungkapkan fenomena tertentu serta menghasilkan kesimpulan teoritis

tentang jalin- menjalinnya gejala atau fenomena tadi. Bobot kinerja

penelitian sosial ditentukan oleh kemampauan untuk mewujudkan dua

kategori kinerja, yaitu visi (vision) dan presisi.

Visi adalah kemampuan peneliti untuk melihat jalin-menjalinnya

fenomena atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan presisi

meliputi kemampuan peneliti untuk mengungkap realitas sosial secara

obyektif, tepat dan unbiased atau tidak menyimpang. Persoalan penting

bagi suatu penelitian adalah mengenai pemilihan metodologinya akan

menentukan derajat keberhasilan penelitian.

Di dalam penelitian ini peneliti ingin memberikan gambaran metode

yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun, menganalisa dan

menginterprestasikannya. Metode yang digunakan adalah metode yuridis

Page 66: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

sosiologis dengan sifat penelitian deskriptif dan tehnik pendekatan secara

kualitatif. Penelitian deskriptif adalah :

Penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi)

mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian

deskriptif itu adalah akumulasi data dasar, dalam cara cara deskriptif

semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan,

mentest hipotis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan

implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal

tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif.52

Sedang penelitian kualitatif adalah penelitan yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode

ilmiah.53

Bogdan dan Taylor, mengatakan: ”Prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari

orang – orang dan perilaku yang diamati disebut pula metodologi

kualitatif”54

Menurut Moh. Nazir penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran pada masa sekarang.55

Pendapat-pendapat tersebut menjadi dasar pemakaian jenis penelitian

yang digunakan, karena penelitian ini berusaha mendeskripsikan kajian

tentang Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

52 Sumadi Suryabrata, Penelitan Kualitatif, Jakarta, Edisi Keempat, Bumi Aksara, 2004. 53 Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004. 54 Ibid, hal. 3 55 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, 1983.

Page 67: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Dengan mendiskripsikan kajian tersebut peneliti dapat menganalisa

Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

dikaitkan dengan teori mengenai keefektifan suatu kebijakan publik.

Dalam mempelajari hukum, tentunya tidak boleh lepas dari lima

konsep hukum menurut Soetandyo Wignjosoebroto sebagai berikut :56

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal (yang menurut bahasa Setiono disebut sebagai

Hukum Alam)

2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-

undangan

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan

tersistematisasi sebagai judge made law.

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis

sebagai variabel sosial yang empirik

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial

sebagai tampak dalam interaksi mereka (yang menurut bahasa Setiono

disebut sebagai Hukum yang ada dalam benak manusia)

Dalam penulisan ini, penulis memakai konsep hukum yang ke 5

(lima), yaitu manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai

tampak dalam interaksi mereka. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto57

penelitian non doktrinal adalah penelitian hukum yang tidak dikonsepsikan

dan dikembangkan sebagai rules tetapi sebagai reguleritas yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam pengalaman. Artinya, hukum

56 Soetandyo Wignjosoebroto, Mengembangkan Ketaatan Hukum di Sanubari Warga Masyarakat

Lewat Proses Belajar, Makalah, Surabaya, FISIP UNAIR, 1974. 57 Ibid, hal.147

Page 68: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia secara aktual dan

potensial akan terpola sebagai realita sosial yang terjadi dalam alam

pengalaman indrawi empiris.

Menurut Lexy J. Moleong,58 kata-kata dan tindakan orang-orang yang

diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten

Klaten tepatnya di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, hal ini

didasarkan karena tugas pokok dan fungsi peneliti di bidang kepegawaian

pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten untuk lebih

memudahkan akses mendapatkan sumber atau informasi mengenai data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan mendasarkan tempat tinggal

peneliti yang berada di wilayah lokasi penelitian sehingga tingkat

pengamatan, pengkajian dan analisa terhadap objek penelitian diharapkan

lebih cermat.

C. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data Primer adalah data dari hasil penelitian secara langsung dari

lapangan penelitian berupa keterangan yang diperoleh dari hasil

wawancara yang berkaitan dengan implementasi PP nomor 43 Tahun

2007. Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan orang –

orang yang dipandang dapat memberikan informasi yang memadai (key

person) dari kegiatan pengadaan pegawai. Dalam hal ini maka

responden yang diwawancarai adalah aparat yang terlibat langsung

sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam menangani pengadaan calon 58 Lexy J, Moleong, 2004, op. Cit, hal. 112

Page 69: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

pegawai negeri sipil dari tenaga honorer, seperti Kepala Satuan Kerja

Perangkat Daerah Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten,

Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Kepala

Bidang Pengembangan, Kepala Sub Bidang Pengadaan, Pengembangan

Pegawai, Staf Bidang Pengadaan, Pengembangan Pegawai, serta tenaga

honorer pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Klaten

yang akan diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil di lingkungan

pemerintah kabupaten Klaten.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa bahan hukum yang

mencakup :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu :

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa bahan kepustakaan yang berkaitan

dengan pokok permasalahan penelitian ini, seperti buku-buku

hukum, literatur-literatur, penulisan hukum dan lain sebagainya.

c. Bahan Hukum Tertier, antara lain :

1) Kamus Hukum Indonesia 2) Kamus Umum Bahasa Indonesia

D. Tehnik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini bisa dari beragam jenis, bisa berupa

orang, peristiwa, tempat, lokasi, benda serta dokumen tertulis atau arsip.

Dengan beragam jenis sumber data tersebut untuk mengumpulkan data

dalam penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab

Page 70: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

permasalahannya. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, perlu

dilakukan metode (tehnik) sebagai berikut :

a. Pengamatan langsung atau observasi. b. Wawancara tidak terstruktur, dan c. Sumber tertulis.

Untuk lebih jelasnya ketiga sumber data tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut :

a. Pengamatan Langsung atau Observasi

Pengamatan langsung yaitu tehnik pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung tehadap obyek penelitian. Ada dua

jenis pengamatan menurut Nazir, yaitu pengamatan berstruktur dan

pengamatan tidak berstruktur. Pengamatan berstruktur menurut Moh.

Nazir59 adalah : Si peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktifitas

yang akan diamatinya yang relevan dengan masalah serta tujuan

penelitiannya, dengan pengungkapan yang sistematis untuk menguji

hipotesisnya. Dengan demikian, pengamatan yang dilakukan dalam

penelitian ini sejalan dengan pertanyaan penelitian dan bermaksud

untuk melengkapi data – data dan informasi yang dibutuhkan untuk

menjelaskan aspek – aspek perbandingan dalam penelitian ini. Tehnik

pengamatan langsung berperan aktif agar peneliti tidak bersikap pasif

sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang

dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitian.

b. Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara, dilaksanakan dengan tujuan untuk lebih memahami

berbagai data dan informasi sekunder. Definisi wawancara adalah60:

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian, dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara sipenanya atau pewawancara

59 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cetakan Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 219 60 Ibid, hal. 234

Page 71: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

dengan sipenjawab atau responden dengan menggunakan alat yang

dinamakan interview guide (pedoman wawancara). Dalam penelitian ini

wawancara akan dilakukan dengan orang – orang yang dipandang dapat

memberikan informasi yang memadai (key person) dari kegiatan

pengadaan pegawai. Dalam hal ini maka responden yang akan

diwawancarai adalah seperti aparat yang terlibat langsung tugasnya

dalam menangani pengadaan calon pegawai negeri sipil dari tenaga

honorer, seperti Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Sekretaris, Kepala Bidang

Pengembangan dan Diklat, Kepala Sub Bidang Formasi dan Pengadaan

Pegawai, Staf Bidang Formasi dan Pengadaan Pegawai, serta tenaga

honorer pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Klaten

yang akan diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Tehnik

wawancara dikembangkan mengarah pada wawancara mendalam (in

depth interviewing) agar diperoleh kedalaman informasi guna menggali

pandangan subyek penelitian tentang banyak hal yang bermanfaat

secara lebih jauh dan mendalam.

c. Sumber Tertulis

Sumber tertulis, yang berupa dokumen tertulis, arsip dan studi

kepustakaan merupakan sumber data yang penting dalam penelitian ini,

terutama bila sasaran kajian mengarah pada latar belakang peristiwa

guna mendukung proses interprestasi setiap peristiwa yang diteliti.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik kualitatif, yakni suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data

deskriptif yaitu ” apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan

dan juga perilaku nyata yang diamati dan diteliti dipelajari secara utuh.”

Data sekunder yang tersedia menjadi pangkal penelitian dihubungkan

Page 72: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

dengan data primer, kemudian dianalisis secara kualitatif. Teknik

analisisnya dengan model analisis interaktif (Interactive Model of

Analysis) dari Milles dan Huberman. Dalam teknik ini ketiga komponen

utama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan yang

dilakukan serentak dengan proses pengumpulan data, dalam bentuk siklus

selama proses penelitian yang digambarkan seperti di bawah ini :61

Gambar 3.1

Untuk lebih jelasnya tiga komponen dalam model analisa interaktif dari

Milles dan Huberman dalam Sutopo di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Reduksi Data (Pengumpulan Data)

Merupakan proses seleksi, berupa membuat singkatan, coding,

memusatkan tema, membuat batas – batas permasalahan, menulis

memo. Proses reduksi ini berlangsung sampai laporan akhir

penelitian selesai ditulis. Data reduksi adalah bagian dari analisis,

suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat

fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian

rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Teknik ini

61 H.B. Sutopo, op.cit, hal., 18

Pengumpulan data

Sajian Data

Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Reduksi Data

Page 73: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

digunakan agar data dapat digunakan sepraktis dan seefisien

mungkin, sehingga hanya data yang diperlukan dan dinilai valid

yang dijadikan sumber penelitian. Tahap ini berlangsung terus

menerus dari tahap awal sampai tahap akhir.

b. Data Display (Penyajian Data)

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat suatu

penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan

memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun

tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Penyajian berupa

kalimat panjang atau cerita menyulitkan peneliti untuk mendapatkan

gambaran yang telas tentang data keseluruhannya guna menyusun

kesimpulan studi. Dengan demikian susunan penyajian data yang

baik dan jelas, sistematis akan menolong peneliti. Display meliputi

berbagai matriks, gambar/sketsa, jaringan kerja berkaitan kegiatan

dan tabel. Kesemuanya dirancang guna merakit informasi secara

teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang

kompak. Data display merupakan bagian analisis.

c. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus sudah mulai

mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan

pencatatan peraturan -peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,

konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan, sebab akibat dan

proposisi – proposisi peneliti yang kompeten memegang berbagai

hal tersebut tidak secara kuat, artinya tetap bersikap terbuka. Dari

data yang diperoleh dilapangan maka dapat diambil suatu

kesimpulan hasil akhir proses penelitian tersebut.

Page 74: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Badan Kepegawaian Daerah

Dalam perjalanan pelaksanaan reformasi, Undang-undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah

dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, demikian juga dengan Peraturan Pemerintah

yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja perangkat daerah juga

mengalami perubahan. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka

kelembagaan perangkat daerah juga diadakan penataan kembali

sehingga seluruh urusan pemerintahan dapat diselenggarakan oleh

pemerintah daerah. Dan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah

Nomor 41 tahun 2007 di atas maka Pemerintah Kabupaten Klaten

menetapkan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten yang yang ditetapkan tanggal 2 September 2008. Badan

Kepegawaian Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan daerah di bidang kepegawaian.65

2. Dasar Hukum Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten

Dasar hukum berdirinya Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten adalah sebagai berikut :

65 Pasal 3, Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 23 Tahun 2008, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten.

Page 75: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah;

b. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian;

c. Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten.

Landasan Operasional Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten setiap tahunnya adalah Rencana Kerja dan Anggaran Satuan

Kerja Perangkat Daerah Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten

tahun yang bersangkutan.

Kegiatan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten adalah

menyelenggarakan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pemerintah

Kabupaten Klaten. Tujuan dari Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur

Pemerintah Kabupaten Klaten yang ulet, terampil, kreatif, jujur,

bertanggung jawab serta bersih dan bebas dari KKN.

3. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten

a. Susunan Organisasi

Susunan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah

Kabupaten Klaten Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, adalah

sebagai berikut :

Page 76: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

1) Kepala;

2) Sekretariat :

a) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan;

b) Sub Bagian Keuangan;

c) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

3) Bidang Umum Kepegawaian :

a) Sub Bidang Administrasi Umum, Dokumentasi dan

Pengolahan Data;

b) Sub Bidang Pembinaan Disiplin, Perundang-undangan dan

Kesejahteraan Pegawai.

4) Bidang Pengembangan Pegawai :

a) Sub Bidang Pengadaan dan Pengembangan Pegawai;

b) Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.

5) Bidang Mutasi :

a) Sub Bidang Penggajian, Kepangkatan, Pemberhentian dan

Pensiun;

b) Sub Bidang Mutasi Jabatan dan Staf.

6) Kelompok Jabatan Fungsional.

b. Bagan Organisasi

Bagan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten sebagaimana termuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Klaten Nomor 23 Tahun 2008 sebagai berikut :

Page 77: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

c. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 23

Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten dalam Pasal 3 diterangkan

mengenai kedudukan Badan Kepegawaian Daerah adalah sebagai

KEPALA

Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian

Sub Bagian Perencanaan

Dan Pelaporan

SEKRETARIAT

Sub Bidang Mutasi Jabatan dan Staf

Sub Bidang Penggajian, Kepangkatan,

Pemberhentian dan Pensiun

BIDANG MUTASI

Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai

Sub Bidang Pengadaan dan Pengembangan

Pegawai

BIDANG PENGEMBANGAN PEGAWAI

Sub Bidang Pembinaan Disiplin, Perundang-

Undangan & Kesejahteraan. Pegawai

Sub Bidang Adm. Umum, Dokumentasi dan Pengolahan Data

BIDANG UMUM

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

Sumber Data : Bagan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten (Perda Kab. Klaten Nomor 23 Tahun 2008)

Gambar 4.1 BAGAN ORGANISASI

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KAB. KLATEN

Page 78: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

unsur pendukung Bupati yang dipimpin oleh seorang kepala yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah.

Sedangkan untuk tugas pokok dan fungsi Badan

Kepegawaian Daerah diatur dalam Keputusan Bupati Klaten Nomor

54 Tahun 2008 Tanggal 28 Nopember 2008 tentang Rincian Tugas,

Fungsi dan Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten.

Rincian Tugas Badan Kepegawaian Daerah yaitu :

1). Kepala Badan Kepegawaian Daerah.

Tugas Kepala Badan Kepegawaian Daerah adalah memimpin

Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di bidang

kepegawaian daerah, dan melaksanakan manajemen Pegawai

Negeri Sipil Daerah.

Sedangkan Rincian Tugas tersebut di atas antara lain sebagai

berikut :

a). Menyiapkan penyususnan peraturan perundang-undangan

daerah di bidang kepegawaian sesuai norma, standart dan

prosedur yang ditetapkan pemerintah;

b). Melakukan perencanaan dan pengembangan kepegawaian

daerah ;

c). Menyiapkan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian

daerah ;

d). Menyiapkan dan melaksanakan pengangkatan, kenaikan

pangkat, pemindahan dan pemberhentian PegawaiNegeri

Sipil Daerah sesuai dengan norma dan standart serta

prosedur yang ditetapkan pemerintah ;

Page 79: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

e). Menyiapkan dan melaksanakan administrasi kepegawaian

dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari

dan ke dalam Jabatan struktural serta fungsional sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

f). Menyelenggarakan administrasi manajemen Pegawai Negeri

Sipil Daerah ;

g). Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

bidang tugasnya.

2). Sekretaris Badan Kepegawain Daerah.

Tugas Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah adalah mengelola

urusan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan umum,

kepegawaian, keuangan, perencanaan, evaluasi, dan pelaporan.

a). Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan.

Tugas Sub Bagian ini adalah menyusun rencana program

kegiatan, pengumpulan dan pengolahan data, evaluasi dan

pelaporan kegiatan badan.

b). Sub Bagian Keuangan.

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas sebagai Pejabat

Penatausahaan Keuangan (PPK) yang melaksanakan fungsi

pengelolaan keuangan Badan.

c). Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

Tugas Sub Bagian ini adalah melakukan urusan surat

menyurat, penggandaan, ekspedisi, kearsipan, rumah tangga,

pengadaan dan pemeliharaan perlengkapan kantor serta

melakukan pengelolaan administrasi kepegawaian.

Page 80: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

3). Bidang Umum Kepegawaian.

Tugas Bidang Umum Badan Kepegawaian Daerah adalah

melaksanakan sebagian tugas badan di bidang umum

kepegawaian yang meliputi pengelolaan administrasi umum,

dokumentasi dan pengolahan data serta pembinaan disiplin,

perundang-undangan dan kesejahteraan pegawai.

a). Sub Bidang Administrasi Umum, Dokumentasi dan

Pengolahan Data. Bertugas melaksanakan sebagian tugas

bidang umum kepegawaian yang mengelola administrasi

umum, dokumentasi dan pengolahan data pegawai.

b). Sub Bidang Pembinaan Disiplin, Perundang-undangan dan

Kesejahteraan Pegawai. Mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas bidang umum kepegawaian yang mengelola

pembinaan disiplin pegawai, peraturan perundang-undangan

dan kesejahteraan pegawai.

4). Bidang Pengembangan Pegawai.

Bidang Pengembangan Pegawai mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas Badan di bidang pengembangan

pegawai yang meliputi pengadaan dan pengembangan pegawai

serta pendidikan dan pelatihan pegawai.

a). Sub Bidang Pengadaan dan Pengembangan Pegawai.

Sub Bidang Pengadaan dan Pengembangan Pegawai

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas bidang

pengembangan pegawai yang menyelenggarakan urusan

pengadaan dan pengembangan pegawai.

Dalam pembahasan ini penulis akan sedikit menguraikan

rincian tugas sub bidang pengadaan dan pengembangan

Page 81: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

pegawai yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti yaitu mengenai pengangkatan calon pegawai negeri

sipil di kabupaten Klaten, antara lain :

(1) menyelenggarakan administrasi kepegawaian tentang

pengangkatan calon pegawai baru;

(2) mengumpulkan, mengolah dan memelihara data

tentang pengangkatan calon pegawai baru;

(3) menyiapkan konsep ajuan tentang pengangkatan calon

pegawai baru, serta menyiapkan Surat Keputusan

tentang Pengangkatan calon pegawai baru;

(4) mengurus pengumpulan bahan untuk penyusunan

kebutuhan formasi dengan cara menghimpun data dari

unit kerja terkait;

(5) mengurus administrasi pelaksanaan pengadaan pegawai

negeri guna pengisian formasi sesuai kebutuhan yang

telah ditetapkan dalam formasi yang ada.

b). Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.

Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai mempunyai

tugas melaksanakan sebagian tugas bidang pengembangan

pegawai yang menyelenggarakan urusan pendidikan dan

pelatihan pegawai.

5). Bidang Mutasi.

Bidang Mutasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas

badan yang menyelenggarakan urusan mutasi kepegawaian yang

meliputi penggajian, kepangkatan, pemberhentian, pensiun,

mutasi jabatan dan staf.

a). Sub Bidang Penggajian, Kepangkatan Pemberhentian dan

Pensiun. Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas di

Page 82: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

bidang mutasi yang menyelenggarakan penyelesaian

administrasi penggajian, kepangkatan, pemberhentian dan

pensiun pegawai.

b). Sub Bidang Mutasi Jabatan dan Staf.

Sub Bidang Mutasi Jabatan dan Staf mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas bidang mutasi yang

menyelenggarakan urusan mutasi jabatan dan staf.

d. Keadaan Pegawai

Jumlah Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Klaten per 1 Juni 2010 adalah 53 (lima puluh

tiga) orang. Jumlah tersebut dapat dibedakan berdasarkan golongan

ruang, jenis kelamin dan pendidikan.

Sedangkan Pegawai Negeri Sipil yang sedang melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada saat penulis

mengadakan survei ada 4 orang untuk jenjang Strata-1 (S-1) dan 3

orang untuk jenjang Strata-2 (S-2) serta 1 orang tugas belajar

Strata-2 (TB, S-2).

Mengenai rekapitulasi pejabat struktural yang ada pada

Badan Kepegawaian Daerah berjumlah 14 pejabat yang terdiri dari

Kepala 1 (satu) orang eselon II, Sekretaris Badan 1 (satu) orang

eselon III.a, 3 (tiga) orang Kepala Bidang eselon III.b, dan 9

(sembilan) orang Kasubag dan Kasubid eselon IV.

Mengenai jabatan fungsional yang merupakan bagian dari

susunan organisasi Badan Kepegawaian Daerah sesuai dengan

Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, sampai

Page 83: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

penelitian ini dilakukan belum terealisasi karena formasinya belum

ditetapkan.

4. Kondisi Tenaga Honorer di Kabupaten Klaten

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan dan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah sebagian pekerjaan atau tugas pemerintahan

dilakukan oleh tenaga honorer, mereka terdiri dari Guru, Tenaga Medis,

Tenaga Teknis lain termasuk Penyuluh Pertanian serta tenaga-tenaga

administratif. Masa pengabdian mereka sangat bervariaasi antara 1

tahun sampai dengan 20 tahun bahkan lebih dari 20 tahun, usia mereka

juga bervariasi rata-rata antara 25 tahun sampai dengan 45 tahun,

namum ada yang kurang dari 25 tahun ada juga yang lebih dari 45

tahun.

Tenaga honorer sendiri ada bermacam-macam istilahnya dalam

praktek pelaksanaan pemerintahan khususnya di Kabupaten Klaten,

antara lain : tenaga harian lepas, tenaga borongan, guru bantu, wiyata

bakti, guru tidak tetap, pegawai tidak tetap dan lain-lain. Pada dasarnya

tenaga honorer ada 2 (dua) macam/jenisnya, yaitu (1) tenaga honorer

yang sumber gajinya dari APBN/APBD dan (2) tenaga honorer yang

sumber gajinya dari pembiayaan lainnya atau non APBN/APBD. Untuk

lebih jelasnya akan diuraikan secara detail sebagai berikut :

1) Tenaga honorer yang sumber gajinya dari APBN:

a) PTT atau Pegawai tidak tetap untuk formasi dokter dan bidan

yang Surat Keputusan pengankatannya oleh Menteri Kesehatan

dan sumber gajinya dari APBN

Page 84: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

b) Guru Bantu yaitu tenaga honorer untuk formasi guru yang Surat

Keputusan pengangkatannya oleh MenteriPendidikan Nasional

dan sumber gajinya dari APBN

c) Penyuluh pertanian, diangkat oleh Menteri Pertanian dan

sumber gajinya juga dari APBN

Untuk ketiga jenis tenaga honorer di atas masa kontraknya adalah 3

(tiga) tahun dan setelah tiga tahun dapat memperpanjang

kontraknya.

2) Tenaga honorer yang sumber gajinya dari APBD :

Tenaga honorer yang sumber gajinya dari APBD disebut dengan

Tenaga Kontrak, yaitu tenaga honorer yang Surat Keputusan

pengangkatannya dikeluarkan oleh Kepala Daerah

(Gubernur/Bupati/Walikota) dengan masa kontra k 1 (satu) tahun

dan setiap akhir tahun harus memperpanjang kontraknya, namun

bisa juga diberhentikan setelah kontraknya habis atau tidak

diperpanjang lagi kontraknya sesuai kebutuhan daerah.

3) Tenaga honorer yang sumber gajinya dari pembiayaan lainnya atau

non APBN/APBD, yaitu tenaga honorer yang Surat Keputusan

Pengangkatannya dikeluarkan oleh Kepala Instansi/Unit Kerja

(Kepala Sekolah, Kepala Badan, Kepala Dinas, Kepala Kantor,

Camat dan lain-lain) dan sumber gajinya dari masing-masing

instansi/unit kerja yang mengangkatnya sesuai kemampuan masing-

masing.

Contoh : WB (Wiyata Bakti) dan GTT (Guru Tidak Tetap) diangkat

oleh Kepala Sekolah untuk membantu mengajar sesuai kebutuhan

sekolah yang bersangkutan. Ada lagi PTT (Pegawai Tidak Tetap)

adalah tenaga kontrak non guru selain dokter dan bidan. Yaitu

Page 85: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

tenaga teknis atau administratif di instansi/unit kerja yang

mengangkatnya.

Jumlah tenaga honorer yang ada di Kabupaten Klaten

seluruhnya ada 3.311 orang, terdiri dari tenaga honorer dengan sumber

penghasilan/penggajian dari APBN/APBD sejumlah 2.070 orang dan

tenaga honorer dengan sumber penghasilan/penggajian dari non

APBN/APBD atau pembiayaan lainnya sejumlah 1.241 orang.

Selama masa pengabdiannya mereka tidak memiliki kejelasan

masa depan karir serta kesejahteraan dan hak-hak lainnya. Mengingat

jumlah tenaga honorer di Indonesia berdasar hasil pendataan cukup

besar, maka penyelesaiannya akan dilakukan secara bertahap mulai

tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Untuk tahap awal, penanganan

tenaga honorer diprioritaskan bagi mereka yang pembayaran gajinya

dibiayai dari APBN/APBD. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah

strategis untuk diselesaikan, sebelum terakumulasi menjadi masalah

nasional yang akan menganggu penyelenggaraan pemerintahan secara

keseluruhan.

Dengan mengangkat mereka sebagai PNS diharapkan akan

meningkatkan dedikasi, loyalitas dan prestasi kerja yang bersangkutan.

Diharapkan dalam penanganan masalah tenaga honorer, hendaknya

tidak perlu mencari siapa yang salah dalam hal ini, tetapi yang

terpenting adalah bagaimana mencari solusi terbaik dengan tetap

memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu pula dengan mengangkat

tenaga honer yang ada maka ke depan tidak akan ada lagi pengangkatan

tenaga honorer.

Page 86: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

B. Pembahasan

1. Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Di

Kabupaten Klaten

Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil pada prinsipnya

dilakukan secara selektif baik jenis pekerjaan/jabatan yang akan diisi,

kualifikasi pendidikan dan kompetensi sesuai dengan tugas/jabatan

yang diduduki.

Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil pada awalnya di dasarkan pada filosofi keinginan pemerintah

merekrut Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari tenaga honorer

sebagai apresiasi terhadap masa kerja dan pengabdian mereka terhadap

pemerintah. Dan sebagai perwujudan apresiasi tersebut dikeluarkanlah

kebijakan Pemerintah berupa Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

2005 tanggal 11 Nopember 2005 tentang Pengangkatan Tenaga

Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007. Untuk keperluan

pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS tersebut pemerintah

melakukan pendataan tenaga honorer. Berdasarkan surat Edaran

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

B/2524/M.PAN/11/2005 tanggal 16 Nopember 2005 serta Peraturan

Kepala BKN Nomor 21 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan dan

Pengolahan Tenaga Honorer Tahun 2005. Kegiatan pendataan tersebut

dimaksudkan agar terbangun suatu database tenaga honorer yang

nantinya akan diumumkan secara transparan kepada publik dalam

tenggang waktu yang cukup memadai, denga memperhatikan prinsip

obyektivitas dan dijamin akuntabilitasnya sebagai dasar pengangkatan

sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Page 87: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Secara umum implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 48

Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil, pada dasarnya melalui dua tahapan

kegiatan yaitu tahapan sosialiasi dan tahap pelaksanaan.

a. Tahap Sosialisasi

Sosialisasi atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005

sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil tidak bisa lepas dari Pedoman Pendataan dan

Pengolahan Tenaga Honorer (Peraturan Kepala BKN nomor 21

Tahun 2005) serta Pedoman Pelaksanaan Pengadaan CPNS Tahun

2005 (Peraturan Ka BKN Nomor 30 Tahun 2007)

Sosialisasi dilakukan secara berjenjang dari tingkat Pusat,

Provinsi, dan Kabupaten/Kota masing-masing. Seperti dikemukakan

oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Drs. Purwanto Anggono

Cipto, M.Si sebagai berikut :66

”Sosialisasi tentang Peraturan Pemerintah ini dilakukan secara berjenjang, dimulai dari tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Bahkan sebelum peraturan tersebut dikeluarkan secara resmi sudah disosialisasikan kepada jajaran Gubernur, Bupati/Walikota dari jajaran Badan Kepegawaian Negara secara nasional. Waktu itu dari Kabupaten Klaten yang hadir Kepala Badan Kepegawaian Daerah bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Klaten pada Rapat Kerja Kepegawaian Nasional pada tanggal 10-11 Agustus 2005 di Jakarta. Walaupun belum secara detail dijelaskan tetapi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mensosialisasikan akan terbitnya Peraturan Pemerintah tersebut”.

66 Purwanto Anggono Cipto, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara,

21April 2010

Page 88: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan calon pegawai

negeri sipil di Kabupaten Klaten, diawali dengan kegiatan

pendataan, sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005

yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2007 serta pelaksanaannya terlihat adanya interaksi antara lembaga

perumus dengan lembaga atau instansi terkait. Interaksi dapat

berupa koordinasi (rapat koordinasi), perintah/petunjuk (surat

edaran, petunjuk teknis). Kepala BKD Kabupaten Klaten lebih

lanjut mengungkapkan :67

”Koordinasi dilakukan antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Badan Kepegawaian Negara dengan instansi pelaksana di daerah yaitu Badan Kepegawaian Daerah Provinsi serta kabupaten/kota. BKD Kabupaten Klaten selalu berkoordinasi dengan instansi terkait mulai dari kegiatan pendataan, pelamaran, seleksi dan penyerahan Surat Keputusan. Hal ini berkaitan dengan tugas dan pembinaan tenaga honorer ada pada masing-masing instansi sebagai contoh : tenaga guru di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, tenaga teknis dan administratif lain tersebar pada dinas, kantor dan satuan kerja di wilayah Kabupaten Klaten”.

Mendukung pernyataan Kepala Badan Kepegawaian

Daerah, Sekretaris BKD Drs. Triyanto, MM menyatakan :68

”Untuk menangani, mengolah dan menyelesaikan permasalahan tenaga honorer kita tidak bisa meninggalkan koordinasi dengan instansi lain, terkait dengan pembinaan dan tugas pokok tenaga honorer berada di instansi/satker di lingkup Kabupaten Klaten”

Interaksi perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan

serta instansi terkait dilakukan baik secara vertikal maupun

horisontal.

67 Purwanto Anggono Cipto, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara,

21 April 2010 68 Triyanto, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah, Wawancara, 22 April 2010

Page 89: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Kepala Bidang Pengembangan Pegawai, Dody Hermanu,

SH, menyatakan :69

”Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Sekretaris Daerah berangkat pada acara Rapat Kerja Kepegawaian Nasional di Jakarta tanggal 10-11 Agustus 2005 yang mensosialisasikan bahwa akan diterbitkan Peraturan Pemerintah untuk pengangkatan tenaga honorer melalui seleksi khusus. Sedang sosialisasi di tingkat provinsi diselenggarakan di Hotel Lor Inn Solo pada tanggal 1 Desember 2005, di tingkat Kabupaten Klaten dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2005 di Pendopo Pemerintah Kabupaten Klaten.”

Senada dengan pernyataan Kepala Bidang Pengembangan

Pegawai, Tamtama, S.Sos, seorang staf sub bidang Pengembangan

Pegawai menyatakan :70

”Sosialisasi Peraturan Pemerintah di tingkat provinsi dilaksanakan di Solo tanggal 1 – 3 Desember 2005, saya ikut hadir dalam acara tersebut, selanjutnya di tingkat kabupaten pada tanggal 10 Desember 2005 dengan mengundang dinas instansi di lingkungan pemerintah Kabupaten Klaten. Selain sosialisasi juga diperintahkan kepada para Kepala Unit Kerja untuk menginformasikan kepada tenaga honorer di unit kerjanya untuk segera mengumpulkan data-data dan bukti pendukung yang diperlukan sesuai ketentuan untuk pendataan tenaga honorer di Kabupaten Klaten, paling lambat tanggal 10 Januari 2006.”

Dari hasil wawancara lanjutan ketiga nara sumber tersebut

menyatakan pada saat sosialisasi di tingkat Provinsi pada tanggal 1-

3 Desember 2005 ditemui kendala adanya kesalahan persepsi

khususnya dalam mengartikan pengertian tenaga honorer yang akan

didata. Seharusnya tenaga honorer yang didata hanya yang

penghasilannya diperoleh dari APBN dan APBD dan tercantum

dalam klausul kontrak tenaga honorer yang bersangkutan. Namun

69 Dody Hermanu, Kepala Bidang Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Klaten, Wawancara, 27 April 2010 70 Tamtama, Staf Sub Bidang Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten, Wawancara, 21 April 2010

Page 90: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

hasil sosialisasi itu menjadi bias karena pengertian tenaga honorer

dikaitkan dengan pasal 6 ayat (2) PP Nomor 43 Tahun 2007 yang

menyatakan :

”Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan

penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja

Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, baru dapat

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga

honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional

telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun

Anggaran 2009”

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

Kesalahan persepsi tentang pengertian tenaga honorer yang

kemudian dilanjutkan dengan pemisahan pendataan yang dilakukan

oleh seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah akhirnya menimbulkan

permasalahan yang besar dengan kesalahan pengumuman Calon

Pegawai Negeri Sipil di tahun 2005, dengan adanya 2 kali

pengumuman yaitu tanggal 17 dan 18 Maret, yang menimbulkan

keresahan di antara tenaga honorer apalagi 116 orang menjadi

korban revisi/ralat pengumuman. Hal ini terjadi karena kesalahan

dalam pengolahan data di tingkat propinsi, yang dilakukan pihak

ketiga (yang ditunjuk oleh panitia dari propinsi Jawa Tengah), yang

mencampur data base A dan data base B sehingga 116 orang yang

masuk data base B muncul dalam pengumuman. Seharusnya data

base B tidak ikut diolah, dan hanya data base A saja yang diolah.

Dari uraian tadi nampak bahwa sosialisasi telah dilakukan

secara berjenjang dan dilakukan melalui pertemuan resmi, namun

masih terdapat hambatan/permasalahan yaitu belum adanya

Page 91: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

kesatuan persepsi dalam mengartikan tenaga honorer yang akan

didata, khususnya di Provinsi Jawa Tengah. Dan ternyata provinsi

lainnya tidak mendata tenaga honorer yang bekerja pada instansi

pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN dan

APBD.

b. Tahap Pelaksanaan

Sebagai dasar pengangkatan tenaga honorer sebagaimana

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005

sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2007, dilakukan pendataan tenaga honorer dengan pedoman

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 21 Tahun

2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pengolahan Tenaga Honorer

Tahun 2005.

Kegiatan pendataan tenaga honorer di Kabupaten Klaten

dilaksanakan sesuai jadwal waktu sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jadwal Pendataan Tenaga Honorer di Kabupaten Klaten

No KEGIATAN JADWAL KETERANGAN

1 Sosialisasi Pendataan Tenaga Honorer di masing-masing instansi/daerah

12 Des 2005 Prop/Kab/Kota

2 Pengisian Isian Formulir oleh tenaga honorer

13 – 16 Des 2005

3 Pengecekan Isian Formulir Pendataan Tenaga Honorer oleh Pejabat Pengelola Kepegawaian masing-

15 – 17 Des 2005

Pengelola Kepegawaian Instansi

Page 92: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

masing instansi

4 Pengiriman Formulir ke BKD/Bag. Kepegawaian masing-masing daerah

17 Des 2005 Pengelola Kepegawaian Instansi

5 Pengolahan Formulir (Batching, Editing, Coding, Entry Data, Penyimpanan) oleh masing-masing daerah

19 – 26 Des 2005

BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

6 Penyampaian/Penandatanganan Print Out Hasil Pengolahan ke Bupati/Walikota

27 – 28 Des 2005

BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

7 Penyampaian ke BKD Prop.

• Listing Print Out setelah ditandatangani Bupati/Walikota beserta CD masing-masing tiga rangkap.

• Formulir Pendataan disertai berkas fisik per tenaga honorer masing-masing satu rangkap.

29 Des 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

8 Penandatanganan Listing Print Out ke Gubernur

30 – 31 Des 2005

BKD Prop

9 Penyampaian kembali Listing Print Out ke Kab/Kota masing-masing

2 Jan 2005 BKD Prop

10 Pengumuman ke masyarakat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing (pengumuman tempel/surat edaran di seluruh Instansi)

4 Jan 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

Page 93: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

11 Masa Uji Publik 4 – 7 Jan 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

12 Up Dating/Revisi berdasarkan hasil uji publik oleh Kab/Kota/Prop. Masing-masing

4 – 7 Jan 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

13 Penandatanganan Listing Print Out akhir ke Bupati/Walikota masing-masing

8 – 9 Jan 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

14 Penyampaian kembali Print Out, CD dan Formulir pendataan disertai berkas fisik masing-masing ke BKD Prop.

9 Jan 2005 BKD/Bag. Kepeg. Kab/Kota/Prop

15 Penandatanganan Listing Print Out akhir ke Gubernur

11 – 12 Jan 2005

BKD Prop

16 Pengiriman Listing Print Out akhir dan CD ke Pusat.

13 Jan 2005 BKD Prop

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Tahun 2010

Dari hasil kegiatan pendataan tenaga honorer tersebut dihasilkan

data sebagai berikut :

Tabel 4.2

Data Jumlah Tenaga Honorer dengan sumber Penghasilan dari

APBN/APBD

Jumlah tenaga honorer seluruhnya 2070 org

Jumlah tenaga honorer yang memenuhi PP Nomor 43 Tahun 2007

1407 org

Tenaga Pendidik 528 org

Page 94: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

1. Guru TK/RA/BA 2. Guru SD/MI 3. Guru SMP/MtS 4. Guru SMU/MA

5. Guru SMK

11 orang 245 orang 107 orang 56 orang 109 orang

Tenaga Kesehatan 170 org

1. Dokter Umum/Spesialis 2. Bidan

11 orang 159 orang

Tenaga Teknis Lainnya 516 org

Tenaga Adminstrasi Lainnya 193 org

Jumlah tenaga honorer yang tidak

memenuhi PP Nomor 43 Tahun 2007

663 org

Tenaga Pendidik 570 org

1. Guru TK/RA/BA 2. Guru SD/MI 3. Guru SMP/MtS 4. Guru SMU/MA 5. Guru SMK

285 orang 75 orang 56 orang 34 orang 120 orang

Tenaga Kesehatan 2 orang

Bidan 2 orang

Tenaga Teknis Lainnya 73 orang

Tenaga Adminstrasi Lainnya 18 orang

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Tahun 2010

Page 95: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Tabel 4.3

Data Jumlah Tenaga Honorer dengan sumber Penghasilan dari

Pembiayaan Lainnya

Jumlah tenaga honorer seluruhnya 1241 orang

Jumlah tenaga honorer yang usia dan masa

kerjanya sesuai PP Nomor 43 Tahun 2007

1136 orang

Tenaga Pendidik 505 orang

1. Guru SD/MI 2. Guru SMP/MtS 3. Guru SMU/MA 4. Guru SMK

246 orang 180 orang 59 orang 20 orang

Tenaga Teknis Lainnya 86 orang

Tenaga Adminstrasi Lainnya 545 orang

Jumlah tenaga honorer yang usia dan masa

kerjanya tidak sesuai PP Nomor 48 Tahun 2005

105 orang

Tenaga Pendidik 59 orang

1. Guru TK/RA/BA 2. Guru SD/MI 3. Guru SMP/MtS 4. Guru SMU/MA 5. Guru SMK

2 orang 33 orang 16 orang 7 orang 1 orang

Tenaga Teknis Lainnya 5 orang

Tenaga Adminstrasi Lainnya 41 orang

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Tahun 2010

Page 96: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Pemerintah Kabupaten Klaten mulai tahun 2005 sampai dengan

tahun 2007 telah mengangkat Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.4

Data Pengadaan PNS Kabupaten Klaten Formasi Tahun 2000 – 2007

No Formasi

Tahun

Jumlah Guru Kesehatan Teknis Jumlah

Pelamar/Ket

1 2005 360 223 34 103 Tenaga

Honorer

2 2006 709 378 59 272 Tenaga

Honorer

3 2007 772 488 76 208 Tenaga

Honorer

4 2008 492 230 66 196 22.367/umum &

honorer

5 2009 505 162 76 267 14.355/umum &

honorer

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Tahun 2010

Tahun 2009 Kabupaten Klaten mendapat alokasi CPNS sebesar

505 orang yang terdiri dari 70 untuk tenaga honorer, 418 dari pelamar

umum dan 17 sekretaris desa.

Proses pemberkasan untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi

calon pegawai negeri sipil tahun 2009 dilakukan pada tanggal 26 Oktober

s/d 13 Nopember 2009 yang bertempat di Ruang Rapat B-2 Setda.

Kabupaten Klaten. Dari 70 Nominatif Tenaga Honorer semua melakukan

proses pemberkasan namun yang dapat ditetapkan NIP-nya sebanyak 69

Page 97: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

orang yang terdiri dari formasi tenaga teknis dan administrasi. Satu orang

yang tidak melakukan proses pemberkasan dikarenakan umurnya kurang 3

(tiga) bulan dari batasan umur yang seharusnya sesuai Peraturan

Pemerintah yaitu 19 tahun, jadi usianya tidak memenuhi peryaratan

sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2007.

Seperti dijelaskan dalam kerangka pemikiran di atas, bahwa untuk

menjawab efektifitas pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai

negeri sipil berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2007,

khususnya di Kabupaten Klaten digunakan rujukan teori dari Soerjono

Soekanto mengenai lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum,

yaitu : faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau

fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan.

Dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007

sebagai produk hukum, bekerjanya juga tidak terlepas dari kelima faktor

tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan melalui pembahasan sebagai

berikut :

a) Faktor Hukumnya Sendiri

Untuk menilai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 43

tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil secara yuridis, berdasarkan Stufent theory dari

Hans Kelsen71, bahwa sistem hukum pada hakikatnya merupakan

sistem hirarkis yang tersusun dari peringkat terendah hingga peringkat

tertinggi. Semakin tinggi kedudukan hukum dalam peringkatnya,

semakin abstrak dan umum sifat norma yang dikandungnya, dan

semakin rendah peringkatnya, semakin nyata operasional sifat norma

yang dikandungnya. Hukum yang lebih rendah harus berdasar,

71 Budiman N.P.D Sinaga, 2004 hal. 18

Page 98: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih

tinggi (lex superior derogate lex inferior), sifat bertentangan dari

hukum yang lebih rendah akan berakibat batal demi hukum. Stufen

theory ini juga menjiwai sistem hukum di Indonesia sebagaimana

Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan dalam pasal 7 ayat (1) sebagai berikut :

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai

berikut:

(a). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (b). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (c). Peraturan Pemerintah; (d). Peraturan Presiden; (e). Peraturan Daerah.

Peraturan Pemerintah berada pada posisi nomor 3 (tiga) dalam

tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga

semakin nyata operasional sifat norma yang dikandungnya.

Isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2007 tentang

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,

utamanya dalam pengertian tentang tenaga honorer kurang jelas

sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda atau bias baik bagi

pelaksana maupun para tenaga honorer. Sehingga para tenaga honorer

berusaha untuk didata dengan membawa penafsiran masing-masing,

dengan harapan bisa diangkat menjadi CPNS, ketentuan akan adanya

syarat usia dan masa kerja pada PP Nomor 43 Tahun 2007,

menimbulkan permasalahan yaitu adanya gejolak dari para honorer

yang merasa dirinya masuk kelompok tidak memenuhi syarat untuk

diangkat menjadi CPNS.

Rumusan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007

tentang definisi tenaga honorer : ”Tenaga honorer adalah seorang yang

Page 99: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam

pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi

pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.” serta pasal 3 ayat (2) : ”Pengangkatan tenaga honorer

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada usia dan masa

kerja sebagai berikut :

(a).Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam)

tahun dan mempunyai masa kerja 19 (sembilan belas) tahun.

(b).Tenaga honorer harus mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu)

tahun secara terus menerus.”

Rumusan tersebut menimbulkan beban masalah, karena kondisi

tenaga honorer daerah sangat bervariatif, di antaranya :

1). Legalitas pejabat yang mengangkat tenaga honorer bervariasi

2) Pendanaan penggajian tidak hanya dari APBN/APBD tapi juga dari

pendapatannya lainnya.

3) Tempat kerja tidak di instansi pemerintah tetapi diangkat oleh

pejabat yang berwenang gaji dari APBN/APBD.

4) Banyak tenaga honorer yang tidak memenuhi ketentuan pasal 3

ayat (2) mengenai usia dan masa kerja.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten

mengungkapkan :72

” Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 rumusannya belum bisa sepenuhnya menyelesaikan permasalahan karena adanya pembatasan usia dan masa kerja, asal penghasilannya dan legalitas pejabat yang mengangkat, padahal kondisi tenaga honorer sangat bervariatif.”

72 Purwanto Anggono Cipto, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara,

21 April 2010

Page 100: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Senada dengan ungkapan Kepala Badan Kepegawaian Daerah,

Tenaga honorer (Maryono)73 menyatakan bahwa :

”Rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 belum dapat menyelesaikan permasalahan pengangkatan tenaga honorer, karena tenaga honorer jenisnya bermacam-macam dan belum bisa terangkum dalam rumusan definisi tenaga honorer, belum lagi jenis pengabdian tidak hanya di negeri saja, contoh guru bantu yang memiliki SK dari Mendiknas tapi bekerja di swasta. Adapula yang usia lebih tua dan pengabdian yang lama tapi tidak memenuhi syarat untuk diangkat.”

Harapan pemerintah dengan menetapkan kebijakan untuk

mengangkat tenaga honorer diprioritaskan bagi mereka yang

pembayaran penghasilannya dibiayai dari APBN/APBD. Penyelesaian

pengangkatannya dilakukan secara bertahap mulai tahun 2005 sampai

dengan tahun 2009, rumusan kebijakan sebagaimana diatur dalam pasal

1 dan pasal 3 ayat (2) nampaknya belum bisa mengakomodir seluruh

tenaga honorer yang ada. Hal ini mengakibatkan kondisi :

1). Masih ditemui tenaga honorer yang penghasilannya dari

APBN/APBD terancam tidak bisa diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil karena terkendala rumusan pasal 3 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 yang mengatur batasan usia dan

masa kerja. Jumlah mereka menurut hasil pendataan tenaga honorer

di Kabupaten Klaten sebanyak 663 orang. Padahal seiring dengan

filosofi pemerintah mereka yang penghasilannya dari APBN/APBD

menjadi prioritas penyelesaian pengangkatan menjadi Calon

Pegawai Negeri.

2). Terdapat tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah namun

penghasilannya dari pendapatan lainnya (Non APBN/APBD) yang

terkendala dengan rumusan pasal 1 dan 3 ayat (2) Peraturan

73 Maryono, Tenaga honorer, Wawancara, 5 Mei 2010

Page 101: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, jumlah mereka sebanyak 1241

orang yang diperoleh dari hasil pendataan tenaga honorer di

Kabupaten Klaten.

Menurut Kepala Sub Bidang Pengembangan Pegawai Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten :74

”Antara keinginan pemerintah dan rumusan kebijakan yang formal pada pengangkatan tenaga honorer ternyata tidak cocok, sehingga pada kenyatannya tidak bisa mengakomodir semua tenaga honorer, sehingga membuat mereka yang terkendala dengan rumusan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 menjadi kecewa”

Kepala Bidang Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Klaten menyatakan hal yang senada :75

”Sasaran kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 cenderung agak rumit proses penyelesaiannya karena harus ada pendataan terlebih dahulu. Dengan adanya rumusan yang membatasi sumber penghasilan, usia dan masa kerja selain menimbulkan masalah kekecewaan dari tenaga honorer non APBN/APBD dan guru/karyawan sekolah swasta. Kami di daerah hanya melaksanakan ketentuan yang ada saja.”

Di sisi lain tenaga honorer yang terkendala Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007 seperti Anik Hidayati dan Haryanto (Honorer

non APBN/APBD) mengungkapkan pendapatnya :76

”Bahwa rumusan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 ternyata menghapus harapan kami yang tadinya kami kami berharap dapat diangkat menjadi CPNS, namun adanya batasan persyaratan penghasilan, pengabdian, usia dan masa kerja membuat kami kecewa. Ternyata aturan tidak sesuai dengan pernyataan pemerintah melalui media massa.”

74 Purwanto Anggono Cipto, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara,

21 April 2010 75 Dody Hermanu, Kepala Bidang Pengembangan Pegawai dan Triyanto, Sekretaris Badan

Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara, 27 April 2010 76 Anik Hidayati dan Haryanto, Tenaga honorer, Wawancara, 5 Mei 2010

Page 102: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Memaknai uraian dan pernyataan tadi nampak rumusan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 belum bisa

mengakomodir seluruh sasaran/target yang dikehendaki, akibat

terkendala dengan persyaratan sumber penghasilan, pengabdian, usia

dan masa kerja.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten

mengemukakan :77

”Pada awal penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 43Tahun 2007, banyak protes yang ditujukan kepada jajaran Badan Kepegewaian, protes tersebut dilontarkan terutama berasal dari kelompok yang terkendala aturan PP tersebut, baik dari kelompok TMS, PGT2NK, FKGS dan juga dari kelompok korban revisi pengumuman CPNS. Yang terkendala PP tersebut minta PP dirubah/direvisi agar mereka bisa terakomodir untuk diangkat menjadi CPNS”

Tenaga honorer yang sudah terangkat menjadi CPNS (Wakchid

Hasyim) menyatakan keprihatinannya juga :78

”Walaupun saya sudah terangkat namun saya juga minta agar ada revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 sehingga teman-teman saya dari guru bantu yang tidak memenuhi syarat bisa terangkat menjadi CPNS, mereka juga tenaga honorer APBN yang menjadi prioritas pengangkatan.”

Senada dengan pernyataan tersebut Sekretaris FTHSNI (Nurul

Hidayati) memberikan tanggapan :79

”Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 sangat diskriminatif karena yang mengabdi di instansi negeri tidak hanya memiliki penghasilan/honor dari APBN/APBD, kami juga mengabdi di instansi negeri dan juga mendapat insentif dari APBD sehingga kami juga berhak dan menuntut untuk diangkat menjadi CPNS, Peraturan Pemerintah Nomor 43Tahun 2007 perlu dirubah atau direvisi”

77 Purwanto Anggono Cipto, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara,

21 April 2010 78 Wakchid Hasyim, Tenaga honorer yang sudah terangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,

Wawancara, 7 Mei 2010 79 Nurul Hidayati, Sekretaris Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia, Wawancara, 7

Mei 2010

Page 103: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Sedang Ketua Forum Guru dan Karyawan Swasta Kabupaten

Klaten (Suwarto), menambahkan :80

”Guru dan karyawan swasta merasa dianaktirikan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, karena kami juga merasa ikut mendukung di dunia pendidikan untuk turut serta mencerdaskan anak-anak bangsa, oleh karena itu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 agar direvisi sehingga kami juga bisa terakomodir dan bisa diangkat menjadi CPNS”

Rumusan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007

tentang definisi tenaga honorer : Tenaga honorer adalah seorang yang

diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam

pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi

pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.

Seharusnya dari pengertian tersebut tenaga honorer yang didata

hanya yang penghasilannya diperoleh dari APBN dan APBD dan

tercantum dalam klausul kontrak tenaga honorer yang bersangkutan.

Namun hasil sosialisasi itu menjadi bias karena pengertian tenaga

honorer tadi dikaitkan dengan pasal 6 ayat (2) PP Nomor 43 Tahun

2007 yang menyatakan :

”Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan

penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja

Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, baru dapat diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga honorer

yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional telah diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun Anggaran 2009”

80 Suwarto, Ketua Forum Guru dan Karyawan Swasta Kabupaten Klaten, Wawancara, 17 Mei

2010

Page 104: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Kesalahan persepsi tentang pengertian tenaga honorer yang

kemudian dilanjutkan dengan pemisahan pendataan akhirnya

menimbulkan permasalahan yang besar dengan kesalahan pengumuman

Calon Pegawai Negeri Sipil di tahun 2005, dengan adanya 2 kali

pengumuman yaitu tanggal 17 dan 18 Maret, yang menimbulkan

keresahan di antara tenaga honorer apalagi 116 orang menjadi korban

revisi/ralat pengumuman. Hal ini menyebabkan pelaksanaan

pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil

(CPNS) di Kabupaten Klaten berdasar PP Nomor 43 Tahun 2007

menjadi tidak efektif.

b) Faktor Penegak Hukum

Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum. Penegak hukum diibaratkan sebagai mesin yang

menggerakkan suatu peraturan hukum, maka efektifnya hukum akan

sangat ditentukan oleh struktur pelaksana hukum tersebut. Penegak

Hukum mencakup mereka yang secara langsung berkecimpung dalam

penegakan hukum. Di dalam tulisan ini yang dimaksud dengan penegak

hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung

berkecimpung dalam pelaksanaan/implementasi PP nomor 43 tahun

2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil, khususnya di Kabupaten Klaten, yaitu jajaran birokrasi di

Pemerintah Kabupaten Klaten yang tugas pokok dan fungsi

pelaksanaannya ada pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten

Klaten.

Dalam pelaksanaan PP nomor 43 tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

digunakan model kebijakan top down. Model kebijakan yang

diimplementasikan secara top-down seperti kebijakan pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil ini antara lembaga perumus kebijakan dan

Page 105: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

pelaksana kebijakan serta instansi terkait diperlukan interaksi. Perumus

kebijakan adalah lembaga pemerintah/birokrasi pada tataran yang lebih

tinggi daripada lembaga pelaksana kebijakan. Koordinasi secara

berjenjang tentu harus dilakukan agar kebijakan dapat berjalan efektif.

Dari hasil wawancara, baik Kepala BKD, Sekretaris BKD,

Kabid Pengembangan Pegawai, Kasubid Pengembangan Pegawai,

mengungkapkan hal yang senada : bahwa kebijakan berupa Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 dan aturan penjelas/pendukung

seperti Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 tahun

2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pengolahan Tenaga Honorer

tahun 2005 serta Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor

30 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil Tahun 2008 dibuat oleh lembaga yang

mempunyai kewenangan dalam masalah kebijakan pengadaan pegawai.

Dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun

2006 tanggal 31 Juli 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Badan Kepegawaian Negara disebutkan pada pasal 1 dan 2 bahwa

Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah Lembaga Pemerintah Non

Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Presiden. BKN mempunyai tugas melaksanakan tugas

permerintahan di bidang manajemen kepegawaian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana kebijakan yaitu

pemerintah, kerjasama pemerintah dan swasta atau kebijakan yang

diswastakan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 jelas

disebutkan dalam pasal 13 :

”Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut

oleh Badan Kepegawaian Negara”.

Page 106: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara diterbitkan ketentuan

pelaksanannnya yaitu Peraturan Nomor 21 dan 22 Tahun 2005. Dalam

ketentuan pelaksanaan tersebut diatur bahwa mulai dari kegiatan

pendataan sampai dengan pengadaan dilaksanakan oleh Pejabat

Pembina Kepegawaian tingkat pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dibentuk Tim Pengadaan Pegawai Negeri Sipil di tingkat pusat,

provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten Klaten Tim Pengadaan

Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Bupati Klaten selaku Pejabat

Pembina Kepegawaian Kabupaten Klaten dengan Keputusan Bupati

Klaten nomor : 811/172/10 tanggal 9 Oktober 2009 tentang Tim

Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Klaten

Formasi Tahun 2009.

Karena karakter kebijakan adalah masalah kebijakan pengadaan

pegawai negeri sipil, maka sudah tepat apabila pelaksana kebijakan

adalah pemerintah. Kerjasama dengan pihak ketiga diperlukan dalam

hal yang bersifat teknis saja, seperti penggandaan soal ataupun

scanning hasil Lembar Jawab Komputer (LJK).

Dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun

2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil, yang dikategorikan penegak hukum adalah para pelaksana

kegiatan dari tingkat pusat, propinsi dan sampai ke daerah yaitu

kabupaten/kota. Dan permasalahan implementasi bermula dari

pelaksana di tingkat Propinsi yaitu Panitia dari Badan Kepegawaian

Daerah Propinsi Jawa Tengah yang salah dalam mengartikan isi dari

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2007, sehingga untuk provinsi

Jawa Tengah tenaga honorer yang tidak dibiayai dari APBN dan APBD

juga didata seluruhnya, dan pada proses pendataannya dibedakan

penyebutannya dengan istilah Data Base A dan Data Base B. Dengan

pengertian Data Base A adalah data dari tenaga honorer yang

Page 107: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

penggajiannya dibiayai dari APBN atau APBD, sedangkan data base B

adalah data dari tenaga honorer yang penggajiannya tidak dibiayai dari

APBN atau APBD.

Kesalahan persepsi tentang pengertian tenaga honorer yang

kemudian dilanjutkan dengan pemisahan pendataan yang dilakukan

oleh seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah akhirnya menimbulkan

permasalahan yang besar dengan kesalahan pengumuman Calon

Pegawai Negeri Sipil di tahun 2005, dengan adanya 2 kali

pengumuman yaitu tanggal 17 dan 18 Maret, yang menimbulkan

keresahan di antara tenaga honorer apalagi 116 orang menjadi korban

revisi/ralat pengumuman. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam

pengolahan data di tingkat propinsi, yang dilakukan pihak ketiga (yang

ditunjuk oleh panitia dari propinsi Jawa Tengah), yang mencampur data

base A dan data base B sehingga 116 orang yang masuk data base B

muncul dalam pengumuman. Seharusnya data base B tidak ikut diolah,

dan hanya data base A saja yang diolah.

Kesalahan penafsiran peraturan, kesalahan pengumuman

kelulusan menjadi indikator bahwa aspek sumber daya manusia di

lingkungan penegak hukum selaku pelaku kegiatan pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil kurang siap. Kinerja yang dihasilkan pada awal

Implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga

Honorer menjadi CPNS tidak maksimal dan menimbulkan keresahan

publik.

c) Faktor Sarana atau Fasilitas

Dalam upaya penegakan hukum pastilah diperlukan sarana dan

fasilitas untuk mendukung kelancaran dari proses penegakan hukum

tersebut. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak

mungkin penegakan hukum akan dapat berlangsung dengan lancar.

Page 108: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Sarana atau fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang

berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang

memadai, keuangan yang cukup dan lain-lain. Kalau hal-hal itu tidak

terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

Implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi CPNS juga memerlukan sarana dan fasilitas

seperti tersebut di atas. Agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar

diperlukan tenaga dalam hal ini di lingkungan birokrasi terkait yang

terampil dan memahami isi dan maksud dari PP tersebut, organisasi

yang baik seperti BKN dan BKD baik provinsi maupun

Kabupaten/Kota, peralatan yang memadai yang mendukung

terselenggaranya pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai

negeri sipil dimaksud. Dan yang paling penting adalah adanya dana

atau anggaran untuk pelaksanaan / implementasi PP Nomor 43 Tahun

2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS ini.

d) Faktor Masyarakat

Hukum merupakan bagian dari masyarakat yang timbul dan

berproses di dalam dan untuk kepentingan masyarakat. Oleh karenanya

masyarakatlah yang dapat menentukan luas daya cakup hukum maupun

batas kegunaannya. Yang dimaksud masyarakat yang terkait dengan

implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

adalah tenaga honorer itu sendiri.

e) Faktor Kebudayaan

Dalam upaya mengefektifkan hukum, harus dipahami kekuatan-

kekuatan sosial yang melingkupinya. Penegakan hukum terhadap

masyarakat bertujuan untuk mencapai kedamaian dan ketentraman di

Page 109: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

dalam masyarakat, oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu, maka

budaya yang ada di dalam masyarakat dapat mempengaruhi penegakan

hukum. Kepatuhan dan daya tanggap masyarakat dalam hal ini tenaga

honorer sebagai subyek, sasaran/target kebijakan Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007sangat dipengaruhi oleh manfaat kebijakan yang

diterima oleh tenaga honorer.

1). Bagi tenaga honorer yang memperoleh manfaat dari rumusan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 yaitu mereka yang

memenuhi syarat baik dari segi pengabdian, penghasilan, usia dan

masa kerja tentu saja akan menerima pelaksanaan kebijakan

tersebut.

2) Bagi tenaga honorer yang tidak memperoleh manfaat terhadap

pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007karena

terkendala persyaratan pengabdian, penghasilan, usia dan masa

kerja, tentu saja akan menolak dan melakukan protes agar PP

tersebut diubah atau direvisi sehingga mereka bisa memperoleh

manfaat yaitu bisa terangkat menjadi CPNS.

Disinilah terlihat adanya budaya penolakan dari masyarakat

dalam hal ini tenaga honorer terhadap peraturan yang tidak

menguntungkan dan bahkan merugikan bagi dirinya, dengan tujuan

agar pemerintah mengganti, merevisi atau menerbitkan peraturan baru

yang akan mendatangkan atau membawa manfaat bagi masyarakat

yang merasa dirugikan tersebut, karena implementasi Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 ternyata belum bisa mengkomodir

tenaga honorer yang ada maka menimbulkan budaya penolakan dari

para tenaga honorer yang merasa dirugikan oleh ketentuan yang

termuat dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

Page 110: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Kelompok tenaga honorer yang menolak Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007 membentuk kelompok/barisan/organisasi

tersendiri yaitu :

1.) Kelompok tenaga honorer APBN/APBD yang terkendala

persyaratan pengabdian, penghasilan, usia dan masa kerja Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, sehingga terancam tidak bisa

diangkat menjadi CPNS. (Kelompok TMS/tidak memenuhi syarat)

2) Kelompok tenaga honorer yang penghasilannya dari pendapatan

lainnya tetapi bekerja di instansi pemerintah yang tergabung dalam

Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI)

3) Kelompok guru dan karyawan swasta yang tergabung dalam Forum

Guru dan Karyawan Swasta (FGKS) Kabupaten Klaten.

Mereka melakukan upaya untuk mengadukan nasibnya, baik

melalui dialog dengan Bupati, audiensi dengan DPRD Klaten dan ada

pula yang mendirikan tenda keprihatinan. Pada intinya mereka menolak

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 dan meminta agar PP

tersebut dirubah/direvisi.

Audiensi di DPRD :

1). Pada tanggal 9 Nopember 2007 dan 19 Pebruari 2008 oleh

kelompok FTHSNI.

2). Pada tanggal 28 September 2007 dan 11 Maret 2008 oleh FGKS

3).Tanggal 26 September 2008 kelompok FGKS

4).Tanggal 21 Desember 2009 kelompok FKGS dengan Komisi 1

DPRD Kab. Klaten.

Page 111: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Dialog dengan Bupati Klaten :

1) Pada tanggal 17 Januari 2007 oleh kelompok TMS. Juga

mendirikan tenda keprihatinan.

2).Tanggal 19 September 2008 oleh kelompok FTHSNI di Pendopo

Pemda.

3).Tanggal 21 Juli 2009 oleh kelompok FGKS di Pendopo Pemkab

Klaten.

4).Tanggal 17 Pebruari 2010 oleh kelompok Guru WB di Ruang Rapat

B-2 Setda Kabupaten Klaten.

5).Terakhir tanggal 17 Juni 2010 oleh kelompok Guru WB dan PTT

sejumlah 4.767 di GOR Gelarsena Klaten.

Adanya sebagian besar pendapat yang menolak dan

menginginkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007

menunjukkan bahwa budaya apriori atau penolakan terhadap peraturan

yang merugikan menjadi indikator lemahnya substansi hukum yang

berakibat kesalahan penafsiran isi dari peraturan oleh struktur hukum,

sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tersebut menjadi

kurang efektif.

2. Faktor-Faktor Penghambat

Dari hasil-hasil penelitian yang telah dikaitkan dengan kerangka

pemikiran yang merujuk kepada teori dari Soerjono Soekanto mengenai

lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu : faktor

hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas,

faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan sebagaimana dipaparkan

dimuka, dapat dilihat adanya hambatan dan permasalahan yang

menimbulkan kendala dalam pelaksanaan atau implementasi Peraturan

Page 112: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga

Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Klaten

sebagai berikut :

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Hambatan/permasalahan pada Implementasi PP Nomor 48

Tahun 2005 yang telah diubah dengan PP Nomor 43 Tahun 2007

tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil, khususnya Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Klaten dapat diketahui dari hasil wawancara dengan

Kasubid Pengembangan Pegawai yang mengungkapkan81 :

“Sejak semula awal dari kendala, hambatan dan permasalahan yang ada dimulai dari kurang jelasnya aturan yang menimbulkan persepsi yang berbeda atau bias, serta ketentuan akan adanya syarat usia dan masa kerja pada PP Nomor 43 Tahun 2007, menimbulkan permasalahan yaitu adanya gejolak dari para honorer yang merasa dirinya masuk kelompok tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi CPNS”.

Pasal 3 (2) PP Nomor 43 tahun 2007 :

”Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut :

a) Usia paling tinggi 46 (empat puluh enam tahun) dan paling

rendah 19 (sembilan belas tahun ); dan

b) Masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu)

tahun secara terus menerus.

Pasal ini mengakibatkan keresahan karena sejumlah 663

orang honorer APBN/APBD merasa terancam tidak bisa terangkat

menjadi CPNS.

81 Muh. Agus Salim, Kepala Sub Bidang Pengembangan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Klaten, Wawancara, 11 Mei 2010

Page 113: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Rumusan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2007 tentang definisi tenaga honorer : ”Tenaga honorer adalah

seorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau

pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu

pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.”

Seharusnya dari pengertian tersebut tenaga honorer yang

didata hanya yang penghasilannya diperoleh dari APBN dan APBD

dan tercantum dalam klausul kontrak tenaga honorer yang

bersangkutan. Namun hasil sosialisasi itu menjadi bias karena

pengertian tenaga honorer tadi dikaitkan dengan pasal 6 ayat (2) PP

Nomor 43 Tahun 2007 yang menyatakan :

”Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan

penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja

Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, baru dapat

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga

honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional

telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun

Anggaran 2009”

Kesalahan persepsi tentang pengertian tenaga honorer yang

kemudian dilanjutkan dengan pemisahan pendataan akhirnya

menimbulkan permasalahan yang besar dengan kesalahan

pengumuman Calon Pegawai Negeri Sipil di tahun 2005, dengan

adanya 2 kali pengumuman yaitu tanggal 17 dan 18 Maret, yang

menimbulkan keresahan di antara tenaga honorer apalagi 116 orang

menjadi korban revisi/ralat pengumuman.

Page 114: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

b. Penegak Hukum

Hambatan dalam penegak hukum dalam hal ini pelaksana

dari Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 adalah lemahnya

sosialisasi yang dilaksanakan oleh instansi-instansi terkait, mulai

dari tingkat pusat dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara sampai

ke daerah, yaitu tim atau panitia di tingkat

Propinsi/Kabupaten/Kota. Disamping itu, kurangnya koordinasi

antar lembaga-lembaga atau badan-badan terkait menyebabkan

pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 yang

dimulai dengan kegiatan pendataan tenaga honorer menyebabkan

waktu pelaksanaan kegiatan terkesan mendadak.

Kinerja yang dihasilkan pada awal Implementasi PP Nomor

43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi

CPNS tidak maksimal dan menimbulkan keresahan publik.

Demikian juga adanya kesalahan pengumuman CPNS di

tahun 2005, yaitu adanya 2 kali pengumuman pada tanggal 17 dan

18 Maret, menimbulkan keresahan di antara tenaga honorer apalagi

116 orang menjadi korban revisi/ralat pengumuman. Hal ini terjadi

karena kesalahan dalam pengolahan data di tingkat propinsi, yang

dilakukan pihak ketiga (yang ditunjuk oleh panitia dari propinsi

Jawa Tengah), yang mencampur data base A dan data base B

sehingga 116 orang yang masuk data base B muncul dalam

pengumuman. Seharusnya data base B tidak ikut diolah, dan hanya

data base A saja yang diolah. Kejadian ini menunjukkan ketidak

cermatan, ketidaktelitian panitia selaku pelaksana yang menurut

teori Friedmen adalah struktur hukum dalam implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Page 115: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Kesiapan sumber daya manusia selaku penegak hukum

diharapkan mampu meminimalisir, hambatan/permasalahan pada

implementasi suatu kebijakan. Kesalahan penafsiran peraturan,

kesalahan pengumuman kelulusan menjadi indikator bahwa aspek

sumber daya manusia di lingkungan pelaku kegiatan pengadaan

Calon Pegawai Negeri Sipil kurang siap.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Pelaksanaan kegiatan yang terkesan mendadak karena

kurangnya sosialisasi menimbulkan kesulitan dalam hal pembiayaan

di daerah-daerah pelaksana khususnya di Kabupaten Klaten karena

tidak adanya perencanaan yang matang untuk melaksanakan

kegiatan tersebut sehingga belum teranggarkan secara khusus dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Klaten.

Hal itu dapat diketahui dari hasil wawancara dengan

Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah , Drs. Triyanto, MM yang

menyatakan :82

”Pelaksanaan PP Nomor 43 Tahun 2007 menimbulkan beberapa hambatan dan permasalahan. Selain sosialisasi yang nampaknya kurang baik juga dari waktu pelaksanaan kegiatan dikaitkan dengan pembiayaan/anggaran. Isi dari PP nomor 43 Tahun 2007 mengenai kriteria tenaga honorer menimbulkan keresahan. pelaksanaan pendataan tidak tersosialisasikan terlebih dahulu sehingga tidak dianggarkan. Pelaksanaan kegiatan pengadaan mempengaruhi proses pembiayaan/penganggaran.”

Selanjutnya Kasubag Perencanaan dan Pelaporan Badan

Kepegawaian Daerah, menyatakan :

”Kegiatan pendataan yang terkesan mendadak dan tidak teranggarakan sebelumnya, membuat kita harus mengajukan anggaran pada Biaya tak Terduga, yang sebetulnya pengeluaran

82 Triyanto, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten, Wawancara, 17 Mei 2010

Page 116: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

anggaran biaya tak terduga tadi relevansinya pada kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain. Namun mengingat pendataan ini merupakan kegiatan nasional yang harus segera dilaksanakan maka akhirnya pembiayaan kegiatan pendataan tersebut dapat ditutup dari Biaya Tak Terduga. Sedangkan kegiatan pengadaan mulai dari pendaftaran, seleksi dan lain-lain dilaksanakan pada awal tahun anggaran berikutnya, sehingga proses pencairan harus menunggu penetapan anggaran terlebih dahulu, dan pembiayaan harus mengajukan permohonan pencairan mendahului anggaran. Memang akhirnya pembiayaan dapat tercukupi namun mekanisme seperti ini dapat dianggap perencanaan anggaran yang tidak matang.

Dari keterangan atau pernyataan di muka dapat dianalisis

bahwa kendala, hambatan dan permasalahan implementasi PP 43

Tahun 2007 dari faktor sarana atau fasilitas pada Pengadaan Calon

Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Klaten dapat dilihat dari aspek :

1) Aspek Perencanaan

Perencanaan kegiatan Pengadaan diawali dari pendataan

terkesan tidak matang, mendadak dan tidak komprehensif,

sehingga menyebabkan kurang tersedianya sarana dan prasarana

yang diperlukan dalam pelaksanaan PP tersebut.

2) Aspek Keuangan

Pelaksanaan kegiatan didukung dengan dana APBD, namun

perencanaan kegiatan yang tidak komprehensif sangat

mempengaruhi kelancaran proses mekanisme anggaran, yaitu

pendanaan kegiatan tidak tepat waktu, membuat instansi terkait

dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten

tidak mempunyai alokasi dana atau anggaran untuk kegiatan ini.

d. Faktor Masyarakat

Hambatan yang timbul di dalam masyarakat adalah bahwa

definisi tenaga honorer telah menimbulkan bias penafsiran,

Page 117: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

sehingga masyarakat mempunyai persepsi sendiri, khususnya para

tenaga honorer yang mempunyai kepentingan agar bisa diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Definisi tenaga honorer

menjadi isu yang sangat pelik, karena sangat menentukan klasifikasi

/ kriteria tenaga honorer yang akan didata. Data tersebut menjadi

pedoman pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil. Tenaga honorer yang akan diangkat menjadi CPNS

harus tercantum dalam database, oleh karena itu para tenaga

honorer berusaha untuk didata dengan membawa penafsiran

masing-masing, dengan harapan bisa diangkat menjadi CPNS.

e. Faktor Kebudayaan

Bagi tenaga honorer yang tidak memperoleh manfaat

terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007,

tentu saja akan menolak dan melakukan protes agar PP tersebut

diubah atau direvisi sehingga mereka bisa memperoleh manfaat

yaitu bisa terangkat menjadi CPNS.

Budaya penolakan dari masyarakat dalam hal ini tenaga

honorer terhadap peraturan yang tidak menguntungkan dan bahkan

merugikan bagi dirinya, dengan tujuan agar pemerintah mengganti,

merevisi atau menerbitkan peraturan baru yang akan mendatangkan

atau membawa manfaat bagi masyarakat yang merasa dirugikan

tersebut, muncul karena implementasi Peraturan Pemerintah Nomor

43 Tahun 2007 ternyata belum bisa mengkomodir tenaga honorer

yang ada.

Budaya apriori atau penolakan terhadap peraturan yang

merugikan menjadi indikator lemahnya substansi hukum yang

berakibat kesalahan penafsiran isi dari peraturan oleh penegak

hukum, sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tersebut

menjadi kurang efektif.

Page 118: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kebijakan

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Klaten berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai

negeri sipil di Kabupaten Klaten berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil tidak efektif karena :

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Faktor hukumnya sendiri adalah ketentuan hukum mengenai

pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil yang

berupa syarat-syarat yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor

43 Tahun 2007. Secara substansi hukum Peraturan Pemerintah Nomor

43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil masih bias dalam mengaturnya. Hal ini

ditunjukkan dalam pengertian tenaga honorer yang kurang jelas dan

bahkan tidak tegas sehingga menimbulkan persepsi yang bermacam-

macam dari berbagai pihak, baik dari pelaksana maupun dari tenaga

Page 119: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

honorer sendiri yang mempunyai kepentingan untuk diangkat menjadi

Pegawai Negeri Sipil.

b. Faktor Penegak Hukum

Faktor Penegak Hukum dalam hal ini pelaksana Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, yaitu tim pengadaan dari Badan

Kepegawaian Negara dan Badan Kepegawaian Daerah baik di tingkat

propinsi maupun kabupaten/kota. Ketidaktegasan pengertian tenaga

honorer dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,

menyebabkan kesalahan pelaksana dalam mengartikan perintah yang

termaktub pada peraturan tersebut. Sehingga untuk provinsi Jawa

Tengah tenaga honorer yang tidak dibiayai dari APBN dan APBD juga

didata seluruhnya, dan pada proses pendataannya dibedakan

penyebutannya dengan istilah Data Base A dan Data Base B. Dengan

pengertian Data Base A adalah data dari tenaga honorer yang

penggajiannya dibiayai dari APBN atau APBD, sedangkan data base B

adalah data dari tenaga honorer yang penggajiannya tidak dibiayai dari

APBN atau APBD.

Kesalahan penafsiran peraturan, kesalahan pengumuman

kelulusan menjadi indikator bahwa aspek sumber daya manusia di

lingkungan pelaku kegiatan pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

kurang siap. Kinerja yang dihasilkan pada awal Implementasi PP

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi

CPNS tidak maksimal dan menimbulkan keresahan publik.

Page 120: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi CPNS juga memerlukan sarana dan fasilitas

seperti tersebut di atas. Agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar

diperlukan tenaga dalam hal ini di lingkungan birokrasi terkait yang

terampil dan memahami isi dan maksud dari PP tersebut, organisasi

yang baik seperti BKN dan BKD baik provinsi maupun

Kabupaten/Kota, peralatan yang memadai yang mendukung

terselenggaranya pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai

negeri sipil dimaksud. Dan yang paling penting adalah adanya dana

atau anggaran untuk pelaksanaan / implementasi PP Nomor 43 Tahun

2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS ini.

d. Faktor Masyarakat

Yang dimaksud masyarakat yang terkait dengan implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil adalah tenaga

honorer itu sendiri.

e. Faktor Keudayaan

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

menimbulkan keresahan bagi tenaga honorer dan menyebabkan

munculnya reaksi keras dari masyarakat dalam hal ini tenaga honorer

yang dirugikan atau tidak mendapatkan manfaat dari adanya peraturan

tersebut yang merupakan akibat dari budaya apriori atau menolak

berlakunya suatu peraturan yang dianggap merugikan dirinya.

Page 121: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

2. Faktor-faktor penghambat yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Klaten

dalam penerapan/implementasi PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil adalah

sebagai berikut :

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Hambatan dalam faktor hukumnya sendiri dalam pelaksanaan PP

Nomor 43 Tahun 2007 muncul akibat adanya kesalahan persepsi

tentang pengertian tenaga honorer yang kemudian dilanjutkan dengan

pemisahan pendataan yang dilakukan oleh seluruh kabupaten/kota di

Jawa Tengah atas perintah dari tim pelaksana Propinsi Jawa Tengah

akhirnya menimbulkan permasalahan yang besar dengan kesalahan

pengumuman Calon Pegawai Negeri Sipil di tahun 2005, dengan

adanya 2 kali pengumuman yaitu tanggal 17 dan 18 Maret, yang

menimbulkan keresahan di antara tenaga honorer apalagi 116 orang

menjadi korban revisi/ralat pengumuman.

b. Faktor Penegak Hukum

Kesalahan penafsiran peraturan, kesalahan pengumuman

kelulusan menjadi indikator bahwa aspek sumber daya manusia di

lingkungan pelaku kegiatan pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

kurang siap. Kinerja yang dihasilkan pada awal Implementasi PP

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi

CPNS tidak maksimal dan menimbulkan keresahan publik.

Hambatan pada struktur hukum dalam hal ini pelaksana dari

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 adalah lemahnya

sosialisasi yang dilaksanakan oleh instansi-instansi terkait, mulai dari

Page 122: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

tingkat pusat dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara sampai ke

daerah, yaitu tim atau panitia di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota.

Disamping itu, kurangnya koordinasi antar lembaga-lembaga atau

badan-badan terkait berakibat pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2007 yang diawali dengan kegiatan pendataan tenaga

honorer terkesan mendadak sehingga menimbulkan kesulitan karena

tidak siapnya penegak hukum sebagai pelaksana.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Hambatan dan permasalahan implementasi PP 43 Tahun 2007

dari faktor sarana atau fasilitas pada Pengadaan Calon Pegawai Negeri

Sipil di Kabupaten Klaten dapat dilihat dari aspek :

1) Aspek Perencanaan

Perencanaan kegiatan Pengadaan diawali dari pendataan terkesan

tidak matang, mendadak dan tidak komprehensif, sehingga

menyebabkan kurang tersedianya sarana dan prasarana yang

diperlukan dalam pelaksanaan PP tersebut.

2) Aspek Keuangan

Pelaksanaan kegiatan didukung dengan dana APBD, namun

perencanaan kegiatan yang tidak komprehensif sangat

mempengaruhi kelancaran proses mekanisme anggaran, yaitu

pendanaan kegiatan tidak tepat waktu, membuat instansi terkait

dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Klaten tidak

mempunyai alokasi dana atau anggaran untuk kegiatan ini.

Page 123: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

d) Faktor Masyarakat

Hambatan yang timbul di dalam masyarakat adalah bahwa

definisi tenaga honorer telah menimbulkan bias penafsiran,

sehingga masyarakat mempunyai persepsi sendiri, khususnya para

tenaga honorer yang mempunyai kepentingan agar bisa diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

e) Faktor Kebudayaan

Adanya sebagian besar pendapat yang menolak dan

menginginkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007

menunjukkan bahwa budaya apriori atau penolakan terhadap

peraturan yang merugikan menjadi indikator lemahnya substansi

hukum yang berakibat kesalahan penafsiran isi dari peraturan oleh

struktur hukum, sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan

tersebut menjadi kurang efektif.

Dari kelima faktor yang telah dibahas di atas, faktor hukumnya

sendirilah yang paling dominan. Karena ketidaktegasan isi dari PP nomor

43 tahun 2007 terutama pada pengertian tentang tenaga honorer telah

membawa dampak yang menyebabkan keempat faktor lainnya menjadi

tidak efektif dalam pelaksanaan PP nomor 43 tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Klaten.

Page 124: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

B. Implikasi

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka implikasi dari

penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil belum dapat

diimplementasikan oleh pemerintah kabupaten Klaten dengan baik

sehingga menimbulkan ketidakpuasan bagi tenaga honorer yang tidak bisa

diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Belum semua sasaran/target

tenaga honorer yang menjadi prioritas pengangkatan menjadi CPNS dapat

diselesaikan pengangkatannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2007 yaitu : Sebanyak 1241 tenaga honorer Non APBN/APBD

tidak terangkat menjadi CPNS karena prioritas pengangkatan adalah

tenaga honorer APBN/APBD terlebih dahulu, tanpa adanya pasal atau

ketentuan lain yang mengatur tentang pengangkatan tenaga honorer non

APBD/APBN, sehingga menimbulkan kekhawatiran dan keresahan bagi

tenaga honorer non APBD/APBN bahwa dirinya tidak akan bisa diangkat

menjadi CPNS.

2. Adanya perbedaan persepsi antara tenaga honorer dan aparat pelaksana

dalam menterjemahkan pengertian tenaga honorer menimbulkan berbagai

permasalahan yang mengakibatkan keresahan bagi tenaga honorer. Sampai

saat ini masih ditemui kelompok-kelompok tenaga honorer yang menolak

dan menginginkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007,

menunjukkan adanya budaya apriori atau penolakan terhadap peraturan

yang dianggap merugikan individu atau sekelompok orang.

Page 125: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

C. Saran-Saran

Berdasar hasil penelitian yang telah dibahas dan telah disimpulkan di

atas, untuk meminimalisir hambatan, kendala dan permasalahan yang ada

penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 terutama

mengenai pengertian tenaga honorer yang seharusnya lebih dirinci dan

dipertegas mengenai pejabat yang mengangkat, sumber penggajian dan

jenis tenaga honorer yang bisa diangkat menjadi CPNS, agar tidak

menimbulkan bias penafsiran dan pemahaman yang berbeda-beda baik

oleh tenaga honorer maupun aparat pelaksana sehingga peraturan yang ada

bisa diimplementasikan secara efektif dan maksimal di daerah.

2. Perlu segera dibuat peraturan yang mengakomodir dan mengatur tentang

pengangkatan tenaga honorer yang belum bisa diangkat menjadi calon

pegawai negeri sipil dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007.

Dan yang benar-benar dibuat berdasarkan kondisi/keadaan tenaga honorer

di daerah sehingga bisa diterapkan dan tidak menimbulkan terlalu banyak

kendala/hambatan dan permasalahan dalam penerapannya.

Untuk masa mendatang pemerintah harus mengurangi perannya,

sektor-sektor pekerjaan yang bisa dikelola swasta sebaiknya bekerja sama

dengan pihak swasta. Pemerintah tidak perlu mengelola secara langsung

sektor-sektor tersebut, karena akan menambah beban keuangan negara.

Jenis-jenis pekerjaan seperti tenaga pembersih (cleaning service) petugas

pengangkut sampah, pemungut restribusi menurut beban kerja sifatnya

insidentil dan pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak swasta tidak

perlu mengangkat pegawai dengan jenis pekerjaan tersebut agar anggaran

negara yang terbatas tidak terbebani dengan menggaji mereka sampai

Page 126: KEBIJAKAN PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

dengan pensiun. Anggaran negara yang terbatas bisa digunakan untuk

menjalin kontrak kerja dengan pihak swasta dan mereka akan

memperkerjakan pegawai untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan

kontrak. Tanggung jawab pekerjaan menjadi lebih jelas dan lebih

membuka kesempatan kerja daripada pemerintah hanya bisa mengangkat

tenaga kerja yang terbatas tetapi harus menanggung beban sampai dengan

pensiun.