kasus pak kuncoro
DESCRIPTION
HukumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) telah mendapat perhatian masyarakat
dunia termasuk Negara Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang
memiliki sumberdaya hayati yang sangat beragam dan sering dinyatakan sebagai negara
yang memiliki “ megabiodeversity”. Sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan
varietas tanaman perlu dilindungi dengan undang-undang gunak membangun pertanian
yang maju, efisien, dan tangguh perlu didukung dan ditunjang antaralain dengan
tersedianya varietas unggul. Guna lebih meningkatkan minat dan peran serta
perseorangan atau badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam
rangka menghasilkan varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak
Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum
atas hak tersebut secara memadai.
Pemberian perlindungan varietas tanaman juga dilaksanakan untuk mendorong
dan memberi peluang kepada dunia usaha meningkatkan perannya dalam berbagai aspek
pembangunan pertanian. Hal ini semakin penting mengingat perakitan varietas tanaman
yang lebih unggul di Indonesia saat ini masih banyak dilakukan oleh lembaga penellitian
pemerintah.pada waktu yang akan datang diharapkan dunia usaha dapat semakin
berperan sehingga lebih banyak varietas tanaman yang lebih unggul dan lebih beragam
dapat dihasilkan. Namun, varietas baru yang penggunaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-
norma agama, kelestarian lingkungan hidup, dan kesehatan tidak akan memperoleh
perlindungan.
Terkait dengan perlindunag PVT ini di Indonesia sendiri banyak terjadi kasus
masalah PVT ini salah satu contoh kasus Kuncoro adalah petani yang berasal dari Desa
Toyo Resmi Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri Salah satu anggota Bina Tani Makmur
(BTM) Kediri.
1
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi para petani yang memuliakan tanaman
dan yang menjual benih ungul
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pak Kunoto alias Kuncoro adalah petani yang berasal dari Desa Toyo Resmi
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri Salah satu anggota Bina Tani Makmur (BTM) Kediri.
Untuk menghidupi keluarganya yang terdiri dari 1 istri dan dua anak 1 orang duduk di
kelas 2 STM dan 1 orang duduk di TK, istrinya adalah seorang buruh di pabrik rokok
Gudang Garam. Untuk menghidupi keluaraganya, pak Kuncoro Pekerjaannya sehari-hari
selain bertani dia juga berdagang, yang salah satunya menjual benih jagung curah kepada
petani yang membutuhkan benih di sekitar. Umumnya petani yang membeli benih pak
Kunoto berasal dari sekitar daerah dan kebanyakan sudah kenal pak Kunoto sebelumnya.
Benih j agung yang dijual oleh Pak Kuncoro kabanyakan berasal dari petani di Desa Grogol
kec Grogol. Petani Grogol mendapatkan benih jagung dari hasil pemulian dan
penyilangan di lahan milik mereka sendiri yang luasnya rata-rata ½ - 1 Hektar. Selain dari
penyilangannya sendiri petani grogol mendapatkan benih jagung berasal dari limbah PT
BISI yang dibuang, kemudian diambil dan diseleksi kembali, mana yang masih bagus dan
mana yang sudah rusak.
Pak Kuncoro biasanya menjual benih jagung pada petani pada musim penghujan
(rendeng). Benih jagung yang di jual oleh pak Kuncoro adalah benih jagung curah (dijual
tanpa merek dan kemasan). Biasanya pak kuncoro menjual benih jagung curah tersebut
sebanyak 5 kwintal s/d 1 ton dengan harga Rp 6.500 – Rp 7.500 setiap musimnya. Dia
mulai melakukan penjualan benih jagung curah tersebut sejak dua tahun yang lalu dan
selama ini tidak terjadi masalah apa-apa terhadap jagung tersebut. Petani yang memakai
benih tersebut juga tidak pernah ada yang komplain. Pak Kuncoro sebenarnya
mempunyai keterampilan untuk melakukan budidaya atau melakukan penyilangan benih,
akan tetapi dia tidak berani melakukan penyilangan sendiri. Dia berhenti melakukan
penyilangan benih jagung sejak 2 tahun yang lalu, karena beliau takut di tangkap Polisi
dan di pidanakan sebagaimana yang pernah terjadi pada teman-teman pak
kuncoro/kunoto (anggota Bina Tani makmur) lainnya. Sehingga dia memilih menjual
benih jagung yang berasal dari teman-teman-nya karena pekerjaan itulah yang bisa dia
lakukan untuk menghidupi keluarganya saat ini. Dia tidak menyadari bahwa menjual
3
benih jagung curah tersebut akan bermalah (dikriminalkan) di kemudian hari. Pada
tanggal 16 Januari 2010 rumah pak kuncoro di gerebeg Polisi yang berasal dari Polres
Kediri, kemudian pak Kuncoro di tangkap dengan tuduhan melanggar pasal 60 dan 61 UU
No. 12/2000 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Selain menangkap Pak Kuncoro. Polisi
juga menyita Jagung yang ditengarai sebagai benih seberat 1 ton di rumah pak Kunoto
sebagai barang Bukti. Penangkapan pak Kunoto berawal dari pengembangan kasus
pemalsuan Kemasan (Hologram PT BISI) oleh pak suwoto dan kawan-kawan. Kronologis
kasus penangkapan pak Kuncoro sebagaimana yang terjadi:
Pak Kuncoro di Hubungi oleh seseorang yang belakangan di ketahui namanya Harianto
sekitar tanggal 9 Januari 2010, yang membutuhkan benih jagung sebanyak 2 ton.
Sebelumnya pak Kuncoro tidak mengenal Harianto (terkait dengan aktitifitas dan
pekerjaannya). Komunikasi Pak Kunoto dengan Harianto awalnya sebatas melalui
telephone.
Pada tanggal 14 januari 2010 Pak Kuncoro di temuai oleh Harianto di rumahnya
yang mencari benih dan ingin membeli benih jagung sebanyak 2 ton. Kemudian Harianto
menawar harga benih jagung curah (tanpa merek dan lebel) ke pak Kuncoro Rp 6.500
tetapi pak Kunoto tidak boleh/menyetujui harga tersebut dan Pak Kunoto mau menjual
benih curah tersebut kalau harganya Rp 7.000. dari harga tujuh ribu tersebut rencananya
pak Kunoto mendapatkan keutungan Rp 500/ kg benih jagung curah.
Kemudian pada hari jumat, tanggal 15 Januari 2010 Harianto datang lagi ke Rumah Pak
Kuncoro/Kunoto, yang sepakat membeli benih jagung pak Kuncoro dengan harga 7.000,
selanjutnya harianto memberikan persekot (DP) sebesar Rp 500.000 sebagai tanda jadi.
Pak Kuncoro hanya mempunyai 1 ton benih Jagung, kemudian dia menghubungi teman-
temannya salah satunya adalah pak soli dari desa Banyakan kec. Banyakan, untuk
memenuhi permintaan dari Harianto. Pak soli hanya sanggup memenuhi 1.5 ton benih
jagung Gelondongan. Pak Soli mendapatkan benih jagung Gelondongan tersebut dari
teman-teman petaninya.
Pada tanggal 16 januari 2010 Harianto datang kerumah pak Kuncoro yang
rencananya untuk melunasi sisa pembayaran dan mengabil benih yang di sepakati
sebelumnya. Belum sempat pembayaran di lakukan pada saat bersamaan datang
4
rombongan polisi dari Polres Kediri dengan membawa kendaraan pengankut, menangkap
pak Kuncoro, kemudian jagung dan uang pembayaran yang belum sempat di terima oleh
pak Kuncoro di sita oleh polisi sebagai barang bukti. Anehnya dua ayam alas milik pak
Kunoto ikut diangkut oleh polisi yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kasus
Penjualan benih.
Penangkapan pak Kuncoro berawal dari penangkapan dan pengembangan kasus
pak suwoto, karena melakukan pemalsuan Hologram PT BISI yang berasal dari 2
karyawan PT BISI (Dedi 27 tahun & Suyoto 28 tahun). Pak Kunoto baru Tahu pak suwoto
sendiri setelah di tahanan (Penjara) Baru di sadari belakangan setelah dia di tangkap oleh
Polisi, bahwa harianto itu orang yang disuruh oleh pak Suwoto untuk mencari benih
jagung. Yang belakangan di ketahui digunakan oleh pak Suwoto untuk memalsu benih PT
BISI
Pak Kuncoro tidak mengetahui Maksud pembelian benih jagung oleh Harianto, karena
harianto tidak pernah menceritakan mau di buat apa benih tersebut sebelumnya.
Pak Kunoto baru mengetahui benih tersebut digunakan untuk memalsukan benih
milik BISI oleh pak suwoto setelah dia ditangkap oleh Polisi. Dalam proses transaksi Pak
Kuncoro tidak bertemu/mengenal pak Suwoto atau karywan PT Bisi Yang memalsukan
Hologram PT BISI, yang di ketahui oleh Pak Kunoto hanyalah Harianto.
ANALISIS KASUS
Tentang Sistem Budidaya Tanaman Menyimak Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Pasal 1 ayat (1) : Sistem Budidaya Tanaman
adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya
manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang
guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik.
Kemudian ayat (6) : Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah
melalui pemeriksaan, pengujian dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan
untuk diedarkan.
5
Lalu Pasal 3 : Sistem Budidaya Tanaman bertujuan : a. Meningkatkan dan memperluas
penganekaragaman hasil tanaman guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor; b. Meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup petani; c. Mendorong perluasan dan pemerataan
kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
Lantas Pasal 13 ayat (2): Benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dan ayat (3): Benih bina yang
lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label. Serta ayat (4): Ketentuan
mengenai syarat-syarat dan tata cara sertifikasi dan pelabelan benih bina diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah.
Juga Pasal 14 ayat (1): Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2),
dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum
berdasarkan izin.
Dalam Penjelasan Pasal 13 ayat (2) diterangkan: Sertifikasi merupakan kegiatan
untuk mempertahankan mutu benih dan kemurnian varietas, yang dilaksanakan dengan:
a. Pemeriksaan terhadap kebenaran benih sumber atau pohon induk, petanaman dan
pertanaman, isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar, alat panen dan
pengolahan benih, tercampurnya benih; b. Pengujian laboratorium untuk menguji mutu
benih yang meliputi mutu genetik, fisiologis dan fisik; c. Pengawasan pemasangan label.
Lebih lanjut di Ayat (3) yang dimaksud dengan label adalah keterangan tertulis yang
diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang akan diedarkan dan memuat
antara lain tempat asal benih, jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji
laboratorium, serta akhir masa edar benih. Pasal 61: Pelanggaran atas ketentuan di atas,
dikenai sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 ayat 1 huruf “b”, yang berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja: b. melakukan sertifikasi tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah). Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan Pak Kuncoro dapat dikategorikan
sebagai perbuatan melakukan sertifikasi liar ?
6
Dari uraian dan penjelasan pada pasal-pasal tersebut di atas, maka perbuatan Pak
Kuncoro melakukan penjualan benih yang kebanyakan didapat dari desa Grogol
kecamatan Grogol dan dari petani desa Toyo resmi belum melalui sertifikasi resmi,
memang memenuhi unsur kegiatan sertifikasi sebagaimana didefinisikan dalam
Penjelasan Pasal 13 ayat (2) dan (3). ”Benih jagung yang didapat yang kemudian
digunakan untuk ditanam kembali oleh menurut Undang-Undang Sistem Budidaya
Tanaman harus terlebih dahulu menempuh proses sertifikasi sebelum dilepas dan
diedarkan” Undang-Undang ini sebenarnya mempersempit dan menghalangi kesempatan
bagi petani untuk berperan serta dalam pengembangan budidaya tanaman.. Padahal
Pasal 5 huruf (d) Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman menyebutkan bahwa
Pemerintah perlu memberikan peluang dan kemudahan tertentu yang dapat mendorong
masyarakat untuk berperanserta dalam pengembangan budidaya tanaman.
Kesimpulannya adalah pak Kuncoro/Kunoto oleh Undang-Undang telah terbukti
melakukan sertifikasi liar sebab benih yang digunakan untuk ditanam kembali tersebut
akan diedarkan kepada pihak lain. Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan
Varietas Tanaman menyebutkan, “Perlindungan varietas tanaman (PVT), adalah
perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah
dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap
varietas yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
”Berdasarkan pasal tersebut - dalam kasus Kediri - seharusnya para petani mendapatkan
perlindungan dari Negara dalam hal ini pemerintah terhadap varietas tanaman yang
mereka hasilkan. Karena bentuk tanaman yang dihasilkan oleh para petani berbeda
dengan bentuk tanaman jagung milik PT. BISI, sehingga bentuk tanaman milik petani
adalah varietas baru.
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang PVT menjelaskan,
“Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada
pemulia dan/ atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan
sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan
hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.”
7
Kalimat “dan/ atau” pada pasal tersebut memberikan hak khusus terhadap
Perlindungan varietas tanaman kepada petani secara otomatis, meskipun para petani
tidak mengajukan hak PVT kepada kantor PVT. Karena kalimat “dan/ atau” bisa bermakna
salah satu, yaitu yang tidak mengajukan hak PVT maupun yang mengajukan hak PVT. Bagi
yang tidak mendaftarkan hak PVTnya pun tidak menjadi masalah. Karena dalam Undang-
Undang PVT sendiri tidak disebutkan bahwa setiap varietas baru harus didaftarkan.
Sebenarnya diberikannya perlindungan PVT oleh pemerintah adalah untuk pihak yang
menginginkan varietasnya tidak diikuti oleh orang lain demi keperluan perhitungan
ekonomi.
Agus Sarjono, pengajar mata kuliah Hukum Ekonomi Universitas Indonesia
mengatakan (hukumonline.com, Jumat 26 Januari 2007), bahwa pada kasus petani di
Jawa Timur, hakim seharusnya menggunakan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000
yang memberikan tentang hak khusus negara kepada petani pemulia.
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang PVT memaparkan,
“Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas adalah sekelompok tanaman dari
suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman,
daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotype atau kombinasi genotype
yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu
sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.”
Melalui pasal tersebut menjadi jelas bahwa tanaman jagung milik petani Kediri
merupakan varietas baru, karena berbeda dengan tanaman milik PT. BISI dengan
mempunyai ciri-ciri fisik yang berbeda.
Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 mengungkapkan,
“Permohonan hak PVT diajukan kepada kantor PVT secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh menteri.”
Berdasarkan pasal tersebut semua orang atau badan hukum yang akan
mendaftarkan varietas barunya harus mengajukan hak PVT tersebut kepada kantor PVT
secara tertulis. Surat permohonan hak PVT harus memuat: 1. Tanggal, bulan, dan tahun
surat permohonan ; 2. Nama, alamat lengkap pemohon ; 3. Nama, alamat lengkap dan
8
kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris yang ditunjuk ; 4. Nama varietas ; 5.
Deskripsi varietas yang mencakup asal usul atau istilah, ciri-ciri morfologi dan sifat-sifat
penting lainnya ; 6. Gambar dan/ atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan
untuk memperjelas deskripsinya (11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000).
Format surat permohonan hak PVT sudah ditentukan oleh kantor PVT, yang di
dalamnya terdapat item-item yang harus diisi sesuai dengan bunyi pasal di atas.
Sedangkan Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh : 1. Pemulia; 2. Orang atau badan
hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan varietas dari pemulia ; 3. Ahli
waris ; 4. Konsultan PVT (Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000)
Bersandar Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000, Jangka waktu PVT : 1.
20 tahun untuk tanaman semusim; 2. 25 tahun untuk tanaman yang dipanen tahunan.
Korelasi Budidaya Tanaman dan Paten Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 1 ayat (6) menyatakan, sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian dan
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. Sertifikasi yang
dimaksud dalam pasal di atas adalah izin untuk mengedarkan benih, bahwa benih yang
akan diedarkan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Tidak menjadi
masalah, apakah benih tersebut sudah dimiliki hak PVTnya oleh orang lain atau belum.
Sedangkan hak PVT adalah sertifikat untuk menguasai benih atau varietas baru agar tidak
diikuti oleh orang lain. Jadi, garis perbedaannya terletak pada fungsinya. Jika dalam
Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman sertifikasi berfungsi sebagai izin pengedaran
benih, sedangkan dalam Undang-Undang PVT sertifikasi berfungsi sebagai penguasaan
terhadap benih atau varietas baru. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman Pasal 48 ayat (1) menguraikan, “Perorangan warga negara
Indonesia atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) yang
melakukan usaha sistem budidaya tanaman tertentu di atas skala tertentu wajib memiiki
izin. Pasal di atas menjelaskan bahwa usaha sistem budidaya tanaman dalam skala
tertentu harus memiliki izin. Memang tidak disebutkan secara eksplisit apa yang menjadi
ukuran skala tertentu. Tapi pasal tersebut mempunyai konsekuensi logis bahwa usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani kecil di Kediri tidak memerlukan izin
9
peredarannya. Sedangkan mengenai hak PVT, dalam Undang-Undang PVT sendiri tidak
disebutkan bahwa setiap varietas baru harus didaftarkan. Karena sebenarnya
diberikannya perlindungan PVT oleh pemerintah adalah untuk pihak yang menginginkan
varietasnya tidak diikuti oleh orang lain demi keperluan perhitungan ekonomi.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten memaparkan, Pasal 1
ayat (1): “Paten adalah hak ekslusif diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.” Pasal 2: “Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung
langkah infentif serta dapat diterapkan dalam industri.” Pasal 7 huruf d angka ii: “Paten
tidak diberikan untuk invensi tentang proses biologis yang esensial untuk memproduksi
tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau mikro biologis.”
Inti dari Undang-Undang Paten jelas sekali perbedaannya dengan Undang-Undang
PVT, karena Undang-Undang Paten hanya diberikan kepada bidang tekhnologi, kalaupun
diberikan kepada tanaman dan hewan hanya pada proses non-biologis dan mikro
biologis. Sedangkan perkembangbiakan yang terjadi pada jagung yang ditanam oleh para
petani jelas merupakan proses biologis. Sehingga kalau petani Kediri ingin menguasai
varietas barunya hanya bisa didaftarkan melalui permohonan hak PVT, dan tidak dapat
diminta prosedur permohonan paten.
10
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian dan analisa-analisa hukum tersebut di atas, pak Kuncoro bisa
dikatakan telah memenuhi unsur sertifikasi liar sebagaimana diatur dalam pasal 14
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem budidaya Tanaman. Tetapi tidak
untuk pelanggaran paten dan rahasia dagang. Walaupun dalam kasus ini Pak Kuncoro
hanya dapat dikenakan tindak pidana sertifikasi liar, tetapi kasus sejenis ini kemungkinan
untuk dikenakan tindak pidana lain seperti paten, rahasia dagang, varietas tanaman dan
yang lainnya sangat besar karena hampir seluruh ketentuan tersebut tidak memberikan
perlindungan hukum bagi para petani.
11
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Undang-undang No 29 tahun 2000 tentang perlindungan varietas tanaman
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten
www.hukumonline.com (22.30 01 Juni 2012)
http://kibar-kediri.blogspot.com/2010/06/kriminalisasi-pak-kunoto-alias-kuncoro.html (23.00 01 Juni 2012)
12