kajian simplicial complex dan kth betti number … · fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam...

33
KAJIAN SIMPLICIAL COMPLEX DAN K TH BETTI NUMBER PADA CAKUPAN JARINGAN PENGUAT SINYAL GSM INDOOR FACHRI ADITYA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dotruc

Post on 09-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN SIMPLICIAL COMPLEX DAN KTH BETTI NUMBER

PADA CAKUPAN JARINGAN PENGUAT

SINYAL GSM INDOOR

FACHRI ADITYA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Simplicial

Complex dan kth

Betti Number pada Cakupan Jaringan Penguat Sinyal GSM

Indoor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Fachri Aditya

NIM G54090015

ABSTRAK

FACHRI ADITYA. Kajian Simplicial Complex dan kth

Betti Number pada

Cakupan Jaringan Penguat Sinyal GSM Indoor. Dibimbing oleh SUGI

GURITMAN dan FARIDA HANUM.

Sinyal perangkat mobile sering kali menghilang saat memasuki gedung

beratap. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menambahkan penguat sinyal di

dalam gedung beratap. Tujuan penelitian ini ialah mengonstruksi cakupan

jaringan penguat sinyal dalam suatu ruangan dengan konsep simplicial complex

dan kth Betti number. Simplicial complex adalah objek amatan yang berada pada

ruang topologi dan kth Betti number merupakan ciri atau karakteristik dari objek

amatan yang berada pada ruang topologi. Dengan software Matlab R2008b yang

terintegrasi JPlex dan Wolfram Mathematica7, cakupan jaringan penguat sinyal

dalam suatu ruangan dapat dikonstruksi. Langkah-langkah yang dilakukan ialah:

memasukkan koordinat titik, memberikan diameter cakupan jaringan penguat

sinyal, dan menganalis koordinat titik dengan konsep simplicial complex dan

kth Betti number. k

th Betti number dari suatu simplicial complex dilambangkan

dengan βk. Nilai β

0 adalah jumlah unit yang terhubung dari suatu simplicial

complex dan nilai β1

adalah jumlah lingkaran lubang dari suatu simplicial

complex.

Kata kunci: kth Betti number, simplicial complex, topologi

ABSTRACT

FACHRI ADITYA. Study of Simplicial Complex and kth

Betti Number on

Coverage of Indoor GSM Signal Booster Network. Supervised by SUGI

GURITMAN and FARIDA HANUM.

The mobile devices signal often disappear when entering the building. The

problem could be solved by equipping the building with a signal amplifier. The

purpose of this study is to construct a network coverage signal booster in a room

with the concept of simplicial complex and kth

Betti number. Simplicial complex

is observed objects in the topological space and the kth

Betti number is a trait or

characteristic of the observed objects in the topological space. Using integrated

Matlab R2008 with JPlex and Wolfram Mathematica7, the network coverage in an

indoor signal booster can be constructed. The performed steps are: enter the

coordinates of points, give the diameter of network coverage signal amplifier, and

analyze coordinates of points the concept of simplicial complex and kth

Betti

number. kth

Betti number of a simplicial complex is denoted by βk. β

0 denotes the

number of connected units of a simplicial complex and β1 denotes the number of

circular holes of a simplicial complex.

Keywords: kth Betti number, simplicial complex, topology

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

KAJIAN SIMPLICIAL COMPLEX DAN KTH BETTI NUMBER

PADA CAKUPAN JARINGAN PENGUAT

SINYAL GSM INDOOR

FACHRI ADITYA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Kajian Simplicial

Complex dan kth

Betti Number pada Cakupan Jaringan Penguat Sinyal GSM

Indoor berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Sugi Guritman dan Ibu Dra

Farida Hanum, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Muhammad Ilyas, MSc MSi

yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada kedua orangtua penulis, Bapak Wana’I dan Ibu Siti Masngudah, kedua

adik Nofika Aisyah dan Riza Fathoni, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih

sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh dosen dan staf

penunjang Departemen Matematika atas segala ilmu dan bantuannya, Qowiyyul

Amin Siregar dan Syaepul Anwar atas bantuan dan dukungannya, teman-teman

Matematika 46 dan Jakarta Community 46 atas doa dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Fachri Aditya

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

LANDASAN TEORI 2

Matriks dan Sistem Persamaan 2

Ruang Vektor 2

Simplicial Complex dan Betti Number 2

BAHAN DAN METODE 4

Bahan 4

Metode 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Penyusun Konsep Simplicial Complex dan kthBetti Number 4

Mengonstruksi Cakupan Jaringan Penguat Sinyal 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 23

DAFTAR GAMBAR

1 Metodologi penelitian 4 2 Bentuk simplicial complex 5

3 Plot {a0, a1} dengan koordinat titik pusat yang berbeda 6

4 Penjumlahan a0 + a1 7

5 Pengurangan a1 − a0 7

6 Plot {a0} dengan koordinat titik pusat yang berbeda 8

7 Kombinasi t0 pada 0-simplex 8

8 Perkalian t0a0 dengan nilai skalar t0 = 2 9

9 Kombinasi tj pada 1-simplex 11

10 Kombinasi tj pada 2-simplex 12

11 Kombinasi tj pada 3-simplex 12

12 Contoh dari simplicial complex 13

13 Nilai kth Betti number 13

14 Pembangkitan koordinat titik 14 15 Pemberian diameter setiap titik 14 16 Bentuk simplicial complex 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembuatan gambar q-simplex dan simplicial complex 17

2 Pembuktian simplicial complex pada Gambar 12 18 3 Rekontruksi cakupan jaringan penguat sinyal 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sinyal perangkat mobile sering kali menghilang saat memasuki gedung

beratap. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menambahkan penguat sinyal di

dalam gedung beratap. Jika perangkat mobile berada pada sudut yang tidak

berhadapan langsung dengan penguat sinyal maka tetap saja akan sulit

mendapatkan sinyal di dalam gedung tersebut. Solusi yang ditawarkan kepada

orang-orang yang berada di dalam gedung yang memiliki penguat sinyal ialah

memosisikan perangkat mobile yang dimiliki agar berada dalam cakupan area

penguat sinyal. Cakupan area penguat sinyal biasanya berupa bola besar. Penguat

sinyal merupakan sebuah perangkat elektronik yang menerima isyarat dan

mentransmisikan kembali isyarat tersebut dengan daya yang lebih tinggi. Penguat

sinyal memudahkan para pengguna perangkat mobile untuk mendapatkan sinyal

yang baik dan kuat dengan jaringan nirkabel atau wireless, sehingga komunikasi

menjadi lebih baik.

Dari masalah tersebut, terlihat bahwa penting sekali menentukan letak

penguat sinyal dalam sebuah ruangan atau gedung beratap. Salah satu cara untuk

menentukan letak penguat sinyal adalah dengan melihat cakupannya

menggunakan konsep topologi. Konsep topologi adalah ilmu tentang properti

yang mempertahankan bentuk asli dari perubahan kontinu seperti direnggangkan

dan diputar tetapi tidak dihancurkan, dipisahkan, disambungkan dan disatukan

(Munkres 2000). Secara formal konsep topologi dapat dikatakan sebagai ilmu

tentang properti yang dilihat secara kualitatif terhadap objek-objek yang tidak

berubah dalam beberapa macam dari transformasi (Zomorodian 2005). Untuk

lebih sederhana konsep topologi adalah ilmu tentang kekontinuan dan

keterhubungan. Jika suatu bentuk dapat diubah menjadi bentuk lain dikatakan

bahwa bentuk-bentuk tersebut adalah ekuivalen secara topologi (topologically

equivalent) (Munkres 2000). Contoh bentuk yang ekuivalen secara topologi

(topologically equivalent) ialah sebuah cangkir kopi dan sebuah bentuk donat

(torus).

Pada karya ilmiah ini penulis menggunakan konsep simplicial complex dan

kth

Betti number yang diambil dari artikel de Silva dan Ghrist (2006) untuk

melihat cakupan jaringan penguat sinyal dalam suatu bangunan. Konsep

simplicial complex adalah objek amatan yang berada pada ruang topologi

sedangkan kth Betti number merupakan ciri atau karakteristik dari objek amatan

yang berada pada ruang topologi (Munkres 2000). Setelah itu akan dilakukan

simulasi untuk melihat cakupan jaringan penguat sinyal dalam suatu ruangan.

Tujuan Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan mengonstruksi cakupan jaringan

penguat sinyal dalam suatu ruangan dengan konsep simplicial complex dan

kth Betti number menggunakan software Matlab R2008b yang terintegrasi dengan

JPlex dan Wolfram Mathematica7.

2

LANDASAN TEORI

Matriks dan Sistem Persamaan

Definisi (Operasi Baris Elementer)

I Pertukaran dua baris.

II Kalikan suatu baris dengan bilangan real bukan nol.

III Ganti suatu baris dengan hasil penjumlahannya dengan kelipatan dari baris

lain (Leon 2001).

Definisi (Bentuk Eselon Baris)

Suatu matriks dikatakan memiliki bentuk eselon baris jika

(i) entri bukan nol pertama dalam setiap baris adalah 1

(ii) jika baris k tidak seluruhnya mengandung nol, maka banyaknya entri nol di

bagian muka pada baris k + 1 lebih besar dari banyaknya entri nol di bagian

muka pada baris k

(iii) jika terdapat baris-baris yang entrinya semuanya nol, maka baris-baris ini

berada di bawah baris-baris yang memiliki entri bukan nol (Leon 2001).

Berikut adalah beberapa contoh matriks eselon baris tereduksi

1 4 2

0 1 3

0 0 1

, 1 2 3

0 0 1

0 0 0

, 1

0

0

3

0

0

1

1

0

0

3

0

.

Ruang Vektor

Definisi (Bebas Linear)

Vektor-vektor v 0, v 1, …, v n dalam ruang vektor V disebut bebas linear

(linearly independent) jika:

c0v 0+ c1v 1+ … + cnv n= 0

mengakibatkan semua skalar-skalar c0, c1, …, cn harus sama dengan 0 (Leon

2001).

Simplicial Complex dan Betti Number

Definisi (Bebas Secara Geometri)

Himpunan titik {a0, a1, …, aq} di ℝ𝑘 dikatakan bebas secara geometri

(affine independent) jika:

tjaj =

q

j= 0

tj

q

j= 0

a0 + tj

q

j= 1

aj − a0 = 0 dan tj= 0

q

j= 0

mengakibatkan semua skalar-skalar t0, t1,…, tq harus sama dengan 0 (Munkres

2000).

3

Suku tjq

j= 1 aj − a0 merupakan vektor-vektor aj − a0 yang saling bebas

linear, sehingga ketika dijumlahkan dengan suku tjq

j= 0 a0 himpunan titik

{a0, a1,…, aq} merupakan himpunan yang bebas secara geometri di ℝ𝑘 .

Definisi (q-simplex)

Jika himpunan titik {a0, a1, …, aq} bebas secara geometri di ℝ𝑘 maka

didefinisikan q-simplex yang direntangkan oleh a0, a1,…, aq menjadi himpunan

semua titik x di ℝ𝑘 sehingga:

𝑥 = tjaj

q

j=0

dengan tj

q

j=0

= 1

dan 0≤ tj ≤ 1 untuk j= 0, 1, …, q (Munkres 2000). Kumpulan q-simplex disebut

simplicies atau simplicial dan himpunan titik {a0, a1,…, aq} q-simplex disebut

simpul-simpul (Zomorodian 2005).

Definisi (Face, Coface)

Suatu q-simplex adalah rentangan 𝑥 = {a0, a1,…, aq} yang dilambangkan

dengan 𝜎 = {a0, a1,…, aq} . Suatu q-simplex atau 𝜎 memiliki coface 𝜏 dan 𝜏

disebut face dari 𝜎 (Zomorodian 2005).

Dapat diartikan bahwa coface adalah himpunan bagian yang dimiliki oleh 𝜎,

himpunan bagian tersebut dilambangkan 𝜏 = a0, a1,…, aq dengan 𝜏 ⊆ 𝜎 . Face

adalah elemen pada himpunan titik 𝜏 terdapat juga pada himpunan titik 𝜎 dengan

𝜏 ⊆ 𝜎. Contoh 𝜎 = a0, a1, a2 memiliki coface 𝜏 = { a0, a1 , a0, a2 , a1, a2 , a0 , a1 , a2 } dan 𝜏 disebut face dari 𝜎. Pada contoh tersebut 𝜎 merupakan 2-

simplex dan 𝜏 merupakan simplicial terdiri dari 0-simplex dan 1-simplex.

Definisi (Simplicial Complex)

Sebuah koleksi berhingga K dari kumpulan simplicial di ℝ𝑘 dikatakan

simplicial complex jika memenuhi dua kondisi berikut:

1 𝜎 ∈ 𝐾, jika 𝜏 ⊆ 𝜎 maka 𝜏 ∈ 𝐾

2 jika 𝜎 ∈ 𝐾 dan 𝜎′ ∈ 𝐾 maka 𝜎 ∩ 𝜎′ = ∅ atau 𝜎 ∩ 𝜎′ merupakan face dari 𝜎 dan

𝜎′ (Zomorodian 2005).

kth

Betti Number

kth

Betti number adalah ciri atau karakteristik dari objek amatan yang berada

pada ruang topologi. kth

Betti number dilambangkan dengan βk

dari suatu

simplicial complex 𝐾 . Secara intuitif kth

Betti number dapat dijelaskan sebagai

berikut:

β0 adalah jumlah unit yang terhubung dari suatu simplicial complex 𝐾

β1 adalah jumlah lingkaran lubang dari suatu simplicial complex 𝐾

β2

adalah jumlah ruang tak tertutup dari suatu simplicial complex 𝐾

(Zomorodian 2005).

4

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah data simulasi berupa

koordinat titik yang menunjukkan lokasi penempatan penguat sinyal. Dalam karya

ilmiah ini akan dilakukan simulasi untuk 2 contoh lokasi penempatan penguat

sinyal. Pada setiap contoh, banyaknya koordinat titik yang dibangkitkan adalah 19

titik yang terdiri atas 14 titik tetap dan 5 titik tambahan. Analisis cakupan jaringan

penguat sinyal dilakukan menggunakan Software Matlab R2008b yang

terintegrasi dengan JPlex dan Wolfram Mathematica7.

Metode

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengonstruksi cakupan jaringan

penguat sinyal dalam suatu ruangan ialah:

Dalam metodologi penelitian pada Gambar 1, cakupan daerah yang akan

dianalisis berukuran 13 ×13 dengan setiap titik penguat sinyal berdiameter 4

satuan. Konsep simplicial complex dan kth Betti number digunakan untuk

mengetahui apakah 19 titik koordinat yang dibangkitkan pada setiap contoh telah

mencakup daerah yang berukuran 13×13. Koordinat titik dievaluasi menggunakan

sistem JPlex. Sistem JPlex menerima masukan berupa koordinat titik dalam

sebuah bidang dua dimensi. Koordinat titik tersebut akan diproses dengan cara

memberikan diameter setiap titik. Pada sistem tersebut juga dibuat simplicial

complex dan dihitung kth

Betti number-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusun Konsep Simplicial Complex dan kth Betti Number

Pada karya ilmah ini akan dibahas cakupan jaringan penguat sinyal dalam

suatu ruangan dengan konsep simplicial complex dan kth Betti number serta

Gambar 1 Metodologi penelitian

Gambar 1 Metodologi penelitian

Pembangkitan koordinat titik

tetap

Evaluasi koordinat titik

Analisis koordinat titik

5

mengonstruksi cakupan jaringan penguat sinyal dalam suatu ruangan. Pada

Gambar 2 diperlihatkan contoh suatu bentuk simplicial compex dengan nilai β0= 1

dan β1= 2 yang diambil dari artikel de Silva dan Ghrist (2006).

Pada Gambar 2 nilai kth Betti number tersebut menunjukkan bahwa bentuk yang

diperoleh adalah 1 unit yang terhubung tetapi terdapat 2 lubang pada cakupannya.

Berikut ini dijelaskan terlebih dahulu jenis-jenis q-simplex yang merupakan

penyusun konsep simplicial complex dan kth Betti number.

Jenis-jenis q-simplex

Nilai q = 0, 1, 2, …, q dalam suatu q-simpex adalah banyaknya simpul-

simpul. Diasumsikan banyaknya simpul-simpul tersebut adalah jumlah penguat

sinyal. Jenis-jenis q-simplex yang akan dibahas ialah 0-simplex, 1-simplex, 2-

simplex, dan 3-simplex. Titik, yaitu 0-simplex, menunjukkan bahwa penguat

sinyal tersebut tidak beririsan dengan penguat sinyal lain. Garis, yaitu 1-simplex,

menunjukkan bahwa terdapat 2 penguat sinyal yang saling beririsan. Segitiga,

yaitu 2-simplex, menunjukkan bahwa terdapat 3 penguat sinyal yang saling

beririsan. Bidang empat beraturan (tetrahedron), yaitu 3-simplex, menunjukkan

bahwa terdapat 4 penguat sinyal yang saling beririsan.

Berikut ini akan diperlihatkan penafsiran secara geometri pada 0-simplex, 1-

simplex, 2-simplex, dan 3-simplex yang bebas secara geometri. Agar lebih mudah

penafsiran secara geometri yang dilakukan adalah dengan memberikan contoh

koordinat titik pada 0-simplex, 1-simplex, 2-simplex dan 3-simplex. Himpunan

koordinat titik yang digunakan ialah sebagai berikut:

Contoh 1

0-simplex = a0 dengan a0= 1

2 ,

1-simplex = a0, a1 dengan a0= 1

0 , a1=

0

1 ,

2-simplex = a0, a1, a2 dengan a0= 0

1

1

, a1= 1

0

1

, a2= 1

1

0

,

3-simplex = a0, a1, a2, a3 dengan a0=

0

1

1

1

, a1=

1

011

, a2=

1101

, a3=

1

110

.

Gambar 2 Bentuk simplicial complex

Gambar 2 Bentuk simplicial complex

6

Gambar 3 Plot a0, a1 dengan koordinat titik pusat yang berbeda

Operasi-operasi pengurangan dan penjumlahan di himpunan titik berbeda

dengan operasi himpunan vektor. Hal tersebut dikarenakan jika letak plot gambar

hasil dari operasi-operasi pengurangan dan penjumlahan di himpunan titik dengan

koordinat titik pusat yang berbeda adalah sama maka operasi-operasi di himpunan

titik dapat ditentukan. Dapat ditentukan yang dimaksud adalah letak plot gambar

himpunan titik dengan koordinat titik pusat yang berbeda menghasilkan plot

gambar yang sama.

Berikut ini akan diperlihatkan penafsiran secara geometri pada operasi-

operasi pengurangan dan penjumlahan di himpunan titik dengan koordinat titik

pusat yang berbeda. Untuk membuktikannya diberikan koordinat titik pusat yang

berbeda. Koordinat titik pusat yang digunakan ialah sebagai berikut:

Contoh 2

koordinat titik pusat = 0

0 .

Contoh 3

koordinat titik pusat = 3

0 .

Pada Gambar 3 diplotkan a0, a1 dengan kooordinat titik pusat yang berbeda

menggunakan himpunan koordinat titik pada Contoh 1 bagian 1-simplex. Sintaks

program pembangkitan gambar seperti yang ada di Gambar 3, Gambar 4 dan

Gambar 5 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Gambar 3 koordinat titik a0 dan a1 dengan koordinat titik pusat yang

berbeda menghasilkan vektor 𝒂 0 dan 𝒂 1 yang berbeda. Pada Contoh 2, 𝒂 0 = 10

dan 𝒂 1 = 01 dan pada Contoh 3, 𝒂 0 =

−20

dan 𝒂 1 = −31

. Pada Gambar 4

diplotkan hasil operasi pengurangan a1 − a0 pada setiap contoh. Pada Contoh 2,

a1 − a0 = 𝒂 1 − 𝒂 0 = 01 −

10 =

−11

dan pada Contoh 3, a1 − a0 = 𝒂 1 − 𝒂 0 =

−31

− −20

= −11

. Hasil operasi pengurangan a1 − a0 pada Gambar 4 Contoh

2 dan Contoh 3 sama yaitu vektor −11

, sehingga hasil pengurangan a1 − a0 pada

Gambar 4 dapat ditentukan.

7

Gambar 4 Pengurangan a1 − a0

Gambar 5 Penjumlahan a0 + a1

Pada Gambar 5 diplotkan hasil operasi penjumlahan a0 + a1 pada setiap

contoh. Pada Contoh 2, a1 + a0 = 𝒂 1 + 𝒂 0 = 01 +

10 =

11 dan pada Contoh 3,

a1 + a0 = 𝒂 1 + 𝒂 0 = −31

+ −20

= −51

. Hasil operasi penjumlahan a0 + a1

pada Gambar 5 Contoh 2 dan Contoh 3 berbeda. Pada Contoh 2 adalah vektor 11

dan pada Contoh 3 adalah vektor −51

, sehingga hasil penjumlahan a0 + a1 tidak

dapat ditentukan.

0-simplex

Pada 0-simplex akan diperlihatkan penafsiran secara geometri nilai skalar

t0= 0 dan 1. Untuk membuktikannya diberikan koordinat titik pusat yang berbeda.

Koordinat titik pusat yang digunakan ialah Contoh 2 dan Contoh 3. Pada Gambar

6 diplotkan { a0 } dengan koordinat titik pusat yang berbeda menggunakan

himpunan koordinat titik pada Contoh 1 bagian 0-simplex. Sintaks program

pembangkitan gambar seperti yang ada di Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8

dapat dilihat pada Lampiran 1.

8

Gambar 6 Plot {a0} dengan koordinat titik pusat yang berbeda

Pada Gambar 6 koordinat titik 0-simplex = {a0 }=

1

2 . Koordinat titik

a0 dengan koordinat titik pusat yang berbeda menghasilkan vektor 𝒂 0 yang

berbeda. Pada Contoh 2, 𝒂 0 = 12 dan pada Contoh 3, 𝒂 0 =

−22

. Hasil operasi

perkalian t0a0 dengan nilai skalar t0 = 0 pada Contoh 2 dan Contoh 3 sama yaitu

vektor 00 . Pada Contoh 2, t0a0 = t0𝒂 0 = 0

12 =

00 dan pada Contoh 3, t0a0 =

t0𝒂 0 = 0 −22

= 00 . Hasil operasi tersebut menunjukkan bahwa 0-simplex bebas

secara geometri.

Hasil operasi perkalian t0a0 dengan nilai skalar t0 = 1 pada Contoh 2 dan

Contoh 3 sama yaitu titik a0 = 12 . Pada Contoh 2, t0a0 = t0𝒂 0 = 1

12 =

12 dan

pada Contoh 3, t0a0 = t0𝒂 0 = 1 −22

= −22

. Hasil operasi tersebut menunjukkan

bahwa 0-simplex yang direntangkan oleh a0 menjadi titik a0 sendiri. Pada Gambar

7 akan diperlihatkan kombinasi t0 pada 0-simplex.

Pada Gambar 8 akan diplotkan hasil operasi perkalian t0a0 dengan nilai

skalar t0 ≠ 0 dan t0 ≠ 1 . Misalkan t0 = 2 pada Contoh 2 dan Contoh 3. Pada

Contoh 2, t0a0 = t0𝒂 0 = 2 12 =

24 dan pada Contoh 3, t0a0 = t0𝒂 0 = 2

−22

=

Gambar 7 Kombinasi t0 pada 0-simplex

9

−44

. Hasil operasi perkalian skalar antara t0a0 dengan t0 = 2 pada Gambar 8

Contoh 2 dan Contoh 3 berbeda. Hasil perkalian dengan skalar antara t0a0 dengan

nilai skalar t0 = 2 tidak dapat ditentukan.

Bebas secara geometri pada himpunan titik yang elemennya lebih dari 1

sulit untuk diperiksa. Untuk itu persamaan bebas secara geometri tjaj = q

j= 0 0

dapat diubah menjadi:

tj

q

j= 0

a0 + tj

q

j= 1

aj − a0 = 0 ………………………(1)

Pada Persamaan (1) suku pertama nilai tj hanya ada 2 kemungkinan, yaitu tj = 0

atau 1. Pada suku pertama nilai skalar t0 harus sama dengan 0 mengakibatkan a0

adalah koordinat titik pusat 0

⋮0

. Suku kedua, yaitu tjq

j= 1 aj − a0 , merupakan

vektor-vektor aj − a0 yang saling bebas linear, sehingga ketika dua suku tersebut

dijumlahkan himpunan titik {a0,a1,…,aq} merupakan himpunan yang bebas secara

geometri di ℝ𝑘 .

Berikut ini akan dibuktikan bahwa vektor- vektor a1 − a0,a2 − a0,…,aq −

a0 pada 1-simplex, 2-simplex, dan 3-simplex adalah bebas linear. Pembuktian

tersebut menggunakan himpunan koordinat titik pada Contoh 1.

1-simplex

a1 − a0= 1

-1 ;

t1 1

-1 =

0

0 →

1

-1 t1 =

0

0

Dengan operasi baris elementer, dapat diperoleh:

1

-1 0

0 𝐸21 1

~ 1

0 0

0

Jadi t1= 0; terbukti a1 − a0 bebas linear.

Gambar 8 Perkalian t0a0 dengan nilai skalar t0 = 2

10

2-simplex

a1 − a0= 1

-1

0

, a2 − a0= 1

0

-1

;

t1 1

-1

0

+ t2 1

0

-1

= 0

0

0

→ 1 1

-1 0

0 -1

t1t2 =

0

0

0

Dengan operasi baris elementer, dapat diperoleh:

1

-1

0

1

0

-1

0

0

0

𝐸21 1

~

1

0

0

1

1

-1

0

0

0

𝐸32 1

~

1

0

0

1

1

0

0

0

0

Jadi t1= t2 = 0; terbukti a1 − a0 dan a2 − a0 bebas linear.

3-simplex

a1 − a0=

1

-1

0

0

, a2 − a0=

1

0

-1

0

, a3 − a0=

1

0

0

-1

;

t1

1

-1

0

0

+ t2

1

0

-1

0

+ t3

1

0

0

-1

=

0000

1

-1

0

0

1

0

-1

0

1

0

0

-1

t1t2t3

=

0000

Dengan operasi baris elementer, dapat diperoleh:

1

-1

0

0

1

0

-1

0

1

0

0

-1

0

0

0

0

𝐸21 1

~

1

0

0

0

1

1

-1

0

1

1

0

-1

0

0

0

0

𝐸32 1

~

1

0

0

0

1

1

0

0

1

1

1

-1

0

0

0

0

𝐸43 1

~

1

0

0

0

1

1

0

0

1

1

1

0

0

0

0

0

Jadi t1 = t2 = t3 = 0; terbukti a1 − a0, a2 − a0, dan a3 − a0 bebas linear.

Setelah terbukti bahwa vektor- vektor a1 − a0, a2 − a0, …, aq − a0 pada 1-

simplex, 2-simplex, dan 3-simplex adalah bebas linear maka menurut definisi

bebas secara geometri himpunan titik {a0,a1,…,aq} pada 1-simplex, 2-simplex, 3-

simplex merupakan himpunan yang bebas secara geometri di ℝ𝑘 . Jika himpunan

titik {a0,a1,…,aq} pada 1-simplex, 2-simplex, 3-simplex merupakan himpunan

yang bebas secara geometri di ℝ𝑘 maka dapat didefinisikan q-simplex yang

direntangkan oleh a0, a1, …, aq menjadi himpunan semua titik

𝑥 = tjajq

j=0 dengan tjq

j=0 = 1.

Berikut ini akan diperlihatkan penafsiran secara geometri bahwa 1-simplex

adalah garis, 2-simplex adalah segitiga, dan 3-simplex adalah bidang empat

beraturan (tetrahedron). Penafsiran secara geometri tersebut disertai dengan plot

gambar menggunakan himpunan koordinat titik pada Contoh 1. Sintaks program

pembangkitan gambar seperti yang ada di Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11

dapat dilihat pada Lampiran 1.

11

1-simplex

Nilai tj1j=0 = 1 merupakan kombinasi antara t0,t1 yang jumlahnya harus

sama dengan 1.

𝑥 = 𝑡0 01 + 𝑡1

10 =

0 11 0

𝑡0

𝑡1 dengan t0+ t1 = 1

Misalkan dipilih t0= 0 dan t1= 1; t0= 1 dan t1= 0; t0= 1 2 dan t1= 1 2 ; t0= 1 4

dan t1= 3 4 ; t0= 3 4 dan t1= 1 4 sehingga 𝑥 = { 0

1 ,

1 2

1 2 ,

1 4

3 4 ,

3 4

1 4 ,

1

0 }. Pada Gambar 9 diperlihatkan transformasi dua jaringan penguat sinyal yang

saling beririsan menjadi kombinasi tj pada 1-simplex.

Pada Gambar 9 terlihat bahwa kombinasi tj membentuk kumpulan titik suatu garis

sehingga dapat dikatakan bahwa 1-simplex adalah garis.

2-simplex

Nilai tj2j=0 = 1 merupakan kombinasi antara t0, t1, t2 yang jumlahnya harus

sama dengan 1.

𝑥 = t0 0

1

1

+t1 1

0

1

+t2 1

1

0

= 0 1 1

1 0 1

1 1 0

t0t1t2

dengan t0+ t1+ t2 = 1

Misalkan dipilih t0= 1, t1= 0 dan t2= 0; t0= 0, t1= 1 dan t2= 0; t0= 0, t1= 0 dan t2= 1;

t0= 1 3 , t1= 1 3 dan t2= 1 3 ; t0= 1 4 , t1= 1 4 dan t2= 1 2 sehingga 𝑥 = { 0

1

1

,

1

0

1

, 2 3

2 3

2 3 ,

3 4

3 4

1 2 ,

1

1

0

}. Pada Gambar 10 diperlihatkan transformasi tiga

jaringan penguat sinyal yang saling beririsan menjadi kombinasi tj pada 2-simplex.

Gambar 9 Kombinasi tj pada 1-simplex

12

Gambar 11 Kombinasi tj pada 3-simplex

Gambar 10 Kombinasi tj pada 2-simplex

Pada Gambar 10 terlihat bahwa kombinasi tj membentuk kumpulan titik suatu

segitiga sehingga dapat dikatakan bahwa 2-simplex adalah segitiga.

3-simplex

Nilai tj3j=0 = 1 merupakan kombinasi antara t0, t1, t2, t3 yang jumlahnya

harus sama dengan 1.

x = t0

0

11

1

+t1

1

01

1

+t2

1

10

1

+t3

1

11

0

0 1

1 0

1 1

1 11 1

1 1

0 1

1 0

t0t1t2t3

; t0+ t1+ t2+ t3 = 1

Plot Gambar 11 menggunakan perintah GraphPlot. Pada Gambar 11 diperlihatkan

transformasi empat jaringan penguat sinyal yang saling beririsan menjadi

kombinasi tj pada 3-simplex.

Pada Gambar 11 terlihat bahwa kombinasi tj membentuk kumpulan titik suatu

bidang empat beraturan (tetrahedron) sehingga dapat dikatakan bahwa 3-simplex

adalah bidang empat beraturan (tetrahedron).

Konsep Simplicial Complex dan kth Betti Number

Konsep simplicial complex dapat dianalogikan dengan kumpulan dari jenis-

jenis simplicial sedangkan kth Betti number merupakan ciri atau karakteristik dari

objek amatan. Ciri-ciri objek amatan berupa banyaknya unit terhubung yang

dilambangkan dengan β0 serta banyaknya lingkaran atau lubang yang terbentuk

dilambangkan dengan β1. Pada Gambar 12 akan diberikan suatu contoh

transformasi cakupan jaringan penguat sinyal menjadi simplicial complex. Pada

13

Gambar 12 Contoh dari simplicial complex

contoh tersebut terdapat 6 jaringan penguat sinyal dengan diameter yang sama dan

14 q-simplex atau 𝜎 = 14. Sintaks program pembangkitan gambar seperti yang

ada di Gambar 12 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Gambar 12 didapat himpunan titik K = v0, v1, v2, v3, v4, v5 . Jika

ditransformasikan ke dalam bentuk simplicial complex maka simplicial complex K

= {∅, {v0}, {v1}, {v2}, {v3}, {v4}, {v5}, {v0, v1}, {v0, v2}, {v1, v2}, {v2, v3}, {v3,

v4}, {v3, v5}, {v4, v5}, {v0, v1, v2}}. Pembuktian simplicial complex pada Gambar

12 dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada Gambar 13 diberikan nilai kth Betti

number dengan mengkaji simplicial complex K.

Baris pertama pada Gambar 13 merupakan himpunan 0-simplex yaitu {{v0},

{v1}, {v2}, {v3}, {v4}, {v5}}, baris kedua himpunan 1-simplex yaitu {{v0, v1}, {v0,

v2}, {v1, v2}, {v2, v3}, {v3, v4}, {v3, v5}, {v4, v5}} dan baris ketiga himpunan 2-

simplex yaitu {v0 , v1 , v2} yang merupakan anggota K. Perhatikan bahwa pada

Gambar 10 bentuk tersebut saling terhubung yang berarti nilai β0= 1. Melihat pada

bagian {v3, v4}, {v3, v5}, dan {v4, v5} dengan {v3}, {v4}, dan {v5} bila garisnya

ditarik akan membentuk sebuah lingkaran, hal itu menunjukkan bahwa nilai β1= 1.

Dilihat dari nilai kth Betti number dapat disimpulkan bahwa, terdapat sebuah ruang

yang belum tercakup oleh penguat sinyal. Jadi, jika β1= 0 maka daerah tersebut

telah tercakup oleh penguat sinyal.

Mengonstruksi Cakupan Jaringan Penguat Sinyal

Membangkitkan dan Mengevaluasi Koordinat Titik

Pada proses ini akan dilakukan pembangkitan 19 koordinat titik yang terdiri

dari 14 koordinat titik tetap (berwarna biru) dan 5 koordinat titik tambahan

(berwarna merah). Koordinat titik tetap adalah kumpulan titik yang menunjukkan

bahwa titik-titik tersebut mencakup batasan daerah berukuran 13×13. Koordinat

Gambar 13 Nilai kth Betti number

14

Gambar 16 Bentuk simplicial complex

titik tambahan adalah kumpulan titik yang menunjukkan bahwa titik-titik tersebut

menutup daerah cakupan koordinat titik tetap. Pada penelitian ini diberikan 2

macam koordinat titik tambahan yang berbeda, sehingga menghasilkan Gambar

14. Sintaks program untuk pembangkitan gambar seperti yang ada di Gambar 14,

Gambar 15, dan Gambar 16 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Setelah membangkitkan koordinat titik, langkah selanjutnya ialah memberikan

diameter setiap titik pada Contoh 1 dan Contoh 2, sehingga akan menghasilkan

Gambar 15.

Dalam Gambar 15 sulit melihat daerah mana yang tidak tercakup jaringan

penguat sinyal dalam suatu bangunan. Agar lebih mudah melihat cakupan jaringan

penguat sinyal maka lingkaran cakupan setiap titik yang terdapat pada Contoh 1

dan Contoh 2 akan dikonversi ke dalam bentuk simplicial complex sehingga akan

menghasilkan Gambar 16.

Gambar 15 Pemberian diameter setiap titik

Gambar 14 Pembangkitan koordinat titik

15

Setelah dikonversi dalam bentuk simplicial complex akan dihitung nilai kth Betti

number setiap contoh. Pada Contoh 1 β0= 1 dan β

1= 1, sedangkan pada Contoh 2

β0= 1 dan β

1= 0.

Analisis koordinat titik

Nilai kth Betti number dapat mengidentifikasi cakupan sinyal dalam suatu

bangunan. Pada Contoh 1, nilai kth Betti number yang diperoleh ialah β

0= 1 dan

β1= 2; itu berarti bahwa bentuk yang diperoleh adalah 1 unit yang terhubung tetapi

terdapat 2 lubang pada cakupannya. Pada Contoh 2, nilai kth Betti number yang

diperoleh ialah β0= 1 dan β

1= 0. Itu berarti bahwa bentuk yang diperoleh adalah 1

unit yang terhubung dengan tidak ada lubang pada cakupannya.

Dengan melihat hasil kth Betti number pada dua contoh tersebut dapat dilihat

bahwa Contoh 2 lebih baik dibandingkan dengan Contoh 1. Hal tersebut

disebabkan karena pada Contoh 2, bentuk yang dihasilkan adalah 1 unit yang

terhubung dengan tidak adanya lubang, sedangkan pada Contoh 1 terdapat satu

lubang. Lubang tersebut menyatakan bahwa masih ada ruang yang belum tercakup

oleh penguat sinyal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsep simplicial complex dan kth Betti number dapat digunakan untuk

melihat cakupan jaringan penguat sinyal dalam sebuah wilayah. Konsep simplicial

complex adalah objek amatan yang berada pada ruang topologi dan kth Betti

number merupakan ciri atau karakteristik dari objek amatan yang berada pada

ruang topologi. Dengan software Matlab R2008b yang terintegrasi JPlex dan

Wolfram Mathematica7 dapat direkontruksi cakupan jaringan penguat sinyal

dalam suatu ruangan. Langkah-langkah yang dilakukan ialah: memasukkan

koordinat titik, memberikan diameter cakupan jaringan penguat sinyal, dan

menganalis koordinat titik dengan konsep simplicial complex dan kth Betti number.

Saran

Dalam karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan, di sini lebih

banyak membahas tentang jenis-jenis q-simplex dan simplicial complex sedangkan

kth Betti number tidak dibahas terlalu banyak. Masih dapat dikembangkan kembali,

terutama konsep kth Betti number sehingga dasar analisis dalam melihat jaringan

penguat sinyal dalam sebuah wilayah lebih sempurna, serta dapat dibuat sebuah

program baru yang bukan hanya mengkaji cakupan jaringan penguat sinyal tetapi

juga bisa menentukan di mana letak jaringan penguat sinyal sehingga jumlahnya

menjadi minimum.

16

DAFTAR PUSTAKA

De Silva V, Ghrist R. 2006. Coordinate-free coverage in sensor networks with

controlled boundaries via homology. Intl J Robotics Research. 25(12):1205-

1222.doi:10.1177/0278364906072252.

Leon SJ. 2001. Aljabar Linear dan Aplikasinya. Ed ke-5. Bondan A, penerjemah.

Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Linear Algebra with

Applications.

Munkres J R. 2000. Topology. Ed ke-2. New Jersey (US): Prentice Hall.

Zomorodian A J. 2005. Topology for Computing. Ciarlet PG, Iserles A, Kohn RV,

Wright MH, editor. Cambridge (UK): Cambridge University Pr.

17

Lampiran 1 Pembuatan gambar q-simplex dan simplicial complex

Gambar 3

a=Arrow[{{0,0},{1,0}}];b=Arrow[{{0,0},{0,1}}];c=Circle[{1,0}

,.1];d=Circle[{0,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{c},{d}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 2"]] a=Arrow[{{3,0},{1,0}}];b=Arrow[{{3,0},{0,1}}];c=Circle[{1,0}

,.1];d=Circle[{0,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{c},{d}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 3"]]

Gambar 4

a=Arrow[{{0,0},{1,0}}];b=Arrow[{{0,0},{0,1}}];c=Arrow[{{1,0}

,{0,1}}];d=Circle[{1,0},.1];e=Circle[{0,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{c},{d},{e}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 2"]] a=Arrow[{{3,0},{1,0}}];b=Arrow[{{3,0},{0,1}}];c=Arrow[{{1,0}

,{0,1}}];d=Circle[{1,0},.1];e=Circle[{0,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{c},{d},{e}},Frame True,PlotRange{{-2,3},{0,5}}],Text["Contoh 3"]]

Gambar 5

a=Arrow[{{0,0},{1,0}}];b=Arrow[{{0,0},{0,1}}];c=Arrow[{{1,0}

,{1,1}}];d=Arrow[{{0,1},{1,1}}];e=Arrow[{{0,0},{1,1}}];f=Cir

cle[{1,0},.1];g=Circle[{0,1},.1];h=Circle[{1,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{Dashed,c},{Dashed,d

},{e},{f},{g},{h}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,3}}],Text["Contoh 2"]] a=Arrow[{{3,0},{1,0}}];b=Arrow[{{3,0},{0,1}}];c=Arrow[{{1,0}

,{-5,1}}];d=Arrow[{{0,1},{-5,1}}];e=Arrow[{{3,0},{-

5,1}}];f=Circle[{1,0},.1];g=Circle[{0,1},.1];h=Circle[{-

5,1},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{Dashed,c},{Dashed,d

},{e},{f},{g},{h}},Frame True,PlotRange{{-5,3},{0,5}}],Text["Contoh 3"]]

Gambar 6

d=Circle[{1,2},.1];

Labeled[Graphics[{{d}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 2"]] d=Circle[{1,2},.1];

Labeled[Graphics[{{d}},Frame True,PlotRange{{-2,3},{0,5}}],Text["Contoh 3"]]

Gambar 7

a=Arrow[{{0,0},{1,2}}];d=Circle[{1,2},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{d}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 2"]] a=Arrow[{{3,0},{1,2}}];d=Circle[{1,2},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{d}},Frame True,PlotRange{{-2,3},{0,5}}],Text["Contoh 3"]]

18

Gambar 8

a=Arrow[{{0,0},{1,2}}];b=Arrow[{{0,0},{2,4}}];d=Circle[{1,2}

,.1];e=Circle[{2,4},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{d},{e}},Frame True,PlotRange{{0,5},{0,5}}],Text["Contoh 2"]]a=Arrow[{{3,0},{1,2}}];b=Arrow[{{3,0},{-

1,4}}];d=Circle[{1,2},.1];e=Circle[{-1,4},.1];

Labeled[Graphics[{{Dashed,a},{Dashed,b},{d},{e}},Frame True,PlotRange{{-2,3},{0,5}}],Text["Contoh 3”]]

Gambar 9

e=Point[{1,0}]

;f=Point[{0,1}];g=Circle[{1,0},1];h=Circle[{0,1},1];

Graphics[{{e},{f},{g},{h}},Frame True,PlotRange{{-1,2},{-1,2}}] a=Arrow[{{0,0},{0,1}}];b=Arrow[{{0,0},{1,0}}];c=Arrow[{{0,0},{1/2,

1/2}}];d=Arrow[{{0,0},{1/4,3/4}}];e=Arrow[{{0,0},{3/4,1/4}}];f=Lin

e[{{0,1},{1,0}}];g=Circle[{1,0},.03];h=Circle[{0,1},.03];

Graphics[{{a},{b},{c},{d},{e},{f},{g},{h}},Frame True,PlotRange{{0,1.5},{0,1.5}}]

Gambar 10

a=Arrow[{{0,0,0},{0,1,1}}];b=Arrow[{{0,0,0},{1,0,1}}];c=Arrow[{{0,

0,0},{1,1,0}}];d=Arrow[{{0,0,0},{2/3,2/3,2/3}}];e=Arrow[{{0,0,0},{

3/4,3/4,1/2}}];f=Polygon[{{1,1,0},{0,1,1},{1,0,1}}];i=Sphere[{1,1,

0},.05];j=Sphere[{0,1,1},.05];k=Sphere[{1,0,1},.05];

Graphics3D[{{a},{b},{c},{d},{e},{f},{i},{j},{k}},AxesTrue,PlotRange{{0,1},{0,1},{0,1}}] i=Sphere[{0,1,1},1]; j= Sphere[{1,0,1},1];k=Sphere[{1,1,0},1];

Graphics3D[{{i},{j},{k}},AxesTrue,PlotRange{{-1,2},{-1,2},{-1,2}}]

Gambar 11

GraphPlot[{{0,1,1,1},{1,0,1,1},{1,1,0,1},{1,1,1,0}},VertexRenderin

gFunction({Yellow,EdgeForm[Black],Disk[#,0.7],Red,Text[#2,#1]}&)]

GraphPlot[{{0,1,1,1},{1,0,1,1},{1,1,0,1},{1,1,1,0}},VertexRenderin

gFunction({Yellow,EdgeForm[Black],Disk[#,0.1],Red,Text[#2,#1]}&)]

GraphPlot[{{0,1,1,1},{1,0,1,1},{1,1,0,1},{1,1,1,0}},VertexRenderin

gFunction({Yellow,EdgeForm[Black],Disk[#,0.1],Red,Text[#2,#1]}&),PlotStyle Dashed]

Gambar 12

GraphPlot[{0 1,02,12,23,34,35,45},VertexRenderingFunction({Yellow,EdgeForm[Black],Disk[#,0.7],Red,Text[#2,#1]}&)]

Lampiran 2 Pembuktian simplicial complex pada Gambar 12

Diketahui: simplicial complex K = {∅, {v0}, {v1}, {v2}, {v3}, {v4}, {v5}, {v0, v1},

{v0, v2}, {v1, v2}, {v2, v3}, {v3, v4}, {v3, v5}, {v4, v5}, {v0, v1, v2}}

Akan dibuktikan bahwa: K dari kumpulan simplicial di ℝ𝑘 dikatakan simplicial

complex

19

Bukti:

Jika poin 1 dan poin 2 terpenuhi maka Gambar 12 adalah simplicial complex

𝜎 pada simplicial complex K berjumlah 14

Poin 1: 𝜎 ∈ 𝐾, jika 𝜏 ⊆ 𝜎 maka 𝜏 ∈ 𝐾

𝜎1 = {v0, v1, v2}, 𝜎1 ∈ 𝐾 dengan τ1 = {{v0}, {v1}, {v2}, {v0, v1}, {v0, v2}, {v1,

v2}}, τ1 ∈ 𝐾

𝜎2 = {v4, v5}, 𝜎2 ∈ 𝐾 dengan τ2 = {{v4}, {v5}}, τ2 ∈ 𝐾

𝜎3 = {v3, v5}, 𝜎3 ∈ 𝐾 dengan τ3 = {{v3}, {v5}}, τ3 ∈ 𝐾

𝜎4 = {v3, v4}, 𝜎4 ∈ 𝐾 dengan τ4 = {{v3}, {v4}}, τ4 ∈ 𝐾

𝜎5 = {v2, v3}, 𝜎5 ∈ 𝐾 dengan τ5 = {{v2}, {v3}}, τ5 ∈ 𝐾

𝜎6 = {v1, v2}, 𝜎6 ∈ 𝐾 dengan τ6 = {{v1}, {v2}}, τ6 ∈ 𝐾

𝜎7 = {v0, v2}, 𝜎7 ∈ 𝐾 dengan τ7 = {{v0}, {v2}}, τ7 ∈ 𝐾

𝜎8 = {v0, v1}, 𝜎8 ∈ 𝐾 dengan τ8 = {{v0}, {v1}}, τ8 ∈ 𝐾

𝜎9 = {v5}, 𝜎9 ∈ 𝐾 dengan τ9 = ∅, τ9 ∈ 𝐾

𝜎10 = {v4}, 𝜎10 ∈ 𝐾 dengan τ10 = ∅, τ10 ∈ 𝐾

𝜎11 = {v3}, 𝜎11 ∈ 𝐾 dengan τ11 = ∅, τ11 ∈ 𝐾

𝜎12 = {v2}, 𝜎12 ∈ 𝐾 dengan τ12 = ∅, τ12 ∈ 𝐾

𝜎13 = {v1}, 𝜎13 ∈ 𝐾 dengan τ13 = ∅, τ13 ∈ 𝐾

𝜎14 = {v0}, 𝜎14 ∈ 𝐾 dengan τ14 = ∅, τ14 ∈ 𝐾

Poin 2: jika 𝜎 ∈ 𝐾 dan 𝜎′ ∈ 𝐾 maka 𝜎 ∩ 𝜎′ = ∅ atau 𝜎 ∩ 𝜎′ merupakan face dari

𝜎 dan 𝜎′

Terbukti Gambar 12 adalah simplicial complex

∩ 𝜎1 𝜎2 𝜎3 𝜎4 𝜎5 𝜎6 𝜎7 𝜎8 𝜎9 𝜎10 𝜎11 𝜎12 𝜎13 𝜎14

𝜎1 ∅ ∅ ∅ {v2} { v1 ,

v2}

{ v0 ,

v2}

{ v0 ,

v1}

∅ ∅ ∅ {v2} {v1} {v0}

𝜎2 ∅ {v5} {v4} ∅ ∅ ∅ ∅ {v5} {v4} ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎3 ∅ {v5} {v3} {v3} ∅ ∅ ∅ {v5} ∅ {v3} ∅ ∅ ∅

𝜎4 ∅ {v4} {v3} {v3} ∅ ∅ ∅ ∅ {v4} {v3} ∅ ∅ ∅

𝜎5 {v2} ∅ {v3} {v3} {v2} {v2} ∅ ∅ ∅ {v3} {v2} ∅ ∅

𝜎6 { v1 ,

v2}

∅ ∅ ∅ {v2} {v2} {v1} ∅ ∅ ∅ {v2} {v1} ∅

𝜎7 { v0 ,

v2}

∅ ∅ ∅ {v2} {v2} {v0} ∅ ∅ ∅ {v2} ∅ {v0}

𝜎8 { v0 ,

v1}

∅ ∅ ∅ ∅ {v1} {v0} ∅ ∅ ∅ ∅ {v1} {v0}

𝜎9 ∅ {v5} {v5} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎10 ∅ {v4} ∅ {v4} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎11 ∅ ∅ {v3} {v3} {v3} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎12 {v2} ∅ ∅ ∅ {v2} {v2} {v2} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎13 {v1} ∅ ∅ ∅ ∅ {v1} ∅ {v1} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

𝜎14 {v0} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅ {v0} {v0} ∅ ∅ ∅ ∅ ∅

20

Lampiran 3 Rekontruksi cakupan jaringan penguat sinyal

%% Gambar14 dan Gambar16

%% Membuka Javaplex

startJPlex

%% Membangkitkan koordinat titik tetap

x = [1 6 8.5 10.5 11 12 10 7 5 1.4 1.9 1.2 12 3];

y = [2 2 1.5 2.5 6.5 9.5 11 12 10 11 9 6 4 3];

%% Membangkitkan koordinat titik tambahan dan menggabungkan dengan

titik tetap

%tambah = [4 6.4;6 5;6.8 8;8.5 5;8.5 8.6];

tambah = [4 6.4;6 5;6.8 8;8.5 5;8 8];

tambahan = [[x;y]'; tambah];

cover = EuclideanArrayData(tambahan);

ripscover = Plex.RipsStream(0.001, 3, 4, cover);

intervals = Plex.Persistence.computeIntervals(ripscover);

Plex.FilterInfinite(intervals)

Plex.plot(intervals, 'ripscover', 4)

scatter(tambahan(:,1),tambahan(:,2),'filled')

%% Gambar15

clear all

%r0=2;a1=1;b1=2;a3=6;b3=2;a5=8.5;b5=1.5;a7=10.5;b7=2.5;a9=11;b9=6.

5;a11=12;b11=9.5;a13=10;b13=11;a15=7;b15=12;a17=5;b17=10;a19=1.4;b

19=11;a21=1.9;b21=9;a23=1.2;b23=6;a25=12;b25=4;a27=3;b27=3;a29=4;b

29=6.4;a31=6;b31=5;a33=6.8;b33=8;a35=8.5;b35=5;a37=8;b37=8;

r0=2;a1=1;b1=2;a3=6;b3=2;a5=8.5;b5=1.5;a7=10.5;b7=2.5;a9=11;b9=6.5

;a11=12;b11=9.5;a13=10;b13=11;a15=7;b15=12;a17=5;b17=10;a19=1.4;b1

9=11;a21=1.9;b21=9;a23=1.2;b23=6;a25=12;b25=4;a27=3;b27=3;a29=4;b2

9=6.4;a31=6;b31=5;a33=6.8;b33=8;a35=8.5;b35=5;a37=8.5;b37=8.6;

xmin=a1 - r0;xmax=a1 + r0;

x1=xmin:0.01:xmax;

y1= b1 + sqrt(r0^2-(x1-a1).^2);

x2=xmin:0.01:xmax;

y2=b1 - sqrt(r0^2-(x2-a1).^2);

xmin=a3 - r0;xmax=a3 + r0;

x3=xmin:0.01:xmax;

y3= b3 + sqrt(r0^2-(x3-a3).^2);

x4=xmin:0.01:xmax;

y4=b3 - sqrt(r0^2-(x4-a3).^2);

xmin=a5 - r0;xmax=a5 + r0;

x5=xmin:0.01:xmax;

y5= b5 + sqrt(r0^2-(x5-a5).^2);

x6=xmin:0.01:xmax;

y6=b5 - sqrt(r0^2-(x6-a5).^2);

xmin=a21 - r0;xmax=a21 + r0;

x21=xmin:0.01:xmax;

y21= b21 + sqrt(r0^2-(x21-

a21).^2);

x22=xmin:0.01:xmax;

y22=b21 - sqrt(r0^2-(x22-

a21).^2);

xmin=a23 - r0;xmax=a23 + r0;

x23=xmin:0.01:xmax;

y23= b23 + sqrt(r0^2-(x23-

a23).^2);

x24=xmin:0.01:xmax;

y24=b23 - sqrt(r0^2-(x24-

a23).^2);

xmin=a25 - r0;xmax=a25 + r0;

21

xmin=a7 - r0;xmax=a7 + r0;

x7=xmin:0.01:xmax;

y7= b7 + sqrt(r0^2-(x7-a7).^2);

x8=xmin:0.01:xmax;

y8=b7 - sqrt(r0^2-(x8-a7).^2);

xmin=a9 - r0;xmax=a9 + r0;

x9=xmin:0.01:xmax;

y9= b9 + sqrt(r0^2-(x9-a9).^2);

x10=xmin:0.01:xmax;

y10=b9 - sqrt(r0^2-(x10-a9).^2);

xmin=a11 - r0;xmax=a11 + r0;

x11=xmin:0.01:xmax;

y11= b11 + sqrt(r0^2-(x11-

a11).^2);

x12=xmin:0.01:xmax;

y12=b11 - sqrt(r0^2-(x12-

a11).^2);

xmin=a13 - r0;xmax=a13 + r0;

x13=xmin:0.01:xmax;

y13= b13 + sqrt(r0^2-(x13-

a13).^2);

x14=xmin:0.01:xmax;

y14=b13 - sqrt(r0^2-(x14-

a13).^2);

xmin=a15 - r0;xmax=a15 + r0;

x15=xmin:0.01:xmax;

y15= b15 + sqrt(r0^2-(x15-

a15).^2);

x16=xmin:0.01:xmax;

y16=b15 - sqrt(r0^2-(x16-

a15).^2);

xmin=a17 - r0;xmax=a17 + r0;

x17=xmin:0.01:xmax;

y17= b17 + sqrt(r0^2-(x17-

a17).^2);

x18=xmin:0.01:xmax;

y18=b17 - sqrt(r0^2-(x18-

a17).^2);

xmin=a19 - r0;xmax=a19 + r0;

x19=xmin:0.01:xmax;

y19= b19 + sqrt(r0^2-(x19-

a19).^2);

x20=xmin:0.01:xmax;

y20=b19 - sqrt(r0^2-(x20-

a19).^2);

x25=xmin:0.01:xmax;

y25= b25 + sqrt(r0^2-(x25-

a25).^2);

x26=xmin:0.01:xmax;

y26=b25 - sqrt(r0^2-(x26-

a25).^2);

xmin=a27 - r0;xmax=a27 + r0;

x27=xmin:0.01:xmax;

y27= b27 + sqrt(r0^2-(x27-

a27).^2);

x28=xmin:0.01:xmax;

y28=b27 - sqrt(r0^2-(x28-

a27).^2);

xmin=a29 - r0;xmax=a29 + r0;

x29=xmin:0.01:xmax;

y29= b29 + sqrt(r0^2-(x29-

a29).^2);

x30=xmin:0.01:xmax;

y30=b29 - sqrt(r0^2-(x30-

a29).^2);

xmin=a31 - r0;xmax=a31 + r0;

x31=xmin:0.01:xmax;

y31= b31 + sqrt(r0^2-(x31-

a31).^2);

x32=xmin:0.01:xmax;

y32=b31 - sqrt(r0^2-(x32-

a31).^2);

xmin=a33 - r0;xmax=a33 + r0;

x33=xmin:0.01:xmax;

y33= b33 + sqrt(r0^2-(x33-

a33).^2);

x34=xmin:0.01:xmax;

y34=b33 - sqrt(r0^2-(x34-

a33).^2);

xmin=a35 - r0;xmax=a35 + r0;

x35=xmin:0.01:xmax;

y35= b35 + sqrt(r0^2-(x35-

a35).^2);

x36=xmin:0.01:xmax;

y36=b35 - sqrt(r0^2-(x36-

a35).^2);

xmin=a37 - r0;xmax=a37 + r0;

x37=xmin:0.01:xmax;

y37= b37 + sqrt(r0^2-(x37-

a37).^2);

x38=xmin:0.01:xmax;

y38=b37 - sqrt(r0^2-(x38-

a37).^2);

22

plot(x1,y1,'k',x2,y2,'k',x3,y3,'k',x4,y4,'k',x5,y5,'k',x6,y6,'k',x

7,y7,'k',x8,y8,'k',x9,y9,'k',x10,y10,'k',x11,y11,'k',x12,y12,'k',x

13,y13,'k',x14,y14,'k',x15,y15,'k',x16,y16,'k',x17,y17,'k',x18,y18

,'k',x19,y19,'k',x20,y20,'k',x21,y21,'k',x22,y22,'k',x23,y23,'k',x

24,y24,'k',x25,y25,'k',x26,y26,'k',x27,y27,'k',x28,y28,'k',x29,y29

,'k',x30,y30,'k',x31,y31,'k',x32,y32,'k',x33,y33,'k',x34,y34,'k',x

35,y35,'k',x36,y36,'k',x37,y37,'k',x38,y38,'k')

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 6 Februari 1991 sebagai anak

pertama dari dua bersaudara, dengan ayah bernama Wana’I, SE dan ibu bernama

Dra. Siti Masngudah.

Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta Selatan dan

pada tahun yang sama diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi pengurus

GUMATIKA divisi Kewirausahaan pada tahun 2011. Penulis aktif dalam OMDA

Jakarta Community (J-Co) sebagai ketua divisi Akademik periode 2011/2012 dan

aktif dalam beberapa kepanitiaan di kampus dan di organisasi.

Penulis pernah menjadi tentor matematika di Sony Sugema College (SSC)

pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan praktik

kerja lapang sebagai analis data di Mediatrac Jakarta Selatan.