kajian percepatan desa mandiri untuk kebudayaan … · padang ratu dengan ketinggian rata-rata...
TRANSCRIPT
KAJIAN PERCEPATAN DESA MANDIRI
UNTUK KEBUDAYAAN BANGSA
TAHUN 2017
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU
Desa), menyatakan bahwa tujuan pembangunan Desa dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia dan
menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian, tindakan kebijakan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa harus diabdikan pada
pencapaian tujuan pembangunan Desa. Pembangunan Desa sendiri adalah
upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
UU Desa memberi jalan bagi terwujudnya kehidupan masyarakat Desa yang
maju, kuat, demokratis dan mandiri. Kewenangan Desa ditegaskan di dalam
Undang-Undang Desa untuk memperkuat posisi Desa. Pelaksanaan
kewenangan berdasar hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa
dengan dukungan pembiayaan dari Dana Desa dapat menjadi pendorong kuat
bagi Desa untuk maju dan mandiri. Di sini, paradigmatik Desa Membangun
diteguhkan dengan cara mewujudkan pernyataan Desa sebagai subyek
pembangunan ke dalam praktek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Penyebutan nama Indeks Desa Membangun ditujukan untuk memperkuat
semangat ini.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 2
Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM), status kemajuan dan kemandirian
Desa dijelaskan dengan klasifikasi yang diharapkan dapat memfasilitasi
pemahaman tentang situasi dan kondisi Desa saat ini, serta bagaimana langkah
kebijakan yang harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan kehidupan
Desa menjadi lebih maju dan mandiri. Cara klasifikasi tersebut tentu harus
peka terhadap karakteristik Desa yang senyatanya sangat beragam, bukan
hanya dari segi fisik geografis tetapi juga terkait nilai-nilai, budaya dan tingkat
prakarsa masyarakat Desa.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Indeks Desa Membangun
Indeks Desa Membangun adalah Indeks Komposit yang dibentuk dari Indeks
Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi
Desa. Status kemajuan dan kemandirian Desa yang ditetapkan berdasar Indeks
Desa Membangun ini diklasifikasi dalam 5 status Desa yakni
a. Desa Mandiri, atau bisa disebut sebagai Desa Sembada adalah Desa Maju
yang memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan Desauntuk
peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan
ketahanan ekologi secara berkelanjutan.
b. Desa Maju, atau bisa disebut sebagai Desa PraSembada adalah Desa yang
memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta
kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
Desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 3
c. Desa Berkembang, atau bisa disebut sebagai Desa Madya adalah Desa
potensial menjadi Desa Maju, yang memiliki potensi sumber daya sosial,
ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia dan
menanggulangi kemiskinan.
d. Desa Tertinggal, atau bisa disebut sebagai Desa Pra-Madya adalah Desa yang
memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum,
atau kurang mengelolanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat Desa, kualitas hidup manusia serta mengalami
kemiskinan dalam berbagai bentuknya.
e. Desa Sangat Tertinggal, atau bisa disebut sebagai Desa Pratama, atau dapat
disebut sebagai Desa Pratama, adalah Desa yang mengalami kerentanan
karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial
sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya
sosial, ekonomi, dan ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai
bentuknya.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 telah mengatur salah satu
kewenangan yang dimiliki desa berdasarkan hak usul yang terdiri atas: (a)
sistem organisasi masyarakat adat; (b) pembinaan kelembagaan masyarakat; (c)
pembinaan lembaga dan hukum adat; (d) pengelolaan tanah kas Desa; dan
(e) pengembangan peran masyarakat Desa. Dengan kewenangan tersebut, desa
dapat menggerakkan segenap potensi budaya yang dimilikinya untuk
mewujudkan pembangunan desa.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 4
Undang–Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan budaya memberikan
kesempatan setiap orang untuk memanfaatkan pemajuan kebudayaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan salah satu tujuan
pembangunan desa. Upaya pelaksanaan pengembangan desa yang didasarkan
pada tiga indeks komposit desa membangun akan lebih efektif dilakukan
dengan mengoptimalkan pemanfaatan budaya yang terdapat pada setiap desa.
Oleh karena itu, pembangunan desa dapat diupayakan dengan melestarikan
budaya setempat.
Kehendak mewujudkan desa mandiri dapat ditemukan pada konsideran huruf b
dan penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Desa yang memiliki
hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan
diberdayakan agar menjadikuat, maju, mandiri, dan demokratis, sehingga dapat
menciptakanlandasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa pembangunan desa
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Berdasarkan amanat tersebut tampak jelas bahwa pelaksanaan
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 5
pembangunan desa sesungguhnya tidak dapat dilakukan secara parsial,
melainkan harus menyentuh berbagai aspek yang relevan dengan sasaran dan
tujuan pembangunan itu sendiri. Dengan kata lain, pembangunan desa harus
dilaksanakan dengan pendekatan yang terintegrasi. Oleh karena itu,
keterkaitan antara satu aspek dan aspek lainnya harus menjadi fokus
pelaksanaan pembangunan. Pembangunan ekonomi desa tidak hanya terkait
dengan pemetaan potensi/kapasitas ekonomi desa, dan jaringan pasar,
melainkan juga berkaitan dengan pembangunan aspek sosial budaya, penguatan
kapasitas pemerintah desa, penataan administrasi pemerintah desa, serta
memiliki keterkaitan dengan pembangunan perkotaan.
Data indeks pembangunan desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi menunjukkan perkembangan desa di Provinsi
Lampung maupun di kabupaten Lampung Tengah yang masih didominasi oleh
desa berkembang dengan beberapa lainnya masih terdapat beberapa desa yang
masih tertinggal. Upaya pengembangan desa secara bertahap baik desa
tertinggal menjadi berkembang maupun desa berkembang menjadi mandiri
perlu diupayakan pemerintah daerah secara sistematis agar terwujud tujuan
pembangunan desa.
Tabel 1.1. Perkembangan indeks desa membangun di Provinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah
Jenis Desa Provinsi Lampung Kab. Lampung Tengah Jumlah % Jumlah %
Desa Tertinggal 348 14,29 14 4,65 Desa Berkembang 2010 82,55 280 93,02 Desa Mandiri 77 3,16 7 2,33 Total 2435 100 301 100
Sumber : data dan informasi kemendesa (2015)
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 6
Desa Mandiri Budayamerupakan konsep desa yang diharapkan dapat terwujud
pada sebagian besar desa di Indonesia. Desa mandiri merupakan desa yang
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bergantung pada pemerintah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi suatu desa menjadi desa mandiri adalah
Potensi Sumber Daya Manusia, Potensi Sumber Daya Alam, Potensi Pembeli
(Pasar) Serta Kelembagaan dan budaya lokal.Pemerintah Daerah yang didukung
dengan Pemerintahan Desa Mandiri, akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat
bergerak maju serta mencapai pemerataan kesejahteraan, tentunya juga terjaga
Sumber Daya dan Potensi alamnya. Semakin cepat pembentukan Desa Mandiri,
Maka akan semakin cepat pula kemajuan dan Kemandirian Pemerintah
Daerahnya. Untuk mewujudkan Percepatan Desa Mandiri di Kabupaten
Lampung Tengah, diperlukan Kajian Percepatan Desa Mandiri untuk
kebudayaan bangsa.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan Kajian Percepatan Desa Mandiri
Untuk Kebudayaan Bangsa di Kabupaten Lampung Tengah adalah:
1. Mengindentifikasi potensi pengembangan Desa Mandiriuntuk kebudayaan
bangsa dalam rangka peningkatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan.
2. Mengidentifikasi potensi usaha ekonomi dan budaya kearifan lokal desa
mandiri untuk kebudayaan bangsa.
3. Merumuskan alternatif Percepatan Pembangunan Desa Mandiri untuk
kebudayaan bangsa.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 7
1.3. Keluaran
Tersedianya dokumen Rekomendasi Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk
Kebudayaan Bangsa di Kabupaten LampunTengah.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari tersusunnya dokumen Kajian Percepatan Desa Mandiri
Untuk Kebudayaan Bangsaadalah :
1. Teridentifikasinya potensi pengembangan desa berdasarkan indeks
komposit desa
2. Tersedianya Alternatif Rumusan Percepatan Desa Mandiri di Kabupaten
Lampung Tengah.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 8
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. Geografi dan Topografi
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang
berada di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada104°35,
- 105°50” BT dan 4°30” - 4°15, LS. Ibukota Lampung Tengah adalah Gunung
Sugih. Secara geografi luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah meliputi areal
daratan seluas 4.789,82 km2, terletak pada bagian tengah Provinsi Lampung,
yang berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Utara
b. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Lampung Selatan
c. Sebelah Timur dengan Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro
d. Sebelah Barat dengan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat
Daerah Lampung Tengah dapat dibagi lima unit topografi, yakni daerah
bertopografi berbukit sampai bergunung, daerah bertopografi berombaksampai
bergelombang, dataran aluvial, daerah rawa pasang surut, dan daerah sungai.
Daerah topografi berbukit dan bergunung. Daerah ini terdapat pada Kecamatan
Padang Ratu dengan ketinggian rata-rata 1.600 m diatas permukaan laut (dpl).
Daerah bertopografi berombak sampai bergelombang. Jenis tanaman yang
dapat tumbuh di daerah ini adalah tanaman perkebunan, Kopi, Cengkeh, Lada
serta tanaman pangan seperti Padi, Jagung, Kacang -Kacangan, dan Sayur -
Sayuran. Daerah dataran aluvial. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 – 75
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 9
meter diatas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan 0 - 3 persen. Daerah
Rawa Pasang Surut terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung
Tengah, menggenangnya air menurut pasang surut air laut dan dan daerah ini
mempunyai ketinggian antara 0,5 -l m di atas permukaan laut (dpl). Daerah
Sungai. Daerah Lampung Tengah terdapat dua dari lima DAS di Provinsi
Lampung, yaitu Sungai Way Seputih dan Sungai Way Sekampung.
Kecamatan yang terluas ialah Bandar Mataram di mana luas wilayahnya
mencapai seperlima luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Sedangkan
persentase luas wilayah yang paling kecil ialah Kecamatan Bumi Ratu Nuban
yakni sekitar 1,36 persen. Seluruh desa yang ada di Kabupaten
Lampung Tengah merupakan desa bukan pesisir yang jumlahnya mencapai 307
desa di mana topografi wilayahnya terletak di dataran. Sementara itu,
berdasarkan pemantauan cuaca yang dilakukan di Lampung Tengah tercatat
rata-rata curah hujan di tahun 2015 antara 4 mm hingga 426 mm. Intensitas
curah hujan yang tinggi dialami pada bulan Januari hingga mencapai puncaknya
di bulan Maret. Setelah itu, intensitas curah hujan berangsur-angsur mengalami
penurunan.
2.2. Penduduk
Populasi penduduk Lampung Tengah di tahun 2015 telah mencapai 1,23 juta
jiwa atau tumbuh 0,97 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan
populasi sebanyak itu tingkat kepadatan penduduknya mencapai 258 jiwa/km2
dimana penyebaran penduduknya belum merata. Kecamatan yang terpadat
penduduknya ialah Trimurjo (746 jiwa/km2), sedangkan kecamatan yang
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 10
paling jarang penduduknya ialah Bandar Mataram (72jiwa/km2). Ditinjau dari
jenis kelamin terlihat bahwa sex ratio sebesar 103 yang berarti untuk 100
penduduk perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki.
Selama 3 tahun terakhir, komposisi penduduk didominasi oleh penduduk usia
produktif di mana persentasenya mencapai sekitar 54,22 persen. Sedangkan
persentase penduduk usia muda sekitar 27,31 persen. Sisanya ialah penduduk
usia tua yakni sekitar 18,47 persen. Jika komposisi penduduk usia kerja terus
meningkat, maka angka ketergantungan akan semakin menurun sehingga
berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.
Berdasarkan piramida penduduk terlihat bahwa kohor usia 0-4 tahun
merupakan kohor dengan jumlah penduduk terbanyak kemudian diikuti
kohor 5-9 tahun dan 10-14 tahun. Kondisi ini mencerminkan masih perlunya
upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Di sisi lain, masih relatif
tingginya kohor usia 10-14 tahun juga perlu menjadi perhatian pemerintah
sebab usia ini rentan mengalami putus sekolah sekaligus gerbang memasuki
usia kerja. Pekerja yang berpendidikan rendah akan memperoleh upah yang
relatif rendah sehingga berpotensi melanjutkan siklus kemiskinan.
Tabel 2.1. Statistik demografi Lampung Tengah
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 11
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
2.3. Ketenagakerjaan
Dari total penduduk usia kerja (15 tahunke atas), sebesar 49,55 persen
penduduk yang telah bekerja/mendapatkan pekerjaan. Di tahun 2015, tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) Lampung Tengah mengalami penurunan
mencapai 70,08 persen lebih rendah daripada tahun sebelumnya 71,31persen.
Penurunan TPAK diikuti dengan menurunnya tenaga kerja yang mampu diserap
oleh sektor ekonomi. Tahun 2014, persentase angkatan kerja yang
menganggur sekitar 2,48 persen naik menjadi 2,94 persen di tahun 2015.
Ditinjau menurut sektor lapangan usaha, sektor pertanian masih menjadi
lokomotif penyerapan tenaga kerja terbesar. Di tahun 2015, sektor pertanian
memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja sebesar 44,97 persen. Diikuti
oleh sektor perdagangan sebesar 19,84 persen dan sektor industri sebesar
15,92 persen. Sedangkan sektor jasa sebesar 10,11 persen dan sisanya diserap
oleh sektor lainnya sebesar 9,17 persen.
Ditinjau dari tingkat pendidikan terlihat bahwa pengangguran didominasi oleh
mereka yang berpendidikan SLTA ke atas hingga sarjana di mana persentasenya
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 12
mencapai 47 persen. Tingginya tingkat pengangguran ini diduga terkait dengan
harapan terhadap jenis pekerjaan yang diinginkan dan keterbatasan
ketersediaan lapangan pekerjaan. Mereka yang berpendidikan rendah
cenderung kurang begitu selektif dalam hal memilih jenis pekerjaan. Sedangkan
bagi mereka yang memperoleh pendidikan lanjutan, apalagi sampai ke jenjang
universitas, mereka cenderung hanya akan memilih pekerjaan yang
memberinya penghasilan cukup, mendapatkan kepuasan dan merubah status
sosial di masyarakat.
Gambar 2.1.
Tingkat pendidikan penganggur Lampung Tengah (%) Tahun 2015
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
2.4. Pendidikan
Kemampuan membaca dan menulis merupakan keterampilan minimum yang
dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat menuju hidup sejahtera. Kemampuan
baca tulis direfleksikan melalui angka melek huruf di mana persentase
penduduk Lampung Tengah yang sudah melek huruf telah mencapai sekitar
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 13
96,35 persen. Bila dilihat angka partisipasi sekolah selalu mengalami
peningkatan dari tahun 2013-2015 untuk setiap jenjang pendidikan. Angka
partisipasi sekolah usia 7-12 tahun sudah mencapai 99,50 persen. Situasi ini
diharapkan akan terus berlanjut sehingga seluruh lulusan sekolah dasar akan
melanjutkan sekolahnya ke jenjang berikutnya. Selain itu angka partisipasi
sekolah penduduk berusia 13-15 tahun sudah mencapai 95,22 persen.
Sementara angka partisipasi sekolah penduduk berusia 16- 18 tahun jauh lebih
kecil yakni hanya sekitar 64,35 persen.
Kondisi ini diduga berkaitan dengan daya tampung sekolah, terutama sekolah
negeri di Lampung Tengah. Di tahun 2015, jumlah SD, SMP dan SMA masing-
masing ialah 719 sekolah, 193 sekolah dan 63 sekolah. Semakin tinggi jenjang
pendidikan, semakin berkurang jumlah sekolahnya. Hal tersebut
mengindikasikan ada sebagian lulusan SD yang tidak dapat ditampung di SMP.
Kondisi yang sama juga dialami oleh sebagian lulusan SMP yang tidak dapat
melanjutkan ke SMA karena daya tampung sekolah yang tidak mencukupi. Hal
ini bisa dilihat dari jumlah murid baikitu di SD, SMP, dan SMA yang selalu
mengalami penurunan ketika memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 2.2. Indikator pendidikan lampung tengah
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 14
2.5. Kesehatan
Tingkat kesehatan penduduk Lampung Tengah semakin membaik setiap
tahunnya. Selama 2013-2015, angka harapan hidup semakin
meningkatdibanding dengan tahun lalu sekitar 68,91. Membaiknya tingkat
kesehatan penduduk tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan. Di tahun 2015, jumlah fasilitas rumah sakit yang tersedia
sebanyak 8 unit. Selain itu, terdapat 38 puskesmas dan 113 pustu yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di level kecamatan.
Posyandu dan balai pengobatan juga ikut andil dalam memberikan pelayanan
kesehatan masyarakat terdapat 307 unit posyandu dan 25 unit balai
pengobatan di Lampung Tengah.
Dari sisi banyaknya tenaga medis, jumlah dokter umum dan dokter spesialis
mengalami penambahan yang cukup signifikan di tahun 2015. Sementara untuk
dokter gigi mengalami penurunan sebanyak 6 orang. Bila dilihat dari banyaknya
tenaga kesehatan di LampungTengah, lebih dari 50 persen merupakanbidan.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak menolong proses
kelahiran. Di tahun 2015, persentase penolong kelahiran yang dilakukan oleh
bidan, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya adalah 91,61 persen. Sedangkan
sisanya proses kelahiran ditolong oleh dukun bayi. Tenaga kesehatan
terbanyak lainnya adalah perawat dengan persentase sebesar 33,66 persen.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 15
Tabel 2.3. Jumlah fasilitas kesehatan lampung tengah Uraian 2013 2014 2015
Rumah Sakit 5 8 8
Puskesmas 37 38 38
Posyandu 304 307 307
Rumah Bersalin 12 0 1
Klinik/BalaiPengobatan 42 25 25
Dokter Umum 101 99 121
Dokter Gigi 35 31 25
Dokter Spesialis 13 12 85
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Gambar 2.2. Banyaknya tenaga kesehatan di Lampung Tengah Tahun 2015
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
2.6. Perumahan dan Lingkungan
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa suatu rumah dapat
dikategorikan rumah sehat bila antara lain luas lantai per kapitanya minimal 10
m2. Di tahun 2015, rata-rata luas lantai perkapita di Lampung Tengah ialah
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 16
24,68 m2 berarti perumahan di daerah tersebut telah memenuhi syarat rumah
sehat. Secara umum, kondisi bangunan tempat tinggal secara keseluruhan di
Lampung Tengah relatif sangat baik dan berkualitas. Ditinjau dari jenis atap
terluas terlihat bahwa persentase rumahtangga yang menghuni rumah beratap
layak yaitu genteng dan beton mencapai 95,29 persen.
Meskipun angka ini turun dari dua tahun sebelumnya yang mencapai 96 persen.
Sedangkan rumahtangga yang menghuni rumah berdinding tembok berada
pada kisaran 80 persen. Dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terlihat bahwa
rumah tangga yang memiliki dinding tembok semakin meningkat. Bila dilihat
kondisi lantai rumah tinggal, sebanyak 95,04 persen rumah berlantaikan bukan
tanah. Di sisi lain, mayoritas rumah tangga di Lampung Tengah menggunakan
sumur terlindung sebagai sumber air minum rumah tangga yaitu mencapai
73,44 persen. Sedangkan yang menggunakan sumur tidak terlindung hanya
14,56 persen dan rumah tangga di Lampung Tengah yang memanfaatkan air
kemasan dan isi ulang sebagai sumber air minum hanya 3,20 persen.
Tabel 2.4. Statistik Perumahan Lampung Tengah, 2013-2015
Uraian 2013 2014 2015
Rata-rata luaslantai per kapita(m2) 24,42 24,75 24,68
Atap layak(genteng danbeton) 96,69 96,33 95,29
Dinding permanen(tembok) 80,37 81,34 82,77
Lantai bukan tanah 93,63 94,28 95,04 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
2.7. Pembangunan Manusia dan Kemiskinan
Salah satu tolok ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian
pembangunan manusia pada tingkat regional ialah Indeks Pembangunan
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 17
Manusia (IPM). IPM merupakan indikator komposit yang disusun dari 3
komponen yaitu lamanya hidup, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang
layak. Semakin tinggi angka IPM, maka semakin tinggi kualitas dan tingkat
kesejahteraan penduduknya.
Ditinjau dari angka IPM terlihat bahwa kualitas penduduk Lampung Tengah
semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013, angka IPM Lampung Tengah
sebesar 66,57 naik menjadi 67,07 di tahun2014. Selanjutnya, di tahun 2015
angka IPM Lampung Tengah naik kembali menjadi 67,61. Peningkatan angka
IPM ini disebabkan pengaruh dari investasi sumber daya manusia melalui
pendidikandan kesehatan yang semakin lama semakin meningkat setiap
tahunnya. Seiring dengan meningkatnya angka IPM, tingkat kemiskinan
berangsur-angsur turun. Selama kurun waktu 2012-2014, persentase jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan dari 13,76 persen turun menjadi 13,13
persen. Penduduk miskin ini ialah penduduk yang rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah 326,61 ribu rupiah di tahun 2014. Besaran itu setara
dengan 2100 kilo kalori kebutuhan makanan ditambah kebutuhan minimum
bukan makanan yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Tabel 2.5. Statistik Kemiskinan Lampung Tengah, 2012-2014
Uraian 2012 2013 2014
GarisKemiskinan(ribu rp) 291,44 313,94 326,61
PendudukMiskin (%) 14,96 13,37 13,13
Jumlahpendudukmiskin (000) 180,23 162,81 161,60
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 18
Gambar 2.3. Perkembangan IPM Lampung Tengah, 2013-2015
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
2.8. Pendapatan Regonal
Di tahun 2015, nilai PDRB nominal Lampung Tengah telah mencapai 48.106
milyar rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, nilai PDRB ini mengalami
kenaikan 3.845 milyar rupiah atau sekitar 8,69 persen. Secara riil, nilai PDRB
meningkat dari 36.674 milyar rupiah naik menjadi 38.627 milyar rupiah.
Artinya, selama tahun 2015 ekonomi Lampung Tengah tumbuh sekitar 5,33
persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tersebut sebagian besar berasal
darisektor pertanian yakni sekitar 36,89 persen. Setelah itu, industri
pengolahan sebesar 22,81 persen dan perdagangan besar dan eceran sebesar
10,37 persen. Sedangkan kontribusi sektor yang lainnya terhadap
pertumbuhan ekonomi dibawah 5 persen.
Ditinjau dari struktur ekonomi terlihat bahwa perekonomian Lampung Tengah
masih bergantung pada sektor pertanian. Kontribusi sektor ini dalam
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 19
perekonomian mencapai 36,89 persen. Sektor lain yang mempunyai
sumbangan relatif tinggi ialah sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan besar dan eceran. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Lampung
Tengah relatif mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga 2015, meskipun
tidak terlalu signifikan di tahun 2015. Sedangkan, bila dilihat nilai PDRB per
kapita di tahun 2015 sebesar 39,20 juta rupiah sementara di tahun 2014
sebesar 31,47juta rupiah. Angka PDRB per kapita ini meningkat sekitar 7,73 juta
rupiah atau sebesar 24,56 persen. Kenaikan ini mengindikasikan naiknya
tingkat kesejahteraan masyarakat di kabupaten Lampung Tengah.
Tabel 2.6. PDRB Lampung Tengah, 2013-2015
Uraian 2013 2014* 2015**
PDRB ADHB(milyar rupiah) 39.513 44.261 48.106
PDRB ADHK(milyar rupiah) 34.719 36.674 38.627
LajuPertumbuhanPDRB 6,17 5,63 5,33
*) angka sementara **) angka sangat sementara Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Perbandingan regional merupakansalah satu cara untuk mengukur kinerja
pembangunan ekonomi suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya
dalam satu Provinsi. Ditinjau dari nilai PDRB nominal, Lampung Tengah
merupakan kabupaten yang penciptaan nilai tambahnya tertinggi dibandingkan
kabupaten/kota lainnya di provinsi Lampung. Kabupaten lainnya yang mampu
menghasilkan nilai tambah relatif besar berikutnya adalah Kota Bandar
Lampung dan Lampung Selatan. Sementara itu, bila dilihat dari nilai
pengeluaran per kapita Lampung Tengah, di tahun 2015 telah mencapai 10,30
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 20
juta rupiah atau menempati ranking 3 diLampung setelah Kota Bandar
Lampung dan Metro.
Di tahun 2015, seluruh kabupaten kota di Lampung mengalami pertumbuhan
ekonomi lebih dari 4 persen. Lampung Tengah memiliki pertumbuhan ekonomi
tertinggi ke-3 di Lampung yang mencapai 5,33 persen. Kabupaten/kota yang
memilki pertumbuhan ekonomi terbesar adalah Bandar Lampung dan Way
Kanan yang masing-masing mencapai 6,28 persen dan 5,46 persen. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi yang paling rendah adalah Pesawaran sekitar
4,07persen. Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia Lampung Tengah masih
relatif baik. Angka IPM Lampung Tengah sebesar 67,61 berada di peringkat ke-
3 setelah Kota Metro dan Bandar Lampung. Sementara kabupaten dengan
angka IPM terendah di Provinsi Lampung adalah Mesuji dengan angka IPM
sebesar 59,79.2
1
Tabel 2.7. IPM, Pertumbuhan Ekonomi, dan PDRB per Kapita se-Lampung, 2015
Kab/Kota IPM PE (%) Pengeluaran per kapita (ribu rp)
1. Lampung Barat 64.54 5.10 8,80
2. Tanggamus 63.66 4.64 7,96
3. Lampung Selatan 65.22 4.99 8,75
4. Lampung Timur 67.1 4.26 9,19
5. Lampung Tengah 67.61 5.33 10,30
6. Lampung Utara 65.2 5.26 7,73
7. Way Kanan 65.18 5.46 8,31
8. Tulang Bawang 66.08 4.54 9,89
9. Pesawaran 62.7 4.07 6,74
10. Pringsewu 67.55 5.11 9,02
11. Mesuji 59.79 4.98 6,83
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 21
12. Tulang Bawang Barat 63.01 5.28 7,33
13. Pesisir Barat 60.55 4.65 7,25
14. Bandar Lampung 74.81 6.28 11,09
15. Metro 75.1 5.25 10,71
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Gambar 2.4. PDRB 5 Kabupaten/Kota Tertinggi (milyar rp), 2015
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah, 2016
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 22
BAB III
METODOLOGI
3.1. Pendekatan Desa Budaya Mandiri
Sebagaimana telah ditegaskan di depan, bahwa pengertian “desa” dalam
konteks penelitian ini, tidak selalu terikat sebagai wilayah administrasi
pemerintahan yang ketat batasan teritorialnya, melainkan lebih luwes
cakupannya; bisa lebih sempit dari pengertian “desa” secara administratif
(mungkin hanya satu “dusun” atau sejumlah “dusun”, tetapi boleh jadi sejumlah
dusun lintas desa, atau bahkan hanya semacam “kantong-kantong” pemukiman
tertentu yang khas). Atas dasar uraian pengertian desa dan uraian kelima
pokok pikiran mengenai budaya sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat
dijabarkan definisi desa budaya, yaitu :
“wahana sekelompok manusia yang melakukan aktivitas budaya yang
mengekspresikan sistem kepercayaan (religi), sistem kesenian, sistem mata
pencaharian, sistem teknologi, sistem komunikasi, sistem sosial, dan sistem
lingkungan, tata ruang, dan arsitektur dengan MENGAKTUALISASIKAN
KEKAYAAN POTENSINYA dan MENKONSERVASINYA DENGAN SAKSAMA
ATAS KEKAYAAN BUDAYA YANG DIMILIKINYA, terutama yang tampak pada
ADAT DAN TRADISI, SENI PERTUNJUKAN, KERAJINAN, DAN TATA RUANG
DAN ARSITEKTURAL.”
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 23
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan kegiatan Penyusunan Action
Plan Pengelolaan Desa Budaya Mandiri adalah :
a) Pendekatan Pemberdayaan Komunitas Lokal
Pemberdayaan masyarakat atau komunitas lokal merupakan paradigma
yang sangat penting dalam kerangka pengembangan atau pengelolaan
sumber daya budaya dan pariwisata. Pentingnya pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan tersebut digarisbawahi oleh Murphy
(1988), yang memandang bahwa pengembangan kegiatan budaya dan
pariwisata merupakan “kegiatan yang berbasis komunitas”, yaitu bahwa
sumber daya dan keunikan komunitas lokal baik berupa elemen fisik
maupun non fisik (tradisi dan budaya) yang melekat pada komunitas
tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan budaya dan
pariwisata itu sendiri; di lain pihak komunitas lokal yang tumbuh dan hidup
berdampingan dengan suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri sebenarnya
telah menjadi bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengkait dengan
sumber daya budaya dan pariwisata.
Pendekatan tersebut menegaskan bahwa pengembangan sumber daya
budaya dan pariwisata harus sensitif dan responsif terhadap keberadaan
dan kebutuhan komunitas lokal dan bahwa dukungan dari seluruh
komunitas (tidak saja hanya dari mereka yang mendapatkan manfaat
ekonomi langsung dari kegiatan budaya dan pariwisata) amat sangat
diperlukan bagi keberhasilan pengembangan dan pengelolaan sumber daya
budaya dan pariwisata di tingkat lokal.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 24
Pentingnya peran komunitas lokal juga digarisbawahi oleh Wearing (2001)
yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang kegiatan
(industri) budaya dan pariwisata sangat tergantung pada tingkat
penerimaan dan dukungan dari komunitas lokal. Karena itu, untuk
memastikan bahwa pengembangan kegiatan (industri) budaya dan
pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan,
maka hal mendasar yang harus diwujudkan untuk mendukung tujuan
tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari
komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai
manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan budaya dan pariwisata.
Pemberdayaan masyarakat lokal selanjutnya perlu didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan
identitas budaya dan tradisi lokal.
Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus
mendistribusikan merata pada penduduk lokal.
Berorientasi pada pengembangan usaha berskala kecil dan
menengah dengan daya serap tenaga besar dan berorientasi pada
teknologi tepat guna.
Mengembangkan semangat kompetisi sekaligus kooperatif.
Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen
penyumbang tradisi budaya dengan dampak seminimal mungkin.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 25
b) Pengembangan budaya berkelanjutan
Sebagaimana pengembangan pada umumnya yang menekankan
prinsip/pendekatan berkelanjutan, maka pengembangan sumber daya
budaya juga perlu mengacu pada pola yang sama, dengan penekanan pada
prinsip-prinsip berkelanjutan dan nilai manfaat jangka panjang. Agar
prinsip pengembangan berkelanjutan tersebut dapat tercapai, maka
pengembangan sumber daya budaya harus menciptakan sinergi
pengembangan dari 3 (tiga) aspek pokok yang terkait didalamnya, yaitu
meliputi :
Kualitas sumber daya budaya, yaitu bahwa upaya pengembangan
potensi sumber daya budaya diharapkan dapat tetap menjaga
kelangsungan dan keutuhan dengan tetap memperhatikan daya
dukung serta upaya pelestarian terhadap obyek yang ada.
Kualitas hidup (masyarakat lokal), yaitu bahwa upaya pemanfaatan
dan pengembangan potensi sumber daya budaya agar mampu
memberikan nilai manfaat ekonomi yang berdampak pada
peningkatan kualitas hidup dan peningkatan kualitas lingkungan.
Kualitas pengalaman (dari sisi konsumen), yaitu bahwa upaya
pemanfaatan dan pengembangan sumber daya budaya agar mampu
memberikan kualitas pengalaman yang maksimal bagi konsumen/
wisatawan, khususnya dari segi keunikan, interpretasi dan
pemahaman serta wawasan mengenai obyek secara utuh dan
mendalam.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 26
3.2. Ruang Lingkup
Ketentuan umum meliputi ruang lingkup pedoman. pedoman dan pemanfaatan
kajian model agribisnis terpadu. Adapun ketentuan teknis merupakan pedoman
rincian yang meliputi antara lain :
a. Tersedianya model Kajian Percepatan Desa Mandiri untuk Kebudayaan
Bangsa berdasarkan sosial budaya Masyarakat Kabupaten Lampung Tengah.
b. Pemanfaatan Kajian Percepatan Desa Mandiri untuk Kebudayaan Bangsa,
dilengkapi
- Desain/sistem Percepatan Desa Mandiri untuk Kebudayaan Bangsa
sesuai dengan kondisi dan daya dukung lingkungan pada wilayah
Kabupaten Lampung Tengah.
- Beberapa model pengembangan yang akan disertai dengan arah
kebijakannya.
- Dilengkapi dengan foto dan gambar contoh Model Percepatan Desa
Mandiri untuk Kebudayaan Bangsa.
3.2. Sumber Data dan Metode Studi
Metode studi yang dipakai dalam kegiatan Kajian Percepatan Desa Mandiri
untuk Kebudayaan Bangsa inibersumber dari antara lain :
Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan menggunakan
berbagai metode misalnya observasi dan wawancara.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 27
Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas dan Lembaga serta studi literature yang
terkait dengan kajian.
3.3.Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan studi ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Melakukan survey
b. Pengumpulan data
c. Tabulasi data survey
d. Pengolahan data
e. Penganalisaan data primer / sekunder
f. Penyusunan Laporan Kemajuan
g. Penyusunan Draft Laporan Akhir
h. Penyusunan Laporan Akhir
Tahapan pelaporan dari kegiatan ini antara lain :
Laporan Pendahuluan
Laporan ini berisikan pendahuluan, gambaran umum, dan metodologi
yang akan dikembangkan oleh pihak Tim Ahli. Laporan ini akan
diserahkan untuk selanjutnya dibahas dengan tim teknis untuk
mendapatkan masukan dan penyempurnaan. Laporan ini paling lambat
diserahkan diminggu pertama bulan Mei 2017.
Laporan Kemajuan
Data Primer
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 28
Data yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan menggunakan
berbagai metode misalnya observasi dan wawancara.
Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas dan Lembaga serta studi literature yang
terkait dengan kajian.Laporan ini berisikan rumusan tujuan, kebijakan
dan strategi pengembangan model agribisnis terpadu di Kabupaten
Lampung Tengah.
Laporan ini akan diserahkan untuk selanjutnya dibahas dengan tim
teknis untuk mendapatkan masukan dan penyempurnaan. Laporan ini
paling lambat diserahkan diminggu terakhir Bulan Juni 2017.
Laporan Draft Akhir
Laporan ini merupakan produk akhir kegiatan yang telah memuat
seluruh substansi yang dipersyaratkan dan telah mendapatkan
persetujuan, koreksi maupun masukan dari tim teknis. Laporan ini
akan diserahkan paling lambat diminggu kedua Bulan Juli 2017 bulan.
Laporan Akhir
Laporan yang sudah dicetak dengan lengkap, siap dipublikasikan.
3.4. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
Pelaksanaan Kegiatan studi dijadwalkan selama 5 (lima) bulan dengan rincian
sebagai berikut :
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 29
No TAHAPAN MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER
M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4 M1 M2 M3 M4
1 Survey
2 Pengumpulan Data
3 Tabulasi Data Survey
4 Pengolahan Data
5 Penganalisaan Data Primer
6 Penyusunan Laporan Kemajuan
7 Penyusunan Draft Laporan Akhir
8 Penyusunan Laporan Akhir
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 30
BAB IV
POTENSI KAMPUNG MANDIRI BUDAYA
4.1. Kampung Gaya Baru II
a. Sejarah Kampung
Daerah Gaya Baru II dahulu adalah hutan belantara, kemudian dibuka pada
masapemerintahan Belanda oleh para kolonis dari Jawa pada Tahun 1964. Akan
tetapimulai berdirinya Gaya Baru II adalah tahun 1965 sejak datangnya
penduduk transmigrasi barulah diadakan pengaturan lokasi seperti jalan-jalan,
bedeng-bedengperumahan, dan calon perdagangan, setelah itu dibentuklah
pengurus atau perangkat kampung. Tahun 1965-1969 Bapak Sutoyetno dilantik
sebagai kepalakampung pertama, dari tahun 1969-1971 kepala kampung Gaya
Baru II dipegangoleh Bapak Saimin, pertengahan tahun 1972-1975 dipegang
oleh Bapak Kasum, kemudian diadakan pemilihan kembali kepala kampung
yang dimenangkan olehBapak M. Sujono dari tahun 1975-1999. Bersamaan
dengan kemajuan Kampung Gaya Baru II yang mulai meningkat dan
perkembangan jumlah penduduk yang semakin pesat, serta sumber daya
manusia yang telah siap maka pada tanggal 04 Agustus 1999 dilantiklah Bapak
Purwadi sebagai kepala kampung Gaya Baru II sampai tahun 2014 yang akan
datang. Kampung Gaya Baru II terdiri dari 8 (delapan) Dusun, 41 (empat puluh
satu) RT (rukun tangga), dan 20 (dua puluh) Rw (rukun warga). Kampung
GayaBaru II mulanya merupakan pembagian dari kecamatan Seputih Surabaya
dan kecamatan Bandar Seputih.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 31
b. Kondisi Geografis Kampung
Gaya Baru II terletak di dataran rendah dengan luas wilayah 947,7 Ha
denganjumlah penduduk 4830 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki
berjumlah 2423jiwa dengan 1058 kk, dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan kampung Gaya Baru I dan Gaya Baru II
Sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Gaya Baru IV
Sebelah Barat berbatasan dengan kampung Gaya Baru VIII
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Gaya Baru III
Gaya Baru II adalah wilayah yang keadaan alamnya merupakan dataran
rendahdengan ketinggian 57 meter dari permukaan laut. Luas wilayah
seluruhnya adalah947,7 hektar. Curah hujan di Gaya Baru Kecamatan Seputih
Surabaya terjadisepanjang tahun yaitu sekitar bulan Oktober-Desember.
Keadaan sumber air di Gaya Baru umumnya cukup baik sehingga pengelolaan
sawah rata-rata dapat dilaksanakan sepanjang tahun. Adapun luas wilayah
Kampung Gaya Baru II menurut penggunaannya sebagai berikut ini:
Tabel 4.1. Data Penggunaan Lahan Gaya Baru II
No. Jenis Penggunaan Luas Tanah / ha 1. Pemukiman/perumahan 128 2. Perkantoran pemerintahan 0.25 3. Persawahan 14 4. Perkebunan 45 5. Tegal/ladang 713,5 6. Lapangan 1 7. Lain-lain 45,95 Jumlah 947,7
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 32
Dari penggunaan wilayah tersebut dapat dilihat bahwasanya mayoritas
penduduk Gaya Baru II adalah petani, dengan komoditas yang diusahakan
adalah tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan tanaman holtikultura. Sebagian
kecil masyarakatnya juga memelihara hewan peternakan seperti sapi, babi,
kambing dan ayam.
c. Keadaan Sosial dan Ekonomi Kampung
Keadaan penduduk di Gaya Baru II terdiri dari penduduk menurut umur dan
jenis kelamin, penduduk menurut agama, penduduk menurut Kewargaan
negara dan suku bangsa, penduduk menurut tingkat pendidikan, penduduk
menurut mata pencaharian. Keadaan penduduk menurut umur dan jenis
kelamin di Gaya Baru II ialah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin
No. Golongan Umur Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 0-6 140 153 291 2. 7-12 269 255 524 3. 13-17 144 150 291 4. 18-55 1544 1552 3096 5. 55 tahun ke atas 309 313 622 Jumlah 2407 2423 4830
Berdasarkan tebel 4.2 di atas penduduk Gaya Baru II berjumlah 4830 jiwa,
yangterdiri dari 2407 orang laki-laki dan 2423 orang perempuan. Dengan demikian
maka dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di kampung Gaya Baru II tampak
bahwa penduduk yang berjenis kelamin perempuan memiliki jumlah lebih banyak
apabila dibandingkan dengan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 33
Penduduk di Gaya Baru II Kecamatan Seputih Surabaya terdiri dari berbagai macam
suku dan keyakinan. Adapun Keadaan jumlah dan Persentase penduduk
berdasarkan Agama ialah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Data Penduduk Menurut Agama
No. Agama Jumlah % 1. Islam 4202 86 2. Kristen 280 6 3. Katolik 238 5 4. Hindu 99 2 5. Budha 11 0,22 Jumlah 4830 100
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa penduduk kampung Gaya Baru II kecamatan
Seputih Surabaya mayoritas beragama Islam yaitu berjumlah 4202 orang, dan
urutan ke dua beragama Kristen Protestan yang berjumlah 280 orang, urutan ke
tiga beragama Katolik sebanyak 238 orang, urutan ke empat berjumlah 99 orang,
sedangkan di urutan ke empat beragama Budha yang berjumlah 11 orang.
Adapun keadaan penduduk berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.4. Data Penduduk Menurut Suku Bangsa
No. Suku Bangsa Jumlah 1. Jawa 4447 2. Lampung 15 3. Bali 162 4. Madura 40 5. Bugis 11 6. Batak 155 Jumlah 4830
Berdasarkan tebel 4.4 di atas, penduduk Gaya Baru mayoritas di dominasi
olehmasyarakat suku Jawa yaitu sejumlah 4447 orang, dengan jumlah
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 34
penduduk 4830 orang. Di urutan ke dua didominasi oleh masyarakat suku Bali
sejumlah 162 orang, sedangkan di urutan ke tiga yaitu masyarakat suku Batak
dengan jumlah 155 orang. Adapun penduduk yang sukunya paling sedikit yaitu
suku Bugis sebanyak 11 orang.
Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dikelompokkan
menurutjenjang pendidikan dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Keadaan
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Data Penduduk Menurut Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah 1. TK 255 2. SD 1495 3. SLTP 1355 4. SLTA 975 5. PT 125 6. BELUM SEKOLAH 625 Jumlah 4830
Dilihat dari tabel 4.5 di atas dapat diuraikan bahwa penduduk di kampung
GayaBaru II sebagian besar tingkat pendidikannya hanya pada tingkat SD.
Masyarakat di Gaya Baru II yang melanjutkan jenjang pendidikan sampai
keperguruan tinggi hanya 125 orang.
Penduduk di Gaya Baru II sebagian besar masyarakatnya dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari ialah dengan bekerja sebagai buruh tani. Adapun
keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat tabel berikut
ini:
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 35
Tabel 4.6. Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Pendidikan Jumlah 1. Petani 245 2. Buruh tani 417 3. Buruh swasta 126 4. Pegawai negeri 90 5. Pengrajin 1 6. Pedagang 40 7. Montir 5 8. Dokter 1 9. Bidang 3 Jumlah 4830
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mata pencaharian masyarakat di Gaya
Baru IIyang terbesar adalah Buruh Tani, hal ini dikarenakan keadaan geografis
kampung tersebut yang sebagian besar terdiri dari lahan peladangan, dengan
jenis tanaman pokoknya ialah ubi kayu, padi, dan jenis tanaman holtikultura. Di
samping sebagai petani, aktivitas masyarakat yang lain adalah wiraswasta,
pegawai negeri, pengrajin, pedagang, montir, dokter, dan bidan.
4.2. Kampung Terbanggi Besar
a. Sejarah Kampung
Desa Terbanggi Besar letaknya berada di Provinsi Lampung. Tepatnya di
kabupaten Lampung Tengah, kecamatan Terbanggi Besar. Nama kecamatan
dan desa ini serupa. Konon katanya, nama Terbanggi sendiri diambil dari petua-
petua adat Terbanggi Besar yang merupakan orang sakti di wilayah tersebut.
Konon, para petua adat di wilayah tersebut memiliki kekuatan sakti diantaranya
kekuatan spiritiual, dapat terbang, dan sebagainya. Oleh karena itu, munculah
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 36
nama Terbanggi yaitu singkatan dari ‘terbang tinggi’ atau ‘terbang setinggi-
tingginya.’ Terdengar aneh memang, tapi itulah cerita yang beredar di kalangan
masyarakat desa tersebut.
Dahulu daerah ini disebut dengan Terbanggi. Seiring berjalannya waktu
wilayah Terbanggi ini pecah menjadi beberapa bagian, yaitu Terbanggi Ilir atau
Libo, Terbanggi Subing, Terbanggi Agung, Terbanggi Labuhan, Terbanggi Besar,
dan Indra Putra Subing. Nama-nama desa tersebut diambil dari marga-marga
yang ada di desa tersebut. Terbanggi Besar merupakan pecahan dari Terbanggi
Ilir atau dalam bahasa Lampungnya disebut ‘Terbanggei Libo’
Nama Terbanggi Besar sendiri sering disebut ‘Terbanggei Balak’ di desa
tersebut. Karena ‘balak’ memiliki pengertian ‘besar’ di bahasa daerah tersebut.
Terbanggi besar merupakan pecahan yang paling besar diantara desa terbanggi
lainnya. Oleh karena itu disebut dengan ‘balak’ atau ‘besar.’
Desa terbanggi besar sendiri ditinggali oleh penduduk asli Lampung. Bisa
dibilang tidak ada suku lain yang menempati desa ini selain suku asli Lampung.
Memang di Lampung sendiri tiap-tiap suku cenderung hidup berkelompok
membentuk suatu desa sendiri. Hal ini bisa terlihat dengan bentuk bangunan
rumah adat tradisional asli lampung yang banyak dipakai oleh warga desa
Terbanggi Besar sebagai bentuk rumah mereka.Rumah adat ini disebut dengan
‘Nuwo Sesat.’ Nuwo sendiri memiliki arti Lamban atau tempat tinggal, dan ada
pula versi yang menyebutkan Nuwo memiliki arti tempat ibadah. Dan ‘sesat’
memiliki arti bangunan tempat berkumpul atau bermusyawarah dna
menyimpan makanan.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 37
Masyarakat desa Terbanggi Besar masih memegang teguh adat istiadatnya.
Dalam percakapan sehari-hari kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa
Lampung (Dialek O). Di Lampung sendiri ada dua rumpun dalam penggunaan
bahasa Lampung. Dialek A untuk masyarakat di daerah pesisir dan dialek O
biasa digunakan oleh masyarakat di bagian tengah dan utara Provinsi lampung.
Perbedaan dari dua dialek ini yang cukup terlihat ada di penggunaan huruf ‘a’
dan ‘o’ di tiap katanya. Misal, dalam dialek ‘a’ kata apa menjadi ‘Api’dan dalam
dialek ‘o’, kata apa menjadi ‘Nyo.’
b. Kondisi Geografis Kampung
Desa Terbanggi Besar adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Terbanggi
Besar termasuk dalam Kabupaten Lampung Tengah, Desa Terbanggi Besar
merupakan desa induk yang jumlah penduduknya paling banyak dan rata-rata
merupakan pribumi asli. Desa Terbanggi Besar sebelah utara berbatasan
dengan Desa Tanjung Ratu, sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang
Endah, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Yukum Jaya, dan sebelah barat
berbatasan dengan Desa Poncowati. Jarak Tempuh Desa Terbanggi Besar
dengan ibu kota Kabupaten sejauh 11 kilometer sedangkan jarak dengan ibu
kota Provinsi yaitu Bandar lampung sejauh 74 kilometer. Untuk menjangkau
Desa Terbanggi Besar dari ibu kota Provinsi melalui jalan darat dapat ditempuh
dengan waktu kurang lebih 60 menit jika tidak macet, dan jika macet bisa
memakan waktu kurang lebih 90 menit.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 38
c. Kondisi Sosial dan Ekonomi Kampung
Jumlah penduduk terbanggi besar secara keseluruhan adalah 25.202 jiwa,
dengan komposisi berdasarkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 12.639 jiwa,
perempuan berjumlah 12.563 jiwa. Berdasarkan jumlah kepala keluarga maka
Desa Terbanggi Besar terdapat 6.771 kepala keluarga dengan pembagian
sebagai berikut :
Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Kampung Terbanggi Besar
Nama Dusun Jumlah KK Laki-Laki Perempuan Dusun 1 1013 1761 1832 Dusun 2 896 1891 1779 Dusun 3 742 1510 1437 Dusun 4 992 1632 1778 Dusun 5 765 1404 1375 Dusun 6 621 1131 1038 Dusun 7 974 1854 1712 Dusun 8 768 1476 1576 Jumlah 6771 12639 12563
Berdasarkan data pada table di atas jumlah penduduk yang paling banyak ada
pada dusun 1 dengan 1013 kk, penduduk laki-laki 1761 jiwa, penduduk
perempuan1832,dan jumlah penduduk paling rendah ada pada dusun 6 dengan
621 kepala keluarga ,penduduk laki-laki 1131, dan penduduk perempuan 1038.
Desa terbanggi besar yang penduduknya merupakan penduduk pribumi asli
lampung mereka 95% didominasi beragama islam dan 5% agama Kristen yang
mayaoritas dianut oleh suku pendatang dari luar.
Sebagian besar masyarakat desa terbanggi besar berpindidikan rendah,yaitu
hanya tamatan SD dan SMP,dan sebagiannya lagi tamatan SMA dengan
komposisi sebagai berikut:
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 39
Tabel 4.8. Komposisi Pendidikan Penduduk Kampung Terbanggi Besar
Indikator Sub Indikator Tahun 2010 2011
Tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas
Jumlah buta huruf 12 11 Tidak tamat SD 21 15 Tamat SD 215 240 SMP 211 213 SMA 128 135 D1 25 38 D2 21 25 D3 16 17 S1 5 11 S2 - 6 S3 - -
Wajib belajar 9 tahun dan putus sekolah
Usia 7 – 15 tahun 5958 6003 Usia 7-15 tahun masih sekolah 795 803 Usia 7-15 tahun putus sekolah 5843 5200
Prasarana pendidikan
SMA 2 2 SMP 1 1 SD 10 10
Dari data monografi diatas dapat bahwa penduduk Desa Terbanggi Besar yang
berpendidikan rendah dengan tamatan SD menempati urutan teratas
dibandingkan dengan tamatan SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Penduduk Desa Terbanggi Besar merupakan penduduk pribumi yang hampir
95% didominasi oleh suku lampung dan 5% terdiri dari suku jawa,untuk
pergaulan sehari-hari masyarakat menggunakan bahasa inndonesia dan ada
juga yang menggunakan bahasa Lampung, dengan komposisi sebagai berikut:
Suku Lampung 23.941 orang (95%) dan Suku Jawa 1.260 orang (5%).
Warga masyarakat Terbanggi Besar yang mayoritas suku lampung sejak dulu
mereka sudah menerapkan prinsip hidup yang diwariskan secara turun
menurun yaitu piil pesinggiri, dimana dengan prisip tersebut mereka dapat
bersosialisasi dan bermasyarakat sesuai dengan prinsip tersebut. Dimana
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 40
mereka harus saling tolong menolong satu sama lain dalam kehidupan sehari-
hari yang dikenal dengan sakai sembayan,dan mereka juga saling menghadiri
disetiap acara yang ada pada salah satu warga yang dikenal dengan nengah
nyappur,mereka juga saling menghormati dan bersahabat kepada para
pendatang dan bersikap hangat atau nemui nyimmah,dan juga masyrakat
Terbanggi Besar juga merupakan masyarakat yang masih berpegangan pada
adta dan sangat kentak dengan adat yang sudah menjadi warisan dan budaya
dari nenek moyang mereka secara turun menurun dan oleh sebab itu hampir
rata-rata warga masyrakat terbanggi besar meiliki gelar adat dari yang rendah
sampai yang paling tinggi dan kebiasaan itu dikenal dengan bejuluk beadek.
Sebagian besar penduduk Desa Terbanggi Besar adalah wiraswasta,serta ada
juga masyarakat yang mengandalkan sektor pertanian,persawahan dan
perkebunan. Namun karena keberadaan Desa Terbanggi Besar yang dekat
dengan salah satu perusahaan/pabrik banyak juga masyarakatnya yang menjadi
buruh pabrik ataupun karyawan dipabrik tersebut dengan berbagai macam
posisi,dan ada juga yang sebagian kecil merupakan pensiunan.
d. Sarana dan Prasarana Desa
Untuk segala macam pertemuan seperti pertemuan antar warga atau sejenisnya
warga menggunakan balai desa, kondisi balai desa umumnya masih bagus dan
balai desa ini dibuat berdampingan dengan kantor kelurahan,balai desa juga
terkadang digaunakan aparat setempat untuk mensosialisaikan program-
program pemerintah yang akan dilaksanakan.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 41
Untuk kegiatan agama dilaksnakan dimasjid bagi yang beragama islam, didesa
terbanggi besar yang mayoritas masyrakatnya beragama islam terdapat 1 unit
masjid besar yang menjadi salh satu masjid tertua di desa terbanggi besar, dan
memiliki kurang lebih 15 mushola yang tersebar disetiap dusun di Desa
Terbanggi Besar.
Setiap dusun di desa terbanggi besar masing-masing memiliki 1 unit posyandu
pada setiap dusun yang ada dan diperuntukan kepada warga masyarakat yang
memiliki balita, terbanggi juga memiliki satu unit puskemas, dan untuk
menunjang kesehatan yang lebih baik desa terbanggi dekat dengan 2 rumah
sakit swasta yang berada tidak jauh terbanggi yaitu di desa tetangga Yukum
Jaya.
Sarana transportasi yang digunakan warga untuk menuju tempat beraktifitas
umumnya rata-rata warga sudah memiliki, sedangkan angkutan umum/bis
untuk menuju ke kota Bandar lampung sebagai ibu kota Bandar lampung hanya
sampai pukul 17.00 sore begitupun sebaliknya, angkutan umum juga digunakan
oleh warga yang tidak memiliki motor untuk pergi bekerja, kepasar dan
bersekolah Jalan yang digunakan warga untuk beraktifas umunya sudah baik
karna sudah menggunakan aspal dan kebetulan juga merupakan jalan lintas
sumatera yang merupakan jalan yang banyak dilewati mobil-mobil besar yang
akan menuju daerah luara lampung yang menuju daerah lain disumatera dan
keluar jawa.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 42
4.3. Kampung Mataram Ilir
a. Sejarah dan Kondisi Geografi Kampung
Kampung Mataram Ilir berdiri sejak tahun 1930. Awalnya Kampung Mataram
Ilir merupakan wilayah bukaan transmigrasi yang sebelumnya dipimpin oleh
Kepala Bilik. Kemudian Kampung Mataram Ilir diresmikan menjadi kampung
definitif dan masuk dalam wilayah Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten
Lampung Tengah. Sejak berdiri hingga sekarang, Kampung Mataram Ilir telah
dipimpin oleh beberapa Demang/Lurah/Kepala Kampung dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 4.9. Sejarah Kepemimpinan Pemerintah Kampung Mataram Ilir
No. Periode Nama Kepala Kampung Keterangan 1. 1930-1940 Abdulah Yusuf Ka. Kampung 2. 1940-1950 Adam Ka. Kampung 3. 1950-1960 Usman Sitihang Ka. Kampung 4. 1960-1968 Hi. Ahmad Nawawi Ka. Kampung 5. 1968-1979 Warga Ratu Ka. Kampung 6. 1979-1999 Mukrin Sanjaya Ka. Desa 7. 1999-2014 Helmi Johan Ka. Kampung 8. 2014-2016 Hi. Rosidi, S.Sos. M.M Pjs. Ka. Kampung 9. 2016-2022 Bastoni, SP Ka. Kampung
Secara geografis, Kampung Mataram Ilir merupakan salah satu dari 13
Kampung di wilayah Kecamatan Seputih Surabaya, yang terletak 2 km ke arah
utara dari Kota Kecamatan. Kampung Mataram Ilir mempunyai luas wilayah
6.777,7 hektar dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bandar Mataram
Sebelah selatan berbatasan dengan Kampung GB.I.GB.VIII, SK.3, SK,2.
Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Sri Mulyo Jaya.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 43
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bumi Nabung.
Kondisi iklim Kampung Mataram Ilir sebagaimana kampung-kampung lain di
wilayah Indonesia, memiliki iklim kemarau dan penghujan. Kondisi iklim
tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di
Kampung Mataram Ilir Kecamatan Seputih Surabaya.
b. Daya Tarik Kampung
Jumlah Penduduk : ± 1629
Mata Pencaharian Penduduk : Pertanian dan Perkebunan
Potensi Ekonomi (UKM,
Perkebunan, Ekonomi
kreatif/kerajinan, Budidaya, Hasil
Bumi)
: Hasil Bumi Singkong, Home
Industry Oyek dan Kerupuk.
Sebanyak 5% penduduk
bekerja sebagai nelayan
pancing dan jaring ikan.
Infrastruktur Teknologi Informasi : Komputer dan sinyal
telekomunikasi
Infrastruktur Umum (Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan, Koperasi,
dan Fasilitas Umum)
: PAUD, TK, SD, Puskesmas
Organisasi Kemasyarakatan di Desa
(Karang Taruna, Risma, PKK,
Pengajian/TPA)
: Karang Taruna, PKK, TPA, dan
Gapoktan
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 44
c. Aksesibilitas dan Fasilitas Kampung
Kondisi sarana dan prasarana umum Kampung Mataram Ilir secara garis besar
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10. Sarana dan Prasarana Kampung
No. Sarana/Prasarana Jumlah Keterangan
1. Sarana Ibadah 49 48 Masjid/Mushola, 0 Gereja, 0 Pura,
dan 1 Wihara
2. Sarana Pendidikan 17 5 PAUD, 7 SD, dan 5 TPA
3. Sarana Kesehatan 11 1 Pustu, 1 polindes, 9 posyandu
4. Sarana Pemerintahan 2 1 Balai Kampung dan 1 Kantor Kampng
5. Sarana Keamanan 1 1 Poskamling
6. Jalan Dusun 1 40 Km
7. Jalan Kampung 1 20 Km
8. Sarana Olahraga 18 5 Lap. Bola Kaki, 5 Lap. Volley, 8 Lap.
Badminton
9. TPU 6 6 TPU
d. Keadaan Sosial dan Ekonomi Kampung
Kampung Mataram Ilir mempunyai jumlah penduduk 9.067 jiwa yang tersebar
di 16 dusun dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.11. Jumlan Penduduk per Dusun Kampung Mataram Ilir
No. Dusun Jumlah No. Dusun Jumlah
1. Dusun I 764 9. Dusun IX 474
2. Dusun II 796 10. Dusun X 480
3. Dusun III 557 11. Dusun XI 265
4. Dusun IV 581 12. Dusun XII 569
5. Dusun V 1089 13. Dusun XIII 476
6. Dusun VI 814 14. Dusun XIV 446
7. Dusun VII 618 15. Dusun XV 378
8. Dusun VIII 345 16. Dusun XVI 415
Total Jumlah Penduduk: 9067 Jiwa
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 45
Sedangkan tingkat pendidikan masyarakat Kampung Mataram Ilir mulai dari
Pra Sekolah, Tidak Sekolah, SD, SMP, SMA dan Sarjana dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 4.12. Tingkat Pendidikan Penduduk Kampung Mataram Ilir
No. Dusun Jumlah
1. Pra Sekolah 200
2. Tidak Sekolah 29
3. SD 5797
4. SMP 478
5. SMA 246
6. Sarjana 34
Keadaan ekonomi penduduk Kampung Mataram Ilir secara umum memiliki mata
pencaharian pertanian. Mayoritas pendudukanya bekerja sebagai petani dengan
penduduk usia belum produktif /tidak produktif 508 jiwa. Sedangkan jumlah
penduduk yang usia produktif adalah sebagai berikut:
Tabel 4.13. Tingkat Pendidikan Penduduk Kampung Mataram Ilir
Petani Pedagang Wiraswasta PNS Buruh
996 78 23 6 261
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 46
BAB V
ISU-ISU STRATEGIS TERKAIT PENGEMBANGAN DESA
MANDIRI BUDAYA
Dalam upaya pengembangan desa/kampung mandiri budaya, berikut ini
merupakan beberapa isu yang teridentifikasi dari berbagai sumber terutama
terkait dengan tata kelola Desa/Kampung mandiri budaya. Isu-isu ini masih
bersifat secara umum.
A. Penetrasi Modal Luar
Desa/Kampung yang potensial mandiri budaya, wisata, dan sebagainya yang
sudah berkembang mudah terkena “penetrasi modal luar”, sehingga
formatnya berubah dari kegiatan dan modal berskala kecil ke “kegiatan kecil
dengan modal berskala menengah besar”. Pada awalnya masyarakat lokal
akan mengembangkan fasilitas dasar di desa/kampung, sekaligus
menyediakan fasilitas atraksi maupun akomodasi. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut diambil-
alih aleh pemodal besar, misalnya dengan mendirikan akomodasi eksklusif,
yang pada gilirannya mempersempit kesempatan masyarakat lokal untuk
mengembangkan usaha. Pola “penetrasi modal luar” juga dapat terjadi
dalam bentuk jaringan permodalan, di mana pemilik modal berinvestasi di
berbagai jenis usaha pariwisata di desa, sementara masyarakat berperan
sebagai mitranya.
B. Stagnasi Pengembangan Daya Tarik
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 47
Desa mandiri budaya/wisata budaya berpotensi terjebak oleh stagnasi.
Setelah sekian lama dikunjungi wisatawan, aktivitas pariwisata semakin
menurun. Hal ini muncul akibat terbatasnya inovasi pengembangan atraksi.
Sejak dipasarkan sebagai destinasi, desa wisata tetap menawarkan atraksi
yang “itu-itu saja”, kurang terorganisir (atraksi ditata bagus ketika
wisatawan menjelang datang), kinerjanya jarang dievaluasi. Kasus di Tunisia
dilaporkan oleh Ludwig (1990) dengan menyebutkan monotoni atraksi
sebagai ancaman serius bagi aktraktivitas desadesa wisata negeri tersebut.
Pengelola desa wisata terlalu cepat puas ketika rombongan wisatawan
berkunjung dalam jumlah besar dalam jangka pendek, kemudian tidak tahu
ingin berbuat apa ketika masa kunjungan berlalu. Hal ini diperburuk oleh
program pemasaran yang tidak tepat membidik sasaran. Tidak jarang juga
pengelola desa wisata cenderung menunggu pasar daripada proaktif
menyisir segmen pasar potensial.
C. Daya Saing Desa Wisata yang Lemah
Dalam suatu kawasan destinasi, desa wisata cenderung berkembangsecara
kuantitatif, tetapi lemah dalam daya saing. Terinspirasi olehkesuksesan yang
dicapai oleh satu desa wisata, maka desa-desa lainseakan berlomba untuk
menjadi destinasi wisata baru. Penataanfisik dilakukan dengan cara
mobilisasi warga desa. Sepintas hal initampak sebagai suatu bukti penyiapan
diri menyongsong geliatpariwisata yang menjanjikan keuntungan besar atau
sikap respansifdesa terhadap induksi perubahan-perubahan sosial; ekonomi
danbudaya di desa. Namun dalam banyak kasus sebenarnya upaya itulebih
dipicu kegairahan memperoleh simbol status baru yang lebihbergengsi;
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 48
yakni desa wisata. Tentu patut dibanggakan kalausemakin banyak desa
wisata yang layak untuk dijual dan dikunjungi.Sebaliknya akan sangat
kontraproduktif, apabila penamaan desawisata hanya mengisi kekosongan
angka-angka statistik. Faktanya,tidak sedikit dari desa-desa wisata baru ini
mengimitasi atraksi danproduk-produk wisata yang ditawarkan oleh desa
wisatasebelumnya. Akibatnya, bukan daya saingnya yang dibangun,
tetapiaura persaingan antar-desa wisata yang semakin tajam dan
condongtidak sehat.
D. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di Desa Mandiri Budaya
Desa mandiri budaya/wisata sebaiknya dikelola oleh sumberdaya manusia
yangmemiliki karakter entrepreneur. Pariwisata apa pun bentuknyaadalah
entitas bisnis yang menuntut kejelian pengelolanyamenciptakan dan
menangkap peluang keuntungan. Pengelola yangmemiliki semangat
wirausaha dan kemampuan menjalankan praktekbisnis merupakan salah
satu faktor penentu sukses desa wisata. Dipedesaan Australia, Ollenburg
(2006) menemukan kisah-kisahkeberhasilan desa wisata berbasis pertanian
sangat terkait denganspirit wirausaha yang kuat di kalangan penggiat
pariwisata.Kalangan petani melihat pariwisata bukan sebagai pelarian
aktivitasekonomi, tetapi menjadikannya sebagai bagian dari
kegiatanpertanian keluarga. Barangkali hal ini berbeda dengan kondisi
didesa-desa kita yang menempatkan pariwisata sebagai
aktivitaspendamping dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan
aktivitaspertanian. Pada umumnya sumberdaya manusia yang
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 49
mumpunirelatif sulit ditemukan di desa karena lebih tertarik dengan
dayapikat-atau terbawa arus migrasi ke-perkotaan.
E. Dampak Lingkungan Perkembangan Pariwisata
Desa wisata cenderung mudah terkena dampak lingkunganperkembangan
pariwisata itu sendiri. Meskipun kesadaran lingkungan pada masyarakat
setempat cukup baik, misalnya mengkonservasi lahan dan hutan di sekitar
desa, namun hal itu dilakukan karena nilai tambahnya tidak sepadan dengan
keuntungandari pemanfaatannya. Kesadaran ini dapat berubah cepat,
ketikalahan tersebut memberikan keuntungan ekonomi lebih
tinggi,misalnya melalui pembangunan amenitas dan fasilitas
pariwisatalainnya. Di samping itu, pemanfaatan bahan baku lokal semakin
terbatas, sedangkan penggunaan bahan baku asing seringdiutamakan di
dalam pembangunan infrastruktur pariwisata, baikkarena alasan
kepraktisan, maupun karena tututan citra modern.
F. Ketidakseimbangan Distribusi dan Redistribusi Sumberdaya
Pariwisata
Distribusi dan redistribusi sumberdaya pariwisata yang tidak seimbang
antar-warga masyarakat. Barangkali struktur sosial masyarakat desa lebih
sederhana daripada masyarakat kota, namun relasi kekuasaan, budaya dan
ekonomi mereka cukup rumit. Okupasi mereka tak lagi seragam, tetapi
beragam, meskipun komposisinya tidak proporsional. Misalnya, sebagian
besar bergantung pada pertanian, tetapi ada sebagian kecil lainnya sudah
bekerja di sektor off-farm dan non-farm. Jelas bahwa lingkungan dan
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 50
pengalaman kerja mereka berbeda dengan rekannya di sektor pertanian.
Keterkaitan okupasional dan ekonomi seperti itu jugadipraktekkan dalam
pengelolaan desa wisata Redistribusi sumberdaya pariwisata, atau jelasnya
arus uang dan jasa yang masuk ke desa melalui kunjungan wisatawan,
berpeluang untuk tidak menjangkau segmen penduduk miskin. Peran
golongan perbankan tergolong masih kecil, kecuali jika unitusaha yang
dikelola sudah mapan. Berbeda dengan tipe usaha lainseperti perdagangan,
hasil usaha pariwisata tidak dapat dipetikdalam jangka pendek karena harus
melalui rangkaian promosi yang khusus. Hal ini dipersulit lagi oleh fluktuasi
pasar yang cukup tinggi. Selain membutuhkan waktu panjang, keberhasilan
promosi usaha akomodasi di pedesaan tidak semata ditentukan oleh jenis
dan mutu akomodasi itu sendiri, seperti bangunan fisik dan layanan
bagitamu, tetapi juga oleh realitas daya tarik destinasi secarakeseluruhan.
Semua ini sangat menentukan kemapanan usaha pariwisata.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 51
BAB VI
ANALISIS PENGEMBANGAN KAMPUNG MANDIRI BUDAYA
6.1. Analisis Kampung Potensi Desa Mandiri Budaya
Kajian pengembangan desa budaya mandiri ataupun desa wisata budaya
nantinya terlebih dahulu dengan menganalisis faktor-faktor
yangmempengaruhi pengembangan desa/kampung potensial untuk
menjadi kampung budaya mandiri di Kabupaten Lampung Tengah,
diantaranya dengan beberapa aspek kajian sebagai berikut:
A. Daya Tarik
B. Aksesibilitas
C. Fasilitas
D. Pemberdayaan Masyarakat
E. Pemasaran dan Promosi
F. Kelembagaan dan SDM
Berikut adalah matrik analisis kampung-kampung potensi budaya mandiri
ataupun berpotensi menjadi kampung wisata budaya:
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 52
KAMPUNG
Aspek Kajian Kampung Potensi Budaya Mandiri/Wisata Budaya Daya Tarik Aksesibilitas Fasilitas Pemberdayaan
masyarakat Pemasaran &
Promosi Kelembagaan
dan SDM
G
AY
A B
AR
U II
Dibuka pada masa pemerintahan Belanda oleh para kolonis dari Jawa pada Tahun 1964.
Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan 1 kilo meter
Jarak dari ibukota Kabupaten/ Daerah Tingkat II 75 kilo meter
Jarak dari ibukota Propinsi Kabupaten / Daerah Tingkat I 120 kilo meter
Jarak dari ibukota Negara 300 kilometer
Untuk mencapai lokasi kampung Gaya Baru II dapat ditempuh denga nmenggunakan angkutan umum dengan lancar, dimana jarak tempuh dari pusat pemerintahan kampung ke Ibukota Kecamatan sekitar 5 Menit perjalanan, sedangkan ke Ibukota Kabupaten Lampung Tengah sekitar 1,5 jam perjalanan.
Tersedia fasilitas pemerintahan seperti kanotr kampung, balai kampung.
Ada fasiitas kesehatan seperti puskesmas pembantu, posyandu, polides.
Ada fasilitas sosial keagamaan seperti masjid/mushola, gereja, dsb.
Terdapat fasiitas olahraga seperti lapangan bola, lapangan volley, dsb.
Mayoritas penduduk Gaya Baru II adalah seorang petani, dengan komoditas yang diusahakan adalah tanaman padi, jagung, ubi kayu, dan tanaman holtikultura. Sebagian kecil masyarakatnya juga memelihara hewan peternakan seperti sapi, babi,kambing dan ayam.
Belum ada pemasaran dan promosi desa melalui media sosial, web desa, dan lainnya.
Penduduk di kampung Gaya Baru II sebagian besar tingkat pendidikannya hanya pada tingkat SD, jenjang pendidikan sampai keperguruan tinggi hanya 125 orang. Penduduk Gaya Baru II berjumlah 4830 jiwa, yang terdiri dari 2407 orang laki-laki dan 2423 orang, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 53
TE
RB
AN
GG
I BE
SAR
Penduduk Desa Terbanggi Besar merupakan penduduk pribumi yang hampir 95% didominasi oleh suku lampung dan 5% terdiri dari suku jawa
Jarak Tempuh Desa Terbanggi Besar dengan ibu kota Kabupaten sejauh 11 kilometer sedangkan jarak dengan ibu kota Provinsi yaitu Bandar lampung sejauh 74 kilometer. Untuk menjangkau Desa Terbanggi Besar dari ibu kota Provinsi melalui jalan darat dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 60 menit jika tidak macet,dan jika macet bisa memakan waktu kurang lebih 90 menit.
Terdapat balai desa
1 unit posyandu 1 unit puskesma 2 unit rumah
sakit swasta 1 masjid dan 15
musholla Angkutan
umum/bis dari kampung ke Bandar Lampung
Jalan lintas sumatera
Sebagian besar penduduk Desa Terbanggi Besar adalah wiraswasta,serta ada juga masyarakat yang mengandalkan sektor pertanian,persawahan dan perkebunan. Namun karena keberadaan Desa Terbanggi Besar yang dekat dengan salah satu perusahaan/pabrik banyak juga masyarakatnya yang menjadi buruh pabrik ataupun karyawan dipabrik tersebut dengan berbagai macam posisi,dan ada juga yang sebagian kecil merupakan pensiunan.
Belum ada pemasaran dan promosi desa melalui media sosial, web desa, dan lainnya.
Dengan prinsip hidup yang tetap mengutamakan harga diri tersebut yaitu piil pesenggiri masyarakat Terbanggi Besar dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengaan baik dan tetap mempertahankan adat dan budaya yang sudah ada sejak dulu hingga sekarang.
Sebagian besar masyarakat besar berpindidikan rendah,yaitu hanya tamatan SD dan SMP,dan sebagiannya tamatan SMA
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 54
MA
TA
R
AM
ILIR
Kampung Mataram Ilir berdiri sejak tahun 1930. Awalnya Kampung Mataram Ilir merupakan wilayah bukaan transmigrasi yang sebelumnya dipimpin oleh Kepala Bilik.
Secara geografis, Kampung Mataram Ilir merupakan salah satu dari 13 Kampung di wilayah Kecamatan Seputih Surabaya, yang terletak 2 km ke arah utara dari Kota Kecamatan. Kampung Mataram Ilir mempunyai luas wilayah 6.777,7 hektar.
Komputer dan sinyal telekomunikasi PAUD, TK, SD, Puskesmas Karang Taruna, PKK, TPA, dan Gapoktan
Keadaan ekonomi penduduk Kampung Mataram Ilir secara umum memiliki mata pencaharian pertanian. Mayoritas pendudukanya bekerka sebagai petani dengan penduduk usia belum produktif /tidak produktif 508 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang usia produktif.
Belum ada pemasaran dan promosi desa melalui media sosial, web desa, dan lainnya.
Mayoritas pendudukanya bekerka sebagai petani dengan penduduk usia belum produktif /tidak produktif 508 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang usia produktif.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 55
6.2. Instrumen Pengembangan Kampung Mandiri Wisata Budaya
Suatu desa dapat dikembangkan menjadi Desa Mandiri Budaya
apabilamemiliki kriteria dasar sebagai berikut:
A. Potensi Daya Tarik Wisata yang Unik dan Khas
Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan khas yangmampu
dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan(sumber daya
wisata alam, budaya). Potensi obyek dan dayatarik wisata merupakan
modal dasar bagi pengembangan suatukawasan pedesaan menjadi Desa
Wisata. Potensi-potensitersebut dapat berupa:
1) Potensi fisik (persawahan, perbukitan, bentang alam,lingkungan
perkampungan yang unik dan khas, arsitekturbangunan yang unik dan
khas, dan sebagainya).
2) Potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (polakehidupan
keseharian masyarakat yang unik dan khas, adatistiadat dan tradisi
budaya, dan sebagainya).
3) Potensi industri kreatif dari hasil karya masyarakat(kerajinan tangan,
gerabah, dan sebagainya)
B. Dukungan aksesbilitas yang baik, menuju dan di dalamkawasan
Memiliki daya dukung berupa aksesibilitas yang mudahdijangkau oleh
wisatawan, baik dengan kendaraan pribadimaupun kendaraan umum. Dan
didukung dengan rambu-rambupenanda yang memudahkan wisatawan
dalam menuju kawasandesa wisata tersebut. Serta mempunyai dukungan
akses yangbaik di dalam kawasan desa wisata (akses jalan yang aman
dannyaman, rambu-rambu penanda, moda transportasi lokal yangunik dan
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 56
menarik yang dapat menjadi daya tarik tersendiridalam menikmati wisata
di kawasan tersebut.)
C. Dukungan Ketersediaan Fasilitas dan SaranaPrasarana Dasar
Memiliki peluang dan dukungan ketersediaan untukpengembangan fasilitas
dan sarana prasarana pedesaan,seperti: akomodasi (homestay), area
pelayanan umum, areakesenian dan lain sebagainya. Aktifitas wisata
pedesaan akan dapat berjalan baik dan menarik apabila didukung
denganketersediaan fasilitas penunjang yang memungkinkan
wisatawandapat tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat
lokal,dan belajar mengenai kebudayaan setempat, kearifan lokal danlain
sebagainya.
D. Sikap Menerima dan Komitmen Kuat dari Masyarakat Setempat
Memiliki komunitas masyarakat yang tinggal di wilayahtersebut, serta
memiliki sikap menerima dan komitmen yangkuat terhadap kegiatan
kepariwisataan sebagai bentuk kegiatanyang akan menciptakan interaksi
antara masyarakat lokal(sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan
(sebagai tamu/guest) untuk dapat saling berinteraksi, menghargai dan
memberikan manfaat yang saling menguntungkan, khususnya bagi
masyarakat lokal adalah penghargaan dan pelestarianbudaya setempat dan
adanya manfaat ekonomi bagikesejahteraan masyarakat lokal, melalui
pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata. Sedangkan bagi
wisatawan adalah pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya lokal.
Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi yang kuat dari masyarakat
dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan
kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat setempat.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 57
E. Potensi SDM Lokal yang Mendukung
Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal yang
cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan
desa wisata. Pengembangan desa wisata dimaksudkan untuk
memberdayakan potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan
kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatpedesaan melalui bidang-bidang yang
dimilikinya. Dengan demikian dampak positif pengembangan pariwisata di
desa tersebut akan dapat dirasakan langsung masyarakat setempat.
F. Potensi dan Kemampuan dalam Menciptakan PasarWisatawan
Memiliki potensi dan kemampuan dalam menciptakan pasar wisatawan sebagai
salah satu unsur pendukung kesinambungan pengembangan desa wisata.
Kesiapan desa wisata harus diimbangi dengan kemampuan untuk membangun
jejaring pasardengan para pelaku industri pariwisata, dengan berbagai bentuk
kerjasama dan pengembangan media promosi sehingga potensi desa tersebut
muncul dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah, regional, nasional
maupun internasional. Sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan
ke desa tersebut, termasuk promosi dan pemasaran juga dilakukan oleh
pengelola Desa Wisata langsung kontak kepada Pasar.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 58
BAB VII
RUMUSAN PERCEPATAN DESA MANDIRI BUDAYA
1. Aspek-Aspek Strategis Untuk Percepatan Desa Mandiri Budaya
a. Terminologi
Lampung Tengah secara historis memiliki kekayaan budaya yang patut
untuk dibanggakan. Di Kecamatan Bumi Nabung misalnya, masih terdapat
bukti-bukti peninggalan kekayaan budaya dan adat Lampung di masa lalu
berupa senjata, pakaian adat, dan atraksi seni budaya. Hal ini juga terdapat
di banyak wilayah di Lampung Tengah. Namun sayangnya, kekayaan
budaya ini belum tersentuh oleh tangan-tangan kreatif sehingga belum bisa
diandalkan sebagai salah satu sumber keunggulan bagi Desa dan
kecamatan. Selain memiliki benda-benda peninggalan masala lalu,
Lampung Tengah juga memiliki cagar budaya seperti Tugu Pepadun, Tugu
Pencak, Tugu Kopiah Emas, Tugu Pengantin, Gedung Sesat Agung dan Nuwo
Balak. Keberadaan cagar budaya inipun sebenarnya sangat membanggakan
bagi masyarakat dan pemerintah Lampung Tengah. Namun untuk dijadikan
sebagai salah satu sumber keunggulan bagi Desa atau wilayah setempat
tampaknya belum menampakkan hasil yang signifikan.
Dalam konteks mewujudkan sebuah Desa Mandiri Budaya, sangat penting
untuk mengkaitkannya dengan konsep Desa Wisata. Hal ini perlu dipahami
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 59
karena upaya menjaga kelestarian budaya ini ditujukan agar dapat
diperlihatkan dan disajikan kepada orang-orang yang berkunjung ke lokasi
dimana kekayaan budaya itu ada. Tanpa adanya pengunjung maka
kekayaan budaya tidak akan dikenal oleh masyarakat lain. Oleh karena itu,
perlu dibedakan antara konsep wisata dan tempat wisata.
Dalam masyarakat moderen, setiap orang yang berpotensi untuk
mengunjungi sebuah lokasi wisata adalah pasar wisata. Berdasarkan
pemahaman ini pada akhirnya konsep wisata sangat dipengaruhi oleh
batasan phisik dan budaya. Disinilah kita harus berhati-hati dalam
menentukan apakah sebuah objek wisata merupakan sebuah kawasan
tujuan wisata (destinasi) atau hanya sebagai sebuah situs (site) yang
terpisah dari tujuan wisata dan bersifat parsial. Kebanyakan masyarakat
menganggap bahwa sebuah situs adalah destinasi wisata. Anggapan ini
tentunya keliru karena ada beberapa aspek yang harus dimiliki oleh sebuah
destinasi wisata, misalnya produk wisata. Jika dilihat dari kekayaan cagar
budaya yang ada di Lampung Tengah, maka hampir bisa dipastikan bahwa
monumen, gedung, ataupun tugu yang dianggap sebagai sebuah kekayaan
budaya adalah sebuah situs dan belum bisa dikategorikan sebagai sebuah
destinasi wisata. Masyarakat yang mengunjungi berbagai cagar budaya ini
belum bisa menikmati produk wisata secara utuh, misalnya aktifitas
masyarakat di lokasi objek wisata yang dapat dinikmati sebagai sajian
wisata, atraksi tertentu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk
berkunjung.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 60
Untuk mewujudkan sebuah Desa menjadi destinasi wisata budaya
dibutuhkan kerjasama antara berbagai stakeholder untuk menyajikan
produk wisata budaya yang diminati oleh pengunjung dan untuk menjaga
berberlanjutan destinasi wisata. Ada banyak stakeholder yang terlibat
dalam ini, diantaranya adalah pemerintah, masyarakat, pihak perhotelan,
biro perjalanan, dan lain sebagainya. Kerjasama yang sinergis antara
stakeholder ini dibutuhkan untuk menciptakan produk wisata budaya yang
bernilai di mata pengunjung.
b. Kelembagaan
Untuk mewujudkan sebuah Desa Mandiri Wisata dibutuhkan kelembagaan
yang kuat dan adaptif terhadap berbagai perubahan lingkungan.
Kelembagaan yang dimaksud dalam konteks ini bukan hanya organisasi
penyelenggara, namun lebih luas lagi adalah sebuah aturan main
(institutions) yang dapat menjaga keteraturan dan ketertiban dalam
penyelenggaraan sebuah destinasi wisata, yang dalam hal ini adalah Desa
Mandiri Wisata. Aturan main dapat berbentuk aturan formal seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, atau bahkan
peraturan Desa. Aturan formal ini memiliki kekuatan hukum sehingga
siapapun yang melanggar akan mendapatkan sanksi hukum.
Dengan adanya aturan main yang bersifat formal, setiap stakeholder tahu
secara pasti hak dan kewajibannya serta tahu secara pasti apa yang
diperbolehkan dan apa yang dilarang. Dalam mekanisme kelembagaan
yang seperti ini, keteraturan akan tercipta. Setiap pelanggaran atas aturan
main akan dikenakan upaya penegakan secara hukum. Dalam konteks ini
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 61
pemerintah memegang peran yang sangat penting dan strategis.
Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan aturan yang adil bagi semua
pihak dan penegakkannyapun juga dengan berkeadilan. Dalam kondisi
yang seperti inilah Desa mandiri yang dicita-citakan bisa tercapai. Desa
Mandiri adalah sebuah cerminan kemauan masyarakat Desa yang kuat
untuk maju, menghasilkan produk/karya Desa yang membanggakan dan
kemampuan Desa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam istilah lain,
Desa mandiri bertumpu pada trisakti Desa yaitu; karsa, karya, sembada. Jika
Trisakti Desa dapat dicapai maka Desa itu disebut sebagai Desa berdikari.
Karsa, karya, sembada Desa mencakup bidang ekonomi, budaya dan sosial
yang bertumpu pada tiga daya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi
Desa dan antar Desa, makin kuatnya sistem partisipatif Desa, serta
terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-
budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta
pemberdayaan Desa.
Mengacu pada konsep Desa Mandiri ini, maka terciptanya Desa Mandiri
sangat selaras dengan upaya menciptakan Desa Mandiri Budaya. Desa
Mandiri Budaya adalah Desa yang memeiliki karsa, karya dan sembada
dibidang ekonomi, budaya dan sosial, yang didukung oleh produk-produk
wisata budaya sebagai pilar utama. Artinya, konsep Desa Mandiri Budaya
harus utuh dan dilihat sebagai satu kesatuan. Desa dengan berbagai aspek
kehidupannya adalah destinasi wisata. Dalam hal ini pengunjung datang,
tinggal, dan menikmati kehidupan Desa dan berbagai kebudayaan yang ada
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 62
di Desa. Kelembagaan yang ada di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten,
bahkan sampai ke tingkat pusat harus dapat mengakomodir semua ini.
Selain aturan main yang bersifat formal, terdapat juga aturan yang bersifat
informal (informal institutions). Aturan ini formal ini sifatnya mengisi
kekosongan yang ditinggalkan oleh aturan formal. Sebagai contoh,
pengunjung harus membuka sepatu ketika memasuki rumah adat,
berpakaian sopan dan menutupi aurat. Ini adalah beberapa contoh aturan
main informal yang terkadang justru menjadi produk wisata tersendiri. Di
banyak lokasi wisata, terkadang pengunjung diharuskan untuk mengenakan
pakaian khusus. Ini adalah sebuah produk wisata, sebuah “event” yang
dapat mengundang minat wisatawan untuk berkunjung.
Kelembagaan dalam Desa Mandiri Budaya pada akhirnya membutuhkan
sebuah organisasi yang mengelola dan menyelenggarakan manajemen Desa.
Organisasi ini sebaiknya bersifat formal dan memiliki kekuatan untuk
memerintah. Oleh sebab itu, pihak yang paling tepat untuk mengelola Desa
Mandiri Budaya ini adalah organisasi pemerintahan Desa. Pertanyaannya
adalah, apakah aparat pemerintah Desa mampu melakukan itu? Kita harus
optimis bahwa aparat pemerintah Desa akan mampu mengelola manajemen
Desa Mandiri Budaya dengan segala keterbatasannya. Satu hal yang harus
dilakukan adalah meningkatkan kapasitas aparat pemerintah Desa dan
seluruh masyarakat yang terlibat dalam perwujudan Desa Mandiri Budaya.
Peningkatan kapasitas ini bukan hanya dalam hal pengetahuan, tetapi juga
keterampilan, wawasan, dan kualitas kerja. Ada beberapa aspek yang perlu
dikembangkan terkait kelembagaan Desa Mandiri Budaya ini, yaitu :
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 63
1) Kapasitas Organisasi Dalam Pengembangan Desa Mandiri Budaya.
2) Kapasitas Untuk Mengembangkan Atraksi Wisata Budaya
3) Kapasitas Untuk Mempromosikan Desa Wisata Budaya.
4) Kapasitas Individu Dalam Pengembangan Desa Wisata Budaya
5) Kapasitas Individu Mengenai Pengetahuan dan Pemahaman Konsep Desa
Wisata Budaya.
6) Kapasitas Individu Dalam Mengelola Atraksi Wisata Budaya.
7) Kapasitas Individu Dalam Mengolah Souvenir/Cinderamata
8) Kapasitas Masyarakat Dalam Melayani Wisatawan.
c. Produk Wisata Budaya
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, Desa Mandiri Budaya
adalah Desa yang menempatkan wisata budaya sebagai sumber keunggulan
Desa. Kekayaan budaya yang dimiliki dimanfaatkan dan dijadikan sebagai
modal dasar dalam memajukan Desa. Keberdayaan masyarakat untuk
“menjual” kekayaan budaya memiliki daya ungkit dalam meningkatkan
ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa.
Ketahanan ekonomi dan sosial budaya ini pada gilirannya akan berdampak
pada peningkatan status Desa menjadi Desa Mandiri.
Upaya percepatan menjadi Desa mandiri yang didukung oleh kekayaan
budaya membutuhkan produk wisata budaya sebagai sajian utama. Produk
wisata budaya ini diuraikan sebagai berikut:
1) Atraksi
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 64
Semua produk wisata dimulai dari atraksi. Tanpa atraksi tidak ada daya
tarik untuk berkunjung. Atraksi adalah benda, orang, tempat, atau konsep
yang menarik orang baik secara geografis maupun melalui sarana
elektronik jarak jauh sehingga mereka ingin memiliki pengalaman dengan
hal tersebut. Pengalaman ini bisa bersifat rekreasi maupun spiritual.
Akhirnya pengunjunglah yang memutuskan apa yang menarik bagi
mereka. Jika orang menghabiskan waktu dan uang untuk mendapat
pengalaman dengan atraksi tertentu, maka atraksi itu juga menjadi daya
tarik tersendiri. Secara tradisional, orang membagi atraksi antara budaya
dan alam. Sejarah budaya meliputi semua konstruksi, praktik, dan sisa
manusia (arkeologi). Ini mencakup semua manifestasi evolusi manusia
dan ekspresi budaya. Dalam beberapa kasus, ini mencakup gagasan
tentang individu atau peristiwa tertentu yang ditafsirkan melalui benda
dan tempat seperti rumah atau milik seseorang. Rumah kediaman
pahlawan Radin Inten II adalah sebuah atraksi budaya.Atraksi juga bisa
terwujud pada berbagai bentuk, tergantung sepenuhnya pada persepsi
pasar. Misalnya, atraksi lokal hanya bisa menarik orang dari desa
setempat seperti air mancur. Daya tarik daerah memiliki daya tarik
wisatawan domestik dari seluruh wilayah seperti musium.Begitupun
atraksi bisa menarik pengunjung secara nasional dan internasional,
seperti karapan sapi, upacara ngaben, dan acara “begawi”.
2) Akses
Atraksi harus memiliki akses atau atau wisatawan tidak akan tertarik
untuk berkunjung. Akses paling sering mengacu pada kemudahan bagi
pengunjung untuk tiba. Namun akses juga bisa berarti sebaliknya.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 65
Terkadang daya tarik itu atraktif karena sulit dijangkau, seperti kawasan
belantara dan untuk kegiatan petualangan. Di Sumatera Barat, banyak
orang mendaki gunung Merapi menjelang pergantian tahun, bukan karena
puncaknya mudah dijangkau, tetapi daya tarik tingkat kesulitannya.
Dalam konteks Desa mandiri budaya, akses yang mudah untuk mencapai
lokasi Desa adalah unsur utama yang perlu mendapat perhatian. Kondisi
infrastruktur jalan, ketersediaan moda angkutan umum, serta kemudahan
untuk mendapatkan informasi terkait objek yang akan dikunjungi menjadi
sangat penting dalam hal ini. Kemudahan akses ini menjadi semakin
penting ketika segmen pengunjung yang dibidikadalah masyarakat
perkotaan yang tidak memiliki waktu luang untuk menikmati
infrastruktur jalan yang tidak memadai. Dalam banyak kasus, objek wisata
ditinggalkan pengunjung karena kurangnya akses.
3) Aktivitas
Setiap pengunjung mengalami daya tarik atas suatu atraksi, tapi
bagaimana pengalaman mereka bergantung pada aktivitas yang mereka
pilih. Artinya, suatu destinasi wisata akan menjadi menarik untuk
dikunjungi jika ada aktivitas yang dilakukan pengunjung di lokasi wisata.
Pengalaman menanam padi di sawah, menari dalam sebuah pesta adat,
ikut membuat makanan tradisional, adalah beberapa contoh aktivitas yang
diminati pengunjung ketika melakukan perjalanan wisata.
4) Layanan
Untuk mewujudkan sebuah aktivitas membutuhkan layanan. Layanan
adalah semua fungsi yang mungkin atau mungkin tidak dapat dilakukan
pengunjung untuk dirinya sendiri tetapi dalam semua kasus memilih
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 66
orang lain untuk melakukannya untuk mereka. Layanan meliputi semua
hal benar-benar memungkinkan kegiatan berlangsung, seperti tingkat
keamanan lokasi, kenyamanan pengunjung, petugas kesehatan, makanan,
perumahan, transportasi, komunikasi, penyediaan suvenir, dll. Harus
disadari bahwa tujuan dari aktivitas wisata adalah kesenangan dan
kenyamanan. Hal inilah yang harus diberikan oleh penyedia layanan
wisata seperti Desa Mandiri Wisata. Pengunjung harus lepas dari rasa
kuatir akan keselamatannya, keselamatan propertinya, bebas dari
gangguan, dan mendapat penanganan yang cepat ketika membutuhkan.
5) Qualified Personnel
Penyediaan layanan, pada gilirannya, mensyaratkan seseorang yang
memenuhi syarat menyediakan layanan tersebut, baik itu pemandu, koki,
supir, perusahaan transportasi, staf rumah sakit dan klinik, staf layanan di
objek wisata, aparat Desa, dan polisi.
6) Promosi
Terlepas dari desain produk pariwisata terbaik, jika tidak ada yang
mengetahui produk itu ada, maka semuanya sia-sia belaka. Produk
pariwisata juga harus mencakup promosi, bahkan jika itu hanya berupa
promosi dari mulut ke mulut. Saat ini teknologi promosi sudah
berkembang dengan pesat. Selain menggunakan media-media
konvensional seperti periklanan, internet menjadi pilihan utama untuk
berpromosi secara cepat dan murah. Oleh sebab itu, Desa Mandiri Budaya
akan sukses jika mereka memiliki website dengan konten wisata budaya
yang mereka miliki. Hal ini sangat penting karena akan memberi
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 67
pengunjung pengalaman visual atau bahka audio visual tentang objek
wisata sebelum mereka memiliki pengalaman yang sesungguhnya.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 68
BAB VIII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. KESIMPULAN
Secara umum pengembangan desa/kampungmandiri budaya/desa wisata
budaya di Lampung Tengah dapat digambarkan sebagai berikut :
A. DAYA TARIK KAMPUNG WISATA BUDAYA MANDIRI
1. Belum mengemuka secara informatif, komunikatif dan menarik serta
“menjual”. Masih diperlukan upaya untuk mendiskripsikan dan
mendistribusikan potensi yang dimiliki agar dapat dikenal secara meluas.
2. Otensitas, originalitas, dan karakteristik desa belumbegitu nampak. Namun
masyarakat desa telah berusahauntuk menampakkannya.
3. Potensi pedesaan yang dimiliki perlu dipilih dandiklasifikasikan untuk
menemukan “icon” yang ingin diandalkan.
4. Secara umum potensi berada pada posisi sudah siapuntuk dikembangkan.
5. Diperlukan upaya tekun mengolah diri agar potensitersebut dapat dikelola
sedemikian rupa sehingga dapatmemberi manfaat ekonomi, sosial, budaya
danlingkungan.
B. AKSESIBILITAS DAN FASILITAS
1. Secara umum masih diperlukan adanya papan nama petunjuk arah menuju
ke lokasi, disamping akses (berbagai kemudahan ).
2. Keberadaan prasarana penunjang sangatlah pentingkarena dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan mentalwisatawan. Untuk itu hal-hal yang
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 69
yang perlu mendapat perhatian adalah:Ketersediaan, Kualitas fisik dan non
fisik, Setting tata ruang, Dukungan terhadap kegiatan wisata, dan
Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan.
C. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Secara umum nampak semangat warga untuk mewujudkan adanya desa
wisata, namun masih perlu dipandu agar totalitas peran masyarakat dapat
kompakdan “guyub”.
2. Masih diperlukan upaya untuk mewujudkan pengamalan“sapta pesona
pariwisata:, karena selama inipengamalannya belum sepenuhnya menjadi
kebutuhan,walau “pokdarwis” telah berusaha ke arah itu.
3. “Pokdarwis” merupakan suatu lembaga yang harusmendapatkan
“dukungan masyarakat” untuk mewujudkanpengelolaan pariwisata yang
baik, berkelanjutan denganpengalaman sapta pesona pariwisata.
Kelompok inimerupakan “agen” yang memediasi supaya
pengelolaanpariwisata berjalan harmonis antara pemerolehan
materi(ekonomi), sosial, budaya, dan lingkungan . Sedangkan“Desa
Wisata” adalah lembaga pengelola yang juga harusmendapat “dukungan
masyarakat” untuk “menjual”produk-produk wisata.
D. PEMASARAN DAN PROMOSI
1. Pemasaran masih cukup tradisional, belum memanfaatkan media sosial
yang mudah diakses oleh calon wisatawan.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 70
2. Keterbatasan pemaketan wisata yang menitik beratkanpada potensi daya
tarik di desa wisata tersebut, sehinggabelum siap dalam menerima
wisatawan.
3. Kemitraan dengan travel-travel agent yang masihterbatas, sehingga
diperlukan jejaring kemitraan yangluas dalam memasarkan desa wisata.
E. KELEMBAGAAN dan SDM
1. Layak segera dipikirkan dan diwujudkan adanya pengelolaan yang lebih
professional dengan SDM yang kompeten di bidang pengelolaan wisata
pedesaan.
2. Lembaga yang ada masih bekerja secara sosial belumprofessional (pada
umumnya).
3. Lembaga yang professional dan SDM yang kompeten akansangat memberi
peluang pengelolaan desa wisatabergerak “ maju “ tanpa mengabaikan
aspek lingkungandalam arti yang luas. Untuk itu diperlukan program-
programpelatihan dan atau bimbingan teknis yangterstruktur dan terarah.
F. INSTRUMEN STANDARISASI PENGEMBANGANDESA WISATA
Dalam instrumen strandarisasi pengembangan desa wisata pada desa wisata
di Lampung Tengah dapat diterapkan dalam contoh sebagai berikut:
Tahapan Embrio/Potensial : Kampung Wisata Budaya Gaya Baru II
Tahapan Berkembang : Kampung Wisata Budaya Terbanggi Besar
Tahapan Maju : Kampung Wisata Budaya Mataram Ilir
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 71
8.2. REKOMENDASI
Peningkatan kualitas desa wisata sangatlah diperlukan dengan cara
mengoptimalkan potensinya dengan pengelolaan yang baik, benar dan tepat.
Berikut rekomendasi yang dapat dilakukan dalam pengembangan kampung
wisata budaya di Lampung Tengah, antara lain
A. MANAJEMEN DAYA TARIK
Dapat merupakan tindakan pengelolaan yang membutuhkan kemampuan
untuk: Penyelenggaraan atraksi, Penyajian keunikan dan keragaman obyek,
Pengadaan akses & fasilitas, Kreasi aktifitas, Mengantisipasi aspek aspek
teknis yang diperlukan, misalnya; Tata tertib pengunjung, Pemeliharaan
obyek, Aspek keamanan dan kenyamanan, dan SDM.
B. MANAJEMEN INFORMASI
Adalah tindakan layanan informasi, Misalnya : Layanan informasi berkenaan
dengan obyek, Layanan informasi berkenaan dengan atraksi, Layanan
informasi berkenaan dengan amenitas, Layanan informasi dapat disajikan
dalam bentuk: Media cetak /elektronik, Guide line (peta petunjuk), Product
knowledge yang tersaji, dan Pusat layanan informasi.
C. MANAJEMEN AKSES & FASILITAS
Adalah tindakan layanan berkenaan dengan berbagai kemudahan dan
sejumlah fasilitas pendukung yang diperlukan Hal ini sangat penting karena
dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental wisatawan. Berbagai hal
mengenai manajemen akses & amenitas ini sangat tergantung pada:
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 72
Ketersediaan, Kualitas fisik & Non Fisik, Setting tata ruang, Dukungan
terhadap kegiatan wisata, dan Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan.
D. MANAJEMEN LINGKUNGAN
Merupakan tindakan pengelolaan lingkungan demi keberlangsungan
pariwisata itu sendiri. Hal demikian berhubungan dengan: Keselamatan/
keamanan, Kebersihan lingkungan, Kualitas fisik lingkungan, Kualitas sanitasi.
G. PRODUK HUKUM
Perlunya mengagas produk hukum desa wisata, dengan penyelenggaraan loka
karya. Hal ini diperlukan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul
dalam pengembangan desa wisata, khususnya di Lampung Tengah.
Kajian Percepatan Desa Mandiri Untuk Kebudayaan Bangsa
LAPORAN AKHIR 73
Daftar Pustaka
1. Eko, Sutoro, dkk. 2014,. Desa Membangun Indonesia., Forum Pengembangan
Pembaharuan Desa (FPPD). Depok Sleman Yogyakarta
2. Chozin, Sumardjo dan Susetiawan, 2010. Pembangunan Pedesaan dalam Rangka
Peningkatan Kesejahteraan Masayarakat. IPB Press, Bogor
3. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. 1984. Desa. Yogyakarta: PN Balai Pustaka.
4. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. Desa. "Sumur Bandung," [Bandung] 1965
5. Maskun, Sumitro. 1993. Pembangunan Masyarakat Desa. Yogyakarta: PT Media Madya
Mandala.
6. Suhartono W. Pranoto, 2001.Politik lokal : parlemen desa : awal kemerdekaan sampai
jaman otonomi daerah. Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama, 2001 .
7. Susetiawan. 2010. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat. Di dalam Chozin MA, Sumardjo, Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A,
Fauzi A, Toharmat T, Hardjanto, Seminar KB, editor. Pembangunan Perdesaan Dalam
Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. IPB Press. Bogor: Hal 114-146.
8. Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun. 2014 Tentang Desa