katarak 2 , kataral

52
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. RB RM : 13835 Umur : 67 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2013 Dokter Pemeriksa : dr. Y II.ANAMNESIS Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 5 tahun yang lalu, dirasakan secara perlahan-lahan yang semakin lama semakin memberat. Pasien seperti melihat kabut yang menghalangi pandangannya. Silau (+) pada saat melihat cahaya terang atau sinar matahari, mata merah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), nyeri (-), gatal (-). Riwayat sering terpapar debu dan matahari (-), merokok (-), riwayat memakai kacamata (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat hipertensi (+) sejak 3 1

Upload: ayu-hafsari-makmur

Post on 02-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

katarak

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. RB

RM : 13835

Umur : 67 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia

Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2013

Dokter Pemeriksa : dr. Y

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Penglihatan kabur pada kedua mata

Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 5 tahun yang lalu, dirasakan secara

perlahan-lahan yang semakin lama semakin memberat. Pasien seperti melihat kabut

yang menghalangi pandangannya. Silau (+) pada saat melihat cahaya terang atau

sinar matahari, mata merah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), nyeri

(-), gatal (-). Riwayat sering terpapar debu dan matahari (-), merokok (-), riwayat

memakai kacamata (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat hipertensi (+) sejak 3

tahun yang lalu tidak berobat teratur. Riwayat trauma (-), riwayat penyakit yang sama

dalam keluarga (-), riwayat berobat dengan keluhan yang sama (+) pada tanggal 27

Februari 2013 di poli BKMM.

III. STATUS GENERALISATA

Status generalis : Sakit ringan, gizi cukup, composmentis

Status vitalis : Tekanan darah : 140/90 mmHg;

Nadi : 84 kali/menit

Pernapasan : 20 kali/menit;

1

Suhu : 36,6º C

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

Pemeriksaan OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola Mata Normal Normal

Mekanisme muscular Ke segala arah Ke segala arah

Kornea Jernih Jernih

Bilik mata depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

Lensa keruh keruh

B. PALPASI

Pemeriksaan OD OS

Tensi Okuler Tn Tn

Nyeri tekan (-) (-)

Massa tumor (-) (-)

Glandula preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. VISUS :

2

VOD : 1/2/60

VOS : 2/60

D. TONOMETRI :

TOD = 10/5,5 = 7,1 mmHg

TOS = 10/5,5 = 7,1 mmHg

E. CAMPUS VISUAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

F. COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. LIGHT SENSE :

VOD : LP + VOS : LP +

+ + + + + +

H. PENYINARAN OBLIK :

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

Lensa Keruh, iris shadow (+) Keruh, iris shadow (+)

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

J. OFTALMOSKOPI :

FOD : Refleks fundus (+), detail lain sulit dievaluasi karena terhalang kekeruhan

lensa.

FOS : Refleks fundus (+), detail lain sulit dievaluasi karena terhalang kekeruhan

lensa.

SLIT LAMP :

3

SLOD : palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea tampak jernih,

BMD normal, iris coklat; kripte (+), pupil bulat; sentral, RC(+), lensa

keruh (NO2NC2P3).

SLOS : palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea tampak jernih,

BMD normal, iris coklat; kripte (+), pupil bulat; sentral, RC(+), lensa

keruh (NO2NC2P3).

V. RESUME

Seorang wanita 67 tahun, datang kepoliklinik BKMM dengan keluhan visus menurun

pada kedua mata, dialami sejak ± 5 tahun yang lalu, dirasakan secara perlahan-lahan

yang semakin lama semakin memberat. Pasien seperti melihat kabut atau asap yang

menghalangi pandangannya. Fotofobia (+) saat ada cahaya terang dan cahaya

matahari, sekret (-), hiperlakrimasi (-), nyeri (-), gatal (-). Riwayat sering terpapar

debu dan matahari (-), merokok (-), riwayat trauma (-), riwayat memakai kacamata

(-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu,

riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-), riwayat berobat dengan keluhan yang

sama (+) pada tanggal 27 Februari 2013 di poli BKMM.

Pemeriksaan status vitalis :

Visus VOD : 1/2/60 VOS : 2/60

Pada pemeriksaan slit lamp ODS didapatkan palpebra edema (-), konjungtiva

hiperemis (-), kornea tampak jernih, BMD normal, iris coklat; kripte (+), pupil bulat;

sentral, RC (+), lensa keruh (NO2NC2P3)

Pemeriksaan funduskopi dalam batas normal.

FODS : Refleks fundus (+), detail lain sulit dievaluasi karena terhalang kekeruhan

lensa.

VI. DIAGNOSIS

ODS Katarak Senil Imatur

Foto Klinis Pasien

4

OD OS

VII. TERAPI

Rencana ODS facoemulsifikasi + IOL

VIII. PROGNOSIS

1. Quo ad vitam : bonam

2. Quo ad sanationem : bonam

3. Quo ad visam : bonam

4. Quo ad kosmeticum : bonam

IX. DISKUSI

5

Dari anamnesis pasien mengeluh penglihatan kabur, ditemukan visus menurun

pada ODS yang dialami secara perlahan lahan. Visus menurun dapat terjadi akibat

adanya gangguan pada media refrakta, maupun pada retina. Pasien juga mengeluhkan

penglihatannya bertambah buruk pada saat berada di ruangan yang terang atau

terkena sinar matahari. Gejala-gejala ini dapat timbul akibat adanya kekeruhan pada

lensa mata atau yang biasa disebut katarak. Penyebab katarak dapat bermacam-

macam. Terkait dengan usia pasien yaitu 67 tahun dan tidak ada riwayat trauma,

misalnya stress, lingkungan yang sering terpapar sinar ultraviolet, maka kemungkinan

pada pasien ini terjadi age related cataract, sehingga diagnosis pasien ini adalah

katarak senil, yaitu kekeruhan lensa akibat proses penuaan. Pada pasien ada riwayat

hipertensi, tapi dari pemeriksaan funduskopi belum ditemukan tanda-tanda retinopati

diabetik.

Pada pemeriksaan fisis, didapatkan:

Ketajaman penglihatan menurun dimana visus ODS : 1/2/60 dan 2/60

Dari pemeriksaan segmen anterior ditemukan lensa keruh, iris shadow (+).

Pemeriksaan segmen posterior didapatkan refleks fundus (+), detail lain sulit

dievaluasi karena terhalang kekeruhan lensa.

Oleh karena itu diagnosis dari pasien ini adalah ODS Katarak Senil Imatur. Adapun

penanganan pada katarak senil ini adalah ODS facoemulsifikasi + IOL.

KATARAK

6

I. PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan

Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialah

setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan

lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.1

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga

merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.

Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,

uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses

penyakit intraokular lainnya.1

Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak

kongenital, katarak juvenile dan katarak Senil. Diantara ketiganya, katarak Senil

merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi.1

Katarak Senil adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu

usia di atas 50 tahun. Katarak Senil dapat dibagi kedalam 4 stadium, yaitu katarak

insipien, katak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Katarak insipient

merupakan stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan

visus. Pada katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa

sedangkan pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa.

Sementara katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi

lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Selain itu, klasifikasi katarak

senil berdasarkan lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul,

korteks, dan nukleus.1,2

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala

katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.3

II. EPIDEMIOLOGI

7

Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat

disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Sebagian besar kasus

katarak yaitu ± 90% adalah katarak senil. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika

Serikat didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75

tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak

traumatik dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.2,4

Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana

prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak

umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh

penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat

Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda dengan kebutaan

lainnya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan

bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata

yang mengakibatkan timbunan buta katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh

penduduk berpenghasilan rendah.5

III.ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

8

Gambar 1: Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa

hyaloid, dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.

(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 2: Anatomi Lensa

(Dikutip dari kepustakaan 2)

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir

transparan sempurna yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan,

9

refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa memiliki ukuran tebal sekitar 4

mm dan diameter 9 mm. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah

perkembangan janin dan hal ini bergantung pada humor aquous untuk memenuhi

kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak

posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh

zonula zinni yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan

melekatkannya pada korpus siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epithelium lensa,

korteks dan nukleus. Kapsul lensa adalah membran semi permeabel yang

menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus lensa lebih tebal dari

korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel supkapsuler terus diproduksi

sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya. Fungsi utama lensa

adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan akomodasinya.

Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh ataupun yang dekat.

Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gangguan

seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.2,3,4,6

Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir,

ukurannya sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta

memiliki berat sekitar 135 mg (0-9 tahun) 255 mg (40-80 tahun). Ketebalan relatif

dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga

ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang

semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal

ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa

yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada

keseimbangan faktor-faktor yang berperan.4

Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya,

serta untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya

berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,3

secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak berakomodasi,

10

lensa memberikan kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari kira-kira 60 Dioptri dari

kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia.2

Gambar 3. Bagian–bagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan

nukleus.

(Dikutip dari kepustakaan 4)

a. Kapsul

Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat

mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah lamella

zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula. Kapsul lensa anterior

lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.

Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan pre-ekuator

posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu sekitar 2-4

mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan

kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.4

b. Serat Zonula

Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina

basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar.

Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara

kontinue.Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis

anterior dan posterior.4

11

c. Epitel lensa

Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri dari sel-sel

epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik

aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA,

RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi

kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika

sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan

peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-

organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel

ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau

terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi

metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang

dihasilkan oleh proses glikolisis.4

d. Korteks dan nukleus

Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya

usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan

menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar

konsentrik yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari

penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf

Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.4

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na,

K).Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di bagian

anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di

posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor vitreus, dan ion Na

bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K

ATP-ase. Transpor aktif asam-asam amino mengambil tempat pada lensa dengan

mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa natrium.

Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur

keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan

12

lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan

makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa.

Telah ditemukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada

katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.4

Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air dan 33% protein dan

perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa

menjadi lebih terhidrasi dari pada nukleus lensa.Sekitar 5% volume lensa adalah air

yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium

dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar 120 mm.7

Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan

memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor aquous

dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+),

ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan

kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas

membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada

membran sel dari epithelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium

bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke

dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+,

K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik

ATPase. Inhibisi dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan

kation dan meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal

beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+-

ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi-

studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas membran sedikit meningkat seiring

dengan perkembangan katarak.4

13

Gambar 4 : Transparansi Lensa

(Dikutip dari kepustakaan 4)

IV. ETIOLOGI

Katarak senil terutama karena suatu proses penuaan meskipun

etipatogenesisnya belum jelas, berbagai faktor yang dapat menyebabkannya.4

1. Herediter. ini memainkan peranan dalam insiden onset usia dan maturasi dari

katarak senil dalam berbagai famili yang berbeda.

2. Radiasi ultraviolet. Banyaknya paparan dari radiasi UV yang berasal dari matahari

telah menyebabkan onset dini dan maturasi dari katarak senil dalam banyak studi

epidemiologi

3. Faktor diet. Kurangnya asupan protein, asam amino, vitamin (ribovlafin, Vit E, Vit

C) dan elemen esensial juga berperan pada onset dini dan maturasi katarak senil.

4. Dehidrasi. Adanya keterkaitan dengan episode awal dari krisis dehidrasi yang berat

(karena diare, kolera, dan sebagainya) dan onset usia dan maturasi katarak

memberikan pengaruh.

5. Merokok. Merokok juga telah dilaporkan memberikan efek pada onset usia

katarak senil. Merokok menyebabkan akumulasi dari molekul berpigmen -3

hydroxykynurine dan Chromophores, yang menyebabkan kekuningan. Cyanates

dalam rokok menyebabkan carbamylation dan denaturasi protein.

Konsep penuaan :1

- Teori putaran biologi (“A biologic clock”)

14

- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali kemudian mati

- Imunologis dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang

mengakibatkan kerusakan sel

- Teori mutasi spontan

- Teori “a free radical “

- Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat

- Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi

- Free redical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E

- Teori “ a cross-link”

Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul

protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut adalah :

a. Kapsul

Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel

kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular.

b. Epitel

Makin tipis, sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat ,

bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.

c. Serat lensa

Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nukleus,

sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan,

metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus

mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.

d. Korteks

Tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto oksidasi

dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

15

V. PATOGENESIS

Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.

Patogenesis dari katarak terkait usia bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya

dimengerti. Dengan bertambahnya usia lensa, ketebalan dan berat lensa akan

meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya

lapisan konsentris baru dari korteks, inti nukleus akan mengalami penekanan dan

pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuklear. Selain itu terjadi pula proses

kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein

menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba

ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya

menyebar dan penurunan pandangan. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa

juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa

menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan

penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium

dan kalsium.2,7

Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi lensa.

Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya akan

berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari

sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang

akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada

epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-

molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa

menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan seperti

vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses

pembentukan katarak.7

VI. KLASIFIKASI

Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :1

16

1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun

2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun

Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus

embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah

katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9

tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak

kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun

metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan

otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata.

Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat

usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil

secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan

hipermatur.2

- Katarak Insipien

Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan

posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat

di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks

berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipient. Kekeruhan ini

dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua

bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.1

- Katarak imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai

seluruh lapis lensa.Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik

bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan

hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. 1,4

17

Gambar 5: Katarak senile imatur

(Dikutip dari kepustakaan 4)

- Katarak matur

Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-

sama hasil desintegritas melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran

normal kembali. Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan

mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa

berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalium. Bila

dilakukan test bayangan iris atau “shadow test” akan terlihat negatif.1

Gambar 6 : Katarak senil mature

(Dikutip dari kepustakaan 2)

- Katarak Hipermatur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat

keluar melalui kapsul lensa. Lensa mengeriput dan berwarna kuning. Akibat

pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nukleus lensa tenggelam ke arah bawah

(katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi

dalam. “Shadow test” memberikan gambaran pseudopositif. Akibat massa lensa

yang keluar melalui kapsul lensa dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik

atau glaukom fakolitik.4

18

Gambar 7 : Katarak senile hipermatur

(Dikutip dari kepustakaan 2)

Ada 3 tipe umum age-related cataract yaitu nuklear, kortikal, dan

subkapsular posterior. Pada banyak pasien, lebih dari satu tipe bisa didapatkan.2

1. Katarak nuklear

Pada dekade keempat kehidupan, produksi serat tekanan pada lensa perifer

menyebabkan pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus). Inti berubah

warna menjadi coklat kekuningan (brunescent katarak nuklir). Perubahan warna ini

bervariasi dari coklat kekuningan sehingga kehitaman pada seluruh lensa (black

cataract). Oleh karena meningkatnya daya bias lensa, katarak nuklear menyebabkan

myopia lentikuler dan menghasilkan dua titik fokal pada lensa serta menghasilkan

diplopia monokuler. Perkembangan katarak nuklear sangat lambat. Oleh karena

terjadinya myopia lentikuler, visus dekat (tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka

waktu yang lama.2

Gambar 8 : Katarak Nuklear

(Dikutip dari kepustakaan 4)

2. Katarak kortikal

19

Yaitu kekeruhan pada korteks lensa, ditandai oleh hidrasi lensa. Pada pemeriksaan slit

lamp dapat terlihat vakuola, fisura, pemisahan lamela, dan bentuk kuneiform. Katarak

kortical berkembang lebih cepat berbanding katarak nuklear. Ketajaman visual dapat

meningkat untuk sementara selama perjalanan penyakit ini. Hal ini terjadi karena efek

stenopeic, dimana cahaya yang melalui daerah yang jelas diantara dua radial opasitas.

Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala yang biasanya muncul yaitu

silau akibat sumber cahaya yang terang.2

Gambar 9 : Katarak kortikal

(Dikutip dari kepustakaan 4)

3. Katarak Subkapsular Posterior

Yaitu terjadinya kekeruhan di bagian posterior dan biasanya terletak sentral.Katarak

ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta

penglihatan dekat menurun. Secara histologi, tipe ini berhubungan dengan migrasi

sel-sel epitel lensa di bagian akuator ke permukaan dalam kapsul posterior.1 Bentuk

khusus dari katarak kortikal ini dimulai pada sumbu visual. Dimulai dengan satu

kelompok kecil kekeruhan pada granular, dan memperluas ke perifer membentuk

seperti disc. Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks.

Perkembangannya sangat cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak

jauh memburuk secara signifikan berbanding penglihatan jarak dekat (bidang dekat-

miosis). Penggunaan obat tetes untuk melebarkan pupil dapat meningkatkan

ketajaman visual.2

20

Gambar 10 : Katarak Subkapsular posterior

(Dikutip dari kepustakaan 4)

Selain itu, sekarang lebih cenderung menggunakan Lens Opacities

Classification System (LOCS) dimana lensa dinilai dari warna nuclear (NC) dan

opasitas nuclear (NO), katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior (P).8

Gambar 7.Lens Opacities Classification System (LOCS) III transparancies.

(Dikutip dari Kepustakaan 8)

Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas dari katarak, tingkat kekeruhan atau

perkembangan tidak cukup dalam epidemiologi katarak atau terapeutik studi.Sistem

Klasifikasi Kekeruhan Lensa III (LOCS III) adalah sistem standar yang digunakan

untuk grading dan perbandingan keparahan katarak dan type1-2. Itu berasal dari

LOCS II classification 3, dan itu terdiri dari tiga set foto standar (Gambar).

Klasifikasi ini mengevaluasi empat fitur: opalescence nuklear (NO) warna nuklear

(NC), katarak kortikal (C), katarak posterior subcapsular (P). Nuclear opalesecence

(NO) dan warna nuklir (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9,

21

didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior

subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9,

berdasarkan satu set lima foto standar masing-masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS

II, klasifikasi LOCS III mempersempit skala interval, memungkinkan perubahan kecil

dalam keparahan katarak untuk diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas

dalam-kelas dan antara-kelas juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III.8

VII. GEJALA KLINIS

Seorang pasien dengan katarak Senil biasanya datang dengan riwayat

kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan

bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.7

- Penurunan visus merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan

katarak Senil.

- Silau. Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras

terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika

mendekat ke lampu pada malam hari.

- Perubahan miopik. Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa

yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien

presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang

membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas,

perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior

atau anterior.

- Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada

bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari

lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan

retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan

diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa

kontak.

22

- Noda, berkabut pada lapangan pandang.

- Ukuran kaca mata sering berubah.

VIII.DIAGNOSIS

Gejala pada katarak Senil berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang

semakin kabur.2 Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh

penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik,

sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”).

Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada

stadium insipient.4

Diagnosis katarak Senil imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang

dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak Senil imatur biasanya

datang dengan keluhan mata kabur serta silau.Sebagian besar katarak tidak dapat

dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur)

dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil

yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.1

Diagnosa  dari katarak Senil dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan

untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan

perkembangan katarak.4,7

a. Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan ketajaman

penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien mengeluh

silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.

b. Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk

terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat

penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan

defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan

difus makula

23

c. Pemeriksaan slit lamp  tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa. Tapi

dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan).

- Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus diperiksa hati-hati

- Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator

pupil

- Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluxasi

lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik,

atau katarak hipermatur

d. Kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian

belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan

penglihatan.

Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan

lensa

Ringan Sebagian Komplit Masif

Cairan Lensa Normal Bertambah (air

masuk)

Normal Berkurang (air+masa

lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata

Depan

Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik

Mata

Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Visus (+) < << <<<

Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma

IX. TERAPI

Katarak Senil penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi.

Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti

24

katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur,

katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit

(uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak

intumesen yang menimbulkan glaukoma. 2,10

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan sebagai bagian dari tindakan

preoperatif untuk menentukan kelayakan operasi, teknik operasi, pemasangan IOL,

maupun untuk evaluasi postoperatif.4,7

- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, dan fungsi hati perlu dilakukan untuk

mengetahui layak tidaknya seseorang dioperasi.

- Pemeriksaan tonometri

Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya penyulit seperti glaukoma.

- Biometri

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dioptri lensa inta okular

(IOL) yang sebaiknya dipasangkan pada pasien.

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu ICCE ( Intra Capsular

Cataract Extraction) dan ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri

dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fakoemulsifikasi

(Phaco Emulsification).1,3,4

1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) merupakan teknik pembedahan

dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada

zonula zinni yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Teknik ini telah

jarang digunakan. Indikasi utama yaitu jika terjadi subluksasi atau dislokasi lensa.

Kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai

ligament hialoidea kapsular.4

25

Gambar 8: Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan.

A. Jahitan pada muskulus rektus superior; B. Flap konjungtiva; C. Membuat alur;

D. Memotong bagian kornea-skleral; E. Iridektomi peripheral; F. Ekstraksi

kriolens;G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan; I. Jahit kornea-

skleral

(Dikutip dari kepustakaan 4)

2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa (epithelium,

korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior)

dengan meninggalkan kapsul posterior. Lensa intraokuler kemudian diletakkan pada

kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien dengan katarak

imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior,

implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan bedah glaukoma, predisposisi

prolaps vitreus, ablasi retina, dan sitoid makular edema.4

26

Gambar 9: Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang.

A. Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran kapsul anterior;

C. Memotong bagian kornea-skleral; D. Pengeluaran nukleus (metode pressure and

counter-pressure); E. Aspirasi korteks; F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata

belakang; G. Insersi PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-skleral.

(Dikutip dari kepustakaan 4)

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) adalah modifikasi dari ekstraksi katarak

ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi

katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan

insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang

rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.4

27

Gambar 10: Teknik operasi SICS.

A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap konjungtiva dan buka sclera; C,D&E.

Insisi sclera eksterna dan membuat insisi terowong; F. terowong sclerakornea dengan

pisau berbentuk bulan sabit; G. Insisi kornea interna; H. Side port entry; I. CCC

besar; J. Hydrodissection; K. Prolapsus nukleus pada bilik mata depan; L. Irigasi

nukleus dengan wire vectis; M. Aspirasi korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada

bilik mata depan; O. Insersi superior haptic PCIOL; P. Putar IOL; Q. Reposisi dan

konjungtival flap.

(Dikutip dari kepustakaan 4)

28

4. Phaco Emulsification Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru

dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga

material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm.Fakoemulsifikasi

merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di

tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan

yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi

pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi

yang rendah.4,9,11

Gambar 11: Teknik operasi fakoemulsifikasi.

A.Membuat kurvalinier capsulirhexis; B. Lakukan hidrodis;

C. Hidrodelineasi; D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat dan teknik conquer

(menghancurkan 4 kuadran); F. Aspirasi korteks

(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 12. Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik melalui insisi 2-3 mm.

( Dikutip dari kepustakaan 8)

29

Tindakan

Operasi

Keuntungan Kerugian

ICCE Tidak perlu dikhawatirkan terjadinya kekeruhan

kapsular, dapat dilakukan tanpa mikroskop

operatif.Teknik ini masih dapat digunakan jika

keutuhan zonular sangat terganggu sehingga lensa

dapat dikeluarkan dengan sempurna

Lamanya penyembuhan, lamanya

rehabilitasi penglihatan, astigmatisme yang

signifikan, inkarserasi iris, kebocoran luka

post-operasi, inkarserasi vitreus serta

edema kornea, kehilangan sel endotelial

pada ekstraksi intrakapsular lebih besar

dibandingkan ekstrakapsular. Teknik ini

juga lebih sulit karena penempatan lensa

intraokular tidak semudah apabila

diletakkan pada kantung kapsular.

ECCE insisi yang lebih kecil sehingga kemungkinan

terjadinya trauma pada endotel kornea lebih kecil.

Penempatan lensa intraokuler juga dapat

dilakukan dengan lebih baik. Syarat untuk

melakukan teknik ini adalah keutuhan zonular

Tergantung kemampuan operator, lamanya

penyembuhan, lamanya rehabilitasi

penglihatan, astigmatisme.

SICS Penyembuhan luka yang lebih cepat,

astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan

tanpa koreksi yang lebih baik

Tergantung kemampuan operator

Phaco

Emulsification

Luka incisi tidak dijahit, menghasilkan

rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat,

kurang menginduksi astigmatisme, memberikan

prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat,

dan tingkat komplikasi yang rendah

Tergantung kemampuan Operator, relatif

mahal

30

Lensa Intraokuler

Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien

untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk

rehabilitasi pasien katarak.4

Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca

operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun

Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien

seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman

yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan

lensa binokuler bila mata lainnya fakik.

IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan

pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang

maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase

perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi

oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk

menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang

mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola

mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler

yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat

pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu

dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).4

Gambar 13. Jenis-jenis IOL: A, Kelman multiflex (IOL bilik mata depan); B, Singh

& Worst’s iris claw; C, IOL bilik mata belakang – Modified C-loop type)

(Dikutip dari kepustakaan 4)

31

Axial length adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur

kekuatan IOL. Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam

formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan

kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur

dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur

kekuatan kornea secara langsung.4

Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien

diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli

bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan

beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli

bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada

hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran

harus diulang kembali.Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata

untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata.4

Komplikasi dari operasi katarak

Lebih dari 200000 operasi katarak dilakukan setiap tahunnya di Inggris, dan

meskipun teknik operasi modern memiliki tingkat keamanan yang diharapkan,

komplikasi masih terjadi. Harapan pasien untuk operasi katarak sangat tinggi. Semua

pasien harus diingatkan untuk kemungkinan resiko pembedahan sebelum diberikan

persetujuan untuk operasi.9

1. Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang ( sekitar 1

dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan penglihatan berat yang

permanen. Banyak kasus infeksi post operatif timbul dalam 2 minggu post operasi

biasanya pasien datang dengan riwayat penurunan penglihatan dan mata merah

yang sangat nyeri. Ini adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi derajat rendah

dengan pathogen seperti Propioniobacterium dapat menyebabkan pasien datang

dalam beberapa minggu setelah operasi dengan uveitis refraktori.

32

2. Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat menyebabkan

penurunan penglihatan yang serius dan permanen.

3. Perforasi okuli. jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk anestesi

intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil kemungkinannya. Bentuk

modern dari anestesi okuler telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.

4. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang terjadi,

tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra operatif.

5. Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk membuat

pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang jarang

kesalahan biometrik dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan kekuatan

yang salah digunakan.

6. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang lembut

rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula) yang menahan lensa

menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan prolaps ke bilik mata depan.

Komplikasi ini berarti bahwa lensa intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam

pembedahan, pasien juga dalam resiko tinggi ablasio retina post operatif.

7. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe mata.

Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit radang mata

sebelumnya.

8. Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post operatif

dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah operasi katarak

berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat diobati dengan penanganan

radang post operasi.

9. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan membutuhkan

penanganan post operatif.

10. Kekeruhan kapsul posterior. Bekas luka dari bagian posterior dari kantung

kapsul, dibelakang lensa intraokuler terjadi pada lebih dari 20% pasien. Laser

kapsulotomi akan dibutuhkan.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2011. hal. 204-15.

2. Lang, Gerhard K. Opthalnology. A Short Textbook. Thieme Stuttgart: New York.

2000. p. 165-79.

3. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Common Eye Disease and Their

management. 3rd Edition. London: Springer; 2006. p. 81-90.

4. Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Delhi: New

Age International; 2007. p. 167-201.

5. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Katarak

Senil. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004. hal. 1-15.

6. Lang, Gerhard K. Lens. In: Ophthalmologi: A Pocket Text Book Atlas secont Edition.

Thieme Stutgent: germany 2006. p. 169-75.

7. Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senil.

8. Chylack L.T, Wolfe J.K, Singer D.M dkk. The Lens Opacities Classifications System

III. Archives of Ophthalmology. Vol 111. Juni, 1993. p. 831-6.

9. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ

Books; 2004. p. 47-51.

10. Coombest A, Gartry D. Cataract Surgery. Fundamentals of Clinical Ophtalmology.

BMJ: London, 2003. p. 11-15

34