karya tulis ilmiah faktor – faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban di jorong lubuk aro...

Upload: dark-green-rief

Post on 18-Oct-2015

206 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan D-III Jurusan Kesehatan Lingkunganoleh OVARIA SUWANDINIM 101114271Poltekkes kemenkes padang 2013

TRANSCRIPT

75

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIsu pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) di Indonesia telah tertuang dalam tujuan ke 7 dari 10 target tujuan pembangunan Millennium Development Goals (MDGs). Target tersebut berbunyi Menurunkan Sebesar Separuh, Proporsi Penduduk Tanpa Akses Terhadap Sumber Air Minum yang aman dan berkelanjutan serta Fasilitas Sanitasi Dasar pada tahun 2015 (Waspola Sumbar, 2010)Indikator MDGs Goal 7 Kelestarian Target 7 C yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015. Target akses air minum tahun 2015; 1) Kota: 75,29 % ; 2) Desa: 65,81 %; Total: 68,87 %. Target akses sanitasi layak tahun 2015; 1) Kota: 76,82 %; 2) Desa: 55,5 %; Total: 62,41 %. (Bappenas, 2011) Indikator Prioritas Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014 adalah prioritas 3 kesehatan yaitu pelaksanaan upaya kesehatan preventif terpadu: penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67 % penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75 % penduduk sebelum tahun 2014. (Bappenas, 2011)Kontrak kinerja Menteri dengan Presiden RI yakni bertanggungjawab atas tercapainya prioritas nasional yaitu Program kesehatan preventif terpadu, penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67 % penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75 % penduduk sebelum tahun 2014. (Bappenas, 2011)Indikator prioritas nasional Rencana Kerja Pemerintah (RKP( 2011 dan 2012 yakni prioritas 3 program aksi bidang kesehatan antara lain penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas tahun 2011 sebesar 62,5 % dan tahun 2012 sebesar 63 %, penduduk yang menggunakan jamban sehat tahun 2011 sebesar 67 % dan tahun 2012 sebesar 69%. (Bappenas, 2011)Salah satu sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2011 2015 yaitu meningkatkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat dari 67 % pada tahun 2011 menjadi 75 % pada tahun 2015. (Dinkes Sumbar, 2011)Hasil Survei BPS triwulan pertama tahun 2011, menunjukkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat di Indonesia secara keseluruhan adalah 55,2 % (Kemenkes RI, 201)Dalam Rakernas Tahun 2010 di Bali, disampaikan bahwa pada tahun 2009 Indonesia telah mencapai angka 47,63 % untuk proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sumber air minum yang layak, sedangkan Sumatera Barat telah mencapai proporsi penduduk mencapai angka 49,00 %. Sementara untuk akses terhadap Sanitasi yang layak, untuk tahun 2009, Indonesia mencapai angka 51,02 % penduduk telah memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Sedangkan propinsi Sumatera Barat capaiannya masih dibawah rata-rata Nasional dengan capaian 39,31 %. Namun, kualitas dari fasilitas sanitasi dasar tersebut tidak diperhatikan dalam angka pencapaian tersebut. Oleh karena itu, masih dibutuhkan kerja keras untuk meningkatkan profil air minum dan sanitasi di Indonesia. (Waspola Sumbar, 2010)Tingkat kepemilikan fasilitas pembuangan tinja/ jamban yang terendah dijumpai di daerah Provinsi Gorontalo (29,18 %) dan Nusa Tenggara Timur (34,54 %), sedangkan yang kepemilikannya antara 40 50 % terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat, Papua, Maluku Utara, Nangro Aceh Darussalam, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Barat. Provinsi lainnya diatas 50 80 % (Health Statistik, 2007 dalam Sarudji, 2010: 236)Kondisi kepemilikan sarana jamban di Sumatera Barat (kondisi tahun 2008), Kota Payakumbuh merupakan daerah yang memiliki presentase keluarga kepemilikan sarana jamban tertinggi di Sumatera Barat sebesar 73,75 % dan Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan daerah yang memiliki presentase keluarga terendah yang memiliki sarana jamban sebesar 48,89 %. (Waspola Sumbar, 2010)Pembuangan tinja/ jamban tidak dapat dipisahkan dengan air bersih. Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar yaitu tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47 % masyarakat berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka. (Sarudji, 2010: 236)H.L. Blumm (1974) menjelaskan konsep hubungan antara manusia (masyarakat) dengan lingkungan. Menurutnya faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan berpengaruh terhadap status atau derjat kesehatan masyarakat. (Sarudji, 2010: 46)Ada empat faktor yang mempengaruhi derjat kesehatan yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor hereditas (keturunan). Dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat keempat faktor ini perlu menjadi perhatian. Oleh sebab itu intervensi terhadap lingkungan adalah bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sementara intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi adalah dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi, penstabilan politik, dan keamanan. Disamping itu pendidikan kesehatan merupakan intervensi terhadap perilaku yang digabungkan dengan faktor lainnya (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas). (Fachruddin, 2005: 2)Dari penelitian Vivi Maya Sari mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga di pemukiman nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat tahun 2011 didapatkan persentase tidak memiliki jamban keluarga 57,9 %, tingkat pendidikan rendah 66,5 %, tingkat pengetahuan tinggi 56,7 %, sikap negatif 53,0 %, status ekonomi miskin 56,1 % dan ada peranan petugas kesehatan 50,6 %. Didapatkan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, status ekonomi dan peranan petugas kesehatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepemilikan jamban keluarga. (Sari, 2011)

Dari penelitian Neydi Chandra Dewi Dunggio mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan jamban di Desa Modelomo Kecamatan Tilong Kabila Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012 di dapatkan tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan jamban di Desa Modelomo berada pada kategori rendah sebanyak 163 (63,2 %) responden, penggunaan jamban di desa Modelomo berada pada kategori rendah sebanyak 207 (79 %) responden, sikap responden terhadap penggunaan jamban di Desa Modelomo berada pada kategori buruk sebanyak 254 (96,9 %) responden, serta kondisi jamban di Desa Modelomo berada pada kategori buruk sebanyak 238 (90,8 %) dari 262 responden. (Dunggio, 2012)Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pasaman pada Tahun 2011, diketahui distibusi frekuensi penduduk Kecamatan Rao menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah sebesar 45,97 % penduduk yang tamat SD/Sederajat, 35,57 % penduduk yang tamat SMP/Sederajat, 15,41 % penduduk yang tamat SMA/Sederajat, 2,21 % penduduk yang tamat Akademi, dan 0,78 % penduduk yang tamat Pergururuan Tinggi. Distribusi frekuensi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Rao yang tertinggi adalah pekerjaan sebagai petani sebesar 81,14 %. (BPS Kab. Pasaman, 2011)Data sanitasi dasar tahun 2012 dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman menunjukkan bahwa capaian akses jamban untuk kabupaten Pasaman adalah 42.96 % dengan target akses jamban sebesar 67 % pada tahun 2012. Capaian akses jamban untuk kecamatan Rao pada tahun 2012 adalah 55.77 %. Capaian akses jamban baik kabupaten Pasaman maupun Kecamatan Rao sama sama belum mencapai target capaian akses jamban Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman yakni 67 %. Target akses jamban tersebut disesuiakan dengan sasaran pembangunan kesehatan RI pada tahun 2011 2015 yaitu meningkatkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat dari 67 % pada tahun 2011 menjadi 75 % pada tahun 2015. (Dinkes Kabupaten Pasaman, 2012)Kecamatan Rao terdiri dari 2 Nagari, yakni Nagari Tarung Tarung dan Nagari Padang Mentinggi. Masing masing nagari tersebut memiliki 9 Jorong. Nagari Padang Mentinggi tersebut memiliki 9 Jorong yakni Jorong Padang Mentinggi, Jorong Pertanian, Jorong Sungai Raya, Jorong Sumpadang, Jorong Sumpadang Baru, Jorong Polongan Duo, Jorong Muaro Cubadak, Jorong Panyang Gerahan dan Jorong Lubuak Aro. Jorong Lubuk Aro adalah Jorong yang ke 6 pada Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman. Jarak antara Jorong Lubuk Aro dengan pusat Kecamatan Rao adalah 4,5 Km, jarak antara Jorong Lubuk Aro dengan pusat Kabupaten Pasaman adalah 59,5 Km, dan jarak antara Jorong Lubuk Aro dengan pusat Provinsi Sumatera Barat adalah 219,5 Km. (BPS Kab. Pasaman, 2011)Puskesmas Rao adalah puskesmas yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan di Kecamatan Rao termasuk seluruh jorong di Nagari Padang Mentinggi. Data Puskesmas Rao menjelaskan bahwa, dari 9 Jorong yang terdapat di Nagari Padang Mentinggi, Jorong yang memilki akses jamban dibawah 30 % adalah Jorong Lubuk Aro sebesar 29,42 %, Jorong Sumpadang sebesar 29, 14 %, dan Jorong Muaro Cubadak sebesar 21,96 %. Akan tetapi untuk data penduduk yang memiliki jamban di Nagari Padang Manttinggi adalah Jorong Lubuk Aro yang cakupan kepemilikan jambannya rendah sebesar 1,93 %. (Puskesmas Rao, 2012)

Data Klinik Sanitasi Puskesmas Rao pada bulan Desember tahun 2012 diperoleh bahwa ada 39 kasus penyakit berbasis lingkungan yang terjadi di Nagari Padang Mentinggi. Distribusi penyakit berbasis lingkungan tersebut antara lain, penyakit diare, penyakit ISPA, penyakit TB paru, dan penyakit kulit. (Klinik Sanitasi Puskesmas Rao, 2012).

L Green (1980 dalam Notoatmodjo, 2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah faktor predisposisi (pre disposing factor) merupakan faktor dasar motivasi untuk bertindak meliputi: pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi, sistim nilai yang dianut masyarakat, pendidikan dan sosial ekonomi. Faktor pemungkin (enabling factor) merupakan faktor yang memungkinkan suatu motivasi pelaksana yang meliputi ketersediaan sarana dan pelayanan kesehatan dan faktor penguat (reinforcing factor) merupakan faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang meliput dukungan keluarga, personal petugas kesehatan, atasan dan lainnya. Perilaku Masyarakat dalam pemanfaatan jamban berkaitan dengan faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat yaitu pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, kepemilikan jamban, serta adanya penyuluhan jamban.Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka peneliti merasa perlu mengadakan penelitian mengenai Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 20131.2 Rumusan MasalahDari uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Faktor faktor apa sajakah yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013?.1.3 Tujuan Penelitan

1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 20131.3.2 Tujuan Khusus1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi status pekerjaan masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pendidikan masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.4 Diketahuinya distribusi frekuensi sikap masyarakat di Nagari Jorong Lubuk Aro Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.5 Diketahuinya distribusi frekuensi memiliki atau tidak memiliki jamban pada masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.6 Diketahuinya distribusi frekuensi ada atau tidaknya penyuluhan tentang jamban pada masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.7 Diketahuinya distribusi frekuensi pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.8 Diketahuinya hubungan status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.9 Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.10 Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.11 Diketahuinya hubungan sikap masyarakat dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.12 Diketahuinya hubungan memiliki atau tidak memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.3.2.13 Diketahuinya hubungan ada atau tidak adanya penyuluhan jamban dengan pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.1.4 Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:1.4.1 Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan.

1.4.2 Bagi masyarakat sebagai bahan informasi menambah pengetahuan tentang fungsi dan manfaat adanya jamban di lingkungan tempat tinggal.1.4.3 Bagi Puskesmas Rao sebagai masukan untuk meningkatkan kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya peningkatan penyehatan lingkungan khususnya fasilitas sanitasi dasar di masyarakat.1.5 Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup pada penelitian ini adalah faktor faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban yaitu status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, milik atau tidak jamban, dan ada atau tidak adanya penyuluhan jamban. Masyarakat tersebut adalah anggota keluarga yang mewakili masing masing KK di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman dari bulan Maret sampai Juni Tahun 2013.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Jamban dan Tinja2.1.1 Pengertian Jamban

Wagner & Lanoix (1958) mengelompokkan teknik pembuangan tinja ke dalam dua kategori, yakni teknik yang menggunakan sistem jamban (privy method) dan teknik yang menggunakan sistem aliran air (water carried method). (Soeparman, 2002: 55)Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. (Depkes RI, 2009) Jamban merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang air beasar (Pokja AMPL: Informasi Pilihan Jamban Sehat)

Jamban disebut juga kakus, water closet atau WC, merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia. Jamban bermanfaat untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan pencemaran dari kotoran manusia. (Rudiyanto, 2007: 19)Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, kontruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban.(Bapelkes Cikarang)

Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. (Rahma, 2012: 6)2.1.2 Pengertian TinjaYang dimaksud dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feces), air seni (urine), dan CO2. (Notoatmodjo, 2010: 180)Ekskreta manusia (human excreta yang terdiri atas feces dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja (feces) dan air seni (urine). (Chandra, 2012: 124)Dalam kehidupan biologiknya setiap makhluk selalu membuang bahan yang tidak diperlukan atau ekskreta. Manusia membuang bahan ini dalam bentuk semi padat dengan apa yang disebut tinja (feces). Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan oleh tubuh, yaitu sekitar 27 gram berat kering per orang per hari, atau dengan rerata 150 gram berat basah per orang per hari. Tinja mengandung sekitar 2 milyar Fecal coliform dan 450 juta Fecal streptococci (Ehler and Steel, 1958 dalam Sarudji, 2010: 235)2.1.3 Syarat Syarat Pembuangan TinjaDalam penyediaan pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut: (Sarudji, 2010: 241)

a. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah dan sumber air atau air sumur.

b. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

c. Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan.

d. Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang pengganggu lainnya.e. Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi syarat estetika lainnya.

f. Motede yang digunakan sederhana, tidak mahal baik dari segi konstruksi maupun pengopersian serta perawatannya.2.1.4 Metode Pembuatan Pembuangan TinjaSarudji membagi metode pembuatan pembuangan tinja menjadi 2 yaitu : 1) pembuangan tinja tanpa air (excreta disposal without water carriage) dan 2) pembuangan tinja menggunakan air (excreta disposal with water carriage). (Sarudji, 2010: 241 249)1. Pembuangan Tinja Tanpa Air Penggelontor

Yang dimaksud dengan pembuangan tinja tanpa air adalah pembuangan tinja tanpa air untuk menggelontor, sehingga metode ini tidak perlu dilengkapi dengan water seal atau yang lebih sering disebut leher angsa. Umumnya jenis ini banyak digunakan di daerah perdesaan atau daerah yang sulit mendapatkan air bersih.Ada beberapa macam yang tergolong dalam jenis pembuangan tinja ini:

a. Kakus sedehana (Simple latrine atau pit privy)

Disebut juga kakus cemplung. Kontruksinya terdiri atar lubang galian semacam sumuran tetapi dindingnya tidak perlu kedap air. Dindingnya bisa terbuat dari anyaman bambu, pasangan batu merah atau bahan lain untuk memperkuat. Kakus ini dilengkapi dengan bangunan pelindung, dan tidak menjadi satu kesatuan dengan rumah induk. Bila sudah penuh, lubang galian cukup ditimbun dan dibiarkan sekitar 3 bulan untuk mengubah kotoran menjadi humus.b. Kakus kolong (Vault privy)

Yaitu tempat pembuangan tinja yang terdiri atas bak berdinding lapis semen kedap air, ditanam di dalam tanah (kolong) tetapi tidak berfungsi sebagai bak pembusuk (septic tank), melainkan hanya untuk melindungi bahaya kontaminasi terhadap tanah dan sekitarnya, jika kolong sudah penuh maka perlu dikosongkan/ dikuras.c. Kakus pengurai (Septic privy)

Metode pembuangan tinja ini menggunakan bak pengurai (septic tank) yang kedap air, hanya saja tidak menggunakan air penggelontor tetapi dalam pengopersiannya perlu penambahan air untuk mengisi agar dalam bak tersebut tidak kekurangan air yang dimanfaatkan sebagai media pengurai.

d. Kakus kimia (Chemical toilet)

Jenis ini mahal dalam pengopersiannya, kapasitas terbatas, dan perlu perhatian khusus terutama bila sudah penuh karena biasanya yang menjadi masalah adalah cara pengosongannya. Dalam pengoperasiannya menggunakan caustic soda untuk membunuh bakteri dan menghancurkan padatan fekal.e. Kakus parit (Trench latrine)

Biasanya dipakai di daerah pertanian, yaitu dengan menggali parit panjang, pada parit tersebut kemudian digunakan untuk membuang kotoran dan setelah selesai berhajat, kotoran ditimbun dengan tanah yang diperoleh sekitar parit. Sepanjang tanah itu kering maka tidak akan terjadi pencemaran terhadap tanah atau air tanah oleh bakteri.f. Kakus gantung (Overhung latrine )

Merupakan sarana pembuangan kotoran yang terletak di atas badan air atau kolam. Khusus pembuangan kotoran ke badan air/ sungai sebaiknya tidak dilakukan karena untuk perlindungan badan air yang mungkin airnya digunakan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga pada bagian hilirnya. Sedangkan bila dibuat di atas kolam atau empang perlu pertimbangan ekologis dalam pengopersiannya.2. Pembuangan Tinja Dengan Air Penggelontor

Yang dimaksud dengan pembuangan tinja yang menggunakan air adalah pembuangan tinja yang dalam pengopersiannya menggunakan air penggelontor, karena air di samping untuk penggelontor juga untuk mengisi bak pengurai (septic tank). Oleh sebab itu model ini dilengkapi dengan septic tank. Dengan menggunakan air penggelontor maka tempat jongkok untuk berhajat dilengkapi dengan leher angsa (water seal). Kontruksi dari septic toilet ini terdiri atas banguana/ bagian: a) closet atau toilet, yaitu tempat untuk berhajat; b) saluran kotoran menuju septic tank; c) septic tank; d) saluran air ke sumur resapan dan e) sumur resapan.2.1.5 Syarat Syarat Pembuatan KakusDalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada: (Bapelkes Lemahabang).

1. Keadaan daerah datar atau lereng; 2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam; 3. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-rata 10 meter. Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan : (Bapelkes Lemahabang)1. Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur. 2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada waktu banjir. 3. Mudah dan tidaknya memperoleh air.Jamban yang sehat mempunyai beberapa syarat sebagai berikut: (Rudiyanto, 2007: 19 20)

1. Jarak antara sumber air minum dengan lubang penampung minimal 10 meter agar tidak mencemari sumber air minum. Apabila tidak memungkinkan dapat dibuat konstruksi kedap air.

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. WC tidak akan berbau jika kita menyiram hingga bersih lubang pembuangannya.

3. Tidak mencemari tanah di sekitarnya. Oleh karenanya, diperlukan pipa saluran yang kokoh dari jamban menuju lubang penampungan.

4. Lubang pembuangan mudah dibsersihakan hanya dengan disiram air beberapa kali (lubang tidak mampet)

5. Aman digunakan karena bangunan jambannnya yang kokoh.

6. Jamban dilengkapi dinding, atap pelindung, dan pintu yang mudah ditutup. Pintu dilengkapi kunci atau pengait sehingga tidak dapat dibuka orang lain dari luar ketika sedang menggunakannya.7. Penerangan dapat masuk ke dalamnya melalui lubang angin atau genting kaca.

8. Lantainya kedap air sehingga aliran air hanya menuju ke lubang pembuangan air.

9. Luas ruangan berukuran standar dan tidak membatasi ruang gerak.

10. Ventilasi atau lubang pertukaran udara cukup baik. Adanya ventilasi memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam WC yang cukup pengap dengan udara luar yang kaya oksigen. Air dan alat pembersih tersedia.2.1.6 Hubungan Pembuangan Tinja dengan KesehatanDengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin dapat diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit yang mulitikompleks. Penyebaran penyakit pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.(Notoatmodjo, 2007: 180 181)Menurut Anderson & Arnstein terjadinya proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut: (Soeparman, 2002: 7)1. Kuman penyebab penyakit;

2. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab;

3. Cara keluar dari sumber;

4. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial;

5. Cara masuk ke inang baru;

6. Inang yang peka (susceptible)

Gambar 2.1 Jalur pemindahan kuman penyakit dari tinja ke penjamu yang baru (Soeparman, 202: 7)Menurut Soeparman (2002) proses pemindahan kuman penyakit dari tinja sebagai pusat infeksi sampai ke manusia dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah, makanan, susu, serta sayuran. Pembuangan tinja yang dilaksanakan secara saniter akan memutus rantai penularan penyakit.2.2 Teori Perilaku2.2.1 Pengerian Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai banyak frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak. (Wawan ,2011: 48)Menurut Skinner (1983), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus ( Organisme (Respons (Notoatmodjo, 2010: 43)Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari suatu manusia itu sendiri. (Wawan, 2011: 50)2.2.2 Batasan PerilakuBerdasarkan pengertian perilaku menurut Skinner (1983), maka perilaku dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: (Notoatmodjo, 2010: 44)a. Perilaku Tertutup (Covert behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, presepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.b. Perilaku Terbuka (Overt behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar observable behaviour.2.2.3 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni: (Wawan; 2011: 54)

a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam dirimanusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.2.2.4 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908 dalam Notoatmodjo, 2010) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area wilayah, ranah atau domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak.Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2010 : 50 55)1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.d. Analisa (analysis)

Analisa adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/ atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisa adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi formulasi yang telah ada.f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma norma yang berlaku di masyarakat.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senangtidak senang, setujutidak setuju, baiktidak baik, dan sebagainya).

Sikap mempunyai tingkat tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mrngambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.3. Tindakan atau praktik (practice)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain yaitu antara adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.2.2.5 Perilaku KesehatanPerilaku kesehatan (health behaviour) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit, dan faktor faktor yang mempengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservabele), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. (Notoatmodjo, 2010: 46)Becker (1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, dan membedakannya menjadi tiga, yaitu: (Notoatmodjo, 2010: 47)

1. Perilaku sehat (health behaviour)

Perilaku sehat adalah perilaku perilaku atau kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

2. Perilaku sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/ atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behaviour)

Orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).2.2.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan

Mengukur perilaku dan perubahannya, khusunya perilaku kesehatan mengacu kepada 3 domain perilaku. Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2010: 56 58)

a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara cara memelihara kesehatan ini meliputi:

1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan penyakit tidak menular.

2) Pengetahuan tentang faktor faktor yang terkait dan/ atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional.

4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat tempat umum.

5) dan seterusnya

Untuk mengukur pengetahuan kesehtan adalah dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel variabel atau komponen komponen kesehatan.b. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)

Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terahadap hal hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang kurangnya 4 variabel yaitu:

1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular.

2) Sikap terhadap faktor faktor yang terkait dan/ atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

3) Sikap terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional.

4) Sikap untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat tempat umum.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak lansung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan pertanyaan terhadap objek tertentuc. Praktik kesehatan (health practice)Praktik kesehatan atau tindakan kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orangdalam rangka memelihara kesehatan. Tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor seperti pengetahuan dan sikap kesehatan tersebt di atas, yaitu:1) Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit menular dan tidak menular dan praktik tentang cara mengatasi dan menangani (sementara) penyakit yang diderita.

2) Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

3) Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan.4) Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan di tempat tempat umum.Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung , yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan subjek dalam ranka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan.2.2.7 Pengaruh Perilaku Dalam KesehatanPerilaku seseorang atau subjek ditentukan oleh faktor faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Konsep Perilaku menurut Teori Lawrence Green adalah perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu: (Notoatmodjo, 2010: 27)1) Faktor faktor predisposisi (pre disposing factors), yaitu faktor faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai nilai, tradisi, dan sebagainya.

2) Faktor faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku dan tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.3) Faktor faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.2.2.8 Aspek Sosial Yang Mempengaruhi Perilaku KesehatanAda beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan, antara lain: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) pekerjaan , 4) sosial ekonomi. (Notoatmodjo, 2010: 70)Menurut H. Ray Elling (1970), ada beberapa faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain: (Notoatmodjo, 2010: 71 - 72)

1. Pengaruh Self Concept terhadap Perilaku Kesehatan

2. Pengaruh Image Kelompok terjadap Perilaku Kesehtan

3. Pengaruh Identifikasi Individu kepada Kelompok Sosialnya terhadap Perilaku Kesehtan

2.2.9 Urutan Terjadinya Perilaku Ada urutan terjadinya perilaku (khususnya perilaku orang dewasa) menurut pengalaman Notoatmodjo selama pengamatan dan bertugas di lapangan (masyarakat). Urutan terjadinya perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010; 63)SKEMA PERILAKU

Gambar 2.2 Skema Perilaku (Notoatmodjo, 2010)Skema tersebut menjelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya pengalaman pengalaman seseorang serta faktor faktor di luar orang tersebut (lingkungan). Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipesepsikan, diyakini, dan sebagainya, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku. (Notoatmodjo, 2010; 64)2.3 Kerangka TeoriMenurut L. Green (1980) faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama:

Gambar 2.3 Faktor Faktor Pembentuk Perilaku (Notoatmodjo, 2010: 27)2.4 Kerangka Konsep

Dari penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara status pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, memiliki/ tidak memiliki jamban, dan ada/ tidak adanya penyuluhan dengan pemanfaatan jamban oleh masyarakat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman.2.5 Hipotesa Penelitian

2.5.1 Ada hubungan status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.5.2 Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.5.3 Ada hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.5.4 Ada hubungan sikap masyarakat dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.5.5 Ada hubungan memiliki/ tidak memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.5.6 Ada hubungan ada/ tidak adanya penyuluhan jamban dengan pemanfaatan jamban di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Tahun 2013.2.6 Definisi OperasionalTabel 2.1

Definisi Operasional

NoVariabelDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurHasil UkurSkala

1Status Pekerjaan

Keadaan responden untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.WawancaraKuesionerTidak Bekerja

Bekerja

Ordinal

2Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan formal terakhir yang didapatkan oleh responden yang ditandai oleh adanya sertifikat/ ijazah kelulusan.WawancaraKuesionerRendah apabila tidak sekolah, SD, dan SMPTinggi apabila SMA, dan PTOrdinal

3Tingkat Pengetahuan

Hasil penginderaan responden, atau hasil tahu responden terhadap pemanfaatan jamban melalui indera yang dimilikinya. Baik yang didapat pada pendidikan formal maupun pendidikan informalWawancaraKuesionerRendah apabila skore < median 4Tinggi apabila skore median 4

Ordinal

4SikapTanggapan/ reaksi/ respon responden yang masih tertutup dalam pemanfaatan jambanWawancaraKuesionerNegatif apabila skore < median 4Positif apabila skore median 4Ordinal

5Ada atau Tidak adanya JambanAda atau tidak ada nya jamban yang dimiliki oleh responden sebagai tempat pembuangan tinja responden.WawancaraKuesionerTidak MemilikiMemilikiOrdinal

6Ada atau tidak adanya penyuluhanAda atau tidak adanya informasi yang didapatkan responden tentang jamban dari petugas kesehatanWawancaraKuesionerAda penyuluhan Tidak ada penyuluhanOrdinal

7Pemanfaatan JambanCara responden untuk buang air besar, menggunakan jamban atau tidak menggunakan jambanWawancaraKuesionerBuruk apabila BAB tidak ke jamban

Baik apabila BAB ke jambanOrdinal

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianJenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional yaitu pengamatan tentang adanya hubungan dari tiap tiap variabel independen dengan variabel dependen, pada waktu pengamatan yang bersamaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman pada bulan Maret sampai Juli tahun 20133.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah KK di Nagari Padang Mentinggi Jorong Lubuk Aro Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman yang berjumlah 353 KK yang terdapat di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman. 3.3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan SampelSampel adalah anggota keluarga yang selalu berada di rumah yang dipilih untuk mewakili populasi. Dalam perhitungan sampel digunakan rumus sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2010) = = = =

=

= =

= = = KK Keterangan

n

= jumlah sampel

Zc= derajat kepercayaan yang diinginkan (95 % = 1,96)

p = proporsi kejadian pada populasi yang sukses (dapat digunakan

dari data akses jamban yaitu 29,42 % (0,2942)q = proporsi kejadian pada populasi yang gagal (1 p)d = presisi mutlak/ kesalahan penelitian (10%)N = populasi Jadi, besarnya sampel yang akan diambil yaitu 63 KK. Tiap KK akan diwakilkan oleh satu orang anggota keluarga yang selalu berada di rumah. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah random sampling (probability samples) dengan teknik simple random sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan kriteria sampel yakni kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. (Notoatmodjo, 2010: 130)

1. Kriteria Inklusia. KK yang tinggal di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi sekurang kurangnya 1 tahun.

b. Anggota keluarga tiap KK yang memahami bahasa Indonesia.

c. Anggota keluarga tiap KK yang selalu berada di rumah.d. Anggota keluarga tiap KK yang sehat jasmani dan rohani.e. Anggota keluarga tiap KK yang mau diwawancarai.f. Anggota keluarga tiap KK yang memiliki umur 18 55 tahun.2. Kriteria Eksklusi a. KK yang tinggal di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi kurang dari 1 tahun.

b. Anggota keluarga tiap KK yang tidak memahami bahasa Indonesia.c. Anggota keluarga tiap KK yang tidak berhasil ditemui setelah tiga kali kunjungan.d. Anggota keluarga tiap KK yang sedang sakit.e. Anggota keluarga tiap KK yang tidak mau diwawancarai.f. Anggota keluarga tiap KK yang memiliki umur kurang dari 18 dan lebih dari 60 tahun.3.4 Cara Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Wawancara langsung oleh peneliti dengan anggota keluarga yang mewakili setiap KK, yang selalu berada di rumah dan dijadikan sampel dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel variabel yang akan diteliti (variabel independen dan variabel dependen) dalam penelitian ini.3.4.2 Data Sekunder1. Puskesmas Rao (Cakupan dan akses jamban di Nagari Padang Mentinggi)2. Kantor Wali Nagari/ Wali Jorong (Jumlah penduduk dan jumlah rumah, profil wilayah)3.5 Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data maka dilakukan pengolahan data dengan komputerisasi. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:3.5.1 Editing, yaitu pada tahap ini diperiksa semua kuesioner untuk memastikan data yang di ambil lengkap, relevan dan dapat dibaca.

3.5.2 Coding, yaitu pemberian kode dalam bentuk angka terhadap jawaban dari responden.

3.5.3 Entry, yaitu dengan memasukan data yang diolah ke dalam komputer.

3.5.4 Cleaning, pada tahap ini dilakukan pembersihan data dari kesalahan dan pengecekan kembali data yang telah di-entry apakah ada yang salah atau tidak.

3.5.5 Processing, yaitu proses mengolah data dengan menggunakan aplikasi program SPSS.3.6 Analisa Data3.6.1 Analisa Data Univariat

Analisa ini untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik responden dari masing masing variabel penelitian yang diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen.3.6.2 Analisa Data Bivariat

Analisa ini untuk mendapatkan hubungan antara karakteristik responden dari masing masing variabel penelitian dari variabel independen dengan variabel dependen. Analisa ini menggunakan uji statistik chi square dengan Ci = 95 % atau = 5 % (0.05), jika p value < , maka ada hubungan antara masing masing variabel penelitian dari variabel independen dengan variabel dependen.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian4.1.1 Monografi NagariNagari Padang Mentinggi merupakan salah satu dari dua nagari yang terdapat di Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman. Nagari tersebut memiliki 9 Jorong antara lain, Jorong Padang Mentinggi, Jorong Pertanian, Jorong Sungai Raya, Jorong Sumpadang, Jorong Sumpadang Baru, Jorong Polongan Duo, Jorong Muaro Cubadak, Jorong Panyang Gerahan dan Jorong Lubuak Aro. Jorong Lubuk Aro adalah Jorong yang ke 6 di Nagari Padang Mentinggi Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman. (Profil Nagari Padang Mentinggi)4.1.2 Luas dan Batas WilayahLuas Nagari Padang Mentinggi adalah 168.48 Km2, dengan batas wilayah nagari sebagai berikut: (Profil Nagari Padang Mentinggi)Tabel 4.1

Luas dan Batas Wilayah Nagari Padang Mentinggi

Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman

LETAK BATASBATAS NAGARIPANJANG BATASJENIS BATAS

Sebelah UtaraKabupaten Madina 4 KmPerbukitan

Sebelah SelatanNagari Tarung Tarung/ Nagari Lubuk Layang 7 KmAnak Air

Sebelah BaratKecamatan Dua Koto/ Kabupaten Madina 15 KmPerbukitan

Sebelah TimurNagari Laguang/ Nagari Koto Rao 16.12 KmAnak Air/ Hutan

4.1.3 Kondisi Geografisa. Ketinggian tanah dari permukaan laut : 300 meter

b. Topografis: perbukitan dan dataran rendah

c. Suhu udara rata rata 250C 300C

(Profil Nagari Padang Mentinggi)

4.1.4 Kondisi Nagaria. Orbitas dan waktu tempuh (Profil Nagari Padang Mentinggi)Tabel 4.2

Orbitas Dan Waktu Tempuh Nagari Padang Mentinggi

Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman

NOORBITAS DAN WAKTU TEMPUHKETERANGAN

1Ke Ibu Provinsi223 Km

2Ke Ibu Kabupaten62 Km

3Ke Ibu Kecamatan1 Km

4Waktu Tempuh ke Ibu Provinsi7 Jam

5Waktu Tempuh Ke Ibu Kabupaten2 Jam

6Waktu Tempuh Ke Ibu Kecamatan5 Menit

b. Topografi/ Bentang Lahan (Profil Nagari Padang Mentinggi)Tabel 4.3Topografi/ Bentang Lahan Nagari Padang Mentinggi

Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman

NoBentuk TanahLuas (Ha)Keterangan

1Dataran12.353 Ha-

2Perbukitan/ pegunungan4.495 Ha-

4.1.5 Kondisi Demografi

Nagari Padang Mentinggi termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Rao. Nagari Padang Mentinggi ini memiliki luas wilayah 168.48 km2 dengan jumlah penduduk tercatat 8.638 jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki laki adalah 3.788 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan adalah 4.850 jiwa. Rata rata penduduk memiliki pendidikan terakhir taman kanak kanak, madrasah, dan sekolah dasar. Rata rata penduduk memiliki pekerjaan sebagai petani karet. (Profil Nagari Padang Mentinggi)

4.1.6 Kondisi Umum Pemanfaatan JambanKecamatan Rao memiliki 22 sungai. Sungai batang sibinai adalah sungai yang mengalir di Jorong Lubuk Aro. Sungai tersebut terletak di sebelah jalan raya Lintas Sumatera Jorong Lubuk Aro dan berlokasi strategis dari rumah penduduk.(BPS Kab. Pasaman, 2012)Sungai batang sibinai digunakan untukan mandi, mencuci, dan buang air besar oleh masyarakat Jorong Lubuk Aro. Kegiatan tersebut dilakukan karena masyarakat Jorong Lubuk Aro banyak yang belum memiliki jamban. Data Puskesmas Rao menjelaskan bahwa ada 27 KK yang memiliki jamban, dan ada 2 lokasi jamban umum yang di bangun di Jorong Lubuk Aro. Lokasi pembuatan jamban umum tersebut adalah di Masjid dan Sekolah Negeri Lubuk Aro. (Puskesmas Rao, 2012)Adanya jamban umum di Jorong Lubuk Aro, bisa mengurangi penggunaan sungai sebagai tempat buang air besar masyarakat. Dengan jamban umum, masyarakat bisa mengakses jamban untuk buang air besar. Data Puskesmas Rao Menjelaskan bahwa, penduduk terakses jamban di Jorong Lubuk Aro adalah dari 1329 penduduk hanya 391 penduduk yang buang air besar dijamban. (Puskesmas Rao, 2012)4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Data Umum Hasil Penelitian4.2.1.1 Umur RespondenHasil wawancara peneliti dengan responden maka umur responden beradasarkan kelompok umur tenaga kerja adalah sebagai berikut:Tabel 4.4

Distribusi Umur Responden Menurut Kelompok Tenaga Kerja di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013NoKelompok UmurResponden

FrekuensiPesentase(%)

115 1911.6

220 261828.6

327 403250.8

441 561219.0

Jumlah63100

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa frekuensi umur responden beradasarkan umur kelompok kerja terbanyak adalah responden rentang umur 27 40 tahun sebesar 50.8 %.4.2.1.2 Jenis Kelamin RespondenHasil wawancara peneliti dengan responden maka distribusi jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.5

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Jenis KelaminResponden

FrekuensiPersentase (%)

Laki Laki1219.0

Perempuan5181.0

Jumlah63100

Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa frekuensi jenis kelamin responden yang terbanyak adalah perempuan sebesar 81 %.4.2.1.3 Pendidikan RespondenHasil wawancara peneliti dengan responden maka distribusi pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.6Distribusi Responden Menurut Jenis Pendidikan di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013PendidikanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Tidak Sekolah1117.5

SD2133.3

SMP1219.0

SMA1930.2

Jumlah63100

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa frekuensi pendidikan responden yang terbanyak adalah SD sebesar 33.3 %4.2.1.4 Pekerjaan RespondenHasil wawancara peneliti dengan responden maka distribusi pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.7

Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013PekerjaanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Tidak Bekerja/ IRT2336.5

Tani2234.9

Buruh1320.6

Swasta23.2

PNS34.8

Jumlah63100

Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa frekuensi pekerjaan responden yang terbanyak adalah tani sebesar 34.9 %

4.2.2 Data Khusus Hasil Penelitian

4.2.2.1 Analisa Univariat1. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013

Tingkat PendidikanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Rendah 4469.8

Tinggi1930.2

Jumlah63100

Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak adalah kategori responden memiliki tingkat pendidikan rendah yakni 44 orang (69.8 %).2. Status PekerjaanStatus pekerjaan responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.9Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013

Status PekerjaanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Tidak Bekerja 2336.5

Bekerja4063.5

Jumlah63100

Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa status pekerjaan yang paling banyak adalah kategori responden memiliki status pekerjaan bekerja yakni 40 orang (63.5 %).3. Tingkat PengetahuanTingkat pengetahuan responden tentang jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.10Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten PasamanTahun 2013

Tingkat PengetahuanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Rendah2336.5

Tinggi4063.5

Jumlah63100

Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang jamban yang paling banyak adalah kategori responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yakni 40 orang (63.5 %).4. SikapSikap responden tentang jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.11Distribusi Frekuensi Sikap Responden Tentang Jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013

SikapResponden

FrekuensiPersentase (%)

Negatif2234.9

Positif4165.1

Jumlah63100

Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sikap responden tentang jamban yang paling banyak adalah kategori responden memiliki sikap positif yakni 41 orang (65.1 %).5. Memiliki atau Tidak Memiliki JambanMemiliki atau tidak memiliki jamban pada responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.12Distribusi Frekuensi Memiliki atau Tidak Memiliki Jamban Pada Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten PasamanTahun 2013Memiliki / Tidak Memiliki JambanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Tidak Memiliki4469.8

Memiliki1930.2

Jumlah63100

Dari tabel 4.12 dapat diketahui memiliki atau tidak memiliki jamban pada responden yang paling banyak adalah kategori responden tidak memiliki jamban yakni 44 orang (69.8 %).6. Ada atau Tidak Adanya PenyuluhanJawaban responden mengenai ada atau tidak adanya responden mendapatkan penyuluhan tentang jamban di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.13Distribusi Frekuensi Ada atau Tidak Adanya Penyuluhan Pada Responden

di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Ada/ Tidak Adanya PenyuluhanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Tidak Ada Penyuluhan3454.0

Ada Penyuluhan2946.0

Jumlah63100

Dari tabel 4.13 dapat diketahui jawaban responden mengenai ada atau tidak adanya penyuluhan tentang jamban paling banyak adalah kategori jawaban responden tidak ada penyuluhan tentang jamban yakni 34 orang (54.0 %).7. Pemanfaatan JambanPemanfaatan jamban oleh responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.13Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Jamban Pada Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten PasamanTahun 2013Pemanfaatan JambanResponden

FrekuensiPersentase (%)

Buruk3250.8

Baik3149.2

Jumlah63100

Dari tabel 4.13 dapat diketahui pemanfaatan jamban oleh responden yang paling banyak adalah kategori responden memiliki kategori pemanfaatan jamban yang buruk yakni 32 orang (50.8 %)4.2.2.1 Analisa BivariatUntuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen maka digunakan analisa bivariat chi-square dengan hasil sebagai berikut:1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan JambanHubungan tingkat pendidikan responden dengan pemanfaatan jamban dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 4.14Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Jamban Respondendi Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten PasamanTahun 2013Tingkat PendidikanPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

f%f%f%

Rendah3068.21431.844100.00.0005

Tinggi310.51789.619100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.14 dapat diketahui hasil analisa hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 30 orang (68.2 %), dan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 17 orang (89.6 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban.Apabila responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka pemanfaatan jamban juga akan semakin baik. Sebaliknya apabila responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah maka pemanfaatan jamban juga akan buruk.2. Hubungan Status Pekerjaan dengan Pemanfaatan JambanHubungan status pekerjaan responden dengan pemanfaatan jamban dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 4.15Hubungan Status Pekerjaan dengan Pemanfaatan Jamban Pada Responden

di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Status PekerjaanPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

f%f%f%

Tidak Bekerja1460.9939.123100.00.341

Bekerja1845.02255.040100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.15 dapat diketahui hasil analisa hubungan antara status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang memiliki status pekerjaan kategori tidak bekerja dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 14 orang (60.9 %), dan responden yang memiliki status pekerjaan kategori bekerja dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 22 orang (55.0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.341 (p value > 0.05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan JambanHubungan tingkat pengetahuan responden dengan pemanfaatan jamban dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 4.16Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan Jamban Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Tingkat PengetahuanPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

f%f%f%

Rendah2295.714.323100.00.0005

Tinggi1025.03075.040100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.16 dapat diketahui hasil analisa hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang memiliki tingkat pengetahuan kategori rendah dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 22 orang (95.7 %), dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kategori tinggi dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 30 orang (75.0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan jamban.Apabila responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi maka pemanfaatan jamban juga akan semakin baik. Sebaliknya apabila responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah maka pemanfaatan jamban juga akan buruk.

4. Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan JambanHubungan sikap responden dengan pemanfaatan jamban dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 4.17Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan Jamban Pada Respondendi Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten PasamanTahun 2013SikapPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

f%f%f%

Negatif1359.1940.922100.00.484

Positif1946.32253.741100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.17 dapat diketahui hasil analisa hubungan antara sikap dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang memiliki sikap kategori negatif dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 13 orang (59.1 %), dan responden yang memiliki sikap kategori positif dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 22 orang (49.2 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.484 (p value > 0.05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan pemanfaatan jamban.

5. Hubungan Memiliki atau Tidak Memiliki Jamban dengan Pemanfaatan JambanHubungan memiliki atau tidak jamban dengan pemanfaatan jamban pada responden dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :Tabel 4.18Hubungan Memiliki/Tidak Memiliki Jamban dengan Pemanfaatan Jamban Responden di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Memiliki/ Tidak Memiliki JambanPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

f%f%F%

Tidak Memiliki3170.51329.544100.00.0005

Memiliki15.31894.719100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.18 dapat diketahui hasil analisa hubungan antara memiliki atau tidak jamban dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang kategori tidak memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 31 orang (70.5 %), dan responden yang memiliki kategori memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 18 orang (94.7 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara memiliki jamban atau tidak memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban.

Apabila responden memiliki jamban maka pemanfaatan jamban juga akan semakin baik. Sebaliknya apabila responden tidak memiliki jamban maka pemanfaatan jamban juga akan buruk.

6. Hubungan Ada atau Tidak Adanya Penyuluhan dengan Pemanfaatan JambanHubungan ada atau tidak adanya penyuluhan tentang jamban dengan pemanfaatan jamban dapat di lihat dari tabel sebagai berikut :

Tabel 4.19Hubungan Ada/ Tidak Adanya Penyuluhan dengan Pemanfaatan Jamban

di Jorong Lubuk Aro Nagari Padang Mentinggi Kabupaten Pasaman Tahun 2013Ada/ Tidak Adanya PenyuluhanPemanfaatan JambanJumlahp Value

BurukBaik

F%F%F%

Tidak Ada 2367.61132.434100.00.008

Ada 931.02069.029100.0

Jumlah3250.83149.263100.0

Dari tabel 4.19 dapat diketahui hasil analisa hubungan antar aada atau tidak adany penyuluhan dengan pemanfaatan jamban, diperoleh responden yang menjawab penyuluhan kategori tidak ada penyuluhan tentang jamban dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 23 orang (67.6 %), dan responden yang menjawab penyuluhan kategori ada penyuluhan tentang jamban dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 20 orang (69.0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.008 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara ada atau tidak adanya penyuluhan tentang jamban dengan pemanfaatan jamban.

Apabila responden mendapatkan penyuluhan tentang jamban maka pemanfaatan jamban juga akan semakin baik. Sebaliknya apabila responden tidak mendapatkan penyuluhan tentang jamban maka pemanfaatan jamban juga akan buruk.4.3 Pembahasan4.3.1 Univariat4.3.1.1 Tingkat PendidikanHasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden dengan tingkat pendidikan rendah adalah 69.8 % dan tingkat pendidikan tinggi adalah 30,2 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vivi Maya Sari (2011) mengenai Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Pemukiman Nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 yang menemukan tingkat pendidikan responden yang rendah sebesar 66,5 %.Menurut Meliono (2007 dalam Dunggio, 2012) pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.Pendidikan berfungsi dalam mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kualitas individu, di dalam proses belajar akan terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang dalam diri individu. Pendidikan menjadi suatu wahana untuk mendasari seseorang berperilaku secara ilmiah (Dunggio, 2012). Menurut Notoatmodjo (2007 dalam Dunggio, 2012) tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan.

Penelitian di Jorong Lubuk Aro diketahui bahwa tingkat pendidikan yang terbanyak adalah kategori rendah, dengan kata lain banyak penduduk Jorong Lubuk Aro yang bersekolah hanya sampai tingkat Sekolah Dasar dan Menengah Pertama saja. Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi hasil proses penginderaan seseorang dalam menaggapi suatu objek. Pendidikan yang tinggi akan membuat seseorang lebih mudah dalam mencerna informasi, serta berpikir logis dalam berperilaku. Dengan kata lain pendidikan mempengaruhi pengetahuan, yang mendasari pembetukan perilaku seseorang dalam pemanfaatan jamban.

Tingkat pendidikan masyarakat Jorong Lubuk Aro tergolong rendah, sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan masyarakat Jorong Lubuk Aro tentang manfaat buang air besar di jamban, dampak negatif jika buang air besar tidak di jamban, pembuatan jamban sederhana dan jamban saniter, jenis jenis jamban yang sehat, pemeliharaan jamban, serta peran keluarga agar memiliki dan menggunakan jamban. Penyuluhan penyuluhan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat jamban, sehingga masyarakat mulai mengakses menggunakan jamban untuk buang air besar.4.3.1.2 Status PekerjaanHasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan responden yang terbanyak adalah kategori status pekerjaan bekerja yakni 63.5 % dan kategori tidak bekerja adalah 36.5 %. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan (2007) Tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban di Kota Kabanjahe Tahun 2007 yang menemukan status pekerjaan tertinggi adalah kategori bekerja sebesar 86.1 %.Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan nafkah bagi keluarganya. Pekerjaan menghasilkan uang yang akan berpengaruh terhadap status ekonomi keluarga.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vivi Maya Sari (2011) mengenai Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Pemukiman Nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 diketahui status ekonomi miskin pada responden sebesar 56,1 %. Status pekerjaan akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga. Orang yang bekerja akan lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya termasuk memiliki jamban keluarga. Dengan kata lain orang yang memiliki pekerjaan akan mampu membangun jamban, sehingga keluarganya bisa mamanfaatkan jamban untuk buang air besar.

Keadaan ekonomi masyarakat di Jorong Lubuk Aro tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari data Puskesmas Rao bahwa, banyak masyarakat Lubuk Aro yang tidak mampu membangun jamban. Dari 353 KK di Lubuk Aro hanya 27 KK yang memiliki jamban (Puskesmas Rao, 2012). Pembuatan jamban umum di Jorong Lubuk Aro, dapat membantu akses pemanfaatan jamban oleh masyarakat Jorong Lubuk Aro yang memiliki keadaan ekomomi yang rendah.

Pembuatan jamban umum tentunya memerlukan biaya. Menurut Soeparman, (2002) dalam memilih atau merencanakan pembuatan jamban, biaya jangan dijadikan faktor yang dominan. Diperlukan suatu jalan tengah setelah mempertimbangkan dengan seksama semua unsur yang terlibat dan faktor yang kondusif bagi lingkungan saniter dan diterima oleh masyarakat.Bantuan dana untuk pembuatan jamban umum, dapat menjadi jalan tengah bagi masyarakat Jorong Lubuk Aro. Sehingga Jorong Lubuk Aro memiliki banyak titik lokasi untuk mengakses jamban bagi masyarakatnya.

4.3.1.3 Tingkat PengetahuanPenelitian di Jorong Lubuk Aro menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terbanyak adalah kategori tinggi sebesar 63.5 % dan kategori rendah sebesar 36.5 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari yang dari penelitian yang dilakukan oleh Vivi Maya Sari (2011( mengenai Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Pemukiman Nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 diketahui tingkat pengetahuan responden kategori tinggi sebesar 56,7 %.Purwanto (1998 dalam Irawati, 2012) menyebutkan bahwa seseorang yang berpengetahuan baik cendrung untuk bertindak baik dalam pemeliharaan kesehatanya. Pengetahuan dapat juga diartikan sebagai informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.Dengan pengetahuan, masyarakat akan lebih tahu dan menimbulkan kesadaran berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan sangat berperan penting dalam merubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat Jorong Lubuk Aro hendaklah mengetahui manfaat buang air besar di jamban dan dampak yang ditimbulkan jika buang air besar tidak di jamban. Dengan adanya pengetahuan pengetahuan tersebut, akan membentuk perilaku masyarakat Lubuk Aro yang memanfaatkan jamban untuk buang air besar.

Semakin banyak masyarakat Jorong Lubuk Aro yang memanfaatkan jamban untuk buang air besar, maka semakin berkurang pencemaran lingkungan oleh tinja. Semakin berkurang pencemaran lingkungan oleh tinja, maka semakin berkurang kejadian penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh tinja.Data Klinik Sanitasi Puskesmas Rao menjelaskan bahwa pada bulan Desember 2012 ada 15 kasus penyakit berbasis lingkungan di Jorong Lubuk Aro, dan diataranya adalah penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran tinja (Puskesmas Rao, 2012). Dengan meningkatnya akses masyarakat yang menggunakan jamban untuk buang air besar maka kejadian penyakit berbasis lingkungan di Jorong Lubuk Aro dapat dikurangi.4.3.1.4 SikapHasil penelitian menunjukkan bahwa sikap responden yang terbanyak adalah kategori positif yakni 65.1 % dan kategori negatif adalah 34.9 %. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan (2007) Tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban di Kota Kabanjahe Tahun 2007 yang menemukan sikap responden tertinggi adalah kategori baik sebesar 85.1 %.Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. (Notoatmodjo, 2010)

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif akan mengahasilkan tindakan yang baik sesuai dengan tanggapan baik terhadap objek tertentu. Sikap negatif kecenderungan menghasilkan tindakan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.Sikap terpola dari pengetahuan seseorang. Biasanya seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi cenderung memiliki sikap positif. Orang yang memiliki pengetahuan tinggi mengenai pemanfaatan jamban, akan bersikap positif terhadap jamban. Pengetahuan dan sikap akan membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan yang tinggi dan sikap positif terhadap jamban, akan membentuk perilaku memanfaatkan jamban untuk buang air besar.Pembentukan sikap positif masyarakat Lubuk Aro terhadap pemanfaatan jamban untuk buang air besar, dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan jika buang air besar tidak di jamban. Dengan adanya pengetahuan tersebut, masyarakat akan lebih peduli terhadap lingkungan yang akan tercemar jika buang air besar tidak di jamban. Jika lingkungan tercemar, maka akan menimbulkan kejadian penyakit berbasis lingkungan. Keadaan timbulnya penyakit tersebut, dapat menjadi faktor pendorong masyarakat untuk buang air besar di jamban.4.3.1.5 Memiliki Atau Tidak Memiliki JambanHasil penelitian menunjukkan bahwa responden tidak memiliki jamban sebesar 69.8 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Vivi Maya Sari (2011( mengenai Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Pemukiman Nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 diketahui persentase tidak memiliki jamban keluarga sebesar 57,9 %.Ada tipe jamban yang sederhana dan diterima masyarakat, tetapi tidak murah dalam pembuatan, pemeliharaan, dan pemindahannya. Di pihak lain, sisitem jamban yang paling mahal, ternyata paling murah pada jangka panjang sebab awt dan mudah dalam pemeliharaannya (Soueparman, 2002).

Pernyaaan tersebut menjelaskan bahwa, pembuatan jamban tidak terlepas dari aspek biaya. Sementara itu, masyarakat akan mengeluarkan biaya pembuatan jamban jika masyarakat tersebut mampu sesuai dengan keadaan ekonominya.

Masyarakat Lubuk Aro yang memiliki perekonomian yang baik akan membuat jamban miliknya sendiri di dalam rumahnya. Dengan adanya jamban yang dimiliki sendiri, akan memudahkannya untuk mengakses jamban untuk buang air besar.Masyarakat Lubuk Aro yang tidak memiliki jamban adalah nasyarakat dengan keadaan ekonomi yang rendah. Namun, masyarakat Lubuk Aro dengan ekonomi rendah, bisa menggunakan jamban umum untuk buang air besar. Sehingga masyarakat Jorong Lubuk Aro hendaklah mendapatkan bantuan dana untuk pembuatan jamban umum, agar meningkatkan akses masyarakat untuk buang air besar di jamban.

4.3.1.6 Ada Atau Tidak Adanya PenyuluhanHasil penelitian menunjukkan bahwa jawaban responden mengenai ada atau tidak adanya penyuluhan tentang jamban adalah kategori tidak ada penyuluhan tentang jamban sebesar 54.0 % Penyuluhan merupakan salah satu media pemberi informasi bagi masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Penyuluhan dikatakan berhasil jika seseorang yang diberikan penyuluhan telah merubah perilakunya dengan keadaan baik yang sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh orang yang memberikan penyuluhan.Dengan kata lain ada atau tidak adanya seseorang mendapatkan penyuluhan mengenai jamban akan mempengaruhi pengetahuan pemanfaatan jamban seseorang. Penyuluhan jamban bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang untuk memanfaatkan jamban untuk buang air besar.

Hasi penelitian di Jorong Lubuk Aro diketahui lebih dari separoh masyarakat tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan khususnya manfaat buang air besar di jamban, dan bahaya buang air besar di jamban. Penyuluhan kesehatan di Jorong Lubuk Aro hanya bersifat isidentil, yakni petugas kesehatan hanya melakukan penyuluhan saat terjadinya penyakit. Sehingga perlu dilakukan penyuluhan kesehatan yang rutin dan merata pada masyarakat Jorong Lubuk Aro. Dengan adanya penyuluhan yang rutin dan merata mengenai dampak buang air besar dijamban akan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan dampak yang ditimbulkan jika tidak memanfaatkan jamban untuk buang air besar.

Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat Lubuk Aro mengenai manfaat jamban untuk buang air besar, maka akan semakin bertambah masyarakat yang mengakses jamban untuk buang air besar.4.3.1.7 Pemanfaatan JambanHasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan jamban oleh responden adalah kategori buruk sebesar 50.8 %, dengan kata lain sebesar 50.8 % responden tidak menggunakan jamban untuk Buang Air Besar. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Neydi Chandra Dewi Dunggio (2012( tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Tentang Penggunaan Jamban di Desa Modelomo Kecamatan Tilong Kabila Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012 yang mendapatkan hasil penggunaan jamban di desa Modelomo berada pada kategori rendah sebesar 79 %.

Menurut Sugiyono (2007 dalam Irawati, 2012) tindakan terwujud karena adanya dorongan dari pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang. Pengetahuan, sikap, dan upaya mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, karena ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalam membentuk perilaku.

Dengan kata lain perilaku kesehatan seseorang untuk buang air besar di jamban, dipengaruhi oleh pengetahuan orang tersebut mengenai manfaat buang air besar di jamban, dan dampak yang ditimbulkan jika buang air besar tidak dijamban. Sikap seseorang terhadap lingkungan jika tercemar akibat buang air besar tidak jamban. Pengetahuan yang tinggi serta sikap positif terhadap jamban, akan mengubah perilaku buang air besar yakni memanfaatkan jamban untuk buang air besar.Pemanfaatan jamban di Jorong Lubuk Aro tergolong buruk. Menurut Soeparman (2002), ada dua pendekatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk buang air besar dijamban. Yakni pendekatan mobilisasi (dengan dasar paksaan), dan pendekatan edukatif atau partisipatif. Kedua pendekatan tersebut dapat diterapkan di Jorong Lubuk Aro. Pendekatan mobilisasi/ paksaan harus didukung oleh adanya kewenangan/ kekuasaan pemerintah. Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat peraturan larangan bagi masyarakat Lubuka Aro untuk buang air besar sembarangan dan harus menggunakan jamban untuk buang air besar. Pendekatan edukatif atau partisipatif adalah pendekatan didasarkan atas penanaman pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perubahan bagi masyarakat, dengan keikut sertaannya. Salah satu kegiatan pendekatan ini dapat dilakukan dengan kegiatan program pembuatan jamban di Jorong Lubuk Aro yang melibatkan masyarakat Lubuk Aro dalam pembuatannya.Peraturan larangan buang air besar sembarangan dan pembuatan jamban umum di Jorong Lubuk Aro tentunya dapat memudahkan masyarakat memanfaatkan jamban untuk buang air besar. Sehingga akses pemanfaatn jamban untuk buang air besar di Jorong Lubuk Aro dapat meningkat.

4.3.2 Bivariat

4.3.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban diperoleh responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 30 orang (68.2 %), dan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 17 orang (89.6 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vivi Maya Sari di pemukiman nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 tentang Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga yakni terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan jamban di pemukiman nelayan Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat tahun 2011.

Menurut Dunggio, (2012( pendidikan tentang menggunakan jamban yang baik dan sehat merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian jamban sehat, sehingga tercipta pola kebudayaan dalam menggunakan jamban yang baik dan benar tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Semakin meningkatnya pendidikan yang dicapai maka semakin membantu kemudahan pembinaan akan pentingnya menggunakan jamban.Tingkat pendidikan masyarakat di Jorong Lubuk Aro tergolong rendah, karena banyak masyarakat yang menyelesaikan pendidikannya hanya sampai Sekolah Menengah Pertama saja. Akibat pendidikan yang rendah tersebut, membuat pemahaman dan presepsi masyarakat Lubuk Aro tentang memanfaatkan jamban untuk buang air besar juga rendah. Presepsi dan pemahaman masyarakat Lubuk Aro yang rendah inilah yang menyebabkan buruknya pemanfaatan jamban oelh masyarakat Jorong Lubuk Aro4.3.2.2 Hubungan Status Pekerjaan dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban diperoleh responden yang memiliki status pekerjaan kategori tidak bekerja dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 14 orang (60.9 %), dan responden yang memiliki status pekerjaan kategori bekerja dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 22 orang (55.0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.341 (p value > 0.05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan pemanfaatan jamban.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan di Kaban Jahe Tahun 2007 tentang Tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban di Kota Kabanjahe Tahun 2007, yang mendapatkan nilai p = 0.333 (p value > 0.05( untuk hubungan antara status pekerjaan dengan partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban. Status pekerjaan mempengaruhi keadaan ekonomi seseorang. Orang yang tidak bekerja tidak mampu mendukung kehidupannya, salah satunya biaya untuk pendidikan dan pembuatan jamban di dalam rumahnya. Keadaan ekonomi yang rendah menimbulkan masyarakat hanya mampu menyelesaikan pendidikannya pada tingkat yang rendah. Akibat pendidikan yang rendah tersebut, pemahaman dan presepsi tentang pentingnya buang air besar di jamban juga rendah.

Penelitian di Jorong Lubuk Aro banyak yang ditemui orang yang tidak bekerja tidak mampu menyelesaikan pendidikannya. Sehingga pemahaman orang tersebut tentang memanfaatkan jamban untuk buang air besa juga rendah.Keadaan ekonomi yang rendah juga membuat orang tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya termasuk memiliki jamban. Karena pembuatan jamban di dalam rumah memerlukan biaya yang cukup mahal. Penelitian di Jorong Lubuk Aro banyak yang ditemui masyarakat yang tidak bekerja, dan tidak memiliki jamban. Sehingga masyarakat tersebut tidak memanfaatkan jamban untuk buang air besar. 4.3.2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan jamban diperoleh responden yang memiliki tingkat pengetahuan kategori rendah dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 22 orang (95.7 %), dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan kategori tinggi dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 30 orang (75.0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan jambanHal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan di Kaban Jahe Tahun 2007 tentang Tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam Penggunaan Jamban di Kota Kabanjahe Tahun 2007, yang mendapatkan faktor pengetahuan sebagai variabel yang berpangaruh dominan terhadap partisipasi keluarga dalam penggunaan jamban. Secara statistik menunjukkan arah ada pengaruh bermakna p < 0.05.

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan jamban, maka hasil penelitian ini sesuai dengan konsep perilaku yang telah dikemukakan oleh Notoatmodjo maupun Green. Secara kronologis dapat dijelaskan melalui pengetahuan yang dimiliki tentang jamban seseorang akan memafaatkan jamban untuk buang air besar.Masyarakat yang mempunyai pengetahuan tinggi mengenai bahaya buanga air besar tidak dijamban, cenderung akan memanfaatkan jamban untuk buang air besar, dikarenakan masyarakat telah mengetahui bahaya yang ditimbulkan jika buang air besar sembarangan. Sedangkan masyarakat yang mempunyai pengetahuan rendah mengenai bahaya buang air sembarangan tidak dijamban cenderung tidak memanfaatkan jamban untuk buang air besar dijamban, dikarenakan masyarakat tidak mengetahui dampak dan bahaya yang akan ditimbulkan apabila tidak buang air besar dijamban.4.3.2.4 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara sikap dengan pemanfaatan jamban diperoleh responden yang memiliki sikap kategori negatif dengan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 13 orang (59.1 %), dan responden yang memiliki sikap kategori positif dengan pemanfaatan jamban baik sebanyak 22 orang (49.2 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.484 (p value > 0.05) maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan pemanfaatan jamban.

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, karena sering terjadi seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya.

Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. (Sarwono, 2007 dalam Irawati, 2012)Sikap bisa mempengaruhi perilaku seseorang. Apabila seseorang bersikap positif terhadap manfaat jamban maka pemanfaatan jamban semakin baik. Sebaliknya apabila seseorang bersikap negatif maka pemanfaatan jamban semakin buruk. Akan tetapi sikap seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang.Pengetahuan yang tinggi mengenai wajibnya buang air besar di jamban akan menimbulkan tanggapan/ respon positif terhadap penggunaan jamban. Buang air besar tidak di jamban akan mencemari lingkungan, dengan adanya pengetahuan masyarakat mengenai damapak yang ditimbulkan jika buang air besar tida di jamban akan menimbulkan sikap kepedulian masyarakat terhadap pencemaran lingkungan. Sikap kepedulian tersebut akan berubah ke arah tindakan yang baik, yakni masyarakat akan memanfaatkan jamban untuk buang air besar.

4.3.2.5 Hubungan Memiliki atau Tidak Memiliki Jamban dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara memiliki atau tidak memiliki jamban dengan pemanfaatan jamban diperoleh, responden yang kategori tidak memiliki jamban dan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 31 orang (70.5 %), dan responden yang memiliki kategori memiliki jamban dan pemanfaatan jamban baik sebanyak 18 orang (94.7 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.0005 (p value < 0.05) maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara memilki atau tidak jamban dengan pemanfaatan jamban. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakan oleh Neydi Chandra Dewi Dunggio (2012( tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Masyaraka Tentang Penggunaan Jamban di Desa Modelomo Kecamatan Tilong Kabila Kabupaten Bone Bolango Tahun 2012 yang mengemukakan bahwa ada hubungan antara ketersediaan fasilitas (kondisi jamban) dalam penggunaan jamban di Desa Modelomo Kecamatan Kabila Bone.Chandra (2007 dalam Dunggio, 2012) mengemukakan bahwa ketiadaan uang untuk ditabung sehubungan dengan menurunnya pendapatan, meningkatnya biaya kontruksi serta tidak adanya lahan untuk membangun sarana sanitasi lingkungan rumah tangga dan jauhnya sumber air bersih berpengaruh pada penggunaan maupun pemanfaatan jamban.

Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan pemanfaatan jamban perlu dilakukan dengan adanya suatu stimulan tentang perlunya jamban yang memenuhi syarat kesehatan yang dimiliki oleh masing masing keluarga. Sehingga masyarakat yang ada, dapat mengetahui dengan jelas tentang jamban yang memenuhi syarat kesehatan serta dapat menggunakan ataupun memanfaatkannya sehingga masyarakat tersebut terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh tinja.

Menurut L. Green (1980 dalam Notoatmodjo, 2010) ketersediaan fasilitas dalam menggunakan jamban merupakan salah satu faktor pemungkin dalam pembentukan perilaku pemanfaatan jamban untuk buang air besar. Faktor faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku dan tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.Memiliki jamban termasuk dalam fasilitas sarana yang memungkinkan seseorang untuk buang air besar di jamban, jika seseorang memiliki jamban maka akan memudahkannya untuk mengakses jamban untuk buang air besar. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara fasilitas jamban dengan pemanfaatan jamban, maka hasil penelitian ini sesuai dengan konsep perilaku yang telah dikemukakan oleh Green dalam Notoatmodjo (2010). 4.3.2.6 Hubungan Adanya Penyuluhan dengan Pemanfaatan JambanHasil analisa hubungan antara ada atau tidak adanya penyuluhan tentang jamban dengan pemanfaatan jamban diperoleh responden yang menjawab tidak ada penyuluhan tentang jamban dan pemanfaatan jamban buruk sebanyak 23 orang (67.6 %), dan respo