kasus apendiks
DESCRIPTION
dokterTRANSCRIPT
5.1 Pengertian Apendiks
Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada
proximal colon. Apendiks dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks vermiformis, ditemukan pada
manusia, mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ
tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai
organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam
jumlahkecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.Karena
pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderungmenjadi tersumbat dan
terutama rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusiaantara 10-30 tahun.
5.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan
berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah.
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal danmelebar pada bagian distal. Saat lahir,
apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya
biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea
coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat
untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalumenyusul Pelvic
(21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal(1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian bawa arteri
ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.Anatomi lokasi apendiks :
5.3 Fisiologis
Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan
sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal
dialirkan ke appendiks dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada
patogenesis appendicitis Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa
mengandung amilase, tripsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muaraappendiks berperan pada
patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
LymphoidTissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A.
Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah disaluran cerna danseluruh tubuh.
5.4 Pengertian Apendisitis Akut
Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Apendisitis akut adalah proses radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan
oleh berbagai faktor.
5.5 Etiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari
kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapafaktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya :
Faktor sumbatan: Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid
sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebablainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ;fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis
kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada
kasus apendisitis akut dengan rupture.
Faktor Bakteri: Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodesfragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lacto-bacilus, Pseudomonas. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Kecenderungan familiar. Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudahterjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalamkeluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith danmengakibatkan
obstruksi lumen.
Faktor ras dan diet: Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari
Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
Faktor infeksi saluran pernapasan: Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama
epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati
karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala
permulaanapendisitis.
5.6 Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi appendisitis.
Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh
walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Agen infeksi seperti virus (terbanyak)
akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi
luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan
meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic
adalah 0.1ml, bila sekresinya 0.5ml. Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih
dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus
meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga
muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan
nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks
berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu
reffered pain. Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan
nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks. Selain faktor-
faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari
appendiks. Pada kondisi ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila
penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi
vena dan iskemia pada dinding appendiks.Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan
meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak
terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan
refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral yang semakin meningkat. Selanjutnya apabila
serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis
lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah
dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri
dan produk dari jaringan yang mati. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat di kwatirkan pada
appendicitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang
iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi
fecalit pada lumen appendiks, pelvic appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi
kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.
Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinisyang berakhir
dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.
Apendisitis Akut Katarhalis: Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
apendiks, terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe,
mukosaapendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada apendiks edema mukosa ini
mulaiterlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.
Apedisitis Akut Purulenta: Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema,
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan thrombus.
Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Bakteri yang dalam normal
terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa
jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah terjadi
peritonitis lokal.
Apendisitis Akut Gangrenosa: Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga
terjadi infrak dan ganggren.
Apendisitis Perforata: Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi.
Apedisitis Infiltrat yang Fixed: Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan
produksi infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta
abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir
tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk “walling off” oleh omentum, usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat
satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara
sempurna.
Apendisitis Abses: Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.
Apendsitis Kronis: Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.
5.7 Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak oleh rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor
yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan
dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi.
a. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1˚c. Pada
inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
apendicular.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut
kanan bawah ini merupakan kuncidiagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri di perutkanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atauretroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Peristaltik usus
sering normal, peristaltik usus dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
bisa dicapai dengan jaritelunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
a. Diagnosis
Appendisitis akut didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang Untuk lebih memudahkandiagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah
berhasil mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan
menggunakan indeksalvarado, berikut adalah indeks alvarado:
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian
kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh
tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil
tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi
dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polosabdomen ataupun CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di
evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengancatatan tetap dilakukan follow up
pada pasien ini.
5.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi
medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada
pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi
apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain
itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang
tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa
antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan
pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas
kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama
yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.
1. Cairan intravena cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan
cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk
harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau
berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik
initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin – sulbaktam, dll, dan
metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di
ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak
demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik
serta pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitis perforasi. Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian
rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria.
Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan
antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan
adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral
dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid. Tapi ada juga ahli yang berpendapat
bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan
sepsis dan bisul residual, padakadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan
organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permunkaan peritonial tapi tidak ada
bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer.
Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.
3. Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka
merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup McBurney, Rocke-Davis atau
Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui obliqueeksterna, oblique interna dan transversal
untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum
apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena
dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya,
kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telahsukses dilakukan pada
90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih
disukai. Prosedurnya, port placement terdiridari pertama menempatkan port kamera di daerah
umbilikus, kemudian melihatlangsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada
beberapa pilihanoperasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya
dikuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum danapendiks kemudian
dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metodetersedia untuk pengangkatan apendiks,
seperti dectrocauter, endoloops, staplingdevices.
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari
abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan
antara lain bekas operasinya lebih bagusdari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.
Beberapa penelitian jugamenemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa
rawatan dirumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga
pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomiterbuka. Namun lama
pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik
apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.
5.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri dari
kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut mungkin dengan
pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampaimenghilang karena ileus
paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang
menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.
5.10 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umumangka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan