kasus keterlambatan bicara.doc

44
Presentasi Kasus Pediatri Sosial SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 3 TAHUN 4 BULAN DENGAN SPEECH DELAYED DEVELOMPMENT, STATUS GIZI BAIK Oleh : Gunung Mahameru G99141077/F6-2014 Aga Suganda G99141078/F7-2014 Pembimbing : Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes

Upload: gunung-mahameru

Post on 19-Dec-2015

95 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Terlambat wicara

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus Pediatri Sosial

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 3 TAHUN 4 BULAN DENGAN

SPEECH DELAYED DEVELOMPMENT, STATUS GIZI BAIK

Oleh :

Gunung Mahameru G99141077/F6-2014

Aga Suganda G99141078/F7-2014

Pembimbing :

Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2014

BAB I

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. BA

Umur : 3 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Nama Ayah : Bp. M

Pekerjaan Ayah : Swasta

Nama Ibu : Ny. S

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sukoharjo

Tanggal Pemeriksaan : 13 Agustus 2014

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita pada tanggal 13 Agustus 2014,

pukul 10.00 di Poli Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi.

A. Keluhan Utama

Belum bisa berbicara seperti anak seusianya.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara lancar

seperti anak seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa

mengatakan emoh, papa/mama spesifik, menyebut 3 kata seperti : mau

minum susu, dan menyebut bagian badannya. Sedangkan menurut ibu

pasien teman seusianya sudah bisa berbicara banyak kata maupun

kombinasi kata-kata. Ibu pasien merasa anak tersebut selama ini selalu

sehat, tidak pernah sakit. Juga suka bermain dengan teman – temannya,

aktif bergerak. Tetapi hanya bicara nya yang agak tertinggal. Di

keluargapun tidak terdapat yang mengalami keluhan serupa. Pasien sudah

2

dapat makan minum sendiri (+) dan baru belajar memakai pakaian sendiri.

BAB dan BAK tidak ada kelainan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat makan/ minum makanan/ minuman yang tidak biasa :

disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat kejang sebelumnya : disangkal

Riwayat sakit kuning : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

Riwayat gangguan serupa di keluarga : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Faringitis :(+)

Bronkitis : disangkal

Pneumonia : disangkal

Morbili : disangkal

Pertusis : disangkal

Meningitis : disangkal

Malaria : disangkal

Polio : disangkal

Demam typoid : disangkal

Disentri : disangkal

Reaksi obat : disangkal

F. Riwayat Imunisasi

Jenis I II III IV

BCG 0 bulan - - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 4 bulan -

Campak 9 bulan - - -

Kesimpulan : imunisasi sesuai jadwal IDAI

3

G. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah : baik

Ibu : baik

Saudara kandung : baik

H. Riwayat Makan dan Minum Anak

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Frekuensi pemberian ±

8x/ hari, lama menyusui + 10 menit, bergantian antara payudara kanan

dan kiri, setelah menyusu anak tidak menangis.

Susu formula diberikan sejak usia 6 bulan sampai dengan usia 2 tahun,

frekuensi pemberian 4-6x/ hari, setiap pemberian ± 80-120 cc, cara

pembuatan 2-4 sendok takar dalam 80-120 cc air matang.

Bubur saring diberikan sejak usia 1 tahun, 3x/ hari

Buah-buahan mulai diberikan sejak usia 1 tahun, macamnya pisang,

jeruk, pepaya; frekuensi pemberian 1-2x/ hari.

I. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di : bidan

Frekuensi : Trimester I : 1x/ bulan

Trimester II : 1x/ bulan

Trimester III : 2x/ bulan

Keluhan selama kehamilan : Disangkal

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin, tablet penambah

darah.

J. Riwayat kelahiran

Lahir sectio secarea di rumah sakit dengan usia kehamilan 36 minggu,

berat badan lahir 2900 gram, panjang badan 50 cm, menangis kencang

setelah lahir.

K. Pemeriksaan Postnatal

Pemeriksaan di rumah sakit, frekuensi 3 bulan 3 kali.

4

L. Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu penderita menggunakan pil KB

M. Pohon Keluarga

An. BA, 3 th 3 bln

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : CM, gizi kesan baik

Berat badan : 14 kg

Tinggi badan : 97,5 cm

B. Tanda vital

Nadi : 112 x/menit, regular, teraba kuat

Laju Pernapasan : 24 x/menit, reguler

Suhu : 36,7 0C

C. Kulit : warna sawo matang, lembab, pucat (-), ikterik (-)

D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut

E. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air

mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3

mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-)

F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

G. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+)

H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)

I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),

tonsil T1 – T1

J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

5

K. Thorax

Bentuk : normochest

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Batas paru hepar : SIC VI dextra

Batas paru lambung : SIC VII Sinistra

Redup relatif : batas paru hepar

Redup absolut : hepar

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-),

RBH (-/-), wheezing (-/-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

turgor kulit baik

M. Urogenital : dalam batas normal

N. Gluteus : Baggy pants (-)

6

O. Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

- - - -

- - - -

Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik

- - Arteri dorsalis pedis teraba kuat

- -

P. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)

Q. Status Neurologis

Koordinasi : baik

Sensorik : baik

Motorik : kekuatan +5 +5 tonus N N

+5 +5 N N

IV. STATUS GIZI

1. Secara klinis

Nafsu makan : baik

Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)

Ekstremitas : pitting oedem (-)

Status gizi secara klinis : gizi kesan baik

2. Secara Antropometri

BB = 14 x 100 % = 93.3 % (WHO 2006) -2 SD < Z score < 0 SD

U 15

TB = 97.5 x 100 % = 99.5 % (WHO 2006) -2 SD < Z score < 0 SD

U 98

7

BB = 14 x 100 % = 96.5% (WHO 2006) -1 SD < Z score < 0 SD

TB 14,5

Status gizi secara antropometri : gizi baik

V. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST

Ditemukan keterlambatan pada aspek bahasa. Anak tersangka speech

delayed development.

VI. RESUME

Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara lancar seperti anak

seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan emoh,

papa/mama spesifik, menyebut 3 kata seperti : mau minum susu, dan

menyebut bagian badannya. Sedangkan menurut ibu pasien teman seusianya

sudah bisa berbicara banyak kata. Ibu pasien merasa anak tersebut selama ini

selalu sehat, tidak pernah sakit. Juga suka bermain dengan teman – temannya,

aktif bergerak. Tetapi hanya bicara nya yang agak tertinggal. Di keluargapun

tidak terdapat yang mengalami keluhan serupa. Pasien sudah dapat makan

minum sendiri (+) dan baru belajar memakai pakaian sendiri. BAB dan BAK

tidak ada kelainan.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital nadi: 112 x/menit,

regular, teraba kuat, laju pernapasan: 24 x/menit, reguler dan suhu: 36,7 0C.

Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan kepala sampai ekstremitas

maupun status neurologis. Dari pemeriksaan status gizi, didapatkan BB 14 kg

dan TB 97,5 cm. Status gizi secara klinis dan dari perhitungan antropometri

kesan gizi baik.

VII. DAFTAR MASALAH

Kemampuan bahasa setara dengan usia 20 bulan.

8

VIII. DIAGNOSA BANDING

Speech delayed development

Stimulisasi kurang

IX. DIAGNOSIS KERJA

Speech delayed development

Gizi baik

X. PENATALAKSANAAN

a. Tes BERA konsul THT

b. Konsul RM untuk terapi wicara

c. Edukasi:

Motivasi keluarga mengenai kondisi pasien

Konseling

XI. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam  struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan

tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.1

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan

perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.  Keterlambatan

bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang

tua kepada dokter.2 Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat

pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan

bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi

berkembang sesuai tingkat usia anak, demikian juga pemerolehan bahasa

bertambah melalui proses perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra

sekolah dan usia sekolah di mana bahasa berperan sangat penting dalam

pencapaian akademik anak.2,3

Perkembangan bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan

berkembang sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini,

dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia

sekolah.4 Anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa beresiko

mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan

menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini

dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya orang dewasa dengan

pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa,

akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psikososial.5

Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan

bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk

10

mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini

keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang

terpenting untuk menilai tingkat perkembangan bahasa anak, sehingga dapat

meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak tersebut saat memasuki

usia sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa

dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan,

termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses belajar di

sekolah.6 Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa keterlambatan

perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca di kemudian

hari.7

Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan 5% dari populasi

normal dan 70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss et al. 1987).

Gangguan perkembangan bicara sangat bervariasi dan masih banyak timbul

kontroversi khususnya mengenai penentuan klasifikasi sesuai dengan etiologi

atau manifestasi klinisnya. Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi

adalah mengenai faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan bicara dan

bahasa. Faktor resiko yang paling sering dilaporkan adalah riwayat keluarga

yang positif, gangguan pendengaran, pre dan perinatal problem meliputi

kelahiran preterm dan berat badan lahir rendah serta faktor psikososial.  

  Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini

meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan (Brooks-

Gunn, 1990). Mengenali berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan

disabilitas perkembangan menjadi perhatian utama, terutama faktor-faktor

yang diyakini dipengaruhi oleh kondisi biologis dan lingkungan pada fase

awal dari suatu proses perkembangan. Faktor biologis yang beresiko negatif

pada perkembangan adalah prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi

perinatal. Sedangkan faktor resiko dari lingkungan meliputi status

sosioekonomi yang rendah, hubungan tetangga yang buruk, psikopatologi

orang tua. Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak merupakan faktor

penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk program

remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari faktor

resiko tersebut. Peran utama penelitian tersebut adalah melakukan intervensi

11

dini dan pendidikan khusus yang memperlihatkan bagaimana pendekatan

suatu epidemiologi perkembangan sehingga dapat memberikan informasi bagi

upaya pencegahan.

Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah

fisik adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang

tua, perawat anak sehari-hari, atau dokter anak sering kali gagal menemukan

indikator awal dari disabilitas.  Beberapa anak tidak memperoleh penanganan

dengan baik sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak

dapat ditangani atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain.

Epidemiologi perkembangan adalah suatu metodologi pendekatan yang

bisa sangat membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko dini untuk

masalah-masalah anak, seperti menentukan angka prevalensi dari masalah

kesehatan di masyarakat. Beberapa penelitian menggunakan epidemiologi

perkembangan untuk mengenali anak pada saat lahir, siapa yang paling

beresiko nantinya mengalami gangguan perkembangan. Berbagai penelitian

tersebut memperkenalkan faktor-faktor spesifik yang dapat meningkatkan

resiko seorang anak mengalami gangguan perkembangan, tetapi penelitian

tersebut tidak meneliti outcome pada anak-anak prasekolah atau tidak

menggunakan skore penilaian bahasa yang standart untuk mengidentifikasi

anak-anak yang beresiko.

II. Bicara dan Bahasa pada Anak

Komunikasi adalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk

berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa. Komunikasi

tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan,

bacaan dan tanda atau simbol.5Berbahasa itu sendiri merupakan proses yang

kompleks dan tidak terjadi begitu saja. Setiap individu berkomunikasi lewat

bahasa memerlukan suatu proses yang berkembang dalam tahap-tahap

usianya. Bagaimana bahasa bisa digunakan untuk berkomunikasi selalu

menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan

banyak teori tentang pemerolehan bahasa.1,12

12

Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak

dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan

untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui

bicara yang mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa  dapat juga

diekspresikan melalui  tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat

mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau

pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk

menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang

mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural

(ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna

yang berbeda beda.1

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan

perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara

adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua

kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat.

Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa

berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.12

Penyebab keterlambatan bicara sangat  banyak dan luas, gangguan tersebut

ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga

yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan

penyebab yang sering  dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara

golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi

bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan

membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional

maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang

ringan.

Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik

kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Bila keterlambatan bicara

tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi

pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh

semua individu yang terlibat dalam penanganan anak. Kegiatan deteksi dini

13

ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak

kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.1

 

III.Definisi

Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah. Awalnya

pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan

sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam

komunikasi.12

American Speech-Language Hearing Association Committee on Language

mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang konvensional yang

kompleks dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan

berkomunikasi.13

Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang

mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan

menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu

cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa

yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan

untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda)

atau auditorik.14,16

Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia dapat

mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata

dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan

sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-

kata tersebut dengan benar untuk menyatakan keinginannya.17  

IV. Epidemiologi

Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah.

Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan

keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-

16 tahun. 1,21

Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara

dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan

14

bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5

tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan

bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita.

Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum

pernah diteliti secara luas.1,24 Kendalanya dalam menentukan kriteria

keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi

Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat

10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.25  Penelitian

Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan

prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia

bawah tiga tahun.26

V. Neurolinguistik         

Sistem Saraf Pusat

Pada sebagian besar manusia area bahasa terletak pada hemisfer serebri

kiri. Terdapat empat area bahasa secara konvensional yaitu dua area bahasa

reseptif dan dua lainnya adalah eksekutif yang menghasilkan bahasa. Dua area

reseptif berhubungan erat dengan zona bahasa sentral. Area reseptif berfungsi

mengatur persepsi bahasa  yang diucapkan, yaitu area 22 posterior yang

disebut area Wernicke dan girus Heschls (area 41 dan 42). Area yang

mengatur persepsi bahasa tulisan menempati girus angulus (area 39) pada

lobus parietal inferior anterior terhadap area reseptif visual. Girus supra

marginal yang terletak di antara pusat bahasa auditori dan visual dan area

temporal inferior yang terletak di anterior korteks asosiasi visual kemungkinan

adalah bagian dari zona bahasa sentral juga. Area-area ini terletak pada pusat

integrasi untuk fungsi bahasa visual dan auditori.27

Area Broadman 44 dan 45 disebut area Broca dan merupakan bagian

eksekutif utama yang bertanggung jawab terhadap aspek motorik bicara.

Secara visual kata-kata yang diterima diekspresikan dalam bentuk tulisan 

melalui area tulisan Exner.27 Area sensori dan motori terhubungkan satu

dengan yang lain melalui fasikulus arkuatum yang melewati ismus lobus

15

temporal kemudian memutari ujung posterior fisura silvii, sambungan lainnya

melalui kapsula eksterna nukleus lentikular.27         

Area penerimaan visual dan somatosensori terintegrasi pada lobus parietal,

sedangkan penerimaan auditori terletak di lobus temporal. Serat pendek,

menghubungkan area Broca dengan korteks rolandi bawah yang menginervasi

organ bicara, otot bibir, lidah, farings dan larings. Area menulis Exner juga

terintegrasi dengan organ motor untuk otot tangan. Area bahasa perisylvian

juga terhubungkan dengan striata dan thalamus dan area korespondensi pada

hemisfer non dominan melalui korpus kalosum dan komisura anterior.27

Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan

formulasi.Fungsi pengaturan bertanggung-jawab untuk tingkat energi dan

tonus korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks,

mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang

lebih tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti

rangsangan optik, akustik dan olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan

dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan. Proses

formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi

intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk

pengaturan atensi dan konsentrasi.27

VI. Proses Fisiologi Bicara 

Bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral

(mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular

untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan

beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus

pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang

otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.29

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris.

Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi

untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu

mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang

bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.27,29

16

Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat

pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa

reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-

leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang

berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman  adalah pusat

persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala

sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah

pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain

melalui serabut asosiasi.27

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan

masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada

membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil

dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam

terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat

gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII

ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian

jawaban diformulasikan dan disalurkan  dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke

area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses

bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran

udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan

palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem

saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.27,29

Proses reseptif – Proses dekode    

Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang

otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan

rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh

talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus

Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari

sisi telinga yang berlawanan.27,29

Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang

masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus

temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa

17

intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan.

Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus

angular dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual,

auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan

dekode fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan

dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan

pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.27

Proses ekspresif – Proses encode

Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk

pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui

fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi

pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan

otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif

pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan

enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir

pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat

pembicara.27, 29

Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu

pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini

terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar.27,29-31 Proses decode-

encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses

perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan

ekspresif harus berkembang dengan baik.29-31

Perkembangan Bahasa pada Anak Usia di bawah 3 tahun 

Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak.

Secara keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat

dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau

pembentukan selubung sistem saraf.  Proses mielinisasi ini dikontrol oleh

hormon seksual, khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses

perkembangan bahasa lebih cepat pada anak perempuan.30-32 

Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih

aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor

18

volusional. Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak

menjadi lebih fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama

separuh periode tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih

aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan untuk mengingat

stimulasi dan hubungan awal antara kata dan keseluruhan. Pengalaman dan

interaksi bayi akan membantu anak  mengatur kerangka kerja otak.32  

Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya

maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama

masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori

bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga

tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa

maturasi visual terjadi relatif lebih awal dibandingkan auditori. Traktus

asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa belum sepenuhnya matur sampai

periode akhir usia pra sekolah.2 Pada neonatus, vokalisasi dikontrol oleh

batang otak dan pons. Reduplikasi babbling menandakan maturasi bagian

wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik

seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area motor

korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi

keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara.31,32  Pengaruh hormon estrogen

pada maturasi otak akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan

bicara pada anak perempuan.32 

Lundsteen membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap 32 :

1. Tahap pralinguistik

- 0-3 bulan, bunyinya di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorok.

- 3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya

ma, da, ba.

2. Tahap protolinguitik

-    12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat

tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat

mencapai 200-300).

3. Tahap linguistik

19

-    2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan

perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah. 

Perkembangan Bahasa Ekspresif dan Reseptif

Myklebust membagi tahap perkembangan bahasa berdasarkan komponen

ekspresif dan reseptif sebagai berikut 32:

1. Lahir – 9 bulan: anak mulai mendengar dan mengerti, kemudian

berkembanglah pengertian konseptual yang sebagian besar nonverbal.

2. Sampai 12 bulan: anak berbahasa reseptif auditorik, belajar mengerti

apa yang dikatakan, pada umur 9 bulan belajar meniru kata-kata

spesifik misalnya dada, muh, kemudian menjadi mama, papa.

3. Sampai 7 tahun: anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi

auditorik kata-kata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi

perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000

buah.

4. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa reseptif visual

(membaca). Pada saat masuk sekolah ia belajar membandingkan

bentuk tulisan dan bunyi perkataan.

5. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa ekspresif visual

(mengeja dan menulis).

VII. Faktor Risiko Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa

Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua

gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot

atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau

keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara,

retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif,

keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi

lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik

pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat

disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh

seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.1, 2, 18, 22, 23

20

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya

gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri.

Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus

kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain  dapat

juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang

mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila

penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak

terlalu berat.22, 23

Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah

retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi.

Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara

fungsional.22

Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering 

dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga

diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa.

Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas

(kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi

kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-

laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya

hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik.

Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki

usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan

keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal

seperti anak lainnya.23

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan

pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya

mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas

lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan

pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.18, 22, 23

 

21

VIII. Diagnosis Gangguan Bicara Pada Anak

Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam

diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal.

Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara

dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan

dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta

gangguan emosional dan perilaku. Untuk menegakkan diagnosa harus

dilakukan pengujian terhadap intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola

bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai situasi dan selama interaksi

dengan anak-anak lain membantu memastikan keparahan bidang spesifik anak

yang terganggu juga membantu dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan

emosional.1, 40, 41

IX. Anamnesis

Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan 

bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain: 42

Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya

dengan respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh

Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif),

misalnya diajak berbicara.

 Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”.

Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi

memalingkan atau mencari arah suara.

Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum.

Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “amb

il koran”.

Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti

mata, hidung, kuping dan sebagainya.

22

American Psychiatric association’s Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder(DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.43

1. Gangguan bahasa ekspresif

2. Gangguan bahasa reseptifekspresif

3. Gangguan phonological

4. Gagap

X. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari

gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali,

anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies

Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah

palatum dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh

anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku

kata pa, ta, pata, pataka. 36

XI. Pemeriksaan Penunjang

BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)

Merupakan cara pengukuranevoked potensial (aktivitas listrik yang

dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak)

sebagai respon terhadap stimulus auditorik.

Pemeriksaan audiometrik

Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil

dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu.

Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik: 19, 20

a)  Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang

dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. 19

b)   Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang

dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan

suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat

dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif. 19, 44

23

c)  Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun

dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word

LBT (PB List).  Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai

kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari dan untuk menilai

pemberian alat bantu dengar (hearing aid). 19, 44

d)  Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.9

CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga

didapatkan gambaran area otak yanga abnormal.

Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani

dan system osikuler. 19

Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal

yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal,

IQ performance, IQ gabungan: 43

1. Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan

gambar.

2. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok.

 

Tabel 3. Diagnosis Banding Beberapa Penyebab Gangguan Perkembangan

Bahasa dan Bicara

Diagnosis Bahasa reseptif

Bahasa ekspresif

Kemampuanpemecahan masalahvisuo-motor

Pola perkembangan

KeterlambatanFungsional

Normal Kurang normal

Normal Hanya ekspresif yang terganggu

Gangguan Pendengaran

Kurang normal

Kurang normal

Normal Disosiasi

Redartasi mental Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal Keterlambatan global

Gangguankomunikasi sentral

Kurang normal

Kurang normal

Normal Disosiasi, deviansi

Kesulitan belajar

normal,kurang normal

Normal normal,kurang normal

Disosiasi

24

Autis Kurang normal

normal,kurang normal

Tampaknya normal,normal, selalu lebihbaik dari bahasa

Deviansi, disosiasi

Mutisme elektif Normal Normal normal,kurang normal

 

XII.Penatalaksanaan

Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak,

sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara

dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini

menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi

perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada

dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter

lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan

preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak

dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah1,

6, 25

 Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak

disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat

melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus

yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis

gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini

membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang

memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus.

Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid

selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. 1, 6

Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan

bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya

dievaluasi oleh ahli terapi wicara. 15

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam:Narendra M

B, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, 

2. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; Edisi 

I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002; 91

3. Busari JO, Weggelaar NM. How to investigate and manage the child who is 

slow to speak. BMJ 2004; 328:272 276

4. Parker S, Zuckerman B, Augustyn M. Developmental and behavioral 

Pediatrics (2nd ed): Language Delays. Philadelphia : Lippincott Williams & 

Wilkins, 2005

5. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New

York:Allyn and Bacon; 2001.

6. Smith C, Hill J, Language Development and Disorders of Communication and

Oral Motor Function. In : Molnar GE, Alexander MA,editors. Pediatric

Rehabilitation. Philadelphia: Hanley and Belfus;1999.p. 57-79.

7. Rydz D, Srour M, Oskoui M, Marget N, Shiller M, Majnemer A, et.al.

Screening for developmental delay in the setting of a community pediatr

clinic: A Prospective assessment of parent-Report questionnaires. Pediatrics

2006;118;e1178-e1186.

8. Silva PA, Williams SM, McGee R. A longitudinal study of children with

developmental language delay at age three; later intelligence , reading and

behavior problems. Dev Med Child Neurol 1987;29;630-640.

9. Chris V, Suzanne H, Erik JA, Scherder, Ben M, Esther H. Motor Profile of

Children With Development Speech and Language Disoreders. Pediatris, v0l

120 no 1 July, pp.e158-e163.

10. K. Alcock. Oral movements and language. Down Syndrome Research and

Practice 11(1), 1-8. © 2006 The Down Syndrome Educational Trust. All

Rights Reserved. ISSN: 0968-7912. Diunduh dari http://information.

downsed. Org/ dsrp/11/01

26

11. Moore CA, Ruark JL. (1996). Does speech emerge from earlier appearing oral

motor behaviors? Journal of Speech and Hearing Research 1996;39(5), 1034-

1047.

12. Dworkin JP, Culatta RA . Oral structural and neuromuscular characteristics in

children with normal and disordered articulation. Journal of Speech and

HearingmDisorders 1985;50(2), 150-156.

13. Chaer A, Psiokolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Abdi. 2003

14. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New

York:Allyn and Bacon; 2001.

15. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi kedua.

Jakarta: Modern English Press;1995.

16. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi

ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005.

17. Oxford Learner’s Dictionary, New Ediition. Oxford University Press. 2003

18. Coplan, James. Normal speech and language development : Pediatric In Revie

w1995; 9199

19. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael 

S,  Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu 

kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669

20. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan 

bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 

1997 ; 397410.

21. Kaplan,   Harold   I.   Gangguan   komunikasi.   Dalam   :   I   Made   Wiguna,

editor. Sinopsis  psikiatri  :  Bina  Rupa  Aksara, 1997 ; 76682

22. British medical journal. Language disorders: a 10 year  research  update 

review.  Bmj ; 2000.

23. Council on Children with Disabilities, Section on Developmental Behavioral

Pediatrics, Bright Futures Steering committee and Medical Home Initiatives

for Children with special needs Project Advisory Committee.  Identifying

infants and young children with  developmental disorders in the Medical

Home: An algorithm for developmental surveillance and screening. Pediatrics

2006;118;405-420.

27

24. Law J, Bowle J, Harris F, Harkness A, Nye C., Screening for speech and

language delay; a systematic review of literature, In: Health Technology

Assessment 1998 Vol2(9).

25. Sidiarto L. Berbagai gangguan berbahasa pada anak. Proceedings of

Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keempat. Jakarta: Penerbit

Kanisius; 1991.

26. Departemen Rehabilitasi Medik. Buku laporan pasien rawat jalan. Jakarta.

2006

27. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaring Keterlambatan Perkembangan Bahasa

pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan

Paseban Jakarta Pusat. Jakarta. FKUI. 1998

28. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victor’s, seventh

edition. McGraw-Hill.2001.

29. Lundsteen SW, Tarrow NB. Guiding young children’s learning. New York;

Mc Graw Hill; 1981.

30. Rahyono FX. Dalam : Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.

Editor : Kurhayanti.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2007,hal

32-37.

31. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. 

Language development and disorders; Clinics in developmental medicine.

1968.

32. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar 

fisiologi  kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919

33. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. 

Language development and disorders; Clinics in developmental medicine.

1968.

34. Heidi M. Feildman Evaluation and management of speech and language 

disorder  in preschool children. Pediatrics in Review 2005 ; 26 (4) 131142. 

35. Maturana HR, Biology of Language: The Epistemology of Reality. IN:

Psychology and Biology of Language and Thought. New York :Academic

Press; 1978.p.27-63.

28

36. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang 

anak. Jakarta EGC, 1995 ; 23740

37. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed.

Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby,

1997:845-9.

29