kata pengantar · 2019-08-13 · operasionalnya yang disesuaikan dengan situasi dan kond isi...

169

Upload: others

Post on 25-Jan-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

KATA PENGANTAR

Dalam rangka pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjalin kerja sama penelitian tentang kepariwisataan dengan Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan(P-P2Par) Institut Teknologi Bandung dan bersepakat untuk bekerja sama dalam penyusunan Rencana Unduk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan produk kebijakan pariwisata sebagai pedoman pembangunan kepariwisataan daerah dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang, lengkap dengan produk hukum berupa rancangan peraturan daerah, serta langkah-langkah operasionalnya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Penyusunan Naskah Akademik ini terdiri dari 6 (enam) bab, meliputi: (1) pendahuluan, (2) kajian teoritis dan empirik, (3) evaluasi peraturan perundangan terkait, (4) landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis (5) jangkauan, atah peraturan, dan ruang lingkup materi, dan (6) penutup. Penyusunan Naskah Akademik disusun sebagai dasar dan landasan dalam menyusun Perda mengenai RIPPARPROV.

Akhirnya, kami ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini dan kami harapkan hasil dari kegiatan ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya.

Bandung, Desember 2015

Tim Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1-1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1-1 1.2 Identifikasi Permasalahan ................................................................ 1-2 1.3 Tujuan Penyusunan Naskah Akademik ................................................... 1-3 1.4 Metodologi Penyusunan Naskah Akademik .............................................. 1-4 1.5 Struktur Isi Naskah Akademik ............................................................. 1-5

BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ...................................................... 2-1 2.1 Kajian Teoritis .............................................................................. 2-1 2.1.1 Pengertian Dasar Kepariwisataan ............................................... 2-1 2.1.2 Sistem Kepariwisataan ............................................................ 2-3 2.1.3 Perencanaan Kepariwisataan ..................................................... 2-10 2.2 Kajian terhadap Asas-asas Kepariwisataan dan Prinsip-prinsip Pengembangan Kepariwisataan ........................................................... 2-13

2.2.1 Asas Pembangunan Kepariwisataan dalam Undang-undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 .......................................... 2-13 2.2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Kepariwisataan ................................. 2-14

2.3 Kajian Kondisi Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ............... 2-17 2.3.1 Karakteristik Fisik dan Sosial Ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ............................................. 2-17 2.3.2 Sejarah Sebagai Potensi Pariwisata .............................................. 2-18 2.3.3 Keanekaragaman Hayati Sebagai Potensi Pariwisata 2.3.4 Daya Tarik Wisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ...................... 2-20 2.3.5 Sarana dan Prasarana Pendukung Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ............................................. 2-28 2.3.6 Aksesibilitas pendukung Pariwisata ............................................... 2-33 2.3.7 Pasar Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ........................ 2-38 2.3.8 Kondisi Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ................. 2-39 2.3.9 Isu Strategis Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ............................................. 2-41 2.4 Kajian terhadap Implikasi Penerapan Perda RIPPARPROV ........................... 2-41

BAB 3 EVALUASI PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT ............................................ 3-1

3.1 Kajian terhadap Peraturan Perundangan Terkait Kepariwisataan di Tingkat Nasional dan Provinsi ....................................................................... 3-1 3.1.1 Peraturan Perundangan Terkait Kepariwisataan di Tingkat Nasional ...... 3-1 3.1.2 Peraturan Perundangan Terkait Kepariwisataan di Tingkat Provinsi ....... 3-17 3.2 Keterkaitan Antara Peraturan Daerah Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Peraturan Perundangan Lain ........................................................................... 3-25 3.3 Dampak Perda RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung terhadap Peraturan Perundangan Lain ................................................. 3-28

BAB 4 LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS .......................................... 4-1 4.1 Landasan Filosofis .......................................................................... 4-1 4.1.1 Falsafah dan Landassan Pembangunan Kepariwisataan ..................... 4-1 4.1.2 Asas Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung . 4-2 4.2 Landasan Sosiologis ........................................................................ 4-3

iii

4.2.1 Masyarakat sebagai Tujuan Pembangunan Kepariwisataan ................. 4-3 4.2.2 Hak Masyarakat dalam Pariwisata ................................................ 4-4 4.3 Landasan Yuridis ............................................................................ 4-7 4.3.1 Undang-Undang no. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ................ 4-7 4.3.2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundangan ............................................................ 4-8

BAB 5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG RIPPARPROV ............................................................................ 5-1

5.1 Jangkauan Perda RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung ......................... 5-2 5.2 Arah Pengaturan Perda RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung .................. 5-2 5.3 Ruang Lingkup Materi Perda RIPPARPROV .............................................. 5-2 5.3.1 Ketentuan Umum .................................................................... 5-2 5.3.2 Muatan RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung .............................. 5-5 5.3.3 Sanksi .................................................................................. 5-19 5.3.4 Ketentuan Peralihan ................................................................ 5-19 5.3.5 Ketentuan Penutup .................................................................. 5-19

BAB 6 PENUTUP ............................................................................................. 6-1 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 6-1 6.2 Saran ......................................................................................... 6-1

LAMPIRAN

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sebaran Daya Tarik Wisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.................. 2-23 Tabel 2.2 Jumlah Fasilitas Akomodasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2013 ..... 2-29 Tabel 2.3 Jumlah Fasilitas Makan dan Minum di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 ... 2-30 Tabel 2.4 Jumlah Usaha Perjalanan Wisata di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015 ..... 2-30 Tabel 2.5 Sebaran Toko Cenderamata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2013 . 2-31 Tabel 2.6 Jumlah Bank Pemerintah, Swasta, dan Bank Unit Desa Tahun 2014................. 2-31 Tabel 2.7 Panjang Jalan di Kepulauan Bangka Belitung Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Tahun 2014 ..................................... 2-32 Tabel 2.8 Rute dan Jadwal Penerbangan Menuju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ...... 2-34 Tabel 2.9 Lalu Lintas Penerbangan di Bandar Udara Depati Amir dan Bandar Udara HAS. Hanandjoeddin Tahun 2011 – 2014 ........................... 2-35 Tabel 2.10 Kunjungan Kapal di Pelabuhan Pangkalbalam dan Pelabuhan Kawasan (Muntok, Belinyu, Sungai Selan) Tahun 2014 ................... 2-37 Tabel 2.11 Data Terminal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ................................. 2-37 Tabel 2.12 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 .................................... 2-38 Tabel 2.13 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 ............. 2-40 Tabel 3.1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata ................................... 3-6 Tabel 3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata ................................... 3-9 Tabel 3.3 Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi ........................... 3-12 Tabel 3.4 Posisi Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dalam Kebijakan Kepariwisataan Nasional ............................................... 3-16 Tabel 3.5 Tahap Pembangunan Lima Tahunan dan Fokus Pembangunan dalam RPJPD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005-2025 ........................ 3-19 Tabel 4.1 Hak Masyarakat dalam Pariwisata ......................................................... 4-5

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Wisata, Pariwisata, dan Kepariwisataan .............................................. 2-3 Gambar 2.2 Sistem Kepariwisataan Gunn (1972) ................................................... 2-4 Gambar 2.3 The Global Tourism System - konteks perencanaan/pengelolaan Kepariwisataan ............................................................................ 2-5 Gambar 2.4 Model sistem kepariwisataan Leiper ................................................... 2-6 Gambar 2.5 Sistem kepariwisataan Mill & Morrison (1985) ....................................... 2-7 Gambar 2.6 Kesimpulan berbagai model sistem kepariwisatan .................................. 2-8 Gambar 2.7 Sistem Kepariwisataan Nasional ........................................................ 2-10 Gambar 2.8 Peta Sebaran Daya Tarik Wisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ....... 2-22 Gambar 2.9 Perkembangan Jumlah Hotel Bintang dan Akomodasi .............................. 2-29 Gambar 2.10 Grafik Jumlah Tamu Hotel Bintang dan Akomodasi Lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010 – 2014 ........................ 2-39 Gambar 3.1 Peta DPN Palembang-Bangka Belitung dan Sekitarnya ............................. 3-16 Gambar 3.2 Peta Kawasan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ................... 3-24 Gambar 3.3 Hubungan antara RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung dengan Peraturan Perundangan Lain ........................................................................ 3-27 Gambar 4.1 Peran Masyarakat dalam Mendukung Keberhasilan Pembangunan Kepariwisataan ............................................................................ 4-4 Gambar 5.1 Muatan RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung ................................... 5=5

1-1

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini merupakan bagian awal dari Naskah Akademik yang menjadi salah

satu dasar pengaturan permasalahan dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Naskah

Akademik (NA) merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil

penelitian terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Sesuai dengan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53

Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, lampiran ii, Bab 1 dari Naskah

Akademik merupakan Bab Pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang,

identifikasi permasalahan, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan naskah akademik,

dan metode.

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pasal 8 ayat

(1), pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan, yang terdiri atas Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional,

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi, dan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Lebih lanjut diatur pada Pasal 9 ayat (2) bahwa Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan

meliputi pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan

kelembagaan kepariwisataan harus dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan

kepariwisataan yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka

panjang. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa pembangunan

kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan

memperoleh manfaat, serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal,

nasional, dan global. Di tingkat nasional, kepariwisataan berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan

perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah harus disertai dengan

penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik. Oleh karena itu, penyusunan

Raperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

harus disertai penjelasan dan atau Naskah Akademik sebagai dasar ilmiah dari penyusunan

Rancangan peraturan daerah.

1-2

Kedua peraturan perundang-undangan tersebut melatarbelakangi pentingnya Pemerintah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menyusun Ripparprov Kepulauan Bangka

Belitung, serta Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung, sekaligus menetapkannya

menjadi Peraturan Daerah. Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung yang disusun akan

berupa perencanaan lanjutan dari Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang disusun sebelumnya untuk tahun perencanaan

2007-2013. Melalui penetapan Peraturan Daerah tentang Ripparprov Kepulauan Bangka

Belitung diharapkan dapat memperkuat posisi rencana induk ini sebagai pedoman bagi

seluruh pemangku kepentingan pariwisata dalam upaya menjadikan Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia. Ripparprov Kepulauan

Bangka Belitung harus mampu menjawab tantangan lokal, nasional, maupun global dalam

pembangunan kepariwisataan saat ini maupun masa yang akan datang. Isu-isu

pembangunan berkelanjutan, keterpaduan dan keterjangkauan infrastruktur, penguatan

identitas kepariwisataan Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung, penguatan struktur

perekonomian lokal, serta peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan

kepariwisataan menjadi tantangan lintas sektor dalam mewujudkan pembangunan

kepariwisataan berkelanjutan dan berdaya saing. Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung

harus mampu menjadi dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan yang

komprehensif, integratif, sistematis, dan memiliki kekuatan hukum sebagai pedoman bagi

pembangunan dan pengendalian kepariwisataan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

1.2 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa

pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan

berusaha dan memperoleh manfaat, serta mampu menghadapi tantangan perubahan

kehidupan lokal, nasional, dan global. Dalam Undang-Undang yang sama juga dijelaskan

bahwa pembangunan kepariwisataan bertujuan untuk: a) meningkatkan pertumbuhan

ekonomi; b) meningkatkan kesejahteraan rakyat; c) menghapus kemiskinan; d) mengatasi

pengangguran; e) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f) memajukan

kebudayaan; g) mengangkat citra bangsa; h) memupuk rasa cinta tanah air; i)

memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan j) mempererat persahabatan

antarbangsa.

Pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghadapi beberapa

isu-isu strategis yang harus dijawab. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia masih

menjadi isu prioritas yang harus dijawab dalam pembangunan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Kepemimpinan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota

yang konsisiten dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan yang berpihak pada

pariwisata sebagai sektor yang ramah lingkungan juga perlu terus-menerus dibangun untuk

mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui pariwisata.

1-3

Isu lainnya yang juga menjadi tantangan dalam pembangunan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung adalah peningkatan kapasitas infrastruktur, keterpaduan

pembangunan seluruh sektor dan wilayah, peningkatan peran pariwisata dalam penguatan

struktur ekonomi masyarakat, peningkatan apresiasi masyarakat dan wisatawan terhadap

kekayaan sumber daya alam dan budaya Kepulauan Bangka Belitung, serta peningkatan

peran pariwisata dalam memberikan nilai tambah bagi kawasan pertimahan.

Untuk menjawab isu dan tantangan pembangunan kepariwisataan baik di tingkat nasional

dan tingkat regional Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diperlukan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang akan menjadi

pedoman dalam perencaaan, pengelolaan, dan pengendalian pembangunan

kepariwisataan. Pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan tentunya perlu

dukungan sumber daya dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan kepariwisataan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara konsisten dan menerus. Dukungan sumber daya

mencakup dukungan dana yang memadai untuk mendukung pembangunan kepariwisataan,

sumber daya manusia pariwisata yang kompeten di bidangnya, dan program pendukung

dari sektor lain yang sinergis dengan program pembangunan kepariwisataan secara khusus

dan program pembangunan wilayah secara umum.

Penetapan Peraturan Daerah tentang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah

satu upaya untuk menjawab isu strategis pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung, memperkuat posisi Ripparprov secara hukum sehingga dapat mendorong

komitmen seluruh pihak untuk bersama-sama mewujudkan visi dan misi pembangunan

kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Melalui pengaturan yang berkekuatan

hukum diharapkan arah pembangunan, konsep, kebijakan, strategi, dan program yang

disusun dalam Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung dapat diimplementasikan dan

didukung oleh semua pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, industri swasta,

maupun masyarakat dalam mewujudkan tujuan pengembangan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung.

1.3 TUJUAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ripparprov Kepulauan

Bangka Belitung adalah menghasilkan kajian mengenai pentingnya Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

berdasarkan karakteristik potensi dan permasalahan dalam pembangunan kepariwisataan,

serta amanat dan arahan peraturan perundangan dalam pembangunan kepariwisataan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Naskah Akademik ini juga akan menjelaskan posisi

Peraturan Daerah tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung terhadap peraturan

perundangan lain di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten serta manfaatnya dalam

pembangunan kepariwisataan khususnya, dan pembangunan wilayah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung pada umumnya.

1-4

1.4 METODOLOGI PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik Raperda tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung menggunakan

metode yuridis normatif dan yuridis empiris dalam penyusunannya. Metode yuridis

normatif merupakan metode penelitian dengan pendekatan masalah melalui melihat,

menelaah, dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis menyangkut asas-asas

hukum berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum, dan

sistem hukum yang berkaitan. Pendekatan penelitian ini menekankan pada diperolehnya

keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti, serta

hubungan antara satu naskah hukum dengan naskah hukum lainnya yang terkait dengan

objek yang diteliti, yang dalam hal ini adalah Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Provinsi, dengan empat aspek kajian, yaitu destinasi pariwisata, industri pariwisata,

pemasaran pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan. Sementara itu, metode

penelitian yuridis empiris adalah prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah

penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan

dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.

Metode yuridis normatif dalam penyusunan Naskah Akademik Raperda Ripparprov

Kepulauan Bangka Belitung digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkaji peraturan

perundangan yang mengamanatkan dan mengatur muatan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi, serta mengatur arah pembangunan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Metode yuridis empiris digunakan untuk menelaah dan

menganalisis data sekunder dan data primer untuk mendapatkan gambaran mengenai

perkembangan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kontribusi

kepariwisataan terhadap pembangunan daerah, permasalahan dan tantangan yang

dihadapi, serta kecenderungan perkembangan kepariwisataan di masa yang akan datang.

Tahapan penyusunan Naskah Akademik Raperda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung

dilakukan melalui empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan

tahap analisis data, serta tahap perumusan rancangan peraturan daerah. Kegiatan yang

dilakukan pada tahap persiapan meliputi koordinasi personil yang akan dilibatkan dalam

penyusunan Naskah Akademik Raperda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung, penyamaan

persepsi dan penguasaan awal terhadap materi pekerjaan dan wilayah studi, serta

persiapan keseluruhan pekerjaan. Pada tahap ini dilakukan juga eksplorasi mengenai

substansi Rippaprprov, serta permasalahan dan isu-isu strategis dalam pembangunan

kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi

terhadap Rencana Induk Pengembangan Pariwiata Daerah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung 2007-2013 untuk mengidentifikasi muatan rencana induk yang harus disesuaikan

dengan perkembangan saat ini serta amanat dan arahan pembangunan dalam peraturan

perundangan yang berlaku bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dan

sesuai dengan arahan penyusunan naskah akademik. Data dan informasi yang diperoleh

1-5

kemudian pada tahap analisis data, dikaji secara empiris untuk memperoleh masukan

kondisi terkini serta dampak positif dan negatif yang telah ditimbulkan sebagai bahan

masukan dalam penyusunan naskah akademik dan rancangan peraturan daerah.

Tahap terakhir adalah tahap perumusan dan penulisan naskah Raperda Ripparprov

Kepulauan Bangka Belitung yang menyarikan isi dari dokumen Ripparprov Kepulauan

Bangka Belitung ke dalam bentuk bahasa hukum. Raperda Ripparprov Kepulauan Bangka

Belitung memuat visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, serta program dan indikasi

kegiatan pembangunan kepariwisataan, dan aturan lain yang terkait dengan pengendalian

dan peraturan peralihan pelaksanaan Peraturan Daerah Ripparprov Kepulauan Bangka

Belitung.

1.5 STRUKTUR ISI NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik Raperda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari enam bab,

yaitu:

Bab 1 merupakan Pendahuluan yang berisikan latar belakang, identifikasi permasalahan,

tujuan penyusunan naskah akademik, dan metodologi yang digunakan dalam

penyusunan naskah akademik ini.

Bab 2 memuat Kajian Teoritis dan Praktik Empiris yang mencakup kajian teoritis terkait

pembangunan kepariwisataan serta proses perencanaan kepariwisataan daerah.

Pada bab ini juga akan dikaji asas-asas kepariwisataan Indonesia, dan diakhiri

dengan kajian terhadap kondisi kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

serta kajian terhadap implikasi penerapan Perda Ripparprov Kepulauan Bangka

Belitung.

Bab 3 berisikan Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan yang terkait, yang

mencakup peraturan perundangan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota,

keterkaitannya dengan Perda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung, serta dampak

dari Perda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung terhadap peraturan perundangan

lainnya.

Bab 4 menjelaskan Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis yang mendasari pentingnya

Perda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung.

Bab 5 berisikan Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi muatan Perda

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang Ripparprov, mencakup sasaran yang

akan dituju serta objek hukum dari peraturan daerah ini.

Bab 6 sebagai Penutup akan berisikan simpulan yang memuat rangkuman pokok pikiran

yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas

yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, serta saran dan rekomendasi lanjutan.

2-1

BAB 2

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai dua hal, yaitu kajian teoritis dan praktek

empiris. Adapun bagian pertama akan menguraikan mengenai pentingnya perencanaan

dalam pembangunan kepariwisataan yang di dalamnya terdiri dari pengertian dasar

kepariwisataan, sistem kepariwisataan, dan perencanaan kepariwisataan. Bagian kedua

yaitu praktek empiris akan menguraikan mengenai kondisi kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Kajian terhadap praktek empiris juga akan menjelaskan

mengenai implikasi penerapan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2.1. KAJIAN TEORITIS

2.1.1 Pengertian Dasar Kepariwisataan

Terdapat berbagai istilah di Indonesia yang digunakan untuk menggambarkan ‘tourism’, di

antaranya adalah wisata, pariwisata, dan kepariwisataan. Dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2009, wisata didefinisikan sebagai kegiatan melakukan perjalanan ke berbagai

tempat dengan berbagai tujuan, kecuali bekerja atau perjalanan rutin lainnya. Perjalanan

tersebut dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara sukarela dengan tujuan

berlibur atau tujuan lain selain mencari nafkah, perjalanan bersifat sementara,

mengunjungi tempat tertentu untuk keperluan pribadi (keluarga, belanja, kesehatan, atau

tempat hiburan dan tempat bersantai lainnya). Definisi mengenai wisata berdasarkan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa wisata

adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Sementara itu, Smith (dalam Seaton and Bennett, 1996) mendefinisikan pariwisata sebagai

kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi kegiatan bisnis,

bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang dilakukan jauh dari lingkungan

tempat tinggalnya.Craig-Smith and French (1994) mendefinisikan pariwisata sebagai

keterkaitan antara barang dan jasa yang dikombinasikan untuk menghasilkan pengalaman

berwisata. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

2-2

pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta

layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah

Daerah. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa unsur pokok dari pariwisata

adalah adanya unsur perjalanan, tempat, aktivitas perjalanan, waktu, tempat tujuan, dan

pemenuhan kebutuhan.

Dalam konteks yang lebih luas, dikenal pula istilah kepariwisataan yang dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan didefinisikan sebagai segala sesuatu

yang berkaitan dengan pariwisata yang bersifat multidimensi dan multidisiplin yang

muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan

dan masyarakat, sesama wisatawan, Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

Definisi tourism yang hampir sama dengan pengertian kepariwisataan di Indonesia,

dikemukakan oleh Leiper, 1981 (Gartner, 1996). Leiper menjelaskan bahwa

kepariwisataan adalah sebuah sistem terbuka dari lima elemen yang saling berinteraksi

dengan lingkungan yang lebih luas. Kelima elemen tersebut adalah satu elemen manusia

(wisatawan), tiga elemen geografis (daerah asal, jalur transit, dan destinasi), dan satu

elemen ekonomi (industri pariwisata). Kelimanya diatur dalam hubungan fungsional dan

keruangan/spasial, berinteraksi dengan faktor lingkungan fisik, teknologi, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik. Elemen dinamisnya terdiri dari orang-orang yang melakukan

perjalanan untuk waktu yang sementara, dengan tujuan memanfaatkan waktu luang, dan

jauh dari tempat tinggalnya, sedikitnya selama satu malam.

Pemahaman pengertian antara wisata, pariwisata, dan kepariwisataan, serta

keterkaitannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber: Ardika, 2007

Gambar 2.1 Wisata, Pariwisata, dan Kepariwisataan

Kepariwisataan

IPOLEKSOSBUDHANKAM

Wisatawan

Pariwisata

Wisata

Perjalanan Destinasi

wisata

Usaha Jasa wisata

2-3

2.1.2 Sistem Kepariwisataan

Kepariwisataan merupakan fenomena yang kompleks, melibatkan banyak sektor dan

banyak aktor dalam pembangunannya. Komponen-komponen dalam kepariwisataan saling

terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini menggambarkan bahwa kepariwisataan

adalah sebuah sistem. Jordan (dalam Leiper, 2004) mengemukakan bahwa sistem

kepariwisataan adalah tatanan komponen dalam industri pariwisata yang masing-masing

komponennya saling berhubungan dan membentuk sesuatu yang bersifat menyeluruh.

Bertalanffy (dalam Leiper, 2004:48) mendefinisikan sistem sebagai satu kesatuan elemen

yang saling terkait satu sama lain di dalamnya dan dengan lingkungannya

Pemikiran tentang kepariwisataan sebagai sebuah sistem mulai berkembang pada tahun

1964, ketika Wolfe mengembangkan outdoor recreation system dan mengemukakan bahwa

pariwisata lebih dari sekedar industri tetapi sebuah sistem yang terdiri dari komponen-

komponen utama yang saling terkait dalam hubungan yang erat dan saling mempengaruhi

(Gunn, 1994). Penelitian-penelitian tentang sistem kepariwisataan berkembang dengan

pesat pada tahun 1970 – 1980-an, serta sebagian besar membahas tentang dasar teori dan

konteks sistem kepariwisataan dalam proses perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan

(Scarpino 2009).

A. Sistem Kepariwisataan Dari Dimensi Ekonomi

Model sistem kepariwisataan dari dimensi ekonomi antara lain dibahas oleh Gunn (1972).

Model sistem kepariwisataan Gunn lebih sarat dengan aspek-aspek ekonomi, yang

mengemukakan keterkaitan antara sisi sediaan (supply) dengan permintaan (demand)

serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Gunn berpendapat bahwa untuk

memuaskan permintaan pasar, sebuah negara, wilayah, atau masyarakat harus

menyediakan beragam pembangunan dan pelayanan (sisi sediaan). Kesesuaian antara sisi

sediaan dengan sisi permintaan adalah kunci keberhasilan dalam pengembangan

kepariwisataan yang benar (Gunn 2002).

Gunn kemudian menjelaskan bahwa keberhasilan sistem kepariwisataan dipengaruhi juga

oleh faktor-faktor eksternal. Beberapa faktor dapat memberikan pengaruh yang besar

terhadap bagaimana kepariwisataan harus dikembangkan (ibid). Gunn mengidentifikasi

sembilan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem kepariwisataan, yaitu sumber

daya alam, sumber daya budaya, organisasi/kepemimpinan, keuangan, tenaga kerja,

kewirausahaan, masyarakat, kompetisi, dan kebijakan pemerintah (Gunn 2002). Model

sistem kepariwisataan Gunn dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

2-4

DEMAND

SUPPLY

Attractions

Transportation

ServicesInformation

Promotion

FINANCE“keuangan”

LABOR“tenaga kerja”

ENTREPRENEURSHIP“kewirausahaan”

COMMUNITY“masyarakat”

COMPETITION“kompetisi”

GOVERNMENT

POLICIES“kebijakan pemerintah”

NATURAL

RESOURCES“sumber daya alam”

CULTURAL

RESOURCES“sumber daya budaya”

ORGANIZATION/

LEADERSHIP“organisasi/kepemimpinan”

Sumber: Dimodifikasi dari Gunn 2002

Gambar 2.2 Sistem Kepariwisataan Gunn (1972)

Model sistem kepariwisataan lain yang terkait dengan dimensi ekonomi dikembangkan juga

oleh Cornelissen pada tahun 2005 yang merupakan pengembangan dari pemikiran Britton

(1991) tentang sistem produk pariwisata. Cornelissen menamakan modelnya sebagai The

Global Tourism System (Cornelissen 2005). Cornelissen mengemukakan bahwa pariwisata

global memerlukan pasar yang berbeda/spesifik didasarkan pada pertukaran antara

produsen dan konsumen pariwisata. Pada sisi permintaan (demand), hal tersebut terdiri

dari kelompok-kelompok sosial dengan karakteristik sosial ekonomi dan sosial budaya,

minat, kebutuhan, dan keinginan tertentu. Pada sisi sediaan (supply) terdiri dari produsen-

produsen yang berinteraksi, inovasi, dan bersaing. Keterkaitan antara produsen dimonitor

dan diatur oleh lembaga-lembaga yang mengatur perkembangan/ berjalannya pariwisata

(Cornelissen 2005). The Global Tourism System dapat dilihat pada gambar berikut.

ORDER/REGULATING

BODIES- State

- Producer associations

CONSUMERS1. Psychosocial & economic

characteristics

2. Sociological processes

PRODUCERS1. Transport (airlines, trains,

rental cars)

2. Accomodation (serviced/

non-serviced)

3. Tour & travel

intermediaries (tour

operators, travel agents)

4. Wheels operators

5. Suppliers and contractors

TOURIST PRODUCTS1. Flights and other transport

2. Accomodation

3. Tour & travel packages

4. Features/natural, social,

cultural attraction (image

reputation)

Sumber: Cornelissen 2005

Gambar 2.3 The Global Tourism System –

Konteks Perencanaan/Pengelolaan Kepariwisataan

2-5

Model sistem kepariwisataan yang dikemukakan oleh Cornelissen ini pada dasarnya melihat

kepariwisataan dari dua sisi yang sama dengan yang dikemukakan juga oleh Gunn (1972),

yaitu sediaan (supply) dan permintaan (demand), tetapi dengan dengan tambahan

komponen lembaga-lembaga pengatur sebagai komponen kontrol.

B. Sistem Kepariwisataan Dari Dimensi Spasial

Berbeda dengan Gunn, Leiper (1981 dalam Getz 1986) memandang sistem kepariwisataan

dari dimensi spasial. Gunn mengungkapkan bahwa sistem kepariwisataan merupakan

hubungan yang saling ketergantungan antara daerah pembangkit wisatawan dengan

destinasi pariwisata (ibid). Model Leiper mengidentifikasi lima komponen dalam sistem

kepariwisataan, yaitu wisatawan, daerah asal wisatawan, jalur transit, destinasi

pariwisata, dan industri pariwisata:

1. Wisatawan (tourist), merupakan elemen manusia, yaitu orang yang melakukan

perjalanan wisata;

2. Daerah asal wisatawan (traveller-generating regions), merupakan elemen geografi,

yaitu tempat wisatawan mengawali dan mengakhiri perjalanannya;

3. Jalur transit (transit route), merupakan elemen geografi tempat perjalanan wisata

utama berlangsung;

4. Destinasi pariwisata (tourist destination region) sebagai element geografi yaitu

tempat tujuan utama kunjungan wisatawan;

5. Industri pariwisata (tourist industry), merupakan elemen organisasi, yaitu kumpulan

usaha pariwisata, bekerja sama dalam pemasaran pariwisata untuk menyediakan

barang, jasa, dan fasilitas pariwisata.

Kelima elemen tersebut dikelompokkan menjadi tiga elemen utama yang membangun

sistem kepariwisataan, yaitu: (Leiper dalam Cooper, 1993)

1. Elemen manusia (wisatawan);

2. Elemen geografis, terdiri dari:

a. traveler generating region,

b. tourist destination region,

c. transit route region;

3. Industri pariwisata.

Masing-masing elemen dari model sistem pariwisata Leiper saling berinteraksi, sehingga

membentuk suatu sistem kepariwisataan. Berikut gambaran model sistem kepariwisataan

Leiper.

2-6

Gambar 2.4 Model sistem Kepariwisataan Leiper

C. Sistem Kepariwisataan Dari Dimensi Perencanaan Dan Pengelolaan

Model sistem kepariwisataan yang mengaitkannya dengan konteks proses

perencanaan/pengelolaan pariwisata dikemukakan antara lain oleh Mill & Morrison (1985),

yang kemudian dikembangkan pada tahun 1992, serta Cornellisen (2005). Mill & Morrison

mengungkapkan empat komponen pembentuk sistem kepariwisataan, yaitu market

(pasar), marketing (pemasaran), destination (destinasi/daerah tujuan wisata), dan travel

(perjalanan).

Market (pasar): mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi pasar dengan penekanan

pada perilaku pasar, faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perjalanan

wisata, dan proses pengambilan keputusan berwisata.

Marketing (pemasaran): menfokuskan pada strategi bagaimana pengelola pariwisata

merencanakan, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada

wisatawan.

Travel (perjalanan): fokus pada pergerakan wisatawan, moda transportasi, dan segmen

pasar.

Destination (destinasi/daerah tujuan wisata): mencakup proses dan prosedur yang

dilakukan oleh destinasi pariwisata dalam pembangunan dan mempertahankan

keberlanjutan kepariwisataan.

Model Mill & Morrison dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Departing travelers Tourist-

destination region

Traveler- generating

region

Returning travelers

Transit Route Region

2-7

Part 1. DEMAND:

Factors influencing the marketA consumer behavior approach to

market demand empasizing the

internal/external influences in travelers

including needs, motivation,

perception, the alternative to travel.

The marketing by tourism

organizations, and the process by

which travelers make buying decisions

Part 2. MARKETING:

Strategy, planning, promotion,

and distributionAn examination of the process by

which destination areas and tourism

businesses market services and

facilities to potential customers with an

emphasis on the effective use of

promotion and distribution channels.

Part 3. DESTINATION:

Development and controlling

tourismAn identification of the procedures that

destination areas follow to set policies,

plan, control, develop, and cater to

tourism, with an emphasis on

sustainable tourism

Part 4. TRAVEL:

Characteristics of travelA description of major travel segments,

travel flows, modes of transportation

used

Link

1: T

RAVEL P

URCHASE Link 4: PR

OM

OTIO

N O

F

TRAVEL

Link

3: T

OURIS

M P

RO

DUCTLink 2: SH

APE O

F TRAVEL

Sumber: Scarpino 2009, berdasarkan pada Mill & Morrison (1992)

Gambar 2.5 Sistem kepariwisataan Mill & Morrison (1985)

Pada awalnya, model sistem kepariwisataan yang dikembangkan oleh Mill & Morrison

merupakan model linier, yang menjelaskan hubungan linier antara komponen-komponen di

dalamnya, dan mendapat banyak kritik karena dianggap bukan sebuah sistem. Pada tahun

1992, modelnya disempurnakan dan menunjukkan karakter sistem kepariwisataan yang

lebih kuat, walaupun tetap dengan empat komponen utama yang sama dengan model

awal.

Model Mill & Morrison menjelaskan bahwa pemasaran menjual destinasi kepada

pasar/wisatawan, sementara travel mengantarkan pasar ke destinasi pariwisata. Seluruh

komponen tersebut harus dipahami, direncanakan, dan dikelola dengan baik sehingga

dapat membangun sistem kepariwisataan yang positif dan memberikan manfaat yang

optimal bagi destinasi dan masyarakatnya.

Keempat sistem kepariwisataan tersebut pada prinsipnya mencakup dua komponen utama,

yaitu permintaan (pasar) dan sediaan (supply). Komponen sediaan terdiri dari daya tarik

wisata, akomodasi, transportasi (produsen dan produknya) yang diwadahi di destinasi

pariwisata. Komponen permintaan terdiri dari keinginan, kebutuhan, dan persepsi

wisatawan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis, psikografis, ekonomi, dan sosial.

Seperti sistem kepariwisataan yang dikemukakan oleh Gunn, faktor-faktor eksternal dapat

mempengaruhi kinerja sistem kepariwisataan.

Model sistem kepariwisataan yang menggabungkan komponen-komponen utama dari

keempat sistem tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

2-8

PERMINTAAN/DEMAND

geografi

Psiko-

grafis

Ekonomi

Sosial

Persepsi

Keinginan/

preferensi

Kebutuh-

an

SEDIAAN/SUPPLY

Daya

tarik

wisataPelayanan

pariwisata

Lembaga

kepariwisa-

taan

Biro

perjalanan

wisata

INFORMASI

LEMBAGA PENGATUR

(pemerintah, asosiasi, dll)

TRANSPORTASI

PROMOSI

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI

(kebijakan pemerintah, kondisi keuangan/ekonomi, kondisi alam dan budaya, masyarakat,

kewirausahaan, kompetisi)

Gambar 2.6 Kesimpulan berbagai model sistem kepariwisataan

Model di atas menjelaskan bahwa sistem kepariwisataan terdiri dari tiga komponen utama,

yaitu permintaan, sediaan, dan perantara. Komponen permintaan dan sediaan sudah

dijelaskan dengan rinci sebelumnya. Komponen perantara terdiri dari elemen-elemen yang

menghubungkan antara permintaan dengan sediaan, yang mengantarkan pasar pariwisata

untuk memenuhi keinginan/preferensi dan kebutuhannya terhadap sediaan pariwisata di

destinasi pariwisata yang ditujunya.

Seperti yang dijelaskan oleh Gunn (2002), kinerja sistem kepariwisataan dipengaruhi oleh

faktor-faktor eksternal, antara lain kebijakan pemerintah, kondisi keuangan/ekonomi,

kondisi alam dan budaya, masyarakat, kewirausahaan, dan kompetisi.

D. Sistem Kepariwisataan Nasional

Sistem kepariwisataan nasional di Indonesia termuat dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025. Pasal 7

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan

meliputi industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan

kepariwisataan:

₋ Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka

menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam

penyelenggaraan pariwisata;

₋ Destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih

wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,

2-9

fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan;

₋ Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,

mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan

wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku

kepentingannya;

₋ Kelembagaan kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang

dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta

dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang

secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di

bidang kepariwisataan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011

menjelaskan dengan lebih rinci komponen-komponen pembentuk 4 (empat) aspek

pembangunan kepariwisataan tersebut.

₋ Industri pariwisata, faktor pembentuknya adalah 13 usaha pariwisata, yaitu a) usaha

daya tarik wisata, b) usaha kawasan pariwisata, c) usaha jasa transportasi wisata, d)

usaha jasa perjalanan wisata, e) usaha jasa makanan dan minuman, f) usaha

penyediaan akomodasi, g) usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, h)

penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, i) usaha

jasa informasi pariwisata, j) usaha jasa konsultan pariwisata, k) usaha jasa

pramuwisata, l) usaha wisata tirta, m) usaha spa.

₋ Destinasi pariwisata, dengan komponen pembentuknya adalah a) daya tarik wisata, b)

prasarana umum, c) fasilitas umum, d) fasilitas pariwisata, e) aksesibilitas, f)

masyarakat;

₋ Pemasaran pariwisata, dengan komponen pembentuknya adalah a) pasar wisatawan, b)

citra pariwisata, c) promosi pariwisata;

₋ Kelembagaan kepariwisataan, unsur-unsur yang diatur adalah a) organisasi

kepariwisataan, b) sumber daya manusia pariwisata, c) regulasi dan mekanisme

operasional.

Komponen-komponen dalam masing-masing aspek pembangunan kepariwisataan saling

terkait untuk membangun empat aspek pembangunan kepariwisataan di Indonesia. Masing-

masing aspek pun saling terkait dalam membangun sistem kepariwisataan nasional yang

kuat. Secara diagramatis, sistem kepariwisataan nasional dapat dilihat pada gambar 2.7.

2-10

Gambar 2.7 Sistem Kepariwisataan Nasional

2.1.3 Perencanaan Kepariwisataan

Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu

(Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisiperencanaan adalah suatu

usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara

memanfaatkan sumber daya yang ada serta seefesian dan seefektif mungkin. Menurut

Yoeti (1997), komponen dasar pengembangan pariwisata di dalam proses perencanaan

adalah:

a. Atraksi wisata dan aktivitasnya.

b. Fasilitas akomodasi dan pelayanan

c. Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism

information, restoran, retail shopping, bank, money changer, medical care, public

safety dan pelayanan pos.

d. Fasilitas dan pelayanan transportasi

e. Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbanh dan

telekomunikasi.

f. Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan,

perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi

struktural privat dan publik serta program sosial ekonomi dan lingkungan.

2-11

Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan

dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata yang merupakan suatu

proses dinamis penentuan tujuan, yang secara sistematis mempertimbangkan berbagai

alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, implementasi terhadap alternatif terpilih dan

evaluasi. Proses perencanaan pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial,

politik) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan

lainnya (Paturusi, 2008).

Menurut Mill (2000) bila tidak ada perencanaan pada suatu tempat wisata dapat berakibat

negatif pada tempat tersebut. Akibat tersebut dapat berupa; (1) kerusakan atau

perubahan permanen lingkungan fisik; (2) kerusakan atau perubahan permanen kawasan-

kawasan historis/ budaya dan sumber-sumber alam; (3) terlalu banyak orang dan

kemacetan; (4) adanya pencemaran; dan (5) masalah-masalah lalu lintas. Begitu pula

sebaliknya, dengan perencanaan pariwisata yang baik dan terpadu dapat memberikan

manfaat (Paturusi, 2008) seperti: (1) dapat menjadi arahan dan pedoman baik pemerintah

maupun swasta dalam pengembangan pariwisata karena kegiatan ini merupakan suatu

kegiatan ekonomi yang relatif baru; (2) kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang

sangat kompleks, multisektor yang melibatkan berbagai bidang, maka untuk memadukan

unsur-unsur tersebut diperlukan perencanaan dan koordinasi; (3) dapat mendatangkan

keuntungan ekonomi yang optimal; (4) dapat digunaan untuk memilih unsur mana saja dari

budaya yang dapat dikomersialkan dan mana yang tidak; (5) dalam membangun fasilitas

pariwisata dan berbagai sektor ikutannya dapat ditentukan daya dukung lahan optimal

yang dapat menjagakelestarian lingkungan; (6) untuk mengembangkan pariwisata yang

berkelanjutan; (7) meminimalkan hal-hal yang kurang menguntungkan bagi pengembangan

pariwisata; 8) menyiapkan sumber daya manusia; (9) sebagai dasar dan acuan

pembangunan baik bagi pemerintah, swasta dan masyarakat; (10) untuk mengantisipasi

perkembangan dimasa yang akan datang dan juga sebagai dasar untuk mengadakan

revitalisasi kawasan serta; (11) dapat meningkatkan kunjungan wisatawan, yang akan

berimplikasi pada peningkatan devisa negara tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan

dan sosial budaya masyarakat.

Perencanaan pariwisata mengunakan konsep perencanaan umum yang sudah terbukti

efektif dalam menghadapi proses pengembangan modern, tetapi menyesuaikan diri dengan

karakteristik pariwisata tertentu. Pendekatan perencanaan pariwisata mengarah pada

aplikasi praktis dalam perumusan kebijakan dan pengembangan pariwisata. Proses

perencanaan dasar yang diterangkan sebelum menyediakan kerangka perencanaan yang

umum dan penekanan ditempatkan pada konsep perencanaan menjadi berkesinambungan,

2-12

berorientasi sistem, menyeluruh, terintegrasi, dan lingkungan dengan fokus pada

keberhasilan pengembangan yang dapat mendukung keterlibatan masyarakat. Unsur-unsur

dalam pendekatan tersebut adalah sebagai berikut (Inskeep, 1991: 28-29):

1. Pendekatan berkesinambungan, inkremental dan fleksibel. Pendekatan ini didasarkan

pada kebijakan dan rencana pemerintah, baik secara nasional maupun regional.

Perencanaan pariwisata dilihat sebagai suatu proses berkesinambungan yang perlu

dievaluasi berdasarkan pemantauan dan umpan balik dalam rangka pencapaian tujuan

dan kebijakan pengembangan pariwisata.

2. Pendekatan sistem. Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem yang saling

berhubungan, demikian halnya dalam perencanaan dan teknik analisanya.

3. Pendekatan menyeluruh. Pendekatan ini dikenal juga sebagai pendekatan holistik.

Seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang terkait dalam perencanaan

pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan implikasi sosial ekonominya dianalisis

dan direncanakan secara menyeluruh.

4. Pendekatan yang terintegrasi. Suatu pendekatan yang dihubungkan dengan sistem dan

pendekatan menyeluruh. Pariwisata direncanakan dan dikembangkan sebagai suatu

sistem terintegrasi dalam dirinya dan juga terintegrasi dalam keseluruhan rencana dan

pola teladan pengembangan daerah.

5. Pendekatan pengembangan berkelanjutan dan lingkungan. Pariwisata direncanakan,

dikembangkan, dan diatur berdasarkan sumber daya budaya dan alami dengan tidak

menghabiskan atau menurunkan kualitasnya, tetapi merawat sumber daya secara

permanen untuk penggunaan masa depan berkelanjutan. Analisa daya dukung adalah

suatu teknik penting menggunakan pendekatan pengembangan berkelanjutan dan

lingkungan.

6. Pendekatan masyarakat. Adanya keterlibatan maksimum masyarakat lokal di dalam

perencanaan dan proses pengambilan keputusan pariwisata serta keikutsertaan

masyarakat maksimum dalam pengembangan manajemen pariwisata dan manfaat

sosial ekonominya.

7. Pendekatan pelaksanaan. Kebijakan pengembangan pariwisata, rencana dan

rekomendasi dirumuskan untuk dapat dilaksanakan dan realistis, serta teknik

implementasi dipertimbangkan sepanjang seluruh kebijakan dan perumusan rencana

dengan teknik implementasi, mencakup suatu pengembangan dan program tindakan

atau strategi, secara rinci diadopsi dan diketahui.

2-13

8. Aplikasi proses perencanaan sistematis. Proses perencanaan yang sistematis diterapkan

dalam perencanaan pariwisata berdasarkan pada suatu urutan aktifitas logis.

Perencanaan strategis dalam pariwisata terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai

berikut:

1. Menentukan bisnis/usaha apa yang akan dimasuki, yang biasanya dicirikan oleh misi

organisasi yang tergantung pada jenis usaha yang dimasuki.

2. Menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan utama

organisasi, seperti penguasaan pasar yang melibatkan pengenalan produk baru.

3. Mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan

keputusan.

4. Menganalisis informasi, terutama yang berkaitan dengan kekuatan, kelemahan,

peluang dan tantangan dari organisasi.

5. Menentukan tujuan khusus yang menentukan aktivitas yang diperlukan dalam rangka

mewujudkan tujuan organisasi secara keseluruhan.

6. Menentukanstrategidalammewujudkantujuan yang telahditentukan.

7. Mendistribusikan sumberdaya kemasing-masing program aksi untuk memberikan

dampak pada strategi yang diambil.

8. Mengimplementasikan rencana.

9. Mengontrol dan memonitor hasil dan membuat perbaikan jika diperlukan.

2.2 KAJIAN TERHADAP ASAS-ASAS KEPARIWISATAAN DAN PRINSIP-PRINSIP

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

2.2.1 Asas Pembangunan Kepariwisataan dalam Undang-Undang Kepariwisataan

Nomor 10 Tahun 2009

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 2 menjelaskan bahwa

kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:

a. Manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat, terutama masyarakat lokal, manfaat

bagi daerah, maupun secara nasional;

b. Kekeluargaan, dalam arti hubungan yang harmonis antara pemerintah dan swasta,

antara pengusaha besar dan kecil, antara pengusaha dan masyarakat;

c. Adil dan merata, dalam arti setiap warga mempunyai hak yang sama untuk mendapat

perlakuan yang sama (nondiskriminatif) dalam mengembangkan usaha di bidang

kepariwisataan, memanfaatkan peluang kerja atau melakukan kegiatan wisata;

kepentingan masyarakat luas tidak dikorbankan demi kepentingan wisatawan atau

kepentingan sekelompok pengusaha;

2-14

d. Keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung, antara permintaan dan

penawaran; antara usaha besar dan kecil; serta keseimbangan antara aspek-aspek

konservasi-edukasi-partisipasi dan ekonomi;

e. Kemandirian, pembangunan yang tidak didikte oleh pihak lain tetapi dirancang untuk

kepentingan nasional dan bangsa, serta masyarakat Indonesia;

f. Kelestarian, dalam bentuk perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan pusaka

alam dan budaya;

g. Partisipasi, membuka peluang seluas-luasnya bagi keikutsertaan masyarakat;

h. Berkelanjutan, dalam bentuk tanggung jawab kepada generasi masa kini dan yang

akan datang;

i. Demokratis,mendengarkan aspirasi masyarakat dan para pemangku kepentingan;

j. Kesetaraan, antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan;

k. Kesatuan, langkah dan visi serta tujuan pembangunan untuk kesatuan bangsa

Indonesia serta integritas para pelaku: wisatawan, pengusaha, masyarakat dan

pemerintah pusat serta pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pariwisata.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Pembangunan Kepariwisataan

Kebijakan peraturan perundangan terkait prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 5,

yang menyatakan bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a. Menunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep

hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,

hubungan antara manusia dan sesame manusia, dan hubungan antara manusia dan

lingkungan,

b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal,

c. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan

proporsionalitas,

d. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup,

e. Memberdayakan masyarakat setempat,

f. Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antar pusat dan daerah yang

merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan

antarpemangku kepentingan,

g. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang

pariwisata, dan

h. Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2-15

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 menetapkan bahwa pembangunan

kepariwisataan nasional dilaksanakan dengan berprinsip pada pembangunan

kepariwisataan yang berkelanjutan. Berdasarkan kedua peraturan perundang-undangan

tersebut, prinsip-prinsip yang menjadi ideologi pembangunan kepariwisataan nasional

pada dasarnya terdiri dari tiga, yaitu:

a. pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan;

b. integrasi/keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah, serta

antarpemangku kepentingan;

c. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang menjadi landasan pembangunan

kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan perpaduan antara prinsip-

prinsip pembangunan kepariwisataan berkelanjutan dengan perencanaan kepariwisataan

regional. Kepariwisataan regional, yang dalam kajian ini merupakan kepariwisataan

tingkat provinsi, dalam perencanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Perencanaan kepariwisataan regional harus komprehensif, memandang kepariwisataan

sebagai komponen-komponen yang saling terintegrasi dan terkait satu sama lain

membangun suatu sistem.

2. Perencanaan kepariwisataan regional harus lebih memfokuskan perhatian pada aspek

lingkungan.

3. Perencanaan kepariwisataan regional harus memiliki visi yang jelas dan dapat

diterima oleh seluruh pemangku kepentingan.

4. Implementasi perencanaan kepariwisataan regional harus melibatkan seluruh

pemangku kepentingan dari mulai tahap awal proses perencanaan.

5. Perencanaan kepariwisataan regional bersifat berkelanjutan dan berkesinambungan,

artinya harus berjangka panjang dan harus diikuti oleh perencanaan dalam skala yang

lebih detil, untuk mencapai tujuan pembangunan kepariwisataan secara utuh.

Dalam membangun kepariwisataan dibutuhkan prinsip-prinsip yang merupakan ideologi

yang harus dianut dalam melaksanakan pembangunan kepariwisataan di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung berfungsi sebagai:

1. pondasi yang mendasari pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung;

2-16

2. sebagai nilai-nilai dasar dalam perumusan visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, dan

program pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;

3. sebagai nilai-nilai dasar dalam pelaksanaan pemantauan dan pengendalian

pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

dirumuskan dengan mempertimbangkan:

1. Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan di tingkat internasional

2. Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkembang pada skala nasional

3. Isu-isu pembangunan kepariwisataan nasional

4. Isu-isu pembangunan kepariwisataan provinsi

5. Visi dan misi pembangunan wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Mengacu pada dasar-dasar pertimbangan di atas, prinsip-prinsip yang menjadi ideologi

pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus dapat menjadi

kerangka dasar untuk mewujudkan:

1. kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang beretika sosial dan budaya,

artinya menjadikan norma agama, sosial, dan budaya sebagai landasan utama dalam

perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian kepariwisataan;

2. kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang mengedepankan pemenuhan

hak dasar berwisata, baik bagi penduduk maupun wisatawan;

3. keterpaduan seluruh sektor dan pemerintahan dalam mendukung upaya perencanaan,

pengelolaan, dan pengendalian pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

4. perlindungan terhadap sumber daya alam dan budaya, khususnya yang berpotensi

dikembangkan sebagai daya tarik wisata khas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang

berdaya saing;

5. peningkatan partisipasi masyarakat dan memberikan peran lebih besar kepada

masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pariwisata;

6. peningkatan apresiasi masyarakat dan wisatawan terhadap sumber daya alam dan

budaya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan mendorong kesempatan

pemanfaatan daya tarik wisata alam dan budaya yang sama antara masyarakat dan

wisatawan.

2-17

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang mampu menjawab keenam hal di atas

adalah:

1. Bertanggung Jawab (Responsible Tourism)

2. Pembangunan Kepariwisataan Terpadu (Antar komponen Pariwisata, Lintas Sektor,

Lintas Wilayah, Antarpelaku)

3. Pembangunan Kepariwisataan Berbasis Masyarakat

4. Pembangunan Kepariwisataan Beridentitas Lokal, Berwawasan Global.

2.3 KAJIAN KONDISI KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

BELITUNG

2.3.1 Karakteristik Fisik dan Sosial Ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

A. Letak Geografis dan Topografi

Secara geografis, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 104°50’ sampai

109°30’ BT dan 0°50’ sampai 4°10’ LS, dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah barat : Selat Bangka

Sebelah timur : Selat Karimata

Sebelah utara : Laut Natuna

Sebelah selatan : Laut Jawa

Menurut Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015, total luas wilayah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung mencapai 81.725 km2, dengan luas daratan ± 16.424,23 km2

atau 20,10 % dari total wilayah dan luas laut ± 65.301 km2 atau 79,90% dari total wilayah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

merupakan gugusan dua pulau besar, yakni Pulau Bangka dan Pulau Belitung, serta

dikelilingi oleh ± 948 pulau-pulau kecil di sekitarnya yang terbentang dari perairan Selat

Bangka hingga Laut Natuna.

Adapun topografi wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan

dataran rendah, lembah dan sebagian kecil pegunungan serta perbukitan. Ketinggian

dataran rendah rata-rata sekitar 50 meter di atas permukaan laut dan ketinggian daerah

pegunungan antara lain Gunung Maras di Pulau Bangka ± 699 meter dan Gunung Tajam di

Pulau Belitung dengan ketinggiannya ± 500 meter di atas permukaan laut. Untuk daerah

perbukitan seperti Bukit Menumbing, ketinggiannya mencapai ± 445 meter dan Bukit

Mangkol dengan ketinggian ± 395 meter di atas permukaan laut. Sedangkan topografi pada

bagian wilayah yang menghadap ke Selat Bangka dan Teluk Kelabat cenderung lebih datar.

2-18

Sementara itu, daratan dan perairan Bangka Belitung merupakan satu kesatuan dari

bagian dataran Sunda, sehingga perairannya merupakan bagian Dangkalan Sunda (Sunda

Shelf) dengan kedalaman laut tidak lebih dari 30 meter.

B. Geologi

Secara fisiografi, Kepulauan Bangka Belitung termasuk ke dalam Sunda Land yang kaya

akan sumber daya alam timah. Hal ini dilihat dari kondisi geologi dasar laut daerah Bangka

Belitung yang merupakan Paparan Sunda, terbukti dari hasil rekaman seismik pantul

dangkal dan hasil pemboran di sekitar Selat Gaspar, di Tanjung Beriga, dan perairan dekat

Pulau Belitung sebelah barat. Keadaan tanahnya secara umum mempunyai PH atau reaksi

tanah yang asam rata-rata di bawah 5, serta memiliki kandungan aluminium yang sangat

tinggi. Di dalamnya mengandung banyak mineral biji timah dan bahan galian berupa pasir,

pasir kuarsa, batu granit, kaolin, tanah liat dan lain-lain.

Rangkaian proses geologi Kepulauan Bangka Belitung menghasilkan wujud bentang alam

wilayah yang sangat menarik, berupa bentukan gunung, bukit, danau, pantai, sungai, serta

lainnya. Berbagai batuan berukuran besar dengan bentuk dan warna yang beragam

memperindah hamparan pantai-pantai di wilayah perairan Bangka Belitung. Daya tarik

pantai yang unik dan khas dengan batu-batu granit menjadi salah satu kekuatan utama

berkembangnya kegiatan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung sehingga mampu

bersaing dengan daya tarik wisata lainnya di Indonesia bahkan internasional.

C. Klimatologi

Berdasarkan Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015, wilayah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung beriklim tropis dan dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah

dan kering. Sepanjang tahun 2014, bulan kering hanya terjadi selama 9 (sembilan) bulan

yaitu bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, dan November

yang ditandai dengan curah hujan di bawah 200 mm. Sedangkan bulan basah hanya terjadi

pada bulan Januari, April, dan Desember dengan curah hujan 225 hingga 312,5 mm.

2.3.2 Sejarah Sebagai Potensi Pariwisata

Tidak mudah merunut sejarah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan dua

wilayah terpisah, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Sebab, kedua wilayah ini

memiliki perjalanan yang panjang dan berbeda hingga akhirnya bergabung menjadi satu

provinsi. Dalam buku Bangka Belitung Sepanjang Masa, Direktori Wisata Sejarah Kepulauan

Bangka Belitung (Dishubpar Provinsi Bangka Belitung, 2004), secara singkat dijelaskan

bahwa selama berabad-abad, Bangka Belitung dihuni oleh Orang Laut yang menyebar di

2-19

pulau-pulau. Mereka terdesak oleh suku bangsa yang lebih maju, yakni bangsa Melayu yang

kini mendominasi sebagian besar wilayah Bangka Belitung. Dalam buku Perang Bangka,

Elvian (2012, dalam Heidhues, 1992) menyatakan bahwa pada tahun 1803, J. Van Den

Bogaart, seorang pegawai Pemerintah Kolonial Belanda mengunjungi Pulau Bangka dan

menyimpulkan terdapat empat ethnic group yang mendiami Pulau Bangka, yaitu orang

Cina, orang Melayu, Hill People atau Orang Gunung/Orang Darat, dan Sea Dwellers atau

Orang Laut. Orang Darat dan Orang Laut ini diduga berasal dari gelombang kedua

penyebaran bangsa Austronesia yang disebut bangsa Deutro Melayu. Bangsa ini menyebar

ke Asia Tenggara pada zaman logam kira-kira tahun 1500 SM. Bangsa Deutro Melayu

memiliki peradaban yang maju seperti pengetahuan tentang astronomi, pelayaran, dan

teknologi bercocok tanam.

Pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya, Bangka Belitung memiliki peranan penting dan

posisi strategis dalam memakmurkan perekonomian Kerajaan Sriwijaya hingga berakhirnya

di tahun 1277. Kemudian, sejak 1293 – 1520, Bangka Belitung berada di bawah kekuasaan

Majapahit hingga masuknya Islam di Indonesia. Sejak timah ditemukan pertama kali

sekitar abad 17 (terdapat tiga data tahun penemuan timah di Bangka, yaitu 1709, 1710,

dan 1711), Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda atau VOC masuk ke Pulau Bangka.

Hal ini meningkatkan perdagangan timah di Asia Timur dan Asia Tenggara serta

membangkitkan perhatian VOC terhadap Bangka meskipun tidak mudah untuk memonopoli

perdagangan tersebut (Heidhues, 2008). Maka, mulailah didatangkan pekerja Cina dari

Siam, Malaka, dan Malaysia yang dijadikan kuli kontrak oleh Belanda. Kedatangan mereka

membuat perubahan besar dalam struktur sosial budaya di Bangka Belitung. Mereka

mengajak sanak saudara untuk menetap hingga meninggalkan keturunan yang tersebar

hampir di seluruh pelosok wilayah Bangka Belitung. Pada masa kolonial Belanda ini juga,

terjadi perlawanan yang dilakukan oleh Depati Barin dan dilanjutkan oleh puteranya,

Depati Amir, yang berakhir dengan pengasingan ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur,

oleh Pemerintahan Belanda.

Setelah perjanjian Kapitulasi Tuntang, perjanjian penyerahan kekuasaan Belanda kepada

Inggris atas seluruh Jawa beserta pangkalan-pangkalan VOC yang berada di Madura,

Palembang, Makasar, pada 18 September 1811, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan

Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang

diadakan di Muntok pada 10 Desember 1816. Selama Belanda menjajah, terdapat tiga

perusahaan Belanda yang mempelopori penambangan Timah di wilayah Bangka Belitung,

yaitu : Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij

Billiton (GMB), dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SISTEM). Kemudian pada tahun

2-20

1953 – 1958, ketiga perusahaan Belanda tersebut dilebur menjadi tiga perusahaan negara

terpisah yaitu BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah

Belitung, dan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep. Di masa agresi militer Belanda

ke-2, yaitu tahun 1949, beberapa pemimpin Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, Mr.

Ali Sastroamijojo, Mr Muh. Room, dan H. Agus Salim, sempat diasingkan ke Muntok,

Bangka Barat, tepatnya di puncak Gunung Menumbing.

Pada tahun 1956, tuntutan untuk menjadi Provinsi Bangka Belitung mulai bergulir hingga

disusunnya draf UU pembentukan provinsi pada 4 Mei 1970 oleh Presidium Perjuangan

Provinsi Bangka Belitung kepada DPR-GR. Namun, pembahasan mengenai isu ini terhenti

hingga masa Pemerintahan Orde Baru. Tekad kembali digulirkan setelah 30 tahun dengan

dibentuk kembali Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung pada 23

Januari 2000. Setelah melalui perjuangan panjang, wilayah yang dibangun dengan

meletakkan dasar-dasar nilai budaya Melayu ini secara administratif resmi menjadi

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 4 Desember 2000 sebagai Provinsi ke-31 di

Indonesia.

2.3.3 Keanekaragaman Hayati Sebagai Potensi Pariwisata

Di Kepulauan Bangka Belitung tumbuh bermacam jenis kayu yang tidak jarang

diperdagangkan ke luar daerah, misalnya kayu meranti,ramin, mambalong, mandaru,

bulin, dan kerengas. Tanaman hutan lainnya adalah kapuk, jelutung, pulai, gelam,

mentagor, mahang, dan bakau. Salah satu hasil hutan Bangka Belitung yang terkenal selain

rotan adalah madu pahit dan jeruk kunci, yang umumnya diolah menjadi minuman segar

oleh masyarakat lokal.

Ragam fauna di Kepulauan Bangka Belitung lebih memiliki kesamaan dengan yang terdapat

di Kepulauan Riau dan Semenanjung Malaysia dibandingkan dengan daerah Sumatra.

Beberapa jenis fauna yang dapat ditemui di Kepulauan Bangka Belitung antara lain rusa,

beruk, monyet, trenggiling, kancil, musang, elang, ayam hutan, pelanduk, ular, dan

biawak. Fauna yang sangat terkenal dan menjadi endemik Pulau Belitung adalah Tarsius

Bancanicus (Tarsius Bangka). Saat ini Tarsius Bancanicus menjadi hewan yang dilindungi

karena populasinya semakin menipis akibat ekspansi hutan yang menjadi habitatnya

banyak digunakan sebagai perkebunan sawit dan pemukiman masyarakat.

2.3.4 Daya Tarik Wisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Daya tarik wisata Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh wisata bahari, baik di dua

pulau besarnya maupun pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pantai-pantai dengan batuan

granit yang eksotik merupakan potensi utama pariwisata Kepulauan Bangka Belitung dan

2-21

menjadi keunggulan yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Selain itu, potensi wisata

budaya pesisir dan sejarah Kepulauan Bangka Belitung juga menjadi keunikan. Terdapat

berbagai upacara adat yang diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu, seperti Perang

Ketupat, Buang Jong, dan Maras Taun, yang diharapkan dapat menambah daya saing

pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan mendatangkan kunjungan wisatawan

dari luar provinsi.

Selain terdapat beragam daya tarik wisata, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pun telah

mengembangkan desa wisata yang didukung melalui Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata, sebuah inisiasi dari Kementerian Pariwisata.

Bantuan yang berkisar antara Rp. 50 juta – Rp. 100 juta tersebut bersumber dari Anggaran

Pendapatan Belanja Nasional (APBN) sebagai bentuk dukungan terhadap sektor pariwisata

potensial. Penetapan suatu desa menjadi desa wisata dilihat dari beberapa kriteria, salah

satunya adalah memiliki daya tarik wisata yang potensial untuk dikembangkan dan

mendatangkan kunjungan wisatawan. Selain itu, pembentukan desa wisata juga

dimaksudkan agar masyarakat tidak hanya sebagai ‘penonton’, namun menjadi penggerak

utama dan garda terdepan dalam pembangunan kepariwisataan di daerahnya masing-

masing. Dengan desa wisata ini diharapkan masyarakat dapat mengembangkan segala

potensi dan keahliannya dalam upaya pengembangan dan diversifikasi produk wisata yang

dimiliki.

Adanya dukungan dari pusat ini membuat pertumbuhan beberapa desa wisata di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Pada periode tahun 2010 – 2011 misalnya, terdapat 3 (tiga)

desa yang mendapatkan dana PNPM Mandiri Pariwisata, yakni Desa Keciput (Kecamatan

Sijuk), Desa Sijuk (Kecamatan Sijuk), dan Desa Tanjungpendam (Kecamatan Tanjung

Pandan). Pada periode 2011 – 2012, terdapat 2 (dua) desa, yaitu Dusun Bebute, Desa

Terong (Kecamatan Sijuk) dan Desa Tanjung Binga (Kecamatan Sijuk)

(http://bangka.tribunnews.com/2011/03/03/lima-desa-dapat-dana-pnpm-mandiri-

pariwisata diakses pada 15 Desember 2015). Selain itu, di Kabupaten Bangka Selatan, 3

(tiga) desa juga mendapat bantuan dari PNPM Mandiri Pariwisata, yaitu Desa Nyelanding,

Desa Pasir Putih, dan Kelurahan Tanjung Ketapang. Adapun di Kabupaten Bangka, yang

mendapat bantuan PNPM Mandiri Pariwisata adalah Desa Matras dan Desa Rebo dengan

panorama pantai dan budaya nelayan sebagai daya tarik utama. Sedangkan di Kabupaten

Bangka Tengah, selain Desa Namang, Desa Kurau ditetapkan sebagai desa wisata bahari

karena selain berlokasi di pesisir pantai, Desa Kurau menjadi pintu gerbang masuk utama

menuju Pulau Ketawai (http://www.antarababel.com/berita/26781/bangka-tengah-

tetapkan-kurau-desa-wisata-bahari diakses pada 15 Desember 2015).

2-22

Sumber : Hasil olahan Peta RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 – 2034

Gambar 2.8 Peta Sebaran Daya Tarik Wisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2-23

Tabel 2.1 Sebaran Daya Tarik Wisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

Kabupaten Bangka

1. Pantai Romodong Belinyu Bukit Ketok Alam - Sejarah

2. Pantai Penyusuk Belinyu Bukit Ketok Alam

3. Pulau Putri Belinyu Bukit Ketok Alam

4. Pulau Lampu Belinyu Bukit Ketok Alam - Sejarah

5. Pantai Batu Bedinding Belinyu Tanjung Gudang Alam

6. Kampung Gedong – Klenteng Gedong Belinyu Lumut Budaya

7. Goa Maria Belinyu Bukit Moh Thian Budaya

8. Pelabuhan Tanjung Gudang Belinyu Tanjung Gudang Sejarah

9. Pulau Karang Belinyu Alam

10. Pantai Tanjung Putat Belinyu Alam

11. Benteng Kuto Panji Belinyu Kuto Panji Sejarah

12. Phak Kak Liang Belinyu Kuto Panji Budaya

13. Klenteng Kuto Panji Belinyu Kuto Panji Budaya

14. Pantai Parai Tenggiri Sungailiat Desa Sinar Baru Alam

15. Pantai Matras Sungailiat Desa/Kel Sinar Baru Alam

16. Teluk Limou Sungailiat Teluk Limau Alam

17. Pantai Batu Bedaun Sungailiat Kel. Sinar Jaya Alam

18. Pantai Rembak Sungailiat Jelitik Alam

19. Pantai Tanjung Pesona Sungailiat Teluk Uber Alam

20. Pantai Teluk Uber Sungailiat Teluk Uber Alam

21. Pantai Bedukang Sungailiat Bedukang Alam

22. Puri Tri Agung Sungailiat Rebo Budaya

23. Pantai Nirwana Sungailiat Rebo Alam

24. Pantai Rebo Sungailiat Rebo Alam

25. Agro Wisata Pantai Rebo Sungailiat Rebo Alam

26. Pantai Tikus Sungailiat Rebo Alam

27. Pantai Kuala Sungailiat Kuala Alam

28. Pantai Tanjung Berlayar Sungailiat Parit Padang Alam

29. Pantai Tanjung Ratu Sungailiat Tanjung Ratu Alam

30. Hutan Suaka Alam Sungailiat Alam

31. Kolam Renang Tirta Sungailiat Srimenanti Buatan

32. Makam N. Leveysen Sungailiat Sejarah

33. Tirta Tapta Pemali Sungailiat Keceper - Pemali Alam

34. Bukit Betung Sungailiat Lubuk Alam - Budaya

35. Tugu Kemerdekaan Sungailiat Sejarah

36. Beduk terbesar Masjid Agung Sungailiat Budaya

37. Vihara Dewi Kwan Im Sungailiat Jelitik Budaya

38. Klenteng Kwan Im Sungailiat Rambak Budaya

39. Peringatan 1 Muharram Sungailiat Kenanga Budaya

40. Klenteng Cetya Dharma Abadi Sungailiat Pemali Budaya

41. Pantai Air Anyir Merawang Air Anyir Alam - Budaya

42. Pantai Temberan Merawang Air Anyir Alam

43. Rebo Kasan Merawang Air Anyir Budaya

44. Hutan Pelawan Merawang Riding Panjang Alam

45. Makam Depati Bahrin Merawang Kimak Sejarah

46. Mandi Belimau Merawang Desa Jada Bahrin Budaya

47. Maulid Nabi Mendo Barat Kemuja Budaya

48. Situs Kota Kapur Mendo Barat Kota Kapur Sejarah

49. Tugu Pahlawan XII Mendo Barat Sejarah

50. Bukit Maras Riau Silip Dalil/Berbura Alam

51. Benteng Kota Waringin Puding Besar Kota Kapur Sejarah

Kota Pangkalpinang

52. Hutan Kota Tuatunu Gerunggung Tuatunu Alam

2-24

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

53. Masjid Raya Tuatunu Gerunggung Tuatunu Sejarah

54. Perigi Pekasem Gerunggang Tuatunu Indah Sejarah

55. Civic Center Pangkalpinang Sejarah

56. Panti Wangka Pangkalpinang Sejarah

57. Museum Timah Indonesia (House Hill) Pangkalpinang Sejarah

58. Menara Air Minum (Watertoren) Gerunggung Bukit Baru Sejarah

59. Rumah Sakit Bakti Timah Gerunggung Taman Bunga Sejarah

60. Wisma Timah Satoe Pangkalpinang Sejarah

61. Gereja GPIB Maranatha Gerunggung Sejarah

62. Tugu Pergerakan Kemerdekaan Taman Sari Batin Tikal Sejarah

63. Alun-alun Taman Merdeka (ATM) Taman Sari Batin Tikal Sejarah

64. Hollandsche-Chinese School (HCS) Taman Sari Batin Tikal Sejarah

65. Post Telegraf en Telefoondienst (PTT) Taman Sari Batin Tikal Sejarah

66. Kelenteng Kwan Tie Miaw Rangkui Pasir Padi Budaya

67. Taman Sari (Taman Welhelmina) Taman Sari Batin Tikal Sejarah

68. Europeesce Lagere School (ELS) Taman Sari Batin Tikal Sejarah

69. Rumah Residen Taman Sari Batin Tikal Sejarah

70. Kelenteng Tun Fong Miaw Tong Budaya

71. Perkuburan Sentosa Budaya

72. Pemakaman Belanda (Kerkhof) Rangkui Melintang Sejarah

73. Katedral Santo Yusuf Sejarah

74. Goa Maria Yung Fo Budaya

75. Bangka Botanical Garden Ketapang Air Itam Buatan

76. Pantai Pasir Padi Ketapang Air Itam Alam

77. Kelenteng Shen Mu Miaw Pangkalpinang Budaya

78. Pura Jagadnatha Surya Kencana Pangkalpinang Temberan Budaya

79. Pantai Tanjung Bunga Pangkalpinang Temberan Budaya

Kabupaten Bangka Tengah

80. Hutan Lindung Namang Namang Namang Alam

81. Pantai Tanah Merah Namang Tanah Merah Alam

82. Pantai Penyak Koba Penyak Alam

83. Rebo Kasan – Menolak 1000 bala Koba Arung Dalam Budaya

84. Desa Nelayan Kurau Koba Kurau Budaya

85. Benteng Jepang/Benteng Kurau Koba Kurau Sejarah

86. Pantai Arung Dalam Koba Alam

87. Pulau Ketawai Koba Kurau Alam

88. Pulau Gusung Asam Sungai Selan Tanjung Tedung Alam

89. Pulau Bebuar Koba Kurau Alam

90. Pantai Tanjung Berikat Koba Batu Beriga Alam

91. Pantai Sumur Tujuh Koba Alam

92. Pantai Kulur Ilir Lubuk Besar Kulur Alam

93. Pulau Semujur Pangkalan Baru Tanjung Gunung Alam

94. Pantai Tanjung Langka Koba Alam

95. Kwan Tie Miaw Rangkui Pasir Padi Budaya

96. Pantai Batu Beriga Lubuk Besar Batu Beriga Alam

97. Air Terjun Sadap Lubuk Besar Perlang Alam

98. Tugu Pahlawan/Tugu Perjuangan Beriga Lubuk Besar Tanjung Berikat Sejarah

99. Makam Belanda (D.W.Becking) Sungaiselan Sungaiselan Sejarah

100. Pulau Nangka Sungaiselan Alam

101. Ruwah Kubur Sungaiselan Keretak

102. Hot Water Keretek Sungaiselan Keretak Alam

103. Bukit Kejora Pangkalanbaru

Kabupaten Bangka Selatan

104. Desa Nyelanding Air Gegas Nyelanding Alam

105. Air Terjun Gunung Pading Airgegas Mayang Alam

106. Peninggalan Sejarah Pergam Airgegas Pergam Sejarah

107. Benteng Toboali Toboali Tanjung Ketapang Sejarah

2-25

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

108. Pantai Tanjung Kerasak Toboali Pasir Putih Alam

109. Pantai Batu Perahu Toboali Tanjung Ketapang Alam

110. Pantai Gunung Namak Toboali Alam

111. Pantai Tanjung Kelayang Toboali Toboali Alam

112. Pantai Payak Ubi Toboali Alam

113. Pantai Batu Ampar Toboali Gusung Alam

114. Pantai Batu Kodok Toboali Tanjung Ketapang Alam

115. Pantai Tanjung Timur Toboali Alam

116. Pantai Tanjung Zibur Toboali Gusung Alam

117. Mercusuar Pulau Dapur Toboali Pulau Dapur Sejarah

118. Kawin Massal Toboali Budaya

119. Ritual Rebut Toboali Tersebar Budaya

120. Makam Syech Said Jamalludin Al Afany Toboali Bahar Sejarah

121. Wisma Samudra Toboali Tanjung Ketapang Sejarah

122. Klenteng Dewi Sin Mu tahun 1800 Toboali Tanjung Ketapang Budaya

123. Pulau Lepar Lepar Pongok Lepar Alam

124. Pulau Liat/Pulau Pongok Lepar Pongok Pongok Alam

125. Kepulauan Salman Lepar Pongok Alam

126. Pulau Pongok Lepar Pongok Pongok Alam

127. Pulau Liat Lepar Pongok Pongok Alam

128. Kepulauan Salman Lepar Pongok Alam

129. Pantai Pulau Celagen Lepar Pongok Alam

130. Pantai Tanjung Labu Lepar Pongok Tanjung Labu Alam

131. Pantai Batu Tambun Pongok Lepar Pongok Pongok Alam

132. Pantai Tanjung Bugis Lepar Pongok Tanjung Sangkar Alam

133. Benteng Penutuk Lepar Pongok Penutuk Alam

134. Perkebunan Salak Pondoh Payung Panca Tunggal Alam

135. Mercusuar Lampu Besar Payung Batu Betumpang Sejarah

136. Makam Kreo Panting Payung - Sejarah

137. Pantai Batu Berdaun Rajik Simpang Rimba Rajik Alam

138. Pantai Taman Sebagin Simpang Rimba Sebagin Alam

139. Pure Bali Simpang Rimba Simpang Rimba Dusun Trans III Budaya

140. Air Panas Permis Simpang Rimba Permis Alam

141. Bukit Nenek Simpang Rimba Simpang Rimba Gudang Alam

142. Makam Karang Panjang Simpang Rimba Bangka Kota Sejarah

143. Ritual Sikok Selawang Payung Irat Budaya

144. Perkebunan Salak Pondoh Payung Panca Tunggal Alam

145. Ritual Buang Jung Lepar Pongok Kumbung Budaya

Kabupaten Bangka Barat

146. Pantai dan Mercusuar Tanjung Kelian Muntok Alam

147. Pantai Tanjung Ular Muntok Alam

148. Wisma Ranggam Muntok Sungai Daeng Sejarah

149. Pesanggrahan Menumbing Muntok Sejarah

150. Masjid Jami’ Muntok Sejarah

151. Kelenteng Kong Fuk Miau Muntok Budaya

152. Rumah Mayor Muntok Sejarah

153. Monumen Proklamator Kota Muntok Muntok Sejarah

154. Makam Pangeran Pakoeningprang Muntok Sejarah

155. Gedung Banka Tinwining Bedriff Muntok Sejarah

156. Makam Bangsawan Melayu Muntok Sejarah

157. Makam Mayor Cina Muntok Tanjung Sejarah

158. Komplek Makam Kampung Petemuan Muntok Sejarah

159. Gudang Mayor Cina Muntok Sejarah

160. Gudang Inggris Muntok Sejarah

161. Pelabuhan Lama Muntok / Vlucht Haven Muntok Sejarah

162. Kantor Syahbandar Belanda/Habur Master Muntok Sejarah

163. Gereja Bethesda (GPIB) Muntok Sejarah

2-26

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

164. Gereja Katolik Santa Maria Muntok Sungai Daeng Sejarah

165. Bangunan Pastoral Muntok Sungai Daeng Sejarah

166. Hollandsche Chineeshe School Muntok Sejarah

167. Bangunan eks TK Belanda Muntok Sejarah

168. Eks Gedung Concordia Muntok Sejarah

169. Rumah Tahanan Muntok / Gevangenis Muntok Sejarah

170. Eks Benteng/Polsek Muntok Muntok Air Belo Sejarah

171. Eks Residen /Rumah Dinas Bupati Bangka Barat

Muntok Sejarah

172. Alun-alun/ Voetbaterin Muntok Sejarah

173. Rumah Kavilasi 1 dan 2 Muntok Sejarah

174. Ekas Rumah Sakit jiwa Muntok Sejarah

175. Rumah Macan/Eks Rumah Kepala Parit Timah Muntok Sejarah

176. Bangunan Petak 15 Muntok Sejarah

177. Benteng Kota Seribu Muntok Sejarah

178. Rumah Tumenggung / Woning Tumenggung Muntok Sejarah

179. Surau Tanjung Muntok Sejarah

180. Eks Rumah Sakit Cina Muntok Sejarah

181. Jembatan Inggris Muntok Sejarah

182. Rumah Kapiten Cina Liem A Pat Muntok Sejarah

183. Sekolah Katolik Santa Maria Muntok Sejarah

184. Rumah Panggung Melayu Kampung Ulu Muntok Kampung Ulu Sejarah

185. Hotel Centrum Muntok Sejarah

186. Kerkhoof Muntok Sejarah

187. Festival Menumbing (HUT Kota Muntok) Muntok Budaya

188. Lomba Permainan Gasing Muntok Budaya

189. Festival Layang-Layang Muntok Budaya

190. Festival Tari Sejiran Setason Muntok Budaya

191. Cross Country Menumbing Muntok Alam

192. Pawai Obor di Pal 4 Muntok Airbelo Budaya

193. Ziarah Makam Kute Seribu Muntok Sejarah

194. Sembahyang Rebut Muntok Budaya

195. Khataman Al-Quran Pal 4 Muntok Budaya

196. Cap Go Meh Muntok Budaya

197. Pantai Batu Rakit Muntok Alam

198. Pantai Muntok Asin Muntok Alam

199. Batu Balai Muntok Kampung Balai Alam

200. Pembuatan Empek-empek Muntok Belo Laut Budaya

201. Pantai Pasir Kuning Tempilang Air Lintang Alam

202. Makam H. Hatama Rasyid Jebus Bakit Sejarah

Kabupaten Belitung

203. Pantai Tanjung Pendam Tanjung Pandan Tanjung Pendam Alam

204. Gunung Tajam Tanjung Pandan Kacang Butor Alam

205. Pemandian Alam Jerry Tanjung Pandan Perawas Alam

206. Danau Kaolin Kolong Murai Tanjung Pandan Perawas Alam

207. Pemandian Dayang Seri Pinai Tanjung Pandan Alam

208. Taman Hiburan Kolong Keramik, Tanjung Pandan Buatan

209. Hotel Billiton, Toapekong Ho A Joen Tanjung Pandan Sejarah

210. Museum Pemerintah Kab. Belitung Tanjung Pandan Kampung Parit Sejarah

211. Kebun Binatang Pemda Belitung Tanjung Pandan Buatan

212. Rumah Adat Belitung Tanjung Pandan Lesung Batang Budaya

213. Pulau Kalamoa Tanjung Pandan Alam

214. Gedung Nasional Tanjung Pandan Ai Beruta Pangkalalang

Sejarah

215. Situs Benteng Kuehn Tanjung Pandan Sejarah

216. Situs Dockyard Tanjung Pandan Sejarah

217. Pantai Bukit Berahu Sijuk Tanjung Binga Alam

2-27

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

218. Pulau Babi (Kepayang) Sijuk Tanjung Binga Alam

219.. Pantai Bebilai Sijuk Tanjung Binga Alam

220. Pulau Burung Sijuk Tanjung Binga Alam

221. Pantai Tanjung Kelayang Sijuk Tanjung Kelayang Alam

222. Pantai Tanjung Tinggi Sijuk Tanjung Tinggi Alam

223. Pantai Marina Sijuk Keciput Alam

224. Pantai Tanjung Binga Sijuk Tamjung Binga Alam

225. Pantai Mabai Sijuk Keciput Alam

226. Pantai Pendaunan Indah Sijuk Sijuk Alam

227. Pantai Penyairan Sijuk Sijuk Alam

228. Pantai Secupak Sijuk Alam

229. Pantai Batu Rakit Sijuk Sijuk Alam

230. Pantai Siantu Sijuk Sungai Padang Alam

231. Pantai Batu Bedil Sijuk Sungai Padang Alam

232. Pulau Pasir Sijuk Alam

234. Indomarine Spot Sijuk

235. Pulau Batu Berlayar Sijuk Alam

236. Pemandian Tirta Marundang Indah Sijuk Air Seru Alam

237. Rindu Kampung (Pedesaan) Sijuk Batu Item Buatan

238. Bukit Paramont Sijuk Air Selumar Alam

239. Situs Mentikus Sijuk Air Selumar Sejarah

240. Mercusuar Pulau Lengkuas Sijuk Pulau Lengkuas Sejarah

241. Desa Nelayan Tanjung Binga Sijuk Tanjung Binga Alam

242. Kelenteng Sijuk Sijuk Sijuk Budaya

243. Masjid Lama (Pertama Sijuk) Sijuk Sijuk Sejarah

244. Desa Baliton Sijuk Pelepak Putih Budaya

245. Desa Wisata Pelepak Putih Sijuk Pelepak Putih Budaya

246. Desa Wisata Tanjung Tinggi Sijuk Tanjung Tinggi Budaya

247. Kampong Orange Badau Sungai Samak Buatan

248. Pemandian Suci Indah Badau Sungai Samak Alam

249. Pulau Bayan Badau Sungai Samak Alam

250. Pulau Mentikus Badau Sungai Samak Alam

251. Air Terjun Gurok Beraye Badau Kacang Butor Alam

252. Benteng Abu Bakar Abdullah Badau Cerucuk Sejarah

253. Situs Kota Tanah Cerucuk dan Kompleks Makam Keramat Cerucuk

Badau Cerucuk Sejarah

254. Makam Datuk Gunung Tajam Badau Aik Begantong Sejarah

255. Museum Badau Badau Badau Sejarah

256. Pantai Tanjung Kiras, Desa Mentigi Membalong Mentigi Alam

257. Pantai Batu Lubang Membalong Mentigi Alam

258. Pantai Awan Mendung Membalong Padang Kandis Alam

259. Pantai Teluk Gembira Membalong Padang Kandis Alam

260. Pantai Pegantungan Membalong Pegantungan Alam

261. Pulau Seliu Membalong Pulau Seliu Alam

262. Bukit Batu Telaga Bulan Membalong Gunung Riting Alam

263. Goa Nek Santen Membalong Perpat Alam

264. Pantai Tanjung Rusa Membalong Tanjung Rusa Alam

265. Pantai Mentigi Membalong Mentigi Alam

266. Situs Luday Membalong Sejarah

267. Situs Ai’ Labu Kembiri Membalong Kembiri Sejarah

268. Makam KA. Rahat Membalong Sejarah

269. Pantai Pasir Panjang Selat Nasik Selat Nasik Alam

270. Pulau Batu Dinding Selat Nasik Selat Nasik Alam

271. Kawasan Pulau Lima Selat Nasik Selat Nasik Aam

272. Mercusuar Tanjung Lancar, Pulau Mendanau Selat Nasik Selat Nasik Alam

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

273. Pantai Burung Mandi Damar Burung Mandi Alam

2-28

No. Daya Tarik Wisata Kecamatan Kelurahan/Desa Jenis DTW

274. Vihara Dewi Guan Yin Damar Burung Mandi Budaya

275. Pantai Serdang Manggar Baru Alam

276. Kepulauan Memperak Manggar Alam

277. Pantai Nyiur Melambai Manggar Lalang Alam

278. Wisata Warung Kopi Manggar Budaya

279. Galeri UMKM Manggar Manggar Budaya

280. Pulau Buku Limau Manggar Buku Limau Alam

281. Bukit Samak Manggar Alam

282. Bandoeng River Manggar Alam

283. Kulong Minyak Manggar Sejarah

284. Pulau Nangka Manggar Buku Limau Alam

285. Desa Lenggang “Laskar Pelangi” Gantung Lenggang Budaya

286. Museum Kata Andrea Hirata Gantung Lenggang Budaya

287. Sanggar Batik De Simpor Gantung Budaya

288. Bendungan Pice Gantung Lenggang Sejarah

289. Kawasan Transmigrasi Danau Meranteh dan Danau Nujau

Gantung Gantung Alam

290. Kuil Kwan Im Gantung Lenggang Budaya

291. Situs makam K.A Loesoh Gantung Parit Tebu Sejarah

292. Pantai Punai Simpang Pesak Tanjung Kelumpang Alam

293. Pantai Batu Buyong Simpang Pesak Tanjung Batu Itam Alam

294. Pantai Batu Lalang Simpang Pesak Lalang Alam

295. Pangkalan Limau Simpang Pesak Tanjung Kelumpang Alam

296. Kampung Seni Bangek Simpang Pesak Budaya

297. Bukit Pangkuan Kelapa Kampit Mentawak Alam

298. Museum Istiqomah Buding Kelapa Kampit Buding Sejarah

299. Stoven Kelapa Kampit Senyubuk Sejarah

300. Kelenteng Kelapa Kampit Kelapa Kampit Budaya

310. Pantai Sengaran Kelapa Kampit Mayang Alam

302. Irigasi Bendungan Jepang Simpang Renggiang Sejarah

303. Gunung Sepang Simpang Renggiang Aik Madu Alam

304. Pantai Bukit Batu Damar Burung Mandi Alam

305. Pantai Tambak Damar Sukamandi Alam

306. Vihara Kwan Im Damar Burung Mandi Budaya

307. Vihara Sun Go Kong Damar Burung Mandi Budaya

308. UPTD Budidaya Ikan Air Tawar Mempaya Damar Mempaya Buatan

309. Situs Raja Balok Dendang Balok Lama Sejarah

310. Pemandian dan Agrowisata Sukma Alam Dendang Alam Sumber : Dihimpun dari berbagai sumber

2.3.5 Sarana dan Prasarana Pendukung Kepariwisataaan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung

A. Fasilitas Akomodasi

Akomodasi merupakan salah satu fasilitas pariwisata yang memegang peranan penting

terhadap tingkat kenyamanan wisatawan yang datang berkunjung ke Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung. Keberadaan fasilitas akomodasi yang memadai baik dari jumlah maupun

kualitasnya dapat menopang kelangsungan perkembangan pariwisata di daerah ini.

Perkembangan jumlah akomodasi di Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan peningkatan

yang cukup signifikan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Hal ini menunjukan

bahwa permintaan pasar terhadap fasilitas akomodasi yang tersebar di Kepulauan Bangka

2-29

0

20

40

60

80

100

120

2010 2011 2012 2013 2014

Bintang

Akomodasi Lain

Belitung semakin bertambah setiap tahunnya. Pertumbuhan yang positif ini salah satunya

dipicu oleh peluncuran film Laskar Pelangi di tahun 2008 silam yang mengangkat

keindahan alam Pulau Belitung. Berikut gambar yang menyajikan grafik perkembangan

jumlah akomodasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sumber : Direktori Hotel Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2014

Gambar 2.9 Perkembangan Jumlah Hotel Bintang dan Akomodasi

di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010 - 2014

Pada tahun 2014, Kepulauan Bangka Belitung memiliki 133 hotel dan penginapan dengan

total jumlah kamar sebanyak 3.793 kamar, yang dilengkapi dengan 5.372 tempat tidur.

Sementara itu, dari persebarannya, fasilitas akomodasi tersebut terkonsentrasi pada

wilayah yang memiliki jumlah penduduk cukup besar serta sarana dan prasarana yang

lengkap, seperti Kota Pangkalpinang, Kabupaten Belitung, dan Kabupaten Bangka. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Jumlah Fasilitas Akomodasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2013

No. Kabupaten/Kota

Hotel Kamar Tempat Tidur

Bintang Non

Bintang Bintang Non Bintang Bintang

Non Bintang

1. Bangka 6 14 325 174 505 247

2. Belitung 8 27 577 584 823 785

3. Bangka Barat 1 11 24 183 36 261

4. Bangka Tengah 4 - 498 - 659 -

5. Bangka Selatan - 5 - 120 - 162

6. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

1 16 26 195 33 250

7. Pangkalpinang 11 29 504 583 772 839

Total 31 102 1954 1839 2828 2544

Sumber : Direktori Hotel Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2014

B. Fasilitas Makan dan Minum

Sebagai daerah yang sudah cukup maju dan mendukung pengembangan pariwisata,

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki fasilitas makan dan minum yang tersebar di

2-30

tiap kabupaten. Berikut tabel yang menjabarkan sebaran restoran, rumah makan, serta

fasilitas makan dan minum lainnya yang terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 2.3 Jumlah Fasilitas Makan dan Minum di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014

No. Kabupaten/Kota

JENIS FASILITAS MAKAN & MINUM JUMLAH

Restoran & Rumah Makan

Fasilitas Makan & Minum Lainnya

1. Bangka 14 1 15

2. Bangka Barat 21 1 22

3. Bangka Tengah 17 - 17

4. Bangka Selatan 62 1 63

5. Belitung 29 7 36

6. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung - - -

7. Pangkal Pinang 31 21 52

JUMLAH 174 31 205

Sumber: Direktori Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2015

C. Fasilitas Perjalanan Wisata

Salah satu bentuk usaha pariwisata adalah agen perjalanan wisata, yaitu usaha jasa

pemesanan sarana perjalanan, seperti pemesanan tiket, pemesanan akomodasi, dan

pengurusan dokumen perjalanan. Fasilitas biro perjalanan atau agen perjalanan wisata ini

sudah banyak dijumpai di sekitar Kepulauan Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung

telah memiliki kedua jenis fasilitas perjalanan wisata tersebut. Seperti juga fasilitas

pariwisata lainnya, usaha pariwisata ini paling banyak dijumpai di Pangkalpinang. Sebaran

usaha perjalanan wisata di Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4 Jumlah Usaha Perjalanan Wisata di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015

No. Kabupaten/Kota Jumlah

Biro Perjalanan Wisata

1. Bangka 18

2. Bangka Barat 4

3. Bangka Tengah 3

4. Bangka Selatan 6

5. Belitung 26

6. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 14

7. Pangkalpinang 29

Jumlah 100

Sumber: Direktori Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2015

D. Fasilitas Toko Cinderamata

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memproduksi barang-barang kerajinan khas daerah

yang unik dan dapat menjadi souvenir menarik bagi para pengunjung. Kerajinan tersebut

antara lain berupa kerajinan khas, batik, tenun (kain cual), aneka makanan khas, akar

2-31

bahar, renda, souvenir laskar pelangi, dan sebagainya. Lokasi tempat penjualan souvenir

paling banyak terdapat di Kota Pangkalpinang, yaitu sebanyak 9 unit.

Tabel 2.5 Sebaran Toko Cenderamata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2013

NO. KABUPATEN / KOTA JUMLAH

1. Kota Pangkal Pinang 9

2. Kab. Bangka 6

3. Kab. Bangka Barat 4

4. Kab. Bangka Selatan 2

5. Kab. Bangka Tengah -

6. Kab. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

-

7. Kab. Belitung 4

Jumlah

Sumber : Disbudpar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2013

E. Fasilitas Umum Pendukung Pariwisata

Keberadaan fasilitas umum, seperti fasilitas kesehatan, fasilitas keuangan, atau fasilitas

peribadatan di suatu wilayah penting dalam mendukung aktivitas kepariwisataan. Di setiap

kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah memiliki fasilitas rumah

sakit, puskesmas dan puskesmas pembantu yang melengkapi fasilitas kesehatan di daerah

ini. Terdapat 16 unit rumah sakit (RS) yang terbagi menjadi 8 RS umum pemerintah, 6 RS

swasta, dan 2 RS jiwa. Puskesmas pun sudah menjangkau kecamatan, namun tenaga medis

yang ada dinilai masih kurang jumlahnya.

Adapun fasilitas keuangan yang terdapat di Kepulauan Bangka Belitung adalah Bank

Pemerintah & Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Swasta, dan Bank Perkreditan

Rakyat. Perkembangan fasilitas keuangan di wilayah kabupaten/kota yang tersebar di

Kepulauan Bangka Belitung ada yang mengalami kenaikan seperti wilayah Bangka, akan

tetapi untuk wilayah Belitung dan Pangkalpinang mengalami penurunan dalam jumlah

fasilitas keuangannya, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Jumlah Bank Pemerintah, Swasta, dan Bank Unit Desa Tahun 2014

Jenis Bangka *) Belitung**) Pangkalpinang Jumlah

Bank Pemerintah & BPD 1. Kantor Cabang 2. Kantor Cabang

Pembantu 3. Kantor Unit Desa 4. Kantor Kas 5. Kas Mobil 6. Loket Pelayanan

5

15

24 13 7 2

4 3

9 6 2 4

5 2

12 12 4 3

14 20

45 31 13 9

Bank Swasta 1. Kantor Cabang 2. Kantor Cabang

Pembantu

-

20 1

- 8

12

6

12

34

2-32

Jenis Bangka *) Belitung**) Pangkalpinang Jumlah

3. Kantor Kas 4. Kas Mobil

- 1 1

1 1

3 2

Bank Perkreditan Rakyat 1. Kantor Pusat 2. Kantor Cabang

1 6

0 3

3 1

4

10

Total 2014 94 41 62 197

2013 83 35 35 153

2012 60 37 68 165

2011 42 29 57 128

Sumber: Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015 Catatan : *) termasuk Bangka Barat, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan

Sementara itu, fasilitas peribadatan di Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh fasilitas

peribadatan umat Islam, khususnya masjid. Hal ini dikarenakan penduduk asli daerah

Bangka Belitung adalah Suku Melayu yang mayoritas beragama Islam. Fasilitas peribadatan

lainnya seperti gereja, vihara, dan pura juga tersedia di wilayah kabupaten/kota di

Kepulauan Bangka Belitung, namun jumlahnya masih terbatas. Berdasarkan tabel di bawah

ini, terdapat 807 masjid, 509 mushola, 163 langgar, 162 gereja protestan, 29 gereja

katolik, 62 vihara, dan 11 pura yang tersebar di setiap kabupaten di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

F. Prasarana Umum Pendukung Pariwisata

Prasarana umum penunjang kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung antara lain

jalan, air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Dari total panjang jalan di Kepulauan Bangka

Belitung, 509,49 km merupakan jalan negara dan 899,33 km merupakan jalan provinsi.

Berdasarkan kondisi jalan dengan status jalan provinsi, 96,73% dalam keadaan sedang-

baik, sedangkan 3,27% dalam keadaan rusak. Berikut tabel yang menjabarkan kondisi jalan

di Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 2.7 Panjang Jalan di Kepulauan Bangka Belitung

Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Tahun 2014

Jenis Permukaan Dan Kondisi Jalan

Jalan Negara (Km)

Jalan Provinsi (Km)

Jalan Provinsi (Km)

1. Jenis permukaan

a) Aspal 509,59 899,33 1408,82

b) Kerikil 0 0 0

c) Tanah 0 0 0

2. Kondisi jalan

a) Baik 493,24 397,64 890,88

b) Sedang 15,95 472,24 488,19

c) Rusak 0,30 27,03 27,33

d) Rusak Berat - 2,42 2,42

Sumber: Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015

2-33

Sementara itu, sumber air bersih di Kepulauan Bangka Belitung difasilitasi oleh Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM), sumur bor, dan sumur gali oleh masyarakat. Adapun untuk

jumlah pelanggan PDAM masih didominasi oleh penggunaan rumah tangga, sementara

masih sedikit hotel yang kebutuhan akan air bersihnya dipenuhi oleh PDAM, termasuk air

minum. Menurut Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2014, terdapat 92 hotel atau

daya tarik wisata yang menjadi pelanggan air minum di Kabupaten Belitung, 2 lainnya di

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan 20 di Kota Pangkalpinang.

Adapun kondisi jaringan listrik di wilayah ini, disebutkan dalam Kepulauan Bangka Belitung

Dalam Angka 2015, bahwa PLN Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2014 mengelola

kapasitas pembangkit listrik yang tersambung sebesar 455.781 KVA dengan daya terpasang

sebanyak 88.182 KW. Adapun jumlah pembangkit listrik yang ada adalah sebanyak 57 unit

dengan jumlah produksi listrik yang dihasilkan sebesar 802.349.667 KWH. Sementara itu,

pada tahun 2014, jumlah pelanggan listrik bertambah menjadi 298.971 pelanggan (naik

15,6%). Pengadaan listrik oleh PLN di pedesaan terbanyak ada di Kabupaten Bangka yaitu

70 desa dengan 60.385 rumah tangga yang dilayani. Daya tersambung pada konsumen

terbesar ada pada rumah tangga yaitu sebesar 309.721 KVA (67,95%). Daya tersambung

untuk usaha dan industri adalah 117.770 KVA atau 21,47% dari total daya tersambung di

PLN.

2.3.6 Aksesibilitas Pendukung Pariwisata

Keberhasilan pembangunan kepariwisataan suatu daerah tidak terlepas dari peran sektor

transportasi. Dengan dibangunnya sarana dan prasarana transportasi yang memadai,

diharapkan wisatawan akan lebih nyaman dan mudah berkunjung ke suatu destinasi

pariwisata.

A. Transportasi Udara

Di era modern ini, mayoritas wisatawan menggunakan transportasi udara untuk

mengunjungi suatu destinasi pariwisata yang jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Sebab,

selain lebih nyaman, berwisata dengan menggunakan jasa transportasi udara lebih

menghemat waktu dan wisatawan akan lebih lama tinggal di lokasi yang dikunjungi. Di

Kepulauan Bangka Belitung, terdapat dua bandar udara yaitu Bandar Udara Depati Amir di

Pulau Bangka dan H. AS. Hanandjoeddin di Pulau Belitung. Bandara Depati Amir terletak di

7 km dari Kota Pangkalpinang dan 51 km dari Kota Kota, ibukota Kabupaten Bangka

Tengah. Namun, secara administrasi, bandara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II sejak

tahun 2007 ini berlokasi di Desa Dul, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka

Tengah. Rute yang tersedia di Bandara Depati Amir terdiri dari Pangkalpinang (PGK) –

2-34

Jakarta (CGK), Pangkalpinang (PGK) – Palembang (PLM), Pangkalpinang (PGK) – Tanjung

Pandan (TJQ), dan Pangkalpinang (PGK) – Batam (BTM).

Sementara itu, Bandara H. AS. Hanajoeddin terletak di Desa Buluhtumbang, Kecamatan

Berawas, Kabupaten Belitung. Bandara kelas II yang dikelola oleh UPT Dirjen Perhubungan

Udara ini terletak 11 km dari Kota Tanjungpandan. Rute yang tersedia di Bandara HAS

Hanandjoeddin adalah Tanjung Pandan – Jakarta (pp) dan Tanjung Pandan – Pangkalpinang

(pp). Adapun maskapai penerbangan yang beroperasi di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung antara lain Garuda Indonesia, Citilink (anak perusahaan Garuda Indonesia),

Sriwijaya Air, Nam Air (anak perusahaan Sriwijaya Air), Lion Air, dan Wings Air. Dari

Jakarta menuju Pangkalpinang maupun Jakarta Tanjung Pandan umumnya memerlukan

waktu selama ± 50 menit – 1 (satu) jam. Berikut ini tabel yang menguraikan rute dan

jadwal penerbangan beserta maskapai yang beroperasi.

Tabel 2.8 Rute dan Jadwal Penerbangan Menuju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Rute Maskapai

Jadwal Penerbangan Asal Tujuan

Jakarta Pangkalpinang

Citilink 09.40 – 10.45 13.05 – 14.10

Garuda 10.05 – 11.25 15.20 – 16.40

Lion Air 06.10 – 07.20 10.00 – 11.10 13.40 – 14.50 15.50 – 17.00 17.40 – 18.50

Sriwijaya Air 06.45 – 07.50 09.40 – 10.45 13.20 – 14.25 15.35 – 16.40

Nam Air 17.40 – 18.45

Pangkalpinang Jakarta

Garuda 12.10 – 13.20 17.25 – 18.35

Citilink 11.20 – 12.25 14.45 – 15.50

Sriwijaya Air 08.20 – 09.25 11.15 – 12.20 14.55 – 16.00 17.10 – 18.15

Nam Air 06.45 – 07.50 13.30 – 14.35 18.25 – 19.30

Lion Air 15.30 – 16.45 17.40 – 18.55 19.30 – 20.40

Palembang Pangkalpinang

Nam Air 12.15 – 12.55

Garuda 11.35 – 12.25 14.15 – 15.05

Pangkalpinang Palembang Garuda 15.35 – 16.25

2-35

Rute Maskapai

Jadwal Penerbangan Asal Tujuan

Lion Air 18.15 – 18.55

Nam Air 08.55 – 09.35 13.25 – 14.05 18.10 – 18.50

Tanjung Pandan

Pangkalpinang

Garuda 14.15 – 15.05

Nam Air 10.05 – 10.40

Wings Air 15.15 – 15.45

Pangkalpinang Tanjung Pandan

Wings Air 14.25 – 14.55

Nam Air 11.10 – 11.45

Garuda 12.55 – 13.45

Jakarta Tanjung Pandan

Citilink 05.55 – 06.55

Nam Air 08.35 – 09.35 12.50 – 13.50

Sriwijaya Air 06.20 – 07.20 11.35 – 12.35 14.30 – 15.30

Garuda 06.50 – 07.55 10.30 – 11.35

Tanjung Pandan

Jakarta

Garuda 08.40 – 09.45 12.20 – 13.25

Citilink 07.30 – 08.30

Srwijaya Air 07.50 – 08.55 13.05 – 14.10 16.00 – 17.10

Nam Air 12.15 – 13.20 16.40 – 17.40

Sumber : Website maskapai terkait, 2015

Sementara itu, pada tahun 2014, arus kedatangan dan keberangkatan pesawat di Bandara

Depati Amir mengalami penurunan masing-masing sebesar 8,36% dan 8,19% jika

dibandingkan dengan tahun 2013. Begitupun dengan jumlah penumpang datang dan pergi

yang menurun secara signifikan sebesar 4,30% dan 4,31%. Hal ini berkebalikan dengan arus

pesawat dan penumpang di Bandara H. AS. Hanandjoeddin Tanjung Pandan yang

cenderung mengalami kenaikan.

Tabel 2.9 Lalu Lintas Penerbangan di Bandar Udara Depati Amir dan Bandar Udara HAS. Hanandjoeddin Tahun 2011 - 2014

Tahun

Bandar Udara Depati Amir Bandar Udara HAS. Hanandjoeddin

Penerbangan Penumpang Penerbangan Penumpang

Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat

2014 5.339 5.402 696.430 705.483 2.763 2.763 307.960 305.524

2013 5.826 5.884 727.707 737.257 2.814 2.814 267.407 269.564

2012 6.235 6.236 733.266 751.439 2.349 2.349 237.892 245.945

2011 5.699 5.702 656.551 665.826 1.821 1.821 194.320 198.813

Sumber: Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015

B. Transportasi Laut

Selain transportasi udara, transportasi laut merupakan sektor yang strategis bagi

Kepulauan Bangka Belitung sebagai provinsi kepulauan. Transportasi laut yang bergerak di

2-36

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung antara lain perusahaan PELNI dan perusahaan swasta,

seperti PT. Pelabuhan Indonesia II. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdapat

beberapa pelabuhan utama yang menjadi pintu masuk penumpang dari luar provinsi, yakni

Pelabuhan Pangkalbalam di Kota Pangkalpinang, Pelabuhan Tanjung Gudang di Belinyu,

Kabupaten Bangka, Pelabuhan Tanjung Kalian di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, dan

Pelabuhan Sadai di Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Pelabuhan-pelabuhan tersebut

menghubungkan beberapa wilayah di Indonesia, seperti Palembang, Jakarta, Banten,

Surabaya, Pontianak, dsb.

Jika dari wilayah Sumatra, pengunjung umumnya akan menyebrang ke Pulau Bangka

melalui Palembang, yaitu di Pelabuhan Bom dengan kapal cepat atau Pelabuhan Tanjung

Api-api dengan kapal ferry menuju Pelabuhan Tanjung Kalian, Muntok. Waktu tempuh

kapal ferry tersebut adalah 2,5 – 3 jam perjalanan. Sementara itu, Kapal PELNI yang

melayani pelayaran nusantara dengan melalui jalur pelabuhan di Kepulauan Bangka

Belitung adalah KM. Bukit Raya dengan rute Tj. Priok – Belinyu – Kijang – Letung –

Tarempa – Natuna – Midai – Serasan – Pontianak – Surabaya. Dari Tg. Priok menuju Belinyu

dapat menghabiskan waktu selama 1 (satu) hari + 2 jam perjalanan atau total 26 jam laut.

Selain KM. Bukit Raya, pengunjung dapat menggunakan KM. Lawit yang melalui Belitung,

dengan rute Tj. Priok – Tj. Pandan – Pontianak – Semarang – Surabaya.

Selain itu, dari Pelabuhan Pangkalbalam di Pangkalpinang menuju Pelabuhan Tanjung

Pandan atau sebaliknya dapat menggunakan kapal cepat selama 4 jam perjalanan. Adapun

bagi pengunjung dari Jakarta yang memilih moda transportasi laut menuju Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung dapat waktu tempuh dari Jakarta menuju Bangka Belitung

dapat mencapai satu hari perjalanan. Berikut tabel yang menguraikan data pelabuhan

beserta fungsi dan beberapa rute pelayaran menuju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sementara itu, jumlah kunjungan kapal di pelabuhan di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung pada tahun 2014 masih didominasi oleh kapal milik pelayaran dalam negeri

sebanyak 3.763 unit, sedangkan pelayaran luar negeri sebanyak 101 unit. Untuk keperluan

wisata, beberapa kapal nelayan sering disewa oleh wisatawan untuk berlayar ke pulau-

pulau kecil untuk berwisata di Kepulauan Bangka Belitung. Untuk lebih rincinya dapat

dilihat pada tabel 2.10.

2-37

Tabel 2.10 Kunjungan Kapal di Pelabuhan Pangkalbalam dan

Pelabuhan Kawasan (Muntok, Belinyu, Sungai Selan) Tahun 2014

Jenis Pelayaran Jumlah Kapal (unit) Berat

Luar Negeri

a) reguler 12 20.805

b) non reguler 109 126.769

Pelayaran Dalam Negeri 3.422 3.158.539

Pelayaran Rakyat 341 70.575

Pelayaran Perintis - -

Kapal Negara/Tamu - -

Total 2014 3.884 3.376.688

2013 4.939 3.990.303

2012 3.240 3.324.349

Sumber: Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015

Transportasi Darat

Transportasi darat merupakan salah satu faktor penting dalam memperlancar kegiatan

perekonomian, termasuk aktivitas pariwisata. Selain ketersediaan transportasi umum,

keberadaan terminal cukup krusial dalam memudahkan wisatawan yang ingin mengunjungi

tiap daya tarik wisata yang ada. Di Pulau Bangka, sudah tersedia sarana transportasi umum

seperti angkot maupun bus yang menghubungkan tiap terminal baik dalam maupun antar

kabupaten/kota. Sedangkan di Pulau Belitung angkutan umum belum memadai, hanya di

ruas jalan tertentu saja sehingga wisawatan yang ingin berlibur lebih baik menyewa

mobil/bus untuk berkeliling mengunjungi tiap daya tarik wisata. Berikut data terminal

yang terdapat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 2.11 Data Terminal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

No. Nama Terminal Instansi Pengelola

Kota Pangkalpinang

1 Terminal Giri Maya Dishubkominfo Kota Pangkalpinang

2 Terminal Kampung Keramat Dishubkominfo Kota Pangkalpinang

3 Terminal Selindung Dishubkominfo Kota Pangkalpinang

Kabupaten Bangka

4 Terminal Bus Sungailiat Dishubkominfo Kabupaten Bangka

5 Terminal Bus Belinyu Dishubkominfo Kabupaten Bangka

6 Terminal Bus Air Ruay Dishubkominfo Kabupaten Bangka

Kabupaten Bangka Barat

7 Terminal Muntok Dishubparinfo Kabupaten Bangka Barat

8 Terminal Kelapa Dishubparinfo Kabupaten Bangka Barat

9 Terminal Jebus Dishubparinfo Kabupaten Bangka Barat

Kabupaten Bangka Tengah

10 Terminal Koba Dishubkominfo Kabupaten Bangka Tengah

Kabupaten Bangka Selatan

11 Terminal Bikang Dishubkominfo Kabupaten Bangka Selatan

12 Terminal Payung Dishubkominfo Kabupaten Bangka Selatan

13 Terminal Toboali Dishubkominfo Kabupaten Bangka Selatan

Kabupaten Belitung

14 Terminal Tanjung Pandan Dishubkominfo Kabupaten Belitung

15 Terminal Kota Dishubkominfo Kabupaten Belitung

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

16 Terminal Manggar Dishubkominfo Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: Data Base Jasa Angkutan dan Pelayaran Transportasi, 2013

2-38

2.3.7 Pasar Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Kegiatan pengembangan pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sedang gencar

dilakukan mengingat sektor pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung telah ditetapkan

sebagai salah satu sektor unggulan daerah. Pada Tabel 4.14 disajikan jumlah kunjungan

wisatawan domestik dan mancanegara yang diasumsikan bahwa angka ini diperoleh melalui

kunjungan wisatawan ke daya tarik wisata. Dari tabel terlihat bahwa kunjungan wisatawan

domestik maupun mancanegara di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung cenderung

meningkat dari tahun 2011 hingga 2014. Di tahun 2014, dari 285.329 kunjungan tamu,

99,17% merupakan wisatawan domestik dan 0,83% merupakan wisatawan asing. Angka ini

mengindikasikan bahwa wisatawan domestik lebih mendominasi kunjungan wisatawan ke

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tabel 2.12 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Mancanegara

ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014

Bulan Tamu Asing Tamu

Domestik Jumlah

Januari 135 15.880 16.015

Februari 134 17.390 17.524

Maret 214 22.578 22.792

April 225 26.561 26.786

Mei 277 27.948 28.225

Juni 194 29.358 29.552

Juli 101 19.048 19.149

Agustus 190 20.270 20.460

September 182 26.053 26.325

Oktober 293 26.097 26.390

November 215 25.882 26.097

Desember 201 25.903 26.104

Total 2014 2.361 282.968 285.329

2013 2.035 236.370 238.405

2012 1.864 221.747 223.611

2011 1.495 191.200 192.695

Sumber: Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015

Selain kunjungan ke daya tarik wisata, persentase kunjungan suatu daerah dapat dilihat

dari seberapa besar tamu yang masuk di suatu fasilitas akomodasi, meskipun tidak dapat

digenaralisasi bahwa semua tamu yang menginap merupakan wisatawan nusantara. Dalam

Direktori Hotel Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2014 tercatat jumlah tamu yang datang

ke hotel berbintang dan akomodasi lain tercatat sebanyak 515.923 orang dengan

perbandingan 98,92% merupakan wisatawan domestik dan 1,08% merupakan wisatawan

mancanegara. Pada tahun 2014, arus kunjungan meningkat tajam hingga sebesar 46,97%

dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 510.367 wisatawan domestik dan 5.566 wisatawan

2-39

3330 3421 5540 2606 5556

190828

252651

358441 348426

510367

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

2010 2011 2012 2013 2014

Domestik

Asing

mancanegara. Untuk lebih jelasnya, berikut grafik yang menggambarkan pergerakan

jumlah tamu baik hotel bintang maupun akomodasi lain selama 5 tahun terakhir.

Sumber : Direktori Hotel Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2014

Gambar 2.10 Grafik Jumlah Tamu Hotel Bintang dan Akomodasi Lain

di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010 – 2014

2.3.8 Kondisi Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Berdasarkan Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015, pertumbuhan ekonomi Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2014 melambat dibandingkan tahun 2013.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 dengan migas 5,22% dan tanpa migas 5,23%.

Sementara di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi dengan migas 4,68% dan 4,67% tanpa

migas. Adapun struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung disusun oleh 17

(tujuh belas) lapangan usaha, yaitu :

a) Pertanian, kehutanan, dan perikanan

b) Pertambangan dan penggalian

c) Industri pengolahan

d) Pengadaan listrik dan gas

e) Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang

f) Konstruksi

g) Perdagangan besar dan eceran

h) Transportasi dan pergudangan

i) Penyediaan akomodasi dan makan minum

j) Informasi dan komunikasi

k) Jasa keuangan dan asuransi

l) Real estat

2-40

m) Jasa perusahaan

n) Administrasi pemerintahan, pertanahan, dan jaminan sosial wajib

o) Jasa pendidikan

p) Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

q) Jasa lainnya

Berdasarkan data kontribusi ke-tujuh belas lapangan usaha terhadap PDRB Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung tahun 2010 – 2014, terdapat empat sektor utama penyumbang

pendapatan daerah terbesar, yaitu 1) industri pengolahan, 2) pertanian, kehutanan, dan

perikanan, 3) pertambangan dan penggalian, dan 4) perdagangan besar dan eceran.

Kontribusi masing-masing sektor tersebut pada tahun 2014 adalah sebesar 23,27%, 18,69%,

14,38%, serta 13,82% menurut harga konstan. Adapun kontribusi pariwisata, terutama

dalam penyediaan fasilitas akomodasi dan restoran terhadap PDRB tahun 2014 atas dasar

harga konstan sebesar 2,27%. Angka ini harus perlu ditingkatkan dengan melakukan

pembangunan kepariwisataan yang lebih terencana dan terintegrasi.

Tabel 2.13 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Atas Dasar

Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014

LAPANGAN USAHA

2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah (juta Rp)

% Jumlah (juta Rp)

% Jumlah (juta Rp)

% Jumlah (juta Rp)

% Jumlah (juta Rp)

%

Pertanian, Kehutanan, & Perikanan

6.097.691 17,15 6.642.800 17,47 7.072.887 17,64 7.557.863 17,91 8.256.151 18,69

Pertambangan & Penggalian

6.077.439 17,09 6.263.560 16,48 6.270.079 15,63 6.230.132 14,76 6.352.555 14,38

Industri Pengolahan 9.174.668 25,80 9.515.757 25,03 9.804.878 24,45 10.147.361 24,05 10.280.893 23,27

Pengadaan Listrik & Gas 24.117 0,07 27.304 0,07 30.087 0,08 31.571 0,07 34.271 0,08

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, & Daur Ulang

6.160 0,02 6.461 0,02 7.022 0,02 7.316 0,02 7.678 0,02

Konstruksi 2.531.855 7,12 2.758.267 7,26 3.133.802 7,81 3.414.740 8,09 3.552.205 8,04

Perdagangan Besar & Eceran

4.720.707 13,27 5.162.127 13,58 5.528.137 13,78 5.845.425 13,85 6.104.737 13,82

Transportasi & Pergudangan

1.161.976 3,27 1.272.729 3,35 1.384.756 3,45 1.484.921 3,52 1.573.245 3,56

Penyediaan Akomodasi & Makan Minum

742.772 2,09 808.357 2,13 870.984 2,17 931.153 2,21 1.000.754 2,27

Informasi & Komunikasi 578.288 1,63 625.202 1,64 679.225 1,69 740.153 1,75 790.872 1,79

Jasa Keuangan & Asuransi

499.641 1,40 581.499 1,53 624.228 1,56 731.241 1,73 771.101 1,75

Real Estat 987.085 2,78 1.098.404 2,89 1.215.662 3,03 1.312.637 3,11 1.413.993 3,20

Jasa Perusahaan 85.435 0,24 93.877 0,25 101.223 0,25 108.110 0,26 115.692 0,26

Administrasi Pemerintahan, Pertanahan, & Jaminan Sosial Wajib

1.597.081 4,49 1.778.004 4,68 1.873.016 4,67 2.014.417 4,77 2.162.117 4,89

Jasa Pendidikan 706.120 1,99 755.509 1,99 821.706 2,05 904.907 2,14 969.893 2,20

Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial

360.425 1,01 397.499 1,05 442.949 1,10 475.323 1,13 503.757 1,14

Jasa Lainnya 210.443 0,59 226.453 0,60 244.264 0,61 260.965 0,62 281.710 0,64

PDRB dengan Migas 35.561.904 100 38.013.990 100 40.104.906 100 42.198.234 100 44.171.625 100

Sumber: Diolah dari Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2015

2-41

2.3.9 Isu Strategis Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepualuan Bangka Belitung

Kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung memiliki beberapa isu strategis yang perlu

dijawab melalui pengembangan pariwisata di masa yang akan datang. Isu-isu strategis

tersebut adalah:

1. Kapasitas sumber daya manusia pariwisata untuk mendukung pengembangan

Kepulauan Bangka Belitung sebagai Destinasi Pariwisata Nasional

2. Kepemimpinan yang konsisten dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan yang

berpihak pada pariwisata

3. Kapasitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan Kepulauan Bangka Belitung

sebagai Destinasi Pariwisata Nasional.

4. Keterpaduan pembangunan seluruh sektor dan pemerintahan dalam mendukung

pengembangan kepariwisataan sebagai sektor ekonomi andalan Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

5. Pariwisata sebagai alat bagi penguatan struktur ekonomi masyarakat

6. Pariwisata sebagai pengendali pemanfataan ruang berwawasan lingkungan

7. Pariwisata untuk meningkatkan apresiasi masyarakat dan wisatawan terhadap sumber

daya alam dan budaya Kepulauan Bangka Belitung

8. Pariwisata untuk memberikan nilai tambah bagi kawasan pertimahan

2.4 Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Perda RIPPARPROV

Penerapan Perda Ripparprov akan berdampak terhadap pembangunan kepariwisataan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya terhadap masyarakat, pengusaha

pariwisata, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Jika penerapan Perda Ripparprov

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini dapat dilaksanakan dengan baik dan konsisten,

maka pembangunan kepariwisataan dapat berjalan sesuai arah dan tujuan perencanaan,

serta diharapkan memberikan manfaat, khususnya masyarakat. Pembangunan daya tarik

wisata sesuai dengan perwilayahan dan peruntukannya, dengan skala pengembangan yang

sesuai dengan kapasitas dan potensinya, diharapkan dapat meminimalisasi konflik maupun

dampak-dampak negatif lainnya.

2-42

Penerapan Perda Ripparprov diantaranya dapat menghasilkan implikasi atau dampak

sebagai berikut:

1. Terhadap ekonomi dan investasi

a) Mendorong peningkatan jumlah investasi dalam industri pariwisata, terkait dengan

bertumbuhkembangnya jumlah usaha pariwisata (hotel, restoran, toko souvenir,

biro perjalanan wisata, dsb.) yang dimiliki oleh masyarakat lokal

b) Mendorong peningkatan pendapatan daerah dari pariwisata, didapat dari kenaikan

PDRB subsektor pariwisata, kenaikan nilai pajak dari ijin usaha pariwisata, pajak

airport, dan lain-lain.

c) Mendukung peningkatan kualitas pelayanan investasi dengan penyederhanaan

prosedur investasi pariwisata, misalnya adanya pengembangan/aplikasi pelayanan

OSS (One Stop Service) untuk perijinan usaha pariwisata, serta optimalisasi peran

SKPD kepariwisataan dan peningkatan koordinasi dengan stakeholder lain dalam

perijinan usaha pariwisata.

d) Mendorong peningkatan lapangan pekerjaan (employment) bagi masyarakat,

misalnya kenaikan jumlah masyarakat yang terlibat dalam industri pariwisata,

kenaikan pendapatan/income pegawai yang terlibat dalam industri pariwisata.

e) Mendukung peningkatan dukungan permodalan bagi masyarakat, diantaranya

dengan perlindungan pemerintah bagi usaha UMKM baik berupa

kebijakan/peraturan, dan lainnya.

f) Mendorong penurunan economic leakage, misalnya mempergunakan bahan baku

makanan dan bahan baku souvenir yang didapat atau dibuat secara lokal.

g) Secara tidak langsung berdampak terhadap peningkatan cost of living, dari mulai

meningkatnya harga tanah dan bangunan sampai pengeluaran rumah tangga

(bahan baku, transportasi, liburan, dan lain-lain).

2. Terhadap pembiayaan

a) Sebagai masukan dalam meningkatkan alokasi pembiayaan yang berkaitan dengan

penelitian dan formulasi kebijakan pariwisata, rencana pembiayaan bagi kegiatan

konsultasi dan partisipasi masyarakat, serta alokasi pembiayaan SDM /staf dinas

kepariwisataan.

b) Mendukung peningkatan alokasi pembiayaan terhadap implementasi program

kepariwisataan kabupaten, misalnya program pemasaran dan promosi, program

pembangunan infrastruktur, dan lain-lain.

2-43

3. Terhadap hukum dan perizinan

a) Mendorong adanya law inforcement sehingga terdapat kenaikan jumlah usaha

pariwisata yang telah mengantongi izin usaha.

4. Terhadap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian kawasan

a) Sebagai masukan dalam menghasilkan rencana guna lahan yang mengalokasikan

zona-zona pengembangan pariwisata serta pengadaan guidelines pengembangan

fisik kawasan wisata (intensitas pemanfaatan lahan, desain bangunan, dan lain-

lain).

b) Mendorong terciptanya efektivitas dalam proses monitoring dan kontrol

pengembangan pariwisata.

5. Terhadap pengembangan destinasi pariwisata

a) Mendukung terciptanya kualitas produk pariwisata yang makin meningkat,

berkaitan dengan peningkatan kualitas daya tarik wisata dan fasilitas

pendukungnya, peningkatan jumlah kepuasan wisatawan (tourist satisfaction),

peningkatan jumlah wisatawan yang kembali berkunjung (repeater tourist).

b) Mendorong peningkatan pembangunan dan perbaikan prasarana dan sarana

pariwisata.

c) Meningkatnya upaya pelestarian dan perlindungan aset lingkungan alam dan

lingkungan bersejarah agar tetap bernilai ekonomi.

d) Meningkatnya kajian terhadap dampak yang ditimbulkan pariwisata, misalnya

terkait dengan dampak lingkungan, dampak sosial dan budaya yang diakibatkan

oleh pengembangan pariwisata.

e) Mendorong penguatan citra pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

f) Mendorong terdistribusikannya kunjungan wisatawan ke wilayah/daya tarik wisata

lainnya dengan pengembangan pengembangan moda transportasi umum ke daya

tarik wisata yang kurang berkembang.

6. Terhadap industri pariwisata

a) Mendorong industri pariwisata (hotel, restoran, dan lain-lain) agar lebih

meningkatkan kualitas, pelayanannya serta keragaman jenisnya.

b) Mendorong peningkatan jumlah industri pariwisata yang mengadopsi prosedur

environmental management, misalnya dengan menerapkan efisiensi energi dalam

pengelolaan hotel, 3R, responsible marketing, dan lain-lain.

2-44

7. Terhadap aspek SDM dan kelembagaan

a) Mendorong kemitraan antara pemerintah, industri pariwisata, dan masyarakat.

b) Mendorong peningkatan kualitas SDM industri pariwisata, dengan pemetaan

kebutuhan SDM pariwisata, pengadaan program pelatihan, peningkatan skill SDM

industri pariwisata, penerapan sertifikasi profesi dengan standar internasional.

c) Mendorong pengembangan dan peningkatan kerjasama antara insititusi pendidikan

dengan usaha/industri pariwisata, antara lain denganpengadaan lembaga-lembaga

pendidikan pariwisata yang berkualitas, pembentukan pusat kajian pengembangan

kepariwisataan, kerjasama dengan pusat kajian/penelitian pariwisata lainnya.

d) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengembangan destinasi pariwisata,

melalui pemetaan potensi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan

pariwisata destinasi, dan pelibatan masyarakat lokal dalam semua tahapan

rencana pengembangan pariwisata.

e) Mendorong penguatan kelembagaan masyarakat, termasuk peningkatan kapasitas

organisasi masyarakat.

3-1

BAB 3

EVALUASI PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT

3.1 KAJIAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT KEPARIWISATAAN

DI TINGKAT NASIONAL DAN PROVINSI

3.1.1 Peraturan Perundangan Terkait Kepariwisataan di Tingkat Nasional

Sebagai bagian dari kepariwisataan nasional, pembangunan kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung harus mengacu pada kebijakan pembangunan kepariwisataan

yang sudah ditetapkan di tingkat nasional. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan, Pasal 8, Ayat (2), menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan

merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Dengan

demikian, kajian terhadap kebijakan pembangunan nasional, khususnya Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sangat penting dalam penyusunan rencana

pembangunan kepariwisataan.

Peraturan perundangan di tingkat pusat yang akan dikaji bagi kepentingan penyusunan

Raperda tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung adalah:

a. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;

b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional Tahun 2005 – 2025;

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

d. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

f. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;

g. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional;

h. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota;

3-2

i. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional;

j. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisatan Nasional Tahun 2010 – 2025.

Hasil kajian terhadap masing-masing perundangan tersebut akan diuraikan sebagai

berikut.

a. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan merupakan dasar hukum

utama pembangunan kepariwisataan di Indonesia. Undang-Undang tersebut menjelaskan

bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan untuk mendorong pemerataan kesempatan

berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan

kehidupan lokal, nasional, dan global. Lebih lanjut, pada Pasal 3 dijelaskan bahwa

kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap

wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan; serta meningkatkan pendapatan negara untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia juga

diarahkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan berikut ini:

a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

b) meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c) menghapus kemiskinan;

d) mengatasi pengangguran;

e) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;

f) memajukan kebudayaan;

g) mengangkat citra bangsa;

h) memupuk rasa cinta tanah air;

i) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan

j) mempererat persahabatan antarbangsa.

Masih menurut Undang-Undang yang sama, pembangunan kepariwisataan di Indonesia harus

dilakukan berdasarkan asas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yang

diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan

memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta

kebutuhan manusia untuk berwisata. Asas pembangunan kepariwisataan termuat pada

Pasal 2, yaitu a) asas manfaat, b) kekeluargaan, c) adil dan merata, d) keseimbangan, e)

kemandirian, f) kelestarian, g) partisipatif, h) berkelanjutan, i) demokratis, j) kesetaraan,

3-3

dan k) kesatuan. Sementara itu, prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan termuat

pada Pasal 5, yaitu:

a) menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep

hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,

hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan

lingkungan;

b) menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;

c) memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan

proporsionalitas;

d) memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;

e) memberdayakan masyarakat setempat;

f) menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang

merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan

antarpemangku kepentingan;

g) mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang

pariwisata;

h) memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 8 Ayat (1) menegaskan bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan, yang terdiri atas Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Nasional, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Provinsi, dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan yang dilakukan berdasarkan rencana induk

pembangunan kepariwisataan merupakan bagian integral dari rencana pembangunan

jangka panjang nasional. Ayat (2) pada pasal 9 menjelaskan bahwa Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan harus dilakukan dengan

melibatkan para pemangku kepentingan (Pasal 9 Ayat 4).

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan harus memuat arahan bagi empat aspek

pembangunan kepariwisataan, yaitu industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran

pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan. Aspek industri pariwisata menjelaskan

bahwa usaha pariwisata di Indonesia saat ini dikelompokkan menjadi 13 (tiga belas), yaitu

usaha daya tarik wisata, usaha kawasan pariwisata, usaha jasa transportasi wisata, usaha

jasa perjalanan wisata, usaha jasa makanan dan minuman, usaha penyediaan akomodasi,

usaha penyelenggaraan kegiatan hibutan dan rekreasi, usaha penyelengaraan MICE

3-4

(Meeting, Incentive, Convention, Exhibition), usaha jasa informasi pariwisata, usaha jasa

konsultan pariwisata, usaha jasa pramuwisata, usaha jasa wisata tirta, dan usaha spa.

Aspek-aspek yang terkait dengan destinasi pariwisata yang diatur dalam Undang-Undang

adalah penetapan kawasan strategis pariwisata (pasal 12), baik di tingkat nasional,

provinsi, maupun kabupaten/kota. Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang

memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata

yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan

ekonomi, sosial budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup,

serta pertahanan dan keamanan. Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan

mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

a) Sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata.

b) Potensi pasar

c) Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah.

d) Perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga

fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

e) Lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan

asset budaya.

f) Kesiapan dan dukungan masyarakat.

g) Kekhususan dari wilayah.

Kawasan strategis pariwisata dikembangkan dengan tujuan berpartisipasi dalam

terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengembangannya, kawasan strategis

pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.

Selain penetapan kawasan strategis pariwisata, aspek destinasi pariwisata yang juga diatur

dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 adalah tentang penanaman modal dalam

negeri dan modal asing di bidang kepariwisataan. Pada pasal 10 Undang-Undang tersebut

dinyatakan bahwa rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota harus mampu mendorong penanaman modal di bidang kepariwisataan.

Pembangunan aspek pemasaran pariwisata yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10

tahun 2009 hanyalah yang terkait dengan pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia

maupun daerah. Badan Promosi Pariwisata merupakan lembaga swasta yang bersifat

mandiri, tetapi pembentukannya ditetapkan oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah.

Badan Promosi Pariwisata berfungsi sebagai: 1) koordinator promosi pariwisata yang

3-5

dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan 2) mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah

Daerah.

Pembangunan kelembagaan kepariwisataan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009

menekankan pada koordinasi strategis lintassektor pada tataran kebijakan, program, dan

kebijakan kepariwisataan (Pasal 33). Koordinasi lintassektor dilakukan pada:

a) Bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina.

b) Bidang keamanan dan ketertiban.

c) Bidang prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan

kesehatan lingkungan.

d) Bidang transportasi darat, laut, dan udara.

e) Bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.

b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 memuat

kebijakan yang bersifat umum untuk seluruh sektor pembangunan di tingkat nasional. Hal-

hal yang mengatur tentang pembangunan kepariwisataan dalam RPJPN bersifat arahan

pembangunan secara umum untuk seluruh sector pembangunan di tingkat nasional.

Dalam RPJPN 2005-2025 dinyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan untuk

mendukung upaya memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing

global. Arahan pembangunan kepariwisataan yang ditetapkan pada RPJPN tersebut

mengatur bahwa kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong kegiatan

ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat

lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan

dilakukan dengan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional

sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan, serta

mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa.

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 58, mengatur bahwa Pemerintahan Daerah

yang terdiri dari Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

dalam menyelenggarakan pemerintahannya harus mengacu pada asas penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, yaitu a) kepastian hukum, b) tertib penyelenggara negara, c)

kepentingan umum, d) keterbukaan, e) proposionalitas, f) profesionalitas, g) akuntabilitas,

3-6

h) efisiensi, dan j) keadilan. Pariwisata merupakan salah satu urusan pilihan dari

Pemerintahan Daerah. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah urusan Pemerintahan yang

wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Urusan

Pemerintahan yang masuk dalam kategori urusan pilihan adalah: a) kelautan dan

perikanan, b) pariwisata, c) pertanian, d) kehutanan, e) energi dan sumber daya mineral,

f) perdagangan, g) perindustrian, dan h) transmigrasi.

Untuk pariwisata, pembagian kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan seperti yang tercantum pada table di bawah ini.

Tabel 3.1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata

SUBURUSAN PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH PROVINSI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA

DESTINASI PARIWISATA

a. Penetapan daya tarik wisata, kawasan strategis pariwisata, dan destinasi pariwisata.

b. Pengelolaan daya tarik wisata nasional.

c. Pengelolaan kawasan strategis pariwisata nasional.

d. Pengelolaan destinasi pariwisata nasional.

e. Penetapan tanda daftar usaha pariwisata lintas daerah provinsi.

a. Pengelolaan daya tarik wisata provinsi.

b. Pengelolaan kawasan strategis pariwisata provinsi.

c. Pengelolaan destinasi pariwisata provinsi.

d. Penetapan tanda daftar usaha pariwisata lintas daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi.

a. Pengelolaan daya tarik wisata kabupaten/kota.

b. Pengelolaan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota

c. Pengelolaan destinasi pariwisata kabupaten/ kota.

d. Penetapan tanda daftar usaha pariwisata kabupaten/kota.

PEMASARAN PARIWISATA

Pemasaran pariwisata dalam dan luar negeri daya tarik, destinasi, dan kawasan strategis pariwisata nasional.

Pemasaran pariwisata dalam dan luar negeri daya tarik, destinasi, dan kawasan strategis pariwisata provinsi.

Pemasaran pariwisata dalam dan luar negeri daya tarik, destinasi, dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PARIWISATA

Pengembangan, penyelenggaraan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata tingkat ahli.

Pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata tingkat lanjutan.

Pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata tingkat dasar.

d. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Dalam melakukan pembangunan kepariwisataan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus

memperhatikan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya

dalam menentukan arah pembangunan destinasi pariwisata yang salah satu aspek perencanaan

yang diatur adalah perwilayahan pariwisata. Pada bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 26

3-7

Tahun 2007, termuat bahwa kawasan pariwisata dalam penataan ruang merupakan bagian dari

kawasan budidaya. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa kawasan pariwisata dapat menjadi salah

satu dari kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut pariwisata menjadi salah satu kawasan yang harus diatur

dalam penataan ruang, termasuk penataan ruang provinsi. Dengan demikian pembangunan

kepariwisataan provinsi juga harus mengacu pada kebijakan penataan ruang wilayah provinsi.

Begitu juga dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penyusunan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus memperhatikan

arahan penataan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat terkait

dengan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi. Seperti yang diamanatkan

dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, salah satu tujuan

pembangunan kepariwisataan adalah melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya.

Prinsip penyelenggaraan pariwisata juga salah satunya menekankan pada memelihara

kelestarian alam dan lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 2 dijelaskan bahwa perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: a) tanggung jawab negara, b)

kelestarian dan keberlanjutan, c) keserasian dan keseimbangan; d) keterpaduan, e)

manfaat, f) kehati-hatian, g) keadilan, h) ekoregion, i) keanekaragaman hayati, j)

pencemar membayar, k) partisipatif, l) kearifan lokal, m) tata kelola pemerintahan yang

baik, dan n) otonomi daerah. Pasal 3 dari Undang-Undang yang sama juga telah

menetapkan tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu:

a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari penemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup;

b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

f. menjamin terpenuhinya keadikan generasi masa kini dan generasi masa depan;

3-8

g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebgai bagian dari

hak asasi manusia;

h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan;

j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan

hukum. Pembangunan kepariwisataan nasional maupun daerah harus selaras dan

mendukung asas maupun tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Oleh

karena itu, dalam melakukan pembangunan dan penyelenggaraan pariwisata, muatan yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sangat penting untuk menjadi acuan

dalam mewujudkan kepariwisataan yang berkelanjutan.

f. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Cagar Budaya menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena

memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Cagar budaya memiliki keterkaitan erat dengan kepariwisataan, dimana cagar

budaya dapat dimanfaatkan untuk pariwisata. Hal ini tercantum dalam pasal 64,

yaitu Cagar Budaya harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial,

pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau

pariwisata. Dalam pasal 85 dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial,

pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

Pemanfaatan cagar budaya dapat berupa koleksi di museum yang salah satunya

dilakukan untuk pengembangan pariwisata.

3-9

g. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi memiliki keterkaitan dengan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam

Undang-Undang tersebut, sistem perencanaan pembangunan nasional didefinisikan sebagai

satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan

oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Pasal 2 Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa tujuan dari sistem perencanaan

pembangunan nasional, yaitu:

a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang,

antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, dan pengawasan;

d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan,

dan berkelanjutan.

Perencanaan pembangunan nasional di Indonesia diwujudkan dalam bentuk dokumen-

dokumen perencanaan seperti yang termuat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata

TINGKAT PUSAT TINGKAT DAERAH

NAMA DOKUMEN MUATAN NAMA DOKUMEN MUATAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Visi, misi, arah pembangunan nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.

Memuat strategi pembangunan nasional,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Visi, misi, dan

program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman

pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.

3-10

TINGKAT PUSAT TINGKAT DAERAH

NAMA DOKUMEN MUATAN NAMA DOKUMEN MUATAN

kebijakan umum, program Kementerian/ Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayah dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/ Lembaga, lintas Kementerian/ Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan

pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh

pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong

partisipasi masyarakat.

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga

Visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.

Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah

visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.

Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga

Disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong

partisipasi masyarakat.

Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Perangkat Daerah

disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Perencanaan pembangunan sektoral, seperti Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

di setiap tingkatan harus mengacu pada sistem perencanaan pembangunan nasional ini.

Seperti yang termuat pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

3-11

Pasal 8, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan merupakan bagian integral dari

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

h. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota merupakan penjabaran dari Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Pada peraturan pemerintah ini

pembagian urusan pemerintahan diatur dengan lebih rinci per bidang urusan dan per

tingkatan pemerintahan, terutama urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar

tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

Pada Pasal 2 Ayat 4 dijelaskan urusan-urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar

tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, termasuk di dalamnya urusan kebudayaan dan

kepariwisataan. Urusan-urusan tersebut adalah:

1. pendidikan; 2. kesehatan; 3. pekerjaan umum ; 4. perumahan; 5. penataan ruang; 6. perencanaan pembangunan; 7. perhubungan; 8. lingkungan hidup; 9. pertanahan; 10. kependudukan dan catatan

sipil; 11. pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak; 12. keluarga berencana

dankeluarga sejahtera;

13. sosial; 14. ketenagakerjaan dan

ketransmigrasian; 15. koperasi dan usaha kecil dan

menengah; 16. penanaman modal; 17. kebudayaan dan pariwisata; 18. kepemudaan dan olah raga; 19. kesatuan bangsa dan politik dalam

negeri; 20. otonomi daerah, pemerintahan

umum, administrasikeuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,dan persandian;

21. pemberdayaan masyarakat dan desa;

22. statistik; 23. kearsipan; 24. perpustakaan; 25. komunikasi dan informatika; 26. pertanian dan ketahanan

pangan; 27. kehutanan; 28. energi dan sumber daya

mineral; 29. kelautan dan perikanan; 30. perdagangan; 31. perindustrian

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 juga menjabarkan urusan wajib dan

pilihan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 ke dalam bidang-bidang

urusan. Bidang-bidang yang termasuk dalam urusan wajib Pemerintah Daerah Provinsi

adalah bidang-bidang yang berkaitan dengan pelayanan dasar, terdapat 26 bidang urusan

wajib, di antaranya pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, penataan

ruang, perencanaan pembangunan, perumahan, perhubungan, koperasi dan usaha kecil

menengah. Sementara itu, bidang-bidang yang termasuk urusan pilihan, seperti yang juga

dijelaskan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 24 adalah urusan pemerintahan yang secara

nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan

kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Salah satu urusan yang

3-12

menjadi urusan pilihan adalah pariwisata.Urusan pilihan lainnya adalah perikanan dan

kelautan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, industri, perdagangan,

dan ketransmigrasian.

Khusus untuk urusan bidang kepariwisataan, dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 38

tahun 2007 sudah diatur pembagian urusan bidang kepariwisataan dan kebudayaan, yang

pada saat diterbitkannya Peraturan Pemerintahan ini bidang kepariwisataan masih

bergabung dengan bidang kebudayaan. Pada dasarnya, hampir seluruh jenis urusan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi hampir sama dengan Pemerintah

Kabupaten/Kota, perbedaan hanya terletak pada skala urusan, yaitu skala provinsi untuk

Pemerintah Provinsi dan skala kabupaten/kota untuk Pemerintah Kabupaten/Kota.

Tabel 3.3 Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI

1. Kebijakan Bidang

Kepariwisataan

1. Kebijakan 1. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan skala provinsi: a. RIPP provinsi. b. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan

provinsi dalam pengembangan sistem informasi pariwisata.

c. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi dalam penerapan standarisasi bidang pariwisata.

d. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan pedoman pengembangan destinasi pariwisata skala provinsi.

e. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi dalam pembinaan usaha dan penyelenggaraan usaha pariwisata skala provinsi.

f. Penetapan dan pelaksanaan pedoman perencanaan pemasaran skala provinsi.

g. Penetapan dan pelaksanaan pedoman partisipasi dan penyelenggaraan pameran/event budaya dan pariwisata skala provinsi.

h. Penetapan dan pelaksanaan pedoman dan penyelenggaraan widya wisata skala provinsi.

i. Penetapan dan pelaksanaan pedoman kerjasama pemasaran skala provinsi.

2. Pemberian izin usaha pariwisata skala provinsi. 3. Pelaksanaan kerjasama internasional pengembangan

destinasi pariwisata skala provinsi. 4. Fasilitasi kerjasama pengembangan destinasi pariwisata

skala provinsi. 5. Monitoring dan evaluasi pengembangan pariwisata skala

provinsi.

2. Pelaksanaan

Bidang

Kepariwisataan

1. Penyelenggaraan 1. Penyelenggaraan promosi skala provinsi : a. Penyelenggaraan widya wisata skala provinsi serta

mengirim dan menerima peserta grup widya wisata. b. Peserta/penyelenggara pameran/ event, roadshow

bekerja sama dengan pemerintah. c. Pengadaan sarana pemasaran skala provinsi. d. Pembentukan perwakilan kantor promosi pariwisata di

dalam negeri skala provinsi. e. Penyediaan informasi pariwisata ke pusat pelayanan

informasi pariwisata nasional dan pembentukan pusat pelayanan informasi pariwisata skala provinsi.

3-13

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI

f. Pelaksanaan event promosi di luar negeri dengan koordinasi pemerintah.

2. Pengembangan sistem informasi pemasaran pariwisata skala provinsi.

3. Penerapan branding pariwisata nasional dan penetapan tagline pariwisata skala provinsi.

3. Kebijakan Bidang

Kebudayaan dan

Pariwisata

1. Rencana induk pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata skala provinsi.

2. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi dalam pengembangan sumber daya manusia kebudayaan dan pariwisata skala provinsi.

3. Pelaksanaan kebijakan nasional dan penetapan kebijakan provinsi penelitian kebudayaan dan pariwisata skala provinsi.

4. Pelaksanaan rancangan induk penelitian arkeologi nasional oleh provinsi berkoordinasi dengan Balai Arkeologi.

i. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan arahan kebijakan dan strategi

pemanfaatan ruang wilayah negara untuk periode perencanaan 2008-2027. Penataan ruang

mencakup proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah di tingkat nasional

mengatur tentang struktur ruang dan pola ruang nasional.

Dalam penataan ruang, kawasan pariwisata merupakan bagian dari kawasan budidaya.

Kriteria yang digunakan untuk menetapkan kawasan peruntukan pariwisata adalah: a)

memiliki daya tarik wisata; dan/atau b) mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan

alam, dan lingkungan. RTRWN mengatur bahwa peraturan zonasi untuk kawasan

peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya

tampung lingkungan;

b. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;

c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata; dan

d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c.

Selain dikembangkan di kawasan budidaya, RTRWN juga telah mengatur kawasan-kawasan

lindung yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Kawasan-kawasan tersebut

antara lain:

a. Kawasan warisan dunia

3-14

b. Kawasan taman nasional dan taman nasional laut

c. Kawasan taman hutan raya

d. Kawasan taman wisata dan taman wisata laut

e. Kawasan cagar biosfer

f. Kawasan terumbu karang

g. Kawasan keunikan batuan dan fosil

h. Kawasan keunikan bentang alam

i. Kawasan keunikan proses geologi

Pelabuhan Tanjung Pandan, bandar udara HS Hanandjoeddin dan Depati Amir merupakan

pelabuhan dan bandar udara yang menjadi simpul transportasi laut dan udara nasional.

Beberapa daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga ditetapkan sebagai kawasan

lindung nasional, yaitu Cagar Alam G. Lalang, G. Menumbing, G. Maras, G. Mangkol, G.

Permisan, Jening Mendayung dan Taman Wisata Alam Laut Perairan Belitung. Selain itu,

Kawasan Bangka, Belitung dan kawasan andalan laut Bangka dan sekitarnya juga

ditetapkan sebagai kawasan andalan nasional dengan sektor unggulan pertanian,

perkebunan, industri, perikanan dan pariwisata. Kawasan andalan nasional adalah kawasan

budidaya yang memiliki nilai strategis nasional. Nilai strategis nasional adalah kemampuan

kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta

mendorong pemerataan perkembangan wilayah.

j. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisatan Nasional Tahun 2010 – 2025

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) adalah dokumen

perencanaan pembangunan nasional yang menjadi pedoman bagi pembangunan

kepariwisataan tingkat nasional dalam jangka panjang, yaitu 15 tahun. Pembangunan

kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus diarahkan untuk mendukung

terwujudnya visi pembangunan kepariwisataan nasional, yaitu “Terwujudnya Indonesia

sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu

mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat”. Untuk mewujudkan visi

tersebut, RIPPARNAS juga telah menetapkan misi pembangunan kepariwisataan nasional,

yaitu:

a. Destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan

lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat;

3-15

b. Pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk

meningkatkan

kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;

c. Industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha, dan

bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya; dan

d. Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat, sumber daya

manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka

mendorong terwujudnya pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

Selain visi dan misi, RIPPARNAS juga menetapkan tujuan, sasaran, arah pembangunan,

kebijakan, dan strategi pembangunan kepariwisataan nasional. Sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2009, kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan yang

diatur dalam RIPPARNAS mencakup pembangunan destinasi pariwisata, industri pariwisata,

pemasaran pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan.

Arahan perwilayahan destinasi pariwisata nasional menetapkan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung dalam Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) Palembang – Bangka Belitung dan

sekitarnya. DPN ini terdiri dari tiga Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan

dua Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). KPPN adalah suatu ruang pariwisata

yang mencakup luasan area tertentu sebagai suatu kawasan dengan komponen

kepariwisataannya, serta memiliki karakter atau tema produk pariwisata tertentu yang

dominan dan melekat kuat sebagai komponen pencitraan kawasan tersebut. KSPN adalah

kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan

pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek,

seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya

dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

Dalam RIPPARNAS, wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai KPPN

maupun KSPN. Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan sebagai KPPN

adalah wilayah Belinyu, Pangkalpinang-Sungailiat, dan Punai-Belitung. Sementara itu,

wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan sebagai KSPN adalah KSPN

Tanjung Kelayang-Belitung dan sekitarnya. Untuk lebih jelasnya mengenai peta DPN dapat

dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

3-16

Sumber: Lampiran II Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS 2010-2025

Gambar 3.1 Peta DPN Palembang-Bangka Belitung dan sekitarnya

Posisi kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam kebijakan pembangunan

nasional secara lebih singkat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.4 Posisi Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Dalam Kebijakan Kepariwisataan Nasional

2008 2010 2011 2012 2013 2014 2015 … 2019 2025 2027 DOKUMEN KEBIJAKAN

NASIONAL

- Kota dan kawasan perkotaan Pangkalpinang, Muntok, Tanjung Pandan dan Manggar

ditetapkan sebagai Pusat kegiatan Wilayah (PKW)

- Pelabuhan laut Tanjung Pandan ditetapkan fungsinya sebagai pelabuhan nasional

- Bandara H.AS. Hanandjoeddin & Depati Amir ditetapkan fungsinya sebagai Bandara Pusat

Penyebaran Tersier

- Cagar Alam G.Lalang, G.Menumbing, G.Maras, G.Mangkol, G.Permisan, G.Jening,

G.Mendayung dan Taman Wisata Alam Laut Perairan Belitung ditetapkan sebagai

Kawasan Lindung

- Wilayah Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sector

unggulan pertanian, perkebunan, perikanan, industry dan pariwisata

- Kawasan laut Bangka ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Laut Bangka dengan

unggulan perikanan & Pariwisata

RTRWN TAHUN 2008-2027

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai destinasi pariwisata nasional

(DPN), yang didalamnya terdapat 1 (satu) kawasan strategis pariwisata

nasional (KSPN) dan 3 (tiga) kawasan pengembangan pariwisata nasional

(KPPN)

RIPPARNAS TAHUN 2010-

2025

3-17

3.1.2 Peraturan Perundangan Terkait Kepariwisataan di Tingkat Provinsi

Pembangunan kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah diarahkan dalam

beberapa dokumen perencanaan daerah, khususnya yang berjangka waktu panjang.

Arahan-arahan pembangunan kepariwisataan harus memperhatikan dan mengacu pada

kebijakan dan arahan pembangunan provinsi, khususnya yang terkait dengan pembangunan

kepariwisataan. Kebijakan dan arahan pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

mengatur tentang pembangunan kepariwisataan di wilayah provinsi adalah:

1. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 13 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025;

2. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 6 Tahun 2012 tentang

Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah Tahun 2012-2017;

3. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014-2034.

1. Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 merupakan dokumen

rencana pembangunan seluruh sektor dalam pembangunan provinsi untuk jangka waktu

perencanaan 20 tahun. RPJPD Provinsi juga merupakan kerangka dasar pengelolaan

pembangunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam jangka panjang, yang merupakan

pengejawantahan kehendak masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/Kota di lingkungan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan tetap memperhatikan arahan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Pembangunan jangka panjang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diarahkan untuk

mencapai visi “Terwujudnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Sebagai Wilayah

Agribahari yang Maju dan Berwawasan Lingkungan, Didukung oleh Sumber Daya

Manusia Handal dan Pemerintah yang Amanah Menuju Masyarakat Sejahtera” di tahun

2025. Visi tersebut dijabarkan ke dalam lima misi pembangunan provinsi, yaitu:

1. Mengembangkan potensi ekonomi lokal yang sejalan dengan upaya mewujudkan wilayah

agribahari dan meningkatkan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah akan

dilakukan melalui pemanfaatan potensi ekonomi daerah secara optimal dan sejalan

3-18

dengan upaya pelestarian lingkungan, khususnya perkebunan, perikanan dan kelautan;

industri pengolahan dan pariwisata sesuai dengan keunggulan kompetitif yang dimiliki

oleh masing-masing Kabupaten/Kota yang orientasi pemasarannya terutama ke luar

daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; pembangunan sarana dan prasarana

ekonomi; serta reformasi di bidang peraturan dan perijinan;

2. Peningkatan kualitas dan daya saing SDM melalui penguasaan, pemanfaatan dan

penciptaan Iptek yang berbasis potensi lokal serta pemantapan Imtaq;

3. Penguatan ketatapemerintahan yang baik (good local governance) melalui peningkatan

kualitas pelayanan publik, pemantapan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh,

penguatan peran masyarakat sipil, penguatan kualitas desentralisasi dan otonomi

daerah, pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan

kepentingan masyarakat, peningkatan budaya hukum dan menegakkan hukum secara

adil;

4. Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan melalui peningkatan pembangunan daerah;

mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh; keberpihakan kepada masyarakat,

kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan secara

drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan

sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; dan menghilangkan diskriminasi dalam

berbagai aspek termasuk gender;

5. Penciptaan lingkungan hidup yang asri, nyaman dan lestari bagi generasi sekarang dan

generasi yang akan datang.

Sesuai misi pertama, sebagai sektor yang mendukung upaya pelestarian lingkungan,

pariwisata diharapkan dapat menjadi sektor yang mampu meningkatkan daya saing daerah.

Indikator keberhasilan pembangunan kepariwisataan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

adalah:

a. perkembangan daerah tujuan wisata (DTW) pantai di Kepulauan Bangka Belitung dalam

masa 20 tahun;

b. peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah tujuan

wisata, pajak hotel dan restoran, serta sumber-sumber penerimaan lain yang terkait;

c. perkembangan sektor-sektor ikutan, seperti jumlah hotel, restoran, hiburan, travel

agent, sampai dengan perkembangan usaha kecil dan menengah (penghasil kerajinan,

cenderamata, makanan).

3-19

RPJPD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menetapkan kepariwisataan sebagai sektor

unggulan ke-2 dari enam sektor unggulan pembangunan provinsi, yang secara berturut-

turut adalah: kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, pertambangan, perindustrian,

perdagangan dan jasa. Pada tahapan pembangunan lima tahunan, kepariwisataan menjadi

fokus pembangunan pada tahap ke-2 (2012-2017) dan tahap ke-4 (2022-2025).

Tabel 3.5 Tahap Pembangunan Lima Tahunan dan Fokus Pembangunan dalam RPJPD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005-2025

TAHAP I 2005-2012

TAHAP II 2012-2017

TAHAP III 2017-2022

TAHAP IV 2022-2025

FOKUS PEMBANGUNAN

Penyiapan sarana dan prasarana serta penanganan lingkungan hidup

Pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup

Ekonomi dan pengembangan kualitas sumber daya manusia

Ekonomi, sumber daya manusia, dan penguatan birokrasi

FOKUS SEKTOR/BIDANG

1. Infrastruktur fisik dan nonfisik

2. Lingkungan Hidup

1. Perkebunan 2. Perikanan 3. PARIWISATA

1. Industri pengolahan

2. Sumber daya manusia

1. Industri pengolahan 2. PARIWISATA 3. Sumber daya

manusia

STRATEGI Persiapan dan pembentukan modal dasar pembangunan

Percepatan pembangunan dan pertumbuhan sentra-sentra ekonomi, wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh (zona pertumbuhan) dengan tetap menerapkan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan.

Memberi nilai tambah pada hasil produk unggulan provinsi ini

Pengembangan SDM yang berkualitas, profesional, berwawasan IPTEK dan berbekal IMTAK

Memperluas akses komoditas hasil industri pengolahan hasil produk unggulan ke pasar regional, nasional bahkan kalau mungkin pasar internasional.

Promosi pariwisata yang kontinyu dan komprehensif terhadap objek-objek wisata yang ada di Bangka Belitung.

Mengembangkan potensi sumber daya manusia dengan bertumpu pada kekuatan/keunggulan daerah.

Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025.

2. Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung

Pembangunan jangka menengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diarahkan untuk

mencapai visi “Terwujudnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Sebagai Wilayah Agri-

Bahari yang Maju dan Berwawasan Lingkungan, Didukung Oleh Sumber Daya Manusia

3-20

Handal dan Pemerintah yang Amanah Menuju Masyarakat Sejahtera” di tahun 2017. Visi

tersebut dijabarkan ke dalam lima misi pembangunan provinsi, yaitu:

1. Mengembangkan potensi ekonomi lokal yang sejalan dengan upaya mewujudkan wilayah

agri-bahari dan meningkatkan daya saing daerah;

2. Peningkatan kualitas dan daya saing SDM melalui penguasaan, pemanfaatan dan

penciptaan iptek yang berbasis potensi local serta pemantapan imtaq;

3. Penguatan ketatapemerintahan yang baik (good local governance);

4. Pemerataan pembangunan dan berkeadilan melalui peningkatan pembangunan daerah;

dan

5. Penciptaan lingkungan hidup yang asri, nyaman dan lestari bagi generasi sekarang dan

generasi yang akan datang.

Terdapat permasalahan pembangunan yang terkait dengan prioritas bidang ekonomi, yang

salah satunya adalah dalam sector pariwisata, yaitu:

- pengembangan pariwisata di Bangka Belitung masih terkonsentrasi pada pengembangan

wisata alam, sementara wisata sejarah, wisata budaya, dan kuliner masih belum

tergarap secara optimal

- Rendahnya kualitas dan kuantitas promosi wisata akan sangat berpengaruh sulitnya

daerah menjadi tujuan wisata utama

- Potensi destinasi wisata yang ada di daerah-daerah strategis baru dan daerah

pemekaran belum tergarap secara maksimal

Berikut ini merupakan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pembangunan di bidang

pariwisata yang terdapat dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2012-2017:

- Pengembangan program CSR/CD dalam mendukung perekonomian Bangka Belitung

termasuk pengembangan pariwisata

- Pengembangan komoditas unggulan daerah sebagai ikon produk pertanian dan

pariwisata provinsi Kepulauan Bangka Belitung

- Pengembangan Desa Mandiri Energi dalam rangka penyediaan energi di desa terpencil

dan desa-desa wisata

- Pemberdayaan, pengembangan kepemimpinan dan kewirausahaan pemuda yang

mendukung tumbuhnya partisipasi masyarakat melalui pengembangan ekonomi kreatif

dan pembangunan pariwisata daerah

- Peningkatan Peran Masyarakat di daerah tujuan Wisata

3-21

- Pengembangan infrastruktur wilayah untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan

ekonomi, layanan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat

- Pemerataan akses teknologi dan informasi sampai ke daerah pesisir, terpencil dan

pulau-pulau kecil untuk memberikan sarana informasi kepada masyarakat serta

mendukung perkembangan pariwisata

- Pemenuhan energi di pulau-pulau kecil untuk mendukung pengembangan ekonomi

kerakyatan dan pengembangan pariwisata

- Pemenuhan secara bertahap transportasi antarpulau untuk meningkatkan transportasi

barang dan orang serta juga mendukung perkembangan pariwisata

- Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Tanjung Berikat (Bangka Tengah) dan

Tanjung Batu (Belitung)

- Pengembangan pembangunan infrastruktur perhubungan darat, laut dan udara, dan

modernisasi moda trasportasi untuk membuka akses antar pulau, antar provinsi dan

negara termasuk mendukung peningkatan aksesibilitas ke destinasi pariwisata daerah

- Peningkatan Status Bandara Depati Amir dan H.AS Hanandjoeddin menjadi Bandara

Internasional Paling lambat tahun 2017 untuk mendukung perkembangan pariwisata dan

perdagangan

- Percepatan pembangunan infrastruktur wilayah kepulauan dan kawasan pariwisata

dengan keunggulan lokal

- Perwujudan Pulau Belitong sebagai daerah pariwisata internasional

- Pengembangan desa-desa pariwisata untuk mendukung pengembangan pariwisata

- Rintisan Pelabuhan Tanjung Berikat - Tanjung Batu sebagai upaya untuk mendukung

pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

3. Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014-2034,

kepariwisataan memiliki posisi yang strategis sebagai salah satu sektor yang menjadi

tujuan penataan ruang wilayah provinsi. Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung adalah ”Mewujudkan Tata Ruang Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung yang Terpadu, Berimbang, dan Berkeadilan berbasis Agrobahari untuk

3-22

menunjang Pariwisata serta Pengendalian Wilayah Pertambangan untuk menjamin

Pembangunan yang Berkelanjutan”.

Kebijakan penataan ruang untuk pariwisata diarahkan pada pengembangan kepariwisataan

yang berbasis budaya lokal, heritage, dan bahari, serta ramah lingkungan. Kebijakan

tersebut dilakukan melalui strategi-strategi berikut:

a. memfasilitasi dan membangun kerjasama antar kabupaten/kota dalam pengembangan

pariwisata Kepulauan Bangka Belitung;

b. mendorong dan membantu kabupaten/kota membangun dan merevitalisasi kawasan

dan atau daya tarik wisata potensial di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung;

c. membantu dan membangun prasarana dan sarana penunjang pariwisata sesuai

kewenangan pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengatur

bahwa pengembangan kawasan peruntukan pariwisata dilakukan melalui:

a. identifikasi kawasan potensial dan kawasan wisata yang sudah bertumbuh;

b. penyusunan masterplan (rencana induk pengembangan pariwisata daerah) Kepulauan

Bangka Berlitung;

c. revitalisasi, restorasi dan perbaikan bangunan dan kawasan wisata yang ada;

d. pengembangan kawasan potensial menjadi kawasan strategis pariwisata provinsi;

e. peningkatan aksesibilitas pada kawasan-kawasan pariwisata yang potensial dalam satu

kesatuan sistem perjalanan wisata.

RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga telah menetapkan kawasan peruntukan

pariwisata di wilayah provinsi yang dikategorisasikan untuk tiga kegiatan wisata, yaitu

wisata alam, wisata budaya, dan wisata buatan.

1. Wisata alam, meliputi :

a. Seluruh wilayah pesisir Pulau Bangka, Pulau Belitung dan pulau-pulau kecil;

b. Kawasan pariwisata bahari yang berupa kawasan pantai dan lautnya yang

dimanfaatkan untuk pariwisata alam yang ada di Kabupaten/Kota, serta kawasan

pariwisata pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka

Barat, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung,

dan Kabupaten Belitung Timur;

c. Kawasan pariwisata alam berupa kawasan wisata hutan;

3-23

d. Kawasan wisata alam berupa pemandian sumber air panas alam yang dimanfaatkan

untuk pariwisata di Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka

Tengah, dan Kabupaten Bangka Selatan;

e. Taman wisata laut;

f. Kawasan Strategis Pariwisata Tanjung Kelayang; serta

g. Kawasan pariwisata alam unggulan lainnya di Kabupaten/Kota.

2. Wisata budaya, meliputi :

a. Kawasan Kota Tua Mentok di Kabupaten Bangka Barat;

b. Kawasan Situs Kota Kapur di Kabupaten Bangka;

c. Kawasan yang di dalamnya terdapat cagar budaya dan atau yang memiliki ciri-ciri

cagar budaya di Kabupaten/Kota;

d. Kawasan wisata budaya yang memiliki daya tarik wisata budaya tangible maupun

intangible yang ada di Kabupaten/Kota;

e. Kawasan budaya Laskar Pelangi di Kabupaten Belitung Timur; dan

f. Kawasan wisata budaya dan wisata kreatif lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah

Provinsi di Kabupaten/Kota.

3. Kawasan wisata buatan, yaitu kawasan wisata yang di dalamnya terdapat daya tarik

wisata khusus yang merupakan kreasi artifisial dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya,

yang meliputi kawasan agro wisata, fasilitas rekreasi dan taman bertema dan resort

serta fasilitas olahraga yang ada di Kabupaten/Kota.

Peta kawasan peruntukan pariwisata dalam RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

3-24

Sumber: RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014-2034

Gambar 3.2 Peta Kawasan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

3-25

Selain di kawasan peruntukan pariwisata, RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga

telah menetapkan beberapa kawasan lindung yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan

wisata, yaitu: a) kawasan suaka alam; b) kawasan hutan lindung; c) kawasan sempadan

pantai; d) kawasan sekitar danau atau kolong; e) kawasan pantai berhutan bakau; b) situs

dan kawasan cagar budaya.

RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga telah menetapkan arahan peraturan zonasi

kawasan. Dua arahan peraturan zonasi yang harus diperhatikan dalam pembangunan

kepariwisataan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah peraturan zonasi kawasan

taman wisata dan taman wisata laut, serta peraturan zonasi kawasan peruntukan

pariwisata.

Arahan peraturan zonasi kawasan taman wisata dan taman wisata laut adalah:

a. tidak diperkenankan dilakukan budidaya yang merusak dan/atau menurunkan fungsi

kawasan taman wisata dan taman wisata laut;

b. dalam kawasan taman wisata laut dilarang dilakukan reklamasi dan pembangunan

perumahan skala besar yang mempengaruhi fungsi kawasan dan merubah bentang

alam;

c. dalam kawasan taman wisata laut dilarang dilakukan eksploitasi terumbu karang dan

biota lain kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan;

d. dalam kawasan taman wisata dan taman wisata laut masih diperbolehkan dilakukan

pembangunan prasarana wilayah bawah laut sesuai ketentuan yang berlaku.

Sementara itu, arahan peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata adalah:

a. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan yang dapat

menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi daya tarik wisata alam;

b. dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana yang

mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku;

c. pada kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan pendidikan;

d. pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan dan

upaya pemantauan lingkungan serta studi kelayakan lingkungan.

Peraturan zonasi kawasan lainnya yang terkait dengan pariwisata adalah peraturan zonasi

untuk kawasan pertambangan. RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menegaskan

bahwa kegiatan pertambangan tidak diperbolehkan ada di kawasan pariwisata.

3-26

3.2 KETERKAITAN ANTARA PERATURAN DAERAH RENCANA INDUK

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

BELITUNG DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN LAIN

Peraturan daerah mengenai Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 10 tahun

2009 tentang Kepariwisataan. Peraturan daerah ini juga merupakan penjabaran dari peraturan

daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 dan peraturan daerah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014-2034.

Peraturan daerah tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung harus saling bersinergi

dengan peraturan lainnya seperti Ripparnas, RTRWN dan RTRW Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung. Keterkaitan antara Peraturan Daerah tentang Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung

dengan peraturan perundangan lainnya dapat dilihat pada gambar berikut.

3-27

UU NO. 25 TAHUN 2004 TENTANG

SISTEM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN NASIONAL

UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG

PENATAAN RUANG

UU NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG

KEPARIWISATAAN

PP NO. 26 TAHUN 2008 TENTANG

RTRW NASIONAL

PERDA NO. 22 TAHUN 2010

TENTANG RTRW PROVINSI JAWA

BARAT

PP NO. 50 TAHUN 2011 TENTANG

RIPPARNAS

PERDA NO... TAHUN 2012

TENTANG RIPPARPROV

JAWA BARAT

RANCANGAN RPJM PROVINSI

JAWA BARAT TAHUN 2013-2018

INPRES NO. 16 TAHUN 2005

TENTANG KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN

DAN PARIWISATA

UU NO. 17 TAHUN 2007 TENTANG

RPJP NASIONAL TAHUN 2005-2025

PERDA NO. 24 TAHUN 2010 DAN

PERDA NO. 9 TAHUN 2008

TENTANG RPJP PROV. JAWA

BARAT

UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

PP NO. 38 TAHUN 2007 TENTANG

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

RPJM NASIONAL 2014-2019

(BELUM DITETAPKAN)

Gambar 3.3 Hubungan antara Perda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung dengan Peraturan Perundangan Lain

3-28

3.3 DAMPAK PERDA RIPPARPROV KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TERHADAP

PERATURAN PERUNDANGAN LAIN

Keberadaan Perda Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung merupakan:

1. Tindak lanjut implementasi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan

2. Penjabaran Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 13 Tahun 2007

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025.

Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus ditindaklanjuti dengan peraturan

perundangan yang dapat memperkuat posisi Perda. Peraturan perundangan tersebut antara

lain:

1. peraturan perundangan tentang perlindungan terhadap cagar budaya Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung;

2. peraturan perundangan tentang penetapan daya tarik wisata Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung;

3. peraturan perundangan tentang rencana pengembangan kawasan strategis pariwisata dan

kawasan pengembangan pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;

4. peraturan perundangan tentang pemantauan dan evaluasi pembangunan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung.

4-1

BAB 4

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Bab ini berisikan mengenai landasan filosofis, sosiologis dan yuridis yang akan digunakan

untuk menyusun peraturan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Landasan-landasan ini

merupakan landasan yang dianut dan berlaku dalam pembangunan kepariwisataan suatu

daerah.

4.1 LANDASAN FILOSOFIS

4.1.1 Falsafah dan landasan Pembangunan Kepariwisataan

Kepariwisataan di Indonesia memiliki falsafah yang mengacu kepada falsafah hidup bangsa

Indonesia yaitu terwujudnya keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara

manusia dengan manusia, serta antara manusia dengan lingkungan alam. Falsafah tersebut

berasal dari nilai luhur agama atau tradisi yang meskipun diungkapkan secara berbeda-beda

oleh agama dan tradisi yang berbeda, namun memiliki inti yang sama. Falsafah yang menjadi

landasan pembangunan kepariwisataan, antara lain adalah:

pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan nilai agama, norma sosial dan budaya,

menjaga keseimbangan ekologis/lingkungan, serta menghargai hak azasi manusia;

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia dalam bidang

Ipoleksosbudhankam;

apresiasi terhadap nilai dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara dan jatidiri

sebagai bangsa Indonesia;

keanekaragaman alam maupun budaya adalah ciri khas Indonesia sebagai modal dasar,

identitas lokal yang perlu dikembangkan seluas-luasnya;

menjunjung tinggi wawasan nusantara, di mana perairan justru mempersatukan pulau-

pulau besar dan kecil yang ada di Indonesia.

4-2

4.1.2 Asas Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pembangunan Kepariwisataan suatu daerah haruslah mengacu pada asa pembangunan

kepariwisataan. Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan

bahwa pembangunan kepariwisataan harus mengacu kepada asas-asas berikut ini:

Manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat, terutama masyarakat lokal, manfaat bagi

daerah, maupun secara nasional;

Kekeluargaan, dalam arti hubungan yang harmonis antara pemerintah dan swasta, antara

pengusaha besar dan kecil, antara pengusaha dan masyarakat;

Adil dan merata, dalam arti setiap warga mempunyai hak yang sama untuk mendapat

perlakuan yang sama (nondiskriminatif) dalam mengembangkan usaha di bidang

kepariwisataan, memanfaatkan peluang kerja atau melakukan kegiatan wisata;

kepentingan masyarakat luas tidak dikorbankan demi kepentingan wisatawan atau

kepentingan sekelompok pengusaha;

Keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung, antara permintaan dan

penawaran; antara usaha besar dan kecil; serta keseimbangan antara aspek-aspek

konservasi-edukasi-partisipasi dan ekonomi;

Kemandirian, pembangunan yang tidak didikte oleh pihak lain tetapi dirancang untuk

kepentingan nasional dan bangsa, serta masyarakat Indonesia;

Kelestarian, dalam bentuk perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan pusaka alam

dan budaya;

Partisipasi, membuka peluang seluas-luasnya bagi keikutsertaan masyarakat;

Berkelanjutan, dalam bentuk tanggung jawab kepada generasi masa kini dan yang akan

datang;

Demokratis,mendengarkan aspirasi masyarakat dan para pemangku kepentingan;

Kesetaraan, antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan;

Kesatuan, langkah dan visi serta tujuan pembangunan untuk kesatuan bangsa Indonesia

serta integritas para pelaku: wisatawan, pengusaha, masyarakat dan pemerintah pusat

serta pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pariwisata.

4-3

4.2 LANDASAN SOSIOLOGIS

Maysarakat merupakan pilar utama dalam pembangunan kepariwisataan dan merupakan salah

satu kunci keberhasilan dalam membangun kepariwisataan. Oleh karena itu, pembangunan

kepariwisataan harus pula mencakup kajian sosiologis, selain kajian ekonomi dan bisnis.

4.2.1 Masyarakat Sebagai Tujuan Pembangunan Kepariwisataan

Masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan kepariwisataan.

Menurut Zhang (2010: 13), masyarakat adalah faktor penting yang menentukan keberlanjutan

dua hal utama dalam pariwisata, yaitu kemajuan industri pariwisata dan pengembangan

komunitas lokal. Dalam pembangunan kepariwisataan, masyarakat memiliki peran kunci

dalam menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi wisatawan maupun usaha pariwisata

(Aref dkk, 2010). Sikap dan reaksi masyarakat lokal terhadap wisatawan maupun usaha

pariwisata akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan kepariwisataan

(Gursoy, dkk., 2002).

Dalam menentukan keberhasilan pengembangan industri pariwisata, keterlibatan

masyarakat lokal adalah dalam memberikan kualitas pengalaman yang lebih tinggi dan otentik

kepada wisatawan karena keunikan sumber daya alam dan budaya asli menjadi alasan utama

sebagian besar wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi. Masyarakat juga merupakan

faktor penting yang menentukan keberlanjutan pengembangan komunitas lokal melalui

pariwisata (Zhang, 2010). Dalam pengembangan masyarakat lokal, peran masyarakat adalah:

1) mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat lokal dengan menunjukkan persoalan-

persoalan dan fokus pembangunan masyarakat yang harus dipertimbangkan dalam perumusan

kebijakan dan rencana pengembangan kepariwisataan; 2) memotivasi preservasi lingkungan

alam dan budaya lokal dengan melibatkan mereka selama proses perencanaan dan

memberikan kewenangan untuk melindungi sumber daya lokal sehingga mereka memiliki

tanggung jawab yang lebih dalam pelestarian lingkungannya.

Berbagai peran masyarakat tersebut menunjukkan pentingnya masyarakat dalam mewujudkan

keberhasilan pembangunan kepariwisataan suatu daerah. Tanpa adanya dukungan dari

masyarakat, pariwisata di suatu daerah tidak akan berjalan dengan baik, sehingga dukungan

masyarakat menjadi suatu hal yang mutlak dalam membangun pariwisata.

4-4

Peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan secara diagramatis digambarkan oleh

Adriani (2012) seperti pada gambar berikut ini.

NILAI-NILAI DALAM

MASYARAKAT

KAPASITAS

MASYARAKAT

ASPIRASI

MASYARAKAT

MASYARAKAT SEBAGAI

PEKERJA

MASYARAKAT SEBAGAI

PENGUSAHA

MASYARAKAT SEBAGAI

TUAN RUMAH

SIKAP DAN

REAKSI

MASYARAKAT

TERHADAP

PARIWISATA

DUKUNGAN MASYARAKAT:

· Menciptakan kondisi

lingkungan yang baik

· Menciptakan suasana yang

nyaman bagi wisatawan

· Memberikan kualitas

pengalaman yang lebih tinggi

dan otentik

· Mendukung pengembangan

masyarakat lokal

· Memotivasi preservasi sumber

daya alam dan budaya lokal

KEBERHASILAN

PEMBANGUNAN

KEPARIWISATAAN

Perencanaan

kepariwisataan

Dampak

perkembangan

pariwisata

Sumber: Adriani, 2012

Gambar 4.1 Peran masyarakat dalam mendukung keberhasilan pembangunan kepariwisataan

4.2.2 Hak Masyarakat dalam Pariwisata

Pernyataan mengenai hak masyarakat dalam berwisata sudah dimuat dalam beberapa

dokumen dunia maupun nasional, yaitu:

1. Universal Declaration of Human Rights yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) pada 10 Desember 1948;

2. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights yang dikeluarkan oleh

PBB pada tanggal 16 Desember 1966, dan sudah dibuat pula peraturan perundangannya di

Indonesia melalui Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-

Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) yang disahkan tanggal 28 Oktober 2005;

3. Manila Declaration on World Tourism yang disepakati oleh 107 negara peserta dan 91

negara pengamat World Tourism Conference yang diselenggarakan oleh United Nations

World Tourism Organization (UNWTO) pada tanggal 10 Oktober 1980 di Manila, Filipina.

4. Tourism Bill of Right and Tourist Code yang kelahirannya dimotori oleh UNWTO pada

tanggal 26 September 1985. Tourism Bill of Right and Tourist Code memuat 14 artikel

tentang hak-hak dan kewajiban dalam berwisata.

5. Global Code of Ethics for Tourism pada Sidang Umum UNWTO pada tanggal 1 Oktober

1999 di Santiago, Chilli, yang memuat sepuluh prinsip etika dalam pariwisata. Dari

4-5

kesepuluh prinsip tersebut, terdapat juga butir-butir yang menekankan hak-hak

masyarakat dalam pariwisata.

6. Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 19 yang ditetapkan

tanggal 16 Januari 2009.

Isi dari dokumen-dokumen tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Hak Masyarakat dalam Pariwisata

DEKLARASI/

DOKUMEN

HAK MASYARAKAT

TERLIBAT DALAM KEGIATAN PARIWISATA MENDAPATKAN

MANFAAT EKONOMI,

SOSIAL, BUDAYA DARI

PARIWISATA

Sbg tuan rumah Sbg wisatawan

Universal Declaration of

Human Rights, 1948 hak untuk beristirahat dan

memanfaatkan waktu luang

International Covenant

on Economic, Social and

Cultural Rights, 1966

Undang-Undang no. 11

tahun 2005 tentang

Pengesahan

International Covenant

on Economic, Social and

Cultural Rights

(Kovenan Internasional

tentang Hak-Hak

Ekonomi, Sosial, dan

Budaya)

Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang

Manila Declaration on

World Tourism, 1980 Hak untuk terlibat

dalam berbagai kegiatan pengembangan kepariwisataan melalui lembaga-lembaga sukarela

Hak mendapatkan pendidikan dan pelatihan agar lebih siap terlibat dalam pengembangan kepariwisataan

Hak mendapatkan akses ke kegiatan beristirahat dan liburan yang kreatif, paling baik, efektif, dan tidak diskriminatif

Hak mendapatkan peluang untuk lebih mengenal lingkungannya sendiri, mendalami identitas bangsanya, meningkatkan solidaritas terhadap sesama anggota masyarakat, meningkatkan rasa memiliki terhadap budaya dan masyarakat dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam berwisata

Tourism Bill of Rights

and Tourist Code, 1985 Mendapatkan

perlindungan pemerintah dari penggunaan narkotika secara illegal.

Mendapatkan penghargaan dari wisatawan terhadap

Hak masyarakat untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang dengan memperhatikan batas-batas hukum tertentu yang berlaku secara universal.

Para pemuda, lanjut usia,

4-6

DEKLARASI/

DOKUMEN

HAK MASYARAKAT

TERLIBAT DALAM KEGIATAN PARIWISATA MENDAPATKAN

MANFAAT EKONOMI,

SOSIAL, BUDAYA DARI

PARIWISATA

adat-istiadat, agama, dan elemen budaya lainnya yang merupakan bagian dari warisan budaya manusia.

dan masyarakat berkebutuhan khusus mendapat perhatian khusus dalam penyediaan akses untuk memanfaatkan waktu luang dengan berwisata

Mendapatkan akses yang bebas ke sumber daya pariwisata yang dimilikinya, juga mendorong munculnya penghargaan terhadap lingkungan alam dan budaya

Global Code of Ethics for

Tourism, 1999 Hak untuk mendapatkan

penghargaan dari wisatawan dan para pemangku kepentingan terhadap agama, kepercayaan, serta tradisi sosial dan budaya yang dimilikinya.

Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan agar dapat lebih siap menerima wisatawan

Hak untuk mengenal dan menikmati seluruh kekayaan bumi bagi seluruh penduduk di dunia, termasuk keluarga, pemuda, lanjut usia, dan mereka yang berkebutuhan khusus sebagai konsekuensi logis dari hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang.

Hak untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata dan menikmati keuntungan ekonomi, sosial, dan budaya dari pariwisata

Undang-Undang No. 10

tahun 2009 tentang

Kepariwisataan

Melakukan usaha pariwisata

Menjadi pekerja/buruh pariwisata

Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan

Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas menjadi pekerja/buruh, konsinyasi; dan/atau pengelolaan

Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata

Sumber: Adriani, 2012.

4-7

4.3 LANDASAN YURIDIS

Landasan yuridis penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung termuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di tingkat pusat,

yaitu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Sementara itu

landasan yuridis penyusunan Peraturan Daerah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.

4.3.1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 8 ayat (1) mengamanatkan

bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan secara terencana, baik di tingkat nasional,

provinsi, maupun kabupaten/kota. Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa

pembangunan kepariwisataan meliputi pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata,

pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan harus dilakukan berdasarkan rencana induk

pembangunan kepariwisataan yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan

jangka panjang.

Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan

diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat,

serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Di

tingkat nasional, kepariwisataan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan

intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan

negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan pada dasarnya

bertujuan untuk: a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b) meningkatkan kesejahteraan

rakyat; c) menghapus kemiskinan; d) mengatasi pengangguran; e) melestarikan alam,

lingkungan, dan sumber daya; f) memajukan kebudayaan; g) mengangkat citra bangsa; h)

memupuk rasa cinta tanah air; i) memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan j)

mempererat persahabatan antarbangsa.

Untuk membangun dan mengembangkan pariwisata di suatu daerah diperlukan perencanaan

yang terpadu dan komperhensif yang dirumuskan dalam suatu Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah. Dengan adanya Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah

diharapkan mampu menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk dapat mengembankan

pariwisata di daerahnya.

4-8

4.3.2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundangan

Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang tersebut

menjelaskan bahwa Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama

Gubernur. Lebih lanjut dalam pasal 32 dijelaskan bahwa Perencanaan penyusunan Peraturan

Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda (Program Legislasi Daerah).

Dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 disebutkan bahwa materi muatan

Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman, b. kemanusiaan,

c. kebangsaan, d. kekeluargaan, e. kenusantaraan, f. Bhinneka Tunggal Ika, g. keadilan, h.

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, i. ketertiban dan kepastian hukum,

dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain mencerminkan asas tersebut,

Peraturan Perundang-undangan tertentu, termasuk Peraturan Daerah, dapat berisi asas lain

sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Terkait

dengan peraturan di bidang kepariwisataan, maka asas-asas seperti yang tercantum dalam

Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengenai pembangunan

kepariwisataan juga perlu menjadi pertimbangan.

5-1

BAB 5

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TENTANG RIPPARPROV

Pada Bab ini akan diuraikan mengenai jangkauan, arah pengaturan Perda, dan ruang

lingkup materi dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2017-2025.

5.1 JANGKAUAN PERDA RIPPARPROV KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Jangkauan Peraturan Daerah tentang RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung meliputi

seluruh pemangku kepentingan di bidang kepariwisataan baik yang berasal dari

pemerintah, asosiasi, swasta, masyarakat dan lainnya yang antara lain terdiri dari:

1. Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Satuan Kerja

Perangkat Daerah yang mengurus tentang kepariwisataan,

2. Usaha pariwisata yang berusaha di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,

mencakup 13 jenis usaha yang tercantum dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009

tentang Kepariwisataan, yaitu usaha daya tarik wisata; usaha kawasan pariwisata;

usaha jasa transportasi wisata; usaha jasa perjalanan wisata; usaha jasa makanan dan

minuman; usaha penyediaan akomodasi; usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan

rekreasi; usaha penyelenggaraan pertemuan; perjalanan insentif, konferensi, dan

pameran; usaha jasa informasi pariwisata; usaha jasa konsultan pariwisata; usaha jasa

pramuwisata; usaha wisata tirta; dan usaha spa,

3. Asosiasi usaha pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,

4. Sumber daya manusia yang bekerja di usaha pariwisata yang beroperasi di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung,

5. Lembaga pendidikan kepariwisataan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, termasuk

akademisi,

5-2

6. Kelompok masyarakat yang bergerak di bidang kepariwisataan di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung, dan

7. Organisasi masyarakat lain yang terkait dan mendukung pembangunan kepariwisataan

di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

5.2 ARAH PENGATURAN PERDA RIPPARPROV KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Peraturan daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

(RIPPARPROV) Kepulauan Bangka Belitung diarahkan pada peningkatan pengembangan

pariwisata, pembangunan kepariwisataan yang bertanggung jawab, pembangunan

kepariwisataan yang berkelanjutan, pembangunan kepariwisataan terpadu antarkomponen

pariwisata, lintas sector, lintas wilayah dan antarpelaku, pembangunan kepariwisataan

berbasis masyarakat, pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan, serta

pembangunan kepariwisataan beridentitas lokal dan berwawasan global. Arahan

pengaturan dalam peraturan daerah tentang RIPPARPROV sesuai dengan arahan visi, misi,

dan tujuan dalam materi RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung.

5.3 RUANG LINGKUP MATERI PERDA RIPPARPROV

Muatan materi Peraturan Daerah Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

(RIPPARPROV) Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari ketentuan umum, muatan materi

yang diatur dalam Perda, ketentuan peralihan, serta penutup, sebagai berikut:

5.3.1 Ketentuan Umum

Ketentuan umum memuat rumusan akademik tentang pengertian istilah, dan frasa. Dalam

Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah otonom.

3. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

4. Daerah Provinsi/Kota adalah Daerah Provinsi/Kota di Daerah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

5-3

5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah Provinsi.

6. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi yang selanjutnya disebut

Ripparprov adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi untuk periode 10 (sepuluh) tahun.

7. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di

dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi, dan pengendalian dalam

rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki.

8. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok

orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan

pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka

waktu sementara.

9. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas

serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan

pemerintah daerah.

10. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan

bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap

orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama

wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

11. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

12. Destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih

wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,

fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan.

13. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka

menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam

penyelenggaraan pariwisata.

14. Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,

mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata, dan mengelola relasi dengan

wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh pemangku

kepentingannya.

15. Kelembagaan kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang

dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta

dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang

secara berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di

5-4

bidang Kepariwisataan.

16. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai

yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang

menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

17. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana transportasi yang

mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata

maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan

motivasi kunjungan wisata.

18. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya

memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasidan berfungsi sebagaimana

semestinya.

19. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisiksuatu lingkungan yang

diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan

keseharian.

20. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk

mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan wisatawan dalam

melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata.

21. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas,

akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam

memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan

Kepariwisataan.

22. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

23. Destinasi Pariwisata Provinsi yang selanjutnya disingkat DPP adalah destinasi

pariwisata yang berskala Provinsi.

24. Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi yang selanjutnya disingkat KSPP adalah kawasan

yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan

pariwisata Daerah Provinsi yang mempunyai pengaruh penting dalam 1 (satu) atau

lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber

daya alam, dan daya dukung lingkungan hidup.

25. Kawasan Pengembangan Pariwisata Provinsi yang selanjutnya disingkat KPPP adalah

kawasan pariwisata dengan komponen kepariwisataannya, serta memiliki karakter

produk dan tema pengembangan pariwisata alam, budaya, dan buatan.

5-5

5.3.2 Muatan RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung

RIPPARPROV merupakan pedoman utama bagi perencanaan, pengelolaan, dan

pengendalian pembangunan kepariwisataan di tingkat provinsi yang berisi visi, misi, dan

tujuan pembangunan kepariwisataan, kebijakan, serta strategi dan program-program yang

mencakup aspek pembangunan destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, dan

kelembagaan kepariwisataan. Muatan RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung mencakup:

Gambar 5.1 Muatan RIPPARPROV Kepulauan Bangka Belitung

(Sumber: Pedoman Penyusunan RIPPARDA)

5-6

A. Prinsip-prinsip Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan Provinsi adalah ideologi yang dianut dalam

merumuskan arah pembangunan kepariwisataan Provinsi.

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan Provinsi memiliki fungsi:

1. Menjadi pondasi yang mendasari pembangunan kepariwisataan Provinsi.

2. Sebagai nilai-nilai dasar dalam perumusan visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, dan

program pembangunan kepariwisataan Provinsi.

3. Sebagai nilai-nilai dasar dalam pelaksanaan pemantauan dan pengendalian

pembangunan kepariwisataan Provinsi.

Prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan Provinsi dirumuskan berdasarkan:

1. prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkembang pada skala internasional,

2. prinsip-prinsip pembangunan kepariwisataan yang berkembang pada skala nasional,

3. isu-isu pembangunan kepariwisataan nasional dan provinsi,

4. isu-isu pembangunan kepariwisataan provinsi,

5. visi dan misi pembangunan wilayah Provinsi,

6. isu-isu strategis pembangunan wilayah Provinsi.

B. Visi dan Misi Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Visi

Visi adalah rumusan mengenai keadaan yang ingin dicapai pada suatu periode perencanaan

berjangka panjang.

Visi pengembangan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Memberikan gambaran tentang kondisi kepariwisataan jangka panjang yang dicita-

citakan.

2. Sebagai dasar dalam merumuskan misi pembangunan kepariwisata Provinsi.

3. Memberikan arah bagi perumusan tujuan, kebijakan, strategi, dan program

pembangunan kepariwisataan Provinsi.

5-7

Misi

Misi adalah pernyataan rumusan mengenai komitmen untuk mewujudkan visi pembangunan

kepariwisataan.

Misi pembangunan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Sebagai pengejawantahan dari visi pembangunan kepariwisataan Provinsi,

2. Sebagai dasar dalam merumuskan tujuan, kebijakan, dan strategi pembangunan

kepariwisataan Provinsi,

3. Memberikan arah dalam merumuskan rencana pengembangan kawasan pariwisata

Provinsi,

4. memberikan arah dalam merumuskan program pembangunan setiap aspek

pembangunan kepariwisataan Provinsi.

C. Tujuan Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Tujuan pembangunan kepariwisataan Provinsi adalah kondisi yang harus dicapai

kepariwisataan Provinsi pada akhir masa perencanaan, mencakup aspek destinasi, industri,

pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.

Tujuan pembangunan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan dan strategi bagi pembangunan

kepariwisataan Provinsi.

2. Memberikan arah dalam perumusan rencana pengembangan kawasan pariwisata

Provinsi.

3. Memberikan arah dalam perumusan program pembangunan kepariwisataan Provinsi.

4. Sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan kepariwisataan Provinsi.

D. Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Kebijakan pembangunan kepariwisataan Provinsi adalah arahan pembangunan yang

dirumuskan dan ditetapkan untuk mencapai tujuan pembangunan kepariwisataan Provinsi.

Dalam menentukan kebijakan didalamnya haruslah mencakup aspek destinasi, industri,

pemasaran, dan kelembagaan. Kebijakan pembangunan kepariwisataan merupakan

5-8

pendekatan dan konsep yang akan diterapkan dalam pembangunan kepariwisataan

Provinsi.

Kebijakan pembangunan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam perumusan strategi pembangunan kepariwisataan Provinsi.

2. Memberikan arah bagi perumusan rencana pembangunan kawasan pariwisata Provinsi.

3. Memberikan arah bagi perumusan program pembangunan destinasi pariwisata, industri

pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan kepariwisataan Provinsi.

4. Sebagai dasar dalam perumusan ketentuan pengendalian kepariwisataan Provinsi.

E. Strategi Pembangunan Aspek-Aspek Kepariwisataan

Strategi pembangunan kepariwisataan merupakan penjabaran kebijakan berupa rumusan

langkah-langkah pencapaian yang lebih nyata untuk mewujudkan tujaun pembangunan

kepariwisataan Provinsi. Strategi pembangunan kepariwisataan terdiri dari aspek-aspek,

yaitu destinasi pariwisata, industry pariwisata, pemasaran pariwisata dan kelembagaan

pariwisata. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

Strategi Pembangunan Destinasi Pariwisata

Strategi pembangunan destinasi pariwisata adalah penjabaran kebijakan terkait destinasi

pariwisata berupa rumusan langkah-langkah untuk mewujudkan Provinsi sebagai destinasi

pariwisata dalam dimensi keruangan, tempat industri pariwisata akan beroperasi.

Strategi pembangunan destinasi pariwisata Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam merumuskan rencana pengembangan kawasan pariwisata Provinsi.

2. Sebagai dasar dalam merumuskan program pembangunan destinasi pariwisata Provinsi.

3. Sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi implementasi

RIPPARPROV untuk aspek destinasi pariwisata.

Dalam strategi pembangunan destinasi pariwisata daerah, didalmnya MEMUAT:

1. Strategi perwilayahan pariwisata Provinsi, meliputi:

a. penetapan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata Provinsi,

b. Pembangunan Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP),

c. penetapan kawasan pengembangan pariwisata (KPP) Provinsi dan kawasan strategis

pariwisata (KSP) Provinsi,

5-9

d. penetapan tema pengembangan KPP dan KSP Provinsi,

e. strategi pembangunan keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta antara KPP dan KSP

Provinsi,

f. Pengembangan sistem mitigasi dan adaptasi terhadap bencana, kerusakan

lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan sektor lain.

2. Strategi pembangunan daya tarik wisata alam dan budaya berbasis pesisir, pantai,

pulau-pulau kecil, formasi geologis batuan granit, perkebunan lada, adat-istiadat khas,

meliputi:

a. Penetapan dan pengembangan daya tarik wisata Provinsi berbasis pesisir, pantai,

pulau-pulau kecil, formasi geologis batuan granit, perkebunan lada, adat-istiadat

khas Daerah Provinsi,

b. pengembangan keterpaduan pembangunan dengan daya tarik wisata nasional dan

daya tarik wisata kab/kota,

c. pengembangan interpretasi sesuai tema daya tarik dan jalur wisata tematik DPP di

Daerah Provinsi,

d. perencanaan dan penerapan pengelolaan pengunjung pada daya tarik wisata primer

dan sekunder pada KSPP dan KPPP di Daerah Provinsi,

e. perencanaan dan penerapan informasi terpadu antara daya tarik wisata yang

memiliki keterkaitan tema,

f. pengembangan program geowisata pada daya tarik wisata alam berbasis pesisir,

pantai, pulau-pulau kecil, dan formasi geologis batuan granit,

g. pengembangan program wisata minat khusus bahari (selam, snorkeling, memancing

di tengah laut) pada daya tarik wisata berbasis pantai dan pulau-pulau kecil, dan

h. pengembangan program wisata edukatif dan kreatif pada daya tarik wisata budaya

berbasis pesisir, agrowisata lada dan lainnya, dan adat-istiadat khas Daerah

Provinsi, khususnya nganggung dan upacara adat perkawinan.

3. Strategi pembangunan keterpaduan sistem jaringan transportasi udara, laut, dan darat,

meliputi:

a. peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan jaringan jalan menuju daya tarik

wisata provinsi,

b. peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan angkutan umum yang

menghubungkan KSPP dan KPPP, serta pusat pelayanan pusat pelayanan primer dan

sekunder pariwisata Daerah Provinsi,

c. pengembangan transportasi wisata untuk mendukung jalur wisata tematik di DPP,

5-10

d. pengembangan transportasi terpadu yang menghubungkan bandara/pelabuhan

dengan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata di Daerah Provinsi,

e. pengembangan rute dan frekuensi penerbangan langsung dari Jakarta, Jawa Barat,

Yogyakarta, Bali, Batam, Medan, dan Balikpapan,

f. pengembangan rute dan frekuensi penerbangan dari Malaysia dan Singapura, dan

negara sumber pasar wisatawan mancanegara lainnya,

g. pengembangan rute dan frekuensi pelayaran dari Jakarta, Batam, dan daerah

sumber pasar wisatawan nusantara lainnya, dan

h. penetapan standar kenyamanan, keselamatan, dan keamanan bagi moda

transportasi darat dan laut di Daerah Provinsi.

4. Strategi pembangunan prasarana umum dan fasilitas umum berstandar nasional dan

internasional, meliputi:

a. peningkatan kesadaran kolektif para pemangku kepentingan terhadap standar

nasional dan internasional bagi penyediaan dan pengelolaan prasarana umum dan

fasilitas umum di daya tarik wisata provinsi, destinasi pariwisata provinsi, kawasan

pengembangan pariwisata provinsi, dan kawasan strategis pariwisata provinsi,

b. peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan energi listrik dan air bersih untuk

pariwisata yang berdaya saing global, dan

c. pengembangan kemitraan dengan pihak swasta, pengelola daya tarik wisata, dan

masyarakat dalam pembangunan prasarana umum dan fasilitas umum berstandar

nasional dan internasional di daya tarik wisata provinsi, destinasi pariwisata

provinsi, kawasan pengembangan pariwisata provinsi, dan kawasan strategis

pariwisata provinsi.

5. Strategi pembangunan fasilitas pariwisata berstandar nasional dan internasional,

meliputi:

a. peningkatan kesadaran kolektif para pemangku kepentingan terhadap standar

nasional dan internasional bagi penyediaan dan pengelolaan fasilitas pariwisata,

b. penetapan dan pengembangan standar bangunan berciri khas lokal dan pelayanan

berkarakter budaya dan nilai-nilai agama yang berlaku di masyarakat di Daerah

Provinsi,

c. pembangunan fasilitas akomodasi, fasilitas makan dan minum, fasilitas perjalanan

wisata, dan fasilitas informasi yang berstandar internasional dan ramah lingkungan

di Kota Pangkalpinang dan Tanjungpandan sebagai pusat pelayanan primer,

d. pemercepat peningkatan pembangunan fasilitas akomodasi berkelas bintang di Kota

Pangkalpinang dan Tanjungpandan sebagai pusat pelayanan primer pariwisata

5-11

Daerah Provinsi,

e. pemercepat peningkatan pembangunan fasilitas akomodasi berkelas nonbintang dan

pondok wisata (homestay) berstandar nasional dan internasional di Kota Muntok,

Sungailiat, Toboali, dan Pulau Mendanau sebagai pusat pelayanan sekunder

pariwisata Daerah Provinsi, dan

f. pengembangan pondok wisata (homestay) di KSPP dan KPPP di Daerah Provinsi.

6. Strategi pengembangan masyarakat agar dapat menjadi pelaku utama dalam

pembangunan kepariwisataan, meliputi:

a. peningkatan kesadaran kolektif masyarakat terhadap pembangunan destinasi

pariwisata berdaya saing global dan berkelanjutan,

b. peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan berstandar nasional dan

internasional di daya tarik wisata provinsi,

c. peningkatan n peran Kelompok Sadar Wisata untuk mendukung pengelolaan KSPP

dan KPPP yang berdaya saing global, dan

d. penguatan peran masyarakat dalam pengembangan tata kelola destinasi pariwisata

berkelanjutan di KSPN Tanjungkelayang dan sekitarnya.

7. Strategi pengembangan investasi pariwisata terpadu dan bertanggung jawab, meliputi:

a. pengembangan mekanisme keterpaduan investasi pariwisata, perdagangan, dan

bidang lainnya Daerah Provinsi,

b. penetapan dan pengembangan regulasi investasi yang berorientasi pada

pengembangan masyarakat, perlindungan lingkungan alam, pelestarian budaya, dan

percepatan pembangunan daerah, dan

c. pengembangan mekanisme pengendalian investasi pariwisata berbasiskan

penelitian untuk membangun iklim usaha yang sehat dan berdaya saing, serta

berwawasan lingkungan alam dan budaya.

Strategi Pembangunan Industri Pariwisata

Strategi pembangunan industri pariwisata adalah penjabaran kebijakan terkait industri

pariwisata berupa rumusan langkah-langkah yang ditetapkan untuk pembangunan industri

pariwisata dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pembangunan kepariwisataan

Provinsi.

5-12

Strategi pembangunan industri pariwisata Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam merumuskan program fasilitasi dan pengembangan industri

pariwisata Provinsi.

2. Sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi implementasi

RIPPARPROV untuk aspek industri pariwisata.

Strategi pembangunan industri pariwisata Provinsi MEMUAT:

1. Strategi kebijakan Pengembangan industri pariwisata unggulan provinsi,

2. Strategi pembangunan iklim yang kondusif untuk mendorong industri pariwisata

meningkatkan tanggung jawabnya terhadap lingkungan alam, sosial, dan budaya,

3. Strategi kebijakan pengembangan kemitraan berjangka panjang dengan industri

pariwisata nasional dan internasional,

4. Strategi pembangunan sistem pengelolaan industri pariwisata yang terstruktur dan

terpadu.

Strategi Pembangunan Pemasaran Pariwisata

Strategi pembangunan pemasaran pariwisata adalah penjabaran kebijakan yang terkait

dengan pemasaran pariwisata berupa rumusan langkah-langkah yang ditetapkan untuk

pengembangan pemasaran pariwisata dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan

pembangunan kepariwisataan.

Strategi pembangunan pemasaran pariwisata Provinsi memiliki FUNGSI:

1. Sebagai dasar dalam merumuskan program pemasaran pariwisata Provinsi.

2. Sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi implementasi

RIPPARPROV untuk aspek pemasaran pariwisata.

Strategi pembangunan pemasaran pariwisata Provinsi MEMUAT:

1. Strategi sistem dan lembaga pemasaran terpadu antara Pemerintah Kabupaten/Kota di

wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,

2. Strategi pembangunan keterpaduan produk dan pemasaran pariwisata dengan

pemasaran pariwisata Indonesia,

3. Strategi pengembangan pasar wisatawan yang berkualitas didasarkan pada penelitian

pasar yang berkesinambungan,

4. Strategi pengembangan sistem pemasaran pariwisata berbasis teknologi informasi.

5-13

Strategi Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan

Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan adalah penjabaran kebijakan yang

terkait dengan kelembagaan kepariwisataan berupa rumusan langkah-langkah yang

ditetapkan untuk pengembangan kelembagaan kepariwisataan dalam mewujudkan visi,

misi, dan tujuan pembangunan kepariwisataan.

Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam merumuskan program pembangunan kelembagaan kepariwisataan

Provinsi.

2. Sebagai acuan dalam pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi implementasi

RIPPARPROV untuk aspek kelembagaan kepariwisataan.

Strategi pembangunan kelembagaan kepariwisataan Provinsi MEMUAT:

1. Strategi peningkatan integrasi dan koordinasi pembangunan kepariwisataan Daerah,

2. Strategi peningkatan kapasitas dan kinerja kelembagaan kepariwisataan,

3. Strategi kebijakan pembangunan sistem pengembangan sumber daya manusia

pariwisata berkompetensi internasional,

4. Strategi pembangunan sistem tata kelola pariwisata terpadu (pemerintah, swasta,

masyarakat, akademisi, dan media) yang handal.

F. Rencana Pembangunan Kawasan Pariwisata Provinsi

Rencana pembangunan kepariwisataan Provinsi adalah rumusan arahan sistem

perwilayahan kepariwisataan, yang mencakup struktur pelayanan pariwisata, kawasan

pengembangan pariwisata, dan kawasan strategis pariwisata.

Rencana pembangunan kepariwisataan Provinsi berfungsi:

1. Sebagai dasar dalam mengembangkan fungsi kawasan pariwisata Provinsi.

2. Sebagai dasar dalam melakukan pembangunan fisik kawasan pengembangan dan

strategis pariwisata Provinsi.

3. Memberikan arah dalam perumusan program pembangunan aspek kepariwisataan,

Provinsi.

Rencana pengembangan kepariwisataan Provinsi MEMUAT:

1. Rencana Struktur Perwilayahan Pariwisata

5-14

Struktur perwilayahan pariwisata adalah kerangka perwilayahan pariwisata yang terdiri

dari pusat-pusat pertumbuhan pariwisata yang berhierarki satu sama lain, yang

memiliki fungsi sesuai dengan karakteristik daya tarik wisata yang dikembangkannya,

dihubungkan oleh jaringan transportasi sebagai elemen pengikat

Rencana struktur kawasan pariwisata terdiri dari:

a. pusat pelayanan primer Provinsi yang berfungsi sebagai pintu gerbang Provinsi,

pusat penyediaan fasilitas pariwisata di Provinsi, dan pusat penyebaran kegiatan

wisata ke bagian-bagian wilayah Provinsi.

b. pusat pelayanan sekunder Provinsi yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan

pariwisata di bagian wilayah tertentu dari Provinsi.

c. jaringan jalan dan atau laut yang menghubungkan antara pusat-pusat pelayanan

dan kawasan-kawasan pariwisata Provinsi.

2. Rencana Kawasan Pengembangan Pariwisata

Kawasan pengembangan pariwisata adalah arahan pengembangan kawasan pariwisata

yang memiliki karakter atau tema produk pariwisata yang dominan dan melekat kuat

sebagai komponen pencitraan kawasan tersebut. Kawasan ini dapat menjadi andalan

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta mencapai visi dan misi pengembangan

kepariwisataan daerah

Rencana kawasan pengembangan pariwisata terdiri dari:

Tema pengembangan produk pariwisata kawasan pengembangan pariwisata

Provinsi.

Jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis wisata

pendukung.

Sasaran pengembangan kawasan pengembangan pariwisata Provinsi.

Target pasar wisatawan.

Sistem keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya dan wilayah lain di sekitarnya.

Rencana peningkatan kualitas daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, fasilitas

umum, transportasi, prasarana lain yang mendesak dan diperlukan.

3. Rencana Kawasan Strategis Pariwisata

Kawasan strategis pariwisata merupakan arahan pengembangan kawasan pariwisata

yang dianggap strategis untuk menjawab isu-isu strategis pembangunan wilayah dan

atau pembangunan kepariwisataan Provinsi.

Rencana kawasan strategis pariwisata terdiri dari:

5-15

Tema pengembangan produk pariwisata kawasan strategis pariwisata Provinsi.

Jenis wisata yang menjadi unggulan untuk dikembangkan dan jenis wisata

pendukung.

Sasaran pengembangan kawasan strategis pariwisata Provinsi.

Target pasar wisatawan.

Sistem keterkaitan dengan kawasan di sekitarnya dan wilayah lain di sekitarnya.

Sistem keterkaitan dengan sektor lain di dalam kawasan maupun di sekitar kawasan

strategis.

Rencana peningkatan kualitas daya tarik wisata, fasilitas pariwisata, fasum,

transportasi, prasarana lain yang mendesak dan diperlukan.

G. Program Pembangunan Kepariwisataan

Program pembangunan kepariwisataan adalah tindakan-tindakan yang dirumuskan untuk

dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu yang

telah ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan strategi dan rencana.

Program pembangunan kepariwisataan berfungsi:

1. Sebagai dasar untuk mengembangkan berbagai kegiatan pembangunan yang lebih rinci

untuk destinasi pariwisata.

2. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pembangunan

kepariwisataan.

Program pembangunan kepariwisataan MEMUAT:

1. Judul program pembangunan.

2. Deskripsi program pembangunan destinasi pariwisata yang memuat isu apa yang akan

dijawab melalui program tersebut, tujuan, dan keluaran yang diharapkan.

3. Indikator keberhasilan pelaksanaan program pembangunan.

4. Waktu pelaksanaan program pembangunan.

5. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan

program.

6. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung pelaksanaan program.

5-16

Program Pembangunan Destinasi Pariwisata

Program pembangunan destinasi pariwisata adalah tindakan-tindakan yang dirumuskan

untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu

yang telah ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan dari rencana

pengembangan kepariwisataan daerah dan strategi pengembangan destinasi pariwisata

yang telah ditetapkan.

Program pembangunan destinasi pariwisata daerah berfungsi:

1. Sebagai dasar untuk mengembangkan berbagai kegiatan pembangunan yang lebih rinci

untuk pengembangan destinasi pariwisata.

2. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan perwilayahan

pariwisata.

3. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan produk

pariwisata.

4. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pelibatan masyarakat dalam

pengembangan kepariwisataan daerah.

Program pembangunan destinasi pariwisata daerah MEMUAT:

1. Judul program pembangunan destinasi pariwisata yang mendukung implementasi

strategi pengembangan destinasi pariwisata daerah.

2. Waktu pelaksanaan program pembangunan destinasi pariwisata.

3. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan

program.

4. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung pelaksanaan program.

Program Pembangunan Industri Pariwisata

Program pembangunan industri pariwisata adalah tindakan-tindakan yang dirumuskan

untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu

yang telah ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan dari rencana

pengembangan kepariwisataan daerah dan strategi pengembangan industri pariwisata yang

telah ditetapkan.

5-17

Program pembangunan industri pariwisata daerah berfungsi:

1. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan struktur

industri pariwisata.

2. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan aliansi industri

pariwisata.

3. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan industri kecil

dan menengah pariwisata.

4. Sebagai acuan dasar pelaksanaan/implementasi strategi pengelolaan industri

pariwisata yang memenuhi standar-standar pelayanan internasional.

Program pembangunan industri pariwisata daerah MEMUAT:

1. Judul program pembangunan industri pariwisata yang mendukung implementasi

strategi pengembangan industri pariwisata daerah.

2. Waktu pelaksanaan program pembangunan industri pariwisata.

3. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan

program.

4. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung pelaksanaan program.

Program Pembangunan Pemasaran Pariwisata

Program pembangunan pemasaran pariwisata adalah tindakan-tindakan yang dirumuskan

untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan pihak lain yang terkait, pada waktu-waktu

yang telah ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan dari rencana

pengembangan kepariwisataan daerah dan strategi pengembangan pemasaran pariwisata

yang telah ditetapkan.

Program pembangunan pemasaran pariwisata daerah berfungsi:

1. Sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi segmentasi dan pemilihan pasar

sasaran pariwisata daerah.

2. Sebagai acuan dasar dalam pemosisian destinasi pariwisata daerah.

3. Sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi bauran pemasaran pariwisata

daerah, yang terdiri dari, namun tidak terbatas pada produk, distribusi, promosi, dan

harga.

5-18

Program pembangunan pemasaran pariwisata daerah MEMUAT:

1. Judul program pengembangan pasar dan bauran pemasaran pariwisata yang mendukung

implementasi strategi pengembangan pemasaran pariwisata daerah.

2. Waktu pelaksanaan program pembangunan pemasaran pariwisata.

3. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan

program.

4. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung pelaksanaan program.

Program Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan

Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan adalah tindakan-tindakan yang

dirumuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan pihak lain yang terkait, pada

waktu-waktu yang telah ditentukan, secara bertahap, sebagai bentuk pengejawantahan

dari rencana pengembangan kepariwisataan daerah dan strategi pengembangan

kelembagaan kepariwisataan yang telah ditetapkan.

Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan daerah berfungsi:

1. Sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan sumber

daya kelembagaan dan pemanfaatan anggaran yang terbatas.

2. Sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan

organisasi birokrasi, organisasi swasta, profesi, dan organisasi masyarakat.

3. Sebagai acuan dasar dalam pelaksanaan/implementasi strategi pengembangan regulasi

untuk investasi, ijin usaha, perpajakan daerah, pengendalian pembangunan fisik,

pembangunan industri dan rambu-rambu pemasaran, serta pembinaan karir di bidang

kepariwisataan, pemanfaatan anggaran.

Program pembangunan kelembagaan kepariwisataan daerah MEMUAT:

1. Judul program pembangunan kelembagaan kepariwisataan yang mendukung

implementasi strategi pengembangan kelembagaan kepariwisataan daerah.

2. Waktu pelaksanaan program pembangunan kelembagaan kepariwisataan.

3. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan

program.

4. Pemangku kepentingan yang bertindak sebagai pendukung pelaksanaan program.

5-19

5.3.3 Sanksi

Peraturan daerah yang dibuat memerlukan adanya unsur memaksa agar peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan dapat berlaku efektif. Dalam pelaksanaannya

dilakukan melalui pengawasan dan pengendalian sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pemberian sanksi atas pelanggaran terhadap apa yang diwajibkan

atau disyaratkan merupakan salah satu unsur yang menguatkan peraturan daerah tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sanksi

tersebut dapat berupa sanksi pidana, sanksi perdata, maupun sanksi administratif.

5.3.4 Ketentuan Peralihan

Ketentuan peralihan memuat pemikiran tentang kemungkinan adanya ketentuan peralihan

dan akibat-akibat hukum yang dapat timbul apabila materi hukum yang hendak diatur

telah pernah diatur. Ketentuan peralihan dimuat dalam BAB KETENTUAN PERALIHAN. Jika

dalam Peraturan Daerah tidak diadakan pengelompokan BAB, Pasal yang memuat

ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup. Pada

saat suatu Peraturan Daerah dinyatakan mulai berlaku, segala konsekuensi hukum yang

ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat maupun sesudah Peraturan

Daerah yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan Peraturan Daerah

baru. Semua perjanjian kerjasama yang dilakukan antara Pemerintah Daerah Provinsi

dan/atau dengan pihak lain terkait pembangunan pariwisata di luar perwilayahan

pembangunan DPP, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian.

5.3.5 Ketentuan Penutup

Bagian Penutup memuat pernyataan tidak berlaku atau pencabutan peraturan yang ada

sebelumnya, dan masa efektif berlakunya peraturan yang akan diberlakukan berdasarkan

analisis kemampuan/kesiapan dari berbagai aspek.

6-1

BAB 6

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin

diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan peraturan

perundang-undangan. Naskah Akademik Raperda Ripparprov merupakan naskah hasil

penelitian atau pengkajian hukum yang menjelaskan latar belakang diperlukannya

Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi.

Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung menjangkau seluruh pemangku kepentingan, meliputi

pemerintah, asosiasi usaha pariwisata, sumber daya manusia bidang pariwisata,

lembaga pendidikan kepariwisataan, serta kelompok masyarakat terkait bidang

pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Arahan pengaturan dalam peraturan daerah tentang Ripparkab sesuai dengan arahan

visi, misi, dan tujuan dalam materi Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung. Muatan

materi yang diatur dalam peraturan daerah ini meliputi: (a) ketentuan umum, (b)

muatan materi Ripparprov, meliputi kedudukan, ruang lingkup, jangka waktu

perencanaan, prinsip, visi, misi, tujuan, konsep, kebijakan, strategi, dan program

pembangunan pariwisata yang memuat pembangunan aspek destinasi pariwisata,

industri pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan pariwisata, (c) sanksi, (d)

ketentuan peralihan, dan (e) ketentuan penutup.

6.2 SARAN

Naskah Akademik rancangan peraturan daerah tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memerlukan beberapa kegiatan

pendukung untuk menyempurnakannya. Adapun rekomendasi kegiatan penyempurnaan

Naskah Akademik ini antara lain:

1. Sosialisasi muatan Ripparprov Kepulauan Bangka Belitung kepada pemangku

kepentingan yang lebih luas.

2. Konsultasi dengan Kementerian Pariwisata untuk sinkronisasi dengan kebijakan

Pemerintah Pusat.

3. Konfirmasi dan kesepakatan Kawasan Pengembangan Pariwisata Provinsi dan Kawasan

Strategis Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

1

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TAHUN 2016-2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1)

dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan, perlu ditetapkan Peraturan Daerah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung Tahun 2016-2025;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang

Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4033);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 –

2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4700);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

2

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4725);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4966);

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5234);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana

telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4562);

10. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 Lembaran

Dearah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014

Nomor 6 Seri E);

3

11. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014-

2034 (Lembaran Dearah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung Tahun 2014 Nomor 1 Seri E, Tambahan

Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Nomor 52).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

BELITUNG

dan

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA INDUK

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG TAHUN 2016-2025.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang

memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

4. Daerah Kabupaten/Kota adalah Daerah Kabupaten/Kota

di Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

4

5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan

urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

Provinsi.

6. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

yang selanjutnya disebut Ripparprov adalah dokumen

perencanaan pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi untuk periode 10 (sepuluh) tahun.

7. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah

yang lebih baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya

perencanaan, implementasi, dan pengendalian dalam

rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki.

8. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi

tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan

pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

9. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan

didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan

oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

daerah.

10. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait

dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta

multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan

setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan

dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah,

pemerintah daerah, dan pengusaha.

11. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

12. Destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada

dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di

dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,

fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang

saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

13. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata

yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang

5

dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan

dalam penyelenggaraan pariwisata.

14. Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan

produk wisata, dan mengelola relasi dengan wisatawan

untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh

pemangku kepentingannya.

15. Kelembagaan kepariwisataan adalah kesatuan unsur

beserta jaringannya yang dikembangkan secara

terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah,

swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi

dan mekanisme operasional, yang secara

berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah

pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

16. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki

keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa

keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil

buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan.

17. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan

prasarana transportasi yang mendukung pergerakan

wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke Destinasi

Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah Destinasi

Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan

wisata.

18. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu

lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu

lingkungan dapat beroperasidan berfungsi sebagaimana

semestinya.

19. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisiksuatu

lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum

dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian.

20. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara

khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan

kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan wisatawan

dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata.

6

21. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran

masyarakat, baik secara individu maupun kelompok,

dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan

kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan.

22. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang

dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata.

23. Destinasi Pariwisata Provinsi yang selanjutnya disingkat

DPP adalah destinasi pariwisata yang berskala Provinsi.

24. Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi yang selanjutnya

disingkat KSPP adalah kawasan yang memiliki fungsi

utama pariwisata atau memiliki potensi untuk

pengembangan pariwisata Daerah Provinsi yang

mempunyai pengaruh penting dalam 1 (satu) atau lebih

aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,

pemberdayaan sumber daya alam, dan daya dukung

lingkungan hidup.

25. Kawasan Pengembangan Pariwisata Provinsi yang

selanjutnya disingkat KPPP adalah kawasan pariwisata

dengan komponen kepariwisataannya, serta memiliki

karakter produk dan tema pengembangan pariwisata alam,

budaya, dan buatan.

7

Bagian Kesatu

Maksud dan Tujuan

Paragraf 1

Maksud

Pasal 2

Maksud Ripparprov adalah sebagai pedoman dalam

penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan.

Paragraf 2

Tujuan

Pasal 3

Tujuan Ripparprov adalah:

a. menetapkan daya tarik wisata, destinasi pariwisata,

kawasan strategis pariwisata, dan kawasan pengembangan

pariwisata di Daerah Provinsi;

b. menjadi pedoman perencanaan detail pembangunan

pariwisata Daerah Provinsi;

c. menjadi pedoman untuk perencanaan pembangunan

kepariwisataan Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua

Prinsip

Pasal 4

Ripparprov berdasarkan prinsip:

a. pembangunan kepariwisataan bertanggung jawab;

b. pembangunan kepariwisataan terpadu antarkomponen

pariwisata, lintas sektor, lintas wilayah, dan antarpelaku;

c. pembangunan kepariwisataan berbasis masyarakat; dan

d. pembangunan kepariwisataan beridentitas lokal dan

berwawasan global.

8

BAB II

KEDUDUKAN

Pasal 5

Peraturan Daerah ini merupakan penjabaran dari Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung.

Pasal 6

Peraturan Daerah ini merupakan pedoman dalam:

a. perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi

pariwisata, pemasaran pariwisata, dan kelembagaan

kepariwisataan, serta perencanaan kawasan strategis

pariwisata provinsi dan kawasan pengembangan

pariwisata provinsi;

b. pengelolaan pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi; dan

c. perencanaan kepariwisataan di Daerah Kabupaten/Kota.

BAB III

MASA BERLAKU

Pasal 7

Jangka waktu Ripparprov berlaku 10 (sepuluh) tahun untuk

kurun waktu tahun 2016-2025.

BAB IV

RUANG LINGKUP

Pasal 8

(1) Pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi, meliputi:

a. pembangunan destinasi pariwisata;

9

b. pembangunan industri pariwisata;

c. pembangunan pemasaran pariwisata; dan

d. pembangunan kelembagaan kepariwisataan.

(2) Pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan

berdasarkan Ripparprov.

(3) Ripparprov sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat:

a. visi dan misi;

b. tujuan;

c. sasaran;

d. arah pembangunan; dan

e. kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisatan

Daerah Provinsi dalam kurun waktu tahun 2016-2025.

(4) Rippparprov ditujukan untuk menjawab isu strategis

pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi, mencakup:

a. kapasitas sumber daya manusia pariwisata untuk

mendukung pengembangan Daerah Provinsi sebagai

destinasi pariwisata nasional;

b. kepemimpinan yang konsisten dalam merumuskan dan

menjalankan kebijakan yang berpihak pada pariwisata;

c. kapasitas infrastruktur untuk mendukung

pengembangan Daerah Provinsi sebagai destinasi

pariwisata nasional;

d. keterpaduan pembangunan seluruh sektor dan

pemerintahan dalam mendukung pengembangan

kepariwisataan sebagai sektor ekonomi andalan

provinsi;

e. pariwisata sebagai sektor pendorong penguatan

ekonomi masyarakat;

f. pariwisata sebagai pengendali pemanfaatan ruang

berwawasan lingkungan;

g. pariwisata untuk meningkatkan apresiasi masyarakat

dan wisatawan terhadap sumber daya alam dan

10

pelestarian budaya Daerah Provinsi; dan

h. pariwisata untuk memberikan nilai tambah bagi

kawasan pertimahan.

Pasal 9

(1) Visi pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a,

adalah:

“KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SEBAGAI DESTINASI

PARIWISATA BAHARI DAN BUDAYA BERDAYA SAING

GLOBAL YANG TERPADU DAN BERTANGGUNG JAWAB

UNTUK PEMBANGUNAN MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN

BERKELANJUTAN”

(2) Dalam mewujudkan visi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ditempuh melalui 4 (empat) misi pembangunan

kepariwisataan Daerah Provinsi meliputi:

a. membangun destinasi pariwisata yang memadukan

potensi sumber daya bahari dan budaya khas untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan;

b. membangun industri pariwisata yang bertanggung

jawab, beridentitas lokal, dan berstandar internasional;

c. membangun pemasaran pariwisata terpadu dan

bertanggung jawab untuk membangun citra sebagai

destinasi pariwisata bahari dan budaya berdaya saing

global; dan

d. membangun kelembagaan kepariwisataan dalam

mewujudkan keterpaduan pembangunan dan

percepatan perwujudan sebagai destinasi pariwisata

berdaya saing global.

Pasal 10

Tujuan Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b,

adalah:

11

a. mengembangkan daya tarik wisata bahari dan budaya

khas berbasis masyarakat sebagai unggulan dan

pendorong perkembangan daya tarik wisata lain;

b. meningkatkan keterpaduan pembangunan aksesibilitas,

prasarana umum, fasilitas umum, fasilitas pariwisata

untuk meningkatkan konektivitas dan kualitas

pelayanan berstandar internasional dalam mendorong

investasi pariwisata;

c. mengembangkan industri pariwisata berdaya saing

internasional yang bertanggung jawab terhadap

lingkungan alam, sosial, dan budaya sebagai unggulan

kepariwisataan provinsi;

d. membangun struktur industri pariwisata yang kuat dan

beridentitas melalui pembangunan kemitraan berkinerja

tinggi di tingkat lokal, nasional, dan internasional, serta

menghargai nilai-nilai kearifan lokal;

e. meningkatkan keterpaduan pemasaran pariwisata

dengan perdagangan dan investasi, seluruh

kabupaten/kota di Daerah Provinsi, dan dengan

pemasaran pariwisata nasional dalam membangun citra

sebagai destinasi pariwisata bahari dan budaya berdaya

saing global;

f. mewujudkan sistem pemasaran yang efektif dan

bertanggung jawab untuk mendorong kunjungan

wisatawan yang berkualitas;

g. mewujudkan organisasi kepariwisataan dan sumber

daya manusia yang handal dan berkompetensi

internasional untuk mendorong percepatan perwujudan

sebagai destinasi pariwisata berdaya saing global; dan

h. mewujudkan tata kelola pariwisata yang terstruktur dan

terpimpin untuk mewujudkan keterpaduan

pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi.

12

Pasal 11

(1) Sasaran pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c,

adalah:

a. peningkatan jumlah kunjungan wisatawan

mancanegara;

b. peningkatan jumlah kunjungan wisatawan Nusantara;

dan

c. peningkatan kontribusi terhadap produk domestik

regional bruto di bidang kepariwisataan;

(2) Angka sasaran pembangunan sebagaimana yang

dimaksud pada ayat (1), tercantum pada Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Pasal 12

Arah pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi

sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (3) huruf d, meliputi

pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi yang

dilaksanakan:

a. dengan berdasarkan prinsip pembangunan

kepariwisataan yang berkelanjutan;

b. dengan orientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan,

peningkatan kesempatan kerja, pengurangan

kemiskinan, serta pelestarian lingkungan;

c. dengan tata kelola yang baik;

d. secara terpadu lintas sektor, lintas Daerah

Kabupaten/Kota, dan lintas pelaku; dan

e. dengan mendorong kemitraan sektor publik dan privat.

13

BAB V

PEMBANGUNAN DESTINASI PARIWISATA

Bagian Kesatu

Kebijakan

Pasal 13

Kebijakan pembangunan destinasi pariwisata, meliputi:

a. pembangunan perwilayahan pariwisata provinsi yang

diarahkan untuk memperkuat citra sebagai destinasi

pariwisata bahari dan budaya khas, meningkatkan daya

saing produk pariwisata secara internasional, menciptakan

keterpaduan pembangunan dan penyebaran

perkembangan pariwisata yang lebih luas, memberikan

nilai tambah yang positif bagi identitas provinsi sebagai

wilayah pertambangan timah dan penghasil lada di

indonesia, memberikan perlindungan terhadap sumber

daya alam dan budaya, peningkatan kualitas ekosistem

alam, serta pemulihan kerusakan lingkungan;

b. pembangunan daya tarik wisata alam dan budaya berbasis

pesisir, pantai, pulau-pulau kecil, formasi geologis batuan

granit, perkebunan lada, adat-istiadat khas diarahkan

untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata,

mendorong pertumbuhan daya tarik wisata lainnya, serta

membangun keterkaitan antara daya tarik wisata provinsi;

c. pembangunan keterpaduan sistem jaringan transportasi

udara, laut, dan darat untuk meningkatkan aksesibilitas

kepariwisataan antarkabupaten/kota di kepulauan bangka

belitung, antara kepulauan bangka belitung dengan

jakarta, bali, batam, medan, makassar sebagai pintu

gerbang utama indonesia, serta dengan daerah sumber

pasar wisatawan nusantara maupun mancanegara;

d. pembangunan prasarana umum dan fasilitas umum

berstandar nasional dan internasional terutama pada daya

tarik wisata provinsi, destinasi pariwisata provinsi,

kawasan pengembangan pariwisata provinsi, dan kawasan

14

strategis pariwisata provinsi menuju destinasi pariwisata

berdaya saing global;

e. pembangunan fasilitas pariwisata berstandar nasional dan

internasional yang berciri khas lokal kabupaten/kota,

menjunjung norma sosial dan budaya, nilai-nilai agama,

mempertimbangkan daya dukung lingkungan, serta

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan berwisata

masyarakat dan wisatawan;

f. pengembangan masyarakat agar dapat menjadi pelaku

utama dalam pembangunan kepariwisataan yang berdaya

saing global dan berkelanjutan; dan

g. pengembangan investasi pariwisata terpadu dan

bertanggung jawab untuk membangun iklim usaha yang

sehat dan berdaya saing, sekaligus memberikan manfaat

luas bagi pengembangan masyarakat, perlindungan

lingkungan alam, pelestarian budaya, dan pembangunan

wilayah provinsi.

Bagian Kedua

Strategi

Pasal 14

(1) Strategi untuk kebijakan pembangunan perwilayahan

pariwisata provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

huruf a, meliputi:

a. menetapkan Kota Pangkalpinang dan Tanjungpandan

sebagai pusat pelayanan primer pariwisata Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung, serta Muntok, Sungailiat,

Toboali, dan Pulau Mendanau sebagai pusat pelayanan

sekunder pariwisata Daerah;

b. membangun Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP)

Wilayah Utara Kepulauan Bangka Belitung dan DPP

Wilayah Selatan Kepulauan Bangka Belitung untuk

mendorong pertumbuhan pariwisata yang seimbang

dan terpadu antara wilayah utara dan selatan Daerah

Provinsi;

15

c. membangun Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi

(KSPP) Muntok dan sekitarnya, KSPP Belinyu-

Sungailiat dan sekitarnya, KSPP Pangkalpinang-Mendo

Barat-Bangka Tengah, serta KSPP Pulau Belitung dan

sekitarnya untuk memberikan nilai tambah yang positif

bagi identitas provinsi sebagai wilayah pertambangan

timah dan penghasil lada di Indonesia, memberikan

perlindungan terhadap sumber daya alam dan budaya,

peningkatan kualitas ekosistem alam, serta pemulihan

kerusakan lingkungan;

d. membangun Kawasan Pengembangan Pariwisata

Provinsi (KPPP) Toboali dan sekitarnya, KPPP Gugusan

Pulau di Selat Gaspar untuk memperkuat citra sebagai

destinasi pariwisata bahari dan budaya khas,

meningkatkan daya saing produk pariwisata secara

internasional, menciptakan keterpaduan pembangunan

dan penyebaran perkembangan pariwisata yang lebih

luas;

e. memadukan pembangunan perwilayahan DPP, KPPP,

dan KSPP Kepulauan Bangka Belitung dengan DPN

Palembang-Bangka Belitung, KSPN Tanjung Kelayang

dan sekitarnya, KPPN Belinyu dan sekitarnya, KPPN

Pangkalpinang-Sungailiat dan sekitarnya, serta KPPN

Punai-Belitung dan sekitarnya; dan

f. mengembangkan sistem mitigasi dan adaptasi terhadap

bencana, kerusakan lingkungan akibat kegiatan

pertambangan dan sektor lain di KSPP dan KPPP, serta

dampak lingkungan akibat pariwisata di seluruh

wilayah DPP.

(2) Strategi untuk kebijakan pembangunan daya tarik wisata

alam dan budaya berbasis pesisir, pantai, pulau-pulau

kecil, formasi geologis batuan granit, perkebunan lada,

adat-istiadat khas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

huruf b, meliputi:

a. menetapkan dan mengembangkan daya tarik wisata

Provinsi berbasis pesisir, pantai, pulau-pulau kecil,

16

formasi geologis batuan granit, perkebunan lada, adat-

istiadat khas Daerah Provinsi;

b. mengembangkan keterpaduan pembangunan dengan

daya tarik wisata nasional dan daya tarik wisata

kab/kota yang terletak di sekitar daya tarik wisata

Daerah Provinsi;

c. mengembangkan interpretasi sesuai tema daya tarik

dan jalur wisata tematik DPP di Daerah Provinsi;

d. merencanakan dan menerapkan pengelolaan

pengunjung pada daya tarik wisata primer dan

sekunder pada KSPP dan KPPP di Daerah Provinsi;

e. merencanakan dan menerapkan informasi terpadu

antara daya tarik wisata yang memiliki keterkaitan

tema;

f. mengembangkan program geowisata pada daya tarik

wisata alam berbasis pesisir, pantai, pulau-pulau kecil,

dan formasi geologis batuan granit;

g. mengembangkan program wisata minat khusus bahari

(selam, snorkeling, memancing di tengah laut) pada

daya tarik wisata berbasis pantai dan pulau-pulau

kecil; dan

h. mengembangkan program wisata edukatif dan kreatif

pada daya tarik wisata budaya berbasis pesisir,

agrowisata lada dan lainnya, dan adat-istiadat khas

Daerah Provinsi, khususnya nanggung dan upacara

adat perkawinan.

(3) Strategi untuk kebijakan pembangunan keterpaduan

sistem jaringan transportasi udara, laut, dan darat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi:

a. meningkatkan kualitas dan kapasitas pelayanan

jaringan jalan menuju daya tarik wisata provinsi;

b. meningkatkan kualitas dan kapasitas pelayanan

angkutan umum yang menghubungkan KSPP dan

KPPP, serta pusat pelayanan pusat pelayanan primer

dan sekunder pariwisata Daerah Provinsi;

17

c. mengembangkan transportasi wisata untuk mendukung

jalur wisata tematik di DPP;

d. mengembangkan transportasi terpadu yang

menghubungkan bandara/pelabuhan dengan pusat

pelayanan primer dan sekunder pariwisata di Daerah

Provinsi;

e. mengembangkan rute dan frekuensi penerbangan

langsung dari Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Bali,

Batam, Medan, dan Balikpapan;

f. mengembangkan rute dan frekuensi penerbangan dari

Malaysia dan Singapura, dan negara sumber pasar

wisatawan mancanegara lainnya;

g. mengembangkan rute dan frekuensi pelayaran dari

Jakarta, Batam, dan daerah sumber pasar wisatawan

nusantara lainnya; dan

h. menetapkan standar kenyamanan, keselamatan, dan

keamanan bagi moda transportasi darat dan laut di

Daerah Provinsi.

(4) Strategi untuk kebijakan pembangunan prasarana umum

dan fasilitas umum berstandar nasional dan internasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, meliputi:

a. meningkatkan kesadaran kolektif para pemangku

kepentingan terhadap standar nasional dan

internasional bagi penyediaan dan pengelolaan

prasarana umum dan fasilitas umum di daya tarik

wisata provinsi, destinasi pariwisata provinsi, kawasan

pengembangan pariwisata provinsi, dan kawasan

strategis pariwisata provinsi;

b. meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan energi

listrik dan air bersih untuk pariwisata yang berdaya

saing global; dan

c. mengembangkan kemitraan dengan pihak swasta,

pengelola daya tarik wisata, dan masyarakat dalam

pembangunan prasarana umum dan fasilitas umum

berstandar nasional dan internasional di daya tarik

18

wisata provinsi, destinasi pariwisata provinsi, kawasan

pengembangan pariwisata provinsi, dan kawasan

strategis pariwisata provinsi.

(5) Strategi untuk kebijakan pembangunan fasilitas pariwisata

berstandar nasional dan internasional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi:

a. meningkatkan kesadaran kolektif para pemangku

kepentingan terhadap standar nasional dan

internasional bagi penyediaan dan pengelolaan fasilitas

pariwisata;

b. menetapkan dan mengembangkan standar bangunan

berciri khas lokal dan pelayanan berkarakter budaya

dan nilai-nilai agama yang berlaku di masyarakat di

Daerah Provinsi;

c. membangun fasilitas akomodasi, fasilitas makan dan

minum, fasilitas perjalanan wisata, dan fasilitas

informasi yang berstandar internasional dan ramah

lingkungan di Kota Pangkalpinang dan Tanjungpandan

sebagai pusat pelayanan primer;

d. mempercepat peningkatan pembangunan fasilitas

akomodasi berkelas bintang di Kota Pangkalpinang dan

Tanjungpandan sebagai pusat pelayanan primer

pariwisata Daerah Provinsi;

e. mempercepat peningkatan pembangunan fasilitas

akomodasi berkelas nonbintang dan pondok wisata

(homestay) berstandar nasional dan internasional di

Kota Muntok, Sungailiat, Toboali, dan Pulau

Mendanau sebagai pusat pelayanan sekunder

pariwisata Daerah Provinsi; dan

f. mengembangkan pondok wisata (homestay) di KSPP

dan KPPP di Daerah Provinsi.

(6) Strategi untuk kebijakan pengembangan masyarakat agar

dapat menjadi pelaku utama dalam pembangunan

kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

huruf f, meliputi:

19

a. meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat

terhadap pembangunan destinasi pariwisata berdaya

saing global dan berkelanjutan;

b. meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan

berstandar nasional dan internasional di daya tarik

wisata provinsi;

c. meningkatkan peran Kelompok Sadar Wisata untuk

mendukung pengelolaan KSPP dan KPPP yang berdaya

saing global; dan

d. menguatkan peran masyarakat dalam pengembangan

tata kelola destinasi pariwisata berkelanjutan di KSPN

Tanjungkelayang dan sekitarnya.

(7) Strategi untuk kebijakan pengembangan investasi

pariwisata terpadu dan bertanggung jawab sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 huruf g, meliputi:

a. mengembangkan mekanisme keterpaduan investasi

pariwisata, perdagangan, dan bidang lainnya Daerah

Provinsi;

b. menetapkan dan mengembangkan regulasi investasi

yang berorientasi pada pengembangan masyarakat,

perlindungan lingkungan alam, pelestarian budaya,

dan percepatan pembangunan daerah; dan

c. mengembangkan mekanisme pengendalian investasi

pariwisata berbasiskan penelitian untuk membangun

iklim usaha yang sehat dan berdaya saing, serta

berwawasan lingkungan alam dan budaya.

20

Bagian Ketiga

DPP, KPPP, dan KSPP

Paragraf 1

DPP

Pasal 15

(1) DPP sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 14 Ayat (10)

huruf b memiliki pusat DPP yang berfungsi sebagai:

a. pintu masuk utama;

b. pusat pelayanan pariwisata;

c. pusat informasi terpadu;

d. pusat pemasaran terpadu;

e. penyebar pergerakan wisatawan ke KSPP dan KPPP di

wilayahnya; dan

f. pendorong pertumbuhan pariwisata di KSPP dan KPPP

di wilayahnya.

(2) DPP meliputi:

a. KSPP; dan

b. KPPP.

Pasal 16

(1) DPP Daerah Provinsi, meliputi:

a. Destinasi Pariwisata Provinsi Wilayah Utara Kepulauan

Bangka Belitung dengan pusat DPP Kota

Pangkalpinang; dan

b. Destinasi Pariwisata Provinsi Wilayah Selatan

Kepulauan Bangka Belitung dengan pusat DPP Kota

Tanjungpandan;

(2) Peta DPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

pada Lampiran III sebagai bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

21

Paragraf 2

KSPP

Pasal 17

(1) KSPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)

huruf a, terdiri atas:

a. Kawasan Pariwisata Muntok dan Sekitarnya;

b. Kawasan Pariwisata Belinyu-Sungailiat dan Sekitarnya;

c. Kawasan Pariwisata Pangkalpinang- Mendo Barat-

Bangka Tengah dan Sekitarnya; dan

d. Kawasan Pariwisata Pulau Belitong dan Sekitarnya;

(2) Peta KSPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum pada Lampiran III sebagai bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 18

Rencana Pembangunan KSPP untuk Kawasan Pariwisata

Muntok dan Sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 ayat (1) huruf a, sebagai berikut:

a. tema primer adalah pariwisata warisan budaya;

b. tema sekunder adalah wisata kuliner;

c. sasaran pengembangan adalah integrasi potensi pariwisata

sejarah dan warisan budaya dengan budaya masyarakat;

d. daya tarik wisata primer meliputi Kota Tua Muntok (Mesjid

Jami Mentok, Klenteng China Kong Pu Miau, Rumah Mayor

Cina), Pantai Tanjung Kalian, Mercusuar Tanjung Kalian,

Pesanggrahan Menumbing, Pesanggrahan Muntok,

Museum Timah Muntok; dan

e. daya tarik wisata sekunder meliputi Pasar Kuliner Khas

Bangka, Pembuatan Empek-empek Desa Belo Laut.

22

Pasal 19

Rencana Pembangunan KSPP untuk Pariwisata Belinyu-

Sungailiat dan Sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

17 ayat (1) huruf b, sebagai berikut:

a. tema primer adalah pariwisata budaya pesisir Bangka;

b. tema sekunder adalah geowisata;

c. sasaran pengembangan adalah meningkatkan nilai tambah

kegiatan pariwisata untuk mengendalikan kegiatan

pertambangan pada kawasan pariwisata;

d. daya tarik wisata primer meliputi Kawasan Teluk Kelabat,

Pantai Matras, Pantai Rebo, Desa Wisata Air Anyir, Pantai

Parai tenggiri, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Air Anyer,

Pantai Penyusuk, Pantai Romodong, Kampung Gedong,

Puri Tri Agung, Benteng Kuto Panji, Kawasan Amtenaar

BTW Belinyu; dan

e. daya tarik wisata sekunder meliputi Geowisata Pantai

Matras, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Air Anyir, Kawasan

Pertambangan Airrikai, Pantai Leper, Goa Maria,, Desa Aik

Abik, Klenteng Mahayana Bukit Betung, Desa Kenanga,

Makam Depati Bahrin, Rumah Controleur, Dewi Kwan Im,

Rumah Tradisional Bangka, dan Klenteng Merawang.

Pasal 20

Rencana Pembangunan KSPP untuk Kawasan Pariwisata

Pangkalpinang- Mendo Barat- Bangka Tengah dan Sekitarnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c,

sebagai berikut:

a. tema primer adalah pariwisata sejarah Bangka Belitung

dan Budaya Bangka;

b. tema sekunder adalah agrowisata;

c. sasaran pengembangan adalah memperkuat identitas

sebagai kawasan pariwisata berbasis sejarah pertimahan

dan penghasil lada, sekaligus menerapkan standar

nasional dan internasional dalam pengelolaan pariwisata

kawasan.

23

d. daya tarik wisata primer meliputi Civic Center, Museum

Timah, Pantai Pasir Padi, Pantai Tanjung Bunga, Pusat

Kreatif Tenun Cual, Kampung Melayu Indah, Kerkhof,

Hutan Kota Tuatunu, Situs Kota Kapur, Batu Belubang,

Pantai Gebang Kemilau Arung Dalam, Pulau Ketawai, BCB

(Bunker), Klenteng Dewi Kwan Im Sampur; dan

e. daya tarik wisata sekunder meliputi Agrowisata Desa

Namang, Desa Nelayan Kurau, BBG, Kawasan Desa Wisata

Tua Tunu, Pantai Gebang Kemilau, Desa Perlang,

Bangkanesia, Pantai Batu Beriga, Pantai Tanjung Berikat,

dan Kawasan perkebunan lada

Pasal 21

Rencana Pembangunan KSPP untuk Kawasan Pariwisata

Pulau Belitong dan Sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17 ayat (1) huruf d, sebagai berikut:

a. tema primer adalah lansekap geowisata;

b. tema sekunder adalah rekreasi pantai;

c. sasaran pengembangan adalah pengembangan geowisata

sebagai upaya diversifikasi produk pariwisata, penguatan

identitas sebagai daerah timah, dan peningkatan daya

saing pariwisata Kepulauan Bangka Belitung.

d. daya tarik wisata primer meliputi Pantai Bukit Berahu,

Desa Tanjung Binga, Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung

Kelayang, Pulau Lengkuas, Rumah Adat Belitung, Batu

Mentas, Kepulauan Memperak, Desa Lenggang “Laskar

Pelangi” – Bukit Raya Laskar Pelangi, Open Pit, Gunung

Peramon, Kepulauan Memperak, Pantai Nyiur Melambai,

Vihara Dewi Kwan Im; dan

e. daya tarik wisata sekunder meliputi Desa Tanjung

Kelumpang, Gunung Tajam, Jembatan Pelangi, Pantai

Penyabong, Pantai Burung Mandi, Pantai Punai, Pantai

Serdang.

24

Paragraf 3

KPPP

Pasal 22

(1) KPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)

huruf b, terdiri atas:

a. Kawasan Pariwisata Toboali dan sekitarnya; dan

b. Kawasan Gugusan Pulau di Selat Gaspar dan

sekitarnya;

(2) Peta KPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum pada Lampiran III sebagai bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 23

Rencana Pembangunan KPPP untuk Kawasan Pariwisata

Toboali dan sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

ayat (1) huruf a, sebagai berikut:

a. tema primer adalah pariwisata bahari;

b. tema sekunder adalah pariwisata alam dan sejarah;

c. sasaran pengembangan adalah mendorong pertumbuhan

pariwisata di wilayah selatan Kepulauan Bangka Belitung

dengan memadukan potensi pariwisata bahari, agrowisata,

dan sejarah.

d. daya tarik wisata primer meliputi Pantai Tanjung Kerasak,

Pantai Batu Perahu, Pelabuhan Sadai (perikanan); dan

e. daya tarik wisata sekunder adalah Benteng Toboali,

Agrowisata Desa Nyelanding, Agrowisata Nanas Bikang, Air

Panas Nyelanding, Perkebunan Lada, dan Perkebunan

Salak.

Pasal 24

Rencana Pembangunan KPPP untuk Kawasan Gugusan Pulau

di Selat Gaspar dan sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22 ayat (1) huruf b, sebagai berikut:

25

a. tema primer adalah pariwisata pulau-pulau kecil;

b. tema sekunder adalah ekowisata taman bawah laut;

c. sasaran pengembangan adalah pengembangan pariwisata

pulau-pulau kecil untuk meningkatkan keterpaduan

produk pariwisata bahari Bangka Selatan dan Belitung;

d. daya tarik wisata primer meliputi Pulau Lepar, Pulau Liat,

Pulau Salma, Pulau Mendanau, Pulau Pongok, Pelabuhan

Sadai, Pulau Tinggi; dan

e. daya tarik wisata sekunder meliputi terumbu karang dan

mangrove di wilayah Pulau Mendanau, terumbu karang

dan mangrove di wilayah Pulau Pongok, terumbu karang

dan mangrove di wilayah Pulau Lepar.

BAB VI

PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA

Bagian Kesatu

Kebijakan

Pasal 25

Kebijakan Pembangunan Industri Pariwisata, meliputi:

a. Pengembangan industri pariwisata unggulan provinsi yang

berdaya saing internasional, berciri khas lokal, berorientasi

pada pengembangan masyarakat dan perekonomian lokal;

b. Pembangunan iklim yang kondusif untuk mendorong

industri pariwisata meningkatkan tanggung jawabnya

terhadap lingkungan alam, sosial, dan budaya;

c. Pengembangan kemitraan berjangka panjang dengan

industri pariwisata nasional dan internasional dalam

rangka mewujudkan industri pariwisata unggulan provinsi

berstandar nasional dan internasional; dan

d. Pembangunan sistem pengelolaan industri pariwisata yang

terstruktur dan terpadu untuk membangun rantai nilai

industri pariwisata yang kokoh.

26

Bagian Kedua

Strategi

Pasal 26

(1) Strategi atas kebijakan Pengembangan industri pariwisata

unggulan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

huruf a, meliputi:

a. meningkatkan kesadaran usaha pariwisata yang

berstandar nasional dan internasional terhadap

bangunan berciri khas lokal, serta nilai-nilai budaya

dan agama yang dianut masyarakat;

b. mengembangkan kualitas produk industri kecil dan

menengah yang dapat memperkuat rantai nilai industri

pariwisata berdaya saing internasional di Daerah

Provinsi;

c. mengembangkan kemitraan antara industri pariwisata

berdaya saing internasional dengan industri kecil dan

menengah di Daerah Provinsi.

(2) Strategi atas kebijakan pembangunan iklim yang kondusif

untuk mendorong industri pariwisata meningkatkan

tanggung jawabnya terhadap lingkungan alam, sosial, dan

budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b,

meliputi:

a. mengembangkan pedoman penerapan tanggung jawab

terhadap lingkungan alam, sosial, dan budaya bagi

usaha pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung;

b. menerapkan dan mengembangkan insentif dan

disinsentif bagi usaha pariwisata berdasarkan upaya

yang telah dilakukan untuk lingkungan alam yang

berkelanjutan, pengembangan sosial, dan pelestarian

budaya;

c. mengembangkan pemantauan dan evaluasi terhadap

pelaksanaan program tanggung jawab lingkungan yang

dilakukan usaha pariwisata.

27

(3) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan berjangka

panjang dengan industri pariwisata nasional dan

internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf

c, meliputi:

a. mengembangkan mekanisme komunikasi antara

industri pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung dengan industri pariwisata nasional dan

internasional.

b. menerapkan dan mengembangkan insentif bagi usaha

pariwisata yang membangun kemitraan jangka panjang

dengan industri pariwisata nasional dan internasional

dalam penerapan standar nasional dan internasional

usaha pariwisata.

(4) Strategi kebijakan pembangunan sistem pengelolaan

industri pariwisata yang terstruktur dan terpadu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c, meliputi:

a. mengembangkan mekanisme komunikasi antara

koordinasi usaha-usaha pariwisata berstandar

nasional dan internasional di Daerah Provinsi;

b. menerapkan dan mengembangkan prosedur

pengelolaan industri pariwisata yang sama dan

terpadu untuk pengelolaan produk berdaya saing,

pengelolaan dampak, dan promosi produk;

c. mengembangkan pemantauan dan evaluasi penerapan

sistem pengelolaan industri pariwisata yang terdiri dari

mekanisme komunikasi dan koordinasi serta prosedur

pengelolaan industri pariwisata yang sama dan

terpadu.

28

BAB VII

PEMBANGUNAN PEMASARAN PARIWISATA

Bagian Kesatu

Kebijakan

Pasal 27

Kebijakan pembangunan pemasaran pariwisata, meliputi:

a. Pembangunan sistem dan lembaga pemasaran terpadu

antara Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Daerah

Provinsi, antara Pemerintah dengan pelaku usaha, serta

antara sektor pariwisata dan investasi daerah untuk

membangun citra sebagai destinasi pariwisata bahari dan

budaya berdaya saing global;

b. Pembangunan keterpaduan produk dan pemasaran

pariwisata dengan pemasaran pariwisata Indonesia untuk

memperkuat citra destinasi pariwisata Daerah Provinsi di

tingkat nasional dan internasional;

c. Pengembangan pasar wisatawan yang berkualitas

didasarkan pada penelitian pasar yang berkesinambungan

untuk meningkatkan peran dan posisi Daerah Provinsi

dalam kepariwisataan nasional; dan

d. Pengembangan sistem pemasaran pariwisata berbasis

teknologi informasi untuk menyediakan akses informasi

dan komunikasi yang seluas-luasnya bagi wisatawan,

meningkatkan kualitas dan efektivitas promosi pariwisata,

serta mengembangkan mekanisme evaluasi pemasaran

pariwisata Daerah Provinsi.

Bagian Kedua

Strategi

Pasal 28

(1) Strategi untuk kebijakan sistem dan lembaga pemasaran

terpadu antara Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, antara Pemerintah

dengan pelaku usaha, serta antara sektor pariwisata dan

29

investasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

huruf a, meliputi:

a. memadukan program pemasaran pariwisata terpadu di

KSPP dan KPPP;

b. membangun jejaring nasional dan internasional melalui

kemitraan berjangka panjang dalam pemasaran

pariwisata Daerah Provinsi;

c. mengoptimalkan peran dan fungsi Badan Promosi

Pariwisata Daerah sebagai lembaga kemitraan

pemasaran terpadu;

d. mengembangkan mekanisme komunikasi dan

koordinasi pemasaran pariwisata Pemerintah

Kabupaten/Kota di wilayah Daerah Provinsi, antara

Pemerintah dengan pelaku usaha;

e. mengembangkan perencanaan pemasaran terpadu

sektor pariwisata dan investasi daerah untuk

membangun citra sebagai destinasi pariwisata bahari

dan budaya berdaya saing global.

(2) Strategi untuk kebijakan pembangunan keterpaduan

produk dan pemasaran pariwisata dengan pemasaran

pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal

27 huruf b, meliputi:

a. mengembangkan branding dan roadmap pembangunan

branding pariwisata Kepulauan Bangka Belitung sesuai

dengan produk pariwisata yang menjadi identitas

Kepulauan Bangka Belitung;

b. mengembangkan teknik dan media promosi pariwisata

terpadu dengan pariwisata nasional.

(3) Strategi untuk kebijakan pengembangan pasar wisatawan

yang berkualitas didasarkan pada penelitian pasar yang

berkesinambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

huruf c, meliputi:

a. menetapkan target jumlah wisatawan berdasarkan

kecenderungan pertumbuhan kunjungan wisatawatan

30

Kepulauan Bangka Belitung, angka target nasional,

dan kondisi kepariwisatan yang diharapkan di masa

yang akan datang;

b. menetapkan pasar wisatawan asal Jakarta dan Pulau

Jawa, Sumatera bagian selatan, serta

pelajar/mahasiswa di Kepulauan Bangka Belitung dan

Sumatera Selatan sebagai pasar utama untuk

wisatawan nusantara Kepulauan Bangka Belitung,

serta komunitas fotografi, geowisata, budaya sebagai

pasar sekunder wisatawan nusantara Kepulauan

Bangka Belitung;

c. menetapkan penduduk dan wisatawan di Singapura,

Malaysia, serta penduduk Tiongkok sebagai pasar

utama wisatawan mancanegara, serta penduduk

Australia, Jerman, Belanda, dan negara Eropa lainnya

sebagai pasar sekunder pariwisata Kepulauan Bangka

Belitung;

d. mengembangkan penelitian pasar wisatawan yang

berkesinambungan untuk mengetahui segmen pasar

potensial, persepsi, kebutuhan, dan preferensinya

terhadap pariwisata Kepulauan Bangka Belitung.

(4) Strategi untuk kebijakan pengembangan sistem

pemasaran pariwisata berbasis teknologi informasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d, meliputi:

a. mengembangkan sistem pendataan berbasis teknologi

informasi untuk pengembangan informasi dan

pemasaran pariwisata;

b. mengembangkan sistem promosi dan pelayanan

pariwisata berbasis teknologi informasi;

c. mengembangkan sistem aplikasi untuk evaluasi

pemasaran pariwisata Daerah Provinsi.

31

BAB VIII

PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN

Bagian Kesatu

Kebijakan

Pasal 29

Kebijakan pembangunan kelembagaan kepariwisataan,

meliputi:

a. Peningkatan koordinasi dan integrasi pembangunan

kepariwisataan kabupaten/kota di Daerah Provinsi untuk

mewujudkan satu kesatuan destinasi pariwisata bahari

dan budaya berdaya saing global;

b. Peningkatan kapasitas dan kinerja kelembagaan

kepariwisataan di lingkungan pemerintahan dan industri

pariwisata Daerah Provinsi agar dapat mendorong

pertumbuhan pariwisata dan mempercepat terwujudnya

destinasi pariwisata berdaya saing global;

c. Pembangunan sistem pengembangan sumber daya

manusia pariwisata berkompetensi internasional yang

berkesinambungan; dan

d. Pembangunan sistem tata kelola pariwisata terpadu

(pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, dan media)

yang handal untuk memberikan perlindungan terhadap

lingkungan alam, sosial, dan budaya serta pembangunan

masyarakat, sekaligus mengendalikan pembangunan

kepariwisataan.

Bagian Kedua

Strategi

Pasal 30

(1) Strategi untuk peningkatan integrasi dan koordinasi

pembangunan kepariwisataan Daerah Kabupaten/Kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, meliputi:

a. mengembangkan mekanisme koordinasi dan

sinkronisasi program dan kegiatan tahunan Pemerintah

32

Kabupaten/Kota dalam mendukung pembangunan

Kepulauan Bangka Belitung sebagai destinasi

pariwisata bahari dan budaya berdaya saing global;

b. mengembangkan mekanisme dukungan Pemerintah

Provinsi terhadap program/kegiatan lintas sektor dan

kabupaten/kota dalam rangka sinergitas pembangunan

kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung;

c. mengembangkan pemantauan dan evaluasi

pelaksanaan program/kegiatan terpadu

kabupaten/kota di Daerah Provinsi.

(2) Strategi untuk kebijakan peningkatan kapasitas dan

kinerja kelembagaan kepariwisataan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 huruf b, meliputi:

a. mengembangkan program prioritas bersama

Pemerintah Provinsi dengan industri pariwisata

Kepulauan Bangka Belitung;

b. mengembangkan struktur kelembagaan pemerintahan

Daerah Provinsi untuk mendukung perencanaan,

pengelolaan, dan pengawasan destinasi pariwisata

berdaya saing global;

c. meningkatkan peran asosiasi industri pariwisata dan

asosiasi pelaku pariwisata dalam pelaksanaan

program/kegiatan Pemerintah Dearah Provinsi di

bidang kepariwisataan;

d. mengembangkan sistem perencanaan, pengelolaan, dan

pengawasan pelaksanaan pembangunan

kepariwisataan terpadu yang ditetapkan dengan

peraturan perundangan.

(3) Strategi untuk kebijakan pembangunan sistem

pengembangan sumber daya manusia pariwisata

berkompetensi internasional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 huruf c, meliputi:

a. mengembangkan sistem sertifikasi bagi SDM pariwisata

dan masyarakat luas yang terlibat dalam pembangunan

kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung;

b. mengembangkan sistem pendidikan kepariwisataan

berbasis kompetensi internasional;

33

c. mengembangkan mekanisme insentif bagi SDM

pariwisata berkompetensi internasional.

(4) Strategi untuk kebijakan pembangunan sistem tata kelola

pariwisata terpadu (pemerintah, swasta, masyarakat,

akademisi, dan media) yang handal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 huruf d, meliputi:

a. meningkatkan kesadaran kolektif seluruh pemangku

kepentingan terhadap tata kelola pariwisata terpadu di

KSPP dan KPPP Kepulauan Bangka Belitung;

b. menetapkan dan menerapkan sistem pengelolaan

pariwisata terpadu pada pengelolaan komponen-

komponen kepariwisataan untuk memberikan

perlindungan terhadap lingkungan alam, sosial, dan

budaya serta pembangunan masyarakat, sekaligus

mengendalikan pembangunan kepariwisataan;

c. membentuk dan mengembangkan organisasi tata

kelola destinasi pariwisata terpadu di KSPP dan KPPP

Daerah Provinsi;

d. mengembangkan pemantauan dan evaluasi terhadap

pelaksanaan tata kelola pariwisata terpadu Kepulauan

Bangka Belitung.

BAB IX

INDIKASI PROGRAM

Pasal 31

(1) Rincian indikasi program pembangunan kepariwisataan

Daerah Provinsi dalam kurun waktu tahun 2017-2025

dan penanggung jawab pelaksanaannya tercantum dalam

Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Daerah ini.

(2) Indikasi program pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilaksanakan sesuai tahapan perencanaan pembangunan

Daerah.

34

Pasal 32

(1) Perangkat Daerah Provinsi yang membidangi urusan

pariwisata menjadi penanggung jawab pelaksanaan

indikasi program pembangunan kepariwisataan Daerah

Provinsi.

(2) Pelaksanaan indikasi program pembangunan

kepariwisataan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dapat melibatkan peran serta dunia usaha

dan masyarakat.

BAB X

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN

Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan pembinaan,

pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan Ripparprov.

(2) Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Perangkat Daerah

Provinsi yang membidangi urusan pariwisata sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan berkoordinasi

dengan Perangkat Daerah Provinsi terkait.

BAB XI

PEMBIAYAAN

Pasal 34

Pembiayaan pelaksanaan dan pengendalian Ripparprov

bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 35

Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan

prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas

publik.

35

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 36

Ripparprov dapat ditinjau kembali dalam kurun waktu paling

lama 5 (lima) tahun.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:

a. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor

…. tentang Ripparpov dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku; dan

b. semua perjanjian kerjasama yang dilakukan antara

Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau dengan pihak lain

terkait pembangunan pariwisata di luar perwilayahan

pembangunan DPP, tetap berlaku sampai dengan

berakhirnya jangka waktu perjanjian.

Pasal 38

Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus

ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak

diberlakukannya Peraturan Daerah ini.

Pasal 39

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peng-

undangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

36

Ditetapkan di Pangkal Pinang

pada tanggal

GUBERNUR KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG,

(……………..)

Diundangkan di Pangkal Pinang

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

(……….)

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN …..

NOMOR ....

28

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG

TAHUN 2016-2025

I. UMUM

Pariwisata merupakan sektor terpenting dalam pembangunan daerah,

selain sebagai penggerak kegiatan ekonomi, pariwisata merupakan sumber

pendapatan utama Daerah. Pariwisata juga menjadi strategi dalam

mewujudkan daya saing perekonomian Daerah.

Perkembangan pariwisata Daerah yang cepat dan pesat membutuhkan

perencanaan dan pengendalian yang terpadu dan sinergis dengan sektor

pembangunan lainnya agar dapat memberikan dampak positif yang maksimal

dan dampak negatif yang minimal. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan, pasal 8 telah mengamanatkan agar pembangunan

kepariwisataan dilakukan secara terencana pada tingkat provinsi, dalam

bentuk Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi. Lebih lanjut,

dalam pasal 9 disebutkan bahwa rencana induk sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8, diatur dengan Peraturan Daerah provinsi sesuai dengan

tingkatannya.

Ripparprov merupakan pedoman utama pembangunan kepariwisataan

daerah yang memberikan arah kebijakan, strategi dan program yang perlu

dilakukan oleh para pemangku kepentingan terkait untuk mencapai visi, misi,

dan tujuan pembangunan kepariwisataan. Ripparprov mencakup aspek

pembangunan destinasi pariwisata, pembangunan industri pariwisata,

pembangunan pemasaran pariwisata, dan pembangunan kelembagaan

kepariwisataan. Lebih lanjut juga disebutkan bahwa Ripparprov diatur dengan

Peraturan Daerah provinsi untuk memberikan payung hukum yang kuat bagi

pelaksanaan Ripparprov.

29

Pentingnya Ripparprov Daerah sangat erat dengan pentingnya peran

sektor pariwisata Daerah yang sangat disadari oleh berbagai pihak. Pariwisata

diharapkan dapat menjadi salah satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, sekaligus kelestarian daya tarik wisata, serta lingkungan dan

budaya masyarakat Daerah. Mengingat kompleksitas pembangunan

kepariwisataan daerah, diperlukan perencanaan yang terintegrasi antar sektor

dan antar pemangku kepentingan kepariwisataan Daerah untuk mewujudkan

tujuan tersebut.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini menjelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam

Peraturan Daerah ini dengan maksud untuk menyamakan pengertian

tentang istilah sehingga dapat dihindari kesalahpahaman dalam

penafsirannya.

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Huruf a:

Cukup jelas

Huruf b:

Cukup jelas

Huruf c:

Cukup jelas

Huruf d:

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

30

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1):

Huruf a:

Pembangunan destinasi pariwisata, meliputi pemberdayaan

masyarakat, pembangunan daya tarik wisata, pembangunan

prasarana, penyediaan fasilitas umum, serta pembangunan

fasilitas pariwisata secara terpadu dan berkesinambungan.

Huruf b:

Pembangunan industri pariwisata, meliputi pembangunan

struktur (fungsi, hierarki dan hubungan) industri

pariwisata, daya saing produk pariwisata, kemitraan usaha

pariwisata, kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab

terhadap lingkungan alam dan sosial budaya.

Huruf c:

Pembangunan pemasaran pariwisata mencakup pemasaran

pariwisata bersama, terpadu dan berkesinambungan dengan

melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta

pemasaran yang bertanggung jawab dalam membangun

citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang berdaya

saing.

Huruf d:

Pembangunan kelembagaan kepariwisataan mencakup

pengembangan organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah,

swasta dan masyarakat, pengembangan sumber daya

manusia, regulasi serta mekanisme operasional di bidang

kepariwisataan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

31

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

32

Pasal 15

Ayat (1)

Kriteria Penetapan DPP, KPPP, dan KSPP:

1. Kriteria DPP meliputi:

a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah lintas

kabupaten/kota di Daerah;

b. memiliki daya tarik wisata yang berkualitas dan dikenal luas

secara nasional dan internasional, yang memiliki atribut

penting yang saling terkait untuk memperkuat tema

pengembangan produk pariwisata Daerah;

c. memiliki kesesuaian tema daya tarik wisata yang mendukung

penguatan daya saing pariwisata Daerah;

d. memiliki jaringan aksesibilitas dan infrastruktur yang

mendukung pergerakan wisatawan dan kegiatan pariwisata;

dan

e. memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.

2. Kriteria KPPP meliputi:

a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah

kabupaten/kota dan atau lintas kabupaten/kota di Daerah;

b. berada dalam wilayah DPP;

c. memiliki karakter atau tema produk pariwisata bahari dan

budaya yang mendukung pembangunan Kepulauan Bangka

Belitung sebagai destinasi berdaya saing global;

d. memperkuat citra sebagai destinasi pariwisata bahari dan

budaya khas;

e. meningkatkan daya saing produk pariwisata secara

internasional; dan

f. menciptakan keterpaduan pembangunan dan penyebaran

perkembangan pariwisata yang lebih luas.

3. Kriteria KSPP meliputi:

a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah

kabupaten/kota dan atau lintas kabupaten/kota;

b. merupakan KPPP;

33

c. memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi

untuk pengembangan pariwisata provinsi yang mempunyai

pengaruh penting untuk menjawab isu strategis

pembangunan kepariwisataan Daerah Provinsi;

d. memberikan nilai tambah yang positif bagi identitas provinsi

sebagai wilayah pertambangan timah dan penghasil lada di

Indonesia;

e. memberikan perlindungan terhadap sumber daya alam dan

budaya; dan

f. meningkatkan kualitas ekosistem alam dan pemulihan

kerusakan lingkungan.

Ayat (1)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Huruf a:

Cukup jelas

Huruf b:

Cukup jelas

Huruf c:

Cukup jelas

Huruf d:

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27

Huruf a:

Cukup jelas

35

Huruf b:

Cukup jelas

Huruf c:

Cukup jelas

Huruf d:

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 29

Huruf a:

Cukup jelas

Huruf b:

Cukup jelas

Huruf c:

Cukup jelas

Huruf d:

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

36

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 34

Huruf a:

Cukup jelas

Huruf b:

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Peninjauan kembali Ripparprov, dilaksanakan:

a. guna mendapat bahan masukan sebagai penyempurnaan

Ripparprov selanjutnya yang disesuaikan dengan situasi dan

kondisi maupun perkembangan yang sedang terjadi dan yang akan

datang;

37

b. jika terjadi bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas

wilayah Daerah Provinsi.

Pasal 37

Huruf a:

Cukup jelas

Huruf b:

Cukup jelas

Pasal 38

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum, agar

tidak terdapat rentang waktu yang cukup panjang antara berlakunya

Peraturan Daerah dengan petunjuk pelaksanaannya.

Pasal 39

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR

LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG

NOMOR :

TANGGAL :

TENTANG : RENCANA INDUK PEMBANGUNAN

KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG 2016-2025

1. Dasar pertimbangan:

a. Angka target pariwisata nasional tahun 2015 sampai dengan 2019:

INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Kontribusi pada PDB Nasional

9,3% atau

sebesar

Rp. 946,09 T 10% 11% 13% 14% 15%

Devisa (triliun Rp)

133,9 144 172,8 182 223 275

Wisatawan mancanegara (juta kunjungan)

9,4 10 12 15 17 20

Wisatawan nusantara (juta perjalanan)

251 255 260 265 270 275

b. Angka target yang ditetapkan untuk KSPN Tanjung Kelayang dan

sekitarnya sebagai 10 destinasi prioritas nasional tahun 2015-2019

INDIKATOR 2019

Investasi 1.660 US$

Jumlah kunjungan wisman 500 ribu

Devisa 500 juta US$

c. Kecenderungan pertumbuhan pariwisata Kepulauan Bangka

Belitung lima tahun terakhir.

INDIKATOR RATA-RATA

TAHUN 2010-2015

Kontribusi terhadap PDRB 2,2%

Peningkatan kontribusi

terhadap PDRB per tahun 0,06%

Peningkatan jumlah

kunjungan wisman 46,0%

Peningkatan jumlah

perjalanan wisnus 13,2%

d. Target pariwisata kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung yang sudah menetapkan Peraturan Daerah tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota.

e. Pengembangan Bandara Depati Amir dan H.A.S. Hanandjoeddin

sebagai bandara internasional.

f. Pengembangan KEK Tanjungkelayang dan sekitarnya.

g. Pertumbuhan pariwisata di destinasi pariwisata unggulan di

Indonesia dengan pola kunjungan wisatawan yang hampir sama

dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Pendorong pertumbuhan pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung:

a. Tahun 2015 – 2019: KSPN Tanjung Kelayang menjadi satu dari 10

destinasi prioritas nasional.

b. Tahun 2019 – 2021:

Bandara internasional mulai beroperasi

KEK Tanjung Kelayang mulai beroperasi

c. Tahun 2022 – 2025:

Bandara internasional sudah beroperasi dengan normal, fasilitas

bandara sudah lengkap.

KEK Tanjung Kelayang mulai berkembang, investasi meningkat

3. Skenario pertumbuhan pariwisata:

a. Kontribusi pariwisata terhadap PDRB tahun 2016 – 2019 didorong

untuk meningkat rata-rata sekitar 0,5% per tahun sehingga pada

tahun 2019 dapat dicapai angka kontribusi sebesar 5%. Tahun

2019-2021 lebih didorong lagi dengan peningkatan sebesar rata-rata

1% per tahun. Tahun 2022-2025 pertumbuhan ekonomi semakin

dipercepat, kontribusi pariwisata terhadap PDRB diharapkan dapat

meningkat 2% per tahun sehingga di akhir tahun 2025 dapat

mencapai angka kontribusi sebesar 15%;

b. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun

2016-2019 dipacu sangat tinggi sampai 100% per tahun untuk

mencapai target yang ditetapkan Pemerintah untuk KSPN Tanjung

Kelayang dan sekitarnya, yaitu 500 ribu wisatawan mancanegara,

serta peningkatan di destinasi lain di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung sebesar 300 ribu wisatawan mancanegara. Tahun 2019-

2025 peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara per tahun

mulai mengikuti peningkatan jumlah wisatawan mancanegara

nasional sebesar 20% per tahun.

c. Pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan nusantara mengikuti

target komposisi antara wisatawan mancanegara dan wisatawan

nusantara. Komposisi angka kunjungan wisatawan mancanegara

dan wisatawan nusantara tahun 2014 adalah 3% dan 97%. Untuk

dua tahun pertama, komposisi ditingkatkan sedikit menjadi 5% dan

95%. Tahun 2017-2019 komposisi wisatawan mancanegara dan

wisatawan nusantara dipacu menjadi 10% : 90%. Setelah bandara

internasional beroperasi dan KEK mulai berkembang, komposisi

untuk wisatawan mancanegara kembali dipacu menjadi 20% : 80%,

dipertahankan terus sampai tahun 2025.

TARGET PERTUMBUHAN PARIWISATA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TAHUN JUMLAH

KUNJUNGAN WISMAN

JUMLAH KUNJUNGAN

WISNUS

KONTRIBUSI THD PDRB PROVINSI

ANGKA DASAR 2014 24.863 900.000 2,3%

2015 50.000 950.000 2,5%

2016 100.000 1.900.000 3,0%

2017 200.000 1.800.000 3,5%

2018 400.000 3.600.000 4,0%

2019 800.000

(4% angka nasional) 3.200.000

(1,2% angka nasional) 5,0%

2020 950.000 3.800.000 6,0%

2021 1.150.000 4.600.000 7,0%

2022 1.400.000 5.600.000 9,0%

2023 1.650.000 6.600.000 11,0%

2024 2.000.000 8.000.000 13,0%

2025 2.500.000 10.000.000 15,0%

d. Sebaran kunjungan wisatawan dikelompokkan berdasarkan fungsi yang

ditetapkan kepada Kabupaten/Kota serta sebaran fasilitas dan kegiatan

wisata. Sebaran kunjungan untuk wisatawan mancanegara ditentukan

berdasarkan pulau dengan mempertimbangkan pintu masuk udara

sebagai salah satu pintu gerbang utama wisatawan mancanegara

terdapat satu di Pulau Bangka, yaitu Bandara Depati Amir, dan satu di

Pulau Belitung, yaitu Bandar H.A.S. Hanandjoeddin. Sebaran

kunjungan wisatawan nusantara ditentukan untuk setiap

kabupaten/kota dengan pertimbangan memperhitungkan jumlah

pergerakan wisatawan antarkabupaten/kota di wilayah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung.

TARGET SEBARAN KUNJUNGAN WISATAWAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KABUPATEN/KOTA

JUMLAH KUNJUNGAN WISMAN

JUMLAH KUNJUNGAN WISNUS

2019 2025 2019 2025

KOTA PANGKAL PINANG

300.000 1.250.000

650.000 2.000.000

KABUPATEN BANGKA TENGAH 500.000 1.500.000

KABUPATEN BANGKA 300.000 1.000.000

KABUPATEN BANGKA BARAT 300.000 1.000.000

KABUPATEN BANGKA SELATAN 300.000 1.000.000

KABUPATEN BELITUNG 500.000 1.250.000

650.000 2.000.000

KABUPATEN BELITUNG TIMUR 500.000 1.500.000

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

800.000 2.500.000 3.200.000 10.000.000

LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR :

TANGGAL :

TENTANG : RENCANA INDUK PEMBANGUNAN

KEPARIWISATAAN PROVINSI

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

2016-2025

DAYA TARIK WISATA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NAMA DAYA TARIK WISATA KABUPATEN/KOTA

1. Museum Timah Kota Pangkalpinang

2. Pantai Pasir Padi Kota Pangkalpinang

3. Pantai Penyusuk Kabupaten Bangka

4. Puri Tri Agung Kabupaten Bangka

5. Pantai Matras Kabupaten Bangka

6. Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka

7. Pantai Parai Tenggiri Kabupaten Bangka

8. Pesanggarahan Menumbing Kabupaten Bangka Barat

9. Pesanggrahan Muntok Kabupaten Bangka Barat

10. Museum Timah Muntok Kabupaten Bangka Barat

11. Pulau Ketawai Kabupaten Bangka Tengah

12. Kawasan agrowisata dan hutan lindung Namang

Kabupaten Bangka Tengah

13. Pantai Tanjung Karasak Kabupaten Bangka Selatan

14. Pulau Tinggi Kabupaten Bangka Selatan

15. Pulau Mendanau Kabupaten Belitung

16. Pantai Tanjung Tinggi Kabupaten Belitung

17. Pulau Lengkuas Kabupaten Belitung

18. Pantai Tanjung Kelayang Kabupaten Belitung

19. Batu Mentas (Tarsius) Kabupaten Belitung

20. Pantai Tanjung Binga Kabupaten Belitung

21. Desa Lenggang (Museum Kata dan Cerita Laskar Pelangi, Bukit Raya Laskar Pelangi)

Kabupaten Belitung Timur

22. Kepulauan Memperak Kabupaten Belitung Timur

23. Vihara Dewi Kwan Im Kabupaten Belitung Timur

24. Pantai Burung Mandi Kabupaten Belitung Timur

25. Pantai Serdang Kabupaten Belitung Timur

26. Pantai Nyiur Melambai Kabupaten Belitung Timur

27. Open Pit Kabupaten Belitung Timur

LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNGNOMOR :TANGGAL :TENTANG : RENCANA INDUK PEMBANGUNAN

KEPARIWISATAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2016-2025

DESTINASI PARIWISATA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA MUNTOK DAN SEKITARNYA

Tema Primer:Pariwisata Warisan Budaya

Tema Sekunder:Wisata Kuliner

Sasaran Pengembangan:integrasi potensi pariwisata sejarah danwarisan budaya dengan budaya masyarakat

Daya Tarik Wisata Primer:Kota Tua Muntok (Mesjid Jami Mentok,Klenteng China Kong Pu Miau, Rumah MayorCina)Pantai Tanjung Kelian,Mercusuar Tanjung Kelian,Pesanggrahan MenumbingPesanggrahan MuntokMuseum Timah Muntok

Daya Tarik Wisata Sekunder:Pasar Kuliner Khas BangkaPembuatan Empek-empek Desa Belo Laut

KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA BELINYU-SUNGAILIAT DAN SEKITARNYA

Tema Primer:Pariwisata budaya pesisir Bangka

Tema Sekunder:Geowisata

Sasaran Pengembangan:meningkatkan nilai tambah kegiatan pariwisatauntuk mengendalikan kegiatan pertambanganpada kawasan pariwisata

Daya Tarik Wisata Primer:Kawasan Teluk Kelabat, Pantai Matras, PantaiRebo, Desa Wisata Air Anyir, Pantai Parai tenggiri,Pantai Tanjung Pesona, Pantai Air Anyer, PantaiPenyusuk, Pantai Romodong, Kampung Gedong,Puri Tri Agung, Benteng Kuto Panji, KawasanAmtenaar BTW Belinyu

Daya tarik wisata sekunder:Geowisata Pantai Matras, Pantai Tanjung Pesona,Pantai Air Anyir, Kawasan Pertambangan Airrikai,Pantai Leper, Goa Maria,, Desa Aik Abik, KlentengMahayana Bukit Betung, Desa Kenanga, MakamDepati Bahrin, Rumah Controleur, Dewi Kwan Im,Rumah Tradisional Bangka, dan KlentengMerawang

KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA PANGKALPINANG-MENDO BARAT-BANGKA TENGAH DAN SEKITARNYA

Tema Primer:Pariwisata sejarah Bangka Belitung dan Budaya Bangka

Tema Sekunder:Agrowisata

Sasaran Pengembangan:memperkuat identitas sebagai kawasan pariwisataberbasis sejarah pertimahan dan penghasil lada,sekaligus menerapkan standar nasional daninternasional dalam pengelolaan pariwisata kawasan

Daya Tarik Wisata Primer:Civic Center, Museum Timah, Pantai Pasir Padi, PantaiTanjung Bunga, Pusat Kreatif Tenun Cual, KampungMelayu Indah, Kerkhof, Hutan Kota Tuatunu, Situs KotaKapur, Batu Belubang, Pantai Gebang Kemilau ArungDalam, Pulau Ketawai, BCB (Bunker), Klenteng DewiKwan Im Sampur,.

Daya tarik wisata sekunder:Agrowisata Desa Namang, Desa Nelayan Kurau, BBG,Kawasan Desa Wisata Tua Tunu, Pantai GebangKemilau, Desa Perlang, Bangkanesia, Pantai Batu Beriga,Pantai Tanjung Berikat, dan Kawasan perkebunan lada

KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA PULAU BELITUNG DAN SEKITARNYA

Tema Primer:Lansekap geowisata

Tema Sekunder:Rekreasi pantai

Sasaran Pengembangan:pengembangan geowisata sebagai upayadiversifikasi produk pariwisata, penguatan identitassebagai daerah timah, dan peningkatan daya saingpariwisata Kepulauan Bangka Belitung

Daya Tarik Wisata Primer:Pantai Bukit Berahu, Desa Tanjung Binga, PantaiTanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, PulauLengkuas, Rumah Adat Belitung, Batu Mentas,Kepulauan Memperak, Desa Lenggang “LaskarPelangi” – Bukit Raya Laskar Pelangi, Open Pit,Gunung Peramon, Kepulauan Memperak, PantaiNyiur Melambai, Vihara Dewi Kwan Im.

Daya tarik wisata sekunder:Desa Tanjung Kelumpang, Gunung Tajam,Jembatan Pelangi, Pantai Penyabong, PantaiBurung Mandi, Pantai Punai, Pantai Serdang.

Tema Primer:Pariwisata Bahari

Tema Sekunder:Pariwisata Alam dan Sejarah

Sasaran Pengembangan:mendorong pertumbuhan pariwisata di wilayahselatan Kepulauan Bangka Belitung denganmemadukan potensi pariwisata bahari, agrowisata,dan sejarah.

Daya Tarik Wisata Primer:Pantai Tanjung KerasakPantai Batu PerahuPelabuhan Sadai (perikanan)

Daya Tarik Wisata Sekunder:Benteng ToboaliAgrowisata Desa NyelandingAgrowisata Nanas BikangAir Panas NyelandingPerkebunan LadaPerkebunan Salak

KAWASAN PENGEMBANGAN PARIWISATA TOBOALI DAN SEKITARNYA

KAWASAN PENGEMBANGAN PARIWISATA GUGUSAN PULAU DI SELAT GASPAR

Tema Primer:Pariwisata pulau-pulau kecil

Tema Sekunder:Ekowisata Taman Bawah Laut

Sasaran Pengembangan:pengembangan pariwisata pulau-pulau kecil untukmeningkatkan keterpaduan produk pariwisatabahari Bangka Selatan dan Belitung

Daya Tarik Wisata Primer:Pulau Lepar,Pulau Liat,Pulau Salma,Pulau Mendanau,Pulau Pongok,Pelabuhan SadaiPulau Tinggi

Daya tarik wisata sekunder:Terumbu karang dan mangrove di wilayah PulauMendanau, terumbu karang dan mangrove diwilayah Pulau Pongok, terumbu karang danmangrove di wilayah Pulau Lepar