konsorsium penelitian prospek pertumbuhan pangan dalam...
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN OPERASIONAL TA. 2013
KONSORSIUM PENELITIAN PROSPEK PERTUMBUHAN PANGAN DALAM KONTEKS PROGRAM MP3EI
Hermanto Erizal Jamal
I Wayan Rusastra Benny Rachman Adang Agustian Supena Friyatno
Deri Hidayat Agung Prabowo
Irsal Las Haris Syahbuddin
Retno Sri Hartati M Syamsul Bahri
Setiyadjit
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2013
2
KONSORSIUM PENELITIAN PROSPEK PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DALAM KONTEKS PROGRAM MP3EI
RINGKASAN
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
2011-2025 yang diluncurkan tanggal 27 Mei 2011 oleh Presiden Republik Indonesia, merupakan salah satu pedoman pembangunan ekonomi yang digunakan oleh pemerintah dalam melakukan percepatan pembangunan Negara Indonesia menuju Negara yang adil dan makmur di tahun 2025. MP3EI merupakan dokumen perencanaan yang melengkapi dokumen perencanaan yang telah ada, antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
Kerangka desain MP3EI didukung oleh tiga pilar yaitu 1) pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, 2) penguatan konektivitas nasional, dan 3) penguatan kemampuan SDM dan Iptek Nasional. Pengembangan potensi ekonomi mencakup 8 program utama yang terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama, yang dituangkan dalam 6 koridor pembangunan atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional, Sistem Transportasi Nasional, Pengembangan wilayah, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sedangkan peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional sangat vital dikarenakan mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi.
Dalam konteks MP3EI, pengembangan pangan akan lebih terpusat di koridor Sulawesi serta koridor Maluku dan Papua. Namun disadari bahwa pada koridor lain, katakanlah Jawa dan Kalimantan, walaupun pangan tidak menjadi prioritas, namun karena basis potensi pangan yang sangat besar di wilayah ini maka pengembangannya tetap memerlukan perhatian khusus. Terkait dengan kondisi ini, Badan Litbang Pertanian memandang perlu untuk dapat melakukan kajian tentang peranan pertanian pada beberapa koridor ekonomi. Kajian ini akan dilengkapi dengan beberapa hasil simulasi tentang dampak pembangunan pangan dan pertanian di koridor terpilih yaitu Jawa, Sulawesi dan Kalimantan, bila MP3EI dilaksanakan secara konsisten sesuai konsep awal. Lokasi kajian yaitu untuk Koridor Jawa adalah: Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, di Koridor Sulawesi adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan di Koridor Kalimantan adalah Provinsi Kalimantan Selatan. Diharapkan melalui kajian ini dapat dirumuskan beberapa saran rekomendasi kebijakan bagi penyempurnan perencanaan dan pelaksanaan MP3EI ke depan, terutama dalam kaitannya dengan sektor pertanian. Kajian ini akan dilakukan peneliti lintas instansi dan lembaga, data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder, serta analisis data baik dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif.
3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan penafsiran tentang arti penting
pertanian atau lebih spesifik lagi pangan dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia. Dalam ringkasan eksekutif dokumen SIPP (Strategi Induk
Pembangunan Pertanian) 2013-2045 tertulis ...paradigma pertanian untuk
pembangunan menyatakan bahwa pembangunan perekonomian nasional
dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian dan
menjadikan sektor pertanian sebagai motor penggerak pembangunan
(Kementerian Pertanian, 2012). Sementara dalam rangkuman dokumen Komite
Ekonomi Nasional, tidak ada satu katapun menyebut pertanian apalagi pangan
(KEN, 2012).
Kementerian Pertanian dengan SIPP-nya yang didukung beberapa ahli yang
memang mempunyai perhatian terhadap pembangunan pertanian, melihat
demikian pentingnya pertanian sebagai motor penggerak perekonomian nasional,
sehingga merekomendasikan perubahan yang fundamental dalam perencanaan
pembangunan nasional, terutama terhadap positioning pertanian. Sementara KEN
yang dominan praktisi dan ekonom yang lebih memberi perhatian pada berbagai
kebijakan moneter dan fiskal, belum dengan baik melihat posisi pertanian dalam
perekonomian nasional. Pertanian lebih dilihat dalam perannya pada penciptaan
devisa pada komoditas yang berorientasi ekspor.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) 2011-2025 yang diluncurkan tanggal 27 Mei 2011 oleh Presiden Republik
Indonesia, merupakan salah satu pedoman pembangunan ekonomi yang
digunakan oleh pemerintah dalam melakukan percepatan pembangunan
Indonesia menuju negara yang adil dan makmur di tahun 2025. Konsep MP3EI
adalah meningkatkan kegiatan ekonomi melalui investasi guna memacu produksi
dengan penyediaan fasilitas perekonomian. Jika MP3EI dalam implementasinya
sesuai rencana, tiap-tiap koridor akan menjadi kawasan ekonomi yang kuat,
menjadi hub atau penghubung antarkawasan, menarik bagi investor, yang pada
akhirnya diharapkan terjadinya trickle down effect.
4
Upaya masih diperlukannya melihat posisi Koridor Jawa sebagai penyangga
pangan nasional, mengingat sumbangan Koridor Jawa terhadap produksi Pangan
nasional masih sekitar 55 persen. Disisi lain pengembangan tanaman pangan
secara umum masih mengalami hambatan seperti: (1) masih rendahnya tingkat
adopsi teknologi budidaya spesifik lokasi di tingkat petani, sebagai akibat
rendahnya kemampuan permodalan petani untuk dapat menyerap perkembangan
teknologi produksi yang cukup pesat, (2) terdapatnya persaingan (kompetisi)
tanaman pada lahan usahatani, dengan tanaman lain yang memiliki profitabilitas
usahatani yang lebih tinggi, (3) Cukup banyaknya serangan hama penyakit
tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai, dan (4) Kondisi iklim yang
seringkali kurang bersahabat, sehingga produktivitasnya juga rendah (Agustian,
et.al, 2012). Menurut Adnyana (2008) bahwa sistem ketahanan pangan harus
bersifat berkelanjutan. Ketahanan pangan terlanjutkan tampaknya harus didukung
perluasan areal tanam melalui: (1) pemanfaatan lahan tidur; (2) pembukaan lahan
baru dengan delineasi yang akurat; dan (3) peningkatan indeks pertanaman pada
lahan sawah irigasi, minimal 250 persen.
Pertanyaannya adalah bagaimana posisi pembangunan pertanian misalnya
di Koridor Jawa dan Kalimantan yang tidak secara eksplisit menyebutkan pertanian
dan pangan sebagai tema pembangunannya. Untuk kasus Jawa misalnya, tentu
perlu ada kejelasan bagaimana peran dan posisi pembangunan pertanian di
wilayah ini dan juga kajian tentang perkiraan kondisi ke depan bila konsep MP3EI
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan yang direncanakan. Demikian juga
pada koridor lainnya yang menempatkan pertanian sebagai prioritas, seperti
Sulawesi, bagaimana posisi dan peranan pertanian di koridor ini ke depan, apakah
sudah bisa menggantikan peran Jawa sebagai sentra produksi pangan. Sentra
Kalimantan yang ditetapkan sebagai lumbung energi dan tambang juga menarik
untuk di telaah, terutama dalam kaitannya dengan pengembangan sentra pangan
dalam bentuk food estate di berbagai lokasi. Berdasarkan pemikiran ini dipandang
perlu adanya kajian yang komprehensif tentang peran dan posisi pembangunan
pertanian dan pangan di setiap koridor, baik kondisi saat ini maupun prakiraan ke
depan bila MP3EI direalisasikan.
5
1.2. Dasar Pertimbangan
Secara umum banyak kekuatiran dilontarkan berbagai kalangan terhadap
rencana implementasi MP3EI (Salim, 2012), kekuatiran itu mengerucut pada satu
hal yaitu terabaikannya pembangunan pertanian sebagai basis pembangunan
nasional. Perhatian utama banyak diarahkan pada koridor Jawa yang lebih
diarahkan sebagai pendorong industri dan jasa nasional. Faktanya sampai tahun
2011, kegiatan pertanian utama Indonesia, terutama yang terkait dengan pangan
masih berbasis di Jawa. Menurut Haryono (2012) Luas P. Jawa hanya 7% dari
daratan Indonesia, kontribusinya sangat berdasar terhadap ketahanan pangan
diperkirakan sekitar 55 %, diantaranya dalam produksi Beras (54,6%), Jagung
(53,5%), Kedelai (67,5%), Gula (54,4%) dan Sapi (51,3%).
Berdasarkan hasil kajian Haryono (2012) dikemukakan bahwa salah satu
potensi bagi pemenuhan pangan ke depan adalah pada lahan sub optimal yang
banyak tersedia di Kalimantan. Pada koridor ini titik perhatian lebih banyak pada
usaha pertambangan serta sumber energi lainnya, yang dalam banyak kasus tidak
sepenuhnya sejalan dengan upaya pengembangan pertanian. Oleh karena itu,
potret tentang potensi pengembangan pertanian di wilayah ini serta dampak
pengembangan MP3EI bagi upaya mewujudkan potensi lahan sub-optimal
memerlukan kajian yang menyeluruh. Di koridor Sulawesi yang diarahkan sebagai
pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas,
dan pertambangan nasional, diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional
terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi
memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan
unggulannya.
Antisipasinya adalah bagaimana mensinkronkan berbagai pusat produksi di
atas, sehingga pertanian dapat terus berkembang secara optimal merupakan
tantangan yang harus bisa di jawab untuk koridor Sulawesi, utamanya dengan
belajar dari kasus Jawa. Pertanyaan pokok yang ingin di jawab dari tiga koridor
di atas adalah bagaimana pembangunan pertanian, utamanya pangan, akan
disinkronkan dengan berbagai rencana lainnya, sehingga perannya dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenga kerja akan semakin berkualitas.
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah merumuskan saran/usulan
rekomendasi kebijakan tentang pembangunan pertanian seharusnya dilaksanakan
dalam kerangka MP3EI, terutama di tiga koridor ekonomi (Jawa, Kalimantan dan
Sulawesi). Secara lebih detil tujuan penelitian ini adalah:
(1) Menganalisis dinamika dan kinerja serta peran sektor pertanian terhadap
perekonomian di masing-masing Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan;
(2) Memetakan potensi dan kendala pengembangan sektor pertanian, utamanya pangan, di Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan;
(3) Melakukan kajian simulasi terhadap dampak Implementasi MP3EI, sesuai konsep yang ada, di Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan; terhadap pembangunan pertanian dan ketahanan pangan nasional;
1.4. Keluaran yang Diharapkan
Keluaran dari penelitian ini adalah satu paket usulan rekomendasi kebijakan
dan strategi implementasi pembangunan pertanian dalam kerangka MP3EI,
terutama di Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Keluaran detilnya adalah:
(1) Hasil analisis tentang dinamika dan kinerja serta peran sektor pertanian terhadap perekonomian di masing-masing Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan;
(2) Hasil Pemetaan tentang potensi dan kendala pengembangan sektor pertanian, utamanya pangan, di Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan;
(3) Hasil kajian dalam bentuk simulasi tentang dampak Implementasi MP3EI, sesuai konsep yang ada, di Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan; terhadap pembangunan pertanian dan ketahanan pangan nasional;
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Bila penelitian ini dapat dilakukan secara optimal dan didukung oleh
ketersediaan data yang memadai, maka rekomendasi dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat menyempurnakan dan memperkaya proses perencanaan dan
pelaksanaan MP3EI ke depan. Selain itu hasil dan pembelajaran dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan bekal bagi para pengambil kebijakan, terutama di
7
lingkup Kementerian Pertanian, dalam bernegosiasi dengan para pihak terkait,
tentang peran dan posisi pembangunan pertanian dalam pembangunan ekonomi
nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Beberapa ahli telah mengemukakan pentingnya sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi. Todaro (2003) mengemukakan pembangunan pertanian
sebagai syarat mutlak bagi pembangunan nasional bagi khususnya dinegara dunia
ketiga. Johnston dan Mellor (1961) dalam Jhingan (1990) menyebutkan bahwa
peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi adalah: (1) Sumber
utama penyediaan bahan makanan, (2) Sumber penghasilan masyarakat dan
pajak bagi negara, (3) Sumber penghasilan devisa yang diperlukan untuk
mengimpor modal, bahan baku, dan lain-lain, dan (4) Pasar dalam negeri untuk
menampung hasil produksi industri pengolahan dan sektor bahan pertanian
lainnya.
MP3EI yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 32 Tahun 2011
pada bulan Mei 2011 merupakan program percepatan pembangunan yang
dimaksudkan sebagai langkah terobosan untuk percepatan transformasi
pembangunan ekonomi rata-rata 7-9 persen per tahun secara berkelanjutan.
Teori Arthur Lewis's yang menjadi dasar berbagai bahasan tentang peran sektor
pertanian dalam perekonomian nasional, dimana secara umum diyakini bahwa
dengan berjalannya waktu peran sektor pertanian dalam ekonomi nasional,
termasuk penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Bahasan yang lebih
komprehensif dilakukan oleh Timer (2009), yang mengupas proses transformasi
ekonomi di beberapa negara di dunia dan mencoba menelaahnya, terutama
terkait dengan fenomena di beberapa negara yang mengalami kesenjangan
proses transformasinya , dimana penurunan peran pertanian dalam pembentukan
GDP tidak sejalan dengan pengurangan orang yang bekerja di sektor pertanian.
8
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diketahui bahwa transformasi
ekonomi yang ideal itu hanya mungkin terjadi bila produktivitas pada sektor
pertanian tidak jauh berbeda dengan sektor lainnya. Bila mengacu pada data
produktivitas tenaga kerja di Indonesia berdasarkan data BPS (2012),
produktivitas tenaga kerja pertanian di Indonesia sekitar Rp 27,80 juta/jiwa/tahun
jauh lebih rendah dari perdagangan (Rp 43,69 juta/jiwa/tahun) apalagi industri
(Rp 124,02 juta/jiwa/tahun).
Belajar dari negara lain, katakanlah Brazil umpamanya, persoalan
produktivitas tenaga kerja ini yang menjadi kosentrasi pemerintah disamping
persoalan lingkungan dan masalah sosial lainnya, sehingga relatif transformasi
ekonominya berjalan ke arah yang ideal (Pinto, 2006). Nampaknya paradigma
pertanian sebagai basis transformasi ekonomi yang mendasari penyusunan
Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 (Kemtan 2012), sehingga
dalam dokumen ini disebutkan paradigma Pertanian untuk Pembangunan
berpandangan bahwa tahapan pencapaian dan peta jalan transformasi struktural
merupakan landasan untuk menetapkan posisi sektor pertanian dalam
pembangunan nasional. Hal ini dilakukan sebagai landasan untuk menetapkan
strategi, kebijakan dan program pembangunan pertanian. Transformasi yang
esensial dalam mendesain rancana jangka panjang pembangunan pertanian
mencakup lima proses transformasi, yakni: transformasi demografi, transformasi
ekonomi, transformasi spasial, transformasi institutional, transformasi tatakelola
pembangunan dan transformasi pertanian. Transformasi berimbang hanya dapat
diwujudkan bila kelima transformasi lainnya berlangsung secara bertahap dan
harmonis bertumpu pada transformasi pertanian (Gambar 1).
9
Gambar 1. Transformasi pertanian sebagai poros transformasi pembangunan nasional (sumber : Kemtan 2012)
Berdasarkan tiga misi MP3EI (peningkatan nilai tambah dan perluasan
ranatai nilai, peningkatan effisiensi produksi dan pemasaran, dan penguatan
sistem inovasi nasional) maka telah dipilih dan ditetapkan tiga strategi utama
dalam mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia, yakni
(Lampiran Perpres 32/2011) : [1] Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor
ekonomi; [2] penguatan konektivitas nasional; dan [3] penguatan kemampuan
SDM dan iptek nasional (Gambar 2). Ketiga strategi ini tentunya tidak masing-
masing berdiri sendiri, tetapi tetap harus saling sinergi dalam rangka
mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia.
10
Gambar 2. Diagram Visi dan Strategi MP3EI (Perpres 32/2011 dalam Bappenas, 2011)
Oleh sebab itu, setiap program dan kegiatan dalam rangka implementasi
strategi penguatan iptek nasional harus tetap mengacu pada kegiatan ekonomi
utama untuk masing-masing koridor dan mendukung upaya penguatan
konektivitas nasional. Berdasarkan telaah komprehensif, dalam dokumen MP3EI
telah diidentifikasi 22 kegiatan ekonomi utama secara nasional dan telah pula
diidentifikasi kegiatan-kegiatan ekonomi yang sesuai dengan potensi masing-
masing.
Berdasarkan salah satu strategi program MP3EI dikembangkan 6 (enam)
koridor ekonomi indonesia, yaitu: Koridor Sumatera, Koridor Jawa, Koridor
Kalimantan, Koridor Sulawesi, Koridor Bali – Nusa Tenggara, dan Koridor Papua –
11
Kepulauan Maluku. Pembangunan 6 (enam) koridor ekonomi dilakukan melalui
pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di setiap koridor dengan
mengembangkan klaster industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang
berbasis sumber daya unggulan di setiap koridor ekonomi.
Pada setiap koridor tersebut akan dikembangkan konektivitas intra wilayah
serta antar wilayah dengan tujuan menghubungkan pusat-pusat ekonomi utama
yang ada di dalam setiap koridor dan antar koridor serta dengan pasar dunia.
Selain itu, penguatan konektivitas ditujukan untuk memperluas pembangunan
ekonomi ke wilayah sekitarnya, khususnya ke wilayah tertinggal, terpencil serta
wilayah perbatasan.
Integrasi tersebut dilakukan untuk dapat mewujudkan konektivitas nasional
yang efektif, efisien, dan terpadu dalam rangka meningkatkan daya saing
nasional. Pengintegrasian keempat elemen utama tersebut ditujukan untuk
mencapai visi konektivitas nasional yaitu terintegrasi secara lokal, terhubung
secara global (Locally Integrated, Globally Connected).
Dalam hal konektivitas, Pemerintah merupakan motor penggerak dalam
menciptakan serta membangunan infrastruktur dasar untuk mendukung integrasi
perekonomian. Hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam hal mendukung
integrasi perekonomian yaitu dengan melakukan identifikasi simpul-simpul
transportasi (transportation hubs) dan distribution centers untuk memfasilitasi
kebutuhan logistik bagi komoditi utama dan penunjang serta peningkatan jaringan
komunikasi dan teknologi informasi untuk memfasilitasi seluruh aktifitas ekonomi,
aktivitas pemerintahan, dan sektor pendidikan nasional.
Belajar dari pengalaman negara lain, implementasi pengembangan koridor
ekonomi untuk mendukung tercapainya percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia ditentukan oleh prinsip-prinsip:
a. Koridor Ekonomi Indonesia tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan
ekspor sumber daya alam, namun lebih pada penciptaan nilai tambah;
b. Koridor Ekonomi Indonesia tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi
ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang
12
beragam dan inklusif. Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia
untuk dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing;
c. Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pada pembangunan ekonomi
yang dikendalikan oleh pusat, namun pada sinergi pembangunan sektoral dan
daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional;
d. Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pembangunan transportasi
darat saja, namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara
darat, laut, dan udara;
e. Koridor Ekonomi Indonesia tidak menekankan pada pembangunan
infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata, namun juga
pembangunan infrastruktur yang menekankan kerja sama pemerintah dengan
swasta (KPS).
Gambar 3. Enam Koridor Ekonomi Indonesia
Berdasarkan program MP3EI tersebut, tersirat jelas bahwa pengembangan
koridor ekonomi sebagai pusat produksi pertanian khususnya pangan adalah
berada di Koridor Sulawesi dan Papua. Pembangunan Koridor Ekonomi Jawa
diarahkan sebagai Pendorong Industri dan Jasa Nasional. Menurut Irianto (2011)
13
bahwa Pulau Jawa saat ini masih menyumbang 60 persen produksi pangan
nasional. Luas Lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 40 persen dari luas lahan
sawah Nasional dan sekitar 65 persen penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa.
Selanjutnya data BPS (2011) menunjukkan bahwa produksi padi di Jawa sebesar
34.404.557 ton GKG, dan produksi padi nasional mencapai 65.756.904 ton,
sehingga bila dihitung kontribusi produksi padi di Pulau Jawa terhadap produksi
padi nasional mencapai 52,32 persen.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan potensi eksisting diatas maka
pembangunan ekonomi khusus untuk sektor pertanian seyogyanya tetap
mempertimbangkan potensi produksi yang ada (eksis) saat ini. Pengembangan
sektor pertanian yang hanya terfokus pertanian sesuai fokus pengembangan
koridor ekonomi yakni di luar Jawa (Sulawesi dan Papua) justru akan
memperlambat peningkatan produksi pangan di sentra produksi eksisiting yang
ada saat ini. Upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan pengembangan sektor
pertanian eksisiting di Koridor Jawa dan sumber pertumbuhan produksi pertanian
di Koridor Sulawesi dan Papua.
MP3EI merangkai subsistem sosial dengan pembangunan fasilitas umum
yang terencana menuju pada integrasi dan konektivitas. Dalam teori fungsional
Talcott Parsons (1975) dijelaskan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sistem
agar mampu bertahan, yaitu: (1) Adaptasi, dalam hal ini untuk bisa bertahan
maka suatu sistim harus mampu menanggulangi respons yang datang dari luar.
Sistim yang terbentuk harus bisa melakukan proses penyesuaian diri terhadap
lingkungannya; (2) Pencapaian, dalam proses keberlangsungannya suatu sistim
harus memiliki suatu tujuan utama yang jelas. Tujuan itu harus mampu
didefinisikan dengan gamblang sehingga sistim itu sendiri akan mampu mencapai
tujuan tersebut; (3) Integrasi, dimana dalam sebuah sistim harus memiliki
komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Sistim tersebut
harus bisa mengatur hubungan antar komponen tersebut secara harmonis dan
mendukung jalannya sistim itu bekerja; dan (4) Pemeliharaan Pola, yaitu harus
ada motivasi yang jelas dan nyata dalam internal sebuah sistim. Selanjutnya sistim
14
itu harus bisa melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual
maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Selama ini, MP3EI sepertinya berjalan sendiri tanpa masukan keadaan
sosial masyarakat dan belum memperhitungkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan. MP3EI menjadi sempurna sebagai perencanaan yang terintegrasi
dan menyeluruh jika dikombinasikan dengan perencanaan pembangunan sosial.
Perencanaan percepatan pembangunan nasional yang tertuang dalam MP3EI yang
sudah sangat terukur dan sistematis, dalam implementasinya jangan sampai
terganjal karena adanya miss match dengan keadaan sosial. Untuk menggerakkan
perubahan, fungsi MP3EI adalah sebagai fasilitator atas integrasi dan center of
dynamic mindset dalam percepatan pembangunan nasional dalam
implementasinya perlu dikawal oleh penggerak perubahan sosial dengan
perencanaan perubahan sosial yang selaras dan menyatu.
2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait
2.2.1. Kinerja dan Peran Sektor Pertanian
Peran Pulau Jawa (Koridor Jawa) dalam pertanian dan pangan di Indonesia
masih sangat dominan, data tahun 2008 menunjukan sekitar 51 persen lahan
sawah beririgasi ada di Jawa dan itu memberikan sumbagan sekitar 54% produksi
beras nasional. Demikian juga untuk jagung dan kedele kontribusi Jawa dalam
produksi kedua komoditi ini berkisar 54% dan 68% (Haryono, 2012). Dilihat dari
produktivitas rata-rata, maka produktivitas padi di Jawa dan Bali selalu lebih tinggi
dari wilayah lainnya di Indonesia. Perkembangan yang pesat sektor industri dan
jasa selamas epuluh tahun terakhir telah memicu alih fungsi lahan sawah sekiatar
200.000 hektar dan menyebabkan jumlah buruh tani di Jawa meningkat dengan
laju 2,85% pertahun. Bila dilihat dari industri yang berkembang terkait dengan
sektor pertanian dan pedesaan, maka sekitar 67% merupakan usaha sendiri dan
mikro dan ini sangat fluktuatif sifatnya, karena keberlajutannya sangat rendah.
Berdasarkan potret ini Kasryno (2012) menggugat konsep MP3EI yang
mengabaikan pertanian sebagai salah satu kegiatan ekonomi penting di Jawa.
15
Koridor ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “pendorong
industri dan jasa nasional”; Berdasarkan evaluasi terhadap progres validasi sektor
ekonomi koridor Jawa, tahun 2011 dan 2012 dari 115 rencana kegiatan yang
telah tervalidasi, 42 diantaranya terkait dengan makanan dan minumam, sisanya
transpotasi 23 industri, migas 18, tekstil 14, dan besi baja 8. Penelusuran lebih
jauh berdasarkan proyek industri yang telah groundbreaking tahun 2011, jenis
industri yang terkait dengan pangan antara lain berupa perluasan pabrik
pengolahan dan pembuatan olahan Kakao, Perluasan pabrik untuk meningkatkan
jumlah dan ragam produksi dari produk susu, bubur sereal bayi dan minuman
MILO chocolate malt drink, Pengembangan industri tepung terigu, Pembangunan
Pabrik untuk meningkatkan jumlah produksi susu kental manis dan susu cair.
Melihat apa yang dikembangkan maka pengertian industri pangan di sini
bukan sesuatu yang berbasis apa yang dikembangkan masyarakat, namun lebih
memfasilitasi kegiatan industri pangan dengan basis pemasarannya di Jawa.
Penelitian lain yang dilakukan Agustian, et.al (2012) menunjukan bahwa
pertanian atau dalam arti sempit lagi pemenuhan pangan merupakan hal pokok
yang tidak boleh diabaikan pada setiap koridor. Komoditas pangan merupakan
komoditas strategis, dimana pemenuhannya harus senantiasa tersedia bagi
masyarakat. Isu kebutuhan, ketersedian dan produksi pangan utama saat ini terus
mendapat sorotan dari berbagai pihak, karena beberapa alasan: (1) terdapatnya
fenomena perubahan iklim yang dikhawatirkan berpengaruh terhadap produksi
pangan terutama padi nasional, (2) semakin menurunnya stock komoditas pangan
dunia, akibat negara produsen menahan sebagian besar stok pangannya untuk
tidak dijual ke pasar bebas, sehingga impor pangan pun ke depan akan
mengalami kendala signifikan, yaitu tingginya harga pangan dunia dan juga
stocknya terbatas, (3) program diversifikasi pangan yang saat ini masih berat ke
konsumsi beras masih belum berhasil dengan memuaskan, khusus untuk
konsumsi beras nasional tampaknya masih tinggi, yaitu 139 kg/kap/tahun, (4)
masih terus berjalannya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian,
dimana konversi lahan pertanian di Pulau Jawa dalam rentang 2007-2010
mencapai 600 ribu hektar, (5) semakin meningkatnya harga input usahatani, yang
16
berhadapan dengan lemahnya permodalan petani kecil, dan (6) akselerasi
program peningkatan produksi pangan yang belum sepenuhnya mencapai target
yang diharapkan, karena berbagai kendala yang dihadapi.
2.2.2. Potensi dan Kendala Pengembangan Sektor Pertanian
Pengembangan Koridor Ekonomi Jawa mempunyai tema Pendorong
Industri dan Jasa Nasional. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa
adalah mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air
dan lingkungan. Fokus pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Jawa adalah pada
kegiatan ekonomi utama makanan-minuman, tekstil, dan peralatan transportasi.
Pengembangan sejumlah kegiatan ekonomi utama serta pengembangan
konektivitas di Koridor Ekonomi Jawa, diharapkan dapat mengatasi permasalahan
utama yang dihadapi oleh koridor yaitu kesenjangan PDRB antar daerah.
Percepatan dan perluasan perekonomian di Koridor Ekonomi Jawa diharapkan
dapat memperkuat posisi Koridor Ekonomi Jawa sebagai “Pusat Pengembangan
Industri dan Jasa Nasional” dan memberikan efek positif bagi pengembangan
Koridor lainnya.
Sementara itu, Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang
ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Meskipun demikian,
secara umum terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di Koridor Ekonomi
Sulawesi: (1) Rendahnya nilai PDRB per kapita di Sulawesi dibandingkan dengan
pulau lain di Indonesia; (2) Kegiatan ekonomi utama pertanian, sebagai
kontributor PDRB terbesar (30 persen), tumbuh dengan lambat padahal kegiatan
ekonomi utama ini menyerap sekitar 50 persen tenaga kerja; (3) Investasi di
Sulawesi berasal dari dalam dan luar negeri relatif tertinggal dibandingkan daerah
lain; dan (4) Infrastruktur perekonomian dan sosial seperti jalan, listrik, air, dan
kesehatan kurang tersedia dan belum memadai (Bappenas, 2011). Pembangunan
Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama
pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Kegiatan pertanian pangan di
Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Kegiatan pertanian
pangan, khususnya beras dan jagung, sangat penting, terutama untuk konsumsi
17
domestik di Indonesia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia,
yang sebagian besar dari produksinya digunakan untuk konsumsi domestik.
Namun, Indonesia masih harus mengimpor 800.000 ton jagung di tahun 2010
untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Sulawesi merupakan
produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10 persen
produksi padi nasional dan 15 persen produksi jagung nasional. Pertanian pangan
menyumbang 13 persen PDRB Sulawesi. Mengingat adanya keterbatasan potensi
ekspansi areal pertanian, maka peningkatan produksi pangan yang paling
memungkinkan adalah melakukan intensifikasi pangan. Produktivitas padi di
Sulawesi masih lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Indonesia merupakan produsen jagung terbesar di Asia Tenggara, namun
kebutuhan jagung nasional belum dapat terpenuhi dari produksi domestik.
Rendahnya pemenuhan kebutuhan jagung berkaitan dengan tingkat produktivitas
jagung nasional. Produktivitas jagung di Sulawesi masih dibawah rata-rata
produktivitas nasional. Produktivitas pangan rendah disebabkan oleh penggunaan
pupuk yang rendah, terbatasnya penggunaan alat pertanian, dan jaringan irigasi
yang belum memadai. Penggunaan pupuk berimbang di Sulawesi berupa urea,
potasium klorida (KCl), dan fosfat (SP-36) masih rendah dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia. Hal tersebut berhubungan erat dengan faktor
ketersediaan pupuk, serta biaya angkut dan pendidikan petani mengenai teknik
budidaya pertanian. Peningkatan produktivitas lahan pertanian akan tergantung
pada penggunaan alat mesin pertanian terutama bagi pengolahan lahan. Namun,
Indonesia masih jauh tertinggal dalam penggunaan traktor jika dibandingkan
dengan beberapa negara lain. Penggunaan alat mesin pertanian di Sulawesi relatif
sangat terbatas dan ini tercermin dari penetrasi traktor yang masih sangat rendah
dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia (Bappenas, 2011).
Pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan
pengolahan hasil hutan; serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan
berfungsi sebagai lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
18
Pengembangan Kalimantan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan,
kehutanan, dan perikanan dilaksanakan dengan strategi pengembangan yaitu
meningkatkan produktivitas budidaya tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
dan perikanan. Sesuai dengan MP3EI, pada Koridor Ekonomi Kalimantan akan
dilakukan upaya percepatan dan perluasan pembangunan pada beberapa sektor
unggulan, yaitu: kelapa sawit, batubara, alumina/bauksit, migas, perkayuan dan
besi baja dalam rangka mempercepat realisasi pengembangan Koridor Ekonomi
Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung
energi nasional. Menurut Edyanto (2007), bahwa pada Kawasan pengembangan
ekonomi Kalimantan khususnya di Kalimantan Barat membutuhkan strategi
pengembangan yakni pengembangan sistem kota kota berpola node yaitu Kluster
kota Liku, yang berfungsi sebagai pusat kegiaan jasa, yang didukung oleh inlet
dan outlet serta prasarana wilayah seperti pelabuhan, peningkatan jalan dan
jembatan, dan sarana pelistrikan.
III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu strategi program
MP3EI dikembangkan 6 (enam) koridor ekonomi indonesia, yaitu: Koridor
Sumatera, Koridor Jawa, Koridor Kalimantan, Koridor Sulawesi, Koridor Bali – Nusa
Tenggara, dan Koridor Papua – Kepulauan Maluku (Bappenas, 2012).
Pembangunan 6 (enam) koridor ekonomi dilakukan melalui pembangunan pusat-
pusat pertumbuhan di setiap koridor dengan mengembangkan klaster industri dan
kawasan ekonomi khusus (KEK) yang berbasis sumber daya unggulan di setiap
koridor ekonomi.
Pada pengembangan Koridor Ekonomi, pengembangan kegiatan ekonomi
utama ditempuh melalui pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disertai penguatan
konektivitas antar pusat-pusat ekonomi dan lokasi kegiatan utama serta fasilitas
pendukungnya. Pengembangan koridor ekonomi ini juga dapat diartikan sebagai
pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis ekonomi
19
terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan dengan mempertimbangkan sistem
perencanaan pembangunan yang ada (RPJP, RPJM, RTRWN dan lainnya) dan
bertujuan terwujudnya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di dalam
dan keluar koridor dalam rangka mewujudkan visi nasional.
Dalam konteks ini perlu dipertimbangkan empat aspek yaitu: (a) MP3EI
sebagai pedoman pembangunan ekonomi nasional; (b) pertanian nasional dalam
perspektif MP3EI; (c) ekonomi pangan di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan dalam
konteks MP3EI; dan (d) pembangunan ekonomi pangan dalam konteks
pembangunan dan pertumbuhan inklusif. Keempat aspek tersebut memiliki
keterkaitan yang kuat dalam mencapai sasaran pembangunan dengan
pertumbuhan tinggi dan berkualitas, yaitu pembanguan ekonomi yang mampu
mensinergikan pertumbuhan, kesempatan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Pertanian nasional dalam konteks MP3EI diharapkan mampu sebagai sumber
pertumbuhan pada koridor ekonomi khusus, sementara itu ekonomi pangan
(khususnya di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan) diharapkan tetap berperan penting
dalam penciptaan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. Implementasi
program MP3EI dengan dukungan tiga pilar utamanya diharapkan mampu
menciptaakan optimalisasi hasil pembangunan dengan sasaran pencapaian
pembangunan dan pertumbuhan inklusif (Gambar 4).
20
Gambar 4. Kerangka Pikir Pembangunan Pertanian dan Ekonomi Pangan dalam Konteks Program MP3EI
Program MP3EI
Pengembangan potensi ekonomi melalui KE Penguatan konektivitas nasional Penguatan kemampuan SDM dan Iptek
Nasional
Pertanian Nasional - MP3EI KE Sumatra --- sawit/karet KE Sulawesi --- pangan/
kakao/perikanan KE Bali/NTT --- peternakan/
perikanan KE Papua/Maluku ---
pangan/perikanan
Sasaran
Sumber pertumbuhan ekonomi
Percepatan pembangunan nasional
Pro-growth
Ekonomi Pangan – MP3EI KE Jawa Di luar KE khusus (
Kalimantan dan Sulawesi)
Sasaran
Ketahanan Pangan wilayah Pendorong industri/jasa Pro-job/pro-poor
Pembangunan dan Pertumbuhan Inklusif Kedaulatan/kemandirian/ketahanan pangan
nasional; Konvergensi produktivitas pertanian/non
pertanian; Percepatan pengentasan kemiskinan Pro-growth/pro-job/pro-poor Percepatan transformasi struktural ekonomi
21
Pendekatan penelitian untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian
mempertimbangkan tiga analisis, yaitu (a) dinamika ekonomi pangan di Jawa dan
Luar Jawa (Kalimantan dan Sulawesi) dan interaksinya dalam konteks
pembangunan pertanian nasional; (b) kinerja eksisting ekonomi pangan di Jawa
dan Luar Jawa (Kalimantan dan Sulawesi); dan (c) ekonomi pangan di Jawa dan
Luar Jawa (Kalimantan dan Sulawesi) dalam konteks MP3EI. Ketiga dimensi
pendekatan tersebut memiliki konektivitas dan interelasi yang kuat dengan
sasaran perumusan perspektif dan kebijakan pembangunan ekonomi pangan di
Jawa dan Luar Jawa (Gambar 5). Perspektif dan kebijakan ekonomi pangan di
Jawa dan luar Jawa, diantaranya mencakup keluaran utama: (a) kontribusi
ekonomi pangan di Jawa dan luar Jawa terhadap pembangunan wilayah dan
nasional; (b) antisipasi dampak dan kebijakan ekonomi pangan; (c) kebijakan
ekonomi pangan terhadap ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan; dan
(d) kebijakan ekonomi pangan dalam perspektif pertumbuhan dan pembangunan
inklusif wilayah dan nasional.
Bahasan dinamika ekonomi pangan di Jawa dan Luar Jawa relatif terhadap
ekonomi pangan nasional mencakup aspek sumberdaya dan infrastruktur
pertanian; produksi, areal panen, dan produktivitas komoditas pangan;
kontribusinya terhadap PDB dan kesempatan kerja; perannya terhadap ketahanan
pangan dan pengentasan kemiskinan. Keluaran utama dari analisis ini adalah
diketahuinya perspektif kontribusi dan peran ekonomi pangan di Jawa dan Luar
Jawa dikatkan dengan antisipasi implementasi MP3EI secara nasional.
Kinerja eksisting ekonomi pangan di Jawa dan Luar Jawa akan mencakup
analisis keterkaitan ke hulu dan hilir pengembangan ekonomi pangan; potensi dan
dampak peningkatan nilai tambah; dampak terhadap PDB dan kesempatan kerja;
dan dampak terhadap ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Keluaran
yang diharapkan dari analisis ini adalah pemahaman komprerhensif tentang
potensi ekonomi pangan di Jawa dan Luar Jawa dan konskwensinya bila dilakukan
perubahan secara drastis, terutama di Jawa. Disamping itu diharapkan dapat
dirumuskan model pengembangan ekonomi pangan kaitannya dengan
22
pengembangan industri di Jawa dalam perspektif tercapainya sustainabilitas
pemantapan ketahanan paangan dan pengentasan kemiskinan.
Analisis ekonomi pangan di Jawa dan Luar Jawa dalam konteks MP3EI akan
mempertimbangkan beberapa aspek bahasan yaitu dampak konversi lahan
sebagai konskwensi dari pengembangan industri; dampak pembangunan ekonomi
industri dan jasa dalam arti luas; dampak pembangunan ekonomi pangan di KE
luar Jawa; indikator dampak utama yang dipertimbangkan adalah terhadap
penguatan ketahanan pangan dan percepatan pengentasan kemiskinan. Dalam
konteks ini akan dapat dirumuskan strategi percepatan transformasi struktural
ekonomi antar daerah (pedesaan/pertanian dan perkotaan/industri&jasa) di Jawa
dan trasformasi ekonomi antar wilayah (Jawa dan luar Jawa atau antar KE secara
nasional). Percepatan transformasi ekonomi wilayah dan nasional ini diharapkan
akan mempercepat pencapaian distribusi pendapatan atau konvergensi
produktivitas intersektoral khususnya antara sektor pertanian dan non-pertanian.
Pengembangan ekonomi pangan di tiga Koridor Ekonomi (KE) MP3EI
(Jawa, Sulawesi dan Kalimantan) tidak terlepas dari konsep penguatan ketahanan
pangan nasional. Untuk dapat menyusun suatu konsep kebijakan pengembangan
ekonomi pangan di tiga Koridor Ekonomi MP3EI diperlukan suatu pemahaman
sebagai berikut : (1) ketahanan pangan di tiga KE MP3EI merupakan suatu sistem
yang terdiri dari 5 aspek yang mempengaruhinya, yaitu : aspek teknis, institusi,
ekonomi, sosial dan lingkungan; (2) indikator keberhasilan ketahanan pangan
ditentukan oleh : a) kecukupan ketersediaan pangan, b) stabilitas ketersediaan
pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, c)
aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan d) kualitas pangan; (3)
parameter yang menjadi prioritas utama keberlanjutan pengelolaan ketahanan
pangan di tiga KE MP3EI adalah : keberlanjutan sumberdaya alam, keberlanjutan
sosial-ekonomi, keberlanjutan sosio-demografi dan keberlanjutan modal sosial
(tingkat partisipasi masyarakat).
23
Gambar 5. Pendekatan Penelitian Ekonomi Pangan di Jawa dalam Konteks Program MP3EI
Dinamika Ekonomi Pangan di Jawa,Sulawesi, Kalimantan vs
Nasional Sumberdaya dan
infrastruktur pertanian Produksi komoditas pangan PDB dan kesempatan kerja Ketahanan pangan dan
kemiskinan
Kinerja Eksisting Ekonomi Pangan di Jawa, Kalimantan
dan Sulawesi Keterkaitan ke hulu/hilir; Potensi dan dampak
peningkatan nilai tambah; Dampak terhadap PDB dan
kesempatan kerja Dampak terhadap ketahanan
pangan dan kemiskinan
Ekonomi Pangan di Jawa dalam Konteks MP3EI Dampak konversi lahan pertanian Dampak terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan Dampak pembangunan pangan di KE Sulawesi dan
Kalimantan Dampak pembangunan industri dan jasa
Perspektif dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Pangan di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan
Kontribusi ekonomi pangan terhadap pembangunan
wilayah dan nasional; Antisipasi dampak dan kebijakan ekonomi pangan; Kebijakan ekonomi pangan terhadap ketahanan
pangan dan pengentasan kemiskinan; Kebijakan ekonomi pangan dalam perspektif
pertumbuhan dan pembangunan inklusif wilayah dan nasional
24
(1) Prinsip Dasar Program MP3EI
Kerangka design MP3EI didukung oleh tiga pilar, yaitu (a) pengembangan
potensi ekonomi melalui koridor ekonomi; (b) penguatan konektivitas nasional;
dan (c) penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional. Pengembangan potensi
ekonomi mencakup delapan program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi
utama, yang dituangkan dalam enam koridor pembangunan atau Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) (Bappenas, 2012). Konektivitas nasional merupakam
pengintegrasian empat elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik
Nasional, Sistem Trasfortasi Nasional, Pengembangan Wilayah, dan Teknologi
Informasid an Komunikasi. Sedangkan peningkatan kemampuan SDM dan Iptek
Nasional sangat vital dikarenakan mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung
pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi. Dukungan tiga pilar
MP3EI ini diharapkan mampu mengoptimal dan mensinergikan pertumbuhan
pertanian nasional dan pengembangan ekonomi pangan di Jawa, Sulawesi dan
Kalimantan dalam mencapai sasaran akhir pembanguan dan pertumbuhan inklusif.
(2) Pertumbuhan Pertanian Nasional-MP3EI
Pengembangan pertanian pada KE tertentu (seperti yang tertuang dalam
MP3EI) dapat menjadi lokomotif dan mesin pertumbuhan ekonomi. Beberapa
justifikasi yang mendasari pemikiran ini adalah: (a) kontribusi perumbuhan
pertanian pada pembangunan ekonomi secara proporsional lebih besar daripada
konteribusi pertumbuhan industri, karena efek pengganda pertumbuhan pertanian
pada perekonomian dalam negeri lebih besar; (b) sektor pertanian merupakan
sumber pendapatan utama bagi sebagian besar rumahtangga berpendapatan
rendah, sehingga efektif dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan, khususnya
bagi negara berkembang (seperti Indonesia) dengan tingkat ketimpangan
pendapatan yang relatif tinggi. Berdasarkan pada justifikasi empirik tersebut,
kiranya tidak perlu diragukan lagi bahwa triple track strategy akan dapat dicapai
secara meyakinkan melalui pembangunan KE khusus berbasis pertanian modern.
Titik kritis pengembangan KE khusus (dengan basis pertanian/non
pertanian) sebagai sumber pertumbuhan adalah integrasinya dengan ekonomi
25
pedesaan (dan ekonomi wilayah) melalui transformasi struktural ekonomi dalam
arti luas. Sasaran akhirnya adalah konvergensi produktivitas tenaga kerja antar
sektor pertanian/pedesaan dan sektor non-pertanian/perkotaan. Prinsip dasar dari
transformasi struktural ini adalah perbaikan integrasi ekonomi desa-kota melalui
pemanfaatan teknologi terbarukan, investasi pendidikan untuk perbaikan kualitas
tenaga kerja, penurunan biaya transaksi untuk penyatuan dan integrasi aktivitas
ekonomi, dan perbaikan efisiensi alokasi sumberdaya. Patut diakui bahwa
pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktural dinilai efektif untuk
mengangkat kesejahteraan masyarakat berpendapatan rendah.
(3) Pembangunan Ekonomi Pangan-MP3EI
Fakta empiris menunjukan bahwa sektor pertanian didominasi oleh
usahatani skala kecil dan merupakan sumber pendapatan penting bagi petani.
Justifikasi yang mendasari urgensi eksistensi usahatani skala kecil pada setiap
koridor ekonomi adalah populasi rumahtangga petani kecil yang tidak kurang dari
13,7 juta , dengan pendapatan usahatani sangat rendah dan belum dapat
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pulau Jawa dengan luas sekitar 7,0%
dari luas daratan Indonesia memberikan kontribusi signifikan terhadap ketahanan
pangan nasional, dimana kontribusinya terhadap produksi beras mencapai 54,6%,
jagung 53,3%, kedelai 67,5%, gula 54,4%, dan sapi 51,3% (Haryono, 2012).
Dalam konteks pembangunan dan pertumbuhan inklusif, pembanguan
pertanian dan pedesaan di semua koridor ekonomi harus dibanguan menjadi
pertanian yang kuat didukung dengan trasformasi struktural ekonomi dalam arti
luas. Pedesaan dan pertanian adalah lokus penduduk miskin, dimana dari 32,5
juta penduduk miskin tahun 2009 sebagian besar tinggal di pedesaan (63,4%)
dan 64,7% dari mereka bekerja di sektor pertanian. Penciptaan pertumbuhan
ekonomi tinggi pada setiap KE, dan peningkatan kapasitas dan akses penduduk
pedesaan melalui pembangunan pertanian yang kuat, didukung dengan
transformasi struktural ekonomi, akan melapangkan jalan pemantapan ketahanan
pangan dan pengentasan kemiskinan.
Pertanian yang tangguh dan kuat pada setiap KE akan lebih memudahkan
pencapaian pertumbuhan ekonomi inklusif (pro-pertumbuhan, pro-kesempatan
26
kerja, dan pro-kemiskinan) dibandingkan dengan konsentrasi pertanian hanya
pada koridor tertentu saja. Strategi ini dinilai lebih efisien dan lebih efektif bagi
sebuah negara besar kepulauan dengan keragaman sumberdaya pertanian yang
besar. Beberapa justifikasi yang mendasari bahwa pembangunan pertanian dapat
menjadi basis pertumbuhan ekonomi berkualitas , adalah: (a) dominasi dalam
penyerapan tenaga kerja, dan dampak pengganda pertumbuhan yang tinggi dan
luas; (b) melibatkan sebagian besar petani skala kecil, dan dapat menekan ongkos
transaksi karena terkait dengan kebutuhan langsung konsumsi rumahtangga dan
pasar lokal; (c) dominasi dalam struktur pendapatan rumahtannga petani, dan
adanya peluang pengembangan diversifikasi usahatani dalam rangka
memantapkan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan; dan (d)
pengentasan kemiskinan merupakan pra-kondisi penting bagi pelestarian
sumberdaya dan lingkungan pertanian dan pedesaan.
(4) Pembangunan dan Pertumbuhan Inklusif
Pembangunan dan pertumbuhan inklusif merupakan sinergi dan
harmonisasi ‘pertumbuhan pertanian nasional’ dan ‘pengembangan ekonomi
pangan’ melalui dukungan tiga pilar utama MP3EI. Dalam konteks ini akan dapat
dicapai ketahanan pangan nasional yang berkedaulatan dan mandiri, konvergensi
produktivitas pertanian/non-pertanian, dan percepatan pengentasan kemiskinan
melalui percepatan trasformasi struktural ekonomi pertanian dan pedesaan.
Kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi inklusif pada setiap KE dan secara nasional yang dapat dinikmati seluruh
masyarakat (termasuk kelompok miskin) adalah: (a) pengurangan ekonomi dan
logistik biaya tinggi antar desa-kota dan antar wilayah/daerah; (b) dukungan
teknologi, regulasi, dan iklim investasi yang kondusif; dan (c) prioritas tinggi pada
investasi infrastruktur (fisik dan kelembagaan) untuk mencapai tingkat
pertumbuhan tinggi dan berkualitas serta berkelanjutan di masa yang akan
datang.
27
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Dalam mengembangkan sistem konektivitas dalam koridor ekonomi,
efektivitas dan efisiensi serta keterhubungannya secara global merupakan hal
utama yang harus dicapai. Untuk menciptakan hal tersebut, maka beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan antara lain adalah: (1) meningkatkan kelancaran
arus barang, jasa dan informasi; (2) menurunkan biaya logistik; (3) mengurangi
ekonomi biaya tinggi; (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah; dan
(5) mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan
upaya penguatan konektivitas di enam koridor ekonomi, berikut beberapa fokus
penguatan konektivitas yang ditujukan untuk mendukung tema pembangunan di
masing-masing koridor ekonomi.
Penelitian diawali dengan review konsep dan berbagai hasil kajian terkait
MP3EI. Kajian yang direview terkait kajian pengembangan sektor pertanian di
Koridor Jawa, Sulawesi dan Kalimantan serta kajian sektor lainnya di Pulau Jawa.
Selanjutnya analisis dinamika dan peran/kontribusi sektor pertanian dan
memetakan potensi dan kendala pengembangan sektor pertanian di Koridor Jawa,
Sulawesi dan Kalimantan dilakukan dengan melihat: (i) dinamika dan
peran/kontribusi sektor pertanian dan non pertanian eksisiting terhadap
perekonomian nasional, (ii) menganalisis potensi dan kendala pengembangan
sektor pertanian baik di Koridor Jawa, Sulawesi maupun Kalimantan, dan (iii)
analisis dampak jika pengembangan koridor ekonomi di Jawa dan Kalimantan
yang kurang memberi penekanan pada pengembangan sektor pertanian eksisiting
secara lebih baik, serta pengembangan pangan yang lebih fokus di Sulawesi. Pada
analisis dampak Implementasi MP3EI serta Implikasinya terhadap Ketahanan
Pangan Nasional dilakukan analisis mengenai: (i) dampak implementasi
pengembangan koridor ekonomi, terutama pengembangan Koridor Ekonomi Jawa
yang lebih fokus pada sektor industri dan Jasa, koridor Kalimantan pada tambang
dan energi serta Sulawesi yang menempatkan pertanian sebagai prioritas (ii)
bagaimana dampak pengembangan koridor ekonomi kedepan sebagai
implementasi MP3EI kedepan dikaitkan dengan sumber pertumbuhan produksi
pertanian dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional. Selanjutnya
28
merumuskan kebijakan perencanaan dan pelaksanaan MP3EI ke depan terutama
dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian, atau lebih spesifik lagi
peningkatan produksi pertanian nasional dalam rangka pencapaian ketahanan
pangan dan peningkatan kesejahteraan petani.
3.3. Lokasi Penelitian dan Responden
3.3.1. Dasar Pertimbangan
Mengacu pada tujuan dan ruang lingkup penelitian, lokasi penelitian adalah
di wilayah penghasil pangan utama di Jawa (Koridor Jawa) dan Koridor ekonomi di
Luar Jawa: Sulawesi dan Kalimantan. Pemilihan lokasi didasarkan atas
pertimbangan beberapa hal berikut:
(i) Wilayah sentra produksi pangan saat ini, namun pangan tidak termasuk
dalam prioritas utama (Jawa) dalam Program MP3EI.
(ii) Wilayah sentra produksi pangan dan pangan dimasukan dalam kegiatan
prioritas (Sulawesi) dalam Program MP3EI.
(iii) Wilayah yang prospektif sebagai sentra produksi pangan dan pangan tidak
dimasukan dalam kegiatan prioritas (Kalimantan) dalam Program MP3EI.
Pemilihan lokasi penelitian tidak terlepas dari tujuan umum penelitian untuk
mengetahui eksistensi dan prospek pengembangan pertanian di Jawa (KE basis
jasa dan industri) dan luar Jawa (KE basis pertanian) dalam perspektif program
MP3EI. Dalam konteks ini, dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang
prospek ketahanan pangan wilayah dan nasional (yang secara inklusif harus
mempertimbangkan kedaulatan dan kemandirian pangan) pada setiap koridor
ekonomi. Jawa dengan kontribusi pertanian yang relatif masih dan akan tetap
tinggi dimasa yang akan datang perlu mendapatkan perhatian secara khusus.
Konektivitas ekonomi pangan antar provinsi di Jawa tetap harus dibangun,
demikian juga konektivitasnya dengan KE ekonomi di luar Jawa. KE di luar Jawa
yang perlu mendapatkan penekanan khusus adalah KE dengan basis pertanian,
dimana pertanian akan dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi wilayah
dan nasional. Berdasarkan keterbatasan sumberdaya penelitian, akan
29
dipertimbangkan dua KE dengan basis pertanian di luar Jawa yaitu KE Sulawesi
dan KE Kalimanatan. Pemahaman tentang eksistensi, prospek, dan konektivitas
antar tiga KE ini dinilai representatif, sebagi langkah awal untuk memahami
pembangunan pertanian (pangan) untuk mencapai pertumbuhan inklusif
(berkualitas) melalui percepatan transformasi ekonomi, yang seharusnya menjadi
sasaran dalam pengembangan MP3EI.
Kriteria pemilihan tiga koridor ekonomi (KE) adalah satu KE basis non-
pangan (jasa dan industri), tetapi memiliki peran dominan dan strategis dalam
pemenuhan pangan nasional. Dua KE lainnya adalah wilayah dengan sasaran
sebagai sumber pertumbuhan dan pembangunan ekonomi pangan dan/atau non
pangan, yang juga dinilai akan memiliki kontribusi dan peran dominan ekonomi
pertanian (pangan) ke depan terkait dengan pengembangan program MP3EI.
Berdasarkan kriteria tersebut secara sengaja (purposive) dipilih KE Jawa dan dua
KE di Luar Jawa yaitu KE Sulawesi dan Kalimantan. Disamping melihat dan
menganalisis konektivitas ekonomi antar ke tiga KE tersebut, juga akan dianalisis
konektivitas antar provinsi dalam setiap koridor ekonomi. Pertimbangan pemilihan
unit analisis provinsi dinilai relevan dalam perspektif provinsi sebagai perwujudan
pemerintah pusat di daerah dalam rangka pelaksanaan koordinasi di tingkat
kabupaten dan sebagai aktor dalam pengembangan konektivitas ekonomi dalam
suatu koridor ekonomi.
3.3.2. Lokasi dan Responden
Berdasarkan dasar pertimbangan pemilihan lokasi, maka untuk Lokasi di
Koridor Jawa yang akan dipilih adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Untuk Koridor Sulawesi akan dipilh Provinsi Sulawesi Selatan, dan
untuk Koridor Kalimantan akan dipilih Provinsi Kalimantan Selatan.
Responden yang akan menjadi sampel penelitian adalah para pengambil
kebijakan di berbagai level, pelaku usaha di ketiga lokasi serta para akademisi dan
NGO: (1) Responden Instansi seperti: Ditjen Tanaman Pangan- Kementerian
Pertanian, Bappenas, Dinas Pertanian Propinsi, Bappeda Provinsi, BPTP, Dinas-
Dinas lain terkait pengembangan ekonomi di Provinsi Koridor Jawa, Kalimantan
30
dan Sulawesi, Lembaga penelitian, (2) Responden lembaga seperti Industri
Pangan Padi/beras, Jagung, ubi kayu dan daging sapi, (3) Responden
petani/kelompok tani di lokasi penelitian di lokasi penelitian untuk komoditas
Padi/beras, Jagung, Kedelai, ubi kayu dan daging sapi.
Tabel 1. Lokasi dan Komoditas Sampel Penelitian
Lokasi Penelitian Sampel Komoditas 1. Koridor Jawa:
a. Jawa Barat b. Jawa Tengah c. Jawa Timur
2. Koridor Sulawesi: a. Sulawesi Selatan
3. Koridor Kalimantan: a. Kalsel/Kaltim
Padi, Jagung, Kedelai
Padi, Ubi Kayu, daging sapi Padi, Jagung, Kedelai, daging sapi
Padi, Jagung, Kedelai, daging sapi
Padi
Tabel 2. Jumlah Responden Pada seluruh lokasi penelitian
Jenis Responden Jumlah Responden
1. Instansi a. BPS Pusat b. BPS Provinsi c. Ditjen Pertanian Tan. Pangan d. Ditjen P2HP e. Bappenas f. Bappeda Provinsi g. Bappeda Kabupaten h. Dinas Pertanian Provinsi i. Dinas Pertanian Kabupaten j. Dinas Perindag Provinsi
2. Lembaga:
a. Industri Pengolahan Pangan b. Industri Pengolahan Hasil Ternak
3. Kelompok Tani
a. Kelompok Tani Pangan b. Kelompok Ternak Sapi
1 5 1 1 1 5 8 5 8 5
15 3
20 5
Total Responden 83
31
3.4. Data dan Metode Analisis
3.4.1. Jenis dan Sumber Data
Untuk menjawab tujuan dan menghasilkan keluaran penelitian seperti
tersebut di atas diperlukan data primer dan sekunder. Data sekunder merupakan
bahan utama identifikasi kegiatan pengembangan pangan dan industri pangan di
berbagai level. Khusus untuk data I/O yang bersumber dari Badan Pusat Statisktik
Jakarta, akan menggunakan I/O transaksi domestik atas dsar harga produsen
pada level nasional dan masing-masing provinsi yang ada pada tiga koridor yang
menjadi lokasi penelitian. Sedangkan tahunnya akan digunakan tahun terakhir dari
I/O yang tersedia baik di nasional maupun pada masing-masing provinsi.
Data primer sebagai pendukung akan dikumpulkan dari survey pada
pengambil kebijakan, pelaku usaha, akademisi dan NGO serta rumah tangga
petani/kelompok tani. Data sekunder dalam penelitian diperoleh dari lembaga
ataupun instansi pemerintah yang relevan dengan topik penelitian. Semua data
akan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran melalui Focus Group Discussion
(FGD) atau wawancara personal. Beberapa data didekati dengan wawancara
Snowball sampling.
Unit observasinya ada dua: (1) rumah tangga petani/kelompok tani, (2)
komunitas/wilayah. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dari
unit observasi: (1) adalah kuesioner, sedangkan untuk unit observasi (2) adalah
panduan wawancara.
Instrumen penelitian berkontribusi penting pada perolehan data yang
berkualitas (reliable dan valid). Oleh karena itu, sebelum bentuk final diperoleh
diperlukan adanya uji coba yang pelaksanaannya akan dilakukan pada saat survey
pendahuluan.
3.4.2. Metode Analisis
Untuk menjawab tujuan penelitian pertama terkait potensi dan kendala
dilakukan dengan memetakan kondidsi eksisiting pertanian melalui tabulasi data
yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Tujuan kedua tentang dinamika dan
kinerja serta peran sektor pertanian, akan dianalisis menggunakan data PDRB,
32
data Input-Output, yang dilengkapi dengan beberapa hasil kajian primer,
utamanya dalam melihat kaitan ke depan dan kebelakang dari sektor pertanian di
lokasi terpilih. Tujuan ketiga tentang simulasi dampak MP3EI secara terbatas akan
didekati dengan Input-Output analisis, dan secara lebih komprehensif akan
digunakan pendekatan sistem, dengan membangun model simulasi untuk
menjelaskan interaksi berbagai aspek dalam pengembangan sistem ketahanan
pangan di wilayah kajian.
Secara operasional, menganalisis dinamika, kinerja dan peran sektor
pertanian serta sektor jasa pada tiga koridor lokasi penelitian, akan mencakup
beberapa analisis, yaitu : (1) menganalisis peran sektor pertanian baik primer
maupun sekunder dan industri pengolahannya serta sector jasa dalam
perekonomian wilayah yang digambarkan oleh pangsa masing-masing sector
tersebut, (2) menganalisis efek pengganda dari sektor-sektor tersebut dalam
penciptaan nilai output, nilai tambah, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja,
(3) menganalisis peran sektor pertanian tersebut sebagai pengungkit sektor lain,
baik sebagai penarik sektor di hulunya (backward linkage) maupun sebagai
pendorong sektor yang ada dihilirnya (forward linkage).
Sektor-sektor yang akan dianalisis, untuk sektor pertanian primer utamanya
adalah terkaitr dengan komoditas unggulan nasional, seperti Padi, Jagung, Kedele,
Tebu, dan ternak. Sedangkan sektor primer pertanianna lainnya dianalisis sebagai
pembanding. Disamping itu akan dilihat juga sekor pertanian sekunder yang
terkait dengan industry pengolahan yang berbasis komoditas utama tadi yang
diduga peningkatan nilai tambah ekonomi justru dari sektor pengolahannya. Juga
sesuai dengan rencana pengembangan sektor dimasing-masing koridor, maka
sektor jasa (perdagangan, restoran, perhotelan, angkutan, komunikasi,
pemeritnahan, pendidikan, dll) akan dilihat secara fokus dalam penelitian ini.
Penggunaan kode sektor dala analisis ini akan menyesuaikan dengan kode sektor
pada masing-masing provinsi.
Sedangkan secara teknik, untuk analisis Input-Output akan diuraiakan
sebagai berikut :
33
(1) Analisis Input Output
a. Koefisien Input
Pada Tabel I-O perbandingan antara jumlah output sektor i yang digunakan
dalam sektor j (Xij) dengan input total sektor j (Xj). Koefisien ini dapat
diterjemahkan sebagai jumlah input dari sektor i yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu unit output sektor j. Secara sistematik dapat dituliskan:
Xj
Xijaij
dimana Aij adalah koefisien input
Dengan demikian dapat disusun matriks sebagai berikut :
a11 X1 +a12 X2+ ... ... ... ... + a1n Xn + F1 = X1
a21 X1 +a22 X2+ ... ... ... ... + a1n Xn + F2 = X2
: : : : :
an1 X1 +an2 X2+ ... ... ... ... + ann Xn + Fn = Xn
Jika terdapat perubahan pada permintaan akhir, maka akan ada perubahan
pola pendapatan nasional. Jika ditulis dalam bentuk persamaan, maka dapat
dituliskan sebagai berikut :
FAX
FA
X
A
FX
XAF
AXXF
XFAX
1)1(
)1(
1
)1(
)1(
dalam pengertian matrik (1) adalah identitas (I) maka notasi matriks menjadi
(I - A). Jadi X = (I - A)-1 F
I = Matriks Identitas berukuran n x n yang elemennya memuat angka satu pada
diagonalnya dan nol pada selainnya.
A = Matriks Koefisien Teknis
F = permintaan Akhir
X = Output
(I - A)-1 = Matriks Leontief
34
Dalam analisis I-O, matriks kebalikan Leontief memiliki peranan yang sangat
penting sebagai alat analisis yang mencerminkan efek langsung dan tidak
langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap output sektor-sektor dalam
perekonomian.
b. Analisis Perubahan Output
Untuk menganalisis dampak perubahan subsidi terhadap output digunakan
model input output dengan pendekatan supply side. Dalam analisis ini input
primer menjadi faktor eksogen. Artinya pertumbuhan perekonomian baik secara
sektoral maupun secara total dipengaruhi oleh perubahan pada input primer
(Firmansyah, 2006).
Dalam model input-output dengan pendekatan supply bentuk
persamaannya adalah secara kolom yaitu:
35
c. Keterkaitan Antar Sektor (Backward and Forward Linkage)
Analisis keterkaitan antar sektor terbagi menjadi kaitan ke belakang
(backward linkage) dan kaitan ke depan (forward likages). Kedua keterkaitan
merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan
suatu sektor terhadap sektor-sektor yang lain dalam perekonomian. Kaitan ke
belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu
sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitannya
ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara
suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi
sektor-sektor lain (Kuncoro, 2001).
Formula kaitan ke belakang dari suatu sektor dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Lbj = bij + bnj + ...bnj =
n
i
bij1
dimana :
Lbj = Indeks keterkaitan kebelakang sektor ke j
Bij = Koefisien Leontief pada baris ke i kolom ke j
n = Jumlah sektor
Koefisien yang ditunjukkan oleh Lbj sebagai pengaruh tingkat keterkaitan
ke belakang (backward linkages) apabila > 1 menunjukkan bahwa satu unit dari
permintaan akhir sektor tersebut akan menciptakan perubahan diatas rata-rata
pada aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Hal ini memberi makna
penyebaran nilai > 1, dimisalkan pada hasil akhir analisis diperoleh indeks
36
keterkaintan ke belakang total sektor pertanian sebesar 1,70458. Jika dijabarkan
maksud dari keterkaitan ke belakang sebesar 1,70458 adalah apabila terjadi
kenaikan 1 (satu) unit permintaan akhir di sektor tersebut akan mengakibatkan
kenaikan output sebesar 1,70458.
Jenis keterkaitan ke dua antar sektor dalam perekonomian adalah keterkaitan ke
depan (forward linkage). Keterkaitan ke depan diperoleh dari invers kaitan ke
belakang, formulasi matematisnya yaitu : (Kuncoro, 2001).
Untuk mengembangkan analisis nilai keterkaitan diatas, maka digunakan
model Rassmusen. Pengukuran dengan metode ini untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai keterkaitan atau multiplier produksi. Dalam beberapa analisis yang
menggunakan model input-output metode Rassmusen ini juga disebut dengan
metode perhitungan daya penyebaran pada perhitungan pengaruh keterkaitan ke
belakang. Sementara itu pada perhitungan keterkaitan ke depan, metode
Rassmusen disebut juga sebagai metode perhitungan derajat kepekaan.
d. Daya Penyebaran
Daya penyebaran menunjukkan seberapa besar pengaruh keterkaitan pada
perhitungan keterkaitan ke belakang. Dengan menggunakan metode Rassmusen
maka koefisien daya penyebaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
37
Suatu sektor dikatakan mempunyai daya penyebaran yang tinggi jika
pertumbuhan sektor-sektor tersebut mempengaruhi sektor-sektor lainnya,
sehingga dapat pula disebut besarnya total dari satu unit permintaan akhir suatu
sektor terhadap pertumbuhan sektor ekonomi. Koefisien yang ditunjukkan oleh αj
sebagai pengaruh tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkages) apabila > 1
memberi makna bahwa penyebaran sektor j relatif lebih tinggi dibandingkan
sektor-sektor lainnya. Sedangkan Indeks keterkaitan ke depan dari suatu sektor
dapat ditunjukkan sebagai berikut :
38
Lfi = bi1 + bi2 ... bin =
n
j
bij1
dimana :
Lfi = Indeks keterkaitan kedepan sektor ke i
Bij = Koefisien Leontief pada baris ke i kolom ke j
n = Jumlah sektor
e. Derajat Kepekaan
Derajat kepekaan menunjukkan seberapa besar pengaruh pada perhitungan
keterkaitan ke depan. Untuk mengetahui koefisien derajat kepekaan sebagai rata-
rata terhadap keseluruhan dirumuskan:
Dengan kriteria :
a. Jika βi = 1 keterkaitan ke depan sektor ke-i sama dengan ratarata
keterkaitan ke depan seluruh sektor ekonomi.
b. Jika βi < 1 keterkaitan ke depan sektor ke-i lebih rendah dibandingkan rata-
rata keterkaitan ke depan seluruh sektor ekonomi.
c. Jika βi > 1 keterkaitan ke depan sektor ke-i diatas rata-rata keterkaitan ke
depan seluruh sektor. Atau sektor ke-i tersebut memperoleh pengaruh
yangtinggi dari sektor lainnya.
Dimana : βi : koefisien derajat kepekaan
bij : Elemen matriks kebalikan dari baris i ke j
n : banyak sektor matriks
39
Koefisien yang ditunjukkan oleh βi sebagai pengaruh tingkat keterkaitan ke
depan (forward linkages) apabila > 1 memberi makna bahwa derajat kepekaan
sektor i relatif lebih tinggi dibandingkan sektor sektor lainnya yang memiliki βi < 1,
yaitu permintaan produksi sektor lain sangat berpengaruh pada pertumbuhan
sektor i. Suatu sektor apabila koefisien nilai αj > 1 dan βi > 1, maka sektor
tersebut merupakan sektor kunci (key sector) atau dapat dikatakan sebagai
leading sector dalam perekonomian di wilayah yang bersangkutan, karena
mempunyai tingkat keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang yang tinggi.
f. Analisis Pengganda
Pengganda Output
Angka pengganda output suatu sektor j adalah nilai total dari output yang
dihasilkan oleh perekonomian untuk memenuhi (atau sebagai akibat) adanya
perubahan satu unit permintaan akhir sektor tersebut. Angka pengganda output
merupakan jumlah kolom dari elemen matriks kebalikan Leontief. Secara notasi,
diformulasikan sebagai :
Pengganda Pendapatan
Angka pengganda pendapatan rumah tangga suatu sektor menunjukkan
perubahan jumlah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang tercipta
akibat adanya tambahan satu unit uang permintaan akhir pada suatu sektor. Jalur
pengaruh dampak perubahan permintaan peningkatan pendapatan rumah tangga
dapat dijelaskan dengan kasus peningkatan permintaan akhir. Peningkatan
40
permintaan akhir sektoral akan meningkatkan sektoral dan total perekonomian.
Hal ini dapat diukur melalui angka pengganda output akan meningkatkan
permintaan terhadap tenaga kerja, hal ini akan meningkatkan balas jasa terhadap
rumah tangga yang memiliki tenaga kerja tersebut.
Peningkatan permintaan akhir sektoral akan meningkatkan output sektoral
dan total perekonomian. Hal ini dapat diukur melalui angka pengganda output
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Peningkatan output akan meningkatkan
permintaan terhadap tenaga kerja, hal ini akan meningkatkan bals jasa terhadap
rumah tangga yang memiliki tenaga kerja tersebut.
Matriks angka pengganda pendapatan rumah tangga :
Dimana Xn+1j pada formula tersebut adalah sama dengan baris v (input primer).
Untuk masing-masing sektor, angka pengganda pendapatan rumah tangganya
menjadi:
(2) Pendekatan Dinamika Sistem
Didalam sistem ketahanan pangan di tiga KE MP3EI yang kompleks akan
terjadi transformasi dalam bentuk : a) transformasi teknis : berupa penyediaan
lahan, penyediaan irigasi, penyediaan sumberdaya kalori, penyediaan sumberdaya
protein sampai dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk pangan kalori dan
41
protein; b) transformasi sosial, berupa perubahan pola pikir yang terkait dengan
perubahan tingkat pendidikan, dan perubahan motivasi untuk meningkatkan
kualitas konsumsi pangan; c) transformasi ekonomi /finansial, berupa perubahan
pendapatan masyarakat dan tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan;
d) transformasi lingkungan strategis yang terkait dengan perubahan kebijakan
pemerintah dalam mengakomodir keberlanjutan ketahanan pangan.
Karena sistem ketahanan pangan nasional memiliki berbagai aspek yang
saling berinteraksi dan relatif kompleks, sehingga diperlukan metode untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam pengembangan sistem ketahanan
pangan di tiga KE MP3EI tersebut. Metode pendekatan sistem yang tepat adalah
dengan membangun model simulasi untuk menjelaskan interaksi berbagai aspek
dalam pengembangan sistem ketahanan pangan tersebut. Model berperanan
penting dalam pengembangan teori karena berfungsi sebagai konsep dasar yang
menata rangkaian aturan yang digunakan untuk menggambarkan sistem. Sasaran
pokok dari pembuatan model yaitu : (1) untuk memperoleh pengertian yang lebih
baik mengenai hubungan sebab-akibat dalam suatu sistem, serta untuk
menyediakan interpretasi kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik akan sistem
tersebut; (2) lebih terapan atau berorientasi pada masalah yaitu untuk
mendapatkan prediksi yang lebih baik akan tingkah-laku dari sistem yang
digunakan segera dalam perbaikan pengendalian atau pengelolaan sistem.
Langkah awal dalam pengembangan model adalah melakukan identifikasi
sistem yang bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang di kaji
dalam bentuk diagram antara komponen masukan (input) dengan sistem
lingkungan yang menghasilkan suatu keluaran (output) baik yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan, seperti ditampilkan pada Gambar 6. Adapun
keterkaitan antar komponen dalam sistem perlu dibuat untuk mengarahkan pada
pembentukan model kuantitatif dalam bentuk diagram sebab-akibat yang disajikan
pada Gambar 7. Diagram sebab-akibat (causal loop diagram) memperlihatkan
interaksi antar semua komponen yang terkait dalam sistem ketahanan pangan.
42
Gambar 6. Diagram Input-Output sistem ketahanan pangan di Koridor Ekonomi Jawa, Sulawesi dan Kalimantan
43
Kebutuhanindustri kedele
Kebutuhanindustri jagung
Kebutuhanindustri beras
Kebutuhanindustri ubikayu
Kebutuhanindustri ubi jalar
Kebutuhanindustri protein
Kebutuhanindustri kalori
+
+
+
+
+
Total kebutuhanpangan
Konsumsikalori
Konsumsiprotein
Tingkatkonsumsi kalori
Tingkat konsumsiprotein
+
+
Jumlahpenduduk
+
+
+
+
+
+
NERACAKETERSEDIAAN
PANGAN
Produksi kalori Produktivitas
+
+ +
Luas panen
Penyusutanluas panen
-
+
Luas lahan
+
IntensitasPenanaman (IP)
++
Konversi lahan
-
+
Indeks kualitaspangan
-
+
Pengetahuan gizi(Akses Sosial)
Tingkatpendidikan
Kesempatankerja
PDB
+
+
+
Pemenuhankebutuhan pangan
(Akses fisik)
+Harga bahanpangan
-
+
+
-
(-)
(+) (+)
Gambar 7. Diagram sebab-akibat (Causal Diagram) ketahanan pangan di Koridor
Ekonomi Jawa, Sulawesi dan Kalimantan
Ruang lingkup Pendekatan dinamika sistem ketahanan pangan di tiga
koridor ekonomi MP3EI (Jawa, Sulawesi dan Kalimantan) meliputi :
a. Melakukan evaluasi terhadap kondisi eksisting ketahanan pangan di tiga
Koridor Ekonomi (KE) MP3EI (Jawa, Sulawesi dan Kalimantan).
b. Melakukan evaluasi kondisi setelah dilakukan intervensi terhadap variabel-
variabel utama yang berpengaruh pada pencapaian ketahanan pangan di
tiga Koridor Ekonomi (KE) MP3EI (Jawa, Sulawesi dan Kalimantan).
c. Merumuskan kebijakan yang paling optimal utnuk pencapaian ketahanan
pangan di tiga Koridor Ekonomi (KE) MP3EI (Jawa, Sulawesi dan
Kalimantan).
44
a. Metode yang Digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dinamika
sistem (system dynamics). Dinamika sistem sebagai salah satu metode berpikir
sistem yang bisa melihat persoalan secara komprehensif dari berbagai aspek
secara integral. Dalam penelitian ini dinamika sistem digunakan untuk menilai
proses berjalannya pencapaian ketahanan pangan yang berbasis sumberdaya lokal
dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tiga koridor ekonomi
MP3EI.
Pemodelan dinamika sistem merupakan salah satu metode berpikir sistem
yang diharapkan dapat menganalisis sistem secara dinamis untuk melihat
persoalan, menangani kerumitan, perubahan, dan ketidakpastian dari sebuah
sistem yang nyata ini, meski nantinya tidak luput dari kekurangan dan
keterbatasan. Namun paling tidak, model ini dapat digunakan sebagai
pembelajaran tentang proses dinamis dalam rangka membawa kesadaran berpikir
sistemik yang kreatif dengan pandangan antisipatif ke depan mengenai kebijakan
masa lampau dan sekarang yang terkadang kurang tepat.
Secara umum, dinamika sistem merupakan strategi pendekatan struktural
yang fokus pada struktur fenomena dan perilakunya. Dalam rangka membangun
model dinamika sistem, data-data yang dibutuhkan diperoleh melalui pengamatan,
observasi dan studi literatur yang dilakukan di tiga koridor ekonomi MP3EI (Jawa,
Sulawesi dan Kalimantan). Data yang diperlukan meliputi lima aspek, yaitu : aspek
teknis, aspek institusi, aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Data
awal dimulai dari tahun 2000 sampai 2012. Simulasi dilakukan sampai tahun 2025.
Kompleksnya masalah dalam pencapaian ketahanan pangan di tiga koridor
ekonomi MP3EI (Jawa, Sulawesi dan Kalimantan) disebabkan oleh banyaknya
faktor yang mempengaruhi struktur dan perilaku dari suatu sistem ril akan
menyebabkan terlibatnya banyak sekali komponen sistem atau variabel-variabel
yang bertanggung jawab atas mekanisme kerja sistem bersangkutan. Pada
gilirannya, penurunan formula matematis untuk setiap variabel sistem akan
membutuhkan waktu yang sangat banyak dan upaya yang berulang. Kendala ini
dapat dipecahkan secara efisien dengan memanfaatkan bahasa simulasi
45
(simulation languages) dan perangkat lunak (software) komputer. Perangkat lunak
(software) yang digunakan pada penelitian ini adalah Powersim Constructor versi
2.5. Powersim adalah salah satu software untuk simulasi model dinamika sistem.
Powersim hanyalah merupakan alat (tool) untuk mempermudah simulasi model
dinamika sistem. Powersim mampu memberikan gambaran tentang perilaku
sistem secara grafis, melakukan simulasi secara cepat, melakukan perhitungan
matematis dan mudah dioperasikan.
Model disimulasikan untuk mengetahui kecenderungan perilakunya, guna
menyimpulkan hal-hal penting dalam kaitan dengan alternatif kebijakan yang akan
diterapkan. Dalam pemodelan dinamika sistem, tujuan akhir yang akan dicapai
adalah mengenai pemahaman, sedang targetnya adalah meningkatkan
pemahaman tentang hubungan-hubungan yang terjadi di antara struktur umpan
balik dan perilaku dinamis dari suatu sistem, sehingga dapat dikembangkan
berbagai kebijakan dalam rangka memperbaiki perilaku permasalahan yang
terjadi. Bila model dapat diformulasikan, perilaku dinamisnya dapat diperoleh
melalui simulasi model tersebut. Simulasi perlu dilakukan untuk membandingkan
perilaku dan struktur model dengan perilaku dan struktur sistem, yang pada
gilirannya akan meningkatkan keyakinan terhadap kesahihan model. Dengan
demikian, simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk merancang kebijakan yang
efektif. Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri atas 5 tahap seperti disajikan pada
Gambar 8.
Perencanaan penelitian
Tahapan penelitian diawali dengan melakukan perencanaan penelitian
dengan didasarkan pada kajian terhadap literatur yang terkait dengan penelitian.
Observasi di lapangan
Observasi di lapangan diperlukan untuk mengetahui variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja sistem secara menyeluruh. Observasi di lapangan juga
diperlukan untuk mendeskripsikan pola interaksi variabel-variabel dalam sistem
ketahanan pangan. Deskripsi ini dapat diwujudkan dalam bentuk grafik atau
verbal. Deskripsi tersebut membantu dalam menentukan struktur dasar model,
46
menyederhanakan keputusan yang perlu dipertimbangkan terhadap fokus masalah
utama dan menghasilkan skenario simulasi yang lebih terarah.
Gambar 8. Tahapan penelitian
b. Pendefinisian batasan model sistem dinamik
Langkah ini menentukan variabel-variabel yang dianggap sebagai variabel
endogen dan eksogen. Variabel endogen adalah variabel yang dapat menerangkan
adanya tendensi-tendensi internal persoalan yang telah diungkapkan melalui pola
referensi. Sedangkan variabel eksogen adalah variabel yang perubahannya hanya
merupakan fungsi waktu (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model),
tetapi dapat mempengaruhi perilaku model. Variabel ini dapat merepresentasikan
perubahan-perubahan kebijakan ataupun gangguan-gangguan dari luar model.
Studi literatur
Pendefinisan batasan model
Observasi di lapangan
Perencanaan penelitian
Verifikasi dan Validasi model
Membangun struktur model
Simulasi
Analisis Perumusan Kebijakan
47
c. Membangun struktur model
Struktur umpan balik dari variabel-variabel yang berinteraksi dalam sistem
irigasi dibuat berdasarkan batasan model yang telah ditentukan. Struktur model
dibuat berdasarkan batasan model yang sudah didefinisikan sebelumnya.
Pembuatan struktur model diawali dengan menyusun model konseptual. Model
konseptual merupakan suatu diagram sebab akibat (causal diagram) yang
memuat elemen, kejadian dan relasi yang terjadi dalam sistem nyata. Dalam
model konseptual ini terjadi proses pembentukan abstraksi relevan sistem nyata
terhadap pertanyaan model simulasi yang diharapkan akan dijawab. Langkah
selanjutnya adalah merancang model logika yang merupakan model diagram alur
dari logika untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan dari upaya pencapaian
ketahanan pangan di tiga koridor ekonomi MP3EI. Model logika ini memuat relasi
logis antara elemen sistem juga variabel yang mempengaruhi sistem.
d. Verifikasi dan Validasi model
Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model komputer yang telah
disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak
yang di kaji. Dalam pengertian lain, verifikasi adalah sebuah proses untuk
meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya adalah
benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang
dibuat telah menunjukan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari
model.
Validasi adalah usaha penyimpulan apakah model sistem tersebut
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Dalam pengertian lain, validasi
adalah substansi bahwa model yang dikomputerisasikan dalam lingkup aplikasinya
memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari
penerapan model. Cara yang digunakan dalam validasi model ini adalah
membandingkan perilaku model dengan perilaku historisnya Model dianggap valid
apabila perilaku historis variabel-variabel yang dipergunakan dalam model mirip
atau memiliki trend yang sama. Untuk mengukur tingkat kepercayaan terhadap
48
model yang dibangun dalam mewakili perilaku nyata dapat diukur dengan
kesalahan kuadrat rata-rata (mean square error; MSE) dan kesalahan yang telah
dinormalisasi adalah dengan persentase kesalahan akar kuadrat rata-rata (root-
mean-square percent error; RMSPE) :
n
n t
tt
A
AS
nMSE
1
21
n
n t
tt
A
AS
nRMSPE
1
21
Keterangan : MSE : mean square error; RMSPE : root-mean-square percent
error; St : nilai simulasi pada waktu t; At : nilai aktual pada waktu t; n : jumlah
pengamatan (t = 1,…, n)
Model dianggap valid bila MSE 5%.
e. Simulasi
Model simulasi yang dibangun dalam penelitian ini adalah model simulasi
kontinyu berdasarkan metode dinamika sistem yang berfokus pada struktur dan
perilaku sistem terdiri dari interaksi antar variabel dan umpan balik (feedback
system). Hubungan dan interaksi antar variabel dinyatakan dalam diagram sebab
akibat.
Model ini mensimulasikan prilaku pencapaian ketahanan pangan di tiga
koridor ekonomi MP3EI dengan beberapa skenario sehingga diperoleh upaya yang
paling optimal untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Skenario dirancang
berdasarkan pertimbangan pola referensi beberapa variabel utama dari semua
aspek yang berpengaruh di tiga lokasi penelitian tersebut. Pola referensi
merupakan deskripsi dari pola interaksi variabel-variabel dalam sistem ketahanan
pangan di tiga lokasi penelitian. Deskripsi ini dapat diwujudkan dalam bentuk
grafik atau verbal.
Dasar pertimbangan penentuan skenario adalah terkait dengan konsep
ruang (spatial) dan waktu (temporal) yang merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam sistem ketahanan pangan. Secara spatial, terkait daya dukung
lingkungan strategis dan distribusi yang tidak sama dalam hal curah hujan, kondisi
tanah, sumber air, penyusutan luas total lahan produksi tanaman pangan akibat
konversi lahan, sempitnya luas per unit lahan yang dikelola oleh rumah tangga
49
petani akibat fragmentasi lahan, menurunnya kesuburan akibat pencemaran
dan/atau salah kelola yang berakibat pada degradasi lahan, motivasi petani,
ketersediaan teknologi yang sepadan, kebijakan pemerintah daerah yang berbeda.
Secara temporal, pencapaian ketahanan pangan mengikuti dinamika perubahan
pola pikir petani dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan dan pemilihan komoditi
untuk menjamin ketahanan pangan di tingkat keluarga petani dan untuk
meningkatkan pendapatannya. Atas dasar konsep waktu (temporal), maka
pertimbangan yang digunakan untuk merancang skenario adalah perubahan
dinamika petani dalam memilih komoditi yang lebih menguntungkan secara
komparatif dan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang
diselaraskan dengan kebijakan pemerintah saat ini untuk memacu pencapaian
ketahanan pangan.
Analisis yang dilakukan adalah analisis sensitivitas. Sensitivitas berarti
respon model terhadap stimulus yang akan ditunjukan dengan perubahan atau
kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui variabel
keputusan yang cukup penting (leverage point) untuk ditelaah lebih lanjut pada
aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaik-terburuk.
Jenis analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini berupa intervensi
fungsional.
f. Perumusan Kebijakan
Hasil analisis dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui posisi
masing-masing aspek ketahanan pangan akan diperoleh mengenai kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada yang selanjutnya digunakan untuk
merumuskan strategi pencapaian ketahanan pangan. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity),
serta dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
50
IV. ANALISIS RISIKO Beberapa faktor yang berpeluang menjadi penyebab tak tercapainya
tujuan atau tidak terselesaikannya pekerjaan dalam penelitian dan cara
antisipasinya tersaji dalam Tabel 3 dan 4 berikut ini: Tabel 3. Daftar Risiko
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Lokasi penelitian tidak kondusif untuk melakukan survey. (pengumpulan data),
Adanya instabilitas politik dan keamanan nasional dan atau situasi ketertiban dan keamanan
Proses pengumpulan data primer terhambat
2. Adanya penundaan kegiatan
kebijakan pemerintah terkait dengan realokasi anggaran untuk mengatasi situasi darurat,
Proses penelitian mundur
3. Pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilakukan dengan normal
Adanya bencana alam dan gangguan keamanan
Proses penelitian dan hasilnya kurang optimal
Tabel 4. Daftar Penanganan Risiko No. Risiko Penyebab Penanganan Risiko 1. Lokasi penelitian
tidak kondusif untuk melakukan survey. (pengumpulan data),
Adanya instabilitas politik dan keamanan nasional dan atau situasi ketertiban dan keamanan
Untuk mengantisipasi risiko yang timbul dalam kaitannya dengan ketertiban dan keamanan di lokasi penelitian, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan adanya lokasi pengganti (cadangan) berdasarkan atas justifikasi ilmiah agar kualitas hasil penelitian dapat dipertahankan
3. Adanya penundaan kegiatan
kebijakan pemerintah terkait dengan realokasi anggaran untuk mengatasi situasi darurat,
Perancangan Kerangka Acuan Penelitian disusun melalui penjaringan isu-isu kebijakan yang dipandang strategis. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh institusi.
4. Pelaksanaan kegiatan tidak dapat dilakukan dengan normal
Adanya bencana alam dan gangguan keamanan
Dalam kondisi yang tak mungkin dihindari, antisipasi yang dapat dilakukan adalah melalui perampingan dan pembatasan tujuan penelitian, yang dalam konteks ini dapat difokuskan pada aspek-aspek yang dapat dikaji melalui analisis data sekunder saja
51
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Susunan Tim Pelaksana kegiatan
No Nama Gol/Pangkat Jabatan
Fungsional
Kedudukan
dalam Tim
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Dr. Hermanto
Prof. Dr. Erizal Jamal
Prof. Dr. I. Wayan Rusastra
Dr. Benny Rachman
Dr. Adang Agustian
Ir. Supena Friyatno, Msi
Drs. Deri Hidayat
Dr. Agung Prabowo
Dr. Setiyadjit MAApSc
Prof. Dr. Irsal Las
Prof. Dr. Syamsul Bahri
Dr. Retno S.H.M
Dr. Haris Syahbuddin
IV/d
IV/d
IV/e
IV/e
IV/a
III/d
III/d
IV/
IV/
IV/e
IV
IV
IV
Peneliti Utama
Peneliti Utama
Peneliti Utama
Peneliti Utama
Peneliti Madya
Peneliti Madya
Peneliti
Peneliti
Peneliti Utama
Peneliti Utama
Peneliti Utama
Peneliti
Peneliti
Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
5.2. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan/Aktivitas Bulan ( 1 = Januari), Tahun 2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan
Review
Pengumpulan data
Pengolahan dan Analisis Data
Penulisan Laporan Penelitian
Seminar Hasil Penelitian
Finalisasi Laporan Penelitian
Pendayagunaan Hasil Penelitian
52
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana. M, O. 2008. Lintasan dan Marka Jalan Menuju Ketahanan Pangan Terlanjutkan dalam Era Perdagangan Bebas. Pengembangan Inovasi Pertanian I (1), 2008: 17-46.
Agustian, A., S. Friyatno, B. Sayaka, B. Winarso, N.K. Agustian. 2012. Analisis Permintaan, Penawaran Dan Kebijakan Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Utama Dalam Program MP3EI di Koridor Sulawesi. Makalah Seminar Hasil Penelitian Internal PSE-KP. Pusat Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Bappenas. 2011. Lampiran Perpres 29/2011 tentang RKP 2012. Jakarta.
BPS. 2012. Data Produksi Padi Indonesia. www.bps.go.id (4 Pebruari 2013).
Edyanto, CB H. 2007. Pengembangan Ekonomi Kawasan Perbatasan Negara Di Kalimantan Barat. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 3 Desember 2007 Hlm. 120-129.
FAO. 2012. The State of Food and Agriculture. FAO. Rome.
Firmansyah. 2006. Operasi Matrix dan Analisis Input-Output (I-O) untuk Ekonomi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hadi, P.U, A.Agustian, A.H. Malian, S.H. Suhartini, dan A.M. Djulin. Perdagangan Komoditas Pertanian 2001. Pulitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Haryono. 2012. Bahan Pemaparan Koridor Ekonomi Kalimantan. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Irianto, G. 2011. Ketersediaan Lahan Pertanian dan Air Untuk Mencapai Kedaulatan Pangan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian.
Iskandar, M. A. Peranan BPPT dalam Penguasaan Inovasi Teknologi dan Pengembangan Kompetensi SDM di Daerah. Rapat Koordinasi SDM & IPTEK Koridor Ekonomi Sulawesi, Makasar, 10 mei 2012.
Jhingan, M.L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kasryno, F. 2012. Pelaksanaan MP3EI Koridor Jawa Akan Menyebabkan Kerawanan Ketahanan Pangan Nasional Semakin Parah. Draft Tulisan dalam Buku MP3EI. Litbang Kemtan. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2012. Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 Menuju Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan. Kemtan. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014. Kementerian Pertanian, Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2012. Strategi Induk Pembangunan Pertanian
53
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2010. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Kementerian Pertanian.2012. Dukungan Kementerian Pertanian di Bidang SDM dan Iptek untuk MP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi. RAKOR TIMJA SDM DAN IPTEK MAKASAR, 10-11 MEI 2012
Komite Ekonomi Nasional (KEN). 2012. Prospek Ekonomi Indonesia 2013. KEN. Jakarta
Khudori. 2011. Salah Kaprah Diversifikasi Pangan. Republika 01 Jun 11. Jakarta.
Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi). Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Lakitan, B. 2012. Strategi Peningkatan Peran dan Kontribusi Iptek dalam Kerangka SINas untuk Mendukung Keberhasilan MP3EI. Workshop Peningkatan Kontribusi Iptek dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Dewan Riset Nasional, Jakarta 10 Mei 2012.Dewan Riset Nasional.
Nurlina. 2011. Peran Pertanian di Indonesia. Isjd.pdii.lipi.go.id (6 Pebruari 2013).
Nugrayasa, O. 2012. Lima Masalah Yang Membelit Pembangunan Pertanian di Indonesia. www.setkab.go.id (Diunduh 1 Desember 2012).
Parsons, S.T. 1975. The Present Status of Structural-Functional Theory in Sociology. The Free Press. New York.
Pinto, L. C. G., 2006. Pillars of Wisdom. Our Planet, The Magazine of The United Nation Environment Programme (UNEP), Special Edition. dirujuk melalui website http://www.unep.org/PDF/OurPlanet/OurPlanet_WorldBank_ web_ en.pdf. 6 Februari 2013, pukul 21.15 WIB.
Salim, E. 2012. Menggagas Pembangunan Integratif Sosial Ekonomi dalam Konteks Penguatan Pembangunan Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta 31 Mei 2012. Kantor Menko Perekonomian.
Sekretariat Tim Kerja MP3EI Koridor Ekonomi Kalimantan. 2013. Implementasi Proyek Berbasis Lahan (MP3EI) Koridor Ekonomi Kalimantan. Jakarta.
Setyawati, N. 2008. Analisis Peran Sektor Pertanian Di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182
Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Timmer, C.P. 2009. A World Without Agriculture? The Historical paradox of Agricultural Development. American Enterprise Institute for Public Policy Research. Washington
Todaro. 1994. Economic Development. Longman. London.
Todaro, M. P. Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid ke-1. Edisi Ke-8. Dalam Munandar dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
54
Widjaja, S. 2012. Kebijakan Peningkatan Produktivitas Bidang Kelautan dan Perikanan Terkait Dalam MP3EI ke Sulawesi. Rapat Koordinasi SDM & IPTEK Koridor Ekonomi Sulawesi, Makasar, 10 mei 2012.