kasus euthanasia

2
Kasus I Seorang bayi prematur dengan masa gestasi 28 minggu,lahir melalui proses sectio caesaria karena terjadi gawat janin. Rencana masuk ruangan NICU dengan kondisi aspiksia berat dan mengalami gagal nafas disam[ing itu bayi mengalami beberapa kelainan kongenital. Berdasarkan kondisi tersebut maka bayi memerlukan alat bantu nafas melalui ventilasi mekanik (ventilator). Orang tua pasien sudah diberi penjelasan tentang kondisi bayi saat ini, dan rencana tindakan yang akan dilakukan, juga biaya perawatan di NICU yang berkisar 1 – 2 jt /hari. Namun karena keadaan mendesak, maka orang tua bayi menyetujui hal tersebut dan menandatangani surat persetujuan tindakan juga surat persetujuan masuk NICU. Beberapa jam kemudian, orang tua pasien diberitahukan bahwa kondisi bayinya makin kritis. Akhirnya orang tua bayi tersebut memberitahukan pada keluarganya yang lain. Beberapa saat kemudian, orang tua bayi datang kepada dokter dan perawat ruang NICU untuk memberitahukan bahwa akan membawa bayinya pulang sesuai keputusan keluarga besarnya. Dokter menjelaskan pada orang tua dan keluarga pasien bahwa saat ini nafas bayi tergantung pada ventilator, dan apabila ventilator dilepas, maka kemungkinan bayi akan meninggal. Namun berdasarkan keputusan keluarga, maka orang tua pasen tetap akan membawa pulang bayinya. Akhirnya orang tua bayi menandatangani surat pernyataan pulang paksa dan surat penolakan tindakan. Kasus II Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri

Upload: andi-fathimah-arrahmah

Post on 28-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kasus euthanasia

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Euthanasia

Kasus I

Seorang bayi prematur dengan masa gestasi 28 minggu,lahir melalui proses sectio caesaria karena terjadi gawat janin. Rencana masuk ruangan NICU dengan kondisi aspiksia berat dan mengalami gagal nafas disam[ing itu bayi mengalami beberapa kelainan kongenital. Berdasarkan kondisi tersebut maka bayi memerlukan alat bantu nafas melalui ventilasi mekanik (ventilator). Orang tua pasien sudah diberi penjelasan tentang kondisi bayi saat ini, dan rencana tindakan yang akan dilakukan, juga biaya perawatan di NICU yang berkisar 1 – 2 jt /hari. Namun karena keadaan mendesak, maka orang tua bayi menyetujui hal tersebut dan menandatangani surat persetujuan tindakan juga surat persetujuan masuk NICU.

Beberapa jam kemudian, orang tua pasien diberitahukan bahwa kondisi bayinya makin kritis. Akhirnya orang tua bayi tersebut memberitahukan pada keluarganya yang lain. Beberapa saat kemudian, orang tua bayi datang kepada dokter dan perawat ruang NICU untuk memberitahukan bahwa akan membawa bayinya pulang sesuai keputusan keluarga besarnya.

Dokter menjelaskan pada orang tua dan keluarga pasien bahwa saat ini nafas bayi tergantung pada ventilator, dan apabila ventilator dilepas, maka kemungkinan bayi akan meninggal. Namun berdasarkan keputusan keluarga, maka orang tua pasen tetap akan membawa pulang bayinya. Akhirnya orang tua bayi menandatangani surat pernyataan pulang paksa dan surat penolakan tindakan.

Kasus II

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien.

Kasus III

Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam penanganan pasien di rumah sakit tersebut.

Page 2: Kasus Euthanasia

Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut.

Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan memperhatikan antara keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang diterapkan dirumah sakit.

Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter.