kata pengantar.doc

21
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa (Sunarno dan Saini, 1991 : 3). Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa manusia menggunakan karya sastra sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan, pengalaman, pemikiran dan sebagainya sehinga karya sastra dapat bermanfaat bagi pembaca. Namun bahasa yang digunakan di dalam karya satra tidak sama dengan bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah. Bahasa sastra lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesis oleh sebab itu diperlukan menganalisis karya sastra melalui beberapa teori untuk menelaah makna tersirat dari karya sastra tersebut. Dalam analisis puisi, terdapat kajian berbasis Semiotik yang memandang semua karya sastra yang bercirikan simbol, tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Semiotik merujuk pada suatu penyimbolan yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu. Sementara itu, dalam Kamus Bahasa Indonesia diformulasikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan. Semiotik ini kemudian mencakup tiga konsep penting meliputi ikon, indeks, dan simbol. 1

Upload: dimas-bagus-cahyaningrat-w

Post on 31-Oct-2014

77 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR.doc

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran,

perasaan, gagasan, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret

yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa (Sunarno dan Saini, 1991 : 3).

Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa manusia menggunakan karya sastra

sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan, pengalaman, pemikiran dan

sebagainya sehinga karya sastra dapat bermanfaat bagi pembaca. Namun bahasa yang

digunakan di dalam karya satra tidak sama dengan bahasa yang digunakan dalam

karya tulis ilmiah. Bahasa sastra lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesis

oleh sebab itu diperlukan menganalisis karya sastra melalui beberapa teori untuk

menelaah makna tersirat dari karya sastra tersebut.

Dalam analisis puisi, terdapat kajian berbasis Semiotik yang memandang

semua karya sastra yang bercirikan simbol, tanda dan lambang dalam kehidupan

manusia. Semiotik merujuk pada suatu penyimbolan yang dapat dipergunakan untuk

menggambarkan sesuatu. Sementara itu, dalam Kamus Bahasa Indonesia

diformulasikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan

lambang dalam kehidupan. Semiotik ini kemudian mencakup tiga konsep penting

meliputi ikon, indeks, dan simbol. Kajian Semiotik tersebut merupakan hal yang harus

ada dalam analisis puisi. Untuk menemukan kebermaknaan karya puisi, maka

dipergunakan langkah-langkah penting kajian semiotika yang ditawarkan Charles

Morris, yakni masalah hubungan antar lambang, penarsiran lambang, maksud

lambang, dan cara pemakaian lambang.

Makalah ini akan menganalisis Kajian Semiotik dalam puisi, sebab telah

dijelaskan bahwa sastra sebagai karya imajinatif, maka akan sampai pada kesadaran

bahwa bahasa merupakan kunci mediumnya. Bahasa sastra yang bersifat ambigu dan

homonimitas itulah yang dibicarakan dalam simbolis, yakni penuh dengan pencitraan,

dalam setiap hal. Aliran kajian ini memusatkan pada citra, kemudian diformulasikan

lebih jauh sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi

1

Page 2: KATA PENGANTAR.doc

dan berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual. Semiotik merupakan hal

yang menjadi dasar bagaimana puisi tersebut dapat disusun, digambarkan dan

dilukiskan secara simbolik terlepas dari struktur yang membangun puisi tersebut.

Makalah ini menjelaskan bagaimana kajian Semiotika yang ada dalam puisi karya

Chairil Anwar yang berjudul “Diponegoro”.

Ada pun hal melandaskan disusunnya makalah ini untuk mengkaji semiotik di

dalam puisi yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar. Chairil Anwar

mengakui adanya vitalitas dalam dirinya, yakni tenaga hidup atau api hidup yang

hebat berkobar-kobar. Menurut Chairil Anwar, vitalitas darus diresapkan dalam seni

karena sifat itu tidak mungkin dihilangkan atau ditiadakan dalam seni. Ia juga

mengatakan bahwa vitalitas seperti perbedaan anatara ujung dan pangkal. Baginya

keindahan ialah pertimbangan perpaduan dari getaran-getaran hidup. walaupun

demikian, vitalitas perlu mencapai keindahan. Dalam seni, vitalitas dapat dikatakan

chaostisch voorslatadium (tahap permulaan yang bersifat kecau) sedangkan keindahan

dapat diartikan (tahap akhir yang bersifat alamiah). Salah satu karya chairil Anwar

yang mengandung unsur vitalitas adalah “Diponegoro”

Dikatakan selanjutanya bahwa setiap seniman harus menjadi perintis jalan,

penuh keberanian dan tena hidup, tidak segan-segan pula mengarungi lautan luas tak

bertepi karena seniman ialah tanda dari hidup yang melepas bebas. Seorang seniman

tidak boleh hidup menyendiri dan memisahkan dari kehidupan. Hanya kemauanlah,

yakni inti hidup yang harus merdeka. Pemikiran-pemikirannya tersebut dituangkan

kedalam sajak-sajak yang perlu untuk dipelajari dan dianalisis oleh mahasiswa Bahasa

dan Sastra Indonesia. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan diksi, disertai ritme

yang indah dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini, yang

dapat dirasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik. Oleh karena itulah

makalah ini disusun dengan tujuan menganalisis secara mendalam bagaimana Simbol-

simbol yang tergambar dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini.

2

Page 3: KATA PENGANTAR.doc

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana menganalisis unsur kepuitisan dalam puisi “Diponegoro” karya

Chairil Anwar?

2. Bagaimana Kajian Puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar jika dianlisis melalui

kajian Semiotik?

3. Apa pesan yang ingin disampaikan Chairil Anwar dalam puisi “Diponegoro”

kepada pembaca?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami makna unsur kepuitisan dalam puisi “Diponegoro” karya

Chairil Anwar yang ingin disampaikan kepada pembaca

2. Untuk mengetahui kajian semiotik yang tergambar dalam puisi “Diponegoro”

karya Chairil Anwar

3. Untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan oleh Chairil Anwar melalui

puisi “Diponegoro”

3

Page 4: KATA PENGANTAR.doc

BAB II. LANDASAN TEORI

2.1 Menganalisis Unsur Kepuitisan

2.1.1 Pilihan Kata

Kata-kata di dalam puisi sangat berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain.

Kata-kata dalam puisi memiliki peran sangat esensial karena ia tidak saja harus

mampu menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan

imajnasi sang penyair dan memberikan impresi ke dalam diri pembacanya. Karena itu

kata-kata dalam puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis.

2.1.2 Bahasa Kias

Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencapai

aspek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara

sebenarnya. Dalam penulisan sebuah puisi, bahasa kiasan ini digunakan untuk

memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah puisi. Bahasa sajak yang

tedapat dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar adalah Repetisi. Repetisi

adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap

penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai

2.1.3 Citraan

Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat menimbulkan hadirnya kesan

keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur citraan dalam sebuah puisi merupakan

unsur yang sangat penting dalam mengembangkan keutuhan puisi, sebab melalui

pencitraan kita menemukan atau dihadapkan pada sesuatu yang tampak konkret yang

dapat membantu kita dalam menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara

menyeluruh dan tuntas.

Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan

pendengaran, citran gerak, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan pengecapan,

4

Page 5: KATA PENGANTAR.doc

dan citraan suhu. Penggunaan citraan dalam puisi melibatkan hampir semua anggota

tubuh kita, baik alat indra maupun anggota tubuh, seperti kepala, tangan, dan kaki.

Untuk dapat menemukan sumber citraan yang terdapat dalam puisi, pembaca harus

memahami puisi dengan melibatkan alat indra dan anggota tubuh untuk dapat

menemukan kata-kata yang berkaitan dengan citraan.

2.1.4 Sarana Retorika

Pada dasarnya sarana retorika merupakan tipu muslihat pikiran yang

menggunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar merasa dituntut untuk

berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan Chairil Anwar cenderung

pada aliran realisme dan ekspresionis.

2.2 Teori Semiotik Menurut Para Ahli

2.2.1 Menurut Zoezt (1993: 18), semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu

tanda (sign).

Beliau membagi lima ciri dari tanda:

1. Pertama, tanda harus dapat diamati agar dapat berfungsi sebagai tanda.

2. Kedua, tanda harus ‘bisa ditangkap’ merupakan syarat mutlak.

3. Ketiga, merujuk pada sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak hadir.

4. Keempat, tanda memiliki sifat representatif dan sifat ini mempunyai hubungan

langsung dengan sifat interpretatif.

5. Kelima, sesuatu hanya dapat merupakan tanda atas dasar satu dan lain. Peirce

menyebutnya dengan ground (dasar, latar) dari tanda.

2.2.2 Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-

1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan

ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa

dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik,

sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi

(semiology).

5

Page 6: KATA PENGANTAR.doc

2.2.3 C.S Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri

dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.

2.2.4 Roland Barthes menemukan teori ini (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes

mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan

konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda

dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda

yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak

pasti (Yusita Kusumarini,2006). Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure.

6

Page 7: KATA PENGANTAR.doc

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Analisis Struktur Kepuitisan

1. Pilihan Kata

Pilihan kata yang tedapat dalam puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar:

Diponegoro

Di masa pembangun ini

Tuan hidup kembali

Dan baru kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar, Lawan banyaknya seratus kalli

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselung semangat yang tak bisa mati

Berselubung semangat yang tak bisa mati

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Sekali berarti

Sudah itu mati

Maju

Bagimu negeri

7

Page 8: KATA PENGANTAR.doc

Menyediakan api

Punah diatas menghamba

Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

terjang

Pilihan kata yang digunakan seorang Chairil Anwar sangat indah, karena kata-

kata yang digunakan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami misalnya dalam

sajak yang berjudul “Diponegoro” di atas. Selain itu penyusunan kata-katanya sangat

tepat dan pemilihan untuk pembentukan sebuah sajak memperhatikan kesesuaiaan

kata yang digunakan serta penyusunan antar kata dalam penggunaan pemilihan kata

memiliki makna yang sangat dalam.

2. Bahasa Kiasan

Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang

dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam

puisi terdapat dalam baris puisi yang dilakukan untuk menekankan sesuatu :

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

.......

Maju

8

Page 9: KATA PENGANTAR.doc

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Maju

Bagimu negeri

...

Maju

Serbu

Repetisi tersebut dilakukan untuk menjelaskan dan menekankan tentang semangat

perjuangan. Kata maju terus diulang dan penggambaran bahwa saat ini negeri

(Indonesia) sedang mengalami reformasi dan pembanguna. Sebagai rakyat Indonesia

perjuangan untuk kemerdekaan masih belum selesai.

3. Citraan

Dalam sajak “Diponegoro” citraan yang digunakan yaitu citraan penglihatan

tedapat dalam baris pertama sampai ketiga yang merupakan citraan dengan

menggunakan citraan perabaan dan perkataan. Baris tersebut adalah :

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Baris tersebut dapat dikatakan sebagai implementasi dari indera penglihatan

sebab dengan jelas mencitrakan hal-hal yang dapat dilihat, contohnya tergambar

dalam kata “Di masa pembangunan ini”, menggunakan citraan pengeliatan. Penulis

dapat melihat masa pembangunan yang terjadi di negerinya. Citraan dilakukan untuk

menjelaskan tentang hal-hal yang dapat digapai dalam tataran makna.

9

Page 10: KATA PENGANTAR.doc

4. Sarana Retorika

Dalam hal ini, baris puisi yang menunjukkan aliran yang tersebut antara lain

berada pada baris berikut :

Di masa pembangun ini

Tuan hidup kembali

Dan baru kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar, Lawan banyaknya seratus kalli

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselung semangat yang tak bisa mati

Berselubung semangat yang tak bisa mati

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Sekali berarti

Sudah itu mati

Maju

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah diatas menghamba

Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai10

Page 11: KATA PENGANTAR.doc

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

terjang

Pada baris tersebut, Chairil Anwar mengekspresikan (ekspresionis) puisinya

dengan kata “Maju”, sehingga sarana retorika yang digunakan akan memancing kita

untuk menafsirkan siapa yang dimaksud untuk maju tersebut.

2.3 Analisis Kajian Semiotik Puisi

Dalam sajak “Diponegoro” karya Chairil Anwar mengungkapan perasaannya,

sehingga dapat dikategorikan sebagai aliran ekspresionisme. Di dalam puisi

“Diponegoro” dituangkan perasaan yang ingin mengatakan kepada pembaca bahwa

angkatan 45 telah sangup bukan saja mengambil gambar-gambar biasa, tetapi juga

gambar rogtgrn dampai ke putih tulang-belulang. Angkatan 45 tidak boleh lagi menjadi

alat musik dari lagu kehidupan tetapi menjadi pemain dari lagu kehidupan. Hal ini myata

pada ungkapan-ungkapan Chairil Anwar dalam sajaknya yang berjudul “Diponegoro”.

Puisi itu dapat dianalisis sebagai berikut:

Di masa pembangun ini

Tuan hidup kembali

Dan baru kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar, Lawan banyaknya seratus kali

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselung semangat yang tak bisa mati

11

Page 12: KATA PENGANTAR.doc

Bait pertama puisi tersebut terdiri atas delapan larik. Kunci utama bait tersebut

adalah kata pembangunan. Larik pertama, “Di masa pembangunan ini”  suatu

pernyataan bahwa negeri (Indonesia) pada masa itu mengalami reformasi. Pada tahun

1945 Indonesia telah merdeka namun belum merdeka secara seutuhnya. Chairil seakan

memberitahukan kepada pembaca, bahwa masa pembangunan telah tiba. Selanjutnya

pada larik kedua “Tuan hidup kembali” yang dimaksud tuan di dalam lirik ini adalah

rakyat Indonesia. Rakyat indonesia harus mempunyai jiwa seperti pahlawan Diponegoro

yang berjuang melawan ketidak adilan saat Belanda dengan mudahnya membongkar

makam keluarga.

Larik ketiga, “Dan baru kagum menjadi api”  maknanya adalah ajakan untuk

rakyat Indonesia. Kata “kagum menjadi api” kagum yang dimaksudkan di dalam puisi ini

adalah perjuangannya yang dapat menjadi contoh rakyat Indonesia. Semangat perjuangan

pahlawan Diponegoro sengaja dipaparkan oleh Chairil agar dapat menjadi figur agi

rakyat Indonesia. Perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia masih belum selesai.

Kemudian dilarik selanjutnya, “Di depan sekali tuan menanti” bahwa jiwa-jiwa

perjuangan harus selalu ditumbuhkan seperti pahlawan Diponegoro yang siap berjuang

demi rakyat dan leluhurnya.

Tak gentar, Lawan banyaknya seratus kali

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselung semangat yang tak bisa mati

Pada larik ini, chairil membius para pembaca semangat juang untuk tanah air. Ia

seakan-akan membius rakyat Indonesia melaui sajak-sajaknya dengan semangat juang.

“Pedang di kanan, keris di kiri” penyimbolan pedang dan keris tersebut bukanlah yang

dimaksud bendanya, namun adalah rakyat Indonesia. Senjata yang peling utama adalah

kerja sama.

Maju

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Sekali berarti

Sudah itu mati

12

Page 13: KATA PENGANTAR.doc

Bait selanjutnya, memberikan kesan bahwa kita sebagai rakyat Indonesia tetap

berdiri di depan dan siap bila dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. “sekali berarti sudah itu

mati” yang dimaksud dari lirik ini adalah rakyat Indonesia rela mempertaruhkan

nyawanya untuk memperjuangkan negerinya.

Maju

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah diatas menghamba

Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Api yang dimaksud dari puisi tersebut adalah semangat bangsa Indonesia.

Walau taruhan nyawa sekalipun. “Punah diatas menghamba” seakan Chairil ingin

menyampaikan bahwa kita sebagai rakyat Indonesia bersedia mati demi

memperjuangkan kemerdekaan. “diatas menghamba” adalah negeri Indonesia.

Maju

Serbu

Serang

Terjang

Apa yang dimaksud oleh bait tersebut adalah rakyat Indonesia harus tetap siap

dan bersemangat maju.

13

Page 14: KATA PENGANTAR.doc

2.4 Pesan dalam Puisi

Pesan yang ingin disampaikan Chairil Anwar adalah :

1. Kita sebagai rakyat Indonesia harus mempunyai jiwa perjuangan seperti pahlawan

Diponegoro. Tetap maju dan tidak gentar melawan penjajah dan siap apabila

dibutuhkan oleh negeri ini.

2. Melalui sajak-sajaknya Chairil Anwar mencoba menularkan semangat yang berapi-api

untuk memperjuangkan negerinya.

3. Chairil mencoba menjabarkan figur pahlawan Diponegoro yang berjuang melawan

penjajah

14

Page 15: KATA PENGANTAR.doc

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Semiotik adalah kajian yang membahas mengenai penyimbolan. Dalam puisi

“Diponegoro” kajian semiotik yang digambarkan adalah berupa “Perjuangan” yang

menyimbolkan pahlawan Diponegoro, “api” yang menyimbolkan semangat yang ingin

ditularkan kepada pembaca , “Keris dan Pedang” yang menggambarkan bahwa rakyat

Indonesia harus saling bergandengan tangan untuk berjuang dan mempertahankan tanah

air.

15

Page 16: KATA PENGANTAR.doc

DAFTAR PUSTAKA

Sutejo, dkk. 2009. Kajian Puisi : Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta : Pustaka Felicha.

Anwar, Chairil. 1977. Deru Campur Debu. Jakarta. Pustaka Rakyat.

http://chairil-anwar.blogspot.com

http://sastra-sastradanseni.blogspot.com/2010/04/analisis-struktural-semiotik-puisi.html

http:// ryuliana111.wordpress.com

http: // giyoerespect.blogspot.com

http: // reinvandiritto.blogspot.com

16