kapsel print

Upload: lee-eun-hye

Post on 14-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sjsn

TRANSCRIPT

MAKALAH KAPITA SELEKTAPENERIMAAN DAN PENYIMPANAN OBAT, OBAT NARKOTIK, DAN BAHAN BERBAHAYA MENURUT STANDAR JOINT COMMISSION INTERNATIONAL (JCI)

Pembimbing : Dra. Lestari Rahayu, MS., Apt.

Kelompok : 9

Aas Saadah(2013001232)

Abdul Rahman(2013001233)

Achmad Rifai(2013001234)

Anggita Puspita Sari(2013001235)

Anita Pajrina(2013001236)Eva Dovita(2013001242)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA2014ABSTRAKJoint Commission International (JCI) merupakan salah satu divisi dari Joint Commission International Resurces. JCI akan mengupayakan peningkatan kualitas kesehatan dan keselamatan pasien dengan keahlian dalam pengendalian infeksi, pengobatan keselamatan, keamanan fasilitas, dan persiapan standar akreditasi. Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan, sedangkan penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi. Berdasarkan standar-standar yang telah di tetapkan oleh JCI itu kita harus memperhatikan terhadap obat yang beresiko tinggi yang perlu penanganan khusus dalam penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi karena ditakutkan adanya penyalahgunaan (abuse,misuse), ataupun untuk demi keselamatan para petugas medis itu sendiri. Obat yang perlu penanganan khusus ini adalah obat golongan narkotik dan B3 (bahan berbahaya beracun).DAFTAR ISIHalaman

Halaman Depan

Abstrak

Daftar isii

BAB I Pendahuluan1

1.1 Latar Belakang1

1.2 Tujuan3BAB II Materi Pokok4

2.1 Penerimaan4

2.2 Penyimpanan5

A. Penyimpanan Obat9

B. Penyimpanan Narkotik11

C. Penyimpanan Bahan Berbahaya12

BAB III Pembahasan15

BAB IV Kesimpulan19

Daftar Rujukan

BAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangJoint Commission International (JCI) merupakan salah satu divisi dari Joint Commission International Resurces. Joint Commission International (JCI) telah bekerja dengan organisasi perawatan kesehatan, departemen kesehatan, dan organisasi global di lebih dari 80 negara sejak tahun 1994. JCI adalah pemimpin dunia yang diakui dalam memandu kualitas kesehatan dan keselamatan pasien. JCI akan mengupayakan peningkatan kualitas kesehatan dan keselamatan pasien dengan keahlian dalam pengendalian infeksi, pengobatan keselamatan, keamanan fasilitas, dan persiapan standar akreditasi. Misi JCI adalah to continuously improve the safety and quality of care in the international community through the provision of education and consultation services and international accreditation and certification. Keselamatan pasien merupakan jiwa dan tulang punggung dari akreditasi JCI.Berdasarkan undang-undang Nomor 7 tahun 1963 pasal 2 bahwa perbekalan kesehatan di bidang farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya. Pengelolaan perbekalan farmasi menurut SK Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, menjelaskan bahwa merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,penghapusan,administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Penerimaan obat adalah menerima fisik obat dari pabrik, prinsipal atau distributor yang disesuaikan dengan dokumen pemesanan dan pengiriman dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan penanganan obatnya. Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang telah ditetapkan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuan dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah untuk mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi tenaga farmasi, serta mewujudkan Sistem Informasi Managemen berdaya guna dan tepat guna serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Pada makalah ini akan dibahas lebih spesifik mengenai perbekalan farmai yang meliputi obat, obat Narkotik dan bahan berbahaya.Menurut undang-undang kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Pada undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis atau semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 472/MENKES/PER/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, ditetapkan bahwa Bahan Berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bnetuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. 1.2Tujuan1. Mempelajari proses penerimaan dan peyimpanan obat, narkotik, serta bahan berbahaya sesuai standar JCI.2. Memahami peran dan fungsi apoteker dalam proses penerimaan dan penyimpanan obat, narkotik, serta bahan berbahaya sesuai standar JCI.BAB II

MATERI POKOKPeran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Pengadaan perbekalan farmasi harus direncakan dengan baik agar obat tersedia dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 2.1PENERIMAAN

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut :1. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa

2. Barang harus bersumber dari distributor utama

3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)

4. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin

5. Expire date minimal 2 tahun.Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam hal penyerahan narkotik, antara lain :1. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.2.Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokterdan pasien.

3.Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal berikut ini :

Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan

Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan atau

Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.2.2PENYIMPANAN

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan :1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya.3. Mudah tidaknya meledak/terbakar.4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Menurut Joint Commission International (JCI) Accreditation Standards for Hospitals Edisi 5 Tahun 2014 tentang penyimpanan obat, yaitu sebagai berikut : Standard Medication Management and Use (MMU.3) : Obat-obatan dengan benar dan aman disimpan. Maksud dari MMU.3 : Obat bisa disimpan dalam tempat penyimpanan, di dalam pelayanan farmasi atau kefarmasian, atau di unit asuhan pasien pada unit-unit farmasi atau di nurse station dalam unit klinis. Standar MMU.1 menyiapkan mekanisme pengawasan bagi semua lokasi dimana obat disimpan. Dalam semua lokasi tempat obat disimpan, hal berikut ini adalah jelas:a) Obat-obatan disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas produk, termasuk obat-obatan yang tersimpan pada unit perawatan individual pasien.

b) Bahan yang terkontrol (controlled substances) dilaporkan secara akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku.c) Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa dan peringatan.d) Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali merupakan kebutuhan klinis yang penting dan bila disimpan dalam unit asuhan dilengkapi dengan pengaman untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.e) Seluruh tempat penyimpanan obat, termasuk area penyimpanan obat di unit perawatan pasien, secara periodik diinspeksi sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara benar.f) Obat-obatan dilindungi dari kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit.Elemen Terukur MMU.3 : Setiap elemen a) sampai dengan f) tersebut dalam maksud dan tujuan dinilai/skor secara terpisah, karena mewakili area-area yang kritis dan berisiko tinggi.1. Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai bagi stabilitas produk, termasuk obat-obatan yang tersimpan pada unit perawatan individual pasien.2. Bahan yang terkontrol dilaporkan secara akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku.3. Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluwarsa dan peringatan.4. Seluruh tempat penyimpanan obat, termasuk area penyimpanan obat di unit perawatan pasien, diinspeksi secara berkala sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara benar.

5. Obat-obatan dilindungi dari kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit. Standard MMU.3.1 : Ada proses untuk penyimpanan obat-obatan dan produk nutrisi yang memerlukan pertimbangan khusus. Maksud dari MMU.3.1 : Ada beberapa jenis obat yang karena risikonya tinggi (obat-obatan radioaktif), lingkungan yang tidak biasa (dibawa oleh pasien), kemungkinan untuk penyalahgunaan, misal obat sample dan obat emergency atau sifat yang khusus (produk nutrisi), perlu didukung oleh kebijakan sebagai pedoman untuk penyimpanan dan pengendalian dalam penggunaannya. Kebijakan mengatur proses penerimaan, identifikasi pengobatan/medication dan bila perlu, cara penyimpanan dan setiap distribusi. Elemen Terukur MMU.3.1 :1. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan cara penyimpanan yang tepat bagi produk nutrisi.2. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan cara penyimpanan obat radioaktif, untuk keperluan investigasi dan sejenisnya.3. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan cara obat sample disimpan dan dikendalikan.4. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan cara penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien. Standard MMU.3.2 : Obat-obatan emergensi yang tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan di luar farmasi. Maksud dari MMU.3.2 : Bila terjadi keadaan daruratan pasien, akses cepat terhadap obat emergensi yang tepat adalah sangat penting/kritis. Setiap rumah sakit merencanakan lokasi obat emergensi dan obat yang harus disuplai ke lokasi tersebut. Contoh, bahan untuk pemulihan anestesi berada di kamar operasi. Lemari, meja troli, tas atau kotak emergensi dapat digunakan untuk keperluan ini. Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, rumah sakit menetapkan suatu prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kadaluwarsa. Jadi rumah sakit memahami keseimbangan antara akses kesiapan dan keamanan dari tempat penyimpanan obat emergensi. Elemen Terukur MMU.3.2 :1. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana akan diperlukan atau dapat terakses segera dalam rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat darurat.2. Kebijakan rumah sakit menetapkan bagaimana obat emergensi disimpan, dijaga dan dilindungi dari kehilangan atau pencurian.3. Obat emergensi dimonitor dan diganti secara tepat waktu setelah digunakan atau bila kadaluwarsa atau rusak. Standard MMU.3.3 : Rumah sakit mempunyai sistem penarikan (recall) obat. Maksud dari MMU.3.3 : Rumah sakit mempunyai proses untuk mengidentifikasi, menarik kembali dan mengembalikan atau memusnahkan dengan cara yang aman dan benar obat-obatan yang ditarik kembali oleh pabrik atau supplier. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur setiap penggunaan atau pemusnahan dari obat yang diketahui kadaluwarsa atau ketinggalan jaman (outdated). Elemen Terukur MMU.3.3 :1. Ada sistem penarikan obat di tempat.2. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan prosedur untuk setiap penggunaan obat yang diketahui kadaluwarsa atau ketinggalan jaman.3. Kebijakan rumah sakit menetapkan dan menerapkan prosedur mengatur pemusnahan obat yang diketahui kadaluwarsa atau ketinggalan jaman.4. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan /dilaksanakan.Tujuan penyimpanan adalah sebagai berikut :

1. Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan (selalu ada stock).2. Menjamin keamanan dari kecurian dan kebakaran.3. Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa.

4. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.A.PENYIMPANAN OBAT

Metode penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan bentuk sediaan, penyimpanan sediaan padat (tablet), sediaan cair (sirup), serta alat-alat kesehatan harus dipisahkan, sesuai sifat fisika kimianya (ikuti petunjuk yang tertera pada kemasan).2. Menurut abjad atau alfabetis.3. Menurut farmakoterapi.4. Sistem FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out) atau kombinasi keduanya. FIFO dimana barang yang baru diterima disimpan dibagian belakang dari barang yang diterima sebelumnya. Sistem FEFO yang berdasarkan tanggal kadaluarsa barang.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

1. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,sound-alike medication names) secara terpisah.2. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan ditempat khusus. Misalnya :

Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.

Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah.

3. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi yaitu sebagai berikut :

1. Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses

2. Utilities, ruang penyimpanan harus memiliki sumber listrik, air, AC, dan fasilitas lain.

3. Communication, ruangan penyimpanan itu harus memiliki alat komunikasi.

4. Drainage, ruangan penyimpanan harus berada di lingkungan baik dengan sistem pengairan yang baik pula.

5. Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada.

6. Security, ruang penyimpanan aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu.

Indikator mutu penyimpanan obat di Gudang Farmasi adalah sebagai berikut :1. Prosentase ketidaksesuaian barang antara di gudang dengan pencatatan sample counting. Sampel counting dilakukan dengan cara mencocokkan jumlah barang yang ada di gudang dengan yang tercantum di kartu stok, serta yang tertera dalam komputer. Pengamatan dilakukan dalam waktu yang sama.

2. TOR (Turn Over Ratio)Beberapa kali perputaran yaitu modal dalam satu tahun. Semakin tinggi nilai TOR semakin efisien persediaan obat.

Rumus :

TOR = Harga pokok pembelian dibagi rata-rata persediaan

HPP = Stok awal + pembelian stok akhir.

3. Prosentase stock akhir

4. Stock matiDeath stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan.

5. Prosentase Barang yang akan EDPemeriksaan obat yang akan expire date atau kadaluarsa harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya dan kepastian jumlah fisik obat yang masa aman penggunaannya hampir atau sudah berakhir di dalam sistem penyimpanan yaitu gudang farmasi.

6. Prosentase stock berlebih

7. Kesesuaian sistem distribusi obat FIFO, FEFO.B.PENYIMPANAN NARKOTIK

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 14 ayat 1, Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. Sedangkan pada ayat 2, Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.

Menurut PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu :

1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

3. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.

4. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.

6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.

7. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum.

C.PENYIMPANAN BAHAN BERBAHAYA

Bahan berbahaya adalah bahan yang sifat, konsentrasi, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Bahan beracun adalah bahan yang dalam jumlah relatif kecil berbahaya bagi kesehatan dan jiwa manusia. Jadi bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan bahan-bahan yang selama pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan dan pembuangan limbah dapat melepaskan debu, partikel, gas, serat, radiasi yang bisa menimbulkan iritasi, korosif, keracunan, kebakaran, ledakan dan bahaya lain yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan, cacat, kematian dan kerusakan harta benda dan lingkungan hidup. Persyaratan tempat menyimpan B3 yaitu : 1. Tempat penyimpanan tidak untuk aktifitas.2. Dekat dengan hidrant / safety shower.3. Ruang cukup luas dapat melindungi mutu produk.4. Menjamin keamanan produk.5. Menjamin keamanan petugas.6. Ada rambu atau tanda, denah lokasi, serta jalur evakuasi.7. Bahan tidak diletakkan di lantai (letakkan di atas palet, rak, lemari).8. Sumber listrik sejauh mungkin.9. Ada alat pengukur suhu dan kelembaban.10. Alat deteksi kebakaran.11. Ada APD.Penyimpanan B3 harus disertai MSDS (Material Safety Data Sheet). Contoh MSDS: Disimpan di tempat yang aman, terhindar dari benturan fisik, ruangan penyimpanan kering, sejuk, berventilasi cukup, jauh dari tempat berpotensi kebakaran,bebas rokok. Pada wadah diberi tanda peringatan : JAUHKAN DARI PANAS, PERCIKAN DAN SEMBURAN API, TIDAK BOLEH DIHIRUP, HINDARI KONTAK DENGAN MATA, KULIT, DAN PAKAIAN, WADAH HARUS TERTUTUP RAPAT, GUNAKAN DALAM KEADAAN VENTILASI CUKUP, CUCI TANGAN SETELAH MENGGUNAKAN ALKOHOL. Untuk penanganan sitostatika persyaratan ruang aseptik diantaranya aliran serta partikel udara sangat dibatasi dan terkontrol, punya ruang cuci tangan, diperhatikan jendela antara ruang, LAF, kelengkapan alat pelindung diri (seperti baju, masker, sarung tangan, sepatu) dan adanya biological safety cabinet yakni alat yang melindungi petugas, materi dan lingkungan sekitar.BAB III

PEMBAHASANDalam meningkatkan kualitas suatu rumah sakit secara internasional maka rumah sakit itu harus sudah diberi akreditas oleh suatu lembaga independen yang bernama JCI. Joint Commission International (JCI) merupakan salah satu divisi dari Joint Commission International Resurces. Joint Commission International (JCI) telah bekerja dengan organisasi perawatan kesehatan, departemen kesehatan, dan organisasi global di lebih dari 80 negara sejak tahun 1994. Akreditasi JCI adalah berbagai inisiatif yang dirancang untuk menanggapi meningkatnya kebutuhan seluruh dunia akan sebuah sistem evaluasi berbasis standar di bidang perawatan kesehatan. Tujuannya adalah untuk menawarkan kepada masyarakat internasional proses objektif untuk mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan yang berbasis standar.

Salah satu dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan suatu rumah sakit yang sesuai dengan standar JCI adalah pengeolahan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi di suatu rumah sakit sangat sekali dibutuhkan dalam mewujudkan keselamatan pasien. Pengelolaan perbekalan farmasi ini harus direncakan dengan baik agar obat tersedia dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

Setiap rumah sakit harus menetapkan obat mana yang harus tersedia untuk diresepkan dan dipesan oleh praktisi pelayanan kesehatan. Keputusan ini didasarkan pada misi rumah sakit sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang disiapkan. Rumah sakit mengembangkan suatu daftar (formularium) dari semua obat yang ada di stok atau sudah tersedia, dari sumber luar. Dalam beberapa kasus, undang-undang atau peraturan bisa menentukan obat dalam daftar atau sumber obat tersebut. Pemilihan obat adalah suatu proses kerja sama /kolaboratif yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonomisnya. Kadang-kadang terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal. Oleh sebab itulah pengelolahan perbekalan farmasi dalam hal ini penerimaan dan penyimpanan harus diperhatikan agar dapat mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan itu.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut :1. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa

2. Barang harus bersumber dari distributor utama

3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)

4. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin

5. Expire date minimal 2 tahun.Sementara itu, metode penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan bentuk sediaan, penyimpanan sediaan padat (tablet), sediaan cair (sirup), serta alat-alat kesehatan harus dipisahkan, sesuai sifat fisika kimianya (ikuti petunjuk yang tertera pada kemasan).2. Menurut abjad atau alfabetis.3. Menurut farmakoterapi.4. Sistem FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out) atau kombinasi keduanya. FIFO dimana barang yang baru diterima disimpan dibagian belakang dari barang yang diterima sebelumnya. Sistem FEFO yang berdasarkan tanggal kadaluarsa barang.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan penerimaan terhadap obat-obat tertentu yang beresiko tinggi yang perlu penanganan khusus dalam penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi karena ditakutkan adanya penyalahgunaan (abuse,misuse), ataupun untuk demi keselamatan para petugas medis itu sendiri. Obat yang perlu penanganan khusus ini adalah obat golongan narkotik dan B3 (bahan berbahaya beracun). Adapun penanganan kedua obat ini dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Penerimaan Narkotika

1. Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA agar faktur pemesanan dapat diperiksa dan ditandatangani oleh Apoteker untuk menjamin kesesuaian jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.

2. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.

3. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokterdan pasien.

4. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.

Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal berikut ini :

Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan

Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan atau

Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek

Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.

B. Penyimpanan Narkotik

Menurut PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu :1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

3. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.

4. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika,kecuali ditentukan oleh MenKes.

6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.

7. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum.

C. Penyimpanan B3 (Bahan Berbahaya Beracun)

Sesuai dengan pengertian B3 sendiri B3 adalah bahan-bahan yang selama pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan dan pembuangan limbah dapat melepaskan debu, partikel, gas, serat, radiasi yang bisa menimbulkan iritasi, korosif, keracunan, kebakaran, ledakan dan bahaya lain yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan, cacat, kematian dan kerusakan harta benda dan lingkungan hidup. Oleh karena sifat bahan B3 ini yang sangat berbahaya maka diperlukannya penanganan khusus. BAB IV

KESIMPULANKesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :1. Akreditasi JCI adalah penilaian yang dirancang untuk menanggapi meningkatnya kebutuhan seluruh dunia akan sebuah sistem evaluasi berbasis standar di bidang perawatan kesehatan. Tujuannya adalah untuk menawarkan kepada masyarakat internasional proses objektif untuk mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan yang berbasis standar.

2. Pengelolaan perbekalan farmasi di suatu rumah sakit sangat sekali dibutuhkan dalam mewujudkan keselamatan pasien yang meliputi pengadaan dan penyimpanan. Pengelolahan perbekalan farmasi ini harus direncakan dengan baik agar obat tersedia dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

3. Obat narkotik dan B3 (bahan berbahaya beracun) yang ditetatapkan JCI sebagai obat yang beresiko tinggi sehingga perlu penanganan khusus dalam penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi karena ditakutkan adanya penyalahgunaan ataupun untuk demi keselamatan para petugas medis itu sendiri.DAFTAR RUJUKAN

1. Anonim a. 1963. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi.

2. Anonim b. 1987. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/MENKES/lPER/l/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika.

3. Anonim c. 1996. Peraturan Menteri Kesehatan No. 472 Tahun 1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.

4. Anonim d. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.5. Anonim e. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

6. Anonim f. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

7. JCI. 2014. Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 5th Edition. Joint Commission Resources. U.S.A.22/07/2013 12:49:24 PMInilah 9 RS Indonesia Berakreditasi Internasional JCI

Jakarta- Sembilan rumah sakit (RS) di Indonesia telah mendapat akreditasi dari Joint Commission International. RS-RS itu masuk dalam daftar bersama ratusan institusi kesehatan lain dari 50 negara.

Informasi tersebut dimuat dalam jointcommissioninternational.org.

1. Eka HospitalSerpong-Tangerang, BantenDiakreditasi pada: 11 Desember 2010

2. RS Premier Bintaro - PT Affinity Health IndonesiaTangerang, BantenDiakreditasi pada: 15 Januari 2011

3. RS Premier Jatinegara - P T Affinity Health IndonesiaDKI JakartaDiakreditasi pada 3 Desember 2011

4. RS Premier Surabaya - PT Affinity Health IndonesiaSurabaya, Jawa TimurDiakreditasi pada: 6 Maret 2013

5. RSUP SanglahDenpasar, BaliDiakreditasi pada 24 April 2013

6. RSUPN Dr. Cipto MangunkusumoDKI JakartaDiakreditasi pada: 20 April 2013

7. Rumah Sakit Pondok Indah - Puri IndahDKI JakartaDiakreditasi pada: 16 Maret 2013

8. Santosa HospitalBandung, Jawa BaratDiakreditasi pada: 13 November 2010

9. Siloam Hospitals Lippo VillageLippo Karawaci, Tangerang, BantenDiakreditasi pertama kali pada: 19 September 2007Akreditasi kedua: 4 September 2010

(IZN - pdpersi.co.id)9