kajian skabies

Upload: assalamualaikum-fikkri

Post on 20-Jul-2015

469 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DENGAN TERJADINYA PENYAKIT SCABIES DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

PROPOSAL PENELITIAN Untuk memenuhi tugas matakuliah Parasitologi yang dibina oleh Ibu Dr. Endang Suarsini M. Kes dan Ibu Sofia Ery Rahayu SPd. MSi

Oleh: M.Fikkri Halim 409342417779

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI April 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin padat, berpengaruh terhadap keadaan pada suatu lingkungan sebagai tempat tinggalnya. Jumlah penduduk yang padat dan semakin tahun meningkat populasinya kemungkinan besar resiko penyakit menular akan meningkat pula. Salah satu masalah yang berpengaruh yaitu adanya jenis penyakit yang dapat menyerang pada manusia. Penyakit yang menyerang dapat berasal dari berbagai sumber, contohnya terjadi infeksi dari suatu jenis hewan parasit terutama masalah penyakit kulit diantaranya scabies yang masih banyak diderita. Prevalensi terjadinya suatu infeksi parasit di Indonesia tergolong masih tinggi, terutama pada masyarakat yang pola hidup dan lingkungannya kurang baik. Lebih besar terjadi pada anak-anak karena kebiasaan anak yang sering bermain diluar rumah, namun orang tua kurang memperhatikan kebersihan (Handoko, 2007). Namun, terjadinya infeksi ini akan menyebabkan tingkat terjadinya penyakit semakin tinggi. Infeksi oleh parasit dapat menyerang pada semua umur. Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei. Tungau tersebut faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit Scabies ini (Carruthers, 1978). Scabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat masih cukup rendah, keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan

program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada (Zahir, 2010). Kehidupan masyarakat yang rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani memiliki kebiasaan hidup masih kurang memperhatikan kebersihan. Namun, banyak juga masyarakat yang status ekonominya baik tetapi dalam perhatian kepada anak dalam hal kebersihan masih kurang. Sehingga persebaran infeksi masih terjadi. Kondisi lingkungan yang masih kurang baik, diantaranya kebiasaan mandi menggunakan sumber air dan tempat yang sama oleh masyarakat, serta penggunaan untuk kebutuhan sehari-hari dapat mepertinggi tingkat terjadinya infeksi pada masyarakat dan terlalu sering kontak langsung dengan hewan yang tidak bersih. Keadaan seperti ini masih terjadi pada beberapa daerah kecamatan Babat. Berdasarkan studi pendahuluan masih menunjukkan adanya penyakit scabies sebagai jenis penyakit yang disebabkan oleh parasit. Kasus yang terjadi mayoritas pada anak-anak. Berdasarkan uraian tersebut, maka disusun penelitian dengan judul Hubungan Kondisi Lingkungan Dengan Terjadinya Penyakit Scabies Di Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Lamongan B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kondisi lingkungan masyarakat di Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan terhadap terjadinya penyakit Scabies? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan masyarakat di Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan terhadap terjadinya penyakit Scabies. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Memberikan dan menambah informasi kepada masyarakat mengenai hubungan kondisi lingkungan dengan terjadinya penyakit scabies.

2. Memberi masukan bagi masyarakat secara luas untuk memperhatikan kondisi lingkungan serta bagi pemerintah daerah untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya kondisi lingkungan memiliki peran yang penting. E. Asumsi Penelitian 1. Faktor-faktor kondisi lingkungan pada saat pelaksanaan penelitian diasumsikan sama pada semua daerah di wilayah Babat. 2. Pola kehidupan masyarakat di wilayah Babat mayoritas sebagai petani. F. Definisi Operasional 1. Kondisi lingkungan merupakan tingkat kebersihan yang terjadi terhadap suatu lingkungan tempat tinggal. 2. Scabies adalah jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh hewan parasit berupa tungau yang dikarenakan keadaan lingkungan kurang bersih.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Scabies umumnya disebut itch mite merupakan penyakit yang menyebabkan gatal sehingga menyebabkan depresi dan kelelahan (Azwar, 1995). Sedangkan menurut Buchart (1997) Scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada mamalia domestik maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis tungau (mite). Prevalensi scabies pada manusia tinggi, para ahli dermatologi memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kasus scabies pada manusia terjadi setiap tahun di dunia disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk. Tungau sarkoptik terdiri dari spesies Sarcoptes scabiei yang bersembunyi di dalam kulit dan menyebabkan kudis sarkoptik (Cahrruters, 2008). Nama sarcoptes berasal dari bahasa yunani yakni sarx yang artinya daging dan koptein yang artinya untuk memotong sedangkan scabiei berasal dari kata latin scabere yang berarti menggaruk yang berati kata yang menunjukkan gejala klinis dari infeksi scabies (Cahrruters, 2008).

Siklus HidupSarcoptes scabiei mengalami empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva, nimfa dan tahap dewasa. Sarcoptes scabiei betina yang telah dibuahi akan mencari lokasi yang tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5 mm 5 mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum (Sungkar, 1997). Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur berbentuk oval dengan ukuran 0,10-0,15 mm dan menetas dalam waktu 3 sampai 4 hari. Setelah telur menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit dan bersembunyi ke dalam lapisan stratum korneum untuk membangun sarang dan memakan folikel rambut sehingga menimbulkan kerontokan bulu pada daerah infeksi. Larva membutuhkan waktu selama 3 sampai 4 hari untuk berganti kulit lalu menjadi nimfa. Larva dan nimfa sering dapat ditemukan dalam kantong rambut atau di folikel rambut dan terlihat mirip dengan tungau dewasa, hanya ukurannya sedikit lebih kecil (Cahrruters, 2008).

Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil terhadap athogenesis penyakit. Biasanya jantan hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Sarcoptes scabiei lebih aktif dimalam hari sehingga hewan yang terinfeksi tidak dapat berisitahat dan terganggu kesehatannya (Cahrruters, 2008).

Epidemiologi Scabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies. Banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Zahir, 2010). Hubungan dengan Kondisi Lingkungan Scabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam kebutuhan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika dalam suatu lingkungan masyarakat dapat menjaga kebersihan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari dapat meminimalisisr terjadinya scabies.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Pelaksanaan dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012. C. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Babat, Lamongan. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah pasien penderita Scabies dalam bulan Juni-Juli 2012. D. Instrumen Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, bolpoint, lembar catatan dan rekapan data, serta kamera. E. Prosedur Kerja1. Memberikan angket kepada pasien yang terinfeksi Scabies di Puskesmas

Babat, Lamongan (angket berisi pertanyaan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan, meliputi kepemilikian MCK, keadaan tempat tinggal, kepemilikan hewan ternak, keadaan pembuangan sampah). 2. Merekap seluruh data yang diperoleh dari pasien. 3. Melihat langsung kondisi pemukiman masyarakat.4. Memilih kondisi lingkungan yang memiliki potensi terjadinya penyakit

scabies pada masyarakat.5. Membandingkan hasil pengamatan dengan literature tentang penyakit

scabies.

F. Pengumpulan Data dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan rekapan data dari yang diperoleh dari system penyebaran angket. Kemudian dari data yang diperoleh dilakukan analisis data secara deskriptif dengan membandingkan kondisi lingkungan dan kejadian scabies.

Daftar Rujukan

Guldbakke. 2006. Monnigs Veterinary Helminthology and Entomology. 5th ed. London: Bailliere, Tindall and Cox. P: 516-528. Halim, Evita. E. 2009. Scabies. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin: FKUI. Handoko. S. 2007. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor: IPB. P: 65-118 Levine, N. D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: UGM Press. Noble, Elmer R. and Glen A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Yogayakarta: Gadjah Mada University Press. Stanford.. 2010. Scabies scabei. (online) ( http://www.depts.washington .edu, diakses 25 vApril 2011). Yosewf. 2007. Clinico-pathological and Control Studies of Mange Caused by sarcoptes scabie in Naturally Infected Sheep and Goats Tulkarem Governorate12: 1-22. Zahir. 2010. Cara Cegah Skabies, Penyakit Kulit Mengerikan.(online) (http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/22421-cara-cegah-skabiespenyakit-kulit-mengerikan.html, diakses 25 April 2011).