kajian sosiologi ekonomi perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/sofyan sjaf...

26
Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasan Copyright Sofyan Sjaf [email protected] http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry- recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/ Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasan Sofyan Sjaf Selama 32 tahun di bawah kontrol rezim orde baru, pembangunan di Indonesia senantiasa menyandarkan pada dua barometer pertumbuhan ekonomi, yaitu GDP ( Gross Domestic Product) dan rata-rata GNPC (Gross National Product per Capita). Dari dua barometer ini, sangat jelas mengindikasikan kepada kita bahwa nilai GDP dan GNPC yang tinggi dijadikan sebagai “panglima” dalam pembangunan di Indonesia. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi agar GDP dan GNPC tinggi, maka rezim orde baru di bawah kontrol Soeharto yang menganut modernisme dalam pembangunan menetapkan industrialisasi sebagai basis di segala sektor, termasuk pertanian. Meskipun orde baru sukses dan mampu membawa bangsa ini berswasembada beras pada perteng-ahan 80-an dan pernah mencapai pertumbuhan ekonomi yang “menajubkan” sebesar ± 8,0% sebagai akibat dari kebijakan industrialisasinya, namun bukan berarti menjamin bangsa ini untuk mampu menjadi salah satu bagian dari negara yang mempunyai basis industri yang kuat. Krisis yang menerpa Indonesia tahun 1997 menyebabkan berbagai sektor yang menyandarkan pada industrialisasi menjadi “babak belur”, termasuk perunggasan. Industrialisasi di sektor perunggasan dilakukan sejak tahun 70-an [1] , yang ditandai dengan kebijakan “pintu terbuka” pemerintahan Soeharto terhadap investasi luar negeri. Di sektor pertanian umumnya dan peternakan khususnya (perunggasan), investasi modal asing ditandai dengan masuknya Perusahaan Modal Asing (PMA) di Indonesia. [2] Konsekuensi dari lahirnya kebijakan “pintu terbuka” ini, maka wajah perunggasan di Indonesia menyandarkan segala sesuatunya pada input teknologi dan modal yang tinggi dalam penerapannya, seperti masuknya ayam ras dari negara-negara maju yang mempunyai produktivitas tinggi dibandingkan dengan ayam lokal. Daya produktivitas tinggi yang dimiliki oleh ayam ras menyebabkan ketergantungannya terhadap bahan baku pakan/jagung sangatlah tinggi. Handoko [3] melaporkan bahwa volume bahan baku pakan ternak untuk ayam ras yang umumnya dipelihara oleh peter-nak, jagung menempati persentasi yang sangat tinggi, yakni 51,4% dibandingkan volume bahan baku pakan lainnya. Selain itu, sarana produksi seperti kualitas bibit [4] dan obat juga sangat menentukan keberhasilan dalam beternak. Kondisi kekurangan produksi jagung, pengadaan page 1 / 26

Upload: others

Post on 03-Dec-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasan

Sofyan Sjaf

Selama 32 tahun di bawah kontrol rezim orde baru, pembangunan di Indonesiasenantiasa menyandarkan pada dua barometer pertumbuhan ekonomi, yaitu GDP (Gross Domestic Product) dan rata-rata GNPC (Gross National Product per Capita). Dari dua barometer ini, sangat jelas mengindikasikan kepada kita bahwa nilai GDPdan GNPC yang tinggi dijadikan sebagai “panglima” dalam pembangunan diIndonesia.  Untuk memacu pertumbuhan ekonomi agar GDP dan GNPC tinggi, makarezim orde baru di bawah kontrol Soeharto yang menganut modernisme dalampembangunan menetapkan industrialisasi sebagai basis di segala sektor, termasukpertanian.  Meskipun orde baru sukses dan mampu membawa bangsa iniberswasembada beras pada perteng-ahan 80-an dan pernah mencapaipertumbuhan ekonomi yang “menajubkan” sebesar ± 8,0% sebagai akibat darikebijakan industrialisasinya, namun bukan berarti menjamin bangsa ini untukmampu menjadi salah satu bagian dari negara yang mempunyai basis industri yangkuat.

Krisis yang menerpa Indonesia tahun 1997 menyebabkan berbagai sektor yangmenyandarkan pada industrialisasi menjadi “babak belur”, termasuk perunggasan. Industrialisasi di sektor perunggasan dilakukan sejak tahun 70-an [1], yang ditandaidengan kebijakan “pintu terbuka” pemerintahan Soeharto terhadap investasi luarnegeri. Di sektor pertanian umumnya dan peternakan khususnya (perunggasan),investasi modal asing ditandai dengan masuknya Perusahaan Modal Asing (PMA) diIndonesia. [2] Konsekuensi dari lahirnya kebijakan “pintu terbuka” ini, maka wajahperunggasan di Indonesia menyandarkan segala sesuatunya pada input teknologidan modal yang tinggi dalam penerapannya, seperti masuknya ayam ras darinegara-negara maju yang mempunyai produktivitas tinggi dibandingkan denganayam lokal.

Daya produktivitas tinggi yang dimiliki oleh ayam ras menyebabkanketergantungannya terhadap bahan baku pakan/jagung sangatlah tinggi.  Handoko[3] melaporkan bahwa volume bahan baku pakan ternak untuk ayam ras yangumumnya dipelihara oleh peter-nak, jagung menempati persentasi yang sangattinggi, yakni 51,4% dibandingkan volume bahan baku pakan lainnya.  Selain itu,sarana produksi seperti kualitas bibit [4] dan obat juga sangat menentukankeberhasilan dalam beternak.  Kondisi kekurangan produksi jagung, pengadaan

page 1 / 26

Page 2: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

bibit (Grand Parent Stock/GPS dan Parent Stock/PS) dan obat dalam negeri untukmelakukan beternak ayam ras menyebabkan negara ini terus melakukan impor darinegara-negara maju.

Krisis moneter yang melanda Indonesia yang ditandai dengan melemahnya nilaitukar rupiah terhadap dollar Amerika membawa dampak negatif terhadap duniaperunggasan di tanah air.  Dua hal yang menyebabkan terpuruknya industriperunggasan disaat krisis, yakni: pertama, menurunnya daya beli masyarakatterhadap produk unggas yang tidak hanya ditandai menurunnya pendapatanmasyarakat, akan tetapi juga disebabkan karena meningkatnya harga produkunggas, dan kedua, mening-katnya biaya produksi yang disebabkan meningkatnyaharga pakan yang merupakan 70% dari biaya produksi.

Akibatnya, perunggasan rakyat (berskala kecil) terpuruk dikarenakanketidakmampuannya untuk berproduksi lagi.  Dirjen Peternakan melaporkan bahwakrisis yang berkepanjangan di Indonesia telah mengakibatkan industri perunggasan,khususnya ayam ras terpuruk.  Dari produksi 14,5 juta ekor per minggu sebelumkrisis moneter menjadi 4 juta ekor per minggu saat krisis, demikian pun denganjumlah peternak yang semula 15.938 peternak sebelum krisis menjadi 3.312peternak saat krisis yang masih melakukan usaha budidaya. [5]

Melihat fenomena yang melanda perunggasan rakyat saat krisis, berbagai usahadilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan kembali sektor yang menambahperolehan devisa negara ini. [6] Adapun usaha yang dilakukan oleh pemerintahadalah mendatangkan berbagai bantuan dari luar negeri.  Tindakan yang dilakukanoleh pemerintah mengandung dua makna, pertama, bantuan laur negerimerupakan suatu usaha untuk memacu kembali pertumbuhan ekonomi danpelaksanaan pembangunan; dan kedua, berkebalikan dengan pertama,  yaknibantuan luar negeri baik dalam bentuk pinjaman lunak atau bantuan cuma-cumaadalah bentuk hubungan yang terjalin antara negara-negara maju dannegara-negara yang sementara berkembang –negara Dunia Ketiga– yang saratdengan berbagai kepentingan.

Salah satu bantuan yang diperoleh Indonesia untuk membangkitkan kembali duniaperunggasannya adalah Poultry Recovery Project (PRP).  PRP merupakan bantuanyang ditujukan untuk peternak ayam ras berupa penyediaan kredit dan bantuanteknis dari pemerintahan Amerika Serikat  –Departemen Pertanian AS (USDA)–melalui lembaga non-profit asal Amerika, yaitu ACDI/VOCA.  Tentunya bantuan yang

page 2 / 26

Page 3: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

diberikan ini tidak sekedar “bantuan”.  Akan tetapi mempunyai implikasi terhadappembangunan perunggasan di tanah air, sehingga memungkinkan timbulnyaberbagai persoalan baru dalam pembangunan perunggasan. Tulisan inidimaksudkan untuk mengkaji dari sudut pandang sosiologi ekonomi perihalimplikasi bantuan yang diberikan oleh USDA melalui ACDI/VOCA kepada peternakayam ras.

Implikasi bantuan dan pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga termasukIndonesia, setidaknya dapat dianalisa melalui tiga perspektif, yaitu perspektifmodernisasi, perspektif dependensi dan perspektif sistem dunia.  Untukkepentingan menjawab permasalahan yang diajukan dalam penulisan makalah ini,penulis lebih kepada perspektif dependensi untuk menggambarkan sejauhmanaimplikasi bantuan negara maju (AS) terhadap pembangunan perunggasan diIndonesia sebagai negara berkembang.

Modernisasi melalui industrialisasi perunggasan di Indonesia ditandai dengandiintroduksinya bibit ayam yang mempunyai produktivitas tinggi.  Umumnya, jenisbibit ayam yang diternakkan oleh kebanyakan peternak rakyat hingga kini adalahbibit ayam yang berasal dari luar negeri yang sering disebut ayam ras. [7] Ayam rasyang mempunyai produktivitas tinggi dan dipelihara oleh peternak rakyat, pertamakali diperkenalkan saat diluncurkannya program Bimas Ayam yang diikuti denganmasuknya investasi luar negeri melalui PMA di sektor peternakan tahun 70-an.

Sebagai akibat dari pilihan industrialisasi ini, maka cara produksi usahaperunggasan perlahan-lahan mulai bergeser dari cara produksi non-kapitalis ke caraproduksi kapitalis.  Awalnya, peternak rakyat dalam melakukan usahanya dengansistem tradisional/subsistensi (untuk memenuhi kebutuhan keluarga).  Namun,semenjak kebijakan industrialisasi dengan program yang terkenalnya, yakniprogram Bimas Ayam diberlakukan oleh pemerintah, maka peternak kemudianberalih memelihara ayam (khu-susnya ayam ras) dengan tujuan komersiil.  Dalamperjalanannya, demi tujuan menjaga kontinuitas pemeliharaan ayam ras, makabibit ayam ras yang setiap tahunnya diperoleh dengan cara mengimpor dari luarnegeri, seperti Amerika Serikat.  Demikian pun dengan pakan, dan obat-obatansebagai bagian dari sarana produksi. [8] Inilah awal dari sejarah panjangpembangunan perunggasan yang tergantung dari negara-negara maju yangmem-punyai implikasi hingga kini.

Krisis moneter tahun 1997 yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah

page 3 / 26

Page 4: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

terhadap dollar Amerika menyebabkan “ambruknya” peternakan ayam ras diIndonesia yang sebagian besar dibudidayakan oleh peternak rakyat.  Dari data yangdilaporkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan terdapat ± 12.626 peternak yangtidak dapat melanjutkan usahanya.  Salah satu penyebabnya adalah tingginyaharga pakan dan sapronak ayam ras saat itu.  Tingginya harga pakan ayam dansapronak dikarenakan ketergantungan bahan baku pakan dan sapronak dari luarnegeri, sehingga disaat negara defisit menyebabkan melonjaknya harga impor baikbahan baku pakan dan sapronak asal AS.  Dalam kondisi seperti ini,ketidakmampuan pabrikan untuk memenuhi kekurangan bahan baku dan sapronakayam ras berimplikasi terhadap keberlangsungan peternakan rakyat.  Sekali lagi, inimengindikasikan bahwa pakan ternak terhadap jagung mempunyai ketergantunganyang sangat tinggi. [9]

Melihat tidak sedikitnya peternakan rakyat ayam ras yang “ambruk” akibat krisisyang berkepanjangan, Amerika Serikat sebagai negara pengekspor terbesar bahanbaku pakan (jagung) dan sapronak memberikan bantuan untuk menghidupi kembalipeternak rakyat yang sempat “ambruk” melalui suatu bentuk kegiatan dengannama Poultry Recovery Project (PRP).  PRP ini ditujukan khusus kepada peternakrakyat ayam ras dalam bentuk pinjaman kredit dan bantuan teknis, sebagai langkahawal dari bantuan ini diperuntukkan kepada peternak ayam ras di propinsi JawaBarat (Tangerang, Bogor, Sawangan/Depok, Bekasi, Sukabumi, Bandung danPariangan Timur) yang merupakan salah satu propinsi terbesar produksi ayamrasnya hingga kini.

Uraian panjang di atas, mendorong penulis untuk mengajukan tiga permasalahanberkaitan dengan bantuan dari negara donor dalam bentuk kegiatan PRP kepadapeternak rakyat di Indonesia.  Adapun ketiga permasalahan tersebut, yaitu: (1)bagaimana kekuatan produksi dan hubungan produksi yang terjadi antara peternakrakyat dan perusahaan-perusahaan di sektor perunggasan sebelum bantuan dansesudah bantuan diberikan?; (2) apakah kepentingan dibalik bantuan yangdiberikan negara pendonor – dalam hal ini AS – terhadap peternak ayam diIndonesia?; dan (3) siapakah yang diuntungkan dengan adanya bantuan yangdiberikan oleh USDA me-lalui lembaga non-profit ACDI/VOCA kepada peternakrakyat ayam ras?

Landasan Filosofis

Para ahli sosiologi mempunyai perspektif tersendiri dalam mengamati fenomena

page 4 / 26

Page 5: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomidalam perspektif sosiologi terkait dan dipengaruhi oleh jejaring sosial dalamkehidupan mereka.  Oleh karena itu, perilaku ekonomi individual tidak hanya dilihatsecara tunggal seperti yang dilakukan oleh ahli ekonomi.  Bahkan dalam taraf yanglebih jauh lagi dalam perspektif sosiologi senantiasa mengasumsikan adanyaketerlekatan antara ekonomi dengan nilai budaya atau kultur dan politik sepertihalnya yang dikemukakan oleh Holton (1992).

Kultur mempunyai peranan yang penting dalam kelembagaan ekonomi danmasyarakat.  dalam kehidupan masyarakat, kultur akan memberikan pengaruhyang sangat besar pada ekonomi, dan sebaliknya ekonomi adalah suatu institusibudaya itu sendiri.  Semua praktek ekonomi, apakah terkait dengan kontrak,efisiensi, perusahaan atau konsumen, mempunyai suatu dimensi budaya didalamnya.  Hal ini berarti mereka semua tergantung pada pertanyaan tentangmakna dan tindakan yang didasarkan pada kesepakatan ekspektasi makna.  Secaragaris besar perbedaan pandangan ekonomi dengan sosiologi ekonomi diringkaskanoleh Smelser dan Swedberg.

Oleh karena itu, tulisan ini menggunakan tradisi Marx untuk melihat sejauhmanakajian sosiologi ekonomi perunggasan di Indonesia dengan mengambil PRP sebagaikasus.  Menurut Marx bahwa ekonomi menentukan keseluruhan evolusi dalammasyarakat.  Apa yang mengendalikan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari,dinyatakan oleh Marx adalah kepentingan materi (material interest), dan ini jugamenentukan struktur dan evolusi masyarakat secara luas.  Ia menginginkan untukmengembangkan dengan tegas pendekatan ilmiah terhadap masyarakat, idenyaditanamkan melalui keinginan politiknya untuk merubah dunia (Swedberg, 2003).

Dalam karyanya seperti The Manifesto of The Communist Party (1848, ditulisbersama Engels), Grundrisse (1857-1858), A Contribution to The Critique of PoliticalEconomy (1859), dan Capital (1867), Marx membuat sejarah tentang pertarungankelas, mulai dari awal hingga masa depan yang ia mimpikan.  Formulasi yangsangat terkenal dari Marx adalah bahwa pada tahap tertentu hubungan produksi (relation of production) dimasukkan ke dalam konflik dengan kekuatan produksi (theforce of production) dan hasilnya adalah revolusi dan menuju pada mode produksi (mode of production) yang baru.

Konsep makna produksi (mean of production) merujuk pada sesuatu dalam duniaeksternal yang digunakan untuk menghasilkan kebutuhan materi dan memelihara

page 5 / 26

Page 6: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

eksistensinya.  Misalnya cara kerja digunakan untuk menghasilkan upah dan lahanuntuk menghasilkan makanan.  Dalam pandangan Marx semua manusiaseharusnya memiliki means of production dalam rangka memenuhi kebutuhandasar ekonomi mereka; means of production menjadi dasar pembagian masyarakatke dalam kelas-kelas ekonomi (division of society) menjadi pemilik (owner) dan nonpemilik (non owner).

Konsep hubungan produksi (relation of production) merupakan eksistensi dari salinghubungan produksi yang secara ekonomi mengikat antar satu kelompok dengankelompok lainnya.  Dalam saling hubungan produksi individu secara langsungberkaitan dengan sistem kelas sosial, dimana dalam kenyataan kepemilikan matericenderung terkosentrasi hanya dalam satu kelas masyarakat.   Kepemilikan materiindividu menghasilkan dua peranan sosial dalam produksi: produsen dannon-produsen dari tenaga kerja fisik.  Lebih jauh lagi menurut Marx, kapitalismeadalah sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasaisumberdaya produktif vital, untuk meraih keuntungan maksimal.  Marx menyebutpara individu tersebut sebagai kaum borjuis. Kaum borjuis memperkerjakansekelompok orang yang disebut Marx sebagai golongan proletar.  Golongan proletarini memproduksi barang-barang yang oleh kaum kapitalis kemudian dijual di pasaruntuk meraih keuntungan.

Konsep moda produksi (mode of production) digunakan untuk mengidentifikasiunsur utama suatu tahap tertentu dari sejarah produksi dengan memperlihatkanbagaimana bentuk dasar ekonominya dan saling hubungan sosialnya.  Dengandemikian, mode of production merupakan cara masyarakat secara aktualberproduksi dan masuk ke dalam saling hubungan sosial satu sama lainnya. Karakteristik dari mode of production adalah kemampuannya untuk menentukansistem saling hubungan sosial yang meuncul dari aktivitasnya.  Melalui caramenghasilkan kebutuhan materil ini muncul suatu sistem saling hubungan sosial,misal tuan-budak.  Mode of production dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasiunsur ekonomi utama dari periode sejarah dengan memperhatikan bagaimanadasar ekonomi dibentuk secara langsung dalam saling hubungan sosial.

Konsep kekuatan produksi (forces of production) menunjuk pada makna instrumen,pelatan, lahan yang menjadi dsar kerja bagi tujuan berproduksi dalam kehidupan. Kekuatan produksi hanya mempunyai kapasitas untuk diletakkan pada kerja, dankekuatan produksi menjadi riil, jika diletakkan ke dalam pelaksanaan apabila orangdalam masyarakat dimasukkan dalam saling hubungan produksi.  Dengandemikian, sisi positif tradisi Marx adalah realistis dan memiliki wawasan dalammemahami kekuatan orang-orang yang sudi bertarung demi kepentingan material

page 6 / 26

Page 7: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

mereka sepanjang sejarah. Dia juga menyumbangkan pemahaman tentang carakelompok besar dari masyarakat, dengan kepentingan ekonomi yang samacenderung untuk menyatu di bawah keadaan tertentu dalam upaya untukmerealisasikan kepentingannya.  Walau juga terdapat sisi negatif, dimana Marxmeremehkan peranan kepentingan satu dengan lainnya dalam kehidupan ekonomi. Gagasananya tentang kepentingan ekonomi “di tangan terakhir” menentukanapakah kemajuan dalam masyarakat merupakan sesuatu yang mustahil untukdipercaya.

Kerangka Teoritis

Untuk menggambarkan pola pembangunan yang terjadi di perunggasan makadapat di lihat dari cara produksinya (mode of production). [10] Masing-masing caraproduksi mempunyai ciri yang berlainan antara cara produksi yang satu denganyang lainnya. [11] Kenyataan yang terjadi di masyarakat, cara produksi inimengalami peralihan waktu yang cukup lama dari satu cara produksi ke caraproduksi yang lainnya, misalnya peralihan dari cara produksi feodal ke caraproduksi kapitalis. Pada waktu peralihan ini mengakibatkan terjadinya percampuranatau pertemuan dari dua atau lebih cara produksi.  Percampuran atau pertemuandua cara produksi ini disebut formasi sosial.  Atau dengan kata lain, formasi sosialadalah gejala di mana beberapa cara produksi ada secara bersama-sama. [12]

Selanjutnya, dalam waktu peralihan yang terjadi antara dua atau lebih carapro-duksi ini secara bersama-sama akan memberikan satu cara produksi yang pastidominan.  Dalam hal ini, Marx mengatakan bahwa “pada setiap formasi sosial adasatu jenis cara produksi yang menguasai cara produksi lainnya, yangmenghubungkan dengan cara lainnya menentukan tingkat dan pengaruhnya.  Caraproduksi yang dominan ini berfungsi seperti penerang utama yang memberipengaruh kepada cara produksi lainnya dan meng-ubah sifat-sifat utama dari caraproduksi lainnya”. [13] Berarti, jika suatu waktu dimana formasi sosial cara produksifeodal merupakan cara produksi yang kuat, maka dapat dikatakan formasi sosialfeodal, demikian pun dengan formasi sosial yang cara produksi kapitalisnya kuatdapat disebut formasi sosial kapitalis dan seterusnya.

Sebagai negara yang termasuk dalam kategori negara-negara Dunia Ketiga (negarapinggiran), formasi sosial di Indonesia dapat dikatakan sementara berlangsungformasi sosial pinggiran.  Formasi sosial pinggiran merupakan kombinasi yangterartikulasi dari cara produksi kapitalis yang dominan dan subordinasinya, yaitu

page 7 / 26

Page 8: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

cara-cara produksi non-kapitalis.  Bertahannya cara-cara produksi ini dalamartikulasinya dengan kapitalisme “menghambat” (blocked) berkembangnyahubungan-hubungan produksi kapitalis dan perkembangan penuh dari kekuatanproduktifnya. [14] Berkaitan dengan cara produksi ini, Piere-Philippe Rey [15]menetapkan tiga tahap artikulasi yang berbeda-beda dan berturut-turut, yaitu: pertama, cara produksi kapitalis “diimport” ke dalam masyarakat non-kapitalis dansetelahnya memperkuat dan dalam beberapa hal menciptakan cara produksinon-kapitalis, kedua, kapitalisme mulai “berakar”, dan dengan posisi dominannyatersebut menggunakan cara produksi non-kapitalis, dan ketiga, cara produksikapitalis mendesak semua cara produksi non-kapitalis, sehingga cara produksitersebut akhirnya hilang.

Jika diartikulasikan dengan cara produksi di perunggasan, dapat dikatakan sudahberalih dari cara produksi non-kapitalis ke cara produksi kapitalis.  Beberapaalasannya, pertama, sebelum dilaksanakannya program Bimas Ayam, usahaperunggasan yang dila-kukan oleh peternak rakyat lebih kepada pemenuhankebutuhan sehari-hari atau subsis-tensi dengan ciri modal yang terbatas dandikerjakan oleh tenaga kerja keluarga.  Fenomena cara produksi peternakan rakyatini dapat dikatakan cara produksi non-kapitalis (non capitalist mode of production). Dan kedua, keadaan sebaliknya, semenjak diberlakukannya BIMAS Ayam tahun70-an dan keterlibatan pihak luar (pihak asing) dalam program ini serta didukungdengan kebijakan “pintu terbuka” menyebabkan berkembangnyaperusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang perunggasan (seperti:perusahaan pabrikan) dengan sistem vertikal integrasinya, mempunyai caraproduksi kapitalis (capitalist mode of production) yang ditandai denganketerlibatannya dengan pasar bebas, tenaga buruh yang sudah diperjualbelikan,akumulasi modal yang cepat, input teknologi yang tinggi, investasi dari modal asingdan lain sebagainya.  Dalam realitanya, cara produksi kapitalis ini lebihmendominasi daripada cara produksi non-kapitalis, sehingga dapat dikatakanformasi sosial yang terbentuk pada pembangunan perunggasan adalah formasisosial kapitalis.

Demikianpun dengan struktur formasi sosial kapitalis yang terbentuk diperunggasan, dapat dikatakan memberikan keuntungan kepada pihak kapitalisme. Karena investasi modal asing merupakan bagian strategi yang diterapkan olehnegara pusat (negara-negara maju) dalam melakukan penetrasinya di negarapinggiran (negara Dunia Ketiga), maka pembangunan di perunggasan dapatdikatakan “pembangunan yang tergantung”. [16] Ini dapat dilihat dari bentukketergantungan yang diuraikan oleh Dos Santos [17].  Dos Santos (2000)mengatakan terdapat tiga bentuk ketergantungan negara Dunia Ketiga, yakni: (1)ketergantungan kolonial, ditandai dengan terjadinya dominasi politik dalam bentukpenjajahan dan kegiatan ekonomi utamanya adalah perdagangan ekspor.  Para

page 8 / 26

Page 9: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

penjajah menguasai tanah, pertambangan dan tenaga kerja; (2) ketergantunganfinansial-industrial, ditandai dengan tidak adanya dominasi politik akan tetapinegara pinggiran masih di-kuasai oleh kekuatan-kekuatan finasial dan industrialdari negara pusat, sehingga praktis ekonomi negara pinggiran merupakan satelitdari negara pusat.  Kegiatan ekspor bahan baku masih dilakukan oleh negarapinggiran dan dengan tujuan ini negara pusat menanamkan modalnya (langsungmaupun kerjasama) dengan pengusaha lokal untuk menghasilkan bahan baku ini. Dengan demikian, pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalambentuk kekuasaan finansial-industrial [18].

Ketiga, ketergantungan teknologi-industrial, ditandai dengan perusahaanmultinasional dari negara pusat yang mulai menanamkan modalnya dalam kegiatanindustri yang produknya ditujukan ke pasar dalam negeri dari negara-negarapinggiran.  Meskipun industri ini ada di negara pinggiran, bahkan seringkali dimilikioleh perusahaan lokal, tetapi teknologinya ada di tangan perusahaan-perusahaanmultinational.  Barang-barang modal berupa mesin industri yang ada tidak dijualsebagai komoditi, melainkan disewakan melalui perjanjian paten.  Dengandemikian, penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoliteknologi industrial. [19]

Untuk itu, apapun jenis bantuan yang ditujukan oleh negara pusat kepada negarapinggiran merupakan suatu bentuk ketergantungan yang menimbulkanmasalah-masalah baru dan bukan sebagai pemecahan masalah pembangunan dinegara-negara pinggiran.  Berkaitan dengan ini, Webster (1984) mengatakanbahwa program-program bantuan lebih banyak menimbulkan masalah daripadamemecahkan masalah.  Ini didasari bahwa ban-tuan dari negara pusat atau negaradonor ke negara pinggiran lebih dinilai sebagai bentuk pinjaman dan bukan bantuancuma-cuma, sehingga terdapat implikasi politik dibalik ban-tuan tersebut. [20]

Webster (1984) menambahkan bahwa proporsi dari beberapa paket bantuansebagian besar kembali ke negara donor atau negara pusat dalam bentuk gaji paratenaga ahli yang didatangkan dari negara-negara maju, staf lapangan dari negaradonor, biaya tempat tinggal dan transportasi mereka.  Selanjutnya, Webster [21]mengingatkan bahwa kemajuan teknologi dalam budidaya pertanian jugaberimplikasi peningkatan produksi pangan di negara-negara donor.  Bahan panganyang lebih tersebut dikirim ke negara berkembang.  Namun bantuan pangantersebut mengandung kekuatan politik dan status sosial negara donor, karenapenyimpanan produksi pangan di negara donor berarti meningkatnya biaya simpan,sehingga lebih baik pangan tersebut dikirim ke negara berkembang.  Implikasi daripengiriman bahan pangan tersebut menyebabkan menurunnya harga pangan di

page 9 / 26

Page 10: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

negara penerima bantuan, terlebih pengiriman bahan pangan tersebut umumnyaterjadi saat nilai dollar naik.

Selain itu, bantuan yang diberikan negara donor merupakan salah satu upayanegara maju untuk memperluas pasar produknya yang lain, termasuk teknologiyang dihasilkan.  Kondisi ini mempunyai konsekuensi ekonomi, di mana terjadinyadepresi pasar lokal di negara-negara Dunia Ketiga, mengakibatkankekurang-gairahan petani untuk berproduksi yang berakibat terjadinyapengangguran ditingkatan petani dan adanya indikasi “pemaksaan” pembelianproduk dari negara-negara donor sementara negara tersebut mengha-silkan produksendiri. [22] Inilah yang dikatakan oleh Webster bahwa bantuan seringkalimeningkatkan ketergantungan karena dengan pemberian bantuan sebenarnyaadalah bantuan yang mengikat.

Sebagai ilmuwan yang berpegang pada teori dependensi, baik Dos Santos maupunWebster berasumsi bahwa hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga dengannegara sentral dilihatnya sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanyahanya menghasilkan akibat yang merugikan bagi negara pinggiran.  Negara sentraldi Barat selalu dan akan menindas negara pinggiran dengan selalu berusahamenjaga keajegan aliran surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara sentral.[23]

Pembangunan Perunggasan di Indonesia

Untuk mengetahui pembangunan perunggasan di Indonesia, maka penulis mencobamendekatinya melalui formasi sosial yang berlangsung di perunggasan denganmeminjam tiga tahapan penting artikulasi produksi dari Piere-Philippe Rey.  Sebagainegara Dunia Ketiga yang mempunyai formasi sosial pinggiran [24], maka artikulasicara produksi perunggasan Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga tahap penting, pertama, cara produksi perunggasan dapat di lihat sebelum kebijakan “pintuterbuka” diberlakukan oleh pemerin-tah terhadap modal asing pada tahun 70-an. Saat itu, kebijakan pemerintah yang berkait-an dengan peternakan ayam masihditujukan untuk lapangan kerja di pedesaan dan sumber pendapatan untuk usahakeluarga.  Disebabkan peternakan ayam tidak dapat dipisahkan dengan usaha

page 10 / 26

Page 11: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

pertanian saat itu, maka cara produksi perunggasan tidak dapat pula dipisahkandengan cara produksi petani.  Umumnya, kegiatan ekonomi petani berupa produksikomoditi pertanian untuk konsumsi rumah tangga.  Artinya, produksi seorangpetani lebih berorientasi pada usaha untuk memenuhi sejauh mungkinkesejahteraan rumah tangganya (welfare orientation) daripada mencapaikeuntungan yang maksimum (profit orientation). [25]

Dikarenakan produksi pertanian bersifat “welfare orientation”, maka dapatdikata-kan bahwa cara produksi yang dilakukan oleh petani adalah cara produksisubsistensi atau non-kapitalis. [26] Demikian pun dengan peternakan ayam yangjuga bagian dari usaha pertanian merupakan suatu usaha sampingan yang hanyaditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari keluarga dan perayaan haribesar agama.  “Welfare orientation” atau subsistensi dari petani-peternakmenunjukkan bahwa cara produksi peternak yang berlangsung saat itu dapatdisebut cara produksi non-kapitalis.  Seiring dengan itu, dikarenakan cara produksiyang kuat adalah cara produksi non-kapitalis yang belum tersaingi oleh caraparoduksi kapitalis, maka bentuk formasi sosialnya adalah formasi sosialnon-kapitalis.  Meskipun demikian, cara produksi kapitalis sebenarnya sudah mulaimasuk, tapi belum sepenuhnya mengakar sehingga tidak dapat “mengalahkan”cara produksi non-kapitalis yang berlangsung saat itu.

Tahapan kedua, merujuk dari tahapan artikulasi produksi Piere-Philippe Rey, yangmana kapitalisme mulai ‘berakar”, maka dapat di lihat semenjak diberlakukannyaprog-ram Bimas Ayam dengan keterlibatan pihak luar (pihak asing) yang kemudianmendapat dukungan dari pemerintah melalui kebijakan “pintu terbuka”.  Iniditandai dengan dite-tapkannya UU No. 1/1967 dan UU No. 6/1968 yang membukaPenanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sehubungan dengan itu, maka usaha peternakan ayam yang dilakukan olehpeternak rakyat mulai bergeser dari cara produksinya non-kapitalis ke cara produksikapitalis yang “profit orientation”.  Dapat dikatakan sejak inilah awal dari penetrasikapitalisme perunggasan di Indonesia oleh perusahaan pabrik pakan yang akhirnyamenyebabkan pembangunan perunggasan yang tergantung.

Terbuka lebarnya kesempatan yang diberikan oleh pemerintahan Soeharto kepadaperusahaan pabrikan dan perbibitan untuk berkembang, menunjukkan semakinkuatnya penetrasi kapitalisme dengan modal dan teknologi yang dimilikinya,sehingga secara langsung mempengaruhi cara produksi peternakan rakyat yangkemudian bersifat profit orientation.  Kuatnya pengaruh kapitalisme di perunggasandapat dilihat dari kemampuan para perusahaan pabrikan dan perbibitanmempengaruhi pemerintah untuk bergerak dalam budidaya yang dulunya hanya

page 11 / 26

Page 12: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

dapat bergerak di produksi pakan dan penyedia bibit guna pengembangan usahaperunggasan.

Selanjutnya, pengaruh kapitalisme masuk ke peternak rakyat dalam modelkemitraan yang diwujudkan dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat Perunggasan(PIR-Perunggasan) [27]. PIR-Perunggasan merupakan pola hubungan yangterbangun antara perusahaan pabrikan dan pembibitan (skala besar dan penyediasapronak) dengan peternak rakyat skala kecil, dimana perusahaan sebagai “inti”dan peternak rakyat sebagai “plasma”.  Kondisi ini tidak lain merupakan tahapanketiga yang dimaksud Piere-Philippe Rey bahwa cara produksi kapitalis mendesaksemua cara produksi non-kapitalis, sehingga cara produksi tersebut akhirnya hilang.[28]

Kesempatan luas bagi perusahaan pabrikan dan perbibitan untuk bergerak dibudidaya ayam mengindikasikan bahwa cara produksi kapitalis semakin menguat diperunggasan dan menggeser secara keseluruhan cara produksi non-kapitalis yangdilakukan peternak rakyat, seperti menguatnya perusahaan pabrikan danperbibitan yang menguasai sarana produksi dari hulu sampai ke hilir dan maraknyapemeliharaan ayam ras yang dilakukan oleh peternak rakyat di beberapa daerahyang profit orientation.  Artinya, cara produksi kapitalis sukses menggeser caraproduksi non-kapitalis dan akhirnya hilangnya cara produksi non-kapitalis danterbentuknya formasi sosial kapitalis. Meskipun demi-kian, formasi sosial kapitalisyang terbentuk ini, dalam perjalanannya terbagi ke dalam dua lapisan, yaitu: (1)lapisan atas, para perusahaan pabrikan dengan skala usaha besar dan menguasaisapronak; dan (2) lapisan bawah, para peternak rakyat yang skala usahanya sangatterbatas (kecil). [29]

Hadirnya dua lapisan dalam formasi sosial kapitalis ini dapat ditemukan dalammodel kemitraan yang diwujudkan dalam bentuk PIR-Perunggasan. Sebagaimanadikatakan sebelumnya bahwa perusahaan pabrikan adalah “perpanjangan tangan”negara pusat (baik dalam bentuk modal maupun teknologi) di negara pinggiran(Indonesia), maka dapat dipastikan pabrikan sebagai “inti” merupakan perwakilanideologi korporasi-kapitalis, sedangkan peternak rakyat sebagai “plasma”merupakan perwakilan ideologi populis yang pro-welfare orientation.  Perbedaanideologi ini berimplikasi terhadap pola hubungan antara “inti” dan “plasma” yangselalu problematis.

Beberapa alasan terjadinya problem dalam hubungan antara “inti” dan “plasma”,

page 12 / 26

Page 13: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

yaitu: pertama, peternak rakyat yang berada pada lapisan bawah sebagai “plasma”pada formasi sosial kapitalis dalam kemitraan selalu tidak diuntungkan. Keterbatasan “plas-ma” pada modal dan teknologi menyebabkan mereka sangattergantungan pada pakan dan sapronak yang diproduksi oleh perusahaan pabrikandan pembibitan.  Artinya, keberlang-sungan budidaya ayam ras yang dilakukanpeternak rakyat sangat tergantung oleh “kemu-rahan hati” yang diberikan olehkorporasi-kapitalis ini.  Jika harga pakan, bibit dan sapronak lainnya yang diproduksioleh “inti” murah dan terjangkau oleh “plasma”, maka budidaya dapat dilakukanoleh peternak rakyat dan sebaliknya, jika harga pakan, bibit dan sapronak lainnyatinggi maka dapat dipastikan keberlangsungan peternakan ayam ras oleh peternakrakyat akan terhenti.

Kondisi seperti ini mengakibatkan industrialisasi perunggasan yang awalnyaditujukan untuk meningkatkan pendapatan peternak rakyat tidak mungkin akantercapai, melainkan sebaliknya.  Dimana timbulnya ketimpangan struktural danlanggengnya lapisan atas kapitalis yang diwakili oleh para perusahaan pabrikan danpembibitan.  Selain itu, kekuatan modal dan teknologi yang dimiliki oleh lapisanatas kapitalis juga menyebabkan terjadinya pengurangan pabrikan yang dikelolasecara tradisional oleh peternak rakyat, sebagiamana yang dilaporkan oleh DirjenPeternakan bahwa telah terjadi pengurangan pabrikan tradisional yang awalnyadari 200 pabrikan tradisional (tahun 1961) menjadi 68 pabrikan tradisional saja(tahun 1994).

Kedua, akibat dari langgengnya lapisan atas kapitalis memberikan kecenderungankearah bentuk monopoli bahkan oligopoli dan berkembangnya kartelisasi yangsetiap saat dapat menghancur-leburkan peternak rakyat.  Kemungkinan telahditunjukkan oleh Yusdja dan Saptana (1995) berdasarkan hasil kajiannya, yakni: (1)pabrikan skala besar yang berjumlah delapan buah menguasai pangsa produksisebesar 2,64 juta ton atau 82,50% dari produksi nasional yang jumlahnya 3,20 jutaton; (2) kedelapan pabrik pakan tersebut berada dalam satu asosiasi GabunganPerusahaan Makanan Ternak (GPMT) dan Gabungan Perusahaan Pembibitan UnggasIndonesia (GPPUI) yang mengindikasikan adanya kartel diantara mereka; (3)kekuatan pabrikan dalam menentukan harga dapat ditunjukkan dengan estimasibiaya dan keuntungan pabrik pakan [30]; (4) adanya integrasi dari hulu sampai hilirmerupakan indikasi lain dari penguasaan faktor produksi oleh pabrik pakan skalabesar.

Empat hal yang ditunjukkan oleh Yusdja dan Saptana terbukti disaat krisis moneter1997 yang melanda Indonesia, dimana terdapat ± 12.626 peternak rakyat ayam rasyang tidak dapat melanjutkan usahanya.  Untuk itu, jika saja tidak ada langkah awal

page 13 / 26

Page 14: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

pemerintah berupa kebijakan yang berpihak peternak rakyat dalam pembangunanperunggasan di Indonesia, maka dapat dipastikan peternak rakyat akan “binasa”dan berdampak terhadap tingkat pengangguran yang semakin tinggi di wilayahpedesaan.

Poultry Recovery Project (PRP) dan Implikasinya

Poultry Recovery Project (PRP) merupakan program bantuan yang didanai olehpemerintahan Amerika Serikat/AS (United State Departement of Agriculture/USDA)dari hasil penjualan ekspor komuditas bahan pangan.  PRP dijalankan untukmengantisipasi keterpurukan peternak rakyat akibat krisis moneter yang menerpaIndonesia.  Dalam kegiatannya, PRP memberikan bantuan kredit bagi peternakrakyat dengan harapan dapat memberikan semangat baru bagi peternak rakyat ditengah kelangkaan dana yang diku-curkan khususnya di sektor perunggasan ayamuntuk kembali berwirausaha.

Program ini mempunyai dua tujuan, yaitu: pertama, melakukan identifikasikemungkinan-kemungkinan untuk menurunkan biaya-biaya produksi danmeningkatkan keuntungan usaha peternak rakyat di perunggasan (khususnya ayampedaging) dan kedua, meningkatkan keterampilan menajemen dari peternak ayamdengan menyediakan bantuan teknis tingkat usaha melalui sukarelawan ahli dankontak-kontak penyuluhan yang teratur.

Proyek pemulihan kembali dunia perunggasan ini, ditangani dan dikelola secaralangsung oleh ACDI/VOCA yang merupakan lembaga non-profit asal AS.  Untukmenjalankan pelaksanaan PRP, maka ACDI/VOCA membentuk struktur organisasiyang terdiri dari: pimpinan proyek, koordinator teknis, teknisi lapangan (fieldtechnician atau FT) dan lembaga keuangan non-bank.  Pimpinan proyek bertempatdi kantor perwakilan ACDI/VOCA di Jakarta yang bertugas sebagai pelaksana proyeksehari-hari, perencanaan dan memonitor perkembangan proyek dan bertanggungjawab kepada Deputy Country Representative (DCR) ACDI/VOCA.

page 14 / 26

Page 15: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Koordinator teknis bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kegiatan bantuanteknis bagi koperasi-koperasi primer di lapangan dan mengelola para petugasteknis lapa-ngan PRP untuk memantau usaha ternak para peternak peserta proyek. Koordinator teknis merupakan perpanjangan tangan dari pimpinan proyek PRP. Sementara itu, petugas teknis (FT) bertangung jawab memonitor perkembanganharian usaha para peter-nak dan untuk membantu mereka memecahkanpermasalahan teknis yang dihadapi oleh peternak.  Sedangkan lembaga keuangannon-bank ditunjuk Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI) yang bertugas sebagaipenyedia pinjaman kredit bagi peternak rakyat.  ACDI/VOCA dan KPI bersama-samamembangun koordinasi yang efektif bagi pelaksanaan PRP.

Berkaitan dengan PRP dan merujuk pada pendapat Webster [31] bahwaprogram-program bantuan lebih banyak menimbulkan masalah daripadamemecahkan masalah.  Ini didasari bahwa bantuan dari negara donor/negara pusatke negara pinggiran lebih dinilai sebagai bentuk pinjaman dan bukan bantuancuma-cuma, sehingga terdapat implikasi politik dibalik bantuan tersebut.  Webster[32] juga berpendapat bahwa proporsi dari beberapa paket bantuan sebagian besarkembali ke negara donor dalam bentuk gaji para tenaga ahli yang didatangkan darinegara-negara maju, staf lapangan dari negara donor, biaya tempat tinggal dantransportasi mereka.

Seperti yang dikatakan Webster, pelaksanaan PRP dengan berbagai permasalahandan implikasinya terhadap negara pinggiran dapat dilihat dari dua sudut pandang,yaitu pertama, berdasarkan dari pelaksanaan program bantuan (PRP) dan kedua,dampak yang diberikan terhadap pembangunan perunggasan.  Dari sudut pandangpelaksanaan program bantuan, terlihat adanya indikasi: pertama, pelaksanaanprogram PRP yang sebagian besar dilakukan oleh ACDI/VOCA (berasal orang-orangAS sendiri) yang tidak lain merupakan “perpanjangan tangan” negara kapitalissebagai pemberi bantuan.  Pertanyaannya kemudian adalah mengapa bantuanyang diberikan tersebut tidak sepenuhnya dise-rahkan kepada lembagapemerintah, akademis atau lembaga swadaya masyarakat sebagai pengelola dalambantuan ini?; kedua, tujuan dari pinjaman kredit yang diberikan oleh peternakrakyat dengan bunga sebesar 16% per tahunnya tidak seperti yang diharapkan,malah sebaliknya, menimbulkan berbagai masalah baru bagi peternak rakyat. Berdasar-kan laporan PRP dari tahun 2001 sampai 2002 yang dilaksanakan di tujuhKabupaten [33], pinjaman yang diberikan oleh pihak ACDI/VOCA mengalamikerugian di tingkat peter-nak rakyat sebesar 59% dari 165 paket pemeliharaanantara bulan September 2001 sampai Pebruari 2002.  Kerugian ini diakibatkankarena pada tingkat pemasaran, peternak rakyat tidak mampu bersaing dengandengan produk yang sejenisnya.

page 15 / 26

Page 16: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Ketiga, tingginya pembayaran kredit macet yang bergerak naik dari 17,56% sampaidengan 58,36% oleh peternak rakyat selama enam bulan pelaksanaan PRP(September 2001 sampai dengan Pebruari 2002). [34] Bedasarkan laporan yangdisampaikan oleh pihak ACDI/VOCA bahwa tingginya kredit macet oleh peternakrakyat disebabkan oleh bebe-rapa hal, yaitu: besarnya jumlah peternak yang tidakmemenuhi komitmennya dalam pembayaran, adanya isue-isue yang menghasutbahwa pinjaman yang diberikan merupa-kan bantuan cuma-cuma, sulitnyamengeksekusi jaminan, dan kurangnya koordinasi antara koperasi dengananggotanya untuk memecahkan permasalahan.

Dan keempat, didatangkannya tim ahli dari negara donor sebanyak 6 (enam) orangdengan tujuan untuk memberikan pelatihan teknis dan manajemen kepadapeternak rakyat.  Jika disimak lebih jauh kasus ini maka terdapat suatu keironian,yaitu apakah hadirnya insan akdemis peternakan (± 47 fakultas dan jurusanpeternakan) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke tidak mempunyai samasekali tenaga ahli baik di bidang teknis maupun sosial ekonomi peternakan,khususnya perunggasan patut dipertanyakan?  Selain itu, dikirimnya beberapatokoh peternak rakyat ke AS untuk mengkuti training dasar dan studi bandingterhadap sistem perunggasan negara donor yang berimplikasi pada keinginan paratokoh peternak rakyat untuk mengadopsi cara produksi kapitalis negara donordalam bentuk vertikal integrasi antara perusahaan besar dengan peternak rakyat.[35] Dari empat hal ini, setidaknya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan programPRP mempunyai maksud dan kepentingan-kepentingan yang terselebung olehnegara donor.  Seperti apa yang dikemukakan oleh Webster [36] bahwa proporsidari beberapa paket bantuan sebagian besar kembali ke negara donor dalambentuk gaji para tenaga ahli yang didatangkan dari negara-negara maju, staflapangan dari negara donor, biaya tempat tinggal dan transportasi mereka.

Sementara itu, dari sudut pandang dampak yang diberikan terhadap pembangunanperunggasan, dapat di lihat dari sejauhmana kepentingan dibalik bantuan yangdiberikan oleh USDA melalui ACDI/VOCA kepada peternak rakyat.  Menurut penulis,kepentingan dibalik bantuan ini adalah menciptakan ketergantungan terhadapbahan baku pakan dan sapronak.  Artinya, dengan kembali berusahanya peternakrakyat maka secara langsung akan meningkatkan volume impor jagung dansapronak asal AS.  Seperti kita ketahui bahwa AS dengan kemampuan teknologipangannya merupakan negara produsen jagung terbesar (43% dari produksi jagungdunia) dan sebagai negara pengekspor jagung ter-besar, yaitu mencapai 64% atau48 juta mts, diikuti negara Argentina  12 juta mts dan China 7 juta mts (Sumber;USDA, Grain, Word Market and Trade, Oktober 2001).

page 16 / 26

Page 17: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Krisis moneter 1997 yang berimbas besar terhadap dunia perunggasan, jugaberpengaruh terhadap pasar jagung dan sapronak AS.  Melemahnya nilai tukarrupiah terhadap dollar AS saat krisis menyebabkan rendahnya bahkan terhentinyaimpor jagung dan sapronak AS oleh perusahaan pabrikan.  Terhentinya imporjagung dan sapronak disaat krisis menyebabkan tingginya harga pakan dansapronak dalam negeri sehingga peternak rakyat dengan keterbatasan modal tidakmampu untuk melanjutkan usahanya.

Pada situasi dan kondisi seperti di atas, maka Amerika Serikat mempunyaikepentingan untuk “menghidupi” kembali peternak rakyat yang sempat “gulungtikar”.  Semakin sedikitnya peternak rakyat melakukan usaha budidaya ayam ras,maka semakin sedikit pula impor jagung maupun sapronak oleh Indonesia.  Artinya,dengan kembali berakti-vitasnya peternak rakyat sebanyak ± 12.626 peternak yangsempat “gulung tikar”, maka pasar jagung dan sapronak asal AS dapat lagi diimporoleh Indonesia.

Terdapatnya pola yang sama antara produksi ayam ras dalam negeri, impor jagungdan sapronak (Parent Stock/PS dan Final Stock/FS).  Saat krisis melanda Indonesiatepatnya tahun 1997 terjadi penurunan produksi ayam ras yang diikuti denganpenurunan volume nilai impor jagung dan sapronak.  Akan tetapi, setelah krisistahun 1999 terjadi kenaikan kembali produksi ayam ras yang kemudian diikutidengan kenaikan volume nilai impor jagung dan sapronak (hubungan antaraproduksi ayam dalam negeri, impor jagung dan sapronak.

Khusus impor jagung asal AS, meskipun hanya berkisar ± 2 juta mts darikekurang-an kebutuhan jagung dalam negeri [37], namun bagi AS sebagai negarapusat dan pabrikan sangatlah berarti.  Mengapa?  Setidaknya kondisi dan situasiyang kondusif berakibat positif terhadap impor jagung asal AS.  Penelitian Purba(1999) menunjukkan bahwa peningkatan impor jagung merupakan implikasi daripermintaan pabrikan unggas, khususnya ayam ras setiap tahunnya terusmeningkat.  Pada periode 1987 – 1996 laju peningkatan permintaan jagung untukpakan ternak ayam ras adalah sebesar 4,465% per tahun, sedangkan peningkatanproduksi jagung domestik hanya sebesar 3,16% per tahun.  Rendahnya lajupeningkatan produksi jagung dalam negeri ini dimungkinkan impor jagung yangsemakin murah yang berakibat terhadap rendahnya harga jagung lokal, sehinggapetani kurang gairah lagi untuk memproduksi jagung.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bantuan untuk “menggairahkan” kembali

page 17 / 26

Page 18: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

peternak rakyat setidaknya merupakan suatu usaha “melanggengkan” terjadinyaproses pembangunan perunggasan yang tergantung, dimana berimplikasi terhadappada kepentingan negara donor untuk memperluas pasar produknya termasukteknologi yang dihasilkan. Kondisi ini mempunyai konsekuensi terhadappembangunan perunggasan di tanah air, yaitu semakin terjadinya depresi pasarjagung lokal di negara pinggiran yang menyebabkan kekuranggairahan petanijagung untuk berproduksi dan berakibat terjadinya pengangguran ditingkatanpetani serta adanya indikasi “pemaksaan” pembelian produk dari negara-negaradonor sementara negara tersebut menghasilkan produk sendiri.

Selain itu, terkesan adanya indikasi akan semakin menguatnya lapisan ataskapitalis (perusahaan pabrikan dan pembibitan) yang menguasai sektor hulusampai hilir (pasar), dan semakin teralienasinya lapisan bawah kapitalis (peternakrakyat) disisi lain.  Untuk itu, tidak dapat ditafikkan bahwa bantuan dalam bentukprogram PRP yang diberikan oleh AS kepada peternak rakyat di Indonesiamerupakan kepentingan “terselubung” negara maju untuk tetap mengeksisikanlapisan atas kapitalis (pengusaha pabrikan dan pembibitan sebagai perpanjangantangan negara maju) dan melemahkan posisi lapisan bawah kapitalis yang diwakilioleh peternak rakyat.

Kesimpulan

Pilihan kebijakan industrialisasi perunggasan oleh pemerintah di perunggasan yangdiawali dari program Bimas Ayam tahun 70-an merupakan awal dari “penetrasikapitalisme” di perunggasan yang ditandai dengan masuknya modal dan teknologidari luar negeri (negara-negara Maju).  Kondisi ini  sangat mempengaruhi prosesperalihan aktivitas usaha peternak rakyat dari welfare orientation(subsistensi/kebutuhan keluarga) ke profite orientation (orientasi keuntungan ataukomersil).  Akibatnya, seluruh aktivitas perunggasan (khususnya ayam ras) diIndonesia dapat dikatakan memakai cara produksi kapitalis dengan formasi sosialkapitalisnya.  Dalam perjalanannya, formasi sosial kapitalis ini terbagi kedalam dualapisan kapitalis, yaitu lapisan atas kapitalis yang diwakili oleh perusahan pabrikandan pembibitan dan lapisan bawah kapitalis yang diwakili oleh peternak rakyat.

Pola hubungan yang terjadi diantara kedua lapisan di atas, dapat di lihat daripelaksanaan model kemitraan melalui PIR-Perunggasan. Dalam PIR-Perunggasan,lapisan atas kapitalis merupakan “inti” yang menyediakan sapronak dan pasar,sementara lapisan bawah kapitalis atau peternak rakyat merupakan “plasma”  yang

page 18 / 26

Page 19: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

melakukan usaha budidaya ayam ras.  Pola hubungan “inti-plasma” yang terciptaini seringkali memberikan hubungan problematis karena masing-masing lapisanmempunyai akar ideologi yang berbeda.  Lapisan atas kapitalis mewakili ideologikorporasi-kapitalis, sementara lapisan bawah mewakili ideologi populis yang welfareorientation.

Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memberikan bukti kepada kitabetapa “ambruknya” peternak rakyat (tercatat sekitar 3.312 dari 15.938 peternakyang bertahan dari terpaan krisis) yang mengadopsi cara produksi kapitalis ini. Untuk kembali menggairahkan usaha peternak rakyat, pemerintah AS melaluiACDI/VOCA memberikan bantuan yang ditujukan kepada peternak ayam raspedaging dalam bentuk program PRP.  Dalam pelaksanaannya, PRP yangsemulanya untuk membangkitkan kembali usaha peternak rakyat, malahmenambah permasalahan baru (seperti: tingginya angka pembayaran kredit macet,tidak tersalurkannya dengan baik hasil produksi dan lain-lain).

Selain itu, ditemukannya indikasi terdapatnya “kepentingan terselubung” darinegara donor (AS) untuk menciptakan pembangunan perunggasan yang tergantungdalam bentuk impor jagung dan sapronak yang diwakili oleh lapisan atas kapitalis(perusahaan pabrikan dan pembibitan).  Ini berakibat terhadap semakin kuatnyaposisi lapisan atas kapitalis atas lapisan bawah kapitalis yang cenderung sangatminim terhadap modal dan teknologi yang dimiliki.

Daftar Pustaka

ACDI/VOCA, Laporan pelaksanaan PRP, Disampaikan Pada Acara Evaluasi ProgramPRP Tanggal 8 Maret 2002 di Hotel Mirah (Bogor: 2002).

Budiman, A. dan Ufford, P. Q. (editor), Krisis Tersembunyi Dalam Pembangunan:Birokrasi-Birokrasi Pembangunan (Jakarta: Gramedia, 1988).

page 19 / 26

Page 20: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Budiman, Arief, Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 2000).

Dharmawan, A. H.  2007.  Teori Tindakan Ekonomi: Perspektif Sosiologi ekonomiKlasik dan Kontemporer (Materi Perkuliahan).  Bogor: Program Studi SosiologiPedesaan IPB (tidak dipublikasi).

Direktorat Jenderal Peternakan, Buku Statistik Peternakan Tahun 1993 (Jakarta:1993).

Direktur Jenderal Peternakan, Reformasi Pembangunan Sub Sektor Peternakan,Disampaikan Pada Pekan Kegiatan Nasional Ikatan Mahasiswa PeternakanIndonesia. (Padang: UNAND, tanggal 8 September 1998).

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Buku Statistik Peternakan Tahun2003 (Jakarta: 2003).

FAO, Production Year Boook (Roma: 1995).

Granovetter, M and R. Swedberg. 1992.  The Sociology of Economic Life. Boulder:Westview Press.

Handoko, Satrio Budi, Memperkuat Posisi Petani dalam Swasembada Jagung(Jakarta: Sinar Tani, tanggal 11 Desember 1996).

Hayami, Y dan Kikuchi, M., Dilema Ekonomi Desa: Pendekatan Ekonomi TerhadapPerubahan Kelembagaan di Asia (Jakarta: Yayasan Obot Indonesia, 1987).

page 20 / 26

Page 21: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Israel, Arturo,  Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek BankDunia  (Jakarta: LP3ES,  1990).

Kasryno, F. (penyunting), Kerangka Analisis Masalah Pedesaan dalam ProspekPembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1984).

Malarangeng, Rizal, Mendobrak Sentralisme Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 2002).

Purba, H. J., Keterkaitan Pasar Jagung dan Pakan Ternak Ayam Ras di Indonesia:Suatu Analisis Simulasi (Bogor: Tesis Program Pascasarjana IPB, 1999)

Polanyi, K. 2007.  Transformasi Besar: Asal Usul Politik dan Ekonomi ZamanSekarang, M. Taufiq Rahman, Penerjemah.  Yogyakarta: Pustaka Penerbit.

Saptana, Dampak Krisis Moneter dan Kebijaksanaan Pemerintah TerhadapProfitabilitas dan DayasaingSistem Komoditi Ayam Ras di Jawa Barat (Bogor: TesisProgram Pascasarjana IPB, 1999).

Seda, Frans,  Kekuasaan dan Moral: Politik Ekonomi Masyarakat Indonesia Baru(Jakarta:  Grasindo 1996).

Setiawan, Bonnie, Dinamika Modal: Teori-teori Tentang Peralihan ke Kapitalisme keDunia Ketiga (Bandung: KPA, 1999).

Smelser, N. J. and R Swedberg.  1994.  The Sociological Perspective on TheEconomy dalam Smelser and Swedberg (editors).  The Handbook of EconomicSociology.  New Jersey: Pricenton University Press.

page 21 / 26

Page 22: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

Suwarsono dan Avlin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta: LP3ES,2000).

Swedberg.  1998.  Max Weber and Idea of Economic Sociology. New Jersey:Princeton University Press.

Swedberg.  2003.  Principles of Economic Sociology. New Jersey: PrincetonUniversity Press.

Yusdja, Y. et al., Alternatif Harga Kesepakatan Jagung dan Kemitraan Antara Petanidan GPMT dalam Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian:  Analisis KebijakanArsiptif dan Responsif (Bogor: Pusat PSE, 1997).

United State Departemen of Agriculture, Word Market and Trade (October 2001).

Webster, Andrew, Introduction to the Sociology of Development (MacMillan:Cambridge, 1984, pp. 147-168).

Weber, M. 1978.  Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociolology.  Vol.I (edited by Guenther Roth and Ckaus Wittich).  Berkley: University of CaliforniaPress.

[1] Industrialisasi peternakan ditandai semenjak diterapkannya program BimasAyam Ras yang dimulai semenjak 1972/1973 yang mengajak pihak swasta dalamnegeri maupun asing untuk meningkatkan dan mengembangkan usahaperunggasan di Indonesia.

[2] Rizal Malarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi, Jakarta, Gramedia, 2002.

page 22 / 26

Page 23: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

[3] Satrio Budi Handoko, Memperkuat Posisi Petani dalam Swasembada Jagung,Jakarta, Sinar Tani, tanggal 11 Desember 1996.

[4] Bibit sering disingkat dengan DOC (Day Old Chicken) yang terdiri atas dua,yaitu: Grant Parent Stock (GPS) dan Parent Stock (PS).

[5] Direktur Jenderal Peternakan, Reformasi Pembangunan Sub Sektor Peternakan,Disampaikan Pada Pekan Kegiatan Nasional Ikatan Mahasiswa Peternakan Indonesia(ISMAPETI), Universitas Andalas, Padang, Tanggal 8 September 1998.

[6] Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS, pada tahun 2002 peternakanmemberikan sumbangan PDB terhadap nasional sebesar 2,10%.

[7] Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa bibit ayam ras (DOC) yangmana GPS dan PS-nya berasal dari Negara-negara maju, seperti: Amerika Serikat. Akibat dari diintroduksinya jenis ayam ini ke dalam sistem peternakan ayam diIndonesia maka berakibat terhadap dikenakannya lisensi atas pemakaian teknologidari negara maju tersebut.

[8] Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa 70% dari biaya produksidari ayam ras ini sangat tergantung oleh jagung dan 20% keberhasilan dalambeternak ayam ras sangat tergantung kualitas sarana produksi peternakan(sapronak), seperti bibit dan obat.  Keterbatasan produksi jagung dan sapronakdalam negeri, maka dapat dipastikan hampir setiap tahunnya memaksakanperusahaan pabrik pakan (pabrikan) yang mempro-duksi pakan dan penyediasapronak (bibit ayam dan obat) melakukan impor untuk memenuhi kekurangandalam negeri.

[9] Ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Helena J. Purba (1999)bahwa terdapatnya kecenderungan perubahan harga jagung domestik dan hargapakan ternak yang menyebabkan perubahan besar dalam jumlah permintaanjagung oleh pabrik pakan ternak.  Keadaan ini mengindikasikan adanyaketergantungan yang tinggi oleh pakan ternak terhadap jagung.

page 23 / 26

Page 24: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

[10]Mode of production ini diperkenalakan oleh Karl Marx untuk memetakancara-cara produksi dalam setiap periode peralihan.  Cara produksi inibermacam-macam, seperti: cara produksi feodal, cara produksi kapitalis dan caraproduksi sosialis.

[11] Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta, Gramedia PustakaUtama, 2000, hal. 104.

[12] Budiman, Ibid, hal. 104.  Selanjutnya Budiman mengatakan bahwa konsepformasi sosial lebih mendekati kenyataan empiris daripada konsep cara produksi.

[13] Karl Marx dalam Budiman, Ibid, hal. 104-105.

[14] Louis Althusser dan Etienne Balibar dalam Bonnie Setiawan, Dinamika Modal:Teori-teori Tentang Peralihan ke Kapitalisme ke Dunia Ketiga, Bandung, KPA, 1999,hal.34.

[15] Piere-Philippe Rey dalam Setiawan, Op.cit., hal.  35

[16] Istilah diberikan oleh Dos Santos untuk negara-negara pinggiran yangmelakukan hubungan dengan negara-negara pusat.

[17] Suwarsono dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarta,LP3ES, 2000, hal. 99.

[18] Budiman, Op.cit., hal. 70

[19] Budiman, Ibid.

page 24 / 26

Page 25: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

[20] Andrew Webster, Introduction to the Sociology of Development, MacMillan,Cambridge, 1984, pp. 147-168.

[21] Webster, Ibid.

[22] Webster, Ibid.

[23] Suwarsono dan Alvin Y. So, Op.cit., hal. 107.

[24] Istilah yang digunakan oleh Piere-Philippe Rey

[25] Y. Hayami dan M. Kikuchi, Dilema Ekonomi Desa: Pendekatan EkonomiTerhadap Perubahan Kelembagaan di Asia, Jakarta, Yayasan Obot Indonesia, 1987.

[26] Ciri-ciri mode produksi non-kapitalis, yaitu (1) usaha pertanian yang dilakukandalam bentuk usaha tani yang kecil (skala kecil dalam produksinya); (2) mempunyaikepemilik-an tanah cenderung kecil dan relatif merata; (3) proporsi penggunaantenaga kerja dari luar keluarga dalam kegiatan pra panen sangat besar; (4)sebagian usaha tani terdiri dari pemilik dan penggarap; dan lain sebagainya.

[27] Untuk lebih jelasnya, mekanisme yang dibangun dalam PIR-Perunggasan dapatdi lihat dalam Kepres Presiden RI No. 50 Tahun 1981.

[28] Beberapa kebijakan pemerintah yang membuka peluang bagi tumbuhnyaperusahaan pabrikan dan perbibitan untuk bergerak di budidaya dengan modalasing, antara lain: (1) Kepres No. 50 tahun 1981; (2) Kepres No. 54 tahun 1983; (3)Kepres No. 22 tahun 1990; (4) Kepmen Pertanian No. 472 tahun 1996; dan (5) PPNomor 44 tahun 1997.  Peraturan ini menekankan pada adanya penciptaan iklimdan pembinaan sehingga dapat mencapai perwujudannya.

page 25 / 26

Page 26: Kajian Sosiologi Ekonomi Perunggasananitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Sofyan Sjaf Online... · ekonomi dengan memfokuskan pada konteks sosial, dimana tindakan ekonomi

Sofyan Sjaf Online | Kajian Sosiologi Ekonomi PerunggasanCopyright Sofyan Sjaf [email protected]://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/kajian-sosiologi-ekonomi-perunggasan-implikasi-poultry-recovery-project-terhadap-perunggasan-rakyat-sebagai-kasus/

[29] Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada penjelasan Kepres No. 50 Tahun 1981tentang mekanisme pembinaan usaha peternakan ayam ras untuk peternak ayamskala kecil.  Singkatnya, peternak ayam skala kecil didefinisikan mereka yangmelakukan usaha peternakan ayam ras dengan skala kecil, dimana peternak ayamras petelur maksimal 5000 ekor dan 750 ekor setiap siklus pemasaran yangdihitung dalam waktu dua bulan.

[30] Dapat dilihat pada biaya minimum untuk menghasilkan dan memasarkanpakan broiler sebesar Rp. 435/kg dengan estimasi keuntungan Rp. 287/kg (datadiambil pada tahun 1993).

[31] Webster, Loc.cit., pp. 147-168.

[32] Webster, Ibid., pp. 147-168.

[33] Jumlah peternak rakyat yang mengikuti program ini sebanyak 146 orang

[34] Laporan pelaksanaan PRP yang disampaikan oleh ACDI/VOCA pada tanggal 8Maret 2002 di Hotel Mirah, Bogor.

[35] Dapat dibaca pada laporan pelaksanaan PRP yang disampaikan olehACDI/VOCA pada tanggal 8 Maret 2002 di Hotel Mirah, Bogor.

[36] Webster, Loc.cit., pp. 147-168.

[37] Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh GPMT (Gabungan PerusahaanMakanan Ternak) kebutuhan jagung dalam negeri berkisar ± 10 juta mts dan yangterpenuhi hanya berkisar ± 8 juta mts.

page 26 / 26