karet
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah dan Perkembangan Karet
Karet alam adalah suatu senyawa hidrokarbon (C dan H) yang merupakan
makromolekul isoprena yang bergabung membentuk poliisoprena. Tanaman karet
(Havea Brasiliensis) yang asalnya dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara
liar di lembah-lembah Amazon (Setyamijaja, 1993).
Pada tahun 1493, Michele De Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke
Benua Amerika yang dulu dikenal sebagai Benua Baru. Dalam perjalanan ini
ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon ini hidup secara
liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika asli
mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang
didapat kemudian dijadikan bola yang dapat dipantulkan. Penduduk Indian
Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut dengan cara
yang sangat sederhana (Setyamidjaja, 1993).
Sejak saat itu, karet mulai menarik perhatian ahli untuk diteliti. Para
ilmuwan berminat menyelidiki kandungan yang terdapat dalam karet tersebut agar
dapat digunakan untuk membuat alat yang berguna untuk kebutuhan manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya ditemukan cara baru untuk
mengambil getah karet tanpa harus menebangnya, tetapi dengan melukai kulit
batangnya dimana cara ini lebih efisien dan getah karet dapat diambil berkali-kali.
(Setyamidjaja, 1993).
Universitas Sumatera Utara
-
Orang-orang di Benua Eropa kemudian mengembangkan karet untuk
aneka barang keperluan sehari-hari seperti pakaian tahan air, alas penutup barang
agar tidak basah tersiram air, botol karet, karet penghapus, dan barang lainnya.
Kemudian Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet dengan
mencampur karet dengan belerang, lalu dipanaskan pada suhu 120-130 0
Tanaman karet dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda
dimana tanaman karet yang pertama kali ditanam di kebun percobaan pertanian
Kebun Raya Bogor. Ternyata pertumbuhan tanaman karet ini sangat memuaskan
sehingga mulai dibudidayakan di perkebunan-perkebunan. Dan sejak saat itu
tanaman karet ditanam secara besar-besaran dan mengalami perluasan yang sangat
cepat.
C,
dimana dengan cara ini semakin banyak sifat karet yang diketahui untuk dapat
dimanfaatkan. Berawal dari sini, karet mulai banyak dicari orang untuk aneka
barang keperluan dan juga memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi
ban (Setyamidjaja, 1993).
Karet alam merupakan komoditi perkebunan yang mempunyai peranan
penting dalam lingkup kehidupan perekonomian nasional dan internasional.
Banyak masyarakat yang hanya hidup dengan mengandalkan komoditi karet, karet
tidak hanya tidak hanya dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar milik
Negara tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Hasil devisa Negara yang
diperoleh dari tanaman karet cukup besar. Bahkan sejak perang Dunia II hingga
tahun 1996 Indonesia merupakan Negara penghasil karet alam nomor satu
didunia. Dan mengalahkan Negara asal tanaman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
-
Getah yang dihasilkan tanaman karet atau disebut dengan lateks dapat
diolah menjadi bahan baku karet alam seperti crepe, sheet, crumb rubber, lateks
pekat dan lain-lain dan masih diusahakan secara sederhana sehingga mutu karet
sangat memprihatinkan. Akibatnya yang lebih buruk, harga jual karet menjadi
rendah dan tingkat kepercayaan konsumen menurun.
Industri karet dunia menilai berkembang pada abad XIX, dengan dorongan
utama berasal dari pembaharuan teknologi. Pertumbuhan industri karet alam pada
permulaan abad XX dibantu oleh munculnya produksi karet rakyat yang mampu
memberikan penawaran yang berjalan sejajar dengan permintaan. Hal ini karena
dorongan pada akhir tahun 1920-an dan permulaan tahun 1930-an, ekonomi dunia
secara drastis mengurangi permintaan karet untuk industri motor dan akibatnya
terjadilah kelebihan kapasitas.
2.2. Lateks
Lateks merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan
yang diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit
tanaman karet. Latek banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan barang
yang berasal dari karet.
Bahan kimia yang umum digunakan untuk pengawetan lateks kebun
adalah larutan amoniak karena harganya cukup murah dan cukup efektif. Dosis
pemberian amoniak dalam lateks kebun harus disesuaikan dengan lamanya waktu
yang dibutuhkan, proses pengolahan di pabrik dan jenis mutu karet yang
diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
-
Lateks kebun dari Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) harus diangkut
segera kepabrik walaupun telah diberi bahan pengawet kimia. Mikroba
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan lateks yang
mengandung bahan pengawet, sehingga mutu lateks akan menurun bila terlalu
lama di TPH.
2.2.1. Komposisi Kimia Lateks
Komponen lateks terdiri dispersi pertikel-partikel karet dan bukan karet
dalam cairan yang disebut serum.
Adapun komposisi lateks adalah seperti yang dipaparkan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Lateks
No. Fraksi Lateks Zat yang Terkandung 1 Fraksi Karet (37 %) - Karet
- Protein - Lipida - Ion Logam
2 Fraksi Frey Wyssling (1-3 %) - Karotenoida - Lipida - Air - Karbohidrat dan inositol - Protein dan turunannya
3 Fraksi Serum (48 %) - Senyawa nitrogen - Asam nukleat dan nukleosida - Senyawa organik - Ion anorganik dan logam
4 Fraksi Dasar (14 %) - Air - Protein dan senyawa nitrogen - Karet dan karotenoida - Lipida dan ion logam
Sumber : PTPN III (2004)
Universitas Sumatera Utara
-
Partikel-partikel yang terkandung dalam karet murni (isoprena) tersuspensi
dalam serum lateks dan bergabung membentuk rantai panjang yang disebut
dengan poliisoprena (C5H8
Partikel karet dapat terdispersi dengan baik dalam suatu larutan, hal ini
disebabkan adanya gerakan zig-zag (gerakan Brown) dari pertikel. Besarnya
gerakan Brown dapat mengatasi gaya gravitasi dari partikel karet sehingga tidak
terjadi creaming maupun pengendapan. Di dalam lateks, isoprena ini diselaputi
oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik. Protein merupakan
gabungan dari asam-asam amino yang bersifat dipolar (dalam keadaan netral
mempunyai dua muatan listrik) dan amphoter (dapat bereaksi dengan asam atau
basa) .
).
Lateks segar mempunyai pH = 6,9. Ion yang bermuatan negatif tersebut
diserap oleh permukaan partikel karet dengan membentuk lapisan yang disebut
lapisan sterin. Lapisan yang sama-sama bermuatan negatif tersebut menyebabkan
terjadinya gaya tolak menolak antara partikel, sehingga lateks tidak menggumpal.
Jadi selama lateks bermuatan negatif, lateks akan tetap dalam keadaan stabil. Pada
titik isoelektris, muatan listrik akan mencapai nol sehingga protein tidak stabil dan
akan menggumpal serta lapisan sterin akan hilang sehingga antar butir karet
terjadi kontak yang mengakibatkan lateks menggumpal.
Lump adalah lateks yang menggumpal atau telah terkoagulasi. Jika lateks
menggumpal atau terkoagulasi di dalam mangkok penampung lateks disebut cup
lump atau lump mangkok. Tetapi jika menggumpal atau terkoagulasi di tanah atau
di sekitar pangkal batang di bawah irisan sadapan disebut lump tanah. Lump
Universitas Sumatera Utara
-
mangkok diperoleh dari penderesan atau penyadapan yang mangkoknya dibiarkan
berada pada pohon atau tidak diangkat. Lump mangkok ini diambil pada pagi hari
bersamaan dengan dilakukannya penderesan dan dikumpulkan setelah penderesan
selesai. Sedang lump tanah yang diperoleh dari pohon karet yang mangkok
deresnya diambil atau diangkat dari pohon setelah penggumpalan lateks sehingga
lateks yang masih menetes jatuh ke tanah dan akhirnya menggumpal atau
terkoagulasi (Setyamidjaja, 1993).
Scrab atau bantalan adalah lateks susu yang digumpalkan di kebun atau
karet yang menggumpal dalam tangki. Berbentuk balok dan dicetak dengan
menggunakan cetakan dari seng. Scrab juga dapat dibuat dari busa karet yang
terbentuk dari lateks susu, yaitu yang terdapat pada sisa dari sari pengolahan sheet
pada saat pembekuan. Scrab dari busa lateks susu ini banyak mengandung air.
2.2.2. Prakoagulasi pada Lateks Kebun
Faktor-faktor penyebab prakoagulasi pada lateks adalah sebagai berikut :
a. Penambahan asam
Penambahan asam organic ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH
lateks sehingga mencapai titik isoelektris sehingga lateks kebun membeku.
b. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
karena mengandung tiotic liquid. Dalam lateks vessels (lateks baru) belum
terdapat mikroba, tetapi setelah lateks kontak dengan udara terbuka, lateks
tersebut akan dicemari oleh bakteri dan populasinya akan naik secara drastis.
Universitas Sumatera Utara
-
Lateks yang telah dicemari dengan bakteri selama 8 jam mengandung 108
c. Iklim
sel/bakteri/ml lateks. Mikroba ini menghasilkan asam-asam yang dapat
menurunkan pH mencapai titik isoelektris sehingga lateks membeku dan
menimbulkan bau karena terbentuknya asam-asam yang menguap (volatile
fatty acid). Amoniak dapat membunuh dan menahan pertumbuhan mikroba,
namun sifat bakterisida dan bakteriostatiknya masih terbatas, terutama
bergantung pada dosis yang diberikan dan kecepatan pemberiannya. Suhu
udara yang tinggi akan lebih mengaktifkan kegiatan bakteri, sehingga dalam
penyadapan ataupun pengangkutan diusahakan pada suhu rendah atau pada
pagi hari (Purkisss, 1997).
Air hujan akan membawa zat penyamak kotoran, dan garam yang larut dari
kulit batang. Zat-zat ini mengkatalisir terjadinya prakoagulasi. Penyadapan
yang dilakukan pada siang hari (pada suhu udara yang tinggi) akan mendorong
terjadinya penyerapan air dari lateks sehingga terjadi penggumpalan.
d. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat, ataupun dalam keadaan suhu yang tinggi akan
mengganggu kestabilan lateks. Jalan yang kurang baik akan menimbulkan
goncangan pada lateks sehingga akan menyebabkan pecahnya lutoid (fraksi
dasar lateks).
e. Kotoran dari luar
Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampurkan dengan air kotor,
terutama air yang mengandung logam atau elektrolit.
Universitas Sumatera Utara
-
2.2.3. Upaya Untuk Mencegah/Mengurangi Prakoagulasi
Upaya untuk mencegah/mengurangi prakoagulasi di lapangan dilakukan
dengan cara :
a. Cara penderesan dapat dilakukan menurut aturan dan pada keadaan suhu
rendah (pagi-pagi). Lateks segera diangkut ke pabrik tanpa banyak goncangan.
b. Alat-alat yang digunakan untuk penderesan dan pengangkutan harus bersih
dan tahan terhadap karat.
c. Pemberian bahan anti koagulasi (bahan pengawet) pada lateks.
Bahan kimia yang biasa digunakan sebagai bahan anti koagulasi di lapangan
adalah amoniak yang bisa berfungsi mencegah koagulasi karena amoniak
mempunyai sifat :
a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri
b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks kebun
c. Mengurangi konsentrasi logam
2.3. Crumb Rubber
Crumb Rubber adalah suatu politerpena yang mengadung molekul isoprena
yang terikat dalam rantai renggang terpuntir. Unit monomer sepanjang rantai
karbon berada dalam susun cis- dan konfigurasi inilah yang menyebabkan karet
memiliki sifat elastis.
Universitas Sumatera Utara
-
2.3.1 Pengolahan Crumb Rubber
Dalam pengolahan Crumb Rubber digunakan dua golongan bahan baku yaitu
lateks dan Lump serta pengumpulan mutu rendah yang disebut kompo. Dari bahan
baku lateks diperoleh karet remah yang kualitasnya dikategorikan SIR 5 CV, SIR
5 LV, SIR 5 L, dan SIR 5. Sedangkan dari bahan baku lump diperoleh karet
remah kualitas SIR 10, SIR 20, dan SIR 50. dalam proses pengolahan karet remah
diperoleh beberapa keuntungan, yaitu proses pengolahannya lebih cepat dan
produk lebih bersih.
2.3.2. Penentuan Kualitas Crumb Rubber
Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan
penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar dalam spesifikasi
teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur tertentu yang terdapat dalam karet,
yang berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir produk yang dibuat dari karet.
Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah :
1 Kadar kotoran
Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriteria terpenting dalam
spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap
ketahanan dan kelenturan barang-barang dari karet.
2 Kadar abu
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen
terhadap penambahan bahan-bahan kedalam karet pada waktu
pengolahan.
Universitas Sumatera Utara
-
3 Kadar zat penguap
Penentuan kadar zat penguap ini dimaksudkan untuk menjamin
crumb rubber yang diproduksi cukup kering.
Ketentuan Standard Indonesian Rubber (SIR). Sesuai dengan tabel
2.2 sebagai berikut.
spesifikasi Standard Indonesian Rubber
5 CV 5 LV 5 L 5 10 20 50
Kadar kotoran (% maks)
Kadar abu (% maks)
Kadar zat menguap
PRI (min)
Po (min)
Indeks warna
ASHT (maks)
Sari aseton
Warna kode
0,05
0,50
1,00
-
-
-
8
-
Hijau
0,05
0,50
1,00
-
-
-
8
6-8
Hijau
0,05
0,50
1,00
60
30
6
-
-
hijau
0,05
0,50
1,00
60
30
-
-
-
Hijau
0,10
0,75
1,00
40
30
-
-
-
Coklat
0,20
1,00
1,00
50
30
-
-
-
merah
0,50
1,50
1,00
30
30
-
-
-
kuning
Sumber : Satyamidjaja, 1993.
2.4. Deskripsi Proses
Proses pengolahan kompo (gumpalan karet) di areal pabrik adalah sebagai
berikut :
A. Ruang penimbangan (PN-01)
Di dalam ruang penimbangan (PN-01), kompo yang dibawa dari kebun
ditimbang dan ditentukan berat basahnya, kompo disortasi untuk
memisahkan karet dengan sampah secara manual, dan sampah dibungkus
Universitas Sumatera Utara
-
dalam plastik untuk diolah pada alat pengolahan limbah. Kemudian kompo
diangkut dengan trolley (BO-01) menuju ruang penimbunan (PB-01).
B. Ruang penimbunan (PB-01)
Di dalam ruang penimbunan (PB-01) kompo dipisah sesuai umur, dimana
kompo harus terhindar dari sinar matahari secara langsung. Kompo dari
ruang penimbunan (PB-01) diangkut ke bak pencucian (BP-01)
menggunakan trolley (BO-02).
C. Bak pencucian (BP-01)
Pada bak pencucian (BP-01) kompo dicuci untuk menghilangkan kotoran.
Kemudian kompo diangkut dengan belt conveyor (BC-01) menuju unit
pemecah (PM-01) sambil disiram secara manual. Kemudian bekas air
pencucian diolah pada alat pengolahan limbah.
Unit Pemecah (PM-01)
Kompo pada unit ini dipecah menjadi ukuran kecil (5 x 5 x 5 mm). Selama
proses pemecahan kompo disiram dengan air. Kemudian kompo yang
sudah dipecah diangkut dengan belt conveyor (BC-02) menuju bak
pencucian kedua (BP-02).
Universitas Sumatera Utara
-
D. Bak pencucian kedua (BP-02)
Kompo yang sudah dipecah tadi dicuci lagi di dalam bak pencucian kedua
(BP-02) untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa. Kemudian
dengan belt conveyor (BC-03) bahan diangkut lagi menuju unit pemecah
kedua (PM-02) sambil disirami, dan air yang dibak pencucian (BP-02)
dibuang untuk diolah pada pengolahan limbah.
E. Unit pemecah kedua (PM-02)
Pada unit ini bahan yang telah dicuci dipecah lagi menjadi ukuran yang
lebih kecil (3 x 3 x 3 mm). Kemudian diangkut lagi menuju bak pencucian
ketiga (BP-03) dengan belt convenyor (BC-04) sambil disirami juga.
F. Bak pencucian ketiga
Pada bak ini bahan telah dipecah pada unit pemecah kedua (PM-02) lagi
untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa. Kemudian bahan yang
telah dicuci diangkut dengan belt conveyor (BC-05) sambil disirami
menuju mesin penyambung (P-01), dan air pada bak tersebut diolah pada
alat pengolahan limbah.
G. Mesin penyambung (P-01)
Pada mesin penyambung (P-01) ini bahan yang dipecah tadi disambung
kembali sehingga berbentuk lembaran (sheet). Selanjutnya karet yang
Universitas Sumatera Utara
-
berbentuk lembaran tersebut di angkut dengan trolley (BP-03) menuju
bucket elevator (BE-01) untuk diumpankan ke unit pengering (D-01).
H. Unit pengering (D-01)
Pada unit ini bahan dikeringkan dengan suhu 70-100 0
C selama kurang
lebih dua hari untuk mengurangi kadar airnya sampai 15%. Kemudian
karet dua hari sudah dikeringkan diangkut dengan trolley (BO-04) menuju
unit pendingin (PD-01).
I. Unit Pendingin (PD-01)
Proses pendinginan pada unit ini terjadi secara ilmiah, dengan
menggunakan udara sekitar. Kemudian karet yang telah di dinginkan di
angkut lagi menuju filter press (Fp-01) dengan menggunakan trolley (BO-
05)
J. Filter Presses ( FP-010
Karet sudah didinginkan selanjutnya di press sehingga berbentuk bale,
berat tiap bale terdiri dari 35 kg dan kemdudian bale tersebtu dibungkus
dengan plastic. Kemudian bale yang sudah dibungkus plastic diangkut
menuju dudang (R-01) dengan menggunakan trolley (Bo-06).
K. Gudang Produksi (R-01)
Didalam ruangan inilah hasil produksi disimpan dan siap untuk dipasarkan.
Universitas Sumatera Utara
-
106
212
95
1 845,8
612,4
8
193,
98 - - 30
1,01
3
2.478,
38
845,8
612,4
8
193,9
8 - - 30
1,013
2.478
,38
845,
8
612,4
8
193,9
8 - - 30
1,01
3
2.478,
38
845,8
612,
48
193,9
8 - - 30
1,013
2.478
,38
845,8
612,4
8
193,9
8 - - 30
1,013
1.652,
26
-
2.424
,75
- - - 30
1,013
2.424
,75
845,
8
612,4
8
158,2
2 - - 30
1,01
3
1.616
,5
-
2.42
4,75
35,76
- - 30
1,01
3
2.460
,51
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,0
0
-
500,
00 - - - 30
1,01
3
500,00
845,8
612,4
8
158,2
2 - - 30
1,013
1.616,
5
-
2.37
3,35 - - - 30
1,01
3
2.373
,35
-
2.373
,35
34,27
- - 30
1,013
2 .407,
62
845,
8
612,
48
123,
95
1.58
2,23 - - 30
1,01
3
-
500,0
0 - - - 30
1,01
3
500,00
-
500,
00 - - - 30
1,013
500,0
0
845,8
612,4
8
123,9
5 - - 30
1,013
1.582
,23
-
2.32
4,02 - - - 30
1,01
3
2.324,
02
-
2.32
4,02
32,88
- - 30
1,01
3
2.356
,9
845,8
612,4
8
91,0
7 - - 30
1,013
1.549,
35
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,0
0
-
500,
00 - - - 30
1,01
3
500,00
845,
8
612,
48
97,07
- - 30
1,01
3
1.555
,35
-
2.276
,7 - - 30
1,013
2.276,
7
-
2.276
,7
47,3
2 - - 30
1,01
3
2.308
,25
845,8
612,4
8
59,52
- - 30
1,013
1.517,
8
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,00
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,00
845,
8
612,4
8
59,5
2 - - 30
1,01
3
1.517
,8
-
2.232
,07
- - - 30
1,013
2.232
,07
-
2.232
,07
29,7
6 - - 30
1,013
2.261,
83
845,8
612,
48
29,76
- - 30
1,013
1.488
,05
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,0
0
-
500,0
0 - - - 30
1,013
500,0
0
845,8
612,4
8
29,76
- - 30
1,013
1.488,
05
- -
29,76
- - 30
1,013
29,76
845,8
612,4
8 - - - 30
1,013
1.458,
28
845,
8
612,4
8 - - - 30
1,01
3
1.458,
28
845,8
612,4
8 - - - 30
1,013
1.458
,28
- - - - -
6.75
1,83 30
1,013
- -
458,
28 - - 30
1,01
3
458,28
845,8
154,2
- - - 50
1,013
1.000
845,
8
154,
2 - - - 50
1,01
3
1.000
- - - -
8.26
3,46 - 25
1,013
- - - -
8.263
,46
- 30
1,01
3
845,8
154,2
- - - 30
1,013
1.000
845,
8
154,
2 - - - 30
1,01
3
1.000
845,8
154,2
- - - 30
1,013
1.000
845,
8
154,
2 - - - 30
1,01
3
1.000
845,8
154,2
- - - 30
1,013
1.000
118
5049
484
147
313
3020
4026
4616
3622
4232
2919
3925
4515
3521
4131
2818
3824
4434
2747
1737
2343
33
PRA R
ANCA
NGAN
PABR
IK (KA
RET R
EMAH
)DE
NGAN
KAPA
SITAS
1.50
0 KG/
JAM
CRUM
B RUB
BER
DIAG
RAM
ALIR
PRO
SES
NAM
AN
I M
PEM
BIM
BING
1N
IP PEM
BIM
BING
2NI
P
ANDY
0052
0100
3
Dr. I
r. FAT
IMAH
, MT
132
095
301
ERNI
MIS
RAN
, ST,
MT13
2 258
002
DISE
TUJU
I OLE
H :
DIGA
MBA
R O
LEH
:TA
NGG
ALTA
NDA
TANG
AN
KODE
BP - 0
1BP
- 02
BP - 0
3PM
- 01
P - 01
P - 0
2BO
- 01
D - 0
1BO
- 02
R - 0
1PN
- 01
PB - 0
1BC
- 01
BC -
02BC
- 03
BC - 0
4BC
- 05
BE -
01PD
- 01
FP -
01BO
- 03
BO - 0
4BO
- 05
BO - 0
6E -
01G
- 01
TC - 0
1
PENG
GILIN
GAN/
PENG
HALU
S 01 02
BOX P
ENGA
NGKU
TAN
KARE
T REM
AH 01
DRYE
RBO
X PEN
GANG
KUTA
N KA
RET R
EMAH
02RU
ANG
PENY
ORTIR
AN/PE
NGEP
AKAN
RUAN
G TIM
BANG
ANRU
ANG
PENI
MBUN
ANBE
LT CO
NVEY
OR 01
BELT
CON
VEYO
R 02
BELT
CON
VEYO
R 03
BELT
CON
VEYO
R 04
BELT
CON
VETO
R 05
BUCK
ET E
LEVA
TOR
01RU
ANG
PEND
INGI
NAN
01FIL
TER
PRES
S 01
BOX
PENG
ANGK
UTAN
KARE
T RE
MAH 0
3 04 05 06HE
ATER
01BL
OWER
BAK P
ENER
IMAA
N PE
NCUC
IAN 01
BAK P
ENER
IMAA
N PE
NCUC
IAN 02
BAK P
ENER
IMAA
N PE
NCUC
IAN 03
PEME
CAHA
N BA
HAN
BAKU
(
PENG
GILIN
GAN/
PENG
HALU
S
BOX
PENG
ANGK
UTAN
KARE
T RE
MAH
BOX
PENG
ANGK
UTAN
KARE
T REM
AH
BOX
PENG
ANGK
UTAN
KARE
T REM
AH
TEMP
ERAT
UR C
ONTR
OL
HAMM
ER M
ILL)
(CRE
PPER
) (C
REPP
ER)
KETE
RANG
ANU
dara
Pen
dingi
n
Udar
a Pe
ngiri
ng
Air P
rose
s
Peng
olah
an L
imba
h
Uap
69
1215
1621
2427
3033
G-01
E-01 40
44
PN-01
BO-01
PB-0
1BO
-02
5
11
BC-01
BP-01
810
7
1417
13BC
-02PM
-01 1
6
12
34
5049
R-01
BO-06
4847
FP-01
46
BO-05
43
PD-01 46
42
D-01
BC-04
41
BE-01
3837
35
BO-0
3P-
01 36
3431
32 BC-
05BP
-03
29
2825
2219
BP-0
2BC
-03
23
26 BC-
04PM
-02
20
Komp
onen/L
ajuAir
Karet (
kg/jam
)
Air (kg
/jam)
Kotora
n (kg/ja
m)
TOTAL
(kg/jam
)
Udara
Pendin
gin(kg
/jam)
Udara P
engerin
g(kg
/jam)
Suhu
(C) 0
Tekana
n (bar)
39
TANP
A SK
ALA
TC-01
Universitas Sumatera Utara