keanekaragaman matoa di papua

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Buah Matoa merupakan jenis buah atau keluarga dari Sapindaceae (Rambutan) dalam bahasa latinnya disebut Pometia Pinnata . Banyak orang mengenal jenis buah ini berasal dari Papua padahal pohon buah ini banyak dijumpai di daerah lain seperti di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa. Matoa masuk jajaran tanaman langka. Memiliki pohon rindang tinggi bisa mencapai 20 meter dengan akar yang kuat, rasa buahnya manis campuran kelengkeng dan durian dan ada yang mengatakan seperti buah rambutan. Sedangkan pohon Matoa termasuk kayu kelas A. dan berkualitas ekspor dan bagus untuk bangunan. Matoa asli Papua ternyata mempunyai keistimewaan. Tahun 2006 Menteri Pertanian telah melepas Matoa Papua sebagai varietas unggul yaitu yang berasal dari Desa Sere, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Matoa varietas Papua mempunyai keunggulan daging buah tebal dan mudah lepas dari biji, rasa buahnya yang manis seperti campuran antara rasa kelapa muda, durian, klengkeng, rambutan, kulit buah relatif tebal dan keras, dan beradaptasi dengan baik 1

Upload: yunita-noor-utami

Post on 08-Jul-2016

95 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

keanekaragaman hayati

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Buah Matoa merupakan jenis buah atau keluarga dari Sapindaceae (Rambutan) dalam

bahasa latinnya disebut Pometia Pinnata . Banyak orang mengenal jenis buah ini berasal dari

Papua padahal pohon buah ini banyak dijumpai di daerah lain seperti di Maluku, Sulawesi,

Kalimantan, dan Jawa.

Matoa masuk jajaran tanaman langka. Memiliki pohon rindang tinggi bisa mencapai 20

meter dengan akar yang kuat, rasa buahnya manis campuran kelengkeng dan durian dan ada

yang mengatakan seperti buah rambutan. Sedangkan pohon Matoa termasuk kayu kelas A. dan

berkualitas ekspor dan bagus untuk bangunan.

Matoa asli Papua ternyata mempunyai keistimewaan. Tahun 2006 Menteri Pertanian

telah melepas Matoa Papua sebagai varietas unggul yaitu yang berasal dari Desa Sere,

Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

Matoa varietas Papua mempunyai keunggulan daging buah tebal dan mudah lepas dari

biji, rasa buahnya yang manis seperti campuran antara rasa kelapa muda, durian, klengkeng,

rambutan, kulit buah relatif tebal dan keras, dan beradaptasi dengan baik di dataran rendah

sampai sedang dengan ketinggian 0-500 m dpl. Sedangkan rata-rata hasil 200-500

kg/pohon/tahun.

Matoa buah asli khas Papua, sangat terkenal akan keunikan rasanya yang digemari

banyak orang. Rasa buah ini sangat beragam. Buah ini mengingatkan kita akan tekstur kulit yang

seperti buah markisa dan bentuk buah seperti rambutan namun mempunyai rasa seperti durian.

Meski dari Papua, kini pohon matoa sangat mudah dijumpai di beberapa daerah. Di daerah

asalnya, Papua, matoa menjadi identitas flora bagi daerah tersebut. Pohon unik ini mempunyai

ketinggian kurang lebih sekitar 50 meter.

1

Buah matoa berbentuk bulat dan sedikit melonjong dengan ukurannya yang tidak terlalu besar.

Buah matoa memiliki warna coklat kehitaman. Bentuknya yang mirip dengan telur puyuh ini

sangat mudah dikenali. Kulitnya licin dan mempunyai bau yang manis.

Tanaman ini memiliki banyak kandungan didalamnya. Matoa sangat cocok bagi yang

menggemari buah-buahan untuk dapat bercocok tanam dengan buah unik ini. Pada kulit buah

terdapat tanin dan juga saponin. Pada biji mengandung adanya lemak dan polifenol.

Sedangkan, pada daun terdapat juga tanin dan saponin yang mempunyai kandungan sama dengan

kulit buah. Pada kulit batang terdapat lebih banyak kandungan di dalamnya seperti flavonida, zat

besi, dan pectic substance. Pada buahnya terdapat berbagai macam vitamin yang menjadi

kelebihan buah ini.

Kelebihan kandungan di dalam buah menjadikan matoa sebagai salah satu tanaman yang

sangat menarik untuk dibudidayakan. Terlebih, cara budidaya matoa yang sangat mudah dan

tidak memerlukan banyak hal. Tanaman ini juga dapat tumbuh di mana saja.

Tanaman ini mudah beraptasi dengan kondisi panas maupun dingin. Pohon ini juga tahan

terhadap serangga, yang pada umumnya merusak buah.

Selain itu, masih banyak manfaaat-manfaat yang terkandung pada tumbuhan matoa.

Dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang hal-hal menarik dibalik tumbuhan matoa.

2

1.2 Tujuan

1. Menambah pengetahuan tentang tanaman matoa

2. Mempelajari tentang keanekaragaman hayati matoa

3. Mempelajari tentang manfaat dan jenis tanaman matoa

4. Mempelajari cara membudidayakan buah matoa dan bagaimana melestarikan buah matoa

1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman matoa di

papua. Jenis – jenis matoa , manfaat serta cara membudidayakan tanaman tersebut. Sehingga

memberikan pandangan bahwa melestarikan keanekaragaman hayati yang menjadi ciri khas

suatu daerah itu penting, agar anak cucu kita nantinya dapat mengenal sumber daya alam

yang beranekaragam.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 PENGERTIAN

Matoa (Pometia pinnata) adalah tanaman buah khas Papua, tergolong pohon besar

dengan tinggi rata-rata 18 meter dengan diameter rata-rata maksimum 100 cm. Umumnya

berbuah sekali dalam setahun. Berbunga pada bulan Juli sampai Oktober dan berbuah 3 atau 4

bulan kemudian. Penyebaran buah matoa di Papua hampir terdapat di seluruh wilayah dataran

rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl. Tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering

(tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun). Matoa juga terdapat

di beberapa daerah di Sulawesi, Maluku, dan Papua New Guinea. Buah matoa memiliki rasa

yang manis 3. (gambar 1)

` Matoa (Pometia pinnata) merupakan salah satu pohon penghasil buah asli Papua.Buah

matoa mempunyai citarasa yang khas dengan bentuk buah yang mirip buah lengkeng sehingga

matoa dikenal masyarakat luar Papua sebagai lengkeng Papua. Dengan keunggulan citarasanya

tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 160/Kpts/SR.120/3/2006, Matoa

Papua telah ditetapkan sebagai varietas buah unggul yang patut dibudidayakan oleh masyarakat.

Meskipun dikenal memiliki citarasa yang khas dan harganya cukup mahal, sejauh ini matoa

belum dibudidayakan secara intensif. Apalagi sebagian masyarakat memanen buah matoa

dengan menebang pohonnya sehingga dari waktu ke waktu ketersediaan pohon penghasil buah

semakin berkurang. Di lain pihak, kelezatan buah matoa yang khas semakin banyak peminatnya,

bahkan sampai ke luar daerah Papua. Semakin tersedianya sarana transportasi antar pulau

semakin memudahkan distribusi buah matoa ke luar Papua. Memperhatikan berbagai hal tersebut

buah matoa dinilai cukup potensial untuk dikembangkan dan dibudidayakan sebagai buah

unggulan lokal Papua. Selain menyediakan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat,

budidaya ini juga akan menunjang kelestarian bagi pohon matoa.           

Matoa (Pometia pinnata) sebagai jenis pohon buah lokal Papua merupakan sumberdaya

potensial yang harus dilestarikan dan ditingkatkan nilai manfaatnya bagi kesejahteraan

masyarakat. Meskipun matoa sudah memberi kontribusi terhadap pendapatan masyarakat, namun

4

kontribusi tersebut masih sangat kecil karena sejauh ini sebagian besar matoa yang dihasilkan

berasal dari pohon yang tumbuh secara alami dengan pengelolaan yang masih sangat minimal.

Untuk meningkatkan peran matoa dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus

mempromosikan matoa sebagai buah unggulan Papua diperlukan upaya pembudidayaan matoa

secara intensif sehingga pohon matoa yang ditanam produktif dan berkesinambungan dengan

buah yang dihasilkan akan berkualitas.

 

Keberhasilan pengembangan suatu komoditas tanaman dipengaruhi oleh aspek ekologi

tanaman yang dibudidayakan dan aspek sosial ekonomi pelakunya. Pohon matoa

mempunyai range penyebaran yang cukup luas. Selain di Papua dilaporkan jenis pohon ini juga

berhasil dikembangkan di beberapa daerah di luar Papua. Di Papua sendiri matoa terutama

menyebar di seluruh wilayah bagian utara, namun pohon matoa yang produktif dengan buah

yang berkualitas hanya dijumpai di daerah Jayapura. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun

dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang cukup luas tetapi untuk dapat produktif berbuah

dengan buah yang berkualitas, pohon matoa membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik.

            Agar teknik budidaya yang dikembangkan sesuai dengan nilai dan kapasitas pengetahuan

masyarakat untuk menerapkannya maka teknik yang dikembangkan harus didasarkan pada nilai

dan pemahaman tradisional masyarakat. Berkaitan dengan hal-hal tersebut guna menunjang

keberhasilan pengembangan matoa sebagai buah unggulan lokal dengan melibatkan masyarakat

sebagai pelaku utamanya, maka perlu dilakukan kajian tentang ekologi lingkungan pertumbuhan

pohon matoa dan nilai sosial, ekonomi, sertapengetahuan lokal masyarakat dalam budidaya

matoa tersebut6.

2.2 KLASIFIKASI TANAMAN MATOA

Di Papua dikenal 2 jenis matoa, yaitu Matoa Kelapa dan Matoa Papeda. Ciri yang

membedakan keduanya adalah terdapat pada tekstur buahnya. (gambar 2)

Matoa Kelapa (hijau terang) Matoa Papeda (merah)

- Daging buah kenyal seperti rambutan aceh

- Diameter buah 2,2 – 2,9 cm

- Diameter biji 1,25 – 1,40 cm

- Daging buah agak le,mbek dan lengket

- Diameter buah 1,4 – 2,0 cm

5

Indonesia dikenal ada 2 jenis Pometia yaitu : Pomettia pinnata dan Pomettia ridley.

1. Pomettia pinnata tepi daunnya bergigi dan ujung urat daunnya berakhir pada tepi gigi-

gigi tersebut.

2. Pomettia ridley, tepi daunnya rata, tidak bergigi dan urat-urat daunnya melengkung ke

atas tidak sampai ke tepi daun. Pada jenis ini di Indonesia hanya ditemukan di Simeulue,

di Aceh ( Sunarno dan H.Sutarno 1997 ).

Sedangkan Pomettia pinnata tersebar di seluruh kepualauan Indonesia ( Peta Penyebaran

P.pinnata di Indonesia ) . (gambar 3)

Hasil pengamatan morfologi Pomettia pinnata di Kebun Raya Bogor adalah berupa

pohon yang tingginya mencapai 50 meter, pada batang bagian bawahnya terdapat akar papan

dengan tingginya mencapai 5 meter. Daun berukuran besar dengan tangkai daun panjang hingga

1 meter, berupa dau majemuk, anak daun besirip genap, sebanyak 4 – 13 pasang, bundar sampai

bundar memanjang, tepi daun bergerigi. Pada pangkal tangkai daunnya terdapat sepasang daun

penumpu. Tulang daunnya menyirip dan menonjol ke bawah. Pada pangkal tangkai daun

berbentuk segitiga, membongkol dan cekung. Perbungaannya majemuk, dan mncul pada bagian

ujung tangkai daun. Buahnya bulat lonjong  dengan ukuran panjang 1,5 – 5 cm dan diameeter 1 –

3 cm, kulitnya licin, berwarna hijau pada saat muda dan coklat kehitaman pada saat buah masak.

Kulit buahnya tipis dan kering, apabila dikelupas maka di dalamnya terdapat aril. Aril tersebut

berwarna bening, berair dan manis. Tebal aril berkisar 1 – 7 mm dan kenyal. Biji bulat sampai

lonjong, coklat kehitaman sampai hitam, mengkilat dan berdiameter 1 cm.

Berdasarkan pengamatan spesimen herbarium di Herbariium Bogoriense, P. Pinnata

ditemukan di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Suawesi, dan Irian Jaya.

Di Sumatera jenis ini pada umumnya tumbuh di tepi-tepi sungai dan daerah endapan atau

rawa. Di NAD ditemukan pada ketinggian 40-1700 m dpl ; Sumatera Utara pada 40-110 m dpl ;

Riau pada 3-8 m dpl ; Jambi pada 45-700 m dpl ; dan Palembang pada 110 m dpl. Di Jawa jenis

ini ditemukan di DKI Jakarta pada ketinggian 93 m dpl ; Jawa Barat pada 10-220 m dpl ; dan

Jawa Tengah pada 100 m dpl. Sedangkan di Nusa Tenggara hanya ditemukan di Pulau Sumbawa

(G. Batulanteh) pada daerah dengan ketinggian 900-1000 m dpl.

6

Di Kalimantan jenis ini ditemukan diseluruh pulau ini pada daerah-daerah rawa,

pegunungan, tepi sungai atau luapan air sungai. Di Kalimantan Barat jenis ini ditemukan pada

daerah dengan ketinggian 20-400 m dpl; di Kalimantan Tengah pada 6-400 m dpl; dan

Kalimantan Timur pada 10-200 m dpl. Di Sulawesi jenis ini jyga ditemukan hampir diseluruh

pulau ini. Pada tanah-tanah subur berdrainase baik didaerah dengan kelembapan tinggi. Di

Sulawesi Utara ditemukan pada ketinggian 20-30 m dpl; Sulawesi Tenggara  pada 430 m dpl;

Sulawesi Tengah pada 300 m dpl; Sulawesi Selatan pada 250 m dpl; serta pulau Sangihe dan

Talaud pada 70 m dpl. Di Maluku jenis ini juga ditemukan pada tanah-tanah subur berdrainase

baikdidaerah dengan kelembapan tinggi. Di pulau Seram ditemukan pada ketinggian 5-700 m

dpl; Pulau Morotai pada 40 m dpl; Pulau Buru pada 100 m dpl; Pulau Halmahera pada 50 m dpl;

dan Ternate pada 3 m dpl; Pulau Sula pada 35 m dpl; dan Pulau Tanimbar pada 100 m dpl.

Di Irian Jaya ditemukan di dataran rendah pada 0-300 m dpl pada tanah yang ringan,

berat, dan berkapur. Manokwari dan sekitarnya pada ketinggian 100-120 m dpl; Fakfak pada 3 m

dpl; Timika pada 4 m dpl; Memberamo Hulu pada 200-300 m dpl; serta di Sorong dan Merauke.

Di Papua dikenal 2 (dua) jenis matoa, yaitu Matoa Kelapa danMatoa Papeda. Ciri yang

membedakan keduanya adalah terdapat pada tekstur buahnya, Matoa Kelapa dicirikan oleh

daging buah yang kenyal dan nglotok seperti rambutan aceh, diameter buah 2,2-2,9 cm dan

diameter biji 1,25-1,40 cm. Sedangkan Matoa Papeda dicirikan oleh daging buahnya yang agak

lembek dan lengket dengan diamater buah 1,4-2,0 cm. Dilihat dari jenis warna buahnya, baik

Matoa Kelapa mapun Matoa Papeda dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu matoa merah,

kuning, dan hijau.

Jenis

Parameter Pembeda

Warna Kulit Buah Daun Warna Bunga

Matoa Hijau Hijau Lebar, tebal, hijau tua CoklatMatoa Kuning Kuning Memanjang, kurang tebal, hijau muda Kuning

Matoa Merah Merah Agak bulat/oval, tipis, hijau kekuningan Coklat

2.2.1. Nama umum 4

Indonesia Matoa

7

Inggris Fijian longan

Melayyu Kasai

2.2.2. Klasifikasi

Kingdom Plantae (tumbuhan)

Subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Suoer divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub kelas Rosidae

Ordo Sapindales

Family Sapindaceae

Genus Pometia

Spesies Pometia pinnata J.R.& G.Forst

2.3 MANFAAT MATOA

Secara tradisional buah dan biji matoa oleh suku Genyem, Sentani, Amumen, Ekari dan

Ayamaru dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Buah yang dapat dimakan adalah varietas kelapa,

papeda, dan kenari. Biji matoa dapat dimakan setelah diolah. Kayunya dimanfaatkan untuk

bahan bangunan (rumah dan jembatan), mebel, ukir-ukiran dan alat pertanian (Sumiasri,

Kuswara,danSetyowati-Indarto,2000).

            Biji, buah dan daun matoa (Pometia pinnata J.R & G. Forst.) mengandung saponin,

flavonoida, dan polifenol. Biji matoa berkhasiat untuk tonikum. Kulit batang matoa

kemungkinan mempunyai sifat penghambat pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian Praptiwi dan

Mindarti (2004) menunjukkan bahwa pemisahan ekstrak etil asetat kulit batang matoa dengan

kolom kromatografi menghasilkan 12 fraksi yang mempunyai daya hambat terhadap 3 isolat

bakteri uji yaitu Pseudomonas pseudommallei, Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis.

Fraksi ke 10 mempunyai daya hambat pertumbuhan terbesar (21 mm) terhadap P. Pseudomallei7.

8

Selain buahnya, beberapa bagian pohon matoa sangat potensial dikembangkan untuk

berbagai manfaat. Dengan teknik pengolahan sederhana (dijadikan bubur) biji matoa dapat

dijadikan sebagai bahan makanan. Kayunya tidak sekuat dan seawet spesies pometia yang lain,

umumnya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Air hasil rebusan kulit batang atau

daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat demam dan keletihan. Kulit batang matoa diketahui

mampu menyembuhkan luka bernanah. Dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari pohon

matoa tersebut pohon matoa mempunyai nilai sosial yang cukup tinggi bagi masyarakat Papua,

terutama di Jayapura. Kebanggaan masyarakat atas pohon matoa yang dipandang sebagai jenis

buah lokal andalan merupakan modal sosial yang akan sangat menunjang pengembangan matoa

sebagai buah unggulan di Papua. Dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, kemudahan

budidaya, dan adanya kebanggaan masyarakat atas pohon matoa, jenis ini sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai buah unggulan lokal8.

2.4 BUDIDAYA MATOA2.

Dalam teknik budidayanya, pohon matoa dapat dikembangkan dengan dua cara, yaitu

secara generatif dan vegetatif.

1. Cara generatif yaitu dengan cara menanam biji

2. Cara vegetatif yaitu dengan pencangkokan.

Pemindahan bibit dari persemaian harus diperhatikan dan dilakukan secara hati-hati.

Bibit matoa sangat peka apabila ada perubahan lingkungan. Terutama pada bagian akar matoa.

Sebaiknya perpindahan bibit tidak dilakukan dengan cara mencabut. Hal ini dapat merusak laju

perkembangan bibit.

Gunakan polybag , menggunakan polibag sangatlah dianjurkan dalam cara menanam tanaman

matoa tersebut. Dengan menggunakan polibag, akan jauh lebih memudahkan untuk proses

pemindahan bibit. Buatlah persemaian yang teratur didalam pembibitan buah tersebut.

Cara tanam matoa tersebut sebaiknya menggunakan pupuk organik, pupuk SP, pupuk

urea dan kapur yang sangat baik untuk pertumbuhan bibit matoa. Semua pupuk tdan tanaman

galian tersebut dapat dicampur menjadi satu.

9

Cara memelihara buah matoa juga sangatlah mudah. Ketika buah sudah mulai berbunga,

ini menandakan bahwa buah dapat dimakan dalam jangka waktu 2 bulan setelahnya. Jangan

menggunakan plastik untuk menutupinya dari hama.

Dengan menutupi buah menggunakan plastik, ini tidak akan membantu buah cepat matang,

justru sebaliknya, buah akan lebih mudah busuk. Tutupi buah sebaiknya menggunakan jaring.

Tanaman ini sangat cocok bagi yang juga tertarik pada bisnis kuliner, karena matoa bisa menjadi

salah satu investasi yang baik.

10

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. DAERAH PENYEBARAN

Di Indonesia matoa (Pometia spp.) tumbuh menyebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Maluku, dan Papua (Sudarmono, 2001). Daerah

penyebaran matoa di Papua antara lain di Dataran Sekoli (Jayapura), Wandoswaar – P.

Meoswaar, Anjai – Kebar, Warmare, Armina, Bintuni, Ransiki (Manokwari), dan lain-lain.

Tumbuh pada tanah yang kadang-kadang tergenang air tawar, pada tanah berpasir, berlempung,

berkarang dan berbatu cadas. Keadaan lapangan yang datar, bergelombang ringan, berat dengan

lereng landai sampai dengan curam pada ketinggian sampai 120 meter di atas permukaan air laut

(Dinas Kehutanan DATI I Irian Jaya, 1976).

3.2. DESKRIPSI 

Matoa merupakan tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi 20 – 40 meter, dan ukuran

diameter batang dapat mencapai 1,8 meter. Batang silindris, tegak, warna kulit batang coklat

keputih-putihan, permukaan kasar. Bercabang banyak sehingga membentuk pohon yang rindang,

percabangan simpodial, arah cabang miring hingga datar. Akar tunggang, coklat kotor.

Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling, 4 – 12 pasang anak daun. Saat muda daunnya

berwarna merah cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong, panjang 30 – 40 cm, lebar 8

– 15 cm. Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus),

tepi rata. Pertulangan daun menyirip (pinnate) dengan permukaan atas dan bawah halus, berlekuk

pada bagian pertulangan.

            Bunga majemuk, bentuk corong, di ujung batang. Tangkai bunga bulat, pendek, hijau,

dengan kelopak berambut, hijau. Benang sari pendek, jumlah banyak, berwarna putih. Putik

bertangkai, pangkal membulat, berwarna putih dengan mahkota terdiri 3 – 4 helai berbentuk pita,

dan berwarna kuning.Buah bulat atau lonjong sepanjang 5 – 6 cm, berwarna hijau kadang merah

atau hitam (tergantung varietas). Daging buah lembek, berwarna putih kekuningan. Bentuk biji

bulat, berwarna coklat muda sampai kehitam-hitaman.

11

            Matoa pada umumnya dikembangbiakkan melalui biji (generatif). Biji matoa cepat

kehilangan viabilitas setelah terpapar udara luar. Benih matoa tidak memiliki sifat dormansi dan

akan segera mati beberapa hari setelah dikeluarkan dari buahnya atau jika dibiarkan terbuka.

Selama penyimpanan terbuka benih matoa mengalami pengeringan alami yang merupakan salah

satu ciri benih rekalsitran, yaitu benih yang menghendaki penyimpanan dengan kadar air dan

kelembaban tinggi sehingga benih tetap lembab dan enzim-enzimnya tetap aktif. Hasil penelitian

Widarsih (1997) dalam Nurmiaty (2006) menyimpulkan bahwa penyimpanan secara alami

(terbuka) menurunkan viabilitas benih yang ditunjukkan dengan menurunnya daya berkecambah,

tinggi bibit, dan pertambahan tinggi. Penyimpanan secara alami selama 6 hari menurunkan daya

berkecambah dari 72 % menjadi 19 %. Matoa juga dapat dikembangbiakkan secara vegetatif

seperti cangkok, okulasi hingga teknik kultur jaringan. Untuk memperoleh jumlah bibit dalam

jumlah banyak dan seragam serta untuk perbaikan sifat tanaman di masa mendatang, telah

dilakukan penelitian perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Hasil

penelitian Sudarmonowati, Bachtiar, dan A.S. Yunita (1995), menunjukkan bahwa kultur biji

muda dan embrio matoa dapat tumbuh pada media MS yang mengandung kombinasi 4,0 mg/L

BAP dan 0,5 mg/L NAA sehingga akan sangat bermanfaat dalam program konservasi karena biji

muda yang dapat diselamatkan sebelum terserang hama maupun penyakit pada tanaman matoa

tersebut.

3.3. TEKNIK BUDIDAYA DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL MASYARAKAT

Tanaman merupakan salah satu penghasil bahan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia. Peningkatan kebutuhan manusia atas berbagai hasil tanaman mengakibatkan

ketersediaan dan kemampuan tanaman yang tumbuh secara alami tidak lagi dapat memenuhinya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut manusia dengan sengaja melakukan budidaya berbagai jenis

tanaman yang dapat menghasilkan produk-produk yang dapat digunakan untuk memenuhi

berbagai kebutuhan hidupnya serta meningkatkan perkonomian mereka.

          Dalam budidaya jenis tanaman Matoa ini sendiri masyarakat mengharapkan hasil yang

lebih banyak dan lebih baik dibanding hasil yang diperoleh dari tanaman yang tumbuh secara

alami. Untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat tersebut melakukan berbagai perlakuan

12

terhadap tanaman yang ditanam dan lingkungan tumbuh di tempat menanamnya. Budidaya

tanaman matoa merupakan usaha masyarakat untuk memaksimalkan pertumbuhan dan hasil yang

diinginkan dari suatu jenis tanaman melalui berbagai perlakuan pada baik pada tanaman yang

ditanam maupun pada lingkungan tumbuh tempat penanamannya menggunakan teknik dan

sumberdaya yang dikuasai mereka masing-masing. Perlakuan pada tanaman dimaksudkan agar

tanaman yang ditanam cepat tumbuh dan berproduksi, dimulai dari persiapan benih,

pemeliharaan tanaman, sampai perlakuan hasil pasca panen. Sedangkan perlakuan pada

lingkungan tumbuh dimaksudkan untuk menyediakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan

tanaman matoa melalui :

a. Tata cara penanaman, yaitu meliputi asal bibit matoa dan perlakuan pada bibit, persiapan

dan waktu penanaman, serta cara menanam matoa itu sendiri.

b. Pemeliharaan pohon, meliputi bentuk kegiatan dan waktu pelaksanaannya.

c. Pemanenan dan pengelolaan buah pasca panen, meliputi tata cara pemanenan matoa dan

perlakuan buah setelah dipanen sampai dengan dipasarkan.

d. Pola pertumbuhan pohon matoa, meliputi laju pertumbuhan diameter batang dan tinggi

batang, dan juga perkembangan tajuk pengolahan tanah tersebut untuk menyiapkan

tempat pertumbuhan perakaran, lalu meningkatkan keharaan tanah, dan mengurangi

terjadinya persaingan-persaingan dengan tanaman lain maupun hama dan penyakit-

penyakit tanaman.

3.4. NILAI EKONOMI

Secara tradisional masyarakat Papua mengenal dua jenis matoa untuk membedakan dan

menentukan harga jualnya, yaitu matoa kelapa dan matoa papeda. Matoa kelapa merupakan

matoa yang paling disukai dan memiliki harga yang mahal karena ukuran buahnya yang besar,

rasanya manis dan daging buahnya tebal. Sebaliknya matoa papeda, disebut demikian karena

daging buahnya tipis, lembek, berair, dan tidak terlalu manis, harganya tidak terlalu mahal.

Pemasaran buah matoa dilakukan secara sederhana di pasar maupun di tempat-tempat penjualan

buah musiman. Harga jual buah matoa, sebagaimana buah musiman yang lain, berfluktuasi

sesuai dengan ketersediannya. Namun dari tahun ke tahun harga buah matoa cenderung

meningkat, dan saat ini berkisar antara Rp. 15. 000 – Rp. 30.000/kg untuk matoa papeda, dan Rp

50.000 – Rp. 75.000 per kg untuk matoa kelapa. Dengan produksi buah per pohon berkisar

13

antara 100 – 200 kg, dan harga rata-rata di tingkat petani Rp. 10.000 – Rp. 50.000/kg, setidaknya

petani pemilik pohon matoa akan memperoleh penghasilan sebesar Rp. 1.000.000 – Rp.

10.000.000/pohon/masa panen, tergantung umur pohon matoa, produktivitas buah matoa, dan

harga buahnya.

            Selain buahnya, beberapa bagian pohon matoa sangat potensial dikembangkan untuk

berbagai manfaat. Dengan teknik pengolahan sederhana (dijadikan bubur) biji matoa dapat

dijadikan sebagai bahan makanan. Kayunya tidak sekuat dan seawet spesies pometia yang lain,

umumnya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Air hasil rebusan kulit batang atau

daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat demam dan keletihan. Kulit batang matoa diketahui

mampu menyembuhkan luka bernanah. Dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari pohon

matoa tersebut pohon matoa mempunyai nilai sosial yang cukup tinggi bagi masyarakat Papua,

terutama di Jayapura. Kebanggaan masyarakat atas pohon matoa yang dipandang sebagai jenis

buah lokal andalan merupakan modal sosial yang akan sangat menunjang pengembangan matoa

sebagai buah unggulan di Papua. Dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, kemudahan

budidaya, dan adanya kebanggaan masyarakat atas pohon matoa, jenis ini sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai buah unggulan lokal.

3.5. IDENTIFIKASI WARNA

Warna kulit batang, daun, dan buah dideskripsikan berdasarkan Munsell Soil Color Chart

(Revised washable edition, 2000). Warna suatu objek dinilai secara tiga dimensi sebagai

kombinasi dari semua warna yang dikenal sebagai hue, value dan chroma. Notasi hue suatu

warna mengindikasikan hubungan warna tersebut dengan warna merah (red), kuning (yellow),

hijau (green), biru (blue), dan ungu (purple). Notasi value mengindikasikan kecerahan warna,

dan notasi chroma mengindikasikan kekuatan suatu warna (dari netral pada kecerahan yang

sama). Notasi warna Munsell terdiri atas notasi terpisah untuk hue, value dan chroma, yang

dikombinasikan dalam suatu susunan yang menunjukkan suatu warna tertentu. Simbol hue

adalah singkatan huruf dari warna pelangi (R untuk red, YR untuk Yellow Red, Y untuk Yellow)

yang didahului angka dari 0 sampai 10. Dalam setiap range huruf, hue menjadi lebih Yellow

(kuning) dan kurang Red (merah) dengan semakin besarnya nilai angka. Pertengahan range huruf

pada angka 5. Titik 0 suatu hue bersentuhan dengan angka 10 pada sisi hue yang lebih merah

berikutnya. Sebagai contoh, hue 5YR adalah berada di antara Yellow-Red, yang berkembang

14

dari 10 R (0 YR) ke 10 YR (0 Y). Notasi value terdiri dari angka mulai dari 0 untuk hitam

absolut sampai 10 untuk putih absolut. Dengan demikian warna dengan value 5/ secara visual

adalah pertengahan antara putih absolut dan hitam absolut. Value 6/ adalah sedikit kurang gelap,

60% dari hitam ke putih, dan pertengahan antara value 5/ dan 7/. Notasi chroma terdiri dari

angka mulai dari 0 untuk gray (abu-abu) netral, dan meningkat dengan interval yang sama

sampai maksimum 20.

3.6. SUHU BUAH MATOA

Pola curah hujan bulanan tempat tumbuh matoa di Papua relatif sama. Curah hujan

tertinggi terjadi pada bulan Februari dan Maret, kemudian berangsur-angsur turun dan mencapai

titik terendah pada bulan Juli sampai Oktober. Mulai bulan November curah hujan meningkat

sampai mencapai puncaknya di bulan Februari. Secara umum daerah Kabupaten Jayapura

merupakan daerah terkering sedang Kota Jayapura merupakan daerah terbasah. Dalam satu tahun

Kota Jayapura mengalami bulan basah sebanyak 7 bulan, Manokwari 4 bulan, dan Sentani 1

bulan. Bulan kering dalam satu tahun di Kabupaten Jayapura sebanyak 2 bulan, sedang Kota

Jayapura dan Manokwari tidak pernah mengalami bulan kering. Dalam sepuluh tahun terakhir

curah hujan tahunan di Kabupaten Jayapura, Jayapura Kota dan Manokwari cenderung

befluktuasi. Pada awal dekade terakhir (2000 dan 2001) curah hujan tahunan tinggi, kemudian

berangsur-angsur menurun sampai tahun 2003/2004. Tahun 2005 curah hujan meningkat drastis,

tetapi berangsur-angsur turun di tahun-tahun berikutnya sampai tahun 2008 dan meningkat lagi

pada tahun 2009. Rata-rata suhu bulanan tempat tumbuh matoa relatif stabil sepanjang tahun,

berkisar antara 24 – 28 oC. Pada bulan November terjadi perubahan pola suhu udara dimana

Manokwari mengalami suhu terendah (22 oC) sedang Jayapura mengalami suhu tertinggi (28

oC).

15

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

            Matoa merupakan tumbuhan langka asli Irian Jaya yang penyebarannya telah sampai ke

seluruh Indonesia. Selain rasa buahnya yang enak, ternyata banyak sekali manfaat yang

terkandung pada satu pohon matoa. Buah, batang, dan daunnya memiliki khasiat unik yang

berbeda-beda.

4.2 SARAN

            Meski tumbuhan matoa memiliki manfaat yang banyak, namun kita juga tidak boleh

mengeksplotasi secara besar-besaran dan berlebihan. Perlu diingat, tumbuhan matoa adalah

tumbuhan langka yang perlu dijaga kelestariannya. Sehingga selain mengambil manfaatnya kita

juga perlu ikut serta dalam pembudidayaan dan pelestariannya agar tumbuhan ini nantinya tidak

punah dan dapat terus dipelajari dan diambil manfaatnya oleh generasi-generasi yang akan

datang.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/443/484 (31 maret 2016)

2. http://www.jurnalasia.com/2015/01/10/matoa-primadona-dari-papua/ (31 maret 2016)

3. https://id.wikipedia.org/wiki/Matoa (31 maret 2016)

4. http://www.plantamor.com/index.php?plant=1045 (31 maret 2016)

5. http://www.materipertanian.com/klasifikasi-dan-ciri-ciri-morfologi-matoa/ (31 maret

2016)

6. 2008. Pometia pinnata J.R. & G. Forst. http://www.warintek.ristek.

go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depkes/3-114.pdf.

7. ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo/article/download/3121/2665

8. http://rimbawan2013hut4a.blogspot.co.id/2015/04/budidaya-matoa-pometia-pinnata-

sebagai.html

17

LAMPIRAN

Gambar 1

18

Gambar 2

A. Matoa Kelapa

19

B. Matoa Papeda

20

Gambar 3

1. Pomettia pinnata tepi daunnya bergigi dan ujung urat daunnya berakhir pada tepi gigi-

gigi tersebut.

21