kasus malpraktek dalam bidang orthopedy

14
PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat kelalaian Kelalaian ini bukanlah suatu pelanggaran hukum, jika kelalaian tersebut tidak sampai membawa kerugian kepada orang lain dan orang tersebut dapat menerimanya. Akan tetapi,jika kelalaian tersebut mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka hal ini bisa dikatakan malpraktek. Definisi malpraktek medis “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956) Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan risiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

Upload: hermionex

Post on 13-Dec-2014

28 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

PENDAHULUAN

Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang

bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-

undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat kelalaian Kelalaian ini bukanlah suatu

pelanggaran hukum, jika kelalaian tersebut tidak sampai membawa kerugian kepada orang

lain dan orang tersebut dapat menerimanya. Akan tetapi,jika kelalaian tersebut

mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka

hal ini bisa dikatakan malpraktek.

Definisi malpraktek medis “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk

mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat

pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran

dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,

California, 1956)

Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi

kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak

diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan risiko yang melekat terhadap suatu

tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara

tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning

verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).

Page 2: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

PEMBAHASAN

1.Kronologis Kasus

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi. Sebagaimana

layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan

oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).

Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan

setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak

sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di ruang perawatan intensif dengan

bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya,

sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.

Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas

anastesi (N2O) yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan

gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu

mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi

sangat terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal.

Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat fatal. Dengan kata lain ada

sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di rumah sakit tersebut

tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di mesin anastesi.

Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya,

bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan

bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda),

jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan

ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan

terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.

2. Analisis Masalah

2.1 Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum

Sanksi hukum Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan

unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) seperti dalam kasus malpraktek

Page 3: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

dalam bidang orthopedy yang kami ambil, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter

yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun

kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang.

Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi

yang mulia.

Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-

hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena

sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan

terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja. Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam

menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan

hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan

tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang

No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan

malpraktik dengan sanksi pidana.

Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan

celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan,

“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.

Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang

dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang

lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

kurungan paling lama satu tahun. (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang

lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi

tiga ratus rupiah.

Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti

melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat

dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat

Page 4: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

memerintahkan supaya putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter tersebut

terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau

hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin

praktik) dapat dilakukan.

Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan

malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap

dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban,

sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian

yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian

(culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja

untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

kelalaian atau kurang hati-hatinya.”

Kepastian hukum

Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat

dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para

dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik

dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya

izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk

dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.

Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama

di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of

innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa

memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan

seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan

kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2)

Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran

terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan.

1.Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI)

Page 5: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang

berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang

moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem tentang

motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis

Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk

menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?.

Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan

budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya,

etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi dan masyarakat, serta

bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga

terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil,

professional dan terhormat.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa berupaya

melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seeorang

dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai

dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan

bahwa “setiap dokter hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.

Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan

kebahagiaan manusia.

Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu ditingkatkan

untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang

dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara,

notaris, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk

memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal

ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka

dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik

Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan

sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.

Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat

dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang

untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang berwenang memeriksa dan

memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga

peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat

Page 6: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya

pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan

malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat

umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada

penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar

dari tanggung jawab hokum profesinya.

Ditinjau dari Sudut Pandang Agama

Adapun agama–agama memandang malpraktek, khususnya yang menyebabkan kematian atau

bisa pasien kehilangan nyawanya. Diantaranya dapat dilihat bagaimana secara garis besar

agama Islam dan Khatolik memandang malpraktek.

• Menurut pandangan Islam

Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan,

biasanya disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul âdam). Artinya,

meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya

sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga tunduk

pada aturan-aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun saya

memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri. Dari sini dapat kita

katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak berhak atas diri atau kehidupan yang kita

miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap tindakan yang oada akhirnya

menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan yang

melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek

adalah suatu pelanggaran.

• Menurut pandangan Katolik

Secara garis besar yang menjadi titik tolak pandangan katolik tentang malpraktek adalah

mengenai hak hidup seseorang. Yang menjadi pertanyaan utama disini adalah sejak kapan

satu individu atau bakal individu sudah bisa disebut sebagai individu atau pribadi yang sudah

memiliki hak untuk hidup?.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah setelah si janin terbentuk dia harus dianggap

sebagai pribadi (a person) atau sebagai manusia (a human person). Satu hal yang perlu

diketengahkan adalah apakah si janin telah memiliki roh atau jiwa (soul)atau tidak? Agama

katolik berpendapat ya, si janin sejak fertilisasi sudah memiliki jiwa. Pada waktu dilahirkan

janin telah menjadi seorang manusia yang telah berhak akan kewajiban moral terhadapnya.

Dari uraian singkat diatas kita dapat katakana bahwa, sejak si janin sudah terbentuk, kita

sebenarnya sudah tidak punya hak untuk memusnahkannya dan harus membiarkan atau

Page 7: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

memeliharanya sampai ia tumbuh besar. Terkait dengan kasus yang kami ambil dimana

karena suatu kalalaian menakibatkan satu nyawa menghilang, dapat kita katakana sebagai

suatu perampasan hak untuk hidup karena sejak ia masih sebagai janin saja kita sudah tidak

punya hak untuk membunuhnya apalagi ia sudah tumbuh besar. Karena itu maka setiap

kelalaiaan yang mengakibatkan menghilangnya nyawa seseorang harus bisa ditindaklanjuti

baik secara agama ataupun hukum.

Solusi

Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga segala macam sanksi hokum serta segala

macam pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil dalam hal ini keselahan pemberian

atau pemasangan gas setalah oparasi paembedahan tulang di atas maka pencegahan terjadinya

malpraktek harus dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem, mulai dari pendidikan

hingga ke tata-laksana praktek kedokteran. Pendidikan etik kedokteran dianjurkan dimulai

lebih dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah

tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak

dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara

berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan

medis sehari-hari dan juga perlu terus ada pelatihan dan pengenalan akan segala macam alat

ataupun obat yang harus dipakai dalam pelaksanaan profesi kedokteran ataupun semua tenaga

pelayanan kesehatan agar kesalahan dalam diagnosis atau kesalahan dalam pemberian obat

dapat diminimalisir . Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat

mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya

bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan

latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter. Diyakini bahwa hal

ini adalah bagian tersulit dari upaya sistemik pencegahan malpraktek, oleh karena diperlukan

kemauan politis yang besar dan serempak dari masyarakat profesi kedokteran untuk mau

bergerak ke arah tersebut. Perubahan besar harus dilakukan.

Undang-undang Praktik Kedokteran diharapkan menjadi wahana yang dapat membawa kita

ke arah tersebut, sepanjang penerapannya dilakukan dengan benar. Standar pendidikan

ditetapkan guna mencapai standar kompetensi, kemudian dilakukan registrasi secara nasional

dan pemberian lisensi bagi mereka yang akan berpraktek. Konsil harus berani dan tegas

dalam melaksanakan peraturan, sehingga akuntabilitas progesi kedokteran benar-benar dapat

Page 8: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

ditegakkan. Standar perilaku harus ditetapkan sebagai suatu aturan yang lebih konkrit dan

dapat ditegakkan daripada sekedar kode etik. Demikian pula standar pelayanan harus

diterbitkan untuk mengatur hal-hal pokok dalam praktek, sedangkan ketentuan rinci agar

diatur dalam pedoman-pedoman. Keseluruhannya akan memberikan rambu-rambu bagi

praktek kedokteran, menjadi aturan disiplin profesi kedokteran, yang harus diterapkan,

dipantau dan ditegakkan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Profesional yang “kotor” dibersihkan dan mereka yang “busuk” dibuang dari masyarakat

profesi.

Ketentuan yang mendukung good clinical governance harus dibuat dan ditegakkan. Dalam

hal ini peran rmah sakit sangat diperlukan. Rumah sakit harus mampu mencegah praktek

kedokteran tanpa kewenangan atau di luar kewenangan, mampu “memaksa” para profesional

bekerja sesuai dengan standar profesinya, serta mampu memberikan “suasana” dan budaya

yang kondusif bagi suburnya praktek kedokteran yang berdasarkan bukti hokum dank ode

etik yang berlaku.

Kesimpulan

Malpraktek dalam bidang orthopedy adalah suatu tindakan kelalaian yang dilakukan oleh

dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam tindakan

pembedahan khususnya pembedahan pada tulang. Dimana dalam kasus ini si pasien yang

pada awalnya hanya mengalami masalah pada tulangnya pada akhirnya harus

menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan pemberian gas

setelah operasi. Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari

dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap

pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata

baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor

yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran

dan juga standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa

seseorang maka perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah

sakit, meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam

segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan.

Saran

Bagi semua orang yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi penulis serta siapa

Page 9: Kasus Malpraktek Dalam Bidang Orthopedy

saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang bergerak di bidang kesehatan,

hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih ada semaksimal mungkin untuk

mempelajari semua hal yang berkaitan dangan tugas kita nantinya, agar segala macam

dindakan pelanggaran ataupun kelalaian dapat diminimalisir atau kalau bisa dihilangkan.