kajian perbandingan di beberapa...

166
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia 2016 Oleh: NEVEY VARIDA ARIANI PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Upload: truongquynh

Post on 05-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitikberatkan pada pembinaa kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti. Narapidana hanya dijatuhi pidana dengan kehilangan kemerdekaan bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya narapidana selama ia terhukum tetap mempunyai penghasilan dan berpendidikan harus berdasarkankan pada Pancasila. Dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana Pengembangan Model Lapas Produktif di Indonesia dan Bagaimana Pengembangan Lapas Produktif di beberapa Negara Metode penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Sosiologis dengan analisis data deskriptif analitis. Ada 3 model dalam pengembangan Lapas produktif yaitu Model Pembinaan Kemandirian Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar Lapas, Optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi sekitar 70% dari populasi yang ada di Lapas/Rutan, sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah tangga Model Pengembangan Lapas Produktif di Luar Negeri dilakukan dengan berbagai model Seperti Kebijakan Santa Ana California, Skotlandia, Cebu Philipine, Ada pembatasan Lembaga Pemasyarakatan untuk napi kelas teri dan kelas kakap, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatn di Hongkong Napi diberi rekening dan penghasilannya dihitung berdasarkan poin, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat Napi dipekerjakan di bidang pertanian dan peternakan. Perlu ada regulasi yang tepat terkait dengan Lapas Produktif agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkan Standar Operasional Prosedur (SOP), Dengan Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untuk dilakukan uji cost benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangkan waktu dan evaluasi berdasarkan Kuantitas dan kualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia, Perlu kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasayarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar Core Bisnis/Bisnis Proses pemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.

Oleh:

N E V E Y VA R I D A A R I A N I

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF:

KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

9 786026 952356

ISBN 602695235-7

ISBN 978-602-6952-35-6

Page 2: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam
Page 3: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Page 4: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam
Page 5: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Page 6: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 7: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Oleh:

N e v e y Va r i d a A r i a n i , S . H . M . H u m

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

Page 8: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

PENGEMBANGAN LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

copyright©BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RIJl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

Website: www.balitbangham.go.id

Penulis:Nevey Varida Ariani, S.H. M.Hum

Cetakan Pertama – Desember 2016

Penata Letak: PanjibudiDesain Sampul: Panjibudi

Sumber Foto Sampul: biodynamicsbda.files.wordpress.com

ISBN: 978-602-6952-35-6

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Pracetak oleh:Tim Pohon Cahaya

Dicetak oleh:Percetakan Pohon Cahaya

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Page 9: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

ABSTRAK

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitikberatkan pada pembinaa kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti. Narapidana hanya dijatuhi pidana dengan kehilangan kemerdekaan bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya narapidana selama ia terhukum tetap mempunyai peng hasilan dan berpendidikan harus berdasarkankan pada Pancasila. Dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagai-mana Pengembangan Model Lapas Produktif di Indonesia dan Bagaimana Pengembangan Lapas Produktif di beberapa Negara Metode penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Sosiologis dengan analisis data deskriptif analitis. Ada 3 model dalam pengembangan Lapas produktif yaitu Model Pembinaan Kemandirian Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar, Optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi sekitar 70% dari populasi yang ada di Lapas/Rutan, sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

v

Page 10: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

tangga Model Pengembangan Lapas Produktif di Luar Negeri dilakukan dengan berbagai model Seperti Kebijakan Santa Ana California, Skotlandia, Cebu Philipine, Ada pembatasan Lembaga Pemasyarakatan untuk napi kelas teri dan kelas kakap, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatn di Hongkong Napi diberi rekening dan penghasilannya dihitung berdasarkan poin, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat Napi dipekerjakan di bidang pertanian dan peternakan. Perlu ada regulasi yang tepat terkait dengan Lapas Produktif agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkan Standar Operasional Prosedur (SOP), Dengan Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untuk dilakukan uji cost benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangkan waktu dan evaluasi berdasarkan Kuantitas dan kualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia, Perlu kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasayarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar Core Bisnis/Bisnis Proses pemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.

Kata kunci: Model, Pengembangan Lapas, Produktif

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

vi

Page 11: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

SAMBUTAN

Puji dan syukur, Saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada tim peneliti, sehingga mampu menyelesaikan penelitian Issu Hukum Aktual yang berjudul “Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di beberapa Negara”.

Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti. Narapidana hanya dijatuhi pidana dengan kehilangan kemerdekaan bergerak dan selama ia terpidana tetap mempunyai penghasilan dan berpendidikan yang berdasarkankan pada Pancasila. Dengan Model Pembinaan Kemandirian Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar sehingga optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi sekitar 70% sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah tangga Lapas/Rutan dapat berjalan dan berfungsi dengan baik.

Perlu kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

vii

Page 12: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dan Lembaga Pemasayarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar Core Bisnis/Bisnis Proses pemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga maka perlu regulasi yang tepat terkait dengan Lapas Produktif agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Sebagai layaknya suatu penelitian tentu tidak terlepas dari kekurangan, namun saya sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Sdri peneliti yang tetap semangat menunaikan tugas untuk menyelesaikan penelitian ini, termasuk juga kepada pihak yang telah membantu. Pada akhirnya, saya berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya instansi terkait terutama yang memiliki kompetensi dan koordinasi aktif terkait “Pengembangan Model Lapas Produktif di Indonesia: Kajian Perbandingan dibeberapa Negara” sehingga dapat dijadikan rule model dalam Lapas Produktif di Indonesia.

Jakarta, Desember 2016Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,

Y. Ambeg Paramarta, SH., M.Si.NIP. 19650322 198703 1 002

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

viii

Page 13: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, sehingga kegiatan Penelitian Issu Hukum tentang “Pengembangan Model Lapas produktif : Kajian Perbandingan di Beberapa Negara “ Pada Pusat Penelitian dan Pengembangan hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI dalam Tahun anggaran 2016, dapat terlaksana dan diselesaikan dengan baik.

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitikberatkan pada pembinaa kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti. Dengan Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untuk dilakukan uji Cost Benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangkan waktu dan evaluasi berdasarkan Kuantitas dan kualitas se-hingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia.

Terima kasih disampaikan kepada semua pihak ter-masuk narasumber Ibu Prof.Dr Herkristuti Herkrisnowo

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

ix

Page 14: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

SH.,M.H, Bapak Haru Tantomo SH.,M.H, Direktorat Jendaral Pemasayarakan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) serta pihak-pihak terkait dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi DKI Jakarta dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur yang sangat membantu dalam proses penelitian Hukum ini. Demikianpula terima kasih dan penghargaan kepada bapak Kepala Balibang Hukum dan HAM RI, yang telah menugaskan Sdri peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Sudah barang tentu, dalam laporan hasil penelitian ini terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan untuk itu, saran dan masukan dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga penelitian Ini dapat bermanfaat dalam Penerapan Lapas Produktif di Indonesia.

Jakarta, Desember 2016Kepala Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia

RR. Risma Indriyani, S.H., M.Hum.NIP. 19601027 198703 2 001

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

x

Page 15: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................vSAMBUTAN ..................................................................................... viiKATA PENGANTAR .......................................................................... ixDAFTAR ISI ....................................................................................... xiDAFTAR TABEL .............................................................................. xiiiDAFTAR GAMBAR ...........................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1A. Latar Belakang .............................................................. 1B. Identifikasi Masalah .................................................... 10C. Rumusan Masalah ........................................................11D. Tujuan ............................................................................11E. Keluaran Penelitian ..................................................... 12F. Metodologi ................................................................... 12G. Lokasi .......................................................................... 13H. Kerangka Pemikiran/Teori .......................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................21A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Produktif....... 21B. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Lapas

Produktif ..................................................................... 28

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

xi

Page 16: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

C. Reintegrasi Sosial ........................................................ 42D. Manajemen Produksi ................................................. 47

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN ANALISIS ...... 57A. HASIL PENELITIAN LAPANGAN ..............................57

1. PROVINSI DKI JAKARTA ......................................572. PROVINSI JAWA TIMUR ..................................... 69

B. Analisis .........................................................................741. Model Pengembangan Lapas Produktif

di Indonesia...........................................................742. Model Pengembangan Lapas Produktif

di beberapa Negara ...............................................118

BAB IV PENUTUP ................................................................. 135A. Kesimpulan .................................................................135B. Saran ........................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................141

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

xii

Page 17: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

DAFTAR ISI

Tabel 1 Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi .......................................... 39

Tabel 2 Kasus Terbanyak Penghuni Lapas/Rutan ......................77

Tabel 3 Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Yang Bekerja Dan Atau Mengikuti Pelatihan Ketrampilan ............... 79

Tabel 4 Jenis Pelayanan : Bimbingan Kerja ...................................

Tabel 5 Gambaran Model Pembinaan dengan Bengkel Kerja ......

Tabel 6 Gambaran Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas ....................................................................111

Tabel 7 Gambaran Lapas Produktif dengan Model Lapas Produktif dengan Model kerjasama dengan perusahan .........................................................114

Tabel 8 Model Perkembangan Lapas Produksi di beberapa Negara .................................................................................

Tabel 9 Identifikasi Model Lapas Produktif. ............................ 136

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

xiii

Page 18: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

xiv Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Page 19: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Perkembangan Lapas Produktif di Indonesia ......

Gambar 2 Perubahan Yang Ingin dilakukan Direktorat Pemasyarakatan melalui Grand Strategy 2011 ............. 90

Gambar 3 Alur Bimbingan Kerja ........................................................

Gambar 4 Privatisasi Lapas.............................................................110

Gambar 5 Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar Lapas (Kerjasama dengan Perusahaan ................................... 113

Gambar 6 Model Kerjasama Lapas Produktif. ............................... 117

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

xv

Page 20: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

xvi Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Page 21: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program pembinaan kemandirian diharapkan dapat membantu produktifitas yang dapat berkembang di lapas.Bahkan dapat juga dijadikan sebagai upaya untuk memperbaiki diri bagi narapidana atas kesalahan dan kekeliruan yang telah diperbuatnya. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitikberatkan pada pembinaan kepribadian dan kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti.

Membangun Lapas sebagai sentra industri kreatif yang modern, profesional, dan berorientasi profit bukanlah angan-angan semata. Lapas saat ini menjadi tempat untuk berkreasi dan menelurkan produk yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Pasalnya, produk-produk yang dihasilkan itu cukup berkualitas dan mampu bersaing dengan produk luar negeri namun sejauh mana dan tingkat keberhasilan program di Bidang Pembinaan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

1

Page 22: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pemasyarakatan untuk menciptakan Lapas Produktif atau dapat pemanfaatan potensi yang ada. Kerjasama produk-produk warga binaan lapas dapat dipromosikan lebih luas lagi, terutama ke pasar ekspor. Dalam hal pemasaran, dan kerjasama dengan pihak ketiga seperti BUMN dan swasta. Saat ini produk seperti mebel dari lapas Porong sudah dipasarkan ke Korea Selatan dan sarung tangan baseball ke Amerika, hasil keuntungan dari penjualan produk tersebut akan diberikan kepada warga binaan yang memproduksinya sebagai tabungan mereka ketika bebas nanti.

Direktorat Pemasyarakatan berencana menerapkan lapas industri di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai upaya memberdayakan masyarakat agar para tahanan bisa memanfaatkan waktunya lebih baik. Berencana membuat lapas industri kertas di Cikarang, lapas Industri Kendal, Lapas di Pekan Baru Riau. Nantinya, lapas akan menggaet investor. Berharap bisa menggandeng lebih banyak pengusaha dan investor untuk melancarkan rencananya tersebut. Kerja sama tersebut diyakini dapat memberikan beberapa keuntungan terhadap investor.

Sejauh ini hampir semua lapas punya kegiatan serupa dalam memberdayakan masyarakat dalam tahanan. Namun, usaha tersebut masih seputar mengeluarkan output, belum menghasilkan outcome, atau keuntungan yang signifikan. Perlu adanya perubahan manajemen dengan memperhatikan pemanfaatan potensi dan kekhususan daerah tersebut untuk bekerjasama antara Lapas dengan Perusahaan-Perusahan Lokal yang bergerak dalam bidang industri untuk memanfaatkan SDM WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) agar produktif

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

2

Page 23: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

nantinya dan berintegarasi dengan lingkungan sekitar, dengan memperhatikan aspek pengamanan, Potensi WBP, Perjanjian Kerja termasuk hak dan kewajiban WBP. Serata memperkuat Kerjasama Perusahaan (pemilik modal) dan Pihak Pemasyarakatan (SDM WBP) Dalam rangka Pembinaan melaui Bengkel Kerja, Lapas Industri, Lapas Produktif sebagai upaya perbaikan manajemen lapas untuk meningkatan pembinaan Lapas secara cepat dan menyeluruh dengan Regulatory Impact analisis.

Guna mencapai tujuan Pemasyarakatan, yaitu membentuk warga binaan pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana, dapat berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, maka setiap Warga Binaan Pemasyarakatan harus menjalani pembinaan selama menjalani masa pidananya. Pembinaan dimaksud adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik. Pembinaan bagi narapidana meliputi Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian.1

Pembinaan Kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa dan bertanggungjawab pada diri sendiri,

1 Cetak Biru Kegiatan Kerja Narapidana, diakses 10 Juni 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

3

Page 24: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

keluarga dan masyarakat. Ada pun Pembinaan Kemandirian dilaksanakan dengan maksud agar narapidana memiliki bekal keterampilan yang cukup, sehingga setelah bebas diharapkan mampu bersaing dalam bursa tenaga kerja dan/atau dapat hidup mandiri sehingga dapat berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Kegiatan Pelatihan dan Kegiatan Produksi bertujuan membantu narapidana mengembangkan dirinya dan mempersiapkan dirinya untuk kembali ke masyarakat dengan memberi bekal keterampilan kepada narapidana, sekaligus merupakan bagian aktifitas narapidana untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta penghasilan. Adanya pekerjaan untuk narapidana baik sekali.2 “Make diligent and they will be honest ”,. Faedahnya pertama mengisi waktu luang hingga jiwa tidak melayang-layang ke arah yang tidak baik. Badan terlatih bekerja, sehat dan rajin. Dipandang dari sudut keuangan negara, pekerjaan harus yang menghasilkan, agar penghasilan penjualan barang-barang dapat menutup pengeluaran negara. Agar para narapidana tidak hidup dalam penjara sebagai parasit masyarakat. Dipandang dari hari kemudian narapidana, pekerjaan harus merupakan pendidikan keahlian dalam suatu lapangan pekerjaan, sehingga dapat mencari nafkah dalam keahliannya. Maka perlu selain bekerja praktis, juga diberi kursus secara teoritis.

Kegiatan Produksi di Lapas pada kenyataannya merupakan sebuah industri yang sangat besar dan kompleks, seperti

2 Menurut R. A. Koesnoen (1961:233)

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

4

Page 25: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

kegiatan produksi meubelair di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang hasil produksinya sudah diekspor ke luar negeri atau kegiatan produksi sepatu di Lapas Klas I Semarang yang sudah memperoleh sertifikasi kualitas produknya dari Instansi berwenang. Dan masih banyak lagi kegiatan produksi lainnya yang dilakukan di beberapa Lapas lainnya yang berskala produksi relatif besar dan Namun pada kenyataannya, kondisi ideal tersebut masih sekedar angan-angan, karena pada umumnya kegiatan pelatihan dan kegiatan produksi yang dilaksanakan di Lapas saat ini masih sangat jauh dari ciri-ciri ideal tersebut. Bahkan ada yang mengarah pada kondisi mati suri,yaitu hidup segan, mati tak mau. Realitas ini menunjukkan adanya banyak permasalahan atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan dan kegiatan produksi, baik berupa kendala internal maupun kendala eksternal. Permasalahan ini harus segera diatasi dan di cari solusinya.

Berdasarkan data Ditjen PAS per 6 Juni 2016, sudah 192.767 narapidana dan tahanan yang menghuni lapas dan rutan yang tesebar di 477 lapas dan Rutan di seluruh indonesia,3 Meski setiap waktu terjadi pengurangan jumlah penghuni lapas dan rutan, jumlah yang masuk tidak kalah besarnya hingga April 2016 sudah banyak juga pengurangan jumlah penghuni, yaitu yang mendapatkan pembebasan bersyarat 7.815 dan program cuti bersyarat 3.585.

3 Kepala Bagian Humas Ditjen PAS Kemenkumham Akbar Hadi seperti dikutip dari laman resmi Ditjen PAS di Jakarta

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

5

Page 26: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, sedikitnya terjadi enam kasus kerusuhan besar di lapas/rutan. Terakhir, kerusuhan terjadi pada 23 April 2016, Lapas Banceuy, Bandung. Kericuhan diduga karena para napi tidak mendapat jawaban penyebab kematian salah satu rekan mereka. Negara diduga merugi hingga Rp 6 miliar akibat peristiwa tersebut. Sebelumnya, pada 21 April 2016 kerusuhan juga melanda Lapas Kerobokan, Bali. Kerusuhan di penjara berawal dari kedatangan 11 tersangka kasus pembunuhan di Jalan Teuku Umar, Denpasar. Pembunuhan itu sendiri buntut dari kerusuhan di Lapas Kerobokan pada 17 Desember 2015. Pada kejadian tahun lalu itu lima orang tewas, dua di Lapas Kerobokan dan tiga di Jalan Teuku Umar. Pada 15 April 2016, Lapas Curup Bengkulu juga dilanda huru-hara. Kerusuhan Lapas Kelas IIA di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu itu dipicu kebijakan kepala lapas yang akan memasang kamera pemantau atau CCTV pada lorong dan ruang tahanan. Kalapas juga menyita seluruh telepon seluler para penghuni dan pengunjung lapas. Pada 6 November 2015, kerusuhan juga melanda Lapas Lambaro, Aceh Besar. Narapidana di lapas ini mengamuk karena permasalahan air bersih. Pada 11 Juli 2013 di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, kerusuhan juga terjadi akibat terhentinya aliran air bersih dan listrik. Para napi mengamuk dan membakar sejumlah fasilitas. Kerusuhan itu menyebabkan tewasnya 5 orang dan kaburnya 212 napi4.

4 Pendapat Gatot Goei Wakil Direktur Center for Detention Studies

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

6

Page 27: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Sementara itu, Kemenkumham terus berupaya dalam mengatasi masalah tersebut antara lain memastikan mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp1,3 triliun melalui APBN Perubahan 2016. Tambahan ini untuk kebutuhan mendesak yakni antara lain dialokasikan untuk UPT Pemasyarakatan. bahwa tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk penanganan overkapasitas pada lapas dan rutan, penanganan penyalahgunaan narkoba, serta peningkatan kualitas warga binaan pemasyarakatan,5 langkah persiapan yang dilakukan untuk memanfaatkan anggaran tersebut yakni membentuk tim asistensi untuk melakukan verifikasi usulan rencana pembangunan atau rehabilitasi lapas/rutan guna penanganan overkapasitas. Disamping itu anggaran untuk pembangunan atau renovasi lapas industri senilai Rp 197,8 miliar dan pemenuhan sarana dan prasarana operasional Rp 390 miliar. Selain itu, Kemenkumham masih membutuhkan penambahan anggaran senilai Rp 548,9 miliar pada 2016 untuk pemenuhan belanja pegawai sejumlah Rp 310,1 miliar. Pembayaran utang bahan makanan napi dan tahanan dari kekurangan bahan makanan pada 2016 sejumlah Rp 228.8 miliar.

Berdasarkan potensi yang masih terbuka luas untuk dikembangkan tersebut, untuk terus mengoptimalkan aset-aset. Bahkan sebisa mungkin menjadi pendapatan nasional bukan pajak. Kreasi dalam menciptakan program-program

5 Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

7

Page 28: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yang maju dan kreatif terus dipacu. Keberadaan narapidana yang jumlahnya terhitung banyak, menjadi angkatan kerja potensial yang dapat diberdayakan. Dengan demikian nantinya Lembaga Pemasyarakatan menjadi Lembaga Pemasyarakatan produktif atau industri. Melalui LP produksi atau industri dapat mencetak sumber daya manusia yang kompeten dan mampu berkompetisi di era global seperti sekarang, baik warga binaan maupun petugas di lembaga tersebut. LP tidak hanya sebagai tempat membina narapidana secara konvensional tapi mendorong untuk menghasilkan produk berkualitas, bahkan dapat meningkatkan pendapatan, termasuk memberikan penghasilan bagi narapidana yang produktif. Dengan begitu mereka dapat menabung selama bekerja di LP atau mengirimkan pendapatannya untuk keluarga di rumah. Jadi, lembaga pemasyarakatan tidak lagi dikenal sebagai tempat bersemainya narkoba dan bandar narkoba, tapi menjadi tempat pemulihan kesatuan hidup, penghidupan dan kehidupan napi. Sehingga mereka siap turun ke masyarakat. Lapas tidak terlihat sangar dan menyeramkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pihak swasta, sangat diperlukan. Tentunya mesti berdasarkan ketentuan dan aturan yang berlaku.

Kebijakan dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta ataupun kepada Badan Usaha Milik Negara merupakan rencana dalam program Keunggulan Pelayanan atau proyek kegiatan karena dengan melaui kerjasama akan terjadi saling mengisi kebutuhan untuk mencapai usaha produksi karena keterbatasan finansial atau pengalaman manajemen produksi. Mitra swasta bisa memberikan manfaat dalam peningkatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

8

Page 29: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

kualitas atau pelayanan publik yang lebih baik. Mitra swasta memungkinkan memberi pelayanan atau proyek kegiatan bisa lebih cepat dilaksanakan dan menghasilkan produk. Adanya peluang kompetisi diantara mitra swasta yang prospektif dan biaya program kemitraan bisa tertutup melalui implementasi biaya pengguna layanan. Proyek kegiatan atau pelayanan memberikan peluang berinovasi. Ada track record kemitraan dengan swasta dan ada peluang untuk mendorong perkembangan ekonomi. Pelaksanaan agenda pendukung Privatisasi Parsial (Pilot Project), Semi Privatisasi, Privatisasi Menyeluruh Good Manajerial LP sebagai Tahapan Pelaksanaan Privatisasi Pembangunan LP, Rehabilitasi, Relokasi, Penguatan Anggaran, Entreupreuneurship Bengkel usaha swasta di LP. Pengelolaan dengan bekerjasama dengan pihak Swasta termasuk Sarana Prasarana milik Pemerintah dan Pengelolaan Manajement produksi oleh Swasta sedangkan Pemerintah melakukan Monitoring dan Evaluasi ketat.6

Seperti di Adopsinya Kebijakan Santa Ana California, Skotlandia, Cebu Philipine, Ada pembatasan Lembaga Pemasyarakatan untuk napi kelas teri dan kelas kakap. Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan di Inggris, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatn di Hongkong Napi diberi rekening dan penghasilannya dihitung berdasarkan poin, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat Napi dipekerjakan di bidang pertanian dan peternakan. Ide swastanisasi penjara

6 http ://w w w.s l ideshare .net/TMSYUKRAN/privat isas i - lembaga-pemasyarakatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

9

Page 30: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

memang berpotensi memberikan keuntungan materi kepada penjara sehingga upaya perbaikan kondisi penjara lebih mungkin dilakukan7, Semua pilihan sudah dikaji Tapi jangan pernah berpikir swastanisasi itu solusi satu-satunya untuk masalah pemasyarakatan8, Pemerintah akan kewalahan dengan penyediaan penjaranya sedangkan pemerintah membangun penjaranya terbatas kenapa tidak dikerjakan bersama swasta9. kompleksitas tugas pokok dan fungsi serta masalah yang ada selama ini telah amat layak menjadikannya badan tersendiri.10

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Badan Penelitian dan Pengembang Hukum dan HAM memandang perlu melakukan penelitian Isu Hukum Aktual tentang “Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di beberapa negara “.

B. IdentifikasiMasalah

1. Model Pembinaan yang belum menunjukkan produktifitas sehingga kurang menarik minat masyarakat (Gulung Tikar)

7 Iqra Sulihin, Kriminolog UI8 kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana di Gedung

Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. Sumber: republika.com tanggal 19 Agustus 2014

9 Direktur Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) Bappenas Bastari Pandji Indra di Hotel Shangrila, Jakarta, Rabu (14/5/2014, Detik Finance)

10 Adrianus Meliala, Kriminolog UI, Kompas, 11 Desember 2013

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

10

Page 31: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

2. Anggaran Belanja bagi Narapidana meningkat sehinga menimbulkan hutang

3. Merubah Mindset Masyarakat terhadap narapidana bahwa lebeling kejahatan terus melekat meskipun sudah bebas.

4. Mengembangkan Konsep Reintegrasi Sosial. 5. Privatisi Lapas dengan Mengikut sertakan Pihak Ketiga

(Lembaga Mitra) dengan metode yang tepat sasaran.6. Menuju Lapas Produktif dengan menejemen Industri.

C. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang dan Identifikasi masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:1. Bagaimana Pengembangan Model Lapas Produktif di

Indonesia?2. Bagaimana Pengembangan Lapas Produktif di beberapa

Negara?

D. Tujuan

Dalam penelitian ini diharapkan mampu:1. Untuk mengetahui Penembangan Lapas Produktif di

Indonesia2. Untuk mengetahui Pengembangan Lapas Produktif di

beberapa Negara3. Untuk Mengetahui kebijakan yang diambil Pemerintah

dalam rangka mengembangkan Lapas produktif di Indonesia.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

11

Page 32: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

E. Keluaran Penelitian

Penelitian ini akan dijadikan sebuah rekomendasi yang akan dituangkan dalam Risalah Kebijakan (policy brief) sehingga diharapkan menjadi rujukan bagi Pemerintah dalam rangka membuat rumusan kebijakan tentang pengembangan Model Lapas Produktif termasuk usulan terhadap pembentukan/pengaturan/revisi peraturan perundang-undangan terkait Pengembangan Model Lapas Produktif di Indonesia sehingga tujuan Pemasyarakatan dapat terwujud.

F. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Metode ini dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah data sekunder berupa Peraturan Perundang-undanga, buku-buku, artikel-artikel, Pendapat para ahli, dan referensi lainnya yang terkait tentang Pengembangan Model Lapas Produktif dibandingkan dengan penerapannya di beberapa negara. Metode yuridis sosiologis ini dilengkapi penggalian informasi dengan stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan analisis. Dalam Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan literatur literatur yang berkaitan dengan tema penelitian dengan menggunakan bahan (i) Bahan Primer, yang mencakup peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian (ii) bahan hukum sekunder, terdiri dari hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya yang terkait dengan permasalahan penelitian dan kepustakaan termasuk bahan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

12

Page 33: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

hasil seminar, dan konfensi-konfensi. Untuk menyempurkan penelitian ini menggunakan data primer yaitu dengan penelitian lapangan melalui penggalian informasi secara mendalam (in-depth), Informan yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini dipilih dari berbagai kalangan terkait penelitian ini yaitu: Akademisi, Pengusaha, LSM, Ditjen Pemasyarakatan, Tokoh Masyarakat, Narapidana dengan menggunakan pedoman wawancara. Berdasarkan data dan Informasi yang sudah diperoleh, akan dilakuakan analisis data deskriptif analitis, yaitu apa yang ditemukan dalam praktek dan literatur diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

G. Lokasi

Penelitian ini membahas tentang Pengembangan Model lapas Produktif: kajian di Beberapa negara oleh karena itu peneliti memilih Lokasi Penelitian dengan alasan sebagai berikut:1. DKI Jakarta alasan Pemilihan Lokasi karena terdapat

Jumlah Narapidana yang over capasity juga terdapat perusahan-perusahan besar yang akan dijadikan sebagai Lembaga Mitra dan Pemangku Kepentingan.

2. Jawa Timur alasan Pemilihan Lokasi karena terdapat Jumlah Narapidana yang over capasity juga terdapat perusahan-perusahan besar yang akan dijadikan sebagai Lembaga Mitra, seperti kegiatan produksi meubelair di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang hasil produksinya sudah diekspor ke luar negeri.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

13

Page 34: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

H. Kerangka Pemikiran/Teori

Mengutip guru besar hukum UI Prof Hazairin, ; “Betapun modernnya sebuah penjara, tetap ada unsur derita dan penjeraannya. Dengan model penjara semewah apapun, derita tetap ada, karena kalau berada di dalam penjara, sehari serasa setahun.” Memang, ada orang yang mengatakan di penjara itu enak karena makan tersedia. Tetapi ingat, makanan di penjara itu tidak ada pilihan. Semua ditentukan oleh petugas. Kalau pun enak, yang terpenuhi itu hanya kebutuhan fisik manusia. Namun bagaimana dengan kebutuhan psikologis dan biologis Idealnya ada perusahaan swasta yang membekali narapidana dengan keterampilan sejak berada di dalam lembaga pemasyarakatan dan kemudian memberikan lapangan pekerjaan setelah mereka ke luar dari lapas. Ini baru bisa disebut berhasil, dalam bentuk seperti inilah yang paling mendesak dilakukan, yakni dalam konteks kemitraan masyarakat dengan lapas dalam membantu terpidana. Bukan dalam kerangka kedermaanan melainkan dalam bentuk kerjasama saling menguntungkan.

Secara filosofis, pemasyarakatan di Indonesia berdasarkan UU No 12 Tahun 1995 sudah mencerminkan visi yang jauh ke depan yang bergerak maju meninggalkan mashab retributif (pembalasan), deterrence (penjeraan) maupun rehabilitasi. Pemidanaan dalam hal ini, tidak lagi ditujukan untuk derita sebagai bentuk pembalasan, tidak pula membuat jera dengan penderitaan, serta tidak menempatkan terpidana sebagai seseorang yang dibatasi sosialisasinya.

Hal ini selaras dengan 10 Prinsip Pemasyarakatan sebagai ruh dari UU No.12 Tahun 1995, yakni:

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

14

Page 35: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2) Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka

bertobat.4) Negara tidak berhak membuat mereka lebih buruk atau

jahat daripada sebelum dijatuhi pidana5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana

dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekadar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.

7) Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.

8) Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.

9) Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai salah satu derita yang dialaminya.

10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

15

Page 36: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Oleh karena itu, pemidanaan lebih ditujukan untuk pemulihan konflik atau menyatukan kembali antara terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi sosial). Filosofi reintegrasi sosial yang melatarbelakangi sistem pemasyarakatan dari sebelumnya sistem kepenjaraan, sangat menekankan aspek pengembalian narapidana ke masyarakat dimana masyarakatnya juga bisa menerima dengan baik.

Komitmen ini secara eksplisit ditegaskan dalam pasal 5 UU No 12 Tahun 1995, yang menggariskan sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas; pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.11

Dalam teori penjeraan keadilan retributif suatu sebutan yang tidak tepat (contradictio in terminis). Karena keadilan diperoleh dengan pembalasan; telah kedaluwarsa jika dihubungkan dengan perubahan peradaban umat manusia abad XXI, yang mengutamakan tujuan kesejahteraan bangsa dengan menggunakan pendekatan kemanfaatan sosial (social utility). Tujuan ini hanya dapat dicapai jika terjadi perubahan cara pandang (mindset) para pengambil kebijakan hukum, yang diikuti oleh semua aparatur hukum pidana. Mulai dari cara pandang penjeraan kepada cara pandang efisiensi dalam bekerjanya sistem hukum pidana yang lebih mengutamakan

11 (Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, 2008: 6-7

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

16

Page 37: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dampak keberhasilan (outcome) daripada keberhasilan (output). Perubahan cara pandang ini hanya dapat dilaksanakan jika pendekatan bekerjanya hukum pidana didasarkan pada pendekatan analisis ekonomi mikro yang mengutamakan prinsip maksimisasi (maximization), efisiensi (efficiency), dan keseimbangan (equilibrium) menurut Coase, Becker, dan Posner.12

Pendekatan analisis ekonomi mikro telah diterapkan di negara-negara maju sejak tahun 1970-an dengan menggunakan metode analisis dampak CBA (Cost Benefit analysis/CBA). Metode ini digunakan untuk mencapai tingkat akurasi mengenai dampak suatu kebijakan dalam kehidupan masyarakat, dan terhadap negara, sehingga dapat diketahui secara cermat dan terukur perhitungan cost and benefit ” dari suatu kebijakan baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Contoh terburuk dari teori penjeraan dengan tujuan keadilan retributif adalah peningkatan jumlah residivis, sementara kejahatan tidak terhentikan. Selain itu, kerusuhan dan kerusakan fisik dari aspek humanisme di dalam lapas, praktik korupsi dan kehidupan napi di lapas, yang merupakan komunitas tersendiri dan terasing dari kehidupan masyarakat luar. Sehingga disadari atau tidak, suatu wajah dan bentuk eksklusivisme di dalam masyarakat, dengan nilai-nilai dan cara pandang yang berbeda secara ekstrem dengan masyarakat luar. Kondisi kehidupan narapidana selama bertahun-tahun di lapas dengan ”kerugian

12 Romli atmasasmita, Opini, Kompas.com, diakses tanggal 10 Juni 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

17

Page 38: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

keuangan negara” yang signifikan sebagaimana diuraikan di atas, merupakan ”bom waktu” masa depan bangsa ini.

Berdasarkan data pengembangan model Lapas produktif melalui kerangka pemikiran ini penulis mencoba untuk mengembangakan teori kerjasama yaitu:1. Cooperation adalah proses bekerjasama atau melakukan

kegiatan bersama-sama yang dapat dicapai oleh kedua belah pihak baik di sengaja atau tidak disengaja

2. Collaboration adalah proses kerjasama di mana dua atau banyak orang atau organisasi bekerja bersama menuju sebuah interaksi untuk mendapatkan tujuan bersama - misalnya, sebuah upaya bekejasama dalam suatu kelompok Dengan berbagi pengetahuan, belajar dan bekerjasa secara bersama dengan tujuan yang sama pula.

3. Partnership adalah jenis kerjasama bisnis di mana mitra (pemilik) berbagi satu sama lain keuntungan atau kerugian dari usaha bisnis di mana kedua belah pihak telah menginvestasikan barang atau jasa tesebut.

Kerjasama dengan perusahaan dalam bentuk Corporate Sosial Responsibility harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Penanam modal baik dalam maupun asing tidak dibenarkan hanya mencapai keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentngan pihak lain yang terkait dan harus tunduk dan mentaati ketentuan Perusahan sebagai kewajiban hukum jika ingin menanamkan modalnya. Komitmen bersama untuk mewujudkan pembangunan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

18

Page 39: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

berkelanjutan dan menciptakan iklim investasi bagi penanam modal untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai melalui pelaksanaan CSR. CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis, 13memberikan makna bahwa perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang mementingkan diri sendiri, alienasi dan atau eksklusifitas dari lingkungan masyarakat, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosial.

13 Sukami, tanggung Jawab Perusahaan 4 Januari 2010 Dikektorat Peraturan Perundang-Undangan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

19

Page 40: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

20 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Page 41: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PengertianLembagaPemasyarakatanProduktif

Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-sosial, yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivits-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengertian lembaga kemasyarakatan lebih menunjuk suatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal norma dan aturan yang menjadi ciri daripada lembaga tersebut. Lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di kehidupan masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan). Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

21

Page 42: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Dan juga merupakan himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di kehidupan masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana.

Perbedaan Lapas Dan Rutan. Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan sementara sebelum keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap guna menghindari tersangka atau terdakwa tersebut melarikan diri atau mengulangi perbuatannya dan Yang menghuni Rutan adalah tersangka atau terdakwa sedangkan Waktu atau lamanya penahanan adalah selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan Tahanan ditahan di Rutan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

Lapas adalah Tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang menghuni Lapas adalah narapidana/terpidana sedangkan Waktu/lamanya pembinaan adalah selama proses hukuman/menjalani sanksi pidana Narapidana dibina di Lapas setelah dijatuhi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Penjara atau istilah masa kini Indonesia adalah “pemasyarakatan” merupakan penemuan baru yang mulai berkembang secara luas 300 tahun terakhir ini.

Dewasa ini, pemenjaraan dipandang sebagai bentuk pidana yang bertujuan memperbaiki penjahat dan disebut reformasi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

22

Page 43: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

sistem pemidanaan yang berjalan kearah yang lebih rasional. Sebab-sebab perubahan itu ialah perkembangan ekonomi, perkembangan ke arah yang manusiawi dan munculnya pandangan yang lebih sekuler, begitu pula timbulnya konsep-konsep baru mengenai hakikat manusia dan masyarakat. Walaupun sekarang dikatakan sistem pemidanaan menuju ke arah rehabilitasi penjahat, sifat pidana sendiri sebagai sanksi kepada pelanggar hukum tidak mungkin disingkirkan. Lagipula belum terbukti sistem mana yang lebih baik untuk memperbaiki atau rehabilitasi penjahat.

Jepang adalah salah satu negeri yang paling berhasil menanggulangi kejahatan di dunia dengan sistem peradilan pidananya. Dari tahun 1946 ke tahun 1973 mereka telah berhasil menekan angka kejahatan menjadi setengahnya dan jumlah kejahatan hanya ¼ dari Amerika Serikat per penduduk.14 Di sini ternyata bahwa ada korelasi antara naik turunnya angka kejahatan dengan kemakmuran dan kemajuan ekonomi suatu negara. Dengan kemajuan ekonomi itu, organisasi dan fasilitas penegak hukum dan kepenjaraan dapat ditingkatkan, sehingga cita-cita pemasyarakatan dapat diwujudkan, bukan hanya diatas kertas belaka. Justru faktor ekonomi dan keuangan inilah yang menjadi hambatan utama dalam merealisasikan sistem pemasyarakatan di Indonesia yang telah dicetuskan dari 30 tahun lalu. Istilah “pemasyarakatan” yang kita pakai sebenarnya jika di Inggris lebih banyak ditujukan kepada

14 www.google.com’ Lapas produktif di beberpa Negara, 19 September 2016: Nasim fauzi, Negara Tanpa Penjara Seri 2 Selasa 29 Januari 2013

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

23

Page 44: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

persiapan dan pengawasan pengembalian bekas narapidana ke dalam masyarakat (after care service).

Menurut keputusan lama sampai modifikasi hukum Prancis yang dibuat pada tahun 1670 belum dikenal pidana penjara, terkecuali dalam tindakan penyandraan dengan penembusan uang atau penggantian hukuman mati sebelum di tentukan keringanan hukuman dengan cara lain. Di inggris abad pertengahan kurang lebih tahun 1200-1400 di kenal hukum kurungan gereja dalam sel (cell) dan pidana penjara bentuk kuno di Bridwedell (pertengahan abad ke 16) yang dilanjutkan dengan bentuk pidana penjara untuk bekerja menurut Act of 1576 dan Act of 1609 dan pidana penjara untuk dikurung menurut ketentuan Act of 1711. Dalam hal ini Howard Jones menerangkan, bahwa sejak zaman raja Mesir pada tahun 2000 sebelum Masehi (SM) di kenal pidana penjara dalam arti penahanan selama menunggu pengadilan, dan ada kala sebagai penahanan untuk keperluan lain menurut romawi dari jaman Justianus abad 5 (SM).15

Karena pemberian pekerjaan dianggap salah satu daya upaya untuk memperbaiki akhlak terhukum, maka timbulah sistem campuran, yaitu:a. Pada waktu malam ditutup sendirian,b. Pada waktu siang bekerja bersama-sama.

Pada waktu bekerja mereka dilarang bercakap-cakap mengenai hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan

15 Ibid

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

24

Page 45: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

pekerjaan. Oleh karenanya maka sistem ini dinamakan pula “Silent System”. Sedangkan sejarah adanya lembaga pemasyarakatan ini di Indonesia terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri.

Periode pidana kerja paksa di Indonesia berlangsung sejak pertengahan abad ke-XIX atau tepatnya mulai tahun 1872 hingga 1905. Ditandai dengan dua jenis hukum pidana; pertama, hukum pidana khusus untuk orang Indonesia ;dan yang kedua, pidana khusus untuk orang Eropa. Bagi orang Indonesia dan golongan Timur Asing berlaku Kitab Undang-undang Hukum Pidana khusus, yakni “Wetboek van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie”, artinya Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk orang pribumi di Hindia Belanda. Pada saat itu orang Indonesia disebut dengan “Inlanders”. Pada periode ini pidana kerja merupakan bentuk pemindanaan yang seringkali dijatuhkan pada “inlanders”. Lama pidana kerja sangat bervariasi bisa seumur hidup, atau minimal satu hari. Sedangkan pidana kerja terbagi menjadi dua, yakni kerja paksa (dwang arbeid) dan dipekerjakan (ter arbeid stellen). Kerja paksa yang lamanya lebih dari lima tahun dilakukan dengan dirantai (dwang arbeid aan de ketting), yang di bawah lima tahun tanpa dirantai (dwang erbeid buiten de ketting). Sedangkan yang satu tahun ke bawah disebut dengan istilah “dipekerjakan” (ter arbeid stellen), dan yang di bawah tiga bulan disebut “krakal”. Peraturan penjara sebagai peraturan pelaksanaan dari Kitab

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

25

Page 46: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

undang-undang Hukum Pidana, khususnya pasal – pasal tersebut diatas merupakan dasar dari pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan seperti yang tercantum dalam pasal 10 Kitab Undang - undang Hukum Pidana. Sampai sekarang masih tetap berlaku peraturan tersebut sebagai dasar hukum berlakunya sistem Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari 4 (empat) sub-sistem yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-sistem terakhir dari sistem peradilan pidana mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap terpidana khususnya pidana pencabutan kemerdekaan. Dengan demikian berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai dalam sistem peradilan pidana baik tujuan jangka pendek yaitu rehabilitasi dan resosialisasi narapidana, tujuan jangka menengah untuk menekan kejahatan serta tujuan jangka panjang untuk mencapai kesejahteraan masyarakat di samping ditentukan atau dipengaruhi oleh sub-sub sistem peradilan pidana yang lain yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, selebihnya juga sangat ditentukan oleh pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksanaan dari pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya pidana penjara.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya untuk mewujudkan pemidanaan yang integratif yaitu membina dan mengembalikan kesatuan hidup masyarakat yang baik dan berguna. Dengan perkataan lain Lembaga Pemasyarakatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

26

Page 47: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

melaksanakan rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi dan perlindungan baik terhadap narapidana serta masyarakat di dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Dengan sistem pemasyarakatan sebagai dasar pola pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat berhasil dalam mencapai tujuan resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana/narapidana, maka pada gilirannya akan dapat menekan kejahatan dan pada akhirnya dapat mencapai kesejahteraan sosial seperti tujuan sistem peradilan pidana (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Dengan demikian keberhasilan sistem pemasyarakatan di dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan akan berpengaruh pada keberhasilan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana.

Untuk memberikan arah dan batasan kegiatan produktif, perlu dirumuskan pengertian atau definisi, sebagai berikut16:a. Kegiatan Kerja Produktif adalah proses pendayagunaan dan

pengelolaan tenaga kerja narapidana untuk menghasilkan produk unggulan tertentu yang bernilai ekonomis dan berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat positif bagi narapidana, masyarakat dan Negara.

b. Lapas/Rutan Produktif, adalah tempat diselenggarakannya kegiatan kerja produktif oleh Warga Binaan Pemasyarakatan sesuai ketentuan yang berlaku.

16 F.Haru Tamtomo, Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan Kementerian Hukum dan HAM RI, Selaku Ketua Tim Laporan Pemetaan Lapas Produktif di Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

27

Page 48: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Produktif artinya bersifat atau mampu menghasilkan (dalam jumlah besar) mendatangkan (memberi hasil, manfaat dan sebagainya) dan menguntungkan serta mampu menghasilkan terus dan dipakai secara teratur untuk membentuk unsur unsur baru17. Dalam artian bahwa dalam catatan produktifitas tidak haya menghasilkan produk saja namun lebih bersifat mampu menghasilkan dalam jumlah yang besar. Lapas Produktif adalah bagaiman Lembaga menyerap tenaga kerja 70 persen WBP untuk kegiatan kerja dan 30 persen untuk kegiatan rumah tangga.

B. Peraturan Perundang-undangan terkait denganLapasProduktif

1. Undang-UndangNomor12Tahun1995TentangPemasyarakatan

Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi retributive (tindakan pembalasan), deterrence (penjeraan) dan juga resosialiasi. Dengan kata lain pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, dan juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofis reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik

17 Pranala (link)http//kbbi.web.id/produktif

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

28

Page 49: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau juga menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya atau reintegrasi 18. Ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, mengamanatkan bahwa suatu Lembaga Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut Lapas) yang merupakan institusi dari sub sistem peradilan pidana mempunyai fungsi strategis sebagai pelaksanaan pidana penjara sekaligus sebagai tempat bagi pembinaan narapidana. Fungsi Lapas yang demikian ini sesungguhnya sudah berbeda jauh serta lebih baik dibandingkan dengan fungsi penjara dengan jaman dahulu dengan dasar hukum Peraturan Penjara (Gestichten Reglement S.1917 No. 708). 19Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan merumuskan bahwa, pembinaan merupakan kegiatan yang meningkatkan kualitas ketaq-waan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional kesehatan jasmani dan juga rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Dengan diterapkan sistem pemasyarakatan ini tidaklah saja me-rumuskan tujuan pidana penjara tetapi juga menerapkan sistem pembinaan narapidana yang mencakup pencegahan kejahatan dan juga untuk membentuk manusia yang baru yang nantinya bisa berguna juga dapatlah diterima oleh

18 Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2009:11)19 Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana hal 65-66

PERSPEKTIF Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

29

Page 50: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

masyarakat. Pada Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, merumuskan bahwasanya Sistem Pemasyarakatan ini diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara warga yang baik dan bertangungjawab.

Pemasyarakatan juga berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaannya untuk dapat berinteraksi secara sosial di dalam masyarakat. Karena narapidana yang telah masuk ke dalam Lapas biasanya ia akan merasa terasingkan. Sehingga disini pembinaan dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pelaksanaan pembinaan terhadap para narapidana diatur di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yakni merumuskan tentang pembinaan narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahap pembinaan: tahap awal; tahap lanjutan; dan diakhiri dengan tahap akhir. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan/ Bina Tuna Warga No. KP.10.13/3/31, Pemasyarakatan sebagai Proses, maka hendaknya disalurkan dalam tahap demi tahap guna mengindari kegagalan daripada akibat-akibat lain yang mana tidak diinginkan. Sebagai suatu fungsi pemasyarakatan maka Lapas bukan saja sudah berubah dalam pola pembinaan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

30

Page 51: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yang dilakukan sekaligus juga sudah harus mengubah orientasinya dari lembaga konsumtif menjadi lembaga produktif. Pada pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 12 Tahun 1995 “Narapidana berhak mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

2. PeraturanPemerintahRepublikIndonesiaNomor99Tahun2012tentangPerubahankeduaatasPeraturanPemerintahNomor32Tahun1999tentangSyaratdanTataCaraPelaksanaanHakWargaBinaanPemasyarakatan

Permasalahan mengenai Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang dinilai obral remisi oleh masyarakat, sehingga memunculkan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Masyarakat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Keberadaan PP tersebut dirasakan begitu besar dampaknya diseluruh Lapas yang ada, dan lahirnya aturan ini juga memberi tugas baru yakni misalnya pemberian terapi dan rehabilitasi yang seharusnya dilakukan dengan supervisi ahli kesehatan.

Dampak daripada over kapasitas atau kelebihan penghuni di Lapas atau Rutan, sebagai berikut: Buruknya kondisi kesehatan narapidana atau tahanan, Suasana psikologis narapidana atau tahanan memburuk, Mudah terjadinya konflik antar penghuni, meningkatnya ketidakpuasan penghuni, pembinaan tidak berjalan sesuai ketentuan dan terjadi pemborosan anggaran akibat

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

31

Page 52: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

meningkatnya konsumsi air, listrik, makanan dan pakaian. mengenai permasalahan yang terjadi dikaitkan dengan PP No. 99 Tahun 2012, dalam forum disampaikan dampak dari lahirnya PP tersebut. Implikasi psikologis yang terjadi adalah sulitnya pemberian remisi bagi Napi disebabkan oleh persyaratan yang rumit. Selain itu, alokasi anggaran untuk keamanan menjadi tinggi (Misalnya bantuan dari TNI/Polri).

Permasalahan penanganan terhadap Napi Teroris (yang notabene Ahli) yang dilakukan oleh SDM yang kurang memadai. Usulan untuk memisahkan para Napi teroris karena jika dijadikan satu dapat menjadi suatu permasalahan di kedepannya. Terhadap hal ini, BNPT juga akan membangun sebuah tempat khusus yang manajemennya tersendiri. Permasalahan perlakuan yang tidak adil kepada para Tahanan yang dilakukan dengan Kekerasan pada saat penyidikan (Polri) dan tawar-menawar pasal dengan oknum Kejaksaan. Kerusuhan banyak terjadi karena penambahan akumulasi tahanan dan implikasi psikologis dengan mendapat perlakuan tidak adil dari penegak hukum. 20

20 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesi, Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi Iii Dpr Ri Dengan Plh Dirjen Pemasyarakatan, Direktur Akip, Dan Kalapas Seluruh Indonesia (Bidang Hukum, Perundang-Undangan, Ham Dan Keamanan) Tahun Sidang: 2013-2014 Masa Persidangan: I Rapat Ke: Sifat: Tertutup Jenis Rapat: Rapat Dengar Pendapat. Hari/Tanggal: Senin, 26 Agustus 2013. Waktu: Pukul 10.10 – 16.40 WIB Tempat: Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat: Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Sekretaris: Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabagset. Komisi III DPR RI.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

32

Page 53: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Permasalahan untuk penanganan kekerasan adalah seharusnya dengan metode pendekatan terhadap warga binaan. Permasalahan mengenai kemungkinan dampak dari terbitnya PP No. 99 Tahun 2012. Selanjutnya permasalahan dalam pemberian rekomendasi dalam pemberian remisi oleh lembaga-lembaga tertentu. Terkait terhambatnya pemberian hak-hak warga binaan yang sering tertunda oleh lembaga penegak hukum dan putusan pengadilan yang seringkali terlambat diterima oleh warga binaan. Permasalahan kondisi bangunan, sarana, dan prasarana yang sangat tidak memadai, seperti kondisi bangunan yang tidak layak dan terendam air. Permasalahan selanjutnya adalah pelayanan kesehatan yang sering menemui hambatan, dan anggaran kesehatan yang sangat minim, dimana petugas Lapas memiliki kewajiban terhadap kesehatan para warga binaan. Selain itu, kesejahteraan petugas perlu dipikirkan, karena dirasa terlepas dari Integrated Criminal Justice System. Petugas-petugas di lembaga pemasyarakatan agar tidak selalu disudutkan oleh peristiwa yang terjadi di lapas dan menjadi ramai di publik. Tingkat kapasitas petugas dan kesejahteraan pegawai pun perlu ditingkatkan, dan perlunya pemberian apresiasi kepada petugas lapas. Permasalahan mengenai dukungan anggaran yang selama ini minim. Selain itu juga dalam dukungan peraturan atau legislasi. Selanjutnya dukungan mengenai penanganan kekerasan atau konflik. Permasalahan mengenai minimnya personil dan perlunya telaah lebih lanjut mengenai tujuan pemidanaan. Aturan yang diberlakukan perlu juga mempertimbangkan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

33

Page 54: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

implementasinya. Media juga dinilai dapat memberikan efek yang negatif yang menyulut permasalahan keamanan. Sering kali terhambatnya pemberian hak-hak warga binaan yang sering tertunda oleh lembaga penegak hukum dan yudisial, misalnya salinan putusan.

Bahwa kondisi bangunan, sarana, dan prasarana yang sangat tidak memadai. Selain itu permasalahan selanjutnya adalah pelayanan kesehatan yang sering menemui hambatan. Kondisi petugas permasyarakatan yang secara garis besar tidak memenuhi kondisi ideal yakni dimana angka kebutuhan ideal adalah 44.900 orang, namun jumlahnya saat ini adalah 30.181 orang.

3. KeputusanMenteriKehakimanRepublikIndonesiaNomorM.02-PK.04.10Tahun1990TentangPolaPembinaanNarapidana/Tahanan

Aturan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 mengenai Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan, Lapas di dalam sistem pemasyarakatan, selain berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara, juga mempunyai beberapa sasaran srategis di dalam hal pembangunan nasional. Tujuan tersebut antara lain menyatakan bahwa Lapas mempunyai fungsi ganda yakni sebagai suatu lembaga pendidikan dan lembaga pembangunan. Pemidanaan adalah upaya terakhir dalam proses penegakan hukum pidana dan juga merupakan akhir atau puncak dari keseluruhan sistem upaya yang mana menggerakkan manusia melakukan tingkah laku tertentu seperti yang

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

34

Page 55: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

diharapkan masyarakat.21 Pemidanaan sebagai suatu proses penjatuhan pidana dan harus dilakukan dengan sebijak mungkin, perlu dipertimbangkan pidana yang bagaimana yang sesuai dengan kondisi si terdakwa. Harus diakui bahwa pidana itu tidak berakibat sama pada setiap orang, karena pidana merupakan suatu hal yang relatif.22 Akhir-akhir ini sering mendengar kabar bahwa narapidana yang sedang menjalani pembinaan di suatu Lapas itu ternyata masih bisa mengendalikan kejahatannya dari tembok penjara.

Pembinaan mental dan keterampilan yang diberikan sesuai dengan yang telah tercantum dalam Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana, terdiri dari Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Kemandirian, yaitu: Pertama, Pembinaan Kepribadian: pembinaan kesadaran untuk beragama; pembinaan berbangsa dan bernegara; pembinaan kemampuan intelektual; pembinaan kesadaran terhadap hukum; pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Kedua, Pembinaan Kemandirian: juga keterampilan untuk mendukung akan usaha-usaha mandiri; keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri; keterampilan yang dikembangkan sesuai bakat masing-masing; mendukung usaha industri atau kegiatan pertanian. Selain narapidana mendapatkan pendidikan

21 Roeslan Saleh, 1983:122 Niniek Suparmi, 2007:40

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

35

Page 56: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dan diberikan keterampilan di dalam penjara, narapidana juga dapat mendapatkan pendidikan keagamaan guna memperbaiki mental dan jiwa mereka. Pembinaan dan juga bimbingan kemasyarakatan haruslah selalu ditingkatkan melalui pendekatan mental (agama, Pancasila, dan lain sebagainya) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang mana meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa dan oleh karena itu mereka dididik (dilatih) juga untuk menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan. Ini berarti bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

4. StandardMinimumRulesfortheTreatmentofPrisoners(SMR)AdoptedbytheFirstUnitedNationsCongressonthePreventionofCrimeandtheTreatmentofOffenders,heldatGenevain1955

Dalam pasal 71 ayat (6) SMR:” Dalam batas-batas yang sesuai antara kejuruan yang tepat dan dengan permintaan dari penatalaksanaan kedisipinan, narapidana dapat memilih jenis pekerjaan yang ingin dilakukan.

Idealnya, sebuah penjara haruslah sesuai dengan Aturan Minimum Standar tentang Penanganan Tahanan yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang Pertama tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Pelaku Kejahatan, Jenewa, 1955. Aturan itu disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui Resolusi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

36

Page 57: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

663 C (XXIV) tertanggal 31 Juli 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977.

5. PeraturanMenteriHukumdanHakAsasiManusiaRepublikIndonesiaNomor6Tahun2016tentangPerubahanAtasPeraturanMenteriHukumdanHakAsasiManusiaNomor29Tahun2015tentangOrganisasidanTataKerjaKementerianHukumdanHakAsasiManusiaRepublikIndonesia;

Pada hal pertama mengenai Sistem permasyarakatan yang diarahkan pada deinstitusionalisasi/kebijakan non pemenjaraan (Community Base Corrections) yang juga memberi perlakuan khusus bagi anak, perempuan dan kelompok rentan. Permasalahan dalam SPPT ini adalah belum dipahaminya secara utuh konsep dan misi permasyarakatan dalam bekerjanya SPPT oleh Lembaga Penegak hukum lainnya. Hubungan antara lembaga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana cenderung tidak sinergis. Langkah yang perlu dilaksanakan adalah internalisasi konsepsi permasyarakatan ke dalam subsistem peradilan pidana lainnya yakni dibentuk Desk Koordinasi pelaksaan SPPT, Pola Koordinasi di tingkat teknis, dan Konfigurasi peraturan SPPT.

Pada konsep manajemen organisasi, yakni melakukan evaluasi struktur organisasi Kemenkumham untuk mencapai bentuk dan model koordinatif dan kejelasan dalam restrukturisasi organisasi; melakukan evaluasi struktur organisasi dan tata kerja tugas dan fungsi permasyarakatan, dan melakukan pembenahan SOP dan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

37

Page 58: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

jabatan fungsional di semua UPT. Pembenahan SDM dilakukan dengan penguatan sistem perencanaan dan pengadaan pegawai, perbaikan pola karier dan jabatan fungsional penegak hukum, perbaikan Diklat terutama bagi jabatan fungsional, dan Alokasi Tunjangan fungsional petugas.

Dalam hal manajemen perencanaan dan peng ang-garan, yang juga dinilai mengalami kelemahan dalam polanya, untuk itu diperluknan perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan teknis, mekanisme perencanaan dan penganggaran yang kondusif berdasarkan performa, pelatihan khusus, dan pemenuhan sarana dan prasarana. Optimalisasi Tusi Pemasyarakatan yang saat ini pelaksanaan tugas dan fungsinya belum optimal, yang kemudian dilakukan perbaikan dengan revisi aturan tentan pembinaan, penyusunan model pembinaan, penyusunan modul pelatihan, penyusunan manual pemasyarakatan, dan kerjasama dalam bidang latihan kerja, pendidikan, dan organisasi profesi. Dalam pasal 523: Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan narapidana dan latihan kerja produksi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

38

Page 59: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

DA

FTA

R T

AB

EL.1

Dir

ekto

rat P

embi

naan

Nar

apid

ana

dan

Lati

han

Ker

ja P

rodu

ksi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

39

Page 60: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan narapidana dan latihan kerja produksi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi menyelenggarakan fungsi:1. penyiapan perumusan kebijakan di bidang

administrasi pembinaan, pembinaan kepribadian, integrasi narapidana dan pendayagunaan Tim Pengamat Pemasyarakatan, latihan keterampilan serta kegiatan kerja produksi;

2. pelaksanaan kebijakan di bidang administrasi pembinaan, pembinaan kepribadian, integrasi narapidana dan pendayagunaan Tim Pengamat Pemasyarakatan, latihan keterampilan serta kegiatan kerja produksi;

3. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang administrasi pembinaan, pembinaan kepribadian, integrasi narapidana dan pendayagunaan Tim Pengamat Pemasyarakatan, latihan keterampilan serta kegiatan kerja produksi;

4. pelaksanaan pemantauan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan narapidana dan latihan kerja produksi; dan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

40

Page 61: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

5. pelaksanaan penyusunan rencana, program dan anggaran serta urusan tata usaha dan rumah tangga di lingkungan Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi.

Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi terdiri atas: Subdirektorat Administrasi Pembinaan dan Evaluasi; Subdirektorat Pembinaan Kepribadian; Subdirektorat Integrasi Narapidana dan Pendaya gu-

naan Tim Pengamat Pemasyarakatan; Subdirektorat Latihan Keterampilan; Subdirektorat Kegiatan Kerja Produksi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.

7. Penerimaan Negara Bukan Pajak

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia meliputi penerimaan dari: a. pelayanan jasa hukum; b. pelayanan harta peninggalan; c. pendidikan dan pelatihan; d. pelayanan keimigrasian; e. pelayanan hak kekayaan intelektual; f. pelayanan kesehatan rumah sakit; dan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

41

Page 62: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

g. kegiatan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka pembinaan kemandirian warga binaan pemasyarakatan.

Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Tarif atas jenis Peneriman Negara Bukan Pajak atas kegiatan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka pembinaan kemandirian warga binaan pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerjasama.

C. ReintegrasiSosial

Penghuni Lembaga Pemasyarakatan atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Sesuai Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Penghuni suatu lembaga pemasyarakatan atau orang-orang tahanan itu terdiri dari:1. Mereka yang menjalankan pidana penjara dan pidana

kurungan;2. Orang-orang yang dikenakan penahanan sementara;

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

42

Page 63: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. Orang-orang yang disandera.4. Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara

atau pidana kurungan, akan tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan.

Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan atau ditempatkan di dalam lembaga pemasyarakatan itu ialah:1. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan;2. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak pengadilan;3. Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang

kemerdekaan oleh pengadilan negeri setempat;4. Mereka yang dikenakan pidana kurungan;5. Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan,

akan tetapi dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan secara sah.

Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai be-berapa fungsi antara lain:1. Memberikan pedoman bagi anggota masyarakat, bagai

mana mereka harus bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.

2. Menjaga keutuhan masyarakat.3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk

mengadakan sistem pengendalian social (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

43

Page 64: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Fungsi-fungsi diatas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu maka harus pula diperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan. Lembaga kemasyarakatan berfungsi sebagai pedoman perilaku atau sikap tindak manusia dan merupakan salah satu sarana untuk memelihara dan mengembangkan integrasi di dalam masyarakat. Namun demikian, tidak semua norma di dalam masyarakat dengan sendirinya menjadi bagian dari suatu lembaga sosial tertentu. Hal ini tergantung pada proses pelembagaan dari norma-norma tersebut sehingga menjadi bagian dari suatu lembaga sosial tertentu23.

Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Kita harus kembali melihat apa sebenarnya tujuan Pemidanaan. Yang paling tua adalah pembalasan (revenge) atau untuk memuaskan pihak yang menaruh dendam baik masyarakat

23 Soekanto dan Taneko, 1984. Literatur yang saya diambil dari (http://sosiologi-

era.blogspot.com

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

44

Page 65: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

maupun pihak yang dirugikan. Tujuan lain yang juga dipandang kuno adalah penghapusan dosa (expiation) atau retribusi, yaitu melepaskan pelanggar hukum dari perbuatan jahat atau menciptakan balans antara yang benar dan yang salah. Yang dipandang tujuan yang berlaku sekarang adalah variasi dari bentuk-bentuk; penjeraan (deterrent), baik ditujukan kepada pelanggar hukum sendiri atau mereka yang berpotensi menjadi penjahat; perlindungan bagi masyarakat dari perbuatan jahat; perbaikan kepada penjahat. Yang tersebut terakhir yang paling modern dan popular dewasa ini bukan saja bertujuan memperbaiki kondisi pemenjaraan tetapi juga mencari alternatif lain yang bukan bersifat pidana dalam membina pelanggar hukum.

Tujuan pemasyarakatan sebenarnya ada dua:1. Memasukan bekas narapidana ke dalam masyarakat

sebagai warga yang baik (berdasarkan kemanusiaan).2. Melindungi masyarakat dari kambuhnya kejahatan bekas

narapidana dalam masyarakat karena tidak mendapatkan pekerjaan.

Usaha pemasyarakatan tersebut bukan hanya menjadi urusan pemerintah tetapi juga swasta. Masyarakat dapat ikut serta dalam:1. Para pengusaha memberi pekerjaan pada pelanggar hukum

yang dikirim oleh kantor perburuhan padanya atau oleh perkumpulan sosial.

2. Perkumpulan buruh menerima mereka sebagai anggota setelah menyelesaikan latihan kejuruan pekerjaan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

45

Page 66: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. Perkumpulan seperti kesenian, olahraga, hiburan menerima mereka sebagai anggota.

4. Orang yang mempunyai cukup ruangan menyewakan tempat kepada mereka yang dikirim oleh perkumpulan swasta.

5. Anggota masyarakat pada umumnya menerima pelanggar hukum sebagai tetangga atau kenalan baik-baik.

Hal semacam inilah yang telah berjalan selama 100 tahun di Inggris. Perkumpulan penolong bekas narapidana dan hakim diberi wewenang menetapkan subsidi untuk perkumpulan tersebut demi kepentingan setiap narapidana yang dilepas.

Dasar memperlakukan narapidana dengan kepribadian Indonesia adalah 24:1. Tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan

sebagai manusia, meskipun ia sudah bersalah. Tidak boleh diperlihatkan kepada narapidana bahwa ia adalah penjahat, tetapi hendaklah sebaliknya bahwa mereka tetap dipandang dan diperlakukan sebagai manusia biasa.

2. Tiap orang adalah makhluk masyarakat, tak seorangpun dapat hidup diluar masyarakat. Karena itu narapidana harus tumbuh seperti dalam masyarakat sebagai warga negara biasa sehingga berguna bagi masyarakat atau sekurang-kurangnya ia tidak terbelakang dengan perkembangan masyarakat

24 Zaidir Djalal “ Seri Pahlawan DR Saharjo SH” Mutiara, Jakarta 1978

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

46

Page 67: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. Narapidana hanya dijatuhi pidana dengan kehilangan kemerdekaan bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya narapidana selama ia terhukum tetap mempunyai penghasilan dan berpendidikan

Untuk mendidikan seseorang narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik adalah sebagai berikut:1. Selama narapidana kehilangan kemerdekaan bergerak ia

harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

2. Pekerjaan dan pendidikan yang diberikan kepada nara-pidana jangan hanya untuk kepentingan pema syarakatan atau negara saja. Pekerjaannya harus satu dengan pekerjaan dalam masyarakat

3. Bimbingan dan didikan harus berdasarkankan pada Pancasila.

Jadi baginya perlindungan hukum diberikan tidak saja kepada anggota masyarakat biasa, tetapi juga kepada nara-pidana, sesuai dengan sifat dan fungsi hukum terhadapnya.

D.ManajemenProduksi

Dalam sebuah organisasi baik institusi pemerintah, swasta, maupun bisnis perusahaan terdapat istilah manajemen. Manajemen yang dalam bahasa inggris adalah management memiliki arti harfiah ketatalaksanaan atau pengelolaan. Secara umum manajemen berarti melakukan sesuatu melalui tangan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu dari organisasi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

47

Page 68: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

tersebut. Dalam arti lain, manajemen yang pelakunya disebut dengan manajer menyuruh orang lain untuk melakukan hal-hal yang menjadi tugasnya masing-masing demi tercapainya sebuah tujuan, misalnya dalam bisnis tujuannya adalah memenuhi target penjualan produk. Dalam sebuah organisasi, terdapat berbagai jenis manajemen yang dikhususkan untuk menyelesaikan tugasnya masing-masing. Kali ini akan dibahas mengenai salah satu bidang manajemen yaitu manajemen produksi.25

Sebelum memahami konsep pengertian manajemen produksi, terlebih dahulu kita pahami definisi dari produksi. Dalam kegiatan ekonomi terdapat 3 jenis aktivitas utama penggerak roda ekonomi yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Produksi merupakan aktivitas penggunaan sumber daya baik alam maupun manusia untuk meningkatkan daya guna suatu barang atau jasa yang membutuhkan faktor-faktor seperti tanah, modal, tenaga kerja, dan kemampuan. Secara sederhana produksi merupakan pengadaan barang atau jasa yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya dan jumlah permintaan dari konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen kemudian didistribusikan kepada konsumen melalui proses-proses tertentu tergantung dari jenis produksinya. Dengan menggabungkan pengertian manajemen dan produksi, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen produksi memiliki definisi usaha untuk mengatur atau

25 June 30, 2015- July 5, 2015, Definisi manajemen produksi, Manajemen Produksi, Pengertian Manajemen Produksi, Perkembangan manajemen produksi, Tahapan manajemen produksi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

48

Page 69: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

mengkoordinasi suatu kegiatan produksi agar menghasilkan hasil produksi yang berkualitas dan sesuai dengan standar organisasi dalam jangka waktu dan jumlah tertentu. Dalam manajemen produksi, konteks-nya adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh tim manajemen produksi dalam sebuah organisasi untuk menghasilkan produk sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut.

Agar menghasilkan produksi yang sesuai target, tim manajemen produksi harus melewati beberapa tahapan mulai dari perencanaan hingga eksekusi. Masing-masing tahapan sama pentingnya karena jika dilewati satu tahapan saja maka hasil produksi tidak bisa maksimal dan akan berpengaruh terhadap kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap produk. Berikut adalah tahapan manajemen produksi:1. Perencanaan produksi Pada tahap awal inilah seluruh rencana produksi mulai

dari kualitas produk, kuantitas produk yang dihasilkan, bahan yang akan digunakan, target konsumen di mana produk akan dipasarkan, jumlah tenaga kerja yang dipakai, atau departemen lain yang berkaitan akan dibahas. Dalam tahap ini bahkan anggota tim bisa mengajukan ide produk baru melalui proses yang disebut dengan brainstorming di mana si pencetus ide harus meyakinkan seluruh timnya bahwa ide-nya relevan dan efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi.

2. Pengendalian produksi Agar proses produksi dilakukan sesuai jadwal dan semua

yang telah direncanakan dalam proses perencanaan berlajan dengan lancar maka tahap ini harus dilakukan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

49

Page 70: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Dalam pengendalian produksi, jadwal kerja diatur, detail rencana sistem kerja juga diatur, dan lain sebagainya. Tujuan dari tahap pengendalian produksi adalah agar hasil produksi bisa berjalan efektif dan efisien.

3. Pengawasan produksi Tahap pengawasan Produksi Setelah jadwal kerja dan rincian teknis telah disiapkan,

saatnya untuk melakukan proses produksi. Bersamaan saat melakukan proses produksi adalah pengawasan yang dilakukan bertujuan agar hasil produksi yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, selesai tepat waktu, tidak overbudget atau bahkan kekurangan budget, kualitasnya sesuai dengan standard, dan lain sebagainya hingga siap untuk dilemparkan ke pasar.

Faktor utama agar manajemen produksi bisa berjalan dengan baik adalah adanya pembagian kerja atau division of labour. Artinya, seorang manajer produksi harus bisa membagi tugas kepada anggota timnya yang sesuai dengan keahlian dan kelebihan masing-masing agar proses produksi bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Memberikan tugas atau pekerjaan kepada orang yang tidak memiliki kemampuan untuk itu akan menghambat proses manajemen produksi dan berujung pada bertambahnya biaya produksi.

Faktor kedua yang bisa membuat manajemen produksi berkembang dengan pesat adalah revolusi industri. Maksud dari revolusi industri dalam hal ini bukanlah pergantian mata pencaharian utama sebagai petani diganti dengan bekerja di pabrik. Namun makna dalam konteks manajemen produksi adalah proses mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

50

Page 71: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yang kini sudah banyak dipakai di pabrik-pabrik modern. Dalam produksi yang menggunakan bantuan mesin ini, target produksi bisa lebih mudah tercapai dan bisa meningkatkan kualitas SDM di mana pekerja akan terpacu untuk meningkatkan kualitas keahliannya bukan hanya sekedar buruh. Semakin baik pengambilan-pengambilan keputusan yang berkaitan dengan produksi dikeluarkan, maka hasil produksi bisa sesuai dengan target dan memenuhi tujuan dari sebuah organisasi. Faktor-faktor yang mesti dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan ada banyak seperti budget yang diberikan, harapan terhadap kepuasan konsumen, mekanisme sistem produksi, bahkan hingga image dari organisasi yang tercermin dalam hasil produk.

Pengembangan kerjasama kemitraan strategis antara Pemerintah, swasta dan masyarakat pada dasarnya erat kaitannya dengan domain administrasi publik melalui “reform to public administration”. Public administration reform di sektor pemerintahan bermuara pada “good governance” sedangkan pada sector swasta (perusahaan) adalah bermuara pada “good corporate governance”. Perubahan paradigma administrasi publik yang merupakan salah satu pendorong tumbuh dan berkembangnya konsep dan model kerjasama kemitraan strategis antara Pemerintah, swasta dan masyarakat yang pada intinya adalah mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik, dimana pemerintah harus mampu berperan sebagai katalisator, yang tidak melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Selain itu pemerintah harus dapat memberdayakan masyarakat dalam pemberian pelayanan,

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

51

Page 72: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

serta dapat menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan, dengan demikian maka sektor usaha swasta dan pemerintah dapat bekerja secara lebih profesional dan efisien.

Sejalan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, pemerataan dan keadilan, maka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan yang dihadapi daerah melalui pengembangan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, serta kerjasama kemitraan strategis antara Pemerintah, swasta dan masyarakat.26 Pentingnya kerjasama pemerintah dan swasta menurut Chang & Rowthord27 adalah karena: (1) negara/pemerintah bukan paling hebat dalam menaikkan kesejahteraan rakyat; (2) kegagalan pemerintah lebih serius dari kegagalan swasta; (3) dari sudut pandang institusional economy; (4) negara cenderung reaktif bukan proaktif terhadap pasar. Disamping itu saat ini telah banyak dikembangkan kerjasama kemitraan strategis baik antar daerah maupun dengan badan usaha daerah serta swasta dan masyarakat.

26 Marsono Kamis, 30 Oktober 2008 Konsep Dan Model Kerjasama Kemitraan Strategis,www.google.cm

27 Pentingnya kerjasama pemerintah dan swasta menurut Chang & Rowthord dalam Nining I. Soesilo (2000)

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

52

Page 73: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pemerintah daerah melalui Lembaga Pemasyarakatan harus dapat menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan tersebut, maka sektor usaha swasta dan pemerintah daerah dapat bersaing dan bekerja secara lebih profesional dan efisiensi; Terkait dengan kerjasama kemitraan strategis terdapat beberapa konsep dan model yang telah dikembangkan antara lain adalah: (1) kerjasama antar daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga termasuk Lembaga Pemasyarakatan; (2) kerjasama Kerjasama Kemitraan Terpadu (KKT) adalah suatu program kejasama kemitraan terpadu yang melibatkan beberapa unsur {(pengusaha besar (inti), usaha kecil yang ada dimasyarakat (plasma), perbankan, pemerintah daerah)} dalam ikatan kerjasama yang dituangkan dalam nota kesepakatan bersama. Adapun tujuan kerjasama kemitraan terpadu antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien serta membantu memberdayakan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan perekonomian daerah. Model kerjasama kemitraan terpadu antara perusahaan swasta (inti), mayarakat (plasma), perbankan, Lapas yaitu dengan mengadakan kerjasama secara langsung melalui nota kesepahaman (MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Pada model kerjasama jaringan bisnis sentra industri ini terdiri dari banyak sekali unit usaha sejenis dengan spesifikasi kegiatan mengolah barang dasar menjadi barang setengah jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi, atau dari yang

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

53

Page 74: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Untuk menjamin agar pelaksanaan kerjasama kemitraan strategis antara Pemerintah Daerah melalui Lapas, swasta dan masyarakat dapat berhasil dengan baik, maka perlu diupayakan oleh berbagai pihak yang terkait, yaitu: 1) Komitmen (commitment), merupakan kesepakatan

mendalam dari semua pihak yang yang terkait berhubungan dengan upaya mewujudkan suatu keberhasilan. Komitmen hanya dapat tercipta apabila terdapat prakondisi yang mendukung, yaitu antara lain: (a) tersedianya informasi yang sahih dalam organisasi (valid information); (b) kesepakatan untuk membuat pilihan bebas (choice); (c) saling percaya diantara sesama warga organisasi (trust); (d) ketentuan yang konstruktif dan dinamis (openess); (e) mengembangkan rasa tanggungjawab pada organisasi (responsibility); (f) keterlibatan setiap warga untuk berkonsultasi secara optimal (involvement).

2) Kemitraan (Alignment) yaitu adanya kebersamaan dalam kesetaraan untuk mencapai satu kesamaan derap langkah, irama dan arah perjalanan organisasi. Kemitraan juga bermaksud penggalangan kekuatan untuk menciptakan nilai tambah dari ikatan yang telah dibuat bersama. Beberapa kondisi yang diperlukan demi terwujudnya kemitraan antara lain: (a) adanya tata nilai, suasana dan kekuasaan menjadi mitra bersama (shared values, norms and power); (b) adanya suasana kesederajatan dalam berbagai aspek kerjasama (equality); (c) adanya jaringan kerja yang saling menunjang pertumbuhan bersama

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

54

Page 75: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

(networking); dan (d) adanya kerjasama yang efektif dan produktif (collaboration).

3) Pemberdayaan (Empowerment), yaitu adanya proses transformasi ataupun instruksi dari berbagai pihak yang berdampak pada saling menumbuhkan, saling meningkatkan, saling memperkuat dan menambah nilai daya yang secara potensial terdapat dalam organisasi untuk diarahkan sebagai energi organisasi dalam mencapai tujuan bersama. Beberapa kondisi yang perlu diciptakan untuk dapat mewujudkan pemberdayaan, antara lain: (a) adanya dorongan untuk berani mencoba mengambil bagian dalam proses pembaharuan yang dilakukan dalam organisasinya (encouragement); (b) diberikannya tantangan bagi para pelaksana pembaharuan untuk dapat bergerak dan termotivasi dalam proses pembaharuan (chalenger); (c) diberikannya peluang untuk terlibat dan mengambil peran dalam proses pembaharuan (opportunity); (d) pemberian kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan diberikan bimbingan dalam dalam mencoba melaksanakan suatu inovasi (training and guidance); (e) pemberian dukungan baik moril maupun pendukung lainnya, sehingga pihak yang bersangkutan dapat ikut dalam proses pembaharuan (support); (f) disediakannya penghargaan yang tepat untuk setiap keberhasilan dalam melaksanakan atau mencoba suatu pembaharuan (reward).

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

55

Page 76: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

56 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Page 77: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

BAB IIIHASIL PENELITIAN LAPANGAN

DAN ANALISIS

A. HASIL PENELITIAN LAPANGAN

1. PROVINSI DKI JAKARTAWarga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang bekerja pada

kegiatan kerja produksi di masing-masing Lapas baru berkisar 14,56% dibanding dengan jumlah narapidana yang ada. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, persentase tertinggi WBP yang bekerja pada kegiatan kerja berada di Lapas Klas I Cirebon yaitu 61% dari 359 penghuni dan persentase terendah yaitu pada Lapas Klas IIA Terbuka Nusakambangan yaitu 0%.28 Tinggi rendahnya WBP yang terserap pada kegiatan kerja dikarenakan motivasi petugas dalam membangkitkan semangat kerja pada WBP bersifat fluktuatif. Selain itu, regulasi

28 Hasil wawancara F.Haru Tamtomo, Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan Kementerian Hukum dan HAM RI, tanggal 20 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

57

Page 78: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dari segi recruitment narapidana yang bekerja, segi keamanan, upah/premi, prosedur pelaksanaan, dan pemasaran pada setiap Lapas berbeda. Untuk itu, dibutuhkan suatu regulasi dalam hal SDM yang bekerja sehingga didapatkan suatu formula yang tepat untuk menuju Lapas yang produktif.

Esensi utama dalam pengembangan Lapas/Rutan Produktif adalah optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi, yaitu sekitar 70% dari populasi yang ada di Lapas/Rutan, sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah tangga Lapas/Rutan. Berdasarkan data yang ada saat ini, warga binaan yang mengikuti kegiatan-kegiatan produksi baru berkisar 15%. Hal ini antara lain disebabkan, masih kurang berjalannya mekanisme proses pentahapan pembinaan, jenis kegiatan produktif belum dilakukan secara masal yang melibatkan tenaga kerja yang banyak, dan masih terbatasnya sarana dan prasarana.29

Program pembinaan kemandirian di Lapas/Rutan masih kurang berjalan optimal, hal ini diantaranya masih kurangnya alokasi dana yang tersedia dalam DIPA Lapas/Rutan untuk kegiatan dimaksud. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Kepala Lapas/Rutan, pada DIPA Tahun 2016, selain ada yang teralokasi anggarannya dalam DIPA, tetapi ada juga yang tidak teralokasi di DIPA. Oleh karena itu, perlu ada alokasi dana dalam DIPA pada setiap anggaran untuk kegiatan program pembinaan kemandirian untuk seluruh Lapas/Rutan

29 ibid

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

58

Page 79: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

secara proporsional. Selain itu, sarana dan prasarana untuk program pembinaan kemandirian dirasakan masih minim dan kurang sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan. Pada umumnya peralatan kerja yang ada saat ini sudah kurang sesuai dengan peruntukannya, misalnya mesin pemotong kayu yang terlalu besar, baik dari segi ukuran maupun daya listrik yang dibutuhkan, sehingga akhirnya alat tersebut tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, perlu perencanaan pengadaan yang matang berdasarkan kebutuhan dan potensi yang akan dikembangkan oleh Lapas/Rutan yang bersangkutan

Peran serta instansi terkait serta unsur masyarakat lainnya sangat diperlukan untuk pengembangan dan keberlangsungan Lapas/Rutan Produktif. Saat ini, peran serta dari instansi terkait dan juga unsur masyarakat, termasuk corporate, menunjukan trend yang positif. Tentu situasi positif tersebut harus dapat disikapi secara progresif dan positif pula oleh pihak Lapas/Rutan agar tumbuh dan berkembang kepercayaan (trust) dari unsur terkait untuk terus menerus secara bersama membangun dan mengembangkan Lapas/Rutan Produktif. Bahwa program pembinaan kemandirian tidak saja tumbuh dan berkembang di Lapas tetapi juga di Rutan, bahkan ada beberapa Rutan yang kegiatan program kemandiriannya lebih maju dan produktif di bandingkan di Lapas. Oleh karena itu, kegiatan produktif tidak saja di fokuskan di Lapas tetapi juga di Rutan, mengingat Rutan juga memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai unit kerja produktif. Bahwa Lapas Terbuka yang ada saat ini mempunyai potensi yang sangat besar dan prospektif untuk dikembangkan sebagai lapas produktif, salah satunya adalah ketersediaan lahan yang

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

59

Page 80: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

sangat luas. Namun demikian, dalam operasionalisasinya masih kurang berjalan secara optimal, karena, antara lain: jumlah tenaga kerja narapidana masih terbatas, kurang tepat dan terukurnya perencanaan program pemanfaatan potensi, serta masih kurangnya dukungan instansi pemerintah terkait dan masyarakat, khususnya perusahaan (corporate). Pengembangan kegiatan kerja produktif melalui tata kelola dan tata kerja yang baik, tidak saja sejalan dengan maksud dan tujuan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Sistem Pemasyarakatan, melainkan pula bermanfaat untuk mengeliminir atau mereduksi potensi terjadinya gangguan keamanan di Lapas/Rutan. Berdasarkan data laporan Divisi Pemasyarakatan Tahun 2016, hasil questioner, serta kondisi saat ini, dapat dirumuskan indikator potensi untuk penetapan sebagai Lapas/Rutan Produktif, sebagai berikut 30:a. Terserapnya 70% tenaga kerja narapidana di Lapas/

Rutan dalam kegiatan-kegiatan produktif dalam rangka meningkatkan keterampilan kerjanya (life skill);

b. Adanya manajemen pengelolaan kegiatan produktif, yang antara lain meliputi proses recruitmen dan penempatan tenaga kerja narapidana, instruktur, pengelolaan dan pemasaran hasil kerja, system kerja dan pengupahannya serta upaya pengembangannya;

c. Berdasarkan potensi sumber daya yang tersedia dapat dihasilkan produk unggulan yang secara berkelanjutan

30 Hasil wawancara dengan Staf ahli menteri bidang hukum, politik dan Keamanan, bapak haru Tamtomo, 6 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

60

Page 81: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dapat terus diproduksi sehingga menjadi icon dari Lapas/Rutan yang bersangkutan;

d. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung proses kegiatan produktif sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing Lapas/Rutan;

e. Tersedianya alokasi anggaran rutin dalam DIPA Rutan/Lapas secara memadai dan proporsional untuk melaksanakan program pembinaan kemandirian;

f. Adanya kerjasama melalui MOU dengan pihak ketiga, baik instansi pemerintah terkait, perorangan maupun swasta, untuk pengembangan dan peningkatan Lapas/Rutan Produktif.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Lapas Produksi adalah31:a. Sudah Dilaksanakan kerja produksi di lapas dan Rutan b. Hasil yang didapat belum menceriminkan outcome berupa

materi sangat minim namun secara psikologis hasilnya luar biasa

c. Perlu ada regulasi yang terkait dengan lapas produksid. Mencermati kembali regulasi yang terkait dengan PNBP

Dalam Lapas kelas 1 Cipinang Jakakarta Warga Binaan Pemasayarakatan Berjumlah Sekitar 3200 dengan jumlah rincinan perkerjaan hanya 300 orang yang bekerja produktif,

31 Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Wawancara dengan Kepala Devisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah DKI Jakarta , 7 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

61

Page 82: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Jenis Pekerjaan yang dilakukan pembuatan batik, koveksi, karet, kerajinan tangan sovenir, makanan, ikan hias, sablon dan lain-lain32. Bengkel kerja sudah dilaksanakan namun daya tampungnya kurang sehingga menimbulakan kendala, Jika dilakukan lapas industri maka areal yang diajdikan perluasan harus seimbang dengan lahan yang ada dan Sumberdaya Daya Manusia yang memadai menjadi salah satu syarat dalam menciptakan lapas industri dengan mengandeng lembaga mitra namun pelaksanaannya tetap didalam Lapas.

Lapas industri yang diterapkan dilapas harus merupakan bagian dari program pembinaan kemandirian, untuk men-dukungnya maka perlu diadakan peatihan bagi petugas yang ada di Balai Latihan Kerja sehingga dapat membimbing mereka dan keahliannya akan diajarkan ke Warga Binaan Pemasyarakatan secara kontinyu atau berkelanjutan dan tidak seperti sekarang yang mengandalkan tenaga ahli dari luar saja dengan batuan pihak ketiga.33

Hak warga binaan diatur dalam UU no. 12 tahun 1995 pasal 14 ayat 1(g) narapidana berhak mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. Dengan dasar tersebut maka setiap WBP dapat dipekerjakan dan mendapatkan upah. Bengkel kerja merupakan fasilitas yang diberikan oleh Lapas sebagai sarana untuk mengembangkan bakat minat yang dimiliki oleh WBP sebagai bentuk program pembinaan kemandirian

32 Lapas Kelas I Cipinang Jakarta Hasil wawancara dengan Kepala seksi Pembinaan, 6 September 2016

33 Lapas Kelas II Narkotik Cipinang Jakarta, Hasil Wawancara dengan bapak sukamto dan Bapak wahyu, 6 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

62

Page 83: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yang wajib diberikan oleh negara, Program pembinaan yang berjalan dengan fasilitas bengkel kerja sudah berjalan tetapi hanya untuk sarana menyalurkan bakat dan minat WBP untuk menghabiskan waktu selama berada di Lapas, Bengkel kerja yang berada di Lapas memiliki kendala peralatan dan bahan yang minim dibandingkan jumlah penghuni yang sekarang mencapai lebih dari 3000 WBP, oleh karena itu dibutuhkan pihak ketiga untuk memfasilitasi peralatan dan biaya produksi serta pemasaran produk sebagai pengaplikasian kegiatan pelatihan agar tidak terjadi kekosongan kegiatan.34

Pembangunan lapas produksi dalam lapas harus didu kung pengelolaannya oleh pihak ketiga untuk men-dorong profesionalisme dan akuntabilitas dari kegiatan yang mengikutsertakan WBP sehingga terlaksana program pembinaan yang berkesinambungan serta mendapatkan pendapatan yang disetorkan ke kas negara sebagai PNBP, petugas menjadi pembimbing dan pengawas produksinya untuk dicatat sebagai tupoksinya, Anggaran yang diberkan untuk menunjang pelatihan dan kegiatan program kemadirian yang berhubungan dengan pameran dan pemeliharaan alat serta kegiatan lain yang tidak difasilitasi oleh pihak ketiga. Anggaran yang diberikan dari segi ekonomi akan tumpang tindih dengan hasil/karya karena hasil dari WBP terbatas pasarnya dan eksklusif (hanya orang-orang tertentu permintaanya), anggaran yang diberikan lebih bermanfaat dari segi sosial karena memfasilitasi kegiatan kemandirian dengan

34 Ibid

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

63

Page 84: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

pembiayaan pelatihan, pameran dan kegiatan lain sebagai sarana penyaluran bakat dan minat yang hasilnya untuk program pembinaan kemandirian WBP.

Apabila Lapas industri di terpakan di lapas akan mem-butuhkan biaya/anggaran yang besar untuk memfa silitasinya, seperti biaya pemasarannya, pengelolaan keuangannnya dan lain-lain yang membutuhkan personel/pegawai yang ahli dan profesional dibidangnya, lapas industri juga menuntut hasil ekonomi/laba yang tentunya akan menempatkan Lapas seperti BUMN atau koperasi sehingga memerlukan badan hukum yang jelas. Lapas produksi dapat dijalankan lebih fokus dengan menggandeng pihak ketiga, karena mereka telah memiliki manajement yang baik dan profesional dalam manajemen produksi/operasionalnya dan lapas dapat memberikan kontribusi dengan upah pekerja yang murah dan lapas imbalan WBP yang dibina mendapatkan kegiatan dan upah serta mendapatkan pengakuan untuk bekerja selanjutnya di masyarakat. Kendala utama lapas produksi adalah pegawai untuk mengelola kurang karena management produksi memerlukan managerial tiap bagian seperti pemasaran, laporan keuangannnya, kontrol produksi serta hal lainnya.

Pengusaha sebagai pihak ketiga memberikan faslitas berupa pembelian sarana alat dan bahan serta penempatan tenaga pengembangan untuk bekerja dimasyarakat juga fasilitas pelatihan serta kesinambungan WBP pilihan untuk bekerja di masyarakat nantinya, pihak lapas sebagai penyedia tenaga kerja murah memberikan jaminan keamanan serta pengawasan dan bimbingan kepada WBP. Ditinjau dari segi biaya lapas tidak mengeluarkan biaya karena semua

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

64

Page 85: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

ditanggung oleh pihak ketiga dan lapas hanya memberikan tenaga yang murah, keuntungannya pihak lapas mendapatkan pelatihan WBP dan menyetor PNBP, pengusaha mendapatkan keuntungan dengan biaya murah dan mendapatkan citra baik dengan memberdayakan orang-orang yang mendapatkan kesempatan kedua (WBP)untuk bangkit.

Pengamanan setiap lapas utamanya adalah KPLP dan pegawai GIATJA adalah pembimbing, pengawas serta mem-bantu pengamanannya karena kontak langsung dengan BLK. Pegawai Lapas khususnya di bidang pembinaan kemandirian membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keahliannnya, WBP yang bekerja membutuhkan bimbingan dari Pegawai untuk bekerja bebas nantinya. Penggajian WBP seharusnya berupa tabungan yang diberikan ke keluarganya nanti setelah bebas, serta penambahan makanan ekstra yang didapat diluar jatah dari dapur lapas, Kerjasama dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan tidak meninggalkan fungsi utama Lapas sebagai pembimbing WBP maka diperlukan pemberian pelatihan sebagai sarana WBP yang minat. Lapas produksi harus memiliki SOP yang sama seluruh Indonesia dengan didukung ciri khas kedearahan sehingga pihak yang ingin bekerjasama dapat menghitung anggaran yang dibutuhkan sebagai acuan penghasilan yang didapatkannya serta untuk kelanjutan program pembinaan kemandirian agar berjalan berkesinambungan.

Pengembangan lapas produksi yang efektif adalah dengan melibatkan pihak pengusaha sebagai patner. Harus segera ditetapkan SOP yang menunjukkan kualitas dari kegiatan produksi dan pembinaan yang berjalan secara kesatuan tanpa

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

65

Page 86: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

terpisahkan sehingga mampu berjalan mandiri nantinya dan mampu menghasilkan pembinaan WBP lebih profesional dan negara diuntungkan dengan setoran PNBP. Lapas Produksi yang baik dikelola secara profesional dan hal tersebut, membutuhkan peran pihak ketiga dan didorong dengan kegiatan pameran sebagai sarana prasarananya.

Pengertian dari Model Lapas Industri adalah model yang menjadi standar untuk Lapas sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana melalui pembinaan kegiatan kerja produksi.35

1. Bahwa Warga Binaan Lapas sudah bisa bekerja (tercantum di dalam UU No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan)

2. Bengkel kerja atau kegiatan kerja adalah kegiatan pembinaan yang diberikan kepada WBP di Lapas/Rutan untuk bekal hidupnya setelah menjalani masa pidananya di Lapas/Rutan untuk kembali di tengah-tengah masyarakat sebagai manusia yang berguna. Efektifitas bengkel kerja/kegiatan kerja selama ini belum dapat dilaksanakan secara optimal si seluruh Lapas/Rutan. Namun di beberapa Lapas/Rutan sudah ada kegiatan kerja yang produktif dan menghasilkan produk yang berkualitas serta bernilai jual tinggi. Kendala yang dihadapi Bengkel Kerja oleh warga binaan pemasyarakatan adalah:a. Belum adanya regulasi yang mengatur napi bekerja

dan penetapan upah yang sama di Lapas/Rutan;

35 Ditjen Pemasyarakatan, Hasi Wawancara dengan Ibu Tuti Kasubsie Bidang Produksi, 8 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

66

Page 87: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

b. Adanya aturan narapidana kasus tertentu untuk tidak mendapat asimilasi sebelum melunasi subsidernya. Padahal kasus seperti di atas merupakan kasus paling banyak ditemukan di Lapas/Rutan;

c. Sarana prasarana yang kurang memadai;

Pembangunan tersebut harus didukung oleh sarana prasarana yang memadai dan berkualitas, profesionalisme petugas dan anggaran yang memadai. Anggaran dalam pembangunan lapas produksi masih kurang karena belum dapat memnuhi keperluan pembentukan industri dalam Lapas. bahwa antara cost(anggaran) yang dibutuhkan dengan manfaat sebanding baik dari sisi ekonomi maupun sosial apabila anggaran memadai atau disesuaikan dengan kebutuhan Lapas/Rutan maka kegiatan industri dalam Lapas akan terwujud. Jika sudah terwujud akan menimbulkan Secara ekonomi WBP akan mendapatkan penghsilan dan penerimaan Secara sosial, warga binaan akan tumbuh rasa percaya diri, semangat hidup dan tidak mengulangi perbuatannya.

Lapas Produksi di dalam Lapas akan efektif menuju Lapas industri apabila didukung oleh Program pembinaan yang harus berjalan secara kontinyu. Untuk itu solusinya dengan menjalin kerjasama dengan pihak swasta, perorangan atau pemerintah dan Didukung petugas yang kompeten dan profesional dalam bidang bengkel kerja serta memiliki jiwa wirausaha.

Kendala yang dihadapi Lapas produksi dalam Lapas adalah a. Kurangnya jiwa wirausaha pada petugas di Lapas/Rutan.b. Manajemen dalam bengkel kerja masih belum baik.c. Kurangnya profesionalisme petugas

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

67

Page 88: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Model manajemen kerjasama antara perusahaan dengan Lapas dalam artian (pengusaha pemilik modal) dan Lapas (Pemilik SDM), untuk saat ini model kerjasama di Lapas/Rutan dalam bidang pembinaan sudah cukup baik dan produktif. Akan tetapi LP punya kelemahan yaitu tenaga kerja yang ada tidak memiliki skill, tidak memiliki modal, manajemen dan marketing. Agar terbentuk model kerjasama yang bersinergi antara Lapas dan pengusaha maka kelemahan tersebut agar bisa ditutup oleh swasta. Efektifitas model kerjasama antara pengusaha dan Lapas sudah cukup bagus. Mekanisme pengamanan jika terjadi kerjasama dibuatnya naskah kerjasama yang disepakati para pihak. Pendistribusian SDM Lapas masih belum efektif terlihat Lapas terbuka masih belum berfungsi karena kurangnya WBP. Perlu ada sistem penggajian yang baik sesuai kesepakatan dan model kerjasama secara sistematik.

Namun demikian Stigma terhadap lembaga pemasyarakat-an selama ini kurang baik sebagai dampak dari stigmanisasi terhadap WBP yang masih dianggap penjahat dan musuh bersama masayarakat contoh: pernah dilakukan regulasi yang terkait kersama antara pekerja dengan eksodus timur-timur ternyata hasilnya banyak terjadi kejahatan dalam perusahan sehingga mengakibatkan putusnya hubungan kerja36. Akiabat adanya kriminalitas itu disebabakan oleh kemiskinan dengan factor pemenuhan kehidupan ekonomi dan social, semakin rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi untuk memenuhi Kehidupan dan Penghidupan dalam pola interaksi

36 APINDO DKI Jakarta Wawancara dengan bapak Asep 9 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

68

Page 89: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

menjadikan Bekerja menjadi bagian penting dalam memenuhi kebutuhan baik itu dalam lingkungan masyarakat atau dalam Lembaga Pemasyarakatan itu Sendiri. Model kerja produktif di beberapa negara juga untuk mengurangi tingkat kerusuan disamping menambah penghasilan Bekerja tidak hanya mengisi waktu luang namun merupakan bagian dari pola pembinaan, sehingga Aspek ekonomi yaitu, narapidana, negara, dan Lembaga Pemasyarktan merupakan bagian terpenting dalam rangka menciptakan program produktifitas Lembaga Pemasyarakatan.37

2. PROVINSI JAWA TIMURPidana penjara membawa dampak negatif tidak saja bagi

orang bersangkutan, tetapi juga bagi masyarakat. Bagi para WBP, penderitaan tidak hanya dialami sendiri, tetapi juga diderita oleh keluarganya dan orang-orang yang hidupnya tergantung pada para narapidana. Bagi masyarakat, kerugian tampak dari sering muncul atau timbul residivisme akibat penjatuhan pidana. Usaha untuk memperbaiki sanksi pidana hendaknya berorientasi pada pendidikan yang dapat menghasilkan karya nyata di masyarakat. Sedangkan sanksi pidana berupa hukuman semata, tidak akan bermanfaat bagi pembaharuan kesadaran hukum, moral dan mental pelanggar hukum, kalau semata-mata hanya untuk mematuhi undang-undang tanpa memperhatikan kesiapan mental, fisik dan

37 Ikrak Sholihin Dosen Kriminologi Universitas Indonesia, Hasil wawancara dengan Ikrak Sholihin 8 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

69

Page 90: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

spiritual WBP. Stigma (pandangan negatif) terhadap lembaga pemasyarakatan: anggapan pelanggar hukum hanya dapat dibina kalau diasingkan dan dinyatakan sebagai individu yang telah rusak segala-galanya, tidak ada harapan untuk perbaikan. Ini adalah pembalasan yang dilegalisir oleh kenyataan dan kehendak masyarakat. 38

Pembalasan tidak selalu dalam bentuk-bentuk penyiksan fisik tetapi bisa juga bersifat penekanan psikologis, tertuju pada pelaku maupun keluarga. Wujud pembalasan ini jelas membawa dampak negatif terhadap pelaku dan anggota keluarganya. Pandangan lain menyebutkan bahwa tujuan sanksi pidana semata-mata sebagai reaksi atas pelanggaran yang dilakukan seseorang. Butir-butir pemahaman mengenai sanksi pidana adalah sebagai berikut: sanksi pidana sangatlah diperlukan, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang sudah ada, yang dimiliki untuk menghadapi bahaya-bahaya besar dan bersifat segera. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin utama atau terbaik dan suatu ketika merupakan pengancam utama dari kebebasan manusia itu sendiri. Merupakan penjamin apabila dipergunakan secara hemat, cermat dan secara manusiawi, merupakan pengancam apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.

Apabila ditinjau melalui tujuan didirikan Lembaga Pemasyarakatan, proses pembinaan yang seharusnya diberikan kepada narapidana belum dapat berjalan. Hal ini disebabkan

38 Kadivyankum Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur Hasil wawancara dengan kadivyankum Kemenkumham Jawa Timur 21 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

70

Page 91: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

karena sarana dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan yang belum dapat mengakomodir konsep Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan narapidana. Selain itu beberapa faktor non-teknis seperti: paradigma tentang narapidana dan wujud pembinaan yang belum sempurna turut memperburuk kondisi pembinaan di pemasyarakatan.

Lapas Produksi yaitu lapas yang menghasilkan secara provit atau lapas produksi dalam artian kemandirian, Jika lapas itu dikatakan produktif maka ada program kemandirian yang dilaksanakan sehingga setelah lulus nanti ada sertifikat keahlian yang dikelurakan oleh lapas dan sejauh ini pemantuan akan dilaksanakan, Lapas produksi dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah yang ada dengan memperhatikan potensi, areal lahan dan jumlah narapidana perlu dilakukan pemetaan secara khusus sehingga dapat seleksi kebutuhan. Perlu perubahan paradikma berfikir WBP bahwa pekerjaan selain kebutuahan juga dapat menambah keahlian dan penghasilan Misal Produksi wajan, baju seragam dinas, rambu-rambu lalu lintas yang dapat dikerjakan di dalam lapas sehingga dapat menambah kebutuhan.39

Hasil wawancara dengan kepala Rutan Kelas I Medaeng bahwa telah Menampung 2000 orang, Pekerjaan yang dilakukan kayu, laoundry, roti dengan jumlah hanya sekitar 10 persen sehingga kendala yang dihadapi adalah Perlu tempat yang ideal antara petugas dan tempat produksi serta kontinyu dengan

39 Hasil wawancara dengan keapala devisi pemasyarakatan jawa timur, tanggal 21 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

71

Page 92: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

mempertimbangkan kemampuan petugas dan pemasaran hasil prodiksi harus efektif dan tepat sasaran maka perlu Adanya regulasi yang tepat oleh pemangku kepentingan40 agar pelaksanaan Lapas produktif ini tepat sasaran.

Hasil wawancara dengan Kalapas Kelas I Surabaya 41 bahwa: Lapas produktif adalah lapas yang menghasilkan produksi standar nasional dan dikelola secara profesional dan jika dalam Undang-undang diperboleh bekerja maka perlu upaya atau terobosan mekanisme kerja yang efektif dengan upah yang sesuai. Dalam Bengkel kerja masih banyak kendala missal: asal asalan hanya sekedar pelatihan dan pengisi waktu dan belum dilaksanakan secara optimal, karena dari sisi pendidikan, SDM belum memenuhi standar. Pembangaunan lapas produksi didalam Lapas sangat cocok bila dikelola secara profesional, jika memungkinkan bisa tidak bisa juga dilaksanakan, anggaran harus seimbang antara anggaran dan benefitnya, perlu di uji coba sehingga kendala yang dihadapi yaitu dari sisi management, SDM petugas maupun Napi. Perlu MoU kedua belah pihak yang saling menguntungkan agar berjalan sesuai SOP perusahaan yang kerjasama dengan Lapas, dan secara tertib bisa diatur, serta perlu seleksi dan assement. Jika hanaya bersifat pelatihan tetap perlu gaji namun jika industri secara profesional bisa standar UMR dan tergantung kesepakatan kedua belah pihak dengan Regulasi yang tepat

40 Hasil wawancara Kepala Rutan Kelas I Medaeng dengan Pak Gumaidi , 20 September 2016

41 Hasil wawancara dengan Kalapas Kelas I Surabaya bapak Prasetyo 20 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

72

Page 93: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

melalui pengawasan Lapas industri secara profesional dalam artian Lapas produksi harus di pegang oleh orang-orang atau management secara profesional.

Hasil wawancara dengan wakil ketua Apindo Jawa Timur 42Bawa Pembinanaan dilakukan Oleh Lapas sudah dilakukan namun hasilnya belum dirasakan secara baik karena maih banyak hal-hal negative seperti adanya diskriminasi, belum terserapnya tenaga kerja WBP hal ini mengindikasikan bahwa Metode yang digunakan belum tepat sasaran Misal dengan Model: mengkalsifikasikan kejahatan yang telah dilakuakan (Meeping) dan menumbuhkan mental serta menimbulkan jiwa enterpeunership (Kewirausahaan) bagi WBP ini yang sudah dilakukan namun belum secara spesifik dan terarah. Bisa Juga Model yang digunakan adalah dengan kerjasama dengan perusahan dengan Mekanisme yang dilakukan dengan melakukan pentahapan WBP sehingga nantinya dapat bekerjasama dengan perusahan yaitu:Pertama: Melakukan meeping/ pengklasifikasian jenis keja-

hatan dan kebutuhan napi pada saat awal seorang nara-pidana itu divonis hukuman baik melalui data manual maupun elektronik (e-government)

Kedua: Melakuakan assement atau psikotes dengan me man tau kondisi WBP untuk dilakukan penilaian terhadap kebu-tuhan: kerjasama dengan pihak swasta atau Universitas yang ada fakultas psikologis untuk dilakukan penilaian

42 Hasil wawancara dengan wakil ketua Apindo Jawa Timur bapak Heribertus Gunawanan, 22 September 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

73

Page 94: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

sekaligus pemantauan jika hasinya positif maka dilakukan pentahapan berikutnya namun jika hasilnya perlu rehabilitasi mental perlu rekomendasi dengan 1 Psikolog: 50 WBP

Ketiga: Terhadap WBP yang hasinya positif maka dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk menumbuhkan jiwa enterpeuner untuk selanjutnya siap untuk didistrubuikan ke perusahan

Keempat: Kerjasama dengan perusahan ex: perusahan elektronik, sepatu pertambangan, rokok dll dise suaikan dengan kondisi daerah setempat. Dengan memper-timbangkan perjanjian antara perusahan, LP dan WBP.

B. Analisis

1. ModelPerkembanganLapasProduktifdiIndonesia

Untuk melaksanakan pembinaan-pembinaan ter-sebut, dikenal empat tahap proses pembinaan, yaitu:1. Tahap pertama. Setiap narapidana yang ditempatkan

di dalam lembaga pemasyarakatan itu dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal tentang diri narapidana, termasuk tentang apa sebabnya mereka telah melakukan pelanggaran, berikut segala keterangan tentang diri mereka yang dapat diperoleh dari keluarga mereka, dari bekas majikan atau atasan mereka, dari teman sepekerjaan mereka, dari orang yang menjadi korban perbuatan mereka dan dari petugas instansi lain yang menangani perkara mereka.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

74

Page 95: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

75

Page 96: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

2. Tahap kedua. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan, antara lain ia menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh pada peraturan-peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan, maka kepadanya diberikan lebih banyak kebebasan dengan memberlakukan tingkat pengawasan medium security.

3. Tahap ketiga. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan menurut pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan baik secara fisik maupun secara mental dan dari segi keterampilan, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan memperbolehkan narapidana yang bersangkutan mengadakan asimilasi dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan.

4. Tahap keempat. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah berlangsung selama dua per tiga dari masa pidananya yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, kepada narapidana tersebut dapat diberikan lepas bersyarat, yang penetapan tentang pengusulannya ditentukan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan.

Teori rehabilitasi dan reintegrasi sosial mengem-bangkan beberapa program kebijakan pembinaan nara-

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

76

Page 97: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program kebijakan itu meliputi:1. Asimilasi Dalam asimilasi dikemas berbagai macam program

pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada narapidana.

2. Reintegrasi Sosial

Daftar Tabel.2

Berikut ini: 11 Kasus Terbanyak Penghuni Lapas/Rutan Penghuni Lapas /Rutan

Data Berdasarkan smslap.ditjenpas.go.id per 2 Agustus 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

77

Page 98: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Saat ini Jumlah Lapas dan Rutan adalah 478 unit, sebagian besar dalam kondisi over kapasitas, dalam 6 tahun terakhir pertumbuhan tingkat hunian di Lapas/Rutan mengalami peningkatan yang cukup pesat. sedangkan pada saat ini berjumlah 197.638 orang. Kapasitas hunian saat ini sebesar 119.085 Orang, sehingga mengalami over kapasitas sebesar 44% atau 78.550 Orang. 11 Kasus Terbanyak Penghuni Lapas/Rutan Penghuni Lapas /Rutan. Jumlah petugas Pengamanan seluruh wilayah Indonesia sebanyak 14.548 orang dibagi menjadi 4 regu pengamanan, maka rata-rata jumlah petugas pengamanan dalam satu regu yang bertugas menjaga narapidana/tahanan adalah sebanyak 3.077 orang. Apabila jumlah petugas pengamanan dalam 1 regu tersebut dibandingkan dengan jumlah penghuni saat ini adalah 3.077: 197.638 atau 1:52, artinya setiap 1 orang petugas pengamanan akan menjaga dan mengawasi sebanyak 52 orang narapidana/tahanan. Untuk indek kebutuhan hidup napi/tahanan perorang perhari idealnya sebesar Rp.58.863,-, mengingat keterbatasan anggaran di kemekumham maka Indek Kebutuhan hidup napi/tahanan perorang perhari saat ini rata-rata sebesar Rp.29.189,- atau baru terpenuhi 50%. Permasalahan yang dihadapi pemasyarakatan saat ini meliputi; Posisi pemasyarakatan dalam SPPT (system Peradilan Pidana Terpadu), Organisasi, Sumber daya manusia (SDM), Perencanaan dan Penganggaran, Optimalisasi tugas dan fungsi, Pengawasan dan partisipasi publik, Manajemen perubahan, Over kapasitas.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

78

Page 99: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Tabel.3.

Sumber: Direktorat Jendaral Pemasayarakatan43

43 Ilham Djaya, Pembinaan Narapidana Teroris di Lembaga Pemasyarakatan, disampaikan dalam Semiloka, Park Hotel 25 Oktober 2016

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

79

Page 100: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan yang bekerja dan atau mengikuti pelatihan keterampilan pada tahun 2015 sebanyak 13.486 orang dengan sebaran pada bimbingan latihan keterampilan dan kerja lingkungan 8.375, kegiatan kerja industri 3.927,Kegiatan Kerja pertanian dan Perkebunan 838, Kegiatan kerja perikanan dan Peternakan 346. Jika dibandingakan dengan jumlah Napidana maka napi yang bekerja hanya sebanyak 14,66%.

Penyelesaian permasalahan pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam cetak biru pemasyarakatan meliputi; Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, Posisi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Manajemen Organisasi, Manajemen SDM, Perencanaan dan Penganggaran, Teknis Pemasyarakatan, Pengawasan dan Partisipasi Publik, Manajemen Perubahan dan Over Kapasitas. Dalam sistem peradilan pidana terpadu (SPPT) tidak ada hubungan yang sinergi, lembaga penegak hukum di Indonesia jalan dengan visi dan misinya masing-masing. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu melaksanakan internalisasi konsepsi pemasyarakatan keadalam Sub system peradilan pidana lainnya, Konfigurasi peraturan SPPT misalnya melakukan amandemen UU Pemasyarakatan.

Dalam rangka mengatasi permasalahan manajemen Sumber Daya Manusia, perlu adanya Penguatan dan keterlibatan secara langsung dalam sistem perencanaan dan pengadaan pegawai termasuk persyaratan khusus. Permasalahan yang dihadapi dalam sistem perencanaan anggaran di UPT pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

80

Page 101: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pengalokasian anggaran pada UPT pemasyarakatan merupakan kewenangan sekretariat jenderal, UPT Pemasyarakatan saat ini melaksanakan program dan kegiatan sekretariat jenderal (program generik), bukan melaksanakan program pembinaan dan penyelenggaraan pemasyarakatan (program teknis), sehingga tidak adanya keselarasan antara kegiatan (output) yang dilaksanakan oleh UPT Pemasyarakatan dengan program yang dilaksanakan. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan dan penganggaran yang sesuai dengan kebutuhan teknis, Membuat mekanisme perencanaan dan penganggaran yang kondusif berdasarkan performa program, dan Pemenuhan sarana dan prasarana UPT Pemasyarakatan.

Untuk itu disampaikan beberapa point penting yang perlu ditindaklanjuti, yaitu: Penyelesaian permasalahan pemasyarakatan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kemenkumham, Penyelesaian permasalahan pemasyaraktan memerlukan dukungan dari semua pihak, Perlu adanya pemahaman dan komitmen yang sama dari seluruh stakeholder dalam melaksanakan perubahan pemasyarakatan, Perlu adanya kemandirian organisasi pemasyarkatan, yaitu UPT Pemasyarakatan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Perlu segera revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Dalam integrasi sosial dikembangkan dua macam bentuk program pembinaan, yaitu pembebasan Setumpuk Persoalan Lapas di Indonesia Selain faktor overkapasitas, penjara dan Rutan di Indonesia masih menghadapi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

81

Page 102: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

setumpuk persoalan yang harus segera dicarikan solusinya yaitu: 1. Masalah honor sipir dan anggaran Lapas3. Persoalan mental aparat 4. Fasilitas Lapas yang jauh dari memadai 5. Kurangnya jumlah petugas Lapas 6. Belum maksimalnya sistem pengawasan 7. praktek korupsi berupa pungutan liar ditambah

terungkapnya kasus narkotika di dalam lapas8. Perlunya perubahan sistem rekrutmen petugas Lapas 9. Masalah pembinaan, pelayanan kesehatan, fasilitas,

serta hak yang harus diberikan kepada penghuni Lapas 10. Faktor psikologis napi, provokasi, diskri minasi, dan

persoalan hukum rimba Standar Indeks Napi Belum Ideal :1. Sejak tahun 2010 pemerintah telah mengalokasikan

anggaran yang sangat besar untuk pembangunan lapas dan rutan

2. Program Aksi Perbaikan Lapas (Prison Reform) mendapat suntikan anggaran sebesar Rp1 triliun.

3. Dari dana itu, sejak 2010 Kemenkumham telah membangun 31 UPT baru dan 66 pembangunan lanjutan.

4. Total anggaran yang dikucurkan selama 4 tahun (2010-2014) mencapai angka Rp1,5 triliun hanya mampu menambah kapasitas hunian sebanyak 8.157. Idealnya standar indeks kebutuhan perawatan dan pelayanan kesehatan seorang

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

82

Page 103: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

penghuni lapas/rutan membutuhkan Rp58.863,-/hari.

5. Tahun 2014 pemerintah hanya sanggup menye-diakan anggaran Rp29.189 juta,-/hari/penghuni. Masih di bawah 50% dari indeks ideal.

6. Budget yang tersedia untuk makan penghuni tahun 2014 hanya berkisar diangka Rp 7.500,-/orang/hari

Permasalahan dalam Lembaga Pemasyarakatana. Tidak berjalan baiknya pembinaan di Lapas disebabkan

jumlah penghuni terlalu banyak b. Kurangnya jumlah personel petugas Lapas diakibatkan

perbandingan dari penghuni dan personel yang berbandingan jauh. Di beberapa kasus hal inilah yang mengakibatkan banyaknya Napi kabur

c. Tingginya angka kerusuhan Lapas dan Rutan yang diakibatkan oleh gesekan antara penghuni yang biasannya disebabkan karena perebutan makanan, tampat tidur, kamar mandi dan banyak hal lainnya.

d. Tidak berjalannya program rahabilitasi bagi pengguna narkotika. Penghuni terbesar dari Lapas dan Rutan adalah kasus narkotika.

e. Tidak berjalannya program rahabilitasi maupun penempatan pengguna narkotika di lembaga medis dan sosial ikut menyumbang besarnya angka penghuni yang mengakibatkan overkapasitas.

f. Persoalan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh negara untuk membiayai penghuni Rutan dan Lapas

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

83

Page 104: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

g. Overkapasitas mengakibatkan banyaknya narapidana maupun tahanan harus dimutasi sehingga mengakibatkan keluarga dari napi maupun tahanan yang ingin berkunjung harus mengeluarkan biaya lebih besar.44

Idealnya, sebuah penjara haruslah sesuai dengan Aturan Minimum Standar tentang Penanganan Tahanan yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang Pertama tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Pelaku Kejahatan, Jenewa, 1955. Aturan itu disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui Resolusi 663 C (XXIV) tertanggal 31 Juli 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977.

Banyak hal yang harus diperhatikan dan diwujudkan untuk membuat sebuah penjara yang beradab. Sebuah penjara harus ada pemisahan. Pemisahan itu berdasarkan kategori jenis kelamin, usia, catatan kriminal, alasan hukum penahanan. Narapidana pun seharusnya dipisahkan dengan jenis tindak pidana, namun dibeberapa daerah suadah ada pemisahan missal teroris di Lapas kelas I Surabaya dan Lapas narkotika di Cipinang. Soal ruangan, tempat tidur napi berupa sel-sel atau ruangan-ruangan individual. Masing-masing tahanan pada malam hari menempati satu sel atau ruangan sendirian. Jika pun harus berupa bangsal, maka para napi itu sudah diseleksi

44 Data Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

84

Page 105: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

secara cermat. Ruang tidur para napi pun haruslah sesuai dengan persyaratan kesehatan, dengan memperhitungkan secara semestinya kondisi iklim dan, terutama, kandungan udara dalam ruangan, luas lantai minimum, pencahayaan, penghangat ruang, dan ventilasi. Untuk urusan sanitasi pun harus memadai, agar napi bisa buang hajat dengan nyaman, bersih dan layak. Napi punya hak untuk tampil rapi. Alat cukur dan waktu untuk mencukur rambut dan jenggot pun harus diadakan pula. Kepercayaan diri seseorang harus dijaga, termasuk dalam hal penampilan. Tentu saja pakaian tahanan tak boleh pakaian pribadi yang dibawa sendiri oleh Napi. Pakaian harus cocok untuk iklim dan sehat bagi tubuh. Pakaian tersebut sama sekali tidak boleh merendahkan martabat atau menimbulkan perasaan hina si Napi. Mereka diberi beberapa potong baju untuk ganti agar higenis. Sesuai aturan internasional, setiap napi berhak mendapatkan tempat tidur yang layak, bukan menyewa dari pihak penjara. Makanan pun juga harus bergizi dan disajikan dengan layak.

Selama dipenjara pun, tahanan diharuskan tinggal atau bekerja. Tak bolah ada yang bisa keluar-masuk. Napi yang tidak bekerja di ruang terbuka harus diberi setidaknya satu jam untuk olahraga di ruang terbuka dalam areal penjara, jika cuaca memungkinkan. Tentu saja jika ada kerjasama dengan pihak swasta yang mengelola penjara harus memikirkan bagaimana penyediaan pegawai pemasyarakatan untuk menjaga napi. Pihak penjara juga harus memiliki program yang membimbing para napi agar bisa hidup normal setelah mereka keluar dari

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

85

Page 106: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

penjara. Negara tetap mengawasi penjara yang sudah dapat anggaran dari pemerintah. Negara harus tetap memantau keselamatan para napi. Jika ada napi kabur, dianiaya, atau bahkan meninggal, negara yang bertanggung jawab. Artinya negara tidak tinggal diam saja. Hanya jika ada kerjasama dengan pihak swasta berbagi kerja dengan pihak swasta dan Lembaga Pemasyarakatan.

Apapun solusi yang bakal dipilih, visi sistem pemasyarakatan adalah pembinaan penghuni penjara yang diistilahkan sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan agar Warga Binaan diharapkan menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di lingkungan masyarakat. Bahwa peningkatan kualitas bisa terjadi dengan rasio yang ideal antara jumlah lapas dan rutan, dengan warga binaan dan pengelolanya; adalah harapan yang masuk akal. Namun isu kepadatan lapas dan rutan, tidak seharusnya menafikan kualitas lembaga pemasyarakatan itu dalam membina warga binaan. Keadilan bagi para warga binaan, juga harus adil bagi masyarakat pada umumnya sehingga tidak akan mencederai rasa keadilan masyarakat.

Pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam LP bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian jika warga binaan di LP kelak bebas

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

86

Page 107: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dari hukuman, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan yang ada di dalam LP. Tentu saja hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi dan misi pemasyaratan sebagai tempat pembinaan narapidana, agar keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu bagi kita untuk sejenak melihat kembali tujuan pengadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana menjadi “lurus” dan siap terjun kembali ke masyarakatnya kelak. Apakah selama ini pola dan cara pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan sudah sampai pada tujuannya. Apakah bukannya pola pembinaan di LP itu malah membekali si narapidana akan kelak lebih profesional. Butuh pemikiran bersama dalam mengurai benang kusut di balik jeruji besi selama ini.

Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi:

1. Sarana Gedung Pemasyarakatan Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi

keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

87

Page 108: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.

2. Pembinaan Narapidana Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di

Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi perusahan).

3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Penjara mencoba untuk merehabilitasi narapidana sehingga mereka akan terhindar dari tindak kejahatan di masa depan. Sebagian besar lapas memiliki program kejuruan dan pendidikan, konselor psikologis, dan berbagai

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

88

Page 109: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

layanan yang tersedia untuk membantu narapidana bisa meningkatkan keterampilan mereka, pendidikan, dan konsep diri. Sebagian besar lapas menyediakan program yang dirancang untuk mengintegrasikan kembali narapidana ke masyarakat. Dalam karya-release dan studi-release program, narapidana dapat berpartisipasi dalam pekerjaan atau kegiatan pendidikan di luar penjara. Sebagai narapidana, mendekati tanggal pembebasan bersyarat atau rilis, beberapa orang diijinkan mengambil cuti untuk mengunjungi keluarga mereka pada akhir pekan tanpa pengawalan. Keterlibatan dengan kegiatan masyarakat dapat membantu narapidana menyesuaikan diri kepada masyarakat setelah mereka telah dibebaskan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

89

Page 110: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Gam

bar.2

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

90

Page 111: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Melalui Grend Strategi 2011-2025 diharapkan bahwa lembaga pemasyarakatan memiliki Visi 2025 adalah terwujudnya Reintegrasi Sosial Berbasis IT dan Lapas Industri. Untuk itu dalam penelitian kali ini penulis meneti tentang perkembangan model lapas Produktif di Indonesia adalah sebagai berikut:

A. Model Pembinaan Kemandirian dalam Lapas

Memperhatikan Pasal 2 Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, maka pembinaan yang diselenggarakan di lembaga pemasyarakatan dengan Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Salah satu bentuk pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan yaitu pembinaan kemandirian yang diwujudkan dalam bentuk pelatihan keterampilan kerja.

Saat ini, program pembinaan kemandirian sudah berjalan di sebagian besar lembaga pemasyarakatan, bahkan juga dilaksanakan di sebagian besar rumah tahanan negara (Rutan). Namun demikian, program pembinaan tersebut masih berjalan kurang optimal karena masih kurang optimalnya pemanfaatan dan pengembangan potensi yang tersedia di Lapas/Rutan, antara lain optimalisasi sebanyak mungkin tenaga kerja narapidana (labour force) dalam kegiatan-

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

91

Page 112: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

kegiatan produktif, sebagaimana salah satu sasaran umum Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yaitu 70% narapidana terserap dalam kegiatan produktif, sedangkan 30% terserap dalam kegiatan rumah tangga Lapas/Rutan.

Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) pada bulan Juli 2016, jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan seluruh Indonesia sebanyak 197.670 orang dengan rincian Tahanan sebanyak 66.796 orang dan Narapidana sebanyak 130.874 orang. Dari jumlah tenaga kerja narapidana yang ada tersebut, dari rekapitulasi data Tahun 2016 hanya terdapat sekitar 15% Warga binaan pemasyarakatan yang bekerja di kegiatan kerja produktif. Tentu angka tersebut dapat memberikan gambaran masih minimnya penyerapan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan dalam kegiatan kerja produktif. Selain terkait dengan faktor sumber daya manusia Warga Binaan Pemasyarakatan, upaya untuk melaksanakan dan mengembangkan Lapas/Rutan produktif juga masih terkendala dengan masih minimnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia petugas pemasyarakatan, sarana dan prasarana, anggaran, manajemen pengelolaan, serta peran serta masyarakat.45

45 Wawancara dengan Staf Ahli Menteri Bidan Hukum dan Keamanan, Bapak Haru Tantomo

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

92

Page 113: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Tahapan-tahapan pembinaan itu dijabarkan sebagai berikut:

Pembinaan pada Tahapan Awal, ketika pertamakali datang Warga Binaan akan di daftarkan di Bagian Registrasi, disana juga akan diperiksa kesehatannya. Disini para Warga Binaan akan dikenalkan dengan lingkungan barunya yaitu lembaga pemasyarakatan. Warga Binaan dijelaskan mengenai kenapa dirinya harus dibina di lembaga pemasyarakatan, dan agar menyadari kesalahannya, serta mengenai pembinaan akan kesadaran beragama; kesadaran berbangsa dan bernegara; kesadaran hukum dan kemampuan intelektual, hal tersebut diadakan di dalam program criminon Indonesia. Kemudian diamati dan diteliti mengenai bakat dan minat mereka untuk menentukan program pembinaan berikutnya. Tahap awal berlangsung paling lama 1 bulan. Tahap awal meliputi: 1) mapenaling atau masa pengamatan, pengenalan

dan penelitian lingkungan;2) perencanaan program pembinaan kepribadian

dan kemandirian;3) pelaksanaan program kepribadian dan

kemandirian; 4) penilaian pelaksanaan program pembinaan pada

tahap awal.

Pembinaan tahap lanjutan, setelah pembinaan tahap awal itu dijalani, Warga Binaan setelah selesai atau setelah 1/3-1/2 masa pidananya, dan telah lulus

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

93

Page 114: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

menjalani sidang Tim Pengamatan Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut TPP). Pembinaan tahap ini merupakan pembinaan lajutan daripada pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian pada pembinaan di tahap awal. Warga Binaan dipekerjakan dalam kegiatan kerja di dalam bengkel kerja, serta akan tetap mendapatkan program pembinaan kepribadian. Setelah 1/2-2/3 masa pidana dan melalui sidang TPP lagi maka Warga Binaan akan melaksanakan program asimilasi.

Dalam tahap lanjutan secara garis besar meliputi:1. perencanaan program pembinaan lanjutan; 2. pelaksanaan program pembinaan lanjutan; 3. penilaian pelaksanaan program pembinaan

lanjutan;4. perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

Pembinaan tahap akhir, dalam tahap ini merupakan masa-masa akhir dari proses pembinaan. Tahap ini dilaksanakan setelah tahap lanjutan dan dijalani sampai masa pidananya berakhir. Dalam tahap ini Warga Binaan telah dirasakan cukup bekal untuk kembali menjalani kehidupannya dalam masyarakat. Warga Binaan mengalami program integrasi agar dapat mengembalikan hubungan kemasyarakatan yang baik dengan masyarakat luar. Pembinaan tahap akhir meliputi: 1. perencanaan program integrasi; 2. pelaksanaan program integrasi;

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

94

Page 115: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

Dalam proses pembinaan dalam Lapas, Warga Binaan didampingi seorang Wali Pemasyarakatan. Wali adalah petugas pemasyarakatan yang melakukan pendampingan narapidana dan anak didik selama menjalani program pembinaan di Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakatan melaksanakan tugas pendampingan baik saat dalam reinteraksi dengan sesama penghuni, atau petugas, keluarga maupun anggota pemasyarakatan lainnya.

Wali Pemasyarakatan memilik kewajiban berupa:1. Mencatat identitas, latar belakang tindak pidana,

latar belakang kehidupan sosialnya, serta menggali potensi Warga Binaan untuk dikembangkan dan diselaraskan dengan program pembinaan.

2. Memperhatikan, mengamati, mencatat perkem-bangan pembinaan, perubahan perilaku yang dinilai positif, hubungan keluarga dan masyarakat, serta ketaatan terhadap tata tertib dari Lapas.

3. Membuat laporan perkembangan pembinaan dan perubahan perilaku Warga Binaan untuk kepentingan sidang Tim pengamat Pema sya ra-katan dalam menetapkan program pem binaan lanjutan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

95

Page 116: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

96

Page 117: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

97

Page 118: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Berdasarkan gambar diatas bahwa komponen yang harus dilakukan dalam program kemairian dalam Lapas tidak jarang kurangnya lahan untuk program kemandirian dimana hanya disediakan bengkel kerja, lahan perkebunan, dan perikanan yang kurang memadai, sebab masih banyak program kemandirian yang akan direncanakan untuk masa mendatang namun belum memiliki cukup lahan untuk terrealisasikannya program tersebut seperti, bengkel motor dan gypsum yaitu rencananya akan ada kegiatan kerja baru, ada bengkel motor dan pembuatan gypsum, alat-alatnya sudah ada tapi belum tau tempatnya karena bengkel

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

98

Page 119: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

kerja tidak begitu luas. Pembinaan narapidana tidak hanya tanggungjawab dari Lapas saja melainkan juga tanggungjawab bersama antara Lapas, pemerintah, dan juga masyarakat. Disinilah peran pemerintah sudah cukup baik namun masih kurang dalam hal belum dibuatnya suatu pengaturan khusus sehingga pembinaan di Lapas masih bertumpu pada Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana undang-undang ini masih bersifat umum.

Dalam pelaksanaan program pembinaan faktor penghambat itu juga bisa berasal dari narapidananya. Tidak sedikit narapidana yang kurang sadar terhadap pentingnya pembinaan ini dikarenakan sifat mereka yang cenderung malas. Kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan orang-orang yang mampu, mereka seakan bermalas malasan dan tidak begitu tertarik dengan program pembinaan. Disamping itu juga kadang-kadang ada Warga Binaan yang berselisih dengan Warga Binaan lain sehingga menimbulkan keributan. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan reward and punishment. Narapidana yang memiliki kelakuan baik akan mendapatkan penghargaan yaitu seperti, mendapatkan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Untuk narapidana yang melanggar tata tertib itu akan mendapatkan punishment.

Para masyarakat seharusnya juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembinaan karena tujuan utama dalam pembinaan ini adalah narapidana ini bisalah diterima lagi oleh masyarakat. Namun harapan itu

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

99

Page 120: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

tidak selalu sesuai dengan kenyataan, hanya sedikit saja masyarakat yang ingin berpartisipasi selebihnya mereka hanya bersikap acuh terhadap narapidana. Padahal yang dibutuhkan oleh narapidana ini adalah perhatian dari sekeliling daerah lingkungannya. Ada beberapa kelompok kecil masyarakat yang bersedia membantu program pembinaan, namun kebanyakan masyarakat ini masih acuh.

Faktor penghambat ini akan terjadi di hampir semua Lapas di Indonesia, memang untuk membuat suatu program pembinaan bagi narapidana itu tidaklah membutuhkan biaya yang sedikit, ketiadaan suatu anggaran biaya akan sangat mempengaruhi jalannya proses pembinaan narapidana karena hampir semua hambatan di dalam keseluruhan proses pembinaan itu terbentur dalam hal anggaran dana atau biaya. pada prinsipnya setiap program pastinya memerlukan dana. Tidak terlepas dalam pelaksanan pembinaan ini yang juga memerlukan dana. Dengan dana yang terbatas membuat Lapas ini mencari jejaring untuk mendapatkan sponsor. Tidak banyak yang bisa membantu, sehingga membuat petugas harus ekstra efisien dalam menggunakan dana.

Partisipasi narapidana dalam pembinaan rendah, diketahui berapa narapidana malas-malasan dan belum menyadari pentingnya pembinaan bagi mereka; Beberapa program pembinaan, sudah siap untuk dapat dijalankan namun masih terkendala ruangan yang terbatas, kegiatan kerja yang sudah baik terhambat

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

100

Page 121: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

oleh keterbatasan lahan, terutama lahan perkebunan dan perikanan; Minimnya anggaran biaya kegiatan pembinaan untuk seluruh kegiatan pembinaan yang sudah diprogramkan harus menjalin kerjasama dengan para pihak-pihak lain agar dapat menjalankan pembinaan dengan baik, dana yang ada harus digunakan efisien dan efektif agar pembinaan tetap berjalan dengan baik; Stigma masyarakat terhadap narapidana masih sangat buruk terlihat hanya sedikit saja masyarakat yang ikut membantu dalam program pembinaan, kebanyakan masyarakat acuh tak acuh dalam proses ini, padahal partisipasi masyarakat sangatlah diperlukan dalam program pembinaan karena setelah bebas perhatian masyarakat kepada para mantan narapidana tetap diperlukan agar mereka tidak terasing.

Berikut gambaran Model Pembinaan dengan Bengkel Kerja

NO Jenis Kegiatan Kegiatan Keterangan

1. Tahapan Awal Tahapan Orientasi dan mapeling

1 Bulan -1/2-1/3 dengan Bapas dan Sidang TPP secara langsung

2. Tahapan Latihan Kerja Produksi

Latihan Kerja Produksi: mengarah pada keterampilan belum pada produksi

1/3-2/3

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

101

Page 122: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. Kelanjutan Tidak kontinyu berhenti ketika WBP sudah bebas

Berhenti

4. Pemasaran Diminati Namun Dalam jumlah kecil dan terbatas serta masih ada stigma (Lebeling)

Melaui Pameran

5. Dampak Positif Adanya keterampilan WBP

Adanya Keterampilan namun belum berpenghasilan secara profesionl

6. Dana APBN Berdasarkan serapan anggaran DIPA

7. Gaji/Premi Kecil tidak sesuai standar

Hanya memenuhi/sekedarnya

8. Lahan Terbatas sesuai dengan areal

Belum memungkinkan Relokasi bangunan

9. Produksi Hanya sebagian napi yang bekerja mengingat kebutuhan kerja belum terpenuhi tujuan hanya mengisi waktu Luang

70 persesn produksi30 persen rumah tangga belum terpenuhi baru mencapai 15% yang bekerja

10 CSR Belum terjalin kerjasama kalau pun ada relatif sedikit

Kesulitan menjalin kerjasama karena stigma

11 Evaluasi Program rentegrasi Sosial terkait lapangan kerja

Masih kesulitan di terima oleh masyarakat

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

102

Page 123: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang bekerja pada kegiatan kerja produksi di masing-masing Lapas baru berkisar 15% dibanding dengan jumlah narapidana yang ada. Tinggi rendahnya WBP yang terserap pada kegiatan kerja dikarenakan motivasi petugas dalam membangkitkan semangat kerja pada WBP bersifat fluktuatif. Selain itu, regulasi dari segi recruitment narapidana yang bekerja, segi keamanan, upah/premi, prosedur pelaksanaan, dan pemasaran pada setiap Lapas berbeda. Untuk itu, dibutuhkan suatu regulasi dalam hal SDM yang bekerja sehingga didapatkan suatu formula yang tepat untuk menuju Lapas yang produktif.

B. Model Pembinaan Lapas Industri dalam Lapas

Program pembinaan diharapkan dapat membantu dan berkembang di Lapas. Bahkan dapat juga dijadikan sebagai upaya untuk memperbaiki diri bagi narapidana atas kesalahan dan kekeliruan yang telah diperbuatnya. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitik beratkan pada pembinaan kepribadian dan kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti.

Membangun lapas sebagai sentra industri kreatif yang modern, profesional, dan berorientasi profit bukanlah angan-angan semata. Lapas saat ini menjadi tempat untuk berkreasi dan menelurkan produk yang

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

103

Page 124: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

bisa dimanfaatkan masyarakat. Pasalnya, produk-produk yang dihasilkan itu cukup berkualitas dan mampu bersaing dengan produk luar negeri. Untuk membangun pemasyarakatan produktif, petugas pemasyarakatan dituntut untuk untuk lebih kreatif dan inofatif sehingga dapat melaksanakan tugas bukan hanya sekedar rutinitas semata. Melalui pembinaan kemandirian Petugas pemasayarakatan harus mampu membentuk WBP menjadi pribadi yang kreatif dan produktif. WBP dapat mandiri menghidupi dirinya sendiri maupun keluarganya kelak setelah keluar dari Lapas. Lapas tidak bisa berdiri sendiri untuk mewujudkan Pemasayarakatan Produktif. Kerjasama dengan pihak lain adalah salah satu upaya yang diambil, seperti dengan perusahaan. Perusahan melalui program CSR (Corporate Sosial Responsibility), maupun perorangan yang ikut berkontribusi untuk mengoptimalan pembinaan warga binaan dengan pelatihan yang bersertifikat, sehingga kualitas keahlian mereka dapat terlihat. Tentu saja, sekali lagi untuk mewujudkankannya tidak hanya menjadi tugas kementerian hukum dan HAM semata, namun tanggung jawab seluruh elemen masayarakat46.

46 Pemasayarakatan Produktif Edisi 08/ Maret-April /2016, Newsletter Pemasayarakatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

104

Page 125: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Demikian juga dengan tenaga instruktur pada masing-masing Lapas jumlahnya beragam. Banyak sedikitnya instruktur pada kegiatan kerja disebabkan oleh kegiatan pelatihan atau Training Of Trainer (ToT) yang diikuti oleh petugas. Semakin banyak petugas tersebut mengikuti pelatihan maka semakin banyak keahlian/skill yang dimiliki yang dapat disalurkan kepada WBP.

Terwujudnya sumber daya petugas yang terampil, berkualitas, dan berbudaya menjadi faktor penting dalam upaya membangun Lapas yang produktif. Mereka akan menjadi motor penggerak utama dalam mendorong kegiatan kerja narapidana. Tidak hanya itu, mereka akan menjadi mentor (Instruktur) bagi narapidana, sehingga pada gilirannya nanti keahlian/keterampilan yang mereka miliki dapat dialihkan (ditransfer) kepada narapidana. Untuk itu, peningkatan kapasitas petugas (dan narapidana) harus menjadi fokus utama. 1) Rekruitmen petugas diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan instruktur pembinaan narapidana. Rekruitmen ini dengan memperhatikan ragam kegiatan kerja yang diselenggarakan di dalam Lapas.

2) Pelatihan bagi petugas adalah untuk meningkatkan kapasitas petugas. Petugas harus dibekali dengan keahlian yang dapat dipergunakan untuk mendorong kegiatan kerja narapidana.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

105

Page 126: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3) Pemberdayaan petugas dalam mendukung kegiatan kerja narapidana dilakukan demi terciptanya efisiensi dan efektifitas kegiatan kerja narapidana.

4) Narapidana merupakan subyek dan obyek pelaksanaan pembinaan. Mereka adalah sumber daya yang harus diberdayakan secara lebih baik.

Anggaran/biaya yang digunakan untuk kegiatan kerja berasal dari dana APBN dan besarannya bervariasi tergantung DIPA dari masing-masing Lapas. Pada umumnya Lapas yang memiliki kegiatan kerja beragam akan mendapatkan dana APBN lebih besar dibandingkan dengan Lapas yang kegiatannya tidak beragam. Dana kegiatan APBN ini digunakan untuk kegiatan operasional kegiatan kerja mulai dari pengadaan bahan, pengadaan sarana/prasarana kerja hingga pemasaran. Namun, dana APBN ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan dikarenakan tidak terserapnya anggaran secara optimal yang berdampak pada penurunan kegiatan kerja yang ada di Lapas.

Pada umumnya hubungan kemitraan/kerja sama dengan berbagai pihak baik instansi pemerintah maupun swasta sudah terjalin, namun banyak sedikitnya mitra kerja sama tergantung dari semangat petugas dalam mencari mitra. Selain itu, fakor tenaga kerja dan sumber daya yang ada di Lapas menjadi penentu minat pihak ketiga melakukan kerjasama. Di beberapa Lapas Terbuka, sebagian pengolahan lahan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

106

Page 127: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dilakukan oleh pihak ketiga, baik oleh perusahaan maupun perorangan, namun kerjasama tersebut belum memberikan manfaat yang besar bagi Warga Binaan Pemasyarakatan karena mereka belum/tidak dilibatkan dalam proses pengolahan lahan tersebut sebagai sarana untuk melatih keterampilan kerjanya.

Masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan guna menunjang pelaksanaan dan pengembangan kegiatan kerja narapidana. Salah satu peluang yang masih terbuka lebar dan perlu digali adalah menggandeng pihak ketiga sebagai mitra kerjasama dalam kegiatan pelatihan dan kegiatan produksi. Pihak ketiga ini meliputi instansi pemerintah, pihak swasta dan perorangan. Sehingga saat ini telah banyak MoU kerjasama dengan pihak ketiga yang terjalin. Ada yang sudah terealisasi, namun ada juga yang berhenti sampai pada tataran MoU. Peluang kerjasama di bidang Kegiatan Pelatihan keterampilan bagi narapidana dapat dilakukan dengan cara melanjutkan kerjasama yang sudah berjalan dengan berbagai instansi Pemerintah maupun dengan institusi swasta dan perorangan. Selain itu perlu juga ditindaklanjuti MoU yang mandeg dan belum berjalan, agar dapat segera direalisir. Upaya lain yang perlu segera dilakukan adalah menjalin kerjasama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi Politeknik setempat terutama di bidang pelatihan kerja. karena kedua institusi pendidikan ini sangat kompeten di bidang keterampilan kerja yang bersifat praktis

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

107

Page 128: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dan terapan. Selain itu perlu juga dijajaki kerjasama pelatihan manajerial dan teknis bagi petugas dengan memanfaatkan dana CSR dari berbagai perusahaan yang menjadi mitra kerjasama. Peluang kerjasama di bidang kegiatan produksi, yang meliputi kerjasama pengadaan barang baku, peralatan, permodalan dan pemasaran, dapat dilakukan dengan cara melanjutkan kerjasama yang sudah berjalan dengan instansi pemerintah (seperti dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Sosial dan Pemerintah Daerah setempat) maupun dengan pihak swasta dan perorangan. Selain itu perlu juga ditindaklanjuti MoU yang mandeg dan belum berjalan, agar dapat segera direalisir.

Kondisi sarana ruang pelatihan dan ruang kegiatan kerja yang ada masih minim dan terbatas sehingga kurang sesuai dengan kebutuhan. Prasarana peralatan kegiatan kerja pun masih kurang dan kebanyakan peralatan yang ada kondisinya sudah rusak. Selain itu pemanfaatannya juga masih kurang maksimal dikarenakan narapidana yang bekerja sangat sedikit dibanding dengan isi penghuni Lapas tersebut. Hal tersebut berdampak pada tidak optimalnya kegiatan kerja yang dilaksanakan dan juga produksi yang dihasilkan.

Proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan berkesinambungan. Namun di sisi lain ada Lapas dengan sarana yang telah dimiliki tapi tidak dapat

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

108

Page 129: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

mengoptimalkan sarana tersebut dalam kegiatan produksi sehingga perlu adanya rotasi pegawai yang menangani bengkel kerja Lapas. Terserapnya 70% tenaga kerja narapidana di Lapas/Rutan dalam kegiatan-kegiatan produktif dalam rangka meningkatkan keterampilan kerjanya (life skill); Adanya manajemen pengelolaan kegiatan produktif, yang antara lain meliputi proses recruitmen dan penempatan tenaga kerja narapidana, instruktur, pengelolaan dan pemasaran hasil kerja, system kerja dan pengupahannya serta upaya pengembangannya; Berdasarkan potensi sumber daya yang tersedia dapat dihasilkan produk unggulan yang secara berkelanjutan dapat terus diproduksi sehingga menjadi icon dari Lapas/Rutan yang bersangkutan; Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung proses kegiatan produktif sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing Lapas/Rutan;Tersedianya alokasi anggaran rutin dalam DIPA Rutan/Lapas secara memadai dan proporsional untuk melaksanakan program pembinaan kemandirian; Adanya kerjasama melalui MOU dengan pihak ketiga, baik instansi pemerintah terkait, perorangan maupun swasta, untuk pengembangan dan peningkatan Lapas/Rutan Produktif.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

109

Page 130: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Gambar 4.Privatisasi Lapas47

Dalam tahapan pelaksanaan privatisasi membutuhkan proses dan pentahapan secara terencana dalam pelaksanaan agenda pendukung

47 http ://w w w.s l ideshare .net/TMSYUKRAN/privat isas i - lembaga-pemasyarakatan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

110

Page 131: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

yaitu perlu pembangunan LP, Rehabilitasi, relokasi, penguatan Anggaran, Entreupreuneursip untuk menjadi privatisasi parsial dalam hal ini bengkel usaha swasta di LP atau menjadi semi privatisasi yang pengelolaan oleh swasta dengan sarana prasarana milik pemerintah atau privatisasi menyeluruh yaitu pengelolaan Swasta secara penuh pemerintah hanya memonitoring dan evaluasi secara ketat hal ini memiliki sisi keunggulan tersendiri untuk melakukan kegiatan kerja dalam lapas dan membutuhkan perencanaan dan proses secara kualitas dan kuantitas.

Tabel.6.Gambaran: Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas

NO Jenis Kegiatan Kegiatan Keterangan

1. Tahapan Awal Tahapan Orientasi dan Mapeling

1 Bulan -1/2-1/3 Bapas dalam sidang TPP

2. Tahapan menghasilkan Produksi dalam lapas

Produksi: mengarah pada hasil poduksi

1/3-2/3

3. Kelanjutan Membutuhkan waktu yang lama untuk produksi tergantung pada persiapan LAPAS

Bertahan jika produk yang dihasilkan memenuhi sasaran masyarakat

4. Pemasaran Membutuhkan tenaga pemasaran yang handal untuk memasarkan

Kerjasama dengan Pihak Luar dalam hal Pemasaran

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

111

Page 132: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

5. Dampak Positif Menjadi Lapas yang produktuf dan Mandiri

Berpenghasilan namun ada pembagian APBN yang lebih besar

6. Dana APBN dan kerjasama Berdasarkan serapan anggaran DIPA dan Mitra

7. Gaji/Premi Berdasarkan Perjanjian Ada APBN yang harus disetorkan

8. Lahan Perlu lahan yang luas untuk menampung alat berat berdasarkan administrasi prosuksi

Tergantung Anggaran Pemerintah

9. Produksi Napi yang bekerja disesuaikan dengan kebutuan kerja dalam LAPAS

70 persesn produksi30 persen rumah tangga akan terpenuhi namun tidak langsung terpenuhi butuh proses dan waktu

10 CSR terjalin kerjasama namun sifatnya permohoan

Belum terlihat ada Kewajiban

11 Evaluasi Proses reintegrasi hanya dalam LAPAS

Keahlian yang dibutuhkan di masyarakat belum tentu sesuai dengan Lapangan Pekerjaan setelah bebas

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

112

Page 133: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

C. Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar Lapas (kerjasama dengan Perusahan).

Gambar 5.

Pertama : Melakukan meeping/ pengklasifikasian jenis kejahatan, usia, lama pidana dan kebutuhan napi pada saat awal seorang narapidana itu divonis hukuman baik melalui data manual maupun elektronik (e-government).

Kedua : Melakuakan assement atau psikotes dengan memantau kondisi WBP untuk dilakukan penilaian terhadap kebutuhan: kerjasama dengan pihak swasta atau Universitas yang ada fakultas psikologis untuk dilakukan penilaian sekaligus pemantauan jika hasinya positif maka dilakukan pentahapan berikutnya namun

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

113

Page 134: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

jika hasilnya perlu rehabilitasi mental perlu rekomendasi dengan 1 Psikolog : 50 WBP.

Ketiga : Terhadap WBP yang hasinya positif maka dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk menumbuhkan jiwa Entreupreuneursip untuk selanjutnya siap untuk didistribusikan ke perusahan

Keempat : Kerja sama dengan perusahan ex: perusahaan elektronik, sepatu pertam-bangan, rokok dll disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Dengan mempertimbangkan perjanjian antara perusahan, LP dan WBP.

Tabel.7. Gambaran Lapas Produktif dengan Model Lapas Produktif dengan Model kerjasama dengan perusahan

NO Jenis Kegiatan Kegiatan Keterangan

1. Tahapan Awal

Tahapan Orientasi dan Mapeling berdasarkan klasifikasi dan meeping khusus kebutuhan WPB

1 Bulan -1/2-1/3Kerjasama dengan Perguruan Tinggi melaui Psikotes dan perusahan melalui HRD atau konsultan profesional didampingi Bapas

2. Tahapan Kerja Produksi

Produksi mengarah profesionalitas dan orientasi penghasilan

Setelah siap dan matang untuk bekerja (Sidang TPP) dan perusahan siap menampung kemapuan WBP

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

114

Page 135: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

3. Kelanjutan kontinyu Berdasarkan Kebutuhan Perusahan

Profesional

4. Pemasaran Penyedian Tenaga Kerja adalah Lapas dan pemasaran adalah perusahan

Management Perusahan

5. Dampak Positif

Terserapnya 70% WBP yang produksi berdarakan mekanisme kerja bukan perbudakan

Tergantung jalinan Kerjasama dengan Perusahan di Daerah berdasarkan jenis perusahan

6. Dana Perusahan Kerjasa sama Profesionalisme yang menguntungkan kedua Belah pihak

7. Gaji/Premi sesuai standar perusahan melalui perjanjian kerjasama

Ada gaji untuk memenuhi kebutuan WBP

8. Lahan Sesuai lahan yang ada

Pemberdayaan SDM

9. Produksi WBP yang bekerja berdasarkan kebutuhan kerja dengan tujuan tidak hanya mengisi waktu Luang namun berpenghasilan

70 persesn produksi30 persen rumah tangga belum terpenuhi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

115

Page 136: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

10 CSR Tanggung jawab perusahan akibat penurunan kualitas masyarakat

Kewajiaban Perusahan

11 Evaluasi Ada reintegrasi dengan Mayarakat secara nyata dengan harapan setelah bebas sudah dapat pekerjaan secara langsung

Jaminan Pengamanan Lebih mengarah pada tanggung jawab personal (Security Check) sebagai proses reintegrasi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

116

Page 137: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Gambar 6. Model Kerjasama Lapas Produktif.

Bahwa kerja sama Lapas dengan Perusahan memiliki tujuan yang berbeda yaitu pengusahan (pemilik modal) dan LP sebagai penyedia SDM yaitu Narapadina namun demikian harus ada unsur yang perlu diperhatikan yaitu Security Chek karena keamanan menjadi kunci dalam pelaksanaan pemasyarakatan, Profesionalisme Kerja tidak boleh ada disriminasi dan perbudakan, Hak termasuk Gaji dan Fasilitas serta tunjangan lain, termasuk regulasinya. Dari model Pertama Kedua dan Ketiga itu kemudian dianalisis melalui CBA (Cost Benefit analisis) untuk

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

117

Page 138: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

itu dari model tersebut akan di uji terlebih dahulu untuk dilakukan monitoring dan evaluasi agar tepat sasaran baik pengeluaran secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga tidak akan merugikan berbagai pihak teutama lapas maupun perusahan karena resiko-resiko dan tantangan yang akan dihadapi.

2. ModelPerkembanganlapasProduksiDibeberapaNegara

Data World Prison Population List 2015

Berdasarkan data diatas Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan jumlah narapidana terbanyak

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

118

Page 139: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

di dunia. Sementara Indonesia berada di urutan ke-10 dengan jumlah napi sebanyak 161.692. Negeri Paman Sam memiliki setidaknya 2.217.000 tahanan di berbagai penjara di seluruh negeri. Kepadatan penjara: 698 tahanan per 100.000 penduduk Jumlah penduduk 2015: 325.127.634 (4,44% dari populasi dunia) China Diperkirakan ada 1.657.812 orang saat ini berada di balik jeruji besi di China. Kepadatan penjara: 119 tahanan per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk: 1.401.586.609 (19,13%) Rusia Sedikitnya 642.470 orang mendekam di penjara-penjara Rusia pada Oktober 2015. Kepadatan penjara: 445 tahanan per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk: 142.098.141 (1,94%), Brasil Penjara di seluruh Brasil menjadi tempat tahanan bagi 607.731 orang Kepadatan penjara: 301 per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk: 203.657.210 (2,78%) India Penjara di India saat ini dihuni 418.536 orang tahanan Kepadatan penjara: 33 per 100.000 penduduk Jumlah penduduk: 1.282.390.303 (17,51%) Thailand Negeri Gajah Putih dilaporkan memiliki jumlah tahanan sebanyak 311.036 orang Kepadatan penjara: 461 per 100.000 penduduk Jumlah penduduk: 67.400.746 (0.92%) Meksiko Sebanyak 225.138 orang mendekam di penjara Meksiko Jumlah penduduk: 125.235.587 (1,71%). Iran Penjara di Iran saat ini menampung 225.624 orang tahananKepadatan penjara: 287 per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk: 79.476.308 (1.09%) Turki Penjara di negara ini menampung 172.562 Tahanan. Kepadatan penjara: 200 per 100.000 penduduk Jumlah penduduk: 76.690.509 (1,05%) Indonesia Penjara di Indonesia dijejali

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

119

Page 140: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

161.692 orang tahanan Kepadatan penjara: 64 orang per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk: 255.708.785 (3,49%).

Jeruji besi, sipir galak, ranjang tidur busuk, sel penjara penuh sesak, dan makanan menjijikkan. Semua itu adalah gambaran umum mengenai kondisi lembaga pemasyarakatan di hampir seluruh negara di dunia, sebagaimana ditulis oleh American Civil Liberties Union. Namun masih ada beberapa penjara di dunia kondisinya tidak seperti gambaran tersebut. Dua hal yang bisa diambil contoh adalah penjara di Norwegia dan Italia. Di tempat para narapidana itu mendekam, petugas penjara memberikan pengajaran dan rehabilitasi melalui pendidikan serta keahlian bertani. Di Italia, para narapidana yang menjalani hukuman penjara seumur hidup malah dipercaya mengelola sejumlah rumah makan. Inilah enam penjara unik dan tidak konvensional.

1. Di Amerika Serikat dan Kanada,

Penjara dibagi menjadi tingkatan atau unit rumah yang berbeda sesuai jenis pelanggaran. Administrator penjara membedakan pelaku kejahatan sesuai dengan tingkat risiko yang mereka akibatkan terhadap narapidana lain dan personel penjara. Kriteria untuk memasukkan narapidana untuk tingkat penjara yang berbeda, termasuk tingkat kekerasan kejahatan, catatan sebelumnya, sejarah kekerasan, perilaku kelembagaan masa lalu, dan lama hukuman. Di Amerika Serikat, Federal Bureau of Prisons menggunakan skala bertingkat untuk menentukan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

120

Page 141: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

tingkat penjara narapidana itu. Banyak penjara negara menggunakan skema klasifikasi yang sama. Penjara Kanada juga menggunakan skala penilaian untuk menempatkan tahanan narapidana di penjara yang dinilai sesuai dengan keadaan penjara.

Tingkat tahanan konvensional termasuk minimum-keamanan, media-keamanan, dan keamanan maksimum, yang kenaikan tingkat penjara memerlukan keterlibatkan pengawasan yang lebih ketat, keamanan yang lebih rumit, dan kontrol narapidana lebih intensif. Sekitar 20 persen dari semua lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat juga bertingkat, yaitu termasuk minimum, tingkat menengah, dan maksimum dalam hal keamanan penjara dengan fasilitas yang sama. Beberapa fasilitas bertingkat juga termasuk super maksimum dalam bidang keamanan. Beberapa penjara di Kanada dan Amerika Serikat dirancang khusus untuk wanita. Fasilitas khusus juga ada untuk rumah lalim remaja. Lembaga lain secara khusus dilengkapi dengan pelayanan medis atau konseling psikologis dan terapi bagi pelanggar dengan penyakit fisik atau mental.

Di penjara Amerika barat laut para napi tidak saja belajar untuk mencari pekerjaan tapi juga membuka usaha sendiri. Sekilas, kelas ini tampak seperti kursus di perguruan tinggi daerah, dengan ruang kelas seperti umumnya diikuti puluhan mahasiswa dan sejumlah grafik di papan. Tapi ini bukan perguruan tinggi daerah melainkan penjara perempuan Coffee

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

121

Page 142: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Creek di Oregon. Kelas ini disebut LIFE singkatan dari Lifelong Information For Entrepreneur dan mendidik napi bagaimana memulai bisnis sendiri setelah bebas. MercyCorps Northwest, cabang setempat organisasi pembangunan internasional memulai program ini empat tahun lalu. Asisten Direktur MercyCorps Northwest , Doug Cooper mengatakan mereka melandaskan kerja mereka pada pengalaman MercyCorps pada bantuan internasional.

Pelajaran-pelajaran ini adalah bagian penting dari program tersebut. tujuannya adalah mencetak orang menjadi bagian dari masyarakat, membayar pajak dan menjadi relawan. Tidak harus sukses membangun usaha kecil namun juga menjadi orang sukses dan bertanggung jawab di masyarakat. Sejauh ini tampaknya program itu berhasil. Terlalu dini untuk menyimpulkan hasilnya secara resmi tapi data tidak resmi MercyCorps mengatakan hanya tiga dari sekitar 100 alumninya yang kembali ke penjara. Angka itu jauh dibawah tingkat residivis nasional yang di atas 50 %.

MercyCorps Northwest baru saja memulai program LIFE lainnya di penjara perempuan di negara bagian Washington. Doug Cooper berharap ide itu akan menyebar ke seluruh penjara Amerika. Menurut data terbaru ada lebih dari 1,5 juta napi. Ia mengatakan membantu bekas napi adalah tujuan sistem pemasyarakatan yaitu rehabilitasi.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

122

Page 143: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

2. Pemerintah Queensland, Australia,

Pemerintah membuka penjara yang berfungsi sekaligus sebagai tempat pelatihan untuk mengatasi kesesakan dalam penjara di negara bagian tersebut. Rencana proyek bernilai $ 145 juta dola tersebut akan menjadikan Borallon Correctional Centre difungsikan kembali dan dijadikan fasilitas ”belajar sambil berpenghasilan” yang akan diperuntukkan bagi narapidana berusia antara 18-30 tahun.48 Statistik terbaru menunjukkan adanya peningkatan 30 persen jumlah narapidana sejak tahun 2012 dan seluruh penjara bagi napi pria di negara bagian tersebut penuh sesak. 49Para napi menggunakan waktu mereka secara produktif sehingga mereka bisa belajar dan menyelesaikan pendidikan kelas 12, atau mendapat sertifikat dan diploma, sehingga ketika keluar dari penjara, mereka siap bekerja, juga akan bekerjasama dengan sekolah lokal, khususnya sekolah kejuruan TAFE, dan lembaga pendidikan lain termasuk universitas.

48 Queensland Akan Buka Penjara Pelatihan Pertama Untuk Atasi Kesesakan, Terbit 8 July 2015, 11:30 AEST, (ABC News: Elise Worthington)

49 Menteri Urusan Narapidana Queensland Jo-Ann Miller mengatakan penjara Borallon ini diperlukan dan akan bisa memuat 500 narapidana. Penjara di Queensland sudah penuh sesak, sehingga satu ruang napi harus diisi oleh beberapa orang. ”Penjara di Queensland sekarang sudah terisi 112 persen, dan dengan pembukaan Borrallon, kapasitasnya akan turun menjadi 98 persen.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

123

Page 144: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Dengan itu, bagi anak-anak muda yang belum pernah dipenjara sebelumnya, ini akan membuat trauma mereka berkurang, Saat ini di Queensland saja ada sekitar 1400 napi yang harus berbagi ruangan. Melihat napi yang harus tinggal bersama yang lain, menciptakan resiko lebih besar. Jawabannya adalah bukan membangun penjara baru lagi, karena penjara itu pasti juga akan penuh. Yang harus dilihat adalah mengapa terjadi peningkatan. Pemerintah Queensland berharap penjara ini akan memberikan kesempatan kepada para napi muda untuk memperbaiki kehidupan mereka. Bila hakim menjatuhkan hukuman penjara, maka mereka harus menjalani hukuman, dan tidak ingin mereka hanya duduk seharian bermain kartu. Ketika mereka masuk, mereka akan diberi kesempatan bekerja atau belajar, dan ketika keluar nanti, menjadi orang yang lebih baik.

3. Pembinaan Narapidana di Hongkong

Pelaksanaan kerjasama lapas dalam kaitannya dengan pembinaan dan pemberian pekerjaan kepada napi dengan menggandeng perusahaan swasta, dengan pemberdayaan napi oleh pihak swasta, karena hal itu menjadi salah satu solusi agar para napi tidak menganggur yang sering menjadi pemicu berbagai masalah di dalam lapas. Namun demikian, penggunaan tenaga napi oleh pihak swasta harus dilakukan secara manusiawi, jauh dari unsur-unsur eksploitasi. Napi harus dipekerjakan secara wajar

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

124

Page 145: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dengan imbalan upah yang layak pula sehingga bisa membantu biaya keluarga. Dalam kaitan ini bahwa napi tidak boleh menerima uang tunai karena di dalam lapas dilarang adanya uang beredar. Seperti di penjara Hongkong, para napi yang bekerja memiliki rekening yang penghasilannya dihitung berdasarkan poin-poin. Napi hanya diberi kesempatan membeli kebutuhan dasar di toko yang sudah ada di dalam penjara tanpa menggunakan uang tunai, sehingga sisanya bisa ditabung sebagai bekal ketika kelak mereka bebas.50

Menurut Hasanuddin, dasar- dasar untuk menjalankan privatisasi lapas di Indonesia sebenarnya sangat kuat dan mendesak untuk segera dilakukan. Namun pengambilan opsi itu jangan sampai mengusik rasa keadilan dan rasa keamanan masyarakat. Dalam analisis SWAT, Hasanuddin melihat LP memiliki tempat serta sarana dan prasarana kerja berikut tenaga kerjanya. Artinya LP memiliki kekuatan yang bisa ‘dijual’ untuk pihak ketiga. Namun kelemahannya adalah, tenaga kerja yang ada tidak memiliki skill, LP tidak memiliki modal, manajemen dan marketing. Jika kelemahan tersebut bisa ditutup oleh swasta, maka akan terjadi sinergi yang sangat kuat.

Di dalam penjara aktivitas para narapidana bermacam-macam. Mereka beraktivitas mulai dari

50 Privatisasi lembaga..., Diapari Sibatangkayu, FISIP UI, 2008. Universitas Indonesia 88

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

125

Page 146: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

pagi sampai pukul 20.00, diberi uang tunjangan mulai dari HK$100 per bulan sampai maksimal HK$500, tergantung pada kedisiplinan dan tingkat kerajinan masing-masing prisoner. Uang tersebut disimpan oleh madam dan dikasihkan pada saat prisoner telah selesai menjalani masa hukumannya. Setiap hari para prisoner diberi makan tiga kali. Malamnya masih dikasih makanan ringan. Prisoner Muslim mereka dikasih makan daging ayam. Prisoner non-muslim ada daging babi dalam menunya.51

4. Pembinaan Narapidana di Jepang

Bahwa dalam mengatasi keterbatasan anggaran yang seharusnya dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga. DiJepang misalnya, dikenal dengan Social Responsibility Tax, semacam pajak untuk tanggungjawab sosial karena industri memberi kontribusi yang signifikan terhadap perusakan lingkungan maupun terjadinya tindak kriminalitas. Oleh karena itu, di Jepang perusahaan seperti Honda diwajibkan ikut bertanggungjawab menyisihkan dana untuk menanggulangi ekses-ekses semacam itu. Ada alokasi dana dari perusahaan-perusahaan besar untuk pembinaan masalah-masalah sosial,

51 Ruangan Lo Wu CI sangat bersih. Pekarangannya tampak indah, sama sekali tidak terlihat mengerikan. Alamat Lo Wu CI: 163 Ho Sheung Heung Road, Hong Kong. (Lina Aprilianti/ddhongkong.org).

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

126

Page 147: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

termasuk memberikan vocational training.52 Selain Social Responsibility Tax, privatisasi lapas dengan mengikutsertakan pihak ketiga menjadi solusi alternatif yang harus dilakukan. filosofi pemidanaan juga tidak lagi sekedar bermuatan represif, tetapi juga harus mengambil langkah-langkah preventif. Masyarakat juga akan belajar berpartisipasi terhadap pencegahan kejahatan. Pemahaman kejahatan tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan secara individu tapi harus oleh masyarakat secara keseluruhan. Di sinilah arti penting privatisasi lembaga pemasyarakatan. Dalam hal kerjasama dengan pihak ketiga lebih melihat tidak dalam bentuk kerjasama atas dasar bisnis murni melainkan atas dasar kemanusiaan sehingga sangat cocok bekerjasama dengan kelompok humanitarian dan filantropis. Dasarnya bukan profit oriented, meski tetap boleh mengambil untung dari kerjasama tersebut. Misalnya, perusahaanperusahaan besar yang memiliki dana Corporate Social Responsibility(CSR) atau Community Development (Comdev), dapat mengalihkan sebagian dananya untuk pembinaan terpidana. Atau bisa juga pemerintah menetapkan sekian persen dari dana CSR untuk pembinaan terpidana dalam rangka pempinaan kepada lapas.

52 Privatisasi lembaga..., Diapari Sibatangkayu, FISIP UI, 2008. Universitas Indonesia 83

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

127

Page 148: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Menyadari keterbatasan anggaran dari pemerintah sangat mengharapkan peran serta pihak ketiga untuk turut mendanai lembaga pemasyarakatan dalam bentuk kerjasama saling menguntungkan. Hal ini sifatnya mendesak demi menutup anggaran lapas yang acapkali mengalami defisit. Sebagai contoh, besarnya biaya per napi untuk makan setiap hari tidak lebih dari Rp8.800 berupa lauk pauk ditambah 450 gram beras per orang . Jika ditotal, biaya makan bagi napi setiap hari adalah Rp13.000 per orang. Ini angka yang sangat minim kalau tidak ingin disebut sebagai tidak manusiawi. Jika anggaran untuk makan saja sudah terbatas, bisa dibayangkan minimnya dana yang tersedia untuk pembinaan, kesehatan, dan lainnya. Untuk itulah, peran swasta sangat diharapkan, baik dalam bentuk kemitraan maupun dalam bentuk privatisasi terbatas. Demi memenuhi kebutuhan di penjara pada saat ekonomi sulit, Mantan Dirjen Pemasyarakatan Adi Sujatno berpendapat, narapidana bisa bekerja di luar untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan kondisi yang ada.53

5. Narapida di Cina

Dalam kaitan ini, Soeripto sangat mendukung pelaksaan privatisasi karena melalui program tersebut tenaga-tenaga produktif napi yang ada

53 Ibid 83

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

128

Page 149: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

di lapas bisa didayagunakan. Dalam kaitan itu, ia mencotohkan para napi di Cina yang dikirim bekerja pada perusahaan pertambangan gas di Qatar, maupun di perusahaan-perusahaan tekstil setempat. Namun demikian, para terpidana yang dipekerjakan tersebut harus diperlakukan secara manusiawi dengan upah yang layak tanpa ada unsur eksploitasi.54 Masyarakat juga akan belajar berpartisipasi terhadap pencegahan kejahatan. Pemahaman kejahatan tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan secara individu tapi harus oleh masyarakat secara keseluruhan. Di sinilah dibutuhkan berbagai bentuk kemitraan dengan pihak ketiga, yakni masyarakat khususnya kalangan pengusaha.

Privatisasi LP dalam bentuk kemitraan dan kerjasama dengan pihak ketiga. Sebab, hingga kini belum ada privatisasi lapas yang dilakukan murni diserahkan kepada swasta. Jadi yang ada adalah semi swasta dengan mengikutsertakan mereka dalam pembinaan terpidana meliputi pendidikan, keterampilan, pembinaan mental dan kerohanian, maupun pemberian pekerjaan kepada terpidana. Sesungguhnya pembinan terhadap narapidana itu adalah tugas pemerintah. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang bisa memperlakukan narapidana dengan baik dan manusiawi. Tapi saat ini sarana dan prasarana LP jauh di bawah standar karena keterbatasan keuangan

54 Ibid 89

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

129

Page 150: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

negara. Untuk itulah perlu memperluas kemandirian penjara, baik secara institusi maupun personil napi melalui kemitraan dengan pihak ketiga. Idealnya, ada kerjasama antara pihak ketiga dengan pemerintah dalam hal pembinaan narapidana. Kekurangan yang ada di dalam LP bisa disubstitusi dengan yang dimiliki masyarakat. Di Jepang, pengentasan terpidana sangat baik karena ada program yang sangat jelas mulai dari pembinaan, wisma antara, yang membuat terpidana dituntun menuju kembali ke masyarakat untuk bersosialisasi. Pekerjaan mereka di dalam penjara tidak boleh bertentangan dengan pekerjaan mereka di luar. Dengan kata lain harus ada kesinambungan antara pekerjaan yang dipelajari di dalam penjara dengan pekerjaan yang kelak dilakoni setelah keluar dari penjara.

Pada dasarnya bentuk privatisasi tersebut merupakan kerjasama dengan beberapa pihak dalam arti mengikutsertakan masyarakat dalam pembinaan terpidana. Sebab, pada prinsipnya, pembinaan itu harus melibatkan tiga unsur, yakni petugas, narapidana, dan masyarakat. Napi jangan sampai diasingkan dari masyarakat. Kehadiran masyarakat di dalam LP justru sangat diharapkan untuk bersama-sama membina terpidana melalui berbagai kegiatan usaha dan pendidikan.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

130

Page 151: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Menurut Sekjen Apindo, Drs Djimanto,55 privatisasi lapas dengan mempekerjakan napi bukan hanya dianjurkan tapi dapat dilakukan dan harus segera dilaksanakan. Sebab salah satu prinsip penghukuman bukan lagi dalam bentuk balas dendam oleh negara kepada orang yang bersalah tapi sudah berubah menjadi bentuk -bentuk pembinaan dimana napi benar-benar menjadi manusia yang dimanusiakan. Namun demikian, mempekerjakan napi harus secara manusiawi dengan tetap melindungi hak-haknya, mulai dari hak mendapatkan upah yang wajar, jaminan kesehatan, bahkan jaminan hari tua seperti halnya para pekerja di perusahaan biasa.

Ide Swastanisasi Penjara bermuara pada tiga tujuan56:1. sebagai cara untuk memperbaiki kondisi penjara

melalui self generating income. Selama ini, keterbatasan dana menjadi alasan utama bagi buruknya kondisi penjara.

2. Sinkronisasi proses pembinaan dengan dunia bisnis. Penjara terkadang menyebabkan extreme idleness (keberadaan yang tidak berdaya guna). Hal ini terkait dengan lebih banyaknya kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat di penjara. Jikapun ada pembinaan, namun tidak efektif

55 Ibid56 Iqrak Sulhin, 4 Mei 2007, Diskusi tentang sejumlah masalah penjara (lembaga

pemasyarakatan) di Indonesia

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

131

Page 152: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

dengan tingkat partisipasi yang rendah. Padahal, narapidana adalah tenaga kerja potensial yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi, misalnya industri. Dengan kerjasama antara penjara dengan dunia bisnis, penjara relatif akan mendapatkan manfaat dari keuntungan kegiatan ekonomi tersebut.

3. Memungkinkan narapidana mendapatkan uang berupa tabungan karena ia akan otomatis menjadi tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi di penjara.

Dengan format yang tengah berjalan, keseluruhan kegiatan di penjara praktis tidak memberikan manfaat secara materi kepada narapidana. Tujuan ketiga ini juga akan mendukung tujuan akhir dari pembinaan di penjara, yaitu mengintegrasikan kembali narapidana dengan masyarakat. Integrasi dapat terjadi bila mantan narapidana mampu beradaptasi dengan dinamika kehidupan masyarakat, salah satunya dengan mendapatkan pekerjaan. Ini dimungkinkan bila mantan narapidana sudah mendapatkan keterampilan yang cukup selama ia berada di dalam penjara. Namun demikian, ide ini memiliki sejumlah kelemahan. Bahkan dapat berakibat fatal bila kelemahan-kelemahan ini tidak dipertimbangkan dengan baik. Kelemahan tersebut terkait dengan sifat dasar dari kegiatan ekonomi, yaitu pencarian keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sekecil mungkin. Ide swastanisasi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

132

Page 153: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

penjara memang berpotensi memberikan keuntungan materi kepada penjara sehingga upaya perbaikan kondisi penjara lebih mungkin dilakukan. Demikian pula halnya dengan keuntungan materi yang akan didapat oleh narapidana. Namun didasari oleh sifat dasar kegiatan bisnis atau ekonomi, swastanisasi penjara justru memungkinkan terjadinya eksploitasi narapidana sebagai pekerja murah. Terlebih bila kita hubungan dengan status penjara sebagai institusi total yang cenderung lepas dari pengawasan publik. Para pemegang kekuasaan di penjara atau level di atasnya harus memperhatikan hak yang seharusnya didapat oleh narapidana sebagai pekerja.

Soal swastanisasi atau privatisasi penjara, Indonesia mungkin arus belajar dari Amerika Serikat (AS).57 Di Negara bagian Florida, privatisasi penjara sudah dinyatakan sebagai tindakan yang melawan hukum dan bertentangan dengan konstitusi alias inkonstitusional. Dalam putusan terkait gugatan yang dilayangkan Police Benevolent Association (PBA), sebuah serikat buruh pegawai penjara. PBA menggugat pemerintah negara bagian Florida yang melontarkan rencana privatisasi itu, dengan maksud agar ribuan anggota PBA tidak kehilangan pekerjaannya. Dalam putusan itu menilai tindakan legislatif mencantumkan

57 Dikutip dari www.abajournal.com dan www.tampabay.com, di Florida Amerika Serikat

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

133

Page 154: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

rencana privatisasi 30 penjara yang tersebar di 18 kota dalam anggaran negara adalah tindakan yang salah. Seharusnya rencana itu dibuat dengan aturan khusus yang terpisah dari anggaran negara. Dalam putusan itu menyebut Pasal 3 bagian 6 dan 12 Konstitusi sebagai norma yang dilanggar pemerintah negara bagian Florida.58 Kesalahan legislatif adalah melanggar undang-undang privatisasi karena menginstruksikan Department of Correction (sejenis Ditjen Pemasyarakatan di Indonesia) untuk mencari proposal dari pihak swasta untuk mengelola penjara.

Rencana privatisasi penjara di negara bagian Florida memang hanya terganjal masalah prosedural. Artinya, rencana ini masih mungkin lolos jika dilaksanakan dengan prosedur yang benar. Tetapi, dari kasus ini, Indonesia setidaknya bisa mengambil hikmah bahwa rencana privatisasi penjara bukanlah masalah sepele untuk itu perlu disusun perencanaan yang matang, termasuk dengan melakukan kajian mendalam.

58 Pernyataan itu dilontarkan Jackie Fulford, seorang hakim di Tallahasse Circuit Court di Florida, AS, www.hukumonline.com

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

134

Page 155: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil penelitian ini maka dapat disimpulakan sebagai berikut: 1. Pengembangan Model Lapas Produktif sebagai yaitu:

A. Model Pembinaan Kemandirian Dalam LapasB. Model Pembinaan Lapas Industri Dalam LapasC. Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar Lapas

Berdasarkan Pengembangan Model Lapas Produktif terbut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

135

Page 156: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Tabel 9. Identifikasi Model Lapas Produktif.

NO Jenis Kegiatan

Model Pembinaan kemandirian dalam Lapas

Model Pembinaan

Lapas Industri Dalam Laps

Model Pembinaan

Lapas Produktif di Luar Lapas

1. Tahapan Awal

Tahapan Orientasi dan mapeling

Tahapan Orientasi dan Mapeling

Tahapan Orientasi dan Mapeling berdasarkan klasifikasi dan meeping khusus kebutuhan WPB

2. Tahapan Latihan Kerja Produksi

Latihan Kerja Produksi: mengarah pada keterampilan belum pada produksi

Produksi: mengarah pada hasil poduksi

Produksi mengarah profesionalitas dan orientasi penghasilan

3. Kelanjutan Tidak kontinyu berhenti ketika WBP sudah bebas

Membutuhkan waktu yang lama untuk produksi tergantung pada persiapan LAPAS

kontinyu Berdasarkan Kebutuhan Perusahan

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

136

Page 157: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

4. Pemasaran Diminati Namun Dalam jumlah kecil dan terbatas serta masih ada stigma (Lebeling)

Membutuhkan tenaga pemasaran yang handal untuk memasarkan

Penyedian Tenaga Kerja adalah Lapas dan pemasaran adalah perusahan

5. Dampak Positif

Adanya keterampilan WBP

Menjadi Lapas yang produktuf dan Mandiri

Terserapnya 70% WBP yang produksi berdarakan mekanisme kerja bukan perbudakan

6. Dana APBN APBN dan kerjasama

Perusahan

7. Gaji/Premi Kecil tidak sesuai standar

Berdasarkan Perjanjian

sesuai standar perusahan melalui perjanjian kerjasama

8. Lahan Terbatas sesuai dengan areal

Perlu lahan yang luas untuk menampung alat berat berdasarkan administrasi produksi

Sesuai lahan yang ada (Tidak Membutuhkan Lahan)

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

137

Page 158: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

9. Produksi Hanya sebagian napi yang bekerja mengingat kebutuhan kerja belum terpenuhi tujuan hanya mengisi waktu Luang

Napi yang bekerja disesuaikan dengan kebutuan kerja dalam LAPAS

WBP yang bekerja berdasarkan kebutuhan kerja dengan tujuan tidak hanya mengisi waktu Luang

10 CSR Belum terjalin kerjasama kalau pun ada relatif sedikit

terjalin kerjasama namun sifatnya permohoan

Tanggung jawab perusahan akibat penurunan kualitas masyarakat

11 Evaluasi Program rentegrasi Sosial terkait lapangan kerja terbatas

Proses reintegrasi hanya dalam LAPAS

1. Ada reintegrasi dengan Mayarakat secara nyata dengan harapan setelah bebas sudah dapat pekerjaan secara langsung

Esensi utama dalam pengembangan Lapas/Rutan Produktif adalah optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi, yaitu sekitar 70% dari populasi yang ada di Lapas/Rutan, sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah tangga Lapas/Rutan. Hal

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

138

Page 159: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

ini antara lain disebabkan, masih kurang berjalannya mekanisme proses pentahapan pembinaan, jenis kegiatan produktif belum dilakukan secara masal yang melibatkan tenaga kerja yang banyak, dan masih terbatasnya sarana dan prasarana. Bahwa kerja sama Lapas dengan Perusahan memiliki tujuan yang berbeda yaitu pengusahan (pemilik modal) dan LP sebagai penyedia SDM yaitu WBP namun demikian harus ada unsur yang perlu diperhatikan yaitu Security Chek karena keamanan menjadi kunci dalam pelaksanaan pemasyarakatan, Profesionalisme Kerja tidak boleh ada disriminasi dan perbudakan, Hak termasuk Gaji dan Fasilitas serta tunjangan lain, termasuk regulasinya. Dari model Pertama, Kedua dan Ketiga itu kemudian dianalisis melalui CBA (Cost Benefit analisis) untuk itu dari model tersebut akan di uji terlebih dahulu untuk dilakukan monitoring dan evaluasi agar tepat sasaran baik pengeluaran secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga tidak akan merugikan berbagai pihak teutama lapas maupun perusahan karena resiko-resiko dan tantangan yang akan dihadapi.

2. Model Pengembangan Lapas Produktif di Luar Negeri dilakukan dengan berbagai model Seperti di Adopsinya Kebijakan Santa Ana California, Skotlandia, Cebu Philipine, Ada pembatasan Lembaga Pemasyarakatan untuk napi kelas teri dan kelas kakap. Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan di Inggris, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan di Hongkong Napi diberi rekening dan penghasilannya dihitung berdasarkan poin, Privatisasi

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

139

Page 160: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat Napi dipekerjakan di bidang pertanian dan peternakan. Ide swastanisasi penjara memang berpotensi memberikan keuntungan materi kepada penjara sehingga upaya perbaikan kondisi penjara lebih mungkin dilakukan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat direkomendasikan sebagai berikut:1. Perlu ada regulasi yang tepat terkait dengan Lapas Produktif

agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Dengan Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untuk dilakukan uji cost benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangkan waktu dan evaluasi berdasarkan Kuantitas dan kualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia.

3. Perlu kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasayarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar Core Bisnis/Bisnis Proses pemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

140

Page 161: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, SH. 1986. Sistem Pidana Dan Pemidanaan

Indonesia. Jakarta. Pradnya Paramita.Arya Brata, Roby. 2014. Memperkuat Negara dan Pemerintahan,

Penerbit Papas Sinar Sinanti.Ashshofaa, Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:

Rineka Cipta. Barda Nawawi Arief, SH. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum

Pidana. Jakarta. Kencana.Barda Nawawi Arief, SH. 2002. Sari Kuliah Perbandingan

Hukum Pidana. Jakarta. Raja Grafindo Persada.Diapari Sibatangkayu, FISIP UI, 2008. Privatitasi Lembaga

Pemasyarakatan Universitas Indonesia Dunn, William. 2012. Pengantar Analisis Kebijakan Publik,

Gadjah Mada University Press.Sibatangkayu, Diapari. 2008. Privatisasi Lembaga

Pemasyarakatan Sebagai Alternatif Pemberdayaan Narapidana, UI.

Moleong, Lexy J., 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan di Beberapa Negara

141

Page 162: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Priyatno, Dwidja, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.

Suparni, Niniek, 2007, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafik.

Susanto I.S., 1990, Kriminologi, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP

Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2009, 40 Tahun Pemasyarakatan: Mengukir Citra, Profesionalisme. Jakarta:

Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, Jakarta: Direktorat Jendral Pemasyarakatan.

Romli atmasasmita, Opini, Kompas.com, diakses tanggal 10 Juni 2016

Jurnal

Ali, Mahrus, 2010, Sistem Peradilan Pidana Progresif: Alternatif dalam Penegakan Hukum Pidana, Jurnal Hukum No. 2 Vol. 14 April 2007.

Dwiatmodjo, Haryanto, 2012, Penjatuhan Pidana Bersyarat dalam Kasus Pencurian Kakao, Jurnal Yudisial Vol. V No. 1 April 2012. ______, 2011,

Rahardjo, Agus, 2008, Mediasi sebagai Basis dalam Penyelesaian Perkara Pidana, Jurnal Mimbar Hukum, Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Vol. 20 Tahun 2008.

Newsletter Pemasyarakatan Edisi 9/Mei-Agustus/2016

Web

Sukami, Dikektorat Peraturan Perundang-Undangan, tanggung Jawab Perusahaan,4 Januari 2010

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

142

Page 163: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

http://napi1708.wordpress.com/2007/05/04/swastanisasi-penjara-sebuah-alternatif-2/

http://www.slideshare.net/TMSYUKRAN/privatisasi-lembaga-pemasyarakatan

Website: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/370658-7-napi-pengendali-narkoba-dari-lpnusakambangan. Tempo, 2011, Selama 2011 Kejahatan Cyber, Narkotika dan Terorisme Meningkat.

http:// www.tempo.co/read/news/2011/12/31/063374607/ Selama-2011-Kejahatan-Cyber-Narkoba-danTerorisme-Meningkat. Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan

dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 02-

PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1990 tentang Pedoman Kerjasama antara Perusahaan Daerah dengan Pihak Ketiga.

Chang & Rowthord dalam Nining I. Soesilo, “Reformasi Pembangunan Perlu Pendekatan Manajemen Strategik, Jakarta, FE-UI, 2000.

Pengembangan Model Lapas Produktif: Kajian Perbandingan Di Beberapa Negara

143

Page 164: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Mudrajad Kuncoro & Irwan Adimaschandra S., Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Kluster dan Orientasi Pasar, Jurnal Empirika Volume 16 No. 1 Juni 2003.

Osborne & Peter Plastrik dalam Mustopadidjaja, AR, “Paradigma-Paradigma Pembangunan: Dan saling hubungannya dengan model, strategi, dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan”, Jakarta, 2003.

Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Pengembangan Kerjasama Kemitraan UKMK, Koperasi dan Masyarakat, Jakarta, 2002.

Lembaga Administrasi Negara, Kajian Implementasi Aliansi Stratejik Pada KAPET, Jakarta, 2003.

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

144

Page 165: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan, pidana dan penjara bukan semata-mata sebagai sebuah hukuman, namun lebih menitikberatkan pada pembinaa kemandirian dalam rangka reintegrasi sosial warga binaan untuk kembali kedalam masyarakat setelah bebas nanti. Narapidana hanya dijatuhi pidana dengan kehilangan kemerdekaan bergerak. Jadi perlu diusahakan supaya narapidana selama ia terhukum tetap mempunyai penghasilan dan berpendidikan harus berdasarkankan pada Pancasila. Dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana Pengembangan Model Lapas Produktif di Indonesia dan Bagaimana Pengembangan Lapas Produktif di beberapa Negara Metode penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Sosiologis dengan analisis data deskriptif analitis. Ada 3 model dalam pengembangan Lapas produktif yaitu Model Pembinaan Kemandirian Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Industri Dalam Lapas, Model Pembinaan Lapas Produktif di Luar Lapas, Optimalisasi pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam kegiatan-kegiatan produksi sekitar 70% dari populasi yang ada di Lapas/Rutan, sedang yang 30% di kegiatan-kegiatan rumah tangga Model Pengembangan Lapas Produktif di Luar Negeri dilakukan dengan berbagai model Seperti Kebijakan Santa Ana California, Skotlandia, Cebu Philipine, Ada pembatasan Lembaga Pemasyarakatan untuk napi kelas teri dan kelas kakap, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatn di Hongkong Napi diberi rekening dan penghasilannya dihitung berdasarkan poin, Privatisasi Lembaga Pemasyarakatan Amerika Serikat Napi dipekerjakan di bidang pertanian dan peternakan. Perlu ada regulasi yang tepat terkait dengan Lapas Produktif agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam implementasi Lapas produktif termasuk Juklak/juknis bahkan Standar Operasional Prosedur (SOP), Dengan Mempertimbangkan setiap model pengembangan Lapas Produktif untuk dilakukan uji cost benefit Analisis ketiga model tersebut dengan Jangkan waktu dan evaluasi berdasarkan Kuantitas dan kualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan Lapas Produktif di Indonesia, Perlu kerjasama dengan pihak terkait terutama sinergis antar Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasayarakatan di Seluruh Wilayah Indonesia agar Core Bisnis/Bisnis Proses pemasyarakatan berjalan dengan baik sehingga mudah untuk dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.

Oleh:

N E V E Y VA R I D A A R I A N I

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF:

KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA

9 786026 952356

ISBN 602695235-7

ISBN 978-602-6952-35-6

Page 166: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARAjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A19.pdf · pendayagunaan tenaga kerja warga binaan pemasyarakatan (labour force) dalam

PENGEMBANGAN MODEL LAPAS PRODUKTIF: KAJIAN PERBANDINGAN DI BEBERAPA NEGARA