kasus fox meyer
DESCRIPTION
Kegagalan Implementasi Sistem InformasiTRANSCRIPT
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Sistem informasi manajemen secara luas dapat diartikan sebagai sistem
berbasis komputer yang menyediakan alat bagi para manajer untuk mengorganisasi,
mengevaluasi, dan mengatur tiap-tiap bagian organisasi secara efisien. Sistem
tersebut dapat membantu para manajer untuk mengidentifikasi suatu masalah,
menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi kinerja.
Banyak manfaat yang didapat perusahaan setelah mengimplementasikan
sistem informasi. Pada tahun 2007, perusahaan-perusahaan di Amerika menghabiskan
hampir $ 1 triliun untuk diinvestasikan pada hardware sistem informasi. Ditambah
lagi perusahaan-preusahaan tersebut mengeluarkan $ 250 miliar untuk jasa konsultasi
bisnis dan manajemen dalam mendesain ulang perusahaan agar dapat mengambil
manfaat melalui teknologi baru yang terus bermunculan.
Walaupun perusahaan mendapat keuntungan melalui implementasi sistem
informasi, tidak jarang sistem informasi juga mendatangkan kerugian. Pada tahun
2005, hanya 35% dari proyek sistem informasi yang dapat dinilai sukses dalam
mencapai tujuannya, sedangkan 65% sisanya mengalami kegagalan baik secara
parsial ataupun total. Salah satu contoh kegagalan sistem informasi yang terjadi pada
perusahaan FoxMeyer yang mengakibatkan perusahaan tersebut bangkrut pada tahun
1996.
Tujuan
- Mengetahu penyebab kegagalan sistem ERP pada FoxMeyer
Bab II ISI
FoxMeyer adalah perusahaan penjualan obat terbesar kelima di Amerika
Serikat pada 1995 dengan penjualan tahunan sekitar $ 5 miliar dan pengiriman harian
melebihi 500.000 item. Di Ameika Serikat, FoxMeyer memiliki 25 lokasi pusat
distribusi. Kegiatan distribusi dilakukan melalui FoxMeyer Corp dan Ben Franklin
Retail Store, Inc.
Industri farmasi di Amerika Serikat merupakan salah satu segmen
perekonomian yang paling penting dan dinamis. Dengan terus berkembangnya ilmu
medis, obat-obatan telah menjadi elemen esensial dari sistem kesehatan modern.
Dalam dua puluh tahun terakhir industri ini mengalami perkembangan terus menerus
yang diikuti dengan merger dan akuisisi. Perkembangan tersebut juga diikuti dengan
peningkatan persaingan, memaksa perusahaan untuk menurunkan harga dan margin
profit agar dapat bersaing.
Agar dapat bertahan di dalam persaingan yang ketat, FoxMeyer membutuhkan
solusi yang dapat membantunya untuk membuat keputusan di dalam rantai suppply
yang kompleks dan biaya yang semakin meningkat. Berdasarkan analisis rantai
supply, manajemen memutuskan bahwa ERP (Enterprise Resource Planning) akan
menawarkan solusi yang tepat untuk FoxMeyer. ERP diharapkan dapat
mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan, membangun tingkatan
persediaan yang tepat, dan menyediakan costumer service yang responsif. Idealnya,
dengan menggunakan ERP, perusahaan dapat mengatur aktivitas pemesanan,
persediaan, dan penjualan dalam satu sistem yang dapat melakukan operasi dan
distribusi obat-obatan secara cepat dan efisien. Pada tahun 1992, FoxMeyer
memutuskan untuk menggunakan jasa perusahaan konsultasi Arthur Andersen untuk
mengimplementasikan SAP (systemanalyse and programmentwicklung) (R/3), sebuah
software ERP. FoxMeyer memilih konsultan nomor satu dan software yang telah
banyak digunakan untuk menjamin keberhasilan implementasinya.
SAP merupakan vendor software ERP terbesar pada saat itu. Software R/3
meliputi 70 modul akuntansi yang terintegrasi. Software tersebut dibuat berdasarkan
sudut pandang perusahaan. Melalui kerja sama dengan ahli bisnis dan ahli IT, SAP
secara bertahap mengembangkan pemahaman yang unik terhadap tantangan yang
dihadapi pengguna dan menyediakan solusi bagi pelanggannya. Software tersebut
membantu perusahaan untuk menghubungkan setiap prosesnya, sehingga seluruh
operasi dapat berjalan dengan mulus.
Pada tahun 1993, FoxMeyer menandatangani kontrak dengan SAP, Andersen
Consulting, dan Arthur Andersen & Co, perusahaan induk dari Andersen Consulting,
untuk mengimplementasikan software R/3. Biaya implementasi SAP yang
dianggarkan pada 1994 sebesar $ 65 juta yang terdiri dari.
a. $ 4.8 juta sistem komputer client/server dari Hewlett Packard
b. $ 4 juta untuk software SAP
c. Beberapa juta dolar untuk biaya konsultasi
d. Dan $ 18 juta untuk gudang terkomputerisasi seluas 103.630 m2.
Sistem ERP ini diproyeksikan dapat menghemat $ 40 juta per tahunnya.
Tahun 1994, FoxMeyer menandatangani kontrak kembali yang mengharuskannya
menambah 6 gudang. SAP dan Andersen menjadwalkan implementasi di gudang-
gudang tersebut pada Januari dan Februari 1995, dan kemudian berencana untuk
mengimplementasikan R/3 di 17 gudang lama yang tersisa. Namun pada November
1994 SAP memberitahu FoxMeyer bahwa R/3 hanya dapat digunakan pada gudang
yang baru. Gudang-gudang lama memiliki volume invoice lebih besar dari pada yang
dapat diproses oleh sistem. Gudang lama mampu menangani 420.000 transaksi per
hari, sedangkan sistem R/3 yang diterapkan di gudang baru hanya mempu memproses
10.000 transaksi per hari.
FoxMeyer mula menggunakan R/3 sesuai dengan jadwal, namun karena
terjadi kesalahan, data historis mengenai penjualan menjadi tidak akurat. FoxMeyer
harus membayar sekitar $ 16 juta untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Kemudian FoxMeyer mengharapkan bahwa hanya setengah dari penghematan yang
dapat direalisasi. Bahkan beberapa masalah tidak dapat diperbaiki yang
mengakibatkan kebangkrutan.
Pengimplementasian terakhir yang dilakukan menghabiskan dana lebih dari $
100 juta, tetapi performa R/3 tetap tidak bisa diharapkan. Saat itu sudah terlambat,
dana yang dikeluarkan sudah melebihi dari pada yang dianggarkan, namun software
tersebut gagal untuk mendatangkan manfaat bagi FoxMeyer. Pada tahun 1996,
FoxMeyer mengalami kebangkrutan dan diakuisisi oleh rivalnya, McKesson Corp,
sebesar $ 80 juta.
Pada tahun 1998, dewan pengawas kebangkrutan FoxMeyer menuntut $ 500
juta kepada SAP, dan tuntutan yang sama juga diajukan kepada Andersen Consulting.
FoxMeyer menuduh SAP berbuat curang dengan menawarkan FoxMeyer sebuah
sistem yang gagal. Sedangkan Andersen Consulting dinilai tidak dapat mengatur
implementasi dengan baik. Namun, keduanya menyangkal dan malah menuduh
FoxMeyer tidak bisa memanajemen perusahaan dengan baik.
Penyebab kegagalan ERP dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perencanan
dan implementasi.
1. Perencanaan
a. Pemilihan software yang buruk
SAP R/3 sebenarnya didesain untuk perusahaan manufaktur dengan
jumlah transaksi tidak lebih dari 10.000 transaksi. Namun FoxMeyer
merupakan distributor dengan total yang dapat mencapai 500.000
transaksi.
b. Tidak mempertimbangkan usulan konsultan yang lain
Salah satu perusahaan konsultan di Chicago telah memperingatkan
FoxMeyer bahwa SAP tidak dapat menyediakan apa yang dibutuhkan
FoxMeyer. Tetapi FoxMeyer tetap memilih SAP karena reputasi yang
dimilikinya.
c. Tidak ada rencana kontijensi
Tidak ada rencana cadangan yang dibuat untuk mengatasi perubahan pada
operasi perusahaan.
d. Tidak melibatkan pengguna akhir
Proyek tersebut dilakukan menggunakan pendekatan top-down.
Perencanaan dibuat oleh manajer tingkat atas, Andersen Consulting, dan
beberapa teknisi. Hanya sedikit pengguna akhir yang dilibatan dalam
proses analisis dan desain. Sehingga menciptakan kesenjangan
komunikasi antara pengguna dan perencana sistem tersebut.
2. Implementasi
a. Tidak dilakukan restrukturasi proses bisnis
SAP tidak terintegrasi dengan baik karena FoxMeyer tidak mampu untuk
menata ulang proses bisnis mereka agar software dapat berjalan dengan
efisien.
b. Kurang dalam pengujian
Karena jadwal yang terburu-buru, beberapa pengujian modul dilewatkan.
Disamping itu, pengujian terhadap kemampuan sistem untuk mengatasi
transaksi dalam jumlah besar tidak dilakukan dengan benar.
c. Terlalu ambisius
Staff IS yang tidak familiar dengan hardware R/3, sistem software
tersebut, dan aplikasi software. Namun FoxMeyer secara bersamaan tetap
melakukan implementasi proyek gudang terkomputerisasi yang
membutuhkan dana $ 18 juta. Akibatnya beberapa masalah teknis tidak
dapat diselesaikan oleh staff IS, sehingga pengeluaran dan waktu yang
terbuang menjadi lebih banyak.
d. Tidak mendapat dukungan yang baik dari manajemen
Pada mulanya, manajemen mendukung dan berkomitmen terhadap proyek
tersebut. Namun setelah implementasi mulai dilakukan, manajemen
enggan untuk mengetahui masalah pada sistem tersebut. Manajemen gagal
dalam memahami kompleksitas dan risiko yang akan dihadapi dengan
memajukan jadwal implementasi 90 hari lebih awal walaupun sistem
tersebut belum diuji secara benar. Manajemen tidak memahami waktu dan
sumber daya yang diperlukan dalam proses implementasi.
e. Kurangnya kooperasi dari pengguna akhir
Tidak adanya pelatihan terhadap untuk pengguna akhir. Karena tidak
dilibatkan, pengguna akhir kehilangan rasa kepemilikan terhadap proyek
tersebut dan terdapat kerenggangan antara mereka dan spesialis IT saat
menyelesaikan masalah.
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
Keputusan yang dilakukan oleh FoxMeyer untuk mengimplementasikan SAP R/3
perlu dikaji ulang agar segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar dan sesuai
dengan kebutuhan bisnisnya. Perusahaan perlu untuk melibatkan pengguna akhir
secara lebih mendalam karena perusahaan tidak boleh melupakan B2E atau
business to employment. Para pengguna akhir perlu dilatih untuk dapat mengerti
sistem yang akan diterapkan. Perencanaan yang baik akan menghindarkan perusahaan
dari sebuah kegagalan implementasi sistem informasi.
b. Saran
Evaluasi vendor sangat dibutuhkan mulai dari review vendor, proses demo,
adanya referensi (testimony dari perusahaan lain), dan ada tim yang berfungsi
untuk mengevaluasi kemampuan teknis atau fungsi-fungsinya. Selain itu,
pertimbangkan adanya beberapa penyesuaian dan pahami akan membutuhkan biaya
berapa seberapa besar, sehingga hal ini tidak menjadi masalah saat dilakukan
implementasi sistem yang baru.
Yang paling penting adalah bagaimana implementasi ERP diterima oleh
pengguna akhir dan pengguna akhir merasa nyaman dengan sistem yang baru,
sehingga dibutuhkan training secukupnya kepada mereka. Lebih jika pengguna
akhir diikutsertakan dalam proses uji coba dengan vendor sehingga mereka juga
bisa melakukan assessment. Peranan SDM disini menjadi salah satu faktor kritis,
karena berbicara tentang ERP adalah tentang sebuah sistem yang terintegrasi
sehingga jika terjadi kesalahan di berbagai titik akan berdampak signifikan bagi
proses bisnis perusahaan.
Daftar Pustaka
FoxMeyer Case: A Failure of Large ERP Implementation
Harish, Insan; Martha Okrina; Mahdy Arief; dan Agung Insani Alam, “Kegagalan
Sistem Informasi ERP pada Perusahaan FoxMeyer”