karakter visual arsitektur karya a.f. aalbers di bandung ... · eksterior kompleks bangunan privat...

12
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 63 Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Villa’s dan Woonhuizen Khaerani Adenan (1) , Bambang Setia Budi (2) , Arif Sarwo Wibowo (3) (1) Mahasiswa Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB) (2) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB) (3) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB) Abstrak Albert Frederik Aalbers adalah arsitek berkebangsaan Belanda yang berpraktek di Bandung pada tahun 1930 sampai 1946. Dari kajian awal yang dilakukan mengenai A.F Aalbers didapatkan bahwa belum pernah ditemukan adanya penelitian mengenai karakter arsitektur Aalbers dan banyak bangunan karya Aalbers di Bandung yang hancur atau berubah tanpa ada dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pola dan keteraturan penggunaan elemen pada eksterior kompleks bangunan privat karya Aalbers, sehingga didapatkan kesamaan design constraints, atau prinsip perancangan yang diterapkan pada perancangan kompleks bangunan privat di Bandung. Data primer dibatasi pada bentuk bangunan dan fasade sebagai elemen dari karakter visual eksterior. Data yang diambil adalah setting bangunan, bentuk dasar bangunan, elemen kurva pada massa bangunan, dan elemen fasade yang terdiri dari elemen horizontal dan vertikal. Analisis dilakukan dengan menyusun objek-objek penelitian yang telah dikumpulkan untuk kemudian dicari pola dan kesamaannya, sehingga dapat dilihat rumusan karakter yang ada pada perancangan setiap kelompok bangunan. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa kompleks bangunan privat karya Aalbers memiliki elemen-elemen visual yang setipe pada satu kompleks. Elemen-elemen tersebut bervariasi pada kompleks yang berbeda. Kata-kunci: A.F. Aalbers, Bandung , bangunan privat, karakter, visual. Pendahuluan Albert Frederik Aalbers dikenal sebagai arsitek berkebangsaan Belanda yang bekerja di Bandung pada periode tahun 1930 sampai 1946. Bandung terletak di antara pegunungan dan berada di dataran tinggi sehingga memliki suhu yang lebih rendah dibanding kota-kota pelabuhan seperti Batavia dan Surabaya. Pada awalnya perusahaan dagang Belanda, VOC melihat potensi Bandung sebagai tempat yang sangat bagus untuk perkebunan. Sejak saat itu banyak pihak swasta yang datang untuk membuka perkebunan di sekitar Bandung (Siregar, 1990). Sejak awal tahun 1900-an, banyak insinyur bangunan dan arsitek yang datang ke Bandung. Pada awalnya, para insinyur bangunan yang datang merupakan pegawai pemerintah kolonial. Bangunan yang dibuat juga merupakan bangunan-bangunan pemerintah seperti markas militer, kantor pemerintahan dan bangunan-bangunan penunjang terbentuknya pemerintah lokal.

Upload: vuongnhan

Post on 03-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 63

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Villa’s dan Woonhuizen

Khaerani Adenan(1), Bambang Setia Budi(2), Arif Sarwo Wibowo(3)

(1) Mahasiswa Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB)

(2) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB)

(3) Staf Pengajar Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), Institut Teknologi Bandung (ITB)

Abstrak

Albert Frederik Aalbers adalah arsitek berkebangsaan Belanda yang berpraktek di Bandung pada tahun 1930 sampai 1946. Dari kajian awal yang dilakukan mengenai A.F Aalbers didapatkan bahwa belum pernah ditemukan adanya penelitian mengenai karakter arsitektur Aalbers dan banyak bangunan karya Aalbers di Bandung yang hancur atau berubah tanpa ada dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pola dan keteraturan penggunaan elemen pada eksterior kompleks bangunan privat karya Aalbers, sehingga didapatkan kesamaan design constraints, atau prinsip perancangan yang diterapkan pada perancangan kompleks bangunan privat di Bandung. Data primer dibatasi pada bentuk bangunan dan fasade sebagai elemen dari karakter visual eksterior. Data yang diambil adalah setting bangunan, bentuk dasar bangunan, elemen kurva pada massa bangunan, dan elemen fasade yang terdiri dari elemen horizontal dan vertikal. Analisis dilakukan dengan menyusun objek-objek penelitian yang telah dikumpulkan untuk kemudian dicari pola dan kesamaannya, sehingga dapat dilihat rumusan karakter yang ada pada perancangan setiap kelompok bangunan. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa kompleks bangunan privat karya Aalbers memiliki elemen-elemen visual yang setipe pada satu kompleks. Elemen-elemen tersebut bervariasi pada kompleks yang berbeda. Kata-kunci: A.F. Aalbers, Bandung , bangunan privat, karakter, visual. Pendahuluan

Albert Frederik Aalbers dikenal sebagai arsitek berkebangsaan Belanda yang bekerja di Bandung pada periode tahun 1930 sampai 1946. Bandung terletak di antara pegunungan dan berada di dataran tinggi sehingga memliki suhu yang lebih rendah dibanding kota-kota pelabuhan seperti Batavia dan Surabaya. Pada awalnya perusahaan dagang Belanda, VOC melihat potensi Bandung sebagai tempat yang sangat bagus untuk perkebunan. Sejak saat itu banyak pihak swasta yang datang untuk

membuka perkebunan di sekitar Bandung (Siregar, 1990). Sejak awal tahun 1900-an, banyak insinyur bangunan dan arsitek yang datang ke Bandung. Pada awalnya, para insinyur bangunan yang datang merupakan pegawai pemerintah kolonial. Bangunan yang dibuat juga merupakan bangunan-bangunan pemerintah seperti markas militer, kantor pemerintahan dan bangunan-bangunan penunjang terbentuknya pemerintah lokal.

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

64 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Sejak tahun 1921, arsitek Belanda yang datang adalah para arsitek yang bekerja untuk pengusaha-pengusaha swasta (Roosmalen, 2002). Aalbers pindah ke kota Bandung dan memulai biro arsiteknya dengan temannya Rijk Arijan De Waal pada tahun 1930 (Boersma, 2000). Cor Passchier, seorang peneliti arsitektur kolonial Indonesia mengatakan bahwa Aalbers adalah salah satu arsitek paling berbakat di masanya dan Aalbers menggunakan gaya Arsitektur Modern dalam karya-karyanya, tetapi tetap bisa merespon iklim tropis di Indonesia (Passchier, 2008). Penyataan ini masih dapat diperdebatkan karena tidak ada penelitian akademis dibelakangnya. Data dan arsip original karya Aalbers di Bandung tidak mudah didapatkan karena sudah banyak yang hancur. Pada tahun 1942, ketika Hindia Belanda berada di bawah pendudukan Jepang, Aalbers ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp pengasingan di Cimahi dan kemudian dipindahkan ke Batavia (Tellander, 1993). Tidak banyak referensi yang ditemukan mengenai Aalbers. Daftar karya Aalbers yang paling lengkap saat ini adalah buku karya Boersma yang diterbitkan oleh BONASi. Selain itu terdapat pula tesis mengenai sejarah kehidupan Aalbers sebagai seorang arsitek modernis oleh Marlise Tellander (1993). Dari kedua referensi tersebut belum ditemukan adanya penelitian akademis terkait karya arsitektur Aalbers, oleh karena itu belum diketahui signifikasi arsitektur karya-karya Aalbers. Selama 16 tahun masa kerjanya di Bandung, Aalbers merancang sekitar 75ii buah bangunan. Dari daftar bangunan kolonial yang dikeluarkan oleh Bandung Heritage tahun 1997, 26 bangunan yang tercatat sebagai karya Aalbers di Bandung dan 7 bangunan diantaranya tidak sesuai dengan data BONAS. Tidak ada keterangan tertulis mengapa ketujuh bangunan tersebut diidentifikasi

sebagai bangunan karya Aalbers, tetapi hal ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya penelitian ilmiah mengenai karya arsitektur Aalbers sehingga proses identifikasi bangunan karya Aalbers memiliki dasar ilmiah yang jelas. Karakter perancangan Aalbers menunjukkan banyak variasi dan masih sulit untuk diidentifikasi, selain itu banyak pendapat yang berbeda mengenai karakter bangunan karya Aalbers, oleh karena itu yang menjadi permasalahan utama adalah mengetahui karakter bangunan karya Aalbers. Ada tiga tahap untuk mengidentifikasi visual karakter dari bangunan (Nelson, 1988)iii. Penelitian ini merupakan tahap pertama untuk mengidentifikasi bangunan yaitu overall visual aspect dengan pengamatan dari ekterior bangunan. Karakter Visual Pengertian karakter visual dapat dijabarkan dari arti kata karakteriv dan visualv. Karakter dapat diartikan sebagai salah satu atribut atau fitur yang membentuk dan membedakan sebuah individu dari individu lainnya, membedakan sebuah kelompok dengan kelompok lainnya. Karakter bisa dipahami sebagai satu atau sejumlah ciri khas yang terdapat pada individu atau kelompok tertentu yang dapat digunakan untuk membedakan individu atau kelompok tersebut dari individu atau kelompok lainnya. Dalam konteks penelitian ini, karakter visual arsitektur dapat dipahami sebagai ciri khas bangunan yang dapat dilihat dan membedakan sekelompok bangunan karya Aalbers dengan kelompok bangunan lainnya. Karakter visual dari sebuah lingkungan terdiri dari elemen-elemen visual. Menurut Motloch (1991), terdapat lima elemen visual; (1) point (titik), (2) line (garis), (3) form (bentuk), (4) color (warna), dan (5) texture (tekstur). Kombinasi dan keteraturan dari kelima elemen ini menciptakan prinsip-prinsip visual, yaitu (1) unity (kesatuan), (2) rhythm (ritme), (3)

Khaerani Adenan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 65

proportion (proporsi), (4) scale (skala), (5) balance (keseimbangan). Prinsip-prinsip visual inilah yang seringkali dilihat sebagai informasi dan menimbulkan persepsi. Elemen visual dan prinsip visual digunakan untuk mengidentifikasi karakter visual sebuah benda, tetapi penelitian terkait karakter visual adalah penelitian yang mempelajari bagaimana mengukur dan mengklasifikasikan lingkungan berdasarkan elemen dan prinsip visual yang ada (Sanoff, 1991). Parolek (2008) menyebutkan bahwa standar identifikasi untuk mengklasifikasikan bangunan arsitektural harus memasukkan lima elemen, yaitu : 1. Massing (Bentukan massa bangunan) 2. Façade composition (Komposisi fasade) 3. Windows and doors (Jendela dan Pintu) 4. Element and details (Elemen dan Detail) 5. Palette and combination of materials

(Warna dan kombinasi material) Dalam 17 Preservation Brief (Preservation Service, National Park Service-U.S Department of the Interior), disebutkan bahwa ada tiga tahap untuk mengidentifikasi visual karakter dari bangunan (Nelson, 1988). Tahapan-tahapan tersebut dibuat berdasarkan level pengamatan terhadap bangunan yang akan diidentifikasi; (1) Overall Visual Aspect, (2) Visual Character at Close Range, (3) Interior Spaces, Features and Finishes. Dalam tulisannya, Chan C.S menyatakan bahwa style atau karakter desain seorang desainer diintrepretasikan dari benda-benda hasil rancangannya dan dari proses desain yang dilakukannya. Dari proses desain tersebut didapatkan bahwa karakter merancang seorang arsitek dapat diidentifikasi dari banyaknya pengulangan elemen arsitektural pada bangunan. Hal ini disebabkan oleh adanya replikasi dari kesamaan design constraints, prinsip, metode, dan urutan yang sama yang dilakukan dalam proses desain (Chan C.S, 1992). Pencarian prinsip desain arsitektural seorang arsitek, diambil dari literatur – literatur, dari percakapan, deskripsi

mengenai bangunan, dan sketsa-sketsa ide (Schrimbeck, 1978). Kompleks Bangunan Privat Kompleks bangunan privat terjadi karena munculnya kebijakan yang dikeluarkan oleh

Gemeentelijk Grondbedrijf vi pada tahun 1915 (Siregar,1990). Pada tahun 1915, Grondbedrijf membeli tanah luas di Bandung Utara untuk mempersiapkan perumahan dalam rangka mengantisipasi arus urbanisasi yang akan terjadi jika pusat pemerintahan kolonial dipindahkan dari Jakarta ke Bandung. Tanah tersebut dibagi-bagi dan diatur peruntukkannya sehingga siap dibangun, dan dijual kepada pembeli secara individual atau kepada kontraktor-kontraktor kecil. Kontraktor-kontraktor tersebut kemudian seringkali membangun rumah-rumah tinggal

berseri dalam satu segmen jalan tertentu.vii Batasan Penelitian Selama masa kerjanya di Bandung, Aalbers merancang 10 kompleks bangunan privat. Dari 10 kelompok tersebut yang masih ada saat ini adalah empat kelompok ; Kompleks Villa di Jalan Dipati Ukur (PrVilDu), Kompleks Villa di Jalan Juanda (PrVilLo), Kompleks Villa di Jalan Pager Gunung (PrVilPg), dan Woonhuizen di Jalan Prabudimuntur Satu kompleks bangunan privat didefinisikan sebagai kelompok rumah yang dirancang pada tahun yang sama dan dibangun pada satu segmen jalan yang sama atau berdekatan. Jumlah bangunan pada satu kelompok bangunan beragam dari dua buah sampai 14 buah. Pengelompokan rumah pada penelitian ini berdasarkan nama proyek pada tulisan Boersma (2000). Jika proyek tersebut dilakukan pada satu nama proyek yang sama meskipun terdiri dari beberapa bangunan, maka bangunan-bangunan tersebut dimasukkan ke dalam satu kelompok kompleks.

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

66 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan untuk mencari karakter perancangan A.F Aalbers. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pola dan keteraturan elemen pada eksterior kompleks bangunan privat karya Aalbers di Bandung. Dengan mencari pola dan keteraturan elemen pada eksterior bangunan, diharapkan bisa didapatkan kesamaan design constraints, atau prinsip perancangan yang diterapkan Aalbers pada perancangan setiap kelompok bangunan. Data primer akan dibatasi pada bentuk bangunan dan fasade yang merupakan elemen dari karakter visual eksterior. Data yang akan diambil adalah setting bangunan, bentuk dasar, dan elemen horizontal, vertikal dan kurva pada fasade bangunan. Semua data teks yang bisa didapatkan sehubungan dengan Aalbers, dan sejarah pembangunan di kota Bandung menjadi data pendukung dalam penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan data fisik bangunan karya Aalbers sebagai data primer dan literatur sebagai data pendukung. Analisis yang dilakukan dibatasi pada pencarian pola perancangan pada data fisik bangunan tanpa membandingkan hasil analisis dengan karakter arsitektur lainnya, baik karakter visual arsitektur Eropa maupun karakter visual arsitektur kolonial yang sejaman. Posisi Penelitian terhadap Penelitian Sebelumnya Penelitian ini adalah penelitian mengenai sejarah sosok A.F Aalbers, namun dari sudut pandang yang berbeda yaitu arsitektur. Hasil analisis dari penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan mengenai sosok A.F Aalbers dan karya-karyanya. Penelitian mengenai sejarah arsitektur dan perkembangan kota di masa Hindia Belanda, seperti penelitian Nix (1949), Roosmalen (2002), dan Siregar (1990) digunakan sebagai dasar sejarah untuk penelitian ini. Hampir

semua penelitian tersebut membuat klasifikasi arsitektur pada arsitektur kolonial, baik berdasarkan waktu, style bangunan, lokasi dan sebagainya. Hasil klasifikasi tersebut digunakan untuk menentukan posisi A.F Aalbers dalam sejarah arsitektur kolonial Indonesia. Penelitian ini mengambil sudut pandang yang sama dengan penelitian Chan C S, (1992), Exploring Individual Style through Wright’s Designs. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari karakter dari beberapa produk yang dibuat oleh para desainer. Dalam penelitian ini, style seorang desainer diintrepretasikan dari benda-benda hasil rancangannya dan dari proses desain yang dilakukannya. Objek penelitian ini adalah beberapa bangunan karya-karya Frank Lloyd Wright. Beberapa bangunan karya Wright dianalisis, lalu disimpulkan bahwa style dari seorang arsitek dapat diidentifikasi dari banyaknya pengulangan elemen arsitektural pada bangunan. Hal ini disebabkan oleh adanya replikasi dari kesamaan design constraints, prinsip, metode, dan urutan yang sama yang dilakukan dalam proses desain. Metode Metode Pengumpulan Data Data bangunan karya Aalbers didapatkan dari daftar yang dibuat oleh Boersma (2000) yang memuat nama bangunan, tahun konstruksi dan lokasi. Dalam beberapa keterangan bangunan, dicantumkan pula kondisi terakhir bangunan tersebut, misalnya sudah dihancurkan atau sudah berubah fungsi. Data bangunan yang diambil sebagai objek penelitian adalah bentuk asli bangunan. Jika bentuk bangunan di lapangan sudah berubah, maka harus dikonfirmasi dengan gambar asli atau foto lama yang ada.

Khaerani Adenan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 67

Untuk beberapa bangunan tambahan yang mengalami perubahan minor, tanpa ada dokumen rancangan asli atau foto lama, maka bentuk asli bangunan didapatkan dengan cara mengintrepretasi. Beberapa bangunan yang sudah tidak dapat diidentifikasi bentuk aslinya karena banyaknya perubahan juga dikeluarkan dari daftar objek penelitian. Bangunan yang diteliti adalah bangunan yang secara fisik masih terpelihara dengan bentuk aslinya atau setidaknya dapat diidentifikasi bentuk aslinya. Dokumentasi dilakukan dengan digital camera tanpa teknik khusus tertentu. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai sudut pandang di luar bangunan sehingga dianggap cukup lengkap untuk membuat visualisasi 3D ekterior. Bentuk atap yang sulit untuk diketahui dari foto eksterior, didapatkan dari pencitraan Google Earth. Foto–foto atap bangunan dari pencitraan satelit Google Earth dicocokkan dengan foto eksterior sehingga bisa didapatkan bentuk 3D dari atap bangunan. Rekonstruksi bangunan bertujuan untuk mendapatkan data yang setara untuk dianalisis. Rekonstruksi bangunan dilakukan dengan software Sketch-Up untuk membuat visualisasi 3D. Dimensi rekonstruksi digital yang dihasilkan diakui tidak akurat karena tidak dilakukan pengukuran lapangan, namun dianggap cukup memadai untuk keperluan penelitian ini, karena penelitian ini tidak menitikberatkan pada dimensi maupun ukuran secara detail, melainkan bentuk secara umum. Metode Analisis Data Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang bersifat kualitatif eksploratif dengan penekanan pada studi empiris terhadap bangunan rancangan Aalbers di Bandung. Pada dasarnya metode analisis yang digunakan pada dilakukan dengan menyusun objek-objek penelitian yang telah dikumpulkan untuk kemudian dicari persamaan dan perbedaannya, sehingga dapat dilihat rumusan karakter yang ada pada rancangan eksterior bangunan Aalbers.

Analisis dan Interpretasi Villa’s (Kompleks Villa) di Jalan Juanda Setting Bangunan Ketiga bangunan ini terletak berderet menghadap Jalan Juanda, dengan setback cukup jauh dari Jalan Juanda. Dari foto lama dapat diketahui bahwa tidak ada batas fisik di antara ketiga bangunan tersebut, tetapi saat ini di antara bangunan terdapat batas fisik berupa dinding dan pagar (Gambar 1) .

Gambar 1. Lokasi dan setting De Locomotiven Sumber: Hasil Analisis, 2011 Atap Ketiga bangunan ini menggunakan atap datar. Berdasarkan foto–foto lama dapat dinyatakan bahwa ketiga bangunan ini mempunyai elemen dan komposisi elemen vertikal, elemen horizontal dan kurva yang sama.

Villa di Jl. Juanda

no. 111 (PrVilLo-01)

Villa di Jl. Juanda no. 113

(PrVilLo-02)

Villa di Jl. Juanda no. 115

(PrVilLo-03)

Gambar 2. Identifikasi elemen horizontal pada tampak De Locomotiven Sumber : Hasil analisis, 2011

Bentuk Dilihat dari gambar 1, informasi yang didapatkan dari citra satelit Google Earth tidak

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

68 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

cukup untuk menentukan bentuk dasar ketiga bangunan. Diasumsikan sudah banyak terjadi perubahan pada massa bangunan, terutama di bagian belakang bangunan, dan diperlukan penelurusan lebih lanjut untuk menentukan massa asli bangunan dan massa tambahan.

Villa di Jl. Dago

no. 111 (PrVilLo-01)

Villa di Jl. Dago no. 113

(PrVilLo-02)

Villa di Jl. Dago no. 115

(PrVilLo-03)

Gambar 3. Identifikasi elemen kurva pada perspektif De Locomotiven Sumber : Hasil analisis, 2011

Elemen Tampak Dari ketiga elemen bangunan yang teridentifikasi pada bangunan ini, elemen yang paling dominan pada fasade bangunan adalah elemen kurva dan elemen horizontal. Bagian balkon dan teritisan bangunan merupakan elemen horizontal yang dominan. Balkon dan teritisan tebal dan membentang di sepanjang fasade bangunan, mendominasi dan membagi fasade bangunan sehingga terbagi empat bagian (Gambar 2). Elemen vertikal berupa kolom digunakan sebagai penyeimbang bentuk bangunan yang menahan ‘berat’ dari balkon dan teritisan yang menjulang keluar cukup jauh dari dinding (Gambar 3).

Villa di Jl. Dago

no. 111 (PrVilLo-01)

Villa di Jl. Dago no. 113

(PrVilLo-02)

Villa di Jl. Dago no. 115

(PrVilLo-03) Gambar 4 Identifikasi Elemen Vertikal Pada Tampak De Locomotiven (sumber : Hasil analisis, 2011) Bangunan mempunyai bentuk kurva yang berbeda dengan arah yang kontras, kurva pada balkon merupakan sudut siku-siku yang

dihaluskan bagian sudutnya, sedangkan kurva pada bagian teritisan meruncing di sudut. Dinding dengan elemen kurva dibuat tebal sehingga membuat efek yang berat (Gambar 3). Temuan Ketiga bangunan ini terletak di lahan deret dan jika dilihat dari identifikasi elemen, diketahui bahwa ketiga bangunan ini identik, setidaknya untuk bagian depan bangunan yang tidak banyak direnovasi. Villa’s (Kompleks Villa) di Jalan Pager Gunung Kompleks Villa di Jalan Pager Gunung merupakan kelompok rumah yang terdiri dari dua belas Villa yang dibangun atas permintaan W.H Hoogland. Saat ini, hanya ada sembilan bangunan yang masih tersisa. Bangunan–bangunan tersebut diletakkan terbagi dua dan berhadap-hadapan pada satu ruas Jalan (Gambar IV.9).

Gambar 5. Lokasi dan setting kompleks bangunan privat di Jl. Pager Gunung. Sumber: Hasil Analisis, 2011

Khaerani Adenan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 69

Bentuk Dasar Bentuk dasar kelompok bangunan berseri di Jalan Pager Gunung adalah persegi kecuali bangunan PrVilPg – 08. Secara umum bentuk atap dan elemen fasade kelompok bangunan ini sama, tetapi dengan komposisi yang berbeda. Semua bangunan pada kelompok ini juga tidak memiliki elemen kurva dan ornamen.

Gambar 6. Pola tampak kompleks Pager Gunung berdasarkan letaknya Sumber: Hasil analisis, 2011 Bangunan bernomor ganjil terletak di sisi barat jalan dan menghadap ke timur, dan sebaliknya bangunan bernomor genap diletakkan di sisi timur jalan menghadap ke barat. Jika dilihat dari fasade bangunan dapat diketahui bahwa balkon lantai dua selalu terletak pada sisi selatan bangunan (Gambar IV.10). Dari data lapangan diketahui bahwa terdapat dua komposisi fasade (tidak termasuk atap). Pengelompokkan tersebut dibuat berdasarkan maju-mundur dinding fasade dan jumlah segmen pada fasade (Gambar IV.11).

Gambar 7. Identifikasi dua komposisi fasade pada kompleks Pager Gunung Sumber: Hasil analisis, 2011 Kelompok yang pertama memiliki tiga segmen pada fasade, sedangkan kelompok yang kedua

hanya memiliki dua segmen. Pada kelompok yang pertama dengan tiga segmen, ada bagian dinding yang lebih maju. Dari sembilan buah bangunan, hanya tiga bangunan yang termasuk dalam kelompok yang pertama yang mempunyai tiga segmen, enam bangunan lainnya hanya mempunyai dua segmen (Gambar 7). Secara umum bentuk atap dan elemen fasade kelompok bangunan ini sama dan setipe, tetapi memiliki komposisi yang bervariasi. Semua bangunan pada kelompok ini juga tidak memiliki elemen kurva dan ornamen. Jika dilihat dari fasade bangunan dapat diketahui bahwa balkon lantai dua selalu terletak pada sisi selatan bangunan. Pada kompleks bangunan privat ini terdapat dua komposisi fasade yang berbeda berdasarkan jumlah segmen vertikal pada fasadenya. Woonhuizen di Jalan Dipati Ukur Kompleks Villa di Jalan Dipati Ukur hanya terdiri dari dua buah rumah yang terletak berhadap-hadapan di sudut Jalan Dipati Ukur dan Jalan Kyai Gede Utama (Gambar IV.12). Meskipun kedua bangunan tersebut terletak di lahan sudut, tetapi bentuk lahannya berbeda. PrVilDu-01 terletak pada lahan sudut yang lebih dari 90 derajat, sedangkan PrVilDu-02 terletak pada lahan sudut kurang dari 90 derajat (Gambar 8).

Gambar 8. Lokasi dan setting kompleks bangunan privat di Jl. Dipati Ukur Sumber: Hasil Analisis, 2011

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

70 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Villa di Jl. Dipati Ukur no. 5

(PrVilDu-01) Villa di Jl. Dipati Ukur no.

7 (PrVilDu-02)

Gambar 9. Siteplan kompleks Villa di Jalan Dipati Ukur Sumber: Hasil analisis, rekonstruksi 3D, 2011

Kedua bangunan tersebut memiliki bentuk dasar yang berbeda. PrVilDu-01 memiliki bentuk dasar persegi dengan salah satu sisi sejajar dengan jalan utama (Jalan Dipati Ukur), dengan massa tambahan di bagian belakang bangunan yang dibuat miring sehingga sejajar dengan Jalan Kyai Gede Utama. Bentuk dasar PrVilDu-02 adalah kombinasi dari dua buah persegi panjang, yang kedua sisinya dibuat sejajar dengan kedua jalan yang mengapit lahan (Gambar 9).

Persamaan elemen tampak yang dimiliki kedua bangunan ini adalah elemen kurva berupa

teritisan dan balkon bentuk kurva pada sudut bangunan yang menghadap ke sudut jalan (Gambar 12). Teritisan dan balkon tersebit juga berfungsi sebagai elemen horizontal pada fasade (Gambar 10). Bangunan PrVilDu-01 tidak teridentifikasi memiliki elemen vertikal, sedangkan bangunan PrVilDu-02 memiliki kolom di lantai dasar (Gambar 11). Dengan bentuk dasar yang berbeda, maka kedua bangunan ini memiliki bentuk atap yang berbeda.

Villa di Jl. Dipati Ukur no. 5

(PrVilDu-01) Villa di Jl. Dipati Ukur no. 7

(PrVilDu-02) Gambar 12. Identifikasi elemen kurva melalui visualisasi perspektif Sumber: Hasil analisis, rekonstruksi 3D 2011 Kompleks Villa di Jalan Dipati Ukur hanya terdiri dari dua bangunan. Kedua bangunan tersebut memiliki bentuk dasar dan bentuk atap yang berbeda. Meskipun begitu kedua bangunan in tetap memiliki persamaan elemen yaitu teritisan dan bentuk kurva pada sudut bangunan yang menghadap ke sudut jalan. Woonhuizen di Jalan Prabudimuntur Woonhuizen Prabudimuntur tercatat merupakan kompleks yang terdiri dari lima bangunan yang terletak berderet di sebelah selatan Jalan Prabudimuntur. Saat ini hanya empat rumah yang masih ada (Gambar 13).

Villa di Jl. Dipati Ukur no. 5

(PrVilDu-01) Villa di Jl. Dipati Ukur no.

7 (PrVilDu-02)

Gambar 10. Identifikasi elemen horizontal pada tampak Villa di Jl. Dipati Ukur Sumber: Hasil analisis, 2011

Villa di Jl. Dipati Ukur no. 5

(PrVilDu-01) Villa di Jl. Dipati Ukur no.

7 (PrVilDu-02)

Gambar 11. Identifikasi elemen vertikal pada tampak Villa di Jl. Dipati Ukur

Khaerani Adenan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 71

Gambar 13. Lokasi dan setting kompleks Woonhuizen Prabudimuntur Sumber: Hasil analisis, 2011

Seluruh bangunan pada kompleks Woonhuizen Prabudimuntur memiliki bentuk dasar yang sama. Keempat bangunan ini sudah mengalami banyak renovasi terutama dengan adanya penambahan bangunan. Dari gambar diasumsikan bahwa, pada rancangan aslinya, keempat bangunan tersebut diletakkan di tengah kavling dan tidak saling berhimpitan dengan bangunan di samping-sampingnya. Penambahan massa di bagian belakang dan samping bangunan menyebabkan letak bangunan berhimpitan dengan bangunan lain di samping-sampingnya (Gambar 14).

Woonhuizen Jl.Prabudimuntur

No. 22 (PrWoPb-

04)

No. 20 (PrWoPb-

03)

No. 16 (PrWoPb-

02)

No. 14 (PrWoPb-

01) Gambar 14. Identifikasi bentuk dasar pada Woonhuizen Prabudimuntur Sumber: Hasil analisis, 2011

Berdasarkan data Google Earth diketahui bahwa telah terjadi penambahan massa banyak terjadi penambahan massa bangunan di bagian belakang bangunan (Gambar IV.18). Meskipun bentuk dasar keempat bangunan tersebut sama, tetapi kombinasi arah pintu masuk, letak dinding depan dan kolom pada

teras berbeda. Tampak keempat bangunan ini tidak mempunyai elemen horizontal yang signifikan. Elemen vertikal yang signifikan adalah kolom penahan atap yang terletak pada teras, tetapi letak kolom pada keempat bangunan tersebut tidak sama (Gambar 15).

Woonhuizen Jl.Prabudimuntur

No. 22 (PrWoPb-

04)

No. 20 (PrWoPb-

03)

No. 16 (PrWoPb-

02)

No. 14 (PrWoPb-

01) Gambar 15. Identifikasi elemen vertikal pada tampak Sumber: Hasil analisis, 2011 Bentuk dasar pada bangunan ini pada dasarnya sama, yaitu persegi panjang, yang memiliki variasi pada arah pintu masuk, letak dinding depan dan letak serta jumlah kolom.

Karakter Visual Kompleks Bangunan Privat Karya Aalbers Pada semua kompleks bangunan privat memiliki satu tipe bentuk atap dalam satu kompleks, kecuali untuk kedua rumah yang ada di Jalan Dipati Ukur yang masing-masing bentuk atapnya berbeda. (PrVilDu–01 beratap limas, sedangkan PrVilDu–02 beratap perisai + kurva). Tiga villa di Jalan Dago memiliki atap datar sedangkan ketiga kompleks lainnya memiliki atap miring. Jika dilihat dari tahun pembangunannya, Aalbers hanya merancang bangunan beratap datar hanya sampai tahun 1936 (Tiga villa di jalan dago dan Hotel Savoy Homann). Setelah masa tersebut, semua bangunan karya Aalbers khususnya bangunan rumah tinggal, selalu menggunakan atap miring. Dua kompleks bangunan privat rumah memiliki unsur elemen vertikal yang sama (Kompleks Villa di Jalan Dago dan Kompleks Villa di Jalan Pager Gunung) sedangkan dua kompleks bangunan privat (Kompleks Villa di Jalan Dipati Ukur dan Kompleks Woonhuis di

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

72 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Jalan Prabudimuntur) tidak memiliki unsur vertikal yang sama (sebagian rumah memiliki unsur vertikal sebagian tidak). Semua kompleks bangunan privat memiliki elemen horizontal yang sama dalam satu kompleks, kecuali pada kompleks woonhuis di Jalan Prabudimuntur yang semua rumahnya tidak memiliki elemen horizontal. Bentuk atap, elemen kurva, elemen-elemen vertikal dan horizontal pada fasade-fasade bangunan memiliki peran yang kuat untuk membentuk karakter bangunan. Keempat aspek ini digunakan sebagai penanda utama bahwa bangunan-bangunan ini dibangun dalam sebuah kompleks yang sama. Dari empat bangunan privat yang dianalis dalam tulisan ini hanya tiga villa yang secara tertulis dinyatakan identik, tetapi dari tiga kompleks lainnya tidak ditemukan satu rumah pun yang identik meskipun mirip. Misalnya pada kompleks villa di Jalan Pager Gunung, dari 12 rumah yang dirancang, meskipun fasadenya dibuat mirip, tetapi layout dan luas rumah berbeda-beda. Jadi bisa disimpulkan bahwa semua rumah tersebut dirancang satu demi satu. Dari empat kompleks rumah tinggal yang dibangun Aalbers, diketahui bahwa semua rumah yang ada pada sebuah kompleks rumah tinggal yang sama mempunyai satu tipe yang sama tetapi dengan tingkat variasi yang berbeda. Kompleks villa di Jalan Dago identik tanpa variasi. Kompleks villa di Jalan Pager Gunung terdiri dari rumah-rumah satu tipe. dengan variasi pada bentuk bangunan, jumlah segmen pada fasade, dan bentuk atap. Adapun kompleks woonhuis di Prabudimuntur menekankan tipe bangunan pada bentuk atap dan gable saja, dan pada tingkat variasi yang terakhir adalah kompleks villa di Jalan Dipati Ukur yang hanya mempunyai kesamaan pada elemen kurva dan elemen horizontal. Variasi pada sebuah kompleks bangunan privat diasumsikan terjadi karena kebijakan

dari kontraktor atau kliennya. Pada kasus kompleks villa di Jalan Dago, ketiga bangunan tersebut dibuat identik. Bangunan dibuat dalam waktu bersamaan (1936) untuk dihuni oleh W.H Hoogland sendiri, dan kemudian dua unit lainnya dijual.

Saran

Empat dari sepuluh kompleks bangunan privat yang dirancang Aalbers merupakan proyek yang berasal dari W.H Hoogland, direktur DENIS Bank yang juga memiliki usaha kontraktor Sadangsari. Empat kompleks bangunan privat yang dibangun Aalbers diduga merupakan fenomena yang terjadi sehubungan dengan bisnis kontraktor tersebut. Setelah meminta Aalbers merancang DENIS Bank, W.H Hoogland sering mempercayakan proyek-proyek lainnya kepada Aalbers, termasuk proyek pembangunan kompleks bangunan privat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, ditemukan suatu kecenderungan Aalbers dan keterkaitannya dengan nama W.H Hoogland. Untuk penelitian selanjutnya keterkaitan ini perlu untuk dipelajari lebih dalam. Penelitian ini merupakan studi awal mengenai karakter visual karya A.F Aalbers. Oleh karena itu, bisa dilakukan penelitian lanjutan mengenai arsitektur karya Aalbers yang masih bisa dilakukan. Hasil dari penelitian ini hanya menganalisis karakter bangunan rumah tinggal karya Aalbers tanpa mengaitkan karakter tersebut dengan gerakan arsitektur tertentu. Dari kajian literatur diketahui bahwa beberapa gerakan arsitektur modern Eropa disebutkan sangat mempengaruhi perancangan Aalbers. Pada penelitian lanjutan diharapkan pernyataan tersebut dapat diklarifikasi dengan menganalisis lebih jauh adanya pengaruh gerakan-gerakan arsitektur tersebut pada karya-karya Aalbers. Hasil penelitian ini juga

Khaerani Adenan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012 | 73

belum dapat mengintrepretasikan sikap Aalbers dalam menyikapi iklim tropis Indonesia. Dari segi analisis, tesis ini masih mengambil langkah pertama dari tiga tahapan proses untuk mengidentifikasi bangunan bersejarah. Masih ada dua tahap lagi yang masih bisa dilakukan untuk mengidentifikasi karakter arsitektur karya Aalbers, yaitu mengidentifikasi eksterior bangunan secara lebih terukur dan mengidentifikasi interior bangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merekomendasikan agar penelitian lanjutan dapat dilakukan. Hal ini penting untuk segera dilakukan, karena banyaknya bangunan karya Aalbers yang hancur maupun diganti dengan bangunan lain, tanpa sempat didokumentasikan disebabkan perkembangan kota Bandung. Daftar Pustaka

Akihary, H. (1990). Architectuur en Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg Pers

Boersma, Tjeerd D. C.-H. (2000).

Ondogmatisch Modernist in een Koloniale Samenleving . Rotterdam: BONAS

Chan, C.S. (1992). Exploring Individual Style

Through Wright's Design. Journal of Architectural and Planning Research , 207-238

Ching, F. D. (1943). Architecture: Form, Space

and Order. New York: van Nostrand Reinhold Company

Ching, F. D. (1996). A Visual Dictionary of Architecture. NewYork: Van Nostrand Reinhold

Katam, Sudarsono & Lulus Abadi (2010).

Album Bandoeng Tempo Doeloe – Edisi 200 Tahun Bandung. Bandung : Penerbit Khazanah Bahari

Lee H. Nelson, F. (1988). Architectural

Character: Identifying the Visual Aspects of Historic Buildings as an Aid to Preserving

Their Character. In Preservation Briefs 17, National Park Service, Pad. Washington D.C: Technical Preservation Service, National Park Service - U.S Department of the Interior

Mallgrave, H. F., & Contandriopoulos, C. (Eds.).

(2008). Architectural Theory : An Anthology from 1871 - 2005 (Vol. II). London, UK: Blackwell

Motloch, J. L. (1991). Introduction to

Landscape Design. New York: Van Nostrand Reinhold

National Park Service, U.S Department of the

Interior with The American Institute of Architects. (2004). Recording Historic Structures (2nd Edition ed.). (J. A. burns, Ed.) Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc

Parolek, D. G. (2008). Form Based Codes : A

Guide for Planners, Urban Designers, Municipalities, and Developers. Wiley

Passchier, C. (2006, August).

Architectuurontwikkeling in Nederlands-Indië. Algemene presentatie

Passchier, C. (2008). The Quest for The

Ultimate Architecture Indonesia in The Late Colonial Period. Tentang Bentang. Bandung

Roosmalen, P. K. (2002). Image, Style and

Status : A Sketch of the Role and Impact of Private Enterprise as a Comissioner on Architecture and Urban Development in The Dutch East Indies from 1870 to 1942. Journal of East Asian Architecture , 6

Sannoff, H. (1991). Visual Research Methods .

John Wiley & Sons Inc Siregar, S. A. (1990). The Architecture of A

City in Development: Urban Analysis of A Regional Capital As A Contribution to The Present Debate on Indonesian Urbanity and Architectural Identity. Katholieke Universiteit Leuven, Departement Architectuur,

Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Rumah Tinggal Villa’s dan Woonhuizen

74 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.1 No.1 Juli 2012

Stedebouw en Ruimtelijke Ordening. Leuven: Katholieke Universiteit Leuven

Tellander, M. (1993). Colonial Architecture in

Indonesia. Aalbers, An International Architect. California: University of California, Davis

http://www.bonas.nl (Diakses, Juli 2009 –

November 2011) http://zoeken.nl (Diakses November 2011) http://bandungheritage.org/ (Diakses

November 2011) http://www.kitlv.nl/ (Diakses November 2011) Catatan Kaki

i Stichting BONAS : De Stichting Bibliografieën en Oeuvrelijsten Nederlandse Architecten en Stedebouwkundigen : Institusi yang mencatat nama-nama Arsitek dan Perencana Kota Belanda dan karya-karyanya di seluruh dunia. Institusi ini didirikan tahun 1994 dan sudah mengarsipkan literatur mengenai biografi para desainer Belanda dan karyanya yang muncul tahun 1790. Beberapa arsipnya diterbitkan menjadi buku, dan sebagian arsip yang berupa data digital dapat diakses bebas. (www.bonas.nl) ii Didata dan dijumlahkan berdasarkan buku “A.F Aalbers (1897-1961) Ondogmatisch modernist in een koloniale samenleving”, karya Dorothee C. Segaar-Höweler dan Tjeerd Boersma (2000). Jumlahnya masih berupa perkiraan karena beberapa bangunan yang hancur tidak diketahui jumlahnya. iii Tiga tahap untuk mengidentifikasi visual karakter dari bangunan: (1) Overall Visual Aspect, (2) Visual Character at Close Range, (3) Interior Spaces, Features and Finishes. Pada tahap awal, overall visual aspect, pengamatan dilakukan dari jarak yang cukup untuk melihat ekterior bangunan secara utuh. iv Character: the particular combination of features and qualities that makes a thing or place different from all others (Longman English Dictionary online) v Relating to seeing; something such as a picture or the part of a film, video etc that you can see. (Longman English Dictionary online)

vi Bagian dari pemerintahan lokal Gemeente Bandung yang menangani masalah perancangan kota. Salah satu tugas Grondbedrijf adalah mempersiapkan sejumlah kavling tanah di berbagai lokasi dan mengatur peruntukkannya masing-masing, misalnya kavling untuk bangunan perkantoran, kavling untuk perumahan, sawah dan sebagaianya. (Siregar, 1990. Hal 103) vii “The Grondbedrijf engaged itself in the described activity of providing ready-to-built parcels to builders. The parcels were sold to individual builders and often also to small contractors. The latter built limited series of dwellings. e.g. a street row of five similar residences.” (Siregar, 1990. Hal 103-104)