karyailmiah4-110127193418-phpapp01

Upload: abinailah

Post on 09-Jan-2016

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

karil

TRANSCRIPT

  • Paradigma Sekolah dan Pendekatan Manajemen Komprehensif Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan

    Pada SMA Negeri 1 Purwareja Klampok Banjarnegara - Jawa Tengah

    Disusun Oleh Nama : Supriyadi N I P : 13165024

    SMA NEGERI 1 PURWAREJA-KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

    JL RAYA PURWAREJA-KLAMPOK Telp. (0286) 479092 BANJARNEGARA 53474

  • Paradigma Sekolah dan Pendekatan Manajemen Komprehensif Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan

    Pada SMA Negeri 1 Purwareja Klampok Banjarnegara - Jawa Tengah

    Supriyadi1 Abstrak : Pemahaman Kepala Sekolah terhadap konsep tentang sekolah membawa pengaruh besar terhadap pendekatan pengelolaan sekolah. Agar tidak terjebak pada tradisi dan konvensi pada status quo yang membosankan diperlukan adanya penyegaran pemikiran tentang paradigma sekolah dan pendekatan pengelolaan sekolah sebagai filosofi kinerja sekolah. Untuk menjadikan sekolah itu dinamis dan kreatif, hendaknya sekolah dipandang sebagai pusat layanan pembelajaran, dimana pengelola harus selalu mencari bentuk-bentuk layanan baru yang mendukung pada pengembangan potensi siswa. Melalui proses kreatif dalam usaha penciptaan layanan baru yang kontinyu memungkinkan sekolah mampu menjadi wadah pengembangan beraneka ragam potensi siswa. Bertitik tolak dari paradigma sekolah yang demikian, sekolah tidak bisa dipahami secara parsial untuk itu jawaban yang tepat dengan paradigma tersebut adalah pengelolaan sekolah dengan model pendekatan komprehensif. Sekolah bukan lagi dipandang secara fisik belaka namun juga mempunyai ruh, sehingga sekolah itu hidup, dinamis dan mempunyai kreativitas.

    Kata Kunci : paradigma sekolah, pendekatan pengelolaan sekolah, potensi siswa, penciptaan layanan baru, sekolah dinamis dan kreatif, pendekatan komprehensif.

    Pendahuluan Era globalisasi menyebabkan akselerasi persaingan antar bangsa menjadi

    sangat kompetitif. Maknanya bila bangsa Indonesia mau aktif berperan dan mensejajarkan dengan bangsa-bangsa lain maka persyaratan utama adalah harus mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sejak awal berdirinya Republik ini, antisipasi terhadap kualitas SDM Indonesia sudah digagas oleh para pemimpin bangsa secara baik sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD

    1945 yang menyatakan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

    1 Supriyadi, Kepala Sekolah pada SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah

  • kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (Biro Hukum dan Organisasi. 2003 : 3)

    Namun implementasi pada pengembangan SDM masih jauh dari harapan, hal ini terbukti dari rendahnya anggaran pendidikan pada APBN dari dulu sampai sekarang. Dan dampaknya sekarang SDM Indonesia terpuruk.

    Menurut laporan terakhir (2003) yang dikeluarkan oleh United Nations Development Program (UNDP), Human Development Index Indonesia ada di urutan bawah, yaitu 112 dari total 175 Negara. Urutan tersebut jauh di bawah Malaysia dan Thailand, yang masing-masing menempati urutan 58 dan 74. (Kompas. 26/06/04 h.4) Data tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia Indonesia. perlu mendapat penanganan mendesak dan

    serius.

    Sudah barang tentu, salah satu biang dari rendahnya SDM Indonesia

    adalah rendahnya kualitas pendidikan. Dan sekolah sebagai ujung tombak dalam urusan pengembangan SDM harus mendapatkan prioritas pemikiran. Sekolah tidak bisa hanya dipandang sebagai wahana pendidikan bersifat statis tetapi lebih dari itu ia mempunyai ruh sehingga sekolah itu hidup, dinamis dan kreatif.

    Dan konsep pengembangan sekolah selayaknya seirama dengan konsep pendidikan sehingga arahnya menyatu harmonis. Pendidikan adalah usaha sadar

    dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

    (Biro Hukum dan Organisasi. 2003: 5) Konsep pendidikan yang begitu kompleks, konsekuensi logisnya adalah

    sekolah sebagai institusi harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memberikan pelayanan yang maksimal sebagaimana yang dituntut dalam konsep pendidikan tersebut di atas. Namun kenyataannya banyak sekolah yang dikem-bangkan tidak sesuai dengan konsep tersebut. Faktanya masih banyak orang yang memandang kualitas sekolah dari segi fisiknya belaka.

  • Dengan demikian, menurut hemat penulis, diperlukan adanya penyegaran pemikiran tentang paradigma sekolah dan pendekatan manajemen sekolah. Hal tersebut sangat penting karena perbedaan pemahaman terhadap paradigma sekolah berpengaruh terhadap arah pengembangan sekolah. Dengan

    mengingat bahwa sekolah bukan sekedar fisik tetapi juga program yang membuat sekolah itu menjadi hidup, dinamis dan kreatif. Oleh karena itu inovasi pengem-bangan pada SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok selalu merujuk pada konsep paradigma sekolah sebagai pusat layanan pengembangan potensi

    siswa dan konsep pendekatan pengelolaan sekolah secara komprehensip. Dalam artikel ini penulis tertarik untuk membahas elemen-elemen yang bisa menyebabkan sekolah itu hidup, dinamis dan kreatif.. Elemen-elemen tersebut berupa program sekolah, yang diantaranya : (1) Program Kelas Non- Reguler, (2) Program Quota PSB, (3) Program Rewards (beasiswa), (4) Program Interest Group, (5) Program sekolah berwawasan bahasa Jepang, (6) Program Vocational Skills, (7) Program Pembentukan Image sekolah (Radio Sekolah, Majalah sekolah, dan Internet), (8) Kerjasama dengan Yayasan keagamaan dalam pembinaan Mental, dan (9) Program pengendalian Ulangan Harian (Komputer on line),

    Tujuan dari penulisan artikel ini, penulis berharap bisa memberikan masukan kepada para pengelola sekolah untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam kebijakan pengembangan sekolah. Kualitas suatu sekolah tidak hanya di pandang dari sejauh mana pengembangan fisiknya tetapi seberapa besar kemam-puan sekolah mampu melayani siswa dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang yang tertarik pada

    pengembangan sekolah.dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

    Permasalahan

    Untuk melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945, maka pemerintah merumuskan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa,

  • berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Biro Hukum & Organisasi. 2003 : 8)

    Tampak jelas bahwa deskripsi manusia Indonesia paripurna di masa mendatang yang sekaligus sebagai tantangan besar bagi pemerintah Indonesia dengan segala konsekuensinya. Manusia Indonesia paripurna tidak akan bisa

    diwujudkan manakala tidak ada undang-undang yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Untuk tujuan tersebut maka dikeluarkanlah undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti undang-undang nomor 2 Tahun 1989.

    Makna dari berbagai perangkat aturan tersebut diatas bahwa pem-bentukan manusia Indonesia paripurna haruslah dipandang secara utuh dan juga dengan pendekatan yang utuh pula, tidak secara parsial. Hal demikian me-negaskan juga bahwa pengelolaan sekolah, yang secara formal sebagai wadah untuk memfasilitasi anak menjadi manusia Indonesia paripurna, harus juga dipandang secara utuh sebagai pusat layanan pembelajaran siswa.

    Secara sederhana sekolah yang mampu memberikan pelayanan secara maksimal sehingga anak dapat mengembangkan potensinya secara maksimal bisa

    dikategorikan sebagai sekolah yang efektif. Namun ada beberapa karakteristik yang menurut pendapat para ahli ditemukan pada sekolah yang efektif :

    1. A school climate conducive to learning - one free of disciplanary problems and vandalism;

    2. A shoolwide emphasis on basic skills instruction; teachers who hold high expectations for all students to achieve;

    3. A system of clear instructional objectives for monitoring and assesing students performances; and

    4. A school principal who has programatic leader and who sets high standards, observes classroom frequently, maintains students discipline, and create incentives for learning. ( Boyan, 1988 : 346)

    Memperhatikan pendapat-pendapat di atas, menjadi sangat jelas bagi kita bahwa pengelolaan sekolah yang baik, banyak faktor yang harus diperhatikan secara serentak dan menyeluruh baik mengenai iklim sekolah, pembelajaran dan guru, supervisi dan kepemimpinan Kepala Sekolah.

  • Perbaikan dan Reformasi sekolah mendesak dilakukan untuk meng-hindari stagnansi pengembangan sekolah karena wawasan konsep sekolah. Untuk menjadikan sekolah efektif Boyer secara rinci mengajukan dua belas usulan, yang delapan adalah sebagai berikut :

    1. More should be done to help students make the transition to work and further education.

    2. Students should participate and learn in the community. 3. Working conditions of teachers must be improved. 4. Technologi should be used to enrich curriculum. 5. More flexibility is needed in school size, the use of time, and other or

    organization arrangements. 6. Principals should have a greater leadership role that includes selecting and

    rewarding teachers. 7. More connections are needed with other institutions. 8. There must be a public commitment to excellence. (Orstein dan Levine.

    1985 : 543)

    Tampak sekali bahwa arah sasaran inovasi sekolah menjadi sangat jelas. Seluruh aspek yang menjadikan sekolah berkembang lambat dibenahi. Hal demikian menunjukkan pembenahan sekolah harus secara komprehensif. Dan fokus akhir yang dijadikan sasaran adalah kualitas sekolah.

    Hers sebagaimana dikutip oleh Orlosky (1984) megidentifikasikan bahwa ada beberapa elemen untuk meningkatkan efektivitas sekolah, yaitu :

    1. Clear Academic Goals (Kejelasan Tujuan Akademik) 2. Order and Discipline ( Peraturan dan Disiplin) 3. High Expectations (Cita-cita Tinggi) 4. Teacher Efficacy ( Keefektivan Guru) 5. Pervasive Caring ( Peduli Total) 6. Public Rewards and Incentives ( Penghargaan dan insentif) 7. Community Support ( Dukungan Masyarakat) 8. Administrative Leaderships. (Kepemimpinan) (Orlesky. 1984 : 103-105)

    Pengelolaan sekolah menjadi sangat sulit karena memang sejak awal perencanaan pengembangan sekolah .tidak ditata dengan baik. Keadaan tersebut

    kemudian diperbaiki oleh pemerintah : Pertama, diterbitnya Kep. Men. No. 053/V/2001 tanggal 19 April 2001

    tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelengaraan

    Persekolahan Bidang DIKDASMEN (Direktorat Dimenum. 2003). Terbitnya SK

  • tersebut memperkuat pemikiran tentang pentingnya pengelolaan sekolah secara

    terencana dan menyeluruh.

    Tetapi dinamika pemerintahan dari sentralisasi ke arah desentralisasi

    menimbulkan masalah tersendiri dalam bidang pendidikan. Karena pengelolaan

    pendidikan berubah sesuai dengan semangat otonomi daerah (Sinar Grafika. 2001 : 9) Pergeseran pengelolaan pendidikan tersebut di atas bisa membawa dampak yang kurang baik bila mana tidak dibarengi dengan keluarnya peraturan peme-

    rintah sebagai landasan untuk mengatur pengelolaan pendidikan. Alasannya

    adalah rendahnya Sumber Daya Manusia yang ada pada birokrasi Dinas Pen-

    didikan yang pada mulanya sebagai pelaksana pekerjaan (The Doers) berubah menjadi Pengambil Kebijakan (Decision Makers). Kemungkinan resiko yang terjadi adalah lemahnya penguasaan masalah, dinamika terasa lambat dan rendahnya kreativitas. Padahal dengan otonomi diharapkan kreativitas dan dina-

    mika itu muncul.

    Kedua, diperkenalkan model pengelolaan sekolah yang disebut Manaje-men Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Pengertiannya adalah suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung

    semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. (Direktorat Dikmenum. 2001 : 5). Pada dasarnya bahwa pengelolaan sekolah yang mencakup beberapa aspek harus digarap secara

    berbarengan.

    Ketiga, Adanya komitmen dari Pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan dalam APBN secara bertahap menjadi 20 %. Namun sampai tahun ka-pan angka 20% bisa terwujud adalah tergantung dari kemauan politik pemerintah, sedangkan pengembangan SDM sudah sangat mendesak. Belum lagi permasa-

    lahan otonomi apakah daerah juga mempunyai komitmen terhadap pendidikan yang serupa? Lepas dari semua itu, iktikat baik dari pemerintah selayaknya

    dihargai.

  • Harapan pemerintah dengan adanya standar acuan, model manajemen, dan dana dimaksudkan agar bisa memaksimalkan pengembangan sekolah secara

    tepat. Sehingga keberhasilan suatu sekolah tidak dipandang hanya dari segi

    pengembangan fisik belaka namun lebih dari itu, yaitu kemampuan sekolah untuk

    memberikan pelayanan kepada siswa dalam mengembangkan potensinya.

    Berkait dengan potensi siswa, Gardner (1993) mengemukan teori intelegensi majemuk, yang membedakan intelegensi menjadi delapan macam, yaitu, (1) logis-matematis, (2) linguistik, (3) Musikal, (4) Visual-Spasial, (5) Kinestetik, ( 6) Interpersonal, (7) Intraperonal, dan (8) kecerdasan naturalis.(Sofyan. 2004 : 9)

    Dari berbagai latar tersebut di atas diperlukan adanya dasar pemikiran tentang paradigma sekolah dan pendekatan pengelolaan sekolah yang menjadi filosofi kinerja sekolah. Dengan demikian sekolah itu tidak terjebak pada tradisi dan konvensi yang cenderung pada status quo yang membosankan.

    Untuk menjadikan sekolah itu dinamis dan kreatif, pengelola sekolah hendaknya mempunyai pandangan bahwa sekolah sebagai pusat layanan pembelajaran, dimana pengelola harus selalu mencari bentuk-bentuk layanan baru yang mendukung pada pengembangan potensi siswa. Melalui proses kreatif dalam usaha penciptaan layanan baru yang terus menerus memungkinkan sekolah

    mampu menjadi wadah pengembangan beraneka ragam potensi siswa. Bertitik tolak dari paradigma sekolah yang demikian tentu membawa

    konsekuensi logis terhadap model pendekatan terhadap pengelolaan sekolah. Sebagaimana disampaikan di depan bahwa sekolah tidak bisa dipahami secara parsial untuk itu jawaban yang tepat dengan paradigma tersebut adalah pengelolaan sekolah dengan model pendekatan komprehensif. Sekolah bukan lagi

    dipandang secara fisik belaka namun juga mempunyai ruh, sehingga sekolah itu hidup, dinamis dan mempunyai kreativitas.

    Pemahaman konsep tersebut di atas, kemudian digunakan untuk mengevaluasi kondisi pada SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah.

  • 1. Kondisi Kelas Pada umumnya kelas berkisar antara 40 sampai 44 siswa. Pertimbangan ju-mlah siswa yang melebihi dari 40 siswa per kelas adalah : (1) angka drop out masih relatif tinggi, dan (2) besarnya siswa berarti pemasukan dana sekolah yang berasal dari masyarakat. Secara formal system pengajarannya di-laksanakan secara klasikal dimana seorang guru melayani siswa sebanyak itu.

    2. Program Penerimaan siswa baru (PSB) Program PSB dilaksanakan sesuai dengan aturan dari pemerintah tanpa ada modifikasi. Seleksi penerimaan melalui perangkingan NEM SMP secara transparan. Kebanyakan siswa yang mempunyai NEM tinggi kurang berminat bersekolah di SMA Negeri Purwareja-Klampok. Tetapi upaya recruitmen lain agar tamatan siswa SLTP yang mempunyai NEM tinggi mau mendaftar pada sekolah ini tidak ada.

    3. Penghargaan Sekolah Penghargaan terhadap siswa berprestasi secara nyata dilakukan dalam bentuk

    beasiswa yang berasal dari Pemerintah. Pada hal alokasi beasiswa jumlahnya terbatas akibatnya ada anak yang berprestasi tidak memperoleh beasiswa

    tersebut. Kondisi demikian bisa mempengaruhi turunnya motivasi berprestasi

    siswa yang berdampak pada sepinya prestasi sekolah. Kita ketahui bersama

    bahwa produk sekolah yang bisa dibanggakan adalah prestasi, baik akademis

    maupun non-akademis. .

    4. Olympiade Mata Pelajaran Prestasi akademik yang dinilai prestice salah satunya adalah pretasi hasil lomba olimpiade mata pelajaran. Usaha ke arah itu biasanya dilakukan melalui penunjukkan terhadap siswa yang mempunyai rangking nilai tinggi di sekolah. Setelah dilakukan pembinaan secukupnya siswa mengikuti lomba, dan hasil

    lomba yang dicapai tidak pernah dipermasalahkan. Dengan demikian evaluasi terhadap hasil lomba olympiade dan Program pembinaan yang intens tidak dilakukan.

  • 5. Program Bahasa Jepang Salah satu SMA di Kabupaten Banjarnegara yang menyelenggarakan program bahasa adalah SMAN 1 Purwareja-Klampok. Jumlah kelasnya ada satu kelas dengan siswa sekitar 35 anak. Gurunya hanya satu orang dengan basis pendidikan S1 Bimbingan dan konseling. Tetapi guru tersebut pernah mendapatkan pendidikan di Jepang selama 2 tahun. Pembelajaran bahasa Jepang untuk kelas X dan II tidak ada, sehingga anak tidak pernah mendapatkan gambaran program bahasa Jepang. Sedangkan usaha secara terencana agar siswa memilih program bahasa juga tidak ada. Keadaan demikian dikhawatirkan bisa mengurangi minat siswa mengambil program bahasa, bila dibiarkan semakin lama bisa kolep.

    6. Program vocational skills Seperti sekolah SMA pada umumnya adanya program karena adanya proyek. Program life skills tidak bisa jalan untuk tahun berikutnya karena rancangan awal yang tidak baik. Padahal program tersebut sangat tepat untuk SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok karena sekitar 75% tidak melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi. Program vocational skills belum sepenuhnya mengena pada sasaran karena baru sebagian kecil siwa yang terjaring. Oleh karena itu perlu ada program yang bisa dilakukan secara mudah, efisien, applicable dan keahliannya mendesak dibutuhkan pada saat ini.

    7. Promosi sekolah

    Keberhasilan apapun yang dilakukan oleh sekolah bila tidak pernah kita informasikan ke masyarakat, mereka akan tetap menganggap sekolah dengan tanpa perubahan. Masyarakat berhak mendapatkan informasi apa saja tentang sekolah, sehingga mereka bisa menilai seberapa besar kredibel dan akuntabilitasnya. Orang tua tidak merasa sanksi untuk menyekolahkan

    anaknya bila memang sekolah tersebut kredibel. Yang perlu dicari adalah dengan cara bagaimana masyarakat mendapatkan informasi sekolah tetapi sekaligus bisa digunakan oleh siswa untuk mengembangkan potensinya.

  • 8. Pembinaan Mental Keagamaan Kegiatan keagamaan siswa dikoordinir oleh seksi bidang keagamaan dalam OSIS sehingga kegiatan yang ditangani lebih banyak yang bersifat seremonial. Pembinaan keagamaan secara intensif di luar KBM belum dilakukan tetapi baru sebatas insidental. Adapun yang argumen yang mendasarinya adalah tidak tersedianya guru yang mencukupi untuk sejumlah 800 anak serta tidak adanya wadah tersendiri untuk ekstra keagamaan. Akibatnya fungsi sekolah sebagai pusat layanan kepada siswa dalam bidang keagamaan belum berfungsi maksimal.

    9. Ulangan Harian Semua guru sudah memahami bahwa setelah melakukan pembelajaran mereka harus melakukan evaluasi kemajuan belajar. Namun tidak semua guru tertib melakukan hal yang demikian. Yang sering terjadi evaluasi banyak dilakukan mendekati test akhir semester. Akibatnya siswa harus mempelajari tumpukan materi cukup banyak, serta harus merecall ingatannya atas materi yang pernah dipelajari karena tenggang waktunya yang cukup lama.

    Pembahasan

    Dari fakta-fakta yang penulis temukan di SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, tampak bahwa kondisi demikian akan menghambat perkembangan

    sekolah. Sekolah memerlukan perubahan yang bersifat mendasar karena

    menyangkut filosofi tentang sekolah. Perubahan cara memandang terhadap

    sekolah tentu berpengaruh bagaimana kita bersikap dan berperilaku.

    Konsep paradigma sekolah sebagai pusat layanan pengembangan potensi

    siswa membawa perubahan prioritas. Titik focus perhatian adalah potensi siswa

    setelah itu baru dicarikan bentuk solusi pengembangannya. Dan dampaknya

    terhadap manejemen pun berubah, yang biasanya selalu berorientasi pada fisik tetapi sekarang dilakukan secara komprehensif. Kalau kita ibaratkan komputer

    yang berbentuk fisik kita sebut Hardware sedangkan programnya kita sebut

  • Software. Software yang berbentuk program-program sekolah inilah yang

    membuat sekolah jadi hidup, dinamis dan kreatif. Berdasarkan temuan-temuan di atas dan merujuk pada konsep sekolah

    sebagai pusat layanan potensi dan manajemen komprehensif, penulis membuat program sebagai jawaban masalah yang di hadapi sekolah. Program tersebut adalah :

    1. Program Kelas Non-Reguler Bermula dari sebuah pengalaman ketika penulis menjadi kepala sekolah

    di SMA 1 Negeri Karangkobar. Pada saat itu ada kesulitan dalam penjurusan siswa, karena jumlah masukan tidak sesuai dengan jumlah yang dikendaki. Rancangan semula untuk program IPA ditambah sedangkan Program IPS dikurangi. Namun Jumlah masukan ke IPA tidak memadai akhirnya dikurangi, resikonya program IPA ada 2 kelas gemuk ( lebih dari 40 anak per kelas). Jumlah masukan IPS jadi bertambah banyak melebihi dari 2 kelas gemuk. Akhirnya diputuskan IPS menjadi 3 kelas yang perkelasnya 35 anak. Pertimbangan lainnya adalah masukan dari guru-guru yang mengajar di kelas III IPS, bahwa jumlah siswa lebih dari 40 anak merupakan beban berat.

    Setelah berjalan satu tahun pelajaran barulah diketahui hasil yang diharapkan, yaitu dari sejumlah 5 kelas, hanya satu anak yang harus mengulang ujian. Berdasarkan pengalaman dimungkinkan sekali yang tidak lulus bisa lebih dari 8 anak. Menurut pemikiran penulis ada beberapa alasan mengapa kelas gemuk tidak menguntungkan dalam pembelajaran. a. Siswa tidak mendapatkan pelayanan secara maksimal

    Dalam pembelajaran sangat dimungkinkan bila seorang guru dengan anak yang berjumlah di atas 40, tentu ada sebagian yang tidak bisa dibantu dengan baik. Akibat selanjutnya adalah porsi bantuan yang diberikan oleh guru kepada siswa juga tidak merata, dan hasilnya kedalaman penguasaan suatu bahan pelajaran yang dipelajari sangat variatif. Dan sesuai dengan perjalanan waktu akumulasi ketidaktuntasan belajar semakin besar karena guru harus mengejar target kurikulum. Keputusan tersebut menyebabkan guru mengabaikan fungsi pelayanan terhadap sebagian besar siswa yang

  • kurang berpotensi karena target kurikulum. Dampaknya terhadap prestasi akademik daya serapnya menjadi rendah, dan terjadilah manajemen nilai.

    b. Permasalahan yang timbul dari kelas padat lebih besar Sangat dimungkinkan bahwa dalam satu kelas terdapat beberapa anak yang sangat aktif (untuk tidak menyebut anak nakal). Meskipun tidak banyak bila mereka berkumpul dan berinteraksi tentu suasana kelas menjadi gaduh dan bising. Bila kondisi ini tidak bisa diatasi dengan baik tentu akan mengganggu proses pembelajaran di kelas. Concern guru lebih banyak terganggu untuk mengelola anak yang aktif tersebut dari pada memfasilitasi penguasaan materi pelajaran, dan akibatnya pembelajaran berjalan sangat lambat. Dampaknya terhadap guru menjadi cepat capai karena menangani lebih banyak masalah yang timbul di kelas.

    Berdasarkan pengalaman dan masukan-masukan tentang kelemahan kelas gemuk, kemudian kami menawarkan kepada guru-guru untuk membentuk kelas Non-Reguler. Pemilihan nama tersebut lebih pada pertimbangan untuk menghindari kesan eksklusif. Pembentukan kelas Non-Reguler diharapkan agar siswa bisa mendapatkan layanan maksimal dalam mengembangkan potensinya. Dengan demikian konsep kelas Non-Reguler harus dibuat sebagai berikut :

    1. Siswa dalam kelas tidak boleh lebih dari 30 anak. 2. Batas tuntas lebih tinggi dari pada kelas Reguler. 3. Penerimaan siswa berdasarkan pilihan siswa pada waktu pendaftaran. 4. Dari jumlah pendaftar dirangking sampai rangking 30. Rangking 30 ke

    bawah dimasukkan kelas reguler. 5. Guru yang mengajar pada kelas Non-Reguler merupakan guru pilihan. 6. Rangking pada kelas Non-Reguler tidak berdiri sendiri tetapi disebar

    dimasukan pada kelas reguler. Hal ini untuk mensiasati masuk ke PTN melalui jalur PMDK.

    7. Di kelas Non-Reguler diberikan layanan konsultasi pembelajaran. 8. Media pembelajaran yang digunakan juga lebih terpenuhi 9. Karena dalam satu kelas hanya terdiri dari 30 anak, pembayaran dana

    komite sekolah juga lebih besar. 10. Menempati ruang kelas yang representatif.

  • 2. Program Quota Penerimaan Siswa Baru (PSB)

    Letak SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok sebetulnya sangat strategis berada ditengah segitiga kabupaten, yaitu Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Tetapi letak yang demikian, sekolah kurang diuntungkan dalam

    penjaringan bibit unggul. Masyarakat mampu Purwareja-Klampok, bila anaknya mempunyai potensi besar, lebih cenderung mengirimkan anaknya

    bersekolah di SMA lain di luar kecamatan Purwareja-Klampok. Dampaknya terhadap SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, jumlah input

    berpotensi yang masuk sangat sedikit. Kondisi demikian menyebabkan

    sekolah kesulitan keluar dari stigma sebagai subordinate sekolah lain di

    sekitarnya. Upaya apapun yang ditempuh dalam meningkatkan prestasinya

    akan terasa berat untuk mengungguli SMA 1 Purbalingga, Banyumas dan

    Banjarnegara. Dengan demikian harus ada cara lain untuk mengangkat nama SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok yang selanjutnya bisa digunakan untuk membuat opini publik.

    Dari dasar pemikiran itu maka muncullah wacana adanya Quota PSB. Maksudnya SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok memberikan Quota yang berbeda kepada SLTP sesuai dengan peringkat image sekolah tersebut di

    masyarakat. Quota tersebut diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi agar mau masuk ke SMA. Jumlah Quota berkisar antara 10 sampai dengan 15 anak berhak mendapat keringanan keuangan sekolah selama satu semester. Dan

    bahkan apa bila salah satu diantara mereka menempati ranking tertinggi dalam

    pendaftaran ia berhak mendapatkan keringanan keuangan operasional sekolah

    selama satu tahun. Meskipun demikian tawaran inipun belum direspond

    dengan baik oleh masyarakat, bahkan mereka mengira sekolah lain melakukan

    hal yang sama.

    3. Program Rewards

  • Agar SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok memperoleh banyak prestasi maka sekolah harus kreatif membuat wadah-wadah kegiatan yang diantaranya

    dengan memperbanyak jenis kegiatan ekstra kurikuler. Selain itu untuk meningkatkan motivasi berprestasi baik bidang akademik maupun non-

    akademik, sekolah menyediakan hadiah bagi siswa dan guru yang berprestasi.

    Pengaturan besarnya dana tersebut ditetapkan dengan keputusan Kepala

    Sekolah. Dengan demikian Beasiswa Prestasi yang ada di sekolah bukan saja berasal dari Pemerintah tetapi juga berasal dari dana operasional sekolah sumbangan orang tua murid.

    Dampaknya sungguh di luar dugaan, karena yang tadinya tidak pernah

    diperhitungkan dalam berbagai perlombaan sekarang hasilnya menjadi Juara Umum II PORSENI Kabupaten dan Juara Umum II Olimpiade Sain dan

    Astronomi Kabupaten. Berikut ini saya sajikan tabel beasiswa prestasi yang dijadikan acuan selama ini. Meskipun tampak kecil namun secara kumulatif pengeluarannya besar.

    No. Uraian

    Beasiswa Tingkat Individu Individu Kelompok Keterangan Kompetisi Seleksi Kompetisi

    1 Juara I Nasional Bebas OP Bebas OP Bebas OP 1 OP = Rp 50,000

    2 Juara II Nasional 12 OP 12 OP 12 OP 3 Juara III Nasional 7 OP 7 OP 6 OP 4 Juara I Propinsi 6 OP 2 OP 3 OP 5 Juara II Propinsi 5 OP 1 OP 2.5 OP 6 Juara III Propinsi 2 OP 4/5 OP 2 OP 7 Juara I Kabupaten 2 OP 1 OP 8 Juara II Kabupaten 1 OP 4/5 OP 9 Juara III Kabupaten 4/5 OP 3/5 OP

    10 Pendaftar Tertinggi 12 OP

    11 Program Kuota 6 OP

    12 Juara Paralel 6 OP

  • Saya katakan bahwa rewards ini juga berlaku untuk guru dan staf TU yang berprestasi, dan tabelnya adalah sebagai berikut :

    No. Reward Guru Tingkat Individu Kelompok Keterangan Kompetisi Kompetisi

    1 Juara I Nasional 900,000 900,000 Setiyadi S.Pd 2 Juara II Nasional 800,000 800,000 3 Juara III Nasional 700,000 700,000 Untuk Kelom- 4 Juara I Propinsi 600,000 600,000 pok dibagi 5 Juara II Propinsi 500,000 500,000 jml anggotanya 6 Juara III Propinsi 400,000 400,000 7 Juara I Kabupaten 300,000 300,000 8 Juara II Kabupaten 200,000 200,000 9 Juara III Kabupaten 100,000 100,000

    10 Teacher 300,000 of the Year

    4. Program Interest Groups

    Konsep pembinaan interest groups bermula dari pengalaman dalam lomba Olimpiade mata pelajaran dimana SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok kurang mendapatkan posisi yang menguntungkan. Salah satu penyebab yang

    bisa dipertanggungjawabkan adalah pembinaan yang lemah di sekolah. Keadaan demikian tentu secepatnya harus dibenahi dengan pola

    pembinaan berbeda dari yang selama ini digunakan. Kemudian Pola Interest Groups diketengahkan. Dalam Interest Group guru diberi kebebasan mencari dan membina siswa-siswa yang berprestasi dari kelas X dan II, yang berjumlah berkisar 10 anak untuk setiap mata pelajaran. Rancangannya pembinaan kelas II untuk lomba tahun sekarang sedangkan kelas X untuk tahun berikutnya. Bila rencana ini berjalan baik tentu tidak ada alasan untuk tidak menjadi yang terbaik. Terbukti untuk tahun ini mampu menempati Juara Umum II Kabupaten.

    Namun kendalanya sebagian guru tidak mudah berubah dari kebiasaan

    yang sebelumnya dijalankan. Pembinaan rutin secara kontinyu menjadi tersendat. Berikutnya yang diperlukan adalah system pengendalian kegiatan

    yang bisa menjamin pembinaan itu lancar.

  • 5. Program sekolah berwawasan bahasa Jepang Di SMA lain mungkin juga ada pembelajaran bahasa Jepang namun jelas

    SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok mempunyai arah yang berbeda. Pelajaran bahasa Jepang diperkenalkan sejak kelas X dikandung maksud untuk mendukung penjurusan program Bahasa pada kelas XI, sedangkan pembelajaran pada kelas II untuk mendukung program bahasa pada kelas III. Dengan demikian pembelajaran Bahasa Jepang ditangani serius bukan sekedar semacam lip services di mata masyarakat.

    Dasar pemikiran praktis ditetapkannya bahasa Jepang sebagai wawasan khusus sekolah selain logika di atas yaitu adanya kecenderungan masyarakat menjadikan Jepang sebagai tempat tujuan kerja. Last but not least sekolah selalu concern mewadahi keinginan anak yang ingin mengembangkan

    potensinya di bidang bahasa untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. 6. Program vocational skills

    Mayoritas tingkat penghidupan orang tua/wali murid SMA Negeri Purwareja Klampok berekonomi lemah. Sangat bisa dipahami bila siswa yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi juga sedikit ( 25%). Agar siswa yang telah lulus nantinya berketrampilan dan bisa mandiri, sekolah menerapkan program

    vocational skills. Dan ketrampilan yang dikembangkan adalah Komputer dan Elektronika.

    Sepintas kilas mungkin tidak berbeda dengan sekolah lain dalam menerapkan vocational skills, tetapi sebetulnya ada perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

    1. Program vocational skills di SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok dimasukkan ke dalam intra kurikuler.

    2. Program komputer diberikan untuk seluruh kelas, dari kelas X, II dan

    III. Pada akhir kelas X dan II diharapkan siswa sudah mahir MS Word dan Excel, sedangkan siwa kelas III terampil pada Komputer Akuntansi.

    3. Program Elektronika sedang dikembangkan pada seluruh kelas X. Pilihan Elektronika diambil karena pertama, bidang ini bisa dikuasai

  • baik oleh anak putra maupun putri sehingga guru mudah mengelola kelas. Kedua, Guru sudah tersedia. Ketiga, Tenaga kerja bidang elektronika pada masa ini banyak dibutuhkan.

    4. Program Elektronika dirancang berkelanjutan sampai kelas XII.

    7. Program Pembentukan Image sekolah (Radio Sekolah, Majalah sekolah, Internet dan Web site )

    Sekolah mungkin sudah berusaha banyak hal dan memperoleh banyak kesuksesan namun image masyarakat terhadap SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok sebagai sekolah alternatif belum berubah. Keadaan demikian tentu menyulitkan bagi sekolah untuk berkembang dan mendapatkan kepercayaan yang lebih besar.

    Agar image mayarakat terhadap sekolah berubah, sekolah harus produktif dan aktif memberikan informasi tentang inovasi, prestasi, dan aktivitas sekolah terhadap masyarakat. Untuk itulah diperlukan adanya sarana sebagai pusat informasi dan sekaligus sebagai sarana pengembangan potensi siswa. Sarana tersebut adalah Majalah sekolah, Radio Sekolah, dan Internet.

    Majalah Sekolah dikembangkan dari majalah dinding. Terbit 2 kali setahun pada akhir semeter gasal dan genap. Melalui majalah ini masyarakat mendapatkan banyak informasi perkembangan sekolah dalam kurun waktu satu semester. Sedangkan bakat siswa dalam tulis menulis mendapat tempat pengembangan.

    Efektifitas majalah dirasa kurang, maka muncullah Radio Sekolah yang setiap sore melakukan siaran. Radio Sekolah mengudara dengan Frequensi FM 89,7 dan daya jangkau sampai 5 km di sekitar sekolah. Dengan banyaknya informasi dari sekolah diharapkan masyarakat lebih rasional dalam memandang SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok.

    Tetapi melalui radio sekolah informasi lebih cenderung satu arah yaitu dari sekolah ke masyarakat. Supaya sekolah juga memperoleh akses dari luar, sekarang sekolah sedang merancang web site untuk di launching. Meskipun demikian untuk memenuhi kebutuhan informasi penting saat ini sudah bia diatasi dengan internet sekolah.

  • 8. Kerjasama dengan Yayasan keagamaan dalam pembinaan Mental

    Tenaga guru agama terbatas hanya ada 3 orang dengan siswa lebih dari 800. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada bulan puasa pembinaan agama tidak bisa dilakukan dengan intensif mendalam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sekolah melakukan kerja sama dengan lembaga keagamaan untuk pembinaan.

    Dalam kerja sama ini sekolah hanya sekedar memberikan sumbangan ala kadarnya. Sedangkan pihak Yayasan bertanggung jawab pada pembinaan program yang sudah disetujui oleh pihak sekolah. Dalam kegiatan keagamaan ini, guru agama sekolah bertindak sebagai koordinator.

    Tindak lanjut pembinaan keagamaan ini kemudian diteruskan tidak hanya pada bulan puasa, namun dalam bentuk kegiatan yang berbeda. Dengan demikian anak mendapatkan layanan kegiatan ekstra keagamaan dalam wadah

    Rohani Islam (Rohis).

    9. Program pengendalian Ulangan Harian (Komputer on line)

    Karena berbagai alasan yang tidak rasional, keteraturan ulangan harian

    sering tidak dilakukan dan yang terjadi penumpukan ulangan harian. Untuk mempermudah pengendalian ulangan harian, sekolah mengaplikasikan

    manajemen on line. Dalam program ini guru disediakan beberapa komputer untuk mengimput hasil ulangan harian.dengan password yang dimiliki.

    Selanjutnya Kepala Sekolah dan Bagian Biro bisa mengetahui siapa-siapa guru yang belum melakukan ulangan harian sesuai jadwal yang ditentukan. Dan melalui pembinaan briefing Kepala Sekolah dapat menyampaikan program ulangan harian untuk dilaksanakan secara teratur.

    Sebetulnya Komputer on line ini bukan sekedar dimaksudkan untuk pengendalian ulangan harian saja tetapi untuk kepentingan yang lebih luas karena komputer on line menyangkut masalah manajemen. Pada saat ini yang sudah bisa diakses melalui on line adalah Komputer Kurikulum, Biro Akademik, Kepala SekolahTata Usaha Sekolah, Guru, Piket dan BP/BK.

  • Kesimpulan, Implikasi, dan Saran

    Kesimpulan. Kondisi awal pada saat penulis bertugas di SMA Negri 1 Purwareja-Klampok menunjukkan bahwa sekolah miskin layanan baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik. Untuk fisik bisa ditelusuri dari minimnya sarana layanan misalnya tidak representatifnya WC, Kantin, ruang-ruang kegiatan siswa. Sedangkan untuk Non-Fisik ditunjukkan oleh sedikitnya program layanan yang berupa ekstra kurikuler, program peningkatan mutu sekolah, program vocational skills, program pembinaan mental dan program hubungan masyarakat.

    Permasalahan sarana layanan sangat mudah dipecahkan karena asal sekolah punya dana, perbaikan dan pengadaan sarana langsung bisa dilakukan oleh siapa saja. Tetapi permasalahan program layanan adalah permasalahan kreativitas dan kredibilitas wawasan Kepala Sekolah. Dan keragaman program layanan karena menyangkut masalah pemahaman Kepala Sekolah terhadap Paradigma Sekolah.

    Pemahaman pengelola sekolah terhadap paradigma sekolah berpengaruh besar terhadap model pendekatan pengelolaan sekolah. Konsekuensi paradigma sekolah sebagai pusat layanan siswa dalam mengembangkan potensinya secara maksimal maka orientasi pengembangan sekolah harus merujuk pada kebutuhan siswa. Oleh karena itu pengelolaan sekolah harus dilakukan secara berkese-imbangan antara pembenahan fisik dan Non-Fisik.

    Sekolah bukan lagi dipandang secara fisik belaka namun sesuatu hal hidup yang mampu memberikan layanan. Karena beragam kebutuhan siswa perlu mendapatkan layanan maka sekolah berkewajiban mengembangkan berbagai macam program Layanan tersebut berupa program yang applicable dan efisien. Sekolah dikatakan efektif bilamana semua siswa bisa mendapatkan layanan penuh. Melalui program-program tersebut sekolah menjadi hidup dinamis penuh dengan kreativitas dan semangat, sehingga bersekolah itu menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan.

    Implikasi. Paradigma Sekolah dan Konsep pengelolaan Sekolah Secara Komprehensif menuntut Kepala Sekolah kreatif membuat produk-produk layanan

    dalam bentuk wadah kegiatan siswa. Dan konsisten terhadap komitmen sekolah sebagai pusat layanan, konsekuensinya sekolah harus mengadakan banyak

  • program layanan dengan dana yang tidak sedikit. Berbagai masukan dari guru, karyawan atau murid sepanjang menyangkut pelayanan siswa demi kemajuan sekolah sedapat mungkin diusahakan.

    Pembentukkan banyak program layanan memerlukan banyak SDM yang

    kredibel, akibatnya sekolah harus mencari SDM tersebut untuk menutupi kekurangannya. Untuk memastikan semua kegiatan berjalan dengan baik maka pengendalian program segera dilakukan.

    Saran-saran. Wawasan Kepala Sekolah tentang paradigma sekolah membawa pengaruh pada pola pikir dalam pengembangan sekolah. Pemikiran inovasi sekolah agar bisa diaplikasikan memerlukan dukungan warga sekolah. Kepala sekolah harus mampu meyakinkan bahwa konsep yang ditawarkan bisa dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

    Inovasi dalam banyak hal berarti perubahan dengan banyak pekerjaan. Ada kecenderungan manusia untuk menghindari pekerjaan baru karena ia harus mengkonsentrasikan pikiran dan tenaga untuk mempelajari pekerjaan baru tersebut. Kendala yang bakal muncul adalah kurangnya dukungan yang berakibat tidak lancarnya kegiatan sehingga hasilnya tidak maksimal. Agar program layanan berjalan baik maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya :

    1. Ada argumen yang kuat mengapa suatu program layanan perlu diadakan. 2. Program layanan yang ditawarkan sebelumnya disosialisasikan kepada

    guru sebelum ada kesepakatan. 3. Setelah mendapatkan dukungan, tim program layanan bisa dibentuk. 4. Ada aturan dan prosedur kerja sehingga tim bekerja sesuai dengan

    jobnya. 5. Dana kegiatan disediakan. 6. Bila mana kegiatan sudah berjalan maka monitoring sebagai sarana

    pengendalian harus dilakukan dengan baik. 7. Evaluasi program dilakukan untuk perbaikan program. 8. Hasil program layanan harus segera diinformasikan kepada masyarakat.

  • Daftar Pustaka

    Biro Hukum dan Organisas Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia : Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

    Boyan, Norman J. (ed). 1988. Handbook of Research on Educational Administration. New York : Longman Inc.

    Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2003. Pedoman Penyusunan StandarPelayanan minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Dikdasmen. Jakarta

    Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Ed. 3. Jakarta

    Hasibuan, Bara. 2004. 26 Juni. Human development : Siapa Peduli? Kompas, h. 4.

    Sofyan, Herminanto. 2004. Pedoman Khusus : Penelusuran Potensi Siswa. Jakarta : Depdiknas

    Orstein, Allan C. and Levine, Danile U. 1985. An Introduction to the Foundations of Education. Boston : Houghton Miffin Company.

    Orlosky, Donald E .et al. 1984. Educational Administration Today. Ohio : Charles E. Merill Publising Company

    Sinar Grafika. 2001. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Jakarta

  • SMA NEGERI 1 PURWAREJA-KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

    JL RAYA PURWAREJA-KLAMPOK Telp. (0286) 479092 BANJARNEGARA 53474

    BIO DATA

    N a m a : Supriyadi N I P : 131650243 Tempat/ Tgl Lahir : Wonogiri 4 Mei 1960 Jenis Kelamin : Laki-Laki

    Pendidikan Terakhir : S2 Jurusan : Administrasi Pendidikan

    Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, Banjarnegara Alamat Sekolah : Jl. Raya Purwareja-Klampok, Banjarnegara 53474 Jabatan sekarang : Kepala Sekolah. Mengajar Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Prestasi Sebagai Guru SMA : Mewakili Jawa Tengah sebagai Exchange Teacher Jawa Tengah-Quensland, Australia Prestasi sebagai Kepala SMA : ---

    Banjarnegara, 1 juli 2005

    S U P R I Y A D I NIP 131650243

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Supriyadi. lahir di Wonogiri, 4 Mei 1960. Pendidikan Dasar di selesaikan di Desa Ngarjosari Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri pada tahun 1972. Kemudian melanjutkan sekolah ke SMP Sultan Agung Tirtomoyo, selesai tahun 1975. Dan pada tahun 1979 menyelesaikan sekolah di SPG Negeri Wonogiri.

    Pada tahun 1980 bekerja sebagai guru SD Arjosari 2, sambil kuliah di Unuiversitas Muhammadiyah Surakarta jurusan Bahasa Inggris, dan gelar sarjana mudanya diperoleh pada tahun 1983. Gelar sarjana pendidikan Bahasa Inggris diraih pada tahun 1986 pada universitas yang sama. Pada akhir tahun 1986 diangkat sebagai guru SMU Negeri 1 Banjarnegara.

    Selama mengajar di SMU Negeri 1 Banjarnegara ikut juga mengajar di SMU Muhammadiyah 1 Banjarnegara dan SMU Negeri Wanadadi. Terakhir mengajar di kedua sekolah tersebut saat diangkat sebagai Guru Inti bidang studi Bahasa

    Inggris di Banjarnegara. Pada tahun1996 dipilih sebagai Exchange Teacher mewakili Jawa Tengah bertugas di Queensland, Australia selama 1 tahun. Kemudian pada tahun 1999 diangkat sebagai Kepala Sekolah di SMU Negeri 1 Karangkobar sampai dengan Juli 2002, kemudian dimutasikan di SMU Negeri

    Wanadadi untuk 1,5 tahun, dan sekarang sebagai Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Purwareja Klampok , Banjarnegara.

    Menikah dengan Sri Handayani, S.Pd. pada tahun1991 dan saat ini di karuniai 2 anak, yaitu Diyan Luqman Nur Fatoni Banjaransari dan Meutia Setyowati Mahanani Lestari. Pada tahun 2001 mendapat izin belajar meneruskan pendidikan pada program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Program Studi Administrasi Pendidikan.