kasus general anestesi

20
LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI SEORANG PEREMPUAN 52 TAHUN DENGAN TUMOR MAMMAE DEXTRA CURIGA GANAS T 2 N O M O DENGAN GENERAL ANESTESI Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Desy Ayu Permitasari 22010112210002 Pembimbing : dr. Ratno Samodro KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Upload: desy-ayu-permitasari

Post on 28-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus General Anestesi

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

SEORANG PEREMPUAN 52 TAHUN DENGAN TUMOR MAMMAE

DEXTRA CURIGA GANAS T2NOMO DENGAN GENERAL ANESTESI

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Desy Ayu Permitasari

22010112210002

Pembimbing :

dr. Ratno Samodro

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: Kasus General Anestesi

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. AS

Umur : 52 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Ruang : A2

No. CM : C384976

Tgl Masuk RS : 4 Maret 2013

Tgl Operasi : 3 April 2013

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama:

Rencana operasi payudara tanggal 3 April 2013

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

± 7 bulan sebelum masuk rumah sakit teraba benjolan pada payudara kanan

sebelah tengah sebesar kelereng. Benjolan semakin lama semakin membesar.

Tidak ada nyeri pada tempat benjolan, tidak ada riwayat keluar cairan/darah

dari puting, puting tidak tertarik masuk ke dalam payudara, warna kulit dan

puting tidak berubah, tidak bau, tidak gatal, tidak ada luka terbuka, tidak ada

benjolan di ketiak atau leher. Saat ini benjolan sebesar telur puyuh kemudian

pasien memeriksakan diri ke RSDK.

Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:

Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat kencing manis : tidak ada

Riwayat peyakit jantung : tidak ada

Riwayat darah tinggi : tidak ada

Riwayat operasi sebelumnya : operasi biopsi payudara kiri (2012)

Batuk, pilek, nyeri dada : tidak ada

2

Page 3: Kasus General Anestesi

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

TV :T : afebris TD: 130/80 mmHg

N : 80x/menit RR : 20x/menit

BB : 43 kg

ASA : II

Kepala : mesosefal

Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : discharge (-/-)

Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX

Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis di SIC V, 2 cm medial LMCS

Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris, statis, dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Ekstremitas : Akral dingin -/- -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

IV. STATUS LOKALIS

Abdomen : Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

3

Page 4: Kasus General Anestesi

Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

Regio Mamma Dextra

Inspeksi: tampak benjolan di medioinferior, jumlah 1 buah, warna sama dengan

kulit sekitar, ulkus (-), keluar darah dan cairan dari puting (-)

Palpasi: teraba satu benjolan, dengan ukuran ± 1x 1.5x 1 cm, suhu sama

dengan suhu sekitar, konsistensi padat keras, permukaan tidak berbenjol,

tegas, dapat digerakkan dari dinding dada, nyeri tekan (-). Tidak ada

pembesaran kelenjar limfe axilla

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin ( Tanggal 2 April 2013)

Hb : 11.38 gr%

Ht : 35.3 %

Eritrosit : 4.13 juta /mmk

Leukosit : 6.14 ribu /mmk

Trombosit : 287.900 / mmk

PPT : 12,8 detik

PTT : 31.2 detik

Elektrolit

Na : 140 mmol/L

K : 4,1 mmol/L

Cl : 103 mmol/L

Kimia Klinik

GDS : 119 mg/dL

Ureum : 26 mg/dL

Kreatinin : 0.80 mg/dL

Albumin : 3.7 mg/dl

USG ABDOMEN : (7 MARET 2013)

4

Page 5: Kasus General Anestesi

Tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limfadenopati paraaorta yang

mencurigakan metastase

Tak tampak kelainan pada organ-organ lain intraabdomen secara sonografi

X Foto Mammografi Dextra et Sinistra : (7 Maret 2013)

Massa densitas sedang, bentuk relatif bulat, tepi sebagian regular batas relatif

tegas dengan sebagian hallo sign di sekitarnya pada regio medioinferior ukuran

sekitar 1.2X1.5 cm pada mammae dextra, suspek benigna (birads 3)

Massa high density, bentuk lobulated, tepi irreguler pada regio retropapilla

diserta mikrokalsifikasi duffuse di dalamnya, yang menyebabkan distorsi

arsitektural dan asimetri density pada mammae dextra, suspicious ( birads 4)

Massa densitas sedang bentuk lobulated sebagian tampak spiculated dengan tepi

irregular dan mikrokalsifikasi regional di dalamnya pada regio laterosuperior

yang menyebabkan distorsi arsitektural dan asimetri density pada mammae

sinistra, known biopsy proven malignancy (birads 4)

Dense breast dextra (Birads Density 4) dan sinistra (Birads density 3)

Tak tampak limfadenopati aksila dextra sinistra

X Foto Thorax PA : (7 Maret 2013)

Cor tak membesar

Tak tampak metastasis/ kelainan pada pulmo dan tulang yang terlihat

VI. DIAGNOSIS

a. Diagnosis preoperasi:

Tumor mammae dextra curiga ganas T2NOMO

b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:

Riwayat operasi (+),

VII. TINDAKAN OPERASI

Eksisi dan biopsi mammae dextra

VIII. TINDAKAN ANESTESI

5

Page 6: Kasus General Anestesi

Jenis anestesi : General Anestesi

Risiko anestesi : Besar

ASA : I

1. Premedikasi: Midazolam 2 mg, Ondansentron 4 mg

2. Anestesi:

Induksi melalui intravena menggunakan:

- Propofol 50 mg

- Fentanyl 50 mcg

Maintanance : O2, N2O, dan Enfluran ventilator

Mulai anestesi : 09.00 WIB

Selesai anestesi : 11.30 WIB

Lama anestesi : 150 menit

3. Terapi cairan

BB : 43 kg

EBV : 65 cc/kgBB x 43 kg = 2795 cc

Jumlah perdarahan : 100 cc

% perdarahan : 100/2795 x 100 % = 3.6 %

Kebutuhan cairan :

Maintenance = 2cc/kgBB x 43 kg = 86 cc/jam

Defisit puasa = 86 cc x 6 jam = 516 cc

Stress operasi = 6 cc x 43 kgBB = 258 cc/jam

Total kebutuhan cairan durante operasi

Jam I : M + DP + SO = 86 + 258 + 114 = 458 cc

Jam II : M + DP + SO = 86 + 129 + 114 = 329 cc

Jam III : M + DP + SO = 86 + 129 + 114 = 329 cc

Cairan yang diberikan : RL 1000 cc

Waktu Keterangan HR

(x/menit)

Tensi

(mmHg)

SpO2

08.45 Pre-oksigenasi 80 150/90 100

09.00 Anestesi mulai 80 150/90 100

6

Page 7: Kasus General Anestesi

09.15 Operasi mulai 80 140/90 100

11.15 Operasi selesai 70 130/80 100

11.30 Anestesi selesai 70 130/80 100

4. Pemakaian obat/bahan/alat :

I. Obat suntik:

Fentanyl I

Propofol I

Vecuronium I

Tramadol I

Ondansentron I

Ketorolac I

Meperidine HCl I

Midazolam I

II. Obat inhalasi : Enflurane 30 cc

N2O 1.5 L/menit, total = L

O2 anestesi 6 L/menit

O2 ventilator 1 L/menit, total = 1050 L

III. Cairan : Ringer Laktat II botol

IV. Alat/lain-lain : Spuit 2,5 cc II

Spuit 5 cc II

Spuit 10 cc I

Lead EKG III

5. Pemantauan di Recovery Room

a. Post operasi dirawat di RR diberi oksigen 3 L/menit nasal kanul

atau 6 L/menit masker

b. Bila Steward Score ≥ 5 tanpa nilai 0, pasien boleh pindah ruangan

c. Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+)

boleh makan dan minum bertahap

6. Perintah di ruangan :

a. Awasi TV selama 24 jam

b. Program cairan RL 15 tetes/menit

7

Page 8: Kasus General Anestesi

c. Program analgetik ketorolac 30 mg tiap 8 jam intra vena mulai

pukul 14.00, diberi perlahan, encerkan, maksimal 2 hari.

8

Page 9: Kasus General Anestesi

DASAR TEORI

I. General Anestesi

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral

disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel.

Anestesi Umum Anestesi Lokal

Hilangnya rasa sakit seluruh

tubuh

Hilangnya rasa sakit setempat

Syaraf pusat yang terpengaruh Syaraf perifer yang

terpengaruh

Kehilangan kesadaran Tidak kehilangan kesadaran

Di dalam praktek obat-obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalas

atau parenteral, ada pula yang dimasukkan melalui rectal tetapi jarang dilakukan.

Yang melalui inhalasi antara lain N2O, halothan, enflurane, ether, isoflurane,

sevoflurane, metoxiflurane, trilene. Yang melalui parenteral intravena antara lain

penthotal, ketamin,propofol, etomidat, dan golongan benzodoazepin. Yang melalui

intra muscular antara lain ketamin. Yang melalui rectal antara etomidat (dilakukan

untuk induksi anak).

Faktor yang mempengaruhi anestesi antara lain:

- Faktor respirasi (untuk obat inhalasi)

- Faktor sirkulasi

- Faktor jaringan

- Faktor obat anestesi

Apabila obat anestesi inhalasi dihirup bersama-sama udara inspirasi masuk

kedalam saluran pernapasan, di dalam alveoli paru akan berdifusi masuk ke dalam

sirkulasi darah. Demikian pula yang disuntikkan secara intra muscular, obat tersebut

akan diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam sirkulasi

darah obat tersebut akan menyebar ke dalam jaringan. Dengan sendirinya jaringan

yang kaya pembuluh darah seperti otak dan organ vital akan menerima obat lebih

9

Page 10: Kasus General Anestesi

banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau

jaringan lemak.

Di dalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme tergantung jenis

obatnya, ada yang terjadi di hepar, ginjal, atau jaringan lain.Ekskresi bisa melalui

hepar, ginjal, kullt, atau paru-paru. Ekskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil

metabolismenya, misalnya N2O diekskresi dalam bentuk asli lewat paru.

Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus agar tidak terlalu dalam

sehingga membahayakan jiwa penderita, namun cukup kuat untuk melakukan

operasi. Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel

membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernapasan, gerakan

bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan refleks pada penderita yang mendapat

anestesi ether.

1. Stadium I disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai sejak

diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi kecil

bisa dilakukan.

2. Stadium II disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi. Dimulai dari

hilangnya kesadaran sampai nafas teratur.

3. Stadium III disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai

paralise otot mata. Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :

Plana 1 : Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata.

Plana 2 : Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralise

otointerkostal.

Plana 3 : Dimulai dari paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot.

Plana 4 : Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma.

4. Stadium IV disebut juga stadium overdosis atau stadium paralisis. Dimulai dari

paralisis diafragma sampai apneu dan kematian.

Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga

penderita tidur. Untuk operasi yang singkat mungkin cukup dengan induksi saja,

tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan

memberikan obat terus menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance

10

Page 11: Kasus General Anestesi

atau pemeliharaan. Setelah tindakan selesai, pemberian obat anestesi dihentikan dan

fungsi tubuh penderita dipulihkan, periode ini disebut pemulihan atau recovery.

1. Induksi

Induksi dapat diberikan dengan cara:

- Inhalasi

Merupakan induksi lambat yang diberikan dengan menghirup campuran gas

anestesi dengan udara atau oksigen, menggunakan sungkup muka. Dibanding dengan

ether, induksi inhalasi lebih baik menggunakan halotan, enflurane, isoflurane, atau

sevoflurane karena induksi dengan obat ini cepap masuk ke dalam stadium III

sehingga tanda stadium II yang membahayakan penderita tidak terlihat. Umumnya

induksi inhalasi dikerjakan pada bayi dan anak.

- Intravena

Merupakan induksi cepat. Pada induksi intravena, tidak terjadi stadium II.

- Intramuskular

Diberikan dengan menyuntikkan obat anestesi ke dalam otot, dikerjakan pada

anak-anak.

- Rektal

Dikerjakan dengan memasukkan obat ke rektum.

Untuk menjaga agar penderita tidak jatuh ke dalam hipoksia, sebelum induksi

diberikan oksigenasi selama 5 menit (pre oksigenasi) yang bertujuan untuk

menyediakan cadangan oksigen selama induksi.

2. Pemeliharaan

Dalam periode ini diberikan obat anestesi dalam dosis tertentu, tergantung jenis

operasinya. Pada fase pemeliharaan dapat dipakai obat inhalasi atau intravena. Obat

intravena dapat diberikan secara intermiten atau continuous drip. Kadang dipakai

gabungan obat inhalasi dan intravena agar dosis masing-masing obat dapat

diperkecil.

Agar mencapai trias anestesi pada kedalaman yang ringan, penderita dibuat tidur

dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya

menggunakan muscle relaxant, tekhnik ini disebut balance anestesi. Pada balance

11

Page 12: Kasus General Anestesi

anestesi nafas penderita sepenuhnya tergantung dari pengendalian kita (respirasi

kendali.

Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa keuntungan, antara

lain :

- Dosis obatnya minimal, sehingga gangguan organ vital dan polusi kamar operasi

dapat dikurangi, selesai operasi penderita cepat bangun.

- Bisa melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam darah

sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak, atau menurunkan tekanan

darah pada operasi yang memerlukan teknik hipotensi kendali.

- Mempermudah tindakan operasi pada rongga dada (thoracotomy) tanpa

terganggu gerakan pernapasan, serta dapat mengembangkan dan mengempiskan

paru sesuai kehendak.

Berdasarkan respirasinya, anestesi umum dibedakan menjadi :

1. Respirasi spontan, yaitu penderita bernapas sendiri secara spontan.

2. Respirasi kendali/respirasi terkontrol/balance anestesia, yaitu pernapasan

penderita sepenuhnya terganggu bantuan kita.

3. Assisted respirasi, yaitu penderita bernapas spontan tetapi masih diberikan

sedikit bantuan.

Berdasarkan sistem aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi,

anestesi dibedakan menjadi 4 sistem yaitu :

- Open

Tidak ada hubungan fisik secara langsung antara jalan napas penderita dengan

alat anestesi, sebagai contoh adalah sistem open drop dan sistem insuflasi. Udara

ekspirasi bebas keluar menuju udara bebas. Kekurangannya adalah boros obat

anestesi, menimbulkan polusi obat anestesi di kamar operasi, meningkatkan

resiko kebakaran di kamar operasi, hilangnya kelembaban respirasi, kedalaman

anestesi tidak stabil, dan tidak dapat dilakukan respirasi kendali.

12

Page 13: Kasus General Anestesi

- Semi open

Alat anestesi dilengkapi reservoir bag dan klep 1 arah yang mengarahkan udara

ekspirasi keluar (non-rebreathung valve). Tingkat keborosan dan polusi kamar

operasi lebih rendah dibanding sistem open.

- Semi closed

Udara ekspirasi dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime untuk mengikat

CO2, kemudian udara digabungkan dengan campuran gas anestesi dan O2 dari

sumber gas untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan melalui

klep over flow. Pemakaian obat anestesi dan oksigen dapat dihemat dan kurang

menimbulkan polusi kamar operasi.

- Closed

Tidak ada udara yang keluar dari sistem anestesi menuju udara bebas.

Penambahan O2 dan gas anestesi harus diperhitungkan, jika kurang dapat

menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang adekuat, jika lebih bisa berakibat

tekanan makin tinggi sehingga menimbulkan pecahnya alveoli paru. Sistem ini

paling hemat obat anestesi dan tidak menimbulkan polusi.

Bila obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena maka disebut TIVA

(Total Intravenous Anesthesia). Bila induksi dan maintenance anestesi

menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile Inhalation and

Maintenance Anesthesia).

3. Pemulihan

Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri dengan

menghentikan pemberian obat anestesi dan bersamaan dengan itu aliran oksigen

dinaikkan (oksigenasi). Bagi penderita yang mendapatkan anestesi intravena, maka

kesadaran berangsur-angsur pulih dengan turunnya kadar obat anestesi akibat

metabolisme atau ekskresi setelah pemberiannya dihentikan.

Bagi penderita yang menggunakan pipa endotrakheal maka perlu dilakukan

ekstubasi. Ekstubasi pada keadaan setengah sadar membahayakan penderita karena

dapat terjadi spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskular, naiknya

tekanan intraokuli dan naiknya tekanan intrakranial. Ekstubasi pada waktu penderita

13

Page 14: Kasus General Anestesi

masih teranestesi dalam mempunyai risiko tidak terjaganya jalan napas dalam kurun

waktu antara tidak sadar sampai sadar.

Pada penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi dilakukan setelah

napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita dari pengaruh

muscle relaxant maka dilakukan reverse, yaitu memberikan obat anti kolinesterase.

Pada post operasi, penderita dirawat di Recovery Room dan dilakukan penilaian

menggunakan Aldrette Score (AS). Penderita dengan nilai AS 8 dapat dipindahkan

ke ruang perawatan.

Hal yang dinilai Nilai

1. Kesadaran

Sadar Penuh 2

Bangun bila dipanggil 1

Tidak ada respon 0

2. Respirasi

Dapas melakukan napas dalam, bebas dan dapat batuk 2

Sesak napas, napas dangkal atau ada hambatan 1

Apnoe 0

3. Sirkulasi : Perbedaan dengan tekanan darah pre anestesi

Perbedaan ± 20 2

Perbedaan ± 50 1

Perbedaan lebih dari 50 0

4. Aktivitas : dapat menggerakan ekstremitas atas perintah

4 ekstremitas 2

2 ekstremitas 1

Tidak dapat 0

5. Warna kulit

Normal 2

Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik 1

Cyanotik 0

14