kebijakan pembaharuan agraria

29
KEBIJAKAN DALAM MELAKSANAKAN PEMBARUAN AGRARIA

Upload: mahda-meutiah-dini

Post on 09-Jul-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Pembaharuan Agraria

KEBIJAKAN DALAM MELAKSANAKAN

PEMBARUAN AGRARIA

Page 2: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Latar BelakangBerbagai dimensi krisis yang kita alami dalam kurun waktu empat tahun terakhir memberikan dampak berupa adanya gejala resesi ekonomi dunia terutama disektor dunia usaha. Dengan semakin meningkat dan kompleksnya masalah bidang agraria dimasa mendatang saatnya dirumuskan suatu strategi dan kebijakan dalam melaksanakan perintah rakyat yang dituangkan dalam TAP IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Page 3: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Keadaan Umum PertanahanWilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas dan beragam. Luas keseluruhan adalah 800 juta hektar, dimana 24% atau seluas 191 juta hektar dari seluruh wilayah merupakan daratan yang terdiri dari 13.667 buah pulau besar dan kecil .

Page 4: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Penggunaan Dan Pemanfaatan TanahWilayah Indonesia dipilah menjadi kawasan lindung dan budidaya, 191 juta Ha merupakan kawasan lindung dan sisanya yaitu sebesar 124 juta Ha (65%) berupa kawasan budidaya.Dari 67 juta Ha kawasan lindung, 12 juta Ha (18,4%) telah digunakan berupa bukan hutan. Sebaliknya pada kawasan budidaya, 71 juta Ha (57,7%) masih berupa hutan.Areal perkebunan 31,5 % status haknya berupa HGU. Dengan asumsi bahwa hanya perkebunan besar yang telah mempunyai HGU.

Page 5: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Pemilikan dan Penguasaan Tanah Pertanian Pada tahun 1983, prosentase usaha tani mencapai 40,8% dari total usaha tani. Kemudian meningkat menjadi 48,5% dalam waktu 10 tahun kemudian (1993). Peningkatan prosentase usaha tani ini diperparah dengan menurunnya angka tani gurem dari 0,26 ha menjadi 0,17 ha. Sebanyak 70% dari rumah tangga perdesaan menguasai tanah dengan rata-rata luasan tanah kurang dari 0,5 ha, dimana sebagian besar (43% rumah tangga perdesaan) dari kelompok ini merupakan kelompok tunakisma dan petani yang memiliki tanah kurang 0,1 ha.

Page 6: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Pemilikan dan Penguasaan Tanah Non-Pertanian Struktur pemilikkan dan penguasaan tanah di daerah perkotaan mengalami ketimpangan yang sangat signifikkan. Hasil studi di 3 kota (Bandung, Semarang dan Malang) tahun 1995, menunjukkan bahwa 48 s/d lebih dari 70% penduduk di tiga kota ini tergolong menguasai tanah kurang dari 100 m2 dan tunakisma yang secara keseluruhan kelompok ini hanya menguasai 0,7 s/d 4,3 persen dari luas wilayah kota. Sementara 12 s/d 20 persen penduduk di tiga kota ini menguasai tanah dengan luasan rata-rata lebih dari 200 m2.

Page 7: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Pendaftaran TanahPengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah secara kadastral diperlukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai : letak, batas-batas dan luas suatu bidang tanah. Namun demikian dari sekitar 23 juta bidang tanah yang telah terdaftar, hanya sekitar 10% saja yang dipetakan, sehingga jaminan tersebut sangat sulit diberikan.

Page 8: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Sengketa Hukum PertanahanSengketa pertanahan khususnya sejak tahun 1997 terus bermunculan ke permukaan yang menuntut adanya penyelesaian baik secara administratif, yuridis maupun politis. Sejak tahun 1997 masalah pertanahan yang masuk ke Badan Pertanahan Nasional sejumlah 2.864 kasus, sehingga dewasa ini telah ditangani sebanyak 2.592 kasus.

Page 9: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kemudian sejak tahun 1998 sejumlah masalah diselesaikan melalui lembaga peradilan yakni : a. Sejumlah 95 perkara melalui pengadilan Tata Usaha Negara, dan b. Sejumlah 33 perkara melalui pengadilan PerdataSecara umum, sengketa pertanahan yang ditangani selama ini dapat dipilah menjadi 8 kelompok besar, yaitu;1. Sengketa tanah perkebunan2. Sengketa tanah kawasan hutan 3. Masalah berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan4. Sengketa batas dan pelapisan pemelikan tanah5. Masalah pendudukan tanah& tuntutan ganti rugi tanah untuk keperluan pembangunan baik oleh pemerintah maupun swasta 6. Masalah tanah ulayat7. Masalah tanah terlantar atau tanah ‘tidur’

Page 10: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Pengakuan Terhadap Masyarakat Hukum AdatUsaha pemerintah dalam mewujudkan pengakuan-pengakuan terhadap adanya masyarakat adat sebagai subyek hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, telah dilakukan dengan penerbitan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.5 tahun 1999. Dalam peraturan tersebut, eksistensi masyarakat adat perlu diidentifikasi keberadaannya oleh Pemerintah Daerah dengan peraturan daerah.

Page 11: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Permasalahan Pengelolaan Agraria

Sumber daya agraria, khususnya tanah harus senantiasa tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembangunan secara kesinambungan, membawa konsekuensi perlunya pengelolaan berupa pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya. Perlunya pengaturan yang cermat tercermin dalam beberapa masalah agraria dan pertanahan yang dihadapi dewasa ini, antara lain:

Page 12: Kebijakan Pembaharuan Agraria

1. Konflik Penggunaan Antara Pertanian dan Non-Pertanian.Pusat pemukiman yang berkembang menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi, dari waktu ke waktu semakin bertambah dan meluas. Akibat alih fungsi semakin lama digunakan sebagai tempat kegiatan ekonomi dan pemukiman.Sehingga semakin berkurang efektifitas pemanfaatan tanah pertanian sebagai akibat langsung dari pemukiman. Hal ini menjadikan potensi produksi sektor pertanian menurun.Disisi lain peningkatan jumlah dan kualitas penduduk serta pertumbuhan permintaan terhadap produksi pertanian semakin tinggi.

Page 13: Kebijakan Pembaharuan Agraria

2. Ketimpangan Struktur Penguasaan/PemilikanPeningkatan pembangunan dalam dasawarsa menyebabkan terjadinya gejala akumulasi penguasaan sumberdaya agraria khususnya tanah terutama di kota. Sementara di pedasaan juga terus terjadi fragmentasi pemilikan tanah pertanian yang mengakibatkan ketimpangan struktur penguasaan tanah.Gejala tersebut merupakan perkembangan kearah penguasaan tanah yang tidak adil dan tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional yang tertuang dalam UUPA.

Page 14: Kebijakan Pembaharuan Agraria

3. Keterbatasan Alokasi Sumber Daya TanahAkibat dari pola penggunaan tanah yang tidak seimbang maka terjadi tidak meratanya penyebaran penduduk menjadikan daerah yang tanahnya subur memberi kehidupan yang baik sehingga sarana dan prasarana banyak dibangun di wilayah ini. Kelengkapan fasilitas tersebut mengundang datangnya para penduduk.Sehingga dengan kondisi yang seperti itu membawa konsekuensi semakin terpusatnya pengelompokkan penduduk atau tidak meratanya penyebaran penduduk. Sehingga muncul berbagai masalah pertanahan seperti spekulasi tanah, manipulasi, sengketa yang berkepanjangan, tumpang tindih peruntukan, meningkatnya harga tanah yang tidak terkendali, termasuk masalah yang direkayasa oleh oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan.

Page 15: Kebijakan Pembaharuan Agraria

4. Perbedaan Persepsi Mengenai Hak Ulayat dan Masyarakat Hukum Adat Pasal 3 UUPA terdapat ketentuan mengenai pengakuan terhadap hak ulayat dari masyarakat hukum adat. Ketentuan ini bertujuan untuk mendudukkaan hak ulayat pada tempat yang sewajarnya didalam suasana bernegara dan berbangsa. Ada beberapa permasalahan hak ulayat diantaranya adalah adanya tuntutan dari beberapa pihak agar ada ketegasan dari Pemerintah mengenai keberadaan hak ulayat, bahkan permintaan untuk menentukan batas-batasnya serta penerbitan tanda bukti haknya (sertipikat). Sehingga tuntutan ini akan mempunyai dampak seolah-olah akan melestarikan hak ulayat. Akan tetapi, bagi masyarakat hukum adat yang nyata-nyata masih ada, perlu kiranya diperkuat keberadaannya seperti yang daitur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999.

Page 16: Kebijakan Pembaharuan Agraria

5. Persepsi Mengenai Tanah Negara dan Tanah Pemerintah yang Belum SamaTerkait persepsi mengenai tanah negara yang belum seluruhnya mengenai secara jelas, masih sering dijumpai adanya penguasaan atau klaim di pihak Pemerintah terhadap tanah negara yang belum dilekati suatu hak.

Page 17: Kebijakan Pembaharuan Agraria

6. Terjadinya Tanah TerlantarPenelantaran tanah dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan pemegang hak/yang menguasai tanah untuk menggunakan tanahnya sampai kepada motif spekulasi yang menghendaki pengaturan dan pengadilan yang tuntas. Landasan untuk menertibkan tanah terlantar ini sudah ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang menertibkan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

Page 18: Kebijakan Pembaharuan Agraria

7. Kompleksitas Pranata Hukum PertanahanDi samping UUPA yang menetapkan Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria terdapat banyak peraturan yang menyangkut tanah, antara lain undang-undang yang mengatur kehutanan, lingkungan hidup, transmigrasi, pertambangan dan penataan ruang. Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya pranata hukum di bidang pertanahan yang kesemuanya itu memerlukan persamaan persepsi.

Page 19: Kebijakan Pembaharuan Agraria

8. Tuntutan “Reformasi” di Bidang PertanahanAkhir-akhir ini oleh berbagai kalangan masyarakat diajukan tuntutan yang dikaitkan dengan reformasi bidang pertanahan dalam wujud antara lain tuntutan untuk memperoleh kembali tanah yang telah diserahkan kepada pihak lain dengan alasan bahwa penyerahannya dulu dilakukan dalam keadaan tidak transparan, terpaksa atau bahwa penyerahan tanah itu tidak diberikan ganti rugi akan tetapi dengan jumlah yang tidak wajar (kurang).

Page 20: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dalam Melaksanakan Pembangunan Agraria

Page 21: Kebijakan Pembaharuan Agraria

1. Kebijakan UmumPrinsip dasar pengaturan di bidang agraria telah di gariskan ketentuan-ketentuan pokoknya dalam UUPA. Berdasarkan ketentuan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) ditegaskan bahwa “bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara” sebagai organisasi seluruh rakyat. Perkataan dikuasai oleh negara ini dalam UUPA dikenal dengan pengertian Hak Menguasai dari negara. Hak tersebut memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan Menyelenggarakan (peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa)

b. Menentukan dan Mengatur (hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa)

c. Menentukan dan Mengatur (hubungan hukum antara orang dengan orang, perbuatan hukum yang mengenal bumi, air dan ruang angkasa)

Page 22: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Atas dasar Hak Menguasai dari Negara tersebut kemudian ditentukan bermacam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah. Hak-hak atas tanah tersebut dikenal dengan:

a. Hak Milikb. Hak Guna Usahac. Hak Guna Bangunand. Hak Pakaie. Hak Sewaf. Hak Memungut Hasil Hutang. Dan hak-hak lain yang akan ditetapkan kemudian (Hak Pengelolaan, Hak Milik

Satuan Rumah Susun)Sesuai dengan urain di atas, maka seharusnyalah ketentuan-ketentuan dalam UUPA merupakan pangkal dan sumber bagi peraturan perundangan sektoral lainnya.

Page 23: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Ada beberapa Evaluasi selama masa pemerintahan menunjukkan bahwa telah terjadi penyimpangan pelaksanakan dari semangat, jiwa dan amanat UUPA. Penyimpangan tersebut antara lain:a) Semakin timpangnya pemilikan/penguasaan sumberdaya agraria

terutama tanahb) Luas tanah yang dikuasai oleh petani terus menyusut, yang disertai

dengan meningkatnya jumlah petani gurem dan buruh tanic) Kurangnya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak rakyat atas

sumberdaya agrariad) Kurang jelasnya Pemerintah terhadap hak-hak massyarakat hukum adate) Kurangnya perhatian pemerintah kepada masyarakat terutama golongan

ekonomi lemahf) Lemahnya posisi tawar rakyat di bidang agraria, khususnya pertanahan.

Page 24: Kebijakan Pembaharuan Agraria

2. Kebijakan DasarPedoman dasar yang merupakan pegangan dan acuan yang bersumber dari UUPA dapat disarikan dalam bentuk paling tidak 10 (sepuluh) kebijakan dasar agraria nasional sebagai berikut :

Kebijakan Dasar 1 - Hubungan Abadi Antara Kesatuan Tanah Air Dengan Bangsa IndonesiaPengaturan mengenai bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung didalamnya harus selalu dilandasi dengan upaya ke arah persatuan dan kesatuan bangsa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Page 25: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dasar 2 - Penguasaan (Hak Menguasai) Tanah oleh NegaraHak Menguasai Negara itu memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan Menyelenggarakan (peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa)

b. Menentukan dan Mengatur (hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa)

c. Menentukan dan Mengatur (hubungan hukum antara orang dengan orang, perbuatan hukum yang mengenal bumi, air dan ruang angkasa)

Hak Menguasai oleh Negara tersebut berlaku terhadap bumi, yang sudah ada haknya maupun yang belum ada haknya.

Kebijakan Dasar 3 - Hukum Tanah Nasional Adalah Hukum AdatRumusan ini memberi pengertian dalam membangun hukum tanah nasional bahan utamanya dari kekayaan hukum adat yang ada. Sehingga kaitannya dengan hukum tanah nasional berbentuk peraturan-peraturan tertulis. Konsepsi Hukum Adat adalah bersifat komunalistis, yang berarti pengakuan bersama atas tanah yang dikenal dengan hak ulayat masyarakat hukum adat.

Page 26: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dasar 4 - Kesempatan dan Aksesibilitas yang Sama Bagi Setiap Warga NegaraAdapun arahan kebijakan hak atas tanah sebagaimana yang digariskan dalam ketentuan UUPA adalah :a. Atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam

hak atas permukaan bumi (tanah), dan hak-hak atas air dan ruang angkasa yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum;

b. Atas dasar hak atas tanah tersebut, diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah dimaksud;

c. Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa;

d. Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laiki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya

Page 27: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dasar 5 - Fungsi Sosial Hak atas TanahDalam pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah di samping memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah, juga membebankan kewajiban yaitu pemegang hak atas tanah untuk memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan sehingga tanah tetap memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kemakmuran secara lestari. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan dalam hal penggunakan hak atas tanah haruslah bersinergi, sehingga akhirnya tercapai tujuan pokok pemanfaatan tanah yang dicita-citakan.

Kebijakan Dasar 6 - Pemerataan Melalui Pembatasan Pemilikan dan Penguasaan Tanah Mengenai luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh perorangan atau keluarga yang diatur dalam Undang-Undang No.56 Prp Thn 1960, dalam ketentuan ini tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum yang ditentukan tersebut, akan dikuasai oleh pemerintah dengan memberikan ganti kerugian, untuk selanjutnya akan dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan melalui program redistribusi tanah.

Page 28: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dasar 7 - Usaha di Bidang Agraria yang Anti Monopoli Swasta dan Keberpihakan kepada Ekonomi LemahDalam batang tubuh UUPA dijelaskan bahwa pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria oleh organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli. Arahan anti monopoli terhadap usaha di bidang pertanahan, antara lain menyatakan agar pemerintah mengatur pemanfaatan tanah sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah terhadap tanah untuk kemakmuran rakyat.

Kebijakan Dasar 8 - Intensifikasi Pemaanfaatan Tanah Pertanian dengan Mencegah Cara-Cara yang Bersifat Pemerasan Pada dasarnya setiap orang yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian diwajibkan untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dan mencegah cara-cara pemerasan. Tujuannya adalah agar dicegah tertumpuknya tanah di tangan orang atau golongan tertentu saja, sehingga petani mendapat penghasilan yang cukup serta menghindarkan cara-cara pemerasan.

Page 29: Kebijakan Pembaharuan Agraria

Kebijakan Dasar 9 - Kaedah Pelestarian Lingkungan dan Pembangunan BerkelanjutanAdapun amanat dan arahan UUPA dalam rangka pemanfaatan tanah dan pembangunan yang berkelanjutan ini adalah :a. Bahwa atas dasar hak menguasai dari negara diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air, dan ruang angkasa.b. Bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah, dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah.Kebijakan Dasar 10 - Perlunya Penataan Sumber Daya TanahBerkenaan dengan tanggung jawab pemerintah, ketentuan Pasal 14 UUPA menyebutkan bahwa tugas pemerintah adalah menyusun rencana umum persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Rencana ini ditetapkan dengan peraturan pemerintah, dan penjabarannya di Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, khususnya dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah.