kebijakan pelaksanaan program peningkatan...

100
1 KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN POKOK I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras, jagung dan kedelai (pajale) merupakan kebutuhan pangan pokok masyarakat, oleh karena itu setiap pemerintahan sejak Presiden Soeharto selalu menyelenggarakan upaya peningkatan produksi ketiga pangan pokok ini, berupa upaya khusus peningkatan produksi untuk mencapai swasembada. Pemerintah Presiden Joko Widodo meneruskan kebijakan pangan tersebut dengan melaksanakan Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus pajale). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 disebutkan penyediaan pangan pajale diutamakan dari produksi dalam negeri, dengan rincian: (a) Padi: meningkatkan jumlah surplus dari produksi dalam negeri; (b) Jagung: meningkatkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dan industri kecil, (c) Kedelai: meningkatkan produksi terutama untuk mencukupi kebutuhan bahan baku untuk tahu dan tempe (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014). Dengan ungkapan lain, Pemerintah menargetkan swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung serta swasembada kedelai dalam waktu tiga tahun. Merujuk pada RPJMN tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) menyusun perencanaan produksi pangan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan 2015- 2019. Di dalam Renstra tersebut dikemukakan sasaran pencapaian swasembada beras berkelanjutan dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai merah dan bawang merah (Kementan, 2015). Untuk mewujudkan sasaran tersebut terdapat banyak kendala, diantaranya: semakin terbatasnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan ke non pertanian, degradasi kualitas air, sebagian besar jaringan irigasi sudah rusak, akses petani terhadap sumber pembiayaan terbatas, terjadinya perubahan iklim, harga output berfluktuasi, dan luas penguasaan dan

Upload: vohanh

Post on 18-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

1

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN POKOK

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras, jagung dan kedelai (pajale) merupakan kebutuhan pangan pokok

masyarakat, oleh karena itu setiap pemerintahan sejak Presiden Soeharto selalu

menyelenggarakan upaya peningkatan produksi ketiga pangan pokok ini, berupa

upaya khusus peningkatan produksi untuk mencapai swasembada. Pemerintah

Presiden Joko Widodo meneruskan kebijakan pangan tersebut dengan melaksanakan

Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus pajale). Dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019

disebutkan penyediaan pangan pajale diutamakan dari produksi dalam negeri,

dengan rincian: (a) Padi: meningkatkan jumlah surplus dari produksi dalam negeri;

(b) Jagung: meningkatkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pakan

ternak dan industri kecil, (c) Kedelai: meningkatkan produksi terutama untuk

mencukupi kebutuhan bahan baku untuk tahu dan tempe (Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014). Dengan

ungkapan lain, Pemerintah menargetkan swasembada berkelanjutan untuk padi dan

jagung serta swasembada kedelai dalam waktu tiga tahun.

Merujuk pada RPJMN tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) menyusun

perencanaan produksi pangan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan 2015-

2019. Di dalam Renstra tersebut dikemukakan sasaran pencapaian swasembada

beras berkelanjutan dan peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, daging sapi,

cabai merah dan bawang merah (Kementan, 2015). Untuk mewujudkan sasaran

tersebut terdapat banyak kendala, diantaranya: semakin terbatasnya lahan pertanian

karena alih fungsi lahan ke non pertanian, degradasi kualitas air, sebagian besar

jaringan irigasi sudah rusak, akses petani terhadap sumber pembiayaan terbatas,

terjadinya perubahan iklim, harga output berfluktuasi, dan luas penguasaan dan

Page 2: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

2

pengusahaan lahan per petani semakin sempit. Oleh karena itu, untuk mengatasinya

diperlukan upaya khusus (Upsus).

Telah banyak kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk

meningkatkan produksi pangan pokok dengan memberi bantuan dalam bentuk benih,

pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

(alsintan) pra panen dan pasca panen. Bantuan tersebut diberikan kepada gabungan

kelompok petani (Gapoktan), kelompok tani (Poktan), dan petani di seluruh

Indonesia dalam jumlah yang relatif besar. Disisi lain, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) juga terus melakukan penelitian, pengkajian

dan diseminasi inovasi pertanian untuk peningkatan produktivitas pangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui

secara mendalam efektifitas dan dampak pemanfaatan bantuan sarana dan

prasarana pertanian serta dukungan para pemangku kepentingan dan pemerintah

daerah. Kegiatan analisis kebijakan (Anjak) ini sebagai upaya untuk merumuskan

rekomendasi alternatif kebijakan penyempurnaan pelaksanaan program peningkatan

produksi pangan pokok ke depan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum Anjak ini adalah mengevaluasi efektifitas dan dampak

pemanfaaatan bantuan sarana dan prasarana pertanian untuk merumuskan

rekomendasi alternatif kebijakan bagi penyempurnaan pelaksanaan program

peningkatan produksi pangan pokok ke depan. Untuk lebih memfokuskan dan

melaksanakan analisis yang lebih mendalam, tujuan khusus Anjak ini ini adalah:

1. Mengkaji efektifitas dan dampak pemanfaatan bantuan sarana dan prasarana

pertanian (benih, pupuk, alsintan, cetak sawah, pembangunan prasarana irigasi)

dan sistem penyampaian informasi teknologi baru

2. Menganalisis dukungan dan respon pemangku kepentingan dan pemerintah

daerah terhadap program peningkatan produksi pangan pokok

Page 3: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

3

3. Merumuskan alternatif kebijakan untuk penyempurnaan pelaksanaan program

peningkatan produksi pangan pokok ke depan.

1.3. Keluaran

Anjak ini diharapkan mampu menyajikan data, informasi, hasil analisis, dan

alternatif kebijakan untuk penyempurnaan pelaksanaan program peningkatan

produksi pangan pokok ke depan, yang meliputi :

1. Alternatif atau penyempurnaan manajemen distribusi bantuan sarana dan

prasarana pertanian ditinjau dari upaya peningkatan efektifitas penyaluran dan

pemanfaatannya (tepat sasaran, jenis, waktu, dan pemanfaatan oleh penerima)

serta diseminasi informasi teknologi baru

2. Alternatif pelaksanaan program peningkatan produksi pangan pokok di daerah

3. Rumusan alternatif penyempurnaan pelaksanaan program peningkatan produksi

pangan pokok ke depan.

1.4. Manfaat

Hasil Anjak ini diharapkan bermanfaat bagi Kementerian Pertanian, khususnya

perencana dan pelaksana program peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai di

pusat dan daerah, sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan kegiatan pada

tahun 2018 dan selanjutnya.

Page 4: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

4

II. METODOLOGI

2.1. Ruang Lingkup Kajian

Sesuai dengan tujuan Anjak, lingkup kajian ini adalah seluruh aspek yang

berkaitan dengan upaya atau kegiatan peningkatan produksi pangan pokok, yaitu:

1) Program penyaluran sarana produksi benih,

2) Program penyaluran sarana produksi pupuk,

3) Program penyaluran bantuan alsintan,

4) Program pencetakan sawah,

5) Pengembangan prasarana irigasi (embung, dam parit, long storage), dan

6) Pendampingan program peningkatan produksi pangan pokok.

2.2. Waktu dan Lokasi Kajian

Kegiatan Anjak dilaksanakan selama empat bulan dari September sampai

Desember 2017. Untuk menjamin keterwakilan wilayah sentra dan bukan sentra

produksi, lokasi kajian dipilih sebagai berikut: (1) Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Tengah mewakili wilayah sentra produksi padi, yang umumnya berada di pulau Jawa,

dan (2) Provinsi Riau mewakili wilayah nonsentra produksi padi yang umumnya

berada di luar Jawa. Pengumpulan data, selain dari di ketiga provinsi tersebut, juga

dilakukan di Provinsi DKI Jakarta untuk melengkapi data dan informasi nasional, serta

pendalaman atas topik tertentu terutama terkait perencanaan dan pelaksanaan

program peningkatan produksi pangan pokok.

Pada setiap provinsi sampel kajian, dipilih dua kabupaten dengan menggunakan

kriteria keterwakilan daerah. Berdasarkan kriteria tersebut yang menjadi lokasi

penelitian yaitu: (1) Kabupaten Indramayu dan Sukabumi untuk Provinsi Jawa Barat,

Page 5: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

5

(2) Kabupaten Sukoharjo dan Demak untuk Provinsi Jawa Tengah, dan (3)

Kabupaten Kampar dan Kabupaten Siak untuk Provinsi Riau.

Selain informasi dan data dikumpulkan di tingkat provinsi dan kabupaten, juga

pada setiap kabupaten dipilih satu desa untuk pendalaman terhadap topik lingkup

kajian yang memerlukan analisis yang lebih detail di tingkat mikro atau lapangan.

Pemilihan desa dicirikan dengan luas sawah dan produksi padi yang signifikan di desa

tersebut. Selain itu, hal yang juga menjadi pertimbangan pemilihan lokasi adalah

aksesibilitas, keberadaan Babinsa dan penyuluh pertanian serta kelompok tani/petani

padi, jagung, kedelai yang berpartisipasi dan/atau menerima bantuan dalam Upsus

Pajale ini.

2.3. Metoda Analisa

Untuk menjawab tujuan 1, 2 dan 3, dilakukan analisis secara deskriptif

kualitatif terkait dengan kinerja, capaian, dampak, dan alternatif kebijakan.

1) Untuk menganalisis kinerja manajemen distribusi, efektifitas dan dampak dari

penyaluran bantuan benih, pupuk, dan alsintan, khususnya mengenai ketepatan

sasaran, jenis yang dibutuhkan petani, waktu bantuan tersebut tersedia/sampai

di petani, dan intensitas pemanfaatannya oleh petani (tujuan 1), dilakukan

wawancara dengan kelompok tani penerima bantuan (benih, pupuk, alsintan,

cetak sawah, dan rehabilitasi irigasi). Data dan informasi diperoleh melalui diskusi

kelompok (Focus Group Discussion/FGD) yang juga dihadiri penyuluh,

TNI/babinsa, dan aparat pertanian.

2) Untuk menganalisis dukungan dan respon pemangku kepentingan dan

pemerintah daerah (Pemda) terkait dengan pelaksanaan program peningkatan

produksi pangan pokok (tujuan 2) dilakukan melalui FGD di tingkat

provinsi/kabupaten terpilih, dengan berpedoman pada kuesioner terbuka. Peserta

FGD adalah aparat pelaksana kegiatan Upsus di Dinas Pertanian dan unsur

TNI/AD di masing-masing tingkat provinsi dan kabupaten.

3) Untuk merumuskan alternatif kebijakan guna penyempurnaan pelaksanaan

program peningkatan produksi pangan pokok kedepan (tujuan 3) dilakukan

Page 6: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

6

dengan menganalisis data dan informasi yang diperoleh secara keseluruhan dan

komprehensif terkait dengan :

a) data rencana/sasaran dan realisasi pelaksanaan kegiatan di tingkat nasional,

provinsi hingga kabupaten terpilih lokasi penelitian,

b) permasalahan pelaksanaan, kendala, manfaat, dan efektivitas berbagai

bantuan, dan

c) dukungan dan respon pemangku kepentingan dan pemda terhadap program

peningkatan produksi pangan pokok.

2.4. Sumber dan Analisis Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Data

sekunder diperoleh dari Kementan, yaitu Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana

Pertanian (Ditjen PSP), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP), Pusat Data

dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin), Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi

lain terkait. Data sekunder juga dikumpulkan di tingkat provinsi dan kabupaten dari

instansi pelaksana program peningkatan produksi pangan pokok di daerah, serta

melalui penelusuran pustaka secara online. Data di tingkat provinsi dan kabupaten

yang digali adalah data luas tanam, luas panen, produksi untuk padi, jagung dan

kedelai; jenis dan jumlah bantuan yang diterima dan disalurkan. Data dikumpulkan

untuk periode tiga tahun (2015-2017).

Data primer diperoleh melalui diskusi kelompok mulai dari tingkat nasional,

provinsi, kabupaten, sampai desa. Wawancara di tingkat provinsi dan kabupaten

dilakukan dengan menggunakan kuesioner terbuka kepada aparat dan pejabat di

Dinas Pertanian Kabupaten, Kodim, dan instansi terkait. Sementara itu diskusi

kelompok di tingkat desa dilakukan dengan kelompok tani, babinsa, penyuluh

pertanian, kelompok petani pemakai air (P3A) dan aparat desa.

Page 7: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

7

III. REVIU PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN NASIONAL

3.1. Perkembangan Upaya Peningkatan Produksi Pangan Pokok

Kebijakan swasembada pangan sudah diterapkan secara terstruktur mulai

pemerintahan Presiden Soeharto, berlanjut terus pada setiap pemerintahan, sampai

pada pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Salah satu agenda utama

pemerintahan saat ini adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan program sektor strategis ekonomi domestik. Fokus dari agenda

tersebut adalah membangun kedaulatan pangan dengan menargetkan Indonesia

mencapai swasembada berkelanjutan komoditas padi dan jagung serta swasembada

kedelai pada tahun 2017.

Dalam RPJMN dinyatakan bahwa sasaran utama pembangunan pangan adalah

penguatan pasokan pangan dan diversifikasi konsumsi pangan, dengan fokus utama

pada komoditas pajale. Dalam RPJMN tersebut diungkapkan bahwa peningkatan

ketersediaan pangan diutamakan bersumber dari produksi dalam negeri: (1) Padi:

meningkatkan jumlah surplus dari produksi dalam negeri; (2) Jagung: meningkatkan

produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak dan industri kecil;

dan (3) Kedelai: meningkatkan produksi terutama untuk mencukupi kebutuhan

konsumsi tahu dan tempe; (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014).

Selanjutnya berdasarkan RPJMN tersebut, Kementan menjabarkannya ke

dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian (Renstra Kementan) 2015-2019,

yang salah satu kebijakannya adalah peningkatan swasembada beras dan

peningkatan produksi jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai dan bawang merah.

Page 8: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

8

Secara operasional, pencapaian ini dilakukan melalui upaya khusus (Upsus), dimana

untuk peningkatan produksi pajale dengan nama Upsus pajale.

Upsus pajale merupakan upaya terobosan untuk meningkatkan produksi pajale

dalam upaya mencapai swasembada berkelanjutan. Upaya ini diperlukan karena

secara umum pertanian menghadapi berbagai kendala dan permasalahan dalam

percepatan pencapaian swasembada pangan. Permasalahan tersebut terutama

adalah: (1) Alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian; (2) rusaknya

infrastruktur/jaringan irigasi; (3) semakin berkurangnya tenaga muda di pertanian,

mahalnya upah tenaga kerja pertanian, dan kurangnya peralatan mekanisasi

pertanian untuk mengatasinya; (4) masih tingginya susut hasil panen (losses); (5)

belum terpenuhinya kebutuhan benih unggul bersertifikat dan pupuk sesuai

rekomendasi spesifik lokasi serta belum memenuhi kriteria enam tepat; (6) lemahnya

permodalan petani; dan (7) harga komoditas pangan seringkali jatuh pada saat

panen raya dan sulit memasarkan hasil panen.

Secara lebih detail, Balitbangtan mengidentifikasi lima permasalahan utama

peningkatan produksi pangan padi, yaitu: (1) irigasi rusak sekitar 3 juta ha, yang

secara potensial dapat mengakibatkan kehilangan produksi padi sekitar 4,5 juta GKG;

(2) Penyampaian pupuk kepada petani pengguna sering mengalami keterlambatan

sekitar 1-2 minggu, yang secara potensial menyebabkan kehilangan produksi padi

sekitar 3,0 juta ton GKG; (3) jumlah penyuluh pertanian semakin berkurang, yang

dapat menyebabkan terjadinya kehilangan produksi padi 3,0 juta ton GKG; (4) benih

unggul bersertifikat yang dipakai petani hanya 20%, sehingga hal ini menimbulkan

penurunan produksi padi 1,0 ton/ha dari potensi yang mungkin dicapai, berarti

secara potensial dari 6,0 juta lahan sawah dapat terjadi kehilangan produksi padi

sekitar 6,0 juta ton GKG; dan (5) keterbatasan penyediaan dan pemanfaatan alsintan

dapat menyebabkan kehilangan pra panen dan panen sekitar 3,5 juta ton GKG.

Upsus ditujukan untuk pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan

jagung serta swasembada kedelai, dengan berbagai komponen upaya seperti berikut:

(1) Pengembangan jaringan irigasi;

(2) Optimasi lahan;

Page 9: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

9

(3) Pengembangan system of rice intensification (SRI);

(4) Gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT);

(5) Optimasi perluasan areal tanam kedelai melalui peningkatan indeks pertanaman

(PAT-PIP Kedelai);

(6) Perluasan areal tanam jagung (PAT Jagung);

(7) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida, alsintan);

(8) Pengendalian OPT dan dampak perubahan iklim, asuransi pertanian dan

pengawalan/pendampingan.

Agar pelaksanaan upsus berjalan optimal, dimana semua pihak yang terlibat

memiliki pemahaman yang sama dan sinergis, pada tahun 2015 disusun Pedoman

Upsus dengan sasaran: (1) Petugas pelaksana kegiatan upsus peningkatan produksi

padi, jagung dan kedelai dalam pencapaian swasembada berkelanjutan pajale di

provinsi, kabupaten/kota dan di tingkat lapangan; (2) Poktan, Gapoktan, UPJA, P3A,

GP3A, kelompok tani perkebunan yang berusahatani tanaman pangan, dan Poktan

kehutanan-perhutani yang berusahatani tanaman pangan.

Kegiatan Upsus dilaksanakan pada lahan sawah, lahan tadah hujan, lahan

kering, lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak. Sasaran utama kegiatan

Upsus pajale adalah: (1) Indeks pertanaman (IP) meningkat minimal sebesar 0,5 dan

produktivitas padi meningkat minimal sebesar 0,3 ton/ha GKP; (2) Produktivitas

kedelai minimal mencapai 1,57 ton/ha pada areal tanam baru dan produktivitas naik

sebesar 0,2 ton/ha pada areal eksisting; (3) Produktivitas jagung minimal 5 ton/ha

pada areal tanam baru dan sebesar 1 ton/ha pada areal eksisting.

Pedoman Umum Upsus (Pedum Upsus) merupakan acuan sekaligus induk dari

beragam pedoman umum maupun pedoman teknis masing-masing upaya percepatan

peningkatan produksi pajale yang dilakukan secara komprehensif. Secara ringkas

arahan dalam Pedum tersebut meliputi:

a. Penyaluran subsidi benih

Program subsidi benih ditujukan dalam rangka menyediakan benih varietas

unggul bersertifikat sekaligus meringankan beban petani membeli benih tanaman

Page 10: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

10

pangan. Dengan demikian, indikator keberhasilan program di lapangan adalah

tersedia benih varietas unggul bersertifikat tanaman pangan dengan mutu terjamin

untuk memenuhi kebutuhan benih dalam rangka pelaksanaan budidaya tanaman

pangan. Tujuan lainnya membantu petani agar dapat membeli benih dengan harga

terjangkau.

Pelaksana pengadaan dan penyaluran benih bersubsidi yaitu produsen

pelaksana public service obligation (PSO) yang ditunjuk pemerintah yaitu PT. Sang

Hyang Seri dan PT. Pertani. Apabila ada perusahaan swasta yang berminat

berpartisipasi dalam pelaksanaan pengadaan benih bersubsidi dapat dilaksanakan di

bawah koordinasi kedua perusahaan di atas.

Petani atau Poktan yang membeli benih bersubsidi diutamakan petani atau

Poktan yang tidak mendapat bantuan benih dari sumber pendanaan lainnya.

Prosedur penetapan melalui sosialisasi dari Dinas Pertanian provinsi kepada Dinas

Pertanian kabupaten dilanjutkan ke unit kerja, stakeholder dan petugas lapangan.

Dinas Pertanian Kabupaten menetapkan calon petani calon lahan (CP/CL),

selanjutnya petani/poktan menyusun DU-PBB berdasarkan CP/CL dengan persetujuan

petugas lapang. Berkas tersebut merupakan persyaratan untuk mendapatkan benih

dari produsen benih pelaksana PSO.

Setiap tahun terjadi perubahan alokasi subsidi benih bersubsidi. Pada tahun

2016 semula dialokasikan benih bersubsidi sebanyak 75.000 ton benih padi inbrida,

2.250 ton benih padi hibrida, dan 2.500 ton benih kedelai. Jumlah ini berubah

menjadi 100.000 ton benih padi inhibrida, 1.500 ton benih padi hibrida, dan 15.000

ton benih kedelai. Perubahan tersebut setelah ada pembahasan dan usulan dari

Dinas Pertanian provinsi.

Permasalahan yang paling umum terjadi di lapangan adalah ketidaktepatan

penyampaian benih kepada petani, baik ketidaktepatan waktu, kuantitas benih,

maupun ketidaktepatan jenis varietas yang diharapkan petani. Preferensi petani antar

lokasi cenderung berbeda. Di beberapa daerah varietas tertentu yang tidak lagi

dianjurkan Pemerintah masih banyak diminati petani.

Page 11: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

11

b. Penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi

Kegiatan ini bertujuan memberi stimulan dalam memenuhi kebutuhan pupuk

sesuai rekomendasi sehingga mampu meningkatkan produktivitas lahan sawah

berkelanjutan melalui penggunaan pupuk berimbang. Pemerintah menyediakan

pupuk bersubsidi melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk yaitu PT Pupuk

Indonesia (Persero) memproduksi pupuk yang didistribusikan sampai ke kios

resmi/pengecer di wilayah pertanian. Selama 2012-1017 jumlah pengadaan atau

alokasi pupuk bersubsidi sekitar 9,5 juta ton, terdiri dari pupuk Urea, ZA, SP36, NPK

dan pupuk organik. Pupuk bersubsidi ini dibeli oleh petani yang tergabung dalam

Poktan dan telah menyusun dan menyampaikan sebelumnya Rencana Definitif

Kebutuhan Kelompok (RDKK), dengan harga eceran tertinggi (HET) yang cukup

rendah dibandingkan dengan dari biaya produksinya (sekitar 50%). Sasaran

kebijakan ini adalah petani skala kecil tanaman pangan, hortikultura, peternakan,

perkebunan, dan usaha perikanan dapat meningkatkan produktivitas dan produksi

usaha taninya.

Alokasi pupuk bersubsidi di setiap wilayah ditetapkan dalam Permentan,

Peraturan Gubernur (Pergub), dan Peraturan Bupati (Perbup). Besaran alokasi untuk

masing-masing daerah mengacu pada kebutuhan teknis sebagaimana diusulkan oleh

daerah dengan mempertimbangkan serapan pupuk bersubsidi tahun sebelumnya dan

ketersediaan pagu anggaran untuk untuk subsidi pupuk. Pada umumnya alokasi

pupuk bersubsidi lebih rendah dari kebutuhan yang diusulkan daerah. Selain

penyediaan pupuk bersubsidi, pemerintah juga memberikan bantuan pupuk langsung

yang menyertai kegiatan khusus dalam lingkup kegiatan Upsus pajale, seperti

kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi dan perluasan areal tanam jagung.

Hambatan utama sekaligus evaluasi bagi program ini adalah waktu dan biaya

dalam mendistribusikan pupuk ke lokasi-lokasi sasaran. Ketersediaan gudang

penyimpanan di tingkat pengecer yang terbatas seringkali menyebabkan pupuk tidak

tersedia saat dibutuhkan petani (tidak tepat waktu, seringkali terlambat) atau

tersedia namun dalam jumlah yang tidak memadai (tidak tepat kuantitas).

Page 12: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

12

c. Pengadaan dan penyaluran alat dan mesin pertanian (alsintan)

Pengadaan dan penyaluran alsintan bertujuan untuk: (1) mengatasi

berkurangnya tenaga kerja pertanian akibat pekerjaan sebagai petani tidak menarik

minat petani muda dan karena itu rata-rata usia petani menjadi lebih tinggi (aging

farmer); (2) mempercepat proses budidaya dan pascapanen yang efektif dan efisien;

dan (3) mendukung pelaksanaan tanam serentak (mengejar waktu tanam dengan

percepatan waktu olah tanah dan waktu panen).

Pengembangan mekanisasi pertanian terpadu dengan penerapan teknologi

merupakan salah satu upaya Pemerintah yang disertai dengan pemberian bantuan

paket alsintan. Pengelolaan alsintan di daerah dipercayakan kepada Dinas Pertanian

Provinsi maupun Kabupaten/Kota, jajaran satuan TNI AD yaitu Korem/Kodim, dan

melibatkan Poktan, Gapoktan serta Usaha Pengelola Jasa Alsintan (UPJA).

Kelembagaan pengelolaan alsintan berbentuk Brigade. Sasaran kegiatan ini adalah

mendorong berkembangnya penerapan mekanisasi pertanian pada kegiatan budidaya

dan pascapanen terutama didaerah sentra produksi pajale. Pengelolaan alsintan

dilaksanakan secara terintegrasi antar semua pihak pengelola.

Selama periode 2015 sampai 2017 terdapat beberapa kali perubahan

kebijakan terkait pemberian alsintan, baik dalam aspek distribusi lokasi, jenis alat,

maupun jumlahnya. Pada awalnya alsintan yang didistribusikan dominan untuk

mendukung kegiatan pra panen seperti alat olah tanah, alat tanam dan alat

pemeliharaan seperti traktor baik roda dua maupun roda empat, transplanter

maupun sprayer. Pada tahun berikutnya, disamping alat yang sudah disebut di atas,

alsintan untuk panen dan pascapanen (power thresser, combine harvester, jarwo

transplanter) mendapat alokasi pengadaan yang lebih banyak.

Selain diberikan kepada daerah atau Poktan sesuai perencanaan awal tahun,

pemberian alsintan juga dilaksanakan bagi petani atau masyarakat pertanian yang

menyampaikan kebutuhan alsintan pada saat dilakukan peninjauan lapang oleh para

pejabat Kementan dan kementerian terkait. Untuk memenuhi alsintan yang bersifat

Page 13: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

13

mendesak seperti permintaan tersebut, disediakan alokasi anggaran untuk alsintan

cadangan di tingkat pusat.

Pengelolaan alsintan dengan sistem atau mekanisme brigade sudah

dituangkan dalam Pedum tahun 2015. Pada tahun 2017 sistem ini makin mendapat

penekanan dan pelaksanaannya di lapangan lebih diintensifkan. Peran TNI dalam

pengelolaan alsintan dengan sistem brigade tersebut semakin ditingkatkan. Target

pemanfaatan dengan sistem brigade ini diharapkan dapat mengoptimalkan

pemanfaatan alsintan.

Pengorganisasian pemanfaatan alsintan dalam bentuk brigade di Dinas

Pertanian Provinsi berperan memanfaatkan dan memobilisasi alsintan antar

kabupaten. Brigade alsintan di Korem/Kodim dimaksudkan untuk membantu Poktan/

Gapoktan dalam percepatan pengolahan tanah dan tanam. Brigade di tingkat

Poktan/Gapoktan/UPJA mendukung percepatan pengolahan tanah, tanam dan panen.

Pengorganisasian ini dilengkapi struktur organisasi pengelolaannya.

d. Pencetakan sawah baru

Pencetakan sawah baru merupakan salah satu bentuk upaya perluasan lahan

sawah yang sangat diperlukan untuk perluasan lahan pertanaman pajale sekaligus

untuk mengimbangi laju konversi lahan yang secara intensif terus menekan luasan

lahan pertanian. Cetak sawah dikembangkan dengan pola community development

sehingga ada proses partisipasi dan empowering bagi petani. Pelaksanaan

percetakan sawah bekerjasama dengan TNI AD.

Kendala pelaksanaan program cetak sawah salah satunya adalah tidak semua

lokasi sesuai untuk cetak sawah baru, seperti kontur lahan yang cukup curam dan

ketersediaan air untuk mengatasi sawah terbatas. Oleh karena itu sebagian lokasi

cetak sawah perlu dilengkapi pompanisasi.

e. Rehabilitasi jaringan irigasi

Rehabilitasi jaringan irigasi berdampak langsung terhadap kualitas dan

kuantitas tanaman padi, melalui penyediaan air yang cukup. Oleh karena itu

Page 14: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

14

pemerintah dalam hal ini Kementan melalui Ditjen PSP membantu meningkatkan

pemberdayaan petani pemakai air melalui kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi.

Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi berupa penyempurnaan jaringan guna

mengembalikan atau meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula

sehingga menambah luas areal tanam dan atau meningkatkan intensitas

pertanaman. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan ini untuk: (1) Meningkatkan

kinerja jaringan irigasi tersier sehingga dapat meningkatkan fungsi layanan irigasi;

(2) meningkatkan produksi padi melalui penambahan luas areal tanam; (3)

meningkatkan partisipasi petani dalam pengelolaan jaringan irigasi. Sasaran kegiatan

rehabilitasi jaringan irigasi adalah: (1) Terehabilitasi dan meningkatnya fungsi

jaringan irigasi tersier untuk luasan tertentu; untuk tahun 2017 seluas 100.000 ha;

(2) meningkatnya produksi padi melalui peningkatan IP; dan (3) meningkatnya

partisipasi petani terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi.

Pelaksana kegiatan ini terorganisasi dari pusat hingga daerah dengan tugas

dan tanggungjawab yang jelas. Poktan, Gapoktan, dan P3A sebagai sasaran

sekaligus pelaku yang berpartisipasi dalam perencanaan sampai pelaksanaan dalam

bentuk pemikiran, tenaga, bahan bangunan, dana dan pemeliharaan.

Pelaksanaannya sendiri diarahkan pada jaringan tersier yang mengalami kerusakan

yang terhubung dengan saluran utama. Penerima progam bantuan ini adalah petani

yang tergabung dalam P3A. Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan melalui beberapa

tahapan terlebih dahulu seperti survei-investigasi-desain (SID), administrasi,

penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) dan pelaksanaan konstruksi rehabilitasi

yang melibatkan penerima langsung.

Permasalahan yang sering terjadi dilapangan adalah penetapan lokasi

rehabilitasi potensial menimbulkan konflik. Keterbatasan anggaran membuat tidak

semua usulan bisa terpenuhi, akibatnya ada poktan/gapoktan yang merasa

dinomorduakan. Kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap setiap tahun sehingga

lokasinya ditentukan berdasarkan skala prioritas dan kepentingan.

Pengembangan embung pertanian salah satu kegiatan penting dalam

penyediaan air untuk pertanian. Kegiatan ini berlandaskan pada posisi pertanian yang

Page 15: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

15

sangat rentan terhadap perubahan iklim. Antisipasi dan mitigasi dampak perubahan

iklim terkait dengan kelangkaan air pada musim kemarau atau kelebihan air pada

musim hujan dilakukan konservasi air berupa pemanenan air hujan dan aliran

permukaan (rain fall and run off harvesting) pada musim hujan untuk dimanfaatkan

pada saat terjadi krisis air terutama pada musim kemarau. Pemanenan dilakukan

dengan menampung air hujan dan run off antara lain melalui pembuatan embung.

Tujuan pengembangan embung untuk meningkatkan dan mempertahankan

ketersediaan sumber air di tingkat usaha tani sebagai suplesi air irigasi untuk

komoditas pajale. Organisasi pelaksananya terstruktur mulai dari pusat, provinsi,

kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Masing-masing tingkatan memiliki tugas dan

tanggungjawab koordinasi dan pembinaan serta pengendalian pada tingkatan di

bawahnya. Di tingkat lapangan, aparat yang diserahi tanggungjawab untuk kegiatan

ini bertugas mengidentifikasi dan memverifikasi CPCL, membimbing dan mengawasi

pelaksanaan dan pemanfaatan fisikembung.

Selain embung, penyediaan sumber air didukung pengembangan dam parit

dan long storage. Pemilihan lokasi embung mensyaratkan spesifikasi tertentu agar

tujuan utama pembangunannya tercapai. Permasalahan yang sering muncul di

lapangan adalah penetapan lokasi yang diusulkan masyarakat, tidak sesuai dengan

letak yang memadai untuk saluran pengairan ke sawah-sawah.

f. Kegiatan pendampingan dalam peningkatan produksi pajale

Mulai tahun 2014 dalam kegiatan peningkatan produksi pajale dilakukan

pendampingan yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, pendampingan

selain oleh tenaga penyuluh juga melibatkan unsur TNI-AD yaitu bintara pembina

desa (babinsa). Kerjasama ini tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Menteri

Pertanian dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) No.01/MOU/RC.120/M/2015

tentang Mewujudkan Kedaulatan Pangan, yang ditandagani bersama tanggal 8

Januari 2015. Selanjutnya untuk operasionalnya, Kementan mengeluarakan

Permentan No.14/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman Pengawalan dan

Pendampingan Terpadu Penyuluh, Mahasiswa, dan Babinsa dalam rangka Upsus

Page 16: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

16

Pajale. Berdasarkan nota kesepaham tersebut, TNI-AD menindakklanjuti dengan

menggerakkan seluruh komando kewilayahan TNI mulai dari Korem, Kodim hingga

Koramil dan seluruh aparat teritorial lainnya untuk terlibat langsung dalam

menyukseskan program pemerintah tersebut.

Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa untuk pencapaian swasembada

berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai, penyuluh, mahasiswa dan

babinsa menjadi unsur penting dalam menggerakkan para petani pelaku utama untuk

dapat menerapkan teknologi (Gambar 3.1). Penyuluh, mahasiswa dan babinsa

merupakan salah satu faktor penggerak bagi para petani (pelaku utama) dan dapat

berperan aktif sebagai komunikator, fasilitator, advisor, motivator, edukator,

organisator dan dinamisator dalam rangka terlaksananya kegiatan peningkatan

produksi pajale.

MENTAN

BPPSDMPDITJEN PSP/TP/P2HPBADAN LITBANG

BPTPDINAS TEKNIS

DINAS TEKNIS

GUBERNUR

KODAM BAKORLUH PT/BALAI/STPP

KODIM

CAMAT

POKTAN, P3A, GAPOKTAN DAN GP3A

BUPATI/WALIKOTA

UPTD KORAMIL

LURAH/DESA

BABINSA MAHASISWAPENYULUH

PUSAT/TIM PENGENDALI

PROVINSITIM PEMBINA

KAB/KOTAPELAKSANA

KECAMATAN/TIM PELAKSANA

DESA

KASAD

POPT/ PBT

PENELITI/PENYULUH

BP3K

BP4K DOSEN/WI

TATA HUBUNGAN KERJA PENDAMPINGAN

Alur Komando

Alur Pengendalian

Alur Pembinaan

Alur Pelaksanaan

Alur Koordinasi Fungsional

Alur Koordinasi Operasional

Gambar 3.1. Tata Hubungan Kerja pendampingan Program Upsus Pajale

3.2. Capaian Tambah Luas Tanam dan Produksi Pajale

Indikator kinerja yang ditetapkan dalam program Upsus pajale yang tertuang

dalam Pedum sebagai berikut:

1) Meningkatnya indeks pertanaman (IP) minimal sebesar 0,5;

2) Meningkatnya produktivitas padi minimal sebesar 0,3 ton/ha GKP;

Page 17: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

17

3) Tercapainya produktivitas kedelai minimal sebesar 1,57 ton/ha; dan

4) Tercapainya produktivitas jagung minimalsebesar 5 ton/ha pada areal tanam

baru dan meningkatnya produktivitas kedelai sebesar 0,2 ton pada areal

existing.

Dalam Pedum Upsus pajale juga tertera bahwa pada tahun 2015 target

produksi padi sebesar 73,40 juta ton dengan pertumbuhan 2,21%; jagung sebesar

20,33 juta ton dengan pertumbuhan 5,57% dan kedelai sebesar 1,27 juta ton

dengan pertumbuhan 26,47%.

Selama pelaksanaan program Upsus (2015-2016) terjadi peningkatan luas

tambah tanam padi sekitar 18,7%/tahun. Dalam laporan tahunan Ditjen PSP (2017)

dilaporkan bahwa tahun 2016 capaian penambahan luas baku lahan padi 2016

mencapai 97,69% atau tergolong kategori “berhasil” dan capaian jumlah

penambahan luas tanam padi sebesar 1.421,76% termasuk kategori “sangat

berhasil”. Pencapaian kinerja yang signifikan ini merupakan hasil dari upaya

terobosan kebijakan, khususnya dalam upaya refocusing kegiatan dan anggaran

untuk komoditas utama (pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi, penyediaan

alat dan mesin pertanian pra panen, perluasan sawah baru), penerapan system

reward and punishment, pengawalan dan pendampingan upsus bekerja kerjasama

dengan TNI, antisipasi dini banjir dan pasca banjir, serta penanganan serangan OPT.

Peningkatan luas tambah tanam tersebut di atas terjadi terutama pada daerah

sentra produksi padi dan tidak terlihat nyata pada daerah non sentra produksi. Di

Provinsi Riau, lahan pertanian dominan lahan kering yang cocok bagi usaha tanaman

perkebunan. Petani telah memanfaatkan keunggulan komparatif ini dengan

melakukan usaha perkebunan yang menjadi sumber mata pencaharian utama.

Lahan untuk tanaman padi adalah lahan rawa dan menanam padi hanya untuk

keperluan memenuhi kebutuhan konsumsi pangan/beras rumah tangga, tidak untuk

diperjual belikan.

Pada beberapa tahun terakhir harga minyak sawit di pasar internasional

memiliki tren meningkat sehingga terjadi perubahan pemanfaatan lahan dari

tanaman pangan ke tanaman perkebunan terutama untuk kelapa sawit. Hal inilah

Page 18: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

18

yang mengakibatkan luas panen padi di Provinsi Riau selama kurun waktu 2012-2016

terus menurun. Upaya peningkatan produksi padi melalui peningkatan IP terus

dilakukan oleh Pemerintah (dari IP 100 ke IP 200) namun perkembangannya masih

lambat, sehingga luas tambah tanam di provinsi ini relatif tetap bahkan menurun

karena konversi lahan pangan ke kelapa sawit.

Dalam Pedum Upsus, upaya untuk peningkatan produksi jagung diarahkan

pada kegiatan perluasan tanam di lahan baru agar tidak berkompetisi memanfaatkan

lahan yang selama ini digunakan untuk usahatani padi. Areal lahan baru ini dapat

diperoleh, diantaranya melalui kerjasama dengan BUMN perkebunan dan PT

Perhutani atau lahan milik swasta.

Secara nasional pada periode 2015-2016, luas tanam jagung meningkat

sekitar 21%. Berbeda dengan padi, kecenderungan peningkatan luas tanam jagung

terjadi pada wilayah yang bukan sentra produksi pangan. Dalam upaya mewujudkan

swasembada jagung, bantuan benih jagung untuk ditanam petani pada tahun 2016

didistribusikan dalam jumlah besar. Dampaknya luas panen juga meningkat di hampir

semua provinsi.

Pemanfaatan lahan gambut mampu memperluas tanam jagung. Sebagai

contoh di Provinsi Kalimantan Tengah penanaman jagung dan kedelai dilakukan pada

lahan gambut Pada tahun 2016 terjadi bulan basah hampir sepanjang tahun

sehingga tanaman kedelai sulit ditanam karena masih banyak hujan sehingga

sebagian lahan yang dicadangkan untuk tanaman kedelai dialihkan untuk tanaman

padi. Kondisi ini sebagai salah satu penyebab penurunan luas tanam kedelai. Tabel

3.1, 3.2. dan 3.3. masing-masing menyajikan capaian luas tanam pajale tahun 2015

dan 2016 di provinsi sentra dan non sentra produksi.

Secara nasional peningkatan luas tanam padi pada tahun 2016 sangat tinggi,

yaitu 18,7%. Peningkatan ini didukung oleh peningkatan luas panen di provinsi

sentra produksi yang meningkat lebih dari 20% (diantaranya Jatim, Jabar, Sulsel);

sementara di provinsi nonsentra menunjukkan adanya penurunan, kecuali di

beberapa provinsi seperti Sultra. Berbeda dengan padi, peningkatan luas panen

Page 19: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

19

jagung terjadi baik di provinsi sentra maupun nonsentra, demikian juga

penurunannya terjadi juga di provinsi sentra (Jateng) dan nonsentra (Riau).

Peningkatan luas tanam jagung nasional mencapai 20,7%, suatu lonjakan yang

sangat signifikan. Sementara itu, luas tanam kedelai pada tahun 2016 menurun

tajam dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai -22,4%. Ketidak cocokan

musim (tahun 2016 tahun basah) dan keuntungan relatif usahatani kedelai

dibandingkan usahatani pangan lainnya yang rendah menjadi penyebab utama hal

tersebut. Pada tahun 2016 luas tanam padi sebesar 16, 6 juta ha, jagung 4,9 juta ha,

dan kedelai hanya sekitar 536 ribu ha.

Sasaran produksi padi pada tahun 2015 yang tertera dalam Pedum Upsus

Pajale sebesar 73,4 juta ton, mencapai 75,4 juta ton. Demikian pula untuk laju

pertumbuhan produksi per tahun yang ditargetkan 2,2%, realisasinya mencapai

3,8%. Realisasi produksi jagung pada tahun 2015 sekitar 19,6 juta ton, sedikit lebih

rendah dengan yang ditargetkan, yaitu 20,3 juta ton. Capaian produksi kedelai tahun

2015 ternyata jauh dari target, bahkan menurun produksinya selama periode 2015-

2016.

Andil terbesar peningkatan produksi padi dari peningkatan luas panen, bukan

dari peningkatan produktivitas. Sementara itu, peningkatan luas panen diperkirakan

hasil dari berbagai komponen kegiatan Upsus yang mendorong terjadinya luas

tanam seperti cetak sawah, optimalisasi lahan dengan memberi bantuan benih dan

pupuk, perluasan areal tanam baik di lahan kering maupun non lahan kering. Selain

itu, keberhasilan ini juga didukung dengan gerakan penyuluhan, pendampingan dan

pengawalan di lapangan secara masif oleh petugas penyuluh dan petugas pertanian

serta melibatkan babinsa.

Page 20: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

20

Tabel 3.1. Perkembangan luas tambah tanam padi di provinsi sentra dan non sentra

produksi 2015-2016

Wilayah 2015 (ha) 2016 (ha) Laju pertumbuhan 2015-2016 (%/th)

Nasional 14.011.389 16.628.432 18,68

Provinsi Sentra Jawa Barat 1.820.036 2.269.120 24,67

Jawa Tengah 1.864.540 2.160.584 15,88

Jawa Timur 2.105.427 2.544.329 20,85

Sulawesi Selatan 1.037.586 1.341.648 29,30

Provinsi Non Sentra Riau 99.104 94.104 -5,05

Kalteng 276.,430 245.640 -11,14

Sultra 148.138 183.345 23,77

Malut 26.802 24.916 -7,04

Tabel 3.2. Perkembangan luas tambah tanam jagung di provinsi sentra dan non

sentra produksi, 2015-2016

Wilayah 2015 (ha)

2016 (ha)

Laju petumbuhan 2015-2016(%/th)

Nasional 4.061.802 4.900.492 20,65

Provinsi Sentra

Jawa Barat 167.101 215.092 28,72

Jawa Tengah 576.343 565.701 -1,85

Jawa Timur 1,213,654 1,237,9489 2,00

Sulawesi Selatan 295,115 366,599 24,22

Provinsi Non Sentra

Page 21: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

21

Riau 18.362 15.666 -14,68

Kalteng 2,507 4,408 75,83

Sultra 23,945 30,816 28,69

Malut 3,892 3,078 -20,89

Tabel 3.3. Perkembangan luas tambah tanam kedelai di provinsi sentra dan non

sentra produksi, 2015-2016

Wilayah

2015 (ha)

2016 (ha)

Laju pertumbuhan 2015-2016 (%/th)

Nasional 690.589 536.175,6 -22,36

Provinsi Sentra

Jawa Barat 60.913 54.887,6 -9,89

Jawa Tengah 67.982 54.276,1 -20,16

Jawa Timur 208,067 165,840.1 -20,29

Sulawesi Selatan 59,526 17,315.6 -70,91

Provinsi Non Sentra

Riau 2.668 3.281,2 22,98

Kalteng 1,136 4,418.6 288,96

Sultra 10,441 8,661.0 -17,05

Malut 777 1,003.6 29,16

Dalam berbagai kesempatan pertemuan teknis dan media, pejabat Kementan

menyatakan telah terjadi peningkatan angka produksi pangan sebagai hasil jerih

payah kinerja yang dilakukan. Pencapaian produksi padi dan jagung telah melampaui

target capaian produksi yang tertuang dalam Renstra Kementan maupun Rencana

Kegiatan Tahunan (RKT). Hanya capaian produksi kedelai tahun 2016 yang jauh dari

target yang direncanakan yaitu hanya 0,88 juta ton dari 1,5 juta ton. Pemerintah

mendeklarasikan bahwa tahun 2017 tidak akan ada impor beras dan jagung, dengan

naiknya produksi kedua komoditas tersebut sepanjang tahun 2016.

Kementan menetapkan berbagai program dan bantuan untuk meningkatkan

luas tambah tanam pada areal yang sudah ada melalui intensifikasi dengan

Page 22: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

22

meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100 ke 200 dan dari 200 ke 300. Selain

itu, upaya peningkatan luas tambah tanam juga dilakukan dengan program

ekstensifikasi seperti program cetak sawah, optimalisasi lahan dengan membuka

lahan baru yang dikenal dengan PAT (Perluasan Areal Tanam) dan PATB (Perluasan

Areal Tanam Baru). Dengan peningkatan luas tambah tanam, pemerintah berharap

luas lahan yang dipanen juga akan bertambah dan pada gilirannya target produksi

akan tercapai.

Kementan setiap tahun menetapkan target produksi padi, jagung dan kedelai

untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Dalam menjabarkan target

produksi tersebut dalam bentuk program menggunakan asumsi produktivitas tetap

sehingga diperoleh target luas tanam yang dibedakan menurut provinsi dan musim.

Terkait dengan program Upsus, Kementan menyusun target tahunan, musiman dan

bulanan untuk setiap provinsi. Bahan pertimbangan yang digunakan untuk menyusun

target luas tanam provinsi adalah capaian luas tanam periode sebelumnya, hasil citra

landsat dengan program Simontadi dan bantuan program terutama benih.

Selanjutnya Dinas Pertanian provinsi bersama Dinas Pertanian kabupaten menyusun

target per kabupaten dan penjabaran target per kecamatan disusun oleh Dinas

Pertanian bersama Koordinator Penyuluh dan UPTD.

Keragaan sasaran dan target luas tambah tanam untuk padi, jagung dan

kedelai agregat nasional dan di tiga provinsi lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel

3.4, 3.5, dan 3.6. Namun data untuk tahun 2017 masih dapat berubah karena data

bulan September tahun 2017 belum dilakukan rekonsiliasi dengan data BPS. Selain

itu, sesuai aturan di BPS, data tiga bulan sebelumnya dapat dilakukan perbaikan

apabila ada kesalahan/kekurangan karena masih ada data yang belum dilaporkan

maka data tersebut dapat diperbaiki dan dilaporkan secara berjenjang dari BPS

kabupaten ke provinsi dan pusat. Secara agregat nasional capaian luas tanam padi

pada periode satu tahun (Oktober 2016 sampai September 2017) mengalami

peningkatan sekitar 4,8 ribu hektar.

Peningkatan luas tambah tanam padi di Provinsi Riau hanya 994 hektar, itupun

baru terjadi pada tahun ini karena lima tahun berturut-turut luas tanam wilayah ini

Page 23: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

23

terus menurun akibat konversi lahan ke kelapa sawit. Secara umum, luas tanam

jagung juga mengalami peningkatan yang salah satunya dampak dari peningkatan

bantuan benih oleh Kementerian Pertanian. Untuk luas tanam kedelai pada periode

tahun 2016/2017 lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya

(2015/2016).

Selain dalam bentuk tahunan, target luas tambah tanam juga disusun

berdasarkan musim dan bulanan seperti dapat dilihat pada kasus di Provinsi Riau.

Melalui pentargetan seperti ini dapat diketahui bulan atau musim apa target dapat

dicapai oleh daerah. Permasalahannya adalah kadang-kadang pada periode tertentu

terjadi perubahan sasaran di masing-masing provinsi dan perubahannya selalu target

dari Kementan yang baru lebih besar dibandingkan dengan target sebelumnya baik

yang disusun oleh daerah maupun target awal dari Kementerian Pertanian.

Tabel 3.4. Perkembangan luas tambah tanam padi, jagung dan kedelai agregat

nasional dan tiga provinsi

Wilayah Oktober-September (ha)

2016/2017 2015/2016 Surplus/Defisit

Padi

Nasional 15.995.905 15.512.990 4.829.215

Jawa Barat 2.045.119 2.099.188 54.069

Jawa Tengah 2.015.003 1971777 43.226

Riau 98.328 97.334 994

Jagung

Nasional 5.948.297 4.668.258 1.280.139

Jawa Barat 193.874 215.933 22.059

Jawa Tengah 592.143 617.983 25.840

Riau 15.744 16.241 497

Kedelai

Nasional 289.135 624.332 (335.197)

Jawa Barat 25.623 58.571 (32.948)

Jawa Tengah 44.747 62.273 17.528

Riau 845 3219 (2.374)

Keterangan: Data Okt-Agust BPS, Sept 2017 angka Upsus

Sumber: Bahan Rapim Ditjen TP tgl 18 Oktober 2017

Page 24: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

24

Tabel 3.5. Sasaran dan realisasi luastanam padi, jagung dan kedelai menurut musim

di Provinsi Riau

Bulan Padi (ha) Jagung (ha) Kedelai (ha)

Sasaran Realisasi Sasaran Realisasi Sasaran Realisasi

Okmar

2015/2016

65.820

65.720 7.154

8.457 3.659 477

Okmar

2016/2017

85.049

60.399

10.880

7.316

1.143

381

ASEP 2015 50.524 39.939 9841 9571 3.676 2057

Asep 2016 50.496 31.613 10.851 7.783 3.782 2.742

Tabel 3.6. Sasaran dan realisasi luas tanam padi, jagung dan kedelai periode April

September, di Prop. Riau

Bulan Padi (ha) Jagung (ha) Kedelai (ha)

Sasaran Realisasi Sasaran Realisasi Sasaran Realisasi

April 3.070,9 4.362,7 1.673 1.369,9 773 85

Mei 5.731 4.215,3 1.665 1.262,0 642 363

Juni 3.071 1.485,8 1.752 775,0 299 242

Juli 6.645 2.732,3 1.451 1.073,4 318 152

Agustus 5.752 2.411,5 1.549 1.816,2 768 51,4

September 18.462 22.320,9 1.352 2.592,3 556 275,4

Total 31.613,3 37.528,5 9.442 8.888,8 3.356 1.168,8

Dalam upaya mensukseskan program Upsus pajale, Menteri Pertanian

membentuk Kelompok Kerja Upsus Pajale yang dituangkan dalam Keputusan Menteri

Pertanian Republik Indonesia (Kepmentan) No.1243/Kpts/OT.160/12/2014tentang

Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai

melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya, selanjutnya

disebut sebagai Pokja Upsus. Tim Pengarah Pokja Upsus dipimpin langsung oleh

Page 25: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

25

Menteri Pertanian RI dengan anggota seluruh Eselon I lingkup Kementan, dengan

Ketua Tim Pelaksana Pokja Upsus adalah Dirjen PSP, Dirjen TP dengan anggota

semua Eselon I ditambah beberapa eselon II dan III. Selain itu, melalui Kepmentan

ini dibentuk pula Tim Supervisi dan Pendampingan Program Upsus Swasembada

Padi, Jagung dan Kedelai.

Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Supervisi dan Pendampingan

bertanggungjawab dan wajib menyampaikan laporan kepada Ketua Pelaksana Pokja

Upsus, dan Ketua Pelaksana Pokja Upsus dalam melaksanakan tugasnya

bertanggungjawab dan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian.

Wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Indonesia dengan melibatkan pejabat

eselon 1, 2 dan 3 di Kementan. Sejak tahun 2014 sampai bulan November 2017

telah terjadi 8-9 kali perubahan Kepmentan ini terkait susunan kelompok kerja

tersebut. Perubahan ini terjadi karena adanya perubahan kedudukan pejabat dan

faktor-faktor lainnya.

Tim Supervisi dan Pendampingan selanjutnya lebih dikenal dengan

penanggung jawab baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Setiap provinsi

terdapat penanggung jawab provinsi dan beberapa penanggung jawab kabupaten di

dalam provinsi tersebut. Dengan demikian setiap kabupaten dan kota dapat

dipastikan ada pejabat Kementan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Upsus

pajale. Operasionalisasi tugas penanggung jawab upsus provinsi dan kabupaten

adalah memantau, mendampingi, mendorong dan memecahkan masalah terkait

dengan program upsus wilayahnya, dalam hal ini termasuk mendorong petani untuk

terus menanam padi apabila sudah panen dan mengoptimalkan lahan yang belum

ditanam. Selain itu juga terus berkoordinasi dengan Kementan seperti dengan Ketua

Tim Pelaksana Pokja Upsus, Kepala Pusdatin. terutama terkait dengan upaya

peningkatan luas tambah tanam untuk padi, jagung dan kedele serta serapan gabah.

Walaupun telah mencatatkan keberhasilan peningkatan produksi padi dan

jagung yang signifikan, Anjak ini mengidentifikasi beberapa informasi penting yang

dapat dimanfaatkan untuk penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan Upsus

pajale. Beberapa informasi penting tersebut diantaranya sebagai berikut:

Page 26: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

26

1. Produksi ditentukan oleh luas panen dan produktivitas. Dalam program Upsus

pada saat ini penekanan upaya lebih pada satu sisi saja, yaitu meningkatkan

luas tambah tanam, sedangkan upaya untuk meningkatkan produktivitas masih

kurang. Hal ini terihat dari penurunan produktivitas terutama pada komoditas

padi dan kedelai. Oleh karena itu, program peningkatan produktivitas perlu

ditingkatkan diantaranya melalui: (a) Mendorong aplikasi pemupukan

berimbang plus pupuk organik sekaligus untuk memperbaiki struktur dan

kesuburan tanah, dan (b) Peningkatan penerapan dan pendampingan

penerapan paket teknologi usahatani baru melalui konsep Sekolah Lapang

Pengelolaan Sumber Daya dan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang telah terbukti

mampu meningkatkan produktivitas. Peran Badan Pengembangan Sumber daya

Manusia dan Penyuluhan Pertanian (PSDMP) dan Balitbangtan perlu disinergikan

dalam pelaksanaan kegiatan SLPTT ini.

2. Berdasarkan pembelajaran dari kasus pelaksanaan Upsus di Provinsi Riau,

sebaiknya perluasan pengembangan produksi padi mempertimbangkan potensi

sumber daya dan budaya usaha pertanian yang selama ini di laksanakan petani.

Secara turun temurun sebagaian besar petani di Provinsi Riau berperan sebagai

petani perkebunan sawit dan karet dan mereka mendapatkan pendapatan yang

layak dari usahanya (karena luas pengusahaan lahan yang cukup untuk

menghasilkan pendapatan layak). Hal ini juga berarti provinsi ini memiliki

keuntungan komparatif dan kompetitif (comparative and compettive advantage)

pada usaha perkebunan. Dengan demikian, pada wilayah atau provinsi dengan

karakteristik seperti Riau, pengembangan usahatani tanaman pangan diarahkan

atau difokuskan pada daerah sentra produksi pangan yang sudah ada dan

daerah pengembangan yang memiliki ciri agroekosistem yang cocok untuk

pengembangan tanaman pangan.

3. Pada saat ini struktur kelembagaan pertanian di daerah sedang mengalami

perubahan terkait bentuk kelembagaan penyuluhan di daerah dan keberadaan

penyuluh pertanian maupun mantri tani. Ketidakpastian ini dapat berdampak

pada keterlambatan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan Upsus, termasuk

Page 27: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

27

pelaporan luas tambah tanam harian. Walaupun perubahan tersebut merupakan

kewenangan Kementerian Dalam Negeri, namun yang mengalami perubahan

tersebut adalah aparat lingkup pertanian. Sehubungan dengan itu alangkah

baiknya bila Kementan dapat secara proaktif membantu mencarikan solusi

terbaik terkait keberadaan mereka.

4. Pelaksanaan program pertanian dari Kementan akan lebih lancar

pelaksanaannya apabila mendapat dukungan dari dana yang cukup dari APBD

provinsi dan kabupaten, khususnya untuk kegiatan operasional aparat di

daerah. Namun demikian, pada saat ini beberapa provinsi dan kabupaten

memiliki anggaran yang relatif kecil, sehingga alokasi anggaran APBD untuk

pertanian menjadi terbatas. Keterbatasan anggaran tersebut berdampak pada

lemahnya pelaksanaan dan terutama monitoring pelaksanaan kegiatan di

lapangan. Oleh karena itu, bagi provinsi dan kabupaten dengan keterbatasan

sumber APBD seperti ini diusulkan ada penambahan anggaran dari APBN untuk

melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terutama untuk aparat pertanian di

kabupaten.

Page 28: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

28

IV. KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

Dalam bab ini dibahas kinerja beberapa komponen kegiatan utama Upsus

pajale dan analisis kebijakan untuk menyajikan rekomendasi kebijakan guna

menyempurnakan penyelenggaraan Upsus pajale tahun berikutnya. Seperti telah

dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, komponen kegiatan Upsus yang dikaji adalah

pelaksanaan penyaluran sarana dan prasarana usahatani pangan berupa benih,

pupuk, dan alsintan; pencetakan sawah dan pengembangan prasarana irigasi; serta

kegiatan pendampingan dalam upaya peningkatan produksi pangan pokok.

4.1 Penyaluran Benih Bersubsidi

a. Kebijakan subsisi benih

Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat tanaman

pangan dan membantu petani agar dapat membeli benih berkualitas, Pemerintah

mengambil kebijakan untuk mengalokasikan anggaran bagi subsidi benih. Subsidi

benih per kg adalah selisih antara harga benih (di pasar atau dihitung dari biaya

produksi plus margin keuntungan) dengan HET yang dibayar oleh Pemerintah atas

penjualan sejumlah volume benih bersubsidi. Adapun benih yang disubsidi adalah

benih padi, jagung, dan kedelai, sehingga diharapkan petani dapat menggunakan

benih dengan kualitas yang bagus dan dengan harga terjangkau.

Kebijakan subsidi benih di Indonesia dilaksanakan sudah cukup lama oleh

beberapa pemerintahan, dengan besaran anggaran yang fluktuatif. Berdasarkan

Laporan Direktorat Penyusunan APBN, Kementerian Keuangan (2017) alokasi subsidi

benih tahun 2010 mencapai Rp. 2.2 triliun (2010), pada tahun 2015 menurun

Page 29: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

29

menjadi Rp.0,9 triliun, pada tahun 2016 meningkat lagi menjadi sekitar Rp.1,0 triliun,

dan pada tahun 2017 dialokasikan anggraan subsidi sebesar Rp. 1,3 triliun.

Dalam pelaksanaannya, penyaluran dan pemanfaatan subsidi benih ini tidak

selalu lancar dan sesuai sasaran penerima. Pada tahun 2015, realisasi penyaluran

benih bersubsdi hanya 11% atau Rp.122 milyar dari pagu Rp. 939,4 milyar. Untuk

tahun 2017 selain penyediaan benih bersubsidi, Kementan juga mendistribusikan

Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) atau memberi bantuan langsung berupa

uang kepada Poktan/petani untuk membeli paket sarana produksi, termasuk benih,

yang berarti pemberian benih dengan subsidi 100% (gratis).

Besarnya HET benih bersubsidi ditetapkan melalui Pemerintah. Untuk tahun

2015 berdasarkan Permentan No. 9/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman

Subsidi Benih Tahun Anggaran 2015, dalam pasal 4 diatur bahwa HET benih

bersubsidi per kg di tingkat petani sebagai berikut: padi inbrida sebesar Rp. 3.050,

padi hibrida Rp. 5.700, jagung hibrida, Rp. 16.300, dan kedelai kelas benih sebar Rp.

5.200,kelas benih 12,3, dan4 Rp. 4.200. Pada tahun 2016, kebijakan subsidi benih

berubah, yaitu hanya untuk benih padi inbrida dan hibrida. Selanjutnya berdasarkan

Permentan No. 04 tahun 2016), HET benih bersubsidi diturunkan, artinya subsidi

benih per kg menjadi lebih besar. Untuk tahun 2017, seperti diatur dalam Permentan

No. 71 Tahun 2016, HET benih bersubsidi ditetapkan sama dengan harga pada tahun

2016. Besaran harga benih bersubsidi disajikan dalam Tabel 4.1 dan volume benih

bersubsidi pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Harga Eceran tertinggi (HET) benih bersubsidi di tingkat petani untuk

2016 dan 2017

No. Uraian HET (Rp/Kg)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Padi inbrida

Padi hibrida

Kedelai (kelas Benih Sebar/BR)

Kedelai (kelas Benih Sebar 1/BR1)

Kedelai (kelas Benih Sebar 2/BR2)

Kedelai (kelas Benih Sebar 3/BR3)

Kedelai (kelas Benih Sebar 4/BR4)

2.500

4.100

3.100

2.500

2.500

2.500

2.500

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2016).

Page 30: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

30

Pada tahun 2017, seperti tahun-tahun sebelumnya, yang ditugasi memproduksi

benih bersubsidi adalah PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani (Ditjen TP 2016).

Dengan mekanisme ini petani dapat membeli benih bersubsidi yang harganya lebih

murah dari harga pasar. Anggaran subsidi benih disalurkan kepada kedua BUMN ini

sesuai dengan produksi benih bersubsidi yang tersalurkan kepada petani. Apabila ada

produsen benih swasta/penangkar benih yang berminat ikut serta dalam pelaksanaan

pengadaan benih bersubsidi, mereka dapat melakukannya di bawah koordinasi kedua

BUMN tersebut, selaku pelaksana PSO pengadaan benih bersubsidi.

Tabel 4.2. Volume subsidi benih padi dan jagung, 2015 dan 2017

Benih Tahun 2015 Tahun 2017

Volume (000kg) Luasan (ha) Volume (000 kg) Luasan (ha)

1. Padi inbrida

2. Padi hibrida

3. Jagung hibrida

98.500

1.500

1.500

3.940.000

100.000

100.000

100.000

1.500

-

4.000.000

1500.000

-

Total 101.500 4.100.000 101.500 5.500.000

Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2015 dan 2017)

b. Desa Mandiri Benih (DMB)

Program pendukung peningkatan produksi pangan lainnya yang dimulai oleh

pemerintahan Presiden Jokowi adalah kegiatan Desa Mandiri Benih (DMB). Pada

tahun 2015 kegiatan DMB dilaksanakan di 31 provinsi menyebari di 356 kabupaten/

kota. Untuk menjaga agar DMB dapat berkelanjutan dan kinerjanya semakin lebih

baik lagi, pada TA 2016 dialokasikan kegiatan Penguatan DMB yaitu dengan

memberikan bantuan benih sumber, sarana pelengkap gudang, dan peningkatan

kemampuan penangkar berupa pelatihan produksi benih bagi Poktan dan/atau

Gapoktan penangkar penerima kegiatan pengembangan seribu DMB tahun 2015.

Desa yang mendapat program Seribu DMB diutamakan pada desa yang belum

dapat memenuhi kebutuhan benihnya. Kegiatan satu unit kegiatan Seribu DMB

adalah membuat penangkaran benih seluas 10 ha dan diberi belanja bantuan

Page 31: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

31

kegiatan sosial sebesar Rp 170 juta/unit. Biaya sebesar itu digunakan untuk

pengadaan sarana produksi, biaya sertifikasi benih, pengadaan alat dan mesin

pengolahan benih serta pengemasan benih, pembangunan gudang penyimpanan

benih, dan pembuatan lantai jemur. Selain itu dialokasikan anggaran untuk kegiatan

koordinasi, monitoring dan evaluasi agar kegiatan tersebut berjalan dengan baik, dan

terus disempurnakan sehingga di lapangan akan diproleh hasil yang maksimal.

Melalui program ini, selain dapat memenuhui kebutuhan benih petani setempat,

kelebihan hasil panen Seribu DMB dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

petani di sekitarnya.

c. Bantuan Benih

Dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas dan produksi padi dan

jagung tahun 2015 serta peningkatan penggunaan benih varietas unggul

bersertifikat, Pemerintah mengalokasikan bantuan benih padi inbrida dan jagung

hibrida kepada petani, Poktan, Gapoktan, Lembaga Masyarakat Daerah Hutan

(LMDH) melalui APBN-P tahun 2015. Bantuan benih padi inbrida varietas unggul

bersertifikat dialokasikan dalam pelaksanaan kegiatan Pengembangan atau

Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RIJT) dan bantuan benih jagung hibrida di

alokasikan untuk kegiatan Perluasan Areal Tanam (PAT), sehingga petani dapat

terbantu dalam mendapatkan benih varietas unggul bersertifikat agar dapat

meningkatkan IP dan produktivitas.

Kelompok penerima bantuan benih diidentifikasi dengan persyaratan sebagai

berikut: (1) Kelompok penerima bantuan benih padi yaitu petani, Poktan, Gapoktan,

LMDH pelaksana kegiatan RIJT tahun 2015; (2) Kelompok penerima bantuan benih

jagung yaitu petani, Poktan, Gapoktan, LMDH pelaksana kegiatan PAT tahun 2015;

(3) petani, Poktan, Gapoktan, LMDH yang bersedia menggunakan bantuan benih dan

menerapkan teknologi budidaya secara sesuai anjuran serta sanggup untuk

menyelesaikan administrasi (menanda tangani berita acara serah terima bantuan

benih); dan (4) Penerima bantuan ditetapkan dengan Keputusan Dinas Pertanian

Provinsi.

Page 32: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

32

Bantuan benih untuk padi, jagung dan kedelai berpedoman pada Permentan

No. 03/Permentan/OT.140/02/ 2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS)

Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai melalui Program Perbaikan Jaringan

Irigasi dan Sarana Pendukungnya Tahun Anggaran 2015, sedangkan bantuan

benih/bibit untuk komoditas hortikultura, perkebunan dan peternakan dilaksanakan

sesuai pedoman teknis masing-masing. Untuk tahun 2017, bantuan benih diatur

dengan Permentan No. 62 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan

Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran

2017. Pada aturan tersebut, disebutkan bahwa pada tahun 2017 terdapat beberapa

program yaitu: (1) bantuan benih sumber untuk penguatan desa mandiri benih, (2)

pengemasan benih untuk pengembangan desa mandiri benih, dan (3) bantuan benih

padi inbrida. Secara lengkap volume bantuan benih tahun 2017 disajikan pada Tabel

4.3.

Tabel 4.3. Volume Bantuan Pengadaan dan Penyaluran Benih di Indonesia, 2017

Sumber: Ditjentan (2017).

Hasil Anjak di Provinsi Jawa Tengah menyimpulkan penggunaan benih tanaman

pangan di provinsi ini masih belum sesuai dengan harapan, sebagian petani belum

memanfaatkan benih unggul untuk budidaya pertanian. Pujiharti (2010)

mengungkapkan penggunaan benih bermutu maupun berlabel di Indonesia relatif

Page 33: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

33

masih rendah yakni 30% untuk padi, 20% untuk jagung dan 15% untuk kedelai.

Penyebabnya selain karena belum adanya pemahaman yang baik secara komparatif

antara harga benih yang mahal namun hasil panen tinggi, juga kecemasan petani

yang takut akan mengalami atau gagal panen akibat cuaca yang tidak bersahabat

dampak El Nino dan La Nina.

Kegiatan penyaluran benih di Provinsi Jawa Tengah dari APBN mencakup

kegiatan dan pengawasan sertifikasi benih dengan target sertifikasi benih padi untuk

luasan 4.750 ha dan benih palawija seluas 445 ha. Hasil dari kegiatan ini, produksi

benih tersertifikasi sebagai berikut: (1) Benih padi (BD, BP dan BR), dari total

pengajuan 40.703,69 ton lulus sebanyak 39.586,02 ton (97,25%); (2) benih jagung,

dari total pengajuan 922,29 ton lulus sebanyak 922,29 ton (100%); dan (3) benih

kedelai, dari total pengajuan 3.840,72 ton lulus sebanyak 3.628,00 ton (94,46%).

Selanjutnya untuk penangkaran benih, yaitu: (1) benih padi (BD, BP dan BR), dari

total pengajuan 11.004,75 ton lulus sebanyak 10.957,500 ton (99,57%); (2) benih

jagung dari total pengajuan 134,80 ton lulus sebanyak 134,80 ton (100%); dan (3)

Pada benih kedelai dari total pengajuan 3.765,71 ton lulus sebanyak 3.657,36 ton

(97,12%).

Terkait dengan penyaluran benih bersubsidi yang menyertai program

peningkatan produksi di Provinsi Jawa Tengah masih terdapat beberapa masalah

antara lain: (1) Tidak tepat waktu akibat keterlambatan datangnya bantuan benih,

(2) Kualitas benih yang diberikan seringkali kurang baik dan harus terus diperbaiki,

(3) Supply benih dari BUMN yang ditunjuk seringkali ketersediannya terbatas dan

menjadi terlambat datangnya, mengingat kebutuhan benih saat musim tanam

serempak, serta (4) preferensi petani terhadap varietas tertentu, sementara itu benih

yang disediakan varietas lain. Terdapatnya keterlambatan penyaluran benih

bersubsidi, berarti belum tepat dari sisi waktu yang disebabkan seringkali ada

wilayah-wilayah yang tanam terlebih dahulu dan ada yang tanam belakangan.

Untuk varietas padi yang masih disukai petani seperti halnya di Kabupaten

Demak dan Sukoharjo adalah masih dominan Ciherang. Menurut petani, rendemen

padi varietas Ciherang ke berasnya umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 34: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

34

varietas Inpari. Dengan panen pola tebasan, para penebas akan lebih menyukai

memilih membeli dan memberikan harga yang lebih tinggi pada padi varietas

Ciherang.

Di Kabupaten Demak, pola tanam satu tahun yang umum dilakukan petani

adalah: padi-padi-palawija (kacang hijau). Pada tanam ketiga secara dominan

menanam komoditas kacang hijau, sehingga target program pengembangan kedelai

kurang dapat berhasil dengan baik, padahal dukungan dari pihak Pemda (Dinas

Pertanian) cukup intensif, namun petani tetap ingin menanam jenis tanaman sesuai

kehendaknya. Cukup tingginya animo petani menanam kacang hijau di Demak

menurut Dinas Pertanian Kabupaten Demak (2017) antara lain: (1) Biaya usahatani

kacang hijau lebih rendah dibandingkan dengan usahatani kedelai, (2) Harga jual

kacang hijau lebih tinggi dari harga jual kedelai (Rp 12.000/Kg vs Rp 7.000/kg). Atas

dasar itu, program perluasan areal tanam kedelai misalnya di Demak seluas 100 ha

dilakukan pada lahan perhutani dengan kerangka kerjasama PHBM.

Pada lokasi kajian lainnya yaitu Sukoharjo, pola tanam yang ada di lokasi

kajian adalah padi-padi-padi. Adapun varietas yang digunakan secara umum cukup

beragam, yaitu: (1) saat MH adalah varietas-varietas yang tahan jamur seperti: Situ

Bagendit, Sunggal, Way Apo Buru, (2) saat MK I adalah varietas Sidenuk, IR64

Super, dan Ciherang, dan (3) saat MK II adalah varietas yang umurnya pendek

seperti IR 64.

Terkait dengan penyaluran benih bersubsidi yang menyertai program

peningkatan produksi di Kabupaten Sukoharjo masih terdapat beberapa masalah

antara lain penyaluran benih tidak tepat waktu atau terlambat datang, dan kualitas

benih yang diberikan seringkali kurang baik. Pada lokasi ini, penggunaan jasa

transplanter sudah mulai banyak, di dalam bantuan paket transplanter disertai

dengan bantuan bibit padi hingga penanamannya.

Di Provinsi Jawa Barat, penyaluran benih bersubsidi yang menyertai program

PATB dinilai belum memenuhi kriteria enam tepat, khususnya tepat waktu, varietas

dan harga. Varietas yang tersedia untuk disalurkan tidak semuanya sesuai dengan

varietas yang diminati petani, terutama untuk benih jagung. Penetapan harga yang

Page 35: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

35

bervariasi antar jenis varietas dalam satu komoditas, menyulitkan pelaksana dan

petani dalam prakteknya, sehingga disarankan untuk tidak diberlakukan.

Untuk kegiatan PATB disarankan penganggaran paket program ini, selain

bantuan benih sebaiknya komponen bantuan termasuk untuk land clearing dengan

besaran yang memadai karena biaya land clearing cukup besar, apalagi di daerah

pegunungan dan lahan bukaan baru, misalnya lahan yang ditumbuhi semak dan

alang-alang yang memerlukan alat berat untuk menyiapkan tanahnya. Komitmen di

tingkat nasional/pusat tentang suatu perencanaan peningkatan produksi pangan

(misalnya PATB untuk jagung) seringkali jauh berbeda dengan pelaksanaannya di

lapangan. Misalnya menurut informasi yang disampaikan ke provinsi luas lahan

tersedia untuk PATB sekitar 50.000 ha, tetapi kenyataannya di lapangan hanya 5.000

ha. Hal ini disebabkan kondisi/realita di lapangan berbeda dengan data makro (lahan

kosong vs ada tanaman) dan kehati-hatian pejabat di lapangan dalam pengambilan

keputusan untuk menghindari risiko dari pekerjaan.

Kegiatan DMB dinilai oleh Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat dapat menjadi

salah satu solusi untuk mengatasi masalah benih. Diharapkan setiap daerah

dapatdisediakan benih sesuai kebutuhan petani di daerahnya. Benih bisa diperoleh

pada waktu dan harga yang tepat karena biaya angkut dan jarak perolehannya lebih

murah/dekat. Berdasarkan kondisi agroekosistemnya, beberapa lokasi di Jawa Barat

membutuhkan Varietas Unggul Benih Padi Tahan Rendaman (VUBPTR), dan DMB

dapat memfasilitasi untuk memproduksi benihnya.

Poktan DMB menerima bantuan alat dan sarana produksi, bimbingan teknis,

serta proses pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat memproduksi benih yang

sesuai dengan minat/pilihan petani. Di Jawa Barat terdapat seluas 690 hektar yang

tercakup dalam kegiatan DMB. Varietas yang dikembangkan di DMB dapat

disesuaikan dengan dengan minat petani di daerah/desa tersebut termasuk varietas

unggul baru) seperti Inpari 33, 34 dan, 35.

Di lokasi Anjak Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pendistribusian benih

subsidi/gratis masih banyak yang tidak tepat varietas (yang disediakan berbeda

dengan yang diminati), petani sudah punya benih hasil penangkaran sendiri, atau

Page 36: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

36

waktu penyaluran benih terlambat. Berdasarkan informasi bahwa target penyediaan

benih padi bersubsidi adalah untuk luas areal 102.000 ha. Dengan kebutuhan

benih/ha sebesar 25 kg, maka untuk dua musim tanam diperlukan benih 5,1 ribu ton.

Dalam pelaksanaannya, target tersebut tidak dapat terserap, karena petani lebih

menyukai varietas unggul baru, yaitu Mekongga dan atau Inpari 33, 34, dan 35,

sementara benih bersubsidi yang tersedia adalah varietas Ciherang. Penyebab lain

tidak terserapnya benih karena petani sebagian petani menggunakan benih produksi

sendiri karena punya pengalaman benih bantuan berkualitas buruk, sebagian

menggunakan benih sendiri karena benih subsidi datang terlambat, bahkan ada

petani yang menolak karena benih campur varietas lain.

Di Kabupaten Sukabumi diperoleh informasi bahwa bantuan benih yang

pengadaannya oleh rekanan, kualitas nya tidak semuanya baik. Di kabupaten ini,

DMB juga dinilai cukup positif bagi penyediaan benih berkualitas dan dengan varietas

sesuai kebutuhan petani.

Di Provinsi Riau terdapat enam skema atau sumber benih bantuan, yaitu: (1)

APBN disalurkan langsung dari pusat, (2) benih bersubsidi yang dipasarkan di kios,

(3) APBN TP dikelola provinsi, (4) APBN berupa cadangan benih nasional (CBN) untuk

respon terhadap bencana, (5) APBD provinsi, dan (6) APBD kabupaten/kota. Untuk

padi dan jagung, bantuan benih berupa barang, sedangkan untuk kedelai berupa

uang untuk beli benih yang langsung ditransfer ke rekening Poktan dan Gapoktan.

Dari sekitar 70.000 ha sawah di Riau, sekitar 30% diberi bantuan benih padi.

Bantuan benih berupa benih bersubsidi merupakan yang paling sedikit serapannya,

padahal petani harga beli petani hanya Rp.2500/kg.

Penyaluran bantuan benih di tingkat provinsi Riau dinilai belum memenuhi

kaidah enam tepat. Tiga aspek utama yang belum sepenenuhnya tepat adalah:

waktu, varietas, dan mutu. Mengenai jenis vartietas padi, petani menghendaki

varietas padi IR 42 dan Batang Piaman (kedua varietas ini ”pera” sesuai dengan

preferensi konsumen), tetapi tidak ada dalam daftar bantuan benih. Ada varietas

unggul Inpara yang juga pera namun ketersediaan benihnya terbatas dan juga belum

banyak dikenal oleh petani Riau. Informasi yang sama ditemukan di di Kabupaten

Page 37: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

37

Kampar bahwa bantuan benih padi juga masih belum memenuhi aspek 6 tepat,

terutama waktu, varietas, dan kualitas.

Waktu penyaluran benih sering terlambat, namun keterlambatan untuk tahun

2017 lebih pendek dibandingkan tahun sebelumnya, sekitar tiga minggu lebih dari

waktu tanam. Sementara itu di Kabupaten Kampar keterlambatan tersebut dapat

mencapai satu bulan. Terkait mutu benih, dikeluhkan adanya benih bantuan yang

setelah ditanam keragaan pertumbuhannya tidak baik. Salah satu kemungkinannya

karena PT Pertani dan PT SHS sebagai penyalur benih tidak memproduksi benih di

Riau. Sumber benih kedua BUMN ini berasal dari penangkaran di Riau yang

jumlahnya kecil dan dari luar Provinsi Riau.

Bantuan benih padi yang diberikan dalam bentuk uang, ditetapkan harga

sebesar Rp 10.300/kg, namun pengusaha menawarkan harga Rp.16.500/kg, karena

ongkos transportasi cukup besar dari daerah produksi benih ke petani di berbagai

pelosok Riau. Sementara itu harga benih jagung ditetapkan berbeda-beda untuk

setiap varietas. Kebijakan ini ternyata menyulitkan pelaksanaan pengadaan benih

jagung di lapangan.

Sampai saat ini kemampuan Provinsi Riau memproduksi benih padi, jagung

dan kedelai untuk wilayahnya sendiri masih sangat terbatas. Pemberdayaan

penangkar benih belum berhasil atau belum berkelanjutan. Kegiatan DMB di provinsi

ini dilaksanakan di 36 lokasi, namun dinilai hanya sebagian kecil saja (5 DMB) yang

berhasil baik (hanya sekitar lima DMB yang berhasil). Di Kabupaten Siak terdapat 1

DMB dan berkinerja baik, dapat memproduksi benih sesuai dengan kebutuhan petani

setempat. Sementara itu, di Kabupaten Kampar DMB dikembangkan, namun tidak

berkinerja baik karena pemasaran benihnya tidak dibangun sehingga produksi padi

tidak dijadikan benih tetapi menjadi gabah konsumsi.

Mengenai sasaran untuk memakai benih jagung hasil Balitbangtan sebesar

40% dari total penggunaan benih (60% nya lagi dari pasar) tidak dapat terpenuhi

karena ketersediaan benih jagung Balitbangtan masih terbatas dan minat petani

terhadap benih jagung Balitbangtan belum tumbuh. Ketersediaan benih melalui

program bantuan benih yang terbatas berkaitan dengan penetapan harga pengadaan

Page 38: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

38

jagung Balitbangtan yang lebih rendah dari harga jagung hibrida produksi swasta,

sehingga tidak banyak kontraktor yang berminat atau kontraknya tidak terpenuhi,

atau kualitas benih Balitbangtan yang diproduksi kontraktor menjadi rendah (karena

harga beli pemerintah rendah). Varietas jagung Balitbangtan seperti Bima 9 dan Bima

10 belum disosialisasikan dengan baik, sehingga petani masih tetap menggunakan

benih jagung BISI 2 yang telah terbukti hasilnya.

Dibandingkan dengan varietas komposit, petani menyenangi jagung hibrida

sehingga jarang petani yang menanam jagung komposit. Volume bantuan jagung

komposit pada tahun 2017 juga menurun dikarenakan sulitnya mencari produsen

(kontraktor) untuk memproduksi benih komposit. Salah satu penyebabnya adalah

karena harga yang dipatok oleh Ditjen TP hanya Rp.8500/kg, padahal pada tahun-

tahun sebelumnya seharga Rp. 13.500/kg.

Di Kabupaten Siak Provinsi Riau, benih padi yang ditanam sebagian besar

adalah benih logawa (rasa pulen), yang ketersediaannya didukung oleh penangkar

benih binaan BPTP dan Dinas Pertanian (7 penangkar). Varietas padi yang diproduksi

disesuaikan dengan keinginan petani. Selain itu, masih cukup banyak petani yang

memproduksi benih untuk keperluannya sendiri.

Pada umumnya petani Siak belum berminat pada usahatani jagung dan

kedelai. Minat petani menanam kedelai masih rendah, pada tahun 2017 dari 100 ha

alokasi CPCL petani yang bersedia memanam kedelai baru 9 ha. Kegiatan PAT kedelai

masih harus disertai insentif yang besar. Untuk kegiatan PAT jagung dan kedelai,

berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Siak sebaiknya tidak hanya

bantuan benih saja, tetapi bantuan dengan paket lengkap, dan setelah panen harus

ada kejelasan jaminan harga/pasar.

4.2. Penyaluran Pupuk Bersubsidi

a. Kebijakan subsidi pupuk

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi penting dalam peningkatan

produktivitas dan produksi komoditas pertanian khususnya pangan. Untuk

mendukung peningkatan produksi pangan tersebut, selain dengan penggunaan

Page 39: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

39

varietas unggul juga dengan penggunaan pupuk yang tepat. Efektivitas penggunaan

pupuk diarahkan pada penerapan pemupukan berimbang dan organik sesuai

rekomendasi spesifik lokasi atau standar teknis penggunaan pupuk yang dianjurkan.

Dalam rangka penerapan pemupukan berimbang dimaksud, maka dukungan

aksesibilitas dalam memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau selalu

diupayakan pemerintah.

Pemerintah memfasilitasi penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian

guna menjamin ketersediaan pupuk yang didukung dengan kebijakan HET dengan

maksud agar petani dapat menerapkan pemupukan berimbang, mampu

menghasilkan pangan dari usahatani yang menguntungkan, sehingga pendapatan

dan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Selain itu, melalui berbagai program

peningkatan produksi pangan juga terdapat bantuan pupuk secara langsung kepada

kelompok tani.

Secara nasional, subsidi pupuk diberikan terhadap jenis pupuk yaitu Urea, SP-

36, ZA, NPK dan pupuk organik. Berdasarkan data Kemenkeu (2017), bahwa selama

kurun waktu waktu 2005-2016 realisasi anggaran belanja subsidi pupuk trennya

mengalami peningkatan dari Rp 2,53 triliun (2005) menjadi Rp 30,06 triliun (2016)

kemudian menjadi Rp 31,20 triliun pada tahun 2017 atau meningkat rata-rata

sebesar 13,26 %/tahun (Gambar 4.1). Alokasi anggaran belanja subsidi tersebut

merupakan implementasi fungsi pelayanan umum, terutama diperuntukkan bagi

pembayaran berbagai jenis subsidi yang merupakan bagian dari upaya pemerintah

untuk menjaga stabilitas perekonomian, sekaligus memberikan perlindungan kepada

masyarakat.

Page 40: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

40

Gambar 4 1. Alokasi anggaran subsidi pupuk, 2005-2017. (Kemenkeu, 2017)

Alokasi pupuk bersubsidi per sub sektor dan per jenis pupuk secara berkala per

tahun ditetapkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementan. Alokasi pupuk yang

diberikan juga menyesuaikan dengan anggaran subsidi yang ada. Berdasarkan data

realisasi penyaluran yang diperoleh seperti disajikan pada Tabel 4.4 bahwa secara

nasional penyaluran pupuk bersubsidi dari tahun 2010-2017 menunjukan penurunan

untuk pupuk urea dan organik, sedangkan untuk pupuk SP-36, ZA dan NPK

mengalami peningkatan.

Penyaluran pupuk urea bersubsidi dalam kurun waktu 2010-2017 menurun

sekitar 2,60%/tahun, dan bila dipilah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2015-

2017) penurunannya cukup tinggi hingga mencapai 3,70%/tahun. Pada tahun 2016

volume penyaluran Urea bersubsidi sebesar 3,53 juta ton. Untuk pupuk SP-36

bersubsidi, dalam kurun waktu 2010-2017 penyalurannya meningkat meningkat

sekitar 1,92%/tahun, dan untuk pupuk ZA bersubsidi penyalurannya pada periode

yang sama meningkat sekitar 1,58%/tahun.

0

5

10

15

20

25

30

35

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

2,53 3,17

6,26

15,18

18,33 18,41

16,34

13,96

17,62

21,05

03130,06

31,2

Subsidi Pupuk (Rp Triliun)

Page 41: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

41

Tabel 4.4. Penyaluran pupuk bersubsidi per jenis pupuk, 2010-2017(ton)

Tahun Urea SP-36 ZA NPK Organik

2010 4.279.901 644.858 713.765 1.473.345 636.244

2011 4.528.949 731.502 953.759 1.794.767 388.157

2012 4.152.170 855.533 996.777 2.167.656 741.154

2013 3.885.658 824.332 1.072.517 2.287.293 785.816

2014 3.997.396 796.005 972.410 2.374.586 793.541

2015 3.807.917 825.078 978.551 2.488.009 793.541

2016 4.007.463 859.766 1.001.443 2.643.082 69.643

2017 3.527.765 751.536 881.216 2.206.304 591.470

r (%/thn)

2010-2017 -2,60 1,92 1,58 5,69 -3,45

2015-2017 -3,70 -4,53 -5,10 -5,76 -20,84

Sumber: Ditjen PSP (2016) dan PT. PIHC (2016).

Keterangan: Data tahun 2017, hingga posisi November 2017

Pupuk NPK bersubsidi sebagai pupuk majemuk didorong pemanfaatannya oleh

Kementan. Penyaluran NPK bersubsidi periode 2010-2017 meningkat signifikan yaitu

sekitar 5,69%/tahun. Pada tahun 2016 total volume penyaluran NPK bersubsidi

sebesar 2,6 juta ton, merupakan angka tertinggi selama dilaksanakan kebijakan

subsidi pupuk. Berbeda dengan NPK, walaupun sama-sama didorong pemakaiannya

oleh Kementan, penyaluran pupuk organik bersubsidi tampaknya belum

menggembirakan, dimana pada kurun waktu 2010-2017 menunjukan penurunan

sebesar -3,45%/tahun. Volume penyaluran pupuk organik bersubsidi masih cukup

rendah, yaitu pada tahun 2016 sebesar 590 ton, padahal kebutuhannya dengen dosis

sekitar 1 ton /ha akan sangat banyak.

Penurunan penyaluran pupuk oraganik bersubsidi diperkirakan disebabkan

oleh beberapa faktor seperti: (a) belum memasyarakatnya penggunaan pupuk

organik bagi usahatani, dan petani kurang antusias menggunakan pupuk organik

karena respon pupuk organik terhadap tanaman relatif lambat, (b) masyarakat petani

masih minded menggunakan pupuk anorganik, dan selalu khawatir produksinya turun

Page 42: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

42

jika harus mengurangi pupuk anorganik dan diganti menjadi pupuk organik, serta (c)

mulai berkembangnya pembuatan pupuk organik secara mandiri yang berbahan baku

kotoran ternak, dan hal ini seriring dengan banyaknya bantuan pemerintah mengenai

alat pembuatan pupuk organik.

Kebijakan HET pupuk bersubsidi merupakan harga pupuk bersubsidi yang

dibeli petani atau Poktan di Penyalur Lini IV yang ditetapkan oleh Mentan dalam

bentuk Permentan. Tahun 2017, HET pupuk bersubsidi/kg untuk Urea sebedar Rp

1.8000, SP-36 Rp 2.000, ZA Rp 1.400, NPK Rp 2.300, dan pupuk organik Rp 500.

Besaran HET pupuk bersubsidi untuk Urea dan organik tidak berubah sejak tahun

2012, ZA dan SP36 sejak 2010.dan NPK sejak 2012. Dalam Permentan No.

69/Permentan/ SR.310/12/2016 tentang Kebutuhan dan HET Pupuk Bersubsidi untuk

Sektor Pertanian, disebutkan bahwa HET pupuk bersubsidi berlaku untuk pembelian

pupuk di kios pengecer resmi. Dalam Tabel 4.5. disajikan perkembangan HET pupuk

bersubsidi dari tahun 2010-2017.

Tabel 4.5. Perkembangan HET pupuk bersubsidi, 2010-2017

Tahun

HET Pupuk Bersubsidi (Rp/Kg)

Urea ZA SP-36 NPK Organik

2010 1.600 1.400 2.000 1.586 700

2011 1.600 1.400 2.000 2.300 700

2012 1.800 1.400 2.000 2.300 500

2013 1.800 1.400 2.000 2.300 500

2014 1.800 1.400 2.000 2.300 500

2015 1.800 1.400 2.000 2.300 500

2016 1.800 1.400 2.000 2.300 500

2017 1.800 1.400 2.000 2.300 500

Sumber: Pusdatin, Kementan (2016) dan BPS (2017)

Keberhasilan penerapan kebijakan pupuk bersubsidi sangat tergantung paling

tidak pada tiga faktor penting yaitu: (1) aktivitas penyusunan RDKK, (2)

penyaluran/realisasi pupuk bersubsidi, dan (3) pengawasan penyaluran/distribusi

pupuk bersubsidi. Dari informasi yang terkumpul di lapangan, ketiga aspek tersebut

masih mengalami berbagai kendala.

Page 43: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

43

Menurut hasil kajian PSEKP (2016) bahwa kebutuhan pupuk bersubsidi

dihitung sesuai dengan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan

mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh Dinas Pertanian provinsi

ke Pemerintah, dalam hal ini Kementan. Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci menurut

jenis, jumlah, sub sektor, provinsi, dan sebaran bulanan. Kebutuhan pupuk juga

dirinci lebih lanjut menurut kabupaten/kota, jenis, jumlah, sub sektor, dan sebaran

bulanan yang ditetapkan melalui peraturan gubernur. Tahap selanjutnya kebutuhan

pupuk bersubsidi dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah, sub sektor,

dan sebaran bulanan yang ditetapkan melalui peraturan bupati/walikota. Kebutuhan

pupuk bersubsidi mempertimbangkan rekapitulasis RDKK yang disusun oleh Kepala

Dinas Pertanian kabupaten/kota dan diketahui Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) kabupaten/kota setempat.

Dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan pupuk bersubsidi, maka

gubernur dan bupati/walikota dapat melakukan penyesuaian berdasarkan lokasi,

jenis, jumlah dan waktu kebutuhan pupuk yang menjadi prioritas di wilayah masing-

masing. Dinas pertanian kabupaten/kota bersama kelembagaan penyuluhan tingkat

kabupaten/kota wajib melaksanakan pembinaan kepada petani, petambak dan/atau

kelompok tani dalam penyusunan RDKK sesuai luas areal usahatani dan/atau

kemampuan penyerapan pupuk besubsidi di tingkat petani, petambak dan/atau

kelompok tani di wilayahnya.

Sementara itu, terkait dengan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi

sampai ke petani, petambak dan/atau Poktan melalui penyalur di lini IV dilakukan

sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang

Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Penyaluran

pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian oleh penyalur di lini IV ke petani/petambak

dan/atau kelompok tani diatur sebagai berikut: (1) Penyaluran pupuk bersubsidi oleh

penyalur di lini IV ke petani, petambak dan/atau Poktan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan Permendag tersebut dan dibuktikan dengan catatan dan/atau nota

pembelian kepada petani/petambak dan/atau kelompok tani; (2) Penyaluran pupuk

bersubsidi tersebut memperhatikan kebutuhan petani, petambak dan/atau Poktan

Page 44: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

44

dan alokasi di masing-masing wilayah; (3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk

bersubsidi di lini IV ke petani, petambak dan/atau Poktani, maka Dinas Pertanian

provinsi dan kabupaten/kota berkoordinasi dengan kelembagaan penyuluhan tingkat

provinsi dan kabupaten/kota guna melakukan pendataan RDKK di wilayahnya,

sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian pupuk bersubsidi; (4) Optimalisasi

pemanfaatan pupuk bersubsidi di tingkat petani, petambak dan/atau Poktan tani

dilakukan melalui pendampingan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi

oleh penyuluh; (5) Pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di lini IV ke petani,

petambak dan/atau Poktan dilakukan oleh petugas pengawas yang ditunjuk sebagai

satu kesatuan dari Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di kabupaten/kota.

Pada lokasi kajian di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat diperoleh

informasi terjadi perubahan alokasi pupuk pada tahun 2017 sampai empat kali, dan

hal ini cukup membingungkan dan menyulitkan dalam implementasi distribusi/alokasi

pupuk di lapangan. Sementara pengawasan pupuk oleh Komisi Pengawasan Pupuk

dan Pestisida (KP3) Kabupaten Sukabumi tidak efektif, karena tidak ada biaya

operasional. KP3 Kabupaten Sukabumi hanya dapat melakukan rapat paling banyak

dua kali setahun, yang tentu saja tidak efektif untuk melakukan pengawasan, apalagi

kalau harus melakukan pengawasan ke lapangan dengan lokasi yang sulit dijangka

kendaraan roda-4. Biaya untuk uji lab juga tidak ada, sehingga apabila ditemukan

dugaan pupuk palsu KP3 akan mengalami kesulitan pembiayaannya. Terkait

perencanaan kebutuhan pupuk melalui RDKK, tampaknya RDKK saat ini masih belum

dijadikan rujukan oleh kios pengecer resmi dalam menjual pupuk. Sepanjang ada

pembeli yang mampu membayar secara kontan, siapapun dan berapapun jumlahnya

dilayani oleh kios.

b. Persiapan pelaksanaan kebijakan baru penyaluran subsisi pupuk

Perubahan kebijakan dala sistim penyaluran subsidi pupuk dari sistem distribusi

tertutup pupuk bersubsiodi oleh BUMN menjadi subsidi langsung disalurkan ke petani

Page 45: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

45

melalui Kartu Tani (KT) pada saat Anjak dilakukan sedang dalam proses uji coba dan

persiapan di lapangan. Berikut disajikan dinamika proses persiapan tersebut.

Jawa Barat khususnya di lokasi kajian Kabupaten Indramayu, implementasi

perubahan kebijakan sistem penyaluran subsidi pupuk yang di tingkat petani yang

semula dari sistim RDKK menjadi subsidi pupuk langsung kepada petani penerima

dengan menggunakan Kartu Tani (KT) dengan menggunakan eRDKK tampaknya

belum tuntas persiapannya. Uji coba yang dilaksanakan di Kecamatan Sindang

Kabupaten Indramayu sejak November 2016 baru selesai sampai tahap pencetakan

KT pada tiga desa oleh pihak BRI; itu pun masih perlu diverifikasi karena masih

ditemukan adanya kepemilikan KT lebih dari satu oleh seorang petani, atau azas by

name by address belum bisa tercapai. Hal ini disebabkan oleh keberadaan data RDKK

yang digunakan untuk menerbitkan kartu tani masih berdasarkan RDKK lama atau

belum di sinkronisasi dengan data dari Sistem Penyluhan Pertanian (Simluhtan).

Di Kabupaten Indramayu, tahapan yang dicapai dari pelaksanaan kebijakan

penggunaan KT adalah pembenahan data petani dalam sistem RDKK secara

elektronik. Langkah ini diperlukan sebagai uapaya penyempurnaan mekanisme

penyaluran atau distribusi pupuk ke petani. Proses cetak kartu telah mulai

dilaksanakan di desa tempat uji coba KT, dan pihak bank yang bekerjasama dalam uji

coba ini adalah Bank BRI. Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat melalui

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi juga melakukan ujicoba di Kabupaten

Bandung, Purwakarta, dan Ciamis. Peluncuran KT akan dilakukan dengan melibatkan

pihak perbankan, yaitu Bank Mandiri pada lokasi ujicoba oleh Pemprov Jawa Barat

tersebut.

Beradasarkan data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, dapat ditarik

benang merah bahwa keberhasilan pengalihan sistem penyaluran subsidi pupuk

menjadi subsidi langsung kepada pengguna pupuk, akan berhasil dengan baik jika

faktor-faktor berikut dapat dibenahi denga baik:

1) Penyusunan RDKK betul-betul melibatkan petani dan menghitung kebutuhan

pupuk sesuai kebutuhan petani dengan mempertimbangkan dosis yang

Page 46: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

46

direkomendasikan, luas lahan garapan, serta dihitung untuk semua komoditi

yang boleh mendapat subsidi,

2) petani penerima subsidi yang tercantum dalam RDKK harus diverifikasi dan

dimasukan dalam Simluhtan, sehingga menghasilkan daftar RDKK by name by

address dan by NIK,

3) nama pemilik penggarap yang dimasukan ke daftar RDKK harus di update setiap

musim dan atau setiap tahun, karena dinamika garapan terjadi dalam satu

musim atau satu tahun, dan

4) penyediaan pupuk di kios resmi tidak lagi dibatasi sesuai RDKK tetapi bisa lebih

dari jumlah RDKK sesuai luas lahan usahataninya.

Mengenai adanya perubahan sistim pemberian subsidi pupuk dari tidak

langsung menjadi langsung kepada petani, maka terdapat beberapa hal yang harus

diantisipasi, diantaranya adalah: (1) Adanya keseragaman infrastruktur perbankan

sebagai penerbitan KT, (2) kesiapan kios dan distributor pupuk yang ditunjuk, (3)

dukungan SDM yang memadai, terutama petugas untuk memverifikasi data eRDKK,

(4) pengawasan penerapan subsidi pupuk langsung kepada petani, dan (5)

infrastruktur pendukung, seperti jaringan telepon atau internet dan sinyal internet.

Pada saat ini penyusunan RDKK untuk kebutuhan pupuk sudah secara on-line.

Tetapi bila dicocokkan dengann RDKK off-line masih tidak sinkron, karena untuk on-

line perlu ada KTP dan KK (petani tidak punya/tidak mau menyerahkan copy

dokumen) atau ada dokumennya tetapi NIKnya tidak cocok dengan data di Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil (terkait persiapan distribusi pupuk dengan Kartu

Tani).

Selanjutnya pada lokasi kajian Provinsi Jawa Tengah, program penggunaan KT

mendapat dukungan penuh dari Pemerintah propinsi, dengan alokasi anggaran untuk

realisasinya yang cukup besar. Dasar penyusunan e-RDKK yang dimasukan ke dalam

SINPI (Sistem Manajemen Pangan Indonesia) adalah RDKK lama yang dikoreksi oleh

SPPT dan atau surat keterangan luas garapan petani. Dalam konteks ini, basis data

Simluhtan belum dapat digunakan untuk perbaikan data RDKK petani. Pada RDKK

Page 47: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

47

biasa sudah dirancang kebutuhan pupuk dengan mempertimbangkan: (1) sisa alokasi

pupuk musim sebelumnya, (2) adanya diskresi karena faktor musim dan serangan

hama penyakit yang menyebabkan tanaman menjadi puso, dan (3) relokasi karena

terdapatnya faktor lainnya. Pada SINPI, persoalan tersebut tidak bisa dilakukan

secara cepat.

Pelaksanaan hingga November 2017 telah hampir tercetak 2 juta KT. Terkait

ujicoba KT prosesnya terus diperbaiki diantaranya mengenai rencana kebutuhan

pupuk dan organisasi petaninya termasuk menyiapkan input data anggota kelompok

tani kedalam SINPI yang saat ini dilakukan oleh para penyuluh di level kecamatan.

Adapun data petani diinput menggunakan identitas NIK, nama, luas lahan milik dan

atau garapan, serta data kebutuhan pupuk per petani untuk tanaman pangan,

hortikultura, perikananan tambak dan perkebunan rakyat.

Di lokasi kajian Kabupaten Demak dan Sukoharjo Jawa Tengah, informsdi dari

lapangan menunjukkan proses pencetakan KT masih belum tuntas. Hal ini

disebabkan masih terkendalanya pendataan petani, dimana petani untuk memperoleh

KT harus terlebih dahulu didata dan menyerahkan foto copy KTP dan surat tanah.

Banyak petani yang belum memiliki KTP, adakalanya petani yang ada disuatu wilayah

belum tentu memiliki lahan di wilayah tersebut dan memeliki lahan di luar wilayah.

Sebaliknya, lahan yang ada di suatu wilayah, seringkali sulit pendataannya karena

pemilik/penggarapnya dari luar wilayah. Sementara itu di Provinsi Riau, tampaknya

program penggunaan KT untuk penyaluran subsidi pupuk belum disosialisasikan.

Oleh karena itu, pada analisis ini gambaran mengenai perkembangan aspek ini belum

bisa disajikan.

c. Kinerja penyaluran bantuan pupuk

Pada tahun 2015, pemerintah telah mengalokasikan sejumlah anggaran untuk

memfasilitasi kegiatan strategis dalam peningkatan produksi, antara lain dengan

memberikan bantuan pupuk melalui dana APBN-P Tahun 2015. Hal ini dilakukan

untuk membantu petani dalam pengadaan dan penggunaan pupuk secara berimbang

sesuai dengan kondisi setempat. Alokasi bantuan pupuk melalui Dana APBN-P Tahun

Page 48: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

48

2015 di 32 provinsi di lokasi kegiatan RIJT dan lokasi kegiatan PAT jagung. Jenis

bantuan pupuk adalah pupuk NPK padat/granul dan pupuk Urea granul/pril. Adapun

jumlah jumlah pupuk per hektar bantuan pupuk yang diberikan kepada petani

sebagai berikut: (1) Di lokasi pertanaman padi/lokasi RIJT bantuan pupuk Urea

sebanyak 50kg/ha dan NPK sebanyak 50 kg/ha, dan (2) Di lokasi kegiatan PAT

jagung bantuan pupuk Urea sebanyak 75 kg/ha dan NPK sebanyak 50 kg/ha.

Sementara itu, bagi wilayah yang alokasi pupuknya tidak mencukupi, maka jumlah

bantuan pupuk menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Bantuan pupuk diberikan melalui Poktan di lokasi dengan pengaturan sebagai

berikut: (1) Lokasi kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier 2015, (2) lokasi

kegiatan PAT jagung tahun 2015, (3) luas hamparan Poktan/Gapoktan minimum 15

ha, kelompok P3A minimum 25 ha, (3) Poktan telah menyusun RDKK pupuk

bersubsidi tahun 2015, (4) dosis pemupukan disesuaikan dengan dosis rekomendasi

setempat, dan (5) apabila terjadi kekurangan pupuk dari banyuan, petani diminta

mencukupkannya dengan swadaya petani dan/atau bantuan dari pihak lain. Pada

tahun 2017, sesuai Juknis Penyaluran Bantuan Lingkup Ditjen TP diketahui bahwa

masih terdapat bantuan sarana produksi berupa pupuk untuk pertanaman padi

dengan besaran Urea berkisar antara 150-200 Kg/ha dan NPK 150 Kg/Ha. Adapun

bantuan untuk jagung baik hibrida maupun komposit yaitu sekitar 50 Kg/ha untuk

pupuk urea.

Pada lokasi kajian Provinsi Riau misalnya, pada kegiatan usahatani padi,

bantuan dari pemerintah hanya berupa benih. Untuk usahatani jagung dan kedelai

selain bantuan benih, juga disediakan bantuan pupuk, berupa pupuk urea sebesar

50-100 kg/ha. Bantuan pupuk berupa tranfer uang ke rekening Poktan/Gapoktan.

Bantuan pupuk untuk Urea dengan uang senilai Rp 1.800/kg, menurut petani

lebih kecil dibandingkan harga yang harus dibeli di pasar, karena harga pupuk

bersubsidi sulit direalisasikan dilapangan. Misalnya untuk Urea dengan HET di kios

resmi Rp 1.800/kg, di tingkat petani bisa lebih mahal antara Rp 100-300/kg karena

biaya tranportasi yang relatif besar. Akibat kebijakan ini, sampai saat ini bantuan

Page 49: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

49

untuk PAT jagung seluas 8.000 ha dan yang baru terealisasi bantuan pupuk seluas

1.700 ha.

4.3. Penyaluran, Pengelolaan, dan Pemanfaatan Bantuan Alsintan

a. Distribusi bantuan alsintan dan perkiraan manfaatnya

Salah satu kegiatan penting untuk mendukung peningkatan produksi pangan,

khususnya pajale adalah peningkatan penggunaan alsintan mulai dari tahap

pengolahan lahan sampai dengan panen dan pasca panen. Penggunaan alsin

pertanian ditujukan untuk mengatasi terjadinya kelangkaan tenaga kerja yang

menyebabkan biaya tenaga kerja menjadi mahal, mempercepat proses produksi,

menekan kehilangan hasil, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

petani. Hasil penelitian PSEKP (2017) menunjukkan bahwa pangsa biaya tenaga kerja

dalam usahatani padi mencapai 50,9% dari total biaya produksi. Demikian juga pada

usahatani jagung dan kedelai masing-masing mencapai 32,1% dan 50,7% dari total

biaya yang dikeluarkan. Melalui pemanfaatan alsintan secara efisien diharapkan

kegiatan usaha tani mampu memberikan pendapatan yang layak dan menarik minat

generasi muda bekerja di sektor pertanian.

Sejak tahun 2015 Kementerian Pertanian memberikan bantuan alsintan dalam

jumlah yang cukup besar, apalagi kalau dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya. Selama periode tahun 2011-2014, dalam setahunnya Kementan

mendistribusikan alsintan sebanyak 3.090 sampai 24.300 unit. Namun sejak tahun

2015, Kementan mendistribusikan bantuan alsintan untuk dimanfaatkan petani atau

Poktan sebanyak 65.325 unit, berupa traktor roda-2 dan roda-4, pompa air,

transplanter, combine harvester, dryer, power thresher, corn sheller dan rice milling

unit (RMU), traktor dan pompa air. Pada dua tahun berikutnya, pemberian bantuan

alsintan juga cukup besar walaupun menurun, yaitu pada tahun 2016 sebanyak

57.648 unit dan tahun 2017 sekitar 41.000 unit (Tabel 4.6). Untuk tahun 2018, guna

memperkuat dan memperluas program ini, Kementan juga merencanakan untuk

mendistribusikan alsintan sebanyak 112.525 Unit (Ditjen PSP, 2017).

Page 50: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

50

Traktor roda-2 dan pompa air rutin diberikan setiap tahun, dengan jumlah

yang didistribusikan pada tahun 2015 masing-masing mencapai 363,4% dan 522,3%

dibandingkan tahun 2014. Selain itu, bantuan untuk mendukung pertanian modern

seperti alat untuk tanam padi yang dikenal dengan rice transplanter dan untuk panen

padi dengan menggunakan combine harvester juga diberikan dalam jumlah besar.

Tabel 4.6. Penyaluran bantuan alsintan mendukung peningkatan produksi pangan

pengembangan pertanian, 201-2017

Jenis Alsintan 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

• Traktor roda 2 2.131 18.343 3.996 7.635 27.749 31.734 24050

• Traktor roda 4 47 80 141 0 1429 2.250 1800

• Pompa air 735 2.722 2.002 4.122 21.529 16.464 12000

• Rice Tranplanter 174 0 153 279 5.879 5.854 3150

• Combine harvester 0 0 0 0 3.235 0

• Corn seller 0 0 0 0 2.088 0

• Vertical dryer padi 0 0 0 0 165 0

• Vertical dryer jagung 0 0 0 0 207 0

• Power thresser 0 0 0 0 1.646 0

• RMU 0 0 0 0 398 0

• Handsprayer 0 0 0 0 0 72.000

• Jumlah 3.090 21.145 24.292 12.036 64.325 57.648 41.000

Sumber: Direktorat Jenderal PSP, 2016; *) laporan Tahunan,Ditjen PSP, 2016

**) Irianto (2017)

Menurut Kementan (2017), kalau semua bantuan itu dapat dimanfaatkan dalam

mendukung pengembangan pertanan modern akan mampu secara signifikan

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, karena dengan penggunaan

alsintan dapat menghemat biaya pengolahan lahan, biaya tanam, biaya penyiangan,

dan biaya panen. Selain itu, pengunaan alsintan juga mampu meningkatkan

produktivitas lahan melalui peningkatan kualitas pengolahan lahan pengurangan

kehilangan hasil. Adanya penghematan biaya produksi dan perbaikan produktivitas ini

diharapkan pendapatan keluarga petani meningkat secara tajam.

Sebagai contoh penggunaan traktor roda-2 dan roda-4, mampu menghemat

penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang/ha, dan biaya pengolahan

Page 51: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

51

lahan sekitar 28% (Kementan, 2017). Demikian juga penggunaan rice transplanter

dapat menghemat tenaga tanam dari 19 orang/ha menjadi 7 orang/ha dan biaya

tanam hingga 35%, serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/ha. Penggunaan

Combine harvester mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/ha menjadi 7,5

orang/ha dan menekan biaya panen hingga 30%, kehilangan hasil dari 10,2%

menjadi 2%, serta menghemat waktu panen menjadi 4 – 6 jam/ha. Untuk usaha tani

padi, pemanfaatan alsintan secara lengkap mulai dari pengolahan lahan sampai panen

dapat menurunkan biaya produksi secara keseluruhan sebesar 6,5%, meningkatan

produksi padi sebesar 33,83% (dari 6.015 kg GKP/ha menjadi 8.050 kg GKP/ha) yang

masing-masing bersumber dari penurunan kehilangan hasil sebesar 10,89% hasil dari

penggunaan combine harvester, peningkatan produktivitas 11,0% dampak dari

penggunaan transplanter disertai penerapan sistem tanam jajar legowo (jarwo), dan

peningkatan produktivitas 11,94% hasil dari penggunaan input lainnya yang membaik.

Secara keseluruhan pemanfaatan alsintan dalam keseluruhan proses usahatani dapat

memberikan tambahan pendapatan sekitar 80%, dari Rp 10,2 juta/ha/musim menjadi

Rp 18,6 juta/ha/musim.

Selain mendapat manfaat dari sisi ekonomi, penggunaan alsintan secara masif

juga diharapkan berdampak positif bagi generasi muda dan keluarga petani berupa

munculnya minat untuk bekerja dan berusaha di sektor pertanian. Potensi yang

besar dari pemanfaatan alsintan dan dampak positif yang dapat diciptakan bagi

peningkatan produksi pangan dan pendapatan petani, belum nampak secara

signifikan di lapangan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan alsintan

masih menghadapi berbagai kendala, baik dari aspek teknis, ekonomi dan sosial.

Oleh karena itu, dalam upaya mendorong pemanfaatan alsintan yang optimal, maka

pengadaan dan distribusi bantuan alsintan perlu dengan seksama

mempertimbangkan aspek-aspek tersebut mulai dari perencanaan sampai evaluasi

dampaknya.

Page 52: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

52

b. Pengelolaan bantuan alsintan melalui pola Brigade Alsintan

Berdasarkan Pedoman Umum Pengelolaan Brigade Alsintan (Ditjen PSP, 2017),

pola pengelolaan bantuan alsintan yang diberikan kepada masyarakat petani ada

yang langsung dikelola petani melalui pola UPJA dan oleh Dinas Pertanian provinsi,

Dinas Pertanian kabupaten/kota, dan Satuan Komando Kewilayahan (Korem/Kodim)

TBI AD dalam pola Brigade Alsintan (Ditjen PSP, 2017). Pengelolaan Brigade Alsintan

dimaksudkan sebagai task force dalam bentuk pendampingan kegiatan olah tanah,

tanam, dan panen serentak yang dilakukan Poktan masing-masing wilayah.

Pegelolaan Brigade Alsintan di Dinas Pertanian provinsi dimaksudkan untuk

memanfaatkan dan memobilisasi alsintan antar/lintas kabupaten/kota guna

memenuhi permintaan dan kebutuhan kabupaten dalam percepatan pengolahan

tanah, penanamaan, dan panen serempak. Pengelolaan Brigade Alsintan oleh Dinas

Pertanian kab/kota dilaksanakan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan Kodim

guna memanfaatkan alsintan yang dikelolanya untuk Poktan di daerahnya dan juga

untuk kab/kota sekitarnya bila kebutuhan jasa alsintan di daerahnya telah terpenuhi.

Pengelolaan Brigade Alsintan oleh Korem/Kodim bertujuan untuk membantu Poktan

dalam percepatan pengolahan tanah dan tanam bekerja sama dengan Dinas

Pertanian kab/kota maupun provinsi.

Sementara itu Poktan, Gapoktan, dan UPJA memanfaatkan bantuan alsintan

yang dikelola Brigade Alsintan dengan koordinasi pada Dinas Pertanian atau

Korem/Kodim setempat untuk keperluan percepatan pengolahan tanah, tanam, dan

panen melalui Semua pembiyaan dalam rangka pelayanan Brigade Alsin ditanggung

oleh pengguna layanan dari alsintan tersebut yaitu Poktan atau Gapoktan. Komponen

dan perkiraan proporsi biaya yang diperlukan meliputi: bahan bakar (20%), upah

operator (30%), mobilisasi alsintan (20%), dan perawatan dan pemeliharaan alsin

(30%).

Agar Brigade Alsintan dapat memberikan pelayanan secara optimal dalam

menggerakan kegiatan tanam dan panen serentak, maka setiap Brigade harus

memiliki minimal tiga jenis alsintan, yaitu traktor, rice transplanter, dan combine

harvester dengan jumlah masing-masing minimal 4 unit. Namun demikian, jenis dan

Page 53: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

53

spesifikasi alsintan tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

spesifik lokasi masing-masing daerah. Sebagai balas jasa bagi Poktan/Gapoktan yang

memanfaatkan bantuan alsintan dianjurkan untuk menjual sebagian hasil panennya

ke Subdivre Bulog setempat dalam upaya meningkatkan cadangan pangan/beras

pemerintah.

Dalam menentukan Poktan dan Gapoktan yang dijadikan target penerima

bantuan alsintan agar nantinya alsintan tersebut dapat memberikan manfaat secara

optimal, maka penentuan lokasi yang dijadikan target dalam bantuan dan penyaluran

alsintan adalah: (i) diprioritaskan pada daerah-daerah sentra produksi tanaman

pangan dan hortikultura, (ii) mempertimbangkan kondisi lokal spesifik yang secara

teknis memenuhi persyaratan untuk operasional alsintan, dan (iii)

mempertimbangkan tingkat kejenuhan alsintan dan memiliki komitmen yang kuat

dalam mendukung program peningkatan produksi pertanian (Ditjen PSP, 2017).

c. Keragaan pemanfaatan bantuan alsintan

Untuk melihat keragaan kinerja implementasi distribusi dan pemanfaatan

pemanfaatan alsintan yang diberikan pemerintah dalam upaya mendorong

peningkatkan produksi pangan, khususnya padi, telah dilakukan kajian di tiga lokasi,

yaitu Jawa Barat, Riau, dan Jawa Tengah. Keragaan dari pemanfaatan bantuan

alsintan di tiga lokasi tersebut dapat dijelaskan dibawah ini.

Pada lokasi kajian di Jawa Barat, secara umum dapat dikatakan bahwa

bantuan alsintan yang diberikan Pemerintah sudah dimanfaatkan oleh petani atau

Poktan secara baik. Menurut pihak Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, dampak dari

pemanfaatan bantuan alsintan ini menyebabkan biaya produksi (mengolah lahan,

tanam, panen) menjadi lebih murah serta mampu mengatasi masalah kelangkaan

tenaga kerja. Namun demikian, bantuan alsintan yang didistribusikan masih standar

pabrikan sehingga tidak otomatis bisa digunakan di lokasi, karena tidak sesuai

dengan agroekosistem, sehingga perlu keluar biaya tambahan untuk

memodifikasinya. Selain itu, ada beberapa jenis bantuan alsintan yang tidak sesuai

dengan yang dibutuhkan petani karena langsung didisalurkan dari Kementan. Oleh

Page 54: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

54

karena itu, agar pemanfaatan bantuan alsintan ke depan lebih optimal, maka

disarankan bantuan alsintan tersebut sebaiknya: (i) disesuaikan dengan kebutuhan

Poktan (ada semacam proposal permintaan dari Poktan yang selanjutnya dipakai

sebagai acuan dalam pengadaan dan distribusi bantuan alsintan agar mencerminkan

jenis dan jumlah alsitan yang betul-betul sesuai kebutuhan petani), (ii) adanya

pelatihan bagi operator, (iii) tersedianya bengkel dan suku cadang, dan (iv) layanan

tidak sebatas untuk Poktan dan manajemen pengelolaan alsintan saja, tapi juga

untuk Poktan lain di sekitarnya agar pemanfaatannya menjadi lebih tinggi.

Di Provinsi Jawa Barat ada dua sistem dalam pengadaan dan pendistribusian

alsintan yang diterima Poktan, yaitu: (1) penyaluran langsung dari Kementan dan (2)

alokasi dari provinsi dengan dana dari APBN Kementan. Alsintan dari provinsi

walaupun jenis dan spesifikasinya ke kabupaten sudah ditentukan Kementan pada

saat perencanaan, namun provinsi diberi kewenangan untuk membahas realokasi

dan perubahan jenis alsintan berdasarkan kebutuhan kabupaten, sebelum proses

pengadaan dilakukan. Kalau sudah terlanjur diadakan dan didistribusikan ke provinsi,

apabila jenisnya tidak cocok dengan kebutuhan kabupaten penerima (agroekosistem,

disain, minat petani), provinsi masih diberi kewenangan untuk mengalokasikan ke

kabupaten yang membutuhkan sepanjang kabupaten penerima menyerahkan

alsintan tersebut ke provinsi.

Dalam pengelolaannya, bantuan alsintan dari Pemerintah disalurkan kepada

Poktan, UPJA, dan/atau dikelola oleh Brigade Alsintan. Bantuan alsintan yang

disalurkan kepada Poktan dan UPJA didukung dengan pengembangan sarana

perbengkelan untuk pemeliharaan alat serta pelatihan bagi operator alat. Adapun

alsintan yang disalurkan melalui Dinas Pertanian Kabupaten dikelola oleh Brigade

Alsintan dibentuk berdasarkan keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten,

dilengkapi dengan Pedum untuk pengelolaannya. Namun demikian, biaya untuk

pengelolaan Brigade Alsintan tidak disediakan dari APBN. Sementara itu, Brigade

Alsintan yang dibentuk di Kodim mendapat pendanaan untuk kegiatan operasional

dari APBN.

Page 55: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

55

Agar pemanfaatannya optimal, maka alsintan yang diserahkan kepada Poktan

disarankan pengelolaannya sebaiknya bergabung dengan UPJA. Keuntungan dari

langkah ini adalah jika ada alat yang tersedia di Poktan kurang sesuai, maka alsintan

tersebut dapat dimanfaatkan oleh Poktan lainnya yang bergabung di UPJA yang

sama. Pengelolaan alsintan oleh UPJA memungkinkan dilakukan penyewaan alat

yang potensi untuk pengadaan dana pemeliharaan, perbaikan, atau modifikasi alat.

Penggabungan pengelolaan alsintan yang dikuasai Poktan kepada UPJA juga menjadi

salah satu cara menghindari pemindahan atau pengembalian alsintan yang tidak

sesuai.

Hasil Anjak di Kabupaten Indramayu melaporkan bahwa selain menerima

bantuan alsintan dari Kementan atau melalui skema alokasi dari provinsi, terdapat

juga alokasi alsintan berdasarkan aspirasi dari anggota DPR. Untuk kesemua skema

tersebut, apabila alsintan yang diberikan tidak cocok dengan yang dibutuhkan Poktan

penerima, ada mekanisme di tingka kabupaten (Dinas Pertanian) untuk merealokasi

alsintan tersebut ke Poktan yang membutuhkannya. Alsintan yang dikelola Dinas

Pertanian dan Kodim, sesuai Pedum dari Kementan, dikelola dengan pola Brigade

Alsintan. Dinas Pertanian menyediakan sarana penyimpanan alsintan dan dana untuk

pemeliharaan (walaupun belum mencukupi), sedangkan pengoperasiannya dilakukan

bekerja sama dengan UPJA. Pengelolaan Brigade Alsintan oleh Kodim didukung

dengan alokasi anggaran operasional dari Kementan.

Di Kabupaten Indramayu walaupun secara umum bantuan alsintan telah

dimanfaatkan secara baik oleh Poktan, namun terdapat alsintan yang

pemanfaatannya tidak optimal. Contohnya di suatu Poktan, rice transplanter tidak

cocok digunakan, karena terlalu berat sehingga bila dioperasikan alsintan tersebut

ambles akibat struktur tanahnya berlumpur tebal. Sistem tanam jarwo juga belum

banyak dipraktekan petani setempat karena tenaga tanam yang tersedia belum

terampil, pekerjaaan sistm tanam jarwo lebih rumit dan memerlukan waktu yang

lebih lama, sehingga biaya tenaga kerja tanam menngkat.

Selain itu, belum optimalnya pemanfaatan alsintan seperti di salah satu Poktan

di Kecamatan Bangodua Indramayu, karena masih perlu dilakukan modifikasi alat

Page 56: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

56

dan juga kesulitan untuk mendapatkan suku cadang, serta masih dikelola Poktan

(belum dikelola dalam bentuk UPJA). Sebenarnya, petani Indramayu pada dasarnya

tahu bahwa penggunaan rice transplanter mampu mempercepat dan menghemat

biaya tanam. Dengan manual butuh tenaga kerja 15-20 orang/ha atau dengan biaya

1,0 sampai Rp 1,2 juta/ha, sementara dengan menggunakan rice transplanter hanya

butuh tenaga 2 orang dan biaya hanya Rp 700 ribu/ha. Namun demikian,

pemanfaatan rice transplanter belum berkembang di desa ini, bukan karena tidak

cocok struktur tanahnya, tetapi karena belum ada tenaga terampil yang

mengoperasikan. Selain itu, karena waktu buat persemaian rumit (dapok).

Untuk bantuan alsintan jenis traktor, seperti pada Poktan Sari Asih, Desa

Malang Sari, Kecamatan Bangho Dua yang diterima pada tahun 2014 sudah

dimanfaatkan secara baik. Petani mengatakan bahwa dengan adanya bantuan traktor

dapat mempercepat kegiatan pengolahan lahan sehingga kelangkaan air dapat

diatasi. Selain itu, manfaat dari bantuan ini menyebabkan biaya pengolahan lahan

menjadi lebih murah sekitar 30%, yaitu kalau sewa traktor harus bayar Rp 1 juta/ha,

bila menggunakan traktor Poktan biayanya sebesar Rp 715 ribu/ha. Namun demikian,

pemanfaatan traktor ini masih hanya sebatas melayani kebutuhan anggota Poktan

saja, sehingga sulit untuk berkembang menjadi usaha berorientasi bisnis.

Pada tahun 2015 Poktan ini juga mendapat bantuan pompa air dan bantuan

perbaikan jaringan irigasi tersier sepanjang 300 m2. Dampak dari adanya bantuan

pompa dan perbaikan irigasi adalah: (i) bisa dilakukan tanam serempak sampai

sawah yang lokasinya paling belakang, (ii) IP padi menjadi meningkat dari 1 menjadi

2, (iii) produktivitas meningkat dari rata-rata 6,5 ton GKP menjadi 7,0 ton GKP, (iv)

berkurangnya serangan OPT dan tikus.

Berbeda dengan kinerja traktor, bantuan combine harvester yang diterima

Poktan ini pada Juli 2016 masih belum dimanfaatkan, walupun salah satu anggota

dari Poktan ini sudah mendapat pelatihan cara untuk memgoperasikannya. Dengan

memperhatikan struktur lahan sawah di desa ini, memang penggunaan combine

harvester hanya dimungkinkan untuk dilakukan pada musim gadu saja. Dengan

Page 57: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

57

demikian dapat dipastikan pemanfaatan alsintan combine harvester di lokasi ini akan

terbatas.

Kinerja pelaksanaan distribusi dan pengelolan alsintan di Kabupaten

Sukabumi-Jawa Barat yang juga menjadi salah satu lokasi kajian menunjukkan

bahwa di kabupaten ini ada Brigade Alsintan yang dikelola oleh Kodim dan Dinas

Tanaman Pangan. Brigade Alsintan di Kodim mengelola 3 eksavator, 5 traktor roda-2,

5 jarwo transplanter, 1 traktor roda-4, dan 10 pompa air. Brigade alsintan ini

melaporkan aktivitas pemanfaatan alsintan relatif rendah karena tidak ada biaya

operasional di Kodim ataupun di Dinas Tanaman Pangan. Bila Poktan membutuhkan

jasa alsintan, maka biaya transportasi harus ditanggung Poktan. Biaya transportasi

dengan sewa truk cukup mahal bagi Poktan, sementara keuangan Poktan tidak

mencukupi.

Brigade Alsintan di Dinas TP mengelola sebanyak 109 unit TR-2; 19 unit TR-4;

31 unit rice transplanter; 4 unit mini combine harvester; 29 unit pompa air; 13 unit

cultivar; 6 unit cornsheler; dan 12 unit alat tanam jagung. Operasional Brigade

Alsintan di Dinas TP berjalan kurang optimal. Beberapa alsintan yang dipinjam Poktan

tidak dikembalikan setelah masa pinjam yang tertera dalam kontrak habis. Alasan

Poktan tidak mengembalikan Alsintan karena kesulitan untuk biaya tranportasinya.

Lebih dari 60% Poktan tidak mengembalikan alsintan yang dipinjam selama

hampir setahun. Untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan pemanfaatan

Alsintan serta mengurangi biaya pengiriman dan pengembalian alsintan, alternatif

kebijakan operasional yang dapat diambil Dinas Pertanian adalah: (1) alsintan dapat

di over-alih pemanfaatanya ke/oleh Poktan tetangganya (tentu dilengkapi dokumen

pinjam-meminjam dan diketahui Dinas TP), (2) traktor tidak harus dikembalikan ke

Dinas Pertanian tetapi ke BP3 di kecamatan setempat, dan (3) yang sudah sangat

lama tidak dikembalikan dan pemanfaatannya hanya oleh satu Poktan saja perlu

ditarik paksa oleh Dinas TP.

Di Poktan Cilangkap Desa Loji-Kecamatan Simpenan-Sukabumi penggunaan

alsintan saat ini belum cocok diintroduksi karena terjadi labor displacement

(substitusi tenaga kerja buruh yang cukup banyak oleh alsin), dalam kegiatan olah

Page 58: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

58

tanah, penanaman/tandur, maupun panen. Poktan memahami kesulitan masyarakat

setempat (famili dan tetangganya juga) sulitnya mencari pekerjaan alternatif selain

butuh tani, karena itu pemanfaatan alsintan di Poktan ini disengajai under-utilized.

Poktan mengetahui bahwa kehadiran alsintan sangat membantu dalam

mempercepat penyelesaian kegiatan usahatani dan menurunkan biaya produksi. Hal

ini tampak dari pengguaan combine harvester yang sudah pernah dicobakan pada

lahan seluas 2,0 ha. Dari sisi ekonomi, penggunaan combine harvester ini dapat: (i)

menghemat biaya panen Rp 3,5 juta/ha (manual dibutuhkan 3 tenaga panen per

patok (400 m2) per hari, yang terdiri dari 2 orang laki @Rp50.000/hari dan 1

perempuan@Rp 40.000/hari) menjadi Rp 1,6 juta/ha (hasil 8 ton GKP, dimana@ Rp

200/kg), dan (ii) menekan kehilangan hasil sekitar 5 kuintal/ha, dari produksinya

hanya 7,5 ton/ha menjadi 8,0 ton/ha, dan (iii) menghemat penggunaan TK dari

sekitar 75 HOK/ha menjadi 3 HOK/ha.

Namun demikian, apabila penggunaan combine harvester dipaksakan di

Poktan ini dapat menyebabkan masalah ekonomi dan sosial bagi para ibu buruh tani,

dengan hilangnya kesempatan kerja yang selama ini menjadi sumber

pendapatannya. Oleh karena itu, bantuan dan distribusi alsin (termasuk combine

harvester) harus mempertimbangkan keragaan sosial dan kehilangan kesempatan

kerja bagi masyarakat setempat. Pengembangan alsintan ini tentunya akan

bermanfaat dan efisien sepanjang kehilangan kesempatan kerja ini dapat dialihkan

pada kegiatan lainnya, seperti menumbuhkan kegiatan off farm dan on farm yang

mampu memberikan imbalan paling tidak sama dan bahkan lebih besar.

Bantuan rice transplanter yang diterima Poktan lain, yaitu Poktan Cilangkap

Sukabumi belum dimanfaatkan karena belum tersedia tenaga terampil untuk

mengoperasikannya. Oleh karena itu, perlu ada pelatihan bagi calon-calon operator.

Berdasarkan pengalaman di Poktan lain, kalau jenis alsintan ini dapat dimanfaatkan,

maka akan terjadi penghematan biaya biaya tanam secara signifikan. Poktan ini

menerima bantuan berbagai jenis alsintan, namum hanya traktor yang sudah

dimanfaatkan secara maksimal. Traktor mampu mempercepat waktu pengolahan

Page 59: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

59

lahan dan menghemat biaya olah tanah sekitar Rp 200.000/ha dibandingkan sewa

traktor dari luar kelompok (Rp 1,5 juta/ha vs. Rp 1,7 juta/ha).

Di Provinsi Riau, jenis bantuan alsintan yang diberikan kepada masyarakat

petani sudah berdasarkan usulan dari Poktan atau Gapoktan yang diteruskan oleh

Dinas Pertanian kabupaten ke Ditjen PSP. Bantuan tersebut ada yang langsung

disalurkan oleh Kementan (pengadaan pusat), dan ada juga yang pengadaannya di

tingkat provinsi. Selain itu, ada juga bantuan yang langsung untuk Poktan atau

Gapoktan berasal dari aspirasi. Hasil pantuan di Riau menunjukkan bahwa umumnya

bantuan combine harvester yang besar tidak dapat dimanfaatkan karena kurang

cocok dengan struktur lahan pasang surut. Tidak kuatnya lahan jenis ini menahan

beban combine harvester besar yang cukup berat mengakibatkan jenis alat ini

terbenam. Sebaliknya combine yang kecil dan sedang dapat digunakan dengan baik

di lokasi ini.

Di Kabupaten Siak Provinsi Riau bantuan alsintan cukup banyak, diantaranya

adalah dengan pola bantuan bersumber dari APBN langsung dari Kementan, alokasi

dari provinsi dengan sumber dana APBN (Tugas Pembantuan), dan aspirasi. Pada

saat Anjak dilakukan, di Kabupaten Siak terdapat 15 UPJA namun baru dua UPJA

yang sudah dapat mandiri.

Salah satu UPJA mandiri di Kecamatan Bunga Raya Kabupeten Siak adalah

UPJA Bina Karya, yang pada saat ini mengelola hand traktor (27 unit, rusak/tidak

dapat dipakai 3 unit), pompa air (3 unit), tranplanter (10 unit), dan combine

harvester (2 unit). Keseluruhan alsintan tersebut berasal dari bantuan Pemerintah

dan Pemda, kecuali 1 combine harvester yang dibeli sendiri dengan memanfaatkan

kredit dari BRI. Pengelolaan alsintan oleh UPJA ini sudah cukup baik, terbukti sudah

mampu membayar pinjaman kepada BRI dengan lancar. Selain itu, biaya operasional

dan pemeliharaan alsintan sudah dibiayai oleh Gapoktan dari hasil sewa alsintan itu

sendiri.

Penetapan tarif sewa dilakukan secara musyawarah oleh Gapoktan. Harga

sewa hand traktor sebesar Rp.1,5 juta/musim/unit; pompa air Rp.150 ribu/ha;

transplanter Rp.550 ribu/ha, sedangkan biaya pemanfaatan combine harvester

Page 60: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

60

dengan sistem bagi hasil 10: 1 (dari 1 ton hasil, 900 kg untuk pemilik lahan dan 100

kg untuk biaya sewa). Namun karena banyak combine harvester swasta (di Bunga

Raya terdapat 15 unit), maka biaya panen dari 100 kg/ton hasil menjadi 60-70 kg/ton

hasil. Biaya sewa tersebut sudah bersih, sedangkan upah operator dan minyak/solar

ditanggung oleh UPJA. Jika terjadi kerusakan ringan ditanggung oleh penyewa,

namun jika ada kerusakan berat ditanggung UPJA bekerja sama dengan perusahaan

penjual sebagai servis purna jual.

Penggunaan rice transplanter dengan jarwo 4:1 di Siak pada awalnya tidak

diterima oleh buruh tanam karena mereka kehilangan pekerjaan. Namun saat ini

sudah diterima oleh semua petani karena hasil lebih baik dan mendorong terjadinya

tanam serentak. Produksi padi dengan sistem tanam jarwo bisa mencapai 7-8 ton

GKP/ha, sementara dengan sistem tanam tegel hanya 6-7 ton/ha.

Sama halnya dengan lokasi-lokasi lainnya di Riau, bantuan alsintan di

Kabupaten Kampar sangat diperlukan karena tenaga kerja pertanian masih terbatas.

Pada saat ini, sebagian besar tenaga kerja di sawah adalah wanita. Permasalahan

utama yang dihadapi petani Kampar adalah air mengingat sebagian lahan pertanian

di kabupaten ini adalahan lahan tadah hujan/lahan kering. Dengan demikian, untuk

mencapai IP 200, bantuan pompa air menjadi prioritas dibandingkan bantuan

alsintan lainnya. Di kabupaten ini tidak semua jenis alsintan dapat dimanfaatkan

dengan baik, seperti combine harvester besar dan transplanter yang besar tidak

dapat digunakan karena petak sawah yang kecil. Selain petak kecil, transplanter sulit

digunakan karena tanahnya agak keras.

Beberapa jenis bantuan alsintan yang sudah diterima oleh Poktan Sri Rejeki -di

Kabupaten Kampar diantaranya adalah hand traktor, traktor roda-4, pompa air,

sumur bor, rice transplanter, thresher dan mini combine harvester. Bantuan hand

traktor sudah dimanfaatkan secara baik, dan bantuan ini dapat mempercepat waktu

olah tanah, memperluas areal tanam, dan menghemat biaya pengolahan lahan

sekitar 50%. Dengan menggunakan traktor biaya pengolahan lahan hanya Rp1,4

juta/ha, sementara dengan menggunakan manual bisa mencapai 3 juta/ha.

Sementara itu, sampai saat ini bantuan Traktor Roda-4 belum dimanfaatkan karena

Page 61: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

61

lahannya sempit-sempit dan kondisi lahannya keras sehingga menyulitkan traktor

jenis ini untuk dioperasikan. Seperti halnya hand traktor, bantuan thresher juga

sudah dimanfaatkan secara baik, dan penggunaan alsintan ini berdampak positif,

yaitu panen bisa dilakukan tepat waktu, mampu mengurangi kehilangan hasil

dibandingkan dengan panen manual, serta menghemat biaya panen dari Rp 1,6 juta

sampai 1,8 juta/ha menjadi Rp 720-810 ribu/ha (ongkos thresher Rp 9000/karung,

satu karung rata-rata 50 kg, dan produktivitas 4,0 – 4,5 ton/ha). Namun demikian,

bantuan mini combine harvester belum dimanfaatkan dan masih ada di gudang, dan

sebenarnya kurang cocok dengan kondisi lahan setempat.

Keragaan distribusi dan pemanfaatan alsintan di Jawa Tengah menunjukkan

bahwa pada pada tahun 2015 bantuan alsintan yang diberikan kepada petani

sebanyak 1.306 mesin traktor roda 2, dan bantuan pompa air sebanyak 486 unit.

Selanjutnya untuk bantuan alsintan lainnya, Combine Harvester sebanyak 473 unit,

power thresher sebanyak 150 unit, serta untuk Drying dan RMU masing-masing

jumlah bantuannya sebanyak 21 dan 54 unit (Tabel 4.7).

Di Kabupaten Demak dan Sukoharjo bantuan alsintan tersebut untuk traktor

roda 2 masing-masing sebanyak 75 dan 76 unit. Sementara untuk bantuan pompa

air, pada lokasi kajian tersebut masing-masing sebanyak 38 unit dan 12 unit.

Selanjutnya informasi dari Kabupaten Demak bantuan alsintan lainnya yang diperoleh

berupa combine harvester sebanyak 14 unit, power thresher 10 unit, serta untuk

alsintan drying 1 unit, dan RMU 2 unit .

Tabel 4.7. Bantuan alsintan untuk petani di Provinsi Jawa Tengah, 2015

No. Jenis Alaisntan Jumlah (Unit) Lokasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Traktor Roda 2 Pompa Air Combine Harvester Mini Corn Sheller Power Tresher Vert. Drying RMU

1.306 486 473 175 150 21 54

31 Kabupaten 31 Kabupaten 32 Kabupaten 32 Kabupaten 32 Kabupaten 32 Kabupaten 32 Kabupaten

Sumber: Dinas TPH Provinsi Jawa Tengah (2016).

Page 62: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

62

Di Kabupaten Demak dan Sukoharjo petani menunjukkan respon yang baik

terhadap upaya mekanisasi pertanian, terutama untuk alsintan pengolahan lahan.

Bantuan alsintan panen (combine harvester) yang diberikan pada tahun2015 adalah

yang berukuran kecil. Pemanfaatan Combine harvester ini mengalami hambatan,

yang disebakan oleh: (1) Situasi lahan di kedua kabupaten ini, terutama diwilayah

sentara padi, secara umum tanahnya regosol berlumpur (lumpurnya dapat berkisar

antara 25-30 cm), sehingga diperlukan ukuran Combine Harvester yang besar (> 70

PK, misalnya ukuran 100 PK), agar alsintan ini tidak mudah amblas. Alsintan combine

harvester kecil dinilai tenaganya kurang dan alsintan dapat amblas. Hal yang sama

juga terjadi pada bantuan alsintan rice transplanter, yaitu masih kurang direspon

oleh para petani. Hal ini disebabkan oleh: (1) keterampilan untuk

mengoperasionalkan transplanter masih belum mahir; (2) dengan tanam

menggunakan transplanter, umur bibit yang ditanam cukup muda yaitu umur <20

hari, akibatnya cukup banyak kena serangan hama keong mas.

4.4. Kegiatan Cetak Sawah

a. Diskripsi kegiatan cetak sawah

Dalam rangka mewujudkan kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan

nasional, upaya untuk memperluas baku lahan sawah menjadi sangat penting

dengan memanfaatkan dan mengelola sumber daya lahan dan air yang ada serta

pemberdayaaan petani sebagai penggarap. Ekstensifikasi pertanian perlu dilakukan

untuk mencegah terjadinya penurunan produksi hasil pertanian dan untuk memenuhi

kebutuhan pangan (Ditjen PSP 2013).

Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan nasional, Kementan, melalui

Ditjen PSP, melaksanaan pembukaan lahan-lahan pertanian, termasuk cetak sawah

baru di berbagai daerah. Penambahan luas baku lahan sawah oleh Pemerintah

dilaksanakan melalui kegiatan perluasan sawah dan mekanisme pelaksanaan

dilakukan dengan pola swakelola kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya.

Adapun tujuan kegiatan perluasan sawah adalah: (a) Menambah luas baku lahan

Page 63: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

63

sawah, dan (b) menghasilkan produksi utamanya padi pada areal sawah baru (Ditjen

PSP 2017).

b. Kriteria kelompok sasaran cetak sawah

Kegiatan perluasan sawah tahun 2017 dilakukan pada lokasi-lokasi yang

berpotensi secara bertahap dapat ditanami dengan IP dua kali dalam dua musim

tanam. Lahan yang ditetapkan sebagai calon lokasi perluasan sawah harus

memenuhi persyaratan clear dan clean lahan, terdapat sumber air yang cukup untuk

mengairi lahan sawah serta tersedia petani penggarap. Ketentuan yang berkaitan

dengan lahan, air dan petani penggarap dalam kegiatan perluasan sawah adalah

sebagai berikut (Ditjen PSP 2017):

(1). Lahan

a. Status kepemilikan tanah jelas, misalnya: tanah milik atau tanah rakyat

(marga) atau tanah negara yang diizinkan untuk digarap oleh petani.

b. Batas pemilikan tanah jelas (tidak sengketa).

c. Lokasi tidak pernah dijadikan sawah sebelumnya.

d. Kemiringan lahan diutamakan < 8%.

e. Dalam satu hamparan minimal 5 ha atau sesuai skala ekonomi untuk

pembukaan lahan baru.

f. Dekat dengan pemukiman atau akses dari pemukiman penduduk terdekat

mudah.

g. Apabila jenis lahannya berupa lahan gambut, maka maksimal ketebalan

gambut 1 meter dan kedalaman pirit minimal 60 cm.

h. Tanah sesuai untuk padi sawah dan tidak diarahkan untuk sawah tadah

hujan.

i. Dalam RTRW, calon lokasi masuk dalam kawasan budi daya pertanian atau

pengembangan budidaya pertanian. Calon lokasi tidak boleh berada dalam

kawasan hutan (baik HPK, HP, HPT, HL, HVCA), kawasan moratorium

pengembangan gambut, kawasan HGU atau kawasan yang telah dibebani

hak dan izin lainnya.

Page 64: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

64

j. Lahan cetak sawah baru ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) dilindungi dan dilarang dialih fungsikan.

(2). Sumber air

a. Tersedia sumber air untuk sawah irigasi dalam jumlah yang cukup untuk

mengairi minimal untuk satu kali tanam dan secara bertahap dua kali dalam

dua musim tanam.

b. Bulan basah minimal 3 bulan berturut-turut.

c. Lahan tidak tergenang selama 3 bulan berturut-turut atau tidak berpotensi

banjir tetap.

d. Untuk lahan rawa pasang surut harus dilengkapi dengan jaringan drainase

dan tanggul keliling dan diutamakan telah terbangun tata air makro.

(3). Petani penerima bantuan

a. Terdapat petani pemilik penggarap atau petani penggarap dan jumlahnya

cukup serta berdomisili di desa calon lokasi atau berdekatan dengan calon

lokasi serta berkomitmen untuk bersawah.

b. Jika terdapat lahan pada calon lokasi yang pemiliknya tidak berdomisili di

desa calon lokasi, maka mengikuti hal-hal sebagai berikut: (i) Bersedia

mengikuti program perluasan sawah dan menunjuk penggarap untuk

mengerjakan sawah yang akan dicetak, maka harus dinyatakan secara

tertulis dalam surat kesepakatan antara pemilik lahan dengan penggarap dan

(ii) jika pemilik tidak bisa dihubungi/tidak bersedia mengikuti program

perluasan sawah, maka lokasi/lahan tersebut tidak bisa dimasukkan dalam

program perluasan sawah.

c. Tahapan pelaksanaan kegiatan

Pengaturan tahapan pelaksanaan kegiatan cetak sawah sudah diterbitkan oleh

Ditjen PSP (2017). Secara ringkas, pengaturan tersebut sebagai berikut:

1. Persiapan administratif dan pembuatan perencanaan, termasuk: (a) Verifikasi

CPCL, desain dan RAB hasil SID oleh Dinas Pertanian kabupaten/kota bersama

Page 65: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

65

pelaksana, (b) Penetapan petani lokasi kegiatan perluasan sawah mengacu

kepada hasil verifikasi SID, dan (c) Melakukan penandatanganan naskah kerja

sama antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan Kepala Pelaksana

Swakelola (Direktur Zeni TNI-AD atau Kasdam di masing-masing KODAM).

2. Pengecekan bersama kondisi awal (Mutual Check/MC 0%). MC 0 dilakukan

bersama antara unsur dari Dinas Pertanian kabupaten dan pelaksana swakelola.

MC 0 ini perlu dilakukan, agar pelaksana swakelola memiliki kepastian tentang:

(a) Kondisi medan pekerjaan (kondisi vegetasi, kondisi topografi, jarak tempuh

dan lainnya), dan (b) kesesuaian ketersediaan biaya dan kondisi medan

pekerjaan.

3. Konstruksi perluasan sawah dilaksanakan pada lokasi-lokasi yang telah

ditetapkan CPCLnya dan telah mempunyai desain serta telah disepakati dalam

MC 0. Rincian kegiatan konstruksi perluasan sawah adalah sebagai berikut:

(a) Kegiatan land clearing, yang antara lain dirinci sebagai berikut: (i)

Penebangan atau penumbangan pohon yang tumbuh pada lahan; (ii)

Pengumpulan batang, cabang dan ranting yang sudah ditebang; dan (iii)

Pembersihan lahan dari sisa-sisa hasil pembabatan, pemotongan/

perencekan, pencabutan akar dan sampah-sampah yang ada di lokasi.

(b) Kegiatan land leveling dapat dirinci sebagai berikut: (1) Penyisihan lapisan

top soil (tanah pucuk) dengan kegiatan: (i) Pengikisan, penggusuran dan

penimbunan tanah (cut and fill) untuk memperoleh lahan yang datar; (ii)

Pembuatan lahan berteras bangku (bench terrace) apabila lokasi berada

pada lahan miring; (iii) pemadatan lereng talud teras, (2) Pemadatan lereng

talud teras dimaksudkan untuk mencegah terjadinya erosi tanah pada lahan

yang telah dicetak; dan (3) Pengembalian lapisan top soil di atas permukaan

lahan yang telah rata.

(c) Pembuatan pematang dimaksudkan untuk memudahkan penentuan

kepemilikan lahan antar petani agar tidak terjadi kekeliruan atau kerancuan

dalam kepemilikan serta untuk efisiensi penggunaan air irigasi.

Page 66: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

66

(d) Pembuatan jaringan irigasi dan infrastruktur pengairan lainnya pada tingkat

usaha tani.

(e) Pembuatan jalan pertanian/badan jalan pertanian.

(f) Pengolahan tanah untuk mendapatkan struktur tanah yang sesuai untuk

pertumbuhan tanaman padi.

(g) Pemanfaatan sawah baru yang telah selesai dicetak untuk segera

dimanfaatkan atau ditanami oleh petani dengan komoditas tanaman pangan

utamanya padi.

d. Kinerja kegiatan cetak sawah

Tahun 2015 realisasi cetak sawah mencapai 20.070 ha atau 87% dari

sasaran, dan untuk tahun 2016 tercetak sawah seluas 129.076 ha atau 97,67% dari

sasaran. Realisasi ini jauh lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, saat

belum dilakukan upaya khusus. Realisasi tahun 2016 misalnya naik 407 persen

dibanding tahun 2014.

Perkembangan luas lahan sawah baru yang sudah dicetak selama periode

tahun 2010-2015 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau disajikan dalam

Tabel 4.8. Di Jawa barat terlihat bahwa tidak ada pola yang jelas perkembangan luas

cetak sawah di provinsi ini, misalnya pada tahun 2011 dan 2015 tidak ada kegiatan

pencetakan sawah. Jumlah luas lahan sawah yang dicetak di Jawa Barat selama

periode tahun 2010-2015, yang terkecil adalah 50 ha pada tahun 2010, dan yang

terluas adalah 200 ha pada tahun 2012 dan 2013. Jumlah kumulatif cetak sawah di

provinsi ini selama periode tahun 2010-2015 adalah 600 ha.

Di Kabupaten Sukabumi, kegiatan cetak sawah yang dilaksanakan langsung

oleh Kodim (tidak dikontrakkan) dapat diselesaikan dengan baik, tidak mempunyai

masalah yang berarti. Lahan cetak sawah tersebut dapat segera ditanami padi oleh

petani penerima bantuan cetak sawah tersebut, sehingga mereka dapat memperoleh

manfaat yang nyata dari kegiatan ini.

Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa tidak ada pencetakan sawah baru oleh

Pemerintah di Jawa Tengah. Tidak dicetaknya sawah baru di provinsi ini perlu

Page 67: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

67

dipertimbangkan kembali, mengingat konversi lahan sawah beririgasi di Jawa Tengah

selama periode tahun 2012-2015 adalah sekitar 8,15% per tahun (Pusdatin, 2016).

Sementara itu di Riau tahun 2010 telah dicetak sawah seluas 901 ha, meningkat

menjadi 4.650 ha pada tahun 2013. Selanjutnya, luas lahan sawah yang dicetak

Pemerintah cenderung menurun menjadi 977 ha, dan tidak ada pencetakan sawah

baru pada tahun 2015.

Dengan membandingkan data perkembangan luas lahan sawah beririgasi

periode tahun 2011-2015, dengan luas cetak sawah selama periode yang sama di

Riau (Pusdatin 2016), dapat diperhitungkan bahwa penyusutan lahan sawah

beririgasi di Riau adalah sekitar 11.286,54 ha. Dengan demikian, luas lahan sawah

yang telah dicetak secara kumulatif selama periode 2011-2105 di provinsi ini

mengkiompoensasi 87,8% (9.904,5 ha) luas penyusutan lahan sawah dalam periode

yang sama.

Data pada Tabel 4.8 juga mencantumkan perkembangan luas cetak sawah

oleh Pemerintah selama periode tahun 2010-2015. Dari data tersebut dapat dilihat

bahwa luas cetak sawah di Indonesia cenderung meningkat dari 9.883 ha pada tahun

2010, menjadi 20.070 ha pada tahun 2015. Luas cetak sawah selama periode tahun

2010-2015 pernah mencapai puncaknya pada tahun 2012, yaitu dengan luas cetak

sawah sebesar 98.432 ha.

Tabel 4.8. Kegiatan cetak sawah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Riau

tahun2010-2015

No Provinsi Tahun (ha)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Jawa Barat 50.0 0.0 200.0 200.0 150.0 0.0

2 Jawa Tengah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

3 Riau 901.0 2,172.3 4,650.0 2,105.2 977.0 0.0

4 Indonesia 9,883.0 51,347.3 98,432.0 57,909.1 25,596.5 20,070.0

Sumber: Ditjen PSP 2015 dan 2016.

Page 68: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

68

Dengan membandingkan data perkembangan luas lahan sawah beririgasi di

Indonesia selama periode tahun 2011-2015 (Pusdatin 2016) dengan data luas cetak

sawah selama periode yang sama, dapat diperhitungkan bahwa penyusutan lahan

sawah beririgasi di Indonesia sekitar 406.366, ha. Dengan demikian luas cetak sawah

secara kumulatif dalam periode 2011-2105 seluas 233.285 hanya mengkompensasi

sekitar 57,41% dari luas penyusutan lahan sawah dalam periode yang sama.

Kegiatan perluasan sawah pada tahun 2015 ditargetkan seluas 23.000 ha dan

terealisasi seluas 20.070 ha atau 87,26%. Target perluasan sawah tahun 2016

mengalami peningkatan menjadi 200.600 ha, namun terjadi penghematan sehingga

target diturunkan menjadi 132.155 ha dan terealisasi sebesar 129.096 ha atau

97,69% (Ditjen PSP 2016).

e. Kendala kegiatan cetak sawah

Beberapa hambatan dan kendala di lapang yang dihadapi dalam pelaksanaan

program/kegiatan cetak sawah diidentifikasi berupa kendala administratif dan teknis

di antaranya sebagai berikut (Ditjen PSP 2016). Kendala administratif berupa: (i)

Hasil SID yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan konstruksi cetak sawah kurang

akurat, (ii) tidak semua lokasi kegiatan dilengkapi shop drawing. (iii) dokumen

lingkungan (UKL-UPL dan izin lingkungan) terlambat diterbitkan, (iv) penetapan

CP/CL belum sepenuhnya mengikuti ketentuan dalam pedoman teknis, sehingga

masih ada beberapa lokasi mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber air, (v)

kurang lancarnya koordinasi dan komunikasi, baik koordinasi internal organisasi

keproyekan, maupu koordinasi eksternal antar dinas dan instansi terkait, (vi) adanya

penghematan anggaran menjelang akhir tahun anggaran sehingga proses

penyelesaian dokumen anggaran menghambat realisasi, (vii) dukungan pembiayaan

oleh Pemda melalui APBD provinsi dan kabupaten masih sangat terbatas, bahkan ada

kabupaten yang sama sekali tidak mendapat dukungan pembiayaan, dan (viii) masih

banyak administrasi kegiatan perluasan sawah yang belum lengkap, baik dari mulai

dokumen perencanaan, laporan bulanan, maupun laporan akhir.

Page 69: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

69

Dari hasil Anjak di tiga provinsi, kendala teknis yang sering ditemui dalam

kegiatan cetak sawah diantaranya sebagai berikut:

1) Kurangnya jumlah alat berat, sulitnya mobilisisasi alat berat ke lokasi terutama

lokasi yang merupakan kepulauan, adanya banjir, serta beberapa lokasi yang

mempunyai vegetasi sangat berat;

2) Lokasi yang berpencar (spot luasan kecil), sehingga memakan waktu yang lama

untuk mobilisasi alat berat dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya,

3) Sawah yang sudah selesai dicetak tidak bisa segera ditanami, karena antara lain

lokasi terkena banjir, kebiasaan petani yang tidak mau tanam di luar kebiasaan

musim tanam di wilayah setempat, dan sumber air terbatas (lokasi sumber air

yang jauh dari lokasi kegiatan perluasan sawah);

4) Masih ada beberapa lokasi yang terdapat tumpukan sisa land clearing dan masih

berada di lokasi sawah, sulitnya membuang kayu-kayu hasil penebangan dan

pembersihan lahan, sehingga kayu-kayu ini ditumpuk di suatu tempat, yang

apabila hal ini berlangsung lama dapat menjadi sarang hama tikus,

5) Banyak tunggul pohon dan batu sangat besar (kasus di Kabupaten Siak Riau) ;

dan

6) Elevasi tanah sangat curam, melebihi persyaratan kemiringan maksimal 8%,

yang menyebabkan pencetakan sawah harus dibuat dengan menggunakan

sistem terasering dan menyebabkan kurangnya efektivitas manfaat dari kegiatan

cetak sawah di lokasi tersebut (kasus di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat).

f. Tindak lanjut kegiatan cetak sawah

Upaya penambahan baku lahan tanaman pangan melalui perluasan sawah

sangat penting untuk mendukung pemantapan ketahanan pangan, mengingat

kebutuhan produksi tanaman pangan terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan

sawah setiap tahun terjadi pada areal yang cukup luas berkelanjutan. Kegiatan cetak

sawah, jika diintegrasikan dengan berbagai kegiatan kegiatan pendukung yang

terkait lainnya di lokasi dapat memberikan dampak positif secara langsung maupun

Page 70: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

70

tidak langsung bagi ekonomi perdesaan, seperti: (a) Terserapnya tenaga kerja

perdesaan, (b) meningkatnya produksi beras setempat yang dapat menekan

ketergantungan penyediaan beras dari daerah lain, (c) meningkatnya akses

petani/mastarakat setempat terhadap prasarana irigasi, drainase dan jalan, (d)

meningkatnya akses petani setempat terhadap bantuan alat dan mesin pertanian,

pupuk, benih, serta meningkatnya akses petani terhadap sarana pemasaran hasil

pertanian (Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013).

Namun demikian ada beberapa kegiatan yang harus segera dilaksankan agar

sawah baru tersebut efektif dalam pemanfaatannya. Jika lahan hasil cetak sawah

tidak segera diusahakan dengan intensif, maka lahan tersebut akansangat mudah

menyemak kembali. Tunggul pohon, batu sangat besar, dan sisa-sisa kayu yang

menumpuk di lahan sawah cetakan baru akan menghambat pemanfaatan lahan

sawah yang baru dicetak, sehingga lahan tersebut dapat menjadi sarang tikus dan

hama/penyakit tanaman lainnya, serta dapat menurunkan kualitas lingkungan karena

lahan sawah tersebut akan cepat menyemak.

Tindak lanjut terhadap permasalahan yang dihadapi dalam rangka

meningkatkan kinerja bagi kegiatan cetak sawah yang akan datang adalah

(Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, 2013):

1) Melakukan verifikasi lapang terhadap hasil SID, sehingga diperoleh lokasi hasil

SID yang benar-benar sesuai untuk kegiatan perluasan sawah baik dari kesesuian

lahan maupun luasannya.

2) Pelaksana wajib membuat shop drawing diseluruh lokasi yang digunakan untuk

acuan kerja lapang.

3) Penetapan CP/CL harus dilakukan secara lebih selektif dengan mengacu pada

pedoman teknis kegiatan perluasan sawah.

4) Meningkatkan koordinasi dan komunikasi yang lebih efektif secara internal dalam

organisasi pelaksana dari pusat, daerah, sampai ketingkat lapangan.

5) Meningkatkan koordinasi dengan dinas dan instansi terkait, terutama untuk

mendapatkan: (a) Percepatan dalam pembuatan izin lingkungan oleh bupati; (b)

dukungan alat berat; (c) dukungan untuk membangun saluran pembuang,

Page 71: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

71

pintu/kleb untuk daerah rawa lebak yang banjir, atau pembuatan bendungan,

sumur bor, mapun pompanisasi untuk daerah-daerah kering/yang tidak

mempunyai sumber air yang mencukupi; (c) dukungan untuk pembersihan

simpukan sisa land clearing, atau mengganti lokasi yang mengalami masalah

simpukan dengan lahan lain yang lebih sesuai untuk cetak sawah, dan (d)

dukungan anggaran dari APBD provinsi dan kabupaten untuk membantu dalam

monitoring dan pembinaan kegiatan perluasan lahan di tahun yang akan datang.

6) Memperbaiki sistem pelaksanaan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

monitoring, evaluasi dan pelaporan.

7) Meningkatkan intensitas pembinaan dan pemberian bantuan sarana produksi

kepada petani, agar petani dapat segera mengusahakan lahan sawah tersebut

secara berkelanjutan.

4.5. Pengembangan Jaringan Irigasi dan Pemanenan Air

Berdasarkan Renstra Ditjen PSP Tahun 2015–2019 sasaran program

pengembangan jaringan irigasi adalah meningkatnya infrastruktur air irigasi

mendukung produksi pertanian yang diukur melalui empat indikator kinerja yaitu

(Direktoret Irigasi Pertanian 2017a):

1. Jumlah luas areal sawah yang jaringan irigasinya direhabilitasi atau ditingkatkan

fungsinya,

2. Jumlah bangunan dan peralatan pelengkapnya pemanfaatan sumber air yang

dibangun,

3. Jumlah luas areal lahan rawa yang jaringan irigasinya dibangun/direhabilitasi,

dan

4. Jumlah bangunan konservasi air yang dibangun dalam rangka antisipasi

perubahan iklim.

Terkait dengan peningkatan layanan irigasi tersebut telah dilakukan upaya-

upaya seperti: Peningkatan fungsi prasarana, penerapan teknologi hemat air,

peningkatan partisipasi masyarakat, pengembangan dan pemberdayaan

kelembagaan Petani Pemakai Air (P3A) dalam pengelolaan air irigasi dan produksi

Page 72: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

72

pertanian, dan pengembangan teknik pemanenan air dengan pengembangan

embung dan pemanfaatan sumber air tanah dan air permukaan.

Dalam implementasinya, pengembangan jaringan irigasi dilaksanakan melalui

enam kegiatan yang didanai dari alokasi APBN, yaitu: Rehabilitasi jaringan irigasi,

pengembangan irigasi perpipaan/perpompaan, pengembangan irigasi rawa,

pengembangan/pelaksanaan konservasi air dan antisipasi perubahan iklim, water

resources and irrigation sector management program (WISMP), dan dukungan

manajemen aspek air irigasi untuk pertanian (pusat dan daerah). Selanjutnya

pembahasan akan difokuskan pada kegiatan: (1). Rehabilitasi jaringan irigasi dan (2)

pengembangan konservasi air dan antisipasi perubahan iklim (khususnya kegiatan

pengembangan embung, dam parit, dan long storage).

a. Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT)

Kegiatan RJIT dilaksanakan dilapangan dengan mengacu pada Pedoman

Teknis Rehabilitasi Jaringan Irigasi (Direktorat Irigasi Pertanian 2017b). Secara

ringkas diskripsi mengenai kegiatan, kriteria kelompok penerima bantuan, dan

tahapan pelaksanaan kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut.

Dalam konteks Upsus Pajale, khususnya peningkatan produksi padi, kegiatan

RJIT merupakan salah satu komponen penting dan berdampak langsung terhadap

upaya peningkatan produktivitas dan produksi padi. Pengelolaan air irigasi dari hulu

(upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana

irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan,

bendung, saluran primer, saluran sekunder, boks bagi, bangunan ukur, saluran

tersier dan saluran tingkat usaha tani. Tidak berfungsinya, atau rusaknya salah satu

bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem irigasi yang ada, sehingga

mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menurun.

Kegiatan RJIT merupakan kegiatan perbaikan/ penyempurnaan jaringan irigasi

guna mengembalikan/meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula

sehingga menambah luas areal tanam dan/atau meningkatkan intensitas pertanaman

(IP). Adapun yang dimaksud dengan jaringan irigasi tersier adalah jaringan saluran

Page 73: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

73

yang melayani areal di dalam petak tersier. Jaringan tersier terdiri dari: (1) Saluran

dan bangunan tersier, (2) saluran dan bangunan kuarter, dan (3) saluran pembuang.

Dalam rangka menjamin efektifitas program/kegiatan dan meningkatkan

akuntabilitas pelaksanaan kegiatan RJIT, maka calon penerima bantuan disyaratkan

memenuhi kriteria teknis, kriteria lokasi, dan kriteria penerima bantuan, yang secara

ringkas dapat diuraikan sebagai berikut (Direktorat Irigasi Pertanian, 2017b):

Calon lokasi penerima bantuan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai

berikut: Jaringan primer, sekunder dalam kondisi baik dan sumber air tersedia, lebar

dan tinggi saluran disesuaikan dengan debit air dan luas lahan sawah yang akan

diairi (luas oncoran), kemiringan (slope) saluran disesuaikan dengan kelerengan

lahan 2%, luas lahan sawah kelompok tani minimal 15 ha sedangkan P3A minimal 25

Ha, meningkatkan IP minimal 0,5 untuk lahan sawah dengan IP ≤ 2 , dan

mempertahankan IP untuk lahan sawah dengan IP ≥ 2.

Calon lokasi penerima bantuan harus memenuhi persyaratan lokasi sesuai

dengan kriteria sebagai berikut: Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi dilaksanakan

pada jaringan tersier di daerah irigasi pemerintah, pemerintah provinsi, maupun

pemerintah kabupaten/kota, dan irigasi desa yang memerlukan perbaikan/

peningkatan; lokasi diutamakan pada daerah irigasi yang jaringan tersiernya

mengalami kerusakan dan/atau memerlukan peningkatan; jaringan primer, sekunder

dalam kondisi baik dengan sumber air yang tersedia dan dibuktikan dengan surat

keterangan dari dinas/balai lingkup pengairan; lokasi kegiatan rehabilitasi jaringan

irigasi dilaksanakan pada daerah irigasi yang sudah ditetapkan dalam POK (Petunjuk

Operasional Kegiatan) kabupaten/kota; dan lokasi dilengkapi dengan koordinat

(LU/LS – BT/BB).

Calon petani penerima bantuan diharuskan memenuhi persyaratan penerima

bantuan sesuai dengan kriteria sebagai berikut: Tergabung dalam wadah P3A

dan/atau Poktan atau Gapoktan; P3A atau GP3A dan/atau Poktan dan Gapoktan yang

mempunyai semangat partisipatif; Poktan, Gapoktan dan P3A membentuk Unit

Pengelola Keuangan dan Kegiatan (UPKK) yang mempunyai tanggung jawab dan

Page 74: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

74

wewenang untuk menguji tagihan, memerintahkan pembayaran dan melaksanakan

pembayaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi.

Mekanisme pelaksanaan kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi melibatkan

partisipasi kelompok tani/gapoktan/P3A penerima bantuan pemerintah, mulai dari

perencanaan, persiapan, pelaksanaan kontruksi, dan pemeliharaan jaringan irigasi,

yang dibimbing/dibina oleh petugas Dinas Pertanian dan instansi terkait. Secara

ringkas berapa tahapan kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat penerima

bantuan dapat diuraikan sebagai berikut (Direktorat Irigasi Pertanian, 2017b).

SID dimaksudkan untuk verifikasi calon petani dan calon lokasi yang sesuai

dengan kriteria Rehabilitasi Jaringan Irigasi baik dari segi teknis maupun sosial. SID

dilaksanakan oleh Tim Teknis/Koordinator Lapangan yang berkoordinasi dengan

instansi terkait. Pelaksanaan SID dibiayai oleh daerah (tidak termasuk dalam dana

bantuan pemerintah yang dialokasikan) dan dilaksanakan oleh petugas Dinas lingkup

Pertanian Kabupaten/Kota bersama dengan petugas Kecamatan atau dikerjasamakan

dengan pihak lain.

Penyusunan RUK dilaksanakan dengan musyawarah P3A atau Poktan dengan

bimbingan tim teknis atau koordinator lapangan. RUK disusun berdasarkan

kebutuhan bahan dari hasil SID antara lain: memuat rencana : (i) volume (panjang)

saluran, komponen jaringan irigasi tersier yang akan dibangun/direhabilitasi, (ii)

kebutuhan bahan, (iii) sewa alat, (iv) tenaga kerja, (v) jumlah biaya, (vi) sumber

biaya (bantuan pemerintah dan partisipasi masyarakat) dan (vii) waktu pelaksanaan.

RUK yang telah disusun harus disetujui oleh tim teknis/koordinator lapangan dan

diketahui oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan konstruksi rehabilitasi jaringan irigasi dilaksanakan secara

swakelola oleh P3A atau Poktan secara bergotong royong dengan memanfaatkan

tenaga kerja anggotanya. Kepada anggota kelompok yang berpartisipasi dapat

diberikan insentif kerja yang nilainya ditentukan berdasarkan musyawarah kelompok

dan harus tertulis dalam RUK. Kegiatan konstruksi rehabilitasi jaringan irigasi

disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan, antara lain: (a) Merehabilitasi

jaringan irigasi tersier antara lain meliputi: saluran pembawa (conveyance), saluran

Page 75: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

75

pembuang (drainage), serta bangunan lainnya, seperti: boks bagi, siphon, talang,

bangunan terjun, gorong – gorong, dan (b) merehabilitasi bangunan penangkap air,

seperti bendung sederhana dan bangunan pelengkapnya dibuat dengan ukuran atau

dimensi sesuai dengan kondisi lapangan.

b. Pengembangan sarana pemanenan air

Kegiatan pemanenan air berupa pembanguan embung, dam parit, long

storage, dilaksanakan dilapangan dengan mengacu pada Pedoman Teknis

Pengembangan Embung, Dam Parit, Long Storage (Direktorat Irigasi Pertanian,

2017c). Secara ringkas diskripsi mengenai kegiatan, kriteria kelompok penerima

bantuan, dan tahapan pelaksanaan kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut.

Dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh sektor pertanian karena usaha

di sektor pertanian merupakan sektor paling rentan (vulnerable) terhadap perubahan

iklim. Perubahan iklim secara langsung akan berpengaruh terhadap capaian

ketahanan pangan nasional. Konservasi air sebagai langkah adaptasi terhadap

dampak perubahan iklim dilakukan melalui pemanenan air hujan dan aliran

permukaan (rain fall and run off harvesting) pada musim hujan untuk dimanfaatkan

pada saat terjadi krisis air terutama pada musim kemarau. Pemanenan dilakukan

dengan menampung air hujan dan run off antara lain melalui pembuatan embung

pertanian, dam parit, dan long storage.

Sejalan dengan pola pemanenan air melalui embung pertanian diarahkan

untuk menambah ketersediaan air untuk pertanian serta dapat memperlambat laju

aliran dengan meresapkan air ke dalam tanah (recharging). Teknologi ini dianggap

efektif karena secara teknis dapat menampung volume air dalam jumlah relatif besar

dan dapat mengairi areal yang relatif luas, jika dibangun secara seri (cascade series).

Pola konservasi air yang sederhana tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan

kemampuan petani yaitu menampung air limpahan atau dari mata air, dan atau

meninggikan muka air dalam skala mikro. Kegiatan pengembangan embung, dam

parit, long storage mulai dialokasikan pada TA. 2015 melalui bantuan Pemerintah

pusat, dan dilaksanakan melalui penyaluran dana bantuan oleh Ditjen PSP Kementan.

Page 76: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

76

Pengembangan prasarana ini bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan

ketersediaan sumber air di tingkat usaha tani sebagai suplesi air irigasi untuk

komoditas tanaman pangan dan mengurangi risiko terjadinya kegagalan panen akibat

kekeringan pada lahan usaha tani di musim kemarau (Kementan 2016).

(1) Pengembangan embung pertanian.

Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam/cekungan untuk

menampung air limpasan (run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha

pertanian. Persyaratan teknis pembuatan embung adalah sebagai berikut:

Tersedianya sumber air yang dapat ditampung, baik berupa aliran permukaan dan

atau mata air. Jika sumber air berasal dari aliran permukaan, maka pada lokasi

tersebut harus terdapat daerah tangkapan air. Volume embung yang dilaksanakan

minimal 500 m3.

Sementara itu, persyaratan lokasi dan kelompok penerima bantuan adalah: (a)

Lokasi embung diutamakan pada daerah cekungan tempat mengalirnya aliran

permukaan saat terjadi hujan, (b) lokasi pengembangan embung diupayakan tidak

dibangun pada tanah berpasir, porous (mudah meresapkan air) karena air cepat

hilang. Bila terpaksa dibangun di tempat yang porous, maka dasar embung harus

dilapis linning, plastik, tanah liat, atau geomembrane; (b) Embung dibuat dekat lahan

usaha tani yang rawan terhadap kekeringan, mudah untuk dialirkan ke petak-petak

lahan usaha tani. Apabila lokasi lahan usaha tani berada di atas embung dapat

dialirkan dengan menggunakan pompa atau alat lainnya; dan (c) lokasi tempat

pengembangan embung status kepemilikannya jelas (tidak dalam sengketa) dan

tidak ada ganti rugi yang dilengkapi dengan surat pernyataan oleh kelompok

penerima manfaat.

(2) Pembuatan dam parit

Dam Parit adalah suatu bangunan konservasi air berupa bendungan kecil pada

parit-parit alamiah atau sungai-sungai kecil yang dapat menahan air dan

meningkatkan tinggi muka air untuk disalurkan sebagai air irigasi. Persyaratan

pembuatan dam parit adalah sebagai berikut: Debit sungai yang dibendung minimal

5 liter/detik dan luas lahan usaha tani yang dapat diairi minimal 25 ha.

Page 77: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

77

Persyaratan lokasi dan kelompok penerima bantuan untuk prasarana dam parit

sebagai berikut: (a) Letak dam parit harus memperhatikan kemudahan dalam

membendung dan mendistribusikan air serta mempunyai struktur tanah yang kuat

untuk pondasi bendung; (b) dam parit dapat dibangun secara bertingkat pada satu

parit/sungai yang sama, dengan syarat air pada masing-masing dam parit berasal

dari daerah tangkapan air di atasnya; (c) pemanfaatan air diupayakan bisa secara

gravitasi, apabila tidak memungkinkan dapat melalui pompanisasi, dan (d) lokasi

tempat pengembangan dam parit dilengkapi dengan surat pernyataan tidak ada ganti

rugi lahan oleh kelompok penerima manfaat dan sebaiknya dilengkapi surat ijin dari

instansi yang berwenang.

(3) Pengembangan long storage

Long stroge adalah bangunan penahan air yang berfungsi menyimpan air di

dalam sungai, kanal dan atau parit pada lahan yang relatif datar dengan cara

menahan aliran untuk menaikkan permukaan air sehingga cadangan air irigasi

meningkat. Persyaratan pembuatan Long Storage adalah sebagai berikut:

Tersedianya sumber air yang dapat ditampung, antara lain dari aliran permukaan

(sungai) dan saluran irigasi dan kemiringan saluran lebih kecil dari 3%.

Persyaratan lokasi dan kelompok penerima bantuan sebagai berikut: Lokasi

Long Storage diupayakan pada saluran drainase/alur-alur alami, yang secara alamiah

tempat mengalirnya air menuju sungai atau ke laut; (b) Long Storage dibuat dekat

lahan usaha tani yang membutuhkan suplesi air irigasi atau rawan terhadap

kekeringan. Pemanfaatannya dapat menggunakan pompa atau alat lainnya, dan

lokasi tempat Pengembangan Long Storage dilengkapi surat pernyataan tidak ada

ganti rugi lahan oleh kelompok penerima manfaat dan sebaiknya dilengkapi surat ijin

dari instansi yang berwenang.

Mekanisme pelaksanaan kegiatan pengembangan embung pertanian

melibatkan partisipasi Poktan, Gapoktan, atau P3A setempat, mulai dari persiapan,

perencanaan, pelaksanaan kontruksi, dan pemeliharaan, yang dibimbing oleh

petugas Dinas Pertanian dan instansi terkait. Tahapan kegiatan yang melibatkan

peran serta masyarakat penerima bantuan dapat diuraikan sebagai berikut: (1).

Page 78: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

78

Survei, Investigasi dan Desain (SID), (2). Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan

(RUK), dan (3) pelaksanaan konstruksi, sesuai dengan spesifikasi untuk embung,

dam parit, dan long storage.

c. Kinerja pengembangan jaringan irigasi tersier dan pemanenan air

Perkembangan luas lahan sawah yang telah dilakukan rehabilitasi jaringan

irigasi tersiernya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau selama periode

tahun 2010-2015 dapat dilihat pada Tabel 4.9. Di Jawa Barat terlihat bahwa trend

luas lahan sawah yang telah mengalami rehabilitasi jaringan tersiernya cenderung

meningkat dari tahun ke tahun, yaitu dari 8.240 ha pada tahun 2010, menjadi

268.358 ha pada tahun 2015. Walaupun demikian, terlihat bahwa luas areal sawah

yang jaringan irigasi tersiernya telah direhabilitasi setiap tahunnya tidak selalu

meningkat, tetapi ada masa-masa yang luas lahan yang telah direhabilitasi menurun,

yaitu dari periode tahun 2013-2014, tetapi setelah itu pada tahun 2015 areal sawah

yang luas lahannya telah direhabilitasi meningkat kembali. Secara kumulatif luas

areal sawah di Jawa Barat yang telah direhabilitasi jaringan irigasi tersiernya selama

periode tahun 2010-2015 adalah 451.826 ha.

Di Jawa Tengah selama periode tahun 2010-2015 terlihat bahwa trend luas

lahan sawah yang telah mengalami rehabilitasi jaringan tersiernya cenderung

meningkat dari tahun ke tahun, yaitu dari 12.940,00 ha pada tahun 2010 menjadi

172.100,00 ha pada tahun 2015. Seperti pola rehabilitasi jaringn irigasi tersier di

Jawa Barat, luas areal lahan sawah yang telah direhabilitasi jaringan irigasi tersiernya

di Jawa Tengah cenderung meningkat pada periode tahun 2010-2012, kemudian

menurun pada tahun 2013-2014, tetapi naik kembali pada tahun 2015. Secara

kumulatif luas areal sawah di Jawa Tengah yang telah direhabilitasi jaringan irigasi

tersiernya selama periode tahun 2010-2015 adalah 413.317,00 ha.

Perkembangan luas lahan sawah yang telah dilakukan rehabilitasi jaringan

irigasi tersiernya di Riau selama periode tahun 2010-2015 cenderung meningkat dari

tahun ke tahun, yaitu dari 944,00 ha pada tahun 2010 menjadi 11.048,00 ha pada

tahun 2015. Seperti pola rehabilitasi jaringan irigasi tersiernya di Jawa Barat dan di

Page 79: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

79

Jawa Tengah, luas areal lahan sawah yang telah direhabilitasi jaringan irigasi

tersiernya di Riau cenderung meningkat pada periode tahun 2010-2012, kemudian

menurun pada tahun 2013-2014, tetapi naik kembali pada tahun 2015. Secara

kumulatif luas areal sawah di Riau yang telah direhabilitasi jaringan irigasi tersiernya

selama periode tahun 2010-2015 adalah 33.872,00 ha.

Perkembangan luas lahan sawah yang telah dilakukan rehabilitasi jaringan

irigasi tersiernya secara nasional selama periode tahun 2010-2015 juga disajikan

dalam Tabel 4.9. Terlihat bahwa trend luas lahan sawah yang telah mengalami

rehabilitasi jaringan irigasi tersiernya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yaitu

dari 102.298 ha pada tahun 2010 menjadi 2.458.471ha pada tahun 2015. Seperti

pola rehabilitasi jaringan irigasi tersier di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau, luas

areal lahan sawah yang telah direhabilitasi jaringan irigasi tersiernya secara nasional

cenderung meningkat pada periode tahun 2010-2012, kemudian menurun pada

tahun 2013-2014, tetapi naik kembali pada tahun 2015. Secara kumulatif luas areal

sawah di tingkat nasional yang telah direhabilitasi jaringan tersiernya selama periode

tahun 2010-2015 adalah 4.237.746 ha.

Menurut Pusdatin (2016) luas lahan sawah irigasi di Indonesia adalah

4.751.091 ha. Jika pada periode tahun 2010-2105 luas kumulatif lahan sawah yang

telah direhabilitasi jaringan irigasi tersiernya adalah 4.237.746 ha, berarti capaian

luas lahan sawah irigasi yang telah direhabilitasi jaringan tersiernya cukup tinggi,

yaitu sekitar 89,20 persen.

Tabel 4.9. Pengembangan jaringan irigasi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Riau, dan Indonesia 2011 – 2015

Provinsi Tahun (ha)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jawa Barat 8,240 14,723 65,755 55,250 39,500 268,358

Jawa Tengah 12,940 25,125 73,700 62,802 66,650 172,100

Riau 944 3,180 10,500 2,400 5,800 11,048

Indonesia 102,298 212,126 531,128 489,888 443,836 2,458,471

Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2015 dan 2016).

Page 80: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

80

Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Anggaran Tahun 2016 (Direktorat

Irigasi Pertanian, 2017a) dari pengukuran empat 4 indikator kinerja dapat

disimpulkan bahwa indikator jumlah luas areal sawah yang jaringan irigasinya

direhabilitasi atau ditingkatkan fungsinya pada tahun 2016 telah mencapai 442.015

ha, dari target seluas 454.253 ha (97,36%). Dengan demikian kegiatan RJIT ini

dapat termasuk dalam kategori berhasil.

Perkembangan kegiatan pembuatan embung di Provinsi Jawa Barat, Jawa

Tengah, dan Riau disajikan dalam Tabel 4.10. Di Jawa Barat terlihat bahwa ada

kecenderungan peningkatan jumlah embung yang dibangun dari tahun ke tahun,

yaitu dari 8 unit pada tahun 2010 menjadi 54 unit pada tahun 2015. Selama periode

tahun 2010-2015, jumlah embung yang telah dibangun di Jawa Barat terbanyak yaitu

408 pada tahun 2014. Jumlah embung yang tersedikit pernah dibangun adalah 8 unit

pada tahun 2010. Secara kumulatif, selama periode tahun 2010-2015 telah dibangun

sejumlah 709 unit embung di Jawa Barat.

Perkembangan pembuatan embung di Jawa Tengah menunjukkan jumlah

embung yang dibangun cenderung meningkat, yaitu dari 48 unit pada tahun 2010

menjadi 61 unit pada tahun 2015. Selama periode tahun 2010-2015, jumlah embung

yang telah dibangun terbanyak yaitu 336 pada tahun 2014. Jumlah embung yang

tersedikit pernah dibangun adalah 15 unit pada tahun 2013. Secara kumulatif,

selama periode tahun 2010-2015 di JawaTengah telah dibangun sejumlah 864 unit

embung.

Tabel 4.10. Jumlah embung di Provinsi di Provinsi Jawa barat, Jawa Tengah, dan

Riau, dan Indonesia 2011 – 2015

Provinsi Tahun (paket)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jawa Barat 8 146 82 11 408 54

Jawa Tengah 48 273 131 15 336 61

Riau 2 32 75 18 48 5

Indonesia 240 3140 1553 415 9504 318 Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (2015 dan 2016).

Page 81: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

81

Jumlah embung yang dibangun dari tahun ke tahun di Riau cenderung

meningkat, yaitu dari 2 unit pada tahun 2010 menjadi 5 unit pada tahun 2015.

Selama periode tahun 2010-2015, jumlah embung yang terbanyak telah dibangun

yaitu 75 pada tahun 2014. Jumlah embung yang tersedikit pernah dibangun adalah 2

unit pada tahun 2010. Secara kumulatif, selama periode tahun 2010-2015 di Riau

telah dibangun sejumlah 180 unit embung.

Sementara itu, seperti disajikan dalam Tabel 4.10., jumlah embung yang

dibangun dari tahun ke tahun di Indonesia cenderung meningkat, yaitu dari 240 unit

pada tahun 2010 menjadi 318 unit pada tahun 2015. Selama periode tahun 2010-

2015, jumlah embung terbanyak yang telah dibangun yaitu 9.504 pada tahun 2014.

Jumlah embung tersedikit yang pernah dibangun adalah 240 unit pada tahun 2010.

Secara kumulatif, selama periode tahun 2010-2015 di Indonesia telah dibangun

sejumlah 15.170 unit embung.

Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja AnggaranTahun 2016 (Direktorat Irigasi

Pertanian, 2017a) pada TA 2016 tercapai jumlah bangunan konservasi air yang

dibangun dalam rangka antisipasi perubahan iklim melalui kegiatan Pengembangan

Embung/Dam Parit/Long Storage di 32 Provinsi dan 253 Kabupaten sebanyak 1.860

unit senilai Rp 186 miliar, atau 99.52% dari target 1.869 unit senilai Rp 186,9 miliar.

Berdasarkan kriteria pengukuran keberhasilan pencapaian sasaran, capaian ini

termasuk dalam kategori berhasil.

d. Hambatan dan kendala pengembangan jaringan irigasi dan panen air

Pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana pertanian selama

ini masih mengalami hambatan/kendala, sehingga pencapaian target sasaran

strategis belum 100% tercapai. Dalam rangka meningkatkan kinerja di tahun

mendatang, maka perlu diketahui faktor yang menjadi hambatan dan kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan tahun 2016 agar dapat disempurnakan untuk

kegiatan TA. 2017. Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan

tersebut antara lain ialah (Direktorat Irigasi Pertanian, 2017a):

(1). Kendala Administrasi

Page 82: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

82

a. Terjadinya perubahan struktur organisasi baik di Pusat maupun di beberapa

satker daerah pelaksana kegiatan sehingga terjadi perubahan pejabat pelaksana

kegiatan seperti Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) dan Bendahara yang menyebabkan kegiatan tidak dapat segera

dilaksanakan.

b. Adanya perubahan akun sesuai PMK 168/2015 dari Bantuan Sosial menjadi

Bantuan Pemerintah. Dalam bantuan Pemerintah kelompok penerima bantuan

diharuskan membentuk Unit Pengelola Keuangan dan Kegiatan (UPKK), sehingga

memerlukan waktu pemahaman dan dokumentasi UPKK.

c. Pencairan Bantuan Pemerintah dilakukan secara bertahap. Tahap I sebesar 70%

dan Tahap II sebesar 30% setelah prestasi pekerjaan mencapai 50%.

d. Kebijakan anggaran nasional yang mengharuskan adanya penghematan

anggaran di tahun berjalan, sehingga mengakibatkan adanya revisi DIPA/POK,

relokasi kegiatan, keterlambatan pencairan dan tunda bayar/luncuran pada TA

2017.

(2). Kendala Teknis

a. Masih terbatasnya basis data sistem pengelolaan dan pemanfaatan air sebagai

dasar penentuan lokasi pengembangan irigasi pertanian.

b. Keterbatasan petugas pelaksana kegiatan, secara kuantitas maupun kualitas

pada tingkat kabupaten dan provinsi.

c. Adanya pengaruh faktor alam (iklim) yang mempengaruhi tahap pelaksanaan

kegiatan konstruksi sehingga penyelesaian kegiatan terlambat.

d. Adanya realokasi kegiatan antar provinsi dan kabupaten.

e. Beberapa RJIT yang telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik,

karena: (i) RJIT yang dibangun belum ada saluran primer dan sekundernya, (ii)

Terjadi perbedaan awal kegiatan antara program RJIT oleh Kementan dan

pembangunan saluran primer dan sekunder oleh Kemen-PUPR. Sebagai contoh,

pada lokasi yang sama, RJIT dilaksanakan melalui program Kementan pada TA

2015, sementara pembangunan saluran primer dan sekunder dilaksanakan

melalui program Kemen PUPR untuk TA 2016 (PSEKP, 2015).

Page 83: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

83

f. Di beberapa lokasi terjadi peningkatan harga bahan/material (pasir, batu kali

dan upah tenaga kerja) yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga yang

tertera pada DIPA dengan harga aktual pada saat realisasi sehingga

mempengaruhi kualitas bangunan (PSEKP, 2015).

g. Ada Kelompok Tani (KT) yang sebenarnya sangat memerlukan embung atau

long storage untuk mengatasi permasalahan air (kebanjiran dan kekeringan).

Namun kebutuhan petani akan embung atau long storage ini tidak dapat

diwujudkan, karena KT tidak memiliki/tidak ada lahan yang dapat dihibahkan,

sementara untuk pembangunan prasarana ini pemerintah tidak menyediakan

biaya untuk ganti rugi lahan (kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat).

e. Tindak lanjut pengembangan jaringan irigasi dan embung

Pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi berdampak terhadap peningkatan

IP dan produktivitas, serta produksi padi (Kementan 2016). Namun demikian, masih

terdapat saluran irigasi yang rusak yang belum mendapat kesempatan direhabilitasi.

Oleh karena itu, masih ada peluang untuk meningkatkan luas tanam/panen melalui

perbaikan saluran irigasi untuk meningkatkan IP (Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa

Barat).

Pembangunan Jitut telah memberi dampak pada: (1) Membaiknya saluran air

irigasi, (2) semakin kuatnya tanggul saluran irigasi, (3) berkurangnya kebutuhan

tenaga kerja untuk mengurus air irigasi, dan(4) berkurangnya beban biaya untuk

mendapatkan air irigasi bagi petani anggota yang letak lahannya paling jauh dari

saluran irigasi (Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat). Pembanguanan jitut, jides,

long storage, dan dam parit dapat meringankan permasalahan utama yang dihadapi

oleh sebagian besar petani dalam peningkatan produksi pertanian pangan, yaitu

masalah pengairan (Kasus Kab. Indramayu, Jawa Barat).

Namun demikian, meningkatnya IP, terutama untuk IP padi mempunyai

potensi untuk meningkatnya risiko serangan hama dan penyakit tanaman, terutama

pada tanaman padi di musim kemarau ke dua (MKII) (Kasus Kab. Indramayu, Jawa

Barat). Selain itu, adanya sebagian dari anggota KT yang tidak atau kurang akses

Page 84: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

84

terhadap manfaat dari kegiatan RJIT mempunyai potensi untuk terjadinya

kecemburuan sosial dalam tubuh kelompok itu sendiri (Kasus Kab. Indramayu, Jawa

Barat).

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dari kegaitan ini

diperlukan upaya tindak lanjut dan tindakan antisipatif ke depan sebagai berikut

(Direktorat Irigasi Pertanian, 2017a):

(1). Aspek Administratif

a. Percepatan pelaksanaan kegiatan dengan koordinasi, sosialisasi dan

pembinaan yang lebih intensif.

b. Meningkatkan koordinasi lintas sektoral untuk sinergitas pelaksanaan

kegiatan.

c. Meningkatkan sistim monitoring dengan instrument yang lebih sesuai untuk

pendataan sesuai kebutuhan.

d. Koordinasi dengan Pemda untuk melakukan percepatan penerbitan peraturan

bupati/walikota.

e. Mengoptimalkan sistem pengendalian untuk dapat mengidentifikasi

permasalahan dan solusinya sejak dini.

(2). Aspek Teknis

a. Melakukan koordinasi lintas kementerian (Kemenko Bidang Perekonomian,

Bappenas, Kemen PUPR, Pemda, dan Kementan) untuk mensinergikan

perencanaan pengelolaan irigasi dalam mendukung swasembada pangan.

b. Meningkatkan pembinaan untuk pelaksanaan kegiatan teknis sesuai pedoman

yang telah ditentukan dan RUKK yang telah dibuat. Apabila ada perubahan,

agar dapat segera merevisi RUKK.

c. Meningkatkan persiapan antisipatif terhadap pengaruh iklim dalam

pelaksanaan kegiatan, dengan mengatur rencana pelaksanaan seefektif

mungkin.

d. Dalam pembinaan ke daerah menekankan agar identifikasi calon petani dan

calon lokasi dapat dilakukan pada tahun sebelumnya sehingga proses

penyelesaian administrasi kegiatan dapat dipercepat.

Page 85: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

85

e. Meningkatkan peran swadaya masyarakat untuk menutup kekurangan satuan

biaya dengan adanya kenaikan harga, melaui kegiatan gotong royong/kerja

bakti dan atau program padat karya (PSEKP, 2015).

f. Kesulitan dalam memperoleh lahan untuk pembangunan embung perlu

diupayakan pemecahannya dengan melibatkan para pemangku kepentingan

terkait, yaitu Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintahan Desa, petani

calon pengguna, dan pemangku kepentingan lainnya.

4.6. Kegiatan Pendampingan Upaya Peningkatan Produksi Pangan Pokok

a. Pendampingan oleh Babinsa

Penyuluh sesuai dengan tugas dan fungsinya bertanggung jawab dalam

mengkoordinasikan kegiatan penyuluhan di wilayah kerjanya yang dalam

pelaksanaannya dibantu oleh babinsa yang merupakan unsur TNI-AD terutama dalam

pelaksanaan gerakan serentak, pengawalan, dan pengamanan. Komponen

mahasiswa bertugas membantu melakukan pendampingan terutama dalam rangka

penerapan teknologi dan inovasi peningkatan produksi pajale. Pengawalan program

upsus oleh mahasiwa hanya dilaksanakan pada tahun 2015, sedangkan pengawalan

oleh TNI dilakukan selama tiga tahun (2015-2017) sesuai dalam nota kesepahaman.

Secara terinci sesuai pedoman pengawalan, tugas dari penyuluh dan babinsa dapat

dilihat dalam Tabel 4.11.

Page 86: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

86

Tabel 4.11. Tugas pengawalan dan pendampingan penyuluh dan babinsa dalam

upaya peningkatan produksi pajale.

No. Tugas Penyuluh Tugas Babinsa

1 Melaksanakan pengawalan dan pendampingan pelaksanaan GPPTT, percepatan optimasi lahan (POL), rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT), penambahan areal tanam (PAT) dan demfarm.

Menggerakkan dan memotivasi petani untuk melaksanakan tanam serentak,perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi, dan Gerakan Pengendalian OPT dan Panen.

2 Meningkatkan kemampuan kelembagaan petani (Poktan,Gapoktan, P3A dan GP3A) dan kelembagaan ekonomi petani.

Melaksanakan dukungan dalam keadaan tertentu untuk penyaluran benih, pupuk dan alsintan, serta infrastruktur jaringan irigasi.

3 Mengembangkan jejaring dan kemitraan dengan pelaku usaha.

Melaksanakan pengawasan terhadap pemberkasan administrasi dan penyaluran bantuan kepada penerima manfaat.

4 Melakukan identifikasi, pendataan dan pelaporan teknis pelaksanaan kegiatan.

Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan identifikasi, pendataan dan pelaporan teknis pelaksanaan kegiatan.

Sumber: Pedoman Pengawalan dan Pendampingan Terpadu Penyuluh, Mahasiswa, dan Babinsa, 2015

Dalam perkembangannya, tugas TNI semakin bertambah, tidak hanya terlibat

di sektor hulu dalam kegiatan pra panen (pengawalan penyaluran benih, pupuk, dan

alsintan, perbaikan jaringan irigasi, cetak sawah, pengendalian OPT, dan lainnya)

namun juga terlibat di kegiatan pasca panen yaitu membantu mengoptimalkan

serapan gabah/beras petani yang dikenal dengan istilah sergab (serap gabah) yang

dilaksanakan oleh Perum Bulog. Pelaksanaan di lapangan, TNI terlibat hampir di

semua kegiatan peningkatan produksi pajale secara langsung maupun tidak

langsung, menghadiri rapat/pertemuan, membantu dalam menyiapkan acara-acara

seremonial seperti tanam serentak dan panen.

Berdasarkan tugas yang diuraikan dalam Tabel 4.11, tugas masing-masing

aparat dalam melakukan pendampingan sangat jelas, tidak tumpang tindih namun

bersifat komplementer (saling melengkapi). Demikian pula tata hubungan kerja antar

instansi secara berjenjang juga jelas. Yang menjadi faktor penting dan dibutuhkan

adalah kedua pihak yang bertugas saling koordinasi untuk memudahkan pelaksanaan

tugas. Pada saat dilaksanakan Anjak, harapan tersebut telah terbangun. Sinergi

Page 87: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

87

antara penyuluh dan babinsa dalam pendampingan serta pengawalan kegiatan Upsus

Pajale sudah berjalan baik. Memang diperoleh juga informasi bahwa pada awal

kegiatan Upsus ini, terjadi kekakuan, saling menunggu, atau saling mendahului

dalam pelaksanaan tugas tersebut di tingkat lapangan.

Hasil FGD di provinsi, kabupaten, dan desa contoh secara umum

menyimpulkan bahwa keterlibatan TNI adalah dalam kegiatan Upsus Pajale

memberikan dampak positip. Petani merasa aman dengan pengawalan dari jajaran

TNI-AD saat menerima dan mendistribusikan bantuan sarana dan prasarana

pertanian kepada petani, tidak ada lagi gangguan dari oknum perorangan atau

organisasi masyarakat setempat dalam pelaksanaan aktivitas tersebut.

Di lapangan, penyuluh pertanian dan babinsa berkoordinasi dan bersinergi

dalam melaksanakan pendampingan kepada petani dan menggerakkan para petani

untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan. Kehadiran babinsa di lapangan juga dinilai

positif, interkasi intensif antar penyuluh dan babinsa memberikan proses

pembelajaran bagi penyuluh dan dapat mencontoh kedisiplinan babinsa dakam

bekerja atau melaksanakan tugas.

Kejadian yang dinilai kurang tepat bagi masyarakat atas keterlibatan TNI-AD

terkait dengan pencapaian target serap gabah. Pada awal pelaksanaan sergab,

personil TNI-AD kadangkala agak memaksa petani, pemilik RMU, atau pedagang

beras di desa agar menjual beras ke Bulog. Permasalahannya Bulog membeli gabah

atau beras tersebut dengan harga di bawah harga pasar, sesuai pengaturan dalam

Inpres. Selain itu, menjual gabah dan beras ke Bulog dinilai mereka administrasinya

lebih rumit dari pada menjual ke pasar. Namun demikian, sikap TNI-AD terhadap

kegiatan sergab ini pada saat Anjak dilaksanakan sudah berubah. TNI menyatakan

memperhatikan kesejahteraan petani, sehingga bila petani dapat memperoleh harga

yang lebih tinggi di pasar dari pada dijual ke Bulog, mereka tidak memaksanya untuk

menjual ke Bulog. Kepada para petani, pedagang di desa, atau pemilik RMU yang

dilakukan adalah himbauan dengan mengingatkan bantuan Pemerintah untuk

peningkatan produksi padi yang diterima petani telah cukup banyak, bila sebagian

disisihkan untuk dijual ke Bulog akan sangat diapresiasi.

Page 88: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

88

Keberlanjutan keterlibatan TNI-AD berdasarkan Nota Kesepahaman antara

Menteri Pertanian dengan KASAD seperti diterangkan di atas dijadwalkan berlaku tiga

tahun, selama 2015-2017. Bagaimana keberlanjutan dari Nota Kesepahaman

tersebut?.

Pemikiran keberlanjutan keterlibatan TNI dalam pendampingan produksi

tanaman pangan sebagai berikut. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia

sehingga upaya pemenuhan kebutuhan pangan merupakan keharusan bagi

Pemerintah, tidak hanya untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia namun juga

sebagai upaya menjaga kedaulatan negara. Mewujudkan ketahanan pangan melalui

kemandirian pangan dan kedaulatan pangan oleh Pemerintah menjadi keharusan.

Selain itu, beras merupakan komoditas sosial, ekonomi dan politik yang sangat

strategis, sehingga kekurangan penyediaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

seluruh lapisan mayarakat atau terjadi lonjakan harga beras yang tajam akan

berpengaruh pada stabilitas ekonomi dan politik, yang akhirnya dapat mempengaruhi

ketidakstabilan negara.

Selama ini yang menjadi pendamping utama dalam peningkatan produksi

pangan adalah penyuluh pertanian. Namun saat ini kelembagaan penyuluhan

pertanian telah mengalami perubahan mendasar. UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang

Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menjadikan lembaga

penyuluhan pertanian di daerah menjadi power full dan berdiri sendiri. Di tingkat

provinsi dan kabupaten/kota, lembaga penyuluhan pertanian ada yang berbentuk

badan dan berdiri sendiri setingkat tara dengan eselon 2, atau bergabung dengan

unit kerja ketahanan pangan dan yang mengelola penyuluhan adalah bidang

setingkat eselon 3. (Salah satu bidang pada Badan Penyuluhan Pertanian dan

Ketahanan Pangan atau Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian). Ada

juga yang berdiri sendiri berupa unit kerja Kantor Penyuluhan Pertanian, setingkat

eselon 3.

Namun dengan hadirnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah, yang secara eksplisit tidak menyebut satu kata pun tentang penyuluhan

pertanian, peran pengembangan pertanian masuk di dalam urusan kongkuren atau

Page 89: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

89

sama-sama diemban oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Dampak dari hal tersebut di setiap provinsi dan kabupaten/kota,

lembaga penyuluh pertanian yang dahulu berupa badan/kantor, sejak tahun 2017

bergabung dengan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan keragaman

eselonisasi, berupa bidang (setara eselon 3) atau seksi (setara eselon 4). Perubahan

sangat terasa ditingkat kecamatan, yang dahulu Koordinator Penyuluh Pertanian

yang dikenal dengan nama Korluh sejajar eselonnya dengan kepala UPTP Pertanian

(Mantri Tani) dibawah Dinas Pertanian, dengan adanya UU tersebut kelembagaan

penyuluhan ini belum jelas, yang dapat membawa konsekuensi dalam penyediaan

fasilitas kerja dan anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertaniandan dapat

mempengaruhi etos kerja penyuluh.

Berdasarkan beberapa fakta tersebut, dalam upaya untuk mendorong

peningkatan produksi pangan berkelanjutan, perlu ada penyesuaian dalam pola

pelibatan TNI-AD khususnya babinsa di lapangan.

b. Pelaporan luas tambah tanam

Salah satu tugas penanggung jawab Upsus provinsi dan kabupaten adalah

secara rutin setiap hari harus melaporkan atau mengirim data luas tambah tanam

untuk padi (LTT), luas tambah tanam untuk jagung (LTJ) dan luas tambah tanam

kedelai (LTK). Data tersebut secara berjenjang dikirim dari penanggung jawab

kabupaten ke penanggung jawab provinsi untuk data tingkat kabupaten dan provinsi.

Kemudian data tersebut oleh penanggung jawab provinsi dikirim ke Menteri

Pertanian, Ketua Tim Pelaksana Pokja Upsus, dan/atau ke Kepala Balitbangtan

melalui whatsapp (wa) baik dalam group atau pribadi.

Selain itu penanggung jawab provinsi dan kabupaten mengirim data harian

LTT, LTJ, LTK ke SMS center yang dikelola oleh Pusdatin. Pengiriman data LTT

harian ke SMS center untuk data kabupaten harus disajikan per kecematan,

sedangkan data tingkat provinsi disajikan per kabupaten. Namun dalam

perkembangannya tidak semua kabupaten dan provinsi mengirim data LTT harian

sesuai ketentuan tersebut. Data yang dikirim langsung total provinsi dan total

Page 90: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

90

kabupaten, hal ini dikarenakan data yang disampaikan dari daerah hanya total

kabupaten dengan alasan untuk efisien. Tidak semua orang dapat mengirim data

tersebut karena nomer handphone yang digunakan diberikan dan didaftarkan ke

Pusdatin termasuk password-nya. Alur pelaporan data yang disusun oleh Pusdatin

seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Alur pelaporan data harian luas tambah tanam padi, jagung dan kedelai

Ke SMS Center

Beberapa permasalahan di lapangan terkait dengan upaya peningkatan luas

tambah tanam sebagai berikut:

1. Besaran sasaran atau target luas tambah tanam musim/bulanan yang disusun

oleh Kementerian Pertanian untuk provinsi berubah dan meningkat dibandingkan

target yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini berdampak pada perubahan

target di tingkat kabupaten, dan kadang-kadang Dinas Pertanian Kabupaten

keberatan dengan penambahan target tersebut.

2. Evaluasi capaian luas tambah tanam dilakukan juga menurut bulanan dengan

membandingkan capaian bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Padahal

karena faktor pergeseran musim berdampak pada pergeseran curah hujan antar

bulan.

3. Selama kegiatan Upsus pajale, penanggung jawab provinsi dan kabupaten harus

melaporkan capaian LTT, LTJ, LTK ke Kementan. Pada awalnya, pelaporan luas

tambah tanam tersebut secara mingguan setiap hari rabu, namun dalam

Alur Pelaporan Pokja UPSUS melalui SMS Center

Pokja Upsus

Kab/Kota

Petugas Server

SMS Harian LTT Padi

Menteri

Eselon 1

Laporanrutin

Format SMS:LTTProv kdprov angkalttLTTKab kdkab angkalttLTTkec kdkec angkaltt

0822 1010 33310822 1010 3332

Server SMS center Kemtan

SMS broadcastSMS tertentu

Ket: kdprov, kdkab dan kdkec mengacu kode standar BPS, kdprov: dua digit, kdkab: empat digit dan kdkec: tujuh digit

Page 91: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

91

perkembangannya (pertengahan tahun 2016) pelaporan harus dilakukan secara

harian. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mempercepat penyampaian data, di

setiap kabupaten dan provinsi membangun group whatsapp untuk menampung

data harian tersebut. Data yang masuk whatsapp kabupaten disusun oleh

petugas Upsus kabupaten dan dikirim ke whatsapp provinsi. Sekretariat

penanggung jawab Upsus provinsi menyusun kembali data luas tambah tanam

tersebut sesuai format yang telah ditetapkan. Penanggung jawab upsus provinsi

mengirim data tersebut ke ketua Pokja Upsus dan Menteri Pertanian.

Peningkatan luas tambah tanam dipengaruhi oleh banyak faktor terutama

ketersediaan air dan kebiasaan usahatani yang dilakukan petani. Ketersediaan air

sangat dipengaruhi oleh pola dan intensitas curah hujan karena pada wilayah

tertentu tidak ada sumber air selain curah hujan. Tidak ada bangunan irigasi bahkan

juga tidak dapat dilakukan pompanisasi. Kasus seperti di Provinsi Riau, sumber

pendapatan utama petani adalah hasil dari perkebunan (kelapa sawit, karet)

sedangkan tanam padi hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, tidak

diperjualbelikan. Kondisi lahan untuk tanaman padi adalah lahan rawa dengan

teknologi yang masih sederhana (pengolahan lahan dengan membakar dan saat ini

dilarang oleh pemerintah.

Page 92: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

92

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

1. Peningkatan produksi pangan pokok, khususnya padi, jagung, dan kedelai

(pajale), merupakan salah satu kebijakan pangan nasional yang strategis guna

mencapai kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan. Upsus pajale

merupakan kebijakan operasional yang memiliki sasaran untuk mencapai

swasembada berkelanjutan padi dan jagung, dan swasembada kedelai.

Keberhasilan pencapaian sasaran Upsus pajale dalam peningkatan produksi

dimulai dari tepatnya disain atau rencana masing-masing komponen kegiatan

dan implementasinya. Dalam disain komponen kegiatan Upsus pajale sudah

dirancang upaya peningkatan produksi pangan melalui peningkatan luas

tanam/panen dan produktivitas. Namun demikian, dalam implementasinya

terkesan kesibukan utama di lapangan adalah terkait upaya perluasan tanam

yaitu melalui pelaporan LTT dan pelibatan TNI dalam pengawalan tanam

serempak dan cetak sawah, dan masih kurang seimbang pada upaya

peningkatan produktivitas. Sehubungan dengan itu, kegiatan di lapangan

seharusnya benar-benar mengimplementasikan disain Upsus peningkatan

produksi pajale secara utuh dan komprehensif serta yang digaungkan/gaung

yang tercipta di masyarakat tidak terkesan hanya pada LTT. Untuk itu, pada

saat yang bersamaan direkomendasikan kegiatan di lapangan perlu juga ada

penekanan pada upaya peningkatan produktivitas, antara lain dengan:

a. Memberikan perhatian pada distribusi pupuk bersubsidi sampai ke tingkat

pengecer dan/atau Poktan benar-benar memenuhi kaidah ‘6 tepat’, dengan

arah kebijakan mendorong petani untuk melakukan pemupukan berimbang,

menggunakan pupuk majemuk dan organik dengan proporsi yang cukup.

b. Sebaiknya skema pupuk bersubsidi diberlakukan kepada seluruh program

dan kegiatan peningkatan produksi pajale, sehingga hanya ada satu skema

penyaluran dan penyediaan pupuk bagi petani. Apabila ada kegiatan atau

upaya rintisan dan diperlukan percontohan secara tuntas sampai proses

produksi, direkomendasikan pemberian bantuan sarana produksinya (benih,

Page 93: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

93

pupuk, pestidsida) berupa paket lengkap. Sumbangan/partisipasi petani

diperhitungkan atau diarahkan dalam bentuk jasa tenaga kerja. Dengan

demikian, petani dapat melihat dan membuktikan secara langsung bahwa

pada lahan percontohan dengan penerapan inovasi teknologi secara baik

mampu memberikan hasil yang tinggi.

c. Peningkatan kemampuan petani dalam penerapan teknologi produksi

direkomendasikan dengan penerapan kembali SLPTT atau GP-PTT sebagai

pendekatan pendampingan usahatani.

d. Berdasarkan pembelajaran dari Propinsi Riau, direkomendasikan

pengembangan usahatani pangan sebaiknya disesuaikan dengan potensi

wilayah, agroekosistem, dan budaya bertani setempat. Pada daerah yang

memiliki comparative advantage (keunggulan komparatif) untuk usaha

perkebunan, sebaiknya tidak menjadi wilayah pengembangan utama

usahatani pangan untuk menggantikan tanaman perkebunan, tapi lebih

kepada peningkatan IP dan pemanfaatan lahan yang selama ini belum

termanfaatkan.

2. Penyaluran benih pajale di lapangan memperlihatkan banyak masalah. Prinsip

enam tepat penyediaan benih bagi petani belum dipenuhi, terutama tepat

waktu penyediaan, tepat jenis yang diminati petani, dan tepat mutu benih.

Alternatif kebijakan penyediaan benih yang 6 tepat adalah dengan

mengintensifkan pembinaan dan pemberdayaan penangkar benih petani dan

Poktan dengan disain kegiatan nenggunakan konsep Desa Mandiri Benih (DMB).

3. Pada saat ini organisasi/kelembagaan pertanian di daerah sedang berproses

mengalami perubahan sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang

Perangkat Daerah. Salah satu dampaknya adalah eksistensi keberadaan

kelembagaan penyuluhan di daerah (juga keberadaan penyuluh). Kondisi

ketidakpastian ini dapat berpengaruh pada kinerja aparat pertanian, termasuk

pelaporan LTT. Mengingat penyuluh dan penyuluhan merupakan ujung tombak

Page 94: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

94

dari upaya peningkatan produksi pangan di lapangan, termasuk kegiatan Upsus

pajale, disarankan Kementan untuk melakukan:

a. Evaluasi menyeluruh mengenai kegiatan penyuluh dan penyuluhan di

daerah.

b. Langkah proaktif untuk mencarikan solusi yang dapat merumuskan

kelembagaan penyuluhan dan pembinaan penyuluh di daerah.

4. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan prasarana irigasi, pemanenan air,

dan cetak sawah, disarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Melakukan koordinasi lintas K/L guna mensinergikan perencanaan

pengelolaan irigasi.

b. Melakukan koordinasi dengan Pemda untuk menjadikan pembangunan

jaringan irigasi dan embung sebagai salah satu priorotas daerah, termasuk

dalam penyediaan lahan.

c. Penerapan yang konsisten di lapangan berbagai pedum kegiatan

pengembangan irigasi, pemanenan air, dan cetak sawah.

d. Meningkatkan peran swadaya masyarakat untuk menutup kekurangan

biaya dengan adanya kenaikan harga atau peningkatan volume pekerjaan,

melaui kegiatan gotong royong/ kerja bakti dan/atau program padat karya.

e. Terdapat Poktan atau Gapoktan yang memerlukan prasarana pemanenan

air (embung, long storage) untuk menjamin ketersediaan air sehingga

dapat menanam 2 kali satu tahun, namun tidak memiliki lahan untuk

dihibahkan atau tidak memiliki dana untuk membeli lahan bagi keperluan

tersebut. Kepada kelompok masyarakat petani ini perlu dicarikan jalan

keluar untuk pengadaan lahan, salah satunya dengan sistem matching

fund antar Poktan dengan Pemda dan/atau Pemerintah pusat (Kementan).

Alternatif lainnya adalah adanya kebijakan insentif untuk menumbuhkan

usaha jasa penyediaan air irgasi (pemanenan air).

5. Dalam kegiatan serap gabah (sergap), pendekatan TNI-AD dalam kegiatan yang

mengedepankan kesejahteraan petani sudah tepat, sehingga apabila harga jual

Page 95: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

95

gabah/beras di Bulog secara signifikan lebih rendah dari di pasar, TNI-AD tidak

memaksa petani, pedagang desa, dan penggilingan padi untuk menjual

gabah/beras ke Bulog. Namun untuk memenuhi target sergab, TNI-AD dapat

melakukan pendekatan dengan menggunakan soft skill dengan cara menggugah

hati nurani petani agar mau menjual sebagian gabah ke BULOG dengan harga

HPP plus, sebagai jasa baik atas berbagai bantuan yang dinikmati petani.

6. Peran TNI-AD termasuk aktivitas Babinsa di lapangan berdampak positif pada

pencapaian sasaran peningkatan produksi pangan. Kehadiran Babinsa di

lapangan dinilai positif dalam melancarkan kegiatan Upsus pajale, sinergi antara

penyuluh dan Babinsa sudah terjalin, dan Babinsa berpengaruh positif dalam

meningkatkan etos kerja penyuluh pertanian. Sehubungan dengan itu,

keberlanjutan kerja sama Kementan dengan TNI-AD setelah 2017 (Nota

Kesepahaman menyatakan kerja sama selama 2015-2017) direkomendasikan

sebagai berikut.

a. Sambil memantapkan posisi kelembagaan penyuluhan dan membangun

kekuatan SDM penyuluh yang optimun (kuantitas dan kualitas) di seluruh

daerah pertanian (kabupaten/kota sampai kecamatan dan desa) pelibatan

Babinsa dalam 2-3 tahun ke depan untuk bekerja bersinerji dengan

penyuluh melakukan pendampingan dan pengawalan pelaksanaan kegiatan

Upsus pajale masih dapat diteruskan.

b. Dalam kaitannya dengan butir (a) perlu ditegaskan peran Babinsa sebagai

(i) katalisator agar kegiatan penyuluh dan penyuluhan lebih efektif dan

efisien, dan (ii) pengawalan kegiatan agar tidak terjadi gangguan dalam

pelaksanaan Upsus, seperti kegiatan distribusi sarana dan prasarana

pertanian kepada petani/Poktan.

c. Apabila kelembagaan dan sistem penyuluhan pertanian sudah tertata rapi

dan berfungsi baik, peran pendampingan TNI-AD secara intensif tidak

diperlukan lagi. Namun demikian, peran Babinsa sebagai pembina di desa

tetap diperlukan (on call basis) untuk menjamin kelancaran pelaksanaan

Page 96: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

96

program pertanian, termasuk dalam mengatasi hambatan khusus di

lapangan.

7. Anjak di tiga lokasi kajian provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau)

menunjukkan bahwa secara umum keragaan pengelolaan dan pemanfaatan

bantuan alsintan yang disediakan oleh Pemerintah cukup baik. Untuk peralatan

yang cocok dengan kebutuhan dan agroekosistem setempat, bantuan alsintan

tersebut diapresiasi manfaatnya oleh petani dapat menurunkan biaya produksi

(mengolah lahan, tanam, panen), meningkatkan produksi, dan mengatasi

masalah kelangkaan tenaga kerja. Untuk sebagian jenis alsintan lainnya seperti

rice transplanter dan combine harvester penggunaannya tidak optimal karena

alat tersebut tidak sesuai kebutuhan petani, tidak ada tenaga operator terampil,

dan/atau di daerah padat tenaga kerja seperti di salah satu Poktan di Sukabumi

terjadi labour displacement. Dalam upaya meningkatkan kinerja pengalokasian

dan pemanfaatan bantuan alsintan untuk mendukung program peningkatan

produksi pangan ke depan, maka dalam pengalokasian alsintan sebaiknya

mempertimbangkan beberapa aspek berikut:

a. Kesesuaian agroekologi dan kondisi spesifik lokasi, sehingga secara teknis

alsintan tersebut bisa dioperasikan dan dimanfaatkan secara baik,

b. tingkat kejenuhan alsintan untuk menghindari terjadi idle capacity atau

menghindari terjadi penumpukan alsintan di suatu lokasi, dan sebaliknya di

lokasi lain terjadi kekurangan alsintan,

c. tingkat ketersediaan tenaga kerja, dimana pengalokasian alsintan

diprioritaskan untuk daerah-daerah yang kekurangan tenaga kerja untuk

menghindari “penggantian secara paksa” tenaga kerja dengan alsintan

sehingga menyebabkan munculnya pengangguran baru,

d. ada kelembagaan Poktan, Gapoktan, atau UPJA yang diharapkan akan

mampu mengelola bantuan alsintan secara professional, dan

Page 97: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

97

e. pemberian alsintan juga dapat diproritaskan pada lokasi cetak sawah yang

dapat dijadikan sebagai wahana untuk mempromosikan pengembangan dan

penerapan pertanian modern.

8. Pada aspek pengelolaan alsintan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah

sebagi berikut:

a. Mengevaluasi pemanfaatan alsintan yang telah didistribusikan ke Poktan,

Gapoktan, UPJA, dan Brigade untuk mengetahui efektivitas dalam

pemanfaatannya, untuk mendapatkan lesson learned yang komprehensif.

b. Bantuan alsitan harus dikelola secara profesional sebagai usaha komersial

dan menguntungkan sehingga dapat berkembang sebagai modal usaha

(UPJA). Untuk itu, perlu adanya pelatihan peningkatan kemampuan

manajerial pengelola UPJA dan perbengkelan alsintan melalui pelatihan

ketrampilan teknis, kewirausahaan dan manajemen mekanisasi pertanian.

c. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan alsintan yang dikelola di Brigade

Alsintan dalam mendukung kegiatan tanam dan panen serentak, maka

Brigade Alsintan di Kodim harus mengikuti jadwal tanam dengan

berkoordinasi dengan Dinas Pertanian setempat untuk membuat rencana

pemanfaatan alsintan.

d. Untuk memobilisasi alsintan ke Poktan atau Gapoktan maka baik Brigade

yang ada di Kodim dan Dinas Pertanian perlu didukung oleh dana

operasional yang memadai, karena pada kenyataan Poktan atau Gapoktan

mengalami kesulitan untuk membiayai pengiriman alsintan tersebut ke

lokasi mereka. Alternatif kebijakan operasional untuk menngkatkan

efisiensi pemanfaatan alsintan dapat dilakukan dengan: (i) membentuk

Brigade Alsintan pada lokasi terdekat dari Poktan dan Gapoktan, (ii)

bantuan alsintannya langsung ditempatkan di Poktan atau Gapoktan, dan

(iii) pemanfaaatan antar Poktan dan Gapoktan diawasi secara penuh oleh

Brigade Alsintan di Kodim bekerja sama dengan Brigade Alsintan Dinas

Pertanian.

Page 98: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

98

9. Peningkatan Luas Tambah Tanam (LTT) dipengaruhi banyak faktor, dintaranya:

musim, curah hujan, ketersediaan air, dan kebiasaan bertani. Untuk pelaporan

LTT ini disarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Rekonsiliasi data luas tambah tanam tingkat kecamatan antara petugas

Upsus dan petugas SP diharuskan dilakukan setiap minggu. Selanjutnya data

hasil rekonsiliasi tersebut dikirim secara berjenjang ke tingkat kabupaten,

provinsi, dan Kementan.

b. Evaluasi kinerja LTT di tingkat Kementerian disarankan dilakukan bulanan

sebagai alat untuk mengecek perkembangan/keberhasilan kegiatan di

lapangan. Namun penilaian kinerja dari capaian ini disarankan pada akhir

setiap musim tanaman untuk dibandingkan dengan target musimannya.

Page 99: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

99

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. TNI Komitmen Perkuat Ketahanan Pangan Demi Masa Depan Bangsa, https://pilarpertanian,com/tni-komitmen-perkuat-ketahanan-pangan-demi-

masa-depan-bangsa. Diunduh, 15 Juni 2017.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2015-2019. Buku II. Agenda Pembangunan Bidang. Jakarta.

Direktorat Irigasi Pertanian. 2017a. Laporan Kinerja Tahun Anggaran 2016. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2015. Statistik Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2016. Laporan Kinerja Direktorat Perluasan Dan Perlindungan Lahan. Kementerian Pertanian.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2016. Laporan Tahunan

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Tahun Anggaran 2016. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2016. Statistik Prasarana dan

Sarana Pertanian Tahun 2011-2015. Kementerian Pertanian.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2017. Pedoman Teknis Perluasan Sawah Pola Swakelola Tahun 2017. Kementerian Pertanian.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2017. Petunjuk Teknis Subsidi Benih Tahun Anggaran 2017. Kementerian Pertanian.

Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan. 2013. Cetak Sawah Indonesia. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian.

Ditjen PSP. 2017. Distribusi dan Pengelolaan Bantuan Alsintan Mendukung Program Upsus Pajale: Saat ini dan Kedepan. Bahan FGD Ditjen PSP. Jakarta.

Ditjen PSP. 2017. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan dan Penyaluran Bantuan Alat

dan Mesin Pertanian APBN 2017. Ditjen PSP. Jakarta.

Ditjen PSP. 2017. Pedoman Umum Pengelolaan Brigade Alsintan. Ditjen PSP. Jakarta.

Irianto, G. S. 2017. Evaluasi Luas Tanam Padi dan Jagung 2017. Ditjen Tanaman Pangan. Bahan Rapim A Tanggal 18 Oktober 2017.

Kementerian Pertanian. 2015. Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Alat Dan

Mesin Pertanian TA 2015. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2027. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Page 100: KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/2017-anjak-upsus.pdf · pupuk, pengembangan jaringan irigasi, cetak sawah dan alat mesin pertanian

100

Kementerian Pertanian. 2015. Pedoman Teknis Bantuan Pupuk Tahun 2015. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2016. Petunjuk Teknis Subsidi Benih Tahun Anggaran 2016. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2016. Laporan Tahunan Kementerian Pertanian Tahun 2016.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Kementerian Pertanian. 2016. Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi TA 2016. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian,

Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2016. Pedoman Teknis Survei Dan Investigasi Calon Petani Calon Lokasi Dan Pemetaan Desain Perluasan Sawah Tahun 2016. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2017. Pedoman teknis penanaman padi pasca cetak sawah TA 2017. Direktorat Perluasan Dan Perlindungan Lahan. Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2017. Pedoman teknis rehabilitasi jaringan irigasi. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2017. Pedoman teknis pengembangan embung pertanian.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2017. Pedoman Teknis Perluasan Sawah Pola Swakelola Tahun 2017. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2017. Sukses Swasembada: Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045. Kementerian Pertanian. Jakarta.

PSEKP. 2017. Bahan Seminar Hasil Penelitian PSEKP 2017 “Kebijakan Insentif Harga

Produk Pertanian Strategis Mendukung Ketahanan Pangan Berkemandirian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2016. Statistik Pertanian 2016. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2015. Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015. Laporan Hasil Focus Group Discussion (FGD). Tidak

Dipublikasikan.