kasus lion air

3
Kronologi Lion Air Pembelian aset berupa pesawat boing dan air bus dengan nilai yang sangat fantastis oleh Lion Air menimbulkan banyak pertanyaan dari kalangan masyarakat. Pembelian hingga Rp 500 Triliun merupakan jumlah yang terlampau besar bagi perusahaan maskapai tersebut, sehingga banyak yang bertanya dari mana dana tersebut berasal. Seperti diketahui, pembelian pesawat Lion Air dari dua pabrikan dunia Airbus dan Boeing disinyalir memakan biaya sekitar Rp 500 triliun. Lion Air, pada 2011, telah memesan 234 pesawat dari Boeing senilai USD 21,7 miliar. Dalam aksi korporasi ini, Lion Air mendapat bantuan pembiayaan dari Exim Bank Amerika Serikat senilai USD 1,1 miliar. Lion Air juga memesan 201 pesawat A320 dari Airbus senilai USD 20 miliar pada 2013. Pembelian pesawat ini telah ditalangi oleh Export Credit Agency (ECA) dari Prancis, Jerman dan Inggris. Selain itu, tahun lalu, Lion Air kembali memesan 100 pesawat ATR dari Italia senilai USD 1 miliar. Berikut kutipan dari tempo.co : Ketika ditanyai tentang dari mana sumber pembiayaan untuk membeli 230 unit pesawat itu, Rusdi Kirana selaku pemilik Lion Air menjawab : Bank Exim Amerika Serikat yang membiayai. Saya tidak bisa berbicara terlalu terperinci karena sangat confidential. Kami juga menjalin hubungan cukup lama dengan Boeing sejak membeli 178 unit 737-900 ER. Bisnis tak harus berbicara tentang uang. Modal kami adalah trust . Boeing dan Bank Exim Amerika Serikat tidak akan begitu saja berbisnis dengan Lion Air. Tentu mereka sudah mempelajari rekam jejak kami. Ratusan pesawat yang Anda pesan bernilai ratusan triliun rupiah. Dari mana dana untuk membiayainya? Pinjaman perbankan. Apa yang Anda jaminkan? Forbes tahun lalau (2012) memperkirakan kekayaan Anda hanya sekitar Rp 8,5 triliun.

Upload: andreas

Post on 09-Jul-2016

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

analisa kasus lion air

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Lion Air

Kronologi Lion Air

Pembelian aset berupa pesawat boing dan air bus dengan nilai yang sangat fantastis oleh Lion Air menimbulkan banyak pertanyaan dari kalangan masyarakat. Pembelian hingga Rp 500 Triliun merupakan jumlah yang terlampau besar bagi perusahaan maskapai tersebut, sehingga banyak yang bertanya dari mana dana tersebut berasal.

Seperti diketahui, pembelian pesawat Lion Air dari dua pabrikan dunia Airbus dan Boeing disinyalir memakan biaya sekitar Rp 500 triliun. Lion Air, pada 2011, telah memesan 234 pesawat dari Boeing senilai USD 21,7 miliar. Dalam aksi korporasi ini, Lion Air mendapat bantuan pembiayaan dari Exim Bank Amerika Serikat senilai USD 1,1 miliar.Lion Air juga memesan 201 pesawat A320 dari Airbus senilai USD 20 miliar pada 2013. Pembelian pesawat ini telah ditalangi oleh Export Credit Agency (ECA) dari Prancis, Jerman dan Inggris. Selain itu, tahun lalu, Lion Air kembali memesan 100 pesawat ATR dari Italia senilai USD 1 miliar.

Berikut kutipan dari tempo.co :

Ketika ditanyai tentang dari mana sumber pembiayaan untuk membeli 230 unit pesawat itu, Rusdi Kirana selaku pemilik Lion Air menjawab :

Bank Exim Amerika Serikat yang membiayai. Saya tidak bisa berbicara terlalu terperinci karena sangat confidential. Kami juga menjalin hubungan cukup lama dengan Boeing sejak membeli 178 unit 737-900 ER. Bisnis tak harus berbicara tentang uang. Modal kami adalah trust. Boeing dan Bank Exim Amerika Serikat tidak akan begitu saja berbisnis dengan Lion Air. Tentu mereka sudah mempelajari rekam jejak kami.

Ratusan pesawat yang Anda pesan bernilai ratusan triliun rupiah. Dari mana dana untuk membiayainya?

Pinjaman perbankan.

Apa yang Anda jaminkan? Forbes  tahun lalau (2012) memperkirakan kekayaan Anda hanya sekitar Rp 8,5 triliun.

Forbes salah menghitung, ha-ha-ha…. Pertanyaan yang sama pernah ditanyakan beberapa menteri. Jawabannya, saya menjual negara ini, yang saya jual itu Merah Putih. Saya bolak-balik ke US Exim Bank tidak pernah saya menjual diri sendiri. Begitu pula ketika saya di Prancis untuk membeli Airbus. Yang saya jual adalah prospek negeri ini. Memiliki bentangan dari Sumatera ke Papua sepanjang 5.000 kilometer, penduduknya 230 juta jiwa, perekonomiannya tumbuh 7 persen, dan transportasi udara yang paling murah. Mereka pasti berpikir, mendanai saya adalah hal yang masuk akal.

Analisis

Page 2: Kasus Lion Air

Pembelian secara besar – besaran oleh Lion Air membuat munculnya pro dan kontra dikalangan berbagai pihak. Serta timbulnya pertanyaan dari mana uang yang diperoleh Lion Air tersebut untuk membeli pesawat. Pembelian pesawat secara besar – besaran ini diperkirakan dapat membahayakan Lion Air itu sendiri, ditambah dengan pembelian yang sangat fantastis tersebut hanya didasari hanya dengan sistem kepercayaan (diutarakan oleh pemilik Lion Air Rusdi Kirana dalam tempo.co). Jumlah hutang ratusan triliun tidaklah sedikit, sehingga apabila terjadi kegagalan dalam menjalankan operasi usahanya, maka terdapat kemungkinan yang tinggi bahwa Lion Air akan bernasib sama dengan Batavia Air yang berujung dengan kepailitan. Dampaknya yang besar kepada masyarakat membuat perlunya pengawasan terhadap kinerja maskapai tersebut.

Pemilik Lion Air, Rusdi Kirana dalam melakukan pembelian pesawat dan peminjaman dana hanya mengandalkan kepercayaan berupa prospek yang ada di Indonesia. Oleh karena itu sangat diperlukan kinerja yang baik di dalam pengoperasian usaha Lion Air itu sendiri. Hal ini tercermin dari visi Lion Air yang berambisi menjadi maskapai terbesar yang ada di tanah air, namun untuk mencapai targetnya tersebut Lion Air haruslah bekerja lebih keras. Karena pada kenyataannya, saat ini Lion Air merupakan maskapai penerbangan yang kurang mendapat kepercayaan dari penumpang. Hal ini disebabkan karena banyak sekali kasus keterlambatan penerbangan yang membuat ricuh di bandara, selain itu banyak pula kasus pesawat Lion Air yang jatuh sehingga penumpang pada saat ini kurang percaya untuk naik maskapai tersebut.

Dilihat dari keadaan operasional perusahaan terdapat indikasi bahwa kinerja maskapai tersebut kurang baik. Lemahnya control terhadap kualitas jasa penerbangan Lion Air dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat yang berakibat pada kemungkinan terjadinya penurunan pendapatan Lion Air. Yang dimana ini dapat berakibat buruk bagi perusahaan. Kinerja keuangan yang dimiliki Lion Air sampai saat ini tidak dapat dinilai, karena sampai saat ini Lion Air belum melaporkan laporan keuangannya kepada kemenhub yang sudah beberapa kali melewati deadline. Keuangan Lion Air yang tidak transparan menambah kekhawatiran akan kemampuan maskapai tersebut dalam menjalankan usahanya.

Pandangan masyarakat yang buruk terhadap maskapai tersebut perlu ditindaklanjuti demi keberlangsungan hidup maskapai ini. Diperlukan adanya audit operasional untuk menyelidiki permasalahan sebenarnya yang dimiliki oleh Lion Air, dan mencari jalan keluarnya sehingga kualitas pelayanan Lion Air menjadi lebih baik seiring dengan membaiknya pandangan masyarakat terhadap maskapai tersebut. Laporan Keuangan yang transparan dan integritas juga diperlukan untuk menghindari adanya tindakan fraud yang dapat merugikan maskapai tersebut dan terlebih dapat menimbulkan kepailitan. Peran pemerintah sangat diperlukan, pemerintah diharapkan dapat menindak tegas apabila ada maskapai penerbangan yang tidak menepati peraturan yang diberikan, khususnya peraturan yang mengharuskan maskapai penerbangan melaporkan laporan keuangan yang telah diaudit kepada kemenhub. Karena apabila tidak ditanggapi dengan serius, apabila terjadi kejadian yang sama seperti kasus Batavia Air dapat berdampak buruk bagi perusahaan, yang dimana ujungnya masyarakat juga yang dirugikan.