kebangkitan dunia islam
DESCRIPTION
Kebangkitan baru dunia islamTRANSCRIPT
KEBANGKITAN DUNIA ISLAM
Gerakan Pemikir Modern (Modernisasi) Dunia Islam
A. Para Tokoh Pembaharuan (Modernisasi) di Mesir
1. Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703 – 1787 M)
Muhammad ibn Abdul Wahhab lahir di Vyaina Nejd pada tahun 1703. Beliau berasal
dari keluarga ulama terkenal. Pemikiran gerakan Muhammad ibn Abdul Wahhab didasari atas
kenyataan yang ada di sekitar tempat kelahirannya. Beliau melihat bahwa kemurnian ajaran
Islam telah rusak oleh ajaran-ajaran tarekat dan praktek mistik yang berlebihan. Umat Islam
yang bermasalah tidak langsung berdo'a kepada Allah SWT dan mengadu kepada-Nya serta
berusaha, tetapi kebanyakan di antara mereka dating ke dukun dan kuburan para wali.
Muhammad ibn Abdul Wahhab memulai adanya gerakan pemurnian dikarenakan
adanya kebudayaan masyarakat yang cenderung menyimpang dari fundamental ajaran Islam
yang sesungguhnya. Perbuatan mereka itu mencerminkan sikap syirik, khirafat, dan bid'ah
yang perlu diberantas dan diarahkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW: "Dari Umil
Mukminin ibn Abdillah yang bernama Aisyah r. a. katanya: Rasulullah SAW telah bersabda:
Barang siapa membuat peraturan baru dalam syariat agama kami ini dengan suatu aturan
yang tidak terdapat sandaran dalil-dalil darinya maka dia tertolak" (HR. Imam Bukhari dan
Muslim). Pada riwayat lain, Imam Muslim: "Barang siapa yang beramal dengan suatu amal
yang tidak terpulang kepada dalil yang syariat kami, maka dia bertolak"
Adapun bid'ah menurut terminologi adalah perbuatan yang baru yang tidak ada
perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan bid'ah menurut pembagiannya oleh Syekh
Imam Nawawi ada lima bagian, yaitu:
a. Bid'ah yang wajib, yaitu setiap bid'ah yang dipendapatkan di dalamnya azas pokok hokum
syara dan dalil-dalilnya yang wajib. Contohnya:
Pembukuan Al-Qur'an oleh Ustman bin Affan dn Hadist oleh Umar bin Abdul Aziz ketika
menjabat kepala pemerintah Islam. Sedangkan pada masa Nabi SAW pembukuan ini belum
pernah dilakukan.
b. Bid'ah yang hasan, yaitu bid'ah yang di dalamnya terdapat azas pokok hokum syara yang
sunat dan dalil-dalilnya, seperti mendirikan pondok pesantren, rumah sakit, rumah-rumah,
jalan-jalan, dan lain-lain.
c. Bid'ah yang haram, yaitu bid'ah yang didalamnya terdapat azas pokok syariat yang haram
serta dalil-dalilnya. Seperti, hal yang tidak disukai dari masyarakat Mesir yang sering dating
ke dukun.
d. Bid'ah yang makruh, yaitu bid'ah yang di dalamnya terdapat azas pokok hokum syariat yang
makruh serta dalil-dalilnya, seperti menghiasi mesjid.
e. Bid'ah yang mubah, yaitu bid'ah yang di dalamnya terdapat azas pokok hokum syariat yang
mubah serta dalil-dalilnya. Seperti memperelok pakaian dan makanan.
Selanjutnya untuk memberantas syirik, khifarat, dan bid'ah itu, Muhammad ibn Abdul
Wahhab melahirkan gerakan pemurnian ajaran Islam. Gerakan ini dikenal dalam sejarah
Islam dengan sebutan gerakan "Wahabiyah" atau gerakan "Muwahhid".
Di antara pemikiran-pemikiran Muhammad ibn Abdul Wahhab yang mempunyai
pengaruh dalam perkembangan pemikiran pembaharuan pada abad ke-19 M adalah:
a. Al-Qur'an dan Hadist merupakan sumber asli ajaran Islam. Sedangkan pendapat para ulama
bukan merupakan sumber ajaran Islam.
b. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
c. Pinti ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup.
2. Muhammad Ali Pasha (1765 – 1849 M)
Muhammad Ali Pasha dilahirkan di Kawwala, Yunani, pada tahun 1765 M dan
meninggal di Mesir pada tahun 1849 M. Beliau dalah salah satu perwira dari pasukan uang di
sediakan oleh Sultan Salim III (1789 – 1807) untuk melawan tentara Napoleon yang
menguasai Mesir. Sejak kecil beliau memiliki keterampilan dan kecerdasan luar biasa. Dalam
perjalanan karirnya, banyak usaha untuk memperbaharukan atau memodernisir umat Islam
yang jauh tertinggal dari Negara-negara barat. Di antara usaha-usaha pembaharuan yang
dilakukannya adalah:
a. Dalam Bidang Hukum
Jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon Bonaparte menyadarkan Muhammad Ali Pasha.
Beliau melihat kemajuan yang dicapai Negara-negara barat, terutama Perancis. Kemajuan
teknologi peperangan membuat Perancis mudah menguasai Mesir (1798 – 1802). Setelah
Perancis dapat diusir Inggris pada tahun 1802 M, Muhammad Ali Pasha mengundang Sare,
seorang perwira tinggi Perancis untuk melatih tentara Mesir. Untuk keperluan itu, beliau
mendirikan sekolah militer pada tahun 1815 M dan mengirimkan pelajar untuk belajar
kemiliteran di Perancis.
b. Dalam Bidang Pendidikan
Muhammad Ali Pasha sangat besar perhatiannya terhadap dunia pendidikan. Oleh
karena itu, pada tahun 1815 M mendirikan sekolah militer, sekolah teknik tahun 1816 M,
sekolah kedokteran tahun 1827 M, sekolah apoteker tahun 1829 M, sekolah pertambangan
pada tahun 1834 M, dan sekolah penerjemahan pada tahun 1836 M. Selain itu, beliau juga
banyak mengirim pelajar ke Perancis untuk belajar pengetahuan berupa sains dan teknologi
barat.
c. Dalam Bidang Ekonomi
Pengambil-alihan kepemilikan tanah oleh Negara dan hasilnya dipergunakan untuk
kepentingan pembangunan Negara dan untuk menjaga kesuburan tanah mesir, beliau
membangun irigasi sehingga hasil pertanian menjadi lebih baik.
3. Al-Tahtawi (1801 – 1873 M)
Rifa'ah Badawi Rafi'al-Tahtawi adalah salah seorang pembaharu dalam dunia Islam.
Beliau lahir pada tahun 1801 M di Tahta, Mesir dan meninggal pada tahun 1873 M.
Sebelum beliau pergi ke Perancis, beliau banyak mempelajari peradaban barat dan
kemajuan yang dicapainya di Institute Egypte. Setelah menamatkan pendidikannya di Al-
Azhar tahun 1822 M dan mengajar di almamaternya selama kurang lebih 2 tahun. Karena
mendapat dorongan kuat dari gurunya Al-Attan dan mendapat kesempatan yang diberikan
Muhammad Ali Pasha kepadanya, maka beliau belajar di Perancis dan menjadi imam para
pelajar Mesir di Perancis. Beliau banyak membaca buku-buku karya tokoh-tokoh besar umat
Islam dan bangsa barat. Dengan ketekunannya belajar bahasa Perancis secara otodidak,
akhirnya beliau mampu menyaingi kehebatan pelajar-pelajar Mesir lainnya yang belajar
bahasa itu secara formal di kelas-kelas. Selama di Perancis beliau berhasil menerjemahkan 12
buku ke dalam bahasa Arab. Sekembalinya ke Mesir, beliau diberi kepercayaan untuk
mendirikan sekolah penerjemahan tahun 1836 M. Di sekolah ini membagi 4 bagian, yaitu
ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu fisika, dan sastra.
Di antara buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab adalah buku-buku
bidang filsafat, biografi, logika, ilmu bumi, politik, antropologi, dan lain-lain. Di samping itu
beliau juga aktif menulis di Koran Al-Waqa'I Al-Mishriyah.
Kehebatannya menulis terulang dalam karyanya yang monumental, di antaranya:
a. Takhlish al-Ibriz Fi Talkhish Bariz. Buku ini berisi tentang kemajuan Eropa, terutama di
Paris.
b. Manahij al-Bab al-Mishiriyah fi Manahij al-Adab al-Ashriyah. Buku ini menerangkan
tentang pentingnya sector ekonomi bagi kemajuan Negara.
c. Al-Qaulu al-Sadid fi al-Ijtihad wa al-Taqlid. Buku ini tentang keharusan ijtihad dan pintu
ijtihad menurutnya tidak tertutup.
d. Anwar Taufiq al-Jalil fi Akbar al-Mishr wa Tautsiq Bani Ismail. Buku ini berisi tentang puji-
pujian terhadap raja dalam memajukan pembangunan di Mesir, sehingga Mesir mengalami
kemajuan pesat.
Adapun ide-ide pembaharuan (modernisasi) yang dilontarkan oleh Tahtawi:
a. Ajaran Islam bukan hanya mementingkan akhirat semata, tetapi juga soal kehidupan di dunia.
Umat Islam juga harus memperhatikan kehidupan di dunia ini.
b. Kekuatan absolut raja harus dibatasi syariat, dan raja harus bermusyawarah dengan ulama
dan intelektual.
c. Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan zaman. (modern).
d. Kaum ulama harus mempelajari filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan modern agar dapat
menyesuaikan syariat dengan kebutuhan masyarakat modern.
e. Pendidikan harus bersifat universal. Wanita harus memiliki pendidikan dengan kaum pria.
Istri harus menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
f. Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statis.
4. Jamaluddin Al-Afghani (1839 – 1879 M)
Nama lengkanya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani. Beliau lahir di Asad Abad
pada tahun 1893 M. Sejak kecil beliau sudah belajar membaca Al-Qur'an. Kemudian belajar
bahasa Arab, Persia, dan ilmu-ilmu lainnya, seperti tafsir, hadist, tasawuf, dan filsafat.
Sejak usia 20 tahun beliau sudah menjadi pembantu Pangeran Dostn Muhammad
Khan di Afganistan dan tahun 1864 M menjadi penasehat Sher Ali Khan dan menjadi
perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad 'Azham Khan.
Hal itu disebabkan karena kecerdasan dan kepribadiannya yang menarik. Beliau
banyak memperoleh pengalaman dalam pengembaraannya ke beberapa negara. Mula-mula ke
India, lalu ke Mesir memberikan kuliah di hadapan kaum intelektual di Al-Azhar. Di antara
muridnya yang terkenal adalah Muhammad Abdu dan Saad Zaglul.
Karena persoalan politik di Mesir, Jamaluddin pergi ke Paris. Di kota ini beliau
mendirikan sebuah organisasi bernama al-Urwatul Wustqa yang beranggotaan muslim
militant di India, Mesir, Syiria, dan Afrika Utara, yang bertujuan memperkuat persaudaraan
Islam untuk mencapai kemajuan.
Organisasi Al-Urwatul Wutsqo kemudian menertibkan majalah dengan nama yang
sama dengan organisasi itu. Karen aide dan isinya dianggap terlalu keras mengancam
kekuasaan penjajahan barat, maka majalah ini dibradal dan dilarang untuk terbit.
Pada tahun 1892 M Jamaluddin al-Afghani pergi ke Istanbul atas undangan Sultan
Abdul Hamid untuk memikirkan pelaksanaan politik Islam dalam menghadapi barat. Saat itu
kerajaan Turki Ustmani terdesak oleh bangsa Eropa dan Sultan Hamid membutuhkan
pendapat Jamaluddin al-Afghani.
Keinginan Sultan Hamid tidak tercapai, karena adanya perbedaan persepsi mengenai
system pemerintahan sebab Jamaluddin sebagai pembaharu tentunya mempunyai pandangan
liberal dan pemerintahan. Tetapi Sultan Abdul Hamidsebagai penguasa menjalankan
pemerintahan dengan jalan diktator.
Gerakan politik yang paling menonjol dilakukan Jamaluddin al-Afghani, yaitu
menyebarkan ide Pan-Islamisme (nasionalisme) di dunia Islam. Untuk mencapai ide ini
beliau mendirikan partai nasional (Al-Hizb al-Wathani) di Mesir, tujuannya memperjuangkan
pendidikan universal, menyelenggarakan kebebasan pers, dan sebagainya. Gerakan ini pada
tahun 1838 M telah membangkitkan semangat umat Islam dalam menggalang persatuan dan
kesatuan dalam menentang penjajahan yang dilakukan oleh bangsa barat. Karena perbedaan
pendapat inilah akhirnya Jamaluddin ditahan di penjara Istanbul hingga beliau wafat.
Meskipun beliau telah tiada, tapi pemikiran yang dicetuskannya banyak membawa pengaruh
dalam dunia Islam.
Di antara pembaharuan pemikiran yang dimunculkan Jamaluddin al-Afghani:
a. Untuk mengembalikan kejayaan umat Islam di masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia
modern. Umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni dan memahami Islam harus
dengan rasio (pemikiran yang masuk akal) dan kebebasan.
b. Corak pemerintahan otokrasi dan absolute harus diganti dengan pemerintahan demokratis.
Kepada Negara harus harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang
berpengalaman.
c. Kepala Negara harus tunduk kepada undang-undang.
d. Kemunduran umat Islam dalam bidang politik disebabkan karena terjadinya perpecahan
dalam umat Islam itu sendiri.
e. Tidak ada pemisahan antara agama dan politik.
f. Pan-Islamisme atau rasa solidaritas antara umat Islam harus dihidupkan kembali.
5. Muhammad Abduh (1849 – 1905 M)
Muhammad Abduh lahir di Mesir Hilir tahun 1849 M. Ayahnya bernama Abduh
Hasan Khairullah yang berasal dari Turki dan Ibunya yang bersilsilahkan sampai kepada suku
Umar bin Khatab.
Muhammad Abduh termasuk anak yang cerdas sekali meskipun beliau berasal dari
keluarga petani yang miskin di Mesir. Sejak kecil beliau tekun belajar dan melanjutkan
studinya di Al-Azhar.
Ketika di Al-Azhar, beliau bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani yang dating ke
Mesir. Beliau sangant terkesan dengan pemikiran-pemikiran Afghani. Setelah menamatkan
studinya di Al-Azhar, Daru Ulum dan mengajar di rumahnya. Selain itu, beliau juga aktif
menulis Al-Ahram.
Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap penguasa, beliau dan
Jamaluddin diusir ke Paris. Di kota ini mereka mendirikan majalah Al-Urwatul Wustqa.
Selama satu tahun di Perancis, beliau diizinkan kembali ke Mesir dan kemudian diangkat
menjadi reiktor Al-Azhar, Kairo.
Sebagai rektor Al-Azhar, beliau memasukan kurikulum filsafat dalam pendidikan di
Al-Azhar. Upaya ini dilakukan ntuk mengubah cara berpikir orang-orang Al-Azhar. Usaha
ini mendapat tantangan keras dari syakh Al-Azhar lainnya yang masih berpikir kolot. Oeh
karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukannya lewat pendidikan di Al-Azhar tidak
berhasil.
Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Muhammad Abduh membawa
dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam. Di antara ide-ide
pembaharuannya adalah:
a. Penghapusan paham Jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu.
b. Pembukaan pintu ijtihad karena ijtihad merupakan dasar penting dalam menginterpretasikan
(menafsirkan) kembali ajaran Islam.
c. Penghargaan terhadap akal, Muhammad Abduh mengatakan bahwa Islam adalah agama
rasional yang sejalan dengan akal. Sebab dengan akakkah ilmu pengetahuan maju.
d. Kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat oleh Negara yang
bersangkutan.
e. Memodernisasikan system pendidikan di Al-Azhar.
6. Muhammad Rasyid Ridla (1865 – 1935 M)
Rasyid Ridla dilahirkan di A—Qalamun, di pesisir Laut Tengah pada tanggal 23
September 1865 M. Pendidikannya bermula di Madrasah Al-Kitab di Al-Qalamun. Kemudian
di Madrasah Al-Rasyidiyah di Tripoli. Di sini beliau belajar nahwu, sharaf, berhitung, dasar-
dasar georafim aqidah ibadah, bahasa Arab dan Turki. Tetapi beliau tidak betah di sekolah ni,
karena bahasa pengantarnya bahasa Turki.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikan tertingginya di Al-Azhar tahun 1898 M dan
berguru kepada Muhammad Abduh. Bersama-sama mereka menerbitkan majalah Al-Manar
yang memiliki tujuan sama dengan Al-Urwatul Wustqa, di antaranya adalah pembaharuan di
bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas khirafat dan bid'ah, menghilangkah faham
fatalism (pasrah terhadap nasib), serta faham-faham yang dibawa tarekat.
Beliau juga mendesak gurunya, Muhammad Abduh, untuk menulis Al-Qur'an secara
modern, yang kemudian dikenal dengan tafsir Al-Manar.
Di antara ide-ide pembaharuannya adalah:
a. Menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat.
b. Umat Islam harus meninggalkan sikap fatalism (jabariyah)
c. Akal dapat digunakan untuk nemafsirkan ayat maupun hadits dengan tidak meninggalkan
prinsip umum.
d. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
e. Kemunduran umat Islam disebabkan karena banyaknya unsure bid'ah dan khurafat yang
masuk ke dalam ajaran Islam.
f. Kedahagiaan di dunia dan di akhirat diperbolehkan melalui hokum alam yang diciptakan
Allah SWT.
g. Perlunya dihidupkan kembali system pemerintahan khalifah.
h. Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik.
i. Khalifah haruslah orang mujtahid besar yang dengan bantuan para ulama dalam menerapkan
prinsip-prinsip hokum Islam sesuai dengan tuntutan zaman.
B. Cita-cita dan Nilai yang Terkandung dalam Gerakan Modernisasi di Mesir
Cita-cita yang terkandung dalam gerakan modernisasi yang dilakukan oleh para tokoh
pemikir di Mesir:
1. Memurnikan ajaran Islam dari segala unsure takhayul, bid'ah, dan khirafat. Gerakan ini
berusaha mengembalikan Islam pada sumber aslinya, membersihkan tauhid dari syirik,
membersihkan ibadah dari bid'ah, mengajarkan hidup sederhana sebagai pengganti
kemewahan hidup yang melanda kaum muslimin saat itu (Muhammad Abdul Wahhab).
2. Membebaskan umat Islam dari belenggu taklid yang melanda mat Islam saat itu, sehingga
mereka menjadi jumud (Muhammad Abduh).
3. Memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers, memperkuat faham nasionalisme
yang diwujudkan dalam bentuk partai al-Hazb al-Wathani dan menanamkan faham patriotism
bagi umat Islam (Al-Tahtawi).
4. Memperkuat Ukhuwah Islamiyah, menekankan pembaharuan Islam dalam bidang politik
pemerintahan dan agama, dengan ide pokok Pan-Islamisme (Jamaluddin Al-Afghani).
5. Menumbuhkan sikap aktif dan dinamis, meninggalkan sikap fatalism, penggunaan akal
dalam memahami ajaran Islam, serta keharusan umat Islam untuk menguasai sains dan
teknologi (Muhammad Rasyid Ridla).
Sedangkan nilai-nilai yang terkandung di dalam gerakan modernisasi Islam di Mesir
itu adalah sebagai berikut.
1. Nilai Persatuan
Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para tokohnya mempunyai nilai-nilai
dasar dalam menciptakan persatuan dan persatuan bagi umat Islam. Tujuannya adalah untuk
mengatasi perpecahan yang terjadi di antara umat Islam karena adanya perbedaan dalam
persoalan faham, kesukuan, dan sebagainya.
2. Nilai solidaritas Islam (Ukhuwah Islamiyah)
Solidaritas Islam ini mengandung artian suatu persaudaraan yang merasa senasib
sepenanggungan untuk membela umat Islam dalam keadaan suka maupun duka.
3. Nilai Pembaharuan (Modernisasi)
Nilai pembaharuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Aspek agama, yaitu pemurnian agama Islam dari unsure takhayul, khirafat, dan bid'ah.
b. Aspek akhlak, berupa persatuan masyarakat dan menghindari terjadinya perpecahan.
c. Aspek ekonomi, menciptakan semangat kerja, percaya diri, dan tidak tergantung kepada
orang lain.
d. Bidang politik, dengan menciptakan sistem pemerintahan demokratus dan menghapuskan
sistem pemerintahan otoriter.
4. Nilai Perjuangan (Jihad Fi Sabilillah)
Gerakan pembaharuan Islam mengandung nilai perjuangan, karena gerakan ini ingin
menemukan kembali ajaran Islam yang penuh dinamika perjuangan.
5. Nilai Kemerdekaan (Kebebasan)
Gerakan pembaharuan yang terjadi dalam dunia Islam, yang mengandung nilai-nilai
kemerdekaan terutama kemerdekaan berpikir.