kajian pengelolaan pemanfaatan dana...

14
Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70 KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG Mohammad Mukti Ali *) , Artiningsih, Rizki Kirana Y, dan Desi Permatasari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang Email: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Pengelolaan dan pemanfaatan dana pemberdayaan masyarakat khususnya dalam dana sarana dan prasarana wilayah di Kota Semarang kini sedang mengalami masa transisi dari skema Kontingensi menjadi Eks Kontingensi karena perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 70 tentang Pengadaan Barang dan Jasa . Dalam perubahan tersebut, pelaksanaan pembangunan tidak lagi dilakukan oleh masyarakat, namun dilakukan oleh pihak ketiga. Walaupun skema pihak ketiga ini sudah baik karena hasil pekerjaan dan pertanggung jawabannya jelas, namun sangat mematikan partisipasi masyarakat, sehingga pada hasilnya pun masyarakat tidak merasa memiliki, tidak merawat, dan acuh akan kondisi sarana dan prasarana wilayahnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian ini agar dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan sarana dan prasrana wilayah oleh masyarakat. Penelitian ini menghasilkan model baru dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana pemberdayaan masyarakat di Kota Semarang sehingga mampu menampung kembali partisipasi masyarakat. Kata Kunci : infrastruktur, pemberdayaan, Model Pengelolaan dan Pemanfaatan Abstract Management and use of community development funds, especially in infrastructure funding in the area of Semarang is experiencing a period of transition from contingency schemes into ex-contigency. It is because the regulatory changes of Permendagri No. 70 on Procurement of Goods and Services. In such changes, the implementation of development is no longer done by the community, but it is done by the third party. These third - party scheme is good because the result and accountability are clear, but there’re lack of public participation. It caused low sense of belonging to the infrastructure. It is necessary for this study in order to revive the spirit of participating in the development of facilities and good infrastructure by the community. This research resulted a new model in the management and utilization of community development funds in Semarang and reaccommodate public participation. Key words: infrastructure, empowerment, management and Utilization Models Pendahuluan Pembangunan fisik di kawasan pemukiman dengan skema pendanaan dari pemerintah kota telah berlangsung sejak lama. Hanya saja, kebijakan, alur pelaksanaan, dan nama program yang selalu

Upload: vuque

Post on 06-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN

DANA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DI KOTA SEMARANG

Mohammad Mukti Ali*), Artiningsih, Rizki Kirana Y, dan Desi Permatasari

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro, Semarang

Email: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]

Abstrak

Pengelolaan dan pemanfaatan dana pemberdayaan masyarakat khususnya dalam dana sarana

dan prasarana wilayah di Kota Semarang kini sedang mengalami masa transisi dari skema Kontingensi

menjadi Eks Kontingensi karena perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 70 tentang

Pengadaan Barang dan Jasa . Dalam perubahan tersebut, pelaksanaan pembangunan tidak lagi

dilakukan oleh masyarakat, namun dilakukan oleh pihak ketiga. Walaupun skema pihak ketiga ini

sudah baik karena hasil pekerjaan dan pertanggung jawabannya jelas, namun sangat mematikan

partisipasi masyarakat, sehingga pada hasilnya pun masyarakat tidak merasa memiliki, tidak merawat,

dan acuh akan kondisi sarana dan prasarana wilayahnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian ini agar

dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan sarana dan prasrana

wilayah oleh masyarakat. Penelitian ini menghasilkan model baru dalam pengelolaan dan pemanfaatan

dana pemberdayaan masyarakat di Kota Semarang sehingga mampu menampung kembali partisipasi

masyarakat.

Kata Kunci : infrastruktur, pemberdayaan, Model Pengelolaan dan Pemanfaatan

Abstract

Management and use of community development funds, especially in infrastructure funding in the

area of Semarang is experiencing a period of transition from contingency schemes into ex-contigency. It

is because the regulatory changes of Permendagri No. 70 on Procurement of Goods and Services. In

such changes, the implementation of development is no longer done by the community, but it is done by

the third party. These third - party scheme is good because the result and accountability are clear, but

there’re lack of public participation. It caused low sense of belonging to the infrastructure. It is

necessary for this study in order to revive the spirit of participating in the development of facilities and

good infrastructure by the community. This research resulted a new model in the management and

utilization of community development funds in Semarang and reaccommodate public participation.

Key words: infrastructure, empowerment, management and Utilization Models

Pendahuluan

Pembangunan fisik di kawasan

pemukiman dengan skema pendanaan dari

pemerintah kota telah berlangsung sejak

lama. Hanya saja, kebijakan, alur

pelaksanaan, dan nama program yang selalu

Page 2: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

58

berubah-ubah. Sebelum tahun 2012, skema

untuk pengajuan dana harus melalui

proposal yang disampaikan kepada

pemerintah kota. Masyarakat langsung

mendapatkan dana tunai untuk

pembangunan sarana dan prasarana wilayah

tanpa melalui proses pengadaan barang dan

jasa.

Pada tahun 2013 telah terjadi

perubahan skema eks-kontingensi kepada

masyarakat melalui Dana Pembangunan

Sarana dan Prasarana Wilayah. Anggaran

diberikan kepada masyarakat sebesar Rp.

150 juta perkelurahan dan direncanakan

akan mengalami peningkatan tahun 2014.

Secara keseluruhan, dana pembangunan wilayah Kota Semarang untuk pembiayaan

fisik yang dikhususkan untuk 1. jalan /

jembatan, 2. drainase, 3.kehidupan

masyarakat (gapura, pos siskamling, dan

balai RW).

Penelitian ini melakukan pengkajian

lebih dalam terhadap pola pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah yang implementatif di

masa depan dengan memperhatikan

beberapa aspek, yaitu 1. Payung kebijakan

yang mengontrol pengelolaan dan

pemanfaatan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah, 2. Skema pengelolaan

dari proses perolehan, penyerapan,

perencanaan, implementasi, dan monitoring,

evaluasi, 3. Persepsi / preferensi stakeholder

dalam pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah.

Pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah sering terkendala dan

tidak sesuai dengan mekanisme pelaksanaan.

Manajemen waktu tidak dipertimbangkan

dalam proses pelaksanaan, sehingga

seringkali pelaksanaan melebihi batas waktu.

Kualitas pekerjaan juga sering menjadi

pertanyaan dalam implementasi pemanfaatan

dan pengelolaan dana tersebut. Kelemahan

dalam implementasi terjadi karena lemahnya

sistem kontrol ketiga stakeholder kunci.

Mengingat hal tersebut, selama proses

implementasi diperlukan tahapan monitoring

untuk mengawal proses tersebut. Pada

tahap monitoring dilakukan penilaian

berdasarkan indikator performance

assessment dan kesesuaian prosedur pada

saat pengajuan prioritas sarana prasarana

untuk mendapatkan dana tersebut. Pada

tahap evaluasi akan dinilai keberhasilan

pengelolaan dan pemanfaatan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah.

Dalam tahap evaluasi terdapat skema

pertanggung jawaban stakeholder. Kelurahan yang menjadi wilayah studi akan diseleksi

berdasarkan kriteria spasial dan kondisi

infrastruktur. Klasifikasi kelurahan yang

mewakili wilayah studi berdasarkan

karakteristik spasial, yaitu inner city-transisi-

outer city.

Dengan identifikasi berbagai tahapan

maka timbul pertanyaan mengenai pola

Dana Pembangunan Sarana dan Prasarana

Wilayah yang tepat untuk Kota Semarang.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah payung kebijakan dalam

pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah?

2. Bagaimanakah skema perolehan dan

penyerapan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah, tahapan perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi

dari pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah?

3. Bagaimanakah persepsi / preferensi

stakeholder (pemerintah, swasta,

masyarakat) dalam pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah?

4. Bagamanakah pola pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Page 3: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

59

Prasarana Wilayah yang tepat untuk Kota

Semarang di masa depan?

Tujuan dan Sasaran

Secara umum, tujuan dari penelitian ini

adalah memperoleh pola yang tepat dalam

pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah di

masa depan.

Sasaran yang akan dicapai adalah sebagai

berikut:

1. Teridentifikasinya wilayah studi

berdasarkan kriteria spasial (inner city,

transisi, dan outer city) dan kondisi

infrastruktur (kondisi baik dan buruk)

2. Teridentifikasinya kebijakan normatif sebagai payung pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah

3. Teridentifikasinya skema perolehan dan penyerapan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah, tahapan

perencanaan hingga evaluasi

pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah

4. Teridentifikasinya persepsi/preferensi stakeholder dalam pelaksanaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah

5. Teridentifikasinya pola pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah di masa depan

Kondisi Fisik Lingkungan Kota

Semarang

1. Prasarana Jaringan Jalan

Jaringan jalan merupakan penghubung

antar satu wilayah dengan wilayah lain yang

menjadi prasarana untuk mobilitas atau

pergerakan masyarakat maupun barang

terlebih jika kondisinya baik dan menjangkau

semua kawasan.

Kondisi jaringan jalan di Kota Semarang

45% dengan kondisi yang baik, khususnya di

jalan-jalan protokol, seperti Jalan Pahlawan,

Jalan Pemuda, Jalan Majapahit, Jalan

Setiabudi, Jalan Siliwangi, dll. Sedangkan

kondisi sedang sebanyak 33% yang biasanya

masih dengan kondisi baik namun sudah

lama tidak dilakukan pembaruan jalan, dan

22% kondisi buruk. Kondisi buruk ini

biasanya disebabkan oleh gejala alam seperti

rentan gerakan tanah, atau karena

kurangnya dukungan finansial wilayah

kelurahan atau kecamatan untuk perbaikan

jalan.

2. Prasarana Air Bersih

Kota Semarang memiliki dua jenis

pengelolaan prasarana air bersih, yakni

dengan sistem perpipaan yang diadakan dan

dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM), dan sistem non perpipaan yang diadakan dan dikelola atas swadaya

masyarakat, seperti sumur artesis. Pelayanan

PDAM sudah mencukupi kebutuhan

diseluruh kecamatan di Kota Semarang,

namun Kecamatan Mijen, dan Gunungpati

belum tercukupi. Wilayah Kota Semarang

bawah rawan oleh intrusi air laut sehingga

masyarakat dilarang untuk menggunakan air

tanah dalam, terutama dalam jumlah yang

banyak.

3. Prasarana Persampahan

Jaringan persampahan di Kota Semarang

memiliki muara yakni Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) Jatibarang. Sampah dari rumah,

pasar, perkantoran, sekolah dan lain-lain

dibuang di tong sampah di wilayah RT

ataupun RW, lalu ditampung di bak container

atau Tempat Pembuangan Sementara (TPS)

kelurahan, dan kemudian bermuara di TPA

Jatibarang. Namun produksi sampah di Kota

Semarang semakin tahun semakin

bertambah. Hal ini menyebabkan TPA

Jatibarang sudah tidak mampu berkerja

secara optimal dan untuk menampung

produksi sampah di Kota Semarang.

4. Prasarana Drainase

Sistem drainase di Kota Semarang telah

dibangun sejak jaman penjajahan Belanda,

yakni sistem saluran pengendali banjir Sungai

Page 4: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

60

Banjir Kanal barat, dan Banjir Kanal Timur.

Kedua sungai besar ini dibangun mulai tahun

1850 untuk mengantisipasi banjir di Kota

Semarang. Secara khusus, sistem

pengembangan dan menejemen drainase

Kota Semarang terbagi menjadi 21 sub

sistem.

Analisis Alokasi (Perolehan dan

Penyerapan) Dana Pembangunan

Sarana Prasarana Wilayah

Dana Pembangunan Sarana Prasarana

Wilayah yang didapat merupakan salah satu

bentuk peran masyarakat dengan

memberikan usulan melalui mekanisme

Musyawarah Perencanaan Pembangunan( Musrenbang). Mekanisme tersebut dapat

dilihat pada Gambar 1. Penjelasan Skema

Perolehan dan Penyerapan Dana

Pembangunan Sarana dan Prasarana Wilayah

adalah sebagai berikut :

1. Musyawarah masyarakat di tingkat

RT membahas apa saja yang perlu dibangun,

diperbaiki dan dipenuhi guna mendukung

kehidupan bermasyarakat. Dalam hasil

musyawarah tersebut, sarana dan prasarana

yang merupakan asset pemerintah diajukan

atau diusulkan ke musyawarah tingkat RW.

2. Musyawarah tingkat RW

mendiskusikan usulan dari semua RT yang

selanjutnya dipilih kegiatan yang dianggap

penting dan mendesak untuk dilakukan

pembangunan ataupun perbaikan. Usulan

dari tingkat RW kemudian diajukan ke

tingkat kelurahan.

3. Musrenbang kelurahan dihadiri oleh

masing-masing ketua RW, dan Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

(LPMK) yang mengakomodir aspirasi

masyarakat. Musrenbang Kelurahan

mengadakan seleksi atas usulan dari RW

melalui skala prioritas kepentingan dan

kebermanfaatan kegiatan .

4. Usulan dari kelurahan yang telah

masuk ke tingkat kecamatan diakomodir

dalam Musrenbang Kecamatan yang dihadiri

oleh perwakilan seksi pembangunan

kelurahan, LPMK, tokoh masyarakat dan

pihak kecamatan . Musrenbang Kecamatan

membahas usulan yang akan diajukan ke

Forum Kota yang kemudian dibahas dalam

RKPD.

5. Usulan yang masuk ke rRencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

diakomodir dalam Rencana Kerja (Renja)

Kecamatan untuk verifikasi dan survey

lokasi.

6. Kegiatan yang dinilai layak

dimasukkan ke dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran

(KUA PPAS) untuk menyesuaikan dengan

anggaran dan kebijakan yang terkait.

Kemudian masuk kedalam daftar RKPBD.

7. Kemudian masuk ke APBD hingga

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

Kegiatan.

Sumber : Analisi Peneliti, 2013

Gambar 1

Skema Perolehan dan Penyerapan Dana

Pembangunan Sarana dan Prasarana

Wilayah

Page 5: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

61

Analisis Perencanaan Dalam

Pemanfaatan dan Pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana

Wilayah

Perencanaan oleh masyarakat adalah

perencanaan usulan kegiatan beserta

anggaran yang diperlukan. Dalam tahapan

inil masyarakat berpartisipasi penuh dalam

merencanakan kegiatan yang dibutuhkan.

Hanya saja rincian perencanaan desain dan

rencana anggaran detail dilakukan oleh pihak

ketiga dan hanya diketahui oleh kecamatan.

Setelah pihak ketiga mengambil alih kegiatan,

partisipasi masyarakat berkurang. Namun

terdapat sebagian masyarakat yang masih aktif bernegosiasi dengan pihak ketiga dalam

perencanaan konstruksi kegiatan. Skema

perencanaan dalam pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah dapat dilihat pada

Gambar 2.

Sumber : Analisi Peneliti, 2013

Gambar 2

Skema Perencanaan dalam Pemanfaatan

dan Pengelolaan Dana Pembangunan

Sarana Prasarana Wilayah

Analisis Tahapan Pengadaan Barang

dan Jasa

Pemenuhan sarana dan prasarana

wilayah di Kota Semarang dilakukan melalui

mekanisme pengadaan barang dan jasa yang

dilakukan oleh pihak ketiga. Hal ini sesuai

dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun

2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Pada implementasinya, tahapan pengadaan

barang dan jasa untuk sarana dan prasarana

publik yang merupakan asset pemerintah

memiliki skema yang berbeda-beda

tergantung besaran nominal. Nominal diatas

200 juta maka alur pengadaan dan pemilihan

rekanan dilakukan sepenuhnya oleh ULP

(Unit Layanan Pengadaan). Kegiatan dengan

nominal dibawah 200 juta maka pihak

Kecamatan terlibat dalam pemilihan

rekanan atau pihak ketiga. ULP hanya

menerima pelaporan dan

pertanggungjawaban. Penelitian ini mengambil fokus pada

pembangunan sarana dan prasana wilayah

dalam lingkungan kecamatan melalui

pengajuan usulan kegiatan dari masyarakat

dengan nominal dibawah 50 juta, dimana

pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan

ditunjuk langsung oleh kecamatan.. Gambar

3 menggambarkan tahapan pengadaan

barang dan jasa.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 3

Tahapan Pengadaan Barang dan Jasa

Page 6: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

62

Analisis Implementasi dalam

Pemanfaatan dan Pengelolaan Alokasi

Dana Pembangunan Sarana Prasarana

Wilayah

Pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah

dalam implementasinya harus tetap mengacu

pada kebijakan dan peraturan yang

menaunginya. Oleh karena itu, prosedur

administratif tetap dilakukan oleh pihak

ketiga. Hal tersebut mengingat bahwa pihak

ketiga-lah yang memiliki kualifikasi sebagai

pelaksana, memiliki tenaga ahli dengan

spesifikasi tertentu dan mampu

mempertanggungjawabkan. Pembagian peran

antara pihak ketiga dan masyarakat dapat dilakukan melalui surat

kerjasama/Memorandum of Understanding

(MoU). Kerjasama dapat berupa 1.

pembagian volume pekerjaan antara pihak

ketiga dan pemerintah dan 2. Pembagian

peran antara pihak ketiga dan masyarakat.

Sumbangsih masyarakat dapat berupa

konsep pemikiran, tenaga, dan materi. Hal

tersebut perlu dijelaskan dalam surat

perjanjian kerjasama maupun surat

pertanggungjawaban. Diferensiasi bentuk

peran serta masyarakat dapat dilihat pada

Gambar 4.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 4

Diferensiasi Bentuk Peran Serta

Masyarakat

Masyarakat perlu dilindungi untuk

mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai

subyek sekaligus obyek pembangunan.

Output yang dicapai harus sesuai dengan

harapan masyarakat. Apabila masyarakat

berpartisipasi atau terlibat didalamnya, maka

perlu dibuat surat perjanjian yangjelaskan

dalam surat kerjasama bahwa masyarakat

akan direkrut sebagai tenaga kerja oleh

pihak ketiga. Hal tersebut akan

menumbuhkan rasa memiliki dari sisi

masyarakat dan juga filosofi kegotong

royongan dapat hidup kembali. Pihak ketiga

tetap dapat melaksanakan prosedur

administratif yang menjadi persyaratan pada

tahapan awal penunjukan langsung pihak

ketiga. Pendanaan merupakan permasalahan

yang krusial apabila tidak ada pemisahaan antara dana swadaya masyarakat dan dana

APBD. Pihak ketiga bertanggung jawab atas

implementasi pembangunan dan perbaikan

sarana prasarana sesuai pembiayaan APBD.

Sedangkan dana swadaya masyarakat dapat

dibuat pertanggungjawabannya oleh

masyarakat yang dibantu pihak kelurahan.

Dengan begitu, sirkulasi dana APBD dan

swadaya masyarakat tidak akan tumpang

tindih. Gambar 5 menunjukkan peran

stakeholder pelaksana Dana Pembangunan

Sarana Prasarana Wilayah.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 5

Peran Stakeholder Pelaksana Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah

Dalam kondisi eksisting, masyarakat

tidak diikutsertakan dalam proses

penunjukkan pihak ketiga. Masyarakat

mengetahui pihak ketiga pada saat sarana

Page 7: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

63

prasarana dibangun. Permasalahan sering

timbul jika hasil pembangunan sarana

prasarana tidak sesuai dengan harapan

masyarakat. Selama ini tidak terdapat

mekanisme dalam menyatakan komplain

kepada pihak ketiga. Biasanya masyarakat

hanya menginformasikan kepada pihak

kecamatan bahwa hasil pembangunan tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena

itu, diperlu adanya mekanisme formal untuk

menyampaikan bentuk komplain atas

pekerjaan pihak ketiga. Gambar 6

merupakan rekomendasi proses

penyampaian komplain kepada pihak ketiga.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 6

Rekomendasi Proses Penyampaian

Komplain kepada Pihak Ketiga

Monitoring dan Evaluasi

Dana pembangunan sarana dan

prasarana wilayah membutuhkan monitoring

dan evaluasi guna memantau

pemanfaatannya bagi masyarakat dan

pelaksanaannya oleh pihak ketiga, agar tepat

sasaran dan tepat guna bagi penerima

manfaat yakni masyarakat. Pelaksanaan

kegiatan pembangunan sarana dan prasarana

dimonitoring oleh pihak kecamatan. Pihak

kecamatan, kelurahan, dan masyarakat

perlu melakukan evaluasi apabila kegiatan

pengadaan sarana dan prasarana wilayah

tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah

dibuat. Namun evaluasi yang dilakukan oleh

masyarakat hanya sebatas mengingatkan dan

melaporkan ke kelurahan atau kecamatan.

Pihak Kecamatan yang berwenang

mengambil tindakan sesuai MoU yang telah

disepakati.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 7

Stakeholder dalam Monitoring dan

Evaluasi Pembangunan Sarana dan

Prasarana Wilayah

Peran serta dan partisipasi masyarakat

dalam tahap monitoring dan evaluasi adalah

terbatas.

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 8

Rekomendasi Stakeholder dalam

Monitoring dan Evaluasi Pembangunan

Sarana dan Prasarana Wilayah

Kelurahan

Page 8: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

64

Bentuk partisipasi masyarakat dalam

pembangunan sarana dan prasarana wilayah

masih memiliki peluang, yaitu dengan

melibatkan masyarakat dalam proses

monitoring dan evaluasi perencanaan,

pemilihan pihak ketiga hingga pelaksanaan

kegiatan. Dengan demikian masyarakat

merasa dilibatkan kembali dan dapat muncul

pula beberapa ide atau gagasan dari

masyarakat sehingga dapat ditimbulkan

kembali “sense of belonging” atau rasa

memiliki masyarakat.

Alternatif Model Pemanfaatan dan

Pengelolaan Dana Pembangunan

Sarana Prasarana Wilayah Alternatif Pemanfaatan dan pengelolaan

dana sarana prasarana di wilayah Kota

Semaran dapat dilihat ke dalam 4 model,

yaitu. 1. Model swakelola, 2. Model

pembagian volume pekerjaan antara pihak

ketiga dan masyarakat, 3. Pihak ketiga yang

merekrut masyarakat sebagai tenaga kerja,

dan 4. Pembagian antara dana swadaya dan

APBD dengan pemisahan bentuk

pertanggungjawaban.

1. Model swakelola

Pemilihan model swakelola dapat

diterapkan, jika wilayah tersebut mampu

berdikari sebagai tim tenaga ahli dalam

melaksanakan pemanfaatan dan pengelolaan

Dana Pembangunan Sarana Prasarana

Wilayah. Masyarakat harus memiliki

struktur keanggotaan dari organisasi

masyarakat. Swakelola boleh dilaksanakan

pada tipe konstruksi dengan syarat hanya

rehabilitasi dan renovasi sederhana, bukan

tahapan bangunan baru. Tenaga ahli yang

dimiliki oleh organisasi tersebut harus

memiliki NPWP dan rekening bank. Selain

itu, tenaga ahli juga telah bersertifikat

sebagai tenaga ahli. Model swakelola dapat

dilihat pada Gambar 9.

2. Pembagian volume pekerjaan dan

pendanaan antara pihak ketiga dan

masyarakat

Berdasarkan hasil analisis, pembagian

volume pekerjaan sangat efektif untuk

meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

Masyarakat dapat berpartisipasi sesuai

dengan porsi pekerjaan mereka. Model ini

juga telah memisahkan antara dana swadaya

dan dana APBD untuk melaksanakan

pembangunan sarana prasarana wilayah.

Pihak ketiga hanya bertanggung jawab

kepada pemerintah terhadap pelaksanaan

dana pengelolaan dan pemanfaatan sarana

prasarana pembangunan berdasarkan alokasi

dana APBD. Sedangkan pihak masyarakat bertanggungjawab sesuai dana swadaya dan

juga mempunyai kewajiban untuk membuat

pertanggungjawaban yang diserahkan kepada

masyarakat luas. Model ini dilihat pada

Gambar 10.

3. Pihak ketiga merekrut masyarakat

sebagai tenaga kerja

Model ini dapat diterapkan di wilayah

dengan tingkat partisipasi masyarakat yang

tinggi atau masyarakat tidak memiliki dana

swadaya untuk meningkatkan kualitas

lingkungan permukiman. Implementasi dari

model ini dapat menimbulkan multiplier

effect, yaitu menambah lapangan pekerjaan.

Masyarakat dikontrak oleh pihak swasta

sebagai tenaga kerja untuk melaksanakan

proses pembangunan. Model ini didukung

oleh kebijakan yang mengatur pemanfaatan

dan pengelolaan dana sarana prasarana.

Upah yang diberikan kepada masyarakat

harus sesuai dengan alokasi dana untuk

tenaga kerja. Model ini dapat dilihat pada

Gambar 11.

Page 9: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

65

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 9 Model Swakelola dalam Pemanfaatan

dan Pengelolaan Dana Sarana

Prasarana Wilayah

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 10

Model Pembagian Volume Pekerjaan

dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan

Dana Sarana Prasarana Wilayah

Page 10: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

66

Sumber : Analisis Peneliti, 2013

Gambar 11

Model Perekrutan Masyarakat

sebagai Tenaga Kerja dalam Pemanfaatan

dan Pengelolaan Dana Sarana Prasarana

Wilayah

Kesimpulan

Berdasarkan paparan dari tahapan

perencanaan, implementasi, dan

pengawasan, sebenarnya partisipasi

masyarakat masih sangat dimungkinkan.

Penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga

tidak akan meredupkan peran serta

masyarakat. Hal tersebut terbukti dengan

masih adanya bentuk partisipasi masyarakat

dengan bentuk random, meskipun pekerjaan

diserahkan kepada pihak ketiga. Dalam

menggali partisipasi masyarakat perlu

mengidentifikasi kapasitas masyarakat dan

juga karakteristik wilayah.

Harapan masyarakat tidak hanya

menjadi satu-satunya tolak ukur agar tidak menimbulkan pola pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Sarana Prasarana Wilayah

yang bersifat utopis. Oleh karena itu, banyak

hal yang perlu dipertimbangkan. Seperti

uraian di atas, bahwa kondisi infrastruktur

dan kemampuan finansial menjadi indikator

lainnya dalam membangun model

pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah.

Rekomendasi

Pemberian pekerjaan pembangunan

sarana prasarana wilayah kepada pihak

ketiga tidak menjadi alasan untuk mereduksi

partisipasi masyarakat. Akan tetapi, hal

tersebut justru memberi kesempatan

kepada masyarakat untuk lebih mandiri

bekerjasama dengan pihak ketiga dalam

meningkatkan kualitas wilayahnya.

Koordinasi antar stakeholder

(Pemerintah Kota Semarang, kecamatan,

kelurahan, dan masyarakat) harus

terkoordinasi dengan menggabungkan

bottom up dan top down. Selama ini

kerjasama yang terjalin terpisah antara pihak

kecamatan dengan kelurahan. Penunjukan

pihak ketiga menjadi wewenang kecamatan.

Page 11: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

67

Sebagai rekomendasi, perlu dibuat

kesepakatan kerjasama dalam bentuk MoU

antara pihak kecamatan dan kelurahan untuk

pembangunan sarana prasarana wilayah.

Dalam MoU dapat dijabarkan potensi

wilayah setempat dan partisipasi masyarakat

yang sesuai dengan kapasitas yang ada.

Berdasarkan pembahasan pola

pemanfaatan dan pengelolaan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah

yang terdiri atas 4 pola, maka model yang

implementatif diterapkan adalah Model

Pembagian Volume Pekerjaan antara pihak

ketiga dan masyarakat. Penerapan model ini

tentunya berbeda untuk setiap wilayah.

Pemerintah Kota Semarang telah menerapkan model ini, sehingga kelurahan

memiliki wewenang untuk menentukan

skema dari penerapan model ini. Kelurahan

wajib mengkoordinir bentuk peran

masyarakat dan besar kecilnya kontribusi

swasta. Selain itu, restrukturisasi juga

diperlukan dalam pembagian tanggung jawab

antara kecamatan dan kelurahan. Pemberian

pekerjaan kepada pihak ketiga memang

menjadi wewenang dari kecamatan, tetapi

andil pihak kelurahan cukup besar

mengingat bahwa kelurahan sebagai intitusi

yang paling dekat dengan masyarakat.

Kelurahan dapat berperan secara

insitusional sebagai partner kecamatan.

Kelurahan dapat berperan sebagai penyalur

aspirasi masyarakat yang dapat disampaikan

kepada pihak ketiga dan kecamatan. Berikut

ini adalah kontribusi stakeholder kunci dalam

pemanfaatan dan pengelolaan Dana Sarana

Prasarana Pembangunan Wilayah:

1. Pihak Kecamatan

Pihak pemerintah sebagai pengambil

keputusan dalam pemanfaatan dan

pengelolaan Dana Sarana Prasarana Wilayah

Pembangunan hendaknya bertanggungjawab

sepenuhnya dari tahapan perencanaan

hingga monitoring-evaluasi. Pendampingan

langsung terutama pada saat tahapan

Musrenbang Kelurahan dan juga aktif

memonitor pada saat memasukkan prioritas

program dalam Musrenbang Kota.

Kecamatan akan melakukan penunjukan

langsung pihak ketiga yang akan

melaksanakan pembangunan. Sebelumnya,

kecamatan perlu menyiapkan MoU

kerjasama yang mengakomodir partisipasi

masyarakat. Skema dari pola pembagian

volume pekerjaan dapat didiskusikan lebih

lanjut antara kecamatan, kelurahan,

masyarakat, dan pihak ketiga.

Masyarakat dan pihak kecamatan

maupun pihak kelurahan sering mengadakan

diskusi untuk membahas rancangan

konstruksi dari pelaksanaan proyek dengan pihak ketiga. Masyarakat adalah pihak yang

paling mengetahui kondisi lingkungannya.

Rancangan konstruksi diharapkan sesuai

dengan harapan mereka. Pada tipe kedua,

setelah tahapan seleksi pihak ketiga, maka

pihak ketiga secara inisiatif berkoordinasi

dengan pihak kelurahan. Pada tahapan

implementasi, kecamatan dan kelurahan

mengadakan pengawasan terhadap proses

pekerjaan dan implementasi dari porsi

pembagian pekerjaan antara pihak ketiga dan

masyarakat. Pada akhir pekerjaan,

kecamatan perlu mengevaluasi hasil

pekerjaan berdasarkan kontrak kerja, yang

meliputi waktu pelaksanaan, output yang

diharapkan, dan kesesuaian dengan hasil

musrenbang.

2. Pihak Kelurahan

Pada prinsipnya pihak kelurahan

mendukung sepenuhnya kinerja kecamatan,

sekaligus menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat. Kelurahan dapat

memberi masukan dan mengawasi proses

musrenbang hingga tahapan paling bawah,

yaitu tingkat di RT dan RW. Hubungan

kerjasama antara kecamatan dan kelurahan

terjalin dari tahapan perencanaan dan

monitoring-evaluasi. Pihak kelurahan

Page 12: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

68

berperan sebagai konektor antara

kecamatan dan masyarakat.

3. Masyarakat

Masyarakat diharapkan meningkatkan

kontribusinya dalam pemanfaatan dan

pengelolaan sarana prasarana wilayah

berdasarkan deferensiasi peran serta

masyarakat. Dana Pembangunan Sarana

Prasarana Wilayah berasal dari APBD Kota

Semarang diharapkan dapat menjadi dana

stimulan yang mendorong masyarakat untuk

mandiri dalam mengembangkan wilayahnya.

Diharapkan agar masyarakat terangsang

untuk menghimpun dana secara kolektif

sebagai dana penunjang. Nominal dari dana

penunjang disesuaikan dengan kemampuan finansial masyarakat. Pada kajian kemampuan

masyarakat dalam mengumpulkan Dana

Pembangunan Sarana Prasarana Wilayah,

dapat disimpulkan bahwa masyarakat dengan

tingkat kesejahteraan rendah dapat

mengumpulkan dana dengan kisaran sebesar

Rp.2.500-Rp.5.000/KK/bulan. Masyarakat

dengan tingkat kesejahteraan tinggi dapat

mungumpulkan dana dengan kisaran Rp.

5.000-Rp. 25.000 /KK/bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan No 32

Tahun 2004 tentang

Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah.

Peraturan Presiden No 70 Tahun 2012

tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 73 Tahun 2005 tentang

Kelurahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor. 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 32 Tahun 2011 tentang

Manajemen dan Rekayasa, Analisis

Dampak, Serta Manajemen

Kebutuhan Lalu Lintas.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 19 Tahun 2008 tentang

Kecamatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011 tentang Hibah.

Peraturan Walikota Semarang Nomor 17

Tahun 2011 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

Sarana Prasarana Wilayah Yang

Dilaksanakan oleh Kecamatan.

APBD Kota Semarang Tahun 2011.

Biro Pusat Statistik. 2012. Indeks

Pembangunan Kota Semarang 2011.

Biro Pusat Statistik. 2011. Kecamatan

Banyumanik dalam Angka 2010.

Biro Pusat Statistik. 2011. Kecamatan

Candisari dalam Angka 2010.

Biro Pusat Statistik. 2011. Kecamatan

Gunungpati dalam Angka 2010.

Page 13: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 57 - 70

69

Biro Pusat Statistik. 2011. Kecamatan

Semarang Tengah dalam Angka

2010.

Biro Pusat Statistik. 2011. Kecamatan

Semarang Utara dalam Angka 2010.

Biro Pusat Statistik. 2012. PDRB Kota

Semarang 2011.

Biro Pusat Statistik. 2012. Semarang dalam

Angka 2011.

Utami, Dyah Purbandari MU. 2008. Peran

Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan

Dana Kontigensi Pada Pembangunan Jalan Lingkungan. Tesis Magister

Teknik Pembangunan Wilayah dan

Kota Universitas Diponegoro.

Semarang.

Budiono, Bayu Sukmawan. 2013.

“Pelaksanaan Kebijakan Alokasi

Desa Berdasarkan Permendagri

No 37 Tahun 2007 Tentang

Pedoman Pengelolaan

Keuangan Desa (Studi di Desa

Mergosari, Kecamatan Tarik,

Kabupaten Sidoarjo)”. Artikel Ilmiah.

Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya. Malang.

Erlangga, Yadi M. 2008. Desentralisasi vs

Good Governance.

Thomas. 2013. “Pengelolaan Alokasi Dana

Desa dalam upaya Meningkatkan

Pembangunan di Desa Sebawang

Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana

Tidung”. E-jurnal Pemerintahan

Integratif.

Y. Warella, Maryono. 2009. “Implementasi

Kebijakan Pengelolaan Keuangan

Daerah Propinsi Jawa Tengah”.

Jurnal Ilmu Administrasi dan

Kebijakan Publik.

Beckmann. Volker dan Padmanabhan.

Martina. 2009. Insitutions and

Sustainability. German : Springer.

Rahmadani, Elfi. 2008.Sosiologi Pedesaan

dan Penyuluhan

Pertanian.Pekanbaru: Suska Press.

Jaya, Wihana Kirana. 2010. “Kebijakan

Desentralisasi di Indonesia Dalam

Perspektif Teori Ekonomi

Kelembagaan”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu

Ekonomi. Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada

Rakodi, Carole dan Lloyd, Tony. 2002.

Urban Livelyhoods A People-

Centered Approach to Reducing

Poverty. London : Earthscan

Publication.

Wiyono, Suko. 2006. Otonomi Daerah

Dalam Negara Hukum Indonesia.

Jakarta: Faza Media.

Page 14: KAJIAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN DANA …bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/4.Artikel... · dapat menghidupkan kembali semangat berpartisipasi dalam pembangunan

Kajian pengelolaan pemanfaatan dana pemberdayaan

masyarakat Di kota semarang (Mohammad Mukti Ali, dkk)

70