kasus 4 tmk
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Strabismus (juling) merupakan gangguan letak antar dua mata yang tidak simetris.
Salah satu mata melihat lurus, sedangkan mata yang lain melihat lebih ke arah luar, ke arah
dalam, ke atas, atau ke bawah. Juling bisa muncul terus menerus/konstan atau hilang timbul.
Kadang-kadang mata yang juling bisa melihat lurus dan mata yang lurus menjadi juling.
Strabismus sering ditemukan pada anak-anak, namun keadaan ini juga bisa muncul setelah
dewasa. Kelainan ini dapat muncul baik pada laki-laki maupun wanita. Umumnya juling
bersifat diturunkan, namun beberapa penderita tidak memiliki riwayat keluarga.
Penyebab pasti strabismus belum diketahui. Mata memiliki 6 otot yang melekat pada
dinding luar bola mata. Untuk mengatur dan memfokus suatu objek, semua otot mata harus
bekerja sama secara seimbang. Jadi, untuk menggerakan kedua mata maka otot mata pada
masing-masing mata harus terkoordinasi. Otak akan mengontrol koordinasi ini.
Katarak atau trauma mata yang mempengaruhi tajam penglihatan juga dapat menimbulkan
strabismus. Namun, kebanyakan anak-anak dengan strabismus tidak memiliki riwayat ini.
Penderita strabismus umumnya juga memiliki riwayat strabismus dalam keluarganya.
Gejala utama adalah salah satu mata tampak juling. Kadang-kadang anak-anak memiringkan
kepalanya agar dapat melihat dengan kedua matanya atau mata akan juling bila melihat sinar
terang.
Strabismus dapat dideteksi saat anak menjalani pemeriksaan mata. Dianjurkan agar
anak-anak berumur 3 -3 ½ tahun diperiksa tajam penglihatannya, baik oleh dokter spesialis
anak, dokter keluarga, atau perawat yang terlatih dalam memeriksa mata anak-anak
prasekolah. Anak yang mengalami kemunduran tajam penglihatan harus dirujuk ke dokter
spesialis mata. Jika memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau juling, atau memiliki
riwayat keluarga yang memakai kaca mata tebal, maka dokter spesialis mata harus
memeriksa tajam penglihatannya sebelum anak tersebut berusia 3 tahun.
BAB II
LAPORAN KASUS
“Seorang anak berumur 2 tahun yang menderita juling”
Seorang anak berumur 2 tahun dibawa oleh orang tuanya berobat ke poli mata karena
mata kirinya juling.Dikatakan bahwa julingnya sudah terjadi sejak anak tersebut baru lahir.
Student Guide
1. sebutkan masalah kasus diatas
2. Sebutkan hipotesis saudara untuk kasus diatas
3. Pemeriksaan oftalmologis apa saja yang harus dilakukan .Terangkan caranya
4. Sebutkan otot-otot pergerakan bola mata serta persyarafannya,kerja otot tersebut dan
akibatnya bila terjadi parese
5. Bagaiman penatalaksanaan kasus diatas
6. Apakah yang mungkin terjadi bila tidak dilakukan penantalaksanaan
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien:
Nama : An.X
Umur :2 tahun
Masalah kasus diatas adalah
Anak umur 2 tahun menderita mata kiri juling sejak lahir
Hipotesis kelompok kami adalah:
Heterotropia Congenital
Anamnesis tambahan
Riwayat penyakit sekarang:
Apakah ada riwayat trauma ?
Apakah anak sering terjatuh ?
Apakah anak mampu menangkap benda dengan baik ?
Apakah ada gangguan perkembangan pada anak?
Apakah ada keluhan atau penyakit lain?
Riwayat Persalinan:
Apakah ada trauma saat persalinan ?
Apakah anak lahir prematur ?
Berapa berat badan anak saat lahir ?
Riwayat Keluarga:
Apakah ada keluarga yang mengalami hal serupa ?
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran :kompos mentis
Nadi : 18 x/menit
Nafas : 70 x/menit
Suhu : 36,5 C
Gizi :baik
Pemeriksaan Oftalmologis
1. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3-3,5 tahun, sedangkan
diatas umur 5-6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
2. Cover and Uncover Test: menentukan adanya heterotropia atau heteroforia.
Gambar 4. Cover and Uncover Test
3. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada pupil.
Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan.
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Keterangan:
- Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15 derajat.
- Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30 derajat.
- Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.
Gambar 5. Tes Hirscberg
4. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.
Gambar 6. Tes Krimsky
Pada pasien ini setelah dilakukan pemeriksaan oftalmologis hasilnya adalah
Status Oftalmikus :Tajam penglihatan ODS : 5/5
Pemeriksaan Hirschberg : Pada OD: orthoposisi
Pada OS:Terdapat pantulan cahaya diluar pupil tetapi sebelah lateral,yang berarti posisi bola
mata pasien juling ke dalam(esotropia)
Diagnosis
Diagnosis pada pasien ini adalah esotropia OS kongenital .Diagnosis ini didukung dari
anamnesis bahwa pada pasien ini telah mengalami strabismus sejak lahir,dan pemeriksaan
fisik status oftalmologis terdapat kelainan pada okuli sinistra yaitu kelainan posisi bola mata
juling kedalam.
Tatalaksana
KACA MATA
Jika strabismus disebabkan oleh kesalahan pembiasan cahaya, menggunakan kaca mata untuk
menormalkan penglihatan dapat meluruskan mata sepenuhnya atau, paling tidak, bisa
memperbaiki posisi mata.
PENUTUP MATA
Jika seorang anak menderita strabismus dengan ambliopia, dia dapat dipaksa untuk
menggunakan (untuk memperkuat) mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal
dengan penutup mata. Penggunaan penutup mata harus dilakukan sedini mungkin dan
diteruskan sesuai anjuran dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat
karena penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun. Anak akan memerlukan
kunjungan ke dokter spesialis mata secara berkala untuk mengetahui apakah penglihatan
binokularnya sudah terbentuk seutuhnya. Penutup mata tidak meluruskan mata secara
kosmetik.
OPERASI STRABISMUS
Dokter spesialis mata akan membuat sayatan pada selaput putih mata untuk dapat mencapai
otot penggerak bola mata. Otot mata kemudian dilepaskan dari perlekatannya dan
dipindahkan perlekatannya pada tempat yang diinginkan sesuai dengan arah deviasi bola
mata. Atau dapat pula otot dipotong sedikit sesuai kebutuhan kemudian dilekatkan lagi pada
tempat perlekatan semula.
Operasi strabismus dapat dilakukan pada satu atau kedua mata sekaligus tergantung jenis dan
besarnya juling. Operasi strabismus umumnya dilakukan dengan bius umum, terutama pada
anak-anak.
Waktu pemulihan cepat. Anak biasanya dapat kembali pada aktivitas normal dalam beberapa
hari. Setelah pembedahan, kacamata mungkin masih diperlukan. Pada beberapa kasus,
pembedahan lebih dari satu kali mungkin diperlukan untuk menjaga mata tetap lurus.
Kelainan yang mungkin terjadi bila tidak dilakukan penatalaksanaan strabismus sesegera
mungkin adalah
- Diplopia,penglihatan ganda akibat strabismus
- Ambliopia,Jika sampai anak berumur 9 tahun strabismus tidak diobati, maka bisa
terjadi gangguan penglihatan yang permanen pada mata yang terkena (ambliopia).
Karena itu semakin dini pengobatan dilakukan, maka gangguan penglihatan yang
terjadi tidak terlalu berat dan respon yang diberikan akan lebih baik.
Prognosis:
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah.5
Satu mata bisa terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke
dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.6 Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau
dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau
stress.3
B. Anatomi dan Fisiologi Gerak Bola Mata
1. Otot dan persarafan5,7
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke IV
(saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi, dan
intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, adduksi, dan
ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi, dan
depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi, dan
elevasi yang dipersarafi saraf ke III(saraf okulomotor).
Gambar 1. Otot-Otot Gerak Bola Mata
2. Fungsi Otot Penggerak Bola Mata
Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk
bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga
terjadi fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh
otot penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu
akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga bayangan
benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis.5 Syarat terjadi
penglihatan binokuler normal:
1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya
tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama
dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua
sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang
datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Gambar 2. Penglihatan Binokular Tunggal Stereoskopik
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi
strabismus.7
C. Penyebab6
Strabismus biasanya disebabkan oleh:
1. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
2. Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata
(strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu
kelainan di otak.
D. Klasifikasi8
1. Menurut manifestasinya
a. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia
Gambar 3. Jenis-Jenis Heterotropia
b. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan reflek fusi.
Contoh: esoforia, eksoforia
2. Menurut jenis deviasi
a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional
3. Menurut kemampuan fiksasi mata
a. Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
4. Menurut usia terjadinya :
a. kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
b. didapat : usia lebih dari 6 bulan.
5. Menurut sudut deviasi7
a. Inkomitan (paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.
Diagnosa berdasarkan :
Keterbatasan gerak
Deviasi
Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja
dari otot yang sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak
begitu nyata adanya diplopi merupakan tanda yang penting.
b. Komitan (nonparalitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat).
E. Gejala
Gejalanya berupa:
1. Mata lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata juling (bersilangan)
5. Mata tidak mengarah ke arah yang sama
6. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi
7. Penglihatan ganda.
F. Penatalaksanaan
1. Tujuan :
a. mengembalikan penglihatan binokular yang normal
b. alasan kosmetik
2. Dapat dilakukan dengan tindakan:
a. Ortoptik
1) Oklusi
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata
yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat
G. Komplikasi
1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul
akibat adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
4. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya
kearah aksi dari otot yang lumpuh.
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini terdapat kelainan esotropia OS yang telah didapatkan sejak lahir .Jika
sampai anak berumur 9 tahun strabismus tidak diobati, maka bisa terjadi gangguan
penglihatan yang permanen pada mata yang terkena (ambliopia).
Karena itu semakin dini pengobatan dilakukan, maka gangguan penglihatan yang terjadi tidak
terlalu berat dan respon yang diberikan akan lebih baik.
Sampai umur 10 tahun, sebaiknya pada pasien ini menjalani pemeriksaan mata secara
teratur .
DAFTAR PUSTAKA
1. Emelin. Gambaran kejadian strabismus dengan kelainan refraksi. Diunduh dari www.medicine.uii.ac.id. Diakses tanggal 7 November 2012.
2. Wijaya, Nana. Ilmu penyakit mata. Cetakan ketiga. Jakarta:Abadi tegal.1983.h.212-41.
3. Radjamin. T, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia, Airlangga University Press, 121-126.
4. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta, 282-311.
5. Voughan D, Asbury T, 1996, Strabismus, dalam Oftalmologi Umum, edisi II, Jilid 1, Widya Medika, Jakarta, 237-263.
6. Ilyas S, 2000, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 227-258.