kebijakan dan regulasi tentang pelayanan kesehatan berbasis...

8
3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan Pasien 4. Revisi Permenkes 269/2008 tentang Rekam Medis 1. Revisi Permenkes 2052/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran 2. Revisi Permenkes 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran 5. Penerbitan payung hukum regulasi pelayanan kesehatan berbasis elektronik 6. Penerbitan regulasi tentang penjualan obat melalui apotek online dan resep elektronik 7. Penerbitan regulasi tentang pemeriksaan laboratorium secara digital 8. Penerbitan regulasi tentang pengawasan dan pencegahan Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis Sistem Elektronik atau Digital di Indonesia POLICY BRIEF

Upload: others

Post on 21-Apr-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan Pasien

4. Revisi Permenkes 269/2008 tentang Rekam Medis

1. Revisi Permenkes 2052/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

2. Revisi Permenkes 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

5. Penerbitan payung hukum regulasi pelayanan kesehatan berbasis elektronik

6. Penerbitan regulasi tentang penjualan obat melalui apotek online dan resep elektronik

7. Penerbitan regulasi tentang pemeriksaan laboratorium secara digital

8. Penerbitan regulasi tentang pengawasan dan pencegahan

Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis Sistem Elektronik atau Digital di Indonesia

POLICY BRIEF

Page 2: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

Latar Belakang

ada tahun 2018 diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di dunia mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan. Penetrasi

pengguna internet di Indonesia juga terus tumbuh seiring dengan adanya peningkatan variasi konten internet. Hal ini mendorong sektor pemerintah maupun swasta semakin tertarik dalam melakukan investasi pembangunan infrastruktur berupa jaringan pendukung bagi para penyedia internet. Di zaman milenial ini juga terjadi perubahan perilaku konsumen digital dalam melakukan aktifitas yang terkait sistem elektronik, dimana saat ini cenderung ingin mendapatkan informasi dan produk secara cepat, banyak pilihan, mudah dan murah.

Berdasarkan data survey dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2016, dari 256,2 juta total penduduk Indonesia, sebanyak 132,7 juta jiwa merupakan pengguna internet aktif (52,58%). Pada tahun 2017, sebanyak 143,16 juta jiwa pengguna internet dari 262 juta total penduduk Indonesia (54,64%). Pada tahun 2018, sebanyak 171,17 juta jiwa merupakan

pengguna internet dari 264,15 juta total penduduk Indonesia, (60,80%). Tren ini menunjukkan persentase pengguna internet semakin meningkat per tahunnya. Lokasi pengguna internet sebagian besar berada di pulau Jawa dan di wilayah urban. Dengan perkembangan tersebut, secara tidak langsung akan mengubah gaya dan pola hidup masyarakat terutama di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil survey tersebut juga (APJII, 2017), pemanfaatan internet bidang kesehatan, sebanyak 51,06% mencari informasi tentang kesehatan, dan 14,05% melakukan konsultasi dengan ahli kesehatan. Saat ini sudah berjalan berbagai provider startup bidang kesehatan yang ada di Indonesia, dengan jumlah puluhan juta pengguna aktif, dan yang telah menjalin kemitraan dengan berbagai Rumah Sakit, klinik, apotik dan layanan kesehatan digital lainnya, serta nilai bisnis teknologi kesehatan digital yang diperkirakan bernilai puluhan juta dollar, pendanaan berasal dari dalam dan luar negeri.

Analisis Permasalahan

emajuan yang terjadi di bidang teknologi informatika menyebabkan penggunaan internet yang awalnya digunakan untuk

tujuan paling sederhana berupa searching data dan informasi, namun saat ini yang telah terjadi di Indonesia adalah digunakan untuk proses transaksi, interaksi, kolaborasi, dan mendekatkan pelayanan (internet of things) dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut akan menciptakan multiplier effect bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat serta kemudahan akses terhadap

132,70 143,16 171,17

252,40 262 264,16

2016 2017 2018

Trend Penetrasi Pengguna Internet 2016-2017 di Indonesia

Pengguna Internet (dalam juta jiwa)

Jumlah Penduduk (dalam juta jiwa)

P

K

Executive Summary

Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau berbasis sistem elektronik

memerlukan urgensi penyusunan kebijakan dan regulasi tentang pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik di

Indonesia. Meningkatnya trend jumlah pengguna internet di Indonesia dari tahun 2016-2018, menunjukkan bahwa

kemajuan yang terjadi di bidang teknologi informatika ini telah digunakan oleh sebagian besar penduduk dan digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan perkembangan teknologi ini juga menyebabkan berbagai industri dan sektor

bisnis melakukan inovasi dalam menyediakan pelayanan kesehatan berbasis elektronik atau digital. Salah satunya

adalah menciptakan aplikasi dalam bidang kesehatan yang menyediakan berbagai fitur pelayanan kesehatan, seperti

konsultasi dokter, pemberian resep obat, pembelian dan pengantaran obat, request pemeriksaan laboratorium, akses

pelayanan homecare, dan berbagai fitur pelayanan kesehatan lainnya. Namun, sangat dibutuhkan perlindungan

terhadap user/konsumen dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Saat ini pemerintah belum memiliki payung

hukum yang memadai. Jika regulasi tidak memadai, maka keselamatan pasien dan perlindungan konsumen kesehatan

tidak dapat dijamin. Pemerintah berkewajiban menjamin pelayanan kesehatan berkualitas dan aman di era Revolusi

Industri 4.0 ini untuk melindungi masyarakat. Diperlukan revisi dan beberapa kebijakan baru.

52,58% 54,64%

64,80%

Page 3: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

Identifikasi Policy Gap terhadap Peraturan yang

Sudah Ada

berbagai kebutuhan esensial setiap warga negara. Sektor industri teknologi informatika akan terus menciptakan dan mengembangkan inovasi di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan, dimana demand untuk bidang ini sangat tinggi. Masyarakat ingin mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan informasi kesehatan dalam waktu cepat, mudah, dan murah. Hanya dengan mengakses layanan kesehatan digital melalui perangkat seluler yang setiap hari digunakan oleh masyarakat, maka akses masyarakat terhadap perkembangan teknologi dan inovasi aplikasi pelayanan kesehatan ini sangat diminati. Saat ini telah berjalan begitu banyaknya aplikasi layanan kesehatan digital yang dikelola oleh industri sektor bisnis. Inovasi bidang pelayanan kesehatan ini memberikan manfaat yang besar untuk memperluas akses pelayanan kesehatan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang terbatas. Walaupun telah ada sebagian regulasi untuk pengelolaan startup yang telah diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, namun saat ini pemerintah masih belum memiliki peraturan yang memadai yang mengatur tentang layanan kesehatan digital yang diberikan oleh provider aplikasi digital.. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Proyeksi pelayanan kesehatan di masa depan yang

semakin canggih dalam penggunaan teknologi

informatika sebagai media virtual, diprediksi dapat

menimbulkan resiko terjadinya kesenjangan

kebijakan (policy gap).

1. Potensi Policy Gap dengan UU 36/2009

tentang Praktik Kedokteran: a. Jika tidak diatur dengan regulasi teknis maka

praktik kedokteran melalui sistem elektronik berpotensi menimbulkan kesenjangan yang semakin jauh dari definisi tujuan praktik kedokteran khususnya yang terkait dengan: • Tidak ada aturan mengenai pelayanan

kesehatan berbasis elektronik, yang ada adalah pelayanan berbasis lokasi.

• Kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan

serta provider pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

b. Dimungkinkan terjadinya potensi malpraktik bagi dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran yang wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. Sedangkan sarana pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik belum diatur secara teknis dalam regulasi pelayanan kedokteran.

c. Adanya potensi terbukanya data dan informasi kerahasiaan data rekam medik pada pelayanan kedokteran berbasis sistem elektronik.

d. Keselamatan pasien. 2. Potensi Policy Gap dengan UU 36/2009

tentang Kesehatan: a. Kedudukan hukum pelayanan kesehatan

berbasis elektronik belum memiliki landasan yuridis yang diatur dalam UU Kesehatan.

b. Belum adanya regulasi yang mengatur hubungan ikatan dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan berbasis elektronik, sehingga pasien sangat sulit untuk menggugat provider atas dasar wanprestasi, karena prestasi yang di berikan oleh dokter tidak memiliki standar oprasional atau standar pelayanan medik berbasis elektronik.

3. Potensi Policy Gap dengan Kode Etik

Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran: a. Potensi pelanggaran Pedoman Pelaksanaan

Kode Etik Kedokteran Indonesia pada ketentuan yang mengatur tentang hal-hal yang dilarang, yaitu: • Melakukan usaha untuk menarik perhatian

umum dengan maksud supaya praktek lebih dikenal orang lain dan pendapatannya bertambah. Misalnya mempergunakan iklan atau mengijinkan orang lain mengumumkan namanya dan atau hasil pengobatannya dalam surat kabar atau media masa lain.

• Menjual nama dengan memasang papan praktik di suatu tempat padahal dokter paktik yang bersangkutan tidak pernah atau jarang datang tempat tersebut, sedangkan yang menjalankan praktek sehari-harinya adalah dokter lain bahkan orang yang tidak mempunyai keahlian yang sama dengan dokter yang namanya terbaca pada papan praktek.

• Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya walaupun di dekat tempat prakteknya ada sejawat lain yang mempunyai keahlian yang diperlukan.

b. Ketentuan yang diatur pada Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia

Page 4: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

• Seorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral yang sepenuhnya.

• Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

• Seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif).

• Menjalankan pelayanan kedokteran sesuai standar pelayanan medik.

4. Potensi Policy Gap dengan Permenkes

269/2008 tentang Rekam Medik: a. Semua dokter wajib membuat rekam medik

sesudah melakukan pengobatan. b. Belum adanya pengaturan tentang rekam

medik pada pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik maupun berbasis fasilitas, sehingga perlu adanya peraturan tentang tata kelola data dan informasi rekam medis pada pelayanan kesehatan berbasis elektronik.

c. Data dan informasi rekam medik adalah milik fasilitas kesehatan dan pasien, sehingga dalam keadaan ini belum diatur, bagaimana rekam medik pelayanan kesehatan berbasis elektronik harus dilaksanakan.

5. Potensi Policy Gap dengan Permenkes

2052/2011 tentang Ijin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran: a. Pelayanan kesehatan berbasis sistem

elektronik belum diatur sebagai jenis fasilitas pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Apakah perlu ijin praktik atau tidak, dan ketentuan tentang lokasi tempat praktik.

b. Tidak seluruh komponen dalam standar penyelenggaraan praktik kedokteran dapat dilaksanakan oleh layanan kesehatan berbasis elektronik, diantaranya: • Mewawancarai pasien dengan tatap muka. • Memeriksa fisik dan mental pasien. • Menentukan pemeriksaan penunjang. • Menegakkan diagnosis. • Menentukan penatalaksanaan dan

pengobatan pasien. • Melakukan tindakan kedokteran. • Menulis resep untuk obat dan alat

kesehatan. • Menerbitkan surat keterangan dokter. • Menyimpan dan memberikan obat dalam

jumlah dan jenis yang sesuai dengan standar.

• Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

c. Dapat menimbulkan potensi dilakukan first contact dalam pelayanan berbasis elektronik.

6. Potensi Policy Gap dengan Permenkes No.

9/2017 tentang Apotik: a. Ketentuan e-resep dan e-prescription perlu

pengaturan lebih detail misalnya tentang penggunaan tandatangan elektronik (proses permintaan obat secara elektronik di pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik), peresepan obat narkotika dan psikotropika.

b. Potensi hilangnya nasihat penggunaan obat dari apoteker.

7. Potensi Policy Gap dengan Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan Pasien: Memastikan patient safety dilaksanakan di pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

8. Potensi Policy Gap dengan Permenkes

290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran: Pengaturan tentang tindakan medis yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam pelayanan dalam pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

Rekomendasi

Dengan adanya berbagai policy gap terhadap peraturan yang sudah ada, maka diperlukan revisi terhadap peraturan-peraturan tersebut atau inisiasi terbitnya peraturan yang akan menjadi payung hukum besar terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik. Dari segi masyarakat sebagai user, peraturan ini dibutuhkan untuk menjamin agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai standar, sehingga tidak menimbulkan masalah kesehatan lainnya, serta untuk menjamin kerahasiaan medis. Dari segi penyedia layanan kesehatan digital sebagai provider, harus dibentuk suatu sistem pertanggungjawaban terhadap layanan yang diberikan, regulasi yang dibutuhkan dapat berupa pedoman dan pengaturan.

Page 5: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

Poin-poin Substansi Pemikiran Dasar Penyusunan Regulasi

1 Revisi Permenkes 2052/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

a) Pelayanan kesehatan secara digital bersifat

konsultatif, edukatif, promotif dan preventif, yang mengakomodir dan mendukung inovasi dalam perkembangan teknologi, serta tindakan medis yang diperbolehkan dan diatur dalam standar pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

b) Mengutamakan prinsip patient safety. c) Perlu pengaturan izin praktik dan konsep lokasi

pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik. d) Perlu pengaturan mekanisme dan persyaratan

dokter dalam memberikan konsultasi apabila dokter memberikan layanan di luar lokasi izin tempat praktiknya.

2 Revisi Permenkes 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pelayanan praktik kedokteran berbasis digital mempertimbangkan jenis tindakan medis yang diperbolehkan dan diatur dalam standar pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

3 Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan Pasien

a) Perlu pengaturan untuk mengatur konsultasi

dokter-pasien yang diselenggarakan dalam layanan kesehatan digital dalam aspek keselamatan pasien.

b) Perlunya mengedepankan patient safety.

Layanan kesehatan digital diharapkan mampu mengantisipasi dan mengatasi insiden yang mungkin terjadi.

4 Revisi Permenkes 269/2008 tentang Rekam Medis

a) Perlu pengaturan untuk mengatur substansi

privasi, kerahasiaan, dan keamanan data rekam medis elektronik, perlu diperkuat dengan melibatkan Kemenkominfo.

b) Perlu penyusunan standar aplikasi rekam medis berbasis elektronik.

c) Perlu pengaturan vendor IT yang menawarkan aplikasi rekam medis elektronik ke faskes agar memiliki standarisasi untuk rekam medis dan memiliki kemampuan interoperabilitas.

d) Perlu mengatur tentang jaminan data security. e) Penempatan server harus di dalam negeri. f) Perlu mengatur institusionalisasi pengawas data

security rekam medis pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

5 Penerbitan Regulasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Sistem Elektronik atau Digital

a) Perlu disusun standar pelayanan kesehatan

berbasis elektronik. b) Perlu inisiasi regulasi yang mengatur

mekanisme, prosedur syarat, cara, dan kriteria pendirian pelayanan kesehatan digital untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, penyedia layanan atau provider, dan tenaga kesehatan yang memberikan layanan.

c) Perlu adanya Unit Pengawas di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk melakukan pengawasan seluruh konten provider pemberi pelayanan kesehatan berbasis elektronik.

d) Perlu pengaturan batasan pemberian layanan hanya untuk konsultasi, menitikberatkan pada pelayanan KIE, dan upaya promotif preventif.

e) Perlu pengaturan dasar penentuan lokasi SIP untuk layanan kesehatan digital.

f) Perlu pengaturan tenaga kesehatan yang direkrut memiliki kompetensi dan dokumen persyaratan untuk melakukan layanan kesehatan.

g) Perlu pengaturan mengenai pasien yang melakukan konsultasi sesuai dokumen identitas kependudukannya.

h) Perlu pengaturan standarisasi konten artikel kesehatan yang ditulis dokter (syaratnya seperti sudah berdasarkan evidence based, lolos uji klinis, dsb).

Page 6: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

i) Perlu pengaturan standarisasi dan registrasi provider yang melakukan layanan kesehatan digital.

j) Perlu adanya KPI dan standar kualitas provider sebagai syarat agar provider memberikan jaminan mutu berkualitas untuk masyarakat.

6 Penerbitan Regulasi tentang Penjualan Obat melalui Apotek Online dan Resep Elektronik

a) Mendorong finalisasi Rancangan Permenkes

tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Farmasi yang sedang berproses di Ditjen Farmalkes.

b) Apotek online hanya melayani pembelian obat golongan DOWA, bebas, bebas terbatas, obat tradisional dan kosmetik, tidak diperbolehkan melayani resep obat golongan narkotika/psikotropika.

c) Aplikasi layanan online kesehatan hanya sebagai penyedia jasa informasi layanan Apotek/Apoteker yang sudah berjalan secara offline (sudah memiliki ijin) bagi masyarakat/konsumen

d) Pemilihan layanan Apotek/Apoteker dilakukan oleh masyarakat/konsumen, bukan oleh Aplikasi

e) Aplikasi layanan hanya bisa dibuka oleh Apoteker dengan authentification system, hanya melayani resep dokter yang dibuat secara elektronik dalam aplikasi (e-prescription), tidak melayani resep dokter dengan metoda upload dokumen resep.

7 Penerbitan Regulasi tentang Pemeriksaan Laboratorium melalui Media Digital

a) Perlu pengaturan konsultasi pemeriksaan

laboratorium dan mekanisme home visit laboratorium.

b) Siklus pelayanan pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan secara digital, hanya proses administrasi atau pendaftaran, dan pelaporan hasil pemeriksaan.

c) Laboratorium klinik harus berbadan hukum, kredensial, dan memiliki perizinan pelaku pelayanan, serta dilakukan audit berkala.

d) Perlu adanya badan/institusi pengaduan klinis/awam atau unit pengawas untuk pemeriksaan laboratorium.

8 Penerbitan Regulasi tentang Pengawasan dan Pencegahan

a) Perlu pengaturan tentang mekanisme untuk

monitoring pasien setelah pulang menggunakan teknologi digital agar lebih efisien.

b) Perlu pengaturan feedback yang dilakukan oleh provider jika terjadi complain.

c) Perlu pengawasan penjualan obat golongan narkotika/psikotropika melalui media online.

d) Perlu monitoring dan evaluasi teknis yang dilakukan oleh Unit Pengawas di lingkungan Kementerian Kesehatan terhadap penyedia layanan atau provider untuk menjamin keselamatan pasien.

e) Perlu standarisasi SNI sebagai dasar monitoring kualitas penyedia layanan sebagai perangkat komunikasi dan informasi.

f) Aplikasi cek dokter yang dimiliki oleh KKI dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengawasi keabsahan SIP dokter praktek.

Substansi Lainnya: Manajemen, Tenaga Kesehatan, dan Potensi Pelayanan Kesehatan Digital Lainnya

a) Perlu memperkuat manajemen sistem informasi

kesehatan untuk mengantisipasi kecepatan perkembangan teknologi.

b) Perlu mengatur peningkatan kompetensi manajemen bagi seluruh pemberi layanan kesehatan berbasis elektronik.

c) Perlu mengatur platform untuk manajemen pelayanan kesehatan berbasis elektronik (mis. internal faskes) atau menghubungkan antar fasilitas kesehatan.

d) Perlu mengatur kewenangan tenaga kesehatan dalam memberikan konsultasi secara online sesuai dengan kompetensinya masing-masing.

e) Perlu mengatur penggunaan media digital untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehaan (pendidikan dan pelatihan) melalui perangkat seluler (m-Learning)

f) e-Health (e-Kesehatan) adalah penggunaan informasi dan teknologi komunikasi secara cost-effective dan secure dalam mendukung kesehatan dan bidang yang terkait kesehatan, meliputi: - Pelayanan kesehatan - Surveilans kesehatan - Literatur kesehatan - Pendidikan, pengetahuan dan penelitian

kesehatan

Page 7: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

Kesimpulan

Teknologi informasi mengalami perkembangan yang sangat cepat dan saat ini muncul berbagai startup inovasi dari sektor bisnis yang menyediakan pelayanan kesehatan berbasis elektronik yang sangat dibutuhkan masyarakat.

Indonesia belum memiliki regulasi pelayanan kesehatan berbasis sistem elektronik.

Mendorong unit teknis terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk segera menindaklanjuti hasil analisis untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas.

Peran pemerintah sebagai regulator diperlukan untuk mendukung pembangunan kesehatan sesuai kecepatan perkembangan teknologi, menyediakan regulasi mengenai layanan kesehatan berbasis sistem elektronik atau digital, melindungi masyarakat sebagai user, penyedia

kesehatan sebagai provider, dan tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan.

Perlunya mengedepankan edukasi masyarakat, promotif preventif dalam layanan kesehatan digital.

Kementerian Kesehatan bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, organisasi profesi kesehatan, Yayasan Perlindungan Konsumen dan pengampu kepentingan terkait, perlu membentuk kelembagaan IPPS (Institusi Pengatur dan Pengawasan Sektor) untuk melakukan pengawasan konten pelayananan kesehatan berbasis elektronik atau digital.

Penulis: Untung Suseno Sutarjo. Pretty Multihartina. Mukti Eka Rahadian. Dian Kusumawardhani. Suliyani. Subur Widodo. 2019. Pusat Analisis Determinan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Page 8: Kebijakan dan Regulasi tentang Pelayanan Kesehatan Berbasis …padk.kemkes.go.id/uploads/download/rev6-Infografis... · 2020-02-10 · 3. Revisi Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan

KEMENTERIAN KESEHATAN

PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN

Ged. Prof. Sujudi Lt. 9, Jl. HR Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Jakarta 12950