kalimat efektif dalam terjemahan 40 hadits qudsi...
TRANSCRIPT
KALIMAT EFEKTIF DALAM TERJEMAHAN 40 HADITS QUDSI PILIHAN KARYA PROF. DR. M. QURAISH SHIHAB
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
ZIRLY AYU HUMAIROH
1111024000002
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam dalam penulisan ini telah saya
antumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang,
Zirly Ayu Humairoh
NIM: 1111024000002
iii
iv
ABSTRAK
ZIRLY AYU HUMAIROH.
Kalimat Efektif dalam Terjemahan 40 Hadits Qudsi Pilihan Karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab. 2015.
Terjemahan Kitab 40 Hadits Qudsi karya Ezzeddin Ibrahim memiliki isi kandungan dan pokok-pokok bahasan. Hadist-hadist qudsi menjelaskan arti sebenarnya dari Uluhiyyah (Ketuhanan) dan Ubudiyyah (Pengabdian/Penghambaan diri kepada Allah) serta menguraikan batas-batasnya, khususnya dalam bidang kepercayaan, ibadah, dan perilaku. Hadist- hadist tersebut tidak berbicara tentang syariat, hukum, atau muamalat oleh sumber ajaran agama, yaitu Alquran dan Hadist-hadist Nabi saw. 40 Hadist Qudsi ini diterjemahkan oleh Quraish Shihab. Dalam hasil terjemahan kitab 40 hadist qudsi pilihan terdapat kalimat-kalimat yang kurang efektif sehingga berpengaruh terhadap pemahaman pembaca.
Dalam kitab 40 Hadits Qudsi Pilihan diterjemahkan menggunakan metode terjemahan secara harfiah sehingga menyebabkan: (1) adanya kalimat yang tidak lengkap, (2) adanya ketidakutuhan dalam struktur sintaksis , (3) adanya kalimat yang tidak logis, (4) adanya ketidaktepatan diksi, (5) adanya ketidakefesian penggunaan kata, yaitu pemakaian kata kerja gabung, kata depan (atas, daripada, kepada), (6) pemadanan yang tidak tepat, (7) penghilangan yang tidak perlu, (8) penambahan yang tidak perlu, (9) tidak melakukan penambahan pada kalimat yang membutuhkan penambahan (necessary addition).
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk (1) menilai kualitas keakuratan pengalihan pesan, keberterimaan, dan keterbacaan kalimat dalam teks sasaran, dan (2) memberikan kualitas terjemahan yang baik dan benar sesuai tata bahasa Indonesia yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendeketan deskriptif-analitis dengan cara mengumpulkan data-data kemudian dianalisis data tersebut sesuai dengan terjemahan yang berupa kalimat efektif dalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, dengan bentuk kalimat efektif dalam kitab 40 hadits qudsi pilihan yang tertera dalam penelitian ini menjadi bermanfaat bagi penerjemah pemula yang ingin mempelajarinya.
v
PRAKATA
Puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu
melimpahkan begitu banyak kenikmatan serta pertolongan kepada saya, sehingga
skripsi ini bisa selesai. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan
alam semesta, Nabi besar Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga kita mendapatkan curahan syafa’atnya.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih saya haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah
dan Ibu Rizky Handayani M.A selaku Sekertaris Jurusan Tarjamah, yang telah
ikut andil dalam memberikan motivasi dan dorongannya dalam mempercepat
proses kelulusan kuliah.
3. Seluruh Dosen Tarjamah, tidak mengurangi rasa hormat saya kepada para dosen.
Semoga selama saya belajar di Jurusan Tarjamah ilmu yang kami dapatkan
menjadi ilmu yang bermanfaat di kemudian hari.
4. Bapak Abdul Wadud Kasyful Anwar, Lc, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan masukan, bimbingan yang sangat berharga, yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan referensi dalam
proses penyusunan skripsi ini.
vi
5. Bapak Dr. Abdullah, M.Ag dan Bapak M. Husni T, M.A selaku dosen penguji
sidang skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji skripsi saya, yang
telah memberikan masukan yang sangat berharga untuk skripsi saya.
6. Orang Tua tercinta, Bapak H. Rochaifi Nuh, Mamah Sukaesih yang telah
memberi dukungan baik materi maupun non materi sehingga saya bisa
menyelesaikan studi saya di bangku perkuliahan selama 4 tahun ini, serta kakak
dan adik saya yang ikut andil memberikan dukungan kepada saya.
7. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Teman-temanku seperjuangan di Jurusan Tarjamah angkatan 2011, yang selalu
saling menyemangati satu sama lain agar bisa cepat menyelesaikan skripsi, serta
memberikan pinjaman refrerensinya yang begitu berharga. Saya bangga menjadi
salah satu mahasiswa Tarjamah. Saya ucapkan ribuan terima kasih.
Tak ada untaian kata yang keluar, yang pantas saya ungkapkan kecuali ucapan
terima kasih, semoga bantuan dan motivasinya dari seluruh pihak bernilai ibadah dan
amal shalih di pandangan Allah SWT. Semoga Allah membalas dengan yang lebih
baik dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saran dan kritik sangat
kami butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.
Tangerang, Oktober 2015
Zirly Ayu Humairoh
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN- ii
LEMBAR PENGESAHAN - iii
ABSTRAK - iv
PRAKATA - v
DAFTAR ISI - vii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah - 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah - 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian - 6 D. Tinjauan Pustaka - 7 E. Metodologi Penelitian - 8 F. Sistematika Penulisan - 9
BAB II: A. GAMBARAN UMUM KALIMAT EFEKTIF BAHASA INDONESIA
1. Definisi Kalimat - 11 2. Jenis-Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia - 15 3. Definisi Kalimat Efektif – 26 4. Ciri-Ciri Kalimat Efektif - 28 5. Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat - 33 6. Faktor Ketidakefektifan Kalimat – 41
B. DIKSI KATA 1. Ketetapan Memilih Kata - 48 2. Kesalahan Pembentukan Kata - 51
BAB III: BIOGRAFI SINGKAT PROF. DR. M. QURAISH SHIHAB DAN GAMBARAN UMUM HADIS QUDSI
A. Biografi Singkat Prof. Dr. M. Quraish Shihab - 56 B. Karya-karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab - 59 C. Gambaran Umum Hadis Qudsi – 63
viii
BAB IV: ANALISIS DATA
A. Analisis Kalimat Efektif - 65
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan - 95 B. Saran – 96
DAFTAR PUSTAKA - 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata terjemah berasal dari bahasa arab yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi terjemah atau tarjamah. Menurut asal katanya kata tersebut
mengandung arti menjelaskan dengan bahasa lain atau memindahkan makna dari
satu bahasa ke bahasa lain.1
Ada dua perangkat yang wajib digunakan dalam penerjemahan yaitu
perangkat intelektual dan perangkat peraktis. Perangkat intelektual mencakup
kemampuan yang baik dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pengetahuan
mengenai pokok masalah yang diterjemahkan, penerapan pengetahuan yang
dimiliki serta keterampilan. Perangkat praktis meliputi kemampuan menggunakan
sumber-sumber rujukan dan pengetahuan mengenali konteks suatu teks.2
Hasil terjemahan oleh penerjemah pada umumnya cukup baik, namun ada
beberapa masalah yang sering dihadapi oleh penerjemah di antaranya berkenaan
dengan (a) kegiatan penerjemahan itu sendiri yang memang sulit, (b) adanya
perbedaan yang substansial antara bahasa arab dan bahasa Indonesia, (c)
kurangnya penguasaan penerjemah terhadap bahasa penerima yang menimbulkan
1 W.J.S Poerwadarminta, Kamus U mum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1982), h. 1062. 2 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 11.
2
gejala interferensi dan (d) kurangnya penguasaan penerjemah terhadap teori
penerjemah.3
Pada dasarnya, penerjemahan berarti pengalihan materi tekstual dari
bahasa sumber ke dalam bahasa target hingga dihasilkan kesepadanan, baik
bentuk maupun makna, yang paling mendekati antara keduanya. Pada hakikatnya,
penerjemahan merupakan proses pengungkapan makna yang dikomunikasikan
dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target sesuai dengan makna yang
dikandung dalam bahasa sumber. Penerjemahan dapat diartikan sebagai upaya
mengungkapkan makna dan maksud yang terdapat dalam bahasa sumber dengan
padanan yang paling akurat, jelas, dan wajar ke bahasa target.4
Hadis-hadis Qudsi menjelaskan arti sebenarnya dari Uluhiyyah
(Ketuhanan) dan Ubudiyyah (Pengabdian/Penghambaan diri kepada Allah) serta
menguraikan batas-batasnya, khususnya dalam bidang kepercayaan, ibadah, dan
perilaku. Hadis- hadis tersebut tidak berbicara tentang syariat, hukum, atau
muamalat yang telah ditanami pada tempatnya masing-masing oleh sumber ajaran
agama selainnya, yaitu Alquran dan Hadis-hadis Nabi saw.5
Kalimat mengandung satu kesatuan pikiran yang lengkap. Kalau
diucapkan, kalimat selalu diawali dan diakhiri dengan kesenyapan. Di situ situasi
atau lagu kalimat menentukan arah atau maksud kalimat. Apabila ditulis kalimat
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik, tanda tanya, atau tanda
3 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung:
Humaniora, 2005), h. 3. 4 M. Zaka Al- Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 24. 5 Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 10
3
seru. Kadang-kadang kalimat disertai tanda petik atau tanda elipsis.6 Kalimat,
lebih-lebih dalam bahasa tertulis, mengandung bagian yang tidak boleh
ditinggalkan. Kalau ditinggalkan, pendengar atau pembaca menjadi kurang paham
akan maksud kalimat tersebut.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan gagasan penulis atau penutur sehingga pembaca atau pendengar
dapat memahami gagasan yang terungkap dalam kalimat tersebut sebagaimana
gagasan yang dimaksudkan oleh penulis atau penutur. Kalimat dikatakan efektif
jika memenuhi dua syarat utama, yaitu (1) struktur kalimat efektif dan (2) ciri
kalimat efektif. Stuktur kalimat efektif mencakup (a) kalimat umum, (b) kalimat
parallel, dan (c) kalimat prriodik. Sementara itu, ciri kalimat efektif meliputi:
a. Kesatuan (unity);
b. Kehematan (economy);
c. Penekanan (emphasis); dan
d. Kevariasian (variety)7
Tidak semua hasil karya terjemahan dapat kita pahami dengan benar
berdasarkan tidak efektifnya kalimat. Setiap terjemahan perlu dianalisis dan
dikritisi dengan beberapa acuan standar penerjemahan, agar hasil terjemahannya
terlihat efektif dan berkualitas. Berdasarkan hal di atas, peneliti menganggap perlu
meneliti salah satu karya berbahasa Arab yang telah diterjemahkan ke dalam
6 Sudarnoto, A. Rahman Eman, Kemampuan Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: Hikmat Syahid Indah: 1986), h.52, cet 1 7 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 47.
4
Bahasa Indonesia, yaitu terjemahan kitab 40 Hadis Qudsi Pilihan karya Ezeddin
Ibrahim yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Prof. Dr. M.
Quraish Shihab yang telah diterbitkan oleh Lentera Hati. Seperti salah satu contoh
hadis yang diterjemahkannya adalah:
Dari Jundub semoga ridha Allah tercurah atasnya, bahwasanya Rasul Allah saw.
menyampaikan bahwasanya: Ada seorang berkata: “Demi Tuhan Allah tidak
akan mengampuni si Anu.” Sesungguhnya (sabda Rasul saw. lebih jauh) Allah
berfirman: “Siapa itu yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak
mengampuni si Anu, sesungguhnya Aku telah mengampuni si Anu dan Aku
batalkan amalmu.”
Diriwayatkan oleh Muslim.8
Analisis:
Kevariasian kalimat adalah salah satu ciri kalimat efektif agar tidak menimbulkan
kebosanan pada pembaca Salah satu faktor ketidakefektifan kalimat yaitu
kevariasian. Pada kalimat di atas yang telah diterjemahkan M. Quraish Shihab,
terdapat kalimat yang kurang bervariasi. Menurut peneliti kalimat yang kurang
8 Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan..., h. 104.
5
variatif yaitu pada kalimat Demi Tuhan Allah tidak akan mengampuni si Anu.
Selain tidak variatif, kalimat di atas juga tidak hemat terjadi pemborosan kalimat.
Seharusnya sesudah kata Tuhan diberi tanda koma (,) agar kalimat tersebut
menjadi jelas untuk dibaca. Kemudian pada kata anu, sebaiknya penerjemah
menggunakan kata fulan. Sehingga terjemahannya menjadi:
Diriwayatkan dari Jundub r.a, Rasulullah saw menyampaikan bahwa seseorang
berkata,“Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan,” dan sungguh
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, “Siapakah yang telah bersumpah dengan
nama-Ku, bahwa aku tidak akan mengampuni fulan, sungguh aku mengampuni
fulan, dan Aku membatalkan amal-amalmu.”
Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Membatasi masalah adalah kegiatan melihat bagian demi bagian dan
mempersempit ruang lingkupnya, sehingga dapat dipahami. Pembatasan masalah
ini bertujuan untuk menetapkan batas-batas masalah dengan jelas sehingga
memungkinkan penemuan faktor-faktor yang termasuk dalam ruang lingkup
masalah-masalah dan yang tidak.
Melihat latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk membahas lebih
mendalam hasil terjemahan M Quraish Shihab dalam terjemahan kitab 40 hadis
qudsi karya Ezeddin Ibrahim. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat
permasalahan pada kajian kalimat efektif pada terjemahan dan ingin menuangkan
6
dalam penelitian yang berbentuk skripsi, dengan judul “Kalimat Efektif dalam
Terjemahan 40 Hadis Qudsi Pilihan Karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab”.
Peneliti membatasi masalah penelitian ini dengan penelitian 40 hadis qudsi
pilihan. Agar penulisan ini tidak meluas, peneliti merumuskan masalah ini dengan
bentuk pertanyaan yang akan dijawab setelah melalui telaah mendalam. Bentuk
pertanyaannya adalah sebagai berikut:
1. Apakah kalimat yang terdapat dalam terjemahan 40 Hadis Qudsi karya
Prof. Dr. M. Quraish Shihab sudah memenuhi kriteria kalimat efektif
sesuai dengan ciri-ciri:
a) Kesatuan (unity)
b) Kehematan (economy)
c) Penekanan (emphasis)
d) Kevariasian (variety)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan umum yang akan
dicapai pada skripsi ini, yaitu:
1. Mengetahui apakah terjemahan hadis qudsi karya Prof. Dr. M. Quraish
Shihab telah memenuhi bentuk ciri-ciri kalimat efektif.
a) Kesatuan (unity)
b) Kehematan (economy)
c) Penekanan (emphasis)
d) Kevariasian (variety)
7
Adapun manfaat penelitian ini yaitu untuk memberikan pandangan pada
penerjemah bagaimana cara agar hasil karya terjemahan tersusun dengan
menggunakan kalimat yang efektif agar menjadi terjemahan yang berkualitas dan
dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, dengan bentuk
kalimat efektif dalam kitab 40 hadist qudsi pilihan yang tertera dalam penelitian
ini menjadi bermanfaat bagi penerjemah pemula yang ingin mempelajarinya.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelitian ke Perpustakaan Utama UIN Jakarta, peneliti
menemukan beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang Analisis
Kalimat Efektif. Yang peneliti temukan adalah penelitian dengan judul skripsi
“Analisis Kalimat Efektif (Studi Kasus Terjemahan Riyadush Shalihin Jilid 1”
karya Fuad Ma‟ruf Nur skripsi sarjana sastra dan skripsi karya Ruston Nawawi
dengan judul “Analisa Kalimat Efektif Bahasa Indonesia Terhadap Terjemahan
Irsyadul Ibad Ila Sabilirrasyad.
Untuk objek penelitian, peneliti memang menemukan dua penelitian kitab-
kitab dan kumpulan Hadist yaitu pada kitab Irsyadul Ibad Ila Sabilirrasyad dan
Hadist Riyadush Shalihin. Akan tetapi, selama ini penulis belum menemukan
skripsi yang menganalisis buku terjemahan hadist qudsi.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian yang
dilakukan adalah analisa deskriptif, yaitu metode penelitian yang menganalisis
8
data-data dalam bentuk deskripsi yang diamati kemudian mendeskripsikannya ke
dalam hasil penelitian. Penelilitian kualitatif cenderung menghasilkan jumlah data
yang sangat banyak dan kurang terstruktur dibandingkan penelitian kuantitatif. 9
Peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.10
Dengan kata lain, penelitian kualitatif dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti.11
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber data dari terjemahan
Kitab 40 Hadis Qudsi karya M. Quraish Shihab.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a) Membaca terjemahan Kitab 40 Hadis Qudsi secara keseluruhan dengan
teliti.
b) Memilih terjemahan dari 40 hadis qudsi yang menurut peneliti memiliki
terjemahan yang kurang efektif.
c) Dari 40 hadis qudsi, peneliti membaca satu persatu terjemahan hadis, dan
dari 40 hadis, terdapat 17 hadis yang terjemahannya tidak efektif maka
peneliti memilih 17 hadis qudsi yang akan dianalisis dan dikritisi sehingga
dapat membentuk kalimat efektif.
9 Sarosa, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 67.
10 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: Amuz Media, 2011), h. 30.
11 Mahsun, Metodologi Penelitian Bahasa, (Jakarta: Grafindo, 2013), h. 79.
9
4. Analisis Data
Dari 17 hadis qudsi yang dipilih oleh peneliti, lalu dianalisis dan dikritisi
dengan menggunakan bentuk ciri dari kalimat efektif dan beberapa acuan standar
penerjemahan, agar hasil karya terjemahannya menjadi efektif dan berkualitas.
Dalam penulisan skripsi ini, alat analisis yang kami gunakan merujuk pada
sumber-sumber sekunder berupa buku-buku tentang penerjemahan, kamus bahasa
Arab, bahasa Indonesia, KBBI, internet, dan lain-lain.
F. Sistematika Penulisan
Peneliti membagi skripsi ini menjadi beberapa bab, guna mempermudah
pemahaman terhadap hasil analisis yang disampaikan peneliti. Proposal skripsi ini
terbagi menjadi lima bab, antara lain:
BAB I: Pendahuluan. Meliputi latar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
sistematika penulisan dan tinjauan pustaka
BAB II: Gambaran Umum Kalimat Efektif Bahasa Indonesia. Meliputi Definisi
Kalimat, Jenis-Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia, Definisi Kalimat Efektif,
Ciri-Ciri Kalimat Efektif, Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat, dan Faktor
Ketidakefektifan Kalimat. Diksi Kata Meliputi Penggunaan Ragam Bahasa,
Ketetapan Memilih Kata, dan Kehalusan Makna.
10
BAB III: Biografi Singkat Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan Gambaran Umum
Hadis Qudsi. Meliputi Biografi Singkat Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Karya-
Karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab, dan Gambaran Umum Hadis Qudsi.
BAB IV: Analisis Data. Meliputi Analisis Kalimat Efektif.
BAB V: Penutup. Meliputi Saran dan Kesimpulan.
11
BAB II
GAMBARAN UMUM KALIMAT EFEKTIF
A. GAMBARAN UMUM KALIMAT EFEKTIF BAHASA INDONESIA
1. DEFINISI KALIMAT
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan
dengan suara naik turun, dank eras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan
intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latinkalimat dimulai dengan huruf
capital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).
Kalau dilihat dari hal predikat, kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia ada dua
macam, yaitu
a. Kalimat-kalimat yang berpredikat kata kerja dan
b. Kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja.12
Kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya Ah!; Kemarin; ada yang
terdiri dari dua kata, misalnya Itu toko; Ia mahasiswa; ada yang terdiri dari tiga
kata, misalnya Ia sedang membaca; Mereka akan berangkat; Ada nada yang terdiri
dari empat, lima, enam kata dan seterusnya. Sesungguhnya yang menentukan
satuan kalimat bukannya banyaknya kata yang menjadi urusannya, melainkan
12
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 45.
12
intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik.13
Setiap kalimat terdiri dari dua unsur. Unsur yang pertama berupa intonasi,
dan yang kedua, sebagian besar berupa klausa tetapi ada juga yang berupa bukan
klausa. Berdasarkan unsurnya, kalimat dapat digolongkan menjadi dua golongan,
ialah kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Kalimat berklausa ialah kalimat
yang di samping unsur intonasi, terdiri dari satuan yang berupa klausa. Dalam
tulisan ini klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari P, disertai S,
O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S) P (O) (PEL) (KET).
Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat
manasuka maksudnya boleh ada, boleh tidak.
Misalnya:
Lembaga itu menerbitkan majalah sastra
Ada juga kalimat, yang di samping unsur intonasi, terdiri dari dua klausa atau
lebih. Misalnya:
Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba tatkala kereta api mulai memasuki daerah
perbatasan,
Kalimat tak berklausa ialah kalimat yang di samping unsur intonasi tidak terdiri
dari klausa.
13
M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”, ( Yogyakarta: CV Karyono, 1983), h.
20.
13
Misalnya:
Astaga!
Dari toko
Selamat malam!14
Dalam bahasa Indonesia, kalimat ada yang terdiri atas satu kata, misalnya
Tadi; ada yang terdiri atas dua kata, misalnya Dia pragawati ada yang terdiri atas
tiga kata, misalnya Ia sedang belajar, ada yang terdiri atas empat kata, lima kata,
enam kata, tujuh kata, dan seterusnya.15
Untuk lebih jauh lagi kita mengenal dan memahami definisi kalimat, ada
baiknya penulis mencamtumkan pendapat para tokoh bahasa mengenai definisi
kalimat.
a. Abdul Muthalib mendefinisikan:
Kalimat adalah untaian (rangkaian) kata-kata atau kelompok kata yang tidak
memiliki hubungan dengan kata lain atau kelompok kata lain di luar dan
mempunyai kesatuan intonasi yang berdaulat.16
b. Moch. Syarif Hidayatullah mendefinisikan:
Kalimat adalah satuan di atas klausa dan di bawah wacana. Kalimat adalah
susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran lengkap. Dalam bahasa
14
M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”…, h. 22-24. 15
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat Fungsi, Katagori, dan Peran, (Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 19. 16
Abdul Muthalib dkk, Tata Bahasa Mandar, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1992), h.170.
14
arab, definisi kalimat adalah konstruksi yang tersusun dari dua kata atau lebih
yang mengandung arti, disengaja, serta berbahasa arab (al-Shanhaji, tt:4).
Sebuah kalimat bahasa arab paling tidak terdiri dari dua unsur yaitu: subjek
dan predikat.17
c. Abdul Chaer mendefinisikan;
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final.18
d. Suhardi mendefinisikan:
Kalimat adalah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan
kata disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap.
Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama.19
e. Ramlan mendefinisikan:
Setiap kalimat terdiri dari dua unsur. Unsur yang pertama berupa intonasi, dan
yang kedua, sebagian besar berupa klausa tetapi ada juga yang berupa bukan
klausa. Berdasarkan unsurnya, kalimat dapat digolongkan menjadi dua
golongan, ialah kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa.20
17
Moch. Syarif hidayatullah,dkk, Pengantar Linguistik Bahasa Arab, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2010), h. 106. 18
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Pendekatan Proses), (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), h. 44. 19
Suhardi, Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), h. 63. 20
M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”…, h. 22.
15
f. Miftahul Khairah mendefinisikan:
Satuan bahasa itu membentuk hierarkis, mulai dari kata, frasa, klausa, kalimat,
gugus kalimat, paragraf, gugus paragraf, sampai wacana. Akan tetapi, tataran
itu tidak statis karena kadang-kadang terjadi (1) pelompatan tataran, (2)
penurunan, dan (3) penyematan. Dengan demikian, terdapat dua hal penting
berkenaan dengan konsep kalimat, yaitu konstituen dasar, dan intonasi final. 21
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan oleh sebagian tokoh bahasa
tentang kalimat, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah kesatuan bahasa atau
ujaran yang berapa gabungan kata-kata yang menyatakan suatu gagasan seseorang
yang berisi pikiran lengkap, serta disertai dengan intonasi final. Dan di sini
penulis menggunakan teori dari tokoh bahasa bernama Abdul Chaer untuk
membantu dalam menyempurnakan skripsinya.
2. JENIS-JENIS KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA
Dilihat dari segi bentuknya kalimat dibedakan atas kalimat tunggal dan
kalimat majemuk. Apabila berdasarkan pada jenis unsur fungsi pembentuk
predikatnya, kalimat tunggal dapat dibagi atas kalimat tunggal berpredikat nomina
atau frasa nominal, verba atau frasa verbal, adjektiva atau frasa adjectival,
numeralia atau frasa numeral, dan frasa preposisional. Kalimat majemuk dapat
dibagi atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.22
21
Miftahul Khairah, dkk, Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 228. 22
Abdul Muthalib dkk, Tata Bahasa Mandar, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1992), h.175.
16
A. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya
Susunan kata-kata yang membentuk satu kalimat disebut struktur
kalimat.23
Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat
tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat
setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-
subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan
yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.
a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal ialah kalimat yang terjadi dari sebuah klausa.24
Kalimat
tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat
dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa
Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana.
Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu
predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula
ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan
pola kalimat dasar.
Contoh pola kalimat dasar:
1) Mahasiswa berdiskusi
S:KB + P:KK
23
A. S Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua di Sekolah Dasar
Berdasarkan Pendekatan Linguistik Kontrasif, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 100 24
P. Sawardo, dkk, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis Bahasa Buna, (Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), h. 71
17
Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan
predikat (P) kata kerja (berdiskusi).
b. Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara terjadi dari dua kalimat tunggal atau lebih.
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-
klausanya memiliki status yang sama, yang setara atau yang sederajat. 25
Kalimat
majemuk setara dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut:
1) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata dan atau serta
jika kedua kalimat tunggal atau lebih sejalan, dan hasilnya disebut kalimat
majemuk setara perjumlahan.
Contoh:
Kami membaca.
Mereka menulis.
Kami membaca dan mereka menulis.
2) Kedua kalimat tunggal yang berbentuk kalimat setara itu dapat dihubungkan
oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan, dan hasilnya
disebut kalimat majemuk setara pertentangan.
25
Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang: Alkitabah, 2012),
h. 98.
18
Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong negara maju.
Indonesia dan Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.
Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia tergolong negara berkembang.
Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua
kalimat tunggal dalam kalimat majemuk setara pertentangan ialah kata
sedangkan dan melainkan seperti kalimat berikut.
Puspitek terletak di Serpong, sedangkan PT Dirgantara Indonesia terletak di
Bandung.
3) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan
kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan, dan hasilnya disebut
kalimat majemuk setara perurutan.
Contoh:
Mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tungkat remaja, kemudian
disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa
Acara upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai, lalu Pak Ustadz
membacakan doa selamat.
4) Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih itu dihubungkan oleh kata atau jika
kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk
setara pemilihan.
19
Contoh:
Para pemilik televisi membayar iuran teleisinya di kantor pos yang terdekat,
atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi.
c. Kalimat Majemuk Tidak Setara
Kalimat majemuk tidak setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas
(klausa bebas) dan satu suku kalimat yang tidak bebas (klausa terikat).26
Jalinan
kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur
gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat,
sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat,
dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak
kalimat.
Contoh:
1. Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal)
2. Mereka masih dapat mengacaukan data-data computer. (tunggal).
3. Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih
dapat mengacaukan data-data computer itu.
Sudah dikatakan di atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam
bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan,
sedangkan anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan hal-hal lain.
d. Kalimat Majemuk Tak setara yang Berunsur Sama
26
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran)…, h.81.
20
Kalimat majemuk taksetara dapat dirapatkan andaikan unsur-unsur subjeknya
sama.
Contoh:
Kami sudah lelah.
Kami ingin pulang.
Karena sudah lelah, kami ingin pulang.
e. Penghilangan Kata Penghubung
Ada beberapa kalimat majemuk taksetara rapatan yang mencoba
mengadakan penghematan dengan menghilangkan penanda anak kalimat sehingga
kalimat itu menjadi salah.
Contoh:
Membaca surat itu, saya sangat terkejut.
Anak kalimat:
Membaca surat itu.
Induk kalimat:
Saya sangat terkejut.
Subjek anak kalimat itu persis sama dengan subjek pada induk kalimat, yaitu saya.
21
Kalau tidak ada penanda pada anak kalimat, kalimat majemuk itu tidak benar
(tidak baku). Penanda yang dapat dipakai ialah setelah sehingga kalimat akan
menjadi:
Setelah (saya) membaca surat itu, saya sangat terkejut.
Setelah membaca surat itu, saya sangat terkejut.
f. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat jenis ini terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan
kalimat majemuk tak setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat
majemuk taksetara (bertingkat).
Contoh:
1. Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang.
(Bertingkat+Setara)
2. Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.
(setara+bertingkat).
B. Jenis Kalimat Menurut Bentuk Gayanya (Retorikanya)
Tulisan akan lebih efektif jika di samping kalimat-kalimat yang
disusunnya dengan benar, juga gaya penyajiannya (retorikanya) menarik perhatian
pembacanya. Walaupun kalimat-kalimat yang disusunnya sudah gramatikal,
sesuai dengan kaidah, belum tentu tulisan itu memuaskan pembacanya jika segi
retorikanya tidak memikat.
22
Menurut gaya penyampaian atau retorikanya, kalimat majemuk dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu (1) kalimat yang melepas (induk-anak), (2) kalimat
yang berklimaks (anak-induk), dan (3) kalimat yang berimbang (setara atau
campuran).
a. Kalimat yang Melepas
Jika kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk kalimat
dan diikuti oleh unsur tambahan, yaitu anak kalimat, gaya penyajian kalimat itu
disebut melepas. Unsur anak kalimat ini seakan-akan dilepaskan saja oleh
penulisnya dan kalaupun unsur ini tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna
lengkap.
Misalnya: saya akan dibelikan vespa oleh ayah jika saya lulus ujian sarjana.
b. Kalimat yang Berklimaks
Jika kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh
induk kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut berklimaks. Pembaca belum
dapat memahami kalimat tersebut jika baru membaca anak kalimatnya. Pembaca
akan memahami makna kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum
kalimat itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu, yaitu induk
kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang konstruksinya anak-induk terasa
berklimaks, dan terasa membentuk ketegangan.
Misalnya:
Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.
23
c. Kalimat yang Berimbang
Jika kalimat itu disusun dalam bentuk majemuk setara atau majemuk
campuran, gaya penyajian kalimat itu disebut berimbang karena strukturnya
memperlihatkan kesejajaran yang sejalan dan dituangkan ke dalam bangun
kalimat yang bersimetri.
Misalnya:
Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing dan domestic berlomba
melakukan transaksi, dan IHSG naik tajam.
C. Jenis Kalimat berdasarkan Fungsinya
Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat diperinci menjadi kalimat
pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jenis
kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan negatf. Dalam bahasa lisan,
intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu.
Dalam bahasa tulisan, perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda
baca.
a. Kalimat Pernyataan (Deklaratif)
Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan
lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan
berbahasanya. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik).
24
Misalnya:
Positif:
Presiden SBY mengadakan kunjungan ke luar negeri.
Negatif:
Tidak semua nasabah bank memperoleh kredit lemah.
b. Kalimat Pertanyaan (Interogatif)
Kalimat pertanyaan dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau
reaksi (jawaban) yang diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca tanda
tanya). Pertanyaan sering menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana,
mengapa, berapa, dan kapan.
Misalnya:
Positif:
Kapan saudara berangkat ke Singapura?
Negatif:
Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan bestek yang disepakati?
c. Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)
Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau “melarang”
orang berbuat sesuatu. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik atau tanda
seru).
25
Misalnya:
Positif:
Tolong buatkan dahulu rencana pembiayaannya.
Negatif:
Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak asasi manusia.
d. Kalimat Seruan
Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang
kuat” atau yang mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada
kalimat lisan dan dipakainya tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis).
Misalnya:
Positif:
Bukan main, tampannya.
Negatif:
Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.
3. DEFINISI KALIMAT EFEKTIF
Sebuah kalimat dikatakan efektif apabila mencapai sasarannya dengan
baik sebagai alat komunikasi. Ada dua pihak yang terlibat yaitu yang
menyampaikan dan yang menerima dan di luar itu, ada yang disampaikan yang
berupa gagasan, pesan, pemberitahuan, dan sebagainya. Kalimat yang efektif
26
dapat menyampaikan pesan gagasan, ide pemberitahuan itu kepada si penerima
sesuai dengan yang ada dalam benak si penyampai.Kalimat efektif haruslah
memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik: strukturnya teratur, kata yang
digunakan mendukung makna secara tepat, dan hubungan antar bagiannya
logis.27
Untuk membangun sebuah kalimat yang efektif diperlukan perhatian
dalam:
1) Memilih kata dan istilah yang tepat.
2) Menggunakan ejaan secara cermat.
3) Mengemas kalimat sehingga hanya memiliki gagasan yang tunggal.
4) Menghemat pemakaian kata.
5) Menggunakan kata yang segar dan bervariasi.
6) Memilih pola kalimat dan bagian mana yang dijadikan topik.
7) Menggunakan bentuk imbuhan yang sejajar.
8) Menyelaraskan dengan kalimat-kalimat lain.
9) Menyejajarkan bentuk kata yang berfungsi sama dalam kalimat.
Untuk lebih jauh lagi kita mengenal dan memahami definisi kalimat
efektif, ada baiknya penulis mencamtumkan pendapat para tokoh bahasa
mengenai definisi kalimat efektif.
27
J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994), h.129-130.
27
a. Walija mendefinisikan:
Kalimat yang efektif ialah kalimat yang secara akurat menyampaikan
maksud pengujar dan dapat secara akurat pula diterima oleh penerima.28
b. Miftah Khairah mendefinisikan:
Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk
menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau
pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.
Kalimat sangat mengutamakan kefektifan informasi sehingga kejelasan
kalimat itu dapat terjamin.29
c. J. S Badudu mendefinisikan
Kalimat efektif ialah kalimat yang baik kalimat yang baik karena apa yang
dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis)
dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis)
sama benar dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh si penutur (atau
si penulis) itu.Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik itulah
yang disebut kalimat efektif.30
4. CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF
Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri khas, yaitu kesepadanan struktur,
keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan pernalaran,
kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.
28
Walija, Bahasa Indonesia Komrehensif, (Jakarta: Penebar Aksara, 1996), h. 107. 29
Miftahul Khairah, dkk, Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 228-230. 30
J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar IV, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1995), h. 188.
28
A. Kesepadanan
Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran
(gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini
diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang
baik. Kesatuan bisa dibentuk jika ada keselarasan antara subjek- predikat,
predikat-objek , dan predikat- keterangan.31
Kesepadanan kalimat itu memiliki beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini.
1) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat dengan jelas. Ketidakjelasan
subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak
efektif. Kejelasan subjek dan prediket suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai,
tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
a. Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang
kuliah. (salah)
b. Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah.
(benar)
B. Keparalelan
Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang
digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan
31
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, Logika)…, h. 54.
29
nomina, bentuk kedua dan seterusnya juga harus menggunakan nomina. Kalau
bentuk pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba.
Contoh:
Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.
Kalimat a tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili
predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat
itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.
C. Ketegasan
Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan
penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu
ditonjolkan. Kalimat itu memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu.
Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.
Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.
Penekanannya ialah Presiden mengharapkan.
30
D. Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat
mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.
Kehematan tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambah
kejelasan kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap
kata yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek.
Perhatikan contoh:
Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
Perbaikan kalimat itu adalah sebagai berikut:
Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
E. Kecermatan
Yang dimaksud ialah cermat adalah bahwa kalimat itu tidak menimbulkan
tafsiran ganda, dan tepat dalam pilihan kata. Perhatikan kalimat berikut.
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
Kalimat di atas memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa
atau perguruan tinggi.
31
F. Kepaduan
Yang dimaksud dengan kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam
kalimat itu sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang
tidak simetris. Oleh karena itu, kita hindari kalimat yang panjang dan bertele-
tele.
Misalnya:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang
telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu dan yang secara tidak sadar
bertindak keluar dari kepribadian manusia Indonesia dari sudut kemanusiaan
yang adil dan beradab.
H. Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat
diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Perhatikan kalimat di bawah ini:
Waktu dan tempat kami persilakan
Kalimat itu tidak logis (tidak masuk akal). Yang logis adalah sebagai berikut.
Bapak Menteri kami persilakan.
32
5. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEEFEKTIFAN KALIMAT
Agar kalimat yang disusun dapat diterima dengan baik oleh lawan bicara,
secara garis besar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar;
2) Penggunaan bahasa Indonesia baku; dan
3) Penggunaan ejaan yang disempurnakan.32
Dan berikut penjelasannya:
1. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar telah lama didengung-
dengungkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jahirnya konsep
bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya tidak terlepas dari konteks
pemakaian bahasa yang beragam, seperti bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang yang digunakan sesuai
dengan situasi pemakaiannya, sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah
bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah
bahasa Indonesia yang penggunaannya sesuai dengan situasi pemakaiannya dan
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Artinya, situasi pemakaian berkaitan dengan
masalah baku dan tidak baku. Jika situasinya resmi, seperti dalam memberi
kuliah/pengajaran, berkhotbah, rapat, surat-menyurat resmi, laporan resmi,
bahasa yang benar atau bahasa yang baku (menggunakan kaidah) yang
32
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, Logika)…, h. 81.
33
digunakan. Sebaiknya, jika situasinya tidak resmi, misalnya di rumah, di pasar, di
tempat-tempat rekreasi, asal bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh orang
lain, bahasa orang sudah tergolong baik. Artinya, kesalahan ucapan, atau
kesalahan pilihan kata, atau struktur kalimat yang salah asal komunikasi masih
bisa berjalan, bahasa seseorang sudah tergolong baik.
Berdasarkan hal tersebut, kita memperoleh suatu kejelasan bahwa yang
dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik belum tentu merupakan bahasa
Indonesia yang benar, sebaliknya bahasa Indonesia yang benar belum tentu juga
merupakan bahasa Indonesia yang baik karena semua hal itu bergantung pada
situasi pemakaian dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Contoh lain lagi, ada pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak
benar. Misalnya dalam situasi resmi, kita menggunakan bahasa, seperti “Laporan
tertulis, saya telah setor bulan lalu langsung kepada pemimpin”. Seluruh kata
dalam ungkapan tersebut cocok atau sesuai jika digunakan dalam situasi resmi.
Akan tetapi, susunannya tidak benar karena penempatan bentuk pasif
personanya, yaitu saya dan setor, diselingi dengan kata lain, yakni telah sehingga
menjadi saya telah setor. Dalam bentuk pasif, persona semacam itu, kata ganti
seperti saya, kami, kita, dia, dan mereka harus langsung didekatkan pada kata
kerjanya sehingga menjadi seperti berikut:
Akan saya tanyakan, bukan saya akan tanyakan saya akan menanyakan
Belum dia kembalikan, bukan dia belum kembalikan dia belum
mengembalikan
34
2. Bahasa Baku
Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa bahasa baku/ resmi/ standar
digunakan pada situasi resmi. Bahasa Indonesia baku mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Memakai ucapan baku
Ucapan baku/ benar berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan. Sampai
sekarang pembakuan pelafalan atau ucapan agak sulit dilakukan. Sebagai acuan,
pelafalan yang baik adalah pelafalan yang tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan
bahasa daerah. Pada masyarakat Jawa, misalnya muncul bunyi-bunyi sengau
seartikulasi pada bunyi-bunyi: b, d, j, dan g. Apabila bunyi- bunyi tersebut
terdapat pada awal nama-nama kota atau tempat, misalnya: mBandung, mBali,
nDemak, nJombang, nJepara, ngGarut, ngGombong, Demikian pula, ucapan
pada kata-kata bersuku tertutup/ suku mati dengan fonem akhir /b/, /d/, dan /g/
ketiga fonem ini dilafalkan /p/, /t/, dan /k/. Misalnya pada kata: bab, murid,
gedebeg, ajeg, bap, murit, gedebek, ojek. Pada masyarakat Bali, ucapan yang
bersifat kedaerahan adalah pelafalan fonem (t).
b. Memakai ejaan resmi
Bahasa baku memakai ejaan resmi, dalam hal ini Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan. Penggunaan EYD menyangkut bahasa Indonesia ragam
tulis.
c. Terbatasnya unsur-unsur bahasa daerah, baik leksikal maupun gramatikal
35
Unsur-unsur leksikal adalah unsur bahasa yang berupa kata, terutama kata-
kata daerah atau kata-kata dalam bahasa gaul yang dapat merusak eksistensi
bahasa Indonesia. Kata-kata berikut ini hendaknya dihindari pemakaiannya dalam
situasi resmi.
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Rumahnya orang itu bagus.
b. Ia benci sama saya.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Rumah orang itu bagus.
b. Ia benci kepada saya.
d. Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat,…) secara eksplisit dan
konsisten
Dalam pembentukan kalimat, kalau memang diperlukan subjek, predikat,
objek hendaknya disajikan secara eksplisit/nyata dan ajeg.
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Kepada Bapak Rektor kami silakan.
b. Penyusunan laporan itu saya dibantu suami.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Bapak Rektor kami silakan
b. Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu suami.
36
e. Pemakaian konjungsi bahwa atau karena (bila ada) secara eksplisit dan
konsisten
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Paman tidak percaya tanahnya sudah habis terjual.
b. Hari ini dia tidak masuk dia sakit.
2) Bahasa indnesia Baku
a. Paman tidak percaya bahwa tanahnya sudah habis terjual.
b. Hari ini dia tidak masuk karena sakit.
f. Pemakaian awalan meN- ;di- atau ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Anak-anak tamatan SMA banyak kerja di toko.
b. Seorang polisi aniaya atasannya.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Anak-anak tamatan SMA banyak bekerja di toko.
b. Seorang polisi dianiaya atasannya.
g. Pemakaian partikel lah, kah, pun (bila ada) secara konsisten
37
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Kerjakan tugas itu dengan baik
b. Berapa harga bensin seliter?
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Kerjakanlah tugas itu dengan baik.
b. Berapakah harga bensin seliter?
h. Pemakaian kata depan, kata sambung secara tepat
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Di zaman sekarang tidak ada yang tidak mungkin.
b. Hal itu akan saya laporkan sama atasan saya.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Pada zaman sekarang tidak ada yang tidak mungkin.
b. Hal itu akan saya laporkan pada atasan saya.
i. Pemakaian pola aspek-pelaku-tindakan secara konsisten
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Pengamatan dia belum lakukan.
b. Permasalahan ini kami akan tutup sampai disini.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Pengamatan belum dilakukan.
38
(Dia belum melakukan pengamatan)
b. Permasalahan ini akan kami tutup sampai di sini.
j. Menghindari pemakaian bentuk-betuk yang mubazir atau bentuk bersinonim
Contoh:
Para ibu-ibu, banyak orang-orang, para hadirin sekalian, semua rombongan,
serangkaian lagu-lagu, hanya… saja, sangat… sekali, kalau seandainya, demi
untuk, adalah merupakan, seperti misalnya, dan sebagainya.
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Para hadirin sekalian yang saya hormati.
b. Para ibu-ibu datang ke posyandu bersama balitanya masing-masing
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Hadirin yang saya hormati.
b. Ibu-ibu datang ke posyandu bersama balitanya masing-masing.
k. Menghindari pemakaian kalimat yang bermakna ganda (ambiguitasi)
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Anak-anak dilarang tidak boleh merokok.
b. Ibu Hendra sangat mencintai suaminya, saya juga.
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Anak-anak dilarang merokok.
b. Ibu Hendra sangat mencintai suaminya, saya juga mencintai suami saya.
39
l. Memakai konstruksi sintesis
Contoh:
1) Bahasa Indonesia Tidak Baku
a. Bikin kotor
b. Dia kasih komentar
2) Bahasa Indonesia Baku
a. Mengotori
b. Dikomentari
m. Kata-kata yang sering salah pemakaiannya
Kata kata berikut ini sering digunakan secara salah. Meskipun demikian,
kebanyakan orang menganggap, bahwa hal itu bukan kesalahan karena
pemakaiannya sudah lazim seperti itu. Inilah yang disebut dengan membenarkan
yang lazim, atau membenarkan yang salah atau salah kaprah; bukan melazimkan
yang benar. Dalam pemakaian bahasa, kesalahan tersebut sering terjadi karena
ketidaktahuan pemakai bahasa.
Uraian berikut menjelaskan bagaimana kata-kata berikut seharusnya
digunakan agar sesuai dengan maknanya.
1) Dirgahayu berati panjang umur, selamat selamanya.
a. Dirgahayu Republik Indonesia (bukan dirgahayu HUT RI).
b. Dirgahayu Radio Republik Indonesia.
2) Mengajar dan Mengajarkan
a. Ibu Rahayu mengajar murid-murid kelas 9.
40
b. Pak Salman mengajarkan Bahasa Inggris di kelas 10 SMA Lab.
3) Gaji dan Gajih
Gaji artinya upah kerja yang dibayarkan dalam waktu tetap, sedangkan gajih
artinya lemak atau gemuk (Jawa)
a. Gaji pegawai negeri di seluruh tanah air standarnya sama.
b. Dokter melarangnya makan makanan yang bergajih.
6. FAKTOR KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT
Ketidakefektifan kalimat dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut meliputi:
1) Kontaminasi atau kerancuan;
2) Pleonasme;
3) Ambiguitas atau keambiguan;
4) Ketidakjelasan subjek;
5) Kemubaziran preposisi;
6) Kesalahan logika
7) Ketidaktepatan bentuk kata;
8) Krtidaktepatan makna kata;
9) Pengaruh bahasa daerah dan
10) Pengaruh bahasa asing.33
Kesepuluh faktor penyebab ketidakefektifan kalimat tersebut akan
dijelaskan satu per satu berikut ini.
33
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, Logika)…, h. 95.
41
1. Kontaminasi atau Kerancuan
Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia
diistilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya „kacau‟. Jadi, keranuan artinya
„kekacauan‟. Yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian, dan penggabungan.
Jika dilihat dari segi penataan gagasan, kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi
karena dua gagasan digabungkan ke dalam satu pengungkapan. Sementara itu,
jika dilihat dari segi strukturnya, kerancuan itu timbul karena penggabungan dua
struktur kalimat ke dalam satu struktur.
Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Kontaminasi kalimat
b. Kontaminasi susunan kata, dan
c. Kontaminasi bentukan kata.
2. Pleonasme
Pleonasme adalah menggunakan kata atau perkataan yang maknanya telah
termasuk dalam kata (perkataan) yang terdahulu.34
Pleonasme berarti pemakaian
kata-kata yang berlebihan. Penampilannya bermacam-macam. Ada penggunaan
dua kata searti yang sebenarnya tidak perlu karena menggunakan salah satu di
antara kedua kata itu sudah cukup. Ada pula kelebihan penggunaan unsur itu
karena ketidaktahuan si pemakai bahasa.
Berikut ini beberapa contoh gejala pleonasme:
34
Slamet Imam Santoso, Seni Menggayakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h.
31.
42
1. Di dalam satu frasa terdapat dua atau lebih kata yang searti.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala banyak orang menyembah berhala.
(zaman= kala. Sebenarnya cukup: pada zaman dahulu, atau dahulu kala)
2. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertian yang terkandung
pada kata itu sudah terkandung pada kata yang mendahulukannya.
Contoh:
Naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang, maju ke muka, melihat
dengan mata kepala, dan menendang dengan kaki.
3. Bentuk kata dinyatakan dua kali.
Contoh:
a. Para guru-guru sedang rapat.
b. Presiden mengunjungi beberapa negara-negara sahabat.
Kata-kata seperti para, beberapa, dan semua mengandung pengertian
jamak. Oleh karena itu, kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tidak perlu
lagi dijamakan dengan perulangan.
3. Ambiguitas atau Keambiguan
Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan
tafsiran ganda tidak termasuk kalimat yang efektif.
43
Contoh:
Tahun ini SPP mahasiswa baru dinaikkan.
Kalimat tersebut mengandung makna ambigu. Jika menerangkan
mahasiswa, tanda hubung dapat digunakan untuk menghindari salah tafsir, dan
jika kata baru menerangkan dinaikkan, kalimat perbaikannya adalah:
SPP mahasiswa tahun ini baru dinaikkan.
4. Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat
Suatu kalimat yang baik memang harus mengandung unsur-unsur yang
lengkap. Dalam hal ini, kelengkapan unsur kalimat itu sekurang-kurangnya harus
memenuhi dua hal, yaitu subjek dan predikat. Jika predikat kalimat itu berupa
kata kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur lain,
yakni keterangan, kehadirannya bersifat sekunder atau tidak terlalu dipentingkan.
Contoh:
Bagi para mahasiswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP.
Keterangan Predikat Objek
Pada kalimat di atas unsur keterangan, yaitu bagi para mahasiswa yang
akan mengikuti ujian, sebenarnya dapat diubah menjadi subjek dengan cara
menghilangkan kata bagi. Dengan cara itu, kalimat dapat diperbaiki menjadi:
44
Para mahasiswa yang akan mengikuti ujian harus melunasi uang SPP.
Subjek Predikat Objek
5. Kemubaziran Preposisi dan Kata
Ketidakefektifan kalimat sering disebabkan oleh pemakaian kata depan
(preposisi) yang tidak perlu. Kata depan dari misalnya. Pemakaian kata depan
dari dipengaruhi oleh bahasa Belanda dalam hubungan posesif. Misalnya “het
huis an mijn oom” yang diterjemahkan menjadi “rumah dari paman saya”.
Struktur bahasa Indonesia tidak demikian, cukup dikatakan “rumah paman
saya”. Berdasarkan pengaruh dari bahasa Belanda itulah banyak muncul
pemakaian kalimat seperti berikut:
Contoh:
Anak dari Pak Bagus menjadi polisi.
Berdasarkan struktur bahasa Indonesia, kalimat-kalimat tersebut diperbaiki
menjadi:
Anak Pak Bagus menjadi polisi
6. Kesalahan Nalar
Nalar menentukan apakah kalimat yang kita tuturkan adalah kalimat yang
logis atau tidak. Nalar ialah aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir
logis. Pikiran yang logis ialah pikiran yang masuk akal yang berterima.
Contoh salah nalar dapat dilihat pada kalimat berikut:
45
Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu sambutan
bapak bupati. Waktu dan tempat kami persilakan.
Jika diperhatikan dengan cermat kalimat di atas, waktu dan tempat kami
persilakan, jelas kalimat ini tidak logis. Karena tidak memungkinkan dua kalimat
abstrak itu dapat dipersilakan sedangkan yang seharusnya dipersilakan adalah
bapak bupati. Dan perbaikan kalimat di atas adalah:
Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu sambutan
bapak bupati. Bapak bupati kami persilakan.
7. Ketidaktepatan Bentuk Kata
Seperti kita ketahui, bahwa awalan pe- tidak mendapat bunyi apabila
dilekatkan pada kata dasar berkonsonan /l/ atau /r/. Namun, dewasa ini banyak
kita jumpai bentukan kata yang menyimpang (tidak tepat) dari aturan yang ada.
Misalnya:
a. Pengrusakan
b. Pengluasan
c. Perletakan
8. Ketidaktepatan Makna Kata
Jika sebuah kata tidak dipahami maknanya, pemakaiannya pun mungkin
tidak akan tepat. Hal itu akan menimbulkan keganjilan, kekaburan, dan salah
tafsir. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh kata yang sering dipakai secara
tidak tepat. Kata kilah disamakan dengan kata ujar atau kata sehingga berkilah
46
dianggap sama dengan berkata atau berujar dan kilahnya dianggap sama dengan
katanya atau ujarnya.
Contoh:
Kemarin Salma diberikan baju baru oleh Arini, kakaknya. Dengan senang hati
dia menerimanya. “Terimakasih,” kilahnya kepada Arini.
Jika kita membuka Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), akan kita
temukan kata kilah dengan makna “tipu daya” atau “dalih”. Jadi, pemakaian
kalimat di atas tidaklah tepat.
9. Pengaruh Bahasa Daerah
Banyak kata dari bahasa daerah masuk ke dalam bahasa Indonesia. seperti
heboh, becus, lumayan, mendingan, gembleng, ganyang, emooh, semarak, bobot,
macet, seret, awet, melempem, semua berasaldari bahasa daerah.
Kata-kata bahasa daerah yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia
tampaknya tidak menjadi masalah jika digunakan dalam pemakaian bahasa
sehari-hari. Akan tetapi, bahasa daerah yang belum berterima dalam bahasa
Indonesia inilah yang perlu dihindari penggunaannya agar tidak menimbulkan
kemacetan dalam berkomunikasi sehingga informasi yang disampaikan menjadi
tidak efektif.
47
10. Pengaruh Bahasa Asing
Akhir-akhir ini, pengaruh bahasa Inggris sangat besar. Beberapa kata yang
berasal dari bahasa Inggris sering dipakai selain kata-kata dari bahasa Indonesia
yang searti dengan kata-kata itu. Terkadang, sering kita melihat bahwa orang
Indonesia seolah-olah keranjingan menggunakan kata asing terlebih dalam
berpidato, sampai-sampai tidak dipikirkan bahwa yang mendengarkan pidato
mungkin tidak memahami bahasa yang dipakaiorang yang berpidato. Oleh
karena itu, kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia
digunakan agar komunikasi yang dijalin berjalan lancar.
A. DIKSI
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik
dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.dalam
memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak
dapat lari dalam kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang
pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.35
1. Ketetapan Memilih Kata
Di dalam penyusunan kalimat diperlukan kecermatan dalam memilih kata
supaya kalimat yang dihasilkan memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik.36
35
E. Zaenal Arifin, dkk, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Akademika Presindo, 2010), h. 28. 36
DR. Dendy Sugono, Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar, (Jakarta: Kompas
Gramedia, 2009), h. 222.
48
Bidang pemilihan kata itu disebut juga diksi. Jadi, kesalahan diksi ini meliputi
kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan kata.
a. Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar
diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Di
bawah ini diperlihatkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
1) Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia (salah)
2) Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia (benar)
b. Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal
awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas. Di bawah ini dapat dilihat bentuk
salah benar dalam pemakaiannya.
1) Sampai jumpa lagi. (salah)
2) Sampai berjumpa lagi (benar)
c. Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat
awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat
awalan meng-.
49
Di bawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
1) Wakidi sedang menyuci mobil. (salah)
2) Wakidi sedang mencuci mobil (benar)
d. Penyegauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyegauan bunyi awal kata dasar. Penyeguan kata dasar
ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya,
penampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk
kata yang salah dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan kata-kata,
mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit, ngepung, nolak, nyabut,
nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus menggunakan
kata-kata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam, menulis,
menyubit, mengepung, menolak, mencabut, menyuap, dan mencari.
e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang berimbuhan meng-/peng-
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/ sering tidak luluh jika
mendapat awalan meng- atau peng-. Padahal, menurut kaidah baku bunyi-bunyi
itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan
bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
1) Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya
dipertahankan. (salah)
50
2) Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya
dipertahankan (benar)
f. Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter-
sering diberi berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurangcermatan dalam
memilih awalan yang tepat. Umumnya, kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa
daerah (Jawa/Sunda). Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar
dalam pemakaian awalan.
1. Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini (salah).
2. Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini (benar).
2. Kesalahan Pembentukan Kata
Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang
sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan, maupun dalam bahasa tulis. Setelah
diperlihatkan bentuk yang salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar, yang
merupakan perbaikannya.
a. Padanan yang tidak serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi,
yang muncul dalam pembicaran sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan
atau tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang, atau
51
bergabung dalam sebuah kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan
bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
1) Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah
memperoleh kredit. (salah)
2) Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (benar)
b. Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke, dari, bagi, dan daripada
sering dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah
dalam pemakaian kata depan.
1) Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
2) Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
c. Pemakaian akronim (singkatan)
Kita membedakan istilah “singkatan” dengan “bentuk singkat”. Yang
dimaksud dengan singkatan ialah hasil menyingkat atau memendekkan berupa
huruf atau gabungan huruf seperti PLO, UI, DPR, KPP, KY, MK, MA, KBK, dan
KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah kontraksi bentuk kata
sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (labotarium), memo
(memorandum), demo (demontrasi) dan lain-lain.
52
d. Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata
keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing
dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola
yang rapih dan konsisten. Bentukan-bentukan kata itu memiliki hubungan antara
yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat korelasi di antara berbagai
bentukan tersebut.
Berdasarkan kaidah di atas, bentukan-bentukan berikut dipandang kurang
konsisten.
1) Karya ilmiah harus mengandung bab pendahuluan, analisis, dan
kesimpulan. (salah)
2) Karya ilmiah harus mengandung bab pendahuluan, analisis, dan
kesimpulan. (benar)
e. Penggunaan kata yang hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa
yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun, dalam komunikasi sehari-hari sering
dijumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros). Berikut ini didaftar kata yang
sering digunakan tidak hemat itu.
53
Boros Hemat
Sejak dari sejak atau dari
Perbandingan pemakaian kata yang boros dan hemat berikut.
1) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah)
2) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan tenaga
dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat, benar)
f. Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi
dengan kata bertinju. Kata petinju berarti „orang yang (biasa) bertinju‟, bukan
orang yang (biasa) meninju‟.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju,
seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling.
Petinju „orang yang bertinju‟
Pesenam „orang yang bersenam‟
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata
bergolf, berterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab itu,
munculnya kata peski, peselancar, pegolf, petenis, dan peboling pada dasarnya
tidak dibentuk dari
54
Berski (yang baku bermain ski)
Berselancar (yang baku bermain selancar)
g. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan
bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau
kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai
bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti:
Kuda-kuda, meja-meja, dan buku-buku.
h. Penggunaan di mana, yang mana, hal mana
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana
tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya.
55
BAB III
BIOGRAFI SINGKAT PROF. DR. M. QURAISH SHIHAB DAN
GAMBARAN UMUM HADIST QUDSI
A. Biografi Singkat Prof. Dr. M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab putra dari Abdurrahman Shihab lahir di
Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. setelah menyelesaikan
pendidikan dasarnya di Ujung pandang, dia melanjutkan pendidikan menengahnya
di Malang, sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah.
Pada tahun 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II
Tsanawiyah al-Azhar. Pada 1967 dia meraih gelar Licence (Lc) setara dengan S-1
pada fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar.37
Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama, dan pada tahun
1969 meraih gelar M.A. Untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur'an dengan tesis
berjudul “al-Ijaz al-Tasyri‟iy al-Qur'an al-Karim”.
Setelah menyelesaikan studi Masternya, Quraish Shihab kembali ke daerah
asalnya Ujung Pandang. Ia langsung bergabung sebagai staf pengajar dalam mata
kuliah Tafsir dan Ilmu Kalam pada IAIN Alauddin Ujung Pandang.38
Kemudian
ia dipercayakan untuk menjabat wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan
37
M. Quraish Shihab dan Pemikirannya tentang Jilbab, artikel diakses pada 09 September
2015 dari http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/35/jtptiain-gdl-s1-2006-sriwulanda-
1727-1101004_-3.pdf. 38
M. Quraish Shihab, Membumikan Kalam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), h. 65.
56
pada IAIN Alauddin, Ujung pandang. Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan
lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator perguruan tinggi swasta (Wilayah
VII Indonesia bagian Timur), maupun di luar kampus seperti pembantu pimpinan
Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung
Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian, antara lain :
Penelitian dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia
Timur” (1975) dan “Masalah wakaf Sulawesi Selatan” (1978).
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas al- Azhar. Pada tahun
1982, dengan disertasi berjudul “Nazhm al-Durar li al-Biqa‟iy, Tahqiq wa
Dirasah”, dia telah berhasil meraih gelar doktor dalam ilu-ilmu al-Qur'an dengan
yudisium Summa Cumlaude disertai penghargaan tingkat I (Mumtaz ma‟a
Martabat al-Syaraf al-U‟la).39
Setelah berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu alquran di
Uniersitas al-Azhar, Quraish Shihab kembali ke IAIN Alauddin Ujung Pandang.
Dalam masa tugasnya pada periode kedua tahun 1984 di IAIN Alauddin Ujung
Pandang ia berhasil menulis karya berjudul Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan
Kelemahannya.40
Sekembalinya ke Indonesia sejak 1984, Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Reputasi akademisnya inilah yang mengantarkannya terpilih
sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah pada tahun 1993.
39
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007). 40
M. Quraish Shihab, Membumikan Kalam di Indonesia…, h. 72.
57
Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki
berbagai jabatan, antara lain : Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak
1984), anggota Lajnah Pentashih Al-Qur'an Departemen Agama (sejak 1989),
Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989), dan ketua
Lembaga Pengembangan. Dia juga banyak terlihat dalam beberapa organisasi
profesional, antara lain: Pengurus perhimpunan ilmu-ilmu syari'ah, pengurus
konsorsium ilmu-ilmu agama Departemen Pendidikan Agama dan Kebudayaan,
dan asisten ketua umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Di sela-
sela segala kesibukann yaitu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di
dalam maupun luar negeri.
Dalam Kabinet Pembangunan VII yang dilantik bulan Maret 1998,
Quraish Shihab duduk sebagai Menteri Agama. Tetapi kabinet itu hanya berusia
dua bulan dan jatuh pada tanggal 21 Mei 1998. Kemudian pada tahun 1999 ia
diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh untuk Mesir. Di
negeri tempat kuliahnya ia menyelesaikan karya Yang Tersembunyi (1999), yang
merupakan karya terakhirnya pada tahun 1990-an.
Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan
tulis menulis. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam
rubrik “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubrik “Tafsir al- Amanah” dalam
majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. 41
Selain itu, dia juga
tercatat sebagai anggota dewan redaksi majalah Ulumul Qur‟an dan mimbar
41
D. Ahmad, “Biografi M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah,” artikel diakses pada
09 September 2015 dari digilib.uinsby.ac.id/7245/3/bab%202.pdf.
58
ulama, keduanya terbit di Jakarta. Selain kontribusinya untuk berbagai buku
suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, hingga kini sudah tiga buku yang diterbitkan,
yaitu: Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang : IAIN
Alauddin, 1984), Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987), dan
Mahkota Tuntunan Ilahi, (Tafsir Surat al-Fatihah) Jakarta : Untagma, 1988).
Kini Quraish Shihab menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Al-Quran
(PSQ) Jakarta dan Guru Besar Pascasarjana Uniersitas Islam Negri (UIN) Jakarta.
Di samping itu ia juga aktif menyampaikan gagasan dan pemikiran dalam
pelbagai forum dan kajian ilmiah, yang dilakukan sebagai bentuk
pertanggungjawaban intelektual dan penyebaran ilmu.42
B. Karya-Karya M. Quraish Shihab
Aktivitas keorganisasian M. Quraish Shihab memang begitu padat, namun
semua itu tidak menghalangi untuk aktif dan produktif dalam wacana intelektual.
Ia sempat tercatat sebagai dewan redaksi Jurnal Ulum al-Qur‟an, dan Mimbar
Utama yang keduanya terbit di Jakarta.43
Di sela-sela berbagai kegiatan ilmiyah di
dalam maupun di luar negeri dan aktif dalam kegiatan tulis menulis, berbagai
buku yang telah di hasilkannya ialah:
1. Mukjizat al-Quran di Tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
pemberitaan Ghaib (Bandung: Mizan, 1996).
2. Tafsir al-Amanah (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992).
42
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi Al-Quran dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006). 43
Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah tentang Ayat- Ayat Miskin,
artikel diakses pada 09 September 2015 dari eprints.walisongo.ac.id/294/4/084211018_Bab3.pdf.
59
3. Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1995).
4. Studi Kritis al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994).
5. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhi Atas berbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996).
6. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1998).
7. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung:
Mizan, 1999)
8. Tafsir al-Quran al-Karim; Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan
Turunya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah,1999).
9. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1998).
10. Panduan Puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika,
November 2000)
11. Yang Tersembunyi Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Quran (Jakarta:
Lentera Hati, 1997).
12. Panduan Shalat bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika,
September 2003)
13. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan,
1999)
14. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Al Qur'an dan Hadits (Bandung:
Mizan, 1999)
15. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1997).
16. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN
Alauddin, 1984).
60
17. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987).
18. Mahkota Tuntuna Ilahi; Tafsir Surat al Fatihah (Jakarta: Untagma, 1988).
19. Hidangan Ilahi; Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 1997).
20. Menyingkap Tabir Ilahi; Tafsir asma al-Husna (Bandung: Lentera Hati, 1998).
21. Tafsir Ayat-ayat Pendek (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999).
22. Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
23. Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2002).
24. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil (Jakarta:
Lentera Hati, 2001).
25. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998)
26. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999)
27. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan,
1999)
28. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al Quran (Bandung: Mizan,
1999)
29. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987)
30. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990)
31. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT. (Jakarta: Lentera
Hati, 2003)
32. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama danCendekiawan
Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004)
33. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera
Hati, 2004)
61
34. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
35. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta:
Lentera Hati, 2005)
36. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera
Hati, 2006)
37. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
(Jakarta: Lentera Hati, 2006)
38. Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
39. Asmā al-Husnā; Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks) (Jakarta:
Lentera Hati)
40. Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?; Kajian atas Konsep
Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007);
41. Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fâtihah dan Juz 'Amma
(Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2008)
42. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui
(Jakarta: Lentera Hati, 2008)
43. Doa Harian bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2009)
44. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui
(Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010)
45. Al-Qur'ân dan Maknanya; Terjemahan Makna disusun oleh M. Quraish
Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010)
46. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan
(Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011)
62
47. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Quran dan Hadits
Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011)
48. Do'a al-Asmâ' al-Husnâ (Doa yang Disukai Allah SWT.) (Jakarta: Lentera
Hati, Juli 2011)
49. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN
Alauddin, 1984)
C. Gambaran Umum Hadist Qudsi
Definisi tertua Hadist Qudsi adalah apa yang dikemukakan oleh as-Sayyid
asy-Syarif al-Jurjani dalam bukunya at-Ta’rifat, yaitu Hadist Qudsi dari segi
makna bersumber dari Allah Ta‟ala, dan dari segi redaksi bersumber dari susunan
Rasulullah saw. Hadist Qudsi merupakan sesuatu yang diberitakan Allah kepada
Rasul-Nya melalui ilham, atau dalam mimpi, kemudian Rasul saw menyampaikan
sesuatu itu dengan redaksi yang beliau susun sendiri. Karena itu alquran lebih
mulia dari Hadist Qudsi, sebab lafaz alquran termasuk yang diturunkan Allah.
Dengan demikian, Hadist Qudsi berbeda dengan alquran, karena turunnya
tidak lain kecuali dengan perantaraan ar-Ruh al-Amin (Jibril), dan harus dengan
lafaz yang turun dari al-Lauh al-Mahfuzh secara pasti. Dan juga Hadist Qudsi
berbeda dengan Hadist Nabi. Hadist Nabi, berakhir sanadnya kepada Rasul saw,
sedang Hadist Qudsi berlanjut sanadnya hingga kepada Allah Azza Wa Jalla.
Hadist-hadis Qudsi diperlakukan dari segi penghimpunannya, penelitian,
dan pentadwinannya sebagaimana perlakuan terhadap hadist-hadist secara umum.
63
Karena itu, kitab-kitab hadist yang terpercaya merupakan satu-satunya sumber
baginya. 44
Dari celah-celah sumber-sumber ia ditemukan, sesuai dengan
penyusunan bab-babnya, ia tidak berbeda dengan hadist-hadist lain kecuali
kehadirannya sesuai dengan salah satu bentuk redaksi yang dikenal.
Pokok bahasan/isi kandungan Hadist-hadist Qudsi, pada dasarnya sangat
terbatas, karena jumlah hadist-hadist tersebut juga terbatas. Firman Ilahi yang
merupakan kandungan hadist-hadist tersebut mempunyai ciri khas tersendiri dan
uraian-urainnya nampak lebih sesuai dengan firman ilahi itu. Isi kandungan dan
pokok-pokok bahasan adalah bahwasanya Hadist-hadist Qudsi menjelaskan arti
sebenarnya dari Uluhiyyah (Ketuhanan) dan Ubudiyyah
(Pengabdian/Penghambaan diri kepada Allah) serta menguraikan batas-batasnya,
khususnya dalam bidang kepercayaan, ibadah, dan perilaku. Hadist- hadist
tersebut tidak berbicara tentang syariat, hukum, atau muamalat yang telah
ditanami pada tempatnya masing-masing oleh sumber ajaran agama selainnya,
yaitu Alquran dan Hadist-hadist Nabi saw.
Gaya bahasa Hadist Qudsi sesuai dengan kandungan dan pokok
bahasannya. Gaya bahasa ini memiliki ciri umum di mana ia banyak bertumpu
kepada redaksi-redaksi yang bersifat langsung, yakni dengan panggilan langsung
dari Allah swt kepada hamba-hamba-Nya atau berupa dialog antara Dia dengan
mereka untuk tujuan bimbingan dan hidayat atau bentuk-bentuk redaksi lain yang
mengeratkan hubungan antara al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan hamba-hamba-
Nya
44
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 10.
64
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Kalimat Efektif Dalam Objek Data
Pada bab II kami telah menjelaskan dan menyebutkan segala hal yang
berkaitan dengan kalimat efektif. Karena menurut peneliti setiap hadist qudsi yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh setiap penerjemah memiliki
terjemahan yang berbeda dan ada pula yang maknanya berbeda, maka sangat
penting bagi masyarakat yang kurang memahami bahasa arab untuk mendalami
keislaman dan keimanan mereka. Kalimat efektiflah yang terpenting untuk
menyampaikan baik pesan, ide maupun informasi yang disampaikan oleh peneliti
untuk para pembaca agar dapat menerima pesan, ide maupun informasi secara
sempurna. Adapun pada bab III kami telah memaparkan biografi singkat
penerjemah dan gambaran umum kitab yang akan dianalisis penulis yaitu buku 40
Hadis Qudsi Pilihan. salah satu buku karya Ezeddin Ibrahim yang diterjemahkan
oleh Quraish Shihab. Setelah mengetahui lebih jauh dan menganalisis buku
tersebut, akhirnya kami menemukan adanya kalimat yang tidak efektif yang
disajikan oleh penerjemah. Oleh karena itu, peneliti memaparkan hasil analisis
buku tersebut dengan paparan sebagai berikut:
65
Hadis 1
Dari Abu Hurairoh, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata:
Rasulullah bersabda: Ketika Allah menyelesaikan ciptaan, Dia memutuskan
dalam ketetapan-Nya atas diri-Nya, sehingga keputusan itu ada di sisi-Nya.
“Sesungguhnya rahmat-Ku akan mengatasi/mengalahkan amarah-Ku.”
Diriwayatkan oleh Muslim (demikian juga al-Bukhari, an-Nasa‟i dan Ibn
Majah).45
Analisis:
Terjemahan di atas tidak efektif dari segi pesan yang tidak diterjemahkan, yaitu
dalam kalimat “ الخلق الله خلق ”, penerjemah menerjemahkannya dengan Ketika
Allah menyelesaikan ciptaan. Dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia kata
.bermakna menciptakan "خلق“46
Kemudian, pada terjemahan klausa “ في كتب
-yang diterjemahkan memutuskan dalam ketetapan-Nya. Dalam Kamus Al ”كتابه
Munawwir kata “كتب" bermakna menulis.47
Terdapat dua pesan yang tidak
45
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 24. 46
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1942), h. 393. 47
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia…, h. 1275.
66
diterjemahkan yaitu menciptakan dan menulis. Pesan dari kalimat kedua sudah
dapat dipahami. Namun, ada kata yang harus dihilangkan, yaitu akan. Jika
dihilangkan, tidak akan mengubah isi pesan tersebut. Berikut terjemahan yang
sudah diperbaiki penulis:
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Ketika Allah
menciptakan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk diri
sendiri: Sungguh rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”
Hadis 2
Dari Abu Hurairoh, semoga ridha Allah tercurah atasnya, dari Nabi saw. Beliau
bersabda: Allah berfirman: “Aku didustakan putra Adam, sedang tidak wajar ia
melakukan itu, Aku dimaki sedang tidak wajar (pula) ia melakukan itu. Adapun
pendustaannya terhadap-Ku maka inilah ucapannya: “Dia (Allah) tidak akan
mengembalikanku (membangkitkan setelah mati) seperti halnya Dia memulaiku
(menghidupkanku semula),” adapun makiannya, maka ucapannya: “Allah
67
mengangkat/memiliki anak,” sedang (sesungguhnya) Aku adalah Yang Maha Esa,
yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak sesuatu pun yang setara dengan-Ku.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga an-Nasa’i).48
Analisis:
Terjemahan di atas tidak efektif dari segi Kontaminasi (Kerancuan) susunan kata
seperti pada Aku didustakan oleh putra Adam. Penempatan kata tersebut
susunannya tidak teratur, sehingga menjadi rancu. Terjemahan di atas pula sering
mengulang subjek seperti pada Aku adalah Yang Maha Esa, yang bergantung
kepada-Ku segala sesuatu. Ini menyebabkan bahasa menjadi tidak efisien dan
kalimatnya juga tidak efektif. Menurut peneliti terjemahannya akan efektif tanpa
mengulang subjek. Pada kata هلفقى penerjemah menerjemahkan dengan ucapannya,
memang benar bisa diterjemahkan dengan ucapan, namun menurut peneliti kata
ucapan tidak sesuai apabila digunakan dalam terjemahan hadist ini, kata ucapan
tidak baku/ formal, lebih sesuai digunakan dalam bahasa sehari-hari. Menurut
peneliti lebih sesuai diterjemahkan dengan perkataan. Sehingga terjemahannya
menjadi:
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda, Allah berfirman: Ibnu Adam (anak-
keturunan Adam/umat manusia) telah mendustakanku, sedangkan ia tidak wajar
melakukan itu, dan ia mencelaku sedangkan ia tidak wajar melakukan itu, adapun
kedustaannya padaku adalah perkataannnya (ibnu adam), “Dia tidak akan
48
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 26.
68
membangkitkan aku kembali sebagaimana Dia menciptakanku (tidak
dibangkitkan setelah mati)”, adapun celaan mereka kepadaku adalah
perkataannya, “Allah memiliki seorang anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha
Esa) Tempat memohon segala sesuatu, Aku tidak beranak dan tidak pula
diperankkan, tidak ada sesuatu apapun yang setara dengan-Ku.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (begitu juga oleh an-Nasa-i).
Hadis 3
.
Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, semoga ridha Allah tercurah atasnya, dia
berkata: “Rasulullah saw. mengimami kami shalat subuh di Hudaibiyah,
setelah pada malamnya hujan turun. Seusai (shalat) beliau mengarah kepada
hadirin dan bersabda: “Tahukah kamu sekalian apa yang dikatakan Tuhan
(Pemelihara) kamu?” Mereka berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih
69
mengetahui.”Rasulullah menjelaskan: Allah befirman: “Pagi (ini) ada hamba-Ku
yang percaya pada-Ku lagi kafir. Adapun yang berkata: “Kami memperoleh
curahan hujan berdasarkan anugrah Allah dan rahmat-Nya,” maka itulah yang
percaya pada-Ku serta kafir terhadap bintang, sedangkan yang berkata: “Kami
memperoleh curahan hujan oleh bintang ini dan itu,” maka itulah yang kafir
pada-Ku dan percaya kepada bintang.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Malik dan an-Nasa’i).49
Analisis:
Pada kata “مؤمن" diterjemahkan percaya, menurut peneliti, penerjemah
menggunakan istilah yang hanya diterjemahkan tanpa mencari padanan yang
tepat. Istilah yang diterjemahkan kurang sesuai sehingga terjemahannya tidak
efektif. Karena terjemahan yang efektif menurut peneliti dapat mencari istilah
yang sepadan mungkin dalam Bsa. Istilah di atas lebih sepadan dengan beriman.
Kata salat dalam KBBI artinya rukun islam kedua berupa ibadah kepada Allah,
sedangkan penerjemah menerjemahkannya dengan shalat. Dalam KBBI penulisan
yang benar yaitu salat bukan shalat. Pada terjemahan di atas pula terlihat sangat
jelas, bahwa penerjemah sering kali mengulang kata kamu seperti pada Tahukah
kamu sekalian apa yang dikatakan Tuhan (Pemelihara) kamu?. Ini menjadikan
tidak efektifnya kalimat karena pemborosan kata, untuk menjadi efektif maka:
49
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 28.
70
Dari Zaid bin Khalid al-Juhniy r.a. beliau berkata, Rasulullah saw mengimami
kami salat subuh di Hudaibiyah, pada malamnya hujan turun, setelah salat Nabi
saw menghadap kepada para sahabat, kemudian beliau bersabda, “Tahukah apa
yang telah difirmankan Tuhan kalian?”, para sahabat berkata, “Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui,” Rasulullah saw bersabda, “Allah Subhanahu wa ta'ala
berfirman: Pagi ini ada sebagian hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada
yang kafir, adapun orang yang mengatakan, “kami telah dikaruniai hujan sebab
keutamaan Allah dan kasih sayang-Nya (rahmat-Nya), maka mereka itulah yang
beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang”; dan adapun yang berkata, “kami
telah dikaruniai hujan sebab bintang ini dan bintang itu, maka mereka itulah yang
kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang – bintang.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (begitu juga oleh an-Nasa-i).
Hadis 4
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Allah berfirman: “Putra Adam memaki masa, padahal
Aku adalah masa, dalam genggaman tangan-Ku, (pergantian) malam dan siang.”
71
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Muslim).50
Analisis:
Pada terjemahan di atas tidak efektif karena faktor ketidaktepatan menggunakan
kata istilah. Pada kata “الذهر", penerjemah menerjemahkan masa. Terjemahan
tersebut memang memiliki banyak arti bisa usia, era, masa, jangka, dan waktu.
Namun, menurut penulis terjemahan yang lebih cocok adalah waktu. Kemudian
pada kata “بيذي", penerjemah menerjemahkan dengan tanganku, memang benar
artinya tangan, tetapi karena pemadanan yang tidak tepat menjadikannya kata
tersebut tidak efisien dalam penggunaan kata. Terjemahan di atas lebih sepadan
dengan kekuasaan-Ku. Sehingga menjadi terjemahan:
Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman:
“Anak – anak adam (umat manusia) mengecam waktu, dan aku adalah (Pemilik)
waktu, dalam kekuasaanku siang dan malam.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (begitu juga Muslim).
50
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 30.
72
Hadis 7
.
Dari Uqbah ibn Amir, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata: Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tuhanmu kagum terhadap seorang
pengembala kambing, di belahan puncak sebuah gunung. Ia azan untuk shalat
kemudian melaksanakannya (shalat). Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung
befirman: “Lihatlah kepada hamba-Ku ini, ia azan kemudian melaksanakan
shalat (dengan sempurna) ia takut kepada-Ku, Aku telah mengampuni hamba-Ku
dan Aku (pasti) masukkan ia ke dalam surga.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dengan sanad yang shahih. 51
Analisis:
Dalam terjemahan di atas terdapat ketidakefektifan kalimat yaitu, kesalahan
pesan. Yang dimaksud kesalahan pesan adalah kalimat yang diterjemahkan terlalu
51
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 38.
73
bertele-tele sehingga kalimat menjadi tidak efektif. Pada kalimat Ia azan untuk
shalat kemudian melaksanakannya (shalat). Menurut kami, terjemahan tersebut
tidak efektif karena bertele-tele. Pemakaian diksi melaksanakan dianggap kurang
tepat. Seharusnya hal yang berkaitan seperti ibadah menggunakan kata
menunaikan. Agar terjemahan tersebut menjadi kalimat efektif maka
terjemahannya:
Dari Uqbah bin Amir r.a. beliau berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Tuhanmu kagum terhadap seorang pengembala kambing yang berada di atas
gunung. Ia mengumandangkan azan dan menunaikan salat, kemudian Allah „azza
wa jalla berfirman, “Lihatlah hambaku ini, dia mengumandangkan azan dan
menunaikan salat karena takut kepada-Ku, maka sungguh Aku telah mengampuni
hambaku ini, dan Aku akan memasukkannya ke dalam surga.”
Diriwayatkan oleh an – Nasa‟i dengan sanad yang shahih.
Hadis 10
.
74
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman:
“Puasa untuk-Ku dan Aku pula yang memberi ganjaran untuk itu. (Yang
berpuasa) mengabaikan dorongan nafsu (sexualnya), makan dan minumnya demi
untuk-Ku.” Puasa adalah perisai, yang berpuasa memperoleh dua kegembiraan.
Kegembiraan (pertama) ketika ia berbuka, dan kegembiraan (kedua) ketika ia
menemui Tuhannya. (Demi Tuhan) perubahan bau mulut seorang yang berpuasa
lebih baik (harum) di sisi Tuhan daripada bau parfum.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Muslim, Malik, at-Tirmidzi, an-
Nasa’i dan Ibn Majah). 52
Analisis:
Terjemahan di atas tidak efektif karena ketidaktepatan menggunakan kata istilah.
Pada kata “شهىته", penerjemah menerjemahkan dengan dorongan nafsu sexualnya.
Menurut peneliti, kata tersebut cukup diterjemahkan dengan syahwatnya saja,
karena dengan menerjemahkan syahwat pembaca bisa langsung mengerti
maknanya. Kemudian pada kata “فرحة", penerjemah menerjemahkan dengan
kegembiraan. Menurut KBBI, arti dari gembira adalah kesenangan hati; perasaan
senang (bangga) yang menimbulkan kegiatan. Namun, menurut peneliti
terjemahan tersebut kurang sesuai, dan lebih sesuai dengan kebahagiaan. Karena
menurut KBBI, arti dari bahagia adalah keadaan atau perasaan kesenangan dan
52
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 46.
75
ketentraman hidup (lahir batin), bebas dari segala yang menyusahkan, dunia
akhirat. Sehingga terjemahan yang benar sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman: “Puasa
untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan ganjaran puasa, disebabkan seseorang
menahan syahwat, makan serta minum karena-Ku. Puasa itu adalah perisai, bagi
orang yang berpuasa dua kebahagiaan, yaitu kebahagian ketika berbuka dan
kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya. Bau mulut orang yang berpuasa
lebih harum di sisi Allah daripada parfum.”
Hadis riwayat al-Bukhari, (begitu juga oleh imam Muslim, Imam Malik,
Tirmidzi, dan an-Nasa‟i serta Ibnu Majah).
Hadis 15
.
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Allah Yang Maha Tinggi, berfirman: “(Perlakuan)
Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku terhadap-Ku.” Aku bersamanya apabila ia
76
menyebut (nama)-Ku. Apabila dia menyebut-Ku di dalam dirinya (hatinya), Aku
menyebutnya di dalam diri-Ku. Apabila ia menyebut-Ku di hadapan khalayak,
Aku menyebutnya di hadapan khalayak yang lebih baik dari khalayak itu. Apabila
ia mendekat kepada-Ku sejangkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Apabila ia
mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Apabila ia
datang kepada-Ku berjalan perlahan, Aku datang kepadanya dengan berjalan
cepat (berlari).
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibn
Majah).53
Analisis:
Salah satu ciri dari kalimat efektif adalah penghematan kata yang digunakan
penerjemah, dengan garis besar yang terpenting adalah pesan dari penulis Tsu
dapat diterima pembaca dengan baik dan sempurna. Namun, dalam terjemahan di
atas justru kami menemukan banyak sekali pengulangan kata Aku, yang terdapat
pada kalimat Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku terhadap-Ku. Pada
terjemahan di atas juga terdapat kasus ketidaktepatan menggunakan istilah kata
pada “ظن" yang diterjemahkan dugaan. Menurut kami, agar terjemahan di atas
menjadi kalimat yang efektif, maka kata yang lebih cocok adalah prasangka.
Maka perbaikan dari kasus terjemahan di atas yaitu:
53
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 60.
77
Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, Rasulullah bersabda, Allah Subhanahu wa
ta'ala befirman: “Aku adalah sebagaimana prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku
bersamanya apabila ia mengingatku. Apabila dia menyebut-Ku di dalam dirinya
(hatinya), Aku menyebutnya di dalam diri-Ku. Apabila ia menyebut-Ku di
hadapan khalayak, Aku menyebutnya di hadapan khalayak yang lebih baik dari
khalayak itu. Jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya
sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya satu
depa, dan jika dia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan
berjalan cepat.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari, (begitu juga oleh Imam Muslim, Imam
Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah).
Hadis 16
.
Dari Ibn Abbas, semoga ridha Allah tercurah atasnya dan atas ayahnya, dari
Rasulullah saw, sebagaimana beliau riwayatkan dari Tuhannya Yang Maha
78
Mulia lagi Maha Agung, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah
menetapkan kebajikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut. Maka
barang siapa yang bermaksud melakukan kebajikan tetapi ia tidak jadi
melakukannya, Allah menulisnya untuk yang bermaksud itu di sisi-Nya satu
(ganjaran) kebaikan yang sempurna, dan apabila ia bermaksud lalu
dilakukannya, Allah menulis untuknya di sisi-Nya sepuluh kebajikan sampai tujuh
ratus kali lipat, bahkan keberlipatan ganda yang banyak. Dan barang siapa
bermaksud melakukan kejahatan, tetapi ia tidak mengerjakannya, Allah menulis
untuknya di sisi-Nya satu (ganjaran) kebaikan yang sempurna, dan apabila ia
bermaksud lalu dilakukannya, Allah menulis untuknya satu (balasan) keburukan
(saja).”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.54
Analisis:
Terjemahan di atas dikatakan tidak efektif, karena penempatan kata dan yang
tidak tepat, seperti pada Dan barang siapa bermaksud melakukan kejahatan,
tetapi ia tidak mengerjakannya. Kata dan seharusnya diterapkan bukan di awal
kalimat, karena kata dan merupakan konjungsi (penghubung) antar kata dalam
kalimat, bukan penghubung antar kalimat. Adapun penghubung antar kalimat
seperti kata meskipun, walaupun, oleh karena itu, dan lain sebagainya. Kemudian
peneliti menemukan kalimat yang bertele-tele yaitu pada Maka barang siapa yang
bermaksud melakukan kebajikan tetapi ia tidak jadi melakukannya, Allah
54
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 62.
79
menulisnya untuk yang bermaksud itu di sisi-Nya satu (ganjaran) kebaikan yang
sempurna. Maka perbaikan terjemahan tersebut adalah:
Diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas r.a. dari Nabi saw, Sungguh Allah menetapkan
semua kebaikan dan keburukan. Siapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia
tidak melakukannya, Allah menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna
untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia melakukannya, Allah
menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai berkali lipat banyaknya.
Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan,lalu dia tidak melakukannya, Allah
menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia
berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Allah menulis satu
keburukan saja.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadis 19
.
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Allah berfirman: “Kebesaran adalah pakaian-Ku,
keagungan adalah sarung-Ku, siapa pun yang menyaingi (Aku pada salah satu
dari keduanya), pasti Ku lempar ia ke neraka.”
80
Diriwayatkan oleh Abu Daud (demikian juga Ibn Majah dan Ahmad) dengan
sanad-sanad yang shahih.55
Analisis:
Pada terjemahan di atas terdapat pesan yang tidak diterjemahkan yaitu
kata“الكبرياء" yang bermakna Kesombongan. Dalam Kamus Al-Munawwir “الكبرياء"
bermakna Kesombongan.56
Tetapi di sini penerjemah menerjemahkannya dengan
Kebesaran. Dalam bahasa Arab كبر memang memiliki arti besar, tetapi dalam
pembahasan terjemahan di atas lebih pas diterjemahkan dengan Kesombongan.
Perbaikan dari terjemahan tersebut yaitu:
Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, “Allah 'Azza wa
Jalla berfirman: “Kesombongan adalah pakaian-Ku, Keagungan adalah sarung-
Ku, barangsiapa menyaingi-Ku dalam salah satu dari kedua hal tersebut, maka
akan aku lemparkan dia ke neraka”
Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud, (begitu juga oleh Ibn Majah dan Imam
Ahmad) dengan sanad yang shahih.
Hadis 20
55
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 74. 56
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia…, h. 1271.
81
د
Dari Abu Hurairah, semoga Allah tercurah atasnya, Rasulullah saw. bersabda:
“Dibuka pintu-pintu surga pada hari Senin dan hari Kamis, (ketika itu) diampuni
setiap hamba yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali (yang
tidak diampuni) seorang yang terdapat (dalam hatinya) permusuhan terhadap
saudaranya (seagama). (Menyakut mereka) akan dikatakan (oleh Allah):
Tangguhkan (pengampunan) terhadap kedua orang ini sampai mereka berdamai.
Tangguhkan (pengampunan) terhadap kedua orang ini sampai mereka
berdamai.”
Diriwayatkan oleh Muslim (demikian juga Malik dan Abu Daud).57
Analisis:
Kalimat di atas menjadi rancu dan tidak efektif karena terdapat hiponim hari
terhadap Senin dan Kamis. Jadi, tanpa menyebutkan hari, pesan yang hendak
disampaikan sudah dapat diterima. Pada kalimat tangguhkan terhadap kedua
orang ini sampai mereka berdamai menurut kami kalimat tersebut terlalu bertele-
tele, padahal dengan menerjemahkan seperti tanggukanlah hingga keduanya
57
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 76.
82
berdamai lebih efektif dan mudah dipahami pembaca karena kata yang
dihilangkan tidak akan merubah isi pesan. Kalimat di atas seharusnya:
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda: “Pintu – pintu surga dibuka pada
Senin dan Kamis, maka diampunilah setiap hamba yang tidak menyekutukan
Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seorang yang terdapat dalam hatinya
permusuhan terhadap saudaranya, maka dikatakan kepadanya, Tanggukan
(pengampunan) hingga keduanya berdamai, Tanggukan (pengampunan) hingga
keduanya berdamai, Tanggukan (pengampunan) hingga keduanya berdamai.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim, (begitu juga oleh Imam Malik dan Abu
Daud).
Hadis 21
.
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, dari Rasulullah saw.
bersabda: Allah Yang Maha Tinggi berfirman: “Tiga menjadi seteru-Ku pada
hari kiamat, seorang yang berjanji atas nama-Ku kemudian mengingkarinya, dan
seorang yang menjual seorang merdeka kemudian ia makan (gunakan) harganya,
serta seorang yang memperkerjakan seorang buruh, setelah (sang buruh)
menyempurnakan (tugasnya) ia tidak memberikan upahnya.”
83
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Ibn Majah dan Ahmad).58
Analisis:
Terjemahan di atas tidak efektif dari segi ketidaktepatan menggunakan kata
istilah, yaitu pada kata “أجيرا", penerjemah menerjemahkan dengan buruh.
Menurut peneliti kata buruh kurang cocok. Kata yang lebih cocok yaitu pekerja.
Dalam KBBI buruh memang memiliki arti pekerja, namun kata buruh kurang
sesuai jika disandingkan dengan pembahasan hadis ini. Sehingga terjemahan
perbaikannya yaitu:
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda, Allah Ta'ala berfirman: “Tiga menjadi
seteru-Ku pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu
mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka lalu
memakan (uang dari) harganya, dan seseorang yang mempekerjakan pekerja
kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari (begitu juga Imam Ibnu Majah dan Imam
Ahmad).
Hadis 23
.
58
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 78.
84
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, beliau berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah befirman pada hari Kiamat: “Di
manakah orang-orang yang saling mencintai demi keagungan-Ku? Hari ini Ku-
naungi mereka di bawah naungan-Ku di mana hari tiada naungan kecuali
naungan-Ku.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Malik).59
Analisis:
Pada terjemahan di atas, penerjemah menerjemahkan kata “إن” dengan
sesungguhnya. Menurut peneliti, kata sesungguhnya kurang efektif, yang efektif
yaitu sungguh. Karena peneliti sering melihat hasil terjemahan dari penerjemah
tersumpah kata sesungguhnya diganti dengan sungguh. Oleh karena itu
penerjemahan yang sesuai yaitu:
Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, Sungguh Allah
berfirman pada hari kiamat: “Di manakah orang – orang yang saling mencintai
karena-Ku, di hari ini (kiamat) aku menaungi mereka dalam naunganku, di mana
tidak ada naungan kecuali naunganku.”
Hadis riwayat Bukhari, (begitu juga diriwayatkan oleh Imam Malik).
Hadis 26
59
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 82.
85
.
ن
Dari Abu Umamah, semoga Allah tercurah atasnya, Rasulullah saw. bersabda:
Allah berfirman: “Sesungguhnya yang paling Ku-kagumi di sisi-Ku di antara
orang-orang yang dekat kepada-Ku adalah mukmin yang sedikit harta dan
anaknya, memiliki bagian (yang banyak) dari shalat, (melaksanakan banyak
shalat), baik dalam beribadah kepada Tuhannya, ia menaati-Nya dalam
kerahasiaan dan ia tidak popoler di kalangan masyarakat, tidak ditunjuk oleh
jari-jari (bukan seorang tokoh), rezekinya seadanya, namun ia tabah menghadapi
cobaan itu”. Rasulullah saw. kemudian bersabda: “Dipercepat kematiannya,
sedikit yang menangisinya, sedikit pula warisannya.”
Diriwayatkan oleh at-Tarmidzi (demikian juga Ibn Majah) dengan sanad
Hasan.60
Analisis:
60
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 90.
86
Pemakaian kopula adalah sebaiknya diganti dengan yaitu, karena kopula adalah
dipakai untuk memberikan suatu pengertian. Seperti pada kalimat Sesungguhnya
yang paling Ku-kagumi di sisi-Ku di antara orang-orang yang dekat kepada-Ku
adalah mukmin yang sedikit harta dan anaknya. Kemudian ada pula kasus pesan
yang tidak diterjemahkan yaitu pada kata “الحار" yang diterjemahkan sedikit harta
dan anak. Dalam Kamus Al-Munawwir kata “الحار" bermakna miskin.61
Frasa dari
sedikit harta memang bisa diartikan miskin juga, tetapi agar mempermudah
pembaca dalam menangkap pesan, peneliti akan lebih menghemat dalam
penggunaan kata-kata. Sehingga terjemahan hadis di atas menjadi:
Dari Abu Umamah r.a. Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman: “Sungguh yang
paling Ku-kagumi di sisi-Ku di antara orang-orang yang dekat kepada-Ku yaitu
mukmin yang miskin, memiliki bagian (yang banyak) dari salat, baik dalam
beribadah kepada Tuhannya, ia menaati-Nya dalam kerahasiaan dan ia tidak
popoler di kalangan masyarakat, tidak ditunjuk oleh jari-jari (bukan seorang
tokoh), rezekinya seadanya, namun ia tabah menghadapi cobaan itu”. Rasulullah
saw. kemudian bersabda: “Dipercepat kematiannya, sedikit yang menangisinya,
sedikit pula warisannya.”
Diriwayatkan oleh at-Tarmidzi (begitu juga Ibn Majah) dengan sanad Hasan.
Hadis 28
61
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia…, h. 331.
87
.
Dari Jundub semoga ridha Allah tercurah atasnya, bahwasanya Rasul Allah saw.
menyampaikan bahwasanya: Ada seorang berkata: “Demi Tuhan Allah tidak
akan mengampuni si Anu.” Sesungguhnya (sabda Rasul saw. lebih jauh) Allah
berfirman: “Siapa itu yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak
mengampuni si Anu, sesungguhnya Aku telah mengampuni si Anu dan Aku
batalkan amalmu.”
Diriwayatkan oleh Muslim.62
Analisis:
Kevariasian kalimat adalah salah satu ciri kalimat efektif agar tidak menimbulkan
kebosanan pada pembaca Salah satu faktor ketidakefektifan kalimat yaitu
kevariasian. Pada kalimat di atas yang telah diterjemahkan M. Quraish Shihab,
terdapat kalimat yang kurang bervariasi. Menurut peneliti kalimat yang kurang
variatif yaitu pada kalimat Demi Tuhan Allah tidak akan mengampuni si Anu.
Selain tidak variatif, kalimat di atas juga tidak hemat terjadi pemborosan kalimat.
Seharusnya sesudah kata Tuhan diberi tanda koma (,) agar kalimat tersebut
62
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 104.
88
menjadi jelas untuk dibaca. Kemudian pada kata anu, sebaiknya penerjemah
menggunakan kata fulan. Sehingga terjemahannya menjadi:
Diriwayatkan dari Jundub r.a. Rasulullah saw menyampaikan bahwa seseorang
berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan,” dan sungguh Allah
Subhanahu wa ta'ala berfirman, “Siapakah yang telah bersumpah dengan nama-
Ku, bahwa aku tidak akan mengampuni fulan, sungguh aku mengampuni fulan,
dan Aku membatalkan amal-amalmu.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Hadis 35
.
.
Dari Abu Hurairah, semoga ridha Allah tercurah atasnya, bahwasanya Rasul
Allah saw. bersabda: “Tuhan Yang Maha Suci Lagi Maha Agung, setiap malam
“turun” ke langit dunia, yaitu ketika malam tinggal sepertiganya yang terakhir.
89
Ketika itu Dia berfirman: “Siapakah yang ingin berdoa kepada-Ku, nisyaya akan
Ku-kabulkan untuknya. Siapakah yang (ingin) bermohon kepada-Ku, niscaya
akan Ku-kabulkan permintaannya. Siapakah yang akan memohon ampunan-Ku,
niscaya akan Ku-ampuni.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (demikian juga Muslim, Malik, at-Tirmidzi dan Abu
Daud). 63
Dalam riwayat muslim ada tambahan: “Dia akan terus-menerus demikian, sampai
fajar bercahaya (terbit).”
Analisis:
Menurut peneliti terjemahan tersebut dikatakan tidak efektif karena adanya kata
yang, seperti pada kalimat Siapakah yang ingin berdoa kepada-Ku. Seharusnya
Barangsiapa berdoa kepada-Ku. Kalimat di atas dapat diperbaiki dengan
menghilangkan pewatas yang karena antara subjek dan predikat tidak boleh
disisipi dengan kata lain. Jadi, kata yang sebaiknya dihilangkan agar tidak terjadi
pemborosan kalimat. Pada kalimat di atas juga terdapat kalimat yang kurang
variasi sesudah frasa langit dunia seharusnya menghilangkan kata yaitu dan koma
(,). Pada terjemahan di atas juga terdapat pemborosan kalimat pada Tuhan Yang
Maha Suci Lagi Maha Agung, setiap malam “turun” ke langit dunia, yaitu ketika
malam tinggal sepertiganya yang terakhir dan dia akan terus-menerus demikian,
sampai fajar berahaya. Kalimat tersebut sangat bertele-tele sehingga
63
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 112.
90
menimbulkan ketidakefektifan kalimat. Agar efektif terjemahan tersebut
diperbaiki menjadi:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita Yang
Maha Suci lagi Maha Agung setiap malam turun ke langit dunia ketika sepertiga
malam terakhir, kemudian berfirman, “Barangsiapa berdoa kepada-Ku, akan Aku
kabulkan, dan barangsiapa meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri, dan
barangsiapa memohon ampunan-Ku, maka Aku ampuni.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari, (begitu juga oleh Imam Muslim, Imam
Malik, Imam Tirmidzi dan Abu Daud).
Dalam riwayat Muslim, dengan tambahan: Allah turun (di langit dunia) hingga
terbitnya fajar.
Hadis 39
Dari Abu Said al-Khudriy, semoga Allah tercurah atasnya, dari Nabi saw.
bersabda: “Surga dan neraka saling berdalil (menunjukkan kelebihannya).
Neraka berkata: “Di dalamku berada orang-orang yang angkuh dan sombong.”
91
Surga berkata: “Di dalamku terdapat orang-orang-orang lemah dan miskin.”
Allah memutuskan antara keduanya: “Sesungguhnya engkau hai surga adalah
rahmat-Ku, Aku merahmati denganmu siapa yang Ku-kehendaki, dan engkau hai
neraka adalah siksa-Ku, Aku menyiksa denganmu siapa yang Ku-kehendaki.
Masing-masing Aku jamin untuk Ku-penuhkan.”
Diriwayatkan oleh Muslim (demikian juga al-Bukhari dan at-Tirmidzi).64
Analisis:
Pada terjemahan di atas terdapat kasus pesan yang tidak diterjemahkan yaitu pada
kata “الجبارون" yang diterjemahkan oleh penerjemah dengan angkuh. Dalam
Kamus Al-Munawwir “الجبارون" bermakna perkasa, bertindak sewenang-wenang.
Oleh sebab itu, penerjemahan yang tepat yaitu:
Diriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri r.a. Rasulullah saw bersabda: “Surga dan
neraka berdebat, kemudian neraka berkata: “Aku dimasuki orang-orang yang suka
bertindak sewenang-wenang dan sombong”, dan surga berkata, “Bagianku orang-
orang yang lemah (dhu'afa) dan orang-orang miskin”, maka Allah memberi
keputusan diantara mereka, “Sungguh engkau surga adalah kasih sayang-Ku,
denganmu Aku kasihi siapa saja yang Aku kehendaki, dan engkau neraka adalah
azab-Ku, dengamu Aku mengazab siapa saja yang Aku kehendaki, dan bagi kamu
berdua, Akulah yang menentukan isinya.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim, (begitu juga oleh Imam Bukhari dan
Imam Tirmidzi).
64
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 128.
92
Hadis 40
.
Dari (sahabat Nabi saw) Abu Said al-Khudri, semoga ridha Allah tercurah
atasnya, ia berkata, Nabi saw bersabda: Sesungguhnya Allah akan berfirman
kepada penghuni surga: “Wahai penghuni surga”, mereka menyambut dengan
berkata: “Kami perkenankan panggilan-Mu (wahai) Tuhan Pemelihara kami,
sedang kami berada dalam naungan kebahagiaan yang bersumber dari-Mu,
kebajikan berada dalam genggaman-Mu.” Dia (Allah) berfirman: “Apakah
kalian telah ridha (puas)?” Mereka menjawab: “Betapa kami tidak puas, Engkau
telah menganugerahkan kepada kami apa yang Engkau tidak anugerahkan
kepada seorang pum dari makhluk-Mu.” Maka Allah befirman: “Maukah kalian
Aku anugerahkan yang lebih baik dari ini?” Mereka bertanya: “Wahai Tuhan
93
Pemelihara, dan apa pula yang lebih baik dari itu?” Allah befirman:”Akan
Aku…….ridha-Ku pada kalian, sehingga Aku sekali-kali tidak akan murka atas
kalian sesudah itu.”
Diriwayatkan oleh Bukhari (demikian juga Muslim dan at-Tirmidzi).65
Analisis:
Salah satu ciri ketidakefektifan kalimat yaitu Ambiguitas. Kalimat yang
memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan tafsiran ganda tidak
termasuk kalimat yang efektif. Seperti pada kalimat Betapa kami tidak puas. Yang
pertama kali diartikan oleh pembaca pasti mereka sangat tidak puas berada di
surga, padahal yang di maksud penerjemah pasti apa lagi yang membuat kami
tidak puas yang memiliki makna mereka penghuni surga sangat puas berada di
surga. Perlu diingatkan kembali sebagai penerjemah kita harus pandai dalam
memilih kata yang tepat dan sepadan agar terciptanya terjemahan yang
berkualitas. Dan juga agar pesan yang disampaikan oleh penerjemah sampai
kepada pembaca agar pembaca mudah memahaminya. Pada KBBI kata ridha
tidak memiliki arti, yang benar cara penulisannya yaitu rida. Sehingga
terjemahannya menjadi:
Diriwayatkan dari Abi Sa'id al-Khudri r.a. beliau berkata, Rasulullah bersabda:
sungguh Allah berfirman (kepada semua penduduk surga): “Wahai para penghuni
surga,” mereka menjawab, “Kami datang memenuhi panggilanmu wahai Tuhan
65
Ezzeddin Ibrahim, 40 Hadist Qudsi Pilihan…, h. 130.
94
kami dan kebaikan ada dalam kekuasaan-Mu”, Allah berfirman, “Apakah kalian
rida/puas (terhadap segala nikmat-Ku)?”, mereka menjawab, “Apalagi yang
membuat kami tidak rida wahai Tuhanku, sedangkan Engkau telah memberikan
nikmat yang tidak pernah Engkau berikan kepada orang lain dari makhlukm.”
kemudian Allah berfirman, “Maukah kalian Aku berikan nikmat yang lebih baik
dari itu semua?”, mereka menjawab, “Wahai Tuhanku, nikmat yang mana lagikah
yang lebih utama dari nikmat itu semua?”, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
“Aku melimpahkan kepadamu keridhoan-Ku, maka tidak akan ada lagi
kemurkaan-Ku pada kalian setelah ini, selamanya.”
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari (begitu juga oleh Imam Muslim dan
Imam Tirmidzi).
95
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan analisis secara keseluruhan pada buku terjemahan 40
Hadits Qudsi Pilihan, maka kami menyimpulkan bahwa terjemahan yang baik dan
terjemahannya berkualitas adalah jika terjemahannya menggunakan kalimat
efektif. Kalimat efektif sangat penting sekali untuk para penerjemah, karena tanpa
adanya kalimat efektif sebuah terjemahan yang diterjemahkan oleh penerjemah-
penerjemah tersumpah sekalipun akan tidak terlihat menjadi terjemahan yang
berkualitas. Menurut peneliti, penerjemah menerjemahkan dengan menggunakan
metode terjemahan secara harfiah sehingga setelah menganalisis peneliti
mendapatkan 12 kasus yang mungkin ini berakibat dapat menyulitkan pembaca
untuk menangkap pesan dan menjadikan kurang efektifnya kalimat. Di antara
kasus tersebut adalah: (1) ambiguitas; (2) pemborosan kata; (3) ketidak variasian;
(4) kontiminasi atau kerancuan; (5) ketidak tepatan menggunakan kata istilah; (6)
kesalahan pesan; (7) pesan yang tidak diterjemahkan; (8) kalimat yang bertele-tele
(9) adanya kalimat yang tidak logis; (10) adanya ketidakefisien penggunaan kata;
(11) pemadanan yang tidak tepat; (12) penambahan yang tidak perlu.
96
Keefektifan kalimat sangat ditentukan oleh kesepadanan struktur,
keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran,
kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.Sedangkan kebakuan suatu kalimat
sangat ditentukan oleh struktur kalimat yang lengkap, pilihan kata yang
digunakannya tepat dan sesuai, menggunakan ejaan yang benar dan struktur
kalimatnya benar, logis, dan lancar.
B. SARAN
Setelah menganalisis objek data dan menyimpulkannya, saran dari peneliti
sebagai berikut:
1. Penerjemah memperhatikan pemadanan teks yang sesuai bahasa sasaran
sehingga bisa menunjukkan kalimat yang efektif dan mudah dipahami bagi
pembaca teks.
2. Seorang penerjemah harus jujur dalam menerjemahkan sebuah karya tulis,
sehingga pesan-pesan yang disampaikan oleh penulis tidak hilang oleh
perubahan kalimat yang dilakukan oleh penerjemah.
3. Seorang penerjemah tidak terlalu bebas dalam menerjemahkan sebuah
karya tulis, sehingga terjemahan yang dihasilkan tidak menyimpang dari
karya aslinya.
4. Seorang penerjemah harus memahami perlu tidaknya penyesuaian struktur
untuk memudahkan mengatasi kalimat yang rumit dan mengefektifkan
penerjemahan, pemahaman makna tanda baca agar ,aksud Bsu
97
tersampaikan dalam Bsa dengan pemakaian tanda baca yang tepat, dan
mengetahui saat tepat menghindari kata-kata mubadzir.
5. Seorang penerjemah ketika menerjemahkan sebuah teks sumber, haruslah
sanggup mewakili pikiran teks sumber secara tepat.
Peneliti sadar bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran sangat dibutuhkan, agar menjadi gambaran serta kaca
perbandingan di hari mendatang dan dijadikan sebagai pedoman untuk
menganalisa kitab-kitab yang lain.
98
DAFTAR PUSTAKA
Al Farisi, M. Zaka. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2011.
Arifin, Zaenal. E dkk. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Presindo. 2010.
Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
1994.
Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
1995.
Putrayasa, Ida Bagus. Analisis Kalimat Fungsi, Katagori, dan Peran. Bandung: Refika
Aditama. 2007.
Putrayasa Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung: Refika
Aditama. 2007.
Broto, A. S. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua di Sekolah Dasar
Berdasarkan Pendekatan Linguistik Kontrasif. Jakarta: Bulan Bintang. 1980.
Chaer, Abdul. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
2009.
Hidayatullah, Moch Syarif. Cakrawala Linguistik Arab. Tangerang: Alkitabah. 2012.
Hidayatullah, Moch Syarif dan Abdullah. Pengantar Linguistik Bahasa Arab. Jakarta:
UIN Syarif
Hidayatullah. 2010.
Ibrahim, Ezzeddin. 40 Hadist Qudsi Pilihan. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Khairah, Miftahul dkk. Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi. Jakarta:
Bumi Aksara. 2014.
Machali, Rochayah. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo. 2000.
Mahsun. Metodologi Penelitian Bahasa. Jakarta: Grafindo. 2013.
Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Armuz Media. 2011.
99
Muthalib, Abdul dkk. Tata Bahasa Mandar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1992.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1982.
Ramlan, M. Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”. Yogyakarta: CV Karyono. 1983.
Slamet, Imam Santoso. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius. 1990.
Sarosa. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks. 2012.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Kalam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2010.
Shihab, Quraish. M. Menabur Pesan Ilahi Al-Quran dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati. 2006.
Shihab, Quraish. M. Wawasan Al- Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan Pustaka. 2007.
Sudarnoto, A. Rahman Eman. Kemampuan Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah. 1986. cetakan 1.
Sugono, Dendy. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Kompas Gramedia.
2009.
Suhardi, Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
2013.
Syihabbudin. Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung: Humaniora.
2005.
Walija. Bahasa Indonesia Komrehensif. Jakarta: Penebar Aksara. 1996.
Sumber dari Internet:
Ahmad, D. Biografi M. Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah, artikel diakses
pada 09 September 2015 dari digilib.uinsby.ac.id/7245/3/bab%202.pdf.
M. Quraish Shihab dan Pemikirannya tentang Jilbab, artikel diakses pada 09 September
2015 dari http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/35/jtptiain-gdl-s1-
2006-sriwulanda-1727-1101004_-3.pdf.
Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah tentang Ayat- Ayat
Miskin, artikel diakses pada 09 September 2015 dari
eprints.walisongo.ac.id/294/4/084211018_Bab3.pdf.