kamis, 22 desember 2011 perempuan-perempuan perkasa di ... · seorang ibu dituntut berperan ganda....

1
31 KAMIS, 22 DESEMBER 2011 Pintar-Pintar Bagi Waktu dan Perhatian MENJADI seorang ibu merupakan hal yang membanggakan. Di zaman modern ini, saat tingkat kebutuhan semakin tinggi, ibu tidak sekadar mengurus suami dan anak-anak. Kini seorang ibu dituntut berperan ganda. Seorang ibu harus bisa membagi waktu dan perhatiannya sebagai istri, ibu, dan juga pekerja. Untuk itu, ia harus menjalani dan menyeimbangkan semua peran yang dijalankannya. Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Lantas bagaimana kiat seorang ibu agar bisa menjadi ibu dan dapat me-manage pekerjaannya? Menurut Rosita Suwardi Wibawa, 36, pengusaha bisnis bunga Tar A Porter, seorang ibu yang bekerja atau memiliki usaha harus pintar membagi waktu dan perhatian. Ia memberi contoh, untuk mengurusi bisnisnya ia memberikan waktunya dari pukul 08.00 hingga 17.00. Bahkan, di waktu siang, ibu tiga anak ini menyempatkan diri makan siang dengan ketiga buah hatinya. Selain itu, ia tetap berkomunikasi dengan anak- anak dan suaminya. “Sebagai seorang ibu yang bekerja, kita dituntut smart. Pintar menjaga harmonisasi antara pekerjaan, suami, dan anak-anak,” tandas Rosita yang mendapat dukungan penuh dari suaminya, Wibawa Prasetyawan, 38. Hal senada dilontarkan entrepreneur perempuan lainnya, Selvi Nurliah, 31. Pendiri Kek Pisang Villa ini menegaskan, sebagai seorang entrepreneur, ia harus pintar-pintar membagi- bagi waktu antara mengurus anak-anak, suami, dan menjalankan roda bisnisnya. Beruntung Selvi mendapat dukungan penuh dari sang suami, Denni Delyandri, 31, yang juga ikut terjun di bisnis oleh-oleh khas Batam ini. Selvi menambahkan, ia memang sudah terbiasa berperan multitasking. “Saya sudah terbiasa melakukan dua pekerjaan sekaligus. Karena, anak-anak saya juga sering saya bawa ketika saya sedang mengelola bisnis,” tutur ibu tiga anak ini. Sementara itu, Rakhma Sinseria, 31, pemilik gerai kopi lokal, Coffee Toffee, menyatakan, meski ia memiliki usaha, bukan berarti keluarga diabaikan. Menurut dia, keluarga adalah nomor satu. “Menjadi seorang ibu itu penting. Dan saya percaya, kalau kita menjalani kewajiban sebagai seorang ibu dengan baik, anak-anak kelak akan baik juga. Maka tidak boleh dikorbankan,” ujar Rakhma. Ia memiliki 70 kedai kopi lokal yang tersebar di seluruh Tanah Air. Atas ketekunan dan keuletannya, Rakhma yang bersama suaminya, Odi Anindito, menekuni gerai kopi sejak 2006 itu telah meraih berbagai penghargaan. Penghargaan yang diraihnya antara lain pemenang 1 Wanita Wirausaha Femina-BNI 2010 dan The Best in Business Concept Indonesia Franchise Star Up Award 2010 versi majalah Info Franchise. (*/S-1) ZUBAIDAH HANUM ETERPURUKAN bukan akhir dari segalanya. Perempuan-perempuan perkasa ini bangkit dari keterpurukan setelah mengalami penderitaan di masa lalu. Mereka mampu berdiri di atas kemandirian untuk melanjutkan hidup. Pun, kini mereka telah sukses mengembangkan potensi di bidang ekonomi. Salah satunya ialah Siti Nurjazilah. Perempuan yang akrab dipanggil Lisa ini mengalami kerusakan wajah cukup parah akibat disiram air keras oleh suaminya. Kasus Lisa ramai diberitakan di media massa awal 2006. Dia terpaksa harus menjalani operasi pergantian kulit wajah (face off). Operasi Lisa dimulai 28 Maret 2006 dan merupakan face off pertama kalinya di Indonesia. Operasi besar itu memiliki risiko sangat besar sehingga harus ditangani tim dokter dari berbagai disiplin ilmu. Hingga kini Lisa telah menjalani kelanjutan operasi bedah rekonstruksi sebanyak 16 kali. Serangkaian pengalaman yang telah ia dapatkan selama menjalani operasi membenamkan Lisa ke dalam trauma. Ditambah lagi ia telah menjadi korban kekerasan suaminya selama bertahun- tahun. Bahkan Lisa pernah hampir ‘dijual’ ke lelaki hidung belang oleh suaminya ketika bisnisnya bangkrut. Namun, pengalaman pahitnya tidak lantas menenggelamkan Lisa ke dalam jurang kedukaan. Lisa bangkit dari traumanya dan memulai hidup baru. Dengan kreatif, Lisa mengolah bahan mentah menjadi berbagai macam pernak- pernik dan perhiasan yang hingga kini menjadi tumpuan nafkahnya. Kisah inspiratif perempuan perkasa ini sungguh menjadi gambaran nyata perjuangan perempuan Indonesia zaman sekarang. Tengoklah Elisa, seorang mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jember yang pernah bekerja selama tujuh tahun di Malaysia. Kini ini berhasil meraih mimpi dengan mengembangkan potensi yang ia miliki. Tak beda dengan Lisa, Elisa juga sempat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kini, perempuan yang tidak lulus sekolah dasar (SD) itu memiliki show room aksesori di daerah Kuta, Bali. Elisa Rainbow Bead Shop, begitulah hasil kerja kerasnya untuk bangkit dari keterpurukan di masa lalu. Show room yang bertempat di Jl Legian Kaja No 452C Kuta, Bali, itu menjual beragam aksesori mulai kalung, gelang, hingga bermacam aksesori lainnya. Omzet penjualannya cukup tinggi karena produksinya mampu menarik mata dunia internasional. Lebih mengagumkan lagi, Elisa juga memberdayakan anak-anak remaja putus sekolah untuk terampil membuat beragam aksesori seperti dirinya. Selayaknya ilmu padi, ia tak akan pernah berhenti menularkan keahliannya demi masa depan yang lebih baik. Ciptakan lapangan kerja Kemudian ada Rohimah, 31. Mantan TKI di Singapura ini juga contoh kesuksesan perempuan Indonesia yang mampu menciptakan lapangan kerja, baik bagi dirinya maupun orang lain. Dengan bermodalkan Rp3 juta, pada 2005 Rohimah bersama suaminya, Bambang, membuka usaha sapu lidi dan sapu lantai. Keberhasilan pun bersambut ketika Pemerintah Kabupaten Purbalingga memperkenalkan Rohimah kepada pengusaha dari Malaysia. Sejak saat itu bisnisnya melaju pesat. Itu terjadi lantaran mengalirnya ratusan pemesanan dari pengusaha luar negeri seperti dari Korea, India, Singapura, hingga Taiwan. Bukan cuma itu, di dalam negeri pun Rohimah kebanjiran order. Banyak pemesanan datang dari daerah seperti Bandung, Semarang, Muntilan, dan juga Jakarta. Setiap bulan Rohimah mengirimkan dua kontainer yang berisikan 14 ribu sapu kepada pelanggannya. Di balik semua perjuangannya pun, Rohimah menyimpan cita-cita mulia. Ia menciptakan lapangan kerja di desanya yang melibatkan hampir 400 orang dengan memberdayakan para pemuda putus sekolah, kaum perempuan, serta para lansia. Keberhasilan perempuan-perempuan perkasa ini mendapat apresiasi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar. (*/S-1) [email protected] Perempuan-Perempuan Perkasa di Masa Kini Untuk bangkit dari keterpurukan butuh keinginan kuat dan kerja keras. Sebagai seorang ibu yang bekerja, kita dituntut smart. Pintar menjaga harmonisasi antara pekerjaan, suami, dan anak-anak.” Rosita Suwardi Wibawa Pengusaha bisnis bunga Tar A Porter DOK MENEG PP & PA HASIL PRODUKSI: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar (berkacamata) melihat hasil produksi usaha kecil dua orang mantan tenaga kerja Indonesia dan satu korban KDRT yang telah sukses, beberapa waktu lalu. K

Upload: hoangkien

Post on 17-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAMIS, 22 DESEMBER 2011 Perempuan-Perempuan Perkasa di ... · seorang ibu dituntut berperan ganda. ... Rosita Suwardi Wibawa, 36, pengusaha bisnis bunga Tar ... besar sehingga harus

31◆ K AMIS, 22 DESEMBER 2011

Pintar-Pintar Bagi Waktu dan PerhatianMENJADI seorang ibu merupakan hal yang membanggakan. Di zaman modern ini, saat tingkat kebutuhan semakin tinggi, ibu tidak sekadar mengurus suami dan anak-anak. Kini seorang ibu dituntut berperan ganda. Seorang ibu harus bisa membagi waktu dan perhatiannya sebagai istri, ibu, dan juga pekerja. Untuk itu, ia harus menjalani dan menyeimbangkan semua peran yang dijalankannya. Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah.

Lantas bagaimana kiat seorang ibu agar bisa menjadi ibu dan dapat me-manage pekerjaannya? Menurut Rosita Suwardi Wibawa, 36, pengusaha bisnis bunga Tar A Porter, seorang ibu yang bekerja atau memiliki usaha harus pintar membagi waktu dan perhatian.

Ia memberi contoh, untuk mengurusi bisnisnya ia memberikan waktunya dari pukul 08.00 hingga 17.00. Bahkan, di waktu siang, ibu tiga anak ini menyempatkan diri makan siang dengan ketiga buah hatinya. Selain itu, ia tetap berkomunikasi dengan anak-anak dan suaminya.

“Sebagai seorang ibu yang bekerja, kita dituntut smart. Pintar menjaga harmonisasi antara pekerjaan, suami, dan anak-anak,” tandas Rosita yang mendapat dukungan penuh dari suaminya, Wibawa Prasetyawan, 38.

Hal senada dilontarkan entrepreneur perempuan lainnya, Selvi Nurliah, 31. Pendiri Kek Pisang Villa ini menegaskan, sebagai seorang entrepreneur, ia harus pintar-pintar membagi-bagi waktu antara mengurus anak-anak, suami, dan menjalankan roda bisnisnya. Beruntung Selvi mendapat dukungan penuh dari sang suami, Denni Delyandri, 31, yang juga ikut terjun di bisnis

oleh-oleh khas Batam ini. Selvi menambahkan, ia

memang sudah terbiasa berperan multitasking. “Saya sudah terbiasa melakukan dua pekerjaan sekaligus. Karena, anak-anak saya juga sering saya bawa ketika saya sedang mengelola bisnis,” tutur ibu tiga anak ini.

Sementara itu, Rakhma Sinseria, 31, pemilik gerai kopi lokal, Coffee Toffee, menyatakan, meski ia memiliki usaha, bukan berarti keluarga diabaikan. Menurut dia, keluarga adalah nomor satu.

“Menjadi seorang ibu itu penting. Dan saya percaya, kalau kita menjalani kewajiban sebagai seorang ibu dengan baik, anak-anak kelak akan baik juga. Maka tidak boleh dikorbankan,” ujar Rakhma. Ia memiliki 70 kedai kopi lokal yang tersebar di seluruh Tanah Air.

Atas ketekunan dan keuletannya, Rakhma yang bersama suaminya, Odi Anindito, menekuni gerai kopi sejak 2006 itu telah meraih berbagai penghargaan. Penghargaan yang diraihnya antara lain pemenang 1 Wanita Wirausaha Femina-BNI 2010 dan The Best in Business Concept Indonesia Franchise Star Up Award 2010 versi majalah Info Franchise. (*/S-1)

ZUBAIDAH HANUM

ETERPURUKAN bukan akhir dari segalanya. Perempuan-perempuan perkasa ini bangkit dari keterpurukan setelah mengalami penderitaan di masa lalu. Mereka mampu

berdiri di atas kemandirian untuk melanjutkan hidup. Pun, kini mereka telah sukses mengembangkan potensi di bidang ekonomi.

Salah satunya ialah Siti Nurjazilah. Perempuan yang akrab dipanggil Lisa ini mengalami kerusakan wajah cukup parah akibat disiram air keras oleh suaminya.

Kasus Lisa ramai diberitakan di media massa awal 2006. Dia terpaksa harus menjalani operasi pergantian kulit wajah (face off). Operasi Lisa dimulai 28 Maret 2006 dan merupakan face off pertama kalinya di Indonesia.

Operasi besar itu memiliki risiko sangat besar sehingga harus ditangani tim dokter dari berbagai disiplin ilmu. Hingga kini Lisa telah menjalani kelanjutan operasi bedah rekonstruksi sebanyak 16 kali.

Serangkaian pengalaman yang telah ia dapatkan selama menjalani operasi membenamkan Lisa ke dalam trauma. Ditambah lagi ia telah menjadi korban kekerasan suaminya selama bertahun-tahun. Bahkan Lisa pernah hampir ‘dijual’ ke lelaki hidung belang oleh suaminya ketika bisnisnya bangkrut.

Namun, pengalaman pahitnya tidak lantas menenggelamkan Lisa ke dalam jurang kedukaan. Lisa bangkit dari

traumanya dan memulai hidup baru. Dengan kreatif, Lisa mengolah bahan

mentah menjadi berbagai macam pernak-pernik dan perhiasan yang hingga kini menjadi tumpuan nafkahnya.

Kisah inspiratif perempuan perkasa ini sungguh menjadi gambaran nyata perjuangan perempuan Indonesia zaman sekarang. Tengoklah Elisa, seorang mantan

tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jember yang pernah bekerja selama tujuh tahun di Malaysia. Kini ini berhasil meraih mimpi dengan mengembangkan potensi yang ia miliki. Tak beda dengan Lisa, Elisa juga sempat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kini, perempuan yang tidak lulus sekolah dasar (SD) itu memiliki show

room aksesori di daerah Kuta, Bali. Elisa Rainbow Bead Shop, begitulah hasil kerja kerasnya untuk bangkit dari keterpurukan di masa lalu.

Show room yang bertempat di Jl Legian Kaja No 452C Kuta, Bali, itu menjual beragam aksesori mulai kalung, gelang, hingga bermacam aksesori lainnya.

Omzet penjualannya cukup tinggi karena

produksinya mampu menarik mata dunia internasional. Lebih mengagumkan lagi, Elisa juga memberdayakan anak-anak remaja putus sekolah untuk terampil membuat beragam aksesori seperti dirinya. Selayaknya ilmu padi, ia tak akan pernah berhenti menularkan keahliannya demi masa depan yang lebih baik.

Ciptakan lapangan kerjaKemudian ada Rohimah, 31. Mantan TKI

di Singapura ini juga contoh kesuksesan perempuan Indonesia yang mampu menciptakan lapangan kerja, baik bagi dirinya maupun orang lain.

Dengan bermodalkan Rp3 juta, pada 2005 Rohimah bersama suaminya, Bambang, membuka usaha sapu lidi dan sapu lantai. Keberhasilan pun bersambut ketika Pemerintah Kabupaten Purbalingga memperkenalkan Rohimah kepada pengusaha dari Malaysia. Sejak saat itu bisnisnya melaju pesat. Itu terjadi lantaran mengalirnya ratusan pemesanan dari pengusaha luar negeri seperti dari Korea, India, Singapura, hingga Taiwan.

Bukan cuma itu, di dalam negeri pun Rohimah kebanjiran order. Banyak pemesanan datang dari daerah seperti Bandung, Semarang, Muntilan, dan juga Jakarta. Setiap bulan Rohimah mengirimkan dua kontainer yang berisikan 14 ribu sapu kepada pelanggannya. Di balik semua perjuangannya pun, Rohimah menyimpan cita-cita mulia. Ia menciptakan lapangan kerja di desanya yang melibatkan hampir 400 orang dengan memberdayakan para pemuda putus sekolah, kaum perempuan, serta para lansia.

Keberhasilan perempuan-perempuan perkasa ini mendapat apresiasi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar. (*/S-1)

[email protected]

Perempuan-Perempuan Perkasa di Masa Kini

Untuk bangkit dari keterpurukan butuh keinginan kuat dan kerja keras.

Sebagai seorang ibu yang bekerja, kita dituntut smart. Pintar menjaga harmonisasi antara pekerjaan, suami, dan anak-anak.”

Rosita Suwardi Wibawa Pengusaha bisnis bunga Tar A Porter

DOK MENEG PP & PA

HASIL PRODUKSI: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar (berkacamata) melihat hasil produksi usaha kecil dua orang mantan tenaga kerja Indonesia dan satu korban KDRT yang telah sukses, beberapa waktu lalu.

K