kasus analisis pengelolaan obat di rsud wirosaban

36
Kasus Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Upload: eldon

Post on 24-Feb-2016

170 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kasus Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban. Tabel I. Persentase Kontribusi Pendapatan IFRS terhadap Rumah Sakit. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Kasus Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Page 2: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wirosaban adalah RS Pemerintah Yogyakarta → RS tipe C dengan jumlah bed = 124 bed (tahun 2009). Pengelolaan obat di IFRS → tahap seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan → saling terkait satu dengan lainnya, sehingga harus terkoordinir dengan baik agar masing – masing dapat berfungsi secara optimal. Jika TIDAK mengakibatkan sistem suplai dan penggunaan obat yang ada menjadi tidak efisien. Hasil observasi data pendapatan RSUD Wirosaban dalam 3 tahun terakhir sebagai berikut :

Tahun Pendapatan IFRS (Rp)

Pendapatan RS (Rp) Persentase (%)

2005 3.703.740.465 7.984.158.899 46,39

2006 3.831.450.576 10.687.014.129 35,85

2007 4.453.536.426 10.940.092.526 40,71

Tabel I. Persentase Kontribusi Pendapatan IFRS terhadap Rumah Sakit

Page 3: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Hasil Observasi. . . (Kendala yang sering muncul)

• merencanakan obat yang terlalu banyak dan mahal yang ternyata tidak digunakan

• memilih item obat yang kurang tepat → terjadi duplikasi• perencanaan obat yang tidak cocok dalam jumlah besar.

Perencanaan

• pemilihan penyalur atau pemasok, yang telah dipilih seringkali mengirimkan obat yang tidak bermutu

• adanya kekurangan dana → kurangnya persediaan barang → pelayanan terhambat.

pengadaan

• gudang yang kurang memenuhi syarat, • stok barang berlebih atau kurang → tidak sesuai dengan

kartu stock, • obat rusak / kadaluwarsa

penyimpanan

• pelayanan yang terlalu lama dan tidak ramah atau komunikasi yang tidak baik,

• resep banyak yang keluar → pasien rawat jalan• pemberian informasi yang kurang memadai.

distribusi

Page 4: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Keterangan Nilai

∑ item obat yang tersedia di IFRS 886

∑ item obat yang tersedia di IFRS yang sesuai dengan DOEN 457

% kesesuaian item obat yang tersedia di IFRS dengan DOEN 51,58%

Tabel II . Kesesuaian Item Obat yang Tersedia dengan DOEN pada tahun 2007

1. Tahap seleksi

Jika dibandingkan dengan RSUD “Saras Husada” Purworejo → Kesesuaian item obat dengan yang tercantum dalam DOEN adalah 30% → RSUD Wirosaban masih lebih ↑. TAPI, angka ini masih lebih ↓ dibandingkan dengan standar, yaitu 76 % (Anonim, 2006).

DAMPAK: ≠ efisien dalam penggunaan dana maupun penggunaan obat karena penyediaan obat lain yang mungkin relatif lebih mahal, dibandingkan dengan obat esensial dengan jumlah dan jenis yang banyak.

SOLUSI: me↑ sosialisasi formularium kepada dokter di RSUD Wirosaban

Page 5: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

2. Tahap Perencanaan→ Metode konsumsi → dilakukan oleh kepala IFRS → membuat estimasi kebutuhan obat di tahun yang akan datang → berdasar pada kebutuhan obat tahun sebelumnya, disesuaikan dengan pola penyakit, program RS dan program IFRS di tahun mendatang, estimasi kenaikan pasien & estimasi kenaikan anggaran → diajukan ke Pemda untuk dirapatkan dahulu → Hasil persetujuan ada dalam Daftar Anggaran Satuan Kerja Pemda dan DPRD yang disahkan oleh Gubernur →Kepala IFRS menyusun perencanaan obat untuk tahun mendatang yang disesuaikan dengan dana yang disetujui oleh Pemda →diajukan kepada direktur untuk disetujui.

Page 6: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

a. Persentase dana yang tersedia dibanding dana yang dibutuhkan sebenarnya

Keterangan Periode tahun 2007

Jumlah dana yang tersedia (Rp) 3.750.000.000

Jumlah dana yang dibutuhkan (Rp) 5.000.000.000

% dana yang tersedia 75%

% dana yang dibutuhkan 133,33%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

5

3.75 3.75

Series 1

Jenis dana

Jum

lah

(M)

Page 7: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

• Pengadaan obat butuh dana relatif besar karena obat merupakan penunjang pelayanan yang sangat penting.

• Besarnya anggaran dan kontribusi pendapatan obat untuk pengadaan obat → menunjukkan IFRS punya peran yang sangat penting sebagai revenue center & sumber pendapatan bagi RS → maka obat harus dikelola dengan baik agar dapat memberi manfaat bagi pasien dan RS.

Page 8: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

b. Perbandingan antara jumlah item obat yang direncanakan dengan jumlah item obat yang dipakai dalam kenyataan

Keterangan Periode tahun 2007

Jumlah item obat yang direncanakan 570

Jumlah item obat dalam kenyataan 1272

Perbandingan 1:2,2

Tabel IV. Perbandingan jumlah item obat yang direncanakan dengan jumlah item obat yang dipakai dalam kenyataan

Jumlah obat yang digunakan selama tahun 2007 sekitar 2x lipat jumlah obat dalam perencanaan. Ada obat yang tidak masuk dalam perencanaan → dikaitkan dengan pola peresepan.

SOLUSI: mengganti obat yang diresepkan dengan obat lain yang mengandung zat aktif sama, yang tersedia dalam perencanaan.

Page 9: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

4. Tahap Pengadaan• → sesuai dengan anggaran yang tersedia.• Pengadaan obat di RSUD Wirosaban dilakukan oleh anggota tim

pengadaan: Kepala IFRS, perwakilan dari Pemerintah Daerah, dan perwakilan dari Dinas Kesehatan.

• Pengadaan obat dibagi menjadi 2 sistem:• A. Sistem Penunjukkan langsung → yg dipilih!• B. Sistem Tender

Page 10: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Keuntungan Sistem Penunjukkan Langsung

• waktunya cepat, • pengadaan bisa dalam jumlah

relatif ↓, • mendapatkan kualitas seperti

yang diinginkan, • memper↓ lead time dan dapat

kredit,• dapat mengantisipasi kenaikan

harga.,• Jadwal pengadaan ≠

direncanakan terlebih dahulu, tetapi tergantung kebutuhan dan lihat berdasarkan stok obat yang mulai menipis.

Alasan TIDAK memilih sistem TENDER

• agar tidak terjadi stok mati karena pengadaan obat sekaligus dalam jumlah besar, hal itu terkait dengan pola peresepan dokter yang cenderung berubah-ubah.

• gudang yang tidak terlalu luas dan lead time yang tidak lama

Page 11: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

a. Frekuensi tertundanya pembayaran

Jumlah faktur %

Faktur tepat waktu pembayaran 19

Faktur tidak tepat waktu pembayaran 81

Seluruh sampel faktur 100

Pembayaran di RSUD Wirosaban tidak seluruhnya sesuai dengan waktu jatuh tempo.

SEBAB: karena kekurangan dana, Surat Kuasa Otoritas (SKO) telat turun, kerlambatan pihak PBF dalam menagih pembayaran obat ke RS

SOLUSI: menerapkan sistem Revolving Fund (RF), dengan menyisihkan 10% dari laba IFRS sebagai back up dana untuk pembayaran hutang obat sebelum SKO turun atau pada waktu kehabisan dana.

Tabel V. Persentase tertundanya pembayaran.

Page 12: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

b. Frekuensi kesalahan faktur

• tidak dapat diukur

c. Frekuensi pengadaan tiap item obat

Frekuensi Jumlah Presentase

Rendah (< 12 x/th) 309 (309/354) x 100% = 87,29%

Sedang (12 sd 24 x/th) 40 (40/354) x 100% = 11,30%

Tinggi (>24 x/th) 5 (5/354) x 100% = 1,41%

Tabel VI. Frekuensi Pengadaan tiap item obat

Frekuensi pengadaan tergantung kebutuhan dan anggaran yang tersediaSemakin tinggi frekuensi pengadaan maka semakin kecil kemungkinan terjadi penumpukan obat.

Page 13: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Tahap Penyimpanana. Kecocokan antara obat dengan kartu stok

Nilai kecocokan obat dengan kartu stok 93,3% mendekati nilai standar yaitu 100%.

Hasil ini masih rendah dibandingkan dengan RSUD ”Saras Husada” Purworejo yaitu yang cocok dengan kartu stok adalah 98,61% dan yang tidak cocok adalah 1,38%.

Kecocokan obat dengan kartu stok %

Cocok 93,3

Tidak cocok 6,7

Page 14: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Diantaranya masalah yang menyebabkan ketidakcocokan obat dengan kartu stok adalah :• Petugas masih kurang disiplin dan teliti dalam hal administrasi

stok obat. • Petugas belum sempat menulis pengeluaran obat di kartu stok,

tetapi baru ditulis dalam buku mutasi obat. • Pengecekan antara buku mutasi obat dengan kartu stok tidak

selalu dilakukan setiap hari oleh petugas.

Solusi untuk mengurangi ketidak cocokan obat dengan kartu stok diantaranya adalah :• Perlu dilakukan pengecekan antara buku mutasi obat dengan

kartu stok setiap hari untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara kartu stok dengan kenyataan.

• Membuat kebijakan tertulis dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Barang atau Obat yang digunakan petugas sebagai pedoman untuk meningkatkan ketelitian dan kedisiplinan.

Page 15: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

b. Turn over ratio

Hasil TOR 7 x masih dibawah standar (8-12 kali setahun)

Hasil ini jauh di bawah hasil yang didapatkan di RSUD ”Saras Husada” yaitu 11 kali.

Keterangan Kode Nilai (Rp)

Stock opname per 31 Desember 2006

(Persediaan awal tahun 2007)

A506.222.332,68

Total pembelian tahun 2007 B 3.750.000.000,00

Stock opname per 31 Desember 2007

(Persediaan akhir tahun 2007)

C594.586.992,00

Persediaan rata-rata tahun 2007 D = (A + C) / 2 550.404.662,34

Turn Over Ratio (TOR) (A + B – C) : D 6,65x ̴ 7x

Page 16: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Nilai TOR yang rendah ini dapat diatasi dengan cara memberikan sosialisasi kepada semua dokter yang

bertugas di RSUD Wirosaban untuk meresepkan obat yang tertera di formularium, sehingga hal ini akan mengurangi kemungkinan obat mengalami penumpukan di gudang. Seperti yang diketahui

bahwa obat yang tersedia sesuai dengan obat yang direncanakan sesuai formularium rumah sakit.

Page 17: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

c. Persentase dan nilai obat yang kadaluwarsa dan atau rusak

Obat yang kadaluwarsa dan rusak sebesar 1,19% masih diatas nilai stadar yaitu 0%Sedangkan di RSUD “Saras Husada” Purworejo tidak terdapat obat yang kadaluwarsa dan rusak selama tahun 2007 (0%).

Keterangan Jumlah (Rp) PersentaseObat kadaluwarsa dan rusak tahun 2007 5.135.155

1,19%Stock opname per 31 Desember 2007 506.222.332,68

Page 18: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Masalah :• Kurangnya pengawasan obat di gudang• Kurang baiknya sistem distribusi obat. • Juga dikaitkan dengan kegiatan pada tahap pengadaan,

dimana obat tersebut kemungkinan bukan yang benar-benar dibutuhkan oleh rumah sakit atau obat-obat di luar formularium.

Solusi untuk mencegah terjadinya obat kadaluwarsa dan rusak dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: • Meningkatkan pengawasan terhadap obat-obat yang disimpan

di gudang• Menerapkan sistem penyimpanan FIFO & FEFO• Meningkatkan frekuensi stock opname

Page 19: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Tahap Distribusia. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien

Rata-rata waktu pelayanan resep tersebut melampaui standar waktu pelayanan resep yang ditetapkan instalasi farmasi. Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah petugas dan tidak adanya sistem pre-packaging untuk obat-obat racikan rutin

Jenis resep

Rata-rata lama waktu pelayanan resep (menit)

Tahap I

(08.00-10.00)

Tahap II

(10.00-12.00)

Tahap III

(12.00-14.00) Rata-RataStandar

IFRS

Non racikan 19,33 21,83 15 18,72 15

Racikan 35,33 41,83 31,33 36,16 30

Page 20: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

b. Persentase resep yang terlayani

Persentase resep yang terlayani adalah sebesar 93,81% hampir mendekati nilai standar 100%, menunjukkan ketersediaan obat yang cukup baik.

Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang didapatkan di RSUD “Saras Husada” Purworejo yaitu resep yang terlayani sebesar 99,42%, dan yang tidak terlayani sebesar 0,58%.

Keterangan %

Resep yang terlayani 93,81

Resep yang tidak layani 6,19

Jumlah total resep 100,00

Page 21: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Tahap Penggunaan

a. Jumlah item obat per lembar resep

Standar WHO 1,8 – 2,2Semakin besar item obat dalam resep semakin besar kemungkinan terjadi polifarmasi dan interaksi obat.

RS Jumlah rata-rata item obat per lembar resepRawat jalan Rawat inap

RS Wirosaban 2,7 4,5

RS Sari Husada Purworejo

2,9 2,9

Page 22: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

b. Persentase resep obat dengan nama generik

Standar pemerintah ≥ 82,00%.

Penyebab rendahnya penulisan obat generik dimungkinkan karena adanya promosi pabrik obat dan fungsi PFT untuk mengevaluasi pengunaan obat generik belum optimal.

RS % penulisan obat generik

Rawat jalan Rawat inap

RS Wirosaban 32,52 48,74

RS Sari Husada Purworejo

27,1 32,3

Page 23: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

c. Persentase peresepan antibiotik

Standar WHO yaitu < 22,17%

Rata-rata peresepan antibiotik di Indonesia sebesar 43%, yang berarti penggunaan antibiotik yang berlebihan merupakan salah satu bentuk ketidakrasionalan dalam peresepan.

RS % peresepan antibiotik

Rawat jalan Rawat inap

RS Wirosaban 34,81 24,82

RS Sari Husada Purworejo

12,57 24,82

Page 24: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

d. Persentase injeksi yang diresepkan

Standar WHO untuk peresepan injeksi rawat jalan 0%

RS % injeksi yang diresepkan

Rawat jalan Rawat inap

RS Wirosaban 2,60 68,13

RS Sari Husada Purworejo

0 47,62

Page 25: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

e. Persentase penulisan resep sesuai dengan formularium

Standar 95%

Menunjukkan bahwa ketaatan prescriber untuk menulis resep sesuai formularium masih rendah.

RS % penulisan resep sesuai dengan formulariumRawat jalan Rawat inap

RS Wirosaban 75,33 76,82

RS Sari Husada Purworejo

89,95 87,78

Page 26: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Kesimpulan1. Pada tahap seleksi belum menunjukkan hasil yang baik pada

indikator kesesuaian obat dengan DOEN dan kesesuaian obat dengan formularium.

2. Pada tahap perencanaan, belum membuat perencanaan kebutuhan obat pertahun yang sesuai dengan dana yang tersedia dan masih banyaknya obat yang kemudian digunakan/ diadakan diluar dari perencanaan.

3. Pada tahap pengadaan: mayoritas frekuensi pengadaan obat rendah (87,29%) dan persentase faktur tidak tepat waktu 81%.

4. Pada tahap penyimpanan belum menunjukkan hasil yang baik :Ketidakcocokan obat dengan kartu stok sebesar 6,7%TOR dalam 1 tahun 7 kaliPersentase obat rusak/kadaluarsa 1,19%

Page 27: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Cont..5. Pada tahap distribusi :

Rata-rata waktu pelayanan resep non racikan dan racikan lebih besar dari pada standar.

Persentase resep yang terlayani sebesar 93,81%6. Pada tahap penggunaan :

Jumlah item obat per lembar resep untuk rawat jalan adalah 2,7 dan untuk rawat inap adalah 4,5

Persentase penulisan obat generik pasien rawat jalan 32,52% dan rawat inap 48,74%.

Persentase penulisan resep obat antibiotik untuk pasien rawat jalan 34,81% dan 24,82% untuk pasien rawat inap.

Persentase penulisan resep injeksi pada pasien rawat jalan adalah 2,6 % dan pasien rawat inap adalah 47,26 %.

Persentase penulisan resep sesuai dengan formularium untuk pasien rawat jalan 75,33 % dan pasien rawat inap 76,82 %.

Page 28: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Saran1. Untuk RSUD Wirosaban

Pada tahap seleksi perlu ditingkatkan lagi sosialisasi obat-obat yang direkomendasikan dalam DOEN, karena obat-obat yang direkomendasikan dalam DOEN telah mempertimbangkan faktor durg of choice, analisis biaya-manfaat dan didukung dengan data ilmiah. Sosialisasi formularium juga perlu ditingkatkan, bila perlu di buat dalam bentuk buku saku.

Membuat perencanaan kebutuhan obat selama setahun dan dilakukan koreksi dengan beberapa cara antara lain : 1. analisis ABC (aspek ekonomi), 2. analisis VEN (aspek medis), 3. kombinasi ABC dan VEN, 4. revisi daftar obat.

Menerapkan metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk menentukan pengadaan obat-obat yang masuk dalam kategori obat kelas A (high value) dan kategori pemakaian tinggi (high use).

Page 29: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Cont..Meningkatkan ketertiban administrasi dengan mendokumentasikan

arsip/ faktur. Meningkatkan sosialisasi penulisan resep obat generik karena

pemakaian obat generik akan banyak menolong pasien dari segi pembiayaan.

Menyelenggarakan kegiatan seperti pelatihan, monitoring, audit atau edaran-edaran tertulis mengenai penggunaan obat secara rasional di rumah sakit. Kegiatan dilaksanakan secara berkesinambungan dengan umpan balik diharapkan dapat memberikan perbaikan.

Membuat laporan penggunaan antibiotik dan penggunaan sedian injeksi.

2. Untuk peneliti lain Waktu tunggu merupakan masalah yang sering menimbulkan keluhan pasien di rumah sakit, tetapi hal ini tidak menjadi masalah di RSUD Wirosaban, untuk melihat apakah pasien puas terhadap pelayanan yang diberikan maka disarankan untuk melakukan analisis terhadap kepuasan pelanggan di Instalasi RSUD Wirosaban.

Page 30: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Terimakasih....

Page 31: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Tanya Jawab1. Yohan

7514pihak2 yg berkewajiban dlm mengumpulkan evaluasi,

Waktu ideal untuk mlakukan evaluasi2. Puput

frekuensi pengadaan&Tor??

TOR > 12 bagus ato ngga? Solusi??DignaPembuatan obat sendiri. Contoh??

Sistem pngadaan, tender& langsung. Kok masih ada yg tdk bermutuDana di RS, antara yg direncanakan dan yg ada, pembayaran kpn??Penunggakan apkh ada hub dg sistem tsb

Page 32: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Termin 24. Widya 7735

indikator yg benar??? Penggunaan injeksi 0% u px rawat jalan, menurut who 93 seminimal mungkin. ?? How??

di rawat jalan, obat injeksi biasanya mahal, kadang ga dibutuhin px. Indikator 0%. Peresepan injeksi u rawat jalan harus hati2, diliat indikasi dr px.

5. Riaitem obat yg direncanakan < kenyataan?? Dalm perencanaan gmn, tdk dipikirkan resiko2ny???

Obat generik masih rendah, pdhl RSUD, kok ngga bisa lebih banyakDi RSUD pengelolaannya gmn??

prescriber meresepkan bukan obat generik, pihak IFRS tdk kurang menginfokan ke dokter ttg peresepan obat generik, obat generik tidak tersedia, jd pake branded.

Hasil Liat di kesimpulan.. kesimpulan : pengelolaa obat di RSUD blum efektif.

6. %ase peresepan rendah, %ase pelayanan masih tetp tinggi ?

Page 33: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

7. Daniarpenunggakan, bayarnya diambil dari 10% labarevolving fund (salah 1 solusi), untuk byr tunggakan

Apkh cukup cm 10%?? Didasarkan dr pembayaran sbelumnya. Revolving dr laba IFRS, atopun bs juga PEMDA.

Page 34: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

Tambahan P. Satibi1. Pembuatan obat

bukan hanya meracik., tp bisa juga dilakukan produksi, karena produk d pasaran tdk ada.Harga obat di pasaran lebih mahalProduk u/ penelitian produk di pasaran konsentrasi terlalu tinggi, RS melkukan pengenceran. dibutuhkan dlm jumlah besar, ex: aqua destilata

2. Persentase obat resep, dengan %ase resep terlayani beda, Keterjaringan px obat dr poli/bangsal, brp yg masuk IFRS dan bs

terlayani%ase resep yg terlayani R/ yg masuk ke IFRS, brp yg

terlayani. ?????

Page 35: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

3. Perencanaan & pengadaan beda jauh, y?? dana yg terbatas. Ditelusur formularium RS, apkh smua sesuai.

indikator WHO 93 penggunaan obat pd primary health care (pelayanan dasar), cenderung di puskesmas. Injeksi seminimal mgkn, cz risiko penggunaan injeksi besar.

4. EvaluasiMin setahun sekali, kecuali indikator yg spesifik, bs dilakukan

tiap saatEx : Kecocokan obat dg kartu stok, stock opnameTOR 8-12 bukan ideal, tp yg bisa diterima.

Page 36: Kasus  Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

5. Obat yg tidak bermutu muncul, y???Obat order datang diperiksa, sesuai ato tdkObat ga mutu seringnya dr pengadaan tender.Pd pngadaan langsung, bs diminimalkan.