kapitalisasi
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MANAJEMEN KEUANGAN
KAPITALISASI, STRUKTUR MODAL, EKSPANSI DAN REORGANISASI
Disusun oleh
Neng Rina Nur Aeni (01112016)
Nuriah (01112017)
Dewi Yuningsih (01112018)
KAPITALISASIPengertian kapitalisasi terbagi kedalam
dua pengertian yaitu :1. Menunjukan jumlah securities yang
beredar (saham dan obligasi) 2. Menunjukan jumlah modal yang
digunakan dalm perusahaan dan modal tersebut dalm bentuk moda saham, surplus dan utang jangka panjang lainya.
Teori-teori kapitalisasiTeori kapitalisasi terbagi ke dalam dua golongan, yaitu :1. Berdasarkan pendapatan atau earningNiLai suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan pendapatan yang didapatkan setiap tahunya dikalikan dengan multiplayer tertentu.2. Berdasarkan pengeluaran atau costKapitalisasi perusahaan didasarkan pada cost dari fixed capital yang digunakan dalam suatu perusahaan.
Over dan under capitalization Over capitalizationOver capitalization akan terjadi apabila :1. Earning tidak cukup besar untuk mendapatkan fair of return dari jumlah modal yang di investasikan , atau dengan kata lain average rate of return lebih kecil dari pada fair rate of return.2. Jumlah nilai securities yang ada di dalam peredaran lebih besar daripada nilai riil dibandingkan dengan nilai assetnya.
Under capitalizationUnder capitalization terjadi apabila :1. Average rate of return dari perusahaan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rate of return dari modal yang diinvestasikan dalam perusahaan yang sejenis lainya.2. Jumlah nilai security yang tercantum dalam nereca jauh lebih kecil daripada nilai riil daripada assetnya.
Cara mengatasi over dan under capitalization Over capitalization dapat diatasi dengan cara
mengurangi jumlah nilai nominal modal saham atau mengurangi jumlah lembar saham yang beredar.
Under capitalisasi dapat diatasi dengan cara mengadakan stock splits, yaitu pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan pengurangan harga nominal per lembar secara proporsional dan stock devident, yaitu pembayaran devident dalam bentuk saham dan bukan dalam bentuk kas.
STRUKTUR MODAL YANG OPTIMUM
Perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal yang optimal antara kedua sumber dana tersebut. Kalau kita mendasarkan pada prinsip hati-hati, maka kita mendasarkan pada aturan struktur finansiil konservatif dalam mencari struktur modal yang optimal. Sebagaimana diuraikan dalam Bab 2, “aturan struktur finansiil konservatif yang vertical” menghendaki agar perusahaan, dalam keadaan bagaimanapun juga jangan mempunyai jumlah utang yang lebih besar dari 50%! , sehingga modal yang dijamin (Utang) tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminannya (modal sendiri).
Apabila kita mendasarkan pada konsep “Cost of capital” maka kita akan mengusahakan dimilikinya “struktur modal yang optimum” dalam artian “struktur modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal rata-rata (average cost of capital).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
Tingkat Bunga Stabilitas dari “Earning” Susunan dari Aktiva Kadar Risiko dari Aktiva Besarnya Jumlah modal yang
Dibutuhkan Keadaan Pasar Modal Sifat Manajemen Besarnya suatu Perusahaan
TEORI-TEORI STRUKTUR MODAL
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan.
Sturktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.
1.STRUKTUR MODAL PADA PASAR MODAL SEMPURNA DAN TIDAK ADA
PAJAK
Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama yang berlaku untuk semua pihak.
Asumsi-asumsi untuk mempermudah analisisadalah sebagai berikut: Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya
dianggap konstan Semua laba yang tersedia bagi pemegang
saham dibagikan sebagai dividen Hutang yang dipergunakan bersifat
permanen Pergantian struktur hutang dialkukan secara
langsung
Sesuai dengan asumsi dan definisi diatas, maka
kita bisa merumuskan biaya modal dari masing-
masing sumber dana sebagai berikut:
Biaya modal sendiri ( diberi notasi ke) dirumuskan
sebagai:
S =
Keterangan:
E =laba per lembar saham (atau laba yang tersedia bagi
pemilik perusahaan)
ke =biaya modal sendiri (cost of equity)
Karena
n = ∞ , maka persamaan tersebut bisa dituliskan
menjadi :
ke =
Sedangkan bagi para kreditur, biaya modal yang
mereka syaratkan (disebut sebagai cost of debt
atau biaya hutang) adalah
Kd =
Keterangan:
kd = biaya hutang
B =nilai hutang
F =bunga hutang yang dibayarkan oleh perusahaan (atau diterima
oleh kreditur)
Munculnya persamaan tersebut adalah hutang
bersifat permanen, sehingga n = ∞ .
Dengan demikian biaya modal perusahaan (yang
tidak lain merupakan biaya modal rata-rata
tertimbang) bisa dihitung dengan,
Ko = ke …………………………..
Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung
dengan,
Ko = ……………………………………
Dalam hal ini perusahaan = V = B + S
A. PENDEKATAN TRADISIONAL
pasar modal yang sempurna dan tidakada pajak, nilai perusahaan (atau baiya modal perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya (yaitu B/S).
Misalkan PT A mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp 10 juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri ( ke ) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung sebagai berikut :
O Laba bersih operasi Rp 10 jutaF Bunga -E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp 10 jutaKeBiaya modal sendiri 0,20
S Nilai modal sendiri Rp 50 jutaB Nilai pasar hutang -V Nilai perusahaanKo Biaya modal perusahaan
= 0,20 (50/50) + 0 (0/50) 0,20
Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus yaitu,
Ko = 10 juta/ 50 juta = 0,20
Sekarang misalkan PT A akan mengganti sebagian modal sendiri
dengan hutang. Biaya hutang ( kd ) atau tingkat keuntungan yang
diminta oleh kreditur, misalnya 16%. Untuk menggunakan hutang
tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunnya sebesar
Rp 4 juta, dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih
berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri
( ke ) naik menjadi misalnya 22%. Kalau laba operasi bersih tidak
berubah maka keadaan perusahaan lebih baik setelah perusahaan
menggunakan hutang karena niali perusahaan meningkat (atau biaya
modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebuah perusahaan
menggunakan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka
harga sahamnya adalah Rp 50.000 per lembar. Setelah
perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang (yang diganti adalah
sebesar Rp 25 juta atau 500 lembar saham), maka nilai sahamnya naik menjadi
Rp 27,27 juta/500 = 0,20
O Laba oerasi bersih Rp 10 jutaF Bunga Rp 4 jutaE Laba tersedian untuk pemegang saham Rp 6 jutaKeBiaya modal sendiri 0,22
S Nilai modal sendiri Rp 27,27 jutaB Nilai hutang (4 juta/0,16) Rp 25 jutaV Nilai perusahaan Rp 2,27 jutaKOBiaya modal perusahaan
=0,22 (27,27/52,27) + 0,16 (25/52,27) = 0,91
B. PENDEKATAN MONDIGLIANI DAN MILLERMenunjukkan kemungkinan munculnya proses
arbitrage yang akan membuat harga saham (atau
nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang
maupun menggunakan hutang, akhirnya sama.
Misalkan Arief memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang.
Dengan demikian maka nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp
27.27 juta = Rp5 ,45 juta. Sekarang misalkan terdapa PT B Yang
identik dengan PT A yang tidak mempunyai hutang. Untuk proses
artbitrage akan dilakukan sebagai berikut: Jual saham PT A, memperoleh dana sebesar Rp 5,45 juta. Pinjam sebesar Rp 5 juta. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20%
dari ilai hutang PT A. Beli 20% saham PT B (yaitu perusahaan yang identik dengan PT A pada
waktu tidak mempunyai hutang), seniali 0,20 x Rp 50 juta = Rp 10 juta. Dengan demikian Arief dapat menghemat investasi senilai Rp 0,45 juta.
Pada waktu Arief masih memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang, ia
mengharapkan untuk memperoleh keuntungan sebesar,
0,20 x Rp 6 juta = Rp 1,2 juta
Pada waktu ia memiliki 20% saham PT B dan
mempunyai hutang sebesar Rp 10 juta, maka
keuntungan yang diharapkannya adalah,
1.Keuntungan dari saham PT B = 0,20 x R p 10 juta = Rp 2 juta
2.Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp 5 juta = Rp 0,8 juta
Keuntungan bersih Rp 1,2 juta
Hal ini berarti Arief dapat mengharapkan untuk memperoleh
keuntungan yang sama ( yaitu Rp 1,2 juta), menanggung resiko
yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi
dengan investasi lebih kecil sebesar Rp 0,45 juta. Apabila hal ini
disadari oleh semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang
dilakukan oleh Arief.
Diatas disebutkan bahwa PT A mengganti modal
sendiri dengan hutang sebesar Rp 25 juta. Kalau
semula (sebelum mengganti hutang) nilai modal sendirinya
adalah Rp 50 juta, maka setelah diganti dengan hutang
sebesar Rp 25 juta, nilainya tentu tinggal Rp 25 juta pula.
Tidak mungkin menjadi Rp 27,27 juta (sebagaimana
diungkapkan oleh pendekatan tardisional). Kalau nilai
modal sendiri menjadi Rp 25 juta, maka mestinya biaya
modal setelah menggunakan hutang menjadi,
ke = E/S = Rp 6 juta / Rp 2 juta
= 24%
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah
menggunakan hutang adalah,
ko = 24% (25/50) + 16% (25/50)
= 20%
Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan menggunakan hutang atau tidak.Karena pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal
sendiri meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut:
ke = keu + (keu – kd) (B/S)
Dalam hal ini k eu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan
tidak menggunakan hutang. Dalam contoh PT A ini berarti bahwake (setelah menggunakan hutang) = 20% + (20% -16%)(25/25)
= 24%Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan diatas.
Biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu).
Hal ini disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung
resiko yang lebih besar dari pemberi kredit dan kita berada dalam
pasar modal yang sangat kompetitif. Hal tersebut disebabkan oleh: Penghasilan yang diterima oleh pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak
pasti dibandingkan dengan pemberi kredit,dan Dalam peristiwa likuidasi pemilik modal sendiri akan menerima bagian
paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi.
Dalam keadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar modal yang
kompetitif, kd < ke . Jadi tidaklah benar apabila perusahaan menghimpun dana
dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil meghimpun dana murah.
Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru
biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar
modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan
(financing decisions) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang
ataukah modal sendiri akan member dampak yang sama bagi
kemakmuran pemilik perusahaan.
2. PASAR MODAL SEMPURNA DAN ADA PAJAK
Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi relevan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya bunga yang dibayarkan (karena menggunakan hutang) bisa dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak ( bersifat tax deductible). Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang (dan membayar bunga) sedangkan satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan (income tax) yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunaknan hutang
Perhatikan contoh berikut ini:
PT D PT ELaba Operasi Rp 10 juta Rp
10jutaBunga Rp 4 jutaLaba sebelum pajak Rp 10 juta
Rp 6 jutaPajak (missal 25%) Rp 2,5 juta Rp 1,5jutaLaba setelah pajak R p 7,5 juta Rp 4,5juta
Nilai penghematan pajak bisa dihitung dengan cara sebagai berikut:PV penghematan pajak =
…………………………………….Keterangan:PV = present value r =adalah tingkat bunga yang dianggap
relevankarena n = ∞, maka persamaan bisa dituliskan menjadi:PV penghematan pajak = Rp 1 juta/ kd
Karena itu MM berpendapat bahwa nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar daripada nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Selisihnya adalah sebesar present value penghematan pajak. Secara formal bisa dinyatakan sebagai:
VL = Vu + PV Penghematan pajak
Dalam hal ini VL adalah nilai perusahaan yang menggunakan hutang,
dan Vu adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Karena itu kalu misalkan keu (yaitu PT D yang tidak menggunakan hutang)
adalah 20%, dan kd = 16%, mak nilai PT E bisa dihitung sebagai berikut:
Vu = Rp 7,50 juta/ 0,20
=Rp 37,5 jutaPenghematan pajak = Rp 1 juta/0,16
= Rp 6,25 jutaDengan demikian maka,
VL = Rp 37,5 juta + Rp 6,25 juta
= Rp 43,75 jutaPerhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri bagi PT D adalah Rp 7,5 juta. Dengan demikian nilai modal sendiri (S) PT D adalah Rp
37,5 juta, dan karena PT D tidak menggunakan hutang (disebut sebagai unlevered) maka berarti nilai perusahaan (V) adalah juga Rp 37,5 juta.
Keadaan tersebut dapat disajikan sebagai berikut:
PT D PT ELaba Operasi Rp 10 Rp 10 Bunga Rp 4 Laba sebelum pajak Rp 10 Rp 6 Pajak Rp 2,5 Rp 1,5 Laba setelah pajak Rp 7,5 Rp 4,5 kd _ 0,16
B - Rp 25ke 0,2 0,24
S Rp 37,5 Rp 18,75
V Rp 37,5 Rp 43,75 ko 0,2 0,1714
Apabila kd sebesar 0,16 dan bunga yang dibayar
pertahun adalah Rp 4 juta, maka nilai B = Rp 25
juta. Dari perhitungan ditas diketahui bahwa VL
(yaitu nilai perusahaan E) adalah Rp 43,5 juta. Dengan demikian maka nilai S = Rp 43,75 juta
– Rp 25 juta = Rp 18,75 juta. Karena laba yang tersedia bagi pemilik perusahaan adalah Rp
4,5 juta setiap tahunnya, maka ke = 4,5/18,75 =
0,24.
Pertama, ko = Laba operasi (1-t)/ V.
dengan demikian maka, ko = [ 10(1- 0,25)]/43,75 = 0,1714. Kedua adalah menghitung biaya modal rata-
rata tertimbang atas dasar setelah pajak.Biaya modal rata-rata tertimbsng (ko)
dirumuskan sebagai:
ko = ke(S/V) + kd (1–t) (B/V)
Dalam contoh diatas, PT E membayar bunga Rp 4 juta, tetapi sebagai akibatnya dapat mengurangi pembayaran pajak sebesar Rp 1 juta. Karena itu biaya netonya hanyalah Rp 3 juta. Dengan nilai hutang sebesar Rp 25 juta maka biaya hutang setelah pajak (cost of debt after tax) adalah 3/25 = 0,12. Angka yang sama dapat diperoleh kalau kita nyatakan biaya hutang setelah pajak = kd = kd (1-t). Dalam contoh kita
kd = 0,16 (1-0,25) = 0,12.
Biaya modal rata-rata tertimbang untuk contoh kita diatas adalah,Ko =0,24 (18,75/43,75) + 0,16 (1-0,25) (25/43,75)
=0.1714
Asumsi pasar modal sempurna menyiratkan bahwa biaya modal sendiri ( ke ) akan
mengikuti rumus, ke = keu + ( keu – kd) (B/S) (1-t)
Dalam contoh yang kita pergunakan, ini berarti bahwa ke PT E adalah
ke = 20% + (20% - 16%) (25/18,75) (1-0,25) = 24%
Dalam keadaa tidak ada pajak, maka biaya modal perusahaan ( ko ) akan konstan,
berapapun komposisi hutang yang dipergunakan.
Biaya hutang ( kd ) diasumsikan konstan,
berapapun proporsi hutang yang dipergunakan.
MENGAPA TIDAK MEMPERGUNAKAN EXTREME LEVERAGE?
penggunaan hutang akan menguntungkan karena sifat tax deducyibility of interest payment. Apabila pasar modal tidak sempurna, salah satu kemungkinannya adalah munculnya biaya kebangkrutan yang cukup tinggi.Biaya kebangkrutan terdiri antara lain dari: legal fee ( yaitu biaya yang harus dibayar kepada para ahli hukum untuk menyelesaikan claim ), dan distress price ( kekayaan perusahaan terpaksa dijual dengan harga murah sewaktu perusahaan dinyatakan bangkrut).
misal, sesuai dengan persamaan biaya modal sendiri akan menjadi 24% pada saat B/S =
1,33 . Apabila biaya kebangkrutan dipertimbangkan, maka bisa terjadi biaya modal modal sendiri
akan lebih besar dari 24%. penggunaan hutang yang besar, meskipun memperoleh manfaat dari penghematan pajak, akhirnya akan di-penalty oleh kenaikan biaya modal sendiri yang terlalu tajam, sehingga dampak akhirnya menaikkan ko.
Misalkan perusahaan akan menggunakan B/S = 2. Anggaplah bahwa biaya modal sendiri masih mengikuti persamaan. Dengan demikian maka,
ke =20% + (20% -16%) (2) (1-0,25)
= 26%Apabila kd tidak berubah, maka biaya modal
perusahaan akan sebesar,ko =16% (1-0.25) (2/3) + 26% (1/3)
= 16,67%Sekarang mislakn ke naik menjadi 30% ( tidak lagi
hanya 26% ). Apa yang terjadi dengan ko?
ko =16% (1-0,25) (2/3) + 30% (1/3)
=18%Artinya, struktur modal yang menggunakan hutang sampai dua kali lipat modal sendiri ( yaitu B/S =2 ) dinilai lebih jelek apabila B/S hanya sebesar 1,33.
Misalakan ada seorang pemodal yang memiliki dana ( modal sendiri ) sebesar Rp 1.000 juta. Ia bisa membentuk perusahaan yang berbentuk PT, dan perusahaan tersebut memerlukan dana Rp 1.000 juta untuk investasinya. Seandainya ia menanmkan seluruh dananya pada perusahaannya, maka PT tersebut akan terdiri dari 100% modal sendiri. Misalkan ia juga bisa membentuk PT tersebut dengan hanya menyetorkan dana sebesar Rp 100 juta sedangkan sisanya yang Rp 900 juta dibiayai oleh kreditur. Dengan kata lain rasio hutang terhadap modal sendiri adalah 900%.
Sekarang misalkan investasi yang ia lakukan ternyata salah. Sebagai akibatnya nilai perusahaannya merosot menjadi hanya Rp 600 juta ( yait nilai yang terbentuk seandainya perusahaan tersebut dijual ). Seandainya perusahaan tadi mempunyai 100% modal sendiri, maka kerugian yang ditanggungnya adalah Rp 400 juta. Seandainya perusahaan tadi menggunakan hutang senilai Rp 900 juta, maka kerugian yang ia tanggung hanya sebesar Rp 100 juta ( yaitu maksimum sebesar modal sendiri yang ia gunakan . Yang Rp 300 juta ditanggung oleh kreditur, karena itu kreditur akan enggan untuk memberikat kredit ng terlalu besar, kecuali diberikan jaminan tambahan.
Sebagai akibat dari pertimbangan tersebut, kita mungkin jarang melihat perusahaan yang menggunakan laverage yang ekstrem. Hal tersebut dikarenakan kreditur enggan untuk memberikan kredit yang terlalu besar.
PERSONAL TAX
Dalam keadaan tarif personal tax sama untuk capital gains maupun dividen, para pemegang saham dapat menunda pembayaran pajak mereka apabila mereka memutuskan untuk tidak membagikan dividen. Penundaan ini dilakukan untuk pembayaran bunga.
Yang menyukai penundaan pembayaran pajak adalah para pemodal yang sudah berada pada tarif pajak yang tinggi. Sebagai misal, di Indonesia tariff pajak adalah 15%, 25%, dan 35%. Mereka yang sudah berada dalam tariff pajak 35%, akan lebih beruntung kalau dapat menunda pembayaran pajak mereka.
PECKING ORDER THEORY
Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax, biaya kebangkrutan, dan personal tax, telah dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa suatu perusahan akhirnya memilih struktur
modal tertentu. Penjelasan tersebut termasuk dalam lingkup balancing theories.Esensi balancing theories adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul
sebagai akibat penggunaan hutang.
Disebut sebagai pecking order karena teori ni menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hiraarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik (asymmetryc information), sutau
istilah yang menunjukkan bahwa manajemen
mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prosfek, risiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal Publik.
Informasi asimetrik ini mempengaruhi palihan antara sumber dana internal (yaitu dana dari hasil opersai perusahaan) ataukah eksternal, dan antara penerbitan hutang baru ataukah ekuitas Baru.
Secara ringkas teori order pecking tersebut menyatakan sebagai berikut (Brealey and Myers, 1966, p.500) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. Perusahaan akan berusahamenyesuaikan rasio pembagian dividen
dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar.
Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi.
Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda. Yaitu laba ditahan (dipilih lebih dulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir). Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi.
PEMBELANJAAN EKSPANSI
Ekspansi itu dimaksudkan sebagai perluasan modal, baik perluasan modal secara kerja saja, atau modal kerja dan modal tetap, yang digunakan secara tetap dan terus-menerus di dalam perusahaan. Apabila ekspansi suatu perusahaan didsarkan pada pertimbangan untuk memperbesar atau menstabilisir laba yang diperoleh, maka ekspansi itu adalah didsarkan pada motif ekonomi hal ini terjadi misalnya karena semakin besarnta permintaan terhadap barang atau jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan.
Makin luasnya pasar bagi produknya mendorong perusahaan tersebut untuk memperbesar produksinya untuk mengimbangi tambahan permintaan atau tambahan luasnya pasar bagi produknya. Makin besarnya jumlah produksi yang dapat dijual, berarti makin besar kemungkinan untuk mendapatkan laba yang lebih besar, sehingga dengan demikian setiap pimpinan perusahaan mempunyai harapan dan keinginan untuk dapat selalu mengembangkan dan meluaskan perusahaannya.
ASPEK-ASPEK EKONOMI DARI EKSPANSI:
Adanya produksi yang ekonomis Pembelian dan penjualan yang
ekonomis Manajemen yang ekonomis Pembelanjaan yang ekonomis
SUMBER-SUMBER PEMBELANJAAN EKSPANSI
Ekspansi yang berangsur-angsur
REORGANISASIReorganisasi dalam aspek finansial dilakukan untuk memperkecil beban finansial yang tetap sifatnya. Dengan demikian asumsinya adalah bahwa perusahaan masih mempunyai kemampuan profesional yang baik. Ini berarti bahwa kegiatan operasi masih mampu menutup biaya-biaya operasi.
Perusahaan perlu melakukan reorganisasi operasional. Ini berarti bahwa perusahaan perlu mengganti mesin-mesin dengan jenis yang lebih efisien, mengurangi tenaga kerja, dan memotong berbagai biaya yang mungkin dipotong.
Sayangnya, keputusan-keputusan tersebut akan mengakibatkan timbulnya dana yang cukup besar pada tahap-tahap awal. Seringkali dana pihak ketiga diperlukan, atau perlu tambahan modal sendiri
Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut akan dipergunakan untuk, mengganti mesin lama dengan mesin baru yang lebih efisien (mesin lama mungkin terpaksa dijual dengan harga yang sangat murah, apabila dinilai oleh kalangan bisnis sebagai mesin yang tidak efisien). Pengurangan tenaga kerja akan memerlukan dana untuk uang pesangon
Tentusaja dalam analisis investasi tersebut tidak dapat dilepaskan unsur risiko. Meskipun analisisi terhadap rencana tersebut misalnya dinilai menguntungkan, dalam pelaksanaannya dapat saja terjadi penyimpangan (misal muncul pesaing, muncul mesin dengan tekhnologi lebih baik lagi, pemerintah menentukan upah minimum yang lebih tinggi, dan sebagainya). Apabila penyimpangan ternyata mengakibatkan penurunan manfaat, maka investasi yang dimaksud untuk memperbaiki situasi dapat berubah bahkan memperburuk situasi.
Dengan demikian masalah sebenarnya adalah (1) kalau kita tidak melakukan tindakan apa-apa , hampir dapat dipastikan kondisi perubahan akan makin memburuk, (2) sedangkan kalau kita mencoba memperbaiki efisiensi, ada kemungkinan bahwa situasi perusahaan akan tekhnologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa perusahaan justru akan makin buruk kondisinya.
Sedangkan perusahan melakukan reorganisasi finansial apabila dinilai bahwa prospek perusaan masih baik, sehingga dapat tertolong. Untuk menyelamatkan perusahaan, diperlukan pengorbanan semua pihak, -pemilik, kreditur, karyawan, supplier, pemerintah,- meskipun pemiliklah yang bertanggung jawab terakhir
Dalam melakukan reorganisasi finansial, ada tiga langkah yang perlu ditempuh. Pertama, menaksir nilai perusahaan. Kedua, menentukan struktur pendanaan yang
dipandang cukup aman. Dan ketiga, menentukan nilai sekuritas–sekuritas yang
baru.
Dalam reorganisasifinansial sering diberi dengan konsolidasi, yaitu membuat perusahaan jadi lebih “ramping” secara operasional. Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan dengan cara: Melakukan penghematan biaya. Pengeluran yang
tidak perlu, ditunda atau dibatalkan. Menjual aktiva-aktiva yang tidak dipelukan. Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan
dihilangkan atau digabung. Menunda secara ekspansi sampai situasi dinilai
telah menguntungkan. Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah
hutang(kalau dapat dikurangi dari hasil penjualan aktiva yang tidak diperlukan), dan menjaga likuiditas. Dalam jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan (profitabilitas terpaksa negatif).