kebijakan luar negeri cina dalam the united...

103
KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Oleh: Nova Febriyani NIM: 107083003348 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Upload: buikhue

Post on 10-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE

UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE (UNFCCC) PADA KONFERENSI

PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

Nova Febriyani

NIM: 107083003348

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis
Page 3: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

ii

Page 4: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Skripsi yang berjudul:

KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED NATIONS

FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC) PADA

KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Page 5: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

iv

ABSTRAK

Cina mempunyai kebijakan luar negeri yang merupakan cerminan dari prinsip dan tujuan negaranya dan diaplikasikan dalam pelaksanaan konferensi Copenhagen. Skripsi ini menjawab pertanyaan: Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen pada Tahun 2009. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri dan diplomasi lingkungan. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan data-datanya terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Data primer terdiri dari dokumen-dokumen dan wawancara. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari buku, jurnal, surat kabar dan berbagai artikel yang relevan. Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dalam bentuk analisa deskriftif.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas, dijabarkan terlebih dahulu mengenai UNFCCC serta faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim ke-lima belas (COP-15) di Copenhagen. Pada konferensi Copenhagen, Cina menggunakan prinsip diplomasi lingkungan yaitu prinsip kedaulatan, independensi, hak untuk membangun, dan tanggung jawab negara-negara maju untuk mengalokasikan bantuan finansial dan teknologi bagi negara-negara berkembang. Keempat prinsip diplomasi lingkungan tersebut dijabarkan dalam tujuan kebijakan luar negeri Cina dan diimplementasikan dalam kebijakan luar pada konferensi perubahan iklim ke-lima belas (COP-15) di Copenhagen tahun 2009. Kebijakan luar negeri Cina pada konferensi tersebut, Cina berusaha untuk melakukan diplomasi agar penurunan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) dapat disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi negaranya. Selain itu, Cina berkomitmen untuk memotong tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 40-45 persen pada tahun 2020. Cina meminta negara indusri maju untuk bertanggung jawab sebagai aktor utama penyebab terjadinya perubahan iklim.

Page 6: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robill ‘Aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas

kehadirat Allah SWT serta junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi

Perubahan Iklim di Copenhagen Tahun 2009”. Selanjutnya, ucapan terima

kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua (Bapak Baskoro dan Ibu

Mulyati) yang senantiasa memberikan motivasi dengan penuh rasa cinta dan kasih

sayang yang tulus kepada penulis, dan memberikan dukungan materi serta

mengiringi penulis melalui doa dan restu.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide dan pemikiran. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

3. Agus Nilmada Azmi, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Page 7: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

vi

4. Friane Aurora, M.Si selaku dosen pembimbing skrispsi yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan serta

motivasi yang sangat berharga hingga selesainya penulisan skripsi ini. Waktu

pembuatan skripsi memang singkat sehingga bagi penulis sangat berkesan

sekali bisa bersilaturahmi dengan Bu Rara. “Bu terima kasih atas waktu

bimbingan yang selalu diberikan setiap saat dan kadang menjadi “editor” yang

begitu pengertian walaupun penulis mengetahui bahwa pada saat-saat tertentu,

ibu sudah lelah mengajar”. Bagi penulis Bu Rara merupakan salah satu dosen

terbaik di HI UIN. Love U Bu…

5. Kiky Rizky, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan waktu luang kepada penulis untuk bertukar pikiran dan membuka

wawasan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,

Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis

dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswi. Kenangan belajar bersama

Bapak/Ibu Dosen akan selalu terpatri dalam hati penulis selamanya.

7. Drs. Armein Daulay, M.Si. yang selalu memberikan motivasi dan info seminar

yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selanjutnya, terima kasih kepada Rahmi Fitriyani, M.Si. yang bersedia

memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis.

8. Rendra Kurnia, S.H, Unit Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer,

Kementerian Lingkungan Hidup selaku narasumber yang bersedia untuk

diwawancarai serta memberikan informasi dan data-data sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

vii

9. Dr. drh. Yanuarso Eddy, M.Sc., Ag dan drh. Erma Najmiyati yang telah

menjadi dosen pembimbing penulis selama magang di Balai Teknologi

Lingkungan (BTL) Puspiptek. Terima kasih atas semua bimbingan dan ilmu

yang diberikan mengenai lingkungan hidup secara lebih mendalam yang

selama ini belum diketahui oleh penulis.

10. Dr. Fadilah Hasim dan Yasunobu Kobuki selaku Presiden Indonesian

Education Promoting Foundation (IEPF). Terima kasih atas pengertian yang

diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skrispi ini sehingga antara

kuliah dan pekerjaan bisa berjalan beriringan.

11. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dikala penulis jenuh

saat penulisan skripsi ini. Untuk kedua adik-adik penulis yang tersayang Novi

Tasari dan Shita Shahifa Iqlima. Tak lupa juga untuk nenek dan kakek penulis

yang selalu mendo’akan dengan setulus hati.

12. Pungo ku tersayang, Muhammad Zubir yang selalu memberikan bantuan dan

dukungan yang luar biasa di dalam kehidupan penulis baik dalam keadaan suka

maupun duka. Terima kasih karena telah menjadi “ojek cinta” selama 3,5 tahun

dan bersedia mengantarkan penulis untuk mencari bahan-bahan dalam

penulisan skrispsi ini.

13. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Alwiyah Binti Aly, Azzahratul Azizah, Diana

Raesha, dan Faiza Hasan yang selalu memberi motivasi penulis dalam

penulisan skripsi ini. Terima kasih atas persahabatan yang indah selama empat

tahun ini.

14. Teman-teman Mahasiswa/i Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2007

khususnya kelas A. Tanpa mengurangi rasa sayang penulis, maaf tidak bisa

menulis nama kalian semua. Terima kasih telah telah memberikan rasa

Page 9: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

viii

kebersamaan, keakraban, kepedulian dan silaturahmi yang telah terjalin selama

ini. Penulis akan selalu mengingat dan merindukan kalian semua.

15. Teman-teman Mahasiswa/i Hubungan Internasional mulai angkatan 2006

hingga 2010. Senang bisa kenal dan bersilaturahmi dengan kalian semua.

16. Fera Bayu Wati selaku rekan kerja di Indonesian Education Promoting

Foundation (IEPF) yang selalu memberikan pengertian dan kelonggaran waktu

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

17. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun

tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

Terima kasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-

perbaikan kedepan.

Jakarta, Agustus 2011

Nova Febriyani

Page 10: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

ix

DAFTAR ISI ABSTRAK …………………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR …………..……………………………………. v DAFTAR ISI …………………………………………………………… ix DAFTAR BAGAN ……………..……………………………………... xi DAFTAR TABEL …………………………………………………….. xii DAFTAR LAMPIRAN ...……………………....……………………... xiii DAFTAR SINGKATAN ..……………………………………………. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1 B. Pertanyaan Penelitian ……………………………………….. 6 C. Kerangka Teori …...………………………………………..... 6 D. Metode Penelitian …………………………………………... 9 E. Sistematika Penulisan ……………………………………..... 10 BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON

CLIMATE CHANGE (UNFCCC) A. Sejarah UNFCCC ………………………………………....... 13 B. Prinsip UNFCCC ………………………………………..….. 15 C. Tujuan UNFCCC ………………………………………..….. 17 D. Strukur UNFCCC …………………………………………... 18 E. Komitmen UNFCCC .……………………………………..... 22 F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC.…….. 22 G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen

Tahun 2009 …………...……………………...……..………. 25 BAB III FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG

MEMPENGARUHI KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM UNFCCC

A. Faktor Internal 1. Kondisi Geografis dan Demografis China ………..………... 33 2. Struktur Pemerintah dan Filosofi Pemerintah …..………….. 35 a. Dasar-dasar Negara ………………..……………...….... 36 b. Pembagian Kekuasaan Pemerintah ………..…………... 37 3. Kondisi Ekonomi ……………………………..……..……... 40 a. Konsep Sistem Ekonomi China pada masa

Mao Hingga Saat Ini (Tahun 1954-2009) …..……………... 40 4. Kebijakan Pemerintah China dalam Bidang Energi dan

Lingkungan …………………………………………...…..... 46 a. Kebijakan Energy Security ………...…………..…….... 48 b. Naskah Putih …………………………………..……… 52 B. Faktor Eksternal 1. China dalam Sistem Ekonomi Internasional …….……….. 55 2. Masalah Isu Lingkungan Hidup Global ……….…………. 56 3. Hukum Internasional dalam Lingkungan Hidup

Global ………………………………………...………….... 58

Page 11: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

x

4. Respon Negara Maju (diwakili oleh Amerika Serikat) dan Negara Berkembang (diwakili oleh Cina) dalam Isu Lingkungan Global …………,.…….………….……………. 59

BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM UNFCCC PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009

1. Prinsip Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC …… 65 2. Aktor dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri China dalam

UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen Tahun 2009…. 67 3. Tujuan Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC

pada saat Konferensi Copenhagen Tahun 2009 …..……...…. 68 4. Kebijakan Luar Negeri China dalam UNFCCC pada

Konferensi Copenhagen Tahun 2009 .….………………….... 70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………..………………………. 75 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..... xv

LAMPIRAN

Page 12: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Struktur UNFCCC 18

Bagan 3.2 Proses Penyusunan Kebijakan Energi China Tahun 2008 49

Page 13: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Negara-negara yang Tergabung dalam Annex 1 23

Tabel 3.1 GDP China Tahun 2008, 2009, dan 2010 43

Tabel 3.2 Produksi, Konsumsi, dan Impor Minyak China 51

Page 14: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Copenhagen Accord

Lampiran II : Policy Speech PM Wen Jiabao di Jakarta 30 April 2011

Lampiran III : Hasil Wawancara dengan Rendra Kurnia, Unit Mitigasi dan

Pelestarian Fungsi Atmosfer, Kementerian Lingkungan Hidup

Lampiran IV : Konstitusi China, 4 Desember 1982

Page 15: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xiv

DAFTAR SINGKATAN

UNFCCC : The United Nations Framework Convention on Climate Change SEPA : State Environmental Protecting Agency COP : Conference of the Parties UNEP : United Nations Environment Program UNCED : United Nations Conference on Environment and Development CBD : The Convention on Biological Diversity UNCCD : The United Nations Convention to Combat Desertification GEF : The Global Environment Facility IPCC : The Intergovernmental Panel on Climate Change AWG-KP : The Ad Hoc Working Group on Futher Commitment for Annex I

Parties under the Kyoto Protocol AWG-LCA : The Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action

under the Convention SBSTA : Body for Scientific and Technological Advice SBI : Subsidiary Body for Implementation CMP : The Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties

to the Kyoto Protocol EIT : Economic in Transition OECD : Organization for Economic Cooperation and Development NDRC : The National Development and Reform Commission NEA : National Energy Administration NEC : National Energy Commission CNOOC : China National Offshore Oil Corporation Sinopec : China Petroleum and Chemical Company CNPC : China National Petroleum Company MFA : Ministry of Foreign Affairs CDM : Clean Development Movement GRK : Gas Rumah Kaca SDA : Sumber Daya Alam

Page 16: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian negara berkembang di Asia seperti Cina dan India merupakan

negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat di kawasannya. Globalisasi ekonomi1

yang terjadi telah merubah sistem perekonomian suatu negara dari yang mulanya

lebih fokus pada perekonomian dalam negeri menjadi terlibat dalam pasar global.

Dampak globalisasi ini terhadap perekonomian Cina adalah penggunaan sistem

ekonomi pasar sosialis yang menggantikan sistem ekonomi terencana pusat (Irham

2009, 2). Dampak dari keterlibatan dalam pasar dunia ini, Cina memproduksi

berbagai macam barang dengan produksi masal tanpa memperhatikan dampak

lingkungan.

Pada masa pemerintahan Deng Xiaoping, Cina mempunyai slogan gaige

kaifang yang berarti reformasi dan membuka diri (Wibowo 2007, 2). Wibowo

menjelaskan negara yang menganut sistem ekonomi terpusat selama 30 tahun ini

secara konsisten mulai mengurangi peran negara serta memberi kebebasan

berusaha kepada pengusaha swasta. Negara tidak lagi membuat perencanaan

ekonomi yang terpusat, tidak menentukan harga barang dan jasa, dan tidak

memegang monopoli dalam produksi barang. Kebijakan ekonomi Cina pada masa

ini menarik perusahaan swasta dan perusahaan asing untuk masuk dan berinvestasi

di Cina agar perkembangan industrinya semakin pesat (Wibowo 2010, 31).

1 Menurut Jackson & Sorenson (2005, 267), globalisasi ekonomi adalah pergeseran kualitatif menuju perekonomian dunia yang tidak lagi berdasarkan pada perekonomian nasional yang otonom, melainkan berdasarkan pada pasar global yang kuat bagi produksi, distribusi dan konsumsi.

1

Page 17: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

2

Menurut Wibowo faktor pendukungnya adalah jumlah penduduk yang besar (Cina

merupakan negara berpenduduk terbesar di dunia) dan tidak adanya serikat buruh

sehingga mereka dapat digaji murah.

Wibowo (2007, 163) menjelaskan bahwa dampak pengembangan industri

di Cina terhadap lingkungan, antara lain; polusi udara yang meningkat,

tercemarnya air sungai oleh limbah, serta pembukaan lahan hutan yang merupakan

salah satu contoh bagaimana pembangunan ekonomi mengakibatkan kerusakan

lingkungan. Fakta ini diperkuat oleh pernyataan Xhou Shengxian (Kepala Badan

Lingkungan negara Cina), mengatakan bahwa kondisi lingkungan di Cina

mengancam kesehatan masyarakat serta kestabilan sosial (Sommerville 2006).

Pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca

(GRK) ke udara terbesar di dunia yang diakibatkan oleh berkembangnya industri

mereka (Saragih 2010). Karena Cina menjadi penghasil emisi terbesar di dunia,

maka Cina pun menjadi sorotan masyarakat internasional dan dituntut untuk

mengurangi pelepasan emisi CO2 ke udara.

Selain itu, kerusakan lingkungan akibat pembangunan ekonomi berbasis

industri tidak hanya terjadi di Cina sehingga menyebabkan terjadinya perubahan

iklim global yng membuat negara-negara di dunia merasa khawatir akan berbagai

bencana yang terjadi. Pemanasan global mengakibatkatkan mencairnya tudung es

di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran

wabah penyakit berbahaya, banjir besar, coral bleaching, dan gelombang badai

besar (Greenpeace, n.d.).

Untuk menghadapi masalah ini, negara-negara di dunia mengadakan

konferensi internasional untuk mencari jalan keluar guna mengatasi masalah

perubahan iklim. Konferensi lingkungan hidup internasional pertama yang

Page 18: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

3

diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dilaksanakan di Stockholm,

Swedia pada tahun 1972 (Erwin 2009, 171). Konferensi ini merupakan penentu

langkah awal upaya penyelamatan lingkungan hidup secara global yang

melahirkan kerjasama antarbangsa dalam penyelamatan lingkungan hidup.

Kerjasama tersebut diwujudkan dengan membentuk lembaga United Nations

Environment Program (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi, Kenya.

Kelanjutan dari konferensi Stockholm adalah pelaksanaan berbagai

konferensi lanjutan untuk membahas masalah perubahan iklim. Pada tanggal 21

Maret 1992 dilaksanakan konferensi lingkungan hidup di Rio de Jainero yang

mengangkat topik permasalahan polusi, perubahan iklim, penipisan lapisan ozon

dan meluasnya penggundulan hutan (Erwin 2009, 173). Menurut Erwin (2009,

173) Penurunan kualitas lingkungan hidup yang terjadi diberbagai belahan bumi

ini dapat berimbas pada kepentingan politik, ekonomi, dan sosial secara meluas di

seluruh dunia. Oleh karena itu, diharapkan hasil akhir dari setiap konferensi dapat

menciptakan perubahan yang lebih baik untuk pelestarian lingkungan dan dapat

dilaksanakan oleh seluruh negara yang menandatangani hasil konferensi tersebut.

Konferensi Rio berhasil membuat suatu kesepakatan yang pada akhirnya

diterima secara universal sebagai komitmen politik internasional tentang

perubahan iklim, yaitu The United Nations Framework Convention on Climate

Change (UNFCCC) (Deptan 2010). Selanjutnya, Deptan (2010) menjelaskan

bahwa UNFCCC bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfir pada

taraf yang tidak membahayakan kehidupan organisme dan memungkinkan

terjadinya adaptasi ekosistem guna menjamin ketersediaan pangan dan

pembangunan berkelanjutan.

Page 19: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

4

Pada Desember 1997 dilaksanakan Conference of the Parties (COP) ketiga

di Kyoto, Jepang, yang menghasilkan Protokol2 Kyoto (Eionet 2011). Protokol

Kyoto merupakan persetujuan di mana negara-negara industri akan mengurangi

enam macam gas emisi GRK mereka secara kolektif minimal sebesar 5 persen dan

terbagi dalam dua kategori (Eionet 2011). Kategori pertama adalah pengurangan

tiga gas yang paling penting yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan

oksida nitrat (N20) yang akan diukur berdasarkan tahun 1990. Kategori kedua

adalah pengurangan tiga gas industri berumur panjang yaitu hidrofluorokarbon

(HFC), perfluorokarbon (PFC), dan heksafluorida sulfur (SF6) yang akan diukur

berdasarkan pengukuran karbon tahun 1990 atau awal 1995. Setiap negara yang

menyetujuinya harus mencapai target tersebut pada periode tahun 2008 - 2012.

UNFCCC hingga saat ini mempunyai 194 negara anggota dan satu anggota

dari organisasi integrasi ekonomi regional (UNFCCC n.d. 3). Selain itu, pertemuan

Conference of the Parties (COP) masih rutin dilaksanakan secara bergantian di

negara-negara anggotanya. Pada periode 2007 hingga 2009 dilaksanakan

pertemuan COP-13 (Bali, Indonesia) pada tahun 2007, pertemuan COP-14

(Poznan, Polandia) pada tahun 2008, dan COP-15 (Copenhagen, Denmark) pada

tahun 2009.

Cina merupakan salah satu negara anggota UNFCCC. Cina merupakan

negara berkembang sehingga termasuk dalam kelompok Non-Annex (UNFCCC

n.d. 1). Pada setiap pelaksanaan konferensi perubahan iklim Cina mempunyai

sikap, peranan, serta diplomasi yang direalisasikan pada kebijakan luar negerinya

dalam pembuatan kesepakatan bersama dari suatu konferensi perubahan iklim.

2 Protokol yaitu komitmen negara-negara industri maju untuk melaksanakan penurunan tingkat emisi GRK

Page 20: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

5

Menurut Heggelund (2007, 155) Cina tidak akan membuat suatu komitmen di

waktu dekat karena energi merupakan kunci dari pembangunan ekonomi sehingga

hal tersebut merupakan alasan keengganan negara ini membuat komitmen untuk

mengurangi emisi.

Namun, pada tahun 2007 Presiden Hu Jintao (dalam Naisbitt 2010, 80)

menyatakan bahwa model yang menjadikan Cina bintang pertumbuhan ekonomi

global telah usang karena Cina sedang menata model baru yaitu model

pertumbuhan pembangunan yang ilmiah. Sejak saat itu, pembangunan ilmiah

diterapkan dalam pembangunan ekonomi di Cina dengan memasukkan standar

kelestarian lingkungan, energi, dan penggunaan sumber daya alam (SDA). Selain

itu, pada tahun 2007 Cina juga mengeluarkan kebijakan Naskah Putih yang

mempunyai tujuan low input, low consumption, and high efficiency untuk

mendorong konservasi energi negaranya (Mursitama & Yudono 2010, 56).

Meskipun pada tahun 2007 Cina mengeluarkan kebijakan Naskah Putih

namun pada tahun 2009 negara ini tetap menjadi negara penghasil emisi terbesar di

dunia (Saragih 2010). Oleh karena itu, Cina ikut serta dalam pembuatan komitmen

pengurangan emisi GRK pada saat konferensi perubahan iklim di Copenhagen

tahun 2009 yang tentunya karena mendapat tekanan dari dunia internasional.

Kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen pada

tahun 2009 menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini.

Page 21: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

6

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan penelitian (research

question) yang diajukan oleh peneliti adalah:

1. Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Cina dalam The United Nations

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Konferensi

Perubahan Iklim di Copenhagen pada Tahun 2009?

C. Kerangka Teori

Pasca berakhirnya Perang Dingin, isu lingkungan hidup menjadi salah satu

isu yang berkembang dalam politik internasional. Hal ini terjadi khususnya sejak

penyelenggaraan United Nations Conference on Environment and Development

(UNCED) atau Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 (Isnaeni &

Wardoyo 2008, 225). Banyak kesepakatan atau perjanjian internasional yang telah

dihasilkan melalui proses panjang dari sebuah negosiasi dan kerjasama

internasional di bidang lingkungan hidup yang pada hakekatnya merupakan

refleksi atas pilihan yang dibuat oleh suatu negara dalam kebijakan luar negerinya

untuk menyikapi dinamika isu lingkungan di tingkat global. Skripsi ini

menggunakan teori kebijakan luar negeri untuk menjelaskan tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim

di Copenhagen tahun 2009. Selain itu, juga digunakan konsep diplomasi untuk

melihat bagaimana diplomasi dan negosiasi yang dilakukan oleh Cina untuk

menghasilkan suatu kesepakatan pada saat konferensi berlangsung.

Kebijakan luar negeri tentunya mempunyai tujuan yang harus diaplikasikan

dalam setiap pelaksanaannya. Menurut William Wallace (dalam Clarke & White

(ed.) 1995, 5), kebijakan luar negeri merupakan arena politik yang merupakan

jembatan penting terhadap semua masalah (hambatan) yang ada di antara negara

Page 22: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

7

bangsa dan lingkungan internasional. Selain itu, menurut Roy Jones (dalam Clarke

& White (ed.) 1995, 3), kebijakan luar negeri seperti menembus semua asas untuk

melanjutkan kehidupan manusia dan untuk mensejahterakan manusia di masa

depan. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan

luar negeri merupakan suatu jembatan penting untuk menghadapi setiap masalah

negara bangsa dan eksistensi hubungan antara negara-negara di lingkungan

internasional guna melanjutkan kehidupan dan menyejahterakan masyarakatnya

pada masa depan.

Menurut Holsti (1992, 272), terdapat dua faktor yang mempengaruhi

kebijakan luar negeri, yaitu; internal (domestik) dan eksternal. Dalam penulisan

skripsi ini penulis mengambil beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang

paling dominan untuk menjelaskan latar belakang kebijakan luar negeri Cina pada

saat konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun 2009.

Holsti (1992, 272) menjelaskan bahwa faktor internal terdiri dari kondisi

sosio-ekonomi, karakteristik geografis dan demografi, struktur pemerintahan, dan

atribut nasional serta opini masyarakat Cina tentang masalah ekonomi dan

lingkungan. Kondisi sosio ekonomi menggambarkan perubahan sistem ekonomi

Cina yang awalnya agraris namun berubah menjadi industrialis. Karakteristik

geografis dan demografis menggambarkan bahwa Cina merupakan negara besar

serta jumlah penduduknya merupakan yang terbesar di dunia. Struktur

pemerintahan menggambarkan bahwa struktur pembagian kekuasaan pemerintah

Cina terbagi menjadi tiga bagian yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif serta

kebijakan pemerintah Cina mengenai isu lingkungan hidup dengan membuat

kebijakan energy security dan Naskah Putih pada tahun 2007.

Page 23: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

8

Sementara, faktor eksternal menurut Holsti (1992, 272) terdiri dari struktur

sistem, tujuan dan tindakan aktor-aktor lain, masalah regional dan global, serta

hukum internasional dan opini dunia (Holsti 1992, 272). Struktur sistem

menggambarkan posisi dan peranan Cina dalam sistem ekonomi internasional.

Tujuan dan tindakan aktor-aktor lain menggambarkan respon dari negara

berkembang dan negara industri maju terhadap isu lingkungan hidup global.

Masalah regional dan global menggambarkan tentang masalah isu lingkungan

hidup global serta bagaimana dampaknya bagi kehidupan masyarakat global.

Hukum internasional dan opini publik dunia menggambarkan bahwa globalisasi

ekonomi mengakibatkan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim serta

dampaknya bagi kehidupan global. Gambaran faktor internal dan eksternal tersebut

dapat melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan

iklim di Copenhagen tahun 2009.

Setiap negara yang ikut serta dalam setiap konferensi perubahan iklim

tentunya mempunyai kebijakan yang merupakan wujud dari kepentingan

negaranya. Menurut Hill (2003, 23), kebijakan luar negeri dapat ditafsirkan

sebagai sebuah instrumen ataupun sarana untuk menghubungkan tarik-menarik

kepentingan yang terus berjalan simultan antara tuntutan internasional dan

eksternal terhadap pemerintah. Oleh karenanya, menentukan pilihan atas cara yang

lebih demokratis atau lebih efisien menjadi sesuatu yang tidak mudah dalam proses

pengambilan kebijakan luar negeri.

Menurut Watson (2005, 1-2), diplomasi adalah response to the recognition

by several decision-making beings that the performance of each one is matter of

permanent consequence to some or all the others. Oleh karena itu, diplomasi

merupakan salah satu cara yang dilakukan negara untuk mencapai tujuan dan

Page 24: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

9

kepentingan negaranya dalam politik internasional, termasuk pada saat

pelaksanaan konferensi lingkungan global.

Menurut Susskind (1994, 44), terdapat tiga keuntungan bagi suatu negara

yang berperan aktif dan terlibat dalam negosiasi pembuatan suatu kesepakatan

pada konferensi lingkungan global. Pertama, suatu negara dapat membentuk

kebijakan internasionalnya yang merupakan hasil dari respon dan kepentingan

domestiknya. Kedua, suatu negara dalam negosiasi dapat memilih antara membuat

pencitraan positif bagi negaranya dengan menjadi negara yang patuh terhadap

kesepakatan atau memilih untuk menolak dan berusaha mencari opsi lain sesuai

dengan kepentingan nasional negaranya dengan cara mengajak negara lain yang

mempunyai tujuan sama untuk membentuk suatu aliansi. Ketiga, negara

berkembang dalam negosiasi lingkungan global dapat meminta agar negara maju

menjadi penanggung jawab penyebab utama masalah lingkungan global dengan

memberikan kompensasi.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode

kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Irham (2009, 22) metode ini

bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan

ada tidaknya keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan

dengan masalah penelitian. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah

fenomena perubahan iklim pada tingkat global dan bagaimana mempengaruhi

kebijakan luar negeri Cina. Penelitian ini juga untuk melihat seberapa besar

sumbangan emisi Cina terhadap peningkatan pemanasan global.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yang terbagi

menjadi dua. Menurut Moleong (1999, 112-114) sumber data terbagi antara primer

Page 25: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

10

dan sekunder. Moleong menjelaskan lebih lanjut bahwa data primer berasal dari

wawancara dan dokumen-dokumen. Sedangkan data sekunder berasal dari sumber-

sumber kepustakaan, seperti; buku, jurnal, hasil penelitian, dan data dari situs-situs

internet (website) yang dianggap otoritatif dan relevan dengan permasalahan dalam

penelitian ini. Kedua sumber tersebut digunakan dalam penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pertanyaan Penelitian

C. Kerangka Teori

D. Metode Penelitian

E. Sistematika Penulisan

BAB II THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC)

A. Sejarah UNFCCC

B. Prinsip UNFCCC

C. Tujuan UNFCCC

D. Struktur UNFCCC

E. Komitmen UNFCCC

F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC

G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen Tahun 2009

BAB III FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC

A. Faktor Internal

1. Kondisi Geografis dan Demografis Cina

2. Struktur Pemerintah dan Filosofi Pemerintah

a. Dasar-dasar Negara

b. Pembagian Kekuasaan Pemerintah

Page 26: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

11

3. Kondisi Ekonomi

a. Konsep Sistem Ekonomi Cina pada masa Mao Hingga Saat Ini (Tahun 1954-2009)

4. Kebijakan Pemerintah Cina dalam Bidang Energi dan Lingkungan

a. Kebijakan Energy Security

b. Naskah Putih

B. Faktor Eksternal

1. Cina dalam Sistem Ekonomi Internasional

2. Masalah Isu Lingkungan Hidup Global

3. Hukum Internasional dalam Lingkungan Hidup Global

4. Respon Negara Maju (diwakili oleh Amerika Serikat) dan Negara Berkembang (diwakili oleh Cina) dalam Isu Lingkungan Global

BAB IV KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC PADA

KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009

A. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC

B. Aktor dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen tahun 2009

C. Tujuan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen tahun 2009

D. Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada Konferensi Copenhagen tahun 2009

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 27: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

12

BAB II

THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (UNFCCC)

A. Sejarah UNFCCC

Pembentukan UNFCCC merupakan salah satu agenda Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) dalam konferensi Rio di Brazil pada tahun 1992 (UNFCCC n.d. 2).

Konferensi ini menghasilkan tiga perjanjian internasional yang berada dalam

konvensi Rio, yaitu: The United Nations Framework Convention on Climate

Change (UNFCCC), the Convention on Biological Diversity (CBD) dan the United

Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD).

Dari ketiga perjanjian internasional tersebut, masing-masing mempunyai

fungsi yang berbeda-beda. UNFCCC menitikberatkan pada pengurangan tingkat

pemanasan global dan suhu bumi yang disebabkan oleh pelepasan emisi gas rumah

kaca (GRK) ke udara akibat industri di negara-negara maju yang mengakibatkan

perubahan iklim (UNFCCC n.d.2). Sedangkan CBD menitikberatkan pada

pelaksanaan perjanjian keanekaragaman hayati dengan memfokuskan kepada

pelestarian spesies mahluk hidup dan transfer teknologi. Selanjutnya, UNCCD

memberikan perhatian utama pada masalah penggurunan dan berupaya mengatasi

degradasi lahan dengan cara pengelolaan lahan yang tidak subur.

Penelitian ini akan difokuskan pada kajian mengenai konvensi UNFCCC.

Pasca penandatanganan kesepakatan Rio, PBB memberi tenggang waktu antara

tanggal 20 Juni 1992 hingga 19 Juni 1993 kepada seluruh negara di dunia untuk

menyetujui dan bergabung di dalam UNFCCC (UNFCCC n.d. 3). Selanjutnya,

12

Page 28: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

13

sesuai Pasal 233 PBB, maka konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 21 Maret

1994.

Konvensi UNFCCC menetapkan suatu kerangka menyeluruh bagi negara-

negara anggotanya untuk mengatasi perubahan iklim (UNFCCC n.d. 4). Di bawah

konvensi ini, negara-negara anggota mengumpulkan dan membagi informasi

tentang perubahan iklim yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK).

Setiap negara anggota dapat membuat kebijakan dan strategi nasional untuk dapat

mengatasi emisi GRK di negaranya sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap

dampak dari perubahan iklim. Negara-negara anggota UNFCCC bekerjasama

untuk beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim dengan cara menyediakan

dukungan keuangan bagi perbaikan lingkungan yang rusak dan transfer teknologi

dari negara industri maju ke negara berkembang.

Sekertariat UNFCCC berada di Bonn, Jerman sejak Agustus 1996

(UNFCCC n.d. 5). Sekretariat secara institusional berhubungan langsung dengan

PBB dan melaporkan secara rutin setiap hasil yang dicapai dalam konferensi

namun PBB memberikan kewenangan kepada UNFCCC untuk menyelenggarakan

suatu konferensi tanpa terintegrasi dengan program apapun. Sekretariat

mempunyai sekitar 400 karyawan dari seluruh dunia. Kepala dan Sekretaris

Eksekutif UNFCCC diangkat oleh Sekretaris Jenderal PBB. Sekretaris Eksekutif

UNFCCC yang bertugas pada tahun 2006 – 2010 adalah Yvo de Boer.

Sekretariat UNFCCC terdiri dari tujuh fungsi utama, yaitu; fungsi pertama

adalah membuat peraturan mengenai pelaksanaan pada setiap sesi dalam

konferensi (UNFCCC n.d. 5). Fungsi kedua adalah memantau pelaksanaan

33 Pasal 23 PBB berisi setelah hari kesembilan puluh setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan, dan persetujuan maka mulai berlaku suatu konvensi.

Page 29: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

14

komitmen di bawah konvensi4 dan protokol5 melalui pengumpulan, analisis, dan

peninjauan atas informasi dan data yang diberikan oleh negara-negara anggota

UNFCCC. Fungsi ketiga adalah membantu negara-negara anggota UNFCCC

dalam melaksanakan komitmen mereka. Fungsi keempat adalah mendukung

negosiasi dalam kerangka kerja UNFCCC untuk menghasilkan suatu kesepakatan.

Fungsi kelima adalah mempertahankan agar negara-negara yang sudah meratifikasi

isi protokol untuk berkomitmen dan benar-benar melaksanakan hasil kesepakatan

protokol tersebut dalam mengurangi kredit emisi6. Fungsi keenam adalah

memberikan dukungan kepada negara-negara anggota UNFCCC untuk mematuhi

Protokol Kyoto. Kemudian, Fungsi terakhir adalah berkoordinasi dengan

sekertariat badan internasional lain yang relevan, khususnya the Global

Environment Facility (GEF) serta lembaga pelaksana (UNDP, UNEP, dan Bank

Dunia), the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), maupun

konvensi lain yang terkait.

B. Prinsip UNFCCC

Konvensi UNFCCC menekankan kesetaraan dan keprihatinan

(precautionary principle) sebagai dasar semua kebijakan (Deptan 2010). Pada

konvensi ini juga terdapat prinsip common but differentiated responsibilities, yaitu

di mana setiap negara bersama-sama menekan laju peningkatan emisi gas rumah

kaca (GRK) di negaranya namun memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda.

4 Konvensi merupakan materi negara-negara industri untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca (GRK) 5 Protokol yaitu komitmen negara-negara maju untuk melaksanakan penurunan tingkat emisi GRK 6 Perdagangan emisi di kenal juga sebagai pasar karbon merupakan salah satu dari mekanisme Protokol Kyoto

Page 30: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

15

Selain itu, UNFCCC mempunyai lima prinsip untuk mencapai tujuan

konvensi dan untuk melaksanakan ketentuan konvensi (UNFCCC n.d. 6). Kelima

prinsip ini merupakan pedoman bagi negara-negara anggota UNFCCC.

Pertama: Negara anggota UNFCCC harus melindungi sistem iklim7 bagi

kepentingan generasi umat manusia pada masa sekarang dan pada masa depan.

Perlindungan ini atas dasar kesetaraan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan

bersama di mana masing-masing negara mempunyai tanggung jawab berbeda. Hal

ini berarti bahwa negara industri maju harus menjadi pemimpin dalam mengurangi

perubahan iklim dan efek dari perubahan iklim tersebut.

Kedua: Adanya kebutuhan dan keadaan khusus bagi negara berkembang

(khususnya bagi negara-negara kepulauan kecil dan negara yang mengandalkan

sumber pemasukan negaranya pada minyak) karena mereka rentan terhadap

dampak perubahan iklim. Negara berkembang akan menanggung beban berat

terhadap dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim sehingga mereka harus

diberi pertimbangan penuh di bawah konvensi UNFCCC.

Ketiga: Negara anggota UNFCCC harus mengambil tindakan pencegahan untuk

mengatisipasi, mencegah, atau meminimalisasi penyebab perubahan iklim dan

mengurangi dampak negatifnya.

Keempat: Negara anggota UNFCCC memiliki hak untuk dan harus

mempromosikan pembangunan berkelanjutan di negaranya. Pembangunan

berkelanjutan merupakan implementasi dari pembangunan nasional namun dalam

pelaksanaannya tetap harus diintegrasikan (digabungkan) dengan kebijakan untuk

7 Sistem iklim merupakan keseluruhan dari hidrosfer, biosfer, atsmosfer dan geosfer dan mereka saling berinteraksi

Page 31: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

16

melindungi sistem iklim. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi seharusnya

berintegrasi dengan langkah-langkah dalam mengatasi perubahan iklim.

Kelima: Negara anggota UNFCCC harus bekerja sama untuk meningkatkan sistem

ekonomi internasional yang terbuka sehingga mampu menyokong pertumbuhan

dan pembangunan ekonomi di semua negara anggota UNFCCC, terutama negara

berkembang. Dengan adanya sistem ekonomi internasional yang terbuka ini, maka

negara berkembang akan mampu mengatasi masalah perubahan iklim di

negaranya.

C. Tujuan UNFCCC

UNFCCC mempunyai beberapa tujuan (UNFCCC n.d. 7), yaitu:

1. Meminimalisasi efek dari perubahan iklim yang terjadi pada lingkungan

karena adanya kerusakan pada ketahanan, komposisi, atau produktifitas

ekosistem alam yang semuanya disebabkan pelaksanaan sistem sosial

ekonomi yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia.

2. Mendorong negara-negara anggota UNFCCC untuk berkomitmen

mengurangi pelepasan emisi GRK ke dalam atmosfer dalam jangka waktu

yang telah disepakati dalam konvensi.

3. Mengikutsertakan organisasi integrasi ekonomi regional (Uni Eropa) untuk

mengimplementasikan konvensi atau protokol yang telah disepakati oleh

negara-negara UNFCCC agar berjalan lebih efektif.

Page 32: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

17

D. Struktur UNFCCC

Bagan 2.1. Struktur UNFCCC

Execut

Note: BRM, Bali Road Map, which includes support to the Ad Hoc Working Group on Further Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP) and the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA); COP, Conference of the Parties, CMP, Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol; SBSTA, Subsidiary Body for Scientific And Technological Advice; SBI, Subsidiary Body for Implementation (Sumber: UNFCCC n.d. 8)

Bagan 2.1 di atas menggambarkan bahwa dalam struktur, Bali Road Map

Support (BRM) yang di dalamnya didukung oleh Ad Hoc Working Group on

Further Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP), Ad

Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention

(AWG-LCA), Conference of the Parties (COP), Conference of the Parties serving

as the meeting of the parties to the Kyoto Protocol (CMP), Subsidiary Body for

Scientific And Technological Advise (SBSTA), dan Subsidiary Body for

Implementation (SBI) . AWG-KP merupakan kelompok kerja yang dibentuk oleh

Conference of the Parties (COP) pada tahun 2005 (UNFCCC n.d. 9). AWG-KP ini

BRM Support

Executive Direction and Management

Office of the Deputy Executive Secretary

COP/MOP Support

Information Services

Conference Affairs Services

Sustainable Development Mechanisms

Legal Affairs

Financial and

Technical Support

Administrative Services

Reporting, Data and Analysis

Adaptations, Technology, and Science

SBSTA Support SBI

Support

BRM Support

Page 33: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

18

merupakan kelompok kerja Ad Hoc yang berkomitmen lebih lanjut bagi negara-

negara Annex I yang berada di bawah Protokol Kyoto untuk mendiskusikan

komitmen pada masa depan bagi negara-negara industri yang berada di bawah

Protokol Kyoto.

Sementara, AWG-LCA dibentuk dalam COP-13 tahun 2007 di Bali,

Indonesia (UNFCCC n.d. 10). COP-13 di Bali ini menghasilkan Bali Action Plan.

Bali Action Plan merumuskan proses yang komprehensif agar memungkinkan

pengimplementasian secara penuh dan efektif di bawah konvensi melalui aksi

kerjasama jangka panjang (mulai tahun 2007 hingga tahun 2012) sesuai dengan

keputusan yang diambil pada sesi kelima belas dari COP-13. Pada sesi kelima

belas, diputuskan bahwa proses tersebut harus dilakukan dengan suatu badan

pendukung yaitu, AWG-LCA. AWG-LCA akan menyelesaikan pekerjaannya pada

tahun 2009 dan mempresentasikan hasil kerjanya pada COP untuk diadopsi pada

pertemuan COP-15 di Copenhagen, Denmark.

Pada bagan di atas terdapat Conference of the Parties (COP) yang

merupakan otoritas utama dan sebagai badan tertinggi konvensi UNFCCC

(UNFCCC n.d. 11). COP bertugas meninjau secara teratur pelaksanaan konvensi

setiap negara anggota UNFCCC. Dalam melakukan tugas ini, COP dapat

mengadopsi dan membuat mandat atau suatu keputusan yang diperlukan untuk

mempromosikan pelaksanaan yang efektif dari konvensi. COP bertanggung jawab

untuk mengkaji ulang implementasi konvensi dan instrumen legal lain terkait

dengan konvensi. COP juga berkewajiban membuat keputusan yang diperlukan

untuk meningkatkan implementasi konvensi.

Sesi pertemuan COP umumnya berjalan selama dua minggu dan dilakukan

paralel dengan sesi Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice

Page 34: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

19

(SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI) (Deptan 2010). COP

terdiri dari semua negara anggota UNFCCC dan biasanya bertemu setiap tahun

selama jangka waktu dua minggu. Pertemuan ini diikuti oleh delegasi pemerintah

negara anggota UNFCCC, pengamat organisasi, dan wartawan. COP mengevaluasi

status perubahan iklim dan efektivitas perjanjian. COP mengkaji apa yang sudah

dilakukan oleh setiap negara anggota dalam mengimplementasikan konvensi yang

telah diambil. Dalam melaksanakan tugasnya, COP meninjau komunikasi nasional8

dan persediaan emisi serta memanfaatkan pengalaman untuk melanjutkan

mengatasi perubahan iklim.

Dalam menjalankan tugasnya, COP dibantu oleh beberapa badan resmi,

yaitu (UNFCCC n.d. 11):

a. Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) sebagai

penasehat COP mengenai masalah-masalah iklim, lingkungan, teknologi, dan

metode. SBSTA dan COP bertemu dua kali dalam setahun.

b. Subsidiary Body for Implementation (SBI) yang membantu meninjau

bagaimana konvensi diimplementasikan, misalnya dengan menganalisis

komunikasi nasional yang disampaikan oleh negara anggota. Selain itu, SBI juga

berkaitan dengan masalah keuangan dan administrasi. SBI dan COP bertemu dua

kali dalam setahun.

c. Kelompok ahli berdasarkan konvensi UNFCCC, ada tiga kelompok.

Kelompok pertama adalah Consultative Group of Experts (CGE). CGE

membangun komunikasi nasional dari negara non-Annex yang merupakan negara-

8 Komunikasi nasional yaitu setiap anggota UNFCCC harus menyampaikan laporan nasional atas pelaksanaan konvensi yang biasanya berisi tentang keadaan nasional, sumber daya keuangan dan transfer teknologi, pendidikan dan kesadaran masyarakat kepada COP.

Page 35: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

20

negara berkembang untuk menyiapkan laporan nasional mengenai isu perubahan

iklim. Kelompok kedua adalah Least Developed Country Expert Group (LEG).

LEG memberikan saran pada negara-negara berkembang dalam mengintegrasikan

program-program nasionalnya dengan menjaga sistem iklim sehingga dapat

beradaptasi dengan perubahan iklim. Kelompok ketiga adalah Expert Group on

Technology Transfer (EGTT). EGTT bertugas untuk memacu transfer teknologi

dari negara industri maju ke negara berkembang.

d. Global Environment Facility (GEF) merupakan mitra instansi COP yang

bertugas mendanai proyek-proyek di negara-negara berkembang yang memiliki

manfaat bagi lingkungan global.

Pada dasarnya, COP merupakan badan tertinggi konvensi UNFCCC dan

juga terdapat the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to

the Kyoto Protocol (CMP) yang merupakan badan tertinggi dalam Protokol Kyoto

yang sama-sama tergabung di dalam bagan struktur UNFCCC (UNFCCC n.d. 12).

Fungsi CMP yang berkaitan dengan Protokol Kyoto sama dengan yang dilakukan

COP untuk konvensi. COP dan CMP sama-sama bertemu setiap tahun dalam

periode yang sama. Sama seperti COP, badan tetap yang membantu CMP

berdasarkan konvensi adalah Subsidiary Body for Scientific and Technological

Advice (SBSTA) dan the Subsidiary Body for Implementation (SBI). CMP bertugas

mempersiapkan sidang para negara-negara anggota yang telah meratifikasi

Protokol Kyoto9. Peserta pada konvensi yang bukan merupakan negara dalam

Protokol Kyoto, dapat berpartisipasi dalam CMP tetapi tidak mempunyai hak

9 Pada pertemuan COP-13 di Bali tahun 2007, Australia meratifikasi Protokol Kyoto dan hingga saat ini dari seluruh negara anggota UNFCCC yang belum meratifikasi Protokol Kyoto hanya Amerika Serikat.

Page 36: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

21

dalam pengambilan keputusan. Pertemuan pertama CMP dengan negara-negara

yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diadakan di Montreal, Kanada, pada

Desember 2005 bersamaan dengan dilaksanakannya COP-11.

E. Komitmen UNFCCC

Terdapat lima komitmen yang harus dilaksanakan oleh UNFCCC

(UNFCCC n.d. 13), yaitu:

1. Memberikan dukungan kepada negara-negara anggota untuk mengambil

tindakan pengurangan emisi sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan

iklim pada tingkat global, regional, dan nasional.

2. Memberikan dukungan penuh bagi pemerintah negara-negara anggota

UNFCCC dalam mengimplementasikan konvensi dan Protokol Kyoto.

3. Membantu negara-negara anggota untuk menciptakan dan memelihara

kondisi domestik yang kondusif sehingga dapat lebih efektif dan efisien

pada saat mengimplementasi Protokol Kyoto.

4. Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan data yang dapat

dipahami oleh seluruh masyarakat di dunia tentang perubahan iklim serta

upaya-upaya untuk mengatasinya.

5. Mempromosikan dan meningkatkan keterlibatan aktif Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), bisnis dan industri, serta keterlibatan masyarakat

internasional dalam penanggulangan perubahan iklim melalui komunikasi

yang efektif.

F. Peserta dalam Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC

UNFCCC hingga saat ini memiliki 194 negara anggota dan satu organisasi

integrasi ekonomi regional yang menjadi anggota konvensi UNFCCC (UNFCCC

Page 37: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

22

n.d. 3). Negara-negara yang menjadi anggota UNFCCC ini terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu; kelompok negara Annex I, kelompok negara non-Annex, dan

observer.

Annex I merupakan negara-negara industri maju yang telah menjalankan

industrinya sejak tahun 1950-an dan merupakan anggota dari Organisation for

Economic Cooperation and Development (OECD)10, ditambah dengan negara-

negara dengan ekonomi dalam transisi (Economic in Transition/EIT), seperti;

pecahan Uni Soviet dan beberapa negara dari Eropa Tengah dan Timur (UNFCCC

n.d. 15). Kelompok negara Annex I ini harus menyediakan keuangan untuk negara-

negara berkembang dalam melakukan kegiatan pengurangan emisi sesuai amanat

konvensi serta membantu mereka untuk beradaptasi terhadap dampak dari

perubahan iklim.

Tabel 2.1. Daftar Negara-negara yang Tergabung dalam Kelompok Annex 1

No. Kelompok Annex I Negara 1. Negara yang

tergabung dalam OECD

Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kanada, Denmark, Estonia, European Union, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Luxembourg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.

2. Negara yang tergabung dalam EIT

Latvia, Lithuania, Malta, Belarus, Romania, Kroasia, Lietchtenstein, Monako, Federasi Rusia, dan Ukraina.

(Sumber: UNFCCC n.d. 14)

Kelompok kedua adalah kelompok negara non-Annex. Kelompok ini terdiri

dari negara-negara berkembang dan beberapa di antaranya diakui oleh konvensi

sebagai negara yang rentan terhadap dampak negatif dari perubahan iklim karena

10 OECD merupakan forum di mana pemerintah negara-negara anggota dapat bekerja sama dan mendorong perubahan ekonomi (meningkatkan produktivitas, arus perdagangan global dan investasi), sosial, dan lingkungan.

Page 38: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

23

merupakan negara kepulauan kecil yang mempunyai daratan rendah dan rentan

terhadap penggurunan dan kekeringan (UNFCCC n.d. 15). Selanjutnya, dalam

kelompok non-Annex terdapat 49 negara anggota UNFCCC yang diklasifikasikan

sebagai Least Development Countries (LDCs) oleh PBB yang diberi pertimbangan

khusus di bawah konvensi karena negara-negara tersebut mempunyai keterbatasan

dalam merespon dan beradaptasi pada efek perubahan iklim.

Dalam hal ini, Cina digolongkan ke dalam kelompok negara non-Annex

(UNFCCC n.d. 1). Pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi GRK

terbesar di dunia (Saragih 2010), sehingga Cina mempunyai pengaruh di dalam

pembuatan kesepakatan dalam konferensi perubahan iklim. Jika melihat posisi

Cina sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia, maka konferensi perubahan

iklim tidak hanya dikuasai oleh negara-negara industri maju namun juga oleh

segelintir kelompok negara berkembang yang mempunyai peranan penting

terutama dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Denmark.

Konferensi perubahan iklim yang diselenggarakan oleh UNFCCC selain

dihadiri oleh negara-negara anggota juga dihadiri oleh kelompok observer.

Observer merupakan kelompok atau lembaga yang diizinkan untuk menghadiri

dan bahkan berbicara di pertemuan internasional tetapi tidak berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan (UNFCCC n.d. 15). Observer termasuk orang yang berasal

dari organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM

sebagai observer dapat mewakili kepentingan bisnis dan industri, kelompok

lingkungan hidup, pemerintah daerah, lembaga penelitian dan akademik, badan-

badan keagamaan, organisasi buruh, dan kelompok penduduk seperti masyarakat

adat.

Page 39: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

24

Dalam konferensi perubahan iklim, observer yang diizinkan untuk

menghadiri konvensi UNFCCC adalah lembaga antarpemerintah, seperti; the

United Nations Development Programme (UNDP), the United Nations

Environment Programme (UNEP), the World Meteorogical Organization (WMO),

the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), the

International Energy Agency, dan the Organization of Petroleum Exporting

Countries (OPEC) (UNFCCC n.d. 15). Hingga saat ini, lebih dari 50 lembaga

antarpemerintah dan organisasi internasional menghadiri sesi dari COP. Selain itu,

lebih dari 600 LSM yang terakreditasi dapat berpartisipasi dalam pertemuan yang

berkaitan dengan konferensi perubahan iklim yang diselenggarakan oleh

UNFCCC.

G. Conference of the Parties (COP-15) di Copenhagen Tahun 2009

UNFCCC hingga tahun 2009, telah melaksanakan Conference of the

Parties (COP) selama lima belas kali. COP-15 diadakan di Copenhagen, Denmark.

Sebelum COP-15 berlangsung, terdapat beberapa konferensi sebelumnya yang

dilaksanakan oleh UNFCCC. Salah satunya yang terpenting adalah COP-3 pada

tahun 1997 yang dilaksanakan di Kyoto, Jepang. Konferensi tersebut menghasilkan

Protokol Kyoto yang dipandang sebagai langkah penting pertama menuju rezim

pengurangan emisi secara global yang akan menstabilkan emisi GRK dan

menyediakan arsitektur penting dalam setiap perjanjian internasional tentang

perubahan iklim di masa mendatang (UNFCCC n.d. 16).

Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-limabelas (COP-15) diselenggarakan

oleh pemerintah Denmark pada tanggal 7 – 19 Desember 2009 di Copenhagen

(UNFCCC n.d. 17). Pada konferensi tersebut dianggap penting bagi iklim dunia,

Page 40: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

25

pemerintah Denmark, dan negara-negara anggota UNFCCC. Untuk itu, baik

pemerintah Denmark maupun negara-negara anggota UNFCCC berusaha keras

agar konferensi Copenhagen berjalan sukses dengan menghasilkan Protokol

Copenhagen untuk mencegah pemanasan global dan perubahan iklim (Erantis

2009). Hal tersebut dilaksanakan karena pada tahun 2012 Protokol Kyoto akan

habis masa berlakunya.

Konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun 2009 dihadiri oleh 120

kepala negara dan kepala pemerintahan, delegasi dari 190 negara sebanyak 10.500

orang, 13.500 pengamat, dan lebih dari 3.000 perwakilan media yang meliput

konferensi ini (UNFCCC n.d. 17). Dengan banyaknya undangan yang hadir dan

mengikuti konferensi ini mengindikasikan bahwa kepedulian masalah iklim global

dalam dunia dan masyarakat internasional makin meningkat.

Konferensi Copenhagen terdiri dari dua konferensi (UNFCCC n.d. 17).

Pertama adalah konferensi sidang COP-15 (15th Conference of the Parties –

COP15) yang terlibat dalam Konvensi PBB tentang agenda perubahan iklim,

UNFCCC. Kedua adalah pertemuan kelima CMP yang berfungsi sebagai sidang

yang terkait dengan Protokol Kyoto. Dalam konferensi Copenhagen terdapat

negosiasi intensif antarnegara anggota UNFCCC yang menghasilkan lebih dari

1000 pertemuan, baik resmi maupun informal dan kelompok antarnegara. Selain

itu, pembahasan perubahan iklim terjadi di lebih dari 400 pertemuan dan lebih dari

300 konferensi pers.

Menurut Rendra Kurnia,11 “dalam pelaksanaan konferensi Copenhagen terjadi perdebatan yang cukup alot antara negara-

11 Unit Mitigasi dan Pelestarian Fungsi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer, Kementerian Lingkungan Hidup

dalam wawancara di Jakarta, 19 April 2011.

Page 41: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

26

negara anggota UNFCCC”. Rendra menambahkan bahwa pada saat itu terjadi deadlock (jalan buntu) ketika perundingan antara the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA) dan the Ad Hoc Working Group on Futher Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP). AWG-LCA membahas konvensi yang merupakan komitmen pertama dalam UNFCCC. Sedangkan AWG-KP membahas Protokol Kyoto yang merupakan komitmen kedua pada konvensi UNFCCC. Namun, tidak tercapai kesepakatan antara AWG-KP dengan AWG-LCA. Maka, pada saat itu Amerika Serikat mengadakan pertemuan dengan beberapa perwakilan negara anggota UNFCCC untuk membentuk Copenhagen Accord. Pertemuan tersebut dinamakan green room yang membahas kontribusi seluruh negara anggota UNFCCC dalam meningkatkan energi efisien sebesar 30 persen, bukannya mereduksi emisi.

Green room terdiri dari dua puluh enam negara peserta yang terbagi dalam

kelompok negara maju, negara berkembang, negara kepulauan kecil dan negara

tertinggal (Ashadi 2010). Negara-negara tersebut di antaranya adalah Ethiopia,

Sudan, Aljazair, Lesotho, Grenada, Bangladesh, Maldives, Kolombia, Cina, India,

Brazil, Afrika Selatan, Saudi Arabia, Indonesia, Swedia, Inggris, Perancis, Jerman,

Spanyol, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Norwegia, Jepang, Korea Selatan,

Mexico, Gabon, dan Papua Nugini. Dalam Copenhagen Accord tersebut

disebutkan bahwa pada Januari 2010 setiap negara harus menetapkan target

pengurangan emisi GRK pada tahun 2020 namun tidak akan mengikat secara

hukum seperti Protokol Kyoto pada tahun 1997 (YD 2009).

Dalam Copenhagen Accord, negara-negara anggota UNFCCC membuat

komiten tentang pengurangan perubahan iklim dan harus disepakati oleh seluruh

negara anggotanya (UNFCCC n.d. 18). Berikut ini adalah kedua belas poin

Copenhagen Accord yang harus disepakati:

Pertama: Kami menyadari bahwa perubahan iklim merupakan salah satu

tantangan pada masa kini. Oleh karena itu, masalah perubahan iklim sangat

Page 42: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

27

mendesak untuk segera diselesaikan dengan prinsip common but differentiated

responsibilities, yaitu di mana setiap negara bersama-sama menekan laju

peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di negaranya namun memiliki tanggung

jawab yang berbeda-beda. Prinsip ini merupakan tujuan utama dalam konvensi

guna menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfir hingga pada level yang tidak

berbahaya bagi sistem iklim. Karena itu, temperatur global harus diturunkan

sebesar dua derajat celsius dengan cara meningkatkan kerja sama jangka panjang

untuk menanggulangi perubahan iklim antarnegara-negara anggota UNFCCC

sehingga mereka akan mampu mengadapi dampak negatif dari perubahan iklim.

Kedua: Kami setuju untuk mengurangi tingkat emisi global yang merupakan

kewajiban semua negara-negara UNFCCC (terutama negara industri maju)

sehingga akan mampu menurunkan tingkat suhu global sebesar dua derajat celcius.

Kami akan bekerja sama untuk mencapai pengurangan tingkat emisi global dan

emisi nasional karena semakin cepat semakin baik. Kami mengakui bahwa saat ini

kerangka puncak pelepasan emisi terbesar akan berada di negara-negara

berkembang karena mengingat bahwa pembangunan sosial, ekonomi, dan

pemberantasan kemiskinan merupakan prioritas utama negara-negara berkembang.

Oleh karena itu, penerapan pengembangan strategi emisi rendah12 di negara

berkembang sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan.

Ketiga: Setiap negara harus beradaptasi untuk menghadapi efek negatif dari

perubahan iklim dan mereka harus mampu merespon dengan meningkatkan

kerjasama internasional yang merupakan kewajiban dalam pengimplementasian

12 Strategi pengembangan emisi rendah yaitu transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang agar negara berkembang dapat menggunakan teknologi yang lebih baik dalam pembangunan ekonominya sehingga menghasilkan emisi yang lebih rendah.

Page 43: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

28

konvensi. Tujuan dari adaptasi ini adalah untuk mengurangi kerentanan terhadap

dampak perubahan iklim, khususnya di negara kurang berkembang, negara

kepulauan kecil berkembang, dan Afrika. Kami setuju bahwa negara-negara

industri maju harus dapat menyediakan dan menyokong sumber keuangan,

teknologi, dan peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan tindakan

adaptasi di negara-negara berkembang.

Keempat: Negara-negara Annex I berkomitmen baik secara sendiri-sendiri

ataupun bersama dengan negara lain untuk mengukur seberapa besar target emisi

yang akan dihasilkan dari perekonomian pada tahun 2020. Hasil komitmen

tersebut akan disampaikan dan dimasukkan oleh negara-negara Annex I dalam

lampiran I (Appendix I) yang akan diserahkan kepada Sekertariat UNFCCC pada

tanggal 31 Januari 2010. Negara-negara Annex I yang tergabung dalam Protokol

Kyoto akan memperkuat penggurangan emisi yang telah diprakarsai oleh Protokol

Kyoto. Pengurangan emisi dan bantuan pendanaan dari negara industri maju ke

negara-negara berkembang akan diukur, dilaporkan, dan diverifikasi (buktikan)

sesuai dengan garis pedoman selanjutnya yang telah diadopsi oleh Conference of

the Parties (COP).

Kelima: Negara-negara non-Annex berdasarkan konvensi akan mengimplementasi

tindakan mitigasi termasuk menyampaikannya kepada Sekretariat UNFCCC untuk

dimasukkan dalam lampiran II (Appendix II) pada tanggal 31 Januari 2010.

Kemudian, berdasarkan Pasal 4.1 dan Pasal 4.7 dalam konteks peningkatan

pembangunan bagi negara kurang berkembang dan negara kepulauan kecil

berkembang akan dilakukan tindakan sukarela atas dasar dukungan bagi kebaikan

bersama. Tindakan mitigasi selanjutnya akan diambil dan dipertimbangkan oleh

Page 44: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

29

oleh negara-negara non-Annex, termasuk laporan inventaris nasional yang akan

dikomunikasikan agar terjaga konsistensi komunikasi nasional.

Keenam: Kami mengakui bahwa terdapat peran penting untuk mengurangi emisi

dari penebangan dan degradasi hutan. Selanjutnya, untuk meningkatkan kembali

penyerapan GRK oleh hutan maka harus segera membuat suatu mekanisme agar

memungkinkan untuk memobilisasi sumber daya keuangan dari negara-negara

industri maju.

Ketujuh: Kami memutuskan untuk mengejar berbagai pendekatan termasuk

kesempatan untuk menggunakan pasar guna meningkatkan efektivitas biaya dan

untuk mempromosikan tindakan mitigasi kepada seluruh negara di dunia.

Pendekatan ini khususnya ditujukan bagi negara-negara berkembang karena

kondisi perekonomian mereka lemah maka harus diberikan insentif (dorongan)

agar mereka terus melanjutkan pengembangan pada jalur emisi rendah.

Kedelapan: Peningkatan dan penambahan pendanaan yang memadai serta

peningkatan akses harus disediakan bagi negara-negara berkembang sesuai dengan

ketentuan konvensi agar memungkinkan mereka dapat mendukung tindakan

mitigasi. Penambahan keuangan ini untuk digunakan dalam masalah deforestasi

dan degradasi hutan, adaptasi, serta peningkatan kapasitas pengembangan dan

transfer teknologi untuk pengimplementasian konvensi. Selanjutnya, negara-negara

industri maju akan menyediakan sumber daya baru dan tambahan, termasuk

investasi kehutanan melalui lembaga-lembaga internasional mendekati 30 milliar

USD antara tahun 2010-2012 untuk dialokasikan secara seimbang antara mitigasi

dan adaptasi. Pendanaan untuk adaptasi dikhususkan bagi negara-negara

berkembang yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kemudian

dalam tindakan mitigasi, negara-negara maju berkomitmen untuk tujuan bersama

Page 45: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

30

dengan menyalurkan dana 100 milliar USD pada tahun 2020 untuk mengatasi

kebutuhan di negara-negara berkembang. Dana ini berasal dari berbagai sumber

baik publik maupun swasta di mana sebagian dana tersebut harus mengalir melalui

Copenhagen Green Climate Fund.

Kesembilan: Untuk tujuan ini, suatu High Level Panel akan dibentuk di bawah

bimbingan COP dan akan bertanggung jawab pada COP. Tujuan pertemuan High

Level Panel untuk mempelajari kontribusi dari sumber-sumber pendapatan yang

potensial, termasuk sumber pembiayaan alternatif.

Kesepuluh: Kami memutuskan bahwa Copenhagen Green Climate Fund akan

dibentuk sebagai suatu eksistensi mekanisme keuangan dalam konvensi.

Copenhagen Green Climate Fund yang berfungsi untuk mendukung proyek-

proyek, program, kebijakan, dan kebijakan-kebijakan lainnya di negara

berkembang yang terkait dengan mitigasi, adaptasi, pengembangan, serta transfer

teknologi.

Kesebelas: Dalam rangka meningkatkan tindakan dalam transfer serta

pengembangan teknologi, maka kami memutuskan untuk mendirikan Technology

Mechanism untuk mempercepat transfer dan pengembangan teknologi guna

mendukung tindakan mitigasi dan adaptasi yang akan dipandu oleh pendekatan

negara pemberi (negara industri maju) berdasarkan pada keadaan nasional dan

prioritasnya.

Kedua belas: Kami menyerukan bahwa penilaian pelaksanaan Copenhagen

Accord ini akan selesai pada tahun 2015. Hal ini termasuk pertimbangan untuk

memperkuat tujuan jangka panjang karena kenaikan tingkat suhu bumi mencapai

1,5 derajat celsius.

Page 46: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

31

Pada skripsi ini, pembahasan difokuskan pada kebijakan luar negeri Cina

pada saat konferensi Copenhagen berlangsung. Pada COP-15 di Copenhagen, Cina

memiliki peranan penting. Bab selanjutnya akan membahas faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi

UNFCCC, khususnya pada COP-15.

Berkaitan dengan konferensi UNFCCC, ada beberapa identitas Cina yang

memiliki relevansi dengan isu lingkungan hidup. Pertama, Cina sedang bersiap

menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi dunia dalam dua dekade kedepan dan

tentunya negara tersebut sangat tergantung pada batubara sebagai sumber energi

(Song & Woo (ed.) 2008, 171). Kedua, Cina merupakan negara dengan populasi

penduduk terbesar di dunia (CIA 2011). Ketiga, secara geografis, Cina merupakan

negara terbesar di Asia Timur dan negara ketiga terluas di dunia setelah Rusia dan

Kanada (Naisbitt. 2010, 20). Keempat, pemerintahan Cina yang menganut sistem

sosialis komunis namun menggunakan sistem ekonomi pasar sosialis dengan

mengikuti pesatnya globalisasi dan pasar bebas (Irham. 2009, 2). Kelima, negara

dengan kerentanan tinggi terhadap banyak masalah lingkungan hidup global,

(seperti, perdagangan dan penggunaan limbah berbahaya, pencemaran udara, serta

penggunaan sumber energi yang sangat besar untuk kebutuhan industri (CIA

2011). Kelima hal tersebut membuat Cina menjadi negara yang mempunyai

peranan penting dalam proses negosiasi internasional pada setiap forum atau

konferensi internasional terkait dengan isu lingkungan hidup khususnya di

konferensi Copenhagen tahun 2009.

Page 47: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

32

BAB III

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI

KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC

Pada bab III penulis membahas tentang faktor internal dan eksternal yang

mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina dalam The United Nations Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC), khususnya pada konferensi perubahan

iklim tahun 2009 di Copenhagen. Faktor internal dan eksternal yang digunakan

didasarkan pada konsep kebijakan luar negeri menurut Holsti (1992, 272). Kedua

faktor tersebut akan menggambarkan sikap dan posisi Cina dalam pengambilan

kebijakan luar negerinya pada konferensi perubahan iklim di Copenhagen.

Selanjutnya, kedua faktor tersebut akan dipaparkan lebih lengkap pada

pembahasan di bawah ini.

A. Faktor Internal

1. Kondisi Geografis dan Demografis Cina

Kondisi geografis dan demografis di Cina merupakan salah satu faktor

penting bagi masalah lingkungan di negaranya. Secara demografis, Cina

merupakan negara dengan penduduk terbesar di dunia dengan hampir 1,3 milliar

penduduk dan mayoritasnya bersuku bangsa Han (CIA 2011). Jumlah penduduk

Cina yang besar tidak diikuti persebaran penduduk yang rata. Hal ini

dilatarbelakangi oleh urbanisasi masyarakat pedesaan ke kota.

Pada tahun 2009, sekitar 200 juta masyarakat pedesaan pindah ke kota

untuk mencari pekerjaan (CIA 2011). Dalam data CIA, kota yang dipilih sebagai

tempat urbanisasi adalah kota besar yang merupakan kota industri. Urbanisasi ini,

32

Page 48: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

33

pada tahun 2009 menyebabkan lima kota besar di Cina yang memiliki penduduk

yang paling padat, di antaranya; Shanghai (16.575 juta penduduk), Beijing (12.214

juta penduduk), Chongqing (9.401 juta penduduk), Shenzen (9.005 juta penduduk),

dan Guangzhou (8.884 juta penduduk).

Secara geografis, Cina merupakan negara terbesar di Asia Timur dan

negara ketiga terluas di dunia setelah Rusia dan Kanada (Naisbitt 2010, 20).

Namun, hanya sepertiga wilayah daratan Cina yang dapat ditanami dan dua

pertiganya adalah pegunungan serta gurun. Lieberthal (1995, 278) membagi

topografi Cina menjadi tiga daerah. Pertama adalah daerah bagian barat laut yang

merupakan daerah kering yang disebabkan oleh kencangnya hembusan angin

(erosi angin). Kedua adalah daerah bagian barat daya yang merupakan daerah

dingin karena terdiri dari dataran tinggi. Terakhir merupakan daerah bagian timur

yang merupakan daerah aliran sungai.

Kondisi geografis Cina yang berbeda antara satu daerah dengan daerah

lainnya, menyebabkan terjadinya beberapa masalah yang muncul seperti masalah

kekurangan air dibeberapa daerah dan penyebarannya tidak merata. Menurut

Presiden Hu (dikutip dalam Naisbitt 2010, 108) menyatakan bahwa: “20 persen

jumlah penduduk Cina merupakan populasi dunia, namun Cina hanya memiliki

tujuh persen sumber daya air”. Salah satu contohnya adalah daerah Cina Utara.

Cina Utara adalah daerah kering secara alami dan hanya memiliki kurang dari 20

persen air dari total jumlah air di Cina tetapi memiliki 40 persen penduduk

negaranya.

Selain karena perbedaan topografi daerah, menurut Lieberthal (1995, 284)

masalah kekurangan air di Cina juga disebabkan oleh tingginya tingkat polusi yang

diakibatkan oleh kegiatan industri di negaranya. Salah satu contohnya adalah

Page 49: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

34

hanya satu dari tujuh desa dan hanya setengah dari masyarakat perkotaan di Cina

yang dapat mengkonsumsi air bersih. Selanjutnya, Liberthal (1995, 287)

menjelaskan berdasarkan survei dari 434 kota di Cina ditemukan bahwa 188 kota

diantaranya kekurangan air dan 40 kota mengalami kekurangan air yang parah.

Pesatnya kemajuan industri Cina tidak hanya menyebabkan kekurangan air

bersih tetapi juga menyebabkan polusi udara. Menurut Saragih (Darmawan (ed.)

2006, 133) dari 20 kota di Asia yang mempunyai udara kotor, 11 kota diantaranya

berada di Cina. Dari kesebelas kota tersebut adalah Beijing, Chengdu, Chongqing,

Guangzhou, Harbin, Jinan, Shanghai, Shenyang, Tianjin, Wuhan, dan Xi’an.

Faktor penyumbang terbesar polusi di Cina adalah gas buangan dari mesin-mesin

dan penggunaan batubara oleh industri.

Dari kerusakan-kerusakan lingkungan yang telah disebutkan di atas maka

hal tersebut mempengaruhi pemerintah Cina untuk turut serta dalam pembuatan

komitmen pada saat konferensi perubahan iklim terutama pada saat konferensi

perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen. Selain itu, pemerintah Cina

menyadari bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di negaranya jika terus

menerus diabaikan maka akan semakin memburuk di masa depan sehingga

tentunya sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan masyarakatnya.

2. Struktur Pemerintah dan Filosofi Pemerintah

Pembahasan struktur pemerintah Cina akan digambarkan berdasarkan

dasar-dasar negara dan pembagian kekuasaan pemerintah negara tersebut.

Pembahasan ini bersumber dari konstitusi negara Cina. Konstitusi Cina diadopsi

dari sidang kelima pada saat Kongres Rakyat Nasional (KRN) Kelima untuk

diimplementasikan pada saat Proklamasi Kongres Rakyat Nasional pada tanggal 4

Desember 1982 (Lieberthal 1995, 355). Kemudian, konstitusi tersebut diubah

Page 50: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

35

sesuai dengan amandemen Konstitusi Republik Rakyat Cina yang diadopsi pada

sesi pertama pada saat Kongres Rakyat Nasional (KRN) Ketujuh pada tanggal 12

April 1988, sesi pertama Kongres Rakyat Nasional Kedelapan pada tanggal 29

Maret 1993, sesi kedua Kongres Rakyat Nasional (KRN) Kesembilan pada tanggal

15 Maret 1999, dan pada sesi kedua Kongres Rakyat Nasional (KRN) Kesepuluh

pada tanggal 14 Maret 2004 (Chinesse Government’s Official Web Portal 2006).

Struktur pemerintahan tersebut akan dapat digambarkan mengenai pembuatan

kebijakan luar negeri Cina dalam UNFCCC pada konferensi perubahan iklim di

Copenhagen tahun 2009.

a. Dasar-dasar Negara

Pasal 1 Konstitusi Cina (dalam Lieberthal 1995, 357) menjelaskan bahwa

Cina merupakan negara sosialis yang berdasarkan kelas (persekutuan pekerja dan

petani) serta sistem sosialis merupakan sistem dasar negara ini. Selain itu,

berdasarkan Pasal 5 Konstitusi Cina menyatakan bahwa semua badan

pemerintahan, prajurit militer, semua anggota politik, organisasi publik, dan semua

perusahaan dan institusi harus patuh pada konstitusi dan hukum negara (Lieberhtal

1995, 358). Hal ini berarti Cina menjunjung tinggi hukum agar terciptanya suatu

keadilan dan perdamaian di negaranya.

Menurut Elizabeth J. Perry (dikutip dalam Naisbitt 2010, 22): “Kita

memiliki pemahaman terbatas mengenai apa yang menyatukan struktur negara

Cina saat ini dan apa yang membuat sistem politiknya berjalan sedemikian

efektif”. Cina menciptakan masyarakat baru dan sistem politiknya sendiri. Negara

ini memulai langkahnya dengan menggunakan Marxisme - Leninisme, tetapi

segera menyesuaikan doktrin-doktrin tersebut dengan gagasan dan kebutuhannya

Page 51: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

36

sendiri. Sosialisme Cina tampak pada Pasal 10 Konstitusi Cina (Lieberthal 1995,

359) menjelaskan bahwa tanah merupakan milik negara sehingga tidak ada yang

dapat memilikinya tetapi hanya dapat menggunakannya.

b. Pembagian Kekuasaan Pemerintah

Pada sub bab ini dijelaskan mengenai pembagian fungsi dan wewenang

pemerintah Cina untuk menjelaskan hirarki pemerintahannya serta siapa aktor

yang berperan dalam menjalin hubungan dan kerjasama dalam dunia internasional

seperti pada saat pelaksanaan konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun

2009. Badan eksekutif Cina terdiri dari Presiden dan Perdana Menteri (PM). Pada

tahun 2009 yang menjabat Presiden Cina adalah Hu Jintao (Periode 15 Maret 2008

- sekarang) (CIA 2011). Pada Pasal 62 Konstitusi Cina berisi bahwa presiden

berwenang untuk memilih perdana menteri (PM) (Lieberthal 1995, 367).

Pasal 89 Konstitusi Cina (Lieberthal 1995, 372-373) berisi bahwa PM

mempunyai beberapa fungsi, yaitu; mengikuti dan memimpin hubungan luar

negeri dan ikut serta dalam perjanjian dan persetujuan dengan negara lain. Dalam

hal ini, PM Cina lebih berperan aktif dalam pembangunan hubungan internasional

dengan negara lain, seperti mewakili negaranya yang tergabung dalam UNFCCC

dengan mengikuti konferensi perubahan iklim.

Dari penjelasan pembagian kekuasaan pemerintah Cina di atas, tampak

bahwa yang bertugas untuk mengikuti dan memimpin hubungan luar negeri dan

ikut serta dalam perjanjian dengan negara lain adalah Perdana Menteri (PM). Hal

tersebut diaplikasikan pada saat PM Wen Jiabao menghadiri konferensi perubahan

iklim di Copenhagen pada tahun 2009 (Xianzhi 2009).

Page 52: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

37

3. Kondisi Ekonomi

a. Konsep Sistem Ekonomi Cina pada Masa Mao Hingga Saat Ini (tahun 1954-2009) Menurut Reynolds (1984, 73) Sekitar tahun 1950an, Cina merupakan

negara agraris yang sangat luas dan hasil pertaniannya mampu mencapai 35 persen

dari gross national product (GNP) dan sekitar 70 persen rakyatnya masih bekerja

di ladang. Selanjutnya, Lieberthal (1984, 56) menjelaskan bahwa pada masa

pemerintahan Mao Zedong (periode 1954-1959), sekitar 80 persen rakyatnya

tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani.

Pada saat itu, Cina hanya bergantung dari hasil pertanian, sehingga menjadikan

negara ini menjadi salah satu negara miskin di dunia.

Menurut Naisbitt (2010, 37) pada masa Mao Zedong terdapat sistem yang

disebut da-guo-fan yang berarti di dalam satu kuali besar. Sistem tersebut

dipandang sebagai jaminan bahwa kebutuhan rakyat akan terpenuhi dengan asumsi

bahwa setiap orang akan mendapat jumlah makanan yang sama tanpa memandang

nilai kerjanya dalam penciptaannya. Namun, sistem tersebut hampir tidak

memberikan hasil apa pun kepada semua orang.

Dalam penelitiannya Irham (2009, 1) menyebutkan bahwa pada tahun

1958, Mao Zedong mencetuskan kampanye lompatan jauh ke depan (the great leap

forward) yaitu program industrialisasi yang radikal namun mengalami kegagalan.

Wibowo (dikutip dalam Irham 2009, 1) menjelaskan bahwa kegagalan program ini

karena sikap Mao Zedong yang konservatif dan alergi terhadap keterbukaan

sehingga mengakibatkan Mao Zedong mengundurkan diri sebagai Presiden Cina

pada tahun 1959.

Page 53: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

38

Reynolds (1984, 71) menjelaskan bahwa sebagai negara agraris, total

ekspor yang berasal dari produk hasil pertanian Cina pada awal tahun 1950 sekitar

50 persen, sementara pada tahun 1969 sekitar 37 persen, dan pada tahun 1979

menurun drastis hingga sekitar 23 persen. Namun, pada awal tahun 1980, Cina

menjadi negara importir produk pertanian sehingga total nilai impornya melebihi 1

Milliar USD. Hal ini terjadi karena pada tahun 1979 terjadi transformasi

perekonomian yang besar di Cina.

Kemudian, menurut Irham (2009, 1) pasca meninggalnya Mao Zedong

pada tahun 1976 terjadi transisi politik di Cina dengan munculnya Deng Xiaoping

sebagai pemimpin baru. Deng Xiaoping mempunyai visi baru mengenai

komunisme negaranya serta menghasilkan kemajuan perekonomian yang

signifikan. Visi baru tersebut diwujudkan dengan menjunjung tinggi ideologi

komunisme dengan tetap memegang teguh kekuasaan partai namun tetap memulai

proses liberalisasi dan modernisasi di Cina.

Elizabeth J. Perry (dikutip dalam Naisbitt 2010, 22) menjelaskan bahwa

Cina mengambil bagian-bagian kapitalisme sebagai alat yang bermanfaat untuk

mencapai sasaran ekonomi, tetapi tidak melepas pijakan politiknya. Pada sistem

pembangunan perekonomiannya, Cina mempunyai sistem ekonomi khusus yang

hanya dimiliki oleh Cina. Sistem ekonomi ini muncul pada tahun 1978 masa

pemerintahan Deng Xiaoping yang memiliki slogan gaige kaifang yang berarti

reformasi dan membuka diri (Wibowo 2007, 2).

Menurut Heggelund (2007, 158) Deng Xiaoping melaksanakan inisiatif

kebijakan ekonomi yang menjadi prioritas politik Cina dan dianggap telah berhasil

mengurangi kemiskinan serta dapat memperbaiki tingkat hidup masyarakatnya.

Heggelund menambahkan (2007, 158) bahwa bentuk kebijakan ekonomi Deng

Page 54: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

39

Xiaoping dilakukan dalam empat bidang modernisasi, yaitu; pertanian, industri,

pertahanan nasional, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil dari kebijakan ini,

dapat terlihat dari pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina.

Menurut Irham (2009, 2) pada tahun 1978, Cina mulai menggunakan

sistem ekonomi pasar sosialis yang menggantikan sistem ekonomi terencana pusat

yang digagas pada masa Mao Zedong. Sistem ekonomi Cina berorientasi terhadap

pasar namun tetap berada dalam bingkai sistem politik yang digariskan oleh Partai

Komunis Cina sehingga sistem ini sering juga disebut dengan Sistem Sosialis

dengan karakteristik Cina.

Kebijakan ekonomi pasar sosialis ini telah mendorong masyarakat

pedesaan untuk melakukan urbanisasi ke perkotaan guna mencari pekerjaan yang

lebih baik. Arus urbanisasi inilah, yang menurut PM Wen Jiabao (Jiabao 2011),

merupakan permasalahan utama di Cina sebagai efek samping dari industrialisasi

nasional yang di mulai tahun 1978 sehingga Cina menjadi salah satu negara

dengan tingkat urbanisasi terbesar di dunia. Meskipun telah melakukan urbanisasi,

menurut PM Wen Jiabao, hanya sebagian masyarakat dan wilayah di negaranya

yang sudah kaya.

Data yang memperlihatkan bahwa sebagian masyarakat Cina masih miskin

adalah data pada tahun 2007, yakni sebanyak 21,5 juta penduduk desa masih hidup

di bawah garis kemiskinan dengan rasio nilai pendapatan hanya 90 USD per tahun

(CIA 2011). Selanjutnya, data CIA juga menyebutkan bahwa 35,5 juta penduduk

desa yang hidupnya sedikit lebih baik namun masih tergolong dalam masyarakat

miskin dengan pendapatan hanya 125 USD pertahun. Hal ini membuktikan bahwa

pertumbuhan perekonomian Cina belum merata sehingga negara ini harus terus

meningkatkan perekonomian negaranya agar semua rakyatnya sejahtera.

Page 55: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

40

Pada tahun 2008, sekitar 38,1 persen penduduk Cina bekerja di sektor

pertanian (CIA 2011). Menurut data CIA sekitar 34,1 persen penduduk Cina

bekerja di sektor jasa, dan terakhir sekitar 27,8 persen bekerja di sektor industri.

Dengan besarnya jumlah penduduk Cina, maka timbul persaingan kompetitif untuk

mendapatkan pekerjaan. Hal ini tampak pada jumlah pengangguran di tahun 2009

yakni sebesar sebesar 4,3 persen dari sekitar 1,3 milliar jumlah penduduknya (CIA

2011).

Sejak tahun 1978 hingga 2005, perdagangan internasional Cina meningkat

69 kali lipat dengan tingkat pertumbuhan per tahun sebesar 17 persen (Irham 2009,

3). Pada tahun 2005, Cina menjadi negara pengekspor terbesar ketiga di dunia.

Rasio angka impor dibandingkan ekspor dalam gross domestic product (GDP)

adalah 63 persen pada tahun 2005. Hal ini, menjadikan Cina masuk dalam jajaran

negara-negara yang terintegrasi ke dalam perekonomian dunia. Sementara itu,

perolehan devisa melonjak ke angka 1 triliun USD pada akhir tahun 2006. Tabel

berikut akan menjelaskan peningkatan jumlah GDP Cina dari tahun 2008 hingga

2010.

Tabel 3.1 GDP Cina tahun 2008, 2009 dan 2010

No. Periode Jumlah GDP Cina Jumlah GDP per kapita

Asal GDP tahun 2010

1. Tahun 2008

8,204 Trilyun USD 6.400 USD

2. Tahun 2009

9,144 Trilyun USD 6.900 USD

3. Tahun 2010

10,09 Trilyun USD 7.600 USD

Pertanian 9,6%

Industri 46,8%

Jasa 43,6%

(Sumber: CIA 2011)

Dari tabel 3.1 di atas dapat terlihat bahwa GDP Cina periode 2010 paling

besar berasal dari sektor industri. Pada tahun 2008 dan 2009 juga tentunya asal

GDP Cina tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2010. Untuk itu, dengan

Page 56: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

41

tingginya tingkat perkembangan industri di Cina tentunya berdampak pada

kerusakan lingkungan baik di dalam negeri maupun global. Peningkatan sektor

industri Cina dikarenakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya

guna pemerataan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Menurut Wibowo (2007, 31) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Cina saat

ini sering dikaitkan dengan berbagai macam kebijakan pemerintah dibidang

penanaman modal asing. Selanjutnya, Irham (2009, 3) menjelaskan bahwa selama

tahun 1986 hingga 2009, modal asing yang masuk ke Cina sebesar 620 milyar

USD. Investor asing mendapat berbagai macam kemudahan yang secara khusus

diberikan ke wilayah-wilayah yang disebut zona ekonomi khusus dan zona

pembangunan ekonomi dan teknologi. Terdapat empat zona ekonomi khusus yaitu

Shenzen, Zhuhai, Shantou, dan Xiamen. Sementara, zona pengembangan ekonomi

dan teknologi ada di kota-kota pesisir timur Cina.

Selanjutnya, menurut Wibowo (2007, 54) meskipun Cina sudah

mengizinkan investor asing untuk masuk, namun pemerintah Cina tetap melakukan

proteksi dalam beberapa sektor industri kunci. Sektor industri kunci yang

dimonopoli negara, diantaranya adalah sektor perbankan, listrik, telekomunikasi,

pos, kereta api, penerbangan, dan persenjataan. Selain itu, perusahaan swasta juga

tidak diizinkan masuk ke dalam produksi tembakau, baja, kimia berbahaya,

minyak dan gas, emas dan perak, serta pembuatan seragam untuk angkatan

bersenjata, dan sebagainya.

Menurut data CIA (2011) peningkatan industri Cina relatif cepat dan tinggi

sehingga menjadikan negara ini menjadi nomor dua setelah Amerika Serikat dalam

memproduksi jasa. Namun, peningkatan industri Cina tetap menjadikan

pendapatan perkapita negaranya di bawah rata-rata negara dunia disebabkan belum

Page 57: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

42

meratanya kesejahteraan rakyatnya karena jumlahnya yang sangat besar. Selain itu,

pemerintah Cina juga mengalami beberapa tantangan ekonomi. Tantangan pertama

adalah pemerintah Cina harus mempertahankan pertumbuhan lapangan kerja yang

memadai bagi warganya yang menjadi imigran karena sekitar 200 juta pekerja dari

pedesaan pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Kedua, pemerintah Cina harus

mengurangi korupsi dan kejahatan ekonomi di negaranya. Kemudian, tantangan

terakhir adalah pemerintah Cina arus mentransformasi perekonomian yang cepat

karena peningkatan industri mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan.

Kegiatan industri yang dilakukan oleh Cina ini menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan. Sejak dimulainya kebijakan ekonomi baru Cina tahun

1978, terjadi beberapa masalah lingkungan dan yang terburuk terjadi pada tahun

1982 hingga 1989 (Lieberthal 1995, 282). Masalah lingkungan ini mengakibatkan

Cina kehilangan sepertiga hutannya dan lahan pertanian yang produktif berkurang

sebanyak 0,5 persen per tahun.

Dalam pelaksanaan Kongres Nasional Partai ketujuh belas pada musim

gugur tahun 2007, secara resmi ditegaskan bahwa terjadi pergeseran yang pada

awalnya fokus pada pertumbuhan ekonomi, menuju peningkatan kualitas hidup

dan pemulihan lingkungan hidup (Naisbitt 2010, 79). Naisbitt juga menyebutkan

(2010, 80) pada tahun 2007 menurut Presiden Hu Jintao, model pembangunan

ekonomi global yang menjadikan Cina sebagai bintang dalam peningkatan

perindustrian yang menyebabkan emisi GRK dinyatakan sudah usang. Model

pembngunan ekonomi global baru sedang disusun yaitu model pertumbuhan

pembangunan yang ilmiah sehingga sejak tahun 2007 pembangunan ekonomi di

Cina harus memasukkan standar kelestarian lingkungan, energi, dan penggunaan

sumber daya alam.

Page 58: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

43

Model pembangunan yang ilmiah menurut Presiden Hu Jintao, Cina sedang

berubah menjadi negara industrialis, berbasis informasi, metropolis, berorientasi

pasar, dan internasional (dalam Naisbitt 2010, 80). Dengan kata lain, Cina akan

memasuki bidang-bidang yang sekarang berada di negara Barat. Akan ada banyak

industri dibidang bio energi, teknologi pengendalian polusi, serta pengelolaan

limbah yang disesuaikan dengan praktik-praktik inovatif dalam pertanian

tradisional dan manufaktur.

4. Kebijakan Pemerintah Cina dalam Bidang Energi dan Lingkungan

Sejak tahun 1950, pemerintah Cina membuat kebijakan energi dan masuk

dalam perencanaan nasional Cina (Mursitama & Yudono 2010, 43). Kemudian,

perencanaan ini berkembang pada tahun 1990-an yang menghasilkan kebijakan

energy security dan kebijakan naskah putih untuk mengatasi ketersediaan energi

dan masalah lingkungan.

Menurut Jiang dan Hu (2008, 320-321) terdapat enam prinsip dasar bagi

strategi energi Cina, yaitu:

a. Memberikan prioritas untuk konservasi

Konservasi sumber daya merupakan dasar kebijakan nasional di Cina

dengan menggabungkan pengembangan dan konservasi energi. Prioritas

konservasi dengan mengubah bentuk pembangunan ekonomi, menyesuaikan

struktur industri dan mendorong pembangunan serta pengembangan teknologi

hemat energi.

b. Pasokan Domestik

Cina harus mengutamakan dan mengandalkan pada pasokan energi dalam

negeri untuk memenuhi meningkatnya permintaan energi domestik dengan terus

meningkatkan keamanan dan kapasitas pasokan domestik.

Page 59: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

44

c. Pengembangan Diversifikasi

Cina akan menjamin pasokan energi dengan mempercepat pengembangan

pembangkit energi yang berasal dari minyak dan gas alam. Selain itu, Cina juga

akan mengembangkan sumber energi terbarukan seperti; tenaga air, pengembangan

nuklir, dan optimalisasi energi.

d. Sains dan Teknologi

Cina bergantung pada ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi untuk

pengembangan energi, serta untuk mencapai pengembangan teknologi energi baru,

dan menciptakan metode pengembangan energi baru.

e. Perlindungan Lingkungan

Cina memiliki tujuan membangun cadangan sumber daya serta masyarakat

yang ramah lingkungan. Untuk itu, Cina aktif mengkoordinasikan antara energi

dan pembangunan lingkungan, memberikan perlindungan dalam pembangunan

serta mengusahakan untuk pembangunan berkelanjutan.

f. Kerjasama yang Saling Menguntungkan

Cina menganut sistem kesetaraan dan saling menguntungkan. Untuk itu,

Cina membuat kerjasama energi dengan International Energy Agency (IEA) dan

masyarakat internasional. Selain itu, Cina perperan aktif untuk meningkatkan

mekanisme kerjasama global guna mencapai dan menjaga keamanan serta

stabilitas energi internasional.

Dari keenam prinsip dasar bagi strategi energi Cina di atas tampak bahwa

negara tersebut peduli terhadap kerusakan lingkungan dengan memberikan

prioritas untuk konservasi energi dan penghematan penggunaan energi dalam

pembangunan ekonomi. Bahkan Cina melakukan kerjasama dengan masyarakat

internasional untuk menjaga keamanan dan stabilitas energi internasional. Keenam

Page 60: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

45

konten tersebut juga terdapat dalam kebijakan energy security dan Naskah Putih

2007 yang akan dibahas lebih lengkap berikut ini.

a. Kebijakan Energy Security

Hingga 2007, Cina menggunakan sebesar 12 persen dari energi dunia dan

merupakan konsumen energi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat

(Winters & Yusuf (ed.) 2007, 135). Emisi karbon Cina diakibatkan oleh

pertumbuhan penggunaan batubara dan minyak bumi. Selain itu, negara ini

merupakan negara dengan penduduk terbesar dunia dan mengalami peningkatan

ekonomi yang tinggi sehingga Cina mutlak membutuhkan sumber energi yang

besar untuk kelangsungan perekonomiannya (Kusuma 2008, 6). Kebutuhan sumber

energi yang besar tersebut dibutuhkan untuk menunjang industri yang terus

berkembang sebagai strategi dalam hal pertahanan dan keamanan energi yang

disebut dengan energy security.

Menurut Garnaut, Jotzo, dan Howes (2008, 171) Cina sedang bersiap

menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi dunia dalam dua dekade ke depan

sehingga negara ini sangat tergantung pada batubara sebagai sumber energi.

Menurut Jiang dan Hu (2008, 310) dengan cepatnya pertumbuhan ekonomi Cina

maka pada tahun 2007 total konsumsi energi utama Cina meningkat menjadi

hampir 1820 mega ton (Mtoe) dengan peningkatan rata-rata pertahun hingga 5,3

persen. Jiang dan Hu (2008, 310) juga menambahkan bahwa batubara merupakan

sumber energi utama yang menyediakan 70,7 persen dari total penggunaan energi

utama pada tahun 1978 dan pada tahun 2006 sebesar 71 persen.

Penggunaan energi batubara yang tinggi di Cina tentunya berdampak pada

kerusakan lingkungan. Untuk itu, menurut Garnaut, Jotzo, dan Howes (2008, 182)

menjelaskan bahwa pemerintah Cina sedang merencanakan atau sedang

Page 61: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

46

berlangsung suatu program pengurangan emisi di luar sektor energi seperti

percepatan reboisasi dan pengembangan varietas rendah emisi metana serta

China’s Eleventh Five Year Plant yang memiliki target untuk mengurangi

intensitas penggunaan energi sebanyak 20 persen pada tahun 2005 hingga 2010.

Bagan 3.1. Proses Penyusunan Kebijakan Energi Cina Tahun 2008

Sumber: Mursitama dan Yudono (2010, 61)

Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (the National Development

and Reform Commission (NDRC)) yang dibentuk pada tahun 2003 oleh

pemerintah Cina untuk melakukan reformasi birokrasi dalam penyusunan

kebijakan energi (Mursitama & Yudono 2010, 49-60). NDRC merupakan badan

yang berwenang untuk mengatur dan menyusun kebijakan energi oleh State

Negara Perdana Menteri Wakil PM Dewan Negara Sekertaris Jenderal Wen Jiabao Li Keqiang Hui Liangyu Ma Kai Zhang Dejiang Liu Yandong Wang Qishan Liang Guanglie Meng Jianzhu Dai Bingguo Kantor Urusan Legislatif Cao Kangtai Kantor Riset Xie Fuzhen

Komisi Pembangunan dan

Reformasi Nasional Zhang Ping

Komisi Energi Nasional

Administrasi Energi Nasional Zhang Gubaio

Komisi Pengawasan Aset dan Administrasi Negara

Li Rongrong

Perusahaan Minyak Negara CNPC Sinopec CNOOC

Page 62: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

47

Council. Selanjutnya, NDRC memiliki beberapa biro untuk membantu kinerjanya.

Pertama adalah Biro Energi yang berfungsi untuk memutuskan setuju atau tidak

terhadap suatu proyek energi. Selanjutnya, Biro Harga yang memiliki kontrol

terhadap harga yang dikeluarkan oleh peerusahaan-perusahaan energi seperti gas,

listrik, dan lain-lain. Ketiga adalah Biro Konservasi Sumber Daya Energi dan

Perlindungan Lingkungan Hidup yang memiliki tugas mencapai target dan

efisiensi energi. Kemudian, terakhir adalah Biro Industri yang membuat kebijakan

industri yang berkenaan dengan insentif energi. Dengan demikian, semua

kebijakan energi nasional harus berpedoman pada kebijakan yang dikeluarkan oleh

NDRC.

Pada pelaksanaan pembangunan energi di Cina bukannya berlangsung

tanpa hambatan. NDRC memiliki beberapa kelemahan, yaitu; tidak memiliki

wewenang penuh dalam penyusunan kebijakan serta minimnya perangkat kerja

dan sumber daya manusia (Mursitama & Yudono 2010, 60). Hambatan ini juga

dikarenakan Cina tidak memiliki Kementerian Energi yang memiliki kewenangan

melakukan koordinasi total terhadap berbagai kepentingan semua aktor dalam

urusan energi nasional.

Selanjutnya, untuk mengatasi hambatan maka pada Juli tahun 2008

dibentuklah lembaga baru yaitu Administrasi Energi Nasional (National Energy

Administration (NEA)) (Mursitama & Yudono 2010, 60). NEA bertugas

memberikan izin usaha energi, menetapkan harga minyak di tingkat pengecer atau

ritel, dan melaksanakan kebijakan energi pemerintah pusat. Selain itu, sejak NEA

didirikan, lembaga ini mengambil alih tugas Biro Energi NDRC dan pelaksanaan

tugas harian Komisi Energi Nasional (National Energy Commission (NEC)).

Page 63: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

48

Mursitama dan Yudono (2010, 44) menjelaskan bahwa untuk menunjang

pemenuhan kebutuhan energi di Cina, terdapat tiga perusahaan minyak milik

negara, yaitu; Cina National Offshore Oil Corporation (CNOOC), Cina Petroleum

and Chemical Company (Sinopec), dan Cina National Petroleum Company

(CNPC). Pemerintah Cina mengatur operasi ketiga perusahaan minyak tersebut

dengan memberikan segmen pasar yang berbeda. Pada tabel 3.2 di bawah ini akan

menjelaskan besarnya penggunaan energi minyak untuk kegiatan industri Cina

sehingga negara ini membutuhkan impor minyak yang tinggi setiap harinya.

Tabel 3.2. Produksi, Konsumsi, dan Impor Minyak Cina

No. Minyak Cina Tahun 2008 Impor Minyak Cina Tahun 2008

1. Produksi 3,991 juta barel/hari

2. Konsumsi 8,2 juta barel/hari

Impor

4.393 juta barel/hari

(Sumber: CIA 2011)

Dengan melihat tabel 3.2 maka tentunya hasil produksi minyak Cina tidak

sesuai dengan tingkat konsumsinya. Untuk itu, menurut Kusuma (2008, 47) dalam

rangka mendapatkan sumber energi demi menjaga kepentingan energy security

negaranya, Cina mulai menggunakan diplomasi bantuan (aid diplomacy) ke

negara-negara lain yang mempunyai banyak cadangan energi dengan cara

memberikan bantuan dana atau hibah, pinjaman dana, dan kerjasama militer.

Salah satu negara tujuan Cina adalah negara-negara di Afrika. Cina

melakukan diplomasi bantuan terhadap negara-negara di Afrika dengan

menghapuskan hutang dan pajak serta bantuan dana lunak untuk pembangunan

infrastruktur (Kusuma 2008, 48). Hal ini dilakukan karena Afrika terkenal sebagai

salah satu daerah penghasil minyak bumi yang potensial. Kusuma menambahkan

(2008, 49) bahwa pada tahun 2004, sebesar 25 persen import minyak Cina berasal

Page 64: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

49

dari Afrika dan hingga saat ini mencapai 28 persen. Afrika memiliki nilai yang

sangat penting untuk memenuhi kepentingan Cina yang sangat membutuhkan

minyak bumi sebagai sumber energi bagi pembangunan industrinya.

b. Naskah Putih

Meskipun dalam penelitian Heggelund (2007, 155) menyatakan bahwa

Cina tidak akan membuat komitmen dalam waktu dekat karena energi merupakan

kunci dari pembangunan ekonomi sehingga hal tersebut merupakan alasan

keengganan negara ini guna membuat komitmen untuk mengurangi emisi. Namun,

pada tahun 2007 Cina membuat berbagai kebijakan ekonomi dan energi yang lebih

ramah terhadap lingkungan seperti kebijakan Naskah Putih yang berjudul Cina’s

Energy Conditions and Policies untuk memenuhi kebutuhan energi Cina yang

semakin meningkat dengan berdasarkan pada prinsip low input, low consumption,

and high efficiency (Mursitama dan Yudono 2010, 54). Oleh karena itu, kebijakan

Naskah Putih ini merupakan salah satu bukti bahwa Cina berusaha untuk

mengurangi emisi negaranya.

Selain itu, Pemerintah Cina menekankan sangat pentingnya perlindungan

lingkungan dan telah menjadi dasar kebijakan nasional (Song & Woo (ed.) 2008,

319). Menurut Jiang dan Hu (2008, 319) pasca konferensi Rio de Jainero tahun

1992, Cina mengambil langkah komprehensif dibidang hukum dan ekonomi serta

cara lain untuk meningkatkan perlindungan lingkungan agar tercapai kemajuan

positif. Komponen utama dari kebijakan pengurangan ekonomi Cina tersebut

adalah managemen yang efektif dari kerusakan lingkungan dan polusi dalam

proses pengembangan dan pemanfaatan energi.

Sebelum dikeluarkannya kebijakan Naskah Putih tahun 2007, pada tahun

2001, pemerintah Cina telah membuat kebijakan Naskah Putih yang berisi tujuan

Page 65: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

50

agar pemerintah Cina mendorong peningkatan investasi, baik dalam produksi dan

distribusi hasil industrinya (Mursitama dan Yudono 2010, 59). Kebijakan Naskah

Putih kemudian disempurnakan pada tahun 2007 dengan fokus pada pembenahan

jalur distribusi, pemasaran, serta diangkatnya isu lingkungan hidup. Secara garis

besar, kebijakan Naskah Putih tahun 2007 berisi sejumlah penyempurnaan dari

kebijakan Naskah Putih tahun 2001.

Menurut Mursitama dan Yudono (2010, 54) menyatakan bahwa pemerintah

Cina merealisasikan isi naskah putih ini dalam enam kebijakan. Kebijakan pertama

adalah memprioritaskan penghematan energi dengan membuat konservasi sumber

daya alam (SDA). Kebijakan kedua yaitu untuk memenuhi kebutuhan energinya,

Cina bergantung pada SDA domestik. Kebijakan ketiga adalah mendorong

penggunaan beragam energi seperti energi listrik, nuklir, dan gas. Kebijakan

keempat adalah mendorong sains dan teknologi untuk menghasilkan berbagai

inovasi di bidang energi. Kelima adalah memberikan perlindungan lingkungan

agar tercapai keseimbangan ekologi di Cina. Kebijakan keenam adalah mendorong

kerja mutualistis antara perusahaan luar negeri dan dalam negeri.

Selanjutnya, Mursitama dan Yudono (2010, 56) menjelaskan bahwa pada

Naskah Putih tersebut, pemerintah Cina juga perlu mengeluarkan kebijakan

konservasi energi. Untuk mendorong kebijakan konservasi energi, pemerintah Cina

menempatkan reformasi dan transformasi struktur industri energi sebagai poros

kebijakan tersebut. Tujuan reformasi dan transformasi adalah menghasilkan pola

pembangunan ekonomi dengan prinsip low input, low consumption, and high

efficiency. Cina juga akan mendorong pengembangan dan penggunaan teknologi

tinggi di bidang energi agar dapat mengurangi pelepasan emisi langsung ke udara

sehingga dapat menjalankan komitmen dalam konvensi UNFCCC.

Page 66: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

51

Untuk mengimplementasikan Naskah Putih tahun 2007, menurut

Mursitama dan Yudono (2010, 54) terdapat beberapa hambatan. Hambatan

pertama adalah kondisi energi sumber daya alam (SDA) negaranya yang terbilang

rendah karena hanya terdapat 1/15 dari cadangan dunia. Kondisi ini menyebabkan

pemerintah Cina membutuhkan investasi yang cukup banyak untuk

mengeksplorasi dan distribusi energi. Hambatan kedua adalah adanya

ketidakseimbangan produksi, distribusi, dan konsumsi yang berakibat sulitnya

pemerintah Cina untuk mengamankan jumlah suplai minyak bumi secara berkala.

Walaupun terdapat beberapa hambatan untuk merealisasikan kebijakan

Naskah Putih tahun 2007, namun Mursitama dan Yudono (2010, 56) menjelaskan

bahwa pemerintah Cina merancang beberapa strategi untuk merealisasikan

kebijakan ini. Pemerintah Cina mendorong pengembangan dan penggunaan

teknologi tinggi dibidang energi dan menghapuskan industri-industri yang tingkat

produktivitasnya tidak sesuai dengan target. Hal tersebut menurut Garnault, Frank

dan Howes (2008, 182) diwujudkan dengan kebijakan dan program yang dibuat

oleh NDRC untuk mengurangi konsumsi energi, seperti; menutup pembangkit

listrik yang tidak efisien, menutup pabrik-pabrik-pabrik kecil yang sudah

ketinggalan zaman, dan membuat kebijakan insentif bagi 1000 perusahaan besar.

Pemerintah Cina meluncurkan beberapa proyek penghematan energi seperti

penggunaan energi lain sebagai pengganti minyak bumi, pengembangan dan

pembangunan energi panas bumi, dan pembangunan konstruksi yang hemat energi

(Mursitama dan Yudono 2010, 56). Selain itu, pemerintah Cina telah mengajukan

target nasional yang mengikat tentang penurunan konsumsi energi per unit produk

Page 67: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

52

domestik bruto (PDB) dan emisi polutan utama13, peningkatan reboisasi hutan,

serta persentase energi terbaharukan untuk tahun 2005 hingga 2010 (CRI 2009).

Dengan menurunkan tingkat penggunaan energi saja, Cina akan berkontribusi

dalam pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) sebanyak 1.5 milliar ton per

tahun. Setelah membahas faktor internal dalam kebijakan luar negeri Cina maka

selanjutnya akan dibahas mengenai faktor eksternal dalam kebijakan luar

negerinya.

B. Faktor Eksternal

1. Cina dalam Sistem Ekonomi Internasional

Cina pada saat ini merupakan negara berkembang yang sangat pesat dalam

peningkatan perekonomian negaranya. Menurut Hadi (n.d.) pada tahun 2007

perekonomian Cina tumbuh sekitar 11,7 persen. Kemudian, dalam artikel yang

sama Hadi menambahkan pada Maret 2009, Bank Central Cina mengumumkan

bahwa cadangan devisa negaranya mengalami peningkatan sebesar 16 persen

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1,95 triliun USD. Hal ini

menunjukan bahwa meskipun Cina masih masuk ke dalam kelompok negara

berkembang namun perekembangan ekonominya berpengaruh terhadap

perekonomian global.

Pada tahun 2001, Cina secara resmi diterima dan tergabung menjadi

anggota World Trade Organization (WTO) (Wibowo 2007, 63-65). Dengan

menjadi anggota WTO, pemerintah Cina berharap akan dapat memacu ekspor

negaranya. Selain itu, dengan bergabungnya Cina dalam WTO dapat memicu

13 Penjelasan emisi polutan utama terdapat dalam bab I hlm. 4-5

Page 68: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

53

peningkatan besar-besaran industrialisasi dalam negeri dan volume

perdagangannya (Irham 2009, 5).

Namun, menurut Wong (dikutip dalam Irham 2009, 5) keanggotaan Cina di

WTO mempunyai dampak pada terintegrasinya kegiatan perekonomian,

perdagangan, dan industri Cina dalam pasar global yang menyebabkan terjadinya

ekspansi besar-besaran dari industri manufaktur Cina ke seluruh dunia. Dengan

demikian, menambahkan keanggotaan Cina di WTO turut mendorong terbukanya

berbagai kegiatan industri diberbagai sektor di tingkat domestik, mulai dari

industri manufaktur dan kendaraan bermotor ke retail domestik serta menciptakan

kompetisi usaha yang lebih kompetitif.

Untuk meningkatkan perekonomiannya, Cina bekerjasama dengan negara

lain atau organisasi regional seperti Association of Southeast Asian (ASEAN). Hal

ini diperkuat dengan pernyataan PM Wen Jiabao (Jiabao 2011) mengatakan bahwa

Cina akan lebih memperkuat hubungan kerjasama ekonomi dengan ASEAN.

Selain itu, Cina merupakan negara pertama yang mendirikan kemitraan strategis

untuk mencapai kemakmuran dan perdamaian dengan ASEAN. PM Wen

menambahkan, antara Cina dan ASEAN memiliki target perdagangan hingga 500

milliar USD pada tahun 2015.

2. Masalah Isu Lingkungan Hidup Global

Pada beberapa dekade terakhir ini, masalah lingkungan hidup global

menjadi salah satu isu yang menjadi fokus pembicaraan oleh seluruh negara di

belahan bumi. Manusia mengeksploitasi secara besar-besaran berbagai macam

sumber daya alam (SDA) tanpa memperbaharuinya sehingga mengabaikan

kepentingan dan kelestarian lingkungan. Berbagai macam eksploitasi SDA

dilakukan oleh manusia seperti penebangan hutan, pelepasan gas CO2 ke udara

Page 69: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

54

yang menghasilkan efek gas rumah kaca pada lapisan ozon, dan penggunaan SDA

yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan seperti minyak bumi dan batubara.

Kemudian, pada saat ini, penggunaan bahan kimia berbahaya pada industri serta

pembuangan limbah secara sembarangan berdampak pada pencemaran tanah dan

air sehingga sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.

Masalah perubahan iklim global merupakan ancaman bagi kehidupan

manusia secara global. Dampak perubahan iklim global juga terjadi di Cina.

Menurut Zhidong (2009) kerusakan ekologi dan pencemaran lingkungan Cina

semakin akut dan bersifat lintas batas (cross-border). Kerusakan ekologi yang

terjadi di Cina seperti; air, tanah, dan udara mengalami pencemaran berat. Dalam

skala domestik sekarang ini hampir 70 persen populasi perkotaan telah tercemar

oleh polusi udara, 70 persen sumber air telah tercemar berat, serta 400 kota

kekurangan air bersih dan yang lebih mengkhawatirkan lagi akan terjadinya proses

desertifikasi yakni proses menjadi padang gurun.

Selain itu, akibat dari peningkatan industri Cina menyebabkan terjadinya

polusi lintas batas (transboundary pollution), terutama hujan asam (acid rain) dan

debu kuning (yellow dust) yang telah mencapai Semenanjung Korea dan Jepang

(Irham 2009, 9). Wihardi dan Manusiwa (dikutip dalam Irham 2009, 9)

menjelaskan bahwa polusi hujan asam diakibatkan oleh aktifitas pembakaran

batubara yang berlebihan di stasiun-stasiun pembangkit energi di Cina. Hujan

asam menyebabkan penurunan produktivitas biologis dari laut dan tanah di mana

sehingga pada jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan serta

kerawanan pangan yang serius di kawasan Asia Timur.

Jika melihat masalah lingkungan hidup global di atas, maka sudah saatnya

seluruh negara di dunia mengambil tindakan nyata dalam penanggulangannya.

Page 70: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

55

Salah satu caranya adalah dengan mengimplementasikan komitmen yang telah

disepakati dalam UNFCCC pada konferensi perubahan iklim baik berupa konvensi

maupun protokol. Masalah lingkungan hidup global harus segera diatasi karena

akan mengancam keberlangsungan hidup umat manusia.

3. Hukum Internasional dalam Isu Lingkungan Hidup Global

Setiap tahun UNFCCC menyelenggarakan pertemuan berupa konferensi

perubahan iklim bagi 195 anggotanya untuk menghasilkan suatu komitmen

bersama (UNFCCC n.d. 3). Setiap negara anggota berhak untuk menolak dan tidak

meratifikasi hasil dari konferensi, misalnya seperti kebijakan untuk meratifikasi

sebuah protokol. Hingga tahun 2007, dari semua negara anggota UNFCCC yang

belum meratifikasi Protokol Kyoto hanya Amerika Serikat. Hal ini membuktikan

bahwa belum adanya suatu hukum internasional yang dapat mengikat secara penuh

suatu negara.

Berbagai opini publik dunia membahas mengenai masalah lingkungan

global ini terutama mengenai masalah perubahan iklim global. Pada saat

konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, dalam surat kabar

bernama Frankfurther A. Zeitung disebutkan bahwa dinamika politik baru telah

ditampilkan di konferensi Copenhagen dan kemungkinan akan memperburuk

kebijakan iklim global (Andersen 2009). Andersen menambahkan hal ini

ditunjukkan dengan sikap di mana setiap negara anggota UNFCCC bisa melakukan

hak veto dan tidak mempunyai komitmen apapun. Kemudian, ditambah dengan

adanya berbagai kepentingan masing-masing negara, seperti negara-negara industri

maju yang ingin mempertahankan standar hidup mereka dan bagi negara-negara

berkembang yang ingin segera mencapai kesejahteraan bagi rakyatnya dengan

meningkatkan perekonomian. Selain itu, tingginya tingkat populasi global serta

Page 71: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

56

meningkatnya kebutuhan energi maka akan mengakibatkan emisi GRK semakin

besar. Dengan beberapa gambaran di atas, maka dirasa sulit untuk membuat suatu

kebijakan yang terbaik untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Selain itu, Garnault, Jotzo dan Howes (2008, 180) berpendapat bahwa pada

tahun 2030 akan terlambat bagi dunia untuk mulai bertindak dalam mengatasi

masalah perubahan iklim. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Cina dalam dua

dekade kedepan akan menentukan perubahan iklim global. Kebijakan dan sikap

Cina dalam negosiasi internasional pada saat konferensi perubahan iklim akan

semakin berpengaruh dalam merespon perubahan iklim global.

4. Respon Negara Industri Maju (diwakili oleh Amerika Serikat) dan Negara Berkembang (diwakili oleh Cina) dalam Isu Lingkungan Global

Terdapat perbedaaan pandangan antara negara industri maju dan negara

berkembang dalam menilai isu lingkungan global. Setiap negara akan

mempertahankan prinsipnya dan akan diaplikasikan dalam kebijakan luar

negerinya mengenai isu lingkungan global yang lebih spesifik membahas tentang

masalah perubahan iklim. Seperti dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di

Copenhagen, Obama sebagai Presiden AS mewakili negara industri maju

mengatakan bahwa saat ini negara-negara berkembang yang sudah besar (seperti

Cina dan India) harus mulai untuk pertama kali membuka diri dengan mengambil

tanggung jawab untuk membatasi pertumbuhan emisi GRK (Andersen 2009).

Selanjutnya, Presiden Obama memberikan solusi untuk mengatasi masalah

perubahan iklim yaitu dengan cara semua negara penghasil emisi harus bersama-

sama bertanggung jawab dan membuat mekanisme pendanaan untuk membantu

negara-negara yang paling rentan menghadapi dampak dari perubahan iklim.

Page 72: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

57

Pandangan Presiden Obama tersebut di atas tidak diterima langsung oleh

negara berkembang seperti Cina dan India. Seorang pejabat Cina mengatakan

beberapa negara maju telah gagal untuk menghormati komitmen mereka dalam

mengatasi masalah perubahan iklim sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk

mengkritik negara-negara berkembang (Yang (ed.) 2009).

Pada akhirnya, setiap negara mempunyai kepentingan masing-masing yang

diimplementasikan dalam kebijakan luar negerinya. Sama halnya dengan Cina,

mempunyai kepentingan utama yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya pada

saat konferensi perubahan iklim. Faktor internal dan eksternal yang telah

dijelaskan di atas mempengaruhi latar belakang kebijakan luar negeri Cina pada

saat konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen. Faktor internal Cina

pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian negaranya agar

kesejahteraan rakyatnya merata serta diimbangi dengan membuat kebijakan untuk

meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan

industri. Hal ini diperkuat Sheehan dan Sun (2008, 397-398) yang menjelaskan

bahwa pada 2008 salah satu tujuan penting pemerintah Cina adalah membuat

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan

mengurangi tingkat penggunaan energi, pengurangan penggunaan air, dan

mengurangi polusi. Selain itu, faktor kerusakan lingkungan domestik Cina juga

merupakan faktor pendukung keikutsertaan Cina dalam pembuatan komitmen pada

saat konferensi perubahan iklim. Faktor eksternal pada dasarnya keikutsertaan

Cina dalam UNFCCC agar semua negara sama-sama bertangung jawab atas

terjadinya perubahan iklim terutama negara industri maju. Oleh karena itu, pada

bab selanjutnya akan dibahas secara spesifik mengenai kebijakan luar negeri yang

dilaksanakan oleh Cina dalam konferensi Copenhagen berlangsung.

Page 73: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

58

BAB IV

KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM UNFCCC PADA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM DI COPENHAGEN TAHUN 2009

Sebelumnya menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan

luar negeri Cina, yaitu; faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal

dijelaskan bahwa akibat dari pesatnya kegiatan industri Cina untuk meningkatkan

perekonomian negaranya berdampak pada kerusakan lingkungan yang bersifat

akut. Selain itu, pemerintah Cina juga menyadari bahwa kerusakan lingkungan

yang terjadi di negaranya jika terus menerus diabaikan maka akan semakin

memburuk di masa depan sehingga akan membutuhkan biaya yang besar untuk

konservasi lingkungan.

Dalam pelaksanaan konservasi lingkungan domestik negaranya, pemerintah

Cina membuat kebijakan energy security dan Naskah Putih tahun 2007 yang berisi

kebijakan konservasi energi dengan prinsip low input, low consumption, and high

efficiency (Mursitama & Yudono 2010, 56). Selain itu, menurut Presiden Hu Jintao

(dikutip dalam Naisbitt 2010, 80) sejak tahun 2007 di Cina sedang disusun model

pertumbuhan pembangunan ekonomi yang ilmiah dengan memasukkan standar

kelestarian lingkungan, energi, dan sumber daya alam. Dengan model

pembangunan tersebut, Cina sedang berubah menjadi negara industrialis, berbasis

informasi, metropolis, berorientasi pasar, dan internasional.

Selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal yang mendukung

kebijakan luar negeri Cina dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di

Copenhagen. Dengan meningkatnya industri di Cina tidak hanya berdampak pada

kerusakan lingkungan domestik negaranya namun juga berdampak pada

lingkungan global. Dalam hal ini, akibat dari peningkatan industri di Cina

58

Page 74: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

59

menyebabkan terjadinya polusi lintas batas terutama hujan asam dan debu kuning

yang telah mencapai Semenanjung Korea dan Jepang (Irham, 2009, 9). Selain itu,

pada tahun 2009 Cina merupakan negara penghasil emisi terbesar di dunia

(Saragih 2010, 10). Oleh karena itu, tentunya Cina mendapat tekanan dari dunia

internasional untuk menurunkan tingkat emisi negaranya.

Salah satu yang menekan Cina untuk menurunkan tingkat emisinya adalah

Amerika Serikat (AS). Menurut Forgaty (Reuters 2011) AS merupakan penghasil

emisi terbesar kedua di dunia setelah Cina. Forgaty menjelaskan AS belum

meratifikasi Protokol Kyoto karena negara-negara berkembang besar (seperti Cina)

belum memiliki komitmen yang mengikat dalam mengurangi tingkat emisi. Posisi

Cina sebagai penghasil emisi terbesar di dunia tersebut membuat Todd Stern

Kepala Delegasi Iklim AS mengatakan bahwa harus ada sebuah perjanjian yang

memiliki kekuatan hukum yang sama bagi negara-negara berkembang terutama

Cina, India, dan Brazil untuk mengatasi masalah perubahan iklim (Reuters 2011).

Hal ini berarti AS menekan Cina untuk segera membuat komitmen untuk

menurunkan tingkat emisi negaranya.

Walaupun Cina mendapat tekanan dari dunia internasional untuk

menurunkan tingkat emisi negaranya namun negara ini harus tetap meningkatkan

perekonomianya untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, kebijakan luar

negeri Cina dalam konferensi Copenhagen tahun 2009 akan lebih detail dijelaskan

di bawah ini.

A. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC

Kebijakan luar negeri Cina secara konsisten berdasarkan pada independensi

yang berdasarkan pada lima prinsip (Lieberthal 1995, 357). Prinsip pertama

adalah adanya rasa kebersamaan dan saling menghormati antara satu negara

Page 75: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

60

dengan negara lain. Selanjutnya, prinsip kedua adalah bersama-sama menentang

adanya suatu agresi. Kemudian, prinsip ketiga adalah tidak adanya intervensi dari

pihak manapun termasuk dalam pelaksanaan hubungan internasional. Prinsip

keempat adalah adanya persamaan hak dan keuntungan bersama. Kemudian

prinsip terakhir adalah adanya koeksistensi damai dalam pembangunan hubungan

diplomatik, ekonomi, maupun pertukaran kebudayaan dengan negara lain.

Menurut PM Wen Jiabao (Jiabao 2011), Cina mempunyai prinsip kebijakan

luar negeri yang bebas merdeka dan damai. Kebijakan ini mempunyai pengertian

bahwa semua negara harus merdeka (tidak ada imprealisme dari pihak manapun)

dan bebas mengembangkan berbagai aspek kepentingan negara seperti

pengembangan ekonomi, politik, dan sosial demi kesejahteraan bersama.

Selanjutnya, makna damai adalah negara ini menginginkan kehidupan yang damai

antar negara di dunia. Selain itu, Cina membangun kerjasama dengan negara-

negara lain seperti AS, Rusia dan Uni Eropa untuk membangun dunia agar damai.

Pada dasarnya, perkembangan Cina dalam berbagai aspek (contohnya: ekonomi,

politik, dan sosial) tidak akan mengganggu dan mengancam negara manapun

sesuai dengan prinsip kebijakan luar negerinya dan akan terus berjalan secara turun

temurun.

Pada pelaksanaan konferensi perubahan iklim (termasuk saat konferensi

Copenhagen 2009), menurut Chingk Lee (dikutip dalam Felisia 2008, 8) Cina

mempunyai sejumlah prinsip diplomasi lingkungan yang harus dipegang teguh,

yaitu; prinsip kedaulatan, independensi, hak untuk membangun (right to

development), serta prinsip tanggung jawab negara-negara maju untuk

mengalokasikan bantuan finansial dan teknologi bagi negara-negara berkembang.

Felisia (2008, 8) menjabarkan prinsip-prinsip tersebut lebih lanjut. Prinsip

Page 76: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

61

kedaulatan mengandung pengertian bahwa semua negara di dunia adalah sama dan

tidak ada pemisahan antara negara besar ataupun kecil, terutama tidak adanya

dominasi dari suatu negara.

Selanjutnya, independensi mempunyai pengertian bahwa semua negara

harus mandiri dan tidak tergantung dengan negara lain serta memiliki hak untuk

menentukan nasib sendiri. Kemudian, hak untuk membangun berarti semua negara

berhak untuk meningkatkan perekonomiannya guna mensejahterakan seluruh

warga negaranya. Prinsip terakhir adalah Cina menganggap aktor penyebab utama

terjadinya perubahan iklim adalah akibat dari kegiatan industri negara maju yang

telah berlangsung lama sehingga negara-negara tersebut harus bertanggung jawab

dengan memberikan bantuan finansial dan transfer teknologi ke negara-negara

berkembang. Dengan adanya prinsip ini, dampak negatif dari perubahan iklim

diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk menyadari bahwa tindakan yang

kongkrit dan cepat sangat dibutuhkan guna kemaslahatan hidup umat manusia pada

masa mendatang.

B. Aktor-aktor dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada Konferensi Copenhagen Tahun 2009

Pada pelaksanaan kebijakan luar negeri Cina, sesuai Pasal 89 konstitusi

negara ini, seorang perdana menteri (PM) mempunyai tugas untuk mewakili

negaranya dalam membangun hubungan internasional (Lieberthal 1995, 373). Pada

tahun 2009, PM Wen Jiabao, mewakili pemerintah Cina dalam UNFCCC pada

konferensi perubahan iklim di Copenhagen, Denmark (Xianzhi (ed.) 2009).

Selain PM Cina yang menjadi aktor dalam konferensi perubahan iklim

terdapat instansi pemerintah lain yang tergabung dalam delegasi tersebut seperti

Ministry of Foreign Affairs (MFA). Menurut Heggelund (2007, 173) MFA

Page 77: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

62

memainkan peranan penting dalam proses politik internasional tentang perubahan

iklim meskipun instansi ini kurang dilibatkan dalam bidang sains dan teknis. Selain

itu, Heggelund menambahkan (2007, 173) dengan MFA mewakili pemerintah Cina

sebagai kepala negosiasi, perubahan iklim dipandang sebagai masalah dalam

kebijakan luar negeri dan karena itu dipengaruhi oleh isu lainnya di bawah lingkup

kementerian.

Selain MFA juga terdapat The National Development and Reform

Commission (NDRC). Menurut Heggelund (2007, 171) NDRC merupakan salah

satu komisi yang paling kuat di Cina dan merupakan komisi utama perencanaan

ekonomi serta bertanggung jawab bagi pembangunan ekonomi. Heggelund

menambahkan (2007, 172) selain menangani masalah ekonomi, NDRC juga

bertanggung jawab untuk mengembangkan energy security. Ketika NDRC menjadi

wakil ketua delegasi untuk negosiasi dalam perubahan iklim dan memimpin

diskusi tingkat tinggi, serta bekerjasama dengan MFA maka perkembangan

ekonomi dan isu-isu energi merupakan perhatian utama Cina (Heggelund 2007,

172).

C. Tujuan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada saat Konferensi Copenhagen Tahun 2009

Kebijakan perubahan iklim internasional secara umum merupakan topik

yang sensitif karena terkesan menghambat perkembangan ekonomi suatu negara.

Oleh karena itu, pada saat negosiasi, bagi MFA negara-negara industri maju harus

bertanggung jawab atas perubahan iklim global yang terjadi dan selalu

menekankan perlunya melakukan transfer teknologi dan membentuk mekanisme

pendanaan internasional (Heggelund 2007, 173). Transfer teknologi merupakan

pemberian teknologi maju dari negara industri maju ke negara berkembang, agar

Page 78: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

63

dalam melakukan kegiatan industrinya dapat meminimalisasi pelepasan emisi ke

udara sehingga mampu mengurangi penyebab perubahan iklim.

Meskipun demikian, Cina sebagai salah satu negara yang menyumbangkan

pelepasan emisi ke udara, menurut PM Wen Jiabao (Jiabao 2011), akan bersedia

untuk melakukan transfer teknologi karena bagi Cina pembangunan suatu negara

harus berdasarkan ilmu pengetahuan (iptek). Pada setiap konferensi perubahan

iklim, tentu akan ada suatu komitmen yang harus diikuti oleh negara anggotanya

untuk memotong tingkat pelepasan emisi. Namun, pemotongan emisi tersebut bagi

Cina harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian negaranya.

Menlu Cina, Yang Jiechi (Xianzhi (ed.) 2009) konferensi perubahan iklim

tahun 2009 di Copenhagen merupakan kesempatan penting untuk meningkatkan

kerjasama internasional untuk menangani masalah perubahan iklim. Yang Jiechi

(Xianzhi (ed.) 2009) menambahkan bahwa upaya bersama dari semua pihak dalam

konferensi harus menghasilkan hal yang signifikan dan positif yang terdiri dari tiga

aspek. Aspek pertama adalah tegas menjunjung tinggi prinsip common but

differentiated responsibilities (di mana setiap negara bersama-sama menekan laju

peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) di negaranya namun memiliki tanggung

jawab yang berbeda-beda) yang ditetapkan oleh UNFCCC. Aspek kedua adalah

konferensi ini membuat langkah maju dengan adanya pemotongan emisi yang

mengikat bagi negara industri maju dan bagi negara berkembang harus melakukan

tindakan sukarela melakukan mitigasi (pengurangan emisi). Aspek terakhir adalah

konferensi menghasilkan konsensus penting mengenai isu-isu lingkungan dalam

jangka panjang untuk target pengurangan emisi global, dengan dukungan dana dan

transfer teknologi bagi negara-negara berkembang.

Page 79: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

64

D. Kebijakan Luar Negeri Cina dalam UNFCCC pada Konferensi Copenhagen Tahun 2009

Setiap negara dalam setiap konferensi perubahan iklim tentunya

mempunyai kebijakan luar negeri yang harus diaplikasikan. Pada pelaksanaan

konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, Cina merupakan salah satu

negara kunci dalam konferensi karena pada tahun tersebut Cina merupakan negara

penghasil emisi terbesar di dunia (Saragih 2010).

Menurut Wakil Khusus Ministry of Foreign Affairs (MFA) Cina untuk

konferensi perubahan iklim, Yu Qingtai, mengatakan bahwa pengaplikasian

tanggungjawab masing-masing antara negara industri maju dan negara

berkembang adalah kunci sukses penyelenggaraan konferensi Copenhagen (CRI

2009). Selanjutnya menurut Yu Qingtai (CRI 2009), gagalnya perundingan untuk

mencapai kemajuan dari konferensi perubahan iklim disebabkan karena negara-

negara industri maju tidak cukup menunjukan kejujuran, maka negara-negara

tersebut diharapkan dapat mengubah janji untuk mengurangi emisi menjadi

kenyataan. Oleh karena itu, kunci utama dari penyelesaian masalah perubahan

iklim adalah semua negara anggota UNFCCC baik negara industri maju maupun

negara berkembang harus bersama-sama memenuhi tanggungjawab dan komitmen

mereka berdasarkan konvensi.

Namun, dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen tahun 2009

terdapat kelompok negara berkembang yang vokal dalam negosiasi untuk

menghadapi tekanan dari negara industri maju. Andersen (2009) menuliskan

bahwa terdapat kelompok Basic Group yang merupakan kelompok negara

berkembang yang perekonomiannya sedang berkembang pesat. Kelompok tersebut

terdiri dari Brazil, Afrika Selatan, India, dan Cina. Kelompok ini merupakan

Page 80: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

65

kelompok yang vokal dalam konferensi perubahan iklim ke-15 di Copenhagen,

terutama saat menghadapi tekanan dari negara-negara industri maju untuk

memotong tingkat emisi GRK di empat negara tersebut. Keempat negara tersebut

aktif melakukan negosisasi dalam berbagai forum pada saat konferensi

berlangsung.

Dalam tulisannya Rapp, Schwagerl, & Traufetter (2010) menjelaskan

bahwa tekanan dari negara industri maju terlihat pada saat perundingan

berlangsung pada tanggal 18 Desember 2009 di Copenhagen, terjadi perdebatan

antara Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri Cina Wen jiabao.

Dalam tulisan tersebut berisi bahwa Presiden Nicolas Sarkozy mengatakan negara-

negara anggota UNFCCC berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar

80 persen. Kemudian, PM Wen Jiabao menyatakan bahwa, “Cina akan segera

menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dan akan berkata pada dunia bahwa

komitmen berlaku untuk Anda tetapi tidak untuk kami”.

Pernyataan Presiden Nicolas Sarkozy tersebut bertentangan dengan tujuan

kebijakan luar negeri Cina seperti yang diungkapkan oleh Menlu Cina, Yang

Jiechi. Yang Jiechi (Xianzhi (ed.) 2009) menyatakan bahwa antara negara industri

maju dan negara berkembang mempunyai tanggung jawab emisi yang berbeda.

Oleh karena itu, terdapat tanggung jawab dan kewajiban yang berbeda dalam

menangani masalah perubahan iklim. Negara industri maju harus lebih banyak

berkontribusi terhadap penanganan masalah perubahan iklim yang terjadi di dunia.

Menlu Cina Yang Jiechi (Xianzhi (ed.) 2009) mengatakan bahwa

konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen bukanlah suatu tujuan

namun sebuah awal baru dan setiap negara anggota UNFCCC harus sesuai dengan

prinsip Common but differential responsibilities.

Page 81: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

66

Dalam tulisannya Rapp, Schwagerl, dan Traufetter (2010) menjelaskan

bahwa pada saat konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen, PM Wen

mengirim negosiatornya yaitu He Yafei, ke pertemuan malam para pemimpin

dunia. Lebih lanjut dalam tulisan ini menjelaskan bahwa para pemimpin dunia

tersebut bersama-sama meminta tuan rumah Denmark, untuk mengurangi beberapa

dokumen yang menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan akhir dari konferensi

Copenhagen. Isi dari dokumen tersebut bertujuan untuk membuat kesepakatan agar

semua negara anggota mengurangi emisi gas CO2 sebesar 50 persen secara global

yang harus dicapai pada tahun 2050 (dibandingkan dengan level emisi tahun

1990). Pada saat itu, delegasi Cina tidak setuju dengan ketentuan tersebut.

Pada saat sidang tanggal 18 Desember 2009, negosiator He Yafei

menyampaikan ketidaksetujuannya tersebut pada forum (Rapp, Schwagerl, &

Traufetter 2010, 2). Rapp, Schwagerl, & Traufetter (2010, 2) menuliskan bahwa

He Yafei berkata pada presiden forum, “Tuan Presiden, mengingat pentingnya

komitmen ini, kami tidak ingin terburu-buru dan kami perlu beberapa waktu lagi”.

He Yafei memperlambat waktu dengan terus-menerus meminta interupsi kepada

presiden sidang agar ia dapat berbicara dengan PM Wen Jiabao. Presiden sidang

pada sidang tersebut adalah seorang Kanselir Jerman bernama Merkel.

Dalam sebuah artikel Rapp, Schwagerl, dan Traufetter (2010, 2)

menjelaskan bahwa Merkel bertekad agar India dan Cina bersedia membuat

komitmen dalam upaya perlindungan iklim. Namun, Cina dan India tidak bersedia

untuk membuat komitmen tersebut. Kemudian, kedua negara tersebut ditambah

Brazil dan Afrika Selatan melakukan perundingan tertutup diantara mereka

berempat dan mencapai kesepakatan untuk tidak menyetujui ketentuan tersebut.

Kelompok ini disebut Basic Group.

Page 82: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

67

Rapp, Schwagerl, dan Traufetter (2010, 2-3) dalam artikelnya menjelaskan

bahwa sidang yang dipimpin oleh Merkel terjadi banyak perdebatan antar kepala

negara. Lebih lanjut, akhirnya Merkel sebagai presiden sidang mengambil jalan

terakhir yaitu pengurangan gas rumah kaca sebesar 50 persen yaitu dengan cara

membatasi pemanasan global hingga dua derajat Celsius. He Yafei tetap tidak bisa

menerima keputusan tersebut. Menanggapi ketidaksetujuan tersebut, Obama

berbicara langsung kepada Cina “jika tidak ada rasa kebersamaan dalam proses ini,

maka akan sulit bagi kita untuk terus maju secara signifikan”.

Setelah terjadi perundingan yang alot antar kepala negara maka hasil akhir

dari konferensi Copenhagen adalah Copenhagen Accord14 (UNFCCC n.d.). Pada

Copenhagen Accord, Cina berkomitmen untuk mengkomunikasikan dan akan

berusaha keras untuk menurunkan tingkat emisi CO2 per unit GDP hingga 40-45

persen pada tahun 2020 yang dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2005

(UNFCCC n.d.). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi non-

fosil (non-minyak bumi) dan menjadikannya sebagai energi utama, sehingga

konsumsi energi fosil (minyak bumi) hanya sekitar 15 persen pada tahun 2020.

Komitmen Cina tersebut diperkuat dengan pernyataan PM Wen Jiabao. PM Wen

Jiabao (Xianzhi 2009) yang menyatakan bahwa sebagai negara berkembang, Cina

saat ini sedang pada tahap penting industrialisasi dan urbanisasi serta peranan

utama penggunaan energi dari batubara sehingga negara ini memiliki kesulitan

khusus dalam pengurangan emisi. Kemudian, Cina akan melakukan aksi mitigasi

nasional dan akan mengimplementasikan mitigasi tersebut sesuai dengan prinsip

dan ketentuan dalam konvensi UNFCCC.

14 Penjelasan Copenhagen Accord secara terperinci telah dipaparkan pada Bab II hlm. 27

Page 83: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

68

PM Wen mengatakan bahwa untuk mengurangi emisi karbon dioksida

dalam skala besar tentunya Cina akan membutuhkan waktu dan upaya yang luar

biasa (Xianzhi (ed.) 2009). PM Wen Jiabao (Xianzhi (ed.) 2009) menambahkan

bahwa target pemotongan emisi tersebut akan dimasukkan ke dalam rencana

nasional Cina baik jangka menengah maupun jangka panjang bagi pembangunan

ekonomi. Pelaksanaan pemotongan emisi tersebut harus harus tunduk pada

pengawasan hukum dalam negeri Cina dan opini publik. Untuk melaksanakan

komitmen tersebut, Cina berkomitmen untuk lebih aktif terlibat dalam dialog dan

kerjasama internasional untuk bertukar informasi mengenai pengurangan emisi.

Dari keterangan di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan luar negeri Cina

dalam konferensi perubahan iklim tahun 2009 di Copenhagen sesuai dengan

prinsip UNFCCC yaitu Common but differential responsibilities sehingga negara

industri maju merupakan aktor utama yang harus bertanggung jawab terhadap

masalah perubahan iklim. Walaupun demikian, Cina tetap ikut serta dan

bertanggung jawab terjadinya atas perubahan iklim tetapi tetap pada posisi dirinya

sebagai negara berkembang. Sehingga, setelah konferensi Copenhagen berakhir,

Cina berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisinya antara 40-45 persen pada

tahun 2020 dan akan mengupayakan maksimalisasi penggunaan sumber daya non

fosil (bukan minyak bumi) (UNFCCC n.d.).

Page 84: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan luar negeri Cina dalam United Nations Framework Convention

on Climate Change (UNFCCC) pada konferensi perubahan iklim ke-lima belas di

Copenhagen, Denmark, mengacu pada empat prinsip diplomasi lingkungan hidup

yang ditentukan oleh pemerintah Cina. Prinsip pertama adalah prinsip kedaulatan

yang berarti bahwa semua negara sama sehingga tidak ada pemisahan antara

negara besar dan kecil, serta tidak adanya dominasi dan intervensi dalam

pelaksanaan konferensi. Prinsip kedua adalah setiap negara harus mandiri serta

tidak bergantung kepada negara lain, diaplikasikan dengan cara menentukan nasib

sendiri. Prinsip ketiga adalah hak untuk membangun perekonomian dan

mensejahterakan rakyatnya. Kemudian, prinsip terakhir yaitu perubahan iklim

yang diakibatkan oleh negara industri maju, sehingga mereka harus bertanggung

jawab secara penuh dengan menjadi aktor utama sebagai donatur utama dalam

upaya memperbaiki lingkungan yang rusak dan transfer teknologi ke negara-negara

berkembang.

Keempat prinsip diplomasi lingkungan tersebut diaplikasikan pada saat

konferensi Copenhagen. Prinsip pertama yaitu kedaulatan. Pada saat konferensi,

Cina tidak menginginkan adanya intervensi dari negara industri maju dengan

membentuk kelompok Basic Group yang beranggotakan empat negara yaitu

Brazil, Afrika Selatan, India dan Cina. Kelompok ini vokal pada saat konferensi

Copenhagen berlangsung terutama saat menghadapi tekanan dari negara-negara

industri maju seperti Amerika Serikat.

69

Page 85: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

70

Prinsip kedua adalah setiap negara harus mandiri dengan mampu

menentukan nasib sendiri. Prinsip ini diaplikasikan oleh Cina dengan mengubah

sistem ekonomi negaranya dari negara agraris menjadi negara industri agar mampu

menghadapi globalisasi. Selain itu, dengan peningkatan ekonominya maka Cina

dapat menentukan nasibnya sendiri dan menjadi salah satu kunci keberhasilan

setiap konferensi perubahan iklim karena negaranya mempunyai peranan penting

dan disegani oleh negara-negara di dunia.

Selanjutnya, prinsip ketiga diplomasi lingkungan Cina adalah hak untuk

membangun perekonomian dan mensejahterakan rakyatnya. Prinsip ini

diaplikasikan dalam kebijakan luar negeri Cina melalui delegasinya dalam

konferensi Copenhagen. Para delegasi menginginkan adanya keseimbangan antara

peningkatan perekonomian dengan kesepakatan pemotongan emisi GRK yang

tidak terlalu tinggi. Seperti sikap PM Wen Jiabao yang menentang pidato Presiden

Perancis Nicolas Sarkozy saat menginginkan semua negara anggota UNFCCC

untuk menurunkan tingkat pelepasan emisi GRK hingga 80 persen. Cina menolak

karena jika pemotongan emisi GRK hingga 80 persen maka akan menghambat

perekonomian negaranya.

Prinsip terakhir yang harus diaplikasikan Cina adalah tanggung jawab

negara industri maju yang menjadi penyebab utama terjadinya perubahan iklim

dengan memberikan bantuan dana dan transfer teknologi ke negara-negara

berkembang. Bantuan dana dan transfer teknologi ini diutamakan bagi negara-

negara yang rentan terhadap dampak dari perubahan iklim seperti negara

kepulauan kecil. Selain menuntut tanggung jawab utama negara industri maju,

Cina juga turut serta dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Pada tahun

Page 86: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

71

2007, pemerintah Cina menyusun model perekonomian baru dengan memasukkan

standar kelestarian lingkungan, energi, dan penggunaan sumber daya alam (SDA).

Hasil dari keikutsertaan Cina dalam konferensi perubahan iklim ke-lima

belas di Copenhagen tahun 2009 adalah negara tersebut sepakat untuk

mengkomunikasikan dan berusaha keras untuk menurunkan tingkat emisi GRK

hingga 40-45 persen pada tahun 2020 yang dibandingkan dengan tingkat emisi

pada tahun 2005. Penurunan emisi ini diwujudkan dengan pengurangan

penggunaan energi fosil dan menggantinya dengan sumber energi yang berasal dari

energi angin dan nuklir. Cina bekerja keras untuk mencapai target penurunan

penggunaan energi fosil negaranya menjadi 15 persen pada tahun 2020.

Page 87: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Bakri, Umar Suryadi (ed.). 1997. Pasca Deng Xiaopin “Cina, Quo Vadis?”. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Clarke, Michael & White, Brian (ed.). 1995. Understanding Foreign Policy “The Foreign Policy Systems Approach”. Edward Elgar Publishing Limited: USA.

Erwin, Muhammad. 2009. Hukum Lingkungan “Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”. Refika Aditama: Bandung.

Garnaut, Ross, Jotzo, Frank & Howes, Stephan. 2008. China’s Rapid Emissions Growth and Global Climate Change Policy dalam Song, Ligang & Woo, Wing Thye (ed.). China’s Dilema ‘Economic Growth, The Environment and Climate Change’. The Australian National University Press: Australia

Hill, Christopher. 2003. The Changing Politics Of Foreign Policy. Palgrave Macmillan: London.

Holsti, K.J. 1992. Sixth Edition International Politics “A Framework for Analysis”. Prentice-Hall International, Inc: London.

Jackson, Robert dan Sorenson, Georg. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Jemadu, Alexius. 2008. Politik Global dalam Teori & Praktik. Graha Ilmu: Yogjakarta.

Jiang, Kejun & Hu, Xiulian. 2008. Energy and Environment in China dalam Song, Ligang & Woo, Wing Thye (ed.). China’s Dilema ‘Economic Growth, The Environment and Climate Change’. The Australian National University Press: Australia

Kusuma, Dwijaya. 2008. China Mencari Minyak “Diplomasi China ke Seluruh Dunia 1990-1997”. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Depok.

Lampton, David M. 2001. The Making of Chinese Foreign and Security Policy in the Era of Reform 1978-2000. Stanford University Press: California.

Lieberthal, Kenneth. 1984. Domestic Policy and Foreign Policy dalam Garding, Harry (ed.). China’s Foreign Relations in the 1980s. Yale University Press: New Haven and London.

xv

Page 88: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xvi

Lieberthal, Kenneth. 1995. Governing China “From Revolution Through Reform”. W.W. Norton & Company, Inc: New York.

Moleong, Lexy J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosda Karya: Bandung

Murdiyarso, Daniel. 2003. Protokol Kyoto”Implikasinya bagi Negara Berkembang”. Kompas: Jakarta.

Murdiyarso, Daniel. 2005. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi “Konvensi Perubahan Iklim”. Kompas: Jakarta.

Mursitama, Tirta N. dan Yudono, Maisa. 2010. Srategi Tiga Naga “Ekonomi Politik Industri Minyak China di Indonesia”. Kepik Ungu: Depok.

Naisbitt John dan Doris Naisbitt. 2010. China’s Megatrends “8 Pilar yang Membuat Dahsyat China”. Gramedia: Jakarta.

Reynolds, Bruce. 1984. China in International Economy dalam Garding, Harry (ed.). China’s Foreign Relations in the 1980s. Yale University Press: New Haven and London.

Sheehan, Peter & Sun, Fiona. 2008. Emission and Economic Development ‘Must China Choose?’ dalam Song, Ligang & Woo, Wing Thye (ed.). China’s Dilema ‘Economic Growth, The Environment and Climate Change’. The Australian National University Press: Australia

Susskind, Lawrence. 1994. Environmental Diplomacy “Negotiating More Effective Global Agreements”. Oxford University Press: New York.

Watson, Adam. 2005. Diplomacy The Dialogue Between States. Taylor & Francis e-Library: UK.

Wibowo, I. 2007. Belajar Dari Cina “Bagaimana Cina Merebut Peluang Dalam Era Globalisasi”. Kompas Media Nusantara: Jakarta.

Wibowo, I. 2010. Negara Centeng “Negara dan Saudagar di Era Globalisasi”. Kanisius: Yogyakarta.

Winters, Alan dan Yusuf, Shalid (ed.). 2007. Dancing With Giants “China, India, and the Global Economy”. Institute of Policy Studies: Singapura.

Jurnal:

Isnaeni, Nurul dan Wardoyo, Broto. Isu Lingkungan Hidup Global: Tantangan Kebijakan Luar Negeri dan Negosiasi Multirateral dalam Global Jurnal Politik Internasional Dinamika Fenomena Hubungan Internasional Pasca Neo-Liberal. Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Vol. 9 No. 2 Desember 2007 – Mei 2008.

Heggelund, Gorild. China Climate Change Policy: Domestic and International Developments. Asian Perspective, Vol. 31, No.2, 20. Available From: <http://www.asianperspective.org/articles/v31n2-g.pdf>. [20 November 2010].

Page 89: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xvii

Skripsi & Tesis:

Felisia, Sarah. 2008. Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri Cina dalam Isu Perubahan Iklim Periode 1992-1997”. Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Irham, Mohammad. 2009. Isu polusi lingkungan China dalam hubungan China-Jepang perspektif human security (2001-2008). Tesis Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Media Massa:

Saragih, Simon. 2010. Pertemuan Iklim Tianjin ‘China dan Brazil Hambat Trik Barat’. Kompas 10 Oktober, p. 10.

Internet:

Sommerville, Quantine. 2006, Polusi Ancam Stabilitas Cina. Available from: <http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2006/11/061113/chinacondition.shtml>. [22 September 2010].

Yu, Xin. 2009, Blogger Petakan Polusi di China. Available from: <http://www.epochtimes.co.id/iptek.php?id=367>. [22 September 2010].

Greenpeace, n.d., Perubahan Iklim ‘stop ketergantungan terhadap energi kotor, revolusi energi terbaharukan sekarang’. Available from: <http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global>. [8 Mei 2010].

Deptan. 2010, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) ‘Cancun, Mexico, 29 November – 10 Desember 2010’ Gambaran Umum Issue Perubahan Iklim. Available from: <http://www.deptan.go.id/kln/pdf/unfccc.pdf>. [12 Desember 2010].

Eionet. 2011, Legislative Instrument Details: UNFCCC. Available from: <http://rod.eionet.europa.eu/instruments/411>. [4 April 2011].

UNFCCC. n.d. 1, List of Non-Annex I Parties to the Convention. Available from: <http://unfccc.int/parties_and_observers/parties/non_annex_i/items/2833.php>. [20 April 2011].

UNFCCC. n.d. 14, List of Annex I Parties to the Convention. Available from: <http://unfccc.int/parties_and_observers/parties/annex_i/items/2774.php>. [20 April 2011]

UNFCCC. n.d. 5, The Secretariat. Available from: <http://unfccc.int/secretariat/history_of_the_secretariat/items/1218.php>. [20 April 2011].

Page 90: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xviii

UNFCCC. n.d. 11, Convention Bodies. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/convention/convention_bodies/items/2629.php>. [20 April 2011].

UNFCCC. n.d. 15, Parties and Observers. Available from: <http://unfccc.int/parties_and_observers/items/2704.php>. [20 April 2011]

UNFCCC. n.d. 13, The Secretariat ‘Secretariat Staff Vision’. Available from: <http://unfccc.int/secretariat/items/1629.php>. [20 April 2011 2011].

UNFCCC n.d. 8, Secretariat Structure. Available from: <http://unfccc.int/secretariat/programmes/items/2098.php>. [20 April 2011].

UNFCCC. n.d. 4, The United Nations Framework Convention on Climate Change. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/convention/items/2627.php>. [20 April 2011].

UNFCCC. n.d. 6, Full Text of the Convention ‘Article 3: Principle’. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/convention/background/items/1355.php. [18 April 2011].

UNFCCC. n.d. 7, Full Text of the Convention ‘Article 1: Definition’. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/convention/background/items/2536.php. [18 April 2011].

UNFCCC. n.d. 9, Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP). Available from: <http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/4577.php>. [18 April 2011]

Erantis. 2009, Copenhagen 2009 ‘Climate Conference in Copenhagen 6-18

Desember 2009’. Available from: <http://www.erantis.com/events/denmark/copenhagen/climate-conference-2009/index.htm>. [11 April 2011].

UNFCCC. n.d. 2, The Rio Conventions ‘Climate change, biodiversity, and desertification’. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/feeling_the_heat/items/2916.php>. [18 April 2011].

UNFCCC. n.d. 10, Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-LCA). Available from: <http://unfccc.int/meetings/ad_hoc_working_groups/lca/items/4381.php>. [20 April 2011].

UNFCCC. n.d. 12, Kyoto Protocol Bodies. Available from: <http://unfccc.int/kyoto_protocol/kyoto_protocol_bodies/items/2772.php>. [18 April 2011].

Page 91: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xix

UNFCCC. n.d. 17, The United Nations Climate Change Conference in Copenhagen, 7-19 December 2009. Available from: <http://unfccc.int/meetings/cop_15/items/5257.php>. [18 April 2011].

UNFCCC. n.d. 16, Kyoto Protocol. Available from: <http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php>. [18 April 2011]

UNFCCC. n.d. 3, Status of Ratification of the Convention. Available from: <http://unfccc.int/essential_background/convention/status_of_ratification/items/2631.php>. [18 April 2011]

UNFCCC. n.d. 18, Copenhagen Accord. Available from: <http://unfccc.int/resource/docs/2009/cop15/eng/11a01.pdf#page=4>. [20 April 2011]

Ashadi, M. 2010, Copenhagen, dalam Transaksi Penanganan Iklim. Available from: <http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/copenhagen-dalam-transaksi-penanganan-iklim/>. [18 April 2011].

YD. 2009, Konferensi Perubahan Iklim Hasilkan Copenhagen Accord. Available from: <http://www.nusantara-news.com/2009/12/konferensi-perubahan-iklim-hasilkan-copenhagen-accord.html>. [18 April 2011].

CIA. 2011, The World Factbook. Available from: <https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ch.html>. [30 April 2011].

Chinesse Government’s Official Web Portal. 2006, Constitution. Available from: <http://www.gov.cn/english/2005-08/05/content_20813.htm> . [7 Juli 2011].

Forgaty, David. 2011. Reuters. Analisys : World divided on new plan to combat global warning. Available from: <http://www.reuters.com/article/2011/10/03/us-climate-deal-idUSTRE79103V20111003>. [1 November 2011].

Xianzhi, Li. 2009, Chinese Premier’s Attendance at Copenhagen Summit Sends Hope, Confidence to World. Available from: <http://english.gov.cn/2009-12/20/content_1491967.htm>. [23 Juni 2011].

Hadi, Syamsul. n.d., Makna ganda krisis global bagi China Ada gejala menguatnya proteksionisme AS. Available from: <http://staff.ui.ac.id/internal/0906050086/publikasi/SyamsulHadi-MaknaGandaKrisisGlobalbagiChina.pdf>. [15 April 2011].

Zhidong, Li. 2003, Energy and Problems behind China’s High Economy Growth. Available from: <http://eneken.ieej.or.jp/en/data/pdf/188.pdf>. [24 September 2010].

Andersen, Morten. 2009, Copenhagen was more than accord. Available from: <http://www.denmark.dk/en/menu/Climate-Energy/COP15-Copenhagen-2009/Selected-COP15-news/Copenhagen-was-more-than-the-accord>. [20 April 2011].

Page 92: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xx

Andersen, Morten. 2009, Obama: A binding deal is our goal. Available from: <http://www.denmark.dk/en/menu/Climate-Energy/COP15-Copenhagen-2009/Selected-COP15-news/Obama-A-binding-deal-is-still-our-goal >. [20 April 2011].

Yang, Fang. 2009, China tells climate change “hijack” critics to honor obligations. Available from: <http://www.gov.cn/misc/2009-12/22/content_1494137.htm>. [23 Juni 2011].

CRI. 2009, Tiongkok Akan Dorong Konferensi Copenhagen Capai Hasil Akhir. Available from:<http://indonesian.cri.cn/201/2009/11/26/1s104775.htm>. [10 April 2011].

Rapp, Schwagerl, & Traufetter. 2010, The Copenhagen Protocol ‘How China and India Sabotaged the UN Climate Summit’. Available from: <http://www.spiegel.de/international/world/0,1518,692861,00.html>. [20 April 2011].

Seminar:

Jiabao, Wen. 2011. Strengthen Good-Neighborly Relations and Deepen Mutually Beneficial Cooperation. Balai Kartini. Jakarta.

Page 93: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

Lampiran I The Conference of the Parties, Takes note of the Copenhagen Accord of 18 December 2009.

Copenhagen Accord The Heads of State, Heads of Government, Ministers, and other heads

of the following delegations present at the United Nations Climate Change Conference 2009 in Copenhagen: Albania, Algeria, Armenia, Australia, Austria, Bahamas, Bangladesh, Belarus, Belgium, Benin, Bhutan, Bosnia and Herzegovina, Botswana, Brazil, Bulgaria, Burkina Faso, Cambodia, Canada, Central African Republic, Chile, China, Colombia, Congo, Costa Rica, Côte d’Ivoire, Croatia, Cyprus, Czech Republic, Democratic Republic of the Congo, Denmark, Djibouti, Eritrea, Estonia, Ethiopia, European Union, Fiji, Finland, France, Gabon, Georgia, Germany, Ghana, Greece, Guatemala, Guinea, Guyana, Hungary, Iceland, India, Indonesia, Ireland, Israel, Italy, Japan, Jordan, Kazakhstan, Kiribati, Lao People’s Democratic Republic, Latvia, Lesotho, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Madagascar, Malawi, Maldives, Mali, Malta, Marshall Islands, Mauritania, Mexico, Monaco, Mongolia, Montenegro, Morocco, Namibia, Nepal, Netherlands, New Zealand, Norway, Palau, Panama, Papua New Guinea, Peru, Poland, Portugal, Republic of Korea, Republic of Moldova, Romania, Russian Federation, Rwanda, Samoa, San Marino, Senegal, Serbia, Sierra Leone, Singapore, Slovakia, Slovenia, South Africa, Spain, Swaziland, Sweden, Switzerland, the former Yugoslav Republic of Macedonia, Tonga, Trinidad and Tobago, Tunisia, United Arab Emirates, United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, United Republic of Tanzania, United States of America, Uruguay and Zambia.

In pursuit of the ultimate objective of the Convention as stated in its Article 2,

Being guided by the principles and provisions of the Convention,

Noting the results of work done by the two Ad hoc Working Groups,

Endorsing decision 1/CP.15 on the Ad hoc Working Group on Long-term Cooperative Action and decision 1/CMP.5 that requests the Ad hoc Working Group on Further Commitments of Annex I Parties under the Kyoto Protocol to continue its work.

Have agreed on this Copenhagen Accord which is operational immediately.

1. We underline that climate change is one of the greatest challenges of our time. We emphasise our strong political will to urgently combat climate change in accordance with the principle of common but differentiated responsibilities and

Page 94: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xvi

respective capabilities. To achieve the ultimate objective of the Convention to stabilize greenhouse gas concentration in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system, we shall, recognizing the scientific view that the increase in global temperature should be below 2 degrees Celsius, on the basis of equity and in the context of sustainable development, enhance our long-term cooperative action to combat climate change. We recognize the critical impacts of climate change and the potential impacts of response measures on countries particularly vulnerable to its adverse effects and stress the need to establish a comprehensive adaptation program including international support.

2. We agree that deep cuts in global emissions are required according to science, and as documented by the IPCC Fourth Assessment Report with a view to reduce global emissions so as to hold the increase in global temperature below 2 degrees Celsius, and take action to meet this objective consistent with science and on the basis of equity. We should cooperate in achieving the peaking of global and national emissions as soon as possible, recognizing that the time frame for peaking will be longer in developing countries and bearing in mind that social and economic development and poverty eradication are the first and overriding priorities of developing countries and that a low-emission development strategy is indispensable to sustainable development.

3. Adaptation to the adverse effects of climate change and the potential impacts of response measures is a challenge faced by all countries. Enhanced action and international cooperation on adaptation is urgently required to ensure the implementation of the Convention by enabling and supporting the implementation of adaptation actions aimed at reducing vulnerability and building resilience in developing countries, especially in those that are particularly vulnerable, especially least developed countries, small island developing States and Africa. We agree that developed countries shall provide adequate, predictable and sustainable financial resources, technology and capacity-building to support the implementation of adaptation action in developing countries.

4. Annex I Parties commit to implement individually or jointly the quantified economy wide emissions targets for 2020, to be submitted in the format given in Appendix I by Annex I Parties to the secretariat by 31 January 2010 for compilation in an INF document. Annex I Parties that are Party to the Kyoto Protocol will thereby further strengthen the emissions reductions initiated by the Kyoto Protocol. Delivery of reductions and financing by developed countries will be measured, reported and verified in accordance with existing and any further guidelines adopted by the Conference of the Parties, and will ensure that accounting of such targets and finance is rigorous, robust and transparent.

Page 95: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xvii

5. Non-Annex I Parties to the Convention will implement mitigation actions, including those to be submitted to the secretariat by non-Annex I Parties in the format given in Appendix II by 31 January 2010, for compilation in an INF document, consistent with Article 4.1 and Article 4.7 and in the context of sustainable development. Least developed countries and small island developing States may undertake actions voluntarily and on the basis of support. Mitigation actions subsequently taken and envisaged by Non-Annex I Parties, including national inventory reports, shall be communicated through national communications consistent with Article 12.1(b) every two years on the basis of guidelines to be adopted by the Conference of the Parties. Those mitigation actions in national communications or otherwise communicated to the Secretariat will be added to the list in appendix II. Mitigation actions taken by Non-Annex I Parties will be subject to their domestic measurement, reporting and verification the result of which will be reported through their national communications every two years. Non-Annex I Parties will communicate information on the implementation of their actions through National Communications, with provisions for international consultations and analysis under clearly defined guidelines that will ensure that national sovereignty is respected. Nationally appropriate mitigation actions seeking international support will be recorded in a registry along with relevant technology, finance and capacity building support. Those actions supported will be added to the list in appendix II. These supported nationally appropriate mitigation actions will be subject to international measurement, reporting and verification in accordance with guidelines adopted by the Conference of the Parties.

6. We recognize the crucial role of reducing emission from deforestation and forest degradation and the need to enhance removals of greenhouse gas emission by forests and agree on the need to provide positive incentives to such actions through the immediate establishment of a mechanism including REDD-plus, to enable the mobilization of financial resources from developed countries.

7. We decide to pursue various approaches, including opportunities to use markets, to enhance the cost-effectiveness of, and to promote mitigation actions. Developing countries, especially those with low emitting economies should be provided incentives to continue to develop on a low emission pathway.

8. Scaled up, new and additional, predictable and adequate funding as well as improved access shall be provided to developing countries, in accordance with the relevant provisions of the Convention, to enable and support enhanced action on mitigation, including substantial finance to reduce emissions from deforestation and forest degradation (REDD-plus), adaptation, technology development and transfer and capacity-building, for enhanced implementation of the Convention. The collective commitment by developed countries is to provide new and additional resources, including forestry and

Page 96: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xviii

investments through international institutions, approaching USD 30 billion for the period 2010–2012 with balanced allocation between adaptation and mitigation. Funding for adaptation will be prioritized for the most vulnerable developing countries, such as the least developed countries, small island developing States and Africa. In the context of meaningful mitigation actions and transparency on implementation, developed countries commit to a goal of mobilizing jointly USD 100 billion dollars a year by 2020 to address the needs of developing countries. This funding will come from a wide variety of sources, public and private, bilateral and multilateral, including alternative sources of finance. New multilateral funding for adaptation will be delivered through effective and efficient fund arrangements, with a governance structure providing for equal representation of developed and developing countries. A significant portion of such funding should flow through the Copenhagen Green Climate Fund.

9. To this end, a High Level Panel will be established under the guidance of and accountable to the Conference of the Parties to study the contribution of the potential sources of revenue, including alternative sources of finance, towards meeting this goal.

10. We decide that the Copenhagen Green Climate Fund shall be established as an operating entity of the financial mechanism of the Convention to support projects, program, policies and other activities in developing countries related to mitigation including REDD-plus, adaptation, capacity building, technology development and transfer.

11. In order to enhance action on development and transfer of technology we decide to establish a Technology Mechanism to accelerate technology development and transfer in support of action on adaptation and mitigation that will be guided by a country-driven approach and be based on national circumstances and priorities.

12. We call for an assessment of the implementation of this Accord to be completed by 2015, including in light of the Convention’s ultimate objective. This would include consideration of strengthening the long-term goal referencing various matters presented by the science, including in relation to temperature rises of 1.5 degrees Celsius.

Page 97: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xix

Lampiran II

Strengthen Good-Neighborly Relations and Deepen Mutually Beneficial Cooperation Speech by Premier Wen Jiabao at Balai Kartini

Jakarta, April 30, 2011

Foreign Minister Marty Natalegawa Your Excellencies Diplomatic Envoys, Young Friends, Ladies and Gentlemen, Good morning. I attach great importance to this speech. I began to prepare it almost a year ago. I want to let you know the domestic and foreign policies of China, the most populous country in the world, particularly its policies toward ASEAN. We in China know full well that only innovation can ensure the continuous progress of a nation, only openness and inclusiveness can bring prosperity to a nation, and only commitment to the path of peaceful development can enable us to achieve the goal of building a strong, democratic, harmonious and culturally advanced modern country. I am being truthful in introducing some basic views concerning China's domestic and foreign policies. Every sentence of mine is truthful, because only truthfulness can move people. I believe I can give a good speech, which will not let you down.

It gives me great pleasure to visit Indonesia, the beautiful country of thousand islands. I want to thank the Indonesian Council on World Affairs for its kindness in arranging this event. Let me first of all extend, on behalf of the Chinese people, warm greetings to the people of Indonesia, and sincere thanks to friends from all sectors who have long been committed to the friendship between our two countries.

Indonesia is a big developing country full of vigor and promise. Over the past few years, under the leadership of President Susilo Bambang Yudhoyono, the Indonesian people have engaged in a tremendous endeavor to develop their country. They emerged from the natural disasters stronger and tackled the international financial crisis with effective measures. I see in Indonesia a prospering country enjoying faster economic growth, sustained social stability, and greater harmony among ethnic groups. As an important member of ASEAN and the G20, Indonesia is playing a bigger role in regional and international affairs. I wish to take this opportunity to extend warm congratulations on your remarkable achievements.

Both China and Indonesia boast a long and splendid culture. The Borobudur in Yogyakarta and the Great Wall in China are both miracles of ancient Oriental civilizations. Eminent Buddhist monks in ancient China such as Faxian, Huining and Yijing lived and studied in Java and Sumatra. Six hundred years ago, the great Chinese Muslim navigator Zheng He helped build several mosques in places like Jakarta. Today, people in Semarang are still

Page 98: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xx

telling stories of how Zheng He, who visited the place during his voyages to the Western Seas, made friends with the local people. In modern times, people of our two nations sympathized with and supported each other during the hard struggles for national independence and forged a strong bond of friendship. As one of the first countries to establish diplomatic relations with the People's Republic of China, Indonesia helped New China break the trade embargo imposed by the West. The Chinese people will never forget those episodes.

Entering the new century, our two countries have enjoyed frequent high-level exchanges, deepening political mutual trust and fast growing business cooperation. The establishment of the strategic partnership in 2005 brought our bilateral relations to a new stage. Last year, two-way trade approached 43 billion U.S. dollars, making China one of Indonesia's major trading partners and export markets. In the face of the severe international financial crisis, our two countries worked together to tide over difficulties. We signed a bilateral currency swap agreement worth 100 billion RMB yuan and played a positive role in maintaining regional financial stability. Our two sides have maintained close communication and coordination in international affairs, which has enhanced the influence of developing countries. It is worth mentioning in particular that when major natural disasters truck, peoples of our two countries shared each other's pain and stood together to counter difficulty. For instance, in the wake of the earthquake in Wenchuan, China in 2008, Indonesia sent a medical team to the affected area. An 80-year-old village chief in Aceh traveled more than 2,000 km to deliver donations from his village to the Chinese Embassy in Jakarta. Likewise, when Indonesia was hit by an earthquake and tsunami in 2004, the Chinese international rescue team hastened to the disaster area. This fully shows that China and Indonesia are good neighbors and good brothers.

My visit this time is a journey of friendship and cooperation. It is also aimed at planning for the future. Yesterday, I had comprehensive and in-depth talks with President Yudhoyono. We reached important agreement and decided to further strengthen China-Indonesia strategic partnership. The two sides released a joint communique and signed several inter-governmental cooperation documents. President Yudhoyono and I set the new target of raising two-day trade to 80 billion U.S. dollars by 2015. Later today, the two sides will sign economic and trade agreements worth about 10 billion U.S. dollars. The Chinese side announced the decision to provide 1 billion U.S. dollars of preferential export buyer's credit and 8 billion U.S. dollars of credit line to support Indonesia in developing its infrastructure and priority industries. We decided to step up cooperation in mineral resources and clean energy and expand collaboration on maritime research and fishery. Indonesia plays an important role in affairs related to the Malacca Strait.

China will enhance coordination with Indonesia and provide support in this regard. The aforementioned projects, agreed amidst the continuing impact of the international financial crisis, are bound to lend strong impetus to our endeavors to sustain the good economic momentum and deepen mutually beneficial cooperation. They will raise our strategic partnership to a new high.

Being in Indonesia, I would be remiss if I did not mention the Bandung spirit. On my flight to Jakarta, I could not help but recall that during my visit to Indonesia 16 years ago,

Page 99: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xxi

I made a special trip to the venues of the Bandung Conference to pay my respects. In 1955, Premier Zhou Enlai, on behalf of the new People's Republic, came to Indonesia in defiance of danger and difficulty, and initiated, together with leaders of other Asian and African countries, the Bandung spirit, a spirit that is still highly relevant today. The Bandung Conference left us a most valuable legacy. Seeking common ground while shelving differences and embracing peaceful coexistence are the core of the Bandung spirit and they remain the guiding principle for handling state-to-state relations today. We must hold dear and carry forward the ever-lasting Bandung spirit.

Ladies and Gentlemen, Indonesia, being the largest country in ASEAN, has played a key role at many defining moments in ASEAN's development and made outstanding contribution to a stronger ASEAN through unity. As ASEAN's good partner, China highly commends Indonesia's efforts and rejoices at ASEAN's achievements.

All-round East Asian cooperation came into being in the wake of the Asian financial crisis in 1997. Today, in the face of the international financial crisis, China and ASEAN will further strengthen their relations, setting yet another example of mutual assistance and cooperation between developing countries. Under the principles of consensus, responsibility sharing and non-interference, ASEAN has promoted regional political stability, economic growth, and social progress in the ASEAN way. This is in keeping with the trend of peace, development, and cooperation of our time. It is a successful approach with has had an important and positive impact internationally. The ASEAN Charter has set the goal of establishing the ASEAN Political-Security Community, Economic Community and Socio-Cultural Community by 2015. We have every confidence that ASEAN will enjoy greater cohesion, influence and competitiveness and we look forward to the day when the goal becomes a reality.

China has all along supported a stronger ASEAN through unity. We highly value and have worked actively to promote our relations with ASEAN. China was the first country to establish the strategic partnership for peace and prosperity with ASEAN and the first big country outside the region to accede to the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia. We were also the first country to launch the FTA negotiation with ASEAN, and together, we have put in place the largest FTA among developing countries. All these endeavors accord with the trend of economic globalization and regional integration. They serve the interests of all ASEAN countries and China.

At the 7th China-ASEAN summit held in Bali in 2003, I stated China's commitment to a policy of securing an amicable, tranquil and prosperous neighborhood. Eight years on, people can see that China has kept its word. And China will remain committed to this policy no matter what changes may take place in the international landscape.

China firmly supports ASEAN's leading role in regional cooperation. Over the years, ASEAN has developed its principles and practices of regional cooperation in keeping with the realities of East Asia. These principles and practices have proved effective and mature and should and must be followed. The existing regional cooperation mechanisms in East Asia, including 10+1, 10+3 and the East Asia Summit, should always develop with the "10" or ASEAN in the driver's seat. East Asian cooperation will enjoy sound development

Page 100: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xxii

only if ASEAN continues to play its leading role. China's position on this issue is steadfast.

China is committed to deepening practical cooperation with ASEAN. Last year, China became ASEAN's biggest trading partner. We launched the largest FTA among developing countries. And we have set the target of 500 billion U.S. dollars in two-way trade by 2015. The Chinese government will continue to increase imports of competitive products from Southeast Asian countries and encourage Chinese companies to invest in ASEAN countries with a view to expanding our common interests. In the next 10 years, we will speed up the realization of land transport connectivity between China and ASEAN countries and provide financial support to road, rail, communication, electricity and other infrastructure development in ASEAN countries through bilateral aid and loans, the China-ASEAN Investment Cooperation Fund, commercial loans and other means. At the same time, we will, in the light of ASEAN's needs, increase input into maritime and air connectivity and take steady steps to promote facilitation and standardization of related areas in a bid to create better conditions for the free flow of goods, capital and information, people-to-people exchanges, and economic and social development in this region. Time will tell that the decision to set up the China-ASEAN FTA is one of strategic vision and will bring greater benefits to the businesses and people of both sides.

China will actively promote cultural and people-to-people exchanges with ASEAN countries. People play an essential role in enhancing state-to-state relations and interactions between people are instrumental to strong friendship. This year is the Year of China-ASEAN Friendship and Exchange. Over 40 large events have been planned for the year and are being implemented, covering culture, education, tourism, journalism, youth and other areas. Among them, the "Experience China" event has been launched in Indonesia. ASEAN will feature prominently in the Asian Culture Festival to be held in China. The two sides have drawn up the plan to increase the numbers of Chinese students in ASEAN countries and ASEAN students in China to 100,000 respectively by 2020. The spectacular natural beauty and the rich folk culture of China and Southeast Asia are our unique assets for promoting mutual understanding and friendship between our people. At the China-ASEAN Summit last year, a target was announced to have 15 million mutual visits between the two sides by 2015. We need to further tap the potential of cooperation in education and tourism, and encourage more two-way flow of students and tourists so that our traditional friendship will win greater popular support and be passed on from generation to generation.

China will continue to assist the less developed countries in ASEAN with no conditions attached. Due to historical reasons, some ASEAN members have yet to get rid of poverty. China will, as always, support their development endeavor and do what it can to help them. China's support and assistance are sincere and selfless with no strings attached. As an old Chinese saying goes, "It is better to teach one how to fish than simply give him a fish." China has learned from its own development that to shake off poverty and backwardness once and for all, a country must rely on well-trained professionals and science and technology. The Chinese government will increase input in capacity-building and human resources training to help the less developed ASEAN members gain faster progress towards their development goals.

Page 101: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xxiii

China stands ready to work with ASEAN to maintain regional security and stability. History tells us that peace is a blessing while chaos a scourge. There is no denying that there are some disputes over territorial sovereignty and maritime rights and interests in this region. We need to adhere to the principle of good-neighborliness and equal consultation, and work tirelessly for proper solutions to these issues through bilateral channels. China disapproves of any attempt to play up or create tensions and make the issues bigger and more complicated. We are firmly against the use or threat of force. Over the years, China and ASEAN members have made important contributions to maintaining the security of and unfettered access to the international shipping lanes. These contributions have been widely recognized. China will continue to honor its due responsibilities and obligations. China wants to work more closely with ASEAN to tackle such non-traditional security threats as terrorism, transnational crimes, natural disasters and communicable diseases, and foster a peaceful and harmonious social environment.

China supports efforts to steadily push forward East Asian cooperation and maintain its openness. Openness and transparency are the source of vitality of regional cooperation. East Asian cooperation has always been open and non-exclusive since its very beginning. In recent years, the East Asian region, including ASEAN, has become the most dynamic and fastest-growing region, with rising status and influence on the world economic stage. To involve countries and regions outside the region in East Asian cooperation is a natural choice that conforms to the trend of economic globalization. China welcomes all the proposals that are conducive to regional stability and development, and supports the participation of the United States, Russia, the European Union and other countries and organizations in the East Asian cooperation process. It is important to note that the independence and diversity of East Asia must be respected. And in advancing East Asian cooperation, we should follow a step-by-step approach. We should start with the easier tasks before moving on to the more difficult ones. The priority now is to bring into full play the role of the existing cooperation frameworks, including 10+1, 10+3, and China, Japan and the Republic of Korea, and at the same time explore other cooperation models consistent with the characteristics of the region.

Ladies and Gentlemen, Over the past 60 years since the founding of New China, particularly since reform and opening-up, China's economy has grown fast, the Chinese people's livelihood has improved significantly, and China's international standing has risen steadily. Yet China remains a developing country. There is no change of this basic feature about China. Nor is there any change in China's commitment to an independent foreign policy of peace, and to good-neighborliness and cooperation with ASEAN countries.

How do we Chinese see ourselves? And how do we view our relations with the world? I want to say we are both confident and clear-headed. We are confident about the development path we have chosen and about our future. We are clear-headed because we know full well the difficulties and risks we face. True, China's economic aggregates are growing year by year, yet when divided by 1.3 billion, they only ranked around 100th in the world. Much remains to be done if China is to meet the goal of building a moderately prosperous society in all respects. We still have a long way to go before we can achieve modernization.

Page 102: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xxiv

Lao Tzu, the Great ancient Chinese thinker, once observed in his well-known work, the Tao Te Ching, "He who knows others is intelligent; He who knows himself is wise." I am now in my ninth year as Chinese Premier. I am heartened by the development and progress of my motherland. Yet at the same time, I often find it difficult to eat or sleep with ease as I have to think long and hard about the ways to counter the various difficulties and challenges facing China. It is true that some regions and some people in China have become rich. But there are still those who have not come out of poverty and face pressing difficulties in education, medical care and social security. We have encountered all the difficulties that many other countries came across in their industrialization and urbanization process. We have even run into challenges that others never experienced. We cannot afford to slacken our efforts in the slightest if we are to live up the people's trust and expectations. We must be receptive to the good experience of other countries. More importantly, we must make bold experiment and exploration in keeping with China's national conditions. To advance national development and meet the needs of the 1.3 billion people represent hefty responsibilities on our shoulders and call for long and arduous efforts. China has no reason whatsoever to be complacent.

With a cultural heritage running several thousand years, the Chinese nation values peace and more than anything else. We keep good faith, build amicable ties, and treat others with respect. The ancient Silk Road was used to transport exquisite textiles, tea and porcelain to faraway countries. And Zheng He did not take a single inch of foreign land on his seven voyages to the Western seas. China cannot develop itself in isolation form the world. Nor can the world achieve prosperity without China. The Chinese people cherish their friendship and cooperation with other countries and peoples, and value even more deeply their hard-won independence. I believe this is a shared feeling among people in Southeast Asia and in China. China's development will not stand in the way of any country, nor will it ever pose a threat to any country. China is firmly committed to an independent foreign policy of peace and will always pursue peaceful development for generations to come.

Ladies and Gentlemen, As an Indonesian proverb reads, "jauh di mata, dekat di hati (Though living far, it is close to my heart)." The Chinese people cherish beautiful impression of indonesia. They are enchanted by its unique island landscape, diverse culture, and exotic atmosphere. Half a century ago, China, Indonesia and many other newly independent Asian countries came onto the international political stage, announcing the birth of an new Asia. Today, we are witnessing the all-round rise of Asia and a great rejuvenation of the Oriental Civilization. The dream of our forefathers for a thriving Asia is coming true in our time. And China and Indonesia are important force driving in this epoch-making change. Similar historical experiences brought us together, and a shared historical mission will link us even more closely. Let us join hands to strengthen our good-neighborly relationship, deepen comprehensive cooperation, create a bright future, and usher in an Asian century.

Terima Kasih. (Thank you.)

Page 103: KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA DALAM THE UNITED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24181/1/NOVA... · memberikan second opinion dan selalu memberi semangat kepada penulis

xxv

Lampiran III

Hasil Wawancara dengan Rendra Kurnia, Unit Mitigasi dan Pelestarian Fungsi

Atmosfer, Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, 19 April 2011.

Penulis : Apa saja yang terjadi pada saat pelaksanaan konferensi perubahan iklim

ke-limabelas

(COP-15) di Copenhagen tahun 2009?

Rendra : Pada saat pelaksanaan konferensi perubahan iklim ke-lima belas (COP-

15) di Copenhagen tahun 2009 terjadi perdebatan antar negara anggota

terjadi perdebatan yang cukup alot dan saat itu juga terjadi jalan buntu

(dead lock).

Penulis : Mengapa bisa sampai terjadi jalan buntu (dead lock)?

Rendra : Jalan buntu (dead lock) terjadi karena antara The Ad Hoc Working

Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG-

LCA) yang membahas konvensi yang merupakan komitmen pertama

dalam UNFCCC dengan The Ad Hoc Working Group on Futher

Commitment for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG-KP)

yang membahas Protokol Kyoto yang merupakan komitmen kedua pada

konvensi UNFCCC, keduanya mencapai kesepakatan. Kesepakatan

keduanya sangat dibutuhkan untuk membuat suatu komitmen baru bagi

negara-negara anggota UNFCCC.

Penulis : Setelah tidak tercapainya kesepakatan antara AWG-LCA dengan AWG-

KP, lalu apa yang terjadi?

Rendra : Setelah itu, Amerika Serikat mengadakan pertemuan dengan beberapa

perwakilan negara anggota UNFCCC untuk membentuk Copenhagen

Accord. Pertemuan tersebut dinamakan green room. Namun, pertemuan

tersebut hanya membahas kontribusi seluruh negara anggota UNFCCC

dalam meningkatkan energi efisien sebesar 30 persen, dan bukannya

mereduksi emisi.